Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

“Tinnitus”

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi salah satu syarat dalam menempuh Program
Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu THT
di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang

Disusun oleh :
Sugi Nurrahmawati
H3019056

Pembimbing :
dr. Wahju Budi Martono, Sp. THT-KL, M.Si. Med

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
SEMARANG
2020

BAB I

1
PENDAHULUAN

Tinitus berasal dari bahasa latin yang artinya nada. Tinitus adalah persepsi suara yang
bukan merupakan rangsangan dari luar. Suara yang terdengar begitu nyata dan serasa berasal
dari dalam telinga atau kepala. Pada sebagian besar kasus, gangguan ini tidak begitu menjadi
masalah, namun bila terjadinya makin sering dan berat maka akan menganggu juga.

Tinitus dapat bersifat subjektif dan objektif. Tetapi hampir sebagian besar kasus,
tinnitus bersifat subjektif. Tinitus yang bersifat subjektif maksudnya hanya penderita yang
dapat mendengarkan suara tinitusnya. Tinitus dapat berlangsung sementara atupun
intermitten.

Tinitus bukanlah suatu diagnosis penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu
penyakit. Tinitus mungkin dapat timbul dari penurunan fungsi pendengaran yang dikaitkan
dengan usia dan proses degenerasi, trauma telinga ataupun akibat dari penyakit vaskular.

Tinitus cukup banyak didapati dalam praktek sehari-hari. Jutaan orang di duina
menderita tinnitus dengan derajat ringan sampai berat. Dari hasi penelitian, didapatkan satu
dari lima orang di antara usia 55 dan 65 tahun dilaporkan mengalami tinitus. Hal ini
menandakan bahwa tinitus adalah keluhan yang sangat umum yang diterima di kalangan usia
lanjut.

Bunyi yang diterima sangat bervariasi. Keluhan tinitus dapat berupa bunyi
mendenging, menderu, mendesis atau berbagai macam bunyi lannya. Biasanya keluhan
tinitus selalu disertai dengan gangguan pendengaran.

Penyebab tinitus sampai sekarang masih belum diketahui secara pasti, sebagian besar
kasus tidak diketahui penyebabnya. Penatalaksanaan tinitus bersifat empiris dan sampai saat
ini masih menjadi perdebatan.

BAB II

2
PEMBAHASAN

2.1. Anatomi dan Fisiologi Telinga


Telinga terdiri dari tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam

Sumber: http://www.utdol.com/online/content/images/pedi_pix/Normal_ear_anatomy.jpg

2.1.1 Telinga luar


Telinga luar merupakan bagian terluar dari telinga. Telinga luar meliputi daun telinga
atau pinna, Liang telinga atau meatus auditorius eksternus, dan gendang telinga atau
membrana timpani.
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Daun telinga berfungsi untuk
membantu mengarahkan suara ke dalam liang telinga dan akhirnya menuju gendang telinga.
Rancangan yang begitu kompleks pada telinga luar berfungsi untuk menangkap suara dan
bagian terpenting adalah liang telinga. Saluran ini merupakan hasil susunan tulang dan tulang
rawan yang dilapisi kulit tipis.
Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga luar dan
tulang di dua pertiga dalam. Liang telinga memiliki panjang kira-kira 2,5 - 3 cm. Di dalam
liang telinga terdapat banyak kelenjar yang menghasilkan zat seperti lilin yang disebut

3
serumen atau kotoran telinga. Hanya bagian saluran yang memproduksi sedikit serumen yang
memiliki rambut. Pada ujung saluran terdapat gendang telinga yang meneruskan suara ke
telinga tengah.

sumber : http://medicastore.com/images/anatomi_telinga_luar.jpg

2.1.2 Telinga tengah


Telinga tengah adalah ruangan yang berbentuk kubus. Isinya meliputi gendang
telinga, 3 tulang pendengaran (malleus, incus, dan stapes). muara tuba Eustachii juga berada
di telinga tengah.
Getaran suara yang diterima oleh gendang telinga akan disampaikan ke tulang
pendengaran. Masing-masing tulang pendengaran akan menyampaikan getaran ke tulang
berikutnya. Tulang stapes yang merupakan tulang terkecil di tubuh meneruskan getaran ke
koklea.
Telinga tengah dan saluran pendengaran akan
terisi udara dalam keadaan normal. Tidak seperti pada
bagian luar, udara pada telinga tengah tidak berhubungan
dengan udara di luar tubuh. Saluran Eustachius
menghubungkan ruangan telinga tengah ke belakang
faring. Dalam keadaan biasa, hubungan saluran Eustachii
dan telinga tengah tertutup dan terbuka pada saat
mengunyah dan menguap.

4
Sumber :http://gurungeblog.files.wordpress.com/2008/12/telinga-tengah.jpg?w=297&h=300

2.1.3 Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari labirin osea, yaitu sebuah rangkaian rongga pada tulang
pelipis yang dilapisi periosteum yang berisi cairan perilimfe & labirin membranasea, yang
terletak lebih dalam dan memiliki cairan endolimfe.

Di depan labirin terdapat koklea. Penampang melintang koklea terdiri atas tiga bagian
yaitu skala vestibuli, skala media, dan skala timpani. Bagian dasar dari skala vestibuli
berhubungan dengan tulang stapes melalui jendela berselaput yang disebut tingkap oval,
sedangkan skala timpani berhubungan dengan telinga tengah melalui tingkap bulat.

Bagian atas skala media dibatasi oleh membran vestibularis atau membran Reissner
dan sebelah bawah dibatasi oleh membran basilaris. Di atas membran basilaris terdapat organ
corti yang berfungsi mengubah getaran suara menjadi impuls. Organ corti terdiri dari sel
rambut dan sel penyokong. Di atas sel rambut terdapat membran tektorial yang terdiri dari
gelatin yang lentur, sedangkan sel rambut akan dihubungkan dengan bagian otak dengan
N.vestibulokoklearis.
Selain bagian pendengaran, bagian telinga dalam terdapat indera keseimbangan.
Bagian ini secara struktural terletak di belakang labirin yang membentuk struktur utrikulus
dan sakulus serta tiga saluran setengah lingkaran atau kanalis semisirkularis. Kelima bagian
ini berfungsi mengatur keseimbangan tubuh dan memiliki sel rambut yang akan dihubungkan
dengan bagian keseimbangan dari N. vestibulokoklearis.1

Sumber : http://gurungeblog.files.wordpress.com/2008/12/telinga-dalam.gif?w=299&h=160

2.2 FISIOLOGI PENDENGARAN

5
Gelombang bunyi ditangkap oleh daun telinga dan diteruskan ke dalam liang telinga.
Gelombang bunyi akan diteruskan ke telinga tengah dengan menggetarkan gendang telinga.
Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulang dengar, maleus, incus dan stapes, ke foramen
oval.
Getaran Struktur koklea pada tingkap lonjong akan diteruskan ke cairan limfe yang ada di
dalam skala vestibuli. Getaran cairan ini akan menggerakkan membrana Reissner dan
menggetarkan endolimfa. Sehingga akan menimbulkan gerakan relatif antara membran
basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion akan terbuka dan terjadi
pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi
sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan
potensial aksi pada saraf auditorius. Lalu di lanjutkan ke nukleus auditoris sampai korteks
pendengaran di area 39-
40 lobus temporalis. 1

Sumber : http://cache-
media.britannica.com/eb-
media/99/14299-004-D2B5BCF9.gif

2.3 Definisi Tinitus


Tinitus adalah salah satu bentuk gangguan pendengaran berupa sensasi suara tanpa
adanya rangsangan dari luar, dapat berupa sinyal mekanoakustik maupun listrik. Keluhan
suara yang di dengar sangat bervariasi, dapat berupa bunyi mendenging, menderu, mendesis,
mengaum, atau berbagai macam bunyi lainnya. Suara yang didengar dapat bersifat stabil atau
berpulsasi. Keluhan tinitus dapat dirasakan unilateral dan bilateral.

Serangan tinitus dapat bersifat periodik ataupun menetap. Kita sebut periodik jika
serangan yang datang hilang timbul. Episode periodik lebih berbahaya dan mengganggu
dibandingkan dengan yang berifat menetap. Hal ini disebabkan karena otak tidak terbiasa
atau tidak dapat mensupresi bising ini. Tinitus pada beberapa orang dapat sangat
mengganggu kegiatan sehari-harinya. Terkadang dapat menyebabkan timbulnya keinginan
untuk bunuh diri.1,3

6
Tinitus dapat dibagi atas tinnitus objektif dan tinnitus subjektif. Dikatakan tinnitus
objektif jika suaranya juga dapat di dengar oleh pemeriksa dan dikatakan tinnitus subjektif
jika tinnitus hanya dapat didengar oleh penderita.1,2

2.4 Klasifikasi Tinitus


Tinitus terjadi akibat adanya kerusakan ataupun perubahan pada telinga luar, tengah,
telinga dalam ataupun dari luar telinga. Berdasarkan letak dari sumber masalah, tinitus dapat
dibagi menjadi tinitus otik dan tinitus somatik. Jika kelainan terjadi pada telinga atau saraf
auditoris, kita sebut tinitus otik, sedangkan kita sebut tinitus somatik jika kelainan terjadi di
luar telinga dan saraf tetapi masih di dalam area kepala atau leher.1
Berdasarkan objek yang mendengar, tinitus dapat dibagi menjadi tinitus objektif dan
tinitus subjektif.

a. Tinitus Objektif
Tinitus objektif adalah tinitus yang suaranya juga dapat di dengar oleh pemeriksa
dengan auskultasi di sekitar telinga. Tinitus objektif biasanya bersifat vibratorik, berasal dari
transmisi vibrasi sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar telinga.

Umumnya tinitus objektif disebabkan karena kelainan vaskular, sehingga tinitusnya


berdenyut mengikuti denyut jantung. Tinitus berdenyut ini dapat dijumpai pada pasien
dengan malformasi arteriovena, tumor glomus jugular dan aneurisma. Tinitus objektif juga
dapat dijumpai sebagai suara klik yang berhubungan dengan penyakit sendi
temporomandibular dan karena kontraksi spontan dari otot telinga tengah atau mioklonus
palatal. Tuba Eustachius paten juga dapat menyebabkan timbulnya tinitus akibat hantaran
suara dari nasofaring ke rongga tengah.

b. Tinitus Subjektif
Tinnitus objektif adalah tinnitus yang suaranya hanya dapat didengar oleh penderita
saja. Jenis ini sering sekali terjadi.tinitus subjektif bersifat nonvibratorik, disebabkan oleh
proses iritatif dan perubahan degeneratif traktus auditoris mulai sel-sel rambut getar sampai
pusat pendengaran.

7
Tinitus subjektif bervariasi dalam intensitas dan frekuensi kejadiannya. Beberapa
pasien dapat mengeluh mengenai sensasi pendengaran dengan intensitas yang rendah,
sementara pada orang yang lain intensitas suaranya mungkin lebih tinggi.2
Berdasarkan kualitas suara yang didengar pasien ataupun pemeriksa, tinitus dapat
dibagi menjadi tinitus pulsatil dan tinitus nonpulsatil.

Tinitus Pulsatil
Tinitus pulsatil adalah tinitus yang suaranya bersamaan dengan suara denyut jantung.
Tinitus pulsatil jarang dimukan dalam praktek sehari-hari. Tinitus pulsatil dapat terjadi akibat
adanya kelainan dari vaskular ataupun di luar vaskular. Kelaianan vaskular digambarkan
dengan sebagai bising mendesis yang sinkron dengan denyut nadi atau denyut jantung.
Sedangkan tinitus nonvaskular digambarkan sebagai bising klik, bising goresan atau suara
pernapasan dalam telinga. Pada kedua tipe tinitus ini dapat kita ketahui dengan
mendengarkannya menggunakan stetoskop.
Tinitus Nonpulsatil
Tinitus jenis ini bersifat menetap dan tidak terputuskan. Suara yang dapat didengar
oleh pasien bervariasi, mulai dari suara yang berdering, berdenging, berdengung, berdesis,
suara jangkrik, dan terkadang pasien mendengarkan bising bergemuruh di dalam telinganya.
Biasanya tinitus ini lebih didengar pada ruangan yang sunyi dan biasanya paling
menganggu di malam hari sewaktu pasien tidur, selama siang hari efek penutup kebisingan
lingkungan dan aktivitas sehari-hari dapat menyebabkan pasien tidak menyadari suara
tersebut.4

2.5 Etiologi
Tinitus paling banyak disebabkan karena adanya kerusakan dari telinga dalam.
Terutama kerusakan dari koklea. Secara garis besar, penyebab tinitus dapat berupa kelainan
yang bersifat somatik, kerusakan N. Vestibulokoklearis, kelainan vascular, tinitus karena
obat-obatan, dan tinitus yang disebabkan oleh hal lainnya.
1. Tinitus karena kelainan somatik daerah leher dan rahang
a. Trauma kepala dan Leher
Pasien dengan cedera yang keras pada kepala atau leher mungkin akan mengalami
tinitus yang sangat mengganggu. Tinitus karena cedera leher adalah tinitus somatik yang
paling umum terjadi. Trauma itu dapat berupa Fraktur tengkorak, Whisplash injury.

8
b. Artritis pada sendi temporomandibular (TMJ)
Berdasarkan hasil penelitian, 25% dari penderita tinitus di Amerika berasal dari
artritis sendi temporomandibular.4 Biasanya orang dengan artritis TMJ akan mengalami
tinitus yang berat. Hampir semua pasien artritis TMJ mengakui bunyi yang di dengar
adalah bunyi menciut. Tidak diketahui secara pasti hubungan antara artritis TMJ dengan
terjadinya tinitus.

2. Tinitus akibat kerusakan n. Vestibulokoklearis


Tinitus juga dapat muncul dari kerusakan yang terjadi di saraf yang menghubungkan
antara telinga dalam dan kortex serebri bagian pusat pendengaran. Terdapat beberapa kondisi
yang dapat menyebabkan kerusakan dari n. Vestibulokoklearis, diantaranya infeksi virus pada
n.VIII, tumor yang mengenai n.VIII, dan Microvascular compression syndrome (MCV).
MCV dikenal juga dengan vestibular paroxysmal. MCV menyebabkan kerusakan n.VIII
karena adanya kompresi dari pembuluh darah. Tapi hal ini sangat jarang terjadi.

3. Tinitus karena kelainan vaskular


Tinitus yang di dengar biasanya bersifat tinitus yang pulsatil. Akan didengar bunyi
yang simetris dengan denyut nadi dan detak jantung. Kelainan vaskular yang dapat
menyebabkan tinitus diantaranya:
a. Atherosklerosis
Dengan bertambahnya usia, penumpukan kolesterol dan bentuk-bentuk deposit lemak
lainnya, pembuluh darah mayor ke telinga tengah kehilangan sebagian elastisitasnya. Hal
ini mengakibatkan aliran darah menjadi semakin sulit dan kadang-kadang mengalami
turbulensi sehingga memudahkan telinga untuk mendeteksi iramanya.

b. Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan gangguan vaskuler pada pembuluh
darah koklea terminal.

c. Malformasi kapiler
Sebuah kondisi yang disebut AV malformation yang terjadi antara koneksi arteri dan
vena dapat menimbulkan tinitus.

9
d. Tumor pembuluh darah
Tumor pembuluh darah yang berada di daerah leher dan kepala juga dapat
menyebabkan tinitus. Misalnya adalah tumor karotis dan tumor glomus jugulare dengan
ciri khasnya yaitu tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa adanya gangguan
pendengaran. Ini merupakan gejala yang penting pada tumor glomus jugulare.

4. Tinitus karena kelainan metabolik


Kelainan metabolik juga dapat menyebabkan tinitus. Seperti keadaan hipertiroid dan
anemia (keadaan dimana viskositas darah sangat rendah) dapat meningkatkan aliran darah
dan terjadi turbulensi. Sehingga memudahkan telinga untuk mendeteksi irama, atau yang kita
kenal dengan tinitus pulsatil.

Kelainan metabolik lainnya yang bisa menyebabkan tinitus adalah defisiensi vitamin
B12, begitu juga dengan kehamilan dan keadaan hiperlipidemia.

5. Tinitus akibat kelainan neurologis


Yang paling umum terjadi adalah akibat multiple sclerosis. multiple sclerosis adalah
proses inflamasi kronik dan demyelinisasi yang mempengaruhi system saraf pusat. Multiple
sclerosis dapat menimbulkan berbagai macam gejala, di antaranya kelemahan otot, indra
penglihatan yang terganggu, perubahan pada sensasi, kesulitan koordinasi dan bicara, depresi,
gangguan kognitif, gangguan keseimbangan dan nyeri, dan pada telinga akan timbul gejala
tinitus.

6. Tinitus akibat kelainan psikogenik


Keadaan gangguan psikogenik dapat menimbulkan tinitus yang bersifat sementara.
Tinitus akan hilang bila kelainan psikogeniknya hilang. Depresi, anxietas dan stress adalah
keadaan psikogenik yang memungkinkan tinitus untuk muncul.

7. Tinitus akibat obat-obatan


Obat-obatan yang dapat menyebabkan tinitus umumnya adalah obat-obatan yang
bersifat ototoksik. Diantaranya :
a. Analgetik, seperti aspirin dan AINS lainnya

10
b. Antibiotik, seperti golongan aminoglikosid (mycin), kloramfenikol, tetrasiklin,
minosiklin.
c. Obat-obatan kemoterapi, seperti Belomisisn, Cisplatin, Mechlorethamine, methotrexate,
vinkristin
d. Diuretik, seperti Bumatenide, Ethacrynic acid, Furosemide
e. lain-lain, seperti Kloroquin, quinine, Merkuri, Timah

8. Tinitus akibat gangguan mekanik


Gangguan mekanik juga dapat menyebabkan tinitus objektif, misalnya pada tuba
eustachius yang terbuka sehingga ketika kita bernafas akan menggerakkan membran timpani
dan menjadi tinitus. Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius serta
otot-otot palatum juga akan menimbulkan tinitus.

9. Tinitus akibat gangguan konduksi


Gangguan konduksi suara seperti infeksi telinga luar (sekret dan oedem), serumen
impaksi, efusi telinga tengah dan otosklerosis juga dapat menyebabkan tinitus. Biasanya
suara tinitusnya bersifat suara dengan nada rendah.

10. Tinitus akibat sebab lainnya


a. Tuli akibat bising
Disebabkan terpajan oleh bising yang cukup keras dan dalam jangka waktu yang
cukup lama. Biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Umumnya terjadi pada
kedua telinga. Terutama bila intensitas bising melebihi 85db, dapat mengakibatkan kerusakan
pada reseptor pendengaran korti di telinga dalam. Yang sering mengalami kerusakan adalah
alat korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000Hz sampai dengan 6000Hz. Yang
terberat kerusakan alat korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000Hz.

b. Presbikusis
Tuli saraf sensorineural tinggi, umumnya terjadi mulai usia 65 tahun, simetris kanan
dan kiri, presbikusis dapat mulai pada frekuensi 1000Hz atau lebih. Umumnya merupakan
akibat dari proses degenerasi. Diduga berhubungan dengan faktor-faktor herediter, pola
makanan, metabolisme, aterosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor.

11
Menurunnya fungsi pendengaran berangsur dan kumulatif. Progresivitas penurunan
pendengaran lebih cepat pada laki-laki disbanding perempuan.

c. Sindrom Meniere
Penyakit ini gejalanya terdiri dari tinitus, vertigo dan tuli sensorineural. Etiologi dari
penyakit ini adalah karena adanya hidrops endolimf, yaitu penambahan volume endolimfa,
karena gangguan biokimia cairan endolimfa dan gangguan klinik pada membrane labirin1,4,5,6

2.6 Patofisiologi
Pada tinitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditoris yang menimbulkan perasaan
adanya bunyi, namun impuls yang ada bukan berasal dari bunyi eksternal yang
ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber impuls abnormal di dalam tubuh pasien
sendiri. Impuls abnormal itu dapat ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga. Tinitus dapat
terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah seperti bergemuruh atau nada
tinggi seperti berdenging. Tinitus dapat terus menerus atau hilang timbul.

Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi karena
gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh gangguan konduksi, biasanya berupa bunyi
dengan nada rendah. Jika disertai dengan inflamasi, bunyi dengung ini terasa berdenyut
(tinitus pulsatil).

Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi, biasanya terjadi pada
sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor, tuba katar, otitis media, otosklerosis dan

12
lain-lainnya. Tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa gangguan pendengaran
merupakan gejala dini yang penting pada tumor glomus jugulare.

Tinitus objektif sering ditimnbulkan oleh gangguan vaskuler. Bunyinya seirama


dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan aterosklerosis. Gangguan mekanis dapat
juga mengakibatkan tinitus objektif, seperti tuba eustachius terbuka, sehingga ketika bernapas
membran timpani bergerak dan terjadi tinitus.

Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, serta otot-otot
palatum dapat menimbulkan tinitus objektif. Bila ada gangguan vaskuler di telinga tengah,
seperti tumor karotis (carotid body tumor), maka suara aliran darah akan mengakibatkan
tinitus juga.

Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomisin, dehidro-streptomisin,


garamisin, digitalis, kanamisin, dapat terjadi tinitus nada tinggi, terus menerus atupun hilang
timbul. Pada hipertensi endolimfatik, seperti penyakit meniere dapat terjadi tinitus pada nada
rendah atau tinggi, sehingga terdengar bergemuruh atau berdengung. Gangguan ini disertai
dengan vertigo dan tuli sensorineural.

Gangguan vaskuler koklea terminal yang terjadi pada pasien yang stres akibat
gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang menstruasi, hipometabolisme atau saat
hamil dapat juga timbul tinitus dan gangguan tersebut akan hilang bila keadaannya sudah
normal kembali.1,4,6

2.7 Diagnosis
Untuk mendiagnosis pasien dengan tinitus, diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang yang baik.

a. Anamnesis
Anamnesis adalah hal yang sangat membantu dalam penegakan diagnosis tinitus.
Dalam anamnesis banyak sekali hal yang perlu ditanyakan, diantaranya:
- Kualitas dan kuantitas tinnitus
- Lokasi, apakah terjadi di satu telinga ataupun di kedua telinga

13
- Sifat bunyi yang di dengar, apakah mendenging, mendengung, menderu, ataupun
mendesis dan bunyi lainnya
- Apakah bunyi yang di dengar semakin mengganggu di siang atau malam hari
- Gejala-gejala lain yang menyertai seperti vertigo dan gangguan pendengaran serta
gangguan neurologik lainnya.
- Lama serangan tinitus berlangsung, bila berlangsung hanya dalam satu menit dan
setelah itu hilang, maka ini bukan suatu keadaan yang patologik, tetapi jika tinitus
berlangsung selama 5 menit, serangan ini bias dianggap patologik.
- Riwayat medikasi sebelumnya yang berhubungan dengan obat-obatan dengan sifat
ototoksik
- Kebiasaan sehari-hari terutama merokok dan meminum kopi
- Riwayat cedera kepala, pajanan bising, trauma akustik
- Riwayat infeksi telinga dan operasi telinga

Umur dan jenis kelamin juga dapat memberikan kejelasan dalam mendiagnosis pasien
dengan tinitus. Tinitus karena kelainan vaskuler sering terjadi pada wanita muda, sedangkan
pasien dengan myoklonus palatal sering terjadi pada usia muda yang dihubungkan dengan
kelainan neurologi.

Pada tinitus subjektif unilateral perlu dicurigai adanya kemungkinan neuroma akustik
atau trauma kepala, sedangkan bilateral kemungkinan intoksikasi obat, presbikusis, trauma
bising dan penyakit sistemik. Jika pasien susah untuk mendeskripsikan apakah tinitus berasal
dari telinga kanan atau telinga kiri, hanya mengatakan di tengah kepala, kemungkinan besar
terjadi kelainan patologis di saraf pusat, misalnya serebrovaskuler, siringomelia dan sklerosis
multipel.

Kelainan patologis pada putaran basal koklea, saraf pendengar perifer dan sentral pada
umumnya bernada tinggi (mendenging). Tinitus yang bernada rendah seperti gemuruh ombak
adalah ciri khas penyakit telinga koklear (hidrop endolimfatikus).1

b. Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan fisik dan penunjang yang baik, diharapkan sesuai dengan diagram berikut:

14
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan tinitus dimulai dari pemeriksaan auskultasi
dengan menggunakan stetoskop pada kedua telinga pasien. Hal ini dilakukan dengan tujuan
untuk menentukan apakah tinitus yang didengar pasien bersifat subjektif atau objektif. Jika
suara tinitus juga dapat didengar oleh pemeriksa, artinya bersifat subjektif, maka harus
ditentukan sifat dari suara tersebut. jika suara yang didengar serasi dengan pernapasan, maka
kemungkinan besar tinitus terjadi karena tuba eustachius yang paten. Jika suara yang di
dengar sesuai dengan denyut nadi dan detak jantung, maka kemungkinan besar tinitus timbul
karena aneurisma, tumor vaskular, vascular malformation, dan venous hum. Jika suara yang
di dengar bersifat kontinua, maka kemungkinan tinitus terjadi karena venous hum atau emisi
akustik yang terganggu.
Pada tinitus subjektif, yang mana suara tinitus tidak dapat didengar oleh pemeriksa saat
auskultasi, maka pemeriksa harus melakukan pemeriksaan audiometri. Hasilnya dapat
beragam, di antaranya:

- Normal, tinitus bersifat idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya.


- Tuli konduktif, tinitus disebabkan karena serumen impak, otosklerosis ataupun otitis kronik.
- Tuli sensorineural, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan BERA (Brainstem Evoked
Response
Audiometri). Hasil tes BERA, bisa normal ataupun abnormal. Jika normal, maka tinitus
mungkin disebabkan karena terpajan bising, intoksikasi obat ototoksik, labirinitis, meniere,
fistula perilimfe atau presbikusis. Jika hasil tes BERA abnormal, maka tinitus disebabkan
karena neuroma akustik, tumor atau kompresi vaskular.

Jika tidak ada kesimpulan dari rentetan pemeriksaan fisik dan penunjang di atas, maka
perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa CT scan ataupun MRI. Dengan pemeriksaan
tersebut, pemeriksa dapat menilai ada tidaknya kelainan pada saraf pusat. Kelainannya dapat
berupa multipel sklerosis, infark dan tumor.7

2.8 Penatalaksanaan

15
Pengobatan tinitus merupakan masalah yang kompleks dan merupakan fenomena
psikoakustik murni, sehingga tidak dapat diukur. Perlu diketahui penyebab tinitus agar dapat
diobati sesuai dengan penyebabnya. Misalnya serumen impaksi cukup hanya dengan
ekstraksi serumen. Tetapi masalah yang sering di hadapi pemeriksa adalah penyebab tinitus
yang terkadang sukar diketahui.

Ada banyak pengobatan tinitus objektif tetapi tidak ada pengobatan yang efektif untuk
tinitus subjektif. Pada umumnya pengobatan gejala tinitus dapat dibagi dalam 4 cara yaitu :
1. Elektrofisiologik yaitu dengan membuat stimulus elektro akustik dengan intensitas suara
yang lebih keras dari tinitusnya, dapat dengan alat bantu dengar atau tinitus masker.
2. Psikologik, dengan memberikan konsultasi psikologik untuk meyakinkan pasien bahwa
penyakitnya tidak membahayakan dan dengan mengajarkan relaksasi setiap hari.
3. Terapi medikamentosa, sampai saat ini belum ada kesepakatan yang jelas diantaranya
untuk meningkatkan aliran darah koklea, tranquilizer, antidepresan, sedatif, neurotonik,
vitamin, dan mineral.
4. Tindakan bedah dilakukan pada tinitus yang telah terbukti disebabkan oleh akustik
neuroma. Pada keadaan yang berat, dimana tinitus sangat keras terdengar dapat
dilakukan Cochlear nerve section. Menurut literatur, dikatakan bahwa tindakan ini dapat
menghilangkan keluhan pada pasien. Keberhasilan tindakan ini sekitar 50%. Cochlear
nerve section merupakan tindakan yang paling terakhir yang dapat dilakukan.

Pasien tinitus sering sekali tidak diketahui penyebabnya, jika tidak tahu penyebabnya,
pemberian antidepresan dan antiansietas sangat membantu mengurangi tinitus. Hal ini
dikemukakan oleh Dobie RA, 1999. Obat-obatan yang biasa dipakai diantaranya Lorazepam
atau klonazepam yang dipakai dalam dosis rendah, obat ini merupakan obat golongan
benzodiazepine yang biasanya digunakan sebagai pengobatan gangguan kecemasan. Obat
lainnya adalah amitriptyline atau nortriptyline yang digunakan dalam dosis rendah juga, obat
ini adalah golongan antidepresan trisiklik.4

Pasien yang menderita gangguan ini perlu diberikan penjelasan yang baik, sehingga
rasa takut tidak memperberat keluhan tersebut. Obat penenang atau obat tidur dapat diberikan
saat menjelang tidur pada pasien yang tidurnya sangat terganggu oleh tinitus itu. Kepada

16
pasien harus dijelaskan bahwa gangguan itu sukar diobati dan dianjurkan agar beradaptasi
dengan gangguan tersebut.
Penatalaksanaan terkini yang dikemukakan oleh Jastreboff, berdasar pada model
neurofisiologinya adalah kombinasi konseling terpimpin, terapi akustik dan
medikamentosa bila diperlukan. Metode ini disebut dengan Tinnitus Retraining
Therapy. Tujuan dari terapi ini adalah memicu dan menjaga reaksi habituasi dan
persepsi tinitus dan atau suara lingkungan yang mengganggu. Habituasi diperoleh
sebagai hasil modifikasi hubungan system auditorik ke sistem limbik dan system
saraf otonom. TRT walau tidak dapat menghilangkan tinitus dengan sempurna, tetapi
dapat memberikan perbaikan yang bermakna berupa penurunan toleransi terhadap
suara.
TRT biasanya digunakan jika dengan medikasi tinitus tidak dapat dikurangi atau
dihilangkan. TRT adalah suatu cara dimana pasien diberikan suara lain sehingga keluhan
telinga berdenging tidak dirasakan lagi. Hal ini bisa dilakukan dengan mendengar suara radio
FM yang sedang tidak siaran, terutama pada saat tidur. Bila tinitus disertai dengan gangguan
pendengaran dapat diberikan alat bantu dengar yang disertai dengan masking.8
TRT dimulai dengan anamnesis awal untuk mengidentifikasi masalah dan keluhan
pasien. Menentukan pengaruh tinitus dan penurunan toleransi terhadap suara sekitarnya,
mengevakuasi kondisi emosional pasien, mendapatkan informasi untuk memberikan
konseling yang tepat dan membuat data dasar yang akan digunakan untuk evaluasi terapi. 1,4
Terapi edukasi juga dapat kita berikan ke pasien. Diantaranya:
- Hindari suara keras yang dapat memperberat tinitus.
- Kurangi makanan bergaram dan berlemak karena dapat meningkatkan tekanan darah yang
merupakan salah satu penyebab tinitus.
- Hindari faktor-faktor yang dapat merangsang tinitus seperti kafein dan nikotin
- Hindari obat-obatan yang bersifat ototoksik
- Tetap biasakan berolah raga, istarahat yang cukup dan hindari kelelahan. 4

17
Berdasarkan Chicago Dizziness and Hearing Association dengan versi yang telah
diperbaharui pada tanggal 26 oktober 2008, berikut diagram penatalaksaan tinitus: 9

Tinnitus Management Flow Sheet


Chicago Dizziness and Hearing, Version Oct 26, 2008
Tinnitus (noise in ear)
Interview
Audiogram, Had diagnostic workup?
Tinnitus matching, Anxiolytics (Klonazepam,
OAE Aplrazolam)
ABR
Anxious, Antidepressants
ECOG
depressed Anxious, depressed, sleepless?
(Effexor, Nortriptyline, Paxil)
MRI if unilateral Sedatives (Lunesta, Klonazepam,
Trazedone)

Devices:
Masking (household noises, Tinnitus
Patient wishes to try CD’s)
Betahistine
Ear meds Medication, TRT, devices Hearing aid
Dyazide
Masker
Conditioning device (Neuromonics,
similar)
Neurontin,
Topamax, Anticonvulsan Schedule for TRT
Oxcarbamazine

Psychological Hypnosis,
Niacin 50 bid management Biofeedback
Pavabid 150 BID
Vasoactive
Persantine 25 TID
Trental 400 TID Neuroprobe 500
Electrical stimulators
Not appropriate for Ultrasonic
everyone (Ultraquiet,
Medrol dose pack Steroid Hisonic)

Ginkgo Surgery (last resort)


Acupuncture Alternative
Lipoflavenoid
s
Cochlear nerve section
Labyrinthectomy
Electrical stimulator implant
Sumber : http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/hearing/pdfs/tinnitus%20management.pdf

BAB III
KESIMPULAN

18
Telinga dibagi menjadi tiga bagian, di antaranya telinga luar, tengah dan dalam.
Telinga liuar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Telinga
tengah terdiri dari membran timpani, tulang-tulang pendengaran dan muara tuba eustachius.
Telinga dalam terdiri dari koklea dan 3 kanalis semisirkularis.

Secara garis besar, fisiologi pendengaran dimulai dari gelombang bunyi yang
ditangkap oleh daun telinga dan diteruskan ke dalam liang telinga. Gelombang bunyi akan
diteruskan ke telinga tengah dengan menggetarkan gendang telinga. Getaran ini akan
diteruskan oleh ketiga tulang dengar, maleus, incus dan stapes.

Oleh tulang-tulang pendengaran, getaran diteruskan ke koklea, sehingga


menggetarkan endolimfa, yang nanti akan menyebabkan terjadinya depolarisasi yang
mengubah getaran menjadi energi listrik. Impuls tadi akan diteruskan kekorteks serebri dan
diterjemahkan oleh otak.

Terdapat gangguan dari persepsi suara yang didengar, diantaranya adalah tinitus.
Tinitus adalah persepsi suara yang bukan merupakan rangsangan dari luar. Suara yang
terdengar begitu nyata dan serasa berasal dari dalam telinga atau kepala. Pada sebagian besar
kasus, gangguan ini tidak begitu menjadi masalah, namun bila terjadinya makin sering dan
berat maka akan menganggu juga.

Tinitus dapat bersifat otik dan somatik. Otik berarti penyebab tinitus berasal dari
telinga dan somatik berarti penyebab tinitus berasal dari luar telinga. Tinitus juga ada yang
bersifat subjektif dan objektif. Subjektif berarti tinitus hanya dapat didengar oleh pasien dan
objektif berarti tinitus dapat didengar juga oleh pemeriksa. Berdasarkan kualitas suara yang
didengar, tinitus ada yang bersifat pulsatil yang berarti berdenyut dan nonpulsatil yang berarti
tidak berdenyut.

Hingga sekarang, penyebab dari tinitus masih banyak dibicarakan. Tetapi banyak
sekali pendapat mengenai etiologi tinitus diantaranya:

19
1. Tinitus karena kelainan somatik daerah leher dan rahang, seperti trauma kepala dan
Leher dan artritis pada sendi temporomandibular (TMJ)
2. Tinitus akibat kerusakan n. Vestibulokoklearis
3. Tinitus karena kelainan vaskular, seperti atherosclerosis, hipertensi, malformasi
kapiler dan tumor pembuluh darah
4. Tinitus karena kelainan metabolic
5. Tinitus akibat kelainan neurologis
6. Tinitus akibat kelainan psikogenik
7. Tinitus akibat obat-obatan, seperti obat golongan analgetik, antibiotik, obat-obatan
kemoterapi dan duretik
8. Tinitus akibat gangguan mekanik
9. Tinitus akibat gangguan konduksi, seperti saat infeksi telinga
10. Tinitus akibat sebab lainnya seperti tuli akibat bising, presbikusis, dan penyakit
meniere.

Dalam mendiagnosis tinitus diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang yang efektif dan lengkap. Dengan melakukan anamnesis yang efektif, maka
diharapkan dapat mengetahui garis besar etiologi dari tinitus yang dialami pasien. Karena
penatalaksanaan yang baik dari tinitus akan dapat berlangsung jika etiologinya dapat
diketahui dengan baik.
Secara garis besar, penatalaksanaan tinitus terdiri dari:
1. Elektrofisiologik
2. Psikologik
3. Terapi medikamentosa
4. Tindakan bedah
Terapi yang tak kalah pentingnya adalah terapi edukasi. Edukasi yang diberikan
mencakup masalah diet, olah raga, menghindarkan obat-obatan ototoksik, dan lainnya.
Dengan begitu, diharapkan tinitus pada pasien dapat berkurang bahkan menghilang.

Penatalaksanaan terkini yang dikemukakan oleh Jastreboff, berdasarkan pada model


neurofisiologinya adalah kombinasi konseling terpimpin, terapi akustik dan medikamentosa
bila diperlukan. Metode ini disebut dengan Tinnitus Retraining Therapy. Tujuan dari terapi

20
ini adalah memicu dan menjaga reaksi habituasi dan persepsi tinitus dan atau suara
lingkungan yang mengganggu. Penatalaksanaan TRT banyak dipakai dewasa ini.

Pasien yang menderita gangguan ini perlu diberikan penjelasan yang baik, sehingga
rasa takut tidak memperberat keluhan tersebut. Obat penenang atau obat tidur dapat diberikan
saat menjelang tidur pada pasien yang tidurnya sangat terganggu oleh tinitus itu. Kepada
pasien harus dijelaskan bahwa gangguan itu sukar diobati dan dianjurkan agar beradaptasi
dengan gangguan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

21
1. Soepardi EA, Iskandar I, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2008
2. Anonim. Tinitus. Dalam : http://en.wikipedia.org/wiki/Tinnitus. 2008. Diakses pada :
Juli 29 2009.
3. Anonim.http://books.google.co.id/books?
id=xa_ne2pMEUYC&pg=PA118&lpg=PA118&dq=tinitus+dan+bunuh+diri&source
=bl&ots=Dxk5U-
kZmi&sig=LkgsLBKZaJi_TQxprMFapjoO6Cs&hl=id&ei=mYdxSoGTCMGdkAXU
xI2FDA&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=7 diakses pada : Juli 30 2009
4. Hain TC. Tinnitus. http://www.dizziness-and-
balance.com/disorders/hearing/tinnitus.htm. Diakses pada Juli 30 2009
5. Hain TC. Microvascular compression syndrome, Vestibular Paroxysmia, and Quick
Spins.http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/unilat/microvascular.htm.
Diakses pada Juli 30 2009
6. Tinnitus and Deafness. http://www.wrongdiagnosis.com/w/wolframs_disease/book-
diseases-4a.htm. Diakses pada: Juli 30 2009
7. Saunders WB. http://www.bixby.org/faq/tinnitus/diagnose.html. Diakses pada: Juli 31
2009
8. Syartika L. Tinitus Telinga Berdenging.
http://www.santosa-hospital.com/document/tinnitus_drlisa_5_page_8.pdf. Diakses
pada: Agustus 3 2009
9. Hain TC. Tinitus Management. http://www.dizziness-and-
balance.com/disorders/hearing/pdfs/tinnitus%20management.pdf. Diakses pada: 3
Agustus 2009

22

Anda mungkin juga menyukai