BAB V
ANALISIS STRUKTUR RANGKA
B. Deskripsi Singkat
Bab ini berisi tentang pengertian rangka batang beserta syarat-syarat
kestabilan strukturnya. Kemudian dilanjutkan metode perhitungan gaya
pada rangka batang dengan empat metode yaitu Cremona dan Cullman
mewakili metode grafis, serta metode Titik buhul dan Ritter mewakili
metode analitis
67
Mekanika Teknik II
C. Materi
1. Pengertian rangka batang (Truss)
Struktur Rangka Batang (truss) adalah suatu struktur yang tersusun
atas batang-batang yang dihubungkan satu dengan lainnya untuk
menahan gaya luar secara bersama-sama. Konstruksi Rangka Batang ini
dapat berupa konstruksi satu bidang datar (Plane truss, 2D) dan atau dua
bidang datar (struktur ruang, Space truss, 3D). Dalam bahan ajar ini
hanya akan dibahas tentang Konstruksi Rangka Batang satu bidang datar
(2D).
Sumber: normanray.files.wordpress.com/2010/08/4-kuliah-rangka-
batang.pdf
68
Mekanika Teknik II
Sumber: normanray.files.wordpress.com/2010/08/4-kuliah-rangka-
batang.pdf
69
Mekanika Teknik II
Sumber: http://syont.wordpress.com/2009/04/01/jembatan-rangka-antara-
analisa-dan-aktual/
Gambar 5.5. Contoh aplikasi struktur rangka pada jembatan
70
Mekanika Teknik II
Sumber: http://tukangatapbajaringan.com
a. b. c.
71
Mekanika Teknik II
e
20 40
Sumbu cm cm
netral
komposit Balok C
Baja Sumbu 30
50 Slab netral Sumbu
Plat Beton netral cm
Tid cm beton slab balok
ak beton baja T
terj 30 cm Slip Batang Slab
Plat Ba Batang
adiGari baja Beton baja
beton lo
slip
s
netr k Garis netral girder
al
plat Ba
ja
Gambar 5.8. Analisis kestabilan struktur rangka
72
Mekanika Teknik II
n = 13
J=8
R=3
Sehingga berdasarkan persyaratan kestabilan rangka batang:
n=2J–R
13 = 2 x 8 – 3
13 = 16 – 3 (ok)
Untuk dapat menentukan gaya dengan prinsip perhitungan gaya
sesuai hukum Newton, persyaratan kestabilan tersebut harus dipenuhi
lebih dahulu. Jika suatu struktur rangka tidak memenuhi persyaratan
kestabilan tersebut, struktur rangka tersebut disebut sebagai struktur
rangka statis tak tentu.
Perhitungan analisis struktur pada struktur rangka batang
dimaksudkan untuk menentukan besarnya gaya-gaya dalam yang terjadi
pada masing-masing batang penyusun rangka. Karena struktur rangka
batang didesain untuk hanya menahan gaya aksial baik tekan maupun
tarik, maka gaya dalam yang akan terjadi pada struktur rangka batang
juga hanya berupa gaya aksial baik tekan maupun tarik yang bekerja pada
tiap batang penyusun rangka tersebut.
Metode perhitungan gaya-gaya batang pada struktur rangka secara
manual dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya adalah:
a. Metode Cremona (secara grafis)
b. Metode Culmann (secara gafis)
c. Metode kesetimbangan titik buhul (analitis)
d. Metode potongan/Ritter (secara analitis)
Kesemua metode perhitungan tersebut secara garis besar
mengikuti tahapan perhitungan sebagai berikut:
e. Memeriksa kestabilan struktur
f. Menghitung reaksi perletakan
g. Menghitung gaya-gaya batang
73
Mekanika Teknik II
74
Mekanika Teknik II
Contoh soal:
P4 = 30 KN
H
P3 = 20 KN P5 = 20 KN
4
M M
4
11
8
E I
9 10
P2 =20 KN 7 P6 = 20 KN
13 4
M M
4
G
12
4 5 F 14 16
C 15
J
6
P1 = 20 KN P7 = 20 KN
3 17
4
K
M M
1
4
D 19
18
2
A B
75
Mekanika Teknik II
RA RB
p 7 20 70kN
2 2
3. Berikutnya tentukan skala penggambaran, disini diambil 1 : 10 ( 1 cm
pada gambar mewakili 10 kN gaya )
4. Langkah selanjutnya, mulai perhitungan gaya batang pada simpul
yang hanya memiliki maksimal dua batang yang belum diketahui,
yaitu pada simpul A dan B. Disini akan dimulai dari simpul A.
5. Penggambaran diagram Cremona diawali dari batang yang sudah
diketahui gaya batangnya, dimana untuk simpul A adalah reaksi
tumpuan A (RA), kemudian dilanjutkan gaya batang lain dengan arah
putaran searah jarum jam. Sehingga urutan penggambaran gaya
batang pada simpul A adalah: RA–P–F1–F2, dengan F1 dan F2
berturut-turut adalah gaya batang 1 dan gaya batang 2.
P1=20 kN
F1
F2
RA = 70 kN
7 cm
RA = 70 kN
76
Mekanika Teknik II
P1=20 kN
P1 = 20 Kn
=2 cm
F1
F2
RA = 70 kN
RA = 70 kN
Titik awal penggambaran
simpul A. Batang terakhir
yang digambar (F2) harus
berakhir di titik ini
77
Mekanika Teknik II
P1=20
kN F
1 Jika dipilih gaya ke
F
2 arah atas, maka gaya
P1 = 20
selanjutnya (F2)
kN
tidak dapat
RA = 70 membentuk polygon
kN tertutup
RA = 70 kN
gaya F1:
ke arah bawah atau ke arah
atas
Titik awal
penggambaran
simpul A. Batang
terakhir yang
digambar (F2) harus
berakhir di titik ini
agar terbentuk
polygon tertutup
Jika dipilih gaya ke arah bawah,
maka gaya selanjutnya (F2)
dapat membentuk polygon
tertutup dengan kembali ke titik
awal
78
Mekanika Teknik II
P1=20 kN
P1 = 20 kN
F1
F2
RA = 70 kN
RA = 70 kN
F1
79
Mekanika Teknik II
P1=20 kN
F1
F2
RA = 70 kN
80
Mekanika Teknik II
P2=20
P1 = 20 kN
kN
F4
P2 = 20 kN
F1 (-) F3
RA = 70 kN
F1
F4 F2
F3
81
Mekanika Teknik II
P2=20
kN
F4
F1 (-) F3
82
Mekanika Teknik II
P1 = 20 kN
F5
P2 = 20 kN
F6
F1
F2
RA = 70 kN
F1
F4 F2(+
)
Titik awal penggambaran
simpul D. Batang terakhir
F6 yang digambar (F6) harus
berakhir di titik ini agar
terbentuk polygon tertutup
F5
F3(-)
83
Mekanika Teknik II
F5
F6
F1
F2
Dari gambar di atas tampak bahwa arah gaya batang 5 (F5) menjauhi
titik simpul D, sehingga batang 5 merupakan batang tarik (+). Dan arah
gaya batang 6 (F6) juga menjauhi titik simpul D, sehingga batang 6 juga
merupakan batang tarik (+).
9. Perhitungan dilanjutkan pada simpul selanjutnya yang memiliki
maksimal dua batang yang belum diketahui gayanya. Pada contoh
soal ini adalah simpul E, dengan batang 7 dan batang 8 yang belum
diketahui besar gayanya.
Penggamparan diagram cremona diawali dari gaya yang sudah
diketahui gaya batangnya dengan arah putaran penggambaran searah
jarum jam, sehingga untuk simpul E urutan penggambaran adalah: F5-
F4-P3-F8-F7.
84
Mekanika Teknik II
P2 = 20 kN P1 = 20 kN
P3=20
kN
F8
F4 (-) F7
RA = 70 kN
P3 = 20 kN
F5 (+)
F1(-)
F5(+) F7
F3(-)
85
Mekanika Teknik II
P3=20
kN
F8
F4 (-) F7
F5 (+)
86
Mekanika Teknik II
P1 = 20 kN
F9
F7
P3 = 20 kN P2 = 20 kN
RA = 70 kN
F12
F6
F1(-)
F12
F4(-)
F2(+)
F9
F8(-) Titik awal
penggambaran
F6(+) simpul F. Batang
terakhir yang
digambar (F12)
harus berakhir di
titik ini agar
F7 (-) terbentuk polygon
F5(+) tertutup
F3(-)
87
Mekanika Teknik II
F7
F6
F4
(-)
F8
Dari gambar di atas tampak bahwa arah gaya batang 9 (F9) menjauhi
titik simpul F, sehingga batang 9 merupakan batang tarik (+). Dan arah
gaya batang 12 (F12) juga menjauhi titik simpul F, sehingga batang 12
juga merupakan batang tarik (+).
11. Perhitungan dilanjutkan pada simpul selanjutnya yang memiliki
maksimal dua batang yang belum diketahui gayanya. Pada contoh
soal ini adalah simpul H, dengan batang 10 dan batang 11 yang
belum diketahui besar gayanya. Penggamparan diagram cremona
diawali dari gaya yang sudah diketahui gaya batangnya dengan arah
putaran penggambaran searah jarum jam, sehingga untuk simpul H
urutan penggambaran adalah: F9-F8-P4-F11-F10.
88
Mekanika Teknik II
P4
F11
F8
F9 F10
P3 = 20 kN P2 = 20 kN P1 = 20 kN
RA = 70 kN
F11
F10
F1(-)
P4 = 20 kN
Titik awal
penggambaran simpul F12(
H. Batang terakhir yang +)
digambar (F10) harus
F4(-)
berakhir di titik ini agar F2(+)
terbentuk polygon F9
tertutup (+) F8(-)
F6(+)
F5(+) F7 (-)
F3(-)
89
Mekanika Teknik II
P4
F11
F8
F9 F10
90