Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Puskesmas6
1. Pengertian Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
2. Tujuan Puskesmas
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat yang:
a. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat.
b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu.
c. Hidup dalam lingkungan sehat.
d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok,
dan masyarakat.
3. Fungsi Puskesmas
Fungsi Puskesmas antara lain:
a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.
Puskesmas berupaya menyelenggarakan dan memantau penyelenggaraan
pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di
wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan
kesehatan.
b. Pusat pemberdayaan masyarakat.
Puskesmas berupaya agar baik perorangan, keluarga, dan masyarakat memiliki
kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat
untuk hidup sehat dan berperan memperjuangkan kepentingan kesehatan.
c. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat
pertama secara menyeluruh, terpadu, dan berkeseimbangan. Pelayanan
kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi:
1) Pelayanan kesehatan perorangan.
Tujuan utama pelayanan ini adalah menyembuhkan penyakit dan
memulihkan kesehatan perorangan tanpa mengabaikan pemeliharaan
kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan kesehatan perorangan
tersebut adalah rawat jalan, sedangkan untuk puskesmas tertentu ditambah
dengan rawat inap.
2) Pelayanan kesehatan masyarakat.
Tujuan utama pelayanan ini adalah memelihara, meningkatkan, dan
memulihkan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara
lain adalah promosi kesehatan, memberantas penyakit, kesehatan
lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga
berencana, kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan masyarakat
lainnya.
4. Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas
Prinsip-prinsip penyelenggaraan Puskesmas meliputi:
a. Prinsip paradigma sehat.
Mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya
mencegah dan mengurangi risiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat.
b. Prinsip pertanggungjawaban wilayah.
Puskesmas menggerakkan dan bertanggungjawab terhadap pembangunan
kesehatan di wilayah kerjanya.
c. Prinsip kemandirian masyarakat.
Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat.
d. Prinsip pemerataan.
Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dapat diakses dan
terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa
membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya, dan kepercayaan.
e. Prinsip teknologi tepat guna.
Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan
teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah
dimanfaatkan, dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.
f. Prinsip keterpaduan dan kesinambungan.
Puskesmas mengintegrasikan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP)
lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan sistem rujukan yang
didukung dengan manajemen Puskesmas.
5. Tugas, Fungsi dan Wewenang Puskesmas
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka
mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugasnya,
Puskesmas juga menyelenggarakan fungsi penyelenggaraan UKM dan UKP
tingkat pertama di wilayah kerjanya.
Puskesmas sebagai salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama, mempunyai beberapa wewenang dalam Upaya Kesehatan Masyarakat
(UKM), yaitu:
a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan
masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;
b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;
c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat
dalam bidang kesehatan;
d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang
bekerjasama dengan sektor lain terkait;
e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat;
f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas;
g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;
h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan
cakupan pelayanan kesehatan; dan
i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk
dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan
penyakit.
Puskesmas juga mempunyai beberapa wewenang dalam penyelenggaraan
Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP), yaitu:
a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif,
berkesinambungan, dan bermutu;
b. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya promotif
dan preventif;
c. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu,
kelompok, dan masyarakat;
d. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan dan
keselamatan pasien, petugas, dan pengunjung;
e. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan
kerjasama inter dan antar profesi;
f. Melaksanakan rekam medis;
g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses
pelayanan kesehatan;
h. Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan;
i. Mengkoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan
j. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem
rujukan.
6. Upaya Kesehatan Puskesmas
Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama dan
upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama yang dilaksanakan secara
terintegrasi dan berkesinambungan.
a. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
UKM tingkat pertama meliputi upaya kesehatan masyarakat pokok dan
upaya kesehatan masyarakat pengembangan. Upaya kesehatan masyarakat
pokok harus diselenggarakan oleh seluruh Puskesmas guna mendukung
pencapaian standar pelayanan minimal kabupaten/kota bidang kesehatan.
Upaya kesehatan masyarakat pokok meliputi:
1) Upaya pengobatan;
2) Upaya promosi kesehatan;
3) Upaya kesehatan lingkungan;
4) Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana;
5) Pelayanan gizi; dan
6) Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.
Upaya kesehatan masyarakat pengembangan merupakan upaya
kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya
inovatif dan/atau bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan,
disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja
dan potensi sumber daya yang tersedia di masing-masing Puskesmas. Upaya
kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok
puskesmas yang telah ada, yakni : 7
1) Upaya Kesehatan Sekolah
2) Upaya Kesehatan Olah Raga
3) Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
4) Upaya Kesehatan Kerja
5) Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
6) Upaya Kesehatan Jiwa
7) Upaya Kesehatan Mata
8) Upaya Kesehatan Usia Lanjut
9) Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional
b. Upaya Kesehatan Perseorangan/UKP
Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama dilaksanakan sesuai
dengan standar prosedur operasional dan standar pelayanan dalam bentuk
rawat jalan, pelayanan gawat darurat, pelayanan satu hari (one day care),
home care, dan/atau rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan
pelayanan kesehatan.
Untuk melaksanakan upaya kesehatan masyarakat dan perseorangan
tersebut maka puskesmas harus menyelenggarakan manajemen Puskesmas,
pelayanan kefarmasian, pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat dan
pelayanan laboratorium.
B. Pelayanan Mutu6
1. Pengertian Mutu
Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan
mengemukakan mutu adalah suatu derajat kesempurnaan pelayanan rumah sakit
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan
yang sesuai standar profesi, sumber daya yang tersedia di rumah sakit secara
wajar, efisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai
norma, etika hukum dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan
kemampuan pemerintah dan masyarakat konsumen.
Mutu adalah penentuan pelanggan, pasar atau ketetapan manajemen. Mutu
dinilai berdasarkan atas pengalaman nyata pelanggan terhadap produk dan jasa
pelayanan, mengukurnya, mengharapkannya, dijanjikan atau tidak, sadar atau
hanya dirasakan, operasional teknik atau subjektif sama sekali dan selalu
menggambarkan target yang bergerak dalam pasar yang kompetitif.
2. Komponen Mutu Pelayanan Kesehatan
Terdapat lima faktor pokok yang berperan penting dalam menentukan
keberhasilan manajemen mutu pelayanan kesehatan, yaitu
a. Masukan (input)
b. Proses (process)
c. Keluaran (output)
d. Hasil (outcome)
e. Dampak (impact)
Input (masukan) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk dapat
melaksanakan pekerjaan manajemen. Input berfokus pada sistem yang
dipersiapkan dalam organisasi dari manajemen termasuk komitmen, prosedur,
serta kebijakan sarana dan prasarana fasilitas dimana pelayanan diberikan. Proses
(process) adalah langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Output adalah hasil dari suatu pekerjaan manajemen. Hasil (outcome)
merupakan hasil dari suatu proses manajemen. Dampak (impact) adalah akibat
yang ditimbulkan oleh output. Untuk manajemen kesehatan dampak yang
diharapkan adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan.
3. Dimensi-Dimensi Kualitas Pelayanan
Terdapat lima dimensi mutu pelayananan diantaranya adalah
a. Berwujud (tangible) yaitu kemampuan dalam menunjukan eksistensinya
kepada pihak eksternal. Meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain-lain),
teknologi, serta penampilan pegawai.
b. Kehandalan (reliability), yaitu dimensi yang mengukur kemampuan untuk
memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan
terpercaya.
c. Ketanggapan (responsiveness) yaitu suatu kebijakan yang membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat dan tepat pada pelanggan dengan
menyampaikan informasi yang jelas.
d. Jaminan dan kepastian (assurance) yaitu pengetahuan, kesopansantunan dan
kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para
pelanggan terhadap perusahaan. Hal ini meliputi komponen komunikasi,
kredibilitas, kompetensi dan sopan santun.
e. Empati, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau
pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami
keinginan konsumen.
4. Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan dalam mutu pelayanan kesehatan adalah sebagai
berikut :
a. Membangun kesadaran mutu.
Merupakan upaya penggeseran cara pandang peran dan fungsi organisasi
pelayanan kesehatan yang biasa dilakukan menjadi pelayanan yang sesuai
standar.
b. Pembentukan tim jaminan mutu.
Tim jaminan mutu dapat terdiri dari sub tim pembuat standar, sub tim
pelaksana dan sub tim penilai kepatuhan terhadap standar dan evaluasi.
c. Pembuatan alur kerja dan standar pelayanan.
Alur pelayanan ditempel di dinding agar mudah diketahui dan sebagai
petunjuk jalan bagi pasien maupun pengunjung unit pelayanan kesehatan.
d. Penilaian kepatuhan terhadap standar.
Dibutuhkan daftar tilik untuk mengukur kelengkapan sarana dan prasarana,
pengetahuan pemberi pelayanan, standar kompetensi teknis petugas dan
persepsi penerima pelayanan.
e. Penyampaian hasil kerja.
Data temuan diolah dan dianalisis kemudian disajikan di lokakarya mini jika
nilai di bawah 80% maka keadaan ini perlu diperbaiki dengan melakukan
intervensi terhadap rendahnya tingkat kepatuhan terhadap standar.
f. Survey Pelanggan
Dilakukan dengan metode survey pada klien atau pasien.
g. Penyusunan rencana kegiatan menggunakan siklus problem solving.

Sebab potensial

Prioritas
Sebab paling
masalah
mungkin

Alternatif
Identifikasi pemecahan
Masalah masalah masalah

Pengawasan Keputusan
Pengendalian pemecahan
Penilaian masalah
Rencana
Penerapan

Gambar 2.1 Siklus Problem Solving


5. Faktor yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan
meliputi:
a. Kompetensi teknik (Technical Competence)
b. Akses terhadap pelayanan (Acces to service)
c. Efektifitas pelayanan (Effectiveness)
d. Hubungan antar manusia (Interpersonal relations)
e. Kelangsungan pelayanan (Continuity of care)
f. Keamanan pelayanan (Safety)
g. Kenyamanan pelayanan (Amenities) dan
h. Ketepatan waktu (Timeless).
6. Analisis Penyebab Masalah pada Manajemen Mutu
Permasalahan yang dapat timbul pada mutu pelayanan kesehatan di
puskesmas dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Simple problem (masalah sederhana)
Berikut adalah ciri-ciri masalah pada simple problem, yaitu:
1) Kecil.
2) Berdiri sendiri.
3) Tidak ada hubungan dengan masalah lain.
4) Tidak mengandung konsekuensi yang besar.
5) Pemecahannya tidak memerlukan pemikiran yang luas, dimana
pemecahannya diilakukan secara individual oleh pimpinan atas dasar
instuisi, pengalaman, kebiasaan dan fakta yang sederhana.
Pada simple problem masalah yang didapat dari perbandingan antara Standard
Operating Procedure (SOP) dengan kenyataan yang dilakukan petugas dalam
pelayanan.
b. Complex problem (masalah rumit)
Berikut adalah ciri-ciri pada masalah complex problem, yaitu:
1) Masalahnya besar.
2) Tidak berdiri sendiri.
3) Saling berkaitan dengan masalah lain.
4) Mengandung konsekuensi yang besar.
5) Pemecahannya memerlukan pemikiran luas, dimana pemecahannya
dilakukan secara tim, pimpinan dibantu staf.
7. Prinsip Perbaikan Mutu
a. Jaminan mutu berorientasi pada pemenuhan harapan dan kebutuhan pelanggan
(pasien) dan masyarakat.
b. Jaminan mutu berfokus pada sistem dan proses.
c. Jaminan mutu menggunakan data untuk menganalisis proses pemberian
pelayanan.
d. Jaminan mutu mendorong diterapkannya pendekatan tim untuk pemecahan
masalah dan perbaikan mutu yang berkesinambungan.
C. Standard Operating Procedure (SOP)8
1. Definisi
Standard Operating Procedure (SOP) atau Standar Prosedur Operasional
(SPO) adalah suatu pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong atau
menggerakan suatu kelompok untuk mencapai tujuan. Menurut Depkes RI SOP
adalah ptotap yang merupakan tata atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu
proses kerja tertentu yang dapat diterima oleh seseorang yang berwenang atau
yang bertanggungjawab untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi
tertentu sehingga suatu kegiatan dapat terselesaikan secara efektif dan efesien.
2. Tujuan SOP
Berikut ini adalah tujuan dari SOP:
a. Menjaga konsistensi dan tingkat kerja petugas atau tim dalam organisasi atau
unit.
b. Mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap posisi dalam organisasi.
c. Menjelaskan alur tugas wewenang dan tanggungjawab dari petugas terkait.
d. Melindungi organisasi dan staf dari malpraktik atau kesalahan administrasi
lain.
e. Untuk menghindari kesalahan, keraguan, duplikasi.
3. Fungsi SOP
Fungsi dari SOP adalah
a. Memperlancar tugas petugas atau tim.
b. Sebagai hukum bila ada penyimpangan.
c. Mengetahui dengan jelas hambatan bila ada dan mudah dilacak.
d. Mengarahkan petugas untuk sama-sama disiplin dalam bekerja.
e. Sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas rutin.
4. Prinsip SOP
Beberapa prinsip SOP yaitu:
a. Harus ada pada setiap kegiatan pelayanan.
b. Bila berubah, harus sesuai standar profesi atau perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta peraturan yang berlaku.
c. Memuat segala indikasi dan syarat-syarat yang harus dipenuhi pada setiap
upaya.
d. Harus didokumentasikan.
D. Indeks Kepuasan Masyarakat9
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat
kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan
kualitatif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur
penyelenggara pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan
kebutuhannya.
Monitor tolak ukur SOP adalah tingkat kepatuhan atau compliance rate (CR).
Dikatakan baik apabila prosentase lebih dari 80%.

Nilai CR =
Unsur pelayanan yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan
masyarakat, yaitu:
1. Persyaratan
Persyaratan adalah syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis
pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif.
2. Sistem, Mekanisme, dan Prosedur.
Prosedur adalah tatacara pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima
pelayanan termasuk pengaduan.
3. Waktu Penyelesaian
Waktu penyelesaian adalah jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.
4. Biaya/Tarif*)
Tarif adalah ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam mengurus
dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya ditetapkan
berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat.
5. Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan
Produk spesifikasi jenis pelayanan adalah hasil pelayanan yang diberikan dan
diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Produk pelayanan ini
merupakan hasil dari setiap spesifikasi jenis pelayanan.
6. Kompetensi Pelaksana **)
Kompetensi pelaksana adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaksana
meliputi pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan pengalaman.
7. Perilaku Pelaksana **)
Perilaku pelaksana adalah sikap petugas dalam memberikan pelayanan.
8. Penanganan Pengaduan, Saran, dan Masukan
Penanganan pengaduan, saran dan masukan, adalah tata cara pelaksanaan
penanganan pengaduan dan tindak lanjut.
9. Sarana dan Prasarana
Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai
maksud dan tujuan. Prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang
utama terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek). Sarana
digunakan untuk benda yang bergerak (komputer, mesin) dan prasarana untuk
benda yang tidak bergerak (gedung).
*) Unsur 4, dapat diganti dengan pertanyaan lain, jika dalam suatu peraturan
perundangan biaya tidak dibebankan kepada penerima layanan.
**) Unsur 6 dan 7, dapat diganti dengan bentuk pertanyaan lain, jika jenis layanan
yang akan disurvei berbasis website.
E. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
dan Aedes albopictus.10
DBD merupakan penyakit demam akut yang ditemukan di daerah tropis,
dengan penyebarang geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit ini disebabkan
oleh salah satu dari 4 serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flafifiridae. Setiap
serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi silang dan wabah yang disebabkan
oleh beberapa serotipe (hiperendemistas) dapat terjadi. Penyebab penyakit DBD ada 4
tipe (Tipe 1, 2,3, dan 4), termasuk dalam group B Antropod Borne Virus
(Arbovirus).11,12
Cara penularan virus dengue yaitu virus masuk ketubuh manusia melaui
gigitan nyamuk selanjutnya beredar dalam sirkulasi darah selama priode sampai
timbul gejala demam. Priode ini dimana virus beredar didalam sirkulasi darah
manusia disebut fase viremia. Apabila nyamuk yang belum terinfeksi menghisap
darah manusia dalam fase viremia maka virus akan masuk kedalam tubuh nyamuk
dan berkembang biak selama priode 8-10 hari sebelum virus siap di transmisikan
kepada manusia lain. Rentang waktu yang diperlukan untuk inkubasi ekstrinstik
tergantung pada kondisi lingkungan terutama temperatur sekitar.13
F. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) DBD adalah kegiatan untuk
memberantas telur, jentik dan kepompong nyamuk penular penyakit DBD di tempat-
tempat perkembang biakannya.10
PSN biasa dikenal dengan kegiatan 3M namun kegiatan tersebut telah
diintensifkan sejak tahun 1992 dan pada tahun 2000 dikembangkan menjadi 3M Plus.
Menurut Kemenkes RI (2013), pengendalian fisik (PSN 3M) merupakan alternatif
utama pengendalian vektor DBD melalui upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
dengan cara menutup, menguras, dan mengubur/mendaur ulang (3M). PSN sebaiknya
dilakukan setiap minggu sehingga terjadi pemutusan rantai pertumbuhan pra dewasa
nyamuk tidak menjadi dewasa. 10,14
1. Tujuan
Menurunkan angka kejadian DBD dengan memutuskan siklus hidup nyamuk
Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
2. Sasaran
Sasaran dari PSN 3M adalah semua tempat potensial pekembangbiakan nyamuk
Aedes, antara lain tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari,
tempat penampungan air bukan keperluan sehari-hari (non- TPA), dan tempat
penampungan air alamiah.
3. Pelaksanaan
a. Petugas surveilans puskesmas memberikan bekal pengetahuan dan informasi
serta memberikan pelatihan kepada kader
b. Menyiapkan formulir PSN dan kontak yang akan dilakukan dalam investiasi
kontak.
c. Melakukan kegiatan PSN, kegiatan ini dapat dilakukan oleh petugas secara
mandiri dan/atau melibatkan kader terlatih.
Menurut Kemenkes RI (2013) PSN 3M Plus dapat dilakukan dengan
cara;10,14
1. Menguras Tempat Penampungan Air (TPA)
Menguras adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan
tempat penampungan air minimal seminggu sekali seperti kolam renang,
bak mandi, ember air, penampungan air dibelakang kulkas, penampungan
air dispenser.12 Menggosok dinding bagian dalam dari bak mandi, dan
semua tempat penyimpanan air secara teratur sekurang-kurangnya
seminggu sekali dapat menyingkirkan telur nyamuk.16
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jaya (2013), perilaku
menguras tempat penampungan air berhubungan dengan keberadaan
larva Aedes aegypti.17 Sejalan dengan penelitian tersebut, dalam
penelitian Ramlawati, dkk (2014) menyatakan bahwa pelaksanaan
menguras tempat penampungan air berhubungan dengan densitas
larva Aedes aegypti.18 Tempat penampungan air merupakan tempat
yang disukai oleh Aedes aegypti untuk berkembang biak, karena
Aedes aegypti memerlukan air untuk meletakkan telurnya agar cepat
menetas.14
2. Menutup Rapat Tempat Penampungan Air (TPA)
Menutup rapat tempat penampungan air adalah memberi tutup
yang rapat pada tempat air ditampung seperti bak mandi, kendi,
gentong air (Pratamawati, 2012).15 Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Jaya (2013) perilaku menutup tempat penampungan air
berhubungan dengan keberadaan larva Aedes aegypti.17 Namun
sebaliknya, penelitian yang dilakukan Ramlawati (2014) menyatakan
bahwa tindakan menutup tempat penampungan air tidak berhubungan
dengan densitas larva Aedes aegypti.18
Menurut Sungkar (2005), ternyata TPA tertutup lebih sering
mengandung larva dibandingkan dengan TPA yang terbuka. Hal
tersebut karena penutup TPA jarang tertutup dengan baik dan sering
dibuka untuk mengambil air didalamnya. TPA yang tutupnya longgar
seperti itu, lebih disukai nyamuk untuk tempat bertelur karena
ruangannya lebih gelap daripada tempat air yang tidak tertutup sama
sekali.18
3. Mengubur Barang Bekas yang Dapat Menampung Air Hujan
Kegiatan mengubur barang bekas adalah memendam di dalam
tanah sampah plastik atau barang bekas yange memiliki potensi
menampung air hujan sehingga dapat menjadi tempat nyamuk Aedes
aegypti berkembang biak.15 Pada penelitian Suyasa (2008)
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara keberadaan kontainer
dengan keberadaan vektor DBD.19
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ramlawati, dkk (2014)
tindakan mengubur barang bekas tidak dapat dihubungkan dengan
densitas larva Aedes aegypti.18 Hal tersebut berbeda dengan penelitian
yang dilakukan oleh Desniawati (2014) yaitu pelaksanaan mengubur
barang bekas berhubungan dengan keberadaan larva Aedes aegypti.20
4. Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan Minimal
Seminggu Sekali
Nyamuk Aedes aegypti dapat berkembang biak di tempat
penampungan air bersih dan yang tidak beralaskan tanah, seperti bak
mandi, drum dan kaleng bekas, tempat minum burung dan pot
tanaman hias. Keberadaan pot tanaman hias di rumah khusunya yang
menggunakan media air sebagai pertumbuhan pada kenyataannya
terdapat genangan air. Genangan air tersebut dijadikan sebagai
breeding place atau tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti .
19

Penggantian air pada vas bunga dan tempat minuman hewan


dapat dilakukan dengan membuang air yang lama dengan
menggantinya dengan air yang baru secara rutin minimal seminggu
sekali. Hal tersebut dilakukan agar telur nyamuk yang terdapat dalam
vas bunga atau tempat minum hewan terbuang bersama air yang
lama.19
5. Memperbaiki Saluran dan Talang Air yang Tidak Lancar/Rusak
Saluran air dan talang air yang tidak lancar/rusak harus
diperbaiki karena dapat menyebabkan air menggenang sehingga dapat
menjadi tempat potensial nyamuk Aedes aegypti berkembang biak
(Kemenkes RI, 2013).14 Nyamuk Aedes aegypti tidak hanya
berkembang biak pada air bersih, namun dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Hadi (2006) air yang terpolusi dapat menjadi tempat
perindukan dan perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.21 Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Desniawati (2014) menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara pelaksanaan memperbaiki saluran air dan
talang air yang tidak lancar dengan keberadaan larva Aedes aegypti.20
6. Menutup Lubang-Lubang Pada Potongan Bambu/Pohon dengan
Tanah
Menurut Saniambara (2003) yang dikutip dalan Suyasa (2008)
selain bak mandi, drum dan kaleng bekas, tempat minum burung dan
pot tanaman hias yang dapat dijadikan tempat berkembang biak
nyamuk Aedes aegypti, kadang-kadang ditemukan juga di pelepah
daun, lubang pagar/bambu, dan lubang tiang bendera.19 Selain itu
menurut Macdonald (1967) yang dikutip dalam Hadi (2006)
menyatakan bahwa tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti adalah
tempat-tempat yang dapat menampung air yang mengandung bahan-
bahan organik yang membusukd an tempat-tempat yang digunakan
oleh manusia sehari-hari, seperti bak mandi, drum air, kaleng bekas,
ketiak daun, dan lubang lubang batu.21
7. Kegiatan Plus PSN 3M
a. Menaburkan Bubuk Larvasida
Menaburkan bubuk larvasida dikenal dengan istilah abatisasi.
Abatisasi merupakan penggunaan larvasida temefos (abate) untuk
memberantas larva Aedes aegypti. Temefos yang digunakan berbetuk
butir pasir dengan dosis 1 ppm artinya 1 bagian abate dalam satu juta
bagian air atau I gram Temefos SG (sand granuler) 1% per 10 liter air.
Abatisasi pada tempat penampungan air mempunyai efek residu
selama 2-3 bulan (Depkes RI, 1995 dalam Sungkar, 2005).13 Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Desniawati (2014) menyatakan bahwa
tidak terdapat hubungan antara abatisasi dengan keberadaan larva
Aedes aegypti.20

b. Memelihara Ikan Pemakan Jentik Di Kolam/Bak Penampung Air


Memelihara ikan pemakan jentik merupakan salah satu cara
pengendalian vektor DBD dengan menggunakan metode biologi.
Pengendalian tersebut dapat menggunakan predator/pemangsa,
parasit, bakteri, sebagai musuh alami stadium pra dewasa vektor
DBD. Jenis predator yang digunakan adalah ikan pemakan jentik
seperti cupang, tampalo, gabus, dan guppy (Kemenkes RI, 2013).14
c. Memasang Kawat Kasa
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suyasa (2008)
pemakaian kawat kasa tidak berhubungan dengan keberadaan vektor
DBD, tidak adanya hubungan tersebut karena kasa anti nyamuk
belum dianggap sebagai alternatif praktis diperkotaan selain itu ada
kecenderungan pemasangan kasa anti nyamuk tidak pada semua pintu
maupun jendela yang ada di rumah.16 Hal tersebut sejalan dengan
penelitian Desniawati (2014) yaitu tidak adanya hubungan antara
pemasangan kawat kasa dengan keberadaan larva Aedes aegypti.20
d. Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian
Menurut Sucipto (2011) tempat hinggap yang disenangi
nyamuk Aedes aegypti adalah benda-benda yang menggantung seperti
pakaian, kelambu atau tumbuh-tumbuhan yang dekat dengan tempat
perkembangbiakannya biasanya tempat yang gelap dan lembab.
Sejalan dengan pernyataan tersebut, penelitian yang dilakukan oleh
Suyasa (2008) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
kebiasaan menggantung pakaian dengan keberadaan vektor DBD di
wilayah kerja Puskesmas 1 Denpasar Selatan.19
e. Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang Optimal
Nyamuk Aedes aegypti menyukai tempat yang gelap dan
lembab karena pada tempat seperti itulah nyamuk Aedes aegypti
betina menunggu proses pematangan telurnya (Sucipto, 2011).
Menurut KepMenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang
persyaratan kesehatan rumah tinggal diketahui bahwa syarat luas
lubang ventilasi minimal berukuran 10% dari luas lantai rumah.22
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayuningsih, dkk
(2014) menyatakan bahwa pencahayaan di dalam rumah mempunyai
hubungan dengan kepadatan nyamuk Aedes aegypti.23 Sejalan dengan
penelitian tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Desniawati (2014)
menyatakan bahwa adanya hubungan antara mengupayakan
pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai dengan keberadaan
larva Aedes aegypti.20
f. Menggunakan Kelambu
Penggunaan kelambu merupakan perlindungan dari gigitan
nyamuk (Sungkar, 2005). Kelambu dapat digunakan saat tidur
terutama pada pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00 untuk menghindari
gigitan nyamuk pada saat tidur sebagai upaya perseorangan
(Kemenkes RI, 2013).14 Namun menurut Sucipto (2011) kelambu
merupakan salah satu benda yang menggantung yang disenangi
nyamuk Aedes aegypti. 21
g. Memakai Obat yang Dapat Mencegah Gigitan Nyamuk
Upaya perlindungan perorangan yang dapat dilakukan untuk
mencegah gigitan nyamuk adalah memakai obat yang dapat
16
mencegah gigitan nyamuk (Sungkar, 2005). Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Sumantri dkk (2013) terdapat hubungan
bermakna antara kebiasaan memakai lotion nyamuk dengan kejadian
DBD di Kota Pontianak.24
G. Media Edukasi25
1. Latar Belakang Pembuatan Media Edukasi
Komunikasi adalah proses yang menyangkut hubungan manusia dengan
lingkungan sekitarnya. Tanpa komunikasi manusia menjadi terpisah dari
lingkungan. Namun tanpa lingkungan, komunikasi menjadi kegiatan yang tidak
relevan. Dengan kata lain manusia berkomunikasi karena perlu mengadakan
hubungan dengan lingkungannya. Dalam berkomunikasi, manusia tentunya
memerlukan media komunikasi. Media komunikasi adalah semua sarana yang
dipergunakan untuk memproduksi, mereproduksi, mendistribusikan atau
menyebarkan dan menyampaikan informasi.
Media komunikasi sangat berperan dalam kehidupan masyarakat. Proses
pengiriman informasi di zaman keemasan ini sangat canggih. Teknologi
telekomunikasi paling dicari untuk menyampaikan atau mengirimkan informasi
ataupun berita karena teknologi telekomunikasi semakin berkembang, semakin
cepat, tepat, akurat, mudah, murah, efektif dan efisien.
2. Tujuan Pembuatan Media Edukasi
a. Tujuan umum: dengan pembuatan media edukasi diharapkan petugas dapat
melakukan tugasnya sesuai dengan SOP yang berlaku.
b. Tujuan khusus:
1) Media dapat mempermudah penyampaian informasi.
2) Media dapat menghindari kesalahan persepsi.
3) Media dapat memperjelas informasi.
4) Media dapat mempermudah pengertian.
5) Media dapat mengurangi komunikasi yang verbalistis.
6) Media dapat menampilkan objek yang tidak bisa ditangkap mata.
7) Media dapat memperlancar komunikasi.
3. Macam-Macam Media Edukasi
Media edukasi dalam penyuluhan kesehatan adalah media yang digunakan
untuk menyampaikan pesan kesehatan karena alat tersebut digunakan untuk
mempermudah penerimaan pesan kesehatan bagi masyarakat yang dituju.
Media cetak yaitu suatu media statis dan mengutamakan pesan-pesan
visual, biasanya terdiri dari gambaran sejumlah kata dan gambar:
a. Booklet: untuk menyampaikan pesan dalam bentuk buku, baik tulisan maupun
gambar.
b. Leaflet: melalui lembar yang dilipat, isi pesan bisa gambar/tulisan atau
keduanya.
c. Flyer (selebaran): seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan
d. Flip Chart (lembar balik): pesan/informasi kesehatan dalam bentuk lembar
balik. Biasanya dalam bentuk buku, dimana tiap lembar (halaman) berisi
gambar peragaan dan di baliknya berisi kalimat sebagai pesan/informasi
berkaitan dengan gambar tersebut.
e. Rubrik: tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah, mengenai bahasan suatu
masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan.
f. Poster: bentuk media cetak berisi pesan-pesan/informasi kesehatan, yang
biasanya ditempel di tembok-tembok, di tempat-tempat umum, atau di
kendaraan umum.
Ada beberapa kelebihan media cetak antara lain tahan lama, mencakup
banyak orang, biaya rendah, dapat dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik,
mempermudah pemahaman dan dapat meningkatkan gairah belajar. Media cetak
memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menstimulasi efek gerak dan efek suara dan
mudah terlipat.

4. Proses Komunikasi
Proses komunikasi memenuhi 6 unsur, yaitu:
a. Reference: stimulus yang memotivasi seseorang untuk berkomunikasi dengan
orang lain, dapat berupa pengalaman, ide atau tindakan.
b. Pengirim atau komunikator: dapat berupa perorangan atau kelompok.
c. Pesan: informasi yang dikirimkan, dapat berupa kata-kata, gerakan tubuh atau
ekspresi wajah.
d. Media: alat atau sarana yang dipilih pengirim untuk menyampaikan pesan
pada penerima/sasaran.
e. Penerima sasaran: kepada siapa pesan yang ingin disampaikan tersebut dituju.
f. Umpan balik: reaksi dari sasaran terhadap pesan yang disampaikan.
H. Kerangka Teori

PUSKESMAS

Investigasi pasien tuberkulosis paru

Input : Proses :
1. Man P1: SIMPLE PROBLEM
2. Money 1. Menyiapkan alat bahan
3. Material 2. Menyusun jadwal
3. Menghubungi Output : Cakupan
4. Methods
5. Marketing pemegang program
P2:
6. Environment
1. Mengamati tingkat
kepatuhan petugas Outcome:
2. Menganalisis tingkat Mutu pelayanan
kepuasan pelanggan (hasil akhir)
3. Menyusun PMPK
P3:
1. Mengevaluasi
pelaksanaan PoA

Impact:Kepuasan
PASIEN
TINGKAT
KEPATUHAN COMPLEX
PETUGAS PROBLEM

Masalah mutu

Gambar 2.2 Kerangka Teori Pendekatan Sistem


I. Kerangka Konsep

Tingkat kepatuhan petugas


terhadap SOP investigasi
pasien tuberkulosis paru

Mutu kegiatan investigasi


pasien tuberkulosis paru

Kepuasan pelanggan terhadap


kunjungan petugas investigasi
pasien tuberkulosis paru

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

Anda mungkin juga menyukai