A
khir-akhir ini banyak hal terjadi di luar pra-duga dan pra-kira kemampuan
manusia. Sementara manusia adalah makhluk yang rentan akan lupa, sebab
upaya mengingat itu sendiri adalah cobaan. Barangkali, itulah mengapa
manusia dianugerahi kelebihan supaya menyadari kekurangan. Karena
kekurangan merupakan pengantar kecukupan. Kecukupan itu satu dari sekian
banyak hal survive dalam gerak kebudayaan kita.
Betapapun tak terkirakan dan tak terperikannya atas nama masalah, cobaan,
persoalan, bencana, musibah yang saling silang sengkarut menyelubungi kabut
tebal kehidupan. Ditambah lagi tindak tanduk manusia dalam lelaku kehidupan
sosial, politik, ekonomi dan budaya semakin tak jelas juntrungannya. Semoga hal
demikian justru malah mampu membesarkan hati serta mendewasakan pikiran.
Mari kita ucapkan salam kepada kebudayaan masalah dan cobaan kebudayaan.
Bahwa kita lebih besar dari itu semua.
Segera nantinya akan dibukakan kolom khusus terkait hal di atas, upaya
demikian tak lain untuk mengembangkan tradisi diskusi, dialog dengan metode
diskursus dan diskursif yang komprehensif. Dengan tidak mengesampingkan
kedewasaan dan keterbukaan yang lambat-laun dua nilai tersebut meminta untuk
ditanam dan ditumbuh-kembangkan kembali.
19 Oktober 2018
Salam Redaksi
Daftar Isi :
Stepa
•
- Kelahiran (Lintang) Ulang Alik
4
- Lintang Panjerino
- Agama Ateis: Berbuat Baik Aja Kok Repot
- Penonton dan Panggung
Carangan
•
- Film Horor
12
- Dakwah Preman Kepada Ustadz
Layar
•
- Tengkorak: Merekonstruksi Ulang Tubuh-Purba
16
• Arena
- Nya: Pertunjukan Dialektika Kesadaran
19
• Rimba
- Hutan Lestari, Masyarakat Sejahtera
24
• mBelik
- Pada Ampas Jeruk Itu
27
- Sajak Katak
- Ode Bantal
- Ta
- Kramat
- (P)ulang?
- Kokang Ingatan
- Sebakar, Kabar Sekarat
Buletin Lintang menerima kiriman karya berupa esai, cerpen, puisi, komik strip, catatan film dan
teater. Karya dengan format .docx/.pdf dikirim ke alamat surel : buletin.lintang@gmail.com
Buletin Lintang membuka taman kreativitas bagi pertukaran ide dan gagasan perihal seni,
budaya, sosial dan politik. Diharapkan menjadi ruang pemikiran belajar bersama tentang
kesusastraan dan kebudayaan serta ikut meramaikan dinamika sastra Indonesia. Buletin Lintang
diusahakaan terbit sebulan sekali
dan kebinatangan. Padahal keduanya jelas,
sejatinya beda; di satu sisi, kenikmatan
manusia adalah kemanusiaannya, dan di
lain sisi, kebahagiaan binatang adalah
kebinatangannya.
Mungkin, memang demikian
“Lintang” kehidupan yang sedang kita jalani.
Kita seolah sedang membaca buku sebuah
novel langit, selalu tak berkesudahan. Isi
cerita tersebut mengajak
kita membayangkanapa yang kita bayang-
kan, ternyata cuma bayang-bayang yang
tak terbayang. Sudah di halaman
berapakah kita membacanya sekarang?
Kalau kita gambarkan,
D
i tengah meluapnya arus media bertanya sekaligus menjawab dengan
sosial kini, informasi seperti banjir pertanyaan. Hidup memang berisi
bandang. Namun siapa mampu bimbingan pertanyaan, sementara jawaban
menghentikan nyanyian sumbang dari lagu- adalah pintu masuk keabadian ke yang
lagu bimbang semacam itu? Dengan daya sejati. Berkat panduan pertanyaan-
upaya apalagi kita mesti membendung pertanyaan yang menjadi arsenal
orkestra lintas suara? kehidupan. Pelan-pelan kita mampu
Jawaban yang paling mungkin dari mengerahkan kebudayaan dan
segala kemungkinan adalah tidak mungkin. menyongsong peradaban yang gilang-
Cuma ketidakmungkinan itulah pegangan gemilang. Akan tetapi, limitasi pengetahuan
akal dan bekal hati hidup manusia, untuk kita ihwal tersebut amatlah terbatas. Maka,
senantiasa teguh mendaya-gunakan suatu kita perlu menyangsikan segala sesuatu;
kemungkinan sampai ketemu mungkin. seperti bertanya tentang masa kini itu?
Artinya, yang paling mungkin dari segala Lalu, di hadapan cermin, kita juga bertanya
kemungkinan adalah ketidakmungkinan. tentang masa depan itu? Kitapun tak luput
Meskipun tanah tempat tinggal kita, dari pertanyaan tentang masa lalu itu?
tidak terlalu kecil bagi pertumbuhan rasa Pertanyaan adalah latihan dasar
cemas. Desa dan lingkungan sekitar kita, mengolah kehidupan. Sebab, gerak
juga tidak luas untuk menampung prihatin. kehidupan selalu diliputi paradoksial.
Sementara di kota, tidak pernah cukup kita Seperti halnya kebudayaan, mesti ada
menumpuk-numpuk perasaan ndak tega. polemik. Itulah motor kesadaran alamiah,
Oleh sebab kehidupan kita terlampau lumrah dan wajar supaya gerak kehidupan
dipenuhi oleh tiga hal: ciut, cekak, dan tidak lamban dan kebudayaan tidak macet.
cetek. Karena itulah, manusia perlu gelisah,
Akibatnya, kita cenderung membikin kemudian mau berpikir. Setelah berpikir, ia
persoalan-persoalan yang di-nyata-kan dan tergerak lagi.
sangat antusias tatkala meng-ada-kan Dengan rasa khawatir, saya
persoalan demikian sebagai laboratorium menemani kelahiran Lintang ke jagat baca
masalah kehidupan. Melalui eksperimen dan tulis. Sebermula dari proses kausalitas
percobaan pembiasan antara kemanusiaan yang berlaku menjalin-mengurai benang
kehidupan, maka buletin “Lintang” berupaya pandangan alternatif, dan jangan sampai
menawarkan ruang bagi pertukaran ide dan tergoda arus perusakan supaya tidak
gagasan yang tidak lazim dari pengamatan takabur juga terhadap perbaikan. Pokoknya,
orang-orang tidak biasa. Dengan niat, tidak menambah masalah dan penyakit
menabung karya untuk anak-cucu kelak. yang telah tersedia, melainkan bersedia
Pada dasarnya, menulis adalah sepenuh jiwa-raga dan segenap ketulusan
gerak yang menghidupi, kalau boleh hati mendekonstruksi historisnya adalah
dikatakan, berarti pula perang diri sendiri keberpihakan terhadap kesucian manusia.
antara kesialan dan kesia-siaan. Kita sama Yang senantiasa segar idenya dan
tidak tahu, mesti apa menyambut kelahiran gagasannya.
Lintang ini. Yang paling bisa kita lakukan Sejujurnya, Lintang hadir bukan
sekarang adalah senang ketika sedih, dan diantar oleh tulisan yang mengandung
bersedih meskipun senang. Karena setiap ketidak-jelasan ini dan yang syarat kesia-
hari mungkin terbuang dan berulang siaan kalaupun dipahami. Inilah doa mohon
kebahagiaan saat kecewa, serta suka-duka kita semua. Inilah panembrama
kekecewaan waktu bahagia. sederhana orang-orang biasa. Inilah kidung
Sejalan pandangan Lintang di atas, yang mengalun mengikuti arah, sifat,
mula-mula diniatkan menggali filosofi, karakter dan kepribadian kebudayaan esok
paradigma, intuisi, pemahaman dan hari.
pemikiran yang terkandung dalam Yang perlu kita ketahui bersama
pengetahuan di dalam diri manusia. Artinya, adalah, Lintang merupakan hasil pergulatan
kita bersama-sama memufakatkan dan di abad-abad lalu sejak nenek moyang kita
musyawarah tentang perumusan nilai-nilai merumuskan kebudayaan sendiri sesuai
dari segala lini lapangan bidang kehidupan. mode, pola dan corak kedaerahan. Itulah
Karena sejauh yang ditawarkan pola resistensi perlawanan terhadap “bentuk”
kebudayaan sekarang ini adalah meniru. kebudayaan piramida.
Peradaban kita ditentukan oleh imitasi dan Akhir kalam, inilah nyanyian syukur
replika. Hal itu disebabkan, karena corak dan pemaafan atas kekhilafan apapun yang
pendidikan sangat menekankan unsur menyebabkan mata Anda merasa sakit
kognitif. Baru pada tataran menghafal dan karena telah sudi membacanya. Salam
mengingat semua kumpulan data sekalian padamu, saudaraku.
fakta, untuk dijadikan kesimpulan iya atau
tidak. Dengan mengesampingkan metode 20 Oktober 2018
merunut fetakompli permasalahan, kritis
terhadap banyak hal, dan seterusnya;
meliputi bidang analisis, hipotesis, sampai
ketemu kesimpulan. Padahal, dalam
beberapa hal kita perlu kritik. Dalam
beberapa hal lain boleh sependapat.
Rasanya, tidak hanya pendidikan
yang mengalami dekadensi dan degradasi.
Baik itu secara moral, akhlak, budi pekerti
dan karakter. Memang dalam hal apapun,
kita terikat dengan pendidikan dan ketat
pembelajaran. Yang menjadi dasar sifat
kedewasaan yakni tentang keterbukaan
terhadap penerimaan dan menerima. Persis
semacam tirakat, melakukan apa yang tidak
kamu senangi, tidak melakukan apa yang
kamu senangi.
Semoga Lintang, anak rohani Omah
Puisi serta kerabat-kerabat lainnya, bersiap
untuk menyangsikan segala sesuatu, berani
mengatasi keadaan, menawarkan
Oleh: Sobrun Jamil
AGAMA ATEIS: BERBUAT BAIK AJA akan percuma, tak ada nilainya, kalau pada
KOK REPOT praktiknya kita menipu, memeras, korupsi,
Oleh: Denis Malhotra pelit, zalim terhadap orang miskin dan anak
yatim, menghardik orang lemah, berlaku
Tokoh sosiologi Auguste Comte menindas, arogan, egois, dan lain
pernah bilang bahwa orang beragama itu sebagainya.
berarti orang yang lemah karena
bergantung pada Tuhan.Maka bisa Nah ada salah satu yang menarik
dikatakan sebaliknya, orang yang tidak pada mereka yang mengaku ateis, bisa
beragama adalah orang yang kuat, dibilang sisi positifnya-lah.Bahwa orang
sehingga tak membutuhkan Tuhan untuk yang mengaku ateis adalah mereka yang
bergantung. terbebas dari atribut sosial dan
kelembagaan. Sehingga apa pun yang
Tapi pertanyaannya, adakah mereka lakukan, tak mengorbankan
manusia yang benar-benar kuat dalam arti agama, lembaga, institusi, dan sebagainya.
ad infinitum, tidak terbatas, tidak Karena mereka hadir di lapangan sosial
bergantung, tidak membutuhkan bantuan mewakili dirinya sendiri, sebagai pribadi.
apa pun dari luar dirinya? Beda dengan orang yang mengaku
beragama, ketika ia celaka atau berbuat
Hmmm, rasanya sesuper-supernya keburukan, yang dihakimi justru agamanya,
manusia, selama ia bernaung di alam lembaganya, institusinya, orangtuanya,
semesta yang diliputi ruang dan waktu ini bahkan rupa penampilan khas
maka selama itu pula ia bergantung, kelompoknya. Singkat kata, orang ateis
membutuhkan bantuan, punya kelemahan, mewakili dirinya sendiri, sedang orang
dan punya "sesuatu" yang kepadanya ia beragama selalu mewakili identitas yang
berserah diri. selalu tersemat pada dirinya.
G
adisku ini memang seorang menjadi imam sholat. Tidak pernah
pendiam. Sekali waktu aku menjadi ketua kelas barang satu semester
menyangka ia pendiam karena ketika sekolah, tidak pernah jadi ketua
kematangan jiwanya, tapi di lain waktu aku organisasi, tidak pernah jadi ketua regu
lebih percaya bahwa ia adalah seorang pramuka, aku tidak pernah memimpin apa-
manusia yang baru saja menyelesaikan apa. Bahkan pun sebatas memimpin doa
operasi tumor otak. Ibunya pernah bilang, ketika makan malam bersama keluarga.
"Kalau aku boleh menebak, anakku yang Aku hanya merasa jadi pemimpin ketika
nomer tiga ini pastilah jadi yang pertama mobil berhak kuatur-atur untuk mundur,
menjemput ajal jikalau ibunya yang sudah maju, belok kiri, atau belok kanan sewaktu
tua ini lupa mematikan kompor sewaktu menjadi tukang parkir di pelataran sebuah
memasak". Aku jadi percaya dengan mini market. Tapi sayangnya tukang parkir
kalimat itu, pasalnya malam ini aku bukanlah seorang pemimpin dalam
membuktikannya sendiri. Malam minggu pemahaman orang banyak. Ya sudah, aku
kami adalah kucing liar yang hanya tetap bukan seorang pemimpin.
berjalan dan berjalan tanpa kepastian
tujuan. Sebabnya jelas, tiap kuberi ia Kami meneruskan perjalanan tanpa
pertanyaan, "Mau ke mana?", ia selalu tujuan ini. Membabat angin malam dengan
menjawab "....". Ya ampun mahal betul motor butut keluaran tahun 70-an yang
harga emas. terakhir kali dicuci ketika Uni Soviet dan
Yugoslavia masih eksis sebagai negara.
Malam ini kami benar-benar jadi Sampai ketika melewati sebuah gedung
kucing liar. Aku pun tidak bisa mengambil bioskop, gadisku ini akhirnya mengeluarkan
keputusan akan ke mana kami malam ini. suaranya, "Aku ingin nonton lm". Tanpa
Karena aku bukan seorang lelaki berjiwa basa-basi kupatahkan stir motor ke kiri
ing ngarsa sung tuladha meskipun orang- tanpa sign, seperti reaksi kebanyakan orang
orang lawas selalu berkata bahwa lelaki yang melihat ada cegatan polisi di ujung
adalah calon imam. Tapi aku berhak jalan.
membantah karena aku tidak pernah
Di dalam gedung bioskop, tanpa
membuka diskusi ia langsung memilih lm
yang akan kami tonton. Sikapnya membuat-
ku sedikit senang, karena kebanyakan
pendiam akan cepat mengambil keputusan
hanya ketika ia mengalami gelora kebungahan yang kuat. Pilihannya kali ini
adalah lm horor. Film yang baru dirilis minggu lalu. Baiklah, belum terlalu
ketinggalan untuk ikut berteriak dan pamer foto tiket di media sosial.
Tetapi tetap saja, gadisku itu merasa bungah oleh lm yang baru saja
kelar ia tonton. Di sepanjang jalan menuju indekosnya ia terus mengoceh
tentang isi lm horor berbahasa sunda itu. Mengesankan, untuk sementara
ia berada bersamaku tidak sebagai seseorang yang baru menyelesaikan
operasi tumor otak. Walaupun jika bukan karena teringat oleh qoute si
produser di bagian post-credit scene yang mengatakan "dunia ini bukan soal
kebenaran, tapi kebijaksanaan" sudah pasti tidak akan kubalas celotehannya
dengan senyuman dan tawa yang penuh dramatisasi. Lumayan, aku bisa
sedikit berakting setelah mengunyah lm sampah itu, pikirku.
Namun ketika gadisku menutup malam minggu kali ini dengan seutas
senyum yang tergantung di daun pintu gerbang indekosnya, aku ingat kisah
si pedagang buah. Tentang para pedagang buah yang menagih
kebijaksanaan bila pembeli datang kembali untuk memprotes rasa buah
yang tidak sesuai omongan.
"Tak usah banyak keluhan, tong kitu a'! Andalkan saja kebijaksanaan
di hadapan seorang perempuan. Perempuan teh bagian benar, lelakina
bagian bijak. Toh kamu juga bukan seorang sineas kan. Mau dikeukeup
supados teu tiis? Hihihi."
Dakwah Preman
kepada Ustadz
Oleh: Lutfy Azhar
Pada hari berikutnya, seusai menjawab: "Sudahlah, kau tak usah
sholat subuh Cak Rohmat yang akan menasihatiku. Aku tahu keinginanmu
kembali pulang setelah mengimami agar aku selalu mengikuti kata dan
sholat subuh. Cak Rohmat berpapasan perintahmu, lalu orang-orang akan
dengan Badrun. Karena sudah mengatakan bahwa kau pendakwah
menjadi kebiasaanya kalau pergi mutakhir yang bisa menginsafkan
menuju langgar dengan jalan kaki. seorang bajingan sepertiku, lalu kau
Maka, ia pun pulang dengan jalan akan bangga dengan label yang
kaki dan dibarengi beberapa warga disematkanwarga kepadamu, bukan?"
setempat, yang kebetulan arah Kata si Badrun kepada Cak Rohmat.
rumahnya searah dengannya.
Sontak, kaget dan tersadarlah
Setelah Cak Rohmat berpapas- Cak Rohmat akan perkataan Badrun.
an dengan Badrun yang baru pulang Kemudian, tanpa berpikir panjang Cak
entah dari mana. Namun, tampaknya Rohmat mengucap salam dan pamit
Badrun telah menghabiskan berkrat- kepadanya. Lalu berjalanlah Cak
krat arak, karena tampak dari gaya Rohmat, sambil mengucap
berjalannya yang sempoyongan. "astaghrullahal’adzim". Dan warga
Namun, Cak Rohmat dan wargapun yang menyaksikan peristiwa tersebut
tidak tahu pasti apa penyebab ia bisa saling tengok dan bertanya-tanya, apa
berjalan seperti itu. Tanpa berpikir yang sebenarnya terjadi dengan Cak
panjang Cak Rohmat pun segera Rohmat?
beraksi menasehati Badrun dengan
dalil-dalil, agar tak usah lagi Kudus, Juli 2017
bermabuk-mabuk dan main
perempuan. Namun, Badrun yang bak
seorang dewa mabuk. Meski berjalan
sempoyongan tapi tetap mengerti
gerak-gerik lawan tandingnya dan
TENGKORAK: MEREKONSTRUKSI ULANG
TUBUH-PURBA
Oleh: M. Dandy
K
ita dapat menyebut film sebagai penjelasan tentang ritual. Mereka
sebuah produk budaya ketika ia disebarkan untuk menyampaikan
dapat dipergunakan untuk berucap pengalaman religius atau ideal, untuk
dan dikembangkan sebagai fenomena- membentuk model sifat-sifat tertentu, dan
fenomena yang dapat memperkaya budaya sebagai bahan ajaran dalam suatu
itu sendiri. Hal ini sejalan dengan ide cerita komunitas (masyarakat).
awal hingga pengeksekusian kedalam Sebagai masyarakat Indonesia,
bentuk film oleh Yusron Fuadi menjadi film kita telah hidup di dalam ruang lingkup
yang ia katakan sebagai film berjenis mitos yang terus berkelindan dan jurang
science fiction ini. yang membatasi antar dunia realita s dan
Film Tengkorak bercerita tentang dunia mitos hampir tak terlihat lagi. Seraya
umat manusia yang telah waktu berjalan, mitos terus berkembang
berhasilmenemukan sebuah fosil dari tradisi lisan masyarakat dengan atau
tengkorak. Fosil tersebut setinggi 1.850 tanpa tendensi, sehingga hal tersebut bisa
meter yang telah berumur 170 ribu tahun di memuncul kan sebuah kepercayaan baru.
pulau Jawa ketika terjadi gempa di Bantul Melihat perkembangan proses
pada tahun 2006. Hal ini membuat bingung melalui Instagram, Film Tengkorak sangat
pemuka agama dan para ilmuan atas ambisius dengan keterbatasan budget
temuan ini. Begitu pula dunia sedang untuk menampilkan warna baru dalam
berdebat antara melakukan penelitian atas perfilman alternatif Indonesia. Dengan
temuan fosil tengkorak tersebut atau gaya indie, Tengkorak hadir sebagai film
menyembunyikannya dari masyarakat atas science fiction yang mencoba
dasar kemanusiaan. Di sisi lain, terdapat merekonstruksi ulang tubuh-purba yang
seorang gadis yang bertekad mengungkap ditemukan setelah kejadian gempa bumi di
misteri di balik penemuan fosil tengkorak Bantul pada tahun 2006. Pada puncaknya,
tersebut dan memberitakannya ke dunia. mitos sebagai upaya satire ketika
Secara sederhana, ide cerita ini penonton mengonsumsi film tersebut
diangkat dari tradisi lisan masyarakat dengan tenang dan cermat melalui
lokal mengenai keberadaan Bukit narasi, dialog, maupun simbol yang hadir
Tengkorak dan cerita-cerita (mistis, pun di dalam Tengkorak.
dapat dikatakan tidak) yang memperkuat Mitos merupakan salah satu
keberadaannya tersebut. Tradisi lisan alternatif yang bisa dilakukan untuk
diwariskan secara turun temurun—dari menjaga tradisi atau kepercayaan yang
mulut ke telinga, dari rumah ke desa, telah ada dalam suatu komunitas
dari desa hingga berakhir ke kota, dan (masyarakat) di daerah tertentu. Melalui
dari hasil pendengaran tersebut beralih Tengkorak, penonton ditarik untuk
menjadi sebuah bentuk teks atau medium memercayai mitos yang telah berkembang
lainnya sebagai upaya penyalur sikap, dengan teknik pengambilan gambar
pandangan atawa refleksi dari angan- dokumenter, potongan-potongan gambar
angan sebuah kelompok (masyarakat) dan dalam bentuk media (berita televisi
berakhir sebagai wasiat untuk generasi nasional dan internasional) dan hamparan
selanjutnya. Hal inilah yang memantik fakta -fakta ilmiah dari beberapa ilmuwan
Yusron Fuadi untuk mengangkatnya maupun koresponden yang hadir di
sebagai sebuah film. Menurut dalam film. Pun, persoalan mengenai
pengakuannya, ide cerita ini telah muncul saling silang pendapat antara masyarakat
dan membayanginya sejak berumur 12 terhadap keberadaan Bukit Tengkorak
tahun. dan upaya pemerintah menutup rahasia
Mitos dapat timbul sebagai catatan tersebut dari jangkauan internasional
peristiwa sejarah yang terlalu dilebih- yang menjadi pemicu konflik dalam
lebihkan, sebagai alegori atau personifikasi Tengkorak.
bagi fenomena alam, atau sebagai suatu
Jika kita mencoba melakukan yang tidak bisa dijelaskan dengan hukum-
pemetaan atas film-film Indonesia hukum semesta yang telah diformulasi oleh
—secara serampangan maupun tidak—kita pemikiran -pemikiran empiris Barat, seperti
masih bisa menghitung jari film yang logika, pengetahuan umu m atau
menyentuh ruang lingkup science fiction. keyakinan yang dianut. Untuk
Tengkorak hadir dalam ruang lingkup menghindari sebagai karya fantasi yang
tersebut, walau dengan keterbatasan meninggalkan alam realita, realisme magis
budget, kita patut mengapresiasinya—tentu mengadopsi dunia ini demi menjadi
bukan lantaran penghargaan yang telah kerealisan sebuah karya. Misalnya, di
didapatkan, namun melalui kacamata Indonesia, kita mengenal istilah pamali
penonton. Namun, ada beberapa hal yang terus berkembang di dalam tradisi
yang tentu saja masih menjadi lisan di tiap daerah di Indonesia.
kekurangan dari Tengkorak. Katakan, Realisme magis dalam narasi
semisal, cut to cut yang begitu cepat dan Tengkorak memiliki struktur yang
scoring yang sepertinya terlalu berlebihan. menghadirkan ketakutan ketakukan dalam
Cut to cut yang begitu cepat ini dapat benak masyarakat sehingga menimbulkan
membuat penonton letih untuk chaos lantaran silang pendapat dan
mengumpulkan lalu mengolah informasi timbulnya praktik kepercayaan baru
melalui visual yang ia tangkap. Tempo atau dalam sebuah sekte yang lahir dari
ketukan yang cepat ini tentu dapat komunitas (masyarakat). Penonton bisa
membuat penonton bisa letih tanpa jeda yakin ketika menyimak dengan cermat
berpikir. Hal ini saya rasa cukup hamparan fakta ilmiah yang tersaji di dalam
mengganggu ketika penyampaian informasi narasi film tersebut atau mengalami
dalam bentuk audio dan visual ini terlalu keraguan dan merasakan hal yang
serampangan. Akan tetapi, terlepas dari kontradiktif, jika penonton tersebut akrab
itu semua, film Tengkorak memang tak dengan budaya mistis atau klenik, ia tak
menawarkan hasil yang cinematic akan merasakan kejanggalan. Sebaliknya,
(secara umum) tetapi pengambilan jika penonton tersebut lebih akrab
gambar dari jauh, montase rekaman, serta dengan budaya empirik, ia tak bisa
suguhan drone yang bisa memanjakan langsung memercayai narasi mitos (walau
mata dan menjadikan film ini sebagai disertai pendekatan fakta ilmiah) di dalam
hiburan yang kritis. film tersebut.
Teknik yang digunakan di dalam film Tengkorak sebagai film science
Tengkorak sebenarnya telah lama populer fiction bergaya indie menawarkan
di beberapa aliran film seperti gerakan alternatif menarik dan melengkapi lokalitas
sinema neorealisme di Italia serta New mitos yang telah hadir sejak lama dan terus
Wave dari Prancis yang mengusung berkembang melalui tradisi lisan. Melalui
cinema verite. Keramat (2008) bisa mitos dalam narasinya, Tengkorak
dijadikan bahan perbandingan baik menjadikannya sebagai satire tentang dua
secara teknik maupun narasi mistis dalam sisi koin di dalam alam raya ini,
film tersebut—yang tentu saja berkaitan kausalitas dari sebuah sikap atas alam
pula dengan gempa Bantul pada tahun raya, dan kesimpulan mengenai laku hidup
2006. di alam raya.
Mari kita coba beralih sedikit ke Namun, sebagai catatan akhir
dalam ranah sastra. Di dalam sebuah teks sebelum menutup tulisan ini, hal yang kerap
sastra, kita mengenal sebuah istilah magical berulang di dalam sebuah karya
realism atau realisme magis, semisal dalam yang—entah itu teks sastra maupun
karya-karya Gabriel Garcia Marquez, Jorge film—realisme magis ialah tidak kokohnya
Luis Borges, Isabel Allende, Salman bangun-jembatan yang menghubungkan
Rushdie, Toni Morrison, Danarto, Eka magis dan realis tersebut, sehingga Tuhan
Kurniawan, dan lain sebagainya. pun muncul dari dalam mesin. (baca: des ex
Menurut David Young dan Keith machina—meminjam istilah teater era
Hollaman unsur yang tereduksi—yang Yunani kuno). Wah!
membentuk realisme magis—ialah sesuatu
Nya: Pertunjukan Dialektika Kesadaran
Oleh Mas Syah
Lakon “Nya”
Karya Said Riyadi Abdi
Dipentaskan di Hall Student Center
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8 November 2018
S
ebagai pengantar catatan, bahwa ruang dan waktu tertentu di hadapan
pertunjukan telat sekitar 15 menit dari penonton.Dalam hal ini, pertunjukan Nya
jadwal yang telah disepakati dan berupaya melekatkan teori pada praktik,
ditetapkan. Tentu bukan tanpa sebab, tapi yang memungkinkanterjadinyasuatu
yang jelas tanpa penjelasan. Kedua, perihal eksperimen di atas panggung. Yang
penjelasan sekadarnya mengenai dimaksud eksperimen adalah pengolahan
pandangan naskah Nya di awal sebelum dan percobaan proses determinasi. Hal
pertunjukan dimulai, begini katanya: hidup tersebut mendaya-gunakan serangkaian
mulai berpusat pada dikotomisasi antara yang bertentangan, situasi resepsi saling
dunia dan akhirat, antara materialisme dan tumpang tindih dan meniadakan satu sama
idealisme. lain secara menyeluruh.