Anda di halaman 1dari 87

SISTEM DROPSHIPPING DALAM ONLINE SHOP MENURUT HUKUM

ISLAM DAN UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI

ELEKTRONIK NOMOR 19 TAHUN 2016

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Hukum (S.H)

Oleh:

AWWAL FAUZAN NAUVAL


NIM: 1112043100028

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2018 M
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga dan sahabatnya.

Skripsi yang berjudul “Sistem Dropshipping dalam Online Shop Menurut


Hukum Islam dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 19
Tahun 2016” ini merupakan salah satu komponen penting dalam persyaratan
untuk memperoleh gelas sarjana (S1) pada bidang Perbandingan Madzhab,
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.

Dalam penulisan skripsi ini banyak sekali pihak yang terlibat membantu
penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Maka dengan rasa syukur serta
hormat penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
memberikan bantuan, bimbingan, dan pengarahan serta dukungan moril maupun
materil. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si., selaku Ketua Program Studi
Perbandingan Madzhab dan Ibu Siti Hanna, M.A., selaku Sekertaris Prodi
yang telah membantu segala hal sehingga penulis dapat menyelesaikan studi
dengan sebaik-baiknya.
3. Bapak Drs. Ahmad Yani, M.Ag., dan Bapak Dr. Nahrowi, S.H, M.H., selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak bimbingan,
petunjuk, arahan serta nasehat yang berguna bagi penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.
4. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmu
dan pengetahuannya kepada penulis.

v
5. Kedua Orang tua, Bapak Jamhuri dan Ibu Mariyatul Qibtiyah yang selalu
memberikan motivasi dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. Kalian
merupakan motivasi dan semangat terbesar yang penulis miliki, karena tanpa
kalian penulis tidak ada apa-apanya. Kalian mengajarkan banyak hal sehingga
membuat penulis menjadi kuat sampai saat ini. Kalian selalu ada dan
menemani di saat penulis membutuhkan bantuan.
6. Adik-adikku Jihan Fauziah, Adinda Kamila Fajriah, Muhammad Fajar Aulia
Akbar, Muhammad Nurul Falah yang selalu memberikan semangat agar
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Sahabat PERCIK (Persatuan Remaja Cibitung Kaum). Kalian sahabat luar
biasa yang telah memberikan semangat dikala penulis jenuh hingga skripsi ini
selesai. Semangat dan kebersamaan yang selalu kita ukir semoga akan selalu
mengalir sampai akhir.
8. Keluarga Besar PMII KOMFAKSYAHUM yang telah memberikan semangat
dan semua pengalaman yang penulis dapat selama ini.
9. Sahabat-sahabatku, Nizomuddin Khoirul Khitam, Ahmad Nurul Iman, Vhian
Kurniawan, dan Ahmad Rizal Fauzi yang selalu memberikan motivasi untuk
penulis sehingga skripsi ini selesai.
10. Sahabat perjuangan, Abdul Wahid Hasyim, Sayyid Rifai, Muhammad Yunus
(Gobet), Syamazka Zakirni, dan Berlyyana Harinto, terima kasih yang
sedalam-dalamnya atas semua semangat dan motivasinya.
11. Dan semua pihak yang sudah membatu penulis dalam proses pembuatan
skripsi ini yang mungkin tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dan tanpa
mengurangi rasa terima kasih sedikitpun dari penulis.
Tiada cita yang terwujud dengan sendirinya melainkan dengan
pertolongan dari Allah SWT. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis
khususnya dan juga untuk pembaca pada umumnya.

Jakarta,04 Oktober 2018

Penulis

vi
ABSTRAK

Awwal Fauzan Nauval, NIM: 1112043100028, Sistem Dropshipping


Dalam Online Shop Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang Informasi Dan
Transaksi Elektronik Nomor 19 Tahun 2016, Perbandingan Mazhab Fiqih,
Program Studi Perbanding Mazhab, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018/1439 H, x + 69 + 2 halaman
lampiran.
Skripsi ini bertujuan untuk meneliti sistem dropshipping dalam online
shop. Mengenai tinjauan fikihnya dalam hukum Islam dan tinjauan dalam
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 19 Tahun 2016.
Dengan semakin canggihnya teknologi maka masyarakat tidak perlu lagi pergi ke
toko maupun ke pasar untuk mencari barang yang diinginkannya. Dengan
bermodalkan koneksi internet, memesan barang, sampai barang datang ke rumah
konsumen dapat melakukan dengan mudah.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Pengumpulan data
dengan kajian kepustakaan dari berbagai artikel, buku, jurnal dan berita yang
dipandang berkaitan dengan objek penelitian. Dengan metode analisis komparatif,
menganalisa pendapat dari kedua hukum antara hukum Islam dengan hukum
positif tentang sistem dropshipping.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem dropshipping dalam online
shop menurut hukum Islam memiliki kesamaan dengan akad salam, akad
wakalah, maupun akad samsarah. Sistem dropshipping ini termasuk dalam
muamalah yang diperbolehkan. Begitu juga dengan Undang-Undang Informasi
dan Transaksi Elektronik nomor 19 tahun 2016 tidak ada larangan untuk
menggunakan sistem dropshipping.
Persamaan sistem dropshipping dalam hukum Islam dan Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik nomor 19 tahun 2016 adalah syarat yang
sudah terpenuhi, yang melakukan transaksi harus dewasa dan berakal, yang
terkakhir adalah shigat (ucapan), mereka yang bertransaksi harus jelas melafalkan
suatu perjanjian. Perbedaan antra kedua hukum, mengenai regulasi yang mengatur
jual beli online, dan juga perbedaan tindak pidana antara hukum Islam dan
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Kata kunci : Jual beli online, sistem dropshipping, UU ITE, fikih jual beli

Pembimbing : Drs. Ahmad Yani, M,Ag

Dr. Ahmad Nahrowi, S.H., M,H

Daftar Pustaka : Tahun 1984 s.d Tahun 2016

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………….. i


PENGESAHAN PEMBIMBING ……………………………………………... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ………………………………… iii
LEMBAR PERNYATAAN …………………………………………………… iv
KATA PENGANTAR ………………………………………………………… v
ABSTRAK …………………………………………………………………….. vii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….. viii
BAB I PENDAHULUAN

A Latar Belakang Masalah …………………………………… 1


B Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Rumusan Masalah … 5
C Tujuan Penelitian …………………………………………... 6
D Manfaat Penelitian …………………………………………. 6
E Tinjauan Review Kajian Terdahulu ……………………….. 7
F Kerangka Teori …………………………………………….. 9
G Metode Penelitian ………………………………………….. 10
H Sistematika Penulisan ……………………………………… 11

BAB II JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF


A Pengertian dan Dasar Hukum Jual Beli dalam Hukum Islam.. 13
1. Pengertian Jual Beli ………………………………… 13
2. Dasar Hukum Jual Beli ……………………………... 17
B Rukun dan Syarat Jual Beli …………………………………. 18

viii
C Macam-Macam Akad Jual Beli ……...……………………… 20
1. Pengertian Akad ………………………………………….. 20
2. Macam-macam Akad Jual Beli …………………………... 21

D Perjanjian Jual Beli …………………………………………. 32


1. Pengertian Perjanjian ……………………………….. 32
2. Syarat Sah Perjanjian ……………………………….. 33
3. Saat Lahirnya Perjanjian ……………………………. 34
E Perdagangan (E-Commerce) ………………………………... 35
F Pembuktian Elektronik ……………………………………… 36

BAB III E-COMMERCE DAN DROPSHIPPING


A Definisi E-Commerce ....…………………………………..... 38

B Sejarah Singkat Jual Beli Online …………………………… 39


C Macam-Macam E-Commerce ………………………………. 40
D Istilah-istilah E-Commerce …………………………………. 41
E Proses Transaksi dan Karakteristik E-Commerce ………….. 44
F Sistem Dropshipping ………………………………………... 46

BAB IV SISTEM DROPSHIPPING MENURUT HUKUM ISLAM DAN


UNDANG-UNDANG ITE NOMOR 19 TAHUN 2016
A Jual Beli Online dengan Sistem Dropshipping Menurut 52
Hukum Islam ………………………………………………
1. Kajian Akad Salam dalam Transaksi Dropshipping 53
2. Kajian Akad Wakalah dalam Sistem Dropshipping ... 56
3. Kajian Akad Samsarah dalam Sistem Dropshipping . 58

ix
B Jual beli Online dengan Sistem Dropshipping Menurut
Hukum Positif di Indonesia ……………………………..... 60
1. Hubungan Hukum Para Pihak dalam Jual Beli Online
dengan sistem Dropshipping ……………………….. 61
2. Tanggung Jawab Dropshipper dalam Sistem
Dropshipping ……………………………………….. 63
C Persamaan dan Perbedaan Sistem Dropshipping dalam
Hukum Islam dan Hukum Positif ………………………... 65
1. Persamaan Sistem Dropshipping dalam Hukum
Islam dan Hukum Positif …………………………… 65
2. Perbedaan Sistem Dropshipping dalam Hukum Islam
dan Hukum Positif …………………………………. 66

BAB V PENUTUP

A Kesimpulan …………………………………………………. 68
B Rekomendasi ………………………………………………... 69

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….........

LAMPIRAN…………………………………………………………………….

x
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebutuhan manusia sebagai makhluk hidup sangatlah penting untuk


mempertahankan kehidupannya, terutama kebutuhan primer. Adapun
kebutuhan manusia itu terbagi menjadi (3) tiga. Kebutuhan primer adalah
kebutuhan yang utama bagi manusia setiap harinya seperti, baju, makanan,
dan rumah atau tempat tinggal. Adapun kebutuhan sekunder dipenuhi setelah
kebutuhan primer terpenuhi, agar kehidupan manusia berjalan dengan baik.
Contohnya, peralatan rumah tangga, meja, kursi, buku, alat tulis, dan lain
sebagainya. Dan yang terakhir adalah kebutuhan tersier, kebutuhan yang
bertuju pada kemewahan, yang mana kebutuhan tersier dipenuhi setelah
kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder terpenuhi seperti, mobil, berwisata
ke luar negeri, pulau pribadi, helikopter pribadi, dan lain sebaginya. 1

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, manusia menempuh berbagai


cara dari cara mudah maupun cara yang sulit. Kebutuhan tersebut, tergantung
manusia itu sendiri yang memilihnya antara cara yang mudah dan cara yang
sulit.

Seiring perkembangan zaman manusia memenuhi kebutuhannya lebih


banyak dengan cara yang mudah dan simpel. Diantaranya melalui jual beli
online, yang mana transaksi jual beli online sekarang menjadi prioritas bagi
meraka yang malas berpergian ke mal, minimarket, dan bahkan ke pasar
untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam proses bisnis atau jual beli,
kepercayaan merupakan kunci utama dalam segala bentuk bisnis baik dalam
lingkungan online maupun offline. Di dunia offline kepercayaan dibangun
dengan saling mengenal secara baik, ada proses ijab dan qabul, ada materai,
ada perjanjian dan lain-lain. Dalam dunia online demikian pula, harmonisasi

1
Artikelsiana, “Pengertian dan Macam-Macam Kebutuhan serta Contohnya”, diakses pada
16 Januari 2017 dari http://www.artikelsiana.com/2015/01/pengertian-macam-macam-kebutuhan-
contoh.html?m=1.

1
2

antara aspek norma, nilai dan etika dipadukan dengan mekanisme-mekanisme


pembangunan kepercayaan secara total dalam proses keseluruhan.2

Arti berdagang atau berjual beli dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
Online adalah “persetujuan saling mengikat antara penjual, yakni pihak yang
menyerahkan barang, dan pembeli sebagai pihak yang membayar harga
barang yang dijual”.3 Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai’ yang
berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Lafal al-bai’ dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian
lawannya, yakni kata asy-syira’ (beli). Dengan demikian, kata al-bai’ berarti
jual, tetapi sekaligus juga berarti beli.4

Melakukan jual beli tentu tidak bisa dilakukan dengan asal, ada
aturan yang mengikatnya, apalagi jual beli dikaitkan dengan agama, karena
dalam jual beli terdapat dua pihak yang salah satunya tidak boleh merasa
dirugikan, jika ada yang merasa dirugikan maka jual beli tersebut dinyatakan
batal dalam hukum.

Menurut Hendi Suhendi dalam bukunya Fiqh Muamalah, istilah


(terminologi) yang dimaksud dengan jual beli adalah “menukar barang
dengan barang ataubarang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik
dari yang satu kepada yang lain atas dasar merelakan”.5

Berdasarkan definisi diatas, maka pada intinya jual beli itu adalah
tukar menukar barang. Hal ini telah dipraktikkan oleh masyarakat primitif
ketika uang belum digunakan sebagai alat tukar-menukar barang, yaitu
dengan sistem barter ini yang dalam terminologi fiqh disebut dengan bai’ al-
muqayyadah. Meskipun jual beli dengan sistem barter telah ditinggalkan,
diganti dengan sistem mata uang, tetapi terkadang esensi jual beli itu masih
berlaku, sekalipun untuk menentukan jumlah barang yang ditukar tetapi

2
Muhammad, Etika Bisnis Islam, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004), h. 224.
3
Kamus Besar Bahasa Indonesia versi Online, diakses pada 16 Januari 2017 dari
http://kbbi.web.id/internet.
4
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 111.
5
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 67.
3

diperhitungkan dengan nilai mata uang tertentu, misalnya, Indonesia membeli


spare part kendaraan ke Jepang, maka barang yang diimpor itu dibayar. 6

Ketika dunia semakin luas, kebutuhan semakin meningkat, dan ilmu


pengetahuan pun semakin berkembang, manusia menciptakan sebuah
teknologi untuk mempermudah pekerjaan. Salah satunya adalah internet,
yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Online berarti “jaringan
komunikasi elektronik yang menghubungkan jaringan komputer dan
fasilitas komputer yang terorganisasi di seluruh dunia melalui telepon atau
satelit”.7 Jadi jaringan internet ini sangat luas, mencangkup seluruh dunia.

Internet memudahkan segala pekerjaan manusia, khususnya


berkomunikasi jarak jauh dan berniaga. Melalui internet, para pemakai
dapat berhemat karena komunikasi interlokal dan internasional dihitung
dengan biaya lokal. Efisiensi biaya dapat pula diukur melalui waktu yang
digunakan untuk distribusi data dan informasi. Waktu distribusi dapat
dipersingkat hanya dalam hitungan detik atau menit. Karena sifat-sifat
internet yang demikian, para ahli bisnis berminat mengeksplorasi internet
menjadi sarana bisnis, khususnya dalam penanganan transaksi bisnis jarak
jauh.8

Internet memberikan berbagai fasilitas bagi penggunanya, salah


satunya adalah fasilitas untuk berbisnis online. Bagi pembisnis online
internet merupakan tempat untuk mencari keuntungan berupa materi.
Caranya dengan memaksimalkan fasilitas online tersebut dengan cara
membuka lahan bisnis online.

Dalam era teknologi seperti saat ini. Mungkin hampir semua orang
pernah merasakan pengalaman berbelanja online. Dunia ini sedang
mengalami suatu perkembangan teknologi yang dinamis. Jika kita

6
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013), h. 101.
7
Kamus Besar Bahasa Indonesia versi Online, diakses pada 16 Januari 2017 dari
http://kbbi.web.id/internet.
8
Budi Sutedjo Dharma Oetomo, dkk, Pengantar Teknologi Informasi Internet: Konsep dan
Aplikasi, (Yogyakarta: ANDI, 2007), h. 1.
4

menganalisis efek dari e-commerce, dapat dikatakan bahwa e-commerce


telah digunakan di seluruh area bisnis. Penggunaan internet oleh ahli bisnis
semakin meningkat dari hari ke hari. Internet telah menghasilkan ratusan
miliar perdagangan barang dan jasa secara online di seluruh dunia.9

Salah satu sistem online shopping yang sedang tren di Indonesia


adalah sistem dropshipping. Menjalankan bisnis online dengan sistem ini
tidak memerlukan modal sama sekali, karena penjual (dropshipper) tidak
menyediakan stok barang. Penjual hanya menawarkan informasi berupa foto
atau lainnya kepada konsumen, jika konsumen tertarik untuk membeli,
barang akan dikirim langsung dari pihak supplier atau distributornya. Meski
tidak menyediakan stok barang, konsumen yang membeli akan membayar
kepada dropshipper terlebih dahulu. Selanjutnya pembayaran tersebut akan
dilanjutkan kepada supplier yang memiliki produk dengan harga yang sudah
disepakati.10

Sistem jual beli ini mendapat banyak respon dari masyrakat, baik yang
setuju maupun yang tidak setuju, mereka punya alasan tersendiri tentang
hukum sistem jual beli ini. Kepemilikan barang yang diperjualbelikan harus
termasuk dalam barang yang dimiliki secara sempurna. Kepemilikan yang
sempurna adalah hak milik terhadap zat sesuatu (bendanya) dan manfaatnya
bersama-sama, sehingga dengan demikian semua hak-hak yang diakui oleh
syara’ tetap ada di tangan pemilik.11 Jadi kalau barangnya tidak dimiliki
secara sempurna maka barang tersebut tidak dapat dijual belikan.

Dalam prakteknya, ketika konsumen bertanya kepada dropshipper


mengenai informasi produk di luar dari yang sudah disebutkan, misalnya
disebutkan bahwa produk adalah baju gamis berbahan spandek, dan
konsumen bertanya macam apa spandeknya, dropshipper tidak mengetahui

9
Mohd Ma’sum Billah, Applied Islmaic E-Commerce: Law and Practice, (Selangor:
Thomson Sweet & Maxwell Asia, 2008), h. 57.
10
Info Peluang Usaha, “Arti Sistem Dropship dan Reseller di Bisnis Online Shop”, diakses
pada 16 Januari 2017 dari https://infopeluangusaha.org/arti-sistem-dropship-dan-reseller-di-bisnis-
online-shop/
11
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 72.
5

informasi lengkap karena tidak menyediakan stok barang. Begitu juga


supplier kurang mengetahui deskripsi lengkap tentang produk sebelum dia
mengambil barang dari produsen. Dalam hal ini informasi produk menjadi
kurang jelas karena para pihak penjual (supplier dan dropshipper) menjual
barang yang tidak ada dalam kuasanya sehingga timbul ketidakpuasan
konsumen.

Dari latar belakang tersebut. Penulis tertarik untuk membahas tentang


hukum Islam dan hukum positif yang meninjau sistem dropshipping dalam
sebuah penelitian berupa skripsi yang berjudul “Sistem Dropshipping
Dalam Online Shop Menurut Hukum Islam dan Undang-undang Informasi
dan Transaksi Elektronik Nomor 19 Tahun 2016”.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah


1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas maka


identifikasi masalahnya sebagai berikut:

a. Apa yang dimaksud dengan transaksi jual beli?


b. Sejak kapan dimulainya transaksi jual beli?
c. Bagaimana Islam memandang tentang jual beli?
d. Apa yang dimaksud dengan e-commerce atau jual beli online?
f. Bagaimana transaksi jual beli dalam e-commerce?
g. Bagaimana Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik nomor 19
tahun 2016 mengatur tentang transaksi jual beli online?
h. Bagaimana Islam memandang sistem dropshipping?

2. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang penulis kemukakan di atas,


agar penulisan skripsi ini lebih terarah dan menghindari kemungkinan
pembahasan yang menyimpang dari pokok permasalahan yang diteliti,
6

serta sesuai dengan pokok permasalahan yang dibahas dan identifikasi


masalah yang telah disebutkan, maka skripsi ini dibatasi hanya membahas
tentang sistem dropshipping dalam jual beli online menurut hukum Islam
dan UU ITE nomor 19 tahun 2016.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada batasan masalah di atas dan dalam rangka


mempermudah penulis dalam menganalisa permasalahan, penulis
menyusun suatu rumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana pandangan hukum Islam dan hukum positif terhadap


penggunaan sistem dropshipping dalam jual beli online?
b. Bagaimana persamaan dan perbedaan sistem dropshipping dalam
hukum Islam dan hukum positif?

C. Tujuan Penelitian

Dalam penulisan ini, ada beberapa tujuan dan manfaat yang hendak
dicapai oleh penulis,dan tujuan yang dimaksud adalah:

1. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap penggunaan sistem


dropshipping dalam jual beli online.
2. Untuk mengetahui pandangan Undang-Undang ITE nomor 19 tahun 2016
tentang sistem dropshipping dalam jual beli online.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat atau kegunaan penelitian ini adalah:

1. Secara akademis, menambah pengetahuan dan memberikan kontribusi


tentang jual beli online dalam Islam dan hukum positif.
2. Secara praktis, menghasilkan informasi sebagai bahan rujukan dan saran
bagi semua pihak dalam memahami dan menjalankan bisnis online
melalui sistem dropshipping.
7

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

No. Judul/Penyusun/Tahun Substansi Perbedaan Dengan


Penulis

1. “Jual Beli Online Skripsi ini menjelaskan Perbedaan mendasar


Dengan Menggunakan jual beli online dengan dengan skripsi yang
Sistem Dropshipping menggunakan sistem penulis kaji terdapat
Menurut Sudut Pandang dropshipping hanya pada pembahasannya.
Akad Jual Beli Islam sebatas pada hukum Penulis tidak hanya
(Studi Kasus Pada Islam, tidak membahas menjabarkan tentang
Forum Kaskus)” Putra menurut hukum positif, jual beli online
Kalbu Adi, 2015 dan hanya fokus pada dengan sistem
Fakultas Syariah dan studi kasus forum dropshippin
Hukum, Universitas Kaskus. gmenurut hukum
Islam Negeri Syarif Islam saja, akan
Hidayatullah Jakarta. tetapi penulis juga
menjabarkan hukum
positif dengan
merujuk pada UU
ITE nomor 19 tahun
2016.
8

2. “Transaksi Dalam karya ilmiah ini, Perbedaan dengan


Dropshipping Dalam Rudiana menguraikan yang penulis kaji
Prespektif Ekonomi hukum sistem terdapat pada hukum
Syari’ah” Rudiana 2015 dropshipping dalam positif, yang mana
Fakultas Syariah dan jual beli online menurut Rudiana hanya
Ekonomi Isam, Institut ekonomi syari’ah. menjabarkan
Agama Islam Negeri Penulis juga bagaimana sistem
Syekh Nurjati Cirebon. menjelaskan sistem dropshipping itu
dropshipping dengan dalam hukum Islam.
menggunakan bai’ as-
salam dalam Islam,
yang menurutnya
sistem dropshipping ini
tidak sejalan dengan
bai’ as-salam karena
tidak terpenuhinya
syarat penjual bai’ as-
salam oleh dropship,
yaitu kekuasaan
terhadap barang untuk
dijual, dan bertindak
tidak jujur atas label
pengiriman barang yang
seolah-olah dropship
adalah pemilik dan
pengirim barang yang
sesungguhnya.
9

F. Kerangka Teori

Dengan mengetahui bahwa sitem dropshipping dalam jual beli online


merupakan masalah dalam jual beli masa kini, maka hal ini menjadi perhatian
untuk meneliti tentang sistem dropshipping dalam pandangan hukum Islam
maupun hukum konvensional.

Kerangka berpikir akan digambarkan dalam diagram di bawah ini:


SISTEM DROPSHIPPING DALAM ONLINE
SHOP MENURUT HUKUM ISLAM DAN
UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN
TRANSAKSI ELEKTRONIK NOMOR 19 TAHUN
2016

Jual beli dalam Islam Pandangan umum jual beli

Sejarah, macam-macam,
Dasar hukum, syarat-syarat,
istilah-istilah, krakteristik
rukun-rukun, dan macam-
jual beli online
macam akad

Sistem dropshipping

Pandangan hukum Islam


tentang sistem
Pandangan UU ITE no. 19 tahun
dropshipping dalam jual
2016 tentang sistem dropshipping
beli online
dalam jual beli online

Analisis

Kesimpulan hukum
10

G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan riset pustaka (library research)


pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif-yuridis.
Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada
penelitian hukum jenis ini, acap kali hukum dikonsepkan sebagai apa
yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum
dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan
berperilaku manusia yang dianggap pantas.12

2. Pendekatan Masalah

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah


pendekatan perundang-undangan atau normatif-yuridis (metode penelitian
hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder
belaka), yang mengkaji masalah sistem dropshipping yang berdasarkan
pada aturan-aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini
adalah hukum Islam dan juga berdasarkan hukum positif.

3. Sumber Data

Pada penelitian ini, data yang digunakan berupa data bahan hukum
primer dan data bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer adalah
bahan hukum yang utama berupa perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang meliputi
buku-buku, jurnal hukum dan artikel hukum yang berasal dari media
cetak maupun media elektronik.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan faktual, teknik


pengumpulan data yang dilakukan dengan studi kepustakaan dengan data-
data kualitatif. Yakni dengan mencari bahan-bahan (referensi) yang

12
Amiruddin, dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004, Cet. Pertama), h. 118.
11

terkait serta mempunyai relevansi dengan penelitian. Adapun teknik


pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah dokumentasi, yaitu
bahan-bahan yang telah tersusun baik berupa buku maupun jurnal yang
memiliki kaitan dengan pembahasan judul.

5. Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis komparatif, yaitu


menganalisa pendapat dari kedua hukum antara hukum Islam dengan
hukum positif tentang sistem dropshipping. Kemudian membandingkan
antara keduanya sehingga dapat menemukan persamaan dan perbedaan
untuk dijadikan kesimpulan yang akurat13.

6. Teknis Penulisan Skripsi

Penulisan skripsi ini berpedoman pada “Buku Pedoman Penulisan


Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh FSH UIN Jakarta tahun 2017.”

H. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam penulisan skripsi ini, penulis membuat


sistematika penulisan dengan membagi kepada lima (5) bab, tiap-tiap bab
terdiri dari sub-sub bab dengan rincian sebagai berikut:

BAB I: Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi


masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat peneltian,
review terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II: Bab ini merupakan suatu gerbang untuk pembaca dalam memahami
konsep dasar jual beli dalam Islam termasuk di dalamnya syarat jual beli,
rukun, dan akadnya.

BAB III: Menerangkan konsep-konsep dari jual beli online dan sistem
dropshipping termasuk di dalamnya sejarah singkat tentang transaksi jual beli
online dan jenis-jenisnya.
13
Suharsmi, Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta, Ady
Mahasatya, 2015), h. 236.
12

BAB IV: Menguraikan kajian hukum Islam dan UU ITE nomor 19 tahun
2016 tentang jual beli online yang menggunakan sistem dropshipping.

BAB V: Berisi kesimpulan yang berupa pernyataan singkat dari hasil


penelitian, dan saran sebagai rekomendasi bagi banyak pihak.
13
BAB II

JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

A. Pengertian dan Dasar Hukum Jual Beli dalam Islam


1. Pengertian Jual Beli
Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-ba‟i, at-
tijarah dan al-mubadalah.1 Dalam buku yang lain, kata jual beli
mengandung satu pengertian, yang berasal dari bahasa Arab, yaitu kata
ba‟i yang jamaknya adalah buyu‟i dan konjungsinya adalah ba‟a-yabi‟u-
bai‟an yang berarti menjual.2
Dr. Wahbah al-Zuhaili dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu
menerangkan:
3
َ‫ًء‬
َ َ‫َيَقاتََه َحَشًََءََتش‬:
َ َ‫اََنثٍََغَََن َغ َح‬

Artinya: Jual beli menurut bahasa adalah menghadapkan sesuatu


dengan sesuatu yang lain.

Adapun di dalam kitab Fathul Mu‟in yang dikarang oleh al-


Allamah Zaynuddin al-Malibari:
4
َ‫جََّ َيخَصََٕص‬
َ ًَٔ
َ ‫الَػََه‬
َ ًَ‫َيَقَ َاتَه َحَ َيالَََت‬:َ‫شَشَػَا‬

Adapun definisi al-bai‟ secara terminologi (istilah) diungkapkan


oleh para ulama sebagaimana berikut:

a. Hanafiyah
َّ ‫يثادنحَشئَيشغٕبََفٍَََّتًَصه‬
Saling tukar-menukar sesuatu yang disenangi dengan yang
semisalnya.
ََ‫ذًَََهٍَكََ َيالَََتًقاتمََيالَػهًَٔجَّيخصٕص‬

1
Hendi Suhendi, Fiqhh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 67.
2
A.W. Munawir, Kamus al-Munawwir Arab – Indonesia, (Yogyakarta, Pustaka
Progresif, 1984), h. 135.
3
Wahbah al-Zuhaili, Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, juz 4 (Damaskus: Darul Fikr, 1985),
h. 344.
4
Ahmad Zaynuddin al-Malibari, Fathul Mu‟in, (Bairut: Dar Ibn Hazm, 2004), h. 316.

13
14

Kepemilikan harta dengan cara tukar-menukar dengan


harta lainnya pada jalan yang telah ditentukan.
b. Malikiyah
‫ػقذَيؼأظ َحَػهًََغٍ َشَيُاف َغ‬
Akad saling tukar menukar terhadap selain manfaat.
ََ‫غٍَش‬
َ ََّ ٍََ‫غ َحََأحَذََػََٕظ‬
َ ٌ‫ػقذَيؼأظحَػهًَغٍشَيُافغَََٔلَيصؼحَنزجَرَََٔيَ َك َا‬
ٍٍََ‫ةَََٔلََفَعَ َحَيَ َؼٍٍَََغٍََشََانؼ‬
َ َْ َ‫ر‬
Akad saling tukar-menukar terhadap bukan manfaat, bukan
termasuk senang-senang, adanya saling tawar-menawar, salah satu
yang dipertukarkan itu bukan termasuk emas dan perak, bendanya
tertentu dan bukan dalam bentuk zat benda.5
c. Syafi‟iyah memberikan definisi jual beli sebagai berikut.
َ‫كَػٍٍَََََأََٔ َيََُفؼَ َح‬
َ َ‫َػقذٌَصعًٍَيقاتهحَيالَتًالَتششغَّاَذًََلعرفادجََ َيه‬:َ‫ٔششػا‬
‫يَؤَتَذَج‬
Jual beli menurut syara‟ adalah suatu akad yang mengandung
tuka-menukar harta dengan harta dengan syarat yang akan diuraikan
nanti untuk memperoleh kepemilikan atas benda atau manfaat untuk
waktu selamanya.
d. Hanabilah memberikan definisi jual beli sebagai berikut.
ًَ‫يؼًَُانثٍغَفًَانششعَيثادنحَيالَتًالَأٔيثادنحَيُفؼحَيثاححَتًُفؼحَيثاححَػه‬
َ‫انرأتٍذَغٍشَستاَأٔقشض‬
Pengertian jual beli menurut syara‟ adalah tukar menukar harta
dengan harta, atau tukar-menukar manfaat mubah dengan manfaat
yang mubah untuk waktu selamanya, bukan riba dan bukan utang. 6

Allah berfirman dalam QS. Al-Nisa‟ 4/29:

ٍَ‫ٌاَأٌُّٓاَانزٌٍَآيُٕاََلَذأكهٕاَأيٕانكىَتٍُكىَتانثاغمَإَلَأٌَذكٌَٕذجاسجَػ‬
‫ذشاضَيُكىَََۚٔلَذقرهٕاَأَفغكىََۚإٌََّللاَكاٌَتكىَسحًٍا‬
5
Hidayat Enang, Fiqih Jual Beli, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2015), h. 11.
6
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta, AMZAH 2013), h. 176.
15

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling


memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di
antara kalian. Dan janganlah kalian membunuh diri kalian,
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian.”

Berdasarkan ayat tersebut, yang menjadi kriteria suatu transaksi


yamg sah adalah adanya unsur suka sama suka (‫)اٌ َذشاض‬. Secara garis
besar, bentuk-bentuk transaksi dalam muamlah Islam terbagi dua, yaitu:
(1) terjadi dengan sendirinya (ij‟bari), dan (2) peralihan secara ikhtiyari
(terjadi atas kehendak salah satu atau dua belah pihak).7

Dalam Pasal 1457 KUHPerdata diuraikan bahwasanya yang


dimaksud jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang
lain untuk membayar harga yang dijanjikan.8

Definisi ini terkandung arti bahwa cara khusus yang dimaksudkan


oleh ulama Hanafiyah adalah melalui ijab (ungkapan membeli dari
pembeli) dan qabul (pernyataan menjual dari penjual), atau juga boleh
melalui saling memberikan barang dan harga dari penjual dan pembeli.
Akan tetapi harta yang diperjualbelikan haruslah yang bermanfaat bagi
manusia. Apabila jenis-jenis barang seperti itu tetap diperjualbelikan,
menurut ulama Hanafiyah, jual belinya tidak sah.9

Definisi lain dikemukakan oleh ulama Malikiyah, Syafi‟iyah, dan


Hanabilah menurut mereka jual beli adalah:

‫أَََذًَهَُّ َكا‬
َ َ‫ادَن َحَتَانَ ًَالَََذًََهٍَك‬
َ َ‫يَث‬

7
Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer, (Jakarta: PT. Raja Grafindo -
Persada, 2008), h. 380.
8
Wahyu Kuncoro, Risiko Transaksi Jual Beli Properti, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2015,
Cet. Pertama), h. 8.
9
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 111.
16

Artinya: “Pertukaran harta dengan harta dalam bentuk pemindahan


hak milik dan pemilikan”.10

Jual beli menurut ulama Malikiyah ada dua macam, yaitu jual beli
yang bersifat umum dan jual beli yang bersifat khusus, jual beli umum
ialah suatu perikatan tukar menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan
kenikmatan, tukar menukar yaitu satu pihak menyerahkan ganti penukaran
atas sesuatu yang ditukarkan oleh pihak lain. Sesuatu yang bukan manfaat
itu ialah bahwa benda yang ditukarkan adalah dzat (berbentuk), ia
berfungsi sebagai objek penjualan, jadi bukan manfaatnya atau hasilnya.

Jual beli arti khusus ialah ikatan tukar menukar sesuatu yang bukan
kemanfaatan dan bukan kelezatan yang mempunyai daya tarik,
penukarannya bukan emas dan bukan pula perak, bendanya dapat direalisir
da nada seketika, tidak merupakan hutang baik barang itu ada di hadapan
si pembeli maupun tidak, barang yang sudah diketahui sifat-sifatnya atau
sudah diketahui terlebih dahulu.11

Beberapa definisi di atas dapat diketahui bahwa secara garis besar


jual beli adalah tukar menukar atau peralihan kepemilikan dengan cara
pergantian menurut bentuk yang diperbolehkan oleh syara‟12atau
menukarkan barang dengan barang atau barang dengan uang, dengan jalan
melepaskan hak milik dari seseorang terhadap orang lainnya atas kerelaan
kedua belah pihak.13Barang tersebut dipertukarkan dengan alat ganti yang
dapat dibenarkan.Adapun yang dimaksud dengan ganti yang dapat
dibenarkan di sini milik atau harta tersebut dipertukarkan dengan alat
pembayaran yang sah, dan diakui keadaannya, misalnya mata uang rupiah
dan mata uang lainnya.14

10
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, h. 112.
11
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, h. 67-69.
12
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 193.
13
Ibnu Mas‟ud dan Zainal Abidin, Fiqih Madzhab Syafi‟i, (Bandung: Pustaka Setia,
2007), h. 22.
14
Suhwardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafida, 2000, Cet.
Pertama), h. 129.
17

Dalam tukar menukar barang tersebut nilai barang yang ditukarkan


harus seimbang, disertai akad yang mengarah pada pemilihan hak milik
terhadap masing-masing harta itu dengan asas saling ridho sesuai dengan
aturan dan ketentuan hukum.

2. Dasar Hukum Jual Beli


Jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama manusia
mempunyai landasan yang amat kuat dalam Islam. 15Jual beli disyariatkan
berdasarkan Al-Qur‟an, As-Sunnah, dan Ijma‟.Dilihat dari aspek hukum
jual beli hukumnya mubah kecuali jual beli yang dilarang oleh syara‟.
Terdapat beberapa ayat Al-Qur‟an yang menerangkan tentang jual beli, di
antaranya:
a. Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 275:
ََ‫انزٌٌٍَأكهٌَٕانشِّتاََلٌَقٕيٌَٕإَلَكًاٌَقٕوَانزيٌَرخثطَّانشٍطاٌَيٍَانًظِّ َ ََٰۚرنَك‬
َ‫تأَٓىَقانٕاَإًَاَانثٍغَيصمَانشِّتاََۗٔأحمََّللاَانثٍغَٔحشوَانشِّتاََۚفًٍَجاءَِيَٕػظح‬
َٰ ‫يٍَستَِّّفاَرٓىَٰ َفهَّياَعهفَٔأيشَِإنىََّللاََؤَيٍَػادَفأ‬
َ‫ٔنككَأحاابَانُاسَوَْى‬
ٌَٔ‫فٍٓاَخانذ‬

Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat


berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan
syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba),
maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya.”
15
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat),ed. I,
(Jakarta: 2003, Cet. Pertama), h. 113.
18

Selain itu ada juga hadits Nabi yang menerangkan jual beli, yaitu:

Hadis yang diriwayatkan oleh Rifa‟ah ibn Rafi‟:

َِ‫َػًمَانشجمَتٍذ‬:َ‫يَانكغةَأغٍة؟َفقال‬
ُّ ‫َأ‬:َ‫عكمَانُثًَحهًََّللاَػهٍَّٔعهى‬
َ)‫َ(سٔاَِاتضاسَٔانااكى‬.‫ٔك ُّمَتٍغَيثشٔس‬

Artinya: “Rasulullah saw. ditanya oleh salah seorang sahabat


mengenai pekerjaan (profesi) apa yang paling baik. Rasulullah
saw. menjawab: Usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual beli
yang diberkati” (HR. Al-Bazzar dan Al-Hakim).

Artinya jual beli yang jujur, tanpa diiringi kecurangan-kecurangan,


mendapat berkat dari Allah.16

B. Rukun dan Syarat Jual Beli


Dalam menetapkan rukun jual-beli, para ulama berbeda pendapat.
Menurut ulama Hanafiyah, rukun jual beli hanya ada dua, ijab dan qabul,
yang dilakukan dengan prinsip adanya kerelaan dari kedua belah pihak untuk
saling menukar kepemilikan, baik berupa ucapan maupun perbuatan.17
Sedangkan menurut mayoritas ulama, rukun akad terdiri atas: a. shighat
(pernyataan ijab dan qabul), b. „aqidan (dua pihak yang melakukan akad),
dan c. ma‟qud „alaih (obyek akad).18

16
Abdul Rahman Ghazaly dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta: KENCANA: 2012), h. 69.
17
Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada Lembaga
Keuangan Syariah, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011 cet.
Pertama), h. 68.
18
Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005, cet. Pertama), h.
64.
19

Adapun syarat-syarat jual beli adalah sebagai berikut:


1. Syarat orang yang berakad
Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa orang yang melakukan
akad jual beli itu harus memenuhi syarat:
a. Berakal. Oleh sebab itu, jual beli yang dilakukan anak kecil yang belum
berakal dan orang gila, hukumnya tidak sah. Adapun anak kecil yang
sudah mumayyiz, menurut ulama Hanafiyah, apabila akad yang
dilakukannya membawa keuntungan bagi dirinya, seperti menerima
hibah, wasiat, dan sedekah, maka akadnya sah. Sebaliknya, apabila
akad itu membawa kerugian bagi dirinya, seperti meminjamkan
hartanya kepada orang lain, mewakafkan, atau menghibahkannya, maka
tindakan hukumnya ini tidak boleh dilaksanakan. Apabila transaksi
yang dilakukan anak kecil yang telah mumayyiz mengandung manfaat
dan mudharat sekaligus, seperti jual beli, sewa menyewa, dan
perserikatan dagang, maka transaksi ini hukumnya sah, jika walinya
mengizinkan.
b. Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda, artinya,
seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai
penjual, sekaligus pembeli. Misalnya, Ahmad menjual sekaligus
membeli barangnya sendiri. Jual beli seperti ini tidak sah.19
2. Syarat Akad (Ijab dan Qabul)

Syarat yang sangat penting adalah bahwa qabul harus sesuai


dengan ijab, dalam arti pembeli menerima apa yang di-ijab-kan
(dinyatakan) oleh penjual. Apabila terdapat perbedaan antara qabul dan
ijab, misalnya pembeli menerima barang yang tidak sesuai dengan yang
dinyatakan oleh penjual, maka akad jual beli tidak sah. Begitu dengan
syarat yang berkaitan dengan tempat akad adalah ijab dan qabul harus

19
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, h. 115-116.
20

terjadi dalam satu majelis.Apabila ijab dan qabul berbeda majelisnya,


maka akad jual beli tidak sah.20

3. Syarat Ma‟qud „Alaih (Objek Akad)


a. Harta yang menjadi objek transaksi telah dimiliki sebelumnya oleh
kedua belah pihak. Maka, tidak sah jual beli barang yang belum
dimiliki tanpa seizin pemiliknya. Hal ini berdasarkan Hadis Nabi SAW
Riwayat Abu Daud dan Tirmidzi, sebagai berikut: “Janganlah engkau
jual barang yang bukan milikmu.”21
b. Barang yang dijual merupakan benda yang bernilai atau bermanfaat.22
c. Barang yang dijual harus maujud (ada). Oleh karena itu, tidak sah jual
beli barang yang tidak ada (ma‟dum) atau yang dikhawatirkan tidak
ada. Seperti jual beli anak unta yang masih dalam kandungan, atau jual
beli buah-buahan yang belum tampak.23

C. Macam-Macam Akad Jual Beli


1. Pengertian Akad
Akad berasal dari bahasa Arab yaitu al-aqd yang secara bahasa
berarti perjanjian, perikatan, dan permufakata (al-ittifaq). Dalam kaidah
fikih, akad didefinisikan dengan pertalian ijab (pernyataan melakukan
ikatan) dan kabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan
kehendak syariat yang berpengaruh kepada objek perikatan.24
Secara terminologi pengertian akad, ada beberapa pendapat yang
dianataranya adalah Wahbah al-Zuhayli dalam kitabnya al-Fiqh Al-
Islami wa Adillatuh yang dikutip oleh Dimyauddin Djuwaini bahwa akad
adalah hubungan/keterkaitan antara ijab dan qabul atau dikursus yang

20
A. Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Ikrar Mandiriabadi, 2013, cet. Kedua), h.
189.
21
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group, cet. Kedua), h. 104.
22
Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada Lembaga
Keungan Syariah, h. 69.
23
A. Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, h. 189.
24
Abdul Rahman Ghazaly dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 50.
21

dibenarkan oleh syara‟ dan memiliki implikasi hukum tertentu.25


Sedangkan menurut Hasbi Ash-Shiddieqy bahwa akad adalah perikatan
antara ijab dengan qabul yang dibenarkan syara‟ yang menetapkan
keridaan kedua belah pihak.26
Berdasarkan definisi di atas bahwasanya akad adalah sebuah
perbuatan yang sengaja dibuat dua orang atau lebih berdasarkan kerelaan
antara keduanya yang melakukan akad dan memliki hukum bagi mereka
yang berakad.
2. Macam-Macam Akad Jual Beli
Akad tijarah adalah segala macam perjanjian yang menyangkut for
profit transaction. Akad ini bertujuan untuk mencari keuntungan, kerena
itu bersifat komersil. Contoh akad tijarah adalah akad-akad investasi, jual
beli, dan sewa-menyewa. Yang termasuk akad tijari yaitu, murabahah,
salam, istishna, ijarah, dan musyarakah.27
a. Murabahah

Murabahah adalah istilah Fikih Islam yang berarti suatu


bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan
barang, meliputi harga barang dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan
untuk memperoleh barang tersebut, dan tingkat keuntungan (margin)
yang diinginkan.28

Dasar hukum murabahah. Allah swt berfirman daam Al-


Qur‟an:

‫ٔأحمََّللاَانثٍغَٔحشوَانشِّتا‬

Artinya: “dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan


riba” (QS. Al-Baqarah: 275

25
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar:
2010), h. 48.
26
T.M Hasby Ash-Shieddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, (Jakarta: Bulan Bintang,
1984), h. 21.
27
Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2004), h. 70.
28
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), h. 81-82.
22

Adapun dari hadist tentang murabahah adalah sebagai berikut:

َ‫َانثٍغَانًَاجم‬:َ‫َشَلزَفٍٍَٓانثشكح‬:َ‫أٌَانُثًَحهًََّّللاَػهٍَّٔعهىَقال‬
)ّ‫ٔانًقاسظحََٔخهػَانثشَتانشؼٍشََنََهثٍََدَََلَََنَهثٍََ َغَ(سٔاَِاتٍَياج‬

Artinya: “Rasalullah Saw, bersabda: Tiga hal yang di dalamnya


terdapat barakah; jual beli yang memberi tempo, peminjaman, dan
campuran gandum dengan jelai untuk dikonsumsi orang-orang
rumah bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah)

b. Bai’ As-Salam

Jual beli salam dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan


dengan jual beli pesanan. Secara terminologis, para ulama fiqh
mendefinisikannya dengan: “Menjual suatu barang yang
penyerahannya ditunda, atau menjual suatu barang yang ciri-cirinya
jelas dengan pembayaran modal lebih awal, sedangkan barangnya
diserahkan di kemudia hari”.29

Untuk zaman modern jual beli pesanan atau as-salam lebih


terlihat dalam pembeliaan alat-alat furniture, seperti kursi tamu,
tempat tidur, lemari pakaian, dan lemari dapur. Barang seperti ini,
biasanya dipesan sesuai dengan selera konsumen dan kebutuhan
konsumen. Oleh sebab itu, dalam jual beli pesanan, hal ini boleh
dilakukan dengan syarat harga barang-barang itu dibayar terlebih
dahulu.

1. Dasar Hukum

Jual beli pesanan atau as-salam ini disyari‟atkan dalam


Islam berdasarkan firman Allah surat al-Baqarah, 2:282 berbunyi:

َِٕ‫ٌَاأٌُّٓاَانزٌٍَآيُٕاَإراَذذاٌُرىَتذٌٍَإن َٰىَأجمَيغ ًّىَفاكرث‬

29
Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 110.
23

Artinya: Wahai orang yang beriman apabila kamu bermuamalah


tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya.
Ibnu Abbas, sahabat Rasulullah saw., menyatakan bahwa
ayat ini mengandung hukum jual beli pesanan yang ketentuan
waktunya harus jelas.30 Alasan lainnya adalah sabda Rasulullah
SAW yang berbunyi:
َ‫يٍَأعهفَفًَشئَفهٍغهفَفًَكٍمَيؼهٕؤَٔصٌَيؼهٕوَانًَاجمَيؼهٕو‬
ٍَ‫(سٔاَِانثخاسئَيغهىَٔاتَٕدأدَٔانُغائىَٔانرضيزئَاتٍَياجَّػٍَات‬
)َ‫ػثاط‬
Artinya: Jika kamu melakukan jual beli salam, maka lakukanlah
dalam ukuran tertentu, timbangan tertentu, dan waktu tertentu.
)HR al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, an-Nasa‟I at-Tirmizi, dan Ibn
Majah dari Ibnu Abbas(.
Sabda Rasulullah SAW ini muncul ketika beliau pertama
kali hijrah ke Madinah, di mana penduduk Madinah telah
melakukan jual beli pesanan ini. Oleh Rasulullah SAW jual beli
seperti ini diakui asal jelas akad, jelas ciri-ciri yang dipesan dan
ditentukan waktunya.31
2. Rukun dan Syarat As-Salam
Sebagaimana jual beli pada umumnya, jual beli salam
hanya akan sah bila dilakukan sesuai dengan rukun dan syaratnya.
Adapun rukun jual beli salam yaitu32:
a) Pembeli (Muslam)
b) Penjual (muslam alaih)
c) Modal atau uang (al-tsaman)
d) Barang (muslam fihi)
e) Ucapan (shighat)

30
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, h. 148.
31
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, h. 148.
32
Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, h. 110.
24

Syarat jual beli salam, antara lain:

1) Syarat orang yang berakad (al-Aqid): Ulama Malikiyah dan


Hanafiyah mensyaratkan aqid harus berakal, yakni sudah
mumayyiz, anak yang agak besar yang pembicaraan dan
jawaban yang dilontarkan dapat dipahami, serta berumur 7
tahun. Oleh karena itu, anak kecil, orang gila dan orang bodoh
tidak boleh menjual harta sekalipun miliknya. 33
Sedangkan ulama Syafi‟iyah dan Hanabilah mensyaratkan aqid
harus baligh, berakal, telah mampu memelihara agama dan
hartanya. Dengan demikian, ulama Hanabilah membolehkan
seorang anak kecil membeli barang yang sederhana atas seizin
walinya.34
2) Syarat terkait dengan pembayaran atau harga, antara lain:
Alat bayar harus diketahui dengan jumlah dan jenisnya oleh
pihak yang terlibat dalam transaksi.

a. Pembayaran harus dilakukan seluruhnya ketika akad telah


disepakati.
b. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan
hutang.35
3) Syarat yang terkait dengan barang, diantaranya:
a. Barangnya menjadi utang atau tanggungan bagi penjual.
Dengan demikian, barang pesanan yang telah menjadi
tanggungan pihak penjual, keberadannya tidak boleh
diserahkan kepada pihak lain.
b. Komoditinya harus dengan sifat-sifat yang jelas misalnya
dengan disebutkan jenis, warna, ciri-ciri, macam, dan
ukurannya.36

33
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, h. 74.
34
Rahmat Syafi‟I, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), h. 54.
35
Muhammad, Model-model Akad Pembiayaan di Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press,
2009), h. 79.
25

c. Barang yang dipesan harus selalu tersedia di pasaran sejak


akad berlangsung sampai tiba waktu penyerahan. Aturan
ini ditetapkan guna menjamin sebuah kepastian dapat
diserahkannya barang tersebut tepat pada waktunya.
d. Penyerahan barang dilakukan dikemudian hari. Barangnya
dapat diberikan sesuai dengan waktu yang dijanjikan
(pendapat Ulama Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah).
Akan tetapi, Ulama Syafi‟iyah menyatakan bahwa dalam
jual beli pesanan boleh saja barang diserahkan waktu
akad, sebagaimana dibolehkan penyerahannya pada waktu
yang disepakati bersama, sehingga memperkecil
kemungkinan terjadi penipuan.37
e. Disebutkan penyerahan barang.

c. Istishna

1. Pengertian Istishna

Istishna berasal dari kata shana‟a yang artinya meminta


dibuatkan sesuatu. Pengertian istishna‟ menurut istilah tidak jauh
berbeda menurut bahasa. Wahbah Zuhaili mengemukakan
pengertian istishna‟ adalah suatu akad beserta seorang produsen
untuk mengerjakan sesuatu yang dinyataan dalam perjanjian yakni
akad untuk membeli sesuatu yang akan dibuat oleh seorang
produsen , dan barang serta pekerjaan dari pihak produsen
tersebut.38

36
Abdul Fatah Idris, Kifayatul Akhyar Terjemahan Ringkas Fiqih Islam Lengkap,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 141.
37
Haroen Nasrun, Fiqh Muamalah, h. 150.
38
Ahmad Wardi Muslich. Fiqh Muamalat, h. 252-253.
26

2. Dasar Hukum Istishna

Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 282:

َ‫ٌاَأٌُّٓاَانزٌٍَآيُٕاَإراَذذاٌُرىَتذٌٍَإن َٰىَأجمَيغ ًّىَفاكرثََِٕۚٔنٍكرة‬


َ‫تٍُكىَكاذةَتانؼذل‬

Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu


bermu‟amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya dan hendaklah seorang penulis
diantara kamu menuliskannya dengan benar.”

Rasulullah juga bersabda mengenai istishna, yang


diriwayatkan oleh Tirmizi:

ًٌَٕ‫انصهحَجائضَتٍٍَانًغهًٍٍَاَلَحهااَحشوَحَلَلَأَأحمَحشايأَانًغه‬
َ‫ػهًَششٔغٓىَاَلَششغاَحشوَحَلَلَأَٔأحمَحشاياَ(سٔاَِانرشيزيَػٍَػًش‬
)‫ٔتٍَػٕف‬

Artinya: “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin


kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau
mengahalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan
syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang
halal atau menghalalkan yang haram. (HR. Tirmizi dari „Amr bin
„Auf).

3. Rukun dan Syarat Istishna

Rukun yang harus dipenuhi dalam akad istishna ada


beberapa hal, yaitu:

a) Pemesan (mustashni‟)
b) Penjual atau pembuat (shani‟)
c) Barang atau benda (mashnu‟)
d) Harga (tsaman)
e) Pernyataan kesepakatan (shigat ijab qabul)
27

Adapun syarat yang terdapat pada akad istishna adalah:

a) Kriteria objek harus jelas. Kejelasan kriteria ini sangat penting


untuk menghilangkan unsur jahalah (sulit diidentifikasi) yang
menjadikan akad ini batal.
b) Objeknya itu sendiri sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
c) Jangka waktu pesanan harus jelas.

d. Ijarah

Ijarah berasal dari bahasa Arab, yang berarti ganti. Oleh sebab
itu as-tsawab (pahala) dinamai al-ajru (upah).39 Ijarah adalah suatu
transaksi sewa-menyewa antara pihak penyewa dengan yang
mempersewakan sesuatu barang atau jasa untuk mengambil
manfaatnya dengan harga tertentu dan dalam waktu tertentu.40

1. Dasar Hukum Ijarah


a. Al-Qur‟an,
Surat Al-Baqarah ayat 233:
‫َوإِنْ َأ َر ْد ُت ْم أَنْ َتسْ َترْ ضِ عُوا َأ ْو ََل َد ُك ْم َف ََل ُج َنا َح َع َل ْي ُك ْم إِ َذا َسلَّ ْم ُت ْم َما آ َت ْي ُت ْم‬
‫ون بَصِ ير‬ َ َّ َّ‫َّللا َواعْ َلمُوا أَن‬
َ ُ‫َّللا ِب َما َتعْ َمل‬ َ َّ ‫ف ۗ َوا َّتقُوا‬
ِ ‫ِب ْال َمعْ رُو‬

Artinya: “Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang


lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah
dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan.”

b. al-Hadist
َ‫اَع َؼذَََتانًََاءََيَََُٓا‬
َ َ‫ًَانغ َٕ َاقًَيٍَََانضَ َسعَََٔي‬
َ ‫ضَتًََاَػََه‬
َ َ‫كََُاَََ َكشَيَََالَس‬
َ‫فَََُٓ َاَاَسعٕلََّللاَحهًََّللاَػهٍَّٔعهىَػٍَرانكَٔأيشَاَأٌََكشٌٓاَتزْة‬
َ‫أٔفعح‬
39
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mal wa Tamwil, (Yogyakarta: UII Press,
2004), h. 108.
40
Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.
150.
28

Artinya:“Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran)


hasil pertaniannya; maka, Rasulullah melarang kami
melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami
menyewakannya dengan emas atau perak.”

2. Syarat dan Rukun Ijarah

Rukun ijarah menurut mayoritas ulama terdiri atas empat


unsur, yaitu „aqidain (mu‟jir dan musta‟jir) atau dua pelaku akad,
sighat (ijab dan qabul), upah dan manfaat barang.41 Syarat ijarah
terdiri dari empat macam, sebagaimana syarat jual beli, yaitu syarth
al-in‟iqad (syarat terjadinya akad), syarth an-nafadz
(berlangsungnya akad), syarat sahnya akad dan syarat lazim (syarat
mengikatnya akad).42

e. Musyarakah

Musyarakah adalah suatu perjanjian antara dua atau beberapa


pemilik modal atau menyertakan modalnya pada suatu proyek, dimana
masing-masing pihak mempunyai hak untuk ikut serta, mewakilkan
atau menggugurkan haknya dalam menejemen proyek. Keuntungan
dari hasil hasil usaha bersama ini dapat dibagikan baik menurut
proposal penyertaan modal masing-masing maupun sesuai dengan
kesepakatan bersama. Manakala merugikan kewajiban hanya sebatas
modal masing-masing.43

Dalam buku Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 20 ayat


(3), syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam
permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu

41
Rachmat Syafe‟I, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 125.
42
Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam wa Adilatuhu, ter. Abdul Hayyie dkk. (Depok: Dar. Al-
Fikr, 2011), h. 389.
43
Karmen A. Perwaatmadja, Apa dan Bagaimana Bank Islam, (Yogyakarta: Pt. Dana
Inakti Primayasa, 1999), h. 22.
29

dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati


oleh pihak-pihak yang berserikat.

1. Dasar Hukum Musyarakah

Allah berirman dalam Al-Qur‟an surat as-Shaad ayat 24


yang berbunyi:

َ‫ٔإٌَكصٍشاَيٍَانخهطاءَنٍثغًَتؼعٓىَػه َٰىَتؼطَإَلَانزٌٍَآيُٕا‬
َ‫ٔػًهٕاَانصانااخَٔقهٍمَياَْى‬

Artinya: “… Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang


yang berserikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada
sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal
shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini…”.

2. Rukun dan Syarat Musyarakah

Adapun rukun akad musyarakah yang harus dipenuhi


dalam transaksi sebagai berikut:

a) Pelaku akad yaitu para mitra usaha


b) Objek akad yaitu modal, keuntungan, ijab dan qabul

Sedangkan syarat akad pembiayaan musyarakah ada tiga yaitu:

a) Dua pihak transaktor yang memiliki kompetensi beraktivitas.


Boleh dilakukan bersama non muslim, asal dia tidak dibiarkan
mengoperasikan modal sendirian, karena khawatir akan
memasuki berbagai bentuk usaha yang diharamkan.44
b) Objek transaksi yakni modal, usaha dan keuntungan. Modal
syaratnya harus diketahui dan harus ada ketika dilakukan
transaksi pembelian, tidak boleh berupa hutang di tangan orang
yang kesulitan membayarnya. 45

44
Muhammad, Dasar-Dasar Perbankan Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN:2008),
h. 140.
45
Muhammad, Dasar-Dasar Perbankan Syariah, h. 140.
30

c) Pelafalan perjanjian, yakni yang disebut ijab dan qabul.


Pelafalan ini dapat dilakukan dengan segala cara yang dapat
mengindikasikan kearah terlaksananya perjanjian, baik berupa
ucapan maupun tindakan.46

f. Wakalah

1. Pengertian Wakalah

Wakalah itu berarti perlindungan (al-hifzh), pencukupan


(al-kifayah), tanggungan (al-dhaman), atau pendelegasian (al-
tafwidh), yang diartikan juga dengan memberikan kuasa atau
mewakilkan.47

Dalam kitab Fiqh al-Islam wa Adillatuhhu:

َ‫ٌَٔشاد‬،َ‫قٌَََٔشَادََتَ َٓاَانافظ‬
َ ‫ًَََََْٔذَطََه‬،‫َانٕكانحَتفرحَانٕأَٔكغشْا‬:‫ذؼشٌفَانٕكانح‬
48
َ‫تٓاَانرفٌٕط‬

Menurut terminologi wakalah berarti: “Pemberian kewenangan


atau kuasa kepada pihak lain tentang apa yang harus dilakukannya dan
ia (penerima kuasa) secara syar‟i menjadi pengganti pemberi kuasa
selama batas waktu yang ditentukan.”49

2. Dasar Hukum Wakalah

a) Al-Qur‟an

Firman Allah Q.S Yusuf: 55

َ‫قالَاجؼهًَُػه َٰىَخضائٍَالسضَوَإًََِّحفٍظَػهٍى‬

Artinya: “Berkata Yusuf: Jadikanlah aku bendaharawan


negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang
pandai menjaga lagi berpengetahuan.”

46
Muhammad, Dasar-Dasar Perbankan Syariah, h. 140.
47
Helmi Karim, Fiqh Muamalah, h. 20.
48
Wahbah al-Zuhaili, Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, juz 5 (Damaskus: Darul Fikr, 1985),
h. 71
49
Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, h. 171.
31

b) Hadist

Dari Sulaiman bin Yasar:

َ َ‫اَس َافغَََٔسَجََلََيٍَََالََص‬
َِ‫اسَفضٔجا‬ َ َ‫سََأت‬
َ ‫عَهىَََت َؼ‬
َ َََّٔ ٍََ‫َّللاَحََهًََّللاََػَه‬
َ ََ‫اٌَََسَعََٕل‬
)‫يًٍَٕحَتُدَانااسزَ(سٔاَِيانكَفًَانًٕغأ‬

Artinya: “Sesungguhnya Nabi SAW mewakilkan kepada


Abu Rafi‟ dan seorang lagi dari kaum Anshar, lalu kedua
orang itu menikahkan Nabi dengan Maimunah r.a.” (HR.
Malikَdalam al-Muwaththa)

c) Ijma Ulama

Ijma‟ ulama membolehkan wakalah bahkan


memandangnya sebagai sunnah, karena hal itu merupakan jenis
tolong-menolong atas dasar kebaikan dan taqwa.50

3. Rukun dan Syarat Wakalah

Rukun wakalah ada tiga, yaitu:

a) Dua orang yang melakukan transaksi, yaitu orang yang


mewakilkan dan yang menjadi wakil.

b) Shighat (ijab kabul).

c) Muwakal fih (sesuatu yang diwakilkan).51

Suatu akad wakalah menurut ulama fiqh baru dianggap sah apabila
memenuhi syarta-syarat sebagai berikut:52

a) Syarat-syarat muwakkil (yang mewakilkan)

1. Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu


yang diwakilkan.

50
Isnawati Rais, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada LKS, (Jakarta: Lembaga
penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 182.
51
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2015), h. 298.
52
Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga
Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 191.
32

2. Orang mukallaf atau mumayyiz (dapat membedakan


antara hal-hal yang benar dan salah) dalam batas-batas
tertentu, yakni dalam hal-hal yang bermanfaat baginya
seperti mewakilkan untuk menerima hibah, menerima
sedekah, dan sebagainya.53

b) Syarat-syarat wakil (yang mewakili)

1. Cakap Hukum

2. Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya

3. Wakil adalah orang yang diberi amanat.54

c) Muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan)

1. Sesuatu yang boleh menurut syara‟ dilakukan oleh setiap


orang.

2. Dimiliki oleh yang berwakil itu, Maka batal mewakilkan


sesuatu yang akan dimiliki.55

D. Perjanjian Jual Beli


1. Pengertian Perjanjian

Jual beli menurut KUH Perdata pasal 1457 adalah suatu perjanjian
dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan
suatu benda dan pihak lain membayar harga yang telah dijanjikan.
Sedangkan dalam pasal 1313 KUH Perdata suatu persetujuan adalah
perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu
orang atau lebih. Bila pembeli melakukan kata persetujuan sepakat
dengan penjual maka terjadilah jual beli tersebut. Terjadinya persetujuan
jual beli tersebut juga dinyatakan di dalam pasal 1458 KUH Perdata yang
berbunyi “jual beli dianggap telah terjadi segera setelah orang-orang itu

53
Irma Devita Purnamasari, Panduan Lengkap Hukum Praktis Populer Kiat-Kiat Cerdas,
Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Akad Syariah, (Bandung, Mizan Pustaka, 2011), h. 147.
54
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, h. 303.
55
Isnawati Rais, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada LKS, h. 183.
33

telah mencapi kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya,


meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar.”

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji


kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan
antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu
menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam
bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkain perkataan yang
mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.56

2. Syarat Sah Perjanjian

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya


b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian
c. Mengenai suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal

Demikian menurut pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum


Perdata.57

a. Kesepakatan para pihak. Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah


persesuaian kehendak antara para pihak dalam perjanjian. Jadi dalam
hal ini tidak boleh adanya unsur pemaksaan kehendak dari salah satu
pihak pada pihak lainnya. Sepakat dinamakan juga perizinan, terjadi
oleh karena kedua belah pihak sama sama setuju mengenai hal-hal
yang pokok dari suatu perjanjian yang diadakan.
b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian. Cakap artinya adalah
kemampuan untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang dalm hal
ini adalah membuat suatu perjanjian. Perbuatan hukum adalah segala
perbuatan yang dapat menimbulkan akibat hukum. Orang yang cakap

56
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2002), h. 1.
57
Subekti, Hukum Perjanjian, h. 17.
34

untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa.


Ukuran kedewasaan adalah berumur 21 tahun sesuai dengan pasal 330
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam pasal 1330 disebutkan
bahwa orang yang tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum
adalah:
1) Orang yang belum dewasa
2) Orang yang di bawah pengampuan
c. Seorang istri. Namun berdasarkan fatwa Mahkamah Agung, melalui
surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5 September 1963,
orang-orang perempuan tidak lagi digolongkan sebagai yang tidak
cakap. Mereka berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan
atau izin suaminya.58
d. Sebagai syarat ketiga disebutkan bahwa suatu perjanjian harus
mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak
dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul seuatu perselisihan.
Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus
ditentukan jenisnya. Bahwa barang itu sudah ada atau sudah berada di
tangannya si berutang pada waktu perjanjian dibuat, tidak diharus oleh
undang-undang.59
e. Suatu sebab yang halal. Di dalam Pasal 1320 KUH Peradata tidak
dijelaskan pengertian sebab yang halal. Yang dimaksud dengan sebab
yang halal adalah bahwa isi perjanjian tersebut tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban
umum.
3. Saat Lahirnya Perjanjian

Menurut asas konsensualisme, suatu perjanjian lahir pada detik


tercapainya kesepakatan atau persetujuan antara kedua belah pihak
mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi obyek perjanjian.

58
Reston Tamba, Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Jual Beli Melalui Internet
(Electronic) Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008, (Surabaya, 2012), h. 20.
59
Subekti, Hukum Perjanjian, h. 19.
35

Sepakat adalah suatu persesuaian paham dan kehendak antara kedua belah
pihak tersebut. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, adalah juga
yang dikehendaki oleh pihak yang lain, meskipun tidak sejurusan tetapi
secara timbal-balik. Kedua kehendak itu bertemu satu sama lain.60

E. Perdagangan E-commerce

Choi, Stahl, dan Whinston yang dikemukan oleh Losina


Purnastuti dalam jurnalnya, mendefinisikan perdagangan elektronik
sebagai suatu pasar baru yang menawarkan komoditas jenis baru yaitu
produk-produk digital melalui proses digital. Penjual produk-produk fisik
juga dipengaruhi oleh proses digital ini, seperti: pemesanan online, riset
pasar dan penyelesaian pembayaran merupakan bagian dari pasar baru
ini. Perdagangan elektronik adalah bagian dari pendekatan
pengembangan bisnis yang melibatkan aplikasi teknologi informasi dan
komunikasi pada level produksi dan distribusi barang dan jasa dalam
skala global.61

Adapun definisi e-commerce menurut Laudon dalam jurnal yang


ditulis oleh Shabur Miftah Maulana, E-Commerce adalah suatu proses
membeli dan menjual produk-produk secara elektronik oleh konsumen
dan dari perusahaan ke perusahaan dengan komputer sebagai perantara
transaksi bisnis. Media yang dapat digunakan aktivitas e-commerce
adalah world wide web internet.62

Dengan dirancangnya sebuah e-commerce maka konsumen diberi


kebebasan untuk berbelanja kapan saja dan dimana saja melalui media
internet. E-commerce hanya sebuah media penunjang agar persentasi
penjualan meningkat dan toko yang sedang di-online-kan bias dikenal
oleh masyarakat. Memperluas pangsa pasar dan bias dijadikan media

60
Subekti, Hukum Perjanjian, h. 26.
61
Losina Purnastuti, “Perdagangan Elektronik: Suatu Bentuk Pasar Baru Yang
Menjanjikan?”, Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, Vol. 1, 1, (Februari 2004), h. 11.
62
Shabur Miftah Maulana dkk, “Implementasi E-Commerce Sebagai Media Penjualan
Online (Studi Kasus Pada Toko Pastbrik Kota Malang)”, Jurnal Administrasi Bisnis, Vol. 29, 1
(Desember, 2015), h. 3.
36

promosi elektronik oleh pemilik toko merupakan tujuan pembuatan e-


commerce ini.63

E. Pembuktian Elektronik

Sudikno Mertokusumo mendifinisikan alat bukti surat segala


sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk
mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan buah pikiran seseorang
dan dipergunakan sebagai pembuktian.64 Hukum pembuktian Indonesia
yang diatur dalam Pasal 164 HIR/284 RBG hanya mengatur mengenai
alat bukti berupa surat, saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah.
Apabila dilihat dari pengertian setiap alat bukti tersebut, maka dokumen
elektronik tidak termasuk dari alat-alat bukti tersebut.

Dokumen elektronik dapat dikatakan sebagai akta di bawah


tangan karena dokumen elektronik adalah akta yang sengaja dibuat
untuk pembuktian oleh para pihak yang berkepentingan tanpa bantuan
dari pejabat yang berwenang. Dari sudut pandang pembuktian agar suatu
akta bernilai sebagai suatu akta di bawah tangan harus memenuhi syarat
pokok, yaitu:65 Dengan diberlakukannya UU ITE maka terdapat suatu
pengaturan yang baru mengenai alat-alat bukti dokumen elektronik.
Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat 1 UU ITE ditentukan bahwa
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil
cetaknya merupakan alat bukti yang sah. Selanjutnya di dalam Pasal 5
ayat 2 UU ITE ditentukan bahwa informasi elektronik atau dokumen
elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat 1

63
Muhammad Amir Udin, “Perancangan dan Implementasi E-Commerce Untuk
Meningkatkan Penjual Produk Herbal Pada Toko La Roiba”, Universitas Dian Nuswantoro,
(Februari, 2014), h. 5.
64
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 2006),
h. 149.
65
Aloina Sembiring, “Analisis Yuridis Terhadap Legalitas Dokumen Elektronik Sebagai
Alat Bukti Dalam Penyelesaian Sengketa”, Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, 1, (Februari, 2015),
h. 109.
37

merupakan perluasan alat bukti yang sah dan sesuai dengan hukum acara
yang berlaku di Indonesia.66

66
Johan Wahyudi, “Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti Pada Pembuktian di
Pengadilan”, Jurnal Perspektif, Vol. 17, 2, (Mei, 2012), h. 123.
BAB III

E-COMMERCE DAN SISTEM DROPSHIPPING

A. Definisi E-commerce
Sekarang ini teknologi internet semakin berpengaruh besar bagi
perekonomian dunia. Internet membawa perekonomian dunia memasuki
babak baru yang lebih populer. Dalam dunia internet ada istilah yang disebut
dengan e-commerce, bagi mereka pelaku bisnis online seperti jual beli secara
online, melakukan pembayaran online yang dilakukan secara elektronik
melalui internet, aktivitas tersebut dapat diartkian sebagi e-commerce.
E-commerce merupakan kepanjangan dari electronic commerce yang
perdagangan dilakukan secara elektronik. E-commerce juga berarti
perdagangan elektronik yang mencakup proses pembelian, penjualan,
transfer, atau pertukaran produk, layanan, atau informasi melalui jaringan
komputer, termasuk internet.1
E-commerce adalah kegiatan-kegiatan bisnis yang menyangkut
konsumen (consumers), manufaktur (manufaktures), services providers dan
pedagang perantara (intermediaries), dengan menggunakan jaringan-jaringan
komputer (computer networks) yaitu internet.2
Perdagangan elektronik atau yang disebut juga e-commerce, adalah
penggunaan jaringan komunikasi dan komputer untuk melaksanakan proses
bisnis. Pandangan populer dari e-commerce adalah penggunaan internet dan
komputer dengan browser web untuk membeli dan menjual produk.3
E-commerce atau disebut juga perdagangan elektronik merupakan
aktivitas yang berkaitan dengan pembelian, penjualan, pemasaran barang atau
jasa dengan memanfaatkan sistem elektronik seperti internet atau jaringan

1
Gunawan dkk, “Pengembangan Website E-Commerce “TOMcell”, Konferensi Sistem
Informasi Indonesia (Kensefina), Vol. 1, (Juni: 2014) h. 15.
2
Iyas, “Implementasi Sistem Penjualan Online Berbasis E-commerce Pada Usaha
Rumahan Griya Unik” (Jakarta: skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2011), h. 21.
3
Syafwendi, “Analisis Pengaruh Citra Merek dan Strategi O2O (Online to Offline)
Perusahaan E-commerce Terhadap Kepercayaan dan Dampaknya pada Proses Keputusan
Pembelian Konsumen dalam Jual Beli Online” (Jakarta: skripsi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2016), h. 17.

38
39

komputer. E-commerce juga melibatkan aktivitas yang berhubungan dengan


proses transaksi elektronik seperti transfer dana elektronik, pertukaran data
elektronik, sistem pengolahan data inventori yang dilakukan dengan sistem
komputer atau jaringan komputer dan lain sebagainya. 4
Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik Pasal 1 ayat (2) Transaksi elektronik adalah perbuatan
hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer,
dan/atau media elektronik lainnya.
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa e-commerce
adalah suatu kegiatan transaksi perdagangan melalui sarana internet. Dengan
memanfaatkan e-commerce para penjual dapat menawarkan produknya ke
seluruh dunia, karena memang sifat dari internet tidak mengenal batasan
tempat.

B. Sejarah Singkat Jual Beli Online

Server pertama World Wide Web (www) dan Browser, yang


diciptakan oleh tim Berners-Lee pada tahun 1990, dibuka untuk penggunaan
komersial pada tahun 1991. Setelah itu, inovasi teknologi berikutnya muncul
pada tahun 1994 yaitu, perbankan online, pembukaan toko pizza online
dengan Pizza Hut, dan sistem belanja online. Segera setelah itu, Amazon.com
meluncurkan situs belanja online pada tahun 1995 dan eBay juga
diperkenalkan pada tahun 1995.5

Istilah perdagangan elektronik (e-commerce) telah berubah sejalan


dengan waktu. Awalnya, perdagangan elektronik berarti pemanfaatan
transaksi komersial, seperti penggunaan EDI untuk mengirim dokumen
komersial seperti pesanan pembelian secara elektronik. Kemudia istilah

4
Parta Tambunan, “Pengertian E-commerce, Manfaat serta Keuntungan E-commerce”,
artikel diakses pada 21 Mei 2018 dari http://www.partatambunan.com/pengertian-e-commerce-
manfaat-serta-keuntungan-e-commerce/
5
Kang Mousir, “Definisi, Sejarah Singkat, Perkembangan, Keuntungan Belanja Online”,
artikel diakses pada 21 Mei 2018 http://seputaranbelanja.blogspot.co.id/2014/07/definisi-sejarah-
perkembangan-keuntungan-belanja-online.html?m=1
40

perdagangan elektronik berkembang menjadi suatu aktivitas yang mempunyai


istilah yang lebih tepat dikatakan “perdagangan web”, yaitu pembelian barang
dan jasa melalui World Wide Web melalui server aman (HTTPS), protokol
server khusus yang menggunakan enkripsi untuk merahasiakan data penting
pelanggan.6

Pada zaman ini pengguna internet meningkat drastis khusunya di


Indonesia dan ini telah membuka babak baru untuk menjalankan bisnis
online. Bukan hanya toko-toko besar yang menjajalkan produknya di internet,
bahkan seseorang yang mempunyai keahlian untuk menghasilkan sesuatu
barang dapat menjual hasil kemampuannya melalui media internet.

C. Macam-Macam E-commerce

Transaksi e-commerce juga dapat dilakukan dengan beberapa


jenis7, yaitu sebagai berikut:

1. Business-to-business (B2B): Dalam transaksi B2B, antara


penjual dan pembeli adalah organisasi bisnis. Jenis dari e-
commerce ini adalah yang paling banyak digunakan.
2. Collaboration commerce (e-commerce): Dalam e-
commerce, mitra bisnis berkolaborasi secara elektronik.
Seperti kolaborasi yang sering terjadi antara mitra bisnis
sepanjang rantai persediaan (supply chain).
3. Business-to-consumer (B2C): Dalam B2C, penjualnya
adalah organisasi atau perusahaan, dan pembelinya ada
individu. Perusahaan menawarkan produknya kepada
customer.

6
Gita Chairun Nisa “Pengaruh Orientasi Belanja Onlinr dan Gender Differences
Terhadap Pencarian Informasi Online dan Belanja Online (Studi Kasus pada Mahasiswa/I UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta)”, (Jakarta: skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2013), h. 57-58.
7
Acmad Reza Widia “Rancang Bangun Sistem Informasi E-commerce Menggunakan
Payment Gateway Paypal (Studi Kasus: Omekimai Gadget Store)”, (Jakarta: skripsi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014) h. 32.
41

4. Consumer-to-business (C2B): Penjelasan C2B adalah


individu memperkenalkan produk atau jasa tertentu yang
dibutuhkan dan supplier bersaing untuk menyediakan
produk atau jasa yang dibutuhkan customer dengan
membeli produk yang ditawarkan individu tersebut.
5. Consumer-to-consumer (C2C): Pengertian C2C, individu
menjual produk atau jasa kepada invidu lainnya. Biasanya
individu mengiklankan produknya di situs lelang, karena
bisanya produk individu tersebut sudah bekas atau sering
disebut barang second.
6. Intrabusiness commerce: Dalam kasus ini, organisasi
menggunakan e-commerce secara internal untuk
meningkatkan kinerja operasinya. Dalam kasus ini dikenal
sebagai B2E (Business-to-employee), biasanya dilakukan
melalui internet meliputi pertukaran barang, jasa atau
informasi. Aktivitas ini bisa dilakukan bermacam-macam,
mulai dari menjual produk korporat kepada karyawan
sampai pelatihan online.
7. Government-to-citizen (G2C): Dalam penjelasan ini bahwa
pemerintah menyediakan layanan ke masyarakatnya
melalui teknologi e-commerce.

D. Istilah-Istilah E-commerce

Dewasa ini, jual beli online atau sistem perdagangan elektronik sangat
digemari oleh masyarakat luas karena dinilai lebih praktis serta dapat
menghemat waktu dan tenaga. Sistem jual beli online dapat dilakukan di
manapun dan kapanpun, tinggal memilih barang yang diinginkan, transfer
pembayaran dengan bukti, dan menunggu barang pesanan datang.

Ada banyak istilah jual beli online yang digunakan oleh masyarakat,
diantaranya:
42

1. Cash on delivery (COD): Arti istilah ini adalah dilakukannya


pembayaran dengan cara mengadakan perjanjian untuk bertemu
langsung di lokasi yang telah ditentukan oleh penjual dan
pembeli. Pada saat COD berlangsung, pembeli dapat langsung
melihat barang yang ingin dia beli dan penjual dapat menjelaskan
kondisi barang dengan jelas. Jika sepakat, pembayaran dilakukan
pada saat itu juga.
2. Pre-order (PO): PO dilakukan dengan cara pemesanan dan
pembayaran sekian persen dari harga jual pada awal transaksi jual
beli. Dengan kata lain, barang yang diinginkan dipesan terlebih
dahulu dan diberikan DP (down paymaent).
3. Want to sell (WTS) dan Want to buy (WTB): WTS biasanya
digunakan oleh penjual kepada calon pembeli, dilengkapi dengan
penjelasan spesifikasi dan harga barang tersebut. Sementara WTB
digunakan oleh pembeli yang menginginkan satu jenis barang
kepada penjual.8
4. Brand new in box (BNIB): Artinya barang baru yang masih dalam
kotak alias masih baru dan belum dibuka kotak paketnya.
Menunjukkan bahwa ini masih segel dan belum dibuka
dus/kotaknya. Biasanya berlaku untuk gadget dan sejenisnya.
5. Private Message (PM): Pesan pribadi adalah perbincangan
pribadi antara penjual dan pembeli yang membicarakan mengenai
barang yang akan diperjualbelikan. Biasanya penjual dan pembeli
ini membahas tentang kualitas barang, kelengkapan, kelebihan,
dan potongan harga.9
6. OEM (Original Equipment Manufacture): Istilah OEM biasanya
digunakan untuk menjelaskan tentang barang yang dijual

8
Iip Afifullah, “10 Istilah Jual Beli Online yang Harus Kamu Ketahui”, artikel diakses
pada 23 Mei 2018 dari https://www.rapper.com/indonesia/gaya-hidup/.
9
Unggul Segena, “99 Istilah Jual Beli Online ini Wajib Kamu Ketahui, Gan! Jangan
Sampai Ketemu Palkor”, artikel diakses pada 23 Mei 2018 dari
https://www.kompasiana.com/unggulcenter/
43

merupakan barnag original dari pabrik namum dikemas dalam


kemasan yang tidak terlalu bagus. Barang-barang OEM biasanya
berbentuk sparepart dan merupakan copotan dari produk asli yang
sudah tidak terpakai lagi.
7. PnP (Plug and Play): PnP merupakan sebuah penjelasan tentang
barang yang diperjualbelikan bisa langsung dipasang dan
digunakan pada saat terjadinya transaksi. Sistem seperti ini
dimaksudkan untuk meminimalisir terjadinya penipuan yang
dilakukan oleh penjual nakal yang biasanya menjual barang-
barang dengan kualitas jauh dibawah standar.
8. DP (Down Payment): DP yang biasa disebut sebagai uang muka
ini biasanya dilakukan sebagai penegasan bahwa barang yang
dijual benar-benar akan dibeli oleh calon konsumen. Besaran DP
biasanya berkisar diantara 30-50% dari harga barang , atau
menurut perjanjian yang telah ditentukan kedua belah pihak.
9. TS (Thread Starter): TS merupakan istilah yang biasanya
digunakan oleh orang yang pertama kali membuat promosi
penjualan barang yang mereka pasang di iklan jual beli online.
Contohnya: “TS tidak bertanggung jawab apabila terdapat
kerusakan saat pengiriman barang”.
10. No Afgan: Istilah ini diambil dari lagu “Sadis” yang dipopulerkan
oleh Afgan. Penyebutan istilah ini biasanya digunakan oleh
seorang penjual kepada pembeli yang menawar harga barang
terlalu rendah dengan harga yang sangat jauh dari harga yang
disebutkan di awal, atau penawarannya terlalu “sadis” karena
biasanya menawar dibawah 50% dari harga normal.10
11. Buyer: Sebutan bagi pembeli atau konsumen yang ingin membeli
produk.

10
Iip Afifullah, “Sudah Tahu Belum 10 Istilah Jual Beli Online ini?”, artikel diakses pada
23 Mei 2018 dari https://www.google.com/search?hl=in-ID&ie=UTF-8&source=android-
browser&q=istilah+istilah+jual+beli+online
44

12. Seller: Seller atau dalam bahasa Indonesia adalah penjual. Mereka
ini adalah para pemilik online shop.
13. Customer: Tidak berbeda dengan buyer, namun customer sering
dikaitkan untuk pembeli loyal (sering membeli).
14. Testimonial/testi: Istilah untuk pesan dan kesan dari
pelanggannya. Ini biasanya dijadikan bukti untuk meyakinkan
calon pembeli lainnya berdasarkan pengakuan pembeli
sebelumnya.
15. Ongkir/shipping cost (ongkos kirim): Biaya pengiriman seuatu
barang yang dipesan dari tempat penjual ke tempat pembeli.
Dalam hal ini pembeli menanggung biaya kirim barang.
16. Newbie: Yaitu pemula, pendatang baru di suatu forum jual beli
online yang masih perlu berlajar. Akan tetapi tidak semua
anggota forum jual beli online masih baru ada juga yang sudah
mahir dibidangnya.

Berjualan online sebenarnya sama dengan berjualan secara


offline, perlu halnya memperluas jaringan, berpromosi, berbagi
pengalaman, dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada setiap
pelanggan.

E. Proses Transaksi dan Karakteristik E-commerce

1. Proses Transaksi E-commerce

Agar perdagangan antara pembeli dan penjual bisa dilaksanakan,


maka harus ada suatu proses tertentu yang ditempuh. Proses transaksi e-
commerce dapat mencangkup tahap-tahap sebagai berikut:11

11
Syafwendi, “Analisis Pengaruh Citra Merek dan Strategi 020 (Online to Offline)
Perusahaan E-commerce Terhadap Kepercayaan dan Dampaknya pada Proses Keputusan
Pembelian Konsumen dalam Jual Beli Online”, (Jakarta: skripsi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2016), h. 17.
45

a. Show. Dimana penjual menunjukkan produk atau layanan di situs


yang dimilikinya, lengkap dengan detail spesifikasi produk dan
harganya.
b. Register. Konsumen atau calon membeli mendaftarkan diri dan
memasukkan data identitas, alamat pengiriman dan informasi log in.
c. Order. Setelah konsumen memilih produk yang diinginkan, konsumen
selanjutnya melakukan pemesanan pada produk yang ingin dibeli.
d. Payment. Pada tahap ini konsumen melakukan pembayaran, sesuai
dengan metode pembayaran yang telah ditawarkan oleh penjual.
e. Verification. Verifikasi data konsumen seperti data-data konsumen
dan juga pembayarannya.
f. Deliver. Produk yang dipesan oleh konsumen atau pembeli kemudian
dikirimkan oleh penjual ke pembeli dengan data alamat yang telah
diisi sebelumnya.

2. Karakteristik E-commerce

Transaksi e-commerce memiliki beberapa karakteristik yang


khusus, yaitu:

a. Transaksi Tanpa Batas

Dengan adanya internet, perusahaan atau individu dapat


memasarkan produknya secara internasional dengan hanya cukup
membuat situs web atau dengan memasang iklan di internet tanpa
batas waktu.

b. Transaksi Anonim

Para penjual dan pembeli dalam transaksi melalui internet


tidak ditentukan oleh jarak bahkan waktu. Kedua belah pihak bahkan
tak perlu bertatap muka untuk melakukan transaksi pembeli suatu
produk. Penjual tidak memerlukan nama pembeli sepanjang mengenai
46

pembayarannya telah dilakukan oleh penyedia sistem pembayaran


yang ditentukan, yang biasanya dilakukan dengan kartu kredit.

c. Produk Digital dan non Digital


Dalam perkembangannya produk yang dijual melalui e-
commerce dapat berupa digital maupun non digital.

F. Sistem Dropshipping

1. Definisi sistem dropshipping


Jual beli online pada saat ini begitu digemari oleh masyarakat luas
karena tidak perlu menghabiskan tenaga atau waktu untuk berbelanja.
Dewasa ini selain dipakai untuk bersosialisasi internet juga digunakan
sebagian orang untuk memulai jual beli online yang menjual barang-
barang dengan harga dan kualitas terbaik. Kemajuan dalam bidang internet
juga dibarengi dengan kemajuan inovasi dalam bisnis jual beli. Salah satu
dari jenis jual beli online tersebut yakni dengan sistem dropship melalui
dunia media sosial.
Jual beli online dengan sistem dropshipping kini menjadi model
bisnis yang diminati oleh pebisnis online dikalangan masyrakat dengan
modal sedikit bahkan tanpa modal. Dropship adalah sistem pola bisnis
yang popular terutama sejak kemunculan dunia digital internet.
Dropshipping adalah salah satu usaha penjualan produk tanpa harus
memiliki produk apa pun.12 Dengan pola dropshipping, ada banyak pihak
yang terbentuk baik itu supplier, dropshipper, dan konsumen atau
pembeli. Supplier adalah pemilik barang yang memiliki stok, dropshipper
adalah pihak penjual yang menjual barang milik supplier, dan konsumen
adalah pembeli yang membeli barang dari dropshipper.
Arti lain dari dropshipping adalah penjualan produk yang
memungkinkan dropshipper menjual barang kepada konsumen dengan
hanya bermodalkan foto (tanpa harus menyediakan stok barang) dan

12
Derry Iswidharmanjaya, Dropshipping Cara Mudah Bisnis Online, (Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo, 2012), h. 5.
47

menjual ke konsumen dengan harga yang ditentukan oleh dropshipper.


Dengan kata lain setelah dropshipper mendapatkan pesanan barang,
dropshipper langsung membeli barang dari supplier. Ada dua macam
model kerjasama antara dropshipper dengan supplier, yaitu: 1) Supplier
memberikan harga ke dropshipper, kemudian dropshipper menjual barang
ke konsumen dengan harga yang ditetapkannya sendiri dan sudah
memasukkan keuntungan untuk dropshipper. 2) Harga sejak awal
kesepakatan antara dropshipper dan supplier sudah ditetapkan oleh
supplier, termasuk besaran pendapatan untuk dropshipper.
Dalam jual beli online dengan sistem dropshipping ini, dropshipper
hanya menjadi perantara untuk konsumen dengan pihak penjual atau
supplier yang sebenarnya. Dropshipper tidak pernah menyetok dan
menyediakan barang melainkan hanya mempromosikan barang lewat toko
online dengan memasang spesifikasi barang dan juga harganya. Barang
didapat dari jalinan kerja sama dengan pihak lain yang memiliki barang
yang sesungguhnya.13
2. Mekanisme Transaksi Dropshipping
Sedikit ilustrasi dari bagaimana transaksi jual beli online melalui
sistem dropshipping. Barang dipasarkan melalui toko online atau dengan
hanya memasang foto barang atau katalog, lalu pihak pembeli melakukan
transaksi lewat toko online kepada dropshipper, setelah uang ditransfer
pihak dropship yang mengirim barang kepada pembeli atau konsumen.
Dalam hal ini, yang sebenarnya adalah dropshipper tidak memiliki barang
pada saat itu, barangnya ada dipihak supplier, yaitu produsen.

13
Feri Sulianta, Terobosan Berjualan Online ala Dropshipping, (Yogyakarta: Penerbit
Andi, 2014), h. 2.
48

Keteranga pada gambar di atas adalah sebagai berikut:

1. Dropshipper harus mempromosikan barang yang telah disepakati


bersama dengan pihak supplier dengan cara dari mulut ke mulut
atau dengan membuat toko online sendiri.
2. Apabila seorang konsumen sudah melihat barang yang ingin dia
pesan, maka konsumen memesan barang tersebut kepada
dropshipper dengan harga jual dari dropshipper.
3. Kemudian dropshipper memesan barang kepada supplier sesuai
dengan barang yang dipesan oleh konsumen dengan menyertakan
biodata konsumen kepada supplier.
4. Supplier mengirim barang kepada konsumen sesuai dengan
pesanan dari dropshipper dan menyertakan barang tersebut dikirim
dari dropshipper.

Syarat menjadi seorang dropshipper pun sangatlah mudah hanya


bermodalkan koneksi internet dan handphone yang mempuni untuk
mempromosikan barang dari supplier dan tentunya punya tekad yang kuat
49

untuk berkembang menjadi seorang pebisnis online, karena tanpa hal


tersebuat terkadang hanya sebatas ilusi untuk menjadi seorang pebisnis
online yang handal.

3. Kelebihan dan kekurangan dropshipping


Setidaknya ada beberapa kelebihan bagi pebisnis online yang
menggunakan sistem dropshipping, diantaranya:
a. Tidak perlu modal besar
Bisnis online dengan sistem dropshipping terkenal dengan
bisnis online modal minim. Bahkan bisa jadi tidak perlu
mengeluarkan modal berapa pun. Karena tidak
membutuhkan stok barang, bisa menghemat pengeluaran
untuk belanja bahan, tidak mengeluarkan uang untuk tempat
produksi.14
b. Praktis
Dropshipper benar-benar bebas, hanya sekedar
mempromosikan barang, lalu ketika ada pembeli
dropshipper hanya menghubungi ke supplier, lalu ia akan
mengirimkan barang tersebut kepada pembeli atas nama
dropshipper.
c. Dapat dikerjakan di mana saja
Cukup bermodalkan pulsa baik untuk menghubungi
pembeli atau pun supplier dan juga untuk berlangganan data
internet, dropshipper bisa melakukannya di mana saja.
d. Tidak ada biaya operasional
Tidak seperti bisnis yang biasanya, sistem penjual dropship
tidak memerlukan biaya operasional yang besar.15

14
Rico Huang, “Kelebihan dan Kekurangan Bisnis Dropship”, artikel diakses pada 28
Mei 2018 dari https://www.alona.co.id/bisnis/kelebihan-dan-kekurangan-bisnis-dropship/
15
Buka Lapak, “Kelebihan dan Kekurangan Bisnis Dropship”, artikel diakses pada 28
Mei 2018 dari
https://komunitas.bukalapak.com/s/gs7ctb/kelebihan_dan_kekurangan_bisnis_dropship
50

Ada kelebihan dari sistem dropshipping dan begitu pula ada juga
kekurangan dari sistem dropshipping ini, diantaranya:

a. Tidak memiliki akses untuk memantau stok produk


Karena stok produk ada di supplier, dropshipper tidak
memiliki kuasa untuk mengecek produk yang berada di
supplier. Karena itu dropshipper harus membiasakan diri
dengan kebiasaan semacam itu.
b. Keuntungan kecil
Supplier biasanya memberikan upah kepada dropshipper
sangat kecil. Karena keuntungannya kecil, dropshipper
harus pandai dalam hal memasarkan produk. Sehingga dari
keuntungan kecil tersebut bisa membuahkan keuntungan
yang besar, seiring dengan meningkatnya jumlah barang
yang terjual.
c. Dalam sistem dropshipping pembeli tidak dapat bertemu
langsung dengan penjual (dropshipper) dan melalukan
pembayarannya pun tidak bisa dengan COD (cash on
delivery), karena memang pihak dropshipper tidak
memiliki atau tidak memegang barang yang dipesan oleh
pembeli.
d. Layaknya jual beli online, dalam sistem dropshipping
rentan terjadinya penipuan. Jual beli online pembeli tidak
dapat langsung melihat penjualnya dan terkadang foto
barang yang dipasang oleh penjual tidak sepenuhnya sesuai
dengan kenyataan barang yang diterima oleh pembeli. Hal
ini memang murni kesalahan dari supplier, namun secara
tidak langsung dropshipper yang akan dicari oleh
51

pembelinya untuk penggantian barang yang memang tidak


sesuai dengan spesifikasi barang.16

16
Putra Kalbu Adi, “Jual Beli Online dengan Menggunakan Sistem Dropshipping
Menurut Sudut Pandang Akad Jual Beli Salam (Studi Kasus pada Forum Kaskus)”, (Jakarta:
skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015), h. 71-72.
BAB IV

SISTEM DROPSHIPPING MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-


UNDANG ITE NOMOR 19 TAHUN 2016

A. Jual Beli Online dengan Sistem Dropshipping Menurut Hukum Islam


Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya jual beli
adalah menukarkan harta dengan harta atau barang dengan barang, dengan
jalan melepaskan hak milik dari seseorang terhadap orang lainnya atas
kerelaan kedua belah pihak. Tuka menukar juga tidak selamanya
digambarkan barang dengan barang, bisa juga tukar menukar digambarkan
barang dengan harta.
Dalam menjalankan akad jual beli terdapat rukun dan syarat yang
harus terpenuhi agar akad jual beli tersebut menjadi halal hukumnya. Apabila
diantara rukun dan syarat ada yang tidak terpenuhi maka akad jual beli
tersebut haram atau tidak sah. Begitu pun dengan jual beli online, jika tidak
dilihat syarat dah rukunnya ditakutkan akan menjadi haram hukumnya.
Untuk melihat akad apa yang cocok untuk sistem dropshipping ini,
maka penulis meninjau pada akad salam, akad wakalah, dan akad samsarah.
Pada umumnya, akad salam adalah menjual barang yang penyerahannya
ditunda, atau menjual suatu barang yang ciri-cirinya disebutkan dengan jelas
dengan pembayaran modal terlebih dahulu.1 Dengan kata lain salam adalah
pemesanan barang yang spesifikasinya disebutkan di awal transaksi dan pada
kemudian barang dikirimkan kepada pembeli atau konsumen.
Berbeda hal dengan akad salam, akad wakalah pada dasarnya adalah
pemberian kewenangan atau kuasa kepada pihak lain tentang apa yang harus
dilakukannya dan ia (penerima kuasa) secara syar’i menjadi pengganti
pemberi kuasa selama batas waktu yang ditentukan. Dalam hal ini pihak
kedua atau yang menerima kuasa hanya melaksanakan apa yang telah
disepakati dengan pihak yang memberi kuasa.

1
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam Fiqh Muamalat, (Jakara: PT.
RajaGrafindo Persada, 2003), h. 143.

52
53

Sedangkan samsarah adalah perantara perdagangan (orang yang


menjualkan barang atau mencarikan pembeli), atau perantara penjual dan
pembeli untuk memudahkan jaul beli.2 Bisa disebut juga samsarah adalah
penengah antara penjual dan pembeli untuk melancarkan sebuah transaksi
jual beli dan mendapatkan imbalan (upah), bonus atau komisi.

1. Kajian Akad Salam dalam Transaksi Dropshipping


Jual beli dengan menggunakan akad salam hukumnya sah dalam
Islam, selama akad salam ini memenuhi syarat dan rukunnya. Dasar
hukum akad salam ini sesuai dengan syariat berdasarkan hadist nabi:
ْ ِ‫ف فًِ َش ٍئ فَ ْليَ ْسل‬
‫ف فًِ َك ْي ٍل َه ْعلُ ْو ٍم َو َو ْز ٍن َه ْعلُ ْو ٍم اِلًَ اَ َج ٍل َه ْعلُ ْو ٍم‬ َ َ‫َه ْن أَ ْسل‬
‫(رواه البخاري وهسلن وابو داود والنسائى والتزهذي وابن هاجو عن ابن‬
) ‫عباس‬
Artinya: Jika kamu melakukan jual beli salam, maka lakukanlah
dalam ukuran tertentu, timbangan tertentu, dan waktu tertentu.
)HR al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, an-Nasa’I at-Tirmizi, dan Ibn
Majah dari Ibnu Abbas(.

Dalam menggunakan akad salam, dropshipper adalah si penjual


barang dan merupakan tangan kedua dari supplier. Tidak ada akad
salam antaran supplier dan dropshipper. Akad salam digunakan saat
ada konsumen yang membeli produk kepada dropshipper, dimana
konsumen membayar kepada dropshipper untuk pembelian barang,
lalu setelah pembayaran dilakukan konsumen, maka dropshipper
memesan barang kepada supplier dan barang dikirimkan kepada
konsumen atas nama dropshipper.

2
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam Fiqh Muamalat, h. 289.
54

Sebagaimana jual beli pada umumnya, jual beli salam hanya akan
sah bila dilakukan sesuai dengan rukun dan syaratnya. Adapun rukun
jual beli salam yaitu3:
a) Pembeli (Muslam)
Dalam hal ini pembeli harus mengerti hukum, dewasa, berakal,
dan baligh. Tidak ingkar janji dengan apa yang sudah
disepakati dengan penjual.
b) Penjual (muslam alaih)
Penjual adalah pihak yang menyediakan barang. Dalam hal ini
penjual tidak boleh mengingkari janji dan harus menyebutkan
spesifikasi barang dengan jelas.
c) Modal atau uang (al-tsaman)
Modal atau uang disyaratkan harus jelas dan terukur serta
dibayarkan seluruhnya ketika akad berlangsung.
d) Barang (muslam fih)
Barang yang dijadikan objek penjualan harus jelas ciri-ciri,
jenis, dan ukurannya.
e) Ucapan (shighat)
Ijab dan qabul harus diungkapkan dengan jelas, sejalan, dan
tidak terpisah dari hal-hal yang memalingkan keduanya dari
akad.
Adapun syarat sahnya akad salam adalah sebagai berikut:
a) ‘Aqid
Yaitu para pihak yang melakukan akad, dalam hal ini adalah
penjual dan pembeli. Penjual dalam akad salam disebuat
dengan muslam ilaih dan pihak pembeli disebut dengan
muslam.
b) Objek jual beli salam

3
Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, h. 110.
55

Maksud dari objek jual beli salam adalah harga dan barang
yang dipesan. Harga dalam jual beli salam harus jelas dan
harus diserahkan ketika akad.
c) Syarat yang terkait dengan barang
Barang dalam jual beli salam disebut dengan muslam fih,
barang yang dipesan harus jelas dan sesuai dengan
spesifikasinya.

Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) pasal 103


ayat 1-3 menyebutkan syarat salam sebagai berikut:

a) Jual beli salam dapat dilakukan dengan syarat kuantitas dan


kualitas barang yang sudah jelas.
b) Kuantitas barang dapat diukur dengan takaran, timbangan,
dan meteran.
c) Spesifikasi barang yang dipesan harus diketahui secara
sempurna oleh para pihak.

Apabila akad salam ini dijadikan sebagai solusi dalam


menjalankan jual beli online dengan sistem dropshipping, maka si
penjual atau dropshipper wajib menjelaskan kriteria dan spesifikasi
yang terdapat pada gambar yang dicantumkan kepada calon konsumen.
Setelah kedua belah pihak dropshipper dan konsumen sampai pada kata
sepakat, maka konsumen wajib membayar uang tunai kepada
dropshipper sesuai dengan harga barang yang telah disepakati, lalu
dropshipper mencarikan barang pesanan pembeli kepada supplier yang
memang hakekatnya dropshipper dan supplier sudah menjalin
kerjasama dan meminta izin kepada supplier untuk menjadi mitra
dropshipper. Setelah dropshipper membeli barang pesanan konsumen
maka supplier langsung mengirimkan barang tersebut kepada
konsumen atas nama dropshipper.

Dalam jual beli ini disebut dengan akad salam atau jual beli
pesanan. Peggunaan akad salam diperbolehkan dalam bisnis online
56

dengan sistem dropshipping selama masih memenuhi rukun dan syarat


akad salam sebagaimana penulis sudah jabarkan sebelumnya.
Sementara itu syarat dropship pun sudah memenuhi akad salam,
ketentuan akad salam di mana pelaku akad harus baligh dan berakal
atau pun sudah dewasa. Syarat terkait dengan barang pun harus nyata
wujudnya, bentuknya harus sempurna dan barangnya harus sesuai
dengan konsumen pesan kepada dropshipper.

Persyaratan untuk menjelaskan spesifikasi, kualitas, dan juga


kuantitas dengan jujur dan baik adalah kewajiban dropshipper serta
kewajiban dari konsumen adalah membayar tunai atau lunas pada awal
akad. Dalam akad salam, dropshipper mendapatkan keuntungan
penjualan barang yang dibeli dari supplier di mana keuntungan tersebut
tidak terikat dengan supplier, jadi dropshipper bisa menentukan sendiri
keuntungan yang dia dapat.

Dalam akad salam ini tidak menutup kemungkinan terjadinya


wanprestasi, jika supplier tidak mengirimkan barang kepada konsumen
sesuai dengan tanggal yang telah disepakati maka pihak dropshipper
yang harus bertanggung jawab untuk mengirimnya. Begitu pun jika
barang yang dikirimkan dari supplier kepada konsumen rusak atau tidak
sesuai dengan spesifikasi maka dropshipper yang tetap mengirim
barang sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakti bersama.

2. Kajian Akad Wakalah dalam Sistem Dropshipping


Wakalah secara bahasa bermakna menyerahkan dan
4
mempercayakan. Secara terminologi wakalah adalah menyerahkan
suatu pekerjaan yang dapat digantikan kepada orang lain agar dijaga
semasa hidupnya. Dalam konteks ini, wakalah mempunyai arti sebuah

4
Ahmad Warson Munawir, al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka
Progresif, 1997), h. 1579.
57

transaksi di mana seseorang menunjuk orang lain untuk menggantikan


dalam mengerjakan pekerjaannya.
Akad wakalah akan sah jika syarat dan rukunnya terpenuhi.
Adapun kajian wakalah dalam sistem dropshipping sebagai berikut: a)
muwakkil (orang yang mewakilkan), syarat bagi muwakkil adalah
berstatus sebagai pemilik sah barang tersebut, jika barang bukan milik
muwakkil maka akad wakalah tidaklah sah. b) Wakil (orang yang
diwakilkan), syarat wakil adalah orang yang berakal, tidak sah apabila
wakil tersebut gila, belum berakal, maupun belum dewasa. c)
Muwakkil fih (sesuatu yang diwakilkan), artinya adalah pekerjaan
tersebut jelas dan pekerjaan tersebut dimiliki oleh muwakkil sewaktu
akad wakalah. d) Shighat (ijab dan qabul) artinya diucapkan dari yang
berwakil sebagai simbol keridhaannya untuk mewakilkan, dan wakil
menerimanya.5
Apabila akad wakalah yang dijadikan sebagai solusi dalam
transaksi jual beli online dengan sistem dropshipping, maka akad
wakalah ini sangatlah sederhana, karena dropshipper hanya sebagai
wakil dan supplier selaku muwakkil dan juga pemilik barang untuk
turut ikut menjual barang milik supplier. Hal demikian dropshipper
hanya sebatas wakil yang menjualkan barang milik supplier dan
berjualannya pun tidak di toko offline melainkan dengan membuat
toko online dengan sistem dropshipping.
Ada konsekuensi yang terdapat di akad wakalah ini, di mana
dropshipper tidak bisa menentukan atau mengambil keuntungan dari
penjualan melebihi keuntungan yang sudah diamanatkan oleh
supplier. Karena memang pihak dropshipper hanya wakil yang harus
menjalankan semua yang telah ditentukan oleh supplier atau
muwakkil. Dropshipper hanya mendapatkan keuntungan yang sudah
disepakati bersama ketika awal perjanjian saat dropshipper ingin
menjadi wakil dari supplier/muwakkil.

5
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalat, h. 234.
58

Pada dasarnya akad wakalah ini, disimulasikan dengan supplier


yang memiliki toko dan seorang dropshipper adalah penjaga toko dan
juga seorang wakil dari toko tersebut.6 Jadi akad wakalah ini jika
diimplementasikan dalam sistem dropshipping, maka dropshipper
tidak bisa menentukan nilai jual barang karena sudah ada kesepakatan
di awal perjanjian.
Simulasi akad wakalah untuk digunakan dalam sistem
dropshipping:
a) Muwakkil, di dalam sistem dropshipping yang menjadi
muwakkil adalah supplier.
b) Wakil, yang bertindak menjadi wakil adalah dropshipper yang
memang sudah menjalin kesepakatan dengan muwakkil.
c) Muwakkal fih, pekerjaannya jelas dan pekerjaan tersebut
dimiliki oleh muwakkil, dalam konteks ini memiliki pekerjaan
dan toko jual beli online yang dimiliki oleh muwakkil.
d) Shigat, kesepakatan yang terjalin dengan baik antara
muwakkil (supplier) dan wakil (dropshipper).

3. Kajian Akad Samsarah dalam Sistem Dropshipping


Makna dari samsarah secara bahasa adalah mufrad dari simsar,
yaitu perantara antara penjual dan pembeli untuk menyempurnakan
jual beli.7 Samsarah adalah suatu bantuan yang dilakukan oleh
seseorang kepada saudaranya dengan upah tertentu untuk pekerjaan
yang sudah dilakukan.
Yang menjadi perbedaan antara wakalah dan samsarah adalah
bahwa akad samsarah memperbolehkan seorang simsar untuk
melakukan transaksi sesukanya namun sesuai dengan intruksi dari
pemilik barang, sedangkan seorang wakil tidak dapat menjual bahkan

6
Wawancara pribadi dengan Mahbub Ma’afi Ramdlan. Jakarta, 7 November 2018.
7
Ika Yunia Fauzia, “Akad Wakalah dan Samsarah Solusi atas Klaim Keharaman
Dropship dalam Jual Beli Online”, ISLAMICA, vol. 9, nomor 2, (Maret: 2015), h. 339.
59

membeli, wakil hanya menjadi seorang perantara antara penjual dan


pembeli.
Adapun syarat-syarat di dalam samsarah, yakni:
a) Seorang simsar harus mengetahui pekerjaan apa yang
diminta
b) Sanggup dan juga cakap dalam melaksanakan pekerjaan
c) Bekerja atas seizin yang memberikan wewenang, jika tidak
ada izin dari yang memberikan wewenang maka perkerjaan
tersebut tidak berlaku.
d) Mempunyai sikap yang baik

Mengenai upah yang didapat oleh simsar, agar diperhatikan


kesepekatan dan telah diketahui sejak awal. Konsekuensi untuk
penggunaan samsarah adalah dropshipper disini sebagai simsar tidak
akan mendapatkan keuntungan atau upah jika tidak melaksanakan
pekerjaan dengan baik. Begitu pula dengan pekerjaannya tidak
berhasil, maka dropshipper tidak akan mendapatkan keuntungan.

Jadi, samsarah itu perantaran antara penjual dan pembeli untuk


melancarkan sebuah transaksi dan jika itu berjalan dengan lancar dan
baik maka simsar mendapat upah atau bonus. Pekerjaan samsarah
dalam fiqih termasuk ke dalam akad ijarah, yaitu suatu akad yang
memanfaatkan orang lain dengan sebuah imbalan. Hukumnya boleh
atau mubah jika memang ketentuannya mengikuti yang ditetapkan
oleh Islam.

Apabila akad yang digunakan sistem dropshipping adalah akad


samsarah, maka sebelum menjalankan sistem dropshipping, seseorang
harus melakukan kesepakatan dengan supplier, harga bisa ditentukan
sendiri, akan tetapi harga suatu barang ditetapkan oleh kedua belah
pihak supplier dan dropshipper. Dropshipper di sini bertindak sebagai
perantara dan hanya menjalankan pemasaran dan berhak mendapatkan
upah jika suatu barang telah terjual. Transaksi seperti ini dalam fiqih
60

muamalah dinamakan dengan transaksi ju’alah yang artinya janji upah


apabila seseorang tersebut mampu melaksanakan pekerjaanya.

Jika akad samsarah ini diimplementasikan ke dalam sistem


dropshipping maka jual belinya sah. Seperti rukunnya akad samsarah
ini al-muta'aqidani (dropshipper dan pemilik barang), mahal al-
ta'aqud (jenis transaksi yang dilakukan dan kompensasi) transaksi
yang diperjualbelikan barangnya tidak mengandung maksiat dan
bukan barang yang haram, shigat (ucapan yang menunjukan kerdihaan
antara kedua belah pihak).8

Apabila seorang penjual yang dalam hal ini dropshipper tidak


memberitahu siapa pemilik barang yang diperjualbelikan kepada
pembeli maka jual beli tersebut tidak batal, karena di dalam syarat dan
rukun jual beli tidak ada yang mengatur hal tersebut, yang menjadi isu
terkait dropshipping adalah ketidak pemilikan barang, bukan terkait
pemberitahuan siapa pemilik barang.9

B. Jual beli Online dengan Sistem Dropshipping Menurut Hukum Positif di


Indonesia
Transaksi elektronik adalah suatu proses jual beli, yang mana jual beli
tersebut menggunakan jaringan komputer, yaitu internet. Seperti penjelasan
dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Nomor 19
Tahun 2016 pasal 1 ayat (2) yang berbunyi: Transaksi elektronik adalah
perbuatan hukum yang dilakukan menggunakan komputer, jaringan
komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
Pada dasarnya transaksi elektronik tidak terlepas dari jual beli seperti
biasanya yang dijelaskan dalam KUH Perdata, jual beli adalah suatu
perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga
yang telah dijanjikan. Transaksi online tidak jauh berbeda dengan jual beli

8
Wawancara pribadi dengan Mahbub Ma’afi Ramdlan. Jakarta, 7 November 2018.
9
Wawancara pribadi dengan Mahbub Ma’afi Ramdlan. Jakarta, 7 November 2018.
61

pada umumnya. Namun ada perbedaan yang mencolok antara keduanya, yaitu
ketika terjadi jual beli pada umumnya maka kedua belah pihak dapat bertemu
secara langsung dan dapat bertatap muka, sebaliknya jika jual beli online
penjual dan pembeli tidak dapat bertemu langsung melainkan secara online
melalui jaringan internet.
Pasal 1313 KUH Perdata yang berbunyi: Suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana suatu satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih. Pengertian dari pasal 1313 KUH Perdata
menjelaskan bahwa dalam suatu perjanjian paling sedikit terdapat dua pihak.
Para pihak dalam perjanjian tersebut saling terikat satu sama lain untuk
melakukan apa yang telah diperjanjikan.
Adapun syarat sahnya suatu perjanjian terdapat dalam pasal 1320
KUH Perdata, yakni:
a. Sepakat mereka yang mengikatka diri
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
c. Suatu hal tertentu
d. Sebab yang halal

Unsur pertama dan kedua yang terdapat dalam syarat suatu perjanjian
yaitu merupakan syarat subyektif suatu perjanjian, sedangan unsur ketiga
dan keempat yaitu suatu hal tertentu dan sebab yang halal merupakan syarat
objektif perjanjian.10

1. Hubungan Hukum Para Pihak dalam Jual Beli Online dengan


sistem Dropshipping
Transaksi jual beli online dengan menggunakan sistem
dropshipping ini terdapat beberapa pihak yang berhubungan,
diantaranya:
a. Dropshipper dengan pembeli

10
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT Intermasa, 2004), h. 17.
62

Hubungan antara droshipper dan pembeli adalah


hubungan hukum antara penjual dan pembeli. Setelah
terjadi transaksi antara penjual dan pembeli, maka
pembeli memberitahu kepada penjual terkait pembayaran.
Lalu penjual mengirimkan barang yang dipesan kepada
konsumen hingga barang tersebut diterima oleh
konsumen.
b. Dropshipper dengan supplier
Hubungan antara dropshipper dan supplier yang
terkait adalah hubungan hukum jual beli, dimana supplier
sebagai pihak penjual dan dropshipper sebagai pihak
pembeli. Setelah terjadi transaksi antara dropshipper
dengan konsumennya, maka dropshipper membeli
pesanan konsumen kepada supplier lalu barang tersebut
dikirim oleh supplier kepada kosumen atas nama
dropshipper.
c. Supplier dengan jasa pengiriman barang
Dalam pasal 1476 KUH Perdata yang berbunyi:
penyerahan barang berlaku ketentuan bahwa biaya
penyerahan dipikul oleh si penjual, sedangan biaya
pengambilan dipikul oleh si pembeli, jika tidak
diperjanjikan sebaliknya. Dalam jual beli online
menggunakan sistem dropshipping ini supplier dan
dropshipper mensyaratkan bahwa biaya pengiriman
ditanggung oleh pembeli. Karena memang ini bukan
suatu masalah yang sudah dijelaskan pada pasal 1478
KUH Perdata bahwa pasal tersebut memberikan
kebebasan untuk sebuah perjanjian.
63

2. Tanggung Jawab Dropshipper dalam Sistem Dropshipping


Perjanjian yang dilakukan antar pihak dalam transaksi jual
beli online dengan menggunakan sistem dropshipping ini tidak
selamanya berjalan dengan baik, karena bisa saja konsumen
mendapatkan barang yang rusak atau memang tidak sesuai dengan
kriteria yang sebelumnya dropshipper jelaskan. Dalam hal ini pelaku
usaha telah melakukan wanprestasi, sehingga kosumen mengalami
kerugian.11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen Pasal 19 ayat (1) yang berbunyi “Pelaku
usaha bertanggung jawab ganti kerugian konsumen akibat
mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan”.
Adanya produk atau barang yang rusak atau cacat bukan satu-
satunya yang menjadi tanggung jawab pelaku usaha. Tanggung jawab
pelaku usaha meliputi seluruh kerugian yang dialami oleh konsumen.
Semua kerugian yang dialami konsumen menitik beratkan pada
dropshipper karena memang dalam sistem dropshipping ini yang
menajdi pelaku usaha adalah dropshipper.
a. Tanggung jawab dropshipper apabila barang yang
diterima oleh konsumen rusak atau cacat
Dropshipper sebagai pelaku usaha harus
bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh
konsumen. Konsumen berhak meminta ganti rugi ke
dropshipper karena telah melakukan wanprestasi. Akan
tetapi biasanya pihak supplier akan membantu karena
memang barang cacat itu kesalahan supplier. Barang
yang cacat tersebut dikembalikan kepada supplier
dengan ongkos kirim dari pihak konsumen.

11
Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia,
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), h. 1.
64

b. Tanggung jawab dropshipper apabila barang terlambat


datang
Dropshipper dalam hal ini telah melakukan
wanprestasi dalam bentuk keterlambatan barang datang.
Atas keterlambatan tersebut kerugian konsumen harus
ditanggung oleh dropshipper.
c. Tanggung jawab dropshipper apabila barang tidak
datang kepada konsumen
Konsumen akan mengalami kerugian akibat barang
yang dipesan kepada dropshipper tidak sampai
kepadanya. Dalam hal ini dropshipper sudah melakukan
wanprestasi, maka pihak dropshipper harus bertanggung
jawab, dan biasanya jika terjadi kesalahan seperti ini
maka dropshipper harus mengembalikan uang yang telah
kosumen bayar.

Apabila barang yang datang kepada konsumen cacat atau rusak


dan bahkan barang tersebut tidak datang, maka yang bertanggung
jawab adalah dropshipper, karena dropshipper yang melakukan
perjanjian dengan konsumen.

Dropshipper juga mempunyai kewajiban untuk mengiklankan


barang sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Nomor 8 Tahun 1999 pasal 7 huruf b yang berbunyi: Pelaku usaha
berkewajiban untuk memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi
penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. Maka dari itu
sebelum menjadi dropshipper agar berhati-hati untuk mencari
supplier, supplier harus bertanggung jawab ketika ada pengaduan dari
konsumen kepada dropshipper bahwa barang yang diterima oleh
konsumen cacat dan bahkan tidak sesuai dengan apa yang sebelumnya
sudah diperjanjikan.
65

Dalam pasal 7 huruf f Undang-Undang Perlindungan


Konsumen Nomor 8 Tahun 1994 mengatakan: “Memberi kompensasi,
ganti rugi, dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen
tidak sesuai dengan perjanjian”. Ini adalah suatu bentuk kewajiban
seorang pelaku usaha kepada konsumennya.

Untuk menghindari hal berupa barang yang diterima konsumen


tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka sebaiknya
dropshipper menginformasikan yang diperjualkan dengan informasi
yang lengkap. Seperti yang tertera dalam Undang-Undang Informasi
dan Transaksi Elektronik Nomor 19 Tahun 2016 pasal 9 yang
berbunyi “Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem
Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar
berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang
ditawarkan”.

Jika terjadi kelalaian dari dropshipper tersebut bisa saja


konsumen mengadu kepada pihak berwajib dengan mengacu pada
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 19 Tahun
2016 pasal 28 ayat (1) yang berbunyi “Setiap orang dengan sengaja
dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyebarkan yang
mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik”.

C. Persamaan dan Perbedaan Sistem Dropshipping dalam Hukum Islam


dan Hukum Positif
1. Persamaan Sistem Dropshipping dalam Hukum Islam dan Hukum
Positif

Pertama, persamaan dalam hal ini penulis melihat pada


kecakapan mereka yang melakukan transaksi elektronik. Dalam
hukum Islam syarat seorang yang melakukan akad haruslah dewasa,
berakal, dan baligh, begitu pun dalam hukum positif mensyaratkan
bagi mereka yang bertransaksi elektronik harus cakap dalam membuat
suatu perjanjian. Dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi
66

Elektronik tidak disebutkan, namun ada dalam pasal 1320 KUH


Perdata yang menyebutkan “kecakapan untuk melakukan perbuatan
hukum”. Jadi tidaklah sah apabila yang melakukan transaksi
elektronik tersebut belum dewasa, autis, atau bahkan gila.

Kedua, dalam persamaan sistem dropshipping dalam hukum


Islam dan hukum positif adalah informasi barang. Ketentuan barang
yang terdapat dalam hukum Islam harus jelas ciri-ciri dan jenisnya,
begitu pula dengan hukum positif di mana barang yang diperjual
belikan harus akurat terkait informasi barangnya, seperti yang sudah
ada dalam pasal 9 Undang-Undang ITE Nomor 19 Tahun 2016 yang
berbunyi: “Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem
Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar
berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang
ditawarkan”.

Ketiga, terkait persamaan sistem dropshipping antara hukum


Islam dan hukum positif adalah shighat (ucapan). Dalam hal shighat
yang sering disebut dengan ijab dan qabul haruslah jelas
pengucapannya. Begitu pun dengan hukum positif penjual dan
pembeli mereka yang besepakat untuk melakukan suatu perjanjian,
yang mana dalam hal tersebut tidak terdapat pada Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik akan tetapi tertuang dalam pasal
1320 KUH Perdata yang berbunyi “Sepakat mereka yang mengikatkan
diri”.

2. Perbedaan Sistem Dropshipping dalam Hukum Islam dan Hukum


Positif
Perbedaan paling mendasar pada sistem dropshipping dalam
hukum Islam dan hukum positif adalah regulasi yang mengatur jual
beli online. Hukum Islam tidak mengatur secara rinci mengenai jual
beli online karena ini memang permasalahan kontemporer. Berbeda
dengan hukum Islam, hukum positif mengatur jual beli online yang
67

diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik


Nomor 19 Tahun 2016. Namun dalam UU ITE belum diatur secara
khusus tentang jual beli online dengan sistem dropshipping.
Dalam hal perbedaan selanjutnya yaitu pada hal tindak pidana
yang terjadi, ketika seorang penjual dalam hal ini dropshippper
melakukan pembohongan tidak mengirimkan barang yang sudah
dipesan oleh konsumen atau wanprestasi. Dalam hukum Islam tidak
menerangkan ketika seseorang melakukan hal tersebut dapat dipidana.
Berbeda dengan hukum positif, jika penjual melakukan pembohongan
tidak mengirimkan barang maka penjual tersebut dapat dipidana. Hal
ini penulis mengacu pada Undang-Undang ITE Nomor 19 Tahun 2016
pasal 28 ayat (1) yang berbunyi “Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyebarkan yang
mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik” yang
hukumannya terdapat pada pasal 45 ayat (2) yang berbunyi “Setiap
orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
ayat (1) atau (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau dengan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
Setelah penulis uraikan tentang persamaan dan perbedaan
Hukum Islam dan Hukum Positif tentang jual beli online dengan
menggunakan sistem dropshippigg. Dalam hukum Islam dapat
dipahami bahwa sistem dropshipping ini serupa dengan akad wakalah
dan akad samsarah yang rukun dan syaratnya sudah jelas diatur dalam
hukum Islam.
Sedangkan di dalam hukum positif belum ada pasal yang khusus
mengatur tentang sistem dropshipping. Maka yang diinginkan oleh
penulis dibuat sebuah pasal di dalam Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik khusus tentang jual beli online dengan sistem
dropshipping, agar konsumen dapat melakukan transaksi tersebut
dengan aman.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan dari penjelasan bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat
memberikan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Jual beli online dengan menggunakan sistem dropshipping tidak
dilarang dalam Islam dan bisa digunakan dengan beberapa akad,
seperti akad salam, akad wakalah, dan juga akad samsarah. Sistem
dropshipping dalam jual beli online sudah memenuhi syarat dan
rukun sahnya suatu jual beli dalam Islam. Pembolehan sistem
dropshipping ini mengacu pada kaidah umum fiqih muamalah yang
mangatakan “Semua bentuk muamalah diperbolehkan kecuali ada
dalil yang mengharamkannya.” Dalam Undang-Undang Informasi
dan Transaksi Elektronik pun sama, tidak ada larangan untuk
menggunakan transaksai online dengan menggunakan sistem
dropshipping, yang terpenting adalah seorang pelaku usaha yang
menawarkan suatu produk melalui sistem elektronik harus
menyediakan informasi yang jelas dan benar terkait informasi
barang yang diperjualbelikan.
2. Persamaan dan perbedaan sistem dropshipping dalam hukum Islam
dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik nomor 19
tahun 2016, terkait syarat jual beli sudah terpenuhi satu dengan
lainnya. Selanjutnya, mengenai persamaan kecakapan yang
melalukan transaksi elektronik, kedua hukum memandang
bahwasanya yang bertransaksi harus dewasa dan juga berakal.
Terakhir mengenai persamaan antara kedua hukum adalah shighat
(ucapan), yang melakukan transaksi online penjual dan pembeli
harus jelas melafalkan ucapan suatu perjanjian.
Pebedaan sistem dropshipping daalam hukum Islam dan Undang-
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah mengenai

68
69

regulasi yang mengatur jual beli online, dalam hukum Islam tidak
ada regulasi terkait jual beli online berbeda dengan hukum positif,
dalam hal ini terdapat pada Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik nomor 19 tahun 2016. Selanjutnya yang
berbeda adalah pada tindak pidana, jika seorang pelaku usaha
berbohong mengenai informasi barang, hukum Islam tidak
mengatur secara rinci dalam hal tersebut, berbeda dengan Undang-
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik nomor 19 tahun 2016
yang mengatur tindak pidana jika pelaku usaha melakukan
pembohongan informasi barang, dalam hal ini tertera dalam pasal
45 ayat (2) Undang-Undang Transaksi Elektronik nomor 19 tahun
2016.
B. Rekomendasi
1. Jual beli online dengan menggunakan sistem dropshipping
merupakan jual beli yang menguntungkan bagi kedua belah pihak,
sebaiknya dari pihak dropshipper dan supplier memberikan
pelayanan yang sebaik-baiknya kepada konsumen, supaya tidak
medapatkan asumsi jelek dari masyarakat tentang jual beli online,
khususnya dengan sistem dropshipping.
2. Untuk pemerintah yang berwenang membuat undang-undang,
hendaknya memperhatikan jual beli online dengan model sistem
dropshipping dan memasukkan pasal khusus dropshipping ke
dalam Undang-Undang ITE, agar konsumen dapat melakukan
transaksi dropshipping dengan aman.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Anshory, Zakariyya. Fathu Al Wahhab bi Syarh Manhaj Ath Thullab. Juz I.


Semarang: CV. Toha Putra, 2014.
Ali, Zainudin. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2006.
Amiruddin, Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004.
Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: Rajawali Pers, 2015

Ash-Shieddieqy, Hasby. Pengantar Fiqh Muamalah. Jakarta: Bulan Bintang,


1984.
A.W. Munawwir. Kamus al-Munawwir Arab – Indonesia. Yogyakarta: Pustaka
Progresif, 1984.

Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqh Islam wa Adilatuhu, Juz 4, Damaskus: Darl Fikr, 1985.

Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqh Islam wa Adilatuhu. diterjemahkan oleh Abdul Hayyie


dkk. Depok: Dar. Al-Fikr, 2011.
Billah, Mohd Ma’sum. Applied Islmaic E-Commerce: Law and Practice.
Selangor: Thomson Sweet & Maxwell Asia, 2008.

Djamil, Fathurrahman. Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di


Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Djuaini, Dimyauddin. Pengantar Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar:


2010.

Enang, Hidayat. Fiqih Jual Beli. Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2015.
Ghazaly, Abdul Rahman dkk. Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana: 2012.
Haroen, Nasrun. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.

Hasan, Muhammad Ali. Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh


Muamalat). Jakarta: 2003.
Idris, Abdul Fatah. Kifayatul Akhyar Terjemahan Ringkas Fiqih Islam Lengkap.
Jakarta: Rineka Cipta, 1990.
Iswidharmanjaya, Derry. Dropshipping Cara Mudah Bisnis Online. Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo, 2012.
Karim, Adiwarman. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2004.
Lathif, Azharudin. Fiqh Muamalat. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005.
Lubis, Suhwardi. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafida, 2000.
Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013.

Mas’ud Ibnu, Zainal Abidin. Fiqih Madzhab Syafi’i. Bandung: Pustaka Setia,
2007.

Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty,


2006.
Miru, Ahmadi. Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di
Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011

Muhammad. Etika Bisnis Islam. Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004.

Muhammad. Model-model Akad Pembiayaan di Bank Syariah. Yogyakarta: UII


Press, 2009.

Munawir, Ahmad Warson. al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia. Yogyakarta:


Pustaka Progresif, 1997.
Muslich, Ahmad Wardi. Fiqh Muamalat. Jakarta: Amzah, 2010.
Oetomo, Budi Sutedjo Dharma, dkk. Pengantar Teknologi Informasi Internet:
Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: ANDI, 2007.

Perwaatmadja, Karmen. Apa dan Bagaimana Bank Islam. Yogyakarta: Pt. Dana
Inakti Primayasa, 1999.
Purnamasari, Irma Devita. Panduan Lengkap Hukum Praktis Populer Kiat-Kiat
Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Akad Syariah. Bandung,
Mizan Pustaka, 2011.
Rais, Isnawati, Hasanudin. Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada Lembaga
Keuangan Syariah. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2011.

Ridwan, Muhammad. Manajemen Baitul Mal wa Tamwil. Yogyakarta: UII Press,


2004.

Saleh, Hasan. Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2008.

Subekti. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa, 2002.


Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.

Suharsmi, Arikunto. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Ady


Mahasatya, 2015.
Sulianta, Feri. Terobosan Berjualan Online ala Dropshipping. Yogyakarta:
Penerbit Andi, 2014.
Syafi’i, Rahmat. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia, 2006.

Syafruddin, Amir. Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana, 2003.

Wahyu, Kuncoro. Risiko Transaksi Jual Beli Properti. Jakarta: Raih Asa Sukses,
2015.

Zaynuddin, Ahmad al-Malibari. Fathul Mu’in, Bairut: Dar Ibn Hazm, 2004.

Skripsi

Adi, Putra Kalbu. “Jual Beli Online dengan Menggunakan Sistem Dropshipping
Menurut Sudut Pandang Akad Jual Beli Salam (Studi Kasus pada Forum
Kaskus)”. Jakarta: skripsi S1 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2015.

Iyas. “Implementasi Sistem Penjualan Online Berbasis E-commerce Pada Usaha


Rumahan Griya Unik”. Jakarta: skripsi S1 Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, 2011.

Nisa, Gita Chairun. “Pengaruh Orientasi Belanja Onlinr dan Gender Differences
Terhadap Pencarian Informasi Online dan Belanja Online (Studi Kasus pada
Mahasiswa/I UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)”. Jakarta: skripsi S1
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.

Syafwendi. “Analisis Pengaruh Citra Merek dan Strategi O2O (Online to Offline)
Perusahaan E-commerce Terhadap Kepercayaan dan Dampaknya pada
Proses Keputusan Pembelian Konsumen dalam Jual Beli Online”. Jakarta:
skripsi S1 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.

Widia, Acmad Reza. “Rancang Bangun Sistem Informasi E-commerce


Menggunakan Payment Gateway Paypal (Studi Kasus: Omekimai Gadget
Store)”. Jakarta: skripsi S1 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2014.

Jurnal
Fauzia, Ika Yunia. “Akad Wakalah dan Samsarah Solusi atas Klaim Keharaman
Dropship dalam Jual Beli Online.” Islamica. vol. 9. Nomor 2. Maret: 2015.

Gunawan dkk. “Pengembangan Website E-Commerce “TOMcell”. Konferensi


Sistem Informasi Indonesia (Kensefina). Vol. 1, Juni: 2014.

Giri, Narasoma Suhardi. Forum Manajemen Prasetya Mulya. Vol. 27. Nomor 03.
2013.

Johan, Wahyudi. “Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti Pada Pembuktian di


Pengadilan.” Jurnal Perspektif. Vol. 17, No. 2, Mei, 2012.

Maulana, Shabur Miftah dkk. “Implementasi E-Commerce Sebagai Media


Penjualan Online (Studi Kasus Pada Toko Pastbrik Kota Malang).” Jurnal
Administrasi Bisnis. Vol. 29, No. 1, Desember, 2015.

Purnastuti, Losina. “Perdagangan Elektronik: Suatu Bentuk Pasar Baru Yang


Menjanjikan?.” Jurnal Ekonomi dan Pendidikan. Vol. 1, No. 1, Februari
2004.

Sembiring, Aloina. “Analisis Yuridis Terhadap Legalitas Dokumen Elektronik


Sebagai Alat Bukti Dalam Penyelesaian Sengketa.” Jurnal Wawasan
Hukum. Vol. 32, No. 1, Februari, 2015.

Tamba, Reston. Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Jual Beli Melalui Internet
(Electronic) Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008. Surabaya,
2012.

Udin, Muhammad Amir. “Perancangan dan Implementasi E-Commerce Untuk


Meningkatkan Penjual Produk Herbal Pada Toko La Roiba.” Universitas
Dian Nuswantoro, Februari, 2014.

Website

Afifullah, Iip. “10 Istilah Jual Beli Online yang Harus Kamu Ketahui”. artikel
diakses pada 23 Mei 2018 dari https://www.rapper.com/indonesia/gaya-
hidup/

Artikelsiana. “Pengertian dan Macam-Macam Kebutuhan serta Contohnya”.


diakses pada 16 Januari 2017 dari
http://www.artikelsiana.com/2015/01/pengertian-macam-macam-
kebutuhan-contoh.html?m=1
BukaLapak. “Kelebihan dan Kekurangan Bisnis Dropship.” artikel diakses pada
28 Mei 2018 dari
https://komunitas.bukalapak.com/s/gs7ctb/kelebihan_dan_kekurangan_bisni
s_dropship

Huang, Rico. “Kelebihan dan Kekurangan Bisnis Dropship.” artikel diakses pada
28 Mei 2018 dari https://www.alona.co.id/bisnis/kelebihan-dan-kekurangan-
bisnis-dropship/
Info Peluang Usaha, “Arti Sistem Dropship dan Reseller di Bisnis Online Shop”,
diakses pada 16 Januari 2017 dari https://infopeluangusaha.org/arti-sistem-
dropship-dan-reseller-di-bisnis-online-shop/

Kamus Besar Bahasa Indonesia versi Online, diakses pada 16 Januari 2017 dari
http://kbbi.web.id/internet

Mousir, Kang. “Definisi, Sejarah Singkat, Perkembangan, Keuntungan Belanja


Online”. artikel diakses pada 21 Mei 2018
http://seputaranbelanja.blogspot.co.id/2014/07/definisi-sejarah-
perkembangan-keuntungan-belanja-online.html?m=1
Segana, Unggul. “99 Istilah Jual Beli Online ini Wajib Kamu Ketahui, Gan!
Jangan Sampai Ketemu Palkor.” artikel diakses pada 23 Mei 2018 dari
https://www.kompasiana.com/unggulcenter/
Tambunan, Parta. “Pengertian E-commerce, Manfaat serta Keuntungan E-
commerce”. artikel diakses pada 21 Mei 2018 dari
http://www.partatambunan.com/pengertian-e-commerce-manfaat-serta-
keuntungan-e-commerce/
Lampiran

HASIL WAWANCARA

Nama : Mahbub Ma’afi Ramdlan


Pekerjaan : Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama
Tempat : Jl. Dempo No. 19 Rt.2/7, Menteng, Jakarta Pusat (Kantor DSN MUI)
Waktu : 7 November 2018

1. Apakah Bapak mengetahui tentang sistem dropshipping?

- Iya, saya tahu

2. Apa yang Bapak ketahui tentang sistem dropshipping?

- Itu sama saja dengan dengan jual beli online yang sekarang sedang

berkembang pesat, yang membedakannya hanya si penjual yang tidak

memiliki barang dan hanya mewarkan barang dengan spesifikasi barang lewat

media internet.

3. Dalam hukum Islam, akad apa yang relevan dengan sistem dropshipping?

- Menurut saya sistem dropshipping ini sangat relevan dengan akad samsarah,

di mana dalam akad samsarah ini memberi upah dari supplier atau pemilik

barang ke si penjual karena sudah menjual barang miliknya. Dan si penjual

atau dropshipper boleh juga menentukan harga barang tersebut, yang penting

ada kesepakatan antara kedua belah pihak.

4. Apakah akad wakalah relevan dengan sistem dropshipping?

- Menurut saya itu kurang relevan, saya mengibaratkan wakalah itu ada toko,

ada pemilik barang, dan si penjual. Jadi menurut saya yang lebih relevan

dengan sistem dropshipping adalah akad samsarah.


5. Jika relevan dengan samsarah, apakah sistem dropshipping sudah memenuhi

syarat atau rukunnya akad samsarah?

- Iya sudah jelas dropshipping sudah memenuhi syarat sahnya jual beli dengan

menggunakan akad samsarah. Al-Muta'aqidani (dropshipper dan pemilik

barang), Mahall al-ta'aqud (jenis transaksi yang dilakukan dan kompensasi)

transaksi yang diperjualbelikan barangnya tidak mengandung maksiat dan

bukan barang yang haram, shigat (ucapan yang menunjukan kerdihaan antara

kedua belah pihak).

6. Dalam transaksi dengan sistem dropshipping di sana tidak ada keterbukaan

atau pemberitahuan terkait pemilik barang antara dropshipper dengan

pembeli, apakah transaksi tersebut menjadi batal dalam hukum?

- Tidak menjadi batal, karena di dalam syarat dan rukun jual beli tidak ada yang

mengatur hal tersebut, yang menjadi isu terkait dropshipping adalah ketidak

pemilikan barang, sudah sampai di sana saja, bukan terkait pemberitahuan

siapa pemilik barang.

Anda mungkin juga menyukai