Resume Kulum Gangguan Persarafan - Elok Dwi Oktaviana - KMB Kelas B
Resume Kulum Gangguan Persarafan - Elok Dwi Oktaviana - KMB Kelas B
Pada stoke hemoragis ujungnya akan sama, terjadi gangguan sirkulasi dan perkusi
dextra lateral.
o Hemoragik ada perdarahan dipicu ada robekan pada pembuluh darah
o Iskemik Ada sumbatan pada pembuluh darah sehingga terdapat penurunana
suplai oksigen ke otak
Manifestasi klinis tidak dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya, karena
manifestasi lebih banyak ditentukan oleh area otak yang mengalami cidera
Stroke = times is brain. Pelayanan pada stroke adalah waktu, semakin cepat ditangani
maka dampak strok akan semakin minimal. Karena cidera di otak seiring berjalannya
waktu akan semakin meluas. Karena proses patofisiologis yang berlangsun dalam
otak, efek yang timbul pada otak tidak hanya cidera primernya atau core. Jika terjadi
thrombus atau perdarahan, terbentuk cidera primer atau core tapi setelah terjadi
kerusakan ini, tubuh terpicu untuk melakukan respon inflamasi, lalu terjadi edema.
Edema akan mendesak jaringan otak disekita otak yang mengalami sumbatan sirkulasi
otak. Sel mati Memicul respon inflamasi peningkatan respon peningkatan
vaskularisasi edema efek desak ruang kesekekliling otak (area penumbra). Akan
sangat jelas dengan menggunakan ct scan. Area penumbra akan berubah seiring
berjalannya wku apabila tidak dilakukan penanganan segera untuk memulihkan aliran
darah di otak.
Onset awal hanya ada thrombus saja 2 jam berikutnya menyebabkancidera core
atau primer edema Efek desak ruanng pembuluh darah terdesak sirkulasi
tidak opyimal area penumbra berubah menjadi nekrotik area core
2. Diagnosis
Tergantung regio otak yang mengalami kerusakan dan keparahan stroke yang
dialami pasien.
a. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial
b. Risiko Aspirasi pasien cenderung mengalami sumbatan pada jalan napas.
c. Gangguan mobilitas fisik
d. Gangguan komunikasi verbal jika terjadi kerusakan pada area kemampuan
berbahasa pada otak yaitu pada temporalis kiri atau kanan.
e. Gangguan menelan gangguan pada hipoglosus
f. Gangguan eliminasi urin
g. Defisit perawatan diri
3. Nursing Care Plans
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial pasien tampak tanda dan gejala
peningkatan TIK (Tekanan Intrakranial) ciri-cirinya sakit kepala, tingkat
kesadaran menurun, terjadi bradikardi, tekanan darah relatif tinggi (awalntya
tidak mengalami hipertensi, tekanan darah sistolik yang lebih tinggi. Selisih
tekanan darah sistol dan diastol menjadi lebih jauh. Cth: 190/90 mmHg), pola
napas tidak reguler, respon pupilnya, dan respon refleksnya apakah terjadi
perlambatan atau percepatan refleks Pemantauan neurologis dan
manajemen peningkatan tekanan intrakranial
2. Risiko aspirasi pencegahan aspirasi dan manajemen jalan napas pastikan
posisi pasien tidak boleh supine harus ditinggikan 40-45 derajat agar menjaga
jalan napas tetapa paten dan menjamin perfusi ke serebral semakin baik.
3. Gangguan mobilitas fisik dukungan mobilisasi dan dukungan ambulasi
4. Gangguan komunikasi verbal promosi komunikasi diajarkan alternatif-
alternatif komunikasi lain seperti bahasa isyarat atau menulis
5. Gangguan menelan terdampak hipoglosal pasien
6. Gangguan eleminasi urin jika menyerang pusat regulasi di eleminasi urin
7. Defisit perawat diri paling banyak dan menjadi efek sisa yang panjang
perlu di bantu oleh keluarga
E. Pemantauan Neurologis
1. Monitor tingkat kesadaran (GCS)
2. Monitor tingkat orientasi • Monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktifitas
pupil
3. Monitor keluhan sakit kepala
4. Monitor batuk dan refleks muntah
5. Monitor kekuatan pegangan
6. Monitor kesimetrisan wajah
7. Monitor karakteristik bicara (kelancaran, adanya afasia, atau kesulitan mencari
kata)
8. Monitor diskriminasi tajam / tumpul atau panas / dingin
9. Monitor parestesi (mati rasa dan kesemutan
F. Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial
1. Monitor tanda/gejala peningkatanTIK (mis. TD meningkat, tekanan nadi melebar,
bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran menurun)
2. Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
3. Monitor ICP (Intracranial Pressure), jika tersedia
4. Monitor status pernapasan
5. Monitor intake dan output cairan
6. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
7. Berikan posisi semi Fowler
8. Hindari fleksi leher atau fleksi paha dan lutut ekstem akan menyebabkan
gangguan di aliran darah di otak terutama pada arteri karotis. Lutut ekstrem tidak
boleh dilakukan karena akan menyumbang terjadinya tekanan di pembuluh darah
di atas lutut dan juga terjadi peningkatan tekanan darah di dalam pembuluh darah
serebral yang dapat memicu perdarahan lebih lanjut.
9. Hindari manuver Valsava batuk, bersin, dan mengejan
10. Hindari pemberian cairan IV hipotonik agar tidak terjadi pengumpulan darah di
otak
11. Pertahankan suhu tubuh normal jika suhu meningkat akan meningkatkan
kebutuhan oksigen dan nutrisi. Akan terjadi kondisi hipermetamobik yang dapat
membebani tubuh dalam proses pemulihan.
12. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu menekan
metabolisme pada tubuh sehingga energi yang dihasilkan oleh tubuh dapat
dimaksimalkan untuk proses pemulihan.
13. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
14. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
G. Manajemen Perawatan Stroke
Saat terdapat pasien yang mengalami stroke harus segera dibedakan karena nanti
penanganannya berbeda.
Jika stroke hemaragik maka dapat dilakukan pembedahan dengan berkolaborasi
dengan tim bedah saraf. Tidak semua pasien stroke hemoeagik dilakukan
pembedahan dapat dilihat juga volume perdarahan di otak. Indikasi dilakukan
pembedahan jika perdarahan berada di bidang 3 pulsasif dari hasil CT Scan dan
posisi perdarahan dapat diakses atau tidak. Jika terjadi pada batang otak maka
tidak mungkin dapat dilakukan pembedahan sehingga terapinya hanya terapi
konvensional saja.
Pada stroke iskemik manajemen yang dapat dilakukan adalah dengan sesegera
mungkin melakukan terapi trombolitik. Peran perawat adalah menskrining apakah
pasien kemungkinan dapat diberikan trombolitik atau tidak. Apakah pasien punya
kontraindikasi atau tidak. Kontraindikasi mutlak benar-benar tidak boleh
diberikan terapi trombolitik karena akan membahayakan kondisi pasien sehingga
diupayakan terapi lain seperti pemberian manitol, ditekan tekanan darahnya, atau
maksimalkan posisi tubuh tetap sejajar.
Untuk diberikan terapi trombolitik pastikan airway breathing dan sirkulasinya
aman, balance cairan dalam kondisi seimbang, tekanan darah harus dipantau, dan
status neurologis harus dipantau.
Komplikasi dari terapi trombolitik adalah perdarahan sehingga stroke iskemik
dapat menjadi stroke hemoragik. Trombolitik yang sering digunakan di Indonesia
adalag rTPA (recombinate tissue pasminogen activator) yang diberikan secara
intravena. Kontraindikasi relatif pemberian trombolitik yaitu riwayat infark
miokard dalam 3 bulan terakhir seperti cedera kepala, stroke hemoragik dalam 3
bulan terakhir, pasien dengan trombosit rendah, pasien yang mengkonsumsi obat
pengencer darah, operasi besar.
Pemberian trombolitik dosis awal adalah 0,9 mg/kg berat badan diberikan dalam
waktu 6 menit. 10% persen dosis diberikan bolus (langsung/ dalam waktu singkat)
selama 1 menit. Tekanan darah harus dipantau tiap 15 menit dalam 2 jam pertama.
Intervalnya semakin dilebarkan untuk mengecek terjadi perburukan atau tidak.
Obat untuk mencegah terjadinya cedera sekunder atau perburukan kondisi pasien
atau terjadinya serangan ulang seperti antikoagulan. Antikoagulan yang banyak
dipake adalah heparin. Diberikan 48 jam setelah onset untuk pencegahan
tromboemboli pada pasien yang memiliki keterbatasan mobilitas dan dihindari
penggunaannya dalam 24 jam pasca fibrinolitik. LMWH lebih efektif dan risiko
trombositopenia lebih kecil dibandingkan dengan UFH. Antiplatelet untuk
pencegahan stroke ulang dengan mencegah terjadinya agregasi platelet. Loading
dose 325mg dan dilanjutkan 75- 100mg/hari dalam rentang 24-48 jam setelah
gejala stroke. Tidak disarankan dalam 24 jam setelah terapi fibrinolitik.
Antihipertensi untuk mencegah stroke berulang. Neuroprotektif (Citicoline,
flunarizine, statin, pentoxxifyline) digunakan untuk menunda terjadinya infark
pada bagian otak yang mengalami penumbra. Citicoline dapat melindungi sel
membran serta stabilisasi membran sehingga dapat mengurangi luas daerah infark.
Rehabilitasi yaitu dengan melakukan edukasi kepada pasien dan caregiver agar
stroke tidak terulang lagi. Pasien akan mendapatkan terapi antiplatelet yang harus
diminum selama 6 bulan kemudian dievaluasi apakah akan ada kemungkinan
terjadi lagi, jika ada dalam diberikan lagi selama 1 tahun.