Anda di halaman 1dari 5

Makalah Tentang Limbah Pertambangan

A. PENGERTIAN LIMBAH
Berdasarkan peraturan pemerintah (PP) no. 18/1999 dan PP 85/1999,
Limbah difenisikan sebagai  sisa buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. 

       Ketika mencapai jumlah atau konsentrasi tertentu, limbah yang dibuang kelingkungan dapat
menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Limbah dapat menimbulkan dampak negatif
apabila jumlah atau konsentrasinya dilingkungan telah melebihi baku mutu.

Limbah pertambangan berasal dari kegiatan pertambangan. Kandungan limbah ini terutama
berupa material tambang, seperti logam atau batuan.

B. PENCEMARAN LINGKUNGAN

Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata
lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan
kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda asing
(seperti sampah, limbah industri, minyak, logam berbahaya, dsb.) sebagai akibat perbuatan
manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti semula (Susilo,
2003).  Kasus Teluk Buyat (Sulawesi Utara) dan Minamata (Jepang) adalah contoh kasus
keracunan logam berat. Logam berat yang berasal dari limbah tailing perusahaan tambang serta
limbah penambang tradisional merupakan sebagian besar sumber limbah B3 (bahan berbahaya
dan beracun) yang mencemari lingkungan.

1
Sebagai contoh, pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan bijih
dilakukan dengan proses amalgamasi dimana merkuri (Hg) digunakan sebagai media untuk
mengikat emas. Mengingat sifat merkuri yang berbahaya, maka penyebaran logam ini perlu
diawasi agar penanggulangannya dapat dilakukan sedini mungkin secara terarah. Selain itu,
untuk menekan jumlah limbah merkuri, maka perlu dilakukan perbaikan sistem pengolahan yang
dapat menekan jumlah limbah yang dihasilkan akibat pengolahan dan pemurnian emas.

 Sedangkan pertambangan skala besar, tailing yang dihasilkan lebih banyak lagi. Pelaku
tambang selalu mengincar bahan tambang yang tersimpan jauh di dalam tanah, karena
jumlahnya lebih banyak dan memiliki kualitas lebih baik. Untuk mencapai wilayah konsentrasi
mineral di dalam tanah, perusahaan tambang melakukan penggalian dimulai dengan mengupas
tanah bagian atas (top soil). Top Soil kemudian disimpan di suatu tempat agar bisa digunakan
lagi untuk penghijauan setelah penambangan. Tahapan selanjutnya adalah menggali batuan
yang mengandung mineral tertentu, untuk selanjutnya dibawa ke processing plant dan diolah.
Pada saat pemrosesan inilah tailing dihasilkan. Sebagai limbah sisa batuan dalam tanah, tailing
pasti memiliki kandungan logam lain ketika dibuang.

C. DAMPAK NEGATIF
 

 Salah satu dampak negatif pencemaran lingkungan yang paling ditakutkan dari penambangan
emas adalah rembesan limbah cair yang mengandung logam berat raksa (Hg). Pada proses
penambangan emas, merkury digunakan untuk meningkatan laju pengendapan emas dari
lumpur. Partikel merkury akan membentuk anglomerasi dengan emas sehingga meningkatkan
perolehan emas. Sebenarnya peraturran internasional sudah tidak lagi memperbolehkan
penggunaan merkury untuk pertambangan pada skala besar.

Logam berat ini sangat berbahaya meskipun pada konsentrasi rendah. Hg larut dalam air dan
ketika terakumulasi di perairan baik sungai atau laut dapat berdampak langsung membahayakan
masyarakat. Studi kasus menunjukkan pengaruh buruk mercury seperti tremor, kehilangan
kemampuan kognitif, dan gangguan tidur dengan gejala kronis yang jelas bahkan pada
konsentrasi uap mercury yang rendah 0.7–42 μg/m3.

Penelitian menujukkan bahwa jika menghirup langsung mercury selama 4-8 jam pada
konsentrasi 1.1 to 44 mg/m3 menyebabkan sakit dada, batuk, hemoptysis, pelemahan dan
pneumonitis. Pencemaran akut mercury menunjukkan akibat parah seperti terganggunya system
syaraf, seperti halusinasi, insomnia, dan kecenderungan bunuh diri. Yang lebih membahayakan

2
adalah bahaya laten mercury. Jika masuk ke perairan, mercury akan terakumulasi pada ikan dan
akan memberikan efek langsung seperti yang dijelaskan tadi jika ikan tersebut dikonsumsi. Oleh
karena itu upaya penanganan limbah cair ini sangat mendesak untuk dilakukan.

  Kegiatan penambangan apabila dilakukan di kawasan hutan dapat merusak ekosistem hutan.
Apabila tidak dikelola dengan baik, penambangan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan
secara keseluruhan dalam bentuk pencemaran air, tanah dan udara.

D. LIMBAH TAILING
 

Limbah tailing merupakan produk samping, reagen sisa, serta hasil pengolahan pertambangan
yang tidak diperlukan. Tailing hasil penambangan emas biasanya mengandung mineral inert
(tidak aktif). Mineral tersebut antara lain: kwarsa, kalsit dan berbagai jenis aluminosilikat. Tailing
hasil penambangan emas mengandung salah satu atau lebih bahan berbahaya beracun seperti
Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Sianida (CN) dan lainnya. Sebagian
logam-logam yang berada dalam tailing adalah logam berat yang masuk dalam kategori limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3).

 Misalnya, Merkuri adalah unsur kimia sangat beracun (toxic). Unsur ini bila bercampur dengan
enzime di dalam tubuh manusia menyebabkan hilangnya kemampuan enzime untuk bertindak
sebagai katalisator untuk fungsi tubuh yang penting. Logam Hg ini dapat terserap ke dalam
tubuh melalui saluran pencernaan dan kulit.

Karena sifatnya beracun dan cukup volatil, maka uap merkuri sangat berbahaya jika terhisap
oleh manusia, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Merkuri bersifat racun yang kumulatif,
dalam arti sejumlah kecil merkuri yang terserap dalam tubuh dalam jangka waktu lama akan
menimbulkan bahaya. Bahaya penyakit yang ditimbulkan oleh senyawa merkuri di antaranya
kerusakan rambut dan gigi, hilang daya ingat dan terganggunya sistem syaraf.

Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan upaya pendekatan melalui penanganan tailing
atau limbah B3 yang berwawasan lingkungan dan sekaligus peningkatan efisiensi penggunaan
merkuri untuk meningkatkan perolehan (recovery) logam emas.

3
 
E. CARA PENANGGULANGAN

Untuk menanggulangi pencemaran lingkungan di kawasan penambangan harus digunakan


teknologi yang telah terbukti dan teruji, mudah dibuat dan tersedia secara lokal seluruh bahan
baku dan material pembuatannya. Salah satu teknologi klasik yang digunakan adalah
menggunakan bioabsorber. Teknik ini salah satunya digunakan untuk konservasi sungai yang
tercemar logam berat pasca revolusi industri di inggris dan eropa daratan.  Teknik biosorpsi ini
menggunakann tumbuhan air-eceng gondok untuk menyerap logam berat yang larut pada air.

Eceng gondok memiliki kapasitas biosorbsi yang besar untuk berbagai macam logam berat
terutama Hg. Logam berat tersebut diabsorbsi dan dikonversi menjadi building block sehingga
tidah lagi membahayakan lingkungan. Namun demikian proses biosorbsi sangat sulit untuk
menghasilkan air yang bebar logam berat. Selain laju biosorbsi yang lambat, distribusi eceng
gondok juga hanya mengapung dipermukaan sehingga menyulitkan pengolahan yang homogen.
Hal ini bisa diantisipasi dengan desain embung yang luas namun dangkal atau dengan
melibatkan proses pengolahan lanjut dengqn pengolahan  tambahan.

Secara teknis dapat dilakukan dengan membuat embung/waduk kecil sebelum pembuangan
akhir (sungai atau laut). Embung tersebut harud dijadikan sebagai muara buangan air limbah
pertambangan rakyat sehingga terkonsentrasi pada satu tempat. Pada embung tersebut
ditumbuhkan eceng gondok yang akan mengadsorpsi logam berat yang terlarut didalamnya.
Tentu saja aspek teknis untuk desain detail mengenai waktu tinggal dan lain-lain mesti
disesuaikan dengan keadaan real lapangan dan spesifikasi desainnya dengan mudah
didapatkan di jurnal-jurnal penelitian. Sebagai pengolahan akhir sebelum dibuang ke
pembuangan air dapat digunakan saringan karbon aktif untuk mengadsorbsi kandungan sisa
yang belum dapat diikat/di absorbsi oleh eceng gondok. Saringan karbon aktif memiliki
resolusi/derajat pemisahan yang sangat tinggi sehingga menjamin kandungan logam berat
keluaran nihil atau sangat rendah. Karbon aktif secara sederhana dapat dengan mudah dibuat
dari arang melalui proses aktifasi. Arang komersial (karbon) dapat dijadikan karbon aktif melalui
aktifasi fisik dengan pemanasan pada temperatur 600-800 °C selama 3-6 jam.

F. ALTERNATIF SOLUSI
 

Pencegahan pencemaran adalah tindakan mencegah masuknya atau dimasukkannya makhluk


hidup, zat energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia
agar kualitasnya tidak turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup
tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Dalam bentuk, pertama, remediasi, yaitu
kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah,
yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di

4
lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri atas pembersihan, venting (injeksi),
dan bioremediasi.

 Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah
yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya,
tanah tersebut disimpan di bak/tangki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke
bak/tangki tersebut. Selanjutnya, zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian
diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.

Kedua, bioremediasi, yaitu proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan


mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat
pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).

Ketiga, penggunaan alat (retort-amalgam) dalam pemijaran emas perlu dilakukan agar dapat
mengurangi pencemaran Hg.

Keempat, perlu adanya kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan atau kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam menyusun
kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan. Sebelum dilaksanakannya, kegiatan
penambangan sudah dapat diperkirakan dahulu dampaknya terhadap lingkungan. Kajian ini
harus dilaksanakan, diawasi dan dipantau dengan baik dan terus-menerus implementasinya,
bukan sekedar formalitas kebutuhan administrasi.

Kelima, penyuluhan kepada masyarakat tentang bahayanya Hg dan B3 lainnya perlu dilakukan.
Bagi tenaga kesehatan perlu ada pelatihan surveilans risiko kesehatan masyarakat akibat
pencemaan B3 di wilayah penambangan.

Anda mungkin juga menyukai