Anda di halaman 1dari 29

DASAR PENGUKURAN DAN KETIDAKPASTIAN

Andi Sriwedari, Aulia Nur Aziza*), Darmawan Zamharri, Emilia Mustika Efendi,
Kasmawati.

Laboratorium Fisika Dasar Jurusan Fisika FMIPA


Universitas Negeri Makassar 2015

Abstrak. Dalam ilmu fisika, pengukuran dan ketidakpastian merupakan hal yang bersifat
mendasar. Pengukuran adalah bagian dari Keterampilan Proses Sains yang merupakan
pengumpulan informasi baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Percobaan ini bertujuan
agar mahasiswa mampu menggunakan alat-alat ukur dasar, mampu menentukan ketidakpastian
pada pengukuran tunggal dan berulang, dan mengerti atau memahami penggunaan angka berarti.
Percobaan ini mengukur panjang, lebar, dan tinggi pada balok dan diameter pada bola kecil.
Dengan menggunakan alat ukur dasar berupa mistar, jangka sorong dan mikrometer sekrup untuk
satuan panjang. Serta neraca ohauss untuk satuan massa. Selain itu dilakukan juga pengukuran
waktu dan suhu dengan menggunakan termometer dan stopwatch. Dari percobaan ini maka
praktikan akan mengetahui bahwa setiap alat ukur memiliki NST (nilai skala terkecil) yang
berbeda-beda, namun pada alat ukur yang menggunakan skala nonius nilai kesalahan sama dengan
nilai NST alat tersebut.

Kata kunci: angka penting, alat ukur, NST, pengukuran dasar.

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana cara menggunakan alat-alat ukur dasar?


2. Bagaimana cara menentukan ketidapastian pada pengukuran tunggal dan
berulang?
3. Bagaimana menentukan angka berarti?

TUJUAN
1. Mampu menggunakan alat-alat ukur dasar
2. Mampu menentukan ketidapastian pada pengukuran tunggal dan berulang
3. Mengerti atau memahami penggunaan angka berarti

TEORI SINGKAT
Arti Pengukuran

Pengukuran adalah bagian dari Keterampilan Proses Sains yang merupakan pengumpulan
informasi baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Dengan melakukan
pengukuran, dapat diperoleh besarnya atau nilai suatu besaran atau bukti kualitatif.
Dalam pembelajaran sains Fisika, seorang pendidik tidak hanya menyampaikan
kumpulan fakta-fakta saja tetapi seharusnya mengajarkan sains sebagai proses
(menggunakan pendekatan proses). Oleh karena itu, melakukan percobaan atau eksperime
dalam Sains Fisika sangat penting. Melakukan percobaan dalam laboratorium, berarti
sengaja membangkitkan gejala-gejala alam kemudian melakukan pengukuran.
Analisis Ketidakpastian Pengukuran
Suatu pengukuran selalu disertai dengan ketidakpastian. Beberapa penyebab
ketidakpastian tersebut antara lain adalah Nilai Skala Terkecil (NST), kesalahan kalibrasi,
kesalahan titik nol, kesalahan paralaks, adanya gesekan, fluktuasi parameter pengukuran
dan lingkungan yang saling mempengaruhi serta keterampilan pengamat. Dengan
demikian amat sulit untuk mendapatkan nilai sebenarnya suatu besaran melalui
pengukuran. Berikut cara memperoleh hasil pengukuran seteliti mungkin serta cara
melaporkan ketidakpastian yang menyertainya.

Ketidakpastian Pengukuran Tunggal


Pengukuran tunggal adalah pengukuran yang dilakukan satu kali saja.
Keterbatasan skala alat ukur dan keterbatasan kemampuan mengamati serta
banyak sumber kesalahan lain, mengakibatkan Hasil Pengukuran Selalu
Dihinggapi Ketidakpastian.
Nilai x sampai goresan terakhir dapat diketahui dengan pasti, namun bacaac
selebihnya adalah terkaan atau dugaan belaka sehingga patut diragukan. Inilah
ketidakpastian yang dimaksud dan diberi lambing x. Lambang x merupakan
Ketidakpastian Mutlak. Untuk pengukuran tunggal diambil kebijaksanaan:

1
x= 2 NST Alat
(1.1)

Dimana x adalah ketidakpastian pengukuran tunggal. Angka 2 pada persamaan


1.1 mempunyai arti satu skala (nilai antara dua goresan terdekat) masih dapat
dibagi 2 bagian secara jelas oleh mata. Nilai x Hasil pengukuran dilaporkan
dengan cara yang sudah dibakukan seperti berikut.

X = (x x) [X] (1.2)

Dimana :
X = simbol besaran yang diukur
(x x) = hasil pengukuran beserta ketidakpastiannya
[X] = satuan besaran x (dalam satuan SI)

x atau ketidakpastian mutlak pada nilai {x } dan memberi gambaran tentang

mutu alat ukur yang digunakan.


Semakin baik mutu alat ukur, semakin kecil x yang diperoleh
Dengan menggunakan alat ukur yang lebih bermutu, maka diharapkan pula hasil
yang diperoleh lebih tepat, oleh karena itu ketidakpastian mutlak menyatakan
ketepatan hasil pengukuran.
Semakin kecil ketidakpastian mutlak, semakin tepat hasil pengukuran
Perbandingan antara ketidakpastian mutlak dengan hasil pengukuran (xx )
disebut Ketidakpastian Relatif pada nilai { x } , sering dinyatakan dalam %
(tentunya harus dikalikan dengan 100%). Ketidakpastian relatif menyatakan
tingkat ketelitian hasil pengukuran.
Makin kecil ketidakpastian relatif, makin tinggi ketelitian yang dicapai pada
pengukuran
Dalam teori pengukuran (Measurement Theory), tidak ada harapan mengetahui
X lewat pengukuran, kecuali jika pengukuran diulang sampai tak berhingga kali.
Jadi yang dapat diusahakan adalah mendekati X . sebaik-baiknya, yakni dengan
melakukan pengukuran berulang sebanyak-banyaknya.

Pengukuran Berulang (Berganda)


Dengan mengadakan pengulangan, pengetahuan kita tentang nilai sebenarnya
(X0) menjadi semakin baik. Pengulangan seharusnya diadakan sesering mungkin,
makin sering makin baik, namun perlu dibedakan antara pengulngan beberapa
kali (2 atau 3 kali saja) dan pengulangan yang cukup sering (10 kali atau lebih).
Disini, kita hanya akan membahas pengukuran yang berulang dua atau tiga kali
saja. Jika pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali dengan hasil x 1,x2, dan x3 atau
dua kali saja misalnya pada awal percobaan dan pada akhir percobaan, maka {x}
dan x dapat ditentukan sebagai berikut. Nilai rata-rata pengukuran dilaporkan
sebagai { x } sedangkan deviasi (penyimpangan) terbesar atau deviasi

rata-rata dilaporkan sebagai x. Deviasi adalah selisih antara tiap hasil


pengukuran dari nilai rata-ratanya. Jadi :

{x} = x , rata-rata pengukuran

x = maksimum,

= rata-rata
dengan:

x 1 + x 2+x 3
x = dan,
3

deviasi = | 1 x |, = | 2 x |, dan =
1 2 3

x |. x adalah yang terbesar di antara


| 3 1, 2, dan
3.
Atau dapat juga diambil dari:
1+ 2 + 3
x=
3

Disarankan agar
maks diambil sebagai x oleh karena ketiga nilai x1, x2, dan
x3 akan tercakup dalam interval : (x - x ) dan (x + x ).
Jumlah angka berarti ditentukan oleh ketidakpastian relatifnya. Dalam hal ini
orang sering menggunakan suatu aturan praktis sebagai berikut.
X
x sekitar 10%, menggunakan 2 angka berarti.

X
x sekitar 1%, menggunakan 3 angka berarti.
X
x sekitar 0,1%, menggunakan 4 angka berarti.

Selain cara di atas jumlah angka berarti yang dilaporkan dapat diperoleh dari
persamaan :
X
Jumlah Angka Berarti (AB) = 1- log x

KEGIATAN PENGUKURAN

1. PENGUKARAN PANJANG

MISTAR

Pada setiap alat ukur terdapat suatu nilai skala yang tidak dapat dibagi-bagi, inilah yang
disebut Nilai Skala Terkecil (NST). Ketelitian alat ukur bergantung pada NST ini. Pada
Gambar 1.2 di bawah ini tampak NST = 0,25 satuan

Gambar 1.1 Skala utama suatu alat ukur dengan NST = 0,25 satuan

Sebagai contoh, sebuah mistar digunakan untuk mengukur panjang sebuah benda seperti
pada gambar 1.3 berikut.
GAMBAR 1.2 Penunjukan skala dengan jarum penunjuk cukup tipis

Dari gambar tampak NST Mistar adalah 0,1 cm atau 1mm, sehingga hasil pengukuran
panjang benda pada gambar 1.3 adalah :

I = (3,65 0,05 ) cm

JANGKA SORONG

Setiap jangka sorong memiliki skala utama


(SU) dan skala bantu atau skala nonius (SN).
Pada umumnya, nilai skala utama =1 mm,
dan banyaknya skala nonius tidak selalu
sama antara satu jangka sorong dengan
jangka sorong lainnya. Ada yang mempunyai 10 skala, 20 skala, dan bahkan ada yang
memiliki Skala Nonius sebanyak 50 skala.

Jangka sorong merupakan salah satu alat ukur besaran panjang yang secara khusus dapat
digunakan untuk mengukur diameter dalam, diameter luar dan kedalaman. Untuk
menggunakan jangka sorong terlebih dahulu harus diketahui Nilai Skala Terkecilnya atau
NST. Berikut ini akan diberikan cara menentukan NST Jangka Sorong.

Perhatikan gambar berikut ini!

20 Skala Nonius = 39 Skala Utama

Karena nilai Skala Utama 1mm, maka

20 Skala Nonius =39 mm

Sehingga, 1 Skala Nonius =1 ,95 mm

GAMBAR 1.3 Penunjukan skala dengan jarum penunjuk cukup tipis

Karena 1 Skala nonius bernilai 1,95 mm maka nilai skala pada Skala Utama yang paling
dekat dengan 1,95 mm adalah 2 mm. Selisih antara kedua nilai skala ini merupakan NST
dari jangka sorong.

NST jangka sorong = 2 mm 1,95 mm =0,05 mm


Untuk menentukan Hasil pengukuran (HP) dengan menggunakan jangka sorong ini
digunakan persamaaan:

Hasil Pengukuran (PH)

= (PSU x Nilai Skala Utama) + (Penunjukan Skala Nonius x NST Jangka Sorong)

Contoh:

Perhatikan gambar hasil pengukuran diameter dalam sebuah tabung dengan mengunakan
jangka sorong berikut ini!

Dari gambar terlihat bahwa:

Penunjukan Skala Utama (PSU) = 30 Skala

Nilai Skala Utama (PSU) = 1 mm

Penenjukan skala Nonius (PSN) =15 Skala

Nilai Skala Terkecil (NST) = 0,05 mm

Berdasarkan data tersebut, maka hasil pengukuran (PH) yang diperoleh adalah:

HP = (30 x 1 mm) + (15 x 0,05 mm)

= 30 mm + 0,75 mm

= 30,75 mm

Kesalahan Mutlak x

x=1 x NST Jangka Sorong

= 0,05 mm

Sehingga hasil pengukuran yang diperoleh dilaporkan dilaporkan sebagai,

X= |x x|mm

X = |30,75 0,05| mm

MIKROMETER SEKRUP
Mikrometer sekrup memiliki dua bagian skala mendatar (SM) sebagai skala utama dan
skala utama dan skala putar (SP) sebagai skala nonius. NST mikrometer sekrup dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan,

Nilai Skala Mendatar


NST al at=
N

Dengan N = jumlah skala putar.

Pada umumnya mikrometer sekrup memiliki


Nilai Skala Mendatar ( skala utama ) sebesar
0,5 mm dan jumlah skala putar sebanayak 50
skala, dengan demikian maka NST mikrometer
sekrup seperti mempunyai NST sebesar,

0,5 mm
NST Mikrometer Sekrup=
50

= 0,01 mm

Hasil pengukuran dari suatu mikrometer dapat ditentukan dengan cara membaca
penunjukan bagian ujung skala putar terhadap skala utama dan garis horizontal ( yang
membagi dua skala utama menjadi skala bagian atas dan bawah ) terhadap skala putar.
Untuk menentukan Hasil Pengukuran (HP) dengan mengugunakan Mikrometer Sekrup
ini digunakan persamaan:

Hasl Pengukuran (HP)

= (PSMNilai Skala Mendatar)+(Penunjukan Skala PutarNST Mikrometer Sekrup)

Contoh:

Perhatikan gambar hasil pengukuran ketebalan koin

Dengan menggunakan mikrometer sekrup

Dari gambar terlihat bahwa:

Penunjukan Skala Mendatar = 5 skala

Nilai Skala mendatar = 0,5 mm

Penunjukan Skala Putar = 32,5 skala

NST Mikrometer Sekrup = 0,01 mm

Dengan demikian maka Hasil Pengukuran yang diperoleh adalah:


Hasil Pengukuran = (50,5mm)+(32,50,01 mm)

= 2,5 mm + 0,325 mm

= 2, 825 mm

Kesalahan Mutlak x

1
x = 2
NST Mikrometer Sekrup

= 0,005 mm

Sehingga hasil pengukuran yang diperoleh dilaporkan sebagai,

X= |x x|mm

X= |2, 825 0,005|mm

PENGUKURAN MASSA

Neraca Ohauss 2610 gram

Pada neraca ini terdapat 3 (tiga) lengan dengan batas ukur yang berbeda-beda. Pada
ujung lengan dapat digandeng 2 buah beban yang nilainya masing-masing 500 gram dan
1000 gram. Sehingga kemampuan atau batas ukur alat ini menjadi 2610 gram. Untuk
pengukuran dibawah 610 gram, cukup menggunakan semuah lengan neraca dan di atas
610 gram sampai 2610 gram ditambah dengan beban gantung. Hasi pengukuran dapat
ditentukan dengan menjumlah penunjukan beban gantung dengan semuah penunjukan
lengan-lengan neraca.

Neraca Ohauss 311 gram

Neraca ini mempunyai 4 (empat) lengan dengan Nilai Skala yang berbeda-beda, masing-
masing lengan mempunyai batas ukur dan Nilai Skala yang berbeda-beda. Untuk
menggunakan neraca ini terlebih dahulu tentukan Nilai Skala masing-masing lengan NST
dari Neraca Ohaus 311 gram, diambil dari Nilai Skala Terkecil dari empat lengannya.
Hasil Pengukuran ditentukan dengan memjumlahkan penunjukan semuah lengan neraca
yang digunakan.

Neraca Ohauss 310 gram

Neraca ini mempunyai 2 (dua) lengan dengan Nilai Skala yang berbeda-beda dan
diengkapi dengan sebuah Skala Putar ( Skala Utama ) dan skala nonius. NST Neraca
Ohauss 310 dapat ditentukan dengan cara yang sama dengn pada Jangka Sorong. Hasil
Pengukuran ditentukan dengan menjumlahkan penunjukan smuah lengan neraca
ditambahkan dengan nilai pengukuran dari skala putar dan noniusnya.

PENGUKURAN WAKTU DAN SUHU

Termometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur temperatur suatu zat. Ada dua
jenis thermometer yang umum digunakan dalam laboratorium, yaitu thermometer air
raksa dan thermometer alkohol. Keduanya adalah termometer jenis batang gelas dengan
batas ukur minimum -10 0C dan batas ukur maksimum +110 0C. nilai skala terkecil untuk
kedua jenis thermometer tersebut dapat ditentukan seperti halnya menentukan nilai skala
terkecil sebuah mistar biasa, yaitu dengan mengambil batas ukur tertentu dan
membaginya dengan jumlah skala dari nol sampai pada ukur yang diambil tersebut.

Stopwatch merupakan salah satu alat ukur waktu yang paling sering digunakan di
laboratorium. Alat ukur ini dilengkapi dengan tombol untuk menjalankan, mematikan,
dan mengembalikkan jarum ke posisi nol. Terdapat beberapa bentuk stopwatch dengan
NST yang berbeda-beda. Cara menentukan NST stopwatch sama dengan menentukan
NST alat ukur tanpa nonius.

METODE EKSPERIMEN

Alat dan Bahan


1. Penggaris/mistar
2. Jangka sorong
3. Mikrometer Sekrup
4. Stopwatch
5. Termometer
6. Balok besi
7. Bola-bola kecil
8. Neraca ohaus
9. Gelas ukur
10. Kaki tiga dan kasa
11. Pembakar bunsen
12. Air secukupnya

Identifikasi Variabel

Kegiatan pengukuran suhu dan waktu:

1. Variabel kontrol: air


2. Variabel manipulasi : waktu
3. Variabel respon : temperatur
Defenisi Operasional Variabel

Kegiatan pengukuran suhu dan waktu :

1. Variabel kontrol :
Air adalah zat pelarut murni yang diukur suhunya dengan menggunakan
termometer
2. Variabel manipulasi :
Waktu adalah penunjukan waktu yang digunakan dalam mengukur kenaikan suhu
dalam setiap menit menggunakan stopwatch
3. Variabel manipulasi :
Temperatur adalah penunjukkan perubahan suhu pada setiap menit ketika air itu
dipanaskan

Prosedur Kerja
Kegiatan 1

Pertama menyiapkan alat dan bahan untuk pengukuran dasar yaitu mistar, jangka sorong,
mikrometer sekrup, balok/kubus dan bola keil. Kemudian, tentukan NST masing-masing
alat ukur tersebut. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali untuk pengukuran panjang,
lebar dan tinggi balok besi menggunakan 3 alat ukur panjang. Lakukan pula 3 kali
pengukuran bola untuk mengetahui diameternya. Setelah itu, catat hasil pengukuran pada
format tabel hasil pengamatan.

Kegiatan 2

Pertama menyiapkan alat dan bahan untuk pengukuran dasar untuk pengukuran massa
yaituneraca ohaus 2610g, neraca ohaus 311g dan neraca ohaus 310g. Kemudian, tentukan
NST masing-masing alat ukur tersebut. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali untuk
pengukuran massa benda dari balok dan bola menggunakan 3 alat ukur massa yang
disediakan. Setelah itu, catat hasil pengukuran pada format tabel hasil pengamatan.

Kegiatan 3

Pertama menyiapkan alat dan bahan untuk pengukuran dasar pada suhu dengan alat ukur,
gelas ukur, pembakar bunsen (spritus) lengkap dengan kaki tiga beserta dengan lapisan
asbesnya, sebuah thermometer dan air. Kemudian, tentukan NST alat ukur (termometer
dan stopwatch) tersebut. Kemudian isi gelas ukur dengan air hingga bagian dan
meletakan di atas kaki tiga tanpa pembakar. Ukur temperaturnya sebagai temperatur
mula-mula (To). Nyalakan bunsen pembakar dan menunggu hingga nyala apinya terlihat
normal. Letakkan bunsen pembakar tepat dibawah gelas ukur yang berisi air, bersamaan
dengan menjalankan mesin waktu/ stopwatch. Lalu, catat hasil pengukuran dan
perubahan suhu yang terbaca pada termometer tiap selang waktu 1 menit hingga
diperoleh 6 kali pengukuran

HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS DATA


A. HASIL EKSPERIMEN

1. Pengukuran Panjang

NST Mistar : 1 mm

NST Jangka Sorong 39 mm


20 Skala Nonius
39 mm
1 SN = 20 SN = 1,95 mm

NST = 2 mm 1,95 mm
= 0,05 mm

NST Mikrometer Sekrup NSM



N

0,5

50
0,01 mm

Tabel 1. Hasil pengukuran panjang

Benda Besaran Hasil Pengukuran (mm)


No yang yang
diukur diukur Mistar Jangka Sorong Mikrometer Sekrup
1 Balok Panjang 20,0 0,5 20,10 0,05 20,005 0,005
20,0 0,5 20,10 0,05 19,985 0,005
20,0 0,5 20,10 0,05 20,190 0,005
20,0 0,5 20,10 0,05 19,950 0,005
Lebar 19,0 0,5 20,10 0,05 19,935 0,005
20,0 0,5 20,10 0,05 19,895 0,005
20,0 0,5 20,20 0,05 20,045 0,005
Tinggi 20,0 0,5 20,20 0,05 20,045 0,005
19,0 0,5 20,20 0,05 19,930 0,005
2 Bola 19,0 0,5 20,10 0,05 20,042 0,005
Diameter 19,0 0,5 20,10 0,05 20,046 0,005
18,0 0,5 20,10 0,05 19,980 0,005

2. Pengukuran Massa

Neraca Ohauss 2610 gram

Nilai Skala lengan 1 = 100 gram

Nilai Skala lengan 2 = 10 gram

Nilai Skala lengan 3 = 0,1 gram

Massa beban gantung = -

Tabel 2. Hasil pengukuran massa dengan neraca ohauss 2610 gram

Benda Penun. Penun. Penun. Beban


Massa benda (g)
lengan 1 lengan 2 lengan 3 gantung
Balok 0 2 22 - 22,20 0,05
Kubus
0 2 21 - 22,10 0,05
0 2 22 - 22,20 0,05
0 3 26 - 32,60 0,05
Bola 0 3 26 - 32,60 0,05
0 3 25 - 32,50 0,05

Neraca Ohauss 311 gram

Nilai Skala Lengan 1 = 100 gram

Nilai Skala Lengan 2 = 10 gram

Nilai Skala Lengan 3 = 1 gram

Nilai Skala Lengan 4 = 0,01 gram

Tabel 3. Hasil pengukuran massa dengan neraca ohauss 311 gram

Benda Penun. Penun. Penun. Penun.


Massa benda (g)
lengan 1 lengan 2 lengan 3 lengan 4
0 2 2 10 22,100 0,005
Balok
0 2 2 12 22,120 0,005
Kubus
0 2 2 10 22,100 0,005
0 3 2 62 32,620 0,005
Bola 0 3 2 61 32,610 0,005
0 3 2 63 32,630 0,005

Neraca Ohauss 310 gram

NST Neraca Ohauss 310 gram

Nilai Skala lengan 1 = 100 gram 19 SP = 10 SN


19 SP NST SP
Nilai Skala lengan 2 = 10 gram 19 SP 0,1 = 1,9 SP
Nilai Skala putar = 0,1 gram 1,9 SP = 10 SN
1,9 SP
Jumlah Skala Nonius = 10 gram 10 SN = 0,19

NST = 0,2 0,19


= 0,01 mm
Tabel 4. Hasil pengukuran massa dengan
neraca ohauss 310 gram

Benda Penun. Penun. Penunjuka Penun. Massa benda (g)


n Skala Skala
lengan 1 lengan 2
Putar Nonius
0 2 20 8 22,08 0,01
Balok
Kubus 0 2 10 6 21,06 0,01
0 2 10 3 21,03 0,01
0 3 25 4 32,54 0,01
Bola 0 3 24 5 32,45 0,01
0 3 24 5 32,45 0,01

3. Pengukuran Waktu dan Suhu

NST termometer = 1C

Temperatur mula-mula = 34C

NST Stopwatch = 0,1

Tabel 5. Hasil pengukuran waktu dan suhu

Perubahan Temperatur
No. Waktu (s) Temperatur (C)
(C)
1. 60,0 0,1 36,5 0,5 21
2. 120,0 0,1 40,0 0,5 61
3. 180,0 0,1 44,0 0,5 10 1
4. 240,0 0,1 48,0 0,5 14 1
5. 300,0 0,1 51,5 0,5 17 1
6. 360,0 0,1 55,0 0,5 21 1

ANALISIS DATA

1. Pengukuran Panjang
a. Mistar
- Balok
Panjang
P1 = 20,0 0,5 mm
P2 = 20,0 0,5 mm
P3 = 20,0 0,5 mm
P P 1+ P 2+ P 3
= 3

P 20,0+ 20,0+20,0
= 3

P 60,0 mm
= 3 mm

P
= 20,0 mm
P
1 = - P1 = 20,0-20,0 mm = 0 mm
P
2 = - P2 = 20,0-20,0 mm = 0 mm
P
3 = - P3 = 20,0-20,0 mm = 0 mm
max = P = 0,5 mm
P
KR = 100%

0,5 mm
KR = 20 mm 100%

KR = 2,5%
P P
PF =
PF = 20,0 0,5 mm

Lebar
l
= 19,7 mm
1 = 0,3 mm
2 = 0,7 mm
3 = 0,3 mm
max = l = 0,7 mm
KR = 3,5%
PF = 19,7 0,7mm

Tinggi

t
= 19,7 mm
1 = 0,3 mm
2 = 0,3 mm
3 = 0,7 mm
max = t = 0,7 mm
KR = 3,55%
PF = 19,7 0,7mm

- Bola
d
= 18,7 mm
1 = 0,3 mm
2 = 0,3 mm
3 = 0,7 mm
d
max = = 0,7 mm
KR = 3,7%
PF = 18,7 0,7mm

b. Jangka Sorong
- Balok
Panjang
P1 = 20,10 0,05mm
P2 = 20,10 0,05mm
P3 = 20,10 0,05mm

P P 1+ P 2+ P 3
= 3

P 20,10+ 20,10+20,10
= 3

P 60,30
= 3

P
= 20,10 mm

P
1 = - P1 = 20,10 - 20,10 mm = 0 mm
P
2 = - P2 = 20,10 - 20,10 mm = 0 mm
P
3 = - P3 = 20,10 - 20,10 mm = 0 mm
max = P = 0,05 mm
P
KR = 100%

0,05mm
KR = 20,10 mm 100%

KR = 0,25 %
P P
PF =
PF = 20,10 0,05 mm

Lebar
l
= 20,10 mm
1 = 0 mm
2 = 0 mm
3 = 0 mm
l
max = = 0,05 mm
KR = 0,25%
PF = 20,10 0,05mm

Tinggi

t
= 20,20 mm
1 = 0 mm
2 = 0 mm
3 = 0 mm
max = t = 0,05 mm
KR = 0,25%
PF = 20,20 0,05mm

- Bola
d
= 20,10 mm
1 = 0 mm
2 = 0 mm
3 = 0 mm
d
max = = 0,05 mm
KR = 0,25%
PF = 20,10 0,05mm

c. Mikrometer sekrup
- Balok
Panjang
P1 = 20,005 0,005mm
P2 = 19,985 0,005mm
P3 = 20,190 0,005mm
P P 1+ P 2+ P 3
= 3

P 20,005+19,985+ 20,190
= 3

P 60,18
= 3

P
= 20,06 mm
P
1 = - P1 = 20,06 20,005 mm = 0,055 mm
P
2 = - P2 = 20,06 19,985 mm = 0,075 mm
P
3 = - P3 = 20,06 20,190 mm = 0,13 mm
max = P = 0,13 mm
P
KR = 100%

0,13mm
KR = 20,06 mm 100%

KR = 0,65 %
P P
PF = |
PF = | 20,06 0,13 mm

Lebar
l
= 19,93 mm
1 = 0,02 mm
2 = 0,005 mm
3 = 0,035 mm
l
max = = 0,02 mm
KR = 0,1%
PF = 19,93 0,02mm

Tinggi Balok

t
= 20,006 mm
1 = 0,039 mm
2 = 0,039 mm
3 = 0,076 mm
max = t = 0,076 mm
KR = 0,38 %
PF = 20,006 0,076mm

- Bola
d
= 20,023 mm
1 = 0,019 mm
2 = 0,023 mm
3 = 0,043 mm
d
max = = 0,043 mm
KR = 0,215%
PF = 20,023 0,043mm

VOLUME
-Balok
Vbalok = plt
V V V
V = p+ l+ t
p l t

( plt ) ( plt ) ( plt )


= p+ l+ t
p l t

=ltp +ptl+plt

V p pt l pl t
= + +
V plt plt plt

p l t
V= + + V
p l t

V
KR =
100 =
V

V =V V

Mistar
V = 20,0 19,7 19,7 = 7761,8 mm3
0,5 0,7 0,7
V= + + 7761,8
20 19,7 19,7

=0,0957761,8 = 737,37 mm3

737,37
KR =
100 =9,5 2 AB
7761,8

V = 7761,80 737,37mm3

V = 7,7618 0,7373103 mm3

Jangka Sorong
V = 20,10 20,10 20 ,20 = 8161,002 mm3
0,05 0,05 0,05
V= + + 8161,002
20,10 20,10 20,20
=0,007468161,002 = 60,881 mm3
60,881
KR =
100 =0,746 4 AB
8161,002
V = 8161,002 60,881mm3
V = 81,61002 0,60881 102 mm3

Mikrometer Sekrup
V = 20,06 19,93 20,006 = 7998,315 mm3
0,13 0,02 0,076
V= + + 7998,315
20,06 19,93 20,006
=0,011287998,315 = 90,221 mm3
90,221
KR =
100 =1,128 3 AB
7998,315
V = 7998,315 90,221mm3
V = 79,98315 0,90221 102 mm3

- Bola

4
Vbola =
r 3
3

4 1
=
( d) 3
3 2
4 1
=
d 3
3 8

4
=
d 3
24

1
= 6
d 3

V
V = d
d

d 3
= d d

=d2 d

V d2 d
V = d3

V = d-1d V

d
V = d V

V
KR =
100 =
V

V = V V

Mistar

1 22
3 3
V = 6 7 (18,7) = 3425,297 mm
0,7
V = 18,7 3425,297 = 0,037 3425,297 = 126,736 mm3

126,736
KR =
100 =3,7 3 AB
3425,297
PF = 3425,297 126,736 mm3
PF = 3,425297 0,126736 103 mm3

Jangka Sorong
1 22
V = 6 7 (20,10)3 = 4253,648 mm3

0,05
V = 20,1 4253,648

= 0,0024253,648 = 8,507 mm3


8,507
KR =
100 =0,2 4 AB
4253,648
PF = 3425,297 126,736 mm3
PF = 34,25297 1,26736 102 mm3

Mikrometer Sekrup
1 22
V = 6 7 (20,023)3 = 4204,950 mm3

0,043
V = 20,023 4204,950 = 0,0024204,950 = 8,409 mm3

8,409
KR =
100 =0,2 4 AB
4204,950
PF = 4204,950 8,409 mm3
PF = 42,04950 0,08409 102 mm3

2. Pengukuran Massa
a. Neraca Ohauss 2610 gram
- Balok

M1 = 22,20 0,5 gram

M2 = 22,10 0,5 gram

M3 = 22,20 0,5 gram

M M 1+ M 2+ M 3
= 3

M 22,20+ 22,10+22,20
= 3

M 60,50
= 3
M
= 22,17 gram

M
1 = - M1 = 22,17 22,20 gram = 0,03 gram

M
2 = - M2 = 22,17 22,10 gram = 0,07 gram

M
3 = - M3 = 22,17 22,20 gram = 0,03 gram

max = M = 0,07 gram

M
KR = 100 %

0,07 gram
KR = 22,17 gram 100 %

KR = 0,316 %

M M
PF =

PF = 22,17 0,07 gram

- Bola

M
= 32,57 gram

1 = 0,03 gram

2 = 0,03 gram

3 = 0,07 gram

max = M = 0,07 gram

KR = 0,215 %

PF = 32,57 0,07gram

b. Neraca Ohauss 311 gram


- Balok
M1 = 22,100 0,005gram

M2 = 22,120 0,005gram

M3 = 22,100 0,005gram

M
= 22,107 gram

M
1 = - M1 = 22,107 22,100gram = 0,007 gram

M
2 = - M2 = 22,107 22,120 gram = 0,013 gram

M
3 = - M3 = 22,107 22,100 gram = 0,007 gram

max = M = 0,013 gram

M
KR = 100 %

0,013 gram
KR = 22,107 gram 100 %

KR = 0,06 %

M M
PF =

PF = 22,107 0,013 gram

- Bola

M
= 32,62 gram

1 = 0 gram

2 = 0,01 gram

3 = 0,01 gram

max = M = 0,01 gram

KR = 0,03 %

PF = 32,62 0,01gram
c. Neraca Ohauss 310 gram
- Balok

M1 = 22,08 0,01gram

M2 = 21,06 0,01gram

M3 = 21,03 0,01gram

M M 1+ M 2+ M 3
= 3

M 22,08+ 21,06+21,03
= 3

M 64,17
= 3

M
= 21,39 gram

M
1 = - M1 = 21,39 22,08gram = 0,69 gram

M
2 = - M2 = 21,39 21,06gram = 0,33 gram

M
3 = - M3 = 21,39 21,03gram = 0,36 gram

max = M = 0,69 gram

M
KR = M 100 %

0,69 gram
KR = 21,39 gram 100 %

KR = 3,23 %

M M
PF =

PF = 21,39 0,69 gram


- Bola

M
= 32,48 gram

1 = 0,06 gram

2 = 0,03 gram

3 = 0,03 gram

max = M = 0,06 gram

KR = 0,185 %

PF = 32,48 0,06gram

MASSA JENIS

= mV-1


=
m+ V
m V

1 2
mV mV
= m+ V
m V

= V-1m + mV-2V

mV 1 m. V .V 2
= +
mV 1 mV 1

m V
= m + V

m V
= m + V

- Balok
mistar

= 21,39 x 7,762-1 = 2,756 g/cm3


0,69 0,737
= 21,39 + 7,762 2,756 = 0,350 g/cm3

0,350
KR = 2,756 100 % = 12,6 % 2 AB

PF = 2,756 0,350 g/cm3

Jangka Sorong
= 21,39 x 8,161-1 = 2,621 g/cm3
0,69 0,061
= 21,39 + 8,161 2,621 = 0,102 g/cm3

0,102
KR = 2,621 100 % = 3,89 % 3 AB

PF = 2,621 1,102 g/cm3

Mikrometersekrup

= 21,39 x 7,998-1 = 2,674 g/cm3

0,69 0,091
= 21,39 + 7,998 2,674 = 0,029 g/cm3

0,029
KR = 2,674 100 % = 1,08 % 3 AB

PF = 2,674 0,029 g/cm3

- Bola
mistar
= 21,39 x 3,425-1 = 6,245 g/cm3
0,69 0,127
= 21,39 + 3,425 6,245 = 0,431 g/cm3

0,431
KR = 6,245 100 % = 6,9 % 3 AB

PF = 6,245 0,431 g/cm3


jangka Sorong

= 21,39 x 4,253-1 = 5,029 g/cm3


0,69 0,008
= 21,39 + 4,254 6,245 = 0,212 g/cm3
0,212
KR = 5,029 100 % = 4,2 % 3 AB

PF = 5,029 0,212 g/cm3


mikrometersekrup

= 21,39 x 4,205-1 = 5,087 g/cm3


0,69 0,008
= 21,39 + 4,205 5,087 = 0,173 g/cm3

0,173
KR = 5,087 100 % = 3,4 % 3 AB

PF = 5,087 0,173 g/cm3

PEMBAHASAN
Pada Pengukuran Dasar dan Ketidakpastian dilakukan tiga jenis pengukuran yaitu
pengukuran panjang, pengukuran massa dan pengukuran waktu dan suhu. Percobaan pengukuran
dasar ini diawali dengan penentuan NST dan ketidakpastian mutlak (x) dari setiap alat. Nilai
Skala Terkecil (NST) adalah nilai terkecil dari hasil pengukuran yang masih dapat dibaca dengan
alat ukur tersebut sedangkan x merupakan nilai ketidakpastian pengukuran tunggal yang berupa
terkaan atau dugaan belaka sehingga patut diragukan pada hasil pengukuran. Pada percobaan ini
praktikan melakukan pengukuran berulang sehingga hasil pengukuran dapat dilaporkan dengan
x
nilai rata-rata { }. Selanjutnya diperoleh nilai defiasi () rata-rata yang merupakan selisih antara
tiap pengukuran dari nilai rata-ratanya. Penulisan data yang dihasilkan berupa angka berarti yang
diperoleh dengan bantuan ketidakpastian relatif (KTP relatif). Ketidakpastian relatif yakni
perbandingan antara ketidakpastian mutlak dengan hasil pengukuran (x/x) yang sering
dinyatakan dalam % (tentunya harus dikalikan dengan 100 %). Ketidakpastian relatif menyatakan
tingkat ketelitian hasil pengukuran. Analisis data dilakukan dengan metode rambat ralat yang
merupakan perhitungan ketidakpastian berdasarkan besaran-besaran yang diukur. Dari pengukuran
yang dilakukan dapat diketahui bahwa setiap alat ukur memiliki NST (nilai skala terkecil) yang
berbeda-beda. NST penggaris/mistar = 1 mm, NST jangka sorong = 0.05 mm, NST mikrometer
sekrup = 0.01 mm, NST neraca ohauss 2610 = 0.1 gram, NST neraca ohauss 311= 0.01 gram,
NST neraca ohauss 310 = 0.01 gram, NST termometer = 1C dan NST stopwatch = 0,1s. Selain
NST (nilai skala terkecil), setiap alat ukur memiliki nilai kesalahan yang berbeda-beda. Pada
1
umumnya nilai kesalahan adalah
NST , namun pada alat ukur yang menggunakan skala
2
nonius nilai kesalahan sama dengan nilai NST alat tersebut. Pada praktikum pengukuran dasar dan
ketidakpastian benda yang diukur adalah balok besi dan bola kecil menggunakan alat ukur panjang
(penggaris/mistar, jangka sorong dan mikrometer sekrup), alat ukur massa (neraca ohaus 2610g,
neraca ohaus 311g dan neraca ohaus 310) dan alat ukur waktu dan suhu (termometer dan
stopwatch). Masing masing alat ukur massa memiliki nilai skala lengan yang berbeda-beda. Nerca
ohaus 2610 memiliki 3 lengan, nilai skala lengan 1 = 100g, nilai lengan 2 = 10g, dan nilai lengan 3
= 0.1g. Neraca ohaus 311g memiliki 4 lengan, nilai skala lengan 1 = 100g, nilai skala lengan 2 =
10g, nilai skala lengan 3 = 1g, dan nilai skala lengan 4 = 0,01g. Neraca ohaus 310g memiliki 2
lengan dilengkapi dengan skala putar dan skala nonius, nilai skala lengan 1 = 100g, nilai skala
lengan 2 = 10g, nilai skala putar = 0,1g dan jumlah skala nonius 10g. Dari pengukuran yang
dilakukan dapat diketahui bahwa dari ketiga alat ukur panjang yang digunakan, alat ukur yang
paling teliti adalah mikrometer sekrup. Hal ini dikarenaakan mikrometer sekrup karena memiliki
ketidakpastian mutlak yang paling kecil yaitu sebesar 0,005 dibandingkan dengan mistar dengan
ketidakpastian mutlaknya sebesar 0,5 dan jangka sorong sebesar 0,05. Sedangkan pada alat ukur
massa, alat yang memiliki ketelitian tinggi adalah neraca ohaus 310g. Hal ini disebabkan karena
neraca ohaus 310g memiliki kesalahan relatif paling kecil dibandingkan dengan neraca ohaus
2610g dan neraca ohaus 311g.

SIMPULAN

Dalam percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dalam penggunaan alat-
alat ukur dasar yaitu alat ukur panjang, alat ukur massa dan alat ukur waktu dan suhu
praktikan harus mengetahui dengan pasti cara penggunaan alat ukur tersebut agar
meminimalisir kesalahan pengukuran. Pengukuran yang dilakukan secara berulang
dengan menggunakan alat ukur yang sama akan menghasilkan perbedaan saat terjadi
kesalahan ketelitian dan kesalahan-kesalahan lain yang mungkin terjadi. Dengan
mengadakan pengulangan pengukuran, informasi yang didapatkan tentang nilai
sebenarnya dari hasil pengukuran menjadi semakin baik.

REFERENSI

Penuntun praktikum Fisika Dasar 1 Unit Laboratorium Fisika Dasar Jurusan Fisika
FMIPA Universitas Negeri Makassar

Anda mungkin juga menyukai