Anda di halaman 1dari 3

Rumah Adat Jawa Tengah

Sumber: http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/11/rumah-adat-jawa-tengah-joglo-gambar-
dan.html

1. Arsitektur Rumah Joglo

Rumah Joglo dibangun dengan desain arsitektur yang cukup unik. Salah satu keunikan
tersebut terletak pada desain rangka atapnya yang memiliki bubungan cukup tinggi. Desain
atap yang demikian dihasilkan dari pola tiang-tiang yang menyangga rumah. Utamanya pada
bagian tengah rumah, terdapat 4 tiang berukuran lebih tinggi yang menyangga beban atap.
Keempat tiang yang kerap disebut “soko guru” ini menyangga dan menjadi tempat pertemuan
rangka atap yang menopang beban atap.
Atap rumah adat Jawa Tengah ini sendiri dibuat dari bahan genting tanah. Sebelum genting
ditemukan, pada masa silam atap rumah ini juga dibuat dari bahan ijuk atau alang-alang yang
dianyam. Penggunaan desain rangka atap dengan bubungan tinggi dan material atap dari
bahan alam merupakan salah satu hal yang membuat rumah Joglo terasa dingin dan sejuk.
Adapun secara keseluruhan, rumah Joglo sendiri lebih banyak menggunakan kayu-kayuan
keras, baik untuk dinding, tiang, rangka atap, pintu, jendela, dan bagian lainnya. Kayu jati
adalah pilihan utama yang kerap ditemukan pada rumah-rumah lawas. Kayu jati sangat awet
dan terbukti dapat bertahan lama bahkan hingga ratusan tahun.
2. Fungsi Rumah Adat

Selain memiliki fungsi sebagai ikon budaya dan gambaran kehidupan sosial masyarakat
Jawa, rumah Joglo pada dasarnya juga berfungsi sebagai tempat tinggal. Untuk menunjang
fungsi yang satu ini, rumah adat Jawa Tengah ini dibagi menjadi beberapa susun ruangan
dengan fungsinya masing-masing seperti terlihat pada denah di samping, yaitu:

 Pendapa.
Bagian ini terletak di depan rumah. Biasanya digunakan untuk aktivitas formal,
seperti pertemuan, tempat pagelaran seni wayang kulit dan tari-tarian, serta upacara
adat. Meski terletak di depan rumah, tidak boleh dilewati sembarang orang yang
hendak masuk ke dalam rumah. Jalur untuk masuk ada sendiri dan letaknya terpisah
memutar samping pendapa.
 Pringitan.
Bagian ini terletak antara pendapa dan rumah dalam (omah njero). Selain digunakan
untuk jalan masuk, lorong juga kerap digunakan sebagai tempat pertunjukan wayang
kulit.
 Emperan.
Ini adalah penghubung antara pringitan dan umah njero. Bisa juga dikatakan sebagai
teras depan karena lebarnya sekitar 2 meter. Emperan digunakan untuk menerima
tamu, tempat bersantai, dan kegiatan publik lainnya. Pada emperan biasanya terdapat
sepasang kursi kayu dan meja.
 Omah njero.
Bagian ini sering pula disebut omah mburi, dalem ageng, atau omah saja. kadang
disebut juga sebagai omah-mburi, dalem ageng atau omah. Kata omah dalam
masyarakat Jawa juga digunakan sebagai istilah yang mencakup arti kedomestikan,
yaitu sebagai sebuah unit tempat tinggal.
 Senthong-kiwa.
Berada di sebelah kiri dan terdiri dari beberapa ruangan. Ada yang berfungsi sebagai
kamar tidur, gudang, tempat menyimpaan persediaan makanan, dan lain sebagainya.
 Senthong tengah.
Bagian ini terletak ditengah bagian dalam. Sering juga disebut pedaringan, boma, atau
krobongan. Sesuai dengan letaknya yang berada jauh di dalam rumah, bagian ini
berfungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga, seperti harta keluarga
atau pusaka semacam keris, dan lain sebagainya
 Senthong-tengen.
Bagian ini sama seperti Senthong kiwa, baik fungsinya maupun pembagian
ruangannya.
 Gandhok.
Merupakan bangunan tambahan yang letaknya mengitari sisi belakang dan samping
bangunan inti.
3. Rumah Adat Jawa Lainnya

Selain rumah Joglo, sebetulnya ada beberapa desain rumah adat Jawa Tengah lainnya yang
dikenal dalam budaya masyarakat suku Jawa, yaitu rumah Panggang Pe, rumah Kampung,
rumah Limasan, dan rumah Tajug. Masing-masing desain rumah ini terbagi lagi menjadi
beberapa sub desain seperti yang dijelaskan sebagaimana berikut:
 Panggang-pe.
Desain ini hanya memiliki 1 atap yang memanjang dari depan ke belakang. Desain
Panggang Pe terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu yaitu Gedhang, Cere Gancet,
Pokok, Trajumas, Kios, Empyak Setangkep, dan Barengan.

 Kampung.
Desain ini memiliki 2 sisi atap di bagian depan dan belakang yang saling
dihubungkan dengan 1 bubungan. Desain omah Kampung terbagi menjadi beberapa
jenis, yaitu Gedhang Selirang, Pokok, Jompongan, Semar, Trajumas, Sinom, Gotong
Mayit, Cere Gancet, Apitan, Gajah, Dara Gepak, Pacul Gowang, Srontongan, Baya
Mangap, Klabang Nyander, dan Lambang Teplok.

 Limasan.
Desain ini seperti desain atap rumah adat Sumatera Selatan dan rumah adat Jawa
Barat Parahu Nangkub. Atapnya memiliki 4 sisi, sisi kiri dan kanan berbentuk segitiga
sama kaki, sementara sisi depan dan belakang berbentuk trapesium. Desain Limasan
terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu yaitu Cere Gancet, Enom, Ceblokan, Gotong
Mayit, Empyak Setangkep, Semar, Bapangan, Trajumas, Lambang, Klabang Nyander,
Sinom, dan Apitan.

 Tajug.
Desain ini kerap digunakan untuk desain bangunan masjid. Atapnya tersusun dari 4
sisi yang saling bersatu tanpa adanya bubungan, sehingga tampak meruncing. Desain
Tajug terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu Ceblokan, Lawakan, Tawon Goni,
Lambang, dan Semar. Salah satu bangunan yang menggunakan desain ini adalah
Masjid Agung Demak.

Anda mungkin juga menyukai