Anda di halaman 1dari 11

Resume Kuliah Umum Stroke

Oleh, Elok Dwi Oktaviana, 1806139973, KMB III-B

A. Definisi, Etiologi dan Faktor Resiko Stroke


 Definisi stroke  Suatu keadaan dimana ditemukannya:
o Terdapat tanda-tanda klinis yang berkembang cepat berupa deficit neurologic
fokal dan global (tergantung dari bagian otak yang mengalami gangguan).
Misalnya bagian otak bagian depan, akan lebih mengganggu kepribadian dan
proses berpikir, gangguan disebelah kiri banyak mengalami afasia motoric
tidak bisa berkata-kata) global: penurunan kesadaran
o Dapat memberat dan berlangsung 24 jam atau lebih dan atau dapat
menyebabkan kematian. Ada yang bisa pulih seperti semual selama 24 jam,
awalnya terjadi spasme pada pembuluh darahh otak atau terjadi sumbatan,
tetpai sumbatan tidak berlangsung permanen, sumbatan lecil olos dan bisa
pulih. Atau pasien memiliki pembuluh darah kolateral, sehingga pasien tidak
terdampak gangguan neurologis. Tetapi pasien dengan serangan singkat,
berpeluang besar untuk mengalami stroke
o tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Adanya kelainan aliran
darah di otak baik pembuluh darah pecah atau ada sumbatan. Bisa saja pasien
mengalami penurunan kesadaran glukosa turun atau mengalami kelumpuhn
karena kerusakan syaraf spinal bukan diotak. Jika kerusakan bukan di otak,
tetapi di syaraf spinal, manifestasinya bilateral. Jika kerusakan di otak maka
manifestasinya unilateral
 Faktor Resiko
Terdapat 90% kejadian stroke yang berhubungan dengan faktor resiko dan 10%
berhubungan dengan faktor genetic yang tidak bisa dimodifikasi seperti kelainan
anatomis pada pembuluh darah/malformasi. dari pembuluh darah. Dari 10 faktor
risiko di bawah yang paling banyak berkontribusi yaitu kurangnya aktivitas fisik yaitu
45 %. Stroke merupakan penyakit degeneratif, jika fakto risiko tidak dihilangkan
maka akan berpotensi terjadi serangan berulang.
a. Merokok
b. Obat-obatan
c. Obesitas
d. Stres
e. Penyakit Jantung
f. Diabetes
g. Aktivitas Fisik
h. Tekanan Darah Tinggi
i. Alkohol
j. Kolesterol Tinggi dalam Darah

B. Tipe-Tipe Stroke dan Patofisiologisnya


 Tipe-tipe Stroke
o Berdasarkan penyebabnya
1. Iskemik  karena obstruksi aliran darah akibat adanya thrombus
ataupun embolus.
 Trombuus  pembuluh darah otak yang tersumbat.
 Embolus  ada sumbatan di luar pembuluh darah otak,
embolus tersebut terbawa sampai otak
 Patofisiologis
Eksitotoksisitas merupakan proses sel-sel atau neuron
mengalami kematian akibat aktivitas dari neurotransmiter yang
ada di otak. Neurotransmiter yang ada di otak dinamakan
glutamate. Glutamate akan mengganggu aktivitas yang ada di
sel-sel neuron. Gangguan utama yang akan dialami sel di otak
adalah proses depolarisasi. Akan terjadi gangguan ion karena
keseimbangan ion terganggu akibat dinding sel mengalami
gangguan sehingga pertukaran-pertukaran ion menjadi tidak
stabil dan memicu kematian sel. Pertukaran ion diperlukan
untuk memproduksi ATP untuk pembentukan energi
metabolisme jika tidak terbentuk sel-selnya tidak bisa bertahan.
Eksitotoksisitas lama-kelamaan akan menyebabkan kematian
sel-sel otak sehingga mengakibatkan kerusakan pada serebral.
Kerusakan serebral akan mempengaruhi fungsi dari otak
tergantung di area mana.
2. Hemoragik
 Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan, terjadi karena
penyakit bawaan, biasanya muncul dalam bentuk kelaianan di
pembuluh darah yang rapuh dan mudah rupture, atau dipicu
adanya penyakit-penyakit kronis seperti DM, hipertensi.
Peningkatan tekanan darah yang sangat lama menjadi
pembuluh darah kurang elastis dan mudah rupture
 Patofisiologis
Pada stroke hemoragik pada akhirnya sama akan menyebabkan
kerusakan neuron atau kerusakan serebral, namun hanya
berbeda pemicunya saja. Pemicunya adalah perdarahan,
kemudian ketika sudah terjadi perdarahan, darah akan
terekspansi/menyusup ke sela-sela otak dan menyusup ke sel
otak yang nanti akan merusak otak. Akan menyebabkan
kerusakan jaringan. Setelah terjadi kerusakan jaringan akan
memicu terjadinya iskemik. Pada stroke hemoragik akan
banyak terjadi kerusakan struktur yaitu ada respon inflamasi.
Inflamasi akan memperparah gangguan pada struktur. Pada
stroke hemoragik akan berhadapan dengan dua kondisi
kerusakan otak yaitu kerusakan otak primer yang berlangsung
pada saat serangan dan efek samping atau lanjutan yang biasa
disebut dengan kerusakan otak sekunder yang terjadi akibat
produksi zat yang sifatnya oksidatif yang memicu terjadinya
reaksi inflamasi.
o Kejadian
1. Transient Ischemic Attack
 Tidak berlangsung permanen, kurang dari 24 jam.
 Menjadi salah satu faktor resiko baik iskemik dan hemoragik
dikemudian hari
 Pasien TIA harus diberikan edukasi terkait modifikasi gaya
hidup, menjalani terapi agar tidak terjadi stroke

 Pada stoke hemoragis ujungnya akan sama, terjadi gangguan sirkulasi dan perkusi
dextra lateral.
o Hemoragik  ada perdarahan dipicu ada robekan pada pembuluh darah
o Iskemik  Ada sumbatan pada pembuluh darah sehingga terdapat penurunana
suplai oksigen ke otak
 Manifestasi klinis tidak dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya, karena
manifestasi lebih banyak ditentukan oleh area otak yang mengalami cidera
 Stroke = times is brain. Pelayanan pada stroke adalah waktu, semakin cepat ditangani
maka dampak strok akan semakin minimal. Karena cidera di otak seiring berjalannya
waktu akan semakin meluas. Karena proses patofisiologis yang berlangsun dalam
otak, efek yang timbul pada otak tidak hanya cidera primernya atau core. Jika terjadi
thrombus atau perdarahan, terbentuk cidera primer atau core tapi setelah terjadi
kerusakan ini, tubuh terpicu untuk melakukan respon inflamasi, lalu terjadi edema.
Edema akan mendesak jaringan otak disekita otak yang mengalami sumbatan sirkulasi
otak. Sel mati  Memicul respon inflamasi  peningkatan respon peningkatan
vaskularisasi  edema  efek desak ruang kesekekliling otak (area penumbra). Akan
sangat jelas dengan menggunakan ct scan. Area penumbra akan berubah seiring
berjalannya wku apabila tidak dilakukan penanganan segera untuk memulihkan aliran
darah di otak.
 Onset awal hanya ada thrombus saja  2 jam berikutnya menyebabkancidera core
atau primer  edema  Efek desak ruanng  pembuluh darah terdesak  sirkulasi
tidak opyimal  area penumbra berubah menjadi nekrotik  area core

C. Manifestasi Klinis dan Komplikasi Stroke


 Pada stroke iskemik terdapat golden time yaitu 4,5 jam yaitu akan sangat efektif jika
diberikan trombolitik. Untuk meminimalkan gejala sisa dan proses pemulihannya
lebih cepat.
1. FAST
F (Face)  wajahnya menjadi tidak simetris.
A (Arm)  kelemahan pada satu sisi
S (Speech)  kesulitan bicara, pelo, suara menjadi serak, tidak bisa menelan, atau
minum menjadi batuk-batuk
T (Time)  segera bawa ke fasilitas pelayanan kesehatan
 Tidak ada perbedaan yang signifikan antara stroke iskemik dan stroke hemoragik
karena manifestasi klinis yang dimunculkan pada stroke sangat tergantung pada
pembuluh darah serebral yang mengalami gangguan. Walaupun ada beberapa yang
dapat memprediksi, misalnya onset yang terjadi secara tiba-tiba kemungkinan pasien
memiliki riwayat hipertensi. Pasien dengan hipertensi lebih mudah mengalami
pecahnya pembuluh darah. Jika dilihat dari pembuluh darah yang mengalami
gangguan, dapat dilihat pada arteri mana yang mengalami gangguan, misalnya jika
yang terkena karotis interna maka kelumpuhannya lebih parah.
 Pada internal carotid artery gangguannya di wajah, lengan, dan tungkai atau kaki.
Pada middle cerebral artery gangguannya tidak sampai ke kaki tapi di wajah dan
lengan. Pada arteriol cerebral artery gangguannya lebih banyak dibagian bawah
seperti jari-jari kaki. Pada vertebral arteri gangguannya di wajah, kehilangan
penghidu, atau pada mata tergantung keparahan.
 Satu pasien mungkin mengalami gangguan aliran darah di beberapa arteri sehingga
gejala yang muncul kompilasi dari berbagai tanda dan gejala. Terdapat 4 arteri utama
di otak yaitu arteri karotis internal, arteri serebri media, arteri serebri anterior, dan
arteri serebri posterior.
 Membedakan kerusakannya di kiri atau kanan. Jika kerusakan di kanan dapat terjadi
hemiplegia atau hemiparalisisnya di kiri karena sifatnya kontralateral. Pada beberapa
pasien ada ketidakmampuan mengenali ruangan (kemampuan spasialnya berkurang).
Lebih agresif seperti gampang marah, tersinggung, dan gelisah. Sebaliknya jika di kiri
pasiennya lebih tenang, mengalami depresi dan ansietas. Pada bagian otak kiri yang
terkena biasanya kemampuan analisisnya terganggua seperti sulit memberikan
penilaian baik dan buruk, menjadi seperti orang dengan gangguan jiwa, dan tidak bisa
membedakan waktu
 Beberapa gejala stroke cukup komprehensif yaitu mempengaruhi hampir seluruh
sistem tubuh, meskipun yang paling banyak sistem neurologis karena masalah
dominan pada sistem neurologis. Namun juga dapat berdampak ke sistem tubuh lain
seperti ke sistem respirasi, gastrointestinal, genitourinari, dan muskuloskeletal. Pada
sistem respiratori sangat bergantung dengan keparahan dari kerusakan yang terjadi di
otak. Jika kerusakannya sampai mengenai batang otak yang menjadi pusat regulasi
pernapasan makan pola napas pasien dapat terganggu. Selain itu, jika pada pasien
dengan penurunan kesadaran akan kehilangan kontrol patensi jalan napas sehingga
saliva akan mengumpul di mulut dan jalan napas sehingga berpotensi terjadi obstruksi
jalan napas. Pasien yang mengalami gangguan pada saraf hipoglostal atau spasialis
maka akan sulit menelan. Pada sistem gastrointestinal tanda dan gejalanya seperti
disfagia, konstipasi, dan lain-lain. Pada muskoskeletal kebanyakan efek jangka
panjang dari stroke seperti kontraktur sehingga ototnya menjadi atrofi dan sendi-
sendinya menjadi kaku.
D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

Anamnesa Pemeriksaan Fisik


 Faktor risiko Riwayat stroke  Tingkat kesadaran
sebelumnya Penggunaan obat  Kekuatan otot
 Riwayat merokok  Koordinasi
 Kapan gejala dirasakan Keparahan  Komunikasi Saraf kranialis
manifestasi klinis Adanya  Fungsi sensoris
inkontinensia
 Dukungan keluarga

2. Diagnosis
Tergantung regio otak yang mengalami kerusakan dan keparahan stroke yang
dialami pasien.
a. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial
b. Risiko Aspirasi  pasien cenderung mengalami sumbatan pada jalan napas.
c. Gangguan mobilitas fisik
d. Gangguan komunikasi verbal  jika terjadi kerusakan pada area kemampuan
berbahasa pada otak yaitu pada temporalis kiri atau kanan.
e. Gangguan menelan  gangguan pada hipoglosus
f. Gangguan eliminasi urin
g. Defisit perawatan diri
3. Nursing Care Plans
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial  pasien tampak tanda dan gejala
peningkatan TIK (Tekanan Intrakranial)  ciri-cirinya sakit kepala, tingkat
kesadaran menurun, terjadi bradikardi, tekanan darah relatif tinggi (awalntya
tidak mengalami hipertensi, tekanan darah sistolik yang lebih tinggi. Selisih
tekanan darah sistol dan diastol menjadi lebih jauh. Cth: 190/90 mmHg), pola
napas tidak reguler, respon pupilnya, dan respon refleksnya apakah terjadi
perlambatan atau percepatan refleks  Pemantauan neurologis dan
manajemen peningkatan tekanan intrakranial
2. Risiko aspirasi  pencegahan aspirasi dan manajemen jalan napas  pastikan
posisi pasien tidak boleh supine harus ditinggikan 40-45 derajat agar menjaga
jalan napas tetapa paten dan menjamin perfusi ke serebral semakin baik.
3. Gangguan mobilitas fisik  dukungan mobilisasi dan dukungan ambulasi
4. Gangguan komunikasi verbal  promosi komunikasi  diajarkan alternatif-
alternatif komunikasi lain seperti bahasa isyarat atau menulis
5. Gangguan menelan  terdampak hipoglosal pasien
6. Gangguan eleminasi urin  jika menyerang pusat regulasi di eleminasi urin
7. Defisit perawat diri  paling banyak dan menjadi efek sisa yang panjang 
perlu di bantu oleh keluarga
E. Pemantauan Neurologis
1. Monitor tingkat kesadaran (GCS)
2. Monitor tingkat orientasi • Monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktifitas
pupil
3. Monitor keluhan sakit kepala
4. Monitor batuk dan refleks muntah
5. Monitor kekuatan pegangan
6. Monitor kesimetrisan wajah
7. Monitor karakteristik bicara (kelancaran, adanya afasia, atau kesulitan mencari
kata)
8. Monitor diskriminasi tajam / tumpul atau panas / dingin
9. Monitor parestesi (mati rasa dan kesemutan
F. Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial
1. Monitor tanda/gejala peningkatanTIK (mis. TD meningkat, tekanan nadi melebar,
bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran menurun)
2. Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
3. Monitor ICP (Intracranial Pressure), jika tersedia
4. Monitor status pernapasan
5. Monitor intake dan output cairan
6. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
7. Berikan posisi semi Fowler
8. Hindari fleksi leher atau fleksi paha dan lutut ekstem  akan menyebabkan
gangguan di aliran darah di otak terutama pada arteri karotis. Lutut ekstrem tidak
boleh dilakukan karena akan menyumbang terjadinya tekanan di pembuluh darah
di atas lutut dan juga terjadi peningkatan tekanan darah di dalam pembuluh darah
serebral yang dapat memicu perdarahan lebih lanjut.
9. Hindari manuver Valsava  batuk, bersin, dan mengejan
10. Hindari pemberian cairan IV hipotonik  agar tidak terjadi pengumpulan darah di
otak
11. Pertahankan suhu tubuh normal  jika suhu meningkat akan meningkatkan
kebutuhan oksigen dan nutrisi. Akan terjadi kondisi hipermetamobik yang dapat
membebani tubuh dalam proses pemulihan.
12. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu  menekan
metabolisme pada tubuh sehingga energi yang dihasilkan oleh tubuh dapat
dimaksimalkan untuk proses pemulihan.
13. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
14. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
G. Manajemen Perawatan Stroke
 Saat terdapat pasien yang mengalami stroke harus segera dibedakan karena nanti
penanganannya berbeda.
 Jika stroke hemaragik maka dapat dilakukan pembedahan dengan berkolaborasi
dengan tim bedah saraf. Tidak semua pasien stroke hemoeagik dilakukan
pembedahan dapat dilihat juga volume perdarahan di otak. Indikasi dilakukan
pembedahan jika perdarahan berada di bidang 3 pulsasif dari hasil CT Scan dan
posisi perdarahan dapat diakses atau tidak. Jika terjadi pada batang otak maka
tidak mungkin dapat dilakukan pembedahan sehingga terapinya hanya terapi
konvensional saja.
 Pada stroke iskemik manajemen yang dapat dilakukan adalah dengan sesegera
mungkin melakukan terapi trombolitik. Peran perawat adalah menskrining apakah
pasien kemungkinan dapat diberikan trombolitik atau tidak. Apakah pasien punya
kontraindikasi atau tidak. Kontraindikasi mutlak benar-benar tidak boleh
diberikan terapi trombolitik karena akan membahayakan kondisi pasien sehingga
diupayakan terapi lain seperti pemberian manitol, ditekan tekanan darahnya, atau
maksimalkan posisi tubuh tetap sejajar.
 Untuk diberikan terapi trombolitik pastikan airway breathing dan sirkulasinya
aman, balance cairan dalam kondisi seimbang, tekanan darah harus dipantau, dan
status neurologis harus dipantau.
 Komplikasi dari terapi trombolitik adalah perdarahan sehingga stroke iskemik
dapat menjadi stroke hemoragik. Trombolitik yang sering digunakan di Indonesia
adalag rTPA (recombinate tissue pasminogen activator) yang diberikan secara
intravena. Kontraindikasi relatif pemberian trombolitik yaitu riwayat infark
miokard dalam 3 bulan terakhir seperti cedera kepala, stroke hemoragik dalam 3
bulan terakhir, pasien dengan trombosit rendah, pasien yang mengkonsumsi obat
pengencer darah, operasi besar.
 Pemberian trombolitik dosis awal adalah 0,9 mg/kg berat badan diberikan dalam
waktu 6 menit. 10% persen dosis diberikan bolus (langsung/ dalam waktu singkat)
selama 1 menit. Tekanan darah harus dipantau tiap 15 menit dalam 2 jam pertama.
Intervalnya semakin dilebarkan untuk mengecek terjadi perburukan atau tidak.
 Obat untuk mencegah terjadinya cedera sekunder atau perburukan kondisi pasien
atau terjadinya serangan ulang seperti antikoagulan. Antikoagulan yang banyak
dipake adalah heparin. Diberikan 48 jam setelah onset untuk pencegahan
tromboemboli pada pasien yang memiliki keterbatasan mobilitas dan dihindari
penggunaannya dalam 24 jam pasca fibrinolitik. LMWH lebih efektif dan risiko
trombositopenia lebih kecil dibandingkan dengan UFH. Antiplatelet untuk
pencegahan stroke ulang dengan mencegah terjadinya agregasi platelet. Loading
dose 325mg dan dilanjutkan 75- 100mg/hari dalam rentang 24-48 jam setelah
gejala stroke. Tidak disarankan dalam 24 jam setelah terapi fibrinolitik.
Antihipertensi untuk mencegah stroke berulang. Neuroprotektif (Citicoline,
flunarizine, statin, pentoxxifyline) digunakan untuk menunda terjadinya infark
pada bagian otak yang mengalami penumbra. Citicoline dapat melindungi sel
membran serta stabilisasi membran sehingga dapat mengurangi luas daerah infark.
 Rehabilitasi yaitu dengan melakukan edukasi kepada pasien dan caregiver agar
stroke tidak terulang lagi. Pasien akan mendapatkan terapi antiplatelet yang harus
diminum selama 6 bulan kemudian dievaluasi apakah akan ada kemungkinan
terjadi lagi, jika ada dalam diberikan lagi selama 1 tahun.

Anda mungkin juga menyukai