Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH BAHASA INDONESIA

MACAM-MACAM KETERAMPILAN BERBAHASA

DISUSUN OLEH :

DYAH ARDIANTI

0519040074

K3 4C

TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul makalah
tentang macam-macam keterampilan berbahasa ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
bapak Denny Oktavina R., S.Pd, M. Pd. pada mata kuliah Bahasa Indonesia.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
keterampilan berbahasa bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Denny Oktavina R., S.Pd, M. Pd. ,
selaku dosen mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Bojonegoro, 7 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................ii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................2

1.3 Tujuan..............................................................................................2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Keterampilan Berbahasa................................................3

2.2 Keterampilan Menyimak/Mendengarkan........................................4

2.3 Keterampilan Berbicara..................................................................6

2.4 Keterampilan Membaca...................................................................7

2.5 Keterampilan Menulis....................................................................10

2.6 Manfaat Keterampilan Berbahasa..................................................12

BAB III

3.1 Kesimpulan.....................................................................................14

3.2 Saran................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan secara sengaja dan memiliki
tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, serta sikap anak didik.
Di berbagai negara termasuk Indonesia, pendidikan memiliki peranan yang
sangat penting dalam mewujudkan insan yang cerdas, kompetitif, dan kreatif.
Cerdas dapat didefinisikan sebagai upaya memanfaatkan akal dan pikiran
dalam mengerjakan sesuatu dan menghadapi permasalahan. Kompetitif dapat
diartikan sebagai upaya persaingan sehat agar mencapai prestasi di bidang
tertentu. Sedangkan kreatif merupakan ciri dari upaya untuk memperoleh
sesuatu yang lebih baik dari kondisi sebelumnya. Apabila pendidikan
diaplikasikan dengan baik maka akan mengurangi jumlahnya kasus asusila
seperti korupsi, kolusi, penggunaan narkoba sampai dengan tawuran
antarsekolah, antarpelajar dan budaya anarkis telah merusak jalinan sesama
warga negara.
Salah satu pendidikan formal di sekolah dasar adalah pembelajaran
bahasa. Indonesia memiliki bahasa Nasional dan bahasa Negara yaitu Bahasa
Indonesia. Sebagai bahasa Nasional, berfungsi sebagai lambang kebanggaan
nasional, alat pemersatu berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial
budaya dan bahasa, pengembang kebudayaan, pengembang ilmu pengetahuan
dan teknologi, serta alat perhubungan dalam kepentingan pemerintahan dan
kenegaraan. Sebagai bahasa Negara, berfungsi sebagai bahasa pengantar di
lembaga-lembaga pendidikan, pengembang kebudayaan, pengembang ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan juga sebagai alat perhubungan pemerintah dan
kenegaraan.
Peran pendidikan mengenai bahasa menjadi sangat penting sesuai dengan
fungsi bahasa yang merupakan alat komunikasi yang bersifat universal atau
umum. Pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan pembelajaran yang
lengkap
1
dengan mengutamakan aspek keterampilan berbahasa, antara lain
keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca dan
keterampilan menulis (Tarigan, 1987). Setiap keterampilan tersebut memiliki
hubungan yang erat dengan ketrerampilan-keterampilan lainnya. Sesuai
dengan kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat terlepas dari
keempat keterampilan berbahasa tersebut yang digunakan untuk
berkomunikasi sehari-hari.
Penggunaan terhadap aspek keterampilan berbahasa sangat penting agar
komunikasi berjalan dengan baik dan lancar sehingga pembelajaran bahasa
dapat berjalan dengan baik. Pentingnya keterampilan berbahasa tersebut
menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap
positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Aspek tersebut merupakan dasar
bagi pelajar untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional,
dan global (Depdiknas, 2006).
Berdasarkan pemaparan diatas dapat dilihat betapa pentingnya
keterampilan berbahasa bagi seseorang dalam kehidupan. Namun, faktanya
masih banyak orang yang menganggap remeh keahlian dalam keterampilan
bahasa sehingga tidak mempelajarinya lebih dalam. Padahal keempat
keterampilan tersebut dapat dikuasai secara cepat dengan kegiatan praktik dan
latihan yang banyak.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan keterampilan berbahasa?
2. Apa saja bentuk dari keterampilan berbahasa?
3. Bagaimana cara melatih keterampilan berbahasa dengan cepat dan tepat?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian keterampilan berbahasa
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk dari keterampilan berbahasa
3. Untuk mengetahui bagaimana cara melatih keterampilan berbahasa
dengan cepat dan tepat
BAB II

PEMBAHASA

2.1 Pengertian Keterampilan Berbahasa

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “keterampilan” merupakan


kecakapan untuk menyelesaikan tugas. Sedangkan kata “bahasa” merupakan
kecakapan seorang untuk memakai bahasa dalam menulis, membaca,
menyimak atau berbicara. Sehingga “keterampilan berbahasa” dapat diartikan
sebuah hal yang penting khususnya bagi seorang pelajar, karena dengan
menguasai keterampilan berbahasa seseorang akan lebih mudah dalam
menangkap pelajaran dan memahami suatu maksud. Keterampilan berbahasa
dibagi menjadi 4 aspek, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan
berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Setiap
keterampilan tersebut memiliki hubungan yang erat dengan ketrerampilan-
keterampilan lainnya. Keempat keterampilan tersebut dapat dikuasai secara
cepat dengan kegiatan praktik dan latihan yang banyak. Selain itu,
keempatnya merupakan kesatuan yang memiliki hubungan erat dengan proses
berpikir yang mendasari bahasa. Semakin trampil seseorang berbahasa,
semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya.
Keberhasilan untuk menguasai keempat keterampilan berbahasa pasti tidak
luput dengan proses komunikasi. Menurut Herbert Mead, setiap manusia
mengembangkan konsep dirinya melalui interaksi dengan orang lain dalam
masyarakat dan dilakukan melalui komunikasi. Komunikasi merupakan suatu
hal yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia dan telah menjadi suatu
fenomena bagi terbentuknya suatu masyarakat atau komunitas yang
terintegerasi oleh informasi, dimana masing masing individu dalam
masyarakat itu sendiri saling berbagi informasi untuk mencapai tujuan
bersama. Proses komunikasi yang umum dalam lingkup masyarakat antara
lain :
a. Komunikasi satu arah
Dalam tipe komunikasi ini cenderung hanya satu pihak saja yang
memberikan informasi dengan tidak memberi kesempatan kepada
komunikan untuk memberikan respon atau tanggapan.Pola interaksi
jenis satu arah ini kebanyakan di dominasi oleh metode ceramah saja.
b. Komunikasi dua arah
Dalam proses komunikasi ini kedua pihak saling bertukar informasi
secara bergantian. Proses komunikasi ini dimulai dengan pemaparan
ide, gagasan, pendapat dan pesan oleh salah satu orang lalu dilanjutkan
dengan orang lain yang dapat menanggapi isi pesan, ide, gagasan, dan
pendapat secara langsung.
c. Komunikasi multi arah

Komunikasi ini merupakan Proses komunikasi terjadi dalam satu


kelompok yang lebih banyak di mana Komunikator dan Komunikan
akan saling bertukar pikiran secara dialogis. Contohnya diskusi antar
anggota rapat.

2.2 Keterampilan Menyimak

Menurut Anderson (dalam Tarigan 1994 : 28) menyatakan bahwa


menyimak adalah proses besar mendegarkan, mengenal, serta
menginterpretasikan lambang– lambang lisan. Menyimak merupakan suatu
proses kegiatan mendengarkan lambang lisan dengan penuh perhatian,
pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi,
menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah
disampaikan oleh pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan. Mendengarkan
atau dapat disebut dengan menyimak merupakan sebuah keterampilan
memahami bahasa lisan yang bersifat reseptif. Keterampilan mendengarkan di
sini bukan berarti hanya sekadar mendengarkan bunyi bahasa melalui alat
pendengarannya, namun sekaligus memahami maksudnya. Istilah
mendengarkan berbeda dengan mendengar. Ketika melakukan kegiatan
mendengar tidak tercakup unsur kesengajaan, konsentrasi, atau bahkan
pemahaman. Namun, ketika kegiatan mendengarkan terdapat unsur-unsur
kesengajaan yang dilakukan dengan penuh perhatian dan konsentrasi untuk
memperoleh pemahaman yang baik.

Dalam kegiatan mendengarkan terdapat 2 jenis situasi yaitu situasi


mendengarkan secara interaktif dan situasi mendengarkan secara noninteraktif.
Mendengarkan secara interaktif dapat terjadi dalam percakapan tatap muka dan
percakapan di telepon. Situasi tersebut dapat juga dikatakan komunikasi secara
dua arah karena dapat melakukan kegiatan mendengarkan dan berbicara secara
bergantian. Sedangkan situasi mendengarkan noninteraktif dapat dikatakan
sebagai komunikasi satu arah saja. Dalam situasi tersebut hanya dapat
melakukan kegiatan tatap muka namun tidak dapat meminta penjelasan dari
pembicara, tidak bisa meminta pembicara mengulangi apa yang diucapkannya,
dan tidak bisa meminta pembicaraan diperlambat. Contoh situasi-situasi
mendengarkan noninteraktif, yaitu mendengarkan radio, TV, film, dan khotbah.

Kegiatan menyimak atau mendengarkan memiliki beraneka ragam tujuan,


antara lain :

a. Menyimak untuk belajar


Menyimak dengan tujuan utama agar dapat memperoleh pengetahuan dari
sang pembicara
b. Menyimak untuk memperoleh keindahan audial
Menyimak dengan penekanan pada penikmatan terhadap sesuatu dari
materi yang diperdengarkan (terutama dalam bidang seni)
c. Menyimak untuk mengevaluasi
Menyimak dengan maksud agar pendengar dapat menilai materi yang
disampaikan (baik-buruk, indah-jelek, tepat-ngawur, logis-tak logis, dan
lain-lain)
d. Menyimak untuk mengapresiasi simakan
Menyimak yang bertujuan agar penyimak dapat menikmati serta
menghargai apa yang disimaknya (pembacaan cerita, pembacaan puisi,
musik dan lagu, dialog, diskusi panel, perdebatan)
e. Menyimak untuk mengkomunikasikan ide-idenya sendiri,
Menyimak dengan tujuan penyimak dapat mengkomunikasikan ide-ide,
gagasan-gagasan, maupun perasaan-perasaannya kepada orang lain dengan
lancar dan tepat.
f. Menyimak untuk membedakan bunyi-bunyi
Menyimak dengan maksud dan tujuan agar penyimak dapat membedakan
bunyi-bunyi dengan tepat mana bunyi yang membedakan arti (distingtif)
dan mana bunyi yang tidak membedakan arti.
g. Menyimak untuk memecahkan masalah secara secara kreatif dan analisis,
sebab dari sang pembicara dia mungkin memperoleh banyak masukan
berharga
h. Menyimak untuk meyakinkan
Menyimak untuk meyakinkan dirinya terhadap suatu masalah atau
pendapat yang selama ini diragukan oleh si penyimak ragukan; dengan
perkataan lain, dia menyimak secara persuasif.

2.3 Keterampilan Berbicara

Menurut Tarigan (1990:15), berbicara merupakan kemampuan


mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,
menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Menurut
Nurgiyantoro (1995:274), berbicara merupakan kegiatan berbahasa kedua yang
dilaksanakan manusia dalam kegiatan berbahasa setelah aktivitas menyimak.
Berasal dari bunyi-bunyi (bahasa) yang didengarnya itulah manusia akan
belajar mengucapkan dan akhirnya mampu untuk berbicara dalam suatu bahasa
yang baik. Di samping itu, diperlukan juga penguasaan masalah dan atau
gagasan yang akan disampaikan, serta kemampuan memahami bahasa lawan
bicara.
Keterampilan berbicara masih dianggap sebagai sesuatu pembelajaran
yang mudah. Sehingga pembelajaran berbicara tidak dilakukan dengan serius
yang menyebabkan banyak pelajar yang kurang mampu mengekspresikan diri
lewat kegiatan berbicara. Hal ini dapat terjadi karena rendahnya penguasaan
pembicara akan topik yang dibahas sehingga pembicara tidak mampu
memfokuskan hal-hal yang ingin diucapkan. Akibatnya, apa yang dibicarakan
menjadi kurang jelas dan tidak tersampaikan maksudnya oleh pendengar.
Apabila menjadi seorang pembicara maka harus memperhatikan aspek isi
pembicaraan, aspek bahasa, dan aspek performansi. Aspek isi pembicaraan
mencakup materi apa yang akan disampaikan sesuai dengan acara yang

Dalam keterampilan berbicara terdapat 3 jenis situasi berbicara yaitu


interaktif, semiinteraktif, dan noninteraktif. Situasi interaktif memungkinkan
adanya pergantian peran/aktivitas antara berbicara dan mendengarkan. Selain
itu situasi interaktif membebaskan para pelaku komunikasi untuk meminta
klarifikasi, pengulangan kata/kalimat, atau meminta lawan bicara untuk
memperlambat tempo bicara, dan lain-lain. Contoh situasi ini antara lain
percakapan secara tatap muka dan berbicara melalui telepon. Sedangkan pada
situasi semiinteraktif pembicara dan pendengar dapat bertatap muka secara
langsung namun pendengar tidak dapat melakukan instruksi terhadap
pembicaraan dan pembicara dapat melihat reaksi pendengar dari ekspresi wajah
dan bahasa tubuh mereka. Contoh situasi ini antara lain berpidato di hadapan
umum, kampanye, khutbah/ceramah, dan lain-lain. Sedangkan situasi dikatakan
noninteraktif apabila pembicaraan dilakukan secara satu arah dan tidak melalui
tatap muka langsung. Contohnya antara lain berpidato melalui radio atau
televise.
2.4 Keterampilan Membaca

Membaca merupakan suatu kegiatan yang terpadu mencakup beberapa


kegiatan, seperti mengenali huruf dan kata-kata, menghubungkannya dengan
bunyi dan maknanya, serta menarik kesimpulan mengenai maksud bacaan
(Akhadiah et al. 1991). Menurut Wilson & Gambrell (1988), membaca
diartikan sebagai suatu proses yang melibatkan penafsiran kode dan
pemahaman. Membaca merupakan proses rumit yang melibatkan banyak hal,
tidak hanya sekedar mengucapkan tulisan, namun juga melibatkan aktivitas
visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Sebagai proses visual,
membaca merupakan proses menerjemahkan simbol tulisan (huruf) ke dalam
kata-kata lisan. Menurut Henry Guntur Tarigan (2008:7), membaca merupakan
proses yang dilakukan untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan
oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Membaca merupakan
kegiatan mengeja atau mengucapkan tulisan didahului oleh kegiatan melihat
dan memahami tulisan. Kegiatan melihat dan memahami merupakan suatu
proses yang simultan untuk mengetahui pesan atau informasi yang tertulis.

Proses kegiatan belajar yang memiliki keefekifan tertinggi adalah


membaca. Karena dengan melakukan kegiatan membaca dapat memahami isi
bacaan dan dapat mengambil pelajaran dari isi bacaan tersebut. Namun, banyak
pelajar yang hanya mementingkan kelancaran membaca saja tetapi tidak dapat
mengambil makna dari isi bacaan tersebut. Dalam proses pembelajaran,
membaca mencakup aktivitas mengenal kata, pemahaman literal, interpretasi,
membaca kritis, dan pemahaman kreatif.

Keterampilan membaca terbagi menjadi dua klasifikasi, yaitu membaca


permulaan dan membaca lanjutan. Membaca permulaan ditandai oleh
kemampuan “melek huruf”, yakni kemampuan mengenali lambang-lambang
tulis dan dapat membunyikannya dengan benar. Pada fase ini, pemahaman isi
bacaan belum begitu tampak karena pembaca lebih focus ke pengenalan
lambang bunyi bahasa. Sedangkan pada membaca lanjut ditandai oleh
kemampuan “melek wacana”. Ungkapan tersebut berarti pembaca bukan hanya
sekadar mengenali lambang tulis, bisa membunyikannya dengan lancar,
melainkan juga dapat memetik isi/makna bacaan yang dibacanya. Penekanan
membaca lanjut terletak pada pemahaman isi bacaan, bahkan pada tingkat
tinggi harus disertai dengan kecepatan membaca yang memadai. Berdasarkan
tujuan kedalamannya atau levelnya, membaca dapat digolongkan menjadi
beberapa jenis yaitu :

a. Membaca nyaring dan membaca dalam hati


Membaca nyaring merupakan proses mengkomunikasikan isi bacaan
(dengan nyaring) kepada orang lain. Dalam membaca nyaring pembaca
bukan hanya dituntut harus mampu melafalkan dengan suara nyaring
lambang-lambang bunyi bahasa saja, melainkan juga dituntut harus
mampu melakukan proses pengolahan agar pesan-pesan atau muatan
makna yang terkandung dalam lambing-lambang bunyi bahasa tersebut
dapat tersampaikan secara jelas dan tepat oleh orang-orang yang
mendengarnya. Membaca nyaring lebih sulit daripada membaca dalam
hati. Membaca dalam hati hanya mengandalkan ingatan visual dan tidak
terlalu membutuhkan kejelasan pelafalan lambing bunyi bahasa serta
intonasi.
b. Membaca ekstensif
Membaca ekstensif merupakan membaca yang dilakukan secara luas. Pada
siswa diberikan kebebasan dan keleluasaan dalam hal memiliki baik jenis
maupun lingkup bahan-bahan bacaan yang dibacanya. Program membaca
ini sangat besar manfaatnya dalam memberikan aneka pengalaman yang
sangat luas kepada para siswa yang mengikutinya.
c. Membaca intensif
Membaca intensif, merupakan program kegiatan membaca yang dilakukan
secara saksama. Dalam membaca ini, para siswa hanya membaca satu atau
beberapa pilihan dari bahan bacaan yang ada. Program membaca intensif
merupakan salah satu upaya untuk menumbuhkan dan mengasah
kemampuan membaca secara kritis.
d. Membaca literal
Membaca literal merupakan kegiatan membaca yang sebatas mengenal dan
menangkap arti yang tertera secara tersurat. Pembaca hanya berusaha
menangkap informasi yang tertera dalam bacaan dan tidak berusaha
menangkap makna yang lebih dalam lagi (makna tersirat).
e. Membaca kritis
Membaca kritis merupakan membaca yang dilakukan secara bijaksana,
penuh tenggang hati, mendalam, evaluatif, serta analisis, dan bukan hanya
mencari kesalahan belaka. Dengan membaca kritis pembaca akan dapat
mencamkan lebih lama terhadap apa yang dibacanya dan dia pun akan
mempunyai kepercayaan diri yang lebih mantap dengan penangkapan
makna dari isi bacaan tersebut.
f. Membaca kreatif
Membaca kreatif merupakan kegiatan membaca yang menuntut pembaca
untuk mencermati ide-ide yang dikemukakan oleh penulis kemudian
membandingkannya dengan ide-ide yang sejenis yang mungkin saja
berbeda-beda, baik berupa petunjuk, aturan, atau kiat-kiat tertentu. Selain
itu, kemampuan membaca kreatif merupakan tingkatan tertinggi dari
kemampuan membaca seseorang.

2.5 Keterampilan Menulis

Henry Guntur Tarigan (1986: 15) mengatakan bahwa menulis dapat


diartikan sebagai kegiatan menuangkan ide/gagasan dengan menggunakan
bahasa tulis sebagai media penyampai. Menulis merupakan kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang untuk menghasilkan sebuah tulisan. M. Atar Semi
(2007: 14) dalam bukunya mengungkapkan pengertian menulis adalah suatu
proses kreatif memindahkan gagasan ke dalam lambang-lambang tulisan.
Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang menuangkan ide
pikiran kedalam bentuk kata-kata atau tulisan secara urut dan logis.
Sebagai aspek keterampilan berbahasa, menulis merupakan kegiatan yang
kompleks. Tingkat kekompleksan menulis terletak pada tuntutan untuk
melakukan dan menyusun ide secara urut dan logis serta menyajikan dalam
bahasa dan kaidah penulisan yang tepat. Menulis dapat meningkatkan daya
inisiatif dan keberanian, serta kebiasaan dan kemampuan dalam menemukan,
mengumpulkan, mengolah dan menata informasi. Kebiasaan menulis dapat
diterapkan mulai dari pendidikan tingkat dasar misalnya, memberikan tugas
mengarang pengalaman selama liburan sekolah dan membuat puisi sederhana
mengenai lingkungan sekitar.

Pada dasarnya kegiatan menulis memiliki tujuan utama yaitu sebagai alat
komunikasi yang tidak langsung. Menuruyt HG. Tarigan (22.23) menulis
secara umum tujuan menulis adalah sebagai berikut :

a. Memberikan arahan, yakni memberikan uraian atau penjelasan tetang


sesuatu hal yang harus diketahi oleh orang lain
b. Menjelaskan sesuatu, yakni membenkan uraian atau penjelasan tentang
suatu hal yang harus diketahui oleh orang lain.
c. Menceritakan kejadian, yaitu memberikan informasi tentang suatu yang
berlangsung di suatu tempat pada suatu waktu.
d. Meringkas, yaitu membuat rangkuman suatu tulisan sehingga menjadi
lebih singkat.
e. Menyakinkan, yaitu tulisan yang berusaha meyakinkan orang lain agar
setuju atau sependapat dengannya.

Sama seperti halnya dengan keterampilan berbahasa lainnya, keterampilan


menulis diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yakni menulis permulaan dan
menulis lanjutan. Menulis permulaan sesungguhnya identik dengan melukis
gambar. Pada tahap ini penulis tidak menuangkan ide/gagasan, melainkan
hanya sekadar melukis atau menyalin gambar/lambang bunyi bahasa ke
dalam wujud lambang-lambang tertulis. Pada awal memasuki persekolahan,
para siswa dilatih menulis permulaan yang proses pembelajarannya sering
disinergiskan dan diintegrasikan dengan kegiatan membaca permulaan.
Kegiatan menulis yang sesungguhnya merupakan aktivitas curah ide, curah
gagasan, yang dinyatakan secara tertulis melalui bahasa tulis.

2.6 Manfaat Keterampilan Berbahasa

Apabila seseorang tidak memiliki kemampuan berbahasa yang baik maka


akan merasa kesulitan untuk mengungkapkan pikiran, tidak dapat
mengekspresikan perasaan, tidak dapat menyatakan kehendak, atau melaporkan
fakta-fakta yang diamati. Selain itu, akan merasa kesulitan untuk memahami
pikiran, perasaan, gagasan, dan fakta yang disampaikan oleh orang lain.
Contoh penerapan pentingnya keterampilan berbahasa adalah dibidang
pendidikan. Sebagai guru, pasti akan mengalami kesulitan dalam menyajikan
materi pelajaran kepada peserta didik bila keterampilan berbicara yang dimiliki
tidak memadai. Di pihak lain, para siswa pun akan mengalami kesulitan dalam
menangkap dan memahami pelajaran yang disampaikan gurunya. Guru tidak
memiliki keterampilan berbicara yang memadai, sebaliknya siswa tidak
memiliki kemampuan mendengarkan dengan baik maka proses komunikasi pun
gagal dilakukan. Begitu juga pengetahuan dan kebudayaan tidak akan dapat
disampaikan dengan sempurna, bahkan tidak akan dapat diwariskan kepada
generasi berikutnya apabila generasi sebelumnya tidak memiliki keterampilan
menulis. Sebaliknya, apabila generasi sekarang tidak akan dapat memperoleh
pengetahuan yang disampaikan para pakar terdahulu apabila kita tidak
memiliki keterampilan membaca yang memadai. Selain dibidiang pendidikan,
pentingnya keterampilan berbahasa juga berlaku di berbagai bidang lain. Bagi
seorang manajer misalnya, keterampilan berbicara memegang peran penting. Ia
hanya bisa mengelola karyawan di departemen atau organisasi yang
dipimpinnya apabila ia memiliki keterampilan berbicara. Kepemimpinannya
pun baru akan berhasil bila didukung pula oleh keterampilan mendengarkan,
membaca, dan juga menulis yang berkaitan dengan profesinya. Sebaliknya,
jabatan sebagai seorang manajer tidak akan pernah dapat diraih apabila yang
bersangkutan tidak
dapat meyakinkan otoritas yang berkaitan melalui keterampilannya berbicara
dan menulis.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1) Keterampilan Berbahasa merupakan hal yang penting bagi semua orang
khusunya pelajar, karena dengan menguasai keterampilan berbahasa
seseorang akan lebih mudah dalam menangkap pelajaran dan memahami
suatu maksud dari informasi yang diberikan oleh orang lain.
2) Keterampilan berbahasa meliputi beberapa aspek, yaitu:
a. Keterampilan menyimak/mendengarkan
b. Keterampilan berbicara
c. Keterampilan membaca
d. Keterampilan menulis
3) Setiap keterampilan berbahasa memiliki hubungan yang erat dengan
ketrerampilan-keterampilan lainnya. Keempat keterampilan tersebut dapat
dikuasai secara cepat dengan kegiatan praktik dan latihan yang banyak.
Selain itu, keempatnya merupakan kesatuan yang memiliki hubungan erat
dengan proses berpikir yang mendasari bahasa. Semakin trampil
seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya.

3.2 Saran
Pembaca diharapkan dapat memahami aspek keterampilan berbahasa dengan
baik sehingga dapat memudahkan proses komunikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah M.K., Sabarti, Maidar G. Arsjad, dan Sakura H. Ridwan. (1991). Bahasa
Indonesia.Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Anderson: Paul S.: 1972. Language Skill in Elementary Education. New York:
Macmillan Publishing Co., Inc.

Anonim.2016.Makalah Keterampilan Berbahasa


http://myucy.blogspot.com/2016/11/makalah-keterampilan- berbahasa.html?
m=1 (diakses tanggal 7 April 2021)

Depdiknas, (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

Hidayah, N. (2015). Penanaman Nilai-Nilai Karakter Dalam Pembelajaran Bahasa


Indonesia Di Sekolah Dasar. TERAMPIL: Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Dasar, 2(2), 190-204.

Huda, N. (2014). Peningkatan keterampilan menulis puisi dengan tema


lingkungan melalui model latihan terbimbing (Doctoral dissertation,
Universitas Pendidikan Indonesia).

Mulyati, Y. (2014). Hakikat keterampilan berbahasa. Jakarta: PDF Ut. ac. id hal,

1. Ngainun Naim, Dasar- Dasar Komunikasi Pendidikan, (Jogjakarta: Ar- Ruzz


Media. 2011),hal. 18.

Sodikin, Niawati. 2014. Makalah Keterampilan Berbahasa. https://iqin10-


wordpress-com.cdn.ampproject.org/v/s/iqin10.wordpress.com.(diakses
tanggal 7 April 2021)

Tarigan; HenryGuntur 2008: Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.


Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henry Guntur. 1994. Menyimak sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.


Bandung: Penerbit Angkasa.

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2008. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

Tristiantari, N. K. D., & Sumantri, I. M. (2016). Model pembelajaran cooperatif


integrated reading composition berpola lesson study meningkatkan
keterampilan membaca dan menulis. JPI (Jurnal Pendidikan Indonesia), 5(2),
203-211.

Wilson, R.M. & Gambrell, L.B. (1998). Reading comprehension in the elementary
school: A teacher’s pratical guide. Newton, MA: Allyn and Bacon.

Anda mungkin juga menyukai