Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH KELOMPOK

PENERAPAN PERSAMAAN DIFERENSIAL UNTUK MEMILIH DOSIS


TERKECIL SUATU OBAT PADA PENYAKIT TERTENTU

OLEH :

QONITAH SOFIRA MTD

RIAMIN NATALISYA BR P

RISTA MORA SIALLAGAN

SUCI CHAROLINA

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Obat merupakan terapi primer yang berhubungan dengan penyembuhan


penyakit. Meskipun obat dapat menyembuhkan penyakit tetapi pada kenyataannya
banyak kejadian bahwa seseorang telah menderita akibat keracunan obat. Oleh
karena itu dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan dapat juga
bersifat racun. Obat itu akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam
pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi, bila
digunakan salah dalam pengobatan atau dengan dosis berlebih akan menimbulkan
keracunan. Bila dosisnya lebih kecil kita tidak memperoleh penyembuhan.
Memilih serta menetapkan dosis memang tidaklah mudah, banyak faktor yang
harus diperhatikan. Diantaranya adalah keadaan pasien, kasus sakit, jenis obat,
toleransi tubuh dan lainnya.

Konsekuensi ketika salah dalam pemakaian obat diantaranya semakin


meningginya tingkat keparahan pasien, semakin tinggi pelayanan dan semakin
banyaknya penyuntikan obat. Adapun cara mencegah kesalahan dalam pemakaian
obat adalah dengan tidak mengonsumsi satu obat berbarengan dengan obat lain,
pastikan mengonsumsi obat sesuai dengan takaran anjuran dokter, lakukan tiga
langkah pemeriksaan obat sebelum diberikan yaitu memeriksa keutuhan
kemasannya, periksa labelnya, dan pastikan kualitas obatnya dengan memastikan
bau, warna, dan bentuknya tidak berubah.

Apabila kesalahan penggunaan obat tak terhindarkan maka di anjurkan


untuk segera membawanya ke rumah sakit. Dokter akan memilihkan obat yang
sesuai untuk menetralkan kelebihan obat – obatan yang sudah terlanjur
terkonsumsi oleh pasien. Ternyata dosis pemakaian obat berhubungan dengan
persamaan differensial yang akan dibahas dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu persamaan diferensial linear ?
2. Bagaimana model matematika untuk meminimalkan dosis obat
menggunakan persamaan diferensial ?
3. Bagaimana cara meminimalkan dosis obat menggunakan persamaan
diferensial ?
4. Apa dampak menggunakan dosis obat yang berlebihan dan dosis obat
yang kurang pada pasien ?
C. Tujuan
1. Memahami persamaan diferensial linear
2. Memahami model matematika untuk meminimalkan dosis obat
menggunakan persamaan diferensial
3. Mengetahui cara meminimalkan dosis obat menggunakan persamaan
diferensial
4. Memahami dampak menggunakan dosis obat yang berlebihan dan
dosis obat yang kurang pada pasien .
BAB II
PEMBAHASAN

II. 1 Tinjauan Pustaka


II. 1. 1 Persamaan Diferensial
Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang melibatkan turunan
pertama atau lebih dari suatu fungsi yang telah ditentukan. Misalnya y=f (x )
diturunkan terhadap peubah x. Persamaan diferensial memiliki solusi apabila
memenuhi kondisi Lipschitz.
Defenisi 1
Diberikan fungsi f (t , x) dengan domain D dalam interval (t , x ), terdapat
konstanta k>0 sehingga jika ( ( t , x 1 ) , ( t , x 2 )) ∈ D , maka

|f ( t , x 1) −f (t , x 2)|≤ k |x1 −x2|, fungsi f memenuhi kondisi Lipschitz untuk setiap


nilai x dalam D, dan k disebut konstanta Lipschitz untuk f (Cronin [4]).
Persamaan diferensial biasa linier memiliki bentuk umum sebagai berikut:

dny d n 1 y dy
an ( x) n  an 1 ( x) n 1    a1 ( x)  a0 ( x) y  f ( x) (1)
dx dx dx

dimana n>1 disebut order (tingkat) dari persamaan diferensial sedangkan


a n ≠ 0 , an , an−1 , … ,a 0disebut koefisien persamaan diferensial.

II. 1. 2 Sistem Persamaan Diferensial


Sistem persamaan diferensial adalah suatu sistem yang memuat buah
persamaan diferensial dan buah fungsi yang nilainya tidak diketahui. Sistem
persamaan diferensial linier dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut:

dx1
 p11 (t ) x1  p12 (t ) x2    p1n (t ) xn  f1 (t )
dt
dx2
 p21 (t ) x1  p22 (t ) x2    p2 n (t ) xn  f 2 (t ) (2)
dt

dxn
 pn1 (t ) x1  pn 2 (t ) x2    pnn (t ) xn  f n (t )
dt
dengan kondisi awal x i ( t 0 ) =α i , i=1,2 ,… ,n .

II. 1. 3 Titik Persamaan Diferensial

Definisi 2 Titik Kesetimbangan


Nilai atau titik kesetimbangan adalah solusi dari persamaan y ' =g(x , y) ≡0 atau
y=f (x )≡ c, untuk nilai sembarang x (Lucas [6]).

Definisi 3 Titik Kesetimbangan


1. Titik kesetimbangan x ¿ dikatakan stabil jika untuk setiap bilangan ε > 0 terdapat
bilangan δ >0 sedemikian hingga |x 0−x ¿|<δ berlaku |x ( t )− x¿|<ε untuk setiap
t >0.
2. Titik kesetimbangan x ¿ dikatakan stabil asimtotik jika x ¿ stabil dan terdapat

bilangan δ >0 sedemikian hingga |x 0−x ¿|<δ berlaku lim x ( t )=¿ x ¿ ¿


t→∞

untuk setiap t → ∞ (Edwards & Penny [5]).

II. 1. 4 Nilai Eigen dan Vektor Eigen


Jika A adalah sebuah matriks n × n, maka sebuah vektor taknol x pada Rn
disebut vektor eigen (eigenvector) dari A jika A x adalah sebuah kelipatan skalar
dari x, yaitu:
Ax=λx (3)
untuk skalar sembarang λ, skalar λ disebut nilai eigen (eigenvalue) dari A, dan x
disebut sebagai vektor eigen dari A yang terkait dengan λ (Anton & Rorres [1]).

II. 1. 5 Jenis Kestabilan


Jika titik ( x ¿ , y ¿ ) adalah titik kesetimbangan dari sistem persamaan
diferensial linier maka jenis kestabilan berdasarkan kajian terhadap nilai eigen λ 1
dan λ 2 adalah sebagai berikut:
a. Jika λ 2< λ1< 0 berupa bilangan real berbeda maka ( x , y ) menuju titik
kesetimbangan ( x ¿ , y ¿ ) untuk t → ∞ dengan demikian titik kesetimbangan
( x ¿ , y ¿ ) disebut simpul stabil asimtotik begitu juga sebalikanya λ 2< λ1< 0
disebut simpul tidak stabil.
b. Jika kedua nilai eigennya berlainan tanda dalam artian nilai eigen yang satu
positif dan yang lainnya negatif ( λ 2< 0< λ1 ) maka titik kesetimbangan ( x ¿ , y ¿ )
disebut titik sadel dan tidak stabil.
c. Jika λ< 0 berupa bilangan real sama maka ( x , y ) menuju titik kesetimbangan
( x ¿ , y ¿ ) untuk t → ∞ dengan demikian titik kesetimbangan ( x ¿ , y ¿ ) disebut
node stabil asimtotik begitu juga sebalikanya λ< 0 disebut node tidak
stabil.
d. Jika berupa bilangan kompleks konjugat λ 1=p +qi dan λ 2=p−qi
dengan maka menuju titik kesetimbangan untuk dengan
demikian titik kesetimbangan ( x ¿ , y ¿ ) disebut fokus stabil asimtotik begitu
juga sebalikanya jika p<0 disebut fokus tidak stabil.
e. Jika berupa bilangan kompleks murni λ 1=qi dan λ 2=−qi dengan q ≠ 0
maka ( x , y ) berupa elips untuk t → ∞ dengan demikian titik kesetimbangan
( x ¿ , y ¿ ) disebut center stabil tetapi tidak stabil asimtotik.

II. 2 Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan adalah studi literatur/studi pustaka dari
beberapa jurnal dan sumber lainnya.

II. 3 Hasil Penelitian


Misalkan y= y (t) menyatakan jumlah obat dalam aliran darah pada saat t.
Asumsikan laju perubahannya sebanding dengan konsentrasi obat dalam aliran
darah. Hal ini dapat dimodelkan sebagai persamaan diferensial berikut
dy
=−ky (1)
dt
dengan k adalah konstanta positif yang nilainya dapat ditentukan berdasarkan
hasil eksperimen terhadap obat yang diteliti.
Misalkan pasien diberikan dosis awal sebesar y 0 dan diasumsikan
langsung diserap oleh darah pada t=0, maka hal ini mengakibatkan y= y 0 pada
saat t=0. Waktu sebenarnya yang diperlukan untuk penyerapan obat biasanya
sangat singkat dibandingkan dengan waktu untuk pemberian dosis berikutnya.
Solusi umum dari persamaan (1) adalah
y= y 0 e−ky ( 2)
Setelah waktu yang ditentukan, misalkan T, dosis kedua sebesar y 0
diberikan kepada pasien. Sesaat sebelum dosis ini diberikan, yaitu pada saat
t=T −¿¿, jumlah obat dalam darah adalah
T −¿= y e −kT
¿
0

Sesaat setelah dosis kedua ini diberikan, pada waktu t=T +¿¿ maka
y ¿¿
Jumlah obat ini menyusut sesuai dengan persamaan (1) dengan kondisi awal

y= y 0 ( 1+e−kT ) pada saat t=T −¿¿ . Sehingga untuk t ≥ T dengan mengingat


persamaan (1), diperoleh .
y ( t ) = y 0 ( 1+ e−kT ) e−k (t −T ) (3)
Sehingga, untuk t → 2T
y¿
Selanjutnya setelah memberikan pasien dosis y 0 pada waktu t=2 T diperoleh
y¿
dan sekali lagi dengan menggunakan persamaan (1) dengan y= y 0 ( 1+e−kT +e−2 kT )
pada saat t=2 T, diperoleh
y ( t ) = y 0 ( 1+ e−kT + e−2 kT ) e−k(t −2T ), untuk t ≥ 2 T
Dengan jalan yang sama,
y¿
dan setelah diberi dosis y= y 0 pada t=3 T ,
y¿
Selanjutnya, diperoleh
y ¿ untuk n=1,2 ,…
Kemudian menggunakan deret geometri diperoleh
y¿
dan untuk n yang makin besar, diperoleh
y¿
Dari model ini diperoleh bahwa jumlah obat dalam darah akan mencapai tingkat
kejenuhan, y j dengan
y¿
PENYERAPAN OBAT
Misalkan pasien diberikan obat dengan dosis 12,5 mg setiap 12 jam (1/2 hari)
maka, dari persamaan (2), diperoleh jumlah obat dalam darah adalah
y 1=12,5 e−kT
Berdasarkan persamaan (3), diperoleh
1
y 1 (t )= y 0 ( 1+e−kT ) e−k (t −T ) , ≤t ≤ 1
2
Sedangkan untuk pengobatan dengan dosis 25 mg setiap 24 jam (1 hari) diperoleh
y 2=12,5 e−kT , 0≤ t ≤ 1

Untuk k =1 jumlah obat dalam darah untuk dosis 12,5 mg dan 25 mg


diilustrasikan oleh grafik berikut.

Sedangkan untuk k =5, jumlah obat dalam darah dapat dilihat pada grafik berikut
Selanjutnya akan dibahas jumlah obat dalam aliran darah dalam jangka
waktu yang lama untuk kedua metode diatas. Metode 1, pasien diberikan obat
dengan dosis 12,5 mg setiap 12 jam (1/2 hari), maka jumlah obat dalam darah
dalam jangka waktu yang lama, dengan menggunkan persamaan (4), akan
mencapai

12,5
y j1 = −k
(5)
2
1−e

Untuk metode 2, pengobatan dilakukan dengan dosis 25 mg setiap 24 jam (1 hari),


sehingga dengan jalan yang sama diperoleh

25
y j2 = −k
(6)
1−e

Jumlah obat dalam darah untuk kedua metode tersebut, untuk 1 ≤ k ≤ 5


diilustrasikan oleh grafik berikut

Selanjutnya, dapat ditunjukkan bahwa

12,5 25
y j1 = −k
< = y j2
2 1−e−k
1−e

untuk k > 0

Hal ini berarti bahwa dalam jangka waktu yang lama, jumlah obat dalam
aliran darah untuk metode 1, lebih sedikit dari jumlah obat dalam aliran darah
untuk metode 2. Maka untuk dosis yang 25 mg setiap 24 jam (1 hari) lebih cepat
bereaksi dengan darah dibandingkan untuk dosis yang 12,5 mg setiap 12 jam (1/2
hari)

BAB III

KESIMPULAN

Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang melibatkan turunan


pertama atau lebih dari suatu fungsi yang telah ditentukan. Dengan model
matematika yaitu persamaan diferensial biasa. Dapat diperoleh bahwa jumlah obat
dapat diminimalkan dalam darah adalah y= y 0 e−ky . Waktu sebenarnya yang
diperlukan untuk penyerapan obat biasanya sangat singkat dibandingkan dengan
waktu untuk pemberian dosis berikutnya. Bila salah menggunakan dalam
pengobatan atau dengan dosis berlebih akan menimbulkan keracunan dan lama
bercampur dengan darah. Bila dosisnya lebih kecil kita tidak memperoleh
penyembuhan.
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Suparman, M.Si. Dr., DEA. (2014). Prosiding Seminar Nasional : Revitalisasi


Pendidikan Matematika Menuju AFTA 2015. Yogyakarta : SENDIKMAD
Fitri, Ahmad., dkk. (2014). Model Matematika (Linier) Populasi Anjing Rabies
dengan Vaksinasi. Jurnal Matematika. Vol. 4, No. 2, hal. 70-79.
Muhammad, Singgih T., dkk. (2015). Pengkajian Metode Extended Runge Kutta
dan Penerapannya pada Persamaan Diferensial Biasa. Jurnal Sains dan Seni
ITS. Vol. 4, No.2
Widana, I Nyoman. (2010). Model Penyerapan Obat Untuk Interval Dan Dosis
Berbeda. Jurnal Matematika, Vol. 1, No. 1, hal. 31—33.
.

Anda mungkin juga menyukai