Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

“Seorang Perempuan 27 tahun dengan Keluhan udem tungkai”

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi salah satu syarat dalam menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Dalam

di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo

Disusun oleh :

Sugi Nurrahmawati

H2a015053

Pembimbing :

dr. Rahmi Dewi, Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

SEMARANG

2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Sugi Nurrahmawati


NIM : H2A015053
Fakultas : Kedokteran Umum
Universitas : Universitas Muhammadiyah Semarang
Bidang Pendidikan : Ilmu Penyakit Dalam
Pembimbing : dr. Rahmi Dewi, Sp.PD

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal 22 Oktober 2019

Pembimbing

dr. Rahmi Dewi, Sp.PD

ii
DAFTAR MASALAH
No Masalah aktif Tanggal No Masalah Pasif Tanggal

1. Sindrom Nefrotik 29 November 2019

iii
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. I
Tanggal lahir : 02 Januari 1992
Umur : 27 tahun
Jenis kelamin :Perempuan
Alamat :TAMBAKHARJO RT01/I SEMARANG
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama :Islam
Pendidikan : SLTA
Bangsal : Dahlia 4
No. RM : 57-39-39
Tanggal Masuk RS :27 November 2019
Tanggal Dikasuskan : 29 November 2019

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan di bangsal dahlia 4 RSUD Tugurejo Semarang pada
tanggal 29 September 2019 pukul 13.00 WIB secara alloanamnesis dan
autoanamnesis.
1. Keluhan Utama : udem tungkai selama seminggu
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Ny. I datang ke IGD RSUD Tugurejo Semarang dengan keluhan udem pada
kedua tungkai dan pada wajah. Udem tungkai dan muka dirasakan sejak 1
minggu yang lalu. Pasien mengatakan kakinya tiba- tiba membesar diikuti
pada bagian wajah dan juga pada bagian perut rasanya penuh. Pasien
mengatakan bahwa berat badanya naik dari 50 kg menjadi 56kg.

1
Udem tungkai dirasakan semakin lama semakin membesar, dan
mengganggu aktivitas.
Belum pernah diobatin, dan besar udem tungkai dan wajah tidak berkurang.
Pasien juga mengeluhkan mual dan juga sesak nafas, sesak dirasakan karena
perut semakin membesar setelah makan. Pasien juga mengeluhkan BAK
berwarna kemerahan ada busanya, pasien tidak mengalami oliguri. BAB
lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu


a. Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya
b. Riwayat sakit TB paru : Disangkal
c. Riwayat hipertensi : Disangkal
d. Riwayat sakit jantung : Disangkal
e. Riwayat sakit ginjal : Disangkal
f. Riwayat DM : Disangkal
g. Riwayat asma : Disangkal
h. Riwayat alergi obat dan makanan : Disangkal
i. Riwayat hepatitis B : Disangkal
j. Riwayat penyakit liver : Disangkal
k. Riwayat rawat inap : Disangkal
3. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat sakit serupa : Disangkal
b. Riwayat hipertensi : Disangkal
c. Riwayat penyakit jantung : Disangkal
d. Riwayat DM : Diakui
e. Riwayat alergi : Disangkal
f. Riwayat asma : Disangkal
g. Riwayat sakit liver : Disangkal
h. Riwayat sakit TB paru : Disangkal

2
4. Riwayat Pribadi
a. Riwayat merokok : Disangkal
b. Riwayat minum alkohol : Disangkal
c. Riwayat sering ganti pasangan : Disangkal
d. Riwayat penggunaan narkoba : Disangkal
e. Riwayat transfusi darah : Disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien seorang ibu rumah tangga. Pasien tinggal bersama anaknya,
biaya pengobatan menggunakan BPJS PBI. Kesan ekonomi cukup.

B. ANAMNESIS SISTEMIK
1. Neurocerebral : Sakit kepala (+)
2. Mata : Penglihatan kabur (-), pandangan ganda (-),
pandangan berputar (-)
3. Hidung : Pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-)
4. Telinga : Pendengaran berkurang (-) berdenging (-)
keluar cairan (-), darah (-).
5. Mulut : Sariawan (-), luka pada sudut bibir (-),
gusi berdarah (-).
6. Tenggorokan : Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-).
7. Sistem Respirasi : Batuk (-) Sesak nafas (+)
8. Sistem Kardio : Sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada (-),
berdebar-debar (-), keringat dingin (-).
9. Sistem GIT : Diare (-), tidak bisa BAB (-), BAB darah (-)
mual (+) muntah (-)
10. Sistem Muskulo : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-).
11. Sistem Genitourin : Sering kencing (-), nyeri saat kencing (-), disertai darah
(-), berpasir (-), kencing nanah (-),

3
warna kemerahan (+), (-), anyang-anyangan (-).
Ada busa pada urin (+)
12. Ekstremitas :
a. Atas : Luka (-), gemetar (-), kesemutan (-), sakit sendi (-),
panas (-), berkeringat (-), oedem (-), lemes (+).
b. Bawah : Luka (-), gemetar (-), jari dingin (-), kesemutan di kaki
(-), sakit sendi (-), oedem (+), lemes (+).
13. Sistem Neuropsikiatri : Kejang (-), gelisah (-), kesemutan (-),
mengigau (-), emosi tidak stabil (-)
14. Sistem Integumentum : Kulit kuning (-), pucat (-), gatal (-)
keringat dingin (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 29 November 2019 pukul
14.00 WIBdi Dahlia 4 RSUD Tugurejo Semarang:
1. Keadaan Umum : tampak sakit ringan
2. Kesadaran : Compos mentis
3. GCS : 15 (E4M6V5)
4. Vital sign :
• Tekanan darah : 149/93 mmHg
• Nadi : 88x/menit, isi & tegangan cukup
• Respiratory rate : 22x/menit
• Suhu : 37,5C (axiler)
5. Status Gizi
BB : 50 kg
TB : 150 cm
IMT : 22,22 (normal)

4
6. Risiko jatuh : 30 (MORSE: Resiko sedang)

Penilaian
Parameter Status/keadaan Skor
pasien
Riwayat jatuh (baru-baru ini Tidak pernah 0
0
atau dalam 3 bulan terakhir) Pernah 0
Penyakit penyerta (Diagnosis Ada 0
0
Sekunder) Tidak ada 0
Tanpa alat bantu, 0
Alat bantu jalan Tidak dapat jalan 0 0
Tongkat penyangga (crutch),walker 0
Pemakaian infus intravena /
Ya 20
heparin 20
Tidak 0

Normal, tidak dapat berjalan 0


Cara berjalan Lemah 10 10
Terganggu 0

Menyadari kelemahannya 0
Status mental 0
Tidak menyadari kelemahannya 0
Total skore 30

Tindakan
Tingkat risiko Skore morse
Tidak ada tindakan
Risiko rendah 0-24

Risiko sedang 25-44 Pencegahan jatuh standar

Pencegahan jatuh resiko tinggi


Risiko tinggi >45

1. Kepala : Mesocephal, distribusi rambut merata, jejas (-).


2. Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor diameter 3mm/3mm, reflek cahaya direk
(+/+), reflek cahaya indirek (+/+)
3. Hidung : Deformitas (-),napas cuping hidung(-), sekret(-),
epistaksis (-/-)

5
4. Telinga : Discharge (-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid
(-/-), gangguan fungsi pendengaran (-/-).
5. Mulut : bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-)
6. Lidah : sariawan (-)
7. Kulit : hipopigmentasi (-), hiperpigmentasi (-)
8. Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), deviasi
trakea (-), peningkatan JVP (-), penggunaan otot
bantu pernafasan strenocleidomastoideus (-).
9. Thoraks
a. Jantung
• Inspeksi : ictus codis tak nampak
• Palpasi :ictus cordis melebar, pulsus
parasternal (-), pulsus epigastrium (-
), thrill (-), sternal lift (-).
• Perkusi
Atas jantung : ICS 2 linea parasternal sinistra
Pinggang jantung : ICS 3 linea sternalis sinistra
Kiri bawah jantung :Sulit dievaluasi (pembesaran)
Kanan bawah jantung : ICS 5 linea parasternalis dextra
• Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

6
b. Pulmo
PULMO DEXTRA SINISTRA

Depan
1. Inspeksi
Bentuk dada Datar Datar
Hemitorak Simetris statis dinamis Simetris statis dinamis
Warna Sama dengan kulit sekitar Sama dengan kulit sekitar
2. Palpasi
Nyeri tekan (-) (-)
Stem fremitus normal normal
3. Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
4. Auskultasi
Suara dasar Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan
• Wheezing - -
• Ronki + -

10. Abdomen

a. Inspeksi :
• Bentuk : Datar
• Warna : Sama dengan kulit sekitar
• Venektasi : (-)
• Spider angioma : (-)
• Caput medusa : (-)
b. Auskultasi : Bising usus 10 x / menit
c. Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen (+),
d. Palpasi : Nyeri tekan epigstrium (+), massa (-)
• Hepar : tidak teraba hepar
• Lien : tidak teraba lien
• Ginjal : tidak teraba ginjal

7
11. Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Udem (+/+) (+/+)
Sianosis (-/-) (-/-)
Capillary refill <2”/<2” <2”/<2”
Ulkus (-/-) (-/-)
Nyeri sendi (-/-) (-/-)
Palmar Eritem (-/-) (-/-)
Tremor (-/-) (-/-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah Lengkap (27 November 2019)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Leukosit 7.19 10^3/ul 3.6 – 11
Eritrosit 4.08 10^6/ul 3.8 – 5,2
Hemoglobin 11.8 g/dL 11,7 – 15,5
Hematokrit 34.40 % 35 – 47
MCV 84.30 FL 80 – 100
MCH 28.90 Pg 26 – 34
MCHC 34.30 g/dl 32 – 36
Trombosit 271 10^3/ul 150 – 440
RDW 13.20 % 11.5 – 14.5
PLCR 22.1 %
Eosinofil absolute 0.20 10^3/ul 0.045 – 0.44
Basofil absolute 0.01 10^3/ul 0 – 0.2
Neutrofil absolute 4,44 10^3/ul 1.8 – 8
Limfosit absolute 1.81 10^3/ul 0.9 – 5.2
Monosit absolute 0.73 10^3/ul 0.16 – 1
Eosinofil 2.80 % 2–4
Basofil 0.10 % 0–1
Neutrofil 61.70 % 50 – 70
Limfosit 25.20 % 25 – 40
Monosit 10.20 % 2– 8

8
2. Kimia klinik (27 November 2019)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Gula darah sewaktu 86 Mg/dL < 125
Ureum 35 Mg/dL 10.0- 50.0
Creatinine 0.65 Mg/dL 0.60-0.90
Kalium 4.48 Mmol/L 3.5- 5.0
Natrium 137.4 Mmol/L 135- 145
Albumin 1.4 ↓ g/dL 3.2-5.2

3. Profil Lipid (29 november 2019)


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Kolesterol total 273 ↑ mg/dl <200
Trigliserida 154 ↑ Ug/dl <150
Kolesterol LDL direk 207 ↑ Mg/dl <100

4. Pemeriksaan urin rutin


a. Urin makroskopis (29 November 2019 )
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Kuning muda-
warna Kuning muda -
kuning
Bau normal - -
kekeruhan jernih jernih
PH 6.0 4.8- 7.4 35 – 47
1.015-
Berat jenis 1.010 80 – 100
1.025
b. urin kimia
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Protein urine Positif 3 500 mg/dl Negatif
Reduksi negatif - Negatif
Erytrosit Positif 2 50 mg/ml Negatif
Leukosit Negatif 4.8- 7.4 Negatif
1.015-
Nitrit Negatif Negatif
1.025
Keton Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen normal
c. Urin sedimen
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Epitel 2-3 /LPK 5-15
leukosit 3-5 /LPB <20
Erytrosit 15-20 ↑ /LPB 0-5

9
kristal Negatif -
bakteri Positif
Silinder hyalin 0-1 ↑ /LPK Negatif
Silinder granula Negatif negatif Negatif

5. USG abdomen
• Hepar: Ukuran normal,tepi tajam, permukaan rata, nodul (-), parenkim
homogen, v. porta dan v. hepatika tak melebar.
• Ductus biliaris: intra dan ekstra hepatal tak melebar
• Vesika fellea: Ukuran normal tak tampak sludge/ batu
• Pankreas: Ukuran normal, tak tampak masa/klasifikasi.
• kelenjar para aorta: tak membesar
• Lien : Ukuran normal, parenkim homogen nodul (-). V. lienalis tak
melebar
• Ginjal kanan: ukuran normal, parenkim normal, PCS tak melebar, batu (-
)
• Vesika urinaria: terisi penuh, dinding tak menebal, batu (-).
• Efusi pleura kanan minimal dan cairan bebas minimak peri vesical
Kesan:
Effusi pleura kanan
Calix ginjal kiri agak melebar (distensi vesika urinaria)
Sonografi Hepar, Lien, Vesika felea, pankreas, kelenjar para Aorta, Ginjal kanan,
vesika urinaria dalam batas normal.
E. DAFTAR ABNORMALITAS
Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang
1. Sesak nafas 8. TD 155/72 11. Hipoalbuminemia ↓ (1,7)
2. Perut sebah 9. Palpasi: nyeri tekan 12. HT ↓ (26.50)
3. Nyeri uluhati abdomen 13. Monosit ↑ (10.20)
4. Mual 10. Ekstremitas Oedem, 14. Berat jenis urin ↑ (1.010)
5. muntah wajah oedem 15. Kolesterol total ↑ (273)
6. Kaki oedem 16. Trigliserida ↑ (154)
7. pusing 17. Kolesterol LDL direk ↑
(207)
18. Protein urin (+3)

10
F. ANALISIS MASALAH
1. Sindrom nefrotik (1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,12,13,14,15,16,17,18)
G. RENCANA PEMECAHAN MASALAH
1. Sindrom Nefrotik
Assesment:
a. Etiologi
• Glomerulonefritis primer
• Glomerulonefritis sekunder
• Keganasan, obat atau toksin dan infeksi
• Akibat penyakit sistemik
b. Faktor risiko
• Riwayat gangguan gastrointestinal
• Gastritis erosif
• tukak peptik
c. Komplikasi
• Keseimbangan nitrogen negatif
• Hiperkoagulasi
• Hiperlipidemia dan Lipiduria
Initial Plan
a. Diagnosis:
• Pemeriksaan Propil Lipid
• Pemeriksaan Urin makro dan mikro
• Foto polos abdomen
b. Terapi:
Medikamentosa
INFUS:
• infus RL 0,9% 20 tpm
• infus Albumin 25%

11
INJEKSI
• injeksi furosemid 20 mg 2x1 hari
• injeksi omeprazol 40mg/iv 2x1 hari
• injeksi metilprednisolon 125 mg 2x1 hari
ORAL
• Simvastatin 10 mg 1x1 hari
• Captopril 25 mg 2x1 hari
• Paracetamol 500mg 3x1 hari
c. Monitoring:
• KU, TTV, albumin
d. Edukasi:
• Menjelaskan keadaan pasien sekarang, tatalaksana yang diberikan
dan tindakan selanjutnya

H. PROGRESS NOTE
1. Sindrom nefrotik

Tanggal S O A P
29 November Kedua kaki KU: tampak Sindrom Monitor KU, TTV, BB
sakit ringan infus RL 0,9% 18 tpm
2019 dan wajah nefrotik
Kes: CM
infus Albumin 25%
masih TD:
149/93mmHg INJEKSI
bengkak,
N: 88 x/menit
injeksi furosemid 20 mg 2x1 hari
sesak nafas RR: 22 x /menit
S: 38,2oC injeksi omeprazol 40mg/iv 2x1 hari
masih, nyeri
Pemeriksaan
injeksi metilprednisolon 125 mg
uluhati Fisik:
Bising usus (+) 2x1 hari
masih
Nyeri tekan
epigastrium
BB: 56 ORAL
Simvastatin 10 mg 1x1 hari
Captopril 25 mg 2x1 hari
Paracetamol 500mg 3x1 hari

12
30 november Kedua kaki KU: tampak Sindrom Monitor KU, TTV, BB
sakit ringan infus RL 0,9% 18 tpm
2019 dan wajah nefrotik
Kes : CM
infus Albumin 25%
masih TD: 172/99
mmHg INJEKSI
bengkak,
N : 61x/menit
injeksi furosemid 20 mg 2x1 hari
sesak sudah RR : 22 x
/menit injeksi omeprazol 40mg/iv 2x1 hari
berkurang,
S : 36,5oC
injeksi metilprednisolon 125 mg
nyeri ulu BB: 56
2x1 hari
hati masih

ORAL
Simvastatin 10 mg 1x1 hari
Captopril 25 mg 2x1 hari
Paracetamol 500mg 3x1 hari
1 Desember Kedua kaki KU: baik Sindrom Monitor KU, TTV, BB
Kes : CM infus RL 0,9% 18 tpm
2019 dan wajah nefrotik
TD: 153/97
INJEKSI
bengkak mmHg
N : 69 x/menit injeksi furosemid 20 mg 2x1 hari
berkurang,
RR : 20 x
injeksi omeprazol 40mg/iv 2x1 hari
sudah tidak /menit
S : 37oC injeksi metilprednisolon 125 mg
sesak, nyeri
BB: 55,5
2x1 hari
ulu hati
ORAL
masih
Simvastatin 10 mg 1x1 hari
Captopril 25 mg 2x1 hari
Paracetamol 500mg 3x1 hari
2 Desember Bengkak KU: baik Sindrom Monitor KU, TTV, BB
Kes : CM infus RL 0,9% 18 tpm
2019 kedua kaki nefrotik
TD: 145/85
INJEKSI
dan wajah mmHg
N : 102 x/menit injeksi furosemid 20 mg 2x1 hari
berkurang
RR : 63 x
injeksi omeprazol 40mg/iv 2x1 hari
sudah tidak /menit
S : 37oC injeksi metilprednisolon 125 mg
sesak, nyeri
BB: 55
2x1 hari
ulu hati
ORAL
berkurang
Simvastatin 10 mg 1x1 hari
Captopril 25 mg 2x1 hari
Paracetamol 500mg 3x1 hari

13
3 Desember Bengkak KU: baik Sindrom Monitor KU, TTV, BB
Kes : CM infus RL 0,9% 18 tpm
2019 kedua kaki nefrotik
TD: 144/90
INJEKSI
dan wajah mmHg
N : 58 x/menit injeksi furosemid 20 mg 2x1 hari
semakin
RR : 20 x
injeksi omeprazol 40mg/iv 2x1 hari
berkurang, /menit
S : 36,8oC injeksi metilprednisolon 125 mg
nyeri ulu
BB: 55
2x1 hari
hati
ORAL
berkurang
Simvastatin 10 mg 1x1 hari
Captopril 25 mg 2x1 hari
Paracetamol 500mg 3x1 hari
4 Desember Bengkak KU: baik Sindrom Monitor KU, TTV, BB
Kes : CM infus RL 0,9% 18 tpm
2019 kedua kaki nefrotik
TD: 150 /100
INJEKSI
dan wajah mmHg
N : 60 x/menit injeksi furosemid 20 mg 2x1 hari
semakin
RR : 20 x
injeksi omeprazol 40mg/iv 2x1 hari
berkurang, /menit
S : 36,8oC injeksi metilprednisolon 125 mg
nyeri ulu
BB: 54
2x1 hari
hati sudah
ORAL
tidak
Simvastatin 10 mg 1x1 hari
Captopril 25 mg 2x1 hari
Paracetamol 500mg 3x1 hari
5 Desember Bengkak KU: baik Sindrom Monitor KU, TTV, BB
Kes : CM infus RL 0,9% 18 tpm
2019 kedua kaki nefrotik
TD:
INJEKSI
dan wajah 145/90mmHg
N : 82 x/menit injeksi furosemid 20 mg 2x1 hari
semakin
RR : 20 x
injeksi omeprazol 40mg/iv 2x1 hari
berkurang, /menit
S : 36,5oC injeksi metilprednisolon 125 mg
BB: 53,8
2x1 hari
ORAL
Simvastatin 10 mg 1x1 hari
Captopril 25 mg 2x1 hari
Paracetamol 500mg 3x1 hari
6 Desember Bengkak KU: baik Sindrom Monitor KU, TTV, BB
Kes : CM infus RL 0,9% 18 tpm
2019 kedua kaki nefrotik
TD: 177/104
INJEKSI
dan wajah mmHg

14
sudah sangat N : 70 x/menit injeksi furosemid 20 mg 2x1 hari
RR : 20 x
berkurang. injeksi omeprazol 40mg/iv 2x1 hari
/menit
S : 37oC injeksi metilprednisolon 125 mg
BB: 51,7 kg
2x1 hari
ORAL
Simvastatin 10 mg 1x1 hari
Captopril 25 mg 2x1 hari
Paracetamol 500mg 3x1 hari

15
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

SINDROM NEFROTIK

A. Definisi

Sindroma nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik dari


glomerulonefritis (GN) yang ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif (
3,5 g/hari), hipoalbuminemia (<3,5 g/Dl ), hiperkolesterolemia, dan lipiduria.
Sindroma nefrotik dapat disebabkan oleh GN primer dan sekunder akibat infeksi,
keganasan, penyakit jaringan penghubung, obat atau toksin, dan akibat penyakit
sistemik misalnya pada lupus eritematosus sistemik, dan diabetes melitus

B. Klasifikasi

Klasifikasi dan penyebab sindrom nefrotik3,5g/dL

1 : Glomerulonefritis primer:

✓ GN lesi minimal (GNLM)


✓ Glomerulosklerosis fokal (GSF)
✓ GN meembranosa (GNMN)
✓ GN membranoproliferatif (GNMP)
✓ GN proliferatif lain

2. Glomerulonefritis sekunder akibat :

✓ Infeksi HIV, hepatitis virus B dan C


✓ Sifilis, malaria, skistosoma
✓ Tuberkulosis, lepra

3. Keganasan

✓ Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma Hodgkin, mieloma


multipel, dan karsinoma ginjal.

16
4. Penyakit jaringan penghubung

✓ Lupus eritematosus sistemik, artritis reumatoid, MCTD (mixed


connective tissue disease).

5. Efek obat dan toksin

✓ Obat antiinflamasi non-steroid, preparat emas, penisilamin, probenesid,


air raksa, captopril, heroin.

6. Lain-lain :

✓ Diabetes melitus, amiloidosis, preeklamsia, rejeksi alograf kronik,


refluks vesikoureter, sengatan lebah.

C. Patofisiologi

1. Proteinuria

Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap


protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaaan normal membran
basal glomerulus (MBG) memunyai mekanisme penghalang untuk
mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan
ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik
(charge barrier). Pada SN, kedua mekanisme penghalang tersebut ikut
terganggu. Selain itu konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos
tidaknya protein melalui MBG.1-4 Proteinuria dibedakan menjadi selektif
dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar melalui
urin. Proteinuria selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul
kecil misalnya albumin, sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar
terdiri dari molekul besar seperti imunoglobulin. Selektivitas proteinuria
ditentukan oleh keutuhan struktur MBG.1-2 Pada SN yang disebabkan oleh
GNLM ditemukan proteinuria selektif . Pemeriksaan mikroskop elektron
memperlihatkan fusi foot processus sel epitel viseral glomerulus dan
terlepasnya sel dari struktur MBG. Berkurangnya kandungan heparan sulfat
proteoglikan pada GNLM menyebabkan muatan negatif MBG menurun dan
albumin dapat lolos ke dalam urin. Pada GSFS, peningkatan permeabilitas
MBG disebabkan oleh suatu faktor yang ikut dalam sirkulasi. Faktor tersebut
menyebabkan sel epitel viseral glomerulus terlepas dari MBG sehingga
permeabilitasnya meningkat. Pada GNMN kerusakan struktur MBG terjadi

17
akibat endapan komplek imun di sub-epitel. Komplek C5b-9 yang terbentuk
pada GNMN akan meningkatkan permeabilitas MBG, walaupun mekanisme
yang pasti belum diketahui.

2. Hipoalbuminemia

Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis


albumin hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada SN hipoalbuminemia
disebabkan oleh proteinuria masif dengan akibat penurunan tekanan onkotik
plasma. Untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati berusaha
meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan sintesis albumin hati tidak
berhasil menghalangi timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi protein dapat
meningkatkan sintesis albumin hati, tetapi dapat mendorong peningkatan
ekskresi albumin melalui urin. Hipoalbuminema dapat pula terjadi akibat
peningkatan reabsorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus proksimal.1,2
Edema Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill.
Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan factor
kunci terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan
penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari
intravascular ke jaringan interstisium dan terjadi edema.

3. Edema

Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan


overfill. Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan
factor kunci terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan
penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari
intravascular ke jaringan interstisium dan terjadi edema. Akibat Pendekatan
Diagnosis dan Tata Laksana Sindroma Nefrotik 78 J. Kedokt Meditek
Volume 23, No.64 Okt-Des 2017 penurunan tekanan onkotik plasma dan
bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal melakukan
kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme
kompensasi ini akan memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan
mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema semakin
berlanjut.1-4 Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek
renal utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler
meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat
kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan edema. Kedua
mekanisme tersebut ditemukan secara bersama pada pasien SN. Faktor

18
seperti asupan natrium, efek diuretic atau terapi steroid, derajat gangguan
fungsi ginjal, jenis lesi glomerulus, dan keterkaitan dengan penyakit jantung
atau hati akan menentukan mekanisme mana yang lebih berperan.

D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis,
serta menentukan etiologi primer atau sekunder dari sindrom nefrotik (SN).

1. Urinalisis

Urinalisis merupakan pemeriksaan pertama pada sindrom nefrotik (SN).


Pada urinalisis dapat ditemukan peningkatan protein urin, albuminuria,
glukosuria, serta darah dan protein Bence Jones. Pemeriksaan protein urin
diukur dalam periode 24 jam. Normalnya, kurang dari 150 mg protein total
dalam pengumpulan urin 24 jam. Rasio protein dan kreatinin urin yang lebih
besar dari 2, menunjukkan adanya protein urin melebihi 3 g per hari. Selain itu,
pada pemeriksaan sedimen urin dapat ditemukan sel dan atau cast seperti waxy
casts yang menandai penyakit ginjal proteinurik. Dengan menggunakan
mikroskop polarisasi, dapat ditemukan oval fat bodies dan fatty casts yang
memberikan gambaran Maltese cross.

2. Biopsi Renal

Biopsi renal merupakan pemeriksaan definitif untuk sindrom nefrotik


(SN). Beberapa indikasi pemeriksaan biopsi renal, adalah SN kongenital, anak
usia > 8 tahun saat awitan, resistensi steroid, tingkat kekambuhan tinggi atau
ketergantungan steroid, serta manifestasi nefritik yang signifikan. SN primer
atau idiopatik pada dewasa juga memerlukan pemeriksaan biopsi renal.

19
3. Pemeriksaan Laboratorium

Pada sindrom nefrotik (SN) tanpa komplikasi, dapat ditemukan kadar


serum kreatinin dalam kisaran normal. Kadar serum kreatinin dewasa normal
sekitar 1 mg/Dl. Umumnya, kadar serum albumin pada SN rendah. Pada
pemeriksaan lipid, ditemukan peningkatan kolesterol total, LDL, VLDL, dan
trigliserida.

Beberapa pemeriksaan serologi dapat dilakukan untuk mengetahui


etiologi SN, antara lain pemeriksaan Hepatitis B dan C, HIV,
sifilis, antinuclear antibody (ANA), anti-double stranded DNA (anti-dsDNA),
antistreptolisin O, elektroforesis protein serum atau urin, cryoglobulin, dan
faktor rheumatoid.

4. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan USG dapat dilakukan untuk mengidentifikasi jumlah,


ukuran, bentuk dan obstruksi renal. Apabila hanya terdapat 1 renal, rentan
terjadi glomerulosklerosis fokal dan merupakan kontraindikasi relatif untuk
dilakukan biopsi renal. Peningkatan ekogenisitas renal menandakan adanya
fibrosis intrarenal. Selain itu, USG pada abdomen dapat menilai ascites serta
komplikasi lain, misalnya deep vein thrombosis (DVT).
Selain USG, rontgen thorax dapat dilakukan jika dicurigai terjadi efusi pleura
dan kongesti paru. Pada kasus yang dicurigai neoplasma, dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang tambahan seperti CT Scan, MRI, dan aspirasi sumsum
tulang belakang sesuai indikasi.

20
E. Penatalaksanaan

1. Diuretik

2. Diit rendah garam (sekitsr 2 gr natrium perhari)

3. tirah baring: edem anasarka, furosemid, jika resisten bisa dikombinasi dengan
tiazid, metalazon, dan atau asetazolamid.

4. proteinuria: pembatasan konsumsi protein 0,8- 1,0 g/kgBB/hari

5. Hipertensi: captopril

6. Obat penurun lemak: Golongan statin ( simvastati, pravastatin, lovastatin ) dapat


menurunkan LDL, trigliserid, dan meningkatkan kolesterol.

F. Komplikasi

1. Keseimbangan Nitrogen

Proteinuria masif pada SN akan menyebabkan keseimbangan nitrogen


menjadi negatif. Penurunan massa otot sering ditemukan tetapi gejala ini
tertutup oleh gejala edema anasarka dan baru tampak setelah edema
menghilang. Kehilangan massa tubuh (lean body mass) tidak jarang dijumpai
pada SN.

2. Hiperlipidemia dan Lipiduria


Hiperlipidemia merupakan keadaan yang sering menyertai SN. Kadar
kolesterol umumnya meningkat sedangkan trigliserid bervariasi ari normal
sampai sedikit meninggi. Peningkatan kadar kolesterol disebabkan
meningkatnya LDL (low density lipoprotein), lipoprotein utama pengangkut
kolesterol. Kadar trigliserid yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan VLDL
(very low density lipoprotein). Selain itu ditemukan pula peningkatan IDL dan
lipoprotein a sedangkan HDL cenderung normal atau rendah.1 Mekanisme
hiperlipidemia pada SN dihubungkan dengan peningkatan sintesis lipid dan
lipoprotein hati, dan menurunnya katabolisme. Semula diduga hiperlipidemia

21
merupakan hasil stimulasi non-spesifik terhadap sintesis protein oleh hati.
Karena sintesis protein tidak berkorelasi dengan hiperlipidemia disimpulkan
hiperlipidemia tidak langsung diakibatkan oleh hipoalbuminemia.
Hiperlipidemia dapat ditemukan pada SN dengan kadar albumin mendekati
normal dan sebaliknya pada pasien dengan hipoalbuminemia kadar kolesterol
dapat normal.1-2 Tinginya kadar LDL pada SN disebabkan peningkatan
sintesis hati tanpa gangguan katabolisme. Peningkatan sintesis hati dan
gangguan konversi VLDL dan IDL menjadi LDL menyebabkan kadar VLDL
tinggi pada SN. Menurunnya ektivitas enzim LPL (lipoprotein lipase) diduga
merupakan penyebab berkurangnya katabolisme VLDL pada SN. Peningkatan
sintesis lipoprotein hati terjadi akibat tekanan onkotik plasma atau viskositas
yang menurun. Penurunan kadar HDL pada SN diduga akibat berkurangnya
aktivitas enzim LCAT (lecithin cholesterol acyltransferase) yang berfungsi
katalisasi pembentukan HDL. Enzim ini juga berperan mengangkut kolesterol
dari sirkulasi menuju hati untuk katabolisme. Penurunan aktivitas enzim
tersebut diduga terkait dengan hipoalbuminemia yang terjadi pada SN.
Lipiduria sering ditemukan pada SN dan ditandai dengan akumulasi lipid pada
debris sel dan cast seperti badan lemak berbentuk oval (oval fat bodies) dan
fatty cast. Lipiduria lebih dikaitkan dengan proteinuria daripada dengan
hiperlipidemia.
3. Hiperkoagulasi
Komplikasi tromboemboli sering ditemukan pada SN akibat peningkatan
koagulasi intravascular. Pada SN akibat GNMN kecenderungan terjadinya
trombosis vena renalis cukup tinggi sedangkan SN pada GNLM dan GNMP
frekuensinya kecil. Emboli paru dan thrombosis vena dalam (deep vein
thrombosis=DVT) sering dijumpai pada SN. Kelainan tersebut disebabkan oleh
perubahan tingkat dan aktivitas berbagai faktor koagulasi intrinsik dan
ekstrinsik. Mekanisme hiperkoagulasi pada SN cukup kompleks meliputi
peningkatan fibrinogen, hiperagregasi trombosit, dan penurunan fibrinolisis.

22
Gangguan koagulasi yang terjadi disebabkan peningkatan sintesis protein oleh
hati dan kehilangan protein melalui urin.
4. Metabolisme Kalsium dan Tulang
Vitamin D merupakan unsure penting dalam metabolisme kalsium dan
tulang pada manusia. Vitamin D yang terikat protein akan diekskresikan
melalui urin sehingga menyebabkan penurunan kadar plasma. Kadar 25(OH)D
dan 1,25(OH)2D plasma juga ikut menurun sedangkan kadar vitamin D bebas
tidak mengalami gangguan. Karena fungsi ginjal pada SN umumnya normal
maka osteomalasi atau hiperparatiroidisme yang tidak terkontrol jarang
dijumpai. Pada SN juga terjadi kehilangan hormone tiroid yang terikat protein
melalui urin dan penurunan kadar tiroksin plasma. Tiroksin yang bebas dan
hormon yang menstimulasi tiroksin (TSH) tetap normal sehingga secara klinis
tidak menimbulkan gangguan.
5. Infeksi
Sebelum era antibiotik, infeksi sering merupakan penyebab kematian pada
SN terutama oleh organism berkapsul (encapsulated organisms). Infeksi pada
SN terjadi akibat defek imunitas humoral, selular, dan ganggauan system
komplemen. Penurunan IgG, IgA, dan gamma globulin sering ditemukan pada
pasien SN oleh karena sintesis yang menurun atau katabolisme yang meningkat
dan bertambah banyaknya yang terbuang melalui urin. Jumlah sel T dalam
sirkulasi berkurang yang menggambarkan gangguan imunitas selular. Hal ini
dikaitkan dengan keluarnya transferin dan zinc yang dibutuhkan oleh sel T agar
dapat berfungsi.
6. Gangguan Fungsi Ginjal
Pasien SN memiliki potensi untuk mengalami gagal ginjal akut melalui
berbagai mekanisme. Penurunan volume plasma dan atau sepsis sering
menyebabkan timbulnya nekrosis tubular akut. Mekanisme lain yang
diperkirakan menjadi penyebab gagal ginjal akut adalah terjadinya edema
intrarenal yang menyebabkan kompresi pada tubulus ginjal.1-4 Sindrom

23
nefrotik dapat progresif dan berkembang menjadi PGTA(penyakit ginjal tahap
akhir). Proteinuria merupakan faktor risiko penentu terhadap progresivitas SN.
Progresivitas kerusakan glomerulus, perkembangan glomerulosklerosis, dan
kerusakan tubulointerstisium dikaitkan dengan proteinuria. Hiperlipidemia
juga dihubungkan dengan mekanisme terjadinya glomerulosklerosis dan
fibrosis tubulointerstisium pada SN, walaupun peran terhadap progresivitas
penyakitnya belum diketahui secara pasti.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata, Setiati S. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: 2017.

2. Elli Arsita. Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Sindroma Nefrotik. Kedokt

Meditek. Okt-Des 2017; Volume 23 No.64: 73- 77

3. Oryza GP, Hamzah S. Penggunaan ACE Inhibitor untuk mengurangi proteinuria


pada sindrom nefrotik. Media neliti. Agustus 2015; vol 3 no 2: 136- 139

24

Anda mungkin juga menyukai