Anda di halaman 1dari 31

 

Struktur balok diatas dua tumpuan, akibat beban luar akan menahan
regangan tarik dan tekan, yang mencapai harga ekstrem pada tepi
penampangnya, dengan demikian bahan yang berada didalam balok 
menjadi tidak efektif. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
diusahakan bahan dipusatkan pada tempat dengan tegangan normal
ekstrim itu, dalam bentuk batang-batang (serat tepi bawah dan atas)
dan untuk mencapai suatu kestabilan terhadap geser, batang-batang
tersebut dihubungkan oleh batang-batang lain dalam arah tegak dan
diagonal.

Struktur tersebut yang disebut dengan

Rangka batang dimaksud tersusun dalam satu atau lebih segitiga-


segitiga yang mentransfer beban-beban dengan membangun gaya-gaya
aksial (normal).

Contoh yang umum adalah jembatan, menara , dan rangka kuda-kuda


atap. Batang–batang yang digunakan antara lain adalah balok I, balok 
alur, baja siku atau bentuk khusus yang dipasang terpadu pada ujung-
ujungnya.

Jika batang-batang rangka terletak pada sebuah bidang tunggal, maka


rangka batang tersebut, disebut Beberapa
contoh rangka batang yang umumnya banyak digunakan dan dapat

III-1
 

dianalisa sebagai rangka batang bidang, antara lain adalah type Pratt,
Howe, Warren, rasuk K, Baltimore dan Pink yang biasanya dipakai untuk 
rangka jembatan atau rangka kuda-kuda atap, dapat dilihat seperti
gambar berikut :

a) Rangka Jembatan.

Type Camel Back 

Type Petit

III-2
 

Gambar III – 1

III-3
 

 b) Rangka Kuda-Kuda Atap.


 

Gambar III – 2

III-4
 

Elemen dasar dari rangka batang adalah segitiga


 
Tiga batang yang disatukan oleh
pin/engsel (jepit putar) pada ujungnya,
(gambar a) akan membentuk suatu
kerangka yang tegar (stabil)

Empat batang atau lebih yang disambung


dengan jepit putar (pin/engsel)
membentuk poligon yang terdiri dari
banyak sisi, akan menjadi kerangka yang
tidak stabil (gambar b)

Kerangka yang tidak stabil pada gambar


(b) dapat dibuat menjadi stabil dengan
menambahkan batang diagonal yang
menghubungkan titik simpul A dengan
C seperti gambar (c)

 Atau : menghubungkan titik simpul B


dengan D seperti gambar (d), dengan
demikian akan terbentuk 2 (dua)
segitiga, sehingga menjadi stabil

Struktur tersebut dapat diperluas


dengan menambah unit tambahan
berupa 2 (dua) buah batang yang
ujungnya bersambungan dan
demikian seterusnya.

Gambar III – 3

III-5
 

1. Batang-batang yang dihubungkan satu dengan yang lain pada


ujung-ujungnya dengan engsel (jepit-putar) yang tidak bergeser,
hanya ada satu gaya dan tidak ada momen yang dapat ditransfer
dari satu batang kebatang yang lain.

2. Beban-beban luar dilimpahkan ke rangka batang hanya pada


simpul / pertemuannya.

3. Sumbu-sumbu batang yang melalui pusat penampang, bertemu


pada sebuah titik simpul, pada titik mana batang-batang tersebut
diikat/diengsel satu sama lain.

Dengan demikian dapat dianggap bahwa :

● Pada batang-batang dari suatu rangka batang hanya bekerja gaya-


gaya aksial (normal) saja, tidak ada momen yang bekerja pada
ujung batang, karena batang-batang dihubungkan satu sama lain
pada ujung-ujungnya dengan engsel.

● Karena semua gaya-gaya luar yang diasumsikan bekerja pada


rangka batang di titik pertemuannya, maka tidak ada gaya/beban
yang bekerja pada batang diantara titik-titik simpulnya.

Struktur yang dibentuk dari sebuah segitiga dasar seperti yang telah
disebutkan diatas dikenal sebagai rangka batang sederhana .

Jika terdapat jumlah batang lebih banyak  dari yang diperlukan untuk 
mencegah agar struktur tidak runtuh, maka rangka batang tersebut

III-6
 

menjadi   . Artinya adalah : rangka batang tersebut


tidak dapat dianalisa hanya dengan menggunakan persamaan-
persamaan keseimbangan statis saja.

Rangka batang disebut  , jika dapat dianalisa dengan


hanya memakai persamaan-persamaan keseimbangan statika saja.

Stabilitas dari sebuah rangka batang juga tergantung pada kondisi


tumpuan yang tersedia. Secara umum kita dapat menyatakan bahwa
stabilitas dari struktur harus ditumpu oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga)
gaya reaksi, semuanya tidak boleh parallel ataupun konkuren (melalui
satu titik)

Untuk rangka batang bidang, gaya-gaya yang bekerja pada titik-titik 


simpul adalah , dan .

Tujuan menganalisa struktur rangka adalah untuk menghitung gaya-


gaya yang terjadi dalam batang-batangnya akibat suatu set gaya-gaya
luar yang bekerja pada rangka batang tersebut.

Karena gaya-gaya ini adalah gaya-gaya dalam, jika kita memandang


rangka batang secara keseluruhan, untuk menganalisanya perlu
membuat .

Stabilitas Rangka Batang dapat ditinjau dari :

¤ Stabilitas Luar (perletakan)

Reaksi-reaksi perletakan tidak boleh bertemu disatu titik.

III-7
 

¤ Stabilitas Dalam (posisi batang)

Batang-batang yang menyusun struktur harus mengikuti pola


segitiga.

Gambar III – 4

Untuk memenuhi sifat , rangka batang harus


memenuhi syarat-syarat :

III-8
 

a. Statis Tertentu Luar

Persyaratan keseimbangan memberikan 3 persamaan ( ∑V = 0, ∑H


= 0, ∑M = 0, ) sehingga gaya-gaya yang tidak diketahui (dalam hal
ini reaksi) yang dapat diselesaikan sebanyak 3 ( r = 3 )

Bila r < 3 : struktur akan labil


Bila r = 3 : struktur akan stabil dan statis tertentu
Bila r > 3 : struktur akan stabil dan statis tak tertentu

Gambar VII – 5

III-9
 

 b. Statis Tertentu Dalam

Untuk struktur rangka batang dengan jumlah titik simpul ( joint )


sebanyak j , jumlah batang m dan komponen reaksi tumpuan
sebanyak r, maka harus dipenuhi syarat struktur stabil statis
tertentu :

  atau

Gambar III – 6

3.5

 Ada 2 metode yang terkenal :

1). Metode Keseimbangan Titik Simpul (method of joints )

Pada cara ini kita memperhatikan dan meninjau free-body dari


titik-titik simpul

III-10
 

2). Metode Potongan (method of section )

Pada cara ini kita membagi / memotong rangka batang menjadi 2


bagian, lalu meninjau free-body dari satu bagian yang sudah
terpisah.

Jika kita ingin menghitung beberapa gaya-gaya batang tertentu saja,


maka lebih menguntungkan dengan memakai
Sedangkan jika ingin menghitung semua gaya batang dari rangka
batang, lebih baik memakai  

Prinsip dasar yang dipergunakan dalam metode titik simpul, adalah :

a. Seluruh gaya yang bekerja pada titik simpul (gaya luar maupun
gaya batang) harus memenuhi persamaan ∑V = 0 dan ∑H = 0

b. Perhitungan gaya batang dapat dimulai dari titik simpul yang


diketahui gaya luarnya (reaksinya), sedang gaya batang yang belum
diketahui besarnya, maksimum 2 batang.

c. Batang yang akan dihitung gaya batangnya dianggap mengalami


tarik dan diberi nilai positip ( + )

d. Bila ditinjau dari titik simpul, maka yang dimaksud dengan :

- Batang tarik, adalah batang yang memberikan gaya dengan arah


meninggalkan (menarik) titik simpul

- Batang tekan, adalah batang yang memberikan gaya dengan arah


menuju titik simpul.

III-11
 

Contoh (1) : Hitung gaya-gaya batang dari struktur rangka batang dengan
beban dan ukuran pada Gambar III – 7 a sebagai berikut :

º Misalkan : Komponen reaksi tumpuan bekerja seperti pada


Gambar III – 7 a

tan α = ¾ —› sin α = 3/5 = 0,6


cos α = 4/5 = 0,8

º Reaksi Tumpuan :

∑H = 0 —› R  AH + 20 = 0 —› R  AH = - 20 T ( ‹— )

∑MC = 0 —› R  AV(8)+ 20(3) – 40(4) = 0


8 R  AV + 60 – 160 = 0 —› R  AV = 12,5 T ( ↑ )

∑M A = 0 —› 40(4) + 20(3) – R CV (8) = 0


160 + 60 – 8 R CV = 0 —› R CV = 27,5 T ( ↑ )

III-12
 

º Gaya-gaya Batang

Selanjutnya diselesaikan dengan menggunakan metode 


keseimbangan titik simpul .

dengan arah
meninggalkan titik simpul, seperti dalam gambar free body

menunjukkan batang tarik ( )

Titik Simpul A, Gambar III – 7 b

R  AH = - 20 T —› arah berlawanan dengan asumsi ( )

∑V = 0 —› R  AV + F AB sin α = 0


12,5 + F AB sin α = 0
F AB = - 20,83 T (tekan)
∑H = 0 —› R  AH + F AC+ F AB cos α = 0
(- 20) + F AC + (-20,83) (0,8) = 0
- 20 + F AC – 16,664 = 0
F AC = 36,664 T (tarik)

III-13
 

Titik Simpul B, Gambar III – 7 c

 
∑H = 0 —› F AB cos α + FBC cos α + 20 = 0
20,83 (0,8) + FBC (0,8) + 20 = 0
16,664 + 0,8 FBC + 20 = 0
FBC = - 45,83 T (tekan)

Untuk Kontrol :

Tinjau Titik Simpul C, Gambar III – 7 d

III-14
 

∑V = 0 —› FBC sin α + R CV = 0


20,83 (0,8) + FBC (0,8) + 20 = 0
FBC (0,6) + 27,5 = 0
FBC = - 45,83 T (tekan) —› Ok ‼

∑H = 0 —› F AC - FBC cos α = 0


F AC – 45,83 (0,8) = 0
F AC = 36,664 T (tarik) —› Ok ‼

Hasil Akhir

(e) Gaya-gaya Batang

Gambar III – 7

Dalam bentuk tabel :


No. Gaya Batang ( Ton )
Tarik ( + ) Tekan ( - )
Batang
F AB  – 20,83
FBC  – 45,83
F AC 36,66 –

III-15
 

Contoh (2) : Hitunglah gaya-gaya batang yang timbul akibat beban luar
yang bekerja pada struktur rangka batang seperti pada
Gambar III – 8 a

(a) Struktur rangka batang

๏ Reaksi Tumpuan

∑H = 0 —› R  AH + 20 = 0 —› R  AH = - 20 T ( ‹— )

∑MB = 0 —› R  AV(6)+ 20(3) – 70(3) = 0


6 R  AV + 60 – 210 = 0 —› R  AV = 25 T ( ↑ )

∑M A = 0 —› 20(3) + 70(3) – R BV (6) = 0


60 + 210 – 6 R BV = 0 —› R BV = 45 T ( ↑ )

Untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya, kita amati


struktur dan kemudian secara berurutan yang diambil adalah

III-16
 

titik-titik simpul yang mempunyai gaya-gaya yang belum


diketahui dari 2 gaya.

Selanjutnya batang-batang dari struktur, masing-masing diberi


nomor 1, 2, 3 dan seterusnya.

๏ Menghitung Gaya-gaya Batang.

Titik Simpul A

∑ H = 0
F8 – 20 = 0 —› F8 = 20 T (tarik)

∑ V = 0
F3 +25 = 0 —› F3 = - 25 T (tekan)

Selanjutnya kita beralih ke titik simpul berikutnya,


dimana hanya ada 2 gaya batang saja yang harus
dicari ( C ).

III-17
 

Titik Simpul C

(c) Titik Simpul C

tan α = 3/3 = 1 —› sin α = ½ √2


cos α = ½ √2
∑ V = 0
25 – F4 sin α = 0
25 – F4 (½ √2) = 0 —› F4 = 35,36 T (tarik)

∑ H = 0
20 + F1 + F4 cos α = 0
20 + F1 +35,36 (½ √2) = 0 —› F1 = - 45 T (tekan)

Kita beralih ke titik D, dimana hanya ada 2 gaya yang belum


diketahui (akan dicari). Kedua gaya tersebut diasumsikan
sebagai gaya tarik (arahnya meninggalkan titik simpul)

Titik Simpul D

∑ V = 0

III-18
 

70 + F5 = 0 —› F5 = - 70 T (tekan)

∑ H = 0
F1 + F2 = 0
45 + F2 = 0 —› F2 = - 45 T (tekan)

Selanjutnya dipilih titik simpul E, dimana ada 2 gaya F 6 dan


F7 yang akan dicari.

Titik Simpul E

 
(e) Titik Simpul E
∑ H = 0
F2 - F6 cos 45 = 0

45 – F6 (½ √2) = 0 —› F6 = 63,64 T (tarik)

∑ V = 0
F7 + F6 sin 45 = 0

F7 + 63,64 (½ √2) = 0 —› F7 = - 45 T (tekan)

Untuk control :

III-19
 

Titik Simpul B

∑ V = 0 —› R BV – F7 = 0
R BV – 45 = 0 —› R BV = 45 T ( ↑ ) —› Ok ‼

∑H = 0 —› F9 = 0 T

Titik Simpul F

∑ H = 0
F8 + F4 cos 45 - F6 cos 45 - F9 = 0
⁰ ⁰

20 + 35,355 (½ √2) - 63,64(½ √2) - F9= 0


45 – 45 – F9 = 0 —› F9 = 0 T —› Ok ‼

Hasil Akhir :

III-20
 

 
Gambar III – 8

Tabel Daftar Gaya Batang

No. Gaya Batang ( Ton )


Batang Tarik ( + ) Tekan ( - )

1 (CD) - 45
2 (DE) - 45
3 (AC) 25 -
4 (CF) 35,36 -
5 (DF) - 70
6 (EF) 63,64 -
7 (BE) - 45
8 (AF) 20 -
9 (BF) 0 -

3.7

III-21
 

Method of section dilakukan dengan cara memotong rangka batang,


sehingga menjadi 2 (dua) bagian yang bebas. Pada masing-masing
bagian yang terpotong akan bekerja gaya-gaya batang yang akan dicari.

Prinsip dasar yang dipergunakan dalam Metode Potongan ( Method of 


Section ), adalah :

1). Seluruh gaya yang bekerja pada potongan (tinjau bagian kiri atau
kanan struktur yang terpotong) harus memenuhi persamaan ∑
MJ = 0 (titik simpul/joint diasumsikan sebagai sendi); ∑ V = 0
dan ∑ H = 0.

2) Perhitungan gaya batang tidak harus dimulai secara berurutan,


tapi dapat langsung pada batang yang diinginkan.

3) Potongan harus melalui/memotong batang yang akan dihitung


gayanya, sehingga dapat digambarkan free body diagram -nya.

4) Batang yang akan dihitung besar gaya batangnya, dianggap


mengalami tarik dan diberi nilai positip (+)

Contoh (3) : Hitung gaya-gaya batang dari struktur rangka batang yang
dibebani seperti pada Gambar III – 9a.

III-22
 

 
(a) Struktur rangka batang

º Misalkan : Komponen reaksi tumpuan bekerja seperti


pada Gambar III – 9 a

tan α = ¾ —› sin α = 3/5 = 0,6


cos α = 4/5 = 0,8

º :

∑ ME = 0 —› R  AV (16) – 40(12) – 80(8) – 20(4) = 0


 AV - 480 – 640 – 80 = 0
16 R 
 —› R  AV = 75 T ( ↑ )

∑M A = 0 —› 40(4) + 80(8) + 20(12) – R EV (16) = 0


—› R EV = 27,5 T ( ↑ )

º Gaya-gaya Batang

Untuk menghitung gaya-gaya batang 1, 2, dan 3


sekaligus, maka dapat dilakukan potongan I-I seperti
terlihat pada Gambar III – 9 b.

III-23
 

Dari ketiga batang yang terkena potongan (batang 1, 2,


dan 3), maka batang 2 dan 3 akan berpotongan di titik 
G.

Pada kesetimbangan bagian kiri, didapatkan :

∑ MG = 0 —› R  AV (8) – 40(4) + F1(3) = 0


75(8) – 160 + 3 F1 = 0
 —› F1 = - 146,667 T (tekan)

Untuk menentukan gaya batang 3, kita amati bahwa


batang 1 dan 2 akan bertemu di titik simpul B.
Dengan mengambil jumlah momen terhadap B,
didapatkan :

∑ MB = 0 —› R  AV (4) – F3(3) = 0


75(4) – 3 F3 = 0
F3 = - 100 T (tarik)

III-24
 

Selanjutnya untuk menghitung gaya batang 2, kita amati


bahwa batang 1 dan 3 adalah horizontal, sedangkan
batang 2 adalah vertikal (F2 sin ), maka dari
α

kesetimbangan gaya vertikal pada bagian kiri potongan


:

∑ V = 0 —› R  AV – 40 – F2 sin α = 0
75 – 40 – F2 (0,6)= 0
 —› F2 = 58,33 T (tarik)

Atau dapat dikontrol dengan meninjau kesetimbangan


gaya horizontal bagian kiri potongan.

Untuk menghitung gaya batang 4, dibuat potongan II-II


seperti pada Gambar III – 9 c, dan selanjutnya meninjau
kesetimbangan bagian kiri potongan :

(c) Potongan II-II

Gambar III – 9

∑ M A = 0
- F4 (4) + 40(4) = 0
- 4 F4 + 160= 0 —› F4 = 40 T (tarik)

III-25
 

Contoh (4) : Hitunglah gaya-gaya batang 1, 2 dan 3 dari struktur


rangka atap seperti pada gambar III–10a, dengan
menggunakan Metode Potongan.

º Misalkan : Komponen reaksi tumpuan bekerja seperti


pada Gambar III – 10 a

tan α = 2/4 = ½ —› sin α = 1/√5 = 1/5 (√5)


cos α = 2/√5 = 2/5 (√5)

º :

∑ MB = 0 —› R  AV (16) – 20(12) – 30(8) = 0


16 R  AV - 240 – 240 = 0
 —› R  AV = 30 T ( ↑ )

III-26
 

∑M A = 0 —› 20(4) + 30(8) – R BV (16) = 0


80 + 240 – R BV (16) = 0
—› R BV = 20 T ( ↑ )

º Gaya-gaya Batang

Untuk menentukan gaya-gaya batang 1, 2, dan 3, maka


dilakukan potongan I-I yang memotong sekaligus ketiga
batang tersebut, seperti terlihat pada Gambar III – 10
b.

Tinjau kesetimbangan pada potongan bagian kiri :

Batang 2 dan batang 3 bertemu dititk simpul C, maka


untuk menghitung gaya batang F 3 diambil jumlah
momen terhadap titik C.

∑ MC = 0 —› R  AV (4) – F3(2) = 0


30(4) – 2 F3 = 0 —› F3 = 60 T (tarik)

III-27
 

 
Untuk menghitung gaya batang 1, maka dapat
mengambil jumlah momen terhadap titik simpul G

Dan untuk mempermudah perhitungan dapat dilakukan


dengan cara menggeser letak F1 ke titik D dan
menguraikannya atas komponen vertikal dan horizontal,
seperti terlihat pada gambar III–10c, sedangkan jarak 
dari D ke G sudah diketahui.

(c)

Gambar III – 10

III-28
 

∑ MG = 0 —› R  AV (8) –
  20(4) + F1 cos α (4) = 0

30(8) – 20(4) + F1 (2/5)(√5)(4) = 0


 —› F1 = - 44,72 T (tekan)

Untuk menghitung gaya batang 2, dengan cara yang


sama, gaya F2 digeser ke titik simpul G dan
menguraikannya atas komponen horizontal dan vertikal.

Dengan mengambil jumlah momen terhadap Titik A :

∑ M A = 0 —› 20(4) + F2 sin α (8) = 0


80 + F2 (1/5)(√5)(8) = 0
 —› F2 = - 22,36 T (tekan)

III-29
 

Prinsip dasar yang dipergunakan dalam metode Cremona adalah :

1. Seluruh gaya yang bekerja pada struktur pada dasarnya dapat


dinyatakan sebagai vektor, sehingga selain dapat dinyatakan
besarannya dapat pula dilukiskan arahnya .

2. Gaya luar maupun gaya dalam (gaya batang) bila dilukiskan dalam
bentuk vektor akan membentuk suatu poligon tertutup, hal ini sesuai
dengan prinsip keseimbangan.

3. Untuk menggambarkan poligon tersebut, kita dapat memulai dengan


menggambar vektor gaya yang telah diketahui besar dan arahnya
(misalkan beban luar atau reaksi tumpuan) pada salah satu  joint  (titik 
simpul), selanjutnya dengan mengambil suatu putaran dapat
digambarkan poligon tertututp dari seluruh gaya yang bekerja pada
 joint tersebut.

4. Dengan mengikuti proses seperti diatas, dapat digambarkan gaya


batang keseluruhan.

: Analisis struktur rangka batang dari struktur rangka batang


dengan pembebanan seperti pada Gambar III-11a dengan
metode Cremona.

III-30
 

Gambar III – 11

Untuk kontrol hitungan dapat ditinjau reaksi tumpuan dan dibandingkan


dengan analitis.

∑ MB = 0 → (3)(4) + (2)(8) +(3)(12) + R  AH (6) = 0


12 + 16 + 36 = - 6 R  AH
R  AH = - (64/6) = - 10,67 kN.

∑ M A = 0 → (3)(4) + (2)(8) +(3)(12) – R BH (6) = 0


12 + 16 + 36 = 6 R BH
R BH = (64/6) = 10,67 kN.

∑ H = 0 → R  AV = 8 kN.

III-31

Anda mungkin juga menyukai