Anda di halaman 1dari 376

Ibnu ‘ Abdil Qodir

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah dan sholawat serta salam terlimpahcurahkan


kepada Nabi besar Muhammad sholallahu ala ihi wa salam, kepada
keluarganya, para sahabatnya dan kaum Muslimin yang menaati Beliau,
hingga hari kiamat.
Ini adalah kumpulan tulisan yang disajikan berseri dari penjelasan
shahih Bukhori Kitab W udhu. Ini adalah kitab keempat dalam Shahih
Bukhori, setelah sebelumnya atas rakhmat dan karunia Allah, penulis dapat
menghadirkan penjelasan Kitab Bid’ul Wahyu, Kitab Iman dan Kitab Ilmu.
Penulis merasa bahwa perjalanan mensyarah Shahih Bukhori masih
panjang karena masih terdapat ribuan hadits lagi yang belum penulis
sentuh, sehingga dengan memohon daya dan kekuatan kepada Allah,
diharapkan semua hadits dalam shahih Bukhori, penulis dapat pelajari dan
dapat disajikan pembahasannya kepada pembaca yang mulia.
Akhirnya, kami mengharap ta’aw un pembaca dalam menyampaikan
saran dan kritikan kepada penulis, agar dapat menambah khazanah
keilmuw an penulis yang sangat minim ini.

Bumi Allah, 11 Rabi’ul Aw wal 1435 H / 13 Januari 2014

Abu Said Ibnu ‘Abdil Qodir

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 1


DAFTAR ISI

Judul Bab Halaman


Bab 1 Tentang W udhu ............................................. 8
Bab 2 Tidak Diterima Sholat Tanpa Bersuci ................ 12
Bab 3 Keutamaan Wudhu ........................................ 15
Bab 4 Tidak Perlu Berwudhu Karena Keraguan ........... 23
Bab 5 Ringan dalam Wudhu .................................... 27
Bab 6 Menyempurnakan Wudhu .............................. 30
Bab 7 Membasuh Wajah dengan Kedua Tangan ......... 33
Bab 8 Membaca Basmalah ...................................... 36
Bab 9 Doa Masuk Jamban ...................................... 40
Bab 10 Mempersiapkan Air Ketika Buang Hajar .......... 44
Bab 11 Larangan Menghadap Kiblat .......................... 47
Bab 12 Buang Hajat di Bangunan Tertutup ................ 52
Bab 13 Wanita Keluar Buang Hajat .......................... 56
Bab 14 Buang Hajar di Dalam Rumah ...................... 57
Bab 15 Istinja dengan Air ...................................... 62
Bab 16 Orang Yang Dibawakan Air ......................... 66
Bab 17 Membawa Tombak dan Air ........................... 69
Bab 18 Larangan Beristinja dengan Tangan Kanan ..... 71
Bab 19 Jangan Memegang Dzakar ........................... 74
Bab 20 Istinja dengan Batu .................................... 75
Bab 21 Tidak Boleh Beristinja dengan Kotoran .......... 81
Bab 22 Wudhu 1 kali 1 kali .................................... 85
Bab 23 Wudhu 2 kali 2 kali .................................... 87
Bab 24 Wudhu 3 kali 3 kali .................................... 89
Bab 25 Istinsyar dalam Berwudhu ........................... 92
Bab 26 Istijmar dengan Bilangan Ganjil ................... 95
Bab 27 Mencuci Kedua Kaki ................................... 96
Bab 28 Berkumur-Kumur dalam Berwudhu .............. 99
Bab 29 Mencuci Tumir .......................................... 102
Bab 30 Mencuci Kedua Kaki Ketika Bersandal .......... 106
Bab 31 Memulai Bagian yang Kanan ....................... 115
Bab 32 Mencari Air Wudhu .................................... 119
Bab 33 Air Yang Digunakan Mencuci Rambut ........... 122
Bab 34 Yang Keluar dari 2 Jalan ............................ 142
Bab 35 Mewudhukan Temannya ............................ 206

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 2


Bab 36 Membaca Al Qur’an pada Saat Hadats .......... 211
Bab 37 Wudhunya Orang Pingsan ........................... 230
Bab 38 Mengusap Kepala Seluruhnya ...................... 233
Bab 39 Membasuh Kedua Kaki sampai Mata Kaki ...... 237
Bab 40 Sisa Air W udhu .......................................... 239
Bab 41 Berkumur-Kumur dan Istinsyaq ................... 244
Bab 42 Mengusap Kepala Satu Kali ......................... 247
Bab 43 Laki-Laki Berwudhu Bersama Wanita ........... 250
Bab 44 Nabi Mewudhukan Orang Sakit ................... 253
Bab 45 Berw udhu di Bejana Kayu dan Batu ............. 255
Bab 46 Berw udhu dari Taur ................................... 260
Bab 47 Berw udhu dengan Air 1 Mud ....................... 263
Bab 48 Mengusap Kedua Khuf ............................... 265
Bab 49 Memasukkan Kaki dalam Keadaan Suci ........ 271
Bab 50 Berw udhu karena Daging Kambing ............. 275
Bab 51 Berkumur karena Makan Tepung ................ 277
Bab 52 Berkumur karena Minum Susu .................... 280
Bab 53 Wudhu karena Tidur .................................. 281
Bab 54 Wudhu Bukan karena Hadats ...................... 284
Bab 55 Tidak Memakai Penghalang ketika Kencing .... 287
Bab 56 Mencuci Kencing ........................................ 290
Bab 57 Kencingnya Badui di Masjid ......................... 293
Bab 58 Cara Membersihkan Kencing di Masjid .......... 295
Bab 59 Kencingnya Bayi ....................................... 298
Bab 60 Kencing Berdiri dan Duduk ......................... 304
Bab 61 Kencing Bersama Rekannya ....................... 308
Bab 62 Kencing di Tempat Sampah ....................... 310
Bab 63 Mencuci Darah ......................................... 312
Bab 64 Mencuci Mani ........................................... 317
Bab 65 Bekas Mani tidak Hilang ............................. 323
Bab 66 Kencing Unta dan Binatang Ternak .............. 325
Bab 67 Najis Jatuh ke Mentega dan Air ................... 333
Bab 68 Kencing di Air Diam ................................... 341
Bab 69 Jika Kotoran Diletakkan di Punggung ............ 347
Bab 70 Ludah dan Ingus ........................................ 355
Bab 71 Tidak Boleh Wudhu dengan Nabidz ............... 360
Bab 72 Wanita Membersihkan Darah Bapaknya ......... 365
Bab 73 Siwak ....................................................... 367

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 3


Bab 74 Memberikan Siwak kepada yang Lebih Tua ....... 371
Bab 75 Wudhu Sebelum Tidur ................................... 373

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 4


‫اﻟﺮ ِﺣﻴﻢ‬  ‫ﻪ‬‫ﺴ ِﻢ اﻟﻠ‬
 ‫اﻟﺮ ْﺣ َﻤﻦ‬ ْ ِ‫ﺑ‬
‫ ﻛَِﺘﺎب اﻟ ُْﻮﺿُﻮء‬٤
Kitab Wudhu

Penjelasan :

Setelah diketengahkan oleh Imam Bukhori dari mulai Kitab permulaan


wahyu, kitab Iman dan kitab Ilmu, sekarang beliau rohimahulloh membawa
kita masuk kepada implementasi dari keyakinan, keimanan dan keilmuan
yang kita proklamirkan, yaitu beramal sholih. Karena manusia semuanya
berada dalam kerugian kecuali orang yang beriman, beramal sholih dan
sabar serta saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. Allah
berfirman :
ِ‫ ْﺒﺮ‬‫اﺻ ْﻮا ﺑِﺎﻟﺼ‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫اﺻ ْﻮا ﺑِﺎﻟ‬
َ ‫ﻖ َوﺗَـَﻮ‬ ‫ْﺤ‬ َ ‫ ﺎﻟ َﺤﺎت َوﺗَـَﻮ‬‫َﻣُﻨﻮا َو َﻋ ِﻤ ﻠُﻮا اﻟﺼ‬ َ ‫ﻻ اﻟﺬ‬ ِ‫( إ‬2) ٍ‫اﻹﻧْ َﺴﺎ َن ﻟَﻔﻲ ُﺧ ْﺴ ﺮ‬
َ ‫ﻳﻦ آ‬ ِْ ‫ن‬ ِ‫( إ‬1) ِ‫ﺼ ﺮ‬
ْ ‫َواﻟ َْﻌ‬
(3)
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan
nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al Ashr (103) : 1-3).

Setelah kita beriman, maka salah satu konsekuensinya adalah beramal


sholih dan untuk mengetahui amal sholih apa saja yang dapat dilakukan,
harus dengan dasar ilmu. Amal yang didasari tanpa iman dan ilmu, maka ia
bagaikan fatamorgana di tengah padang pasir kegersangan iman. Allah
berfirman :
ُ‫ﺎ ﻩ‬‫ﻪَ ِﻋﻨْ َﺪ ﻩُ ﻓـَ َﻮﻓ‬‫َﻢ ﻳَ ِﺠ ْﺪﻩُ َﺷﻴْﺌًﺎ َوَو َﺟ َﺪ اﻟﻠ‬ ٍ ِ ٍ ‫ ِﺬﻳﻦ َﻛ َﻔﺮوا أَﻋْﻤﺎ ﻟُ ُﻬﻢ َﻛﺴ ﺮ‬‫واﻟ‬
ً ‫ ْﻤﺂَ ُن َﻣ‬‫اب ﺑِﻘﻴﻌَ ﺔ ﻳَ ْﺤ َﺴﺒُﻪُ اﻟﻈ‬
ْ ‫ ﻰ إِ ذَا َﺟ َﺎء ﻩُ ﻟ‬‫ﺎء َﺣﺘ‬ ََ ْ َ ُ َ َ
‫ﺎب‬ ِ ِ‫ ﻪ ﺳ ﺮ‬‫ِﺣﺴﺎﺑﻪ واﻟﻠ‬
ِ ‫ْﺤ ﺴ‬
َ ‫ﻳﻊ اﻟ‬
ُ َ ُ َ َُ َ
“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar,
yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak
mendapatinya se suatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah
memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat
perhitungan-Nya” (QS. An Nuur (24) : 39).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 5


Berkata tim penerjemah DEPAG RI : “[1042]. Orang-orang kafir, karena amal-
amal mereka tidak didasarkan atas iman, tidaklah mendapatkan balasan dari Tuhan di
akhirat, w alaupun di dunia mereka mengira akan mendapatkan balasan atas amalan
mereka itu.”.

Didalam Islam terdapat 5 rukun dasar yang harus dipegangi ole h


setiap yang mengaku Islam yaitu 2 kalimat syahadat, sholat, zakat, puasa
dan haji. Perkara 2 kalimat syahadat telah disinggung oleh Imam Bukhori
sebelumnya dalam 3 kitabnya di shahih Bukhori, maka setelah seseorang
merealisasikan 2 kalimat syahadat ini, konsekuensi berikutnya ia harus
mendirikan sholat, menunaikan zakat, mengerjakan puasa dan
melaksanakan ibadah haji. Namun semua amalan itu butuh kepada ilmu
untuk mengetahui tata caranya dan batasan-batasannya. Amal yang paling
utama setelah 2 kalimat syahadat adalah sholat dan pembuka sholat adala h
dengan wudhu (bersuci) yang mana tidak sah sholat tanpa wudhu, sehingga
Imam Bukhori memulai perkara amaliyah praktis yang diistilahkan ole h
ulama muta’akhirin dengan fiqih, dari masalah wudhu. Ini adalah kebiasaan
para ulama yang menulis tentang kitab fiqih dengan pembahasan wudhu /
bersuci terlebih dahulu.

Wudhu secara bahasa jika dikatakan dengan mendhomahkan huruf


wawunya “ُ‫ْﻮﺿُ ﻮء‬
ُ ‫ ”اﻟ‬bermakna perbuatan berw udhu, sedangkan jika difathahkan
huruf w awunya, maka bermakna air yang digunakan untuk berw udhu.
Demikian penjelasan Imam Shon’ani dalam “Subulus Salam”. Adapun secara
istilah didefinisikan oleh para ulama madzhab sebagai berikut :
1. Madzhab Hanafiyah mendefinisikannya adalah perbuatan mencuci dan
membasuh anggota tubuh tertentu.
2. Madzhab Malikiyah mendefinisikannya yaitu bersuci dengan air yang
dikaitkan dengan anggota tubuh tertentu yaitu ada 4 anggota tubuh
(w ajah, kedua tangan, kepala dan kedua kaki) dengan tatacara tertentu.
3. Madzhab Syafiiyah mendefinisikannya dengan perbuatan tertentu yang
dimulai dengan niat atau perbuatan menggunakan air pada anggota
tubuh tertentu yang dimulai dengan niat.
4. Madzhab Hanabilah mendefinisikannya dengan menggunakan air suci
pada 4 anggota tubuh dengan sifat tertentu sesuai tuntunan syariat yang
dilakukan secara berurutan sesuai dengan urutan kewajibannya.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 6


Demikian nukilan dari “Maushu’ah Fiqhiyah”. Mungkin dapat kita simpulkan
dari definisi para Aimah diatas yakni w udhu adalah perbuata n terte ntu
menggunaka n air yang suci pada anggota tubuh ter tentu me ngharap
wajah Allah sesuai dengan tuntunan Rasulullah .

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 7


ِ‫ﺿ‬
‫ﻮء‬ُ ‫ﺎء ﻓِﻰ اﻟ ُْﻮ‬
َ ‫ ﺑﺎب َﻣﺎ َﺟ‬- 1
ِ ‫ﺼ ﻼَةِ ﻓَﺎ ْﻏ ِﺴُﻠﻮا وﺟﻮﻫ ُﻜ ﻢ وأَﻳ ِﺪﻳ ُﻜﻢ إِﻟَﻰ اﻟْﻤﺮاﻓِ ِﻖ واﻣ ﺴ ﺤﻮا ﺑِﺮء‬
‫وﺳ ُﻜ ْﻢ َوأ َْر ُﺟَﻠ ُﻜ ْﻢ‬  ‫ﻪِ ﺗَـ َﻌﺎﻟَﻰ ) إِ َذا ﻗُ ْﻤُﺘ ْﻢ إِﻟَﻰ اﻟ‬‫َوﻗَـ ْﻮ ِل اﻟﻠ‬
ُُ ُ َ ْ َ َ َ ْ َ ْ َْ َ ُُ
ِ ‫ن ﻓـَ ﺮض اﻟْﻮ‬ َ‫ أ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﺒِ ﻰ‬‫ ﻦ اﻟﻨ‬‫ﻪِ وﺑـﻴ‬‫ﺎل أَﺑﻮ ﻋﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬
‫ﻀﺎ‬
ً ْ‫ﺄَ أَﻳ‬‫ َوﺗَـَﻮ ﺿ‬، ً‫ﺮة‬ ‫ﺮةً َﻣ‬ ‫ﺿﻮء َﻣ‬
ُ ُ َ ْ  َ ََ ْ َ ُ َ َ‫إِﻟَﻰ اﻟْ َﻜ ْﻌﺒَـ ْﻴ ِﻦ ( ﻗ‬
‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫اف ﻓِﻴﻪِ َوأَ ْن ﻳُ َﺠﺎ ِوُزوا ﻓِ ْﻌ َﻞ اﻟﻨ‬
َ ‫ َوَﻛ ﺮَِﻩ أ َْﻫ ُﻞ اﻟْﻌِﻠْ ِﻢ اﻹِ ْﺳ َﺮ‬، ‫ث‬
ٍ َ‫ وﻟَﻢ ﻳﺰِ ْد َﻋﻠَﻰ ﺛَﻼ‬، ‫ﺮﺗَـﻴ ِﻦ وﺛَﻼَﺛًﺎ‬ ‫ﻣ‬
َْ َ َ ْ َ
- ‫وﺳﻠﻢ‬
Bab 1 Tentang Wudhu
Firman Alla h : “apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai de ngan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan
kedua mata kaki” (QS. Al Maidah (5) : 6).
Abu Abdillah (Ima m Bukhori) berka ta : Nabi menjelaskan bahwa
kewajiban wudhu a dalah se banyak 1 kali 1 kali, bisa j uga
(ditambah) seba nyak 2 kali sa mpai 3 kali dan tidak bole h le bih dari
3 kali, para ula ma membenci berlebihan dala m (menggunaka n air
wudhu) dengan melebihi apa yang dilakukan oleh Nabi

Penjelasan :

Imam Bukhori memulai kitab wudhu dengan menyebutkan dasar


pensyariatannya didalam Kitabullah azza wa Jalla, yakni firman Allah
dalam surat Al Maidah ayat 6. Imam As-Sa’diy dalam tafsirnya tela h
mengeluarkan 50 faedah dari ayat ini, namun kami akan mengambil 18
faedah darinya yang berkaitan dengan w udhu saja. kata beliau :
“ayat ini (ayat 6 Al Maidah) adalah ayat yang besar yang terkandung did alamnya
hukum-hukum yang sangat banyak, kami akan menyebutkan diantaranya yang Allah
memudahkannya :
1. Perkara-perkara yang disebutkan dalam ayat ini untuk direalisasikan merupakan
konsekuensi Iman yang tidak sempurna, kecuali dengan mew ujudkannya, karena
ayat ini bermula dari panggilan “W ahai orang-orang yang beriman” sampai akh ir
ayat, yakni maksudnya wahai orang-orang yang beriman realisasikanlah bukti
keimanan kalian dengan melakukan hal-hal yang telah Kami syariatkan kepada
kalian.
2. Perintah untuk mendirikan sholat, berdasarkan firman-Nya : “apabila kamu hendak
mengerjakan shalat”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 8


3. Perintah untuk berniat ketika akan sholat, berdasarkan firman-Nya : “apabila kamu
hendak mengerjakan shalat”. Yakni meniatkannya.
4. Disyaratkannya bersuci untuk sahnya sholat, karena Allah memerintahkannya
ketika seseorang hendak mendirikan sholat dan asal dari perintah adalah wajib.
5. Bersuci / berwudhu tidak dip ersyaratkan ketika sudah masuk w aktu sholat, ia hanya
dipersyaratkan ketika hendak sholat.
6. Semua yang dimutlakan dengan kata sholat mencakup didalamnya sholat fardhu,
sholat sunnah, sholat fardhu kifayah dan sholat jenazah, maka dipersyaratkan
kepadanya untuk bersuci/berw udhu, hingga pun hanya sekedar sujud, tetap
dipersyaratkan menurut pendapat kebanyakan ulama, seperti sujud tilaw ah dan
sujud syukur.
7. Perintah untuk membasuh w ajah, maka ia mencakup semua bagian wajah dari
mulai tumbuhnya rambut kepala sampai jenggot/dagu panjangnya dan dari telinga
ke telin ga satunya lebarnya. Masuk juga kedalamnya berkumur-kumur dan
menghirup air ke hidung ini sunah hukumnya dan juga jenggot, namun jika
jenggotnya sedikit maka air harus masuk sampai kulitnya, namun jika lebat, cukup
diluarnya saja.
8. Perintah untuk mencuci kedua tangan, batasannya adalah sampai kedua sikut. Kata
“Ilaa” (sampai) menurut jumhur ulama tafsir bermakna “Ma’a” (bersama) (artinya
sikut juga ikut dibasuh-pent.). hal ini seperti firman Allah :
‫َوﻻ ﺗَﺄْ ُﻛﻠُ ﻮا أ َْﻣَﻮا ﻟ َُﻬ ْﻢ إِﻟَﻰ أ َْﻣَﻮاﻟِ ُﻜ ْﻢ‬
“dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu” (QS. An Nisaa’ (4) : 2).
Karena yang w ajib yang tidak sempurna dengannya wudhu kecuali dengan
membasuh juga kedua sikutnya.
9. Perintah untuk mengusap kepala.
10. Wajib mengusap kepala semuanya, karena “Baa” disini bukan bermakna sebagian,
ia bermakna sesuatu yang melekat kepadanya, maka ini menunjukkan keumumam
untuk mengusap kepala seluruhnya.
11. Mengusap kepala cukup dengan cara apapun, dengan 2 tangan atau 1 tangan, atau
dengan ujung tangan atau dengan memercikinya atau semisalnya. Karena Allah
memutlakkan kata mengusap dan tidak mengait kannya dengan sifat tertentu, maka
in i menunjukkan atas kemutlakannya.
12. Wajib untuk mengusap kepala, seandainya ia mencuci kepalanya, tapi tidak
membasuhnya dengan tangannya yang melewati seluruh kepalanya, maka tidak
mencukupi, karena tidak menunaikan perintah Allah .
13. Perintah untuk mencuci kedua kaki sampai kepada kedua mata kakinya, maka
dikatakan dalam masalah ini, seperti yang dikatakan tentang masalah tangan.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 9


14. Bantahan terhadap Rofidhoh, berdasarkan qiroah Jumhur yang menashobkan kata
“kedua kaki” yaitu tidak boleh hanya sekedar mengusap kedua kaki selama tidak
memakai alas kaki.
15. Isyarat kepada mengusap khuf / alas kaki berdasarkan qiroah “jar” pada kata
“kedua kaki”, maka kedua bacaan ini memiliki makna masing-masin g, berdasarkan
qiroah nashob, maka kedua kaki harus dicuci ketika dalam keadaan terbuka (tanpa
alas kaki) dan berdasarkan qiroah Jar, maka diusap ketika menggunakan alas kaki.
16. Perintah untuk tertib dalam berwudhu, karena Alllah menyebutkannya secara
berurutan, karena masuknya mengusap kepala diantara dua perbuatan mencuci
(yakni mencuci tangan sebelumnya dan mencuci kaki setelahnya-pent.), maka tidak
diketahui hal tersebut memiliki faedah jika tidak bermakna tertib.
17. Tertib dikhususkan kepada 4 anggota tubuh yang disebutkan dalam ayat ini, adapun
tertib antara berkumur dengan menghirup air ke hidung dan w ajah atau antara
tangan/kaki kanan dengan kiri, maka semua ini tidak w ajib, namun disunahkan
untuk mendahulukan berkumur-kumur sebelum menghirup air ke hidung dan
menghirup air ke hidung sebelum membasuh wajah dan mengusap kepala sebelum
mengusap kedua telin ga.
18. Perintah untuk memperbahurui wudhu untuk setiap kali sholat, karena bentuk
perintahnya demikian.

Yang wajib untuk berwudhu adalah dilakukan sebanyak 1 kali pada


anggota wudhu tersebut, namun dapat ditambah 2 kali 2 kali sampai 3 kali 3
kali dan ini adalah jumlah maksimal tidak boleh lebih dari 3 kali,
berdasarkan hadits :
‫ﻮء ﻓََﻤ ْﻦ‬ ِ‫ﺿ‬ُ ‫ ﻓَ َﺴﺄَﻟَ ُﻪ َﻋ ِﻦ اﻟ ُْﻮ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﻰ إِﻟَﻰ اﻟﻨ‬ ِ‫َﺟ َﺎء أَ ْﻋ َﺮا ﺑ‬
ُ ‫ﺿ‬ُ ‫ﺎل » َﻫ َﺬا اﻟ ُْﻮ‬
َ َ‫ ﻗ‬‫ﻮء ﻓَﺄ ََرا ُﻩ ﺛَﻼَﺛًﺎ ﺛَﻼَﺛًﺎ ﺛُﻢ‬
« ‫ى أ َْو ﻇَﻠَ َﻢ‬‫ﺎء َوﺗَـ َﻌ ﺪ‬
َ ‫َﺳ‬
َ ‫َزا َد َﻋﻠَﻰ َﻫ َﺬا ﻓـَﻘَ ْﺪ أ‬
“Datang seorang Arab Badui kepada Nabi , lalu ia bertanya tentang wudhu, maka beliau
memperlihatkannya 3 kali 3 kali, kemudian bersabda : “ini adalah tatacara wudhu,
barangsiapa yang menambahinya, maka ia telah berbuat jelek, melampaui batas atau dholim”
(HR. Ahmad, Nasa’I dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah, Al Hafidz
Ibnu Hajar dan Imam Al Albani).

Kemudian syariat juga melarang seseorang untuk boros dalam


menggunakan air w udhu, karena perbuatan boros adalah perilaku setan,
seperti dalam firman-Nya :

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 10


ِ ِ ِ ِ
ً ُ‫ﻪ َﻛﻔ‬‫ﺸْﻴ ﻄَﺎ ُن ﻟ َﺮﺑ‬ ‫ﺸَﻴ ﺎﻃﻴ ِﻦ َوَﻛﺎ َن اﻟ‬ ‫ﻳﻦ َﻛﺎﻧُﻮا إِ ْﺧَﻮا َن اﻟ‬
(27) ‫ﻮرا‬ َ ِ‫ﺬر‬ ‫ن اﻟ ُْﻤَﺒ‬ ِ‫( إ‬26) ‫ﻳﺮا‬
ً ‫ﺬ ْر ﺗَـ ْﺒﺬ‬ ‫َوَﻻ ﺗُـَﺒ‬
“janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Se sungguhnya pemboros-
pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada
Tuhannya” (QS. Al Israa (17) 26-27).
Bahkan lebih khusus Nabi pernah bersabda :
‫ﺪ َﻋ ِﺎء‬ ‫ُﻬﻮرِ َواﻟ‬‫ ﺔِ ﻗـَ ْﻮٌم ﻳَـ ْﻌَﺘ ُﺪو َن ﻓِ ﻰ اﻟﻄ‬‫ ُﻪ َﺳَﻴ ُﻜﻮ ُن ﻓِﻰ َﻫ ِﺬﻩِ ا ﻷُﻣ‬‫إِﻧ‬

“Sesungguhnya akan datang pada umat ini, suatu kaum yang berlebih-lebihan dalam bersuci
dan berdoa” (HR. Abu Dawud, disahihkan oleh Imam Al Albani).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 11


‫ﺻﻼَةٌ ﺑِ َﻐْﻴ ِﺮ ﻃُُﻬ ﻮٍر‬
َ ‫ ﺑﺎب ﻻَ ﺗـُ ْﻘَﺒ ُﻞ‬- 2
Bab 2 Tidak Diterima Sholat Tanpa Bersuci

Penjelasan :

Sebelumnya Imam Bukhori membaw akan dalil dari ayat Allah yang
menunjukkan disyariatkannya wudhu/bersuci sebelum sholat, kemudia n
pada bab ini, Imam Bukhori membawakan dalil tentang pensyariatannya dari
hadits Nabi . Beliau memberikan judul yang menunjukkan bahwa sholat
tidak akan diterima tanpa adanya bersuci terlebih dahulu.

Judul bab yang ditampilkan disini adalah sebuah potongan sabda Nabi
yang diriwayatkan dengan sanad yang bersambung oleh Imam Muslim
dalam “Shahihnya” (no. 557) dari jalan Shahabat Ibnu Umar , bahwa ia
mendengar Rasulullah bersabda :
ٍ ُ‫ﺻ َﺪ ﻗَﺔٌ ِﻣﻦ ﻏُﻠ‬
‫ﻮل‬ َ َ‫ﺻﻼَةٌ ﺑِﻐَْﻴ ﺮِ ﻃُ ُﻬ ﻮرٍ َوﻻ‬
َ ‫ﻻَ ﺗُـﻘَْﺒ ُﻞ‬
ْ
“Tidak diterima Sholat tanpa bersuci dan juga Shodaqoh dari hasil mencuri”.

Berkata Imam Bukhori :

‫ُﻪ‬‫ﻪٍ أَﻧ‬‫ﻤ ِﺎم ﺑْ ِﻦ ُﻣَﻨﺒ‬ ‫ا ِق ﻗَﺎ َل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ َﻣ ْﻌ َﻤ ٌﺮ َﻋ ْﻦ َﻫ‬‫ﺮز‬ ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟ‬
َ َ‫ﻰ ﻗ‬ ِ‫ْﺤ ْﻨﻈَﻠ‬ ِ
َ ‫ﺤﺎ ُق ﺑْ ُﻦ إِﺑْـَﺮاﻫ‬
َ ‫ﻴﻢ اﻟ‬ َ ‫ﺪ ﺛـََﻨﺎ إِ ْﺳ‬ ‫ َﺣ‬- 135
ِ ُ ‫ﺎل رﺳ‬ ُ ُ‫َﺳ ِﻤ َﻊ أَﺑَﺎ ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮةَ ﻳَـﻘ‬
. « َ‫ﺄ‬‫ ﻰ ﻳَـﺘَـَﻮ ﺿ‬‫ث َﺣﺘ‬ َ ‫َﺣ َﺪ‬ْ ‫ﺻ ﻼَةُ َﻣ ْﻦ أ‬ َ ‫ » ﻻَ ﺗـُﻘَْﺒ ُﻞ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ُ َ َ َ‫ﻮل ﻗ‬
‫ط‬
ٌ ‫ﺿ َﺮا‬
ُ ‫ﺎء أ َْو‬
ٌ ‫ﺎل ﻓُ َﺴ‬
َ َ‫ث ﻳَﺎ أَﺑَﺎ ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮَة ﻗ‬
ُ ‫ْﺤ َﺪ‬
َ ‫ت َﻣﺎ اﻟ‬ ْ ‫ﺎل َر ُﺟ ٌﻞ ِﻣ ْﻦ َﺣ‬
َ ‫ﻀ َﺮ َﻣ ْﻮ‬ َ َ‫ﻗ‬
1). Hadits no. 135
“Haddatsanaa Ishaq bin Ibrohim Al Jandholiy ia berkata, akhbaronaa Abdur Rozak ia
berkata, akhbaronaa Ma’mar dari Hammaam bin Munabbih bahwa ia mendengar Abu
Huroiroh berkata, Rasulullah bersabda : “Tidak diterima sholat bagi orang yang
berhadats hingga ia berwudhu”. Seseorang dari Hadhromaut berkata : ‘apa itu hadatas wahai
Abu Huroiroh?. Jawab Abu Huroiroh : ‘Fusaa’ (kentut yang tidak bersuara) atau Dhorooth
(kentut yang bersuara)’.
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim no. 1177.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 12


Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya

Penjelasan Hadits :
1. Tidak shahnya sholat bagi yang berhadats, sebelum ia bersuci.
2. Peniadaan diterimanya sholat menunjukkan bahwa penafian qobul
(keberterimaan) juga menunjukkan penafian keshahihannya. Imam Ibnu
Daqiqil ‘Ied berkata dalam “Ihkamul Ahkan” (1/63) :
‫اﻟﻘﺒﻮل وﺗﻔﺴﻴﺮ ﻣﻌﻨﺎﻩ ﻗﺪ اﺳﺘﺪل ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻣﻦ اﻟﻤﺘﻘﺪﻣﻴﻦ ﺑﺎﻧﺘﻔﺎء اﻟﻘﺒﻮل ﻋﻠﻰ اﻧﺘﻔﺎء اﻟﺼﺤﺔ‬
“Keberterimaan dan penafsiran maknanya telah dijad ikan dalil o leh ulama
mutaqodimin yakni penafian qobul menunjukkan atas penafian keshahihannya”.
3. Makna hadats adalah seperti yang dikatakan oleh Imam Syaukani dalam
“Nailul Author” (1/489) :
‫ﻬ َﻤﺎ‬ ِ ِ َ ‫ﻚ ﺗَـﻨْﺒِ ًﻴﻬ ﺎ ﺑِ ْﺎﻷ‬
ِ ِ  ‫ﺮﻩ أَﺑﻮ ﻫ ﻳﺮـﺮةَ ﺑِﺄَﺧ‬‫ﻤ ﺎ ﻓَﺴ‬‫ وإِﻧ‬، ‫ﺒِﻴﻠَﻴ ِﻦ‬‫ث ا ﻟْﺨﺎ رِج ِﻣﻦ أَﺣﺪِ اﻟ ﺴ‬
ِ ‫ا ﻟْﻤﺮاد ﺑِﺎ ﻟْﺤ ﺪ‬
ُ ‫ﻒ َﻋﻠَﻰ ْاﻷَﻏْﻠَﻆ َوﻷَﻧـ‬
 ‫َﺧ‬ َ ‫ﺺ ﻣ ْﻦ ذَ ﻟ‬ َ َ َْ ُ ُ ُ َ َ َ ْ َ ْ ُ َ َ َ ُ َُ
ِ ‫ َﻼةِ أَ ْﻛﺜـ ﺮ ِﻣﻦ ﻏَﻴﺮِِﻫ ﻤﺎ وﻫ َﺬا أَﺣﺪ ﻣﻌﺎﻧِ ﻲ ا ﻟْﺤ ﺪ‬‫ﺎن ﻓِ ﻲ اﻟ ﺼ‬
‫ث‬ ِ ‫ﻗَ ْﺪ ﻳـﻘَﻌ‬
ََ ََ ُ َ ََ َ ْ ْ ُ َ ََ
“Y ang dimaksud dengan hadats adalah yang keluar dari salah satu jalan. Apa yang
ditafsirkan oleh Abu Huroiroh adalah bagian khusus dari hadats, dalam rangka
mengingatkan sesuatu yang biasanya tersembunyi dibanding hadats lain yang lebih
jelas dan nampak, kemudian Fusaa’ dan Dhurooth sering dialami dalam sholat
dibandin gkan jenis hadats yang lain nya. Ini adalah salah satu penjelasan dari makna
hadits tersebut”.
4. Wudhu dipersyaratkan ketika melaksanakan sholat baik fardhu maupun
sunnah dan melaksanakan thowaf, berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas
bahw a Nabi bersabda :
ِ‫ ﻼَة‬‫ﺖ ِﻣﺜْﻞ اﻟﺼ‬
ِ ‫اف ﺣﻮ َل اﻟْﺒَـْﻴ‬
ُ ْ َ ُ ‫َﻮ‬‫اﻟﻄ‬
“Thowaf disekitar Masjidil Haram sama seperti sholat” (HR. Tirmidzi dishahihkan oleh
Imam Al Albani).
Ini adalah sesuatu yang disepakati ulama, sedangkan yang mereka
perselisihkan adalah kewajiban wudhu bagi orang yang akan melakukan
sujud tilawah atau sujud syukur dan bagi orang yang akan membaca
mushhaf Al Qur’an. Insya Allah akan datang pentarjihannya.
5. Adapun untuk beberapa aktivitas berikut disunahkan berw udhu,
diantaranya : pasca operasi, setelah berbekam, setelah mimisan, setela h
muntah, ketika akan tidur, bangun tidur, setelah tertawa dalam sholat, dll
(lihat “Fiqih ibadah syafi’yyah”).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 13


ِ‫ﺿ‬
‫ﻮء‬ُ ‫ﺠﻠُﻮ َن ِﻣ ْﻦ آﺛَﺎ ِر اﻟ ُْﻮ‬ ‫ْﻤ َﺤ‬ ِ ُ ‫ﻀ ِﻞ اﻟْﻮ‬
ُ ‫ﺮ اﻟ‬ُ‫ َواﻟْﻐ‬، ‫ﺿﻮء‬ ُ ْ َ‫ ﺑﺎب ﻓ‬- 3
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 14
Bab 3 Keutamaan Wudhu dan Putih Bersinar
karena Bekas Wudhu

Penjelasan :

Sistematis yang sangat bagus dari Imam Bukhori, setelah belia u


rohimahulloh menyebutkan dalil disyariatkannya wudhu dari Al Qur’an dan
Hadits, kemudian beliau menampilkan keutamaan w udhu. Hal ini supaya
mendorong kaum Muslimin agar lebih giat untuk berwudhu karena
disamping ia adalah sesuatu yang w ajib bagi orang yang hendak sholat atau
thowaf, ia juga memiliki keutamaan yang tinggi ketika diamalkan dalam
rangka mengharap wajah Allah dan sesuai dengan petunjuk Nabi-Nya .

Keutamaan w udhu yang pertama adalah bahwa Allah cinta kepada


orang-orang bersuci, sebagaimana dalam firman-Nya :
 ‫ﻴﻦ َوﻳُ ِﺤ‬
َ ِ‫ﻬ ﺮ‬ َ‫ﺐ اﻟ ُْﻤَﺘ ﻄ‬
‫ﻳﻦ‬ ِ  ‫ َﻪ ﻳُ ِﺤ‬‫ن اﻟﻠ‬ ِ‫إ‬
َ ‫ﻮا ﺑ‬‫ـ‬‫ﺐ اﻟﺘ‬
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri” (QS. Al Baqoroh (2) : 222).
Dan kebiasan selalu bersuci adalah ciri khas orang-orang sholih sejak zaman
dahulu kala. Allah berfirman :
ِ ِ ‫ﻻ أَ ْن ﻗَﺎﻟُﻮا أَ ْﺧﺮِﺟ‬ ِ‫وﻣﺎ َﻛﺎ َن ﺟﻮاب ﻗـَﻮِﻣﻪِ إ‬
ٌ َ‫ ُﻬ ْﻢ أُﻧ‬‫ﻮﻫ ْﻢ ﻣ ْﻦ ﻗـَ ْﺮﻳَﺘ ُﻜ ْﻢ إِﻧـ‬
‫ﻬ ُﺮو َن‬ َ‫ﺎس ﻳَـَﺘﻄ‬ ُ ُ ْ َ ََ ََ
“Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah mereka (Luth dan pengikut-
pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura
mensucikan diri”(QS. Al A’raaf (7) : 82).
Ar Rozi dalam tafsirnya berkata :
‫ أن‬: ‫ واﻟﺜﺎﻧ ﻲ‬. ‫ ﻓﻤﻦ ﺗﺮﻛﻪ ﻓﻘﺪ ﺗﻄﻬﺮ‬، ‫ أن ذﻟ ﻚ اﻟﻌﻤﻞ ﺗﺼﺮف ﻓﻲ ﻣﻮﺿﻊ اﻟﻨﺠﺎﺳﺔ‬: ‫ اﻷول‬: ‫ﻬ ُﺮونَ { وﺟﻮﻩ‬َ‫ } ﻳَـﺘَﻄ‬: ‫وﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ‬
‫اﻟﺒﻌﺪ ﻋﻦ اﻹﺛﻢ ﻳﺴﻤﻰ ﻃﻬﺎرة‬
Firman-Nya : “Mensucikan diri”. Ada beberapa sisi maknanya, yang pertama bahw a
hal ini yakn i perbuatan menjauhi tempat-tempat najis, barangsiapa yang menjauhi
tempat tersebut, maka ia telah suci. Y ang kedua maknanya, menjauhkan diri dari
perbuatan dosa, hal ini dinamakan juga kesucian”.

Kemudian keutamaan dalam hadits Nabaw i, diantaranya adalah hadits


yang nanti akan dibawakan oleh Imam Bukhori, bahwa orang yang

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 15


berwudhu nanti pada hari kiamat akan putih bersinar badannya karena
pengaruh dari bekas w udhu, sehingga umat Nabi Muhammad akan mudah
dikenali. Keutamaan yang lain akan kami nukilkan dari kitab “Fiqhus
Sunnah” karya Syaikh Sayyid Sabiq berikut :
1. Dapat menggugurkan dosa-dosa yang dilakukan oleh anggota tubuh. Dari
Shahabat Abdullah Ash-Shunabihi bahwa Rasulullah bersabda :
‫ﺴ َﻞ‬ ِ ِِ ِ ِ ِِ ِ ِ
ْ ‫ﺾ َﺧ َﺮ َﺟ ﺖ اﻟْ َﺨ ﻄَﺎﻳَﺎ ﻣ ْﻦ ﻓﻴﻪ ﻓَِﺈ َذا‬ ْ ‫ﺄَ اﻟ َْﻌْﺒ ُﺪ اﻟ ُْﻤ ْﺆ ِﻣ ُﻦ ﻓَـَﺘ َﻤ‬‫إِ َذا ﺗَـ َﻮﺿ‬
َ ‫اﺳﺘَـ ْﻨﺜَـ َﺮ َﺧ َﺮ َﺟ ﺖ اﻟْ َﺨ ﻄَﺎﻳَﺎ ﻣ ْﻦ أَﻧْﻔﻪ َﻓﺈ َذا َﻏ‬ َ ‫ﻀ َﻤ‬
‫ﺖ اﻟْ َﺨﻄَﺎﻳَﺎ ِﻣ ْﻦ‬ ِ ‫ﺖ أَ ْﺷَﻔ ﺎرِ َﻋﻴْـﻨَـ ْﻴ ﻪِ ﻓَِﺈذَا ﻏَﺴ ﻞ ﻳ َﺪﻳﻪِ َﺧ ﺮﺟ‬
ََ ْ ََ َ
ِ ‫ ﻰ ﺗَ ْﺨﺮج ِﻣﻦ ﺗَ ْﺤ‬‫ﺖ اﻟْ َﺨ ﻄَﺎﻳﺎ ِﻣﻦ وﺟ ِﻬﻪِ ﺣﺘ‬
ْ َُ َ َْْ َ
ِ ‫وﺟ َﻬ ُﻪ َﺧ ﺮﺟ‬
ََ َْ
ِ‫ ﻰ ﺗَ ْﺨﺮج ِﻣﻦ أُذُﻧـَﻴ ﻪ‬‫ﺖ اﻟْ َﺨ ﻄَﺎﻳﺎ ِﻣﻦ رأ ِْﺳﻪِ ﺣﺘ‬ ِ ‫ْﺳﻪِ َﺧ ﺮﺟ‬ ِ ‫ﺖ أَﻇَْﻔﺎ رِ ﻳ َﺪﻳﻪِ ﻓَِﺈذَا ﻣﺴ ﺢ ﺑِﺮأ‬ ِ ‫ ﻰ ﺗَ ْﺨﺮج ِﻣﻦ ﺗَ ْﺤ‬‫ﻳ َﺪﻳﻪِ ﺣﺘ‬
ْ ْ َُ َ َْ َ ََ َ َََ ْ َ ْ َُ َ ْ َ
‫ َﻛﺎ َن َﻣ ْﺸُﻴ ُﻪ إِﻟَﻰ اﻟ َْﻤ ْﺴ ِﺠ ِﺪ‬‫ﺖ أَﻇَْﻔﺎ رِ رِ ْﺟﻠَ ْﻴﻪِ ﺛُﻢ‬
ِ ‫ ﻰ ﺗَ ْﺨ ُﺮ َج ِﻣ ْﻦ ﺗَ ْﺤ‬‫ﺖ اﻟْ َﺨﻄَﺎﻳَﺎ ِﻣ ْﻦ رِ ْﺟﻠَ ْﻴﻪِ َﺣﺘ‬ ِ ‫ﻓَِﺈذَا ﻏَﺴ ﻞ رِ ْﺟﻠَ ْﻴﻪِ َﺧ َﺮ َﺟ‬
َ َ
‫ﺻ ﻼَﺗُ ُﻪ ﻧَﺎﻓِﻠَﺔً ﻟ َُﻪ‬
َ ‫َو‬
“Jika seorang hamba mukmin berwudhu, pada saat ia berkumur-kumur, keluarlah
kesalahan-kesalahannya dari m ulutnya. Pada saat ia menghirup air ke hidung, keluarlah
kesalahan-kesalahannya dari hidungnya. Pada saat ia membasuh wajahnya, keluarlah
kesalahan-kesalahannya dari wajahnya, sampai keluar dari bawah alisnya. Pada saat ia
mencuci tangannya, keluarlah kesalahan-kesalahannya dari kedua tangannya sampai
keluar dari jari-jari tangannya. Pada saat mengusap kepalanya, keluarlah kesalahan-
kesalahannya dari kepalanya, sampai keluar dari kedua telinganya. Pada saat mencuci
kedua kakinya, keluarlah kesalahan-kesalahannya dari kakinya, sampai ia keluar dari
bawah jari-jari kakinya. Lalu ia berjalan ke masjid dan sholatnya merupakan tambahan
keutamaan baginya (HR. Nasai, ibnu majah dishahihkan oleh Imam Al Albani).
2. Menyempurnakan wudhu termasuk perbuatan ribath (berjaga-jaga
diperbatasan) yang setara dengan Jihad fisabilillah. Dari Shahabat Abu
Huroiroh bahw a Nabi bersabda :
َ َ‫ ﻗ‬.ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ُ‫ﺎل » إِ ْﺳَﺒﺎغ‬ َ ‫ ﻗَﺎﻟُﻮا ﺑَـﻠَﻰ ﻳَﺎ َر ُﺳ‬.« ‫ﺎت‬ ِ ‫رﺟ‬‫ ُﻪ ﺑِﻪِ اﻟْ َﺨ ﻄَﺎﻳﺎ وﻳـﺮﻓَﻊ ﺑِﻪِ اﻟ ﺪ‬‫ ُﻜ ﻢ ﻋَﻠَﻰ ﻣﺎ ﻳﻤ ُﺤ ﻮ اﻟﻠ‬‫أَﻻَ أَدُﻟ‬
ََ ُ ََْ َ َْ َ ْ
ُ ‫ﺮﺑَﺎ‬ ‫ ﻼَةِ ﻓَ َﺬﻟِ ُﻜ ُﻢ اﻟ‬‫ ﻼَةِ ﺑَـ ْﻌ َﺪ اﻟﺼ‬‫ﺎﺟ ِﺪ َواﻧْﺘِ ﻈَ ُﺎر اﻟﺼ‬
‫ط‬ ِ ‫اﻟْﻮﺿ‬
ِ ‫ﻮء ﻋَﻠَﻰ اﻟْﻤ َﻜﺎرِﻩِ وَﻛﺜـْ ﺮةُ اﻟْ ُﺨ ﻄَﺎ إِﻟَﻰ اﻟْﻤﺴ‬
ََ َ َ َ ُ ُ
“Maukah aku beritahu kepada kalian, se suatu yang Allah akan menghapus kesalahan
kalian dan mengangkat derajat kalian?. Para sahabat menjawab : ‘tentu wahai
Rasulullah’. Nabi bersabda : “menyempurnakan wudhu pada saat situasi yang tidak
diinginkan, banyak melangkah ke masjid dan menungggu sholat berikutnya, maka itu
semua adalah Ribath” (HR. Muslim).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 16


3. Orang yang berwudhu akan mendatangi telaga Rasulullah dan Beliau
mengenalinya dari sinar terang bekas wudhunya. Dari Abu Huroiroh ia
berkata :
‫ﺎ إِ ْن َﺷ َﺎء‬‫ﻴﻦ َوإِﻧ‬ ِِ ٍ َ َ‫ أَﺗَﻰ اﻟ َْﻤﻘْ ﺒُـ َﺮةَ ﻓـَﻘ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َ ‫ن َر ُﺳ‬ َ‫أ‬
َ ‫ﺴ ﻼَ ُم َﻋﻠَْﻴ ُﻜ ْﻢ َد َار ﻗـَ ْﻮم ُﻣ ْﺆﻣﻨ‬
 ‫ﺎل » اﻟ‬
‫َﺻ َﺤﺎﺑِﻰ‬ َ َ‫ﻪِ ﻗ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ْ ‫ﺎل » أَﻧـُْﺘ ْﻢ أ‬ َ ‫ﻚ ﻳَﺎ َر ُﺳ‬ َ َ‫َﺴَﻨﺎ إِ ْﺧَﻮاﻧ‬ ِ ُ ‫ ُﻪ ﺑِ ُﻜ ْﻢ ﻻَ ِﺣ ﻘُﻮ َن َو ِد ْد‬‫اﻟﻠ‬
ْ ‫ ﻗَﺎﻟُﻮا أََوﻟ‬.« ‫ﺎ ﻗَ ْﺪ َرأَﻳْـَﻨﺎ إ ْﺧَﻮاﻧـََﻨﺎ‬‫ت أَﻧ‬
‫ﺖ‬
َ ْ‫ﺎل » أ ََرأَﻳ‬ َ َ‫ﻪِ ﻓـَﻘ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َ ِ‫ﺘ‬‫ْت ﺑَـ ْﻌ ُﺪ ِﻣ ْﻦ أُﻣ‬
َ ‫ﻚ ﻳَﺎ َر ُﺳ‬ ِ ‫ف ﻣﻦ ﻟَﻢ ﻳﺄ‬
َ ْ ْ َ ُ ِ‫ﻒ ﺗَـ ْﻌﺮ‬ َ ‫ ﻓـَﻘَﺎﻟُﻮا َﻛ ْﻴ‬.« ‫َﻢ ﻳَﺄْﺗُﻮا ﺑَـ ْﻌ ُﺪ‬ ْ ‫ﻳﻦ ﻟ‬
ِ
َ ‫َوإِ ْﺧ َﻮاﻧـَُﻨﺎ اﻟ ﺬ‬
َ َ‫ ﻗ‬.ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
‫ﺎل‬ َ ‫ ﻗَﺎﻟُﻮا ﺑَـﻠَﻰ ﻳَﺎ َر ُﺳ‬.« ‫ف َﺧﻴْـﻠَ ُﻪ‬ُ ِ‫ى َﺧ ْﻴ ٍﻞ دُ ْﻫ ٍﻢ ﺑُـ ْﻬ ٍﻢ أَﻻَ ﻳَـ ْﻌﺮ‬ْ ‫ﺠﻠَﺔٌ ﺑَـ ْﻴ َﻦ ﻇَ ْﻬ َﺮ‬ ‫ﺮ ُﻣ َﺤ‬ ُ‫ن َر ُﺟ ﻼً ﻟ َُﻪ َﺧ ْﻴ ٌﻞ ﻏ‬ َ‫ﻟ َْﻮ أ‬
ِ ‫ﺎل َﻋﻦ ﺣﻮ‬ ِ ‫ﺠﻠِﻴﻦ ِﻣﻦ اﻟْﻮ‬ ‫ﺮا ﻣﺤ‬ ‫ ﻬ ﻢ ﻳﺄْﺗﻮ َن ُﻏ‬‫» ﻓَِﺈﻧـ‬
‫ﺿ ﻰ َﻛ َﻤﺎ ﻳُ َﺬا ُد‬ ْ َ ْ ٌ ‫ن رِ َﺟ‬ ‫ض أَﻻَ ﻟَُﻴ َﺬا َد‬ ِ ‫ْﺤ ْﻮ‬َ ‫ﺿﻮء َوأَﻧَﺎ ﻓَـ َﺮﻃُ ُﻬ ْﻢ َﻋَﻠﻰ اﻟ‬ ُ ُ َ َ َُ َُ ْ ُ
« ‫ﻮل ُﺳ ْﺤ ًﻘﺎ ُﺳ ْﺤ ًﻘﺎ‬ ُ ‫ ﻓـَﻴُـ َﻘ‬.‫ﻢ‬ ُ‫ل أُﻧَ ِﺎدﻳ ِﻬ ْﻢ أَﻻَ َﻫﻠ‬ ‫ﺎ‬‫ﻴﺮ اﻟﻀ‬
ُ ُ‫ ﻓَﺄَﻗ‬.‫ﺪﻟُﻮا ﺑَـ ْﻌ َﺪ َك‬ َ‫ ُﻬ ْﻢ ﻗَ ْﺪ ﺑ‬‫ﺎل إِﻧـ‬ ِ
ُ ‫اﻟَْﺒﻌ‬
“Bahwa Rasulullah berziarah di pekuburan, lalu berkata : “Assalamu alaikum negeri
kaum Mukminin dan Insya Allah, kami akan menyusul. Aku sangat berharap segera
bertemu dengan saudara-saudara kami”. Para Shahabat berkata : ‘bukankah kami adalah
saudara-saudaramu, wahai Rasulullah?’. Nabi menjawab : “kalian adalah para
sahabatku, sedangkan saudara-saudaraku adalah orang-orang yang datang sesudah
kalian”. Mereka bertanya : ‘bagaimanakah engkau mengenali umatmu nanti wahai
Rasulullah?’. Nabi menjawab : “apa pendapatmu, kalau seorang memiliki kuda putih
cemerlang diantara kuda hitam legam, bukankah engkau dapat mengenalinya?”. Mereka
menjawab : ‘tentu wahai Rasulullah’. Sabdanya lagi : “maka mereka saudara-saudara
kami akan datang dalam keadaan putih bersinar karena bekas wudhu. Aku menunggu di
Telagaku. Ketahuilah akan diusir seseorang dari telagaku sebagaimana unta sesat yang
diusir, aku menyerunya untuk mendekat, maka dikatakan bahwa mereka telah mengganti
agamanya setelahmu, maka aku katakan ‘suhqon, suhqon’” (HR. Muslim).
4. Kemudian akan kami tambahkan lagi keutamaan wudhu dari kitab “Nailul
Author” karya Imam Syaukani sebagai berikut : akan dibukan pintu surga
yang berjumlah 8 buah. Nabi bersabda :
َ ِ‫ ُﻪ َو ْﺣ َﺪ ُﻩ َﻻ َﺷﺮ‬‫إﻻ اﻟﻠ‬ ‫ أَ ْﺷ َﻬ ُﺪ أَ ْن َﻻ إﻟَ َﻪ‬: ‫ﻮل‬
‫ن‬ َ‫ َوأ‬، ‫ﻳﻚ ﻟَ ُﻪ‬ ُ ‫ﻢ ﻳَـ ُﻘ‬ ُ‫ ﺛ‬، ‫ﻮء‬
َ ‫ﺿ‬ُ ‫ﺄُ ﻓَـُﻴ ْﺴﺒِ ُﻎ اﻟ ُْﻮ‬‫َﺣ ٍﺪ ﻳَـﺘَـَﻮﺿ‬ ِ ِ
َ ‫َﻣﺎ ﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ ﻣ ْﻦ أ‬
‫ـ َﻬﺎ َﺷ َﺎء‬‫ﻤ ﺎﻧَِﻴ ُﺔ ﻳَ ْﺪ ُﺧ ُﻞ ِﻣ ْﻦ أَﻳ‬َ ‫ﺔِ اﻟﺜ‬‫ْﺠ ﻨ‬
َ ‫اب اﻟ‬ ْ ‫إﻻ ﻓُﺘِ َﺤ‬ ، ‫ﻤ ًﺪا َﻋ ْﺒ ُﺪ ُﻩ َوَر ُﺳ ﻮﻟ ُُﻪ‬ ‫ُﻣ َﺤ‬
ُ ‫ﺖ ﻟ َُﻪ أَﺑْـَﻮ‬
“Tidaklah salah seorang diantara kalian berwudhu, kemudian ia menyempurnakan
wudhunya, lalu berdoa : ‘aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi
kecuali Allah saja tidak ada sekutu bagi-Nya dan bahwa Muhammad adalah hamba dan

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 17


Rasul-Nya, melainkan akan dibukakan 8 pintu jannah yang dapat ia masuki
sekehendaknya (HR. Muslim dari Uqbah bin ‘Aamir ).
5. Akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu, dari Utsman bin Affan
ia berkata, bahwa Nabi bersabda :
‫ﺻ َﻼﺗُ ُﻪ َو َﻣ ْﺸُﻴ ُﻪ إﻟَﻰ اﻟ َْﻤ ْﺴ ِﺠ ِﺪ ﻧَﺎﻓِﻠَ ًﺔ‬ ْ َ‫ﺪ َم ِﻣ ْﻦ ذَﻧْﺒِﻪِ َوَﻛﺎﻧ‬ ‫ﺿ ﻮﺋِﻲ َﻫ َﺬا ُﻏﻔِ َﺮ ﻟ َُﻪ َﻣﺎ ﺗَـ َﻘ‬
َ ‫ﺖ‬ ُ ‫ﺤَﻮ ُو‬
ْ َ‫ﺄَ ﻧ‬‫َﻣ ْﻦ ﺗَـ َﻮﺿ‬
“Barangsiapa yang berwudhu seperti wudhuku ini, akan diampuni dosanya yang telah
berlalu dan sholat serta berjalanannya menuju ke masjid sebagai tambahan keutamaan
baginya” (Muttafaqun ‘Alaih).
6. Akan hilang dosanya seperti bayi yang baru lahir, Nabi bersabda :
‫ﻣﻚ‬ ُ‫ﺄْت اﻏَْﺘ َﺴﻠْﺖ ِﻣ ْﻦ َﺧﻄَﺎﻳَﺎك َﻛﻴَـ ْﻮِم َوﻟَ َﺪﺗْﻚ أ‬‫إ ذَا ﺗَـ َﻮﺿ‬
“Jika engkau berwudhu akan dibasuh kesalahanmu seperti hari engkau dilahirkan oleh
ibumu” (HR. Muslim).
7. Kemudian kami tambahkan lagi dari kitabnya Syaikh Mahmud abdul
Lathif “Jaamiul Ahkamis Sholat” yakni : wudhu dapat melepaskan 1 dari 3
ikatan setan, ketika seorang tidur pada malam hari, sehingga keesokan
harinya ia dapat bangun dengan segar bugar. Nabi bersabda :

ٌ ‫ﻚ ﻟَْﻴ ٌﻞ ﻃَ ِﻮ‬
، ‫ﻳﻞ ﻓَ ْﺎرﻗُ ْﺪ‬ َ ‫ﻞ ُﻋﻘْ َﺪ ةٍ َﻋﻠَْﻴ‬ ‫ب ُﻛ‬ ْ َ‫ ﻳ‬، ‫ث ُﻋﻘَ ٍﺪ‬
ُ ِ‫ﻀ ﺮ‬ َ َ‫ﺎم ﺛَﻼ‬ ِ ‫سأ‬
َ َ‫َﺣﺪ ُﻛ ْﻢ إِ ذَا ُﻫ َﻮ ﻧ‬
ِِ
َ ِ ْ‫ﻴ ﻄَﺎ ُن َﻋﻠَﻰ ﻗَﺎﻓَﻴ ﺔ َرأ‬ْ‫ﻳَـ ْﻌﻘ ُﺪ اﻟﺸ‬
ِ

‫َﺻ َﺒ َﺢ ﻧَ ِﺸﻴ ﻄًﺎ‬ ْ ‫ ﻰ اﻧْ َﺤﻠ‬‫ﺻﻠ‬


ْ ‫ﺖ ُﻋﻘْ َﺪ ةٌ ﻓَﺄ‬ َ ‫ ﻓَِﺈ ْن‬، ٌ‫ﺖ ُﻋﻘْ َﺪة‬
ْ ‫ﺄَ اﻧْ َﺤﻠ‬‫ ﻓَِﺈ ْن ﺗَـ َﻮﺿ‬، ٌ‫ﺖ ُﻋﻘْ َﺪ ة‬ْ ‫ َﻪ اﻧْ َﺤ ﻠ‬‫ﻆ ﻓَ َﺬَﻛ َﺮ اﻟﻠ‬ ِ
ْ ‫ﻓَِﺈن‬
َ َ‫اﺳﺘَـ ﻴْـﻘ‬
‫ﺲ َﻛ ْﺴ ﻼَ َن‬ ِ ‫ـ ْﻔ‬‫ﺚ اﻟﻨ‬ َ ‫َﺻَﺒ َﺢ َﺧﺒِﻴ‬
ْ ‫ أ‬‫ َوإِﻻ‬، ‫ﺲ‬ ِ ‫ـ ْﻔ‬‫ﺐ اﻟﻨ‬ َ ‫ﻃَﻴ‬
“Setan duduk diatas te ngkuk kepala salah seorang diantara kalian, ketika ia tidur, se tan
akan memberikan 3 ikatan yang membuat ketiga ikatan tersebut menidurkanmu sepanjang
malam. Jika kalian bangun, maka berdzikirlah kepada Allah , sehingga terlepas 1 ikatan,
lalu jika ia berwudhu maka terlepas lagi 1 ikatan dan jika ia lanjutkan dengan sholat
terlepaslah seluruh ikatan, sehingga pagi harinya ia semangat dan bagus jiwanya, adapun
jika tertidur sepanjang malam, maka pada pagi harinya jiwanya jelek dan malas”
(Muttafaqun ‘Alaih).

Berkata Imam Bukhori :


َ َ‫ﺚ ﻋَ ْﻦ َﺧﺎﻟِ ٍﺪ ﻋَ ْﻦ َﺳﻌِﻴ ِﺪ ﺑْ ِﻦ أَﺑِﻰ ِﻫﻼَ ٍل ﻋَ ْﻦ ﻧـُ َﻌ ْﻴ ٍﻢ اﻟ ُْﻤ ْﺠ ِﻤ ﺮِ ﻗ‬
‫ﺎل‬ ُ ‫ ْﻴ‬‫ﺪ ﺛـَﻨَﺎ اﻟﻠ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﺪ ﺛـَﻨَﺎ ﻳَ ْﺤَﻴ ﻰ ﺑْ ُﻦ ﺑُ َﻜْﻴ ﺮٍ ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 136
ُ ُ‫ ﻳَـﻘ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺖ اﻟﻨ‬
» ‫ﻮل‬ َ َ‫ﺄَ ﻓـَﻘ‬‫ ﻓـَﺘَـَﻮﺿ‬، ‫ﻴﺖ َﻣ َﻊ أَﺑِﻰ ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮةَ َﻋﻠَﻰ ﻇَ ْﻬ ﺮِ اﻟ َْﻤ ْﺴ ِﺠ ِﺪ‬
ُ ‫ﻰ َﺳ ِﻤ ْﻌ‬‫ﺎل إِﻧ‬ ُ ِ‫َرﻗ‬
« ‫ﺮﺗَ ُﻪ ﻓـَﻠْﻴَـﻔْ َﻌ ْﻞ‬ ُ‫اﺳَﺘ ﻄَﺎعَ ِﻣﻨْ ُﻜ ْﻢ أَ ْن ﻳُ ِﻄﻴ َﻞ ﻏ‬ ِ ِ ِ‫ﺠﻠ‬ ‫ﺮا ﻣ ﺤ‬ ُ‫ﺘِ ﻰ ﻳ ْﺪﻋَﻮ َن ﻳـﻮم اﻟْﻘِﻴﺎﻣﺔِ ﻏ‬‫ن أُﻣ‬ ِ‫إ‬
ْ ‫ ﻓَ َﻤ ِﻦ‬، ‫ﻴﻦ ﻣ ْﻦ آﺛَﺎرِ اﻟ ُْﻮﺿُﻮء‬ َ َُ َ َ ََْ ْ ُ
2). Hadits no. 136
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 18
“Haddatsanaa Yahya bin Bukair ia berkata, haddatsanaa Al-Laits dari Khoolid dari Sa’id bin
Abi Hilaal dari Nu’aim Al Mujmir ia berkata, aku naik diatap masjid bersama dengan Abu
Huroiroh , lalu ia berwudhu dan berkata : ‘aku mendengar Nabi bersabda :
“sesungguhnya umatku akan dipanggil pada hari kiamat, dalam keadaan putih bersinar wajah
dan kakinya karena bekas wudhu, maka barangsiapa diantara kalian mampu untuk
memanjangkan cahayanya, maka lakukanlah”.
Muslim meriwayatkan no. 225

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya. Kecuali :

1. Nama :Abul ‘Alaa’ Said bin Abi Hilaal


Kelahiran :Wafat 130 H atau 149 H
Negeri tinggal :Mesir
Komentar ulama : Tabi’I shoghir. Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Ibnu Sa’ad,
Imam Ibnu Khuzaimah, Imam Daruquthni, Imam
Baihaqi, Imam Al Khothib, Imam Ibnu Abdil Bar, Imam
Al’ijli dan Imam Ibnu Hibban. Imam Abu Hatim
menilainya, Laa ba’sa bih, Sholihul Hadits.
Hubungan Rowi : Nu’aim adalah salah seorang gurunya, sebagaimana
ditulis oleh Imam Al Mizzi.

2. Nama :Abu Abdillah Nu’aim bin Abdullah Al Mujmir


Kelahiran :-
Negeri tinggal :Madinah
Komentar ulama : Tabi’I Wasith. Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Sa’ad dan
Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Abu Huroiroh adalah salah seorang gurunya,
sebagaimana ditulis oleh Imam Al Mizzi. Dan menurut
Imam Adz-Dzahabi, beliau belajar kepada Abu Huroiroh
selama 10 tahun.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Kedudukan sanad :

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 19


Sebagian ulama menilai Lafadz “maka barangsiapa diantara kalian mampu
untuk memanjangkan cahayanya, maka lakukanlah” adalah mudraj (sisipan) dari
perkataannya Shahabat Abu Huroiroh , bukan merupakan sabda Nabi . Al
Hafidz dalam “At-Talkhis” berkata :
‫ ِﻣ ْﻦ ﻗـَ ْﻮِل أَﺑِﻲ ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮةَ أ َْو ﻓِ ﻲ‬، ِ‫آﺧﺮِﻩ‬
ِ ‫ " ﻣﻦ اﺳﺘﻄَﺎع " إ ﻟَﻰ‬: ‫ َﻻ أَ ْد رِي ﻗـَﻮﻟَﻪ‬: ‫ﺎل ﻧـﻌﻴ ﻢ‬
َ َْ َْ ُ ْ
ِ ِ ِ ِ
ٌ ْ َُ َ َ‫ َوﻋﻨْ َﺪ ﻩُ ﻗ‬، ‫َو َرَواﻩُ أ َْﺣَﻤ ُﺪ ﻣ ْﻦ َﺣ ﺪ ﻳﺚ ﻧـُ َﻌﻴْ ٍﻢ‬
ِ ِ‫ا ﻟْﺤ ﺪ‬
. ‫ﻳﺚ‬ َ
“Diriw ayatkan Ahmad dari hadits Nu’aim dan terdapat perkataan Nu’aim : ‘aku tidak
tahu ucapan “Barangsiapa yang mampu …hingga akhir, apakah perkataan Abu Huroiroh
ataukah sabda Nabi ?”.
Imam Al Albani dalam kitab “Al Irwa” menukil ucapan Syaikhul Islam Ibnul
Qoyyim yakni :
‫ " ﻓﻬﺬﻩ اﻟﺰﻳﺎدة ﻣﺪرﺟﺔ ﻓﻲ ااﻟﺤﺪﻳﺚ ﻣﻦ ﻛﻼم أﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮة ﻻ ﻣﻦ‬: ( 316 / 1 ) " ‫وﻗﺪ ﻗﺎل اﺑﻦ اﻟﻘﻴﻢ ﻓﻲ " ﺣﺎدي اﻷرواح‬
‫ ﻫﺬﻩ اﻟﻠﻔﻈﺔ ﻻ ﻳﻤﻜﻦ أن‬: ‫ وﻛﺎن ﺷﻴ ﺨﻨﺎ ﻳﻘﻮل‬. ( 1 ) ‫ﻛﻼم ا ﻟﻨﺒﻲ ) ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ ( ﺑﻴﻦ ذﻟ ﻚ ﻏﻴﺮ واﺣﺪ ﻣﻦ اﻟﺤﺎﻓﻆ‬
: ‫ﺗﻜﻮن ﻣﻦ ﻛﻼم رﺳﻮل اﷲ ) ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ ( " ﻓﺈن اﻟﻐﺮة ﻻ ﺗﻜﻮن ﻓﻲ اﻟﻴﺪ ﻻ ﺗﻜﻮن إﻻ ﻓﻲ اﻟﻮﺟﻪ وإﻃﺎﻟﺘﻪ ﻏﻴﺮ ﻣﻤﻜﻨﺔ‬
" ‫إذ ﺗﺪﺧﻞ ﻓﻲ اﻟﺮأس ﻓﻼ ﺗﺴﻤﻰ ﺗﻠﻚ ﻏﺮة‬
“Tambahan ini adalah sisipan dari ucapannya Abu Huroiroh bukan dari sabda Nabi ,
hal ini telah dijela skan oleh lebih dari satu Hufadz. Guru kami (Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah) berkata : ‘lafadz ini tidak mungkin dari ucapan Rasulullah , karena ghuroh
tidak terdapat di tangan, ia hanya terdapat di w ajah dan memanjangkannya tidaklah
mungkin, yang mana berarti kalau memanjangkannya adalah sampai ke kepala dan hal
membasuh kepala tidak bisa din amakan ghurroh”.
Namun terdapat dalam riwayat Muslim dari Nu’aim Al Mujmir ia berkata :
‫ﺴ َﺮى‬ ِ ُ ‫ع ﻓِ ﻰ اﻟْﻌ‬
ْ ‫ﻢ ﻳَ َﺪُﻩ اﻟُْﻴ‬ ُ‫ﻀ ﺪ ﺛ‬ َ َ ‫ ﻰ أَ ْﺷَﺮ‬‫ﻢ ﻏَ َﺴ َﻞ ﻳَ َﺪُﻩ اﻟُْﻴ ْﻤَﻨ ﻰ َﺣﺘ‬ ُ‫ﻮء ﺛ‬
َ ‫ﺿ‬ُ ‫ﺄُ ﻓـَﻐَ َﺴ َﻞ َو ْﺟ َﻬ ُﻪ ﻓَﺄ َْﺳَﺒ َﻎ اﻟ ُْﻮ‬‫ﺖ أَﺑَﺎ ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮةَ ﻳَـﺘَـَﻮ ﺿ‬ُ ْ‫َرأَﻳ‬
ِ ‫ﺴ‬ ‫ع ﻓِ ﻰ اﻟ‬
‫ ﻰ‬‫ ﻏَ َﺴ َﻞ رِ ْﺟﻠَ ُﻪ اﻟُْﻴ ْﺴ َﺮى َﺣﺘ‬‫ﺎق ﺛُﻢ‬ َ ‫ﻰ أَ ْﺷ َﺮ‬‫ ﻏَ َﺴ َﻞ رِ ْﺟﻠَ ُﻪ اﻟُْﻴ ْﻤَﻨ ﻰ َﺣﺘ‬‫ﺴ َﺢ َرأ َْﺳ ُﻪ ﺛُﻢ‬ ِ ُ ‫ع ﻓِ ﻰ اﻟْﻌ‬
َ ‫ َﻣ‬‫ﻀﺪ ﺛُﻢ‬ َ َ ‫ﻰ أَ ْﺷ َﺮ‬‫َﺣﺘ‬
‫ﺻﻠﻰ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ُ ‫ﺎل َر ُﺳ‬ َ َ‫ﺎل ﻗ‬ َ َ‫ َوﻗ‬.ُ‫ﺄ‬‫ ﻳَـﺘَـَﻮ ﺿ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َ ‫ﺖ َر ُﺳ‬ ُ ْ‫ﺎل َﻫ َﻜ َﺬا َرأَﻳ‬ َ َ‫ ﻗ‬‫ﺴﺎ ِق ﺛُﻢ‬ ‫أَ ْﺷ َﺮعَ ﻓِ ﻰ اﻟ‬
‫ﺮﺗَ ُﻪ‬ ُ‫اﺳَﺘﻄَﺎعَ ِﻣﻨْ ُﻜ ْﻢ ﻓـَﻠُْﻴ ِﻄ ْﻞ ﻏ‬ ِ ِ ‫ﺎﻣﺔِ ِﻣ ْﻦ إِ ْﺳَﺒ‬ ِ
ْ ‫ﺎغ اﻟ ُْﻮﺿُﻮء ﻓََﻤ ِﻦ‬ َ ‫ﺠﻠُﻮ َن ﻳَـ ْﻮَم اﻟْﻘَﻴ‬ ‫ﺮ اﻟ ُْﻤ َﺤ‬ُ‫ » أَﻧـُْﺘ ُﻢ اﻟْﻐ‬- ‫اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
« ‫َوﺗَ ْﺤ ِﺠﻴ َﻠ ُﻪ‬
“aku melihat Abu Huroiroh berwudhu, lalu membasuh wajahnya kemudian
menyempurnakan ‘wudhunya, lalu membasuh tangannya yang kanan sampai ke lengan
kanannya lalu membasuh tangan kirinya hingga lengan atasnya, lalu mengusap kepalanya,
lalu membasuh kaki kanannya sampai kepada betisnya, lalu membasuh kaki kanannya sampai

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 20


kepada betisnya, kemudian berkata : ‘demikian aku melihat Rasulullah berwudhu. Nabi
bersabda : “kalian akan terlihat putih bersinar pada hari kiamat, karena menyempurnakan
wudhu, maka barangsiapa yang mampu untuk memanjangkan sinar putihnya, maka
lakukanlah”.
Imam Al Albani dalam kitab yang sama melanjutkan :
‫ " إﻧﻤﺎ ﻟﻤﺠﻠﻞ ﻋﻠﻰ إدﺧﺎل‬: ‫ ( ﺑﻌﺪ أن ذﻛﺮ ﺣﺪﻳﺚ أﻳﻰ ﻫﺮﻳﺮة ﻫﺬا ﺑﻠﻔﻆ اﻟﻤﺼﻨﻒ‬69 / 1 ) " ‫ﻗﺎل اﺑﻦ اﻟﻘﻴﻢ ﻓﻲ " اﻟﺰاد‬
‫اﻟﻤﺮﻓﻘﻴﻦ واﻟﻜﻌﺒﻴﻦ ﻓﻲ اﻟﻮﺿﻮء وﻻ ﻳﺪل ﻋﻠﻰ ﻣﺴﺄ ﻟﺔ اﻹﻃﺎﻟﺔ " وﺑﻨﻜﺮ ﻋﻠﻴﻪ رواﻳﺔ اﺑﻦ أﺑﻲ ﻫﻼل ﻋﻨﺪ ﻣﺴﻠﻢ ﻓﺈن ﻓﻴﻬﺎ " ﻓﻐﺴﻞ‬
‫ وﻳﻤﻜﻦ أن ﻳﺠﺎب ﻣﻦ ﻃﺮف اﺑﻦ اﻟﻘﻴﻢ ﺑﺄن ﻫﺬﻩ اﻟﺮوا ﻳﺔ وإن‬. ‫ﻳﺪﻳﻪ ﺣﺘﻰ ﻛﺎد ﻳﺒﻠﻎ اﻟﻤﻨﻜﺒﻴﻦ " ﻓﺈﻧﻬﺎ ﺻﺮﻳﺤﺔ ﻓﻲ ﻣﺴﺄﻟﺔ اﻹﻃﺎﻟﺔ‬
. ‫ﻛﺎﻧﺖ ﻓﻲ اﻟﺼﺤﻴﺢ ﻓﺈن أﺑﻲ ﻫﻼل ﻛﺎن ﻗﺪ اﺧﺘﻠﻂ ﻛﻤﺎ ﻗﺎل أﺣﻤﺪ وﻻ ﻳﺪرى أﺣﺪث ﺑﻬﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻗﺒﻞ اﻻﺧﺘﻼط أم ﺑﻌﺪﻩ‬
‫واﷲ أﻋﻠﻢ‬
“Ibnul Qoyyim berkata dalam Áz-Zaad” (1/69) setelah menyebutkan hadits Abu
Huroiroh dengan lafadz penulis (kitab Manarus Sabiil) : ‘hanyalah ini pembahasan
dalam memasukkan kedua siku dan kedua mata kaki dalam masalah wudhu bukan
menunjukkan atas masalah memanjangkan’. Perkataan ini dapat dibantah dengan
riw ayat Abu Hillah dalam Shahih Muslim, karena disebutkan didalamnya “lalu ia mencuci
kedua tangannya hingga hampir mencapai kedua bahunya”. Maka in i jelas menunjukkan
masalah memanjangkan. Mungkin untuk dijaw ab dengan ucapan Ibnul Qoyyim bahw a
riw ayat ini, sekalipun diriw ayatkan dalam Shahih Muslim, namun Abu Hilaal adalah
perow i yang bercampur hapalannya, sebagaimana dikatakan oleh Imam Ahmad, dan
tidak diketahui apakah hadist ini diriw ayatkan sebelum bercampur hapalannya atau
setelahnya”.
Kita tambahkan dari Faqhihuz Zaman ini, Imam Ibnu Utsaimin dalam “Al
Liqoo” kata beliau rohimahulloh dalam menjawab hadits shahih Muslim yang
menunjukkan bahwa hal itu bukan mudraj (sisipan) Abu Huroiroh yakni :
‫ ﻟﻜﻨﻪ ﻏﺴﻞ ذراﻋﻴﻪ ﺣﺘﻰ‬،‫ ﻟﻴﺲ ﻓﻴﻪ أن أﺑﺎ ﻫﺮﻳﺮة ﺧﺮج ﻋﻦ ﺣﺪ اﻟﻮﺟﻪ‬، ‫ﻫﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ اﻟﺬي أﺷﺎر إﻟﻴﻪ ﻫﻮ ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺢ ﻣﺴﻠﻢ‬
‫ وﻫﺬا ﻻ ﻳُﻨﻜﺮ؛ ﻷﻧﻪ ﻻ ﻳﻤﻜﻦ أن ﺗﻐﺴﻞ اﻟﻤﺮﻓﻖ إﻻ إذا ﺷﺮﻋﺖ ﻓﻲ‬،‫ وﻏﺴﻞ رﺟﻠﻴﻪ ﺣﺘﻰ أﺷﺮع ﻓﻲ اﻟﺴﺎق‬،‫أﺷﺮع ﻓﻲ اﻟﻌﻀﺪ‬
‫ وﻟﻜﻦ اﻟﺰﻳﺎدة اﻟﻤﺬﻛﻮرة ﻓﻲ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻟﻴﺴﺖ‬.‫ وﻫﺬا ﺻﺤﻴﺢ‬،‫ وﻻ ﻳﻤﻜﻦ أن ﺗﻐﺴﻞ اﻟﻜﻌﺐ إﻻ إذا ﺷﺮﻋﺖ ﻓﻲ اﻟﺴﺎ ق‬،‫اﻟﻌﻀﺪ‬
‫ وﻫﻲ ﻣﻦ اﺟﺘﻬﺎد أﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮة ؛ ﻷن ﺟﻤﻴﻊ اﻟﻮاﺻﻔﻴﻦ ﻟﻮﺿﻮء اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻟﻢ ﻳﺬﻛﺮوا أﻧﻪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ‬،‫ﺑﺼﺤﻴﺤﺔ‬
(‫ )ﻫﻜ ﺬا رأﻳﺖ اﻟﺮﺳﻮل ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻳﻔﻌﻞ‬:‫ ﻓﻤﻌﻨﻰ ﻗﻮﻟﻪ ﻓﻲ اﻟﺤﺪﻳﺚ اﻵﺧﺮ‬،‫وﺳﻠﻢ ﻛﺎن ﻳﺘﺠﺎوز اﻟﻜﻌﺒﻴﻦ ﺑﺸ ﻜﻞ ﻛﺒﻴﺮ‬
.‫ وﺣﻴﻦ ﻏﺴﻞ رﺟﻠﻴﻪ أﺷﺮع ﻓﻲ اﻟﺴﺎق‬،‫ أﻧﻪ رآﻩ ﺣﻴﻦ ﻏﺴﻞ ذراﻋﻴﻪ أﺷﺮع ﻓﻲ اﻟﻌﻀﺪ‬:‫أي‬
“Hadits yang diisyaratkan ini, terdapat dalam shahih Muslim, tidak ada did alamnya
bahw a Shahabat Abu Huroiroh dalam membasuh w ajah keluar dari batasan w ajah,
namun beliau membasuh kedua hastanya hingga sampai lengan atasnya dan
membasuh kedua kakinya sampai betisnya, ini tidak diingkari. Namun tambahan lafadz
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 21
dalam hadits tidaklah shahih ini adalah ijtihad pribadi Abu Huroiroh , karena seluruh
riw ayat yang menyebutkan sifat w udhu Nabi tidak menyebutkan bahwa Nabi
melampaui kedua mata kakinya dalam bentuk yang besar, maka makna ucapan Abu
Huroiroh pada akhir hadits : ‘demikian aku melihat Rasulullah berwudhu’ yaitu
bahw a Abu Huroiroh melihat Nabi ketika mencuci kedua sikunya menyentuh
lengan atasnya dan ketika membasuh kedua kakinya menyentuh betisnya”.

Penjelasan Hadits :
1. Keutamaan umat Muhammad yang dapat dikenali dari putih cemerlang
wajah dan kakinya karena bekas wudhunya.
2. Namun perintah memanjangkan bekas w udhu tidak sampai melebihi
perbuatan Nabi , karena perintah dalam hadits ini adalah ijtihad
pribadinya Abu Huroiroh yang tidak w ajib diikuti.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 22


‫ﺴ ﺘَـ ْﻴِﻘ َﻦ‬  ‫ﺿﺄُ ِﻣ َﻦ اﻟ‬
‫ﺸ‬
ْ َ‫ﻰ ﻳ‬‫ﻚ َﺣﺘ‬  ‫ ﺑﺎب ﻻَ ﻳَـﺘَـَﻮ‬- 4
Bab 4 Tidak Perlu Berwudhu lagi Karena Keraguan
sampai Ia Benar-Benar Yakin

Penjelasan :

Berkaitan dengan masalah keyakinan dalam berwudhu, maka ketika


seseorang telah berwudhu kemudian timbul keraguan apakah ia telah batal
wudhunya atau tidak, maka ia berpatokan kepada kondisi awal bahw a ia
dalam keadaan berwudhu. Sebaliknya jika ia tidak dalam kondisi berw udhu,
kemudian timbul keraguan apakah ia sudah berwudhu atau belum, maka ia
berpatokan kepada kondisi pertamanya bahwa ia belum berw udhu.

Lajnah Daimah Arab Saudi yang diketuai oleh Imam bin Baz pernah
ditanya sebagai berikut :
6895 ‫اﻟﺴﺆال اﻟﺜﺎﻟﺚ ﻣﻦ اﻟﻔﺘﻮى رﻗﻢ‬
‫ إذأ ﺗﻮﺿﺄت ﻟﺼﻼة اﻟﻤﻐﺮب ﻣﺜﻼ وﺻﻠﻴﺘﻬﺎ ﺛﻢ ﺟﺎءت ﺻﻼة اﻟﻌ ﺸﺎء وأرﻳﺪ أن أﺻﻠﻲ اﻟﻌﺸﺎء ﺑﻨﻔﺲ اﻟﻮﺿﻮء وﻟﻜﻦ ﻻ أدري‬:‫س‬
‫ﻋﻤﺎ إذا ﻛﻨﺖ ﻗﺪ ﻧﻘﻀﺖ اﻟﻮﺿﻮء أم ﻻ ﻣﺎذا ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻲ ﻓﻌﻠﻪ؟‬
:‫ وﺑﻌﺪ‬..‫ اﻟﺤﻤﺪ ﷲ وﺣﺪﻩ واﻟﺼﻼة واﻟﺴ ﻼم ﻋﻠﻰ رﺳﻮﻟﻪ وآﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ‬:‫ج‬
.‫إذا ﺷﻜﻴﺖ ﻓﻲ اﻟﺤﺪث ﺑﻌﺪ اﻟﻄﻬﺎرة ﻓﺎﻃﺮح اﻟﺸﻚ واﺑﻦ ﻋﻠﻰ اﻟﻄﻬﺎرة ﻓﺈن اﻟﻴﻘﻴﻦ ﻻ ﻳﺰول ﺑﺎﻟﺸﻚ‬
.‫وﺑﺎﷲ اﻟﺘﻮﻓﻴﻖ وﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻰ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ وآﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ وﺳﻠﻢ‬
Soal ketiga no. fatw a 6895
Soal : Jika aku berw udhu untuk sholat Maghrib misalnya, lalu aku sholat Maghrib
kemudian datang w aktu Isya dan aku ingin sholat Isya dengan wudhu yang tadi,
namun aku tidak tahu apakah w udhunya sudah batal atau belum, apa yang harus saya
lakukan?
Jawab : Hanya segala puji bagi Allah saja, sholaw at dan Salam tercurahkan kepada
Rasul-Nya, keluarganya dan para Shahabatnya.. wa ba’du. Jika engkau ragu berkaitan
dengan hadats setelah bersuci, maka abaikan lah keraguanmu dan jadikan patokan
bahw a engkau diatas wudhu, karena keyakinan tidak digugurkan dengan keraguan.
Kepada Allah , taufik sholawat dan salam Allah kepada Nabi kita Muhammad dan
kepada kelu arga dan para Shahabatnya”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 23


Berkata Imam Bukhori :
ِ‫ﻤﻪ‬ ‫ﻴﻢ َﻋﻦ َﻋ‬ ِ ِ ِ ‫ى َﻋ ْﻦ َﺳﻌِﻴ ِﺪ ﺑْ ِﻦ اﻟ ُْﻤﺴﻴ‬ َ َ‫ﻰ ﻗ‬ ِ‫ﺪ ﺛـََﻨﺎ َﻋﻠ‬ ‫ َﺣ‬- 137
ْ ٍ ‫ﺎد ﺑْ ِﻦ ﺗَﻤ‬‫ﺐ َو َﻋ ْﻦ َﻋﺒ‬ َ  ِ‫ﺰْﻫ ﺮ‬ ‫ﺪ ﺛـََﻨﺎ اﻟ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﺪﺛـََﻨﺎ ُﺳ ْﻔَﻴ ﺎ ُن ﻗ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ ﻓـَﻘ‬. ِ‫ ﻼَة‬‫ﻰ َء ﻓِ ﻰ اﻟﺼ‬
‫ﺎل‬ ِ  ِِ ِ ِ ِ
ْ ‫ ُﻞ إﻟَْﻴﻪ أَﻧ ُﻪ ﻳَﺠ ُﺪ اﻟﺸ‬‫ﺮُﺟ ُﻞ اﻟ ﺬ ى ﻳُ َﺨﻴ‬ ‫ اﻟ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫أَﻧ ُﻪ َﺷ َﻜ ﺎ إﻟَﻰ َر ُﺳﻮل اﻟﻠﻪ‬
ِ 
« ‫ ﻰ ﻳَ ْﺴ َﻤ َﻊ ﺻَْﻮﺗًﺎ أ َْو ﻳَ ِﺠ َﺪ رِﻳ ًﺤ ﺎ‬‫ َﺣﺘ‬- ‫ف‬ ْ ِ‫ أ َْو ﻻَ ﻳَـﻨْﺼَ ﺮ‬- ‫» ﻻَ ﻳَـﻨْـَﻔﺘِ ْﻞ‬
3). Hadits no. 137
“Haddatsanaa Ali ia berkata, haddatsanaa Sufyan ia berkata, haddatsanaa Az-Zuhriy dari
Sa’id ibnul Musayyib dan dari ‘Abbaad bin Tamiim dari Pamannya bahwa ia mengadu kepada
Rasulullah : ‘seorang yang merasa bahwa ia mendapatkan sesuatu dalam sholatnya?’. Nabi
menjawab : “Jangan berpindah atau berpaling hingga ia mendengar suara atau mencium bau
kentutnya”.
Muslim meriwayatkannya no. 361

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya. Kecuali :

1. Nama :‘Abbaad bin Tamiim


Kelahiran :-
Negeri tinggal :Madinah
Komentar ulama :Tabi’I Wasith. Ditsiqohkan oleh Imam Nasa’I, Imam Al’ijli
dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Abdullah bin Zaid bin ‘Aashim adalah pamannya
sekaligus salah seorang gurunya, sebagaimana ditulis
oleh Imam Al Mizzi.

2. Nama : Abu Muhammad Abdullah bin Zaid bin ‘Aashim


Kelahiran : Wafat 63 H
Negeri tinggal : Madinah
Komentar ulama : Sahabat yang masyhur
Hubungan Rowi : pernah berjihad pada waktu perang Uhud bersama
Rasulullah .

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 24


Penjelasan Hadits :
1. Yang dimaksud jangan berpaling adalah jangan memutuskan sholat,
namun tetap lanjutkan sholatnya, kecuali kalau ia benar-benar kentut
dengan indikasi terdengar bunyinya atau tercium baunya. Dalam riwayat
Imam Bukhori di tempat lain lafadznya jela s demikian. Shahabat Abdulla h
bin Zaid berkata :
ِ  ‫ أَﻳَـ ْﻘ ﻄَ ُﻊ اﻟ‬، ‫ﺼ ﻼَةِ َﺷ ْﻴًﺌﺎ‬
 ‫ﺮُﺟ ُﻞ ﻳَ ِﺠ ُﺪ ﻓِ ﻰ اﻟ‬ ‫اﻟ‬
ً ِ‫ﺻْﻮﺗًﺎ أ َْو ﻳَﺠ َﺪ ر‬
« ‫ﻳﺤ ﺎ‬ َ ‫ﺘ ﻰ ﻳَ ْﺴ َﻤ َﻊ‬‫ َﺣ‬، َ‫ﺎل » ﻻ‬
َ ‫ﺼ ﻼََة َﻗ‬
“Seorang mendapatkan dalam sholatnya sesuatu, apakah ia harus memutuskan
sholatnya?’. Nabi menjawab : “jangan, sampai ia mendengar suara atau mencium
baunya”.
2. Biasanya yang membuat was-was tersebut adalah setan sebagaimana
Shahabat Ibnu Abbas berkata, bahwa Nabi bersabda :
ْ ‫َﻢ ُﻳ ْﺤ ِﺪ‬
‫ ﻓَِﺈذَا َو َﺟ َﺪ‬،‫ث‬ ْ ‫ث َوﻟ‬
ِ ِ ِ َ ‫ و ُﻫﻮ ﻓِ ﻲ‬،‫ﺸْﻴ ﻄَﺎ َن ﻳﺄْﺗِﻲ أَﺣ َﺪ ُﻛ ﻢ‬ ‫ن اﻟ‬ ِ‫إ‬
ْ ‫ ُﻪ أ‬‫ ُﻞ إِﻟَْﻴﻪ أَﻧ‬‫ﻰ ﻳَـ ْﻔَﺘ َﺢ َﻣﻘْ َﻌ َﺪﺗَ ُﻪ ﻓـَُﻴ َﺨ ﻴ‬‫ﺻﻼﺗﻪ َﺣﺘ‬
َ ‫َﺣ َﺪ‬ َ َ ْ َ َ
.ِ‫ﻚ ﺑِﺄَﻧْﻔِ ﻪ‬
َ ِ‫ﻳﺢ ذَﻟ‬ ِ ِ ِ ِ َ ِ‫ت ذَﻟ‬
َ ِ‫ﻚ ﺑﺄُذُﻧﻪ أ َْو ﻳَﺠ َﺪ ر‬ َ ‫ﻰ ﻳَ ْﺴ َﻤ َﻊ‬‫ﻦ َﺣﺘ‬ َ‫ﺼ ﺮِﻓ‬
َ ‫ﺻ ْﻮ‬ َ ْ‫ﻚ ﻓَﻼ ﻳَـﻨ‬َ ِ‫َﺣ ُﺪ ُﻛ ْﻢ ذَﻟ‬
َ‫أ‬
“Sesungguhnya setan mendatangi kalian dalam sholat kalian, lalu ia meniup tempat duduk
kalian, sehingga timbul perasaan telah berhadats, padahal sebenarnya ia tidak berhadats,
jika kalian mendapatkan kondisi seperti ini, maka janganlah berpaling, sampai mendengar
suara dengan telinganya atau mencium baunya dengan hidungnya” (HR. Thobroni, Al Bazar
dan Imam Al Qo sim dalam Ath-Thuhur dengan sanad yang shahih, Imam Al Hait sami berkata :
diriwayatkan oleh Thobroni dalam Al Kabir dan Al Bazar semisal dengan ini, para perowinya perowi
shahi h. Sanad Imam Qo sim terdiri dari Yazid dari Hisyam bin Hassaan dari Ibnu Abbas , semua
perowinya dinilai tsiqoh oleh Al Hafidz dalam “At Taqriib”).
Hadits ini juga mendukung hadits Abu Huroiroh sebelumnya yang
mendefinisikan hadats dengan kentut dan ini adalah definisi dengan
contoh, karena ini yang sering terjadi dalam kondisi sholat, bahwa hadats
yang membatalkan w udhu adalah kentut.
3. Mayoritas ulama mengambil hadits ini sebagai dalil bahwa orang yang
telah berwudhu kemudian ragu baik didala m atau diluar sholat apakah ia
telah berhadats atau tidak, maka dianggap w udhunya masih ada. Imam
Abdur Rozak meriw ayatkan dari Al Hasan Al Bashri dan Ibrohim Nakho’I
tentang harus berw udhu lagi jika keraguan terjadi diluar sholat, namun
kalau didalam sholat tidak wajib berw udhu lagi. Namun pendapat ini
lemah berdasarkan hadits diatas dan kaedah Isthihab yakni
‫أن اﻟﺤﻜﻢ ﺑﺎق ﻋﻠﻰ أﺻﻠﻪ اﻷول ﻻ ﻳﺰول ﺑﺎﻟﺸﻚ‬
“Bahw a hukum tetap atas asal yang pertama, tidak gugur karena keraguan” (dinuk il
dari Jaamiu ahk amis sholat).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 25


Sedangkan yang masyhur dari madzhab Malikiyah bahwa seorang yang
yakin telah berw udhu kemudian ia ragu apakah telah berhadats maka
wajib baginya berwudhu lagi (kalau hendak sholat) dalam riw ayat lain
disunnahkan. Ini adalah kondisi diluar sholat, adapun kalau didalam
sholat, seorang yang tiba-tiba ragu apakah telah berhadats di tengah-
tengah sholat, maka ia tetap melanjutkan sholatnya, kemudian jika
setelah selesai sholat ia yakin tidak berhadats, maka sholatnya sudah
sah. Namun yang rajih adalah pendapat mayoritas ulama bahwa
keraguan telah berhadats tidak membatalkan wudhu.
Barangkali kalau diluar sholat seseorang yang mengalami kondisi ragu
setelah ia berwudhu, dalam rangka keluar dari perselisihan dianjurkan
baginya untuk mengulangi wudhunya lagi ketika hendak sholat, karena
terdapat keutamaan juga bagi orang yang mengulangi wudhu. Nabi
bersabda :
ٍ ‫ وﻣﻊ ُﻛﻞ وﺿ‬، ‫ﻮء‬
ٍ ‫ﻮء ﺑِ ِﺴﻮ‬
‫اك‬ ٍ ‫ﺘِ ﻲ َﻷَﻣ ﺮﺗﻬﻢ ِﻋﻨﺪ ُﻛ ﻞ ﺻ َﻼةٍ ﺑِﻮ‬‫ﻖ ﻋﻠَﻰ أُﻣ‬ ‫ﻟَﻮَﻻ أَ ْن أَﺷ‬
َ ُ ُ  ََ َ ‫ﺿ‬ ُ ُ َ  َْ ْ ْ َ َ ُ ْ
“Seandainya tidak memberatkan umatku, aku akan memerintahkan mereka untuk
berwudhu tiap kali sholat dan setiap kali berwudhu bersiwak” (HR. Ahmad dengan sanad
shahih).
Terdapat sebuah hadits dhoif tentang keutamaan mengulangi w udhu,
sekalipun dalam kondisi suci yaitu :
ٍ ‫ﻪ ﻟَﻪ ﺑِﻪِ َﻋ ْﺸ ﺮ ﺣﺴَﻨ‬‫ﺄَ َﻋﻠَﻰ ﻃُﻬ ﺮٍ َﻛﺘ ﺐ اﻟﻠ‬‫ﻣﻦ ﺗَـﻮﺿ‬
‫ﺎت‬ ََ َ ُ ُ َ َ ْ َ َْ
“Barangsiapa yang berwudhu diatas kondisi masih suci, Allah akan menulis baginya 10
kali kebaikan” (HR, Abu Dawud dan Tirmidzi, didhoifkan oleh Imam Tirmidzi dan Imam
Al Albani).
Yang dimaksud 10 kali kebaikan dalam hadits ini, menurut Imam
Syaukani dalam “Nailul Author” adalah mendapatkan pahala sebanyak 10
kali lipat dari w udhu biasanya. W allahu A’lam.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 26


ِ‫ﺿ‬
‫ﻮء‬ُ ‫ﻴﻒ ﻓِﻰ اﻟ ُْﻮ‬
ِ ‫ ْﺨِﻔ‬‫ ﺑﺎب اﻟﺘ‬- 5
Bab 5 Ringan dalam Wudhu

Penjelasan :

Maksud takhfiif adalah sebagaimana dikatakan Imam Al Muhalab :


‫ وﻫﻮ أدﻧ ﻰ ﻣﺎ ﺗﺠﺰئ ﺑﻪ اﻟﺼﻼة‬،‫ وﻫﻮ ﻣﺮة ﺳﺎﺑﻐﺔ‬،‫ﻳﺮﻳﺪ ﺗﻤﺎم ﻏﺴﻞ اﻷﻋﻀﺎء دون اﻟﺘﻜﺜﺮ ﻣﻦ إﻣﺮار اﻟﻴﺪ ﻋﻠﻴﻬﺎ‬
“Y ang dimaksud adalah menyempurnakan mencuci anggota tubuh (wudhu) tanpa
memperbanyak membasuhnya dengan tangan yaitu membasuh dengan sangat dan ini
adalah batasan minimum dianggap sah untuk sholat” (dinukil dari Syaroh Bukhori Ibnu
Bathoh).

Berkata Imam Bukhori :


- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ن اﻟﻨ‬ َ‫ﺎس أ‬
ٍ ‫ﺐ ﻋَ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ﻋَﺒ‬ ِ َ َ‫ﻪِ ﻗ‬‫ﻰ ﺑْ ُﻦ ﻋَ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬ ِ‫ﺪ ﺛـَﻨَﺎ ﻋَﻠ‬ ‫ َﺣ‬- 138
َ َ‫ﺪ ﺛـَﻨَﺎ ُﺳ ْﻔَﻴ ﺎ ُن ﻋَ ْﻦ ﻋَ ْﻤﺮٍو ﻗ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
ٌ ْ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧ ﻰ ُﻛ َﺮﻳ‬
‫ﺪﺛَـَﻨﺎ‬ ‫ﻢ َﺣ‬ ُ‫ ﺛ‬. ‫ ﻰ‬‫ﺼ ﻠ‬ َ َ‫ﻢ ﻗَ َﺎم ﻓ‬ ُ‫ ﺛ‬- ‫ﺘ ﻰ ﻧَـ َﻔ َﺦ‬‫ﺿﻄَ َﺠ َﻊ َﺣ‬ ْ ‫ﺎل ا‬ َ َ‫ َﻤﺎ ﻗ‬‫ َوُرﺑ‬- ‫ ﻰ‬‫ﺻﻠ‬ َ ‫ﻢ‬ ُ‫ﺘ ﻰ ﻧَـ َﻔ َﺦ ﺛ‬‫ﺎم َﺣ‬
َ َ‫ ﻧ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺎم اﻟﻨ‬ ِ ِ  ِ‫ﺎل ﺑ‬ ٍ ‫ﺐ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ َﻋﺒ‬ٍ ْ‫ﺮةٍ َﻋ ْﻦ َﻋ ْﻤﺮٍو َﻋ ْﻦ ُﻛ َﺮﻳ‬ ‫ﺮةً ﺑَـ ْﻌ َﺪ َﻣ‬ ‫ﺑِﻪِ ُﺳ ْﻔَﻴ ﺎ ُن َﻣ‬
َ ‫ ﻓـَ َﻘ‬، ‫ﺖ ﻋ ْﻨ َﺪ َﺧﺎﻟَﺘ ﻰ َﻣْﻴ ُﻤ ﻮﻧَ َﺔ ﻟَﻴْـﻠَ ًﺔ‬ َ َ‫ﺎس ﻗ‬
‫ﺄَ ِﻣ ْﻦ‬‫ ﻓـَﺘَـَﻮ ﺿ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺎم اﻟﻨ‬ ِ ‫ﻤﺎ َﻛﺎ َن ﻓِ ﻰ ﺑَـ ْﻌ‬َ‫ ﻓـَﻠ‬، ‫ ْﻴ ِﻞ‬‫ ِﻣ َﻦ اﻟﻠ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
َ َ‫ ْﻴ ِﻞ ﻗ‬‫ﺾ اﻟﻠ‬
‫ﺖ‬ُ ‫ﺖ ﻓـَﻘُ ْﻤ‬ ُ ‫ ِﺟ ْﺌ‬‫ ﺛُﻢ‬، َ‫ﺄ‬‫ﻤﺎ ﺗَـ َﻮﺿ‬ ‫ْت ﻧَ ْﺤًﻮا ِﻣ‬ ُ ‫ﺄ‬‫ ﻰ ﻓـَﺘَـَﻮ ﺿ‬‫ﺼﻠ‬ َ ُ‫ َوﻗَﺎ َم ﻳ‬- ‫ ﻠُ ُﻪ‬‫ﻔ ُﻔ ُﻪ َﻋ ْﻤٌﺮو َوﻳُـﻘَﻠ‬‫ ﻳُ َﺨ‬- ‫ﻮءا َﺧﻔِﻴ ًﻔﺎ‬
ً ‫ﺿ‬ ُ ‫ ٍﻖ ُو‬‫ﻦ ُﻣ َﻌﻠ‬ ‫َﺷ‬
ِِ ِ ِ ِِ ِ َ َ‫ َﻤ ﺎ ﻗ‬‫ َوُرﺑ‬- ِ‫َﻋ ْﻦ ﻳَ َﺴﺎرِﻩ‬
، ‫ﺿﻄَ َﺠ َﻊ‬ ْ ‫ ا‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ ُﻪ‬‫ ﻰ َﻣﺎ َﺷ َﺎء اﻟﻠ‬‫ﺻﻠ‬ َ ‫ ﺛُﻢ‬، ‫ﻮﻟَﻨ ﻰ ﻓَ َﺠ َﻌﻠَﻨ ﻰ َﻋ ْﻦ ﻳَ ِﻤﻴﻨ ﻪ‬ ‫ ﻓَ َﺤ‬- ‫ﺎل ُﺳ ْﻔَﻴ ﺎ ُن َﻋ ْﻦ ﺷ َﻤﺎﻟﻪ‬
‫ن‬ ِ‫ ﻗـُﻠْﻨَﺎ ﻟِ َﻌ ْﻤ ﺮٍو إ‬. ْ‫ﺄ‬‫َﻢ ﻳَـﺘَـَﻮﺿ‬
ْ ‫ ﻰ َوﻟ‬‫ﺼ ﻠ‬
ِ
َ َ‫ ﻓ‬، ‫ ﻼَة‬‫ﺎم َﻣ َﻌ ُﻪ إِﻟَﻰ اﻟﺼ‬
ِ ِ
َ َ‫ ﻓـَﻘ‬، ‫ ﻼَة‬‫ أَﺗَﺎﻩُ اﻟ ُْﻤﻨَﺎدى ﻓَﺂ ذَﻧَ ُﻪ ﺑِﺎﻟﺼ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ ﻰ ﻧـَ َﻔ َﺦ‬‫ﻓـَﻨَ َﺎم َﺣﺘ‬
‫ﺖ ُﻋﺒَـْﻴ َﺪ ﺑْ َﻦ‬ُ ‫ﺎل َﻋ ْﻤٌﺮو َﺳ ِﻤ ْﻌ‬ َ ‫ َﻗ‬. ‫ ﺗَـَﻨ ُﺎم َﻋﻴْـُﻨ ُﻪ َوﻻَ ﻳَـَﻨ ُﺎم ﻗَـ ْﻠُﺒ ُﻪ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َ ‫ن َر ُﺳ‬ ِ‫ﺎﺳﺎ ﻳَـ ُﻘﻮﻟُﻮ َن إ‬ ً َ‫ﻧ‬
(‫ﻚ‬َ ‫ﻰ أَ ْذﺑَ ُﺤ‬‫ﻰ أََرى ﻓِ ﻰ اﻟ َْﻤَﻨ ِﺎم أَﻧ‬‫ﻢ ﻗَـ َﺮأَ ) إِﻧ‬ ُ‫ ﺛ‬، ‫ﻮل ُر ْؤﻳَﺎ ا ﻷَﻧْﺒَِﻴ ِﺎء َو ْﺣ ٌﻰ‬ ُ ‫ُﻋ َﻤْﻴ ﺮٍ ﻳَـ ُﻘ‬
4). Hadits no. 138
“Haddatsanaa Ali bin Abdullah ia berkata, haddatsanaa Sufyan dari ‘Amr ia berkata,
akhbaronii Kuroib dari Ibnu Abbas bahwa Nabi tidur hingga mendengkur lalu sholat dan
terkadang beliau berbaring hingga mendengkur lalu sholat.
Kemudian haddatsanaa Sufyan pada kesempatan lain dari ‘Amr dari Kuroib dari Ibnu Abbas
ia berkata : ‘aku bermalam di rumah bibiku Maimunah pada suatu malam, lalu Nabi
sholat bangun pada malam tersebut, pada sebagian malam Beliau bangun lalu berwudhu

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 27


dari air geriba yang digantung dengan wudhu yang ringan – ‘Amr menunjukkan sifat
ringannya dan sedikitnya- lalu Beliau sholat. Aku pun berwudhu dengan wudhu yang biasa
dilakukan, lalu aku mendatangi Beliau disamping kirinya –terkadang Sufyan mengatakan
disebelah kirinya- maka Beliau memindahkanku menjadi disebelah kanannya, lalu Nabi
sholat sesuai yang dikehendaki Allah , kemudian Beliau berbaring, lalu tertidur hingga
mendengkur, lalu Muadzin mengumandangkan adzan sholat, maka Nabi pun sholat
bersama jamaah, Beliau sholat tanpa berwudhu lagi’.
Kami berkata kepada ‘Amr : ‘sesungguhnya orang-orang mengatakan bahwa Rasulullah
tidur matanya, namun hatinya tidak tidur’. Amr berkata : ‘aku mende ngar Ubaid bin Umair
berkata se sungguhnya mimpi para Nabi adalah wahyu, lalu beliau membaca ayat :
“sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu” (QS. Ash-Shooffaat (37)
: 102).
Muslim pada no. 763

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya. Kecuali :


1. Nama : Abu Risydiin Kuroib Maula Ibnu Abbas
Kelahiran : Wafat 98 H
Negeri tinggal : Madinah
Komentar ulama : Tabi’I Wasith. Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Ma’in, Imam
Nasa’I, Imam Ibnu Sa’ad dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Ibnu Abbas adalah tuannya sekaligus gurunya.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Hadits ini dijadikan dalil oleh Imam Bukhori bolehnya ringan dalam
berwudhu yakni dalam bentuk tidak banyak menggunakan air dan
membasuh anggota w udhu, serta tidak menambah jumlah basuhannya
lebih dari 1 kali sampai 3 kali.
2. Tidur sebenarnya membatalkan wudhu, namun khusus untuk Nabi
karena sesungguhnya hati Beliau tidak tidur hanya kedua matanya saja
yang tertutup ketika tidur, sehingga wudhunya tidak batal karena
tidurnya.
3. Kata Imam Ibnu Bathoh dalam “Syaroh Bukhori”

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 28


- ‫ وﻫﺬا ﻣﺨﺎﻟﻒ ﻟﻔﻌ ﻞ اﻟﻨﺒﻰ‬،‫ إن اﻹﻣﺎم إذا ﺻﻠﻰ ﻣﻊ رﺟﻞ واﺣﺪ إﻧﻪ ﻳﻘﻮم ﺧﻠﻔﻪ ﻻ ﻋﻦ ﻳﻤﻴﻨﻪ‬:‫رد ﻋﻠﻰ أﺑﻰ ﺣﻨﻴﻔﺔ ﻓﻰ ﻗﻮﻟﻪ‬
.- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
“Bantahan terhadap Abu Hanifah yang mengatakan : ‘Imam jika sholat bersama 1
orang, maka orang tersebut dibelakangnya bukan disebelah kanannya, ini
menyelisihi yang dilakukan oleh Nabi ”.
4. Wudhu seperti ini dapat diterapkan ketika misalnya seseorang akan
melaksanakan sujud tilawah atau sujud syukur agar tidak
memperpanjang waktunya dalam berwudhu. Atau kalau berkepanjangan
dalam wudhu, sedangkan waktu sholat hampir habis, maka wudhu ini
bisa diterapkan.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 29


ِ‫ﺿ‬
‫ﻮء‬ ُ ‫ ﺑﺎب إِ ْﺳَﺒ ِﺎغ اﻟُْﻮ‬- 6
ِ
ُ‫ﺎل اﺑْ ُﻦ ﻋُ َﻤ َﺮ إِ ْﺳَﺒ ﺎغُ اﻟ ُْﻮﺿُﻮء ِاﻹﻧـْ َﻘﺎء‬
َ َ‫َوﻗ‬
Bab 6 Menyempurnakan Wudhu
Ibnu Umar berkata : ‘Menyempurnakan wudhu adalah Kebersihan’

Penjelasan :
Menyempurnakan wudhu adalah sebagaimana dikatakan penta’liq
kitab Mushonaf Imam Ibnu Abi Syaibah :
‫إﺣﺴﺎﻧﻪ أي ﻏﺴﻞ ﻛﻞ ﻋﻀﻮ ﻣﻔﺮوض ﻏﺴﻠﻪ ﺑﺄﻓﻀﻞ وأﺗﻢ ﻣﺎ ﻳﻜﻮن‬
“Memperbagusnya yaitu mencuci semua anggota w udhu yang w ajib dengan basuhan
yang paling utama dan paling sempurna yang dapat dilakukan”.
Perkataan Shahabat Ibnu Umar diriwayatkan dengan sanad
bersambung oleh Imam Abdur Rozak dalam “Al Mushonaf” dengan sanad
shahih, sebagaimana dikatakan Al Hafidz dalam “Al Fath”.

Berkata Imam Bukhori :


ٍ ْ‫ﻮﺳ ﻰ ﺑْ ِﻦ ُﻋ ْﻘَﺒ َﺔ َﻋ ْﻦ ُﻛ َﺮﻳ‬ ٍِ ِ
‫ﺎﻣ َﺔ ﺑْ ِﻦ‬
َ ‫ُﺳ‬ ٍ ‫ﺒ‬‫ﺐ َﻣ ْﻮﻟَﻰ اﺑْ ِﻦ َﻋ‬
َ ‫ﺎس َﻋ ْﻦ أ‬ َ ‫ﻪ ﺑْ ُﻦ َﻣ ْﺴ َﻠ َﻤ َﺔ َﻋ ْﻦ َﻣﺎﻟﻚ َﻋ ْﻦ ُﻣ‬‫ﺪ ﺛَـَﻨﺎ َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟﻠ‬ ‫ َﺣ‬- 139
‫ﻢ‬ ُ‫ ﺛ‬، ‫ﺎل‬ َ ‫ﺐ ﻧَـ َﺰ َل ﻓـََﺒ‬ِ ‫ﺸ ْﻌ‬ ‫ ﻰ إِ ذَا َﻛﺎ َن ﺑِﺎﻟ‬‫ ِﻣ ْﻦ َﻋ َﺮﻓَ َﺔ َﺣﺘ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ُ ‫ ُﻪ َﺳ ِﻤ َﻌ ُﻪ ﻳَـ ُﻘ‬‫َزﻳْ ٍﺪ أَﻧ‬
ُ ‫ﻮل َدﻓَ َﻊ َر ُﺳ‬
‫ﻤﺎ َﺟ َﺎء‬ َ‫ ﻓـَﻠ‬، ‫ﺐ‬ ِ َ َ‫ ﻓـَﻘ‬. ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ُ ‫َﻢ ﻳُ ْﺴﺒِ ِﻎ اﻟ ُْﻮ‬
َ ‫ ﻓـَ َﺮﻛ‬. « ‫ﻚ‬ َ ‫ ﻼَةُ أ ََﻣ َﺎﻣ‬‫ﺎل » اﻟﺼ‬ َ ‫ ﻼَةَ ﻳَﺎ َر ُﺳ‬‫ﺖ اﻟﺼ‬ ُ ْ‫ ﻓـَﻘُﻠ‬. ‫ﻮء‬َ ‫ﺿ‬ ْ ‫ﺄَ َوﻟ‬‫ﺗَـ َﻮﺿ‬
ِ‫ﻞ إِﻧْﺴﺎ ٍن ﺑﻌِﻴﺮُﻩ ﻓِ ﻰ ﻣ ْﻨﺰِﻟِﻪ‬ ‫ أَﻧَﺎ َخ ُﻛ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ب‬ َ ِ‫ﻰ اﻟ َْﻤﻐْ ﺮ‬‫ﺼ ﻠ‬
َ َ‫ ﻼَةُ ﻓ‬‫ﺖ اﻟﺼ‬ ِ ‫ أُﻗِﻴﻤ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ﺿﻮء‬ ِ
َ َ َ َ َ َ ُ ‫َﺳَﺒ َﻎ اﻟ ُْﻮ‬
ْ ‫ ﻓَﺄ‬، َ‫ﺄ‬‫اﻟ ُْﻤ ْﺰ َدﻟ َﻔﺔَ ﻧـَ َﺰ َل ﻓـَﺘَـَﻮ ﺿ‬
ِ ِ ‫ أُﻗِﻴﻤ‬‫ ﺛُﻢ‬،
‫ﻞ ﺑَـﻴْـﻨَـ ُﻬ َﻤﺎ‬ ‫ﺼ‬ ْ ‫ ﻰ َوﻟ‬‫ﺼ ﻠ‬
َ ُ‫َﻢ ﻳ‬ َ َ‫ﺎء ﻓ‬
ُ ‫ﺖ اﻟْﻌ َﺸ‬ َ
5). Hadits no. 139
“Haddatsanaa Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Musa bin Uqbah dari Kuroib maula
Ibnu Abbas bahwa ia mendengar dari Usamah bin Zaid yang berkata : ‘Rasulullah
bertolak dari Arofah, sehingga pada saat sampai di celah perbukitan, Nabi turun, lalu
kencing, kemudian berwudhu namun tidak menyempurnakannya’. Aku berkata : ‘Sholat,
wahai Rasulullah?’. Nabi menjawab : “sholat didepanmu”. Lalu Beliau melanjutkan
perjalanan, ketika sampai di Muzdalifah Nabi turun, lalu berwudhu dan menyempurnakan
wudhunya, kemudian diiqomati sholat, Nabi sholat Maghrib, kemudian setiap orang
menderumkan ontanya di tempatnya, lalu diiqomati Isya, Nabi sholat Isya dan tidak ada
diantara keduanya sholat lain”.
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 30
Muslim pada no. 3146

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya. Kecuali :

1. Nama :Abu Muhammad Musa bin Uqbah


Kelahiran :Wafat 141 H atau setelahnya
Negeri tinggal :Madinah
Komentar ulama : Tabi’I Shoghir. Ditsiqohkan oleh Imam Malik, Imam
Ahmad, Imam Ibnu Ma’in, Imam Abu Hatim, Imam Ibnu
Sa’ad, Imam Nasa’I, Imam Al’ijli dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Abdullah bin Zaid bin ‘Aashim adalah pamannya
sekaligus salah seorang gurunya, sebagaimana ditulis
oleh Imam Al Mizzi.

2. Nama : Abu Muhammad Usmah bin Zaid


Kelahiran : Wafat 54 H
Negeri tinggal : Madinah
Komentar ulama : Sahabat yang masyhur
Hubungan Rowi : Sebelum meninggal, Rasulullah pernah
mengangkatnya sebagai panglima perangnya.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Rasulullah melakukan wudhu yang pertama tidak dengan sempurna,
kemungkinan karena Beliau buru-buru untuk segera keluar ke
Muzdalifah, demikian yang dikatakan oleh Imam Al Muhalab dari
penukilan syaroh Bukhori Imam Ibnu Bathoh.
2. Sebagian pensyaroh ada yang mengatakan bahwa wudhu yang khofif ini
adalah w udhu istinja, maka ini tidak tepat, Imam Ibnu Bathoh dalam
syaroh Bukhori telah membantahnya alasanya, bahwa Nabi telah
menggunakan air untuk beristinja, hanya saja ketika beliau kencing tentu
tidak ada seorang yang mendekati Beliau , buktinya ketika Usamah
melihat beliau berw udhu, Usamah menyangka Nabi akan
mengerjakan sholat. Seandainya wudhu ini adalah wudhu istinja, tentu

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 31


Nabi akan menjawab bahwa ini widhu untuk istinja bukan w udhu untuk
sholat, karena sunnah mengerjakan sholat di Muzdalifah.
3. Kebiasaan Nabi adalah menyempurnakan w udhu, apa yang dinukil
sebelumnya Beliau w udhu khofif min babi jawas (sekedar pembolehan).
4. Namun hendaknya dalam perbuatan menyempurnakan w udhu ini untuk
tidak berlebih-lebihan, hal ini tidak perselisihan dikalangan ulama tentang
tidak disukainya boros dalam berw udhu.
5. Adapun berkaitan dengan sholat akan dibahas pada babnya, Insya Allah.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 32


ٍ‫ ﺑﺎب ﻏَﺴ ِﻞ اﻟْﻮ ْﺟ ِﻪ ﺑِﺎﻟَْﻴ َﺪﻳِْﻦ ِﻣﻦ ﻏَﺮﻓَ ٍﺔ و ِاﺣ َﺪة‬- 7
َ ْ ْ َ ْ
Bab 7 Membasuh Wajah dengan Kedua Tangan
dari Satu Cidukan

Penjelasan :

Ghurfah (cidukan) kata Imam Al ‘Aini dalam “Umdahtul Qori” adalah :


‫واﻟﻐﺮﻓﺔ ﺑﺎﻟﻔﺘﺢ ﺑﻤﻌﻨﻰ اﻟﻤﺼﺪر وﺑﺎﻟﻀﻢ ﺑﻤﻌﻨﻰ اﻟﻤﻐﺮوف وﻫﻲ ﻣﻞء اﻟﻜﻒ‬
“Ghurfah dengan difathahkan Ghorfah bermakna masdar dan dengan didhomahkan
Ghurfah bermakna maghruf yait u sepenuh telapak tangan”.
Maka maksud judul ini adalah sebagai catatan tidak dipersyaratkannya
untuk mengambil air dengan kedua tangan semuanya, cukup dengan satu
tangan saja, demikian yang dikatakan Al Hafidz dalam “Al Fath”.

Berkata Imam Bukhori :


- ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ اﺑْ ُﻦ ﺑِﻼٍَل‬ َ َ‫ﻮر ﺑْ ُﻦ َﺳﻠَ َﻤ ﺔَ ﻗ‬ ِ َ َ‫ﺮِﺣ ﻴ ِﻢ ﻗ‬ ‫ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ﻋَ ْﺒ ِﺪ اﻟ‬‫ﺪ ﺛـَﻨَﺎ ُﻣ َﺤﻤ‬ ‫ َﺣ‬- 140
ُ ‫ﺼ‬
ُ ْ‫ﻰ َﻣﻨ‬ ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ أَﺑُﻮ َﺳﻠَ َﻤ ﺔَ اﻟْﺨُ َﺰاﻋ‬
‫ﻢ أَ َﺧ َﺬ َﻏ ْﺮﻓَ ًﺔ ِﻣ ْﻦ‬ ُ‫ ﺛ‬، ‫ﺄَ ﻓَـ َﻐ َﺴ َﻞ َو ْﺟ َﻬ ُﻪ‬‫ ُﻪ ﺗَـ َﻮﺿ‬‫ﺎس أَﻧ‬ ِ َ‫ ﻋﻦ زﻳ ِﺪ ﺑ ِﻦ أَﺳَﻠ ﻢ ﻋﻦ ﻋﻄ‬- ‫ﻳـﻌﻨِ ﻰ ﺳ َﻠﻴ ﻤﺎ َن‬
ٍ ‫ﺒ‬‫ﺎء ﺑْ ِﻦ ﻳَ َﺴﺎ رٍ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ َﻋ‬ َ ْ َ َ ْ ْ َْ ْ َ َْ ُ َْ
‫ ﻓـَﻐَ َﺴ َﻞ‬، ‫ﺿﺎ ﻓـَ َﻬﺎ إِﻟَﻰ ﻳَ ِﺪﻩِ ا ﻷُ ْﺧ َﺮى‬ ٍ ٍ
َ َ‫ أ‬، ‫ ﻓَ َﺠ َﻌ َﻞ ﺑِ َﻬﺎ َﻫ َﻜ َﺬا‬، ‫ﻢ أَ َﺧ َﺬ ﻏَ ْﺮﻓَ ًﺔ ِﻣ ْﻦ َﻣﺎء‬ ُ‫ ﺛ‬، ‫اﺳ ﺘَـ ْﻨ َﺸ َﻖ‬ ِ َ ‫ﻀﻤ‬
ْ ‫ﺾ ﺑ َﻬﺎ َو‬ َ ْ ‫ ﻓَ َﻤ‬، ‫َﻣﺎء‬
، ‫ ﻓـَﻐَ َﺴ َﻞ ﺑِ َﻬﺎ ﻳَ َﺪُﻩ اﻟُْﻴ ْﺴ َﺮى‬، ‫ أَ َﺧ َﺬ ﻏَ ْﺮﻓَﺔً ِﻣ ْﻦ َﻣ ٍﺎء‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ ﻓـَﻐَ َﺴ َﻞ ﺑِ َﻬﺎ ﻳَ َﺪُﻩ اﻟُْﻴ ْﻤَﻨ ﻰ‬، ‫ أَ َﺧ َﺬ ﻏَ ْﺮﻓَﺔً ِﻣ ْﻦ َﻣ ٍﺎء‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ﺑِ ِﻬ َﻤﺎ َو ْﺟ َﻬ ُﻪ‬
‫ ﻓـَﻐَ َﺴ َﻞ ﺑِ َﻬﺎ‬، ‫ أَ َﺧ َﺬ ﻏَ ْﺮﻓَﺔً أُ ْﺧ َﺮى‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ ﻰ ﻏَ َﺴﻠَ َﻬﺎ‬‫ش ﻋَﻠَﻰ رِ ْﺟﻠِﻪِ اﻟُْﻴ ْﻤﻨَ ﻰ َﺣﺘ‬  ‫ أَ َﺧ َﺬ ﻏَ ْﺮﻓَﺔً ِﻣ ْﻦ َﻣ ٍﺎء ﻓـَ َﺮ‬‫ ﺛُﻢ‬، ِ‫ َﻣ َﺴ َﺢ ﺑِ َﺮأ ِْﺳﻪ‬‫ﺛُﻢ‬
ُ‫ﺄ‬‫ ﻳَـﺘَـَﻮ ﺿ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﺖ َر ُﺳﻮ َل اﻟﻠ‬ َ ‫ َﻗ‬‫ ﺛُﻢ‬- ‫ ﻳَـ ْﻌﻨِ ﻰ اﻟُْﻴ ْﺴ َﺮى‬- ‫رِ ْﺟﻠَ ُﻪ‬
ُ ْ‫ﺎل َﻫ َﻜ ﺬَا َرأَﻳ‬
6). Hadits no. 140
“Haddatsanaa Muhammad bin Abdur Rokhim ia berkata akhbaronaa Abu Salamah Al
Khuzaa’I Manshur bin Salamah ia berkata akhbaronaa Ibnu Bilaal yakni Sulaiman dari Zaid
bin Aslam dari ‘Athoo bin Yasaar dari Ibnu Abbas bahwa beliau berwudhu, lalu
membasuh wajahnya, lalu mengambil satu ciduk air, kemudian berkum ur-kumur dan
menghirup air kehidung, lalu mengambil seciduk air dibasuh tangan kanannya, lalu mengambil
seciduk air dibasuh tangan kirinya, lalu mengusap kepalanya, lalu mengambil seciduk air,
menyela-nyela kaki kanannya hingga membasuhnya, lalu mengambil seciduk air membasuh
kakinya –yakni yang kiri-, lalu berkata : ‘demikian aku melihat Rasulullah berwudhu’.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 33


Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya. Kecuali :

1. Nama : Abu Yahya Muhammad bin Abdur Rokhim Al Bazaaz


Kelahiran : Lahir 185 H wafat 255 H
Negeri tinggal : Baghdad
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Abdullah bin Ahmad bin Hambal,
Imam Nasa’I, Imam Daruquthni dan Imam Ibnu Hibban.
Imam Abu Hatim menilainya, shoduq.
Hubungan Rowi : Abu Salamah adalah salah seorang gurunya dan tinggal
senegeri dengannya, sebagaimana ditulis oleh Imam Al
Mizzi.

2. Nama : Abu Salamah Manshur bin Salamah bin Abdul Aziz


Kelahiran : Wafat 210 H
Negeri tinggal : Baghdad
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Ma’in, Imam Ibnu Sa’ad dan
Imam Ibnu Hibban. Imam Ibnu Adiy menilainya, laa
ba’sa bih.
Hubungan Rowi : Sulaimana adala h salah seorang gurunya, sebagaimana
ditulis oleh Imam Al Mizzi.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Hadits ini menunjukkan bahwa urutan wudhu dengan mencuci tangan,
lalu berkumur-kumur lalu menghirup air kehidung, lalu membasuh w ajah,
lalu membasuh kedua tangan, lalu mengusap kepala, lalu membasuh kaki
adalah sunah, bukan wajib. Karena disini Shahabat Ibnu Abbas
mendahulukan membasuh w ajah sebelum berkumur-kumur dan
seterusnya, yang mana beliau menyandarkannya kepada perbuatan
Nabi . Imam Al Albani ketika memberikan catatan terhadap fiqhus sunah
syaikh Sayyid Sabiq yang mengatakan fardhu w udhu yang keenam
adalah tertib, kata Imam Al Albani :
‫ﺗﺒﻊ اﻟﻤﺆﻟﻒ ﻓﻲ ﻫﺬا اﺑﻦ اﻟﻘﻴﻢ رﺣﻤﻪ اﷲ ﺣﻴﺚ ﺻﺮح ﺑﻪ ﻓﻲ " زاد اﻟﻤﻌﺎد " وﻗﺪ ﺗﻌﻘﺒﺘﻪ ﻓﻲ " اﻟﺘﻌﻠﻴﻘﺎت اﻟﺠﻴﺎد " ﺑﻤﺎ أﺧﺮﺟﻪ‬
‫ " أﺗﻲ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﺑﻮﺿﻮء ﻓﺘﻮﺿﺄ ﻓﻐﺴﻞ‬: ‫أﺣﻤﺪ وﻣﻦ ﻃﺮﻳﻘﻪ أﺑﻮ داود ﻋﻦ اﻟﻤﻘﺪام ﺑﻦ ﻣﻌﺪي ﻛﺮب ﻗﺎل‬
‫ﻛﻔﻴﻪ ﺛﻼﺛﺎ ﺛﻢ ﻏﺴﻞ وﺟﻬﻪ ﺛﻼﺛﺎ ﺛﻢ ﻏﺴﻞ ذراﻋﻴﻪ ﺛﻼﺛﺎ ﺛﻢ ﻣﻀﻤﺾ واﺳﺘﻨﺸﻖ ﺛﻼﺛﺎ وﻣﺴﺢ ﺑﺮأﺳﻪ وأذﻧﻴﻪ ﻇﺎﻫﺮﻫﻤﺎ وﺑﺎﻃﻨﻬﻤﺎ‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 34


‫ " إﺳﻨﺎدﻩ ﺻﺎﻟﺢ " وﻗﺪ أﺧﺮﺟﻪ اﻟﻀﻴﺎء ﻓﻲ " اﻟﻤﺨﺘﺎرة " وﻫﻮ ﻳﺪل‬: ‫وﻏﺴﻞ رﺟﻠﻴﻪ ﺛﻼﺛﺎ " وﺳﻨﺪﻩ ﺻﺤﻴﺢ وﻗﺎل اﻟﺸﻮﻛﺎﻧﻲ‬
‫ إن اﻟﻨﻮوي واﻟﺤﺎﻓﻆ اﺑﻦ ﺣﺠﺮ ﺣﺴﻨﺎ إﺳﻨﺎدﻩ‬: ‫ﻋﻠﻰ ﻋﺪم وﺟﻮب اﻟﺘﺮﺗﻴﺐ وأزﻳﺪ ﻫﻨﺎ ﻓﺄﻗﻮل‬
“Penulis (Syaikh Sayyid Sabiq) mengikuti Ibnul Qoyyim yang mana beliau
menjelaskan hal ini dalam “Zaadul Ma’ad” dan aku telah mengkritiknya dalam
“Ta’liqootul Jiyad” berdasarkan riwayat Ahmad dari jalan Dawud dari Al Miqdaam bin
Ma’diy Karib bahw a ia berkata : ‘Rasulullah dihadirkan air w udhu, lalu beliau
pun berw udhu, beliau membasuh kedua telapak tangannya 3 kali, lalu w ajahnya 3
kali lalu membasuh lengannya 3 kali lalu berkumur-kumur dan instinsyaq 3 kali, lalu
mengusap kepalanya dan kedua telinganya lu ar dan dalamnya lalu membasuh
kedua kakinya 3 kali’.
Sanadnya shahih. Syaukani berkata : ‘sanadnya sholih’ telah dikeluarkan oleh Adh-
Dhiyaa dalam “Al Mukhtaroot” dan ini menunjukkan tidak wajibnya tertib. Aku (Al
Albani) tambahkan : ‘sesungguhnya Nawaw i dan Al Hafidz Ibnu Hajar
menghasankan sanadnya’” (Tamamul Minnah).
Saya tambahkan dalam artikel saya tata cara berwudhu : “Dari hadist ini
menunjukkan tidak w ajibnya tertib wudhu’ yaitu dari perbuatan beliau yang
mendahulukan membasuh muka daripada berkumur-kumur dan beristinsyaq,
sehingga tertib dalam w udhu’ dibaw a kepada sunnah. Dan ini dipegangi oleh
madzhab Hanafi. Akan tetapi bisa kita katakan bahw asannya yang harus tertib
(berurutan) adalah 4 anggota w udhu sebagaimana disebutkan dalam ayat diatas
adapun selebihnya maka hukumnya adalah sunnah saja seperti mendahulukan
berkumur dan beristinsyaq dengan membasuh w ajah, mendahulukan mencuci
bagian yang kanan dengan yang kiri pada saat membasuh tangan dan kaki atau
mendahulukan membasuh rambut dengan telinga ketika membasuh kepala.
Sehingga pendapat jumhur yang mengatakan wajib tertib tetap berlaku. (lih at Tafsir
Asa’di pada surat Al-Maidah ayat 6)”.
2. Hadits ini menunjukkan air musta’mal (bekas pakai) suci mensucikan.
3. Hadits ini menunjukkan disunahkan untuk memulai tangan dan kaki dari
sebelah kanan dulu.
4. Terdapat didalamnya perbuatan menghemat pemakaian air dalam
berw udhu.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 35


‫ﻞ َﺣ ٍﺎل َوِﻋ ْﻨ َﺪ اﻟْ ِﻮﻗَ ِﺎع‬ ‫ﺴ ِﻤَﻴِﺔ َﻋﻠَﻰ ُﻛ‬
ْ ‫ ﺑﺎب اﻟﺘ‬- 8
Bab Membaca Basmalah Pada Setiap Keadaan
dan Ketika Berhubungan Badan

Penjelasan :

Maksud Imam Bukhori memberikan judul bab ini adala h hendaknya


seseorang membaca Basmalah sebelum berw udhu, karena kalimat “ ‫ﺑﺴﻢ اﷲ‬
‫ ” اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﻴﻢ‬jika diungkapkan secara nahwu menunjukkan kepada kita agar
sebelum memulai suatu perkara, kita membaca bismillah. Imam Ibnu
Utsaimin dalam “Syarah Tsalatul Ushul” berkata :
‫ وﻗﺪرﻧﺎﻩ ﻓﻌ ﻼً ﻷن اﻷﺻﻞ ﻓﻲ‬.‫ﻟﺠﺎر واﻟﻤﺠﺮور ﻣﺘﻌﻠﻖ ﺑﻤﺤﺬوف ﻓﻌﻞ ﻣﺆﺧﺮ ﻣﻨﺎﺳﺐ ﻟﻠﻤﻘﺎم ﺗﻘﺪﻳﺮﻩ ﺑﺎﺳﻢ اﷲ أﻛﺘﺐ أو أﺻﻨﻒ‬
:‫ وﻗﺪرﻧﺎﻩ ﻣﺆﺧﺮاً ﻟﻔﺎﺋﺪﺗﻴﻦ‬.‫اﻟﻌﻤﻞ اﻷﻓﻌﺎل‬
.‫ اﻟﺘﺒﺮك ﺑﺎﻟﺒ ﺪاءة ﺑﺎﺳﻢ اﷲ ﺳﺒ ﺤﺎﻧﻪ وﺗﻌﺎﻟﻰ‬:‫اﻷوﻟﻰ‬
.‫ إﻓﺎدة اﻟﺤﺼﺮ ﻷن ﺗﻘﺪﻳﻢ اﻟﻤﺘﻌﻠﻖ ﻳﻔﻴﺪ اﻟﺤﺼﺮ‬:‫اﻟﺜﺎﻧﻴﺔ‬
‫ ﻟﻜﻦ‬،‫ ﻣﺎ ﻳﺪرى ﺑﻤﺎذا أﺑﺘﺪئ‬،‫ ﺑﺎﺳﻢ اﷲ أﺑﺘﺪئ‬: ً‫وﻗﺪرﻧﺎﻩ ﻣﻨﺎﺳﺒﺎً ﻷﻧﻪ أدل ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺮاد ﻓﻠﻮ ﻗﻠﻨﺎ ﻣﺜ ﻼً ﻋﻨﺪﻣﺎ ﻧﺮﻳﺪ أن ﻧﻘﺮأ ﻛﺘﺎﺑ ﺎ‬
.‫ﺑﺎﺳﻢ اﷲ أﻗﺮأ ﻳﻜﻮن أدل ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺮاد اﻟﺬي أﺑﺘﺪئ ﺑﻪ‬
“Jar dan Majrur dikaitkan dengan fi’il yang diakhirkan yang sesuai dengan situasinya,
perkiraannya adalah “Bismillah aku menulis atau aku mengarang”. Kami takdirkan
dengan fi’il karena asal dalam perbuatan adalah Fi’il dan kami takdirkan fi’il tersebut
diakhirkan karena ada dua faedah :
1. Tabaruk (mencari berkah) dengan mendahulukan nama Allah .
2. Memberikan faedah pembatasan, karena mendahulukan Muta’aliqnya memberikan
faedah pembatasan.
Kemudian kami takdirkan sesuai dengan situasi, karena ini lebih tepat dari yang
diinginkan, sekiranya misalnya ketika kita ingin membaca buku, lalu kita berkata
“Dengan Nama Allah aku memulai” maka tidak jelas dengan apa aku mulai? Namun
jika kita berkata “Dengan Nama Allah aku membaca” ini akan lebih jelas atas apa
yang diingin kan yang ia akan memulai aktivitas tersebut”.

Dari penjelasan Imam Ibnu Utsaimin diatas dalam meng-I’rob


Basmalah, jelaslah bagi kita didalam memulai aktivitas apapun, apalagi
ibadah, hendaknya kita memulainya dengan Basmalah untuk mencari
keberkahan dari Allah . Dan yang menunjukkan kecerdasan Imam Bukhori,

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 36


belia u merangkaikan judul bab ini dengan amalan Tasmiyah ketika seorang
hendak berhubungan badan yang nanti haditsnya akan beliau turunkan,
mengisyaratkan kepada kita bahwa, seandainya seorang yang akan
melampiaskan syahwatnya kepada istrinya saja perlu membaca tasmiyah,
apalagi seorang yang akan menghadap kepada Penciptanya yang ia akan
bermunajat kepada Rabbnya dalam sholat, maka tentu ini lebih utama dan
lebih pantas ia membaca Basmalah dulu ketika akan bersuci.

Sebenarnya terdapat dalil khusus disyariatkannya membaca Basmala h


ketika hendak berwudhu, namun barangkali Imam Bukhori menganggap
hadits-hadits tersebut tidak masuk dalam kriterianya untuk dijadikan hujjah,
sehingga beliau cukup berpegang dengan hadits-hadits umum tentang
keutamaan membaca Basmalah ketika hendak memulai suatu aktivitas. Dan
Alhamdulillah saya telah mentakhrij hadits-hadits berkaitan dengan syariat
membaca Basmalah ini ketika seorang hendak berwudhu dan merujukla h
kesana bagi yang ingin mengetahui status haditsnya.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﺐ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ‬ ٍ ْ‫ْﺠ ْﻌ ِﺪ َﻋ ْﻦ ُﻛ َﺮﻳ‬ ِ
َ ‫ﺼ ﻮرٍ َﻋ ْﻦ َﺳﺎﻟ ِﻢ ﺑْ ِﻦ أَﺑِﻰ اﻟ‬ َ َ‫ﻪِ ﻗ‬‫ﻰ ﺑْ ُﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬ ِ‫ﺪ ﺛَـَﻨﺎ َﻋﻠ‬ ‫ َﺣ‬- 141
ٌ ِ‫ﺪ ﺛَـَﻨﺎ َﺟ ﺮ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
ُ ‫ﻳﺮ َﻋ ْﻦ َﻣ ْﻨ‬
‫ﺒْـَﻨﺎ‬‫ َﺟﻨ‬‫ ُﻬ ﻢ‬‫ﻪِ اﻟﻠ‬‫ﺎل ﺑِ ْﺴ ِﻢ اﻟﻠ‬َ َ‫َﺣ َﺪ ُﻛ ْﻢ إِ ذَا أَﺗَﻰ أ َْﻫﻠَ ُﻪ ﻗ‬
َ ‫ن أ‬ َ‫ﺎل » ﻟ َْﻮ أ‬َ َ‫ ﻗ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺎس ﻳَـﺒْـﻠُ ُﻎ ﺑِﻪِ اﻟﻨ‬ ٍ ‫َﻋﺒ‬
« ‫ﺮُﻩ‬ ‫ﻀ‬
ُ َ‫َﻢ ﻳ‬ ِ ِ ‫ﻴ ﻄَﺎ َن َو َﺟﻨ‬ْ‫اﻟﺸ‬
ْ ‫ ﻟ‬، ‫ ﻓـَﻘُﻀ َﻰ ﺑَـﻴْـﻨَـ ُﻬ َﻤﺎ َوﻟٌَﺪ‬. ‫ﻴﻄَﺎ َن َﻣﺎ َرَزﻗـْﺘَـ َﻨﺎ‬ْ‫ﺐ اﻟﺸ‬
7). Hadits no. 141
“Haddatsanaa Ali bin Abdullah ia berkata, haddatsanaa Jariir dari Manshur dari Salim bin
Abil Ja’diy dari Kuroib dari Ibnu Abbas , Nabi menyampaikan kepada kami, Beliau
bersabda : “Sekiranya salah satu diantara kalian akan mendatangi keluarganya, maka bacalah
“dengan nama Allah , ya Allah jauhkanlah kami dari syaithon dan jauhkanlah syaithon dari
apa yang engkau berikan kepada kami”, maka jika ditakdirkan ia memiliki anak, syaithon
tidak akan memudhorotkannya”.
Muslim meriwayatkannya no. 3606

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya. Kecuali :


1. Nama : Saalim bin Abil Ja’di
Kelahiran : Wafat 97 H atau 98 H atau 100 H atau setelahnya
Negeri tinggal : Kufah

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 37


Komentar ulama : Tabi’I Wasith. Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Ma’in, Imam
Abu Zur’ah, Imam Ibnu Sa’a d, Imam Nasa’I dan Imam
Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Kuroib salah seorang gurunya, sebagaimana ditulis oleh
Imam Al Mizzi.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Disyariatkannya membaca basmalah ketika akan melakukan aktivitas
apapun, terutama ketika akan berwudhu, begitu juga ketika akan
berhubungan badan dengan istrinya.
2. Salah satu faedah pembacaan Basmalah adalah syaithon tidak akan
memudhorotkan kita, karena sebagaimana telah disinggung sebelumnya,
terkadang syaithon meniup tempat duduk kita ketika sedang sholat,
sehingga kita w as-was apakah w udhu kita telah batal yang menyebabkan
kekhusyukan dalam sholat terganggu.
3. Jangan biarkan syaithon menikmati sebagian perbuatan kita, dengan cara
kita senantiasa membaca Basmalah ketika akan memulai aktivitas kita,
sebelum makan membaca Basmalah, sehingga syaithon tidak ikut makan
bersama kita, sebelum tidur juga membaca basmalah, sehingga syaithon
tidak memiliki tempat untuk bermalam di tempat tidur kita dan
seterusnya. Hal ini karena syaithon adalah musuh abadi umat manusia.
Allah berfirman :
ِ‫ﺴﻌِﻴ ﺮ‬ ‫ﺎب اﻟ‬
ِ ‫َﺻ َﺤ‬ ِ ِ ِ ِ
ْ ‫ َﻤﺎ ﻳَ ْﺪ ُﻋﻮ ﺣ ْﺰﺑَ ُﻪ ﻟَﻴ ُﻜ ﻮﻧُﻮا ﻣ ْﻦ أ‬‫وا إِﻧ‬ ‫ﺨ ُﺬوُﻩ َﻋ ُﺪ‬‫و ﻓَﺎﺗ‬‫ﻴ ﻄَﺎ َن ﻟَ ُﻜ ْﻢ َﻋ ُﺪ‬ْ‫ن اﻟﺸ‬ ِ‫إ‬
“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena
sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi
penghuni neraka yang menyala-nyala” (QS. Fathir (35) : 6).
Nabi sholallahu alaihi wa salam bersabda :
‫ َوإِذَا َد َﺧ َﻞ‬.‫ﺎء‬ َ ‫ﻴﺖ ﻟَ ُﻜ ْﻢ َوﻻَ َﻋ َﺸ‬ َ ِ‫ﻴﻄَﺎ ُن ﻻَ َﻣﺒ‬ْ ‫ﺎل اﻟﺸ‬ َ َ‫ َﻪ ِﻋ ْﻨ َﺪ ُد ُﺧﻮﻟِﻪِ َو ِﻋ ْﻨ َﺪ ﻃَ َﻌﺎ ِﻣ ﻪِ ﻗ‬‫ﺮ ُﺟ ُﻞ ﺑَـ ْﻴَﺘ ُﻪ ﻓَ َﺬ َﻛ َﺮ اﻟﻠ‬ ‫إِ ذَا َد َﺧ َﻞ اﻟ‬
‫ﻴﺖ‬ َ َ‫ َﻪ ِﻋ ْﻨ َﺪ ﻃَ َﻌ ِﺎﻣﻪِ ﻗ‬‫َﻢ ﻳَ ْﺬُﻛ ﺮِ اﻟﻠ‬
َ ِ‫ﺎل أَ ْد َرْﻛُﺘ ُﻢ اﻟ َْﻤﺒ‬ ْ ‫ َوإِ ذَا ﻟ‬.‫ﻴﺖ‬َ ِ‫ﻴﻄَﺎ ُن أَ ْد َرْﻛُﺘ ُﻢ اﻟ َْﻤﺒ‬ْ ‫ﺎل اﻟﺸ‬ َ َ‫ َﻪ ِﻋ ْﻨ َﺪ ُد ُﺧﻮﻟِﻪِ ﻗ‬‫ﻓـَﻠَ ْﻢ ﻳَ ْﺬ ُﻛ ﺮِ اﻟﻠ‬
‫ﺎء‬
َ ‫َواﻟ َْﻌ َﺸ‬
“Jika seorang masuk rumah, lalu menyebut nama Allah ketika memasukunya dan ketika
makan, maka setan berkata (kepada teman-temanya) : ‘tidak ada tempat menginap dan
makan malam’. Jika seorang masuk rumah tanpa menyebut nama Allah, maka setan
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 38
berkata : ‘kalian mendapatkan tempat menginap’. Jika ia tidak menyebut nama Allah
ketika makan, setan berkata : ‘kalian mendapatkan tempat menginap dan makan malam”
(HR. Muslim).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 39


‫ﻮل ِﻋ ْﻨ َﺪ اﻟْ َﺨﻼَ ِء‬
ُ ُ‫ ﺑﺎب َﻣﺎ ﻳَـﻘ‬- 9
Bab 9 Doa yang Diucapkan ketika ke Jamban

Penjelasan :

Bab ini menjelaskan doa yang dibaca seorang Muslim ketika akan
masuk ke jamban untuk buang hajat, baik buang air kecil maupun buang air
besar. Imam Bukhori akan menampilkan doa masuk jamban pada hadits
yang dibawakan pada bab ini, adapun doa keluar jamban beliau tidak
mencantumkannya, kemungkinan karena Imam Bukhori memandang hadits-
hadits yang berkaitan dengan doa keluar jamban tidak masuk kriterianya
atau sebab lain.

Doa keluar jamban telah diajarkan oleh Rasulullah kepada umatnya,


dan kami telah menguraikan status haditsnya pada tulisan kami “Takhrij
hadits Ghufronaak” dan “Takhrij hadits doa keluar jamban”, silakan
merujuknya bagi yang ingin penjelasan lebih.

Berkata Imam Bukhori :


‫ ﺻﻠﻰ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﻮل َﻛﺎ َن اﻟﻨ‬ ُ ‫ﺎل َﺳ ِﻤ ْﻌ‬ ٍ ‫ﺻ َﻬ ْﻴ‬ ِ
ُ ‫ﺴﺎ ﻳَـ ُﻘ‬ً َ‫ﺖ أَﻧ‬ َ َ‫ﺐ ﻗ‬ ُ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُﺷ ْﻌَﺒ ُﺔ َﻋ ْﻦ َﻋ ْﺒﺪ اﻟ َْﻌﺰِﻳ ﺰِ ﺑْ ِﻦ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﺪ ﺛَـَﻨﺎ آ َد ُم ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 142
‫ ﺗَﺎﺑَـ َﻌ ُﻪ اﺑْ ُﻦ َﻋ ْﺮَﻋ َﺮةَ َﻋ ْﻦ‬. « ‫ﺚ‬ ِ ِ‫ﺚ واﻟْ َﺨَﺒﺎﺋ‬ ِ ِ َ ِ‫ﻰ أَ ُﻋﻮ ذُ ﺑ‬‫ إِﻧ‬‫ﻬ ﻢ‬‫ﺎل » اﻟﻠ‬ َ َ‫ إِ ذَا َد َﺧ َﻞ اﻟْ َﺨ ﻼَ َء ﻗ‬- ‫اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
َ ‫ﻚ ﻣ َﻦ اﻟْ ُﺨ ُﺒ‬ ُ
‫ﺪ ﺛـََﻨﺎ‬ ‫ﺎل َﺳﻌِﻴ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َزﻳْ ٍﺪ َﺣ‬ ٍ ‫ﻤ‬ ‫ﺎل ﻣﻮﺳ ﻰ َﻋﻦ ﺣ‬
َ َ‫ َوﻗ‬. ‫ﺎد إِ ذَا َد َﺧ َﻞ‬ َ ْ َ ُ َ َ‫ َوﻗ‬. ‫ َوﻗَﺎ َل ﻏُ ْﻨ َﺪ ٌر َﻋ ْﻦ ُﺷ ْﻌَﺒ ﺔَ إِ ذَا أَﺗَﻰ اﻟْ َﺨ ﻼَ َء‬. َ‫ُﺷ ْﻌَﺒﺔ‬
. ‫َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟ َْﻌﺰِﻳ ﺰِ إِذَا أ ََرا َد أَ ْن ﻳَ ْﺪ ُﺧ َﻞ‬
8). Hadits no. 142
“Haddatsanaa Adam ia berkata, haddatsanaa Syu’bah dari Abdul Aziz bin Shuhaib ia
berkata, aku mendengar Anas berkata : ‘adalah Nabi jika akan masuk jamban berdoa :
“Ya Allah aku berlindung kepada engkau dari Al Khubuts dan Al Khobaits”’.
Ibnu ‘Ar’aroh dari Syu’bah. Ghundar berkata dari Syu’bah : ‘jika mendatangi jamban’. Musa
berkata dari Hammaad : ‘jika masuk’. Sa’id bin Zaid berkata, haddatsanaa Abdul Aziz ‘jika
ingin masuk (ke jamban)’.
Muslim meriwayatkannya pada no. 867

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 40


Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya.

Penjelasan Hadits :
1. Disyariatkan membaca doa ini ketika akan masuk jamban, bukan setelah
masuk berada di jamban, karena sekalipun dalam hadits ini
menggunakan fi’il madhi “dakhola” (telah masuk), namun yang dimaksud
adalah fi’il mudhori “idza arooda an yadkhula” (jika akan masuk jamban).
Demikian penjelasan Imam Bukhori dari Imam Hammad dan Imam Abdul
Aziz yang dinukil setelah membawakan hadits ini.
2. Imam Shon’ani dalam “Subulus Salam” (1/232) mengatakan makna
“Khubuts” dan “Khobaits”, kata beliau :
ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ‫ﺑِﻀﻢ ا ﻟ‬
‫ﻮر‬ ُ ِ‫ْﺨ ﺒَﺎﺋ‬
َ ‫ول ذُ ُﻛ‬َ‫ ﻳُﺮ ُﻳﺪ ﺑ ْﺎﻷ‬، ‫ َﺧﺒﻴﺜَﺔ‬: ‫ﺚ [ َﺟ ْﻤ ُﻊ‬
ٍ
َ ‫ َﺧﺒِﻴﺚ ] َوا ﻟ‬: ‫ َﺟ ْﻤ ُﻊ‬، ‫إﺳ َﻜ ﺎ ﻧُـ َﻬﺎ‬
ْ ‫ﻮز‬
ِ
ُ ‫ﺣ َﺪة َوﻳَ ُﺠ‬ ‫ﻢ ا ﻟ ُْﻤَﻮ‬ ‫ﺿ‬
ِ
َ ‫ْﺨﺎء ا ﻟُْﻤْﻌ َﺠ َﻤﺔ َو‬َ َ
‫ﺎﻧِﻲ إﻧَﺎﺛـَ ُﻬ ْﻢ‬‫ َوﺑِﺎﻟﺜ‬، ‫ﻴَﺎﻃِﻴ ِﻦ‬‫اﻟ ﺸ‬
“(Khubuts) dengan didhomah ‘kho’-nya dan ‘ba’-nya boleh juga disukun ‘ba’-nya
(sehingga dibaca “Khubtsun”-pent.) adalah jamak (bentuk plural) dari “Khobiits”.
Sedangkan “Khobaits” adalah jamak dari “Khobiitsah”. Y ang dimaksud adalah yang
pertama (Khubuts) artinya syaithon laki-laki sedangkan yang kedua (Khobaits)
adalah syathon perempuan”.
3. Sebagian ulama mengatakan adanya tambahan mengucapkan basmala h
ketika masuk ke jamban tersebut, seperti perkataan Imam Majdudin
Taimiyah kakeknya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam “Al Muntaqo” :
ِ ِ‫ﺚ وا ﻟْ َﺨ ﺒﺎﺋ‬
("‫ﺚ‬ ِ ِ َ ِ‫ﻲ أَﻋُﻮذُ ﺑ‬‫ إ ﻧ‬‫ﻬ ﻢ‬‫ﻪِ اﻟﻠ‬‫ " ﺑِﺴ ِﻢ اﻟﻠ‬: ‫ﻮل‬
ُ ُ‫ﺴﻌِﻴﺪِ ﺑْ ِﻦ ﻣَﻨْﺼُ ﻮرٍ ﻓِ ﻲ ُﺳﻨَﻨِﻪِ َﻛﺎنَ ﻳـَﻘ‬ ِ
َ َ ْ‫ﻚ ﻣ ْﻦ ا ﻟْ ُﺨﺒ‬ ُ ْ َ ‫َوﻟ‬
“dalam riw ayat Sa’id bin Manshur dalam sunnahnya, Nabi berdoa : “Bismillah
dst..”.
Imam Al Albani telah menjelaskan status tambahan ini dalam kitabnya
“Tamamul Minnah” :
‫ ( ﻣﻦ ﻃﺮﻳﻖ أﺑﻲ ﻣﻌﺸﺮ ﻧﺠﻴﺢ‬1 / 1 ) " ‫وأﻣﺎ رواﻳﺔ ﺳﻌﻴﺪ ﺑﺰﻳﺎدة اﻟﺒﺴﻤﻠﺔ ﻓﻘﺪ أﺧﺮﺟﻬﺎ اﺑﻦ أﺑﻲ ﺷﻴﺒﺔ أﻳﻀﺎ ﻓﻲ " اﻟﻤﺼﻨﻒ‬
‫ ( وأﺑﻮ ﻣﻌﺸﺮ ﺿﻌﻴﻒ ﻓﻼ‬64 / 1 ) " ‫ﻋﻦ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ أﺑﻲ ﻃﻠﺤﺔ ﻋﻦ أﻧﺲ ﻧﺤﻮﻩ وﻛﺬا رواﻩ اﺑﻦ أﺑﻲ ﺣﺎﺗﻢ ﻓﻲ " اﻟﻌﻠﻞ‬
‫ " وﻗﺪ روى‬: " ‫ﺗﻘﺒﻞ ﻣﻨﻪ ﻫﺬﻩ اﻟﺰﻳﺎدة وﻳﻈﻬﺮ ﻟﻲ أن اﻟﺤﺎﻓﻆ اﺑﻦ ﺣﺠﺮ ﻟﻢ ﻳﻘﻒ ﻋﻠﻰ ﻫﺬﻩ اﻟﺰﻳﺎدة ﻓﻘﺪ ﻗﺎل ﻓﻲ " اﻟﻔﺘﺢ‬
: ‫ ﺑﻠﻔﻆ اﻷﻣﺮ ﻗﺎل‬- ‫ ﻳﻌﻨﻲ ﻋﻦ أﻧﺲ‬- ‫اﻟﻤﻌﻤﺮى ﻫﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻣﻦ ﻃﺮﻳﻖ ﻋﺒﺪ اﻟﻌﺰﻳﺰ ﺑﻦ اﻟﻤﺨﺘﺎر ﻋﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻌﺰﻳﺰ ﺑﻦ ﺻﻬﻴﺐ‬
‫ ﺑﺴﻢ اﷲ أﻋﻮذ ﺑﺎﷲ ﻣﻦ اﻟﺨﺒﺚ واﻟﺨﺒﺎﺋﺚ " وإﺳﻨﺎدﻩ ﻋﻠﻰ ﺷﺮط ﻣﺴﻠﻢ وﻓﻴﻪ زﻳﺎدة اﻟﺘﺴﻤﻴﺔ‬: ‫" إذا دﺧﻠﺘﻢ اﻟﺨﻼء ﻓﻘﻮﻟﻮا‬
‫ وﻫﻲ ﻋﻨﺪي ﺷﺎذة ﻟﻤﺨﺎﻟﻔﺘﻬﺎ ﻟﻜﻞ ﻃﺮق اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻋﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻌﺰﻳﺰ ﺑﻦ ﺻﻬﻴﺐ ﻋﻦ‬: ‫وﻟﻢ أرﻫﺎ ﻓﻲ ﻏﻴﺮ ﻫﺬﻩ اﻟﺮوا ﻳﺔ " ﻗﻠﺖ‬
‫أﻧﺲ ﻓﻲ " اﻟﺼﺤﻴﺤﻴﻦ " وﻏﻴﺮﻫﻤﺎ ﻣﻤﻦ ﺳﺒﻘﺖ اﻹﺷﺎرة إﻟﻴﻬﻢ وﻗﺪ روﻳﺖ ﻓﻲ ﺣﺪﻳﺚ آﺧﺮ ﻋﻦ أﻧﺲ ﻣﻦ ﻃﺮﻳﻖ ﻗﺘﺎدة ﻋﻨﻪ‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 41


‫ ﺑﺴﻢ اﷲ " ﻟﻜﻨﻪ ﺿﻌﻴﻒ ﺑﻬﺬا اﻟﺴﻴﺎق اﺿﻄﺮب ﻓﻴﻪ‬: ‫ " ﻫﺬﻩ اﻟﺤﺸﻮش ﻣﺤﺘﻀﺮة ﻓﺈذا دﺧﻞ أﺣﺪﻛﻢ اﻟﺨﻼء ﻓﻠﻴﻘﻞ‬: ‫ﺑﻠﻔﻆ‬
‫ " إن ﻫﺬﻩ اﻟﺤﺸﻮش ﻣﺤﺘﻀﺮة ﻓﺈذا أﺗﻰ‬: ‫ﺑﻌﺾ اﻟﺮواة ﻓﻲ ﺳﻨﺪﻩ وﻣﺘﻨﻪ واﻟﺼﻮاب أﻧﻪ ﻣﻦ ﻣﺴﻨﺪ زﻳﺪ ﺑﻦ أرﻗﻢ ﻣﺮﻓﻮﻋﺎ ﺑﻠﻔﻆ‬
‫ أﻋﻮذ ﺑﺎﷲ ﻣﻦ اﻟﺨﺒﺚ واﻟﺨﺒﺎﺋﺚ " وإﺳﻨﺎدﻩ ﺻﺤﻴﺢ ﻋﻠﻰ ﺷﺮط اﻟﺒﺨﺎري ﻛﻤﺎ ﺑﻴﻨﺘﻪ ﻓﻲ " ﺻﺤﻴﺢ‬: ‫أﺣﺪﻛﻢ اﻟﺨﻼء ﻓﻠﻴﻘﻞ‬
‫ ( وﺑﺎﻟﺠﻤﻠﺔ ﻓﺬﻛﺮ اﻟﺒﺴﻤﻠﺔ ﻓﻲ ﻫﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻣﻦ ﻃﺮﻳﻘﻴﻦ ﻋﻦ أﻧﺲ ﺷﺎذ أو ﻣﻨﻜﺮ ﻟﻜﻦ ﻗﺪ ﺟﺎء‬4 ) ‫ﺳﻨﻦ أﺑﻲ داود " ﺑﺮﻗﻢ‬
‫ " ﺳﺘﺮ ﻣﺎ ﺑﻴﻦ أﻋﻴﻦ‬: ‫ﻣﺎ ﻳﺪل ﻋﻠﻰ ﻣﺸﺮوﻋﻴﺔ اﻟﺘﺴﻤﻴﺔ ﻋﻨﺪ دﺧﻮل اﻟﺨﻼء وﻫﻮ ﺣﺪﻳﺚ ﻋﻠﻲ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ ﻣﺮﻓﻮﻋﺎ ﺑﻠﻔﻆ‬
‫ ﻃﺒﻌﺔ أﺣﻤﺪ ﺷﺎﻛﺮ‬- 504 / 2 ) ‫ ﺑﺴﻢ اﷲ " أﺧﺮﺟﻪ اﻟﺘﺮﻣﺬي‬: ‫اﻟﺠﻦ وﻋﻮرات ﺑﻨﻲ آدم إذا دﺧﻞ أﺣﺪﻛﻢ اﻟﺨﻼء أن ﻳﻘﻮل‬
‫ ( وﺿﻌﻔﻪ اﻟﺘﺮﻣﺬي ﻟﻜﻦ ﻣﺎل ﻣﻐﻠﻄﺎي إﻟﻰ ﺻﺤﺘﻪ ﻛﻤﺎ ﻗﺎل اﻟﻤﻨﺎوي وﻟﻪ ﺷﺎﻫﺪ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ‬128 - 127 / 1 ) ‫واﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ‬
‫أﻧﺲ ﻋﻨﺪ اﻟﻄﺒﺮاﻧﻲ ﻣﻦ ﻃﺮﻳﻘﻴﻦ ﻋﻨﻪ ﻓﺎﻟ ﺤﺪﻳﺚ ﺣﺴﻦ ﻋﻠﻰ أﻗﻞ اﻟﺪرﺟﺎت ﺛﻢ ﺧﺮﺟﺖ اﻟﺤﺪﻳﺚ وﺗﻜﻠﻤﺖ ﻋﻠﻰ ﻃﺮﻗﻪ وﺑﻴﻨﺖ ﻣﺎ‬
‫ ( ﻓﻠﻴﺮاﺟﻌﻪ ﻣﻦ ﺷﺎء ﺛﻢ اﻋﻠﻢ أﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﻓﻲ ﺷﺊ ﻣﻦ ﻫﺬﻩ اﻷﺣﺎدﻳﺚ أو ﻏﻴﺮﻫﺎ اﻟﺠﻬﺮ‬50 ) " ‫ﻟﻬﺎ وﻣﺎ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻓﻲ " اﻹرواء‬
‫اﻟﺬي ذﻛﺮﻩ اﻟﻤﺆﻟﻒ ﺣﻔﻈﻪ اﷲ ﻓﺎﻗﺘﻀﻰ اﻟﺘﻨﺒﻴﻪ‬
“Adapun riw ayat Sa’id dengan tambahan Basmalah telah dikeluarkan oleh Ibnu Abi
syaibah dalam “Al Mushonaf” (1/1) dari jalam Abi Ma’syar Nujaih dari Abdullah bin
Abi Tholhah dari Anas semisalnya, demikian juga yang diriw ayatkan oleh Imam Ibnu
Abi Hatim dalam “Al ‘Ilaal” (1/64). Abu Ma’syar dhoif, maka tid ak diterima tambahan
in i. Y ang nampak bagiku Al Hafidz Ibnu Hajar tidak mendapatkan tambahan ini,
beliau berkata dalam “Al Fath” : ‘telah diriw ayatkan oleh Al Ma’mariy hadit s ini dari
jalan Abdul Aziz ibnul Mukhtar dari Abdul Aziz bin Shuhaib –yakni dari Anas -
dengan lafadz perintah : ‘jika kalian mau masuk jamban berdoalah : Bismillah
A’udzu billah minal Khubutsi w al khobaits’. Sanadnya atas persyaratan Muslim dan
tambahan ini saya (Al Hafidz) tidak melihatnya selain dari riw ayat ini. Aku (Al Albani)
berkata : ‘tambahan ini menurutku syadz menyelisihi semua jalam hadits dari Abdul
Aziz dari Anas dalam Shahihain dan selainnya karena sebelumnya telah aku
isyaratkan. Telah diriw ayatkan juga hadits yang lain dari Anas dari jalan Qotadah
dari Anas dengan lafadz : ‘ini adalah Khusyusy yang ada, maka jika salah seorang
diantara kalian masuk jamban, berdoalah Bismillah. Namun ia dhoif dengan bentuk
seperti ini, telah terjadi kegoncangan pada sebagian riwayat pada sanad dan
matannya dan yang benar ia d iriw ayatkan dari Musnad Zaid bin Arqom secara
marfu’ dengan lafadz : ‘sesungguhnya khusyusyi ini, jik a kalian hendak mendatangi
jamban ucapkanlah : ‘A’udzu billah minal Khubutsi w al Khobaits’. Sanadnya shohih
atas syarat Bukhori, sebagaimana aku telah jelaskan dalam “Shahih Sunan Abu
Daw ud” (no. 4).
Kesimpulannya, Basmalah dalam hadits in i dari 2 jalan dari Anas adalah syadz
dan mungkar, namum telah datang sesuatu yang disyariatkannya membaca
Basmalah ketika hendak masuk jamban yaitu hadits Ali secara marfu dengan
lafadz : “penghalang antara mata jin dengan auratnya Nabi Adam, jika hendak
masuk jamban membaca Bismillah” (dikeluarkan tirmidzi (2/504) cetakan Ahmad
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 42
Syakir dan Ibnu Majah (1/127-128). Hadits ini didhoifkan oleh Tirmidzi, namun Al
Mugholothi condong kepada keshahihannya, sebagaimana dikatakan oleh Al
Munawiy dan ia memilki penguat dari hadits Anas dalam riw ayat Thobroni dari 2
jalan dari Anas , maka haditsnya minimal Hasan derajatnya, kemudian aku telah
mentakhrijnya dan menyempurnakannya yang terdiri dari beberapa jalan dan aku
telah menjelaskan detailnya pada “Al Irw aa’ (50) maka silakan merujuknya bagi
yang berkehendak. Kemudian ketahuilah bahw a tidak ada pendalilan sedikitpun dari
hadits ini atau selainnya untuk menyaringkan membaca doanya sebagaimana
disebutkan oleh penulis Fiqhus Sunnah , maka jadikanlah catatan”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 43


‫ﺿ ِﻊ اﻟ َْﻤ ِﺎء ِﻋْﻨ َﺪ اﻟْ َﺨﻼَ ِء‬
ْ ‫ ﺑﺎب َو‬- 10
Bab 10 Mempersiapkan Air Ketika Buang Hajat

Penjelasan :

Menurut Imam Ibnu Bathoh bahwa yang dimaksud dengan meletakkan


air disini adalah air yang nantinya akan digunakan untuk beris tinja (bersuci
setelah hadats). Kata Imam Ibnu Bathoh dalam “Syaroh Bukhori” :
.‫ إﻧﻤﺎ ﻛﺎﻧﻮا ﻳﺘﻤﺴﺤﻮن ﺑﺎﻟﺤﺠﺎرة‬:‫ وﻗﺎل‬،‫ إﻧﻤﺎ ذﻟﻚ وﺿﻮء اﻟﻨﺴﺎء‬:‫ وﻗﺎل‬،‫رد ﻗﻮل ﻣﻦ أﻧﻜﺮ اﻻﺳﺘﻨﺠﺎء ﺑﺎﻟﻤﺎء‬
“Bantahan terhadap orang yang mengingkari beristinja dengan air, katanya itu adalah
air wudhunya w anita, kaum lelaki hanya cukup mengusap dengan batu saja”.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﻪِ ﺑْ ِﻦ أَﺑِﻰ ﻳَﺰِﻳ َﺪ‬‫ﺎء َﻋ ْﻦ ُﻋﺒَـ ْﻴ ِﺪ اﻟﻠ‬
ُ َ‫ﺪﺛـََﻨﺎ َو ْرﻗ‬ ‫ﺎل َﺣ‬َ َ‫ﺎﺳ ِﻢ ﻗ‬ِ َ‫ﺎﺷ ﻢ ﺑﻦ اﻟْﻘ‬ ِ َ َ‫ﻤ ٍﺪ ﻗ‬ ‫ﻪِ ﺑْ ُﻦ ُﻣ َﺤ‬‫ﺪﺛـََﻨﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠ‬ ‫ َﺣ‬- 143
ُ ْ ُ ‫ﺪﺛـََﻨﺎ َﻫ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
« ‫ﺿ َﻊ َﻫ َﺬا‬َ ‫ﺎل » َﻣ ْﻦ َو‬ َ َ‫ﻮءا ﻗ‬ ً‫ﺿ‬ ُ ‫ﺖ ﻟ َُﻪ َو‬ ُ ‫ﺿ ْﻌ‬ َ ‫ ﻓـَ َﻮ‬، ‫ َد َﺧ َﻞ اﻟْ َﺨ ﻼَ َء‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ن اﻟﻨ‬ َ‫ﺎس أ‬ ٍ ‫َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ َﻋﺒ‬
« ِ‫ﻳﻦ‬‫ ْﻬ ُﻪ ﻓِ ﻰ اﻟ ﺪ‬‫ ﻓـَﻘ‬‫ ُﻬ ﻢ‬‫ﺎل » اﻟﻠ‬ َ َ‫ ﻓَُﺄ ْﺧﺒِ َﺮ ﻓـَﻘ‬.
9). Hadits no. 143
“Haddatsanaa Abdullah bin Muhammad ia berkata, haddatsanaa Haasyim ibnul Qoosim ia
berkata, haddatsanaa Warqoo’ dari Ubaidillah bin Abi Yaziid dari Ibnu Abbas bahwa
Nabi masuk ke jamban, lalu aku menyediakan untuk Beliau air wudhu. Nabi berkata :
“Siapa yang menyiapkan air ini?” maka Beliau diberitahu (siapa yang menaruhnya), maka
Beliau berkata : “Ya Allah, pahamkan (Ibnu Abbas) dalam masalah agama”.
Muslim menulis dalam Shahihnya no. 6523

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya. Kecuali :

1. Nama : Abun Nadhor Haasyim Ibnul Qoosim


Kelahiran : Lahir 134 H wafat 207 H
Negeri tinggal : Baghdad
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Ahmad, Imam Al Hakim dan
Imam Ibnu Qooni’, Imam Nasa’I menilainya, laa ba’sa
bih.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 44


Hubungan Rowi : Warqoo salah seorang gurunya, sebagaimana ditulis oleh
Imam Al Mizzi.

2. Nama : Warqoo bin Umar bin Kulaib


Kelahiran : -
Negeri tinggal : Al Madain
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Ahmad, Imam Ibnu Ma’in, Imam
Waaki’, Imam Ibnu Syahin dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Ubaidillah salah seorang gurunya, sebagaimana ditulis
oleh Imam Al Mizzi.

3. Nama :Ubaidillah bin Abi Yazid


Kelahiran :Lahir 130 H wafat 216 H
Negeri tinggal :Mekkah
Komentar ulama : Tabi’I Wasith. Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Ma’in, Ibnul
Madini, Imam Abu Zur’ah, Imam Nasa’I, Imam Al’ijli,
dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Ibnu Abbas salah seorang gurunya, sebagaimana
ditulis oleh Imam Al Mizzi.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Disyariatkannya menggunakan air ketika bersuci dari hadats.
2. Disebutkannya air w udhu disini mengisyaratkannya dianjurkannya untuk
senantiasa dalam keadaan suci dengan memperbahurui w udhunya ketika
batal. Rasulullah sering berwudhu lagi ketika batal wudhunya, contoh
yang menunjukkan hal ini adalah hadist sahabat Al Muhajir bin Qunfud
َ ‫ ا ْﻋَﺘ َﺬ َر إِﻟَْﻴﻪِ ﻓـَ َﻘ‬‫ﺄَ ﺛُ ﻢ‬‫ ﻰ ﺗَـ َﻮﺿ‬‫ َﻋﻠَْﻴﻪِ َﺣﺘ‬‫ َﻢ َﻋﻠَْﻴ ﻪِ ﻓـَﻠَ ْﻢ ﻳَـ ُﺮد‬‫ﻮل ﻓَ َﺴﻠ‬
‫ﺎل‬ ُ ‫ َوُﻫ َﻮ ﻳَـُﺒ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ ُﻪ أَﺗَ ﻰ اﻟﻨ‬‫ﻧ‬
« ٍ‫ﺎل » ﻋَﻠَﻰ ﻃَ َﻬ َﺎرة‬ َ َ‫ أ َْو ﻗ‬.« ٍ‫ ﻋَﻠَ ﻰ ﻃُ ْﻬ ﺮ‬‫ إِﻻ‬‫ﺰ َو َﺟﻞ‬ َ‫ َﻪ ﻋ‬‫ﺖ أَ ْن أَذْ ُﻛ َﺮ اﻟﻠ‬
ُ ‫ﻰ َﻛ ﺮِ ْﻫ‬‫» إِﻧ‬
“bahwa ia mendatangi Nabi yang sedang kenc ing, maka ia memberi salam kepada Nabi
namun tidak dijawab, sampai beliau se lesai berwudhu baru menjawabnya, kemudian
Nabi menyampaikan alasan tidak menjawab tadi, kata Be liau : “saya tidak suka
ketika berdzikir kepada Allah melainkan dalam keadaan suci” atau sabdanya : “diatas
kesucian” (HR. Abu Dawud, dishahihkan Imam Al Albani).
3. Imam Ibnu Bathoh dalam “Syaroh Bukhori” berkata :
.‫ أو ﻣﻌﺮوف‬،‫ أو ﻋﻮن‬،‫اﻟﻤﻜﺎﻓﺄة ﺑﺎﻟﺪﻋﺎء ﻟﻤﻦ ﻛﺎن ﻣﻨﻪ إﺣﺴﺎن‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 45


“Cukup membalas perbuatan baik atau pertolongan atau perkara ma’ruf seseorang
kepada kita, dengan kita mendoakannya”.
4. Keutamaan sahabat Ibnu Abbas yang senantiasa berkhidmat kepada
Nabi dan sunnahnya.
5. Kejujuran para sahabat ketika Nabi bertanya siapa yang berbuat
baik dengan menyediakan air, maka mereka memberitahukan orang
yang berbuat baik tersebut, tidak ada para sahabat yang mengklaim
suatu perbuatan yang tidak dilakukannya.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 46


‫‪ - 11‬ﺑﺎب ﻻَ ﺗُﺴﺘَـ ْﻘَﺒﻞ اﻟِْﻘﺒْـﻠَﺔُ ﺑِ َﻐﺎﺋِ ٍﻂ أَو ﺑَـﻮٍل إِﻻ‪ِ ‬ﻋْﻨ َﺪ اﻟْﺒَِﻨ ِﺎء ِﺟ َﺪاٍر أَو ﻧَ ْﺤ ِﻮﻩِ‬
‫ْ‬ ‫ْ ْ‬ ‫ْ ُ‬
‫‪Bab 11 Tidak Menghadap Kiblat ketika Buang Air Besar‬‬
‫‪atau Kecil kecuali ketika didalam Bangunan yang‬‬
‫‪Bertembok atau yang Semisalnya‬‬

‫‪Penjelasan :‬‬

‫‪Diantara ad ab-adab dalam buang hajat adalah tidak‬‬


‫‪menghadap atau membelakang i kiblat. Bagi masyarakat‬‬
‫‪Indonesia kiblat berada di arah barat, sehingga umat Islam‬‬
‫‪Indonesia dilarang ketika buang hajat menghadap ke barat atau‬‬
‫‪ke timur. Namun larangan ini dikecualikan ketika seorang buang‬‬
‫‪hajatnya berada pada satu bangunan yang tertutup.‬‬
‫‪Imam Syafi’I dalam kitabnya “Ar-Risalah” telah menjelaskan‬‬
‫‪kepada kita hal tersebut, berikut perkataan beliau :‬‬
‫أﺧﺒﺮﻧﺎ ﺳﻔﻴﺎن ﻋﻦ اﻟﺰﻫﺮي ﻋﻦ ﻋ ﻄﺎء ﺑﻦ ﻳﺰﻳﺪ اﻟﻠﻴﺜﻲ ﻋﻦ أﺑﻲ أﻳﻮب اﻻﻧﺼﺎري ان اﻟﻨﺒ ﻲ ﻗﺎل " ﻻ ﺗﺴﺘﻘﺒﻠﻮا اﻟﻘﺒﻠﺔ وﻻ ﺗﺴﺘﺪﺑﺮوﻫﺎ‬
‫ﻟﻐﺎﻳﻂ أو ﺑﻮل وﻟﻜﻦ ﺷﺮﻗﻮا أو ﻏﺮﺑﻮا ﻗﺎل أﺑﻮ أﻳﻮب ﻓﻘﺪﻣﻨﺎ اﻟﺸﺎم ﻓﻮﺟﺪﻧﺎ ﻣﺮاﺣﻴﺾ ﻗﺪ ﺻﻨﻌﺖ ﻓﻨﻨﺤﺮف وﻧﺴﺘﻐﻔﺮ اﷲ " أﺧﺒﺮﻧﺎ‬
‫ﻣﺎﻟﻚ ﻋﻦ ﻳﺤﻴﻰ ﺑﻦ ﺳﻌﻴﺪ ﻋﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻳﺤﻴﻰ ﺑﻦ ﺣﺒﺎن ﻋﻦ ﻋﻤﻪ واﺳﻊ ﺑﻦ ﺣﺒﺎن ﻋﻦ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ أﻧﻪ ﻛﺎن ﻳﻘﻮل " إن ﻧﺎﺳﺎ‬
‫ﻳﻘﻮﻟﻮن إذا ﻗﻌﺪت ﻋﻠﻰ ﺣﺎﺟﺘﻚ ﻓﻼ ﺗﺴﺘﻘﺒﻞ اﻟﻘﺒﻠﺔ وﻻ ﺑﻴﺖ ا ﻟﻤﻘﺪس ﻓﻘﺎل ﻋﺒﺪ اﷲ ﻟﻘﺪ ارﺗﻘﻴﺖ ﻋﻠ ﻰ ﻇﻬﺮ ﺑﻴﺖ ﻟﻨﺎ ﻓﺮأﻳﺖ‬
‫رﺳﻮل اﷲ ﻋﻠﻰ ﻟﺒﻨﺘﻴﻦ ﻣﺴﺘﻘﺒﻼ ﺑﻴﺖ اﻟﻤﻘﺪس ﻟﺤﺎﺟﺘﻪ " ﻗﺎل اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ أدب رﺳﻮل اﷲ ﻣﻦ ﻛﺎن ﺑﻴﻦ ﻇﻬﺮاﻧﻴﻪ وﻫﻢ ﻋﺮب ﻻ‬
‫ﻣﻐﺘﺴﻼت ﻟﻬﻢ أو ﻻﻛﺜﺮﻫﻢ ﻓﻲ ﻣﻨﺎ زﻟﻬﻢ ﻓﺎﺣﺘﻤﻞ أدﺑﻪ ﻟﻬﻢ ﻣﻌﻨﻴﻴﻦ أﺣﺪﻫﻤﺎ أﻧﻬﻢ إﻧﻤﺎ ﻛﺎﻧﻮا ﻳﺬﻫﺒﻮن ﻟﺤﻮاﺋﺠﻬﻢ ﻓ ﻲ اﻟﺼﺤﺮاء‬
‫ﻓﺎﻣﺮﻫﻢ اﻻ ﻳﺴﺘﻘﺒﻠﻮا اﻟﻘﺒﻠﺔ وﻻ ﻳﺴﺘﺪﺑﺮوﻫﺎ ﻟﺴﻌﺔ اﻟﺼﺤﺮاء وﻟﺨﻔﺔ اﻟﻤﺆﻧﺔ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻟﺴﻌﺔ ﻣﺬاﻫﺒﻬﻢ ﻋﻦ أن ﺗ ﺴﺘﻘﺒﻞ اﻟﻘﺒﻠﺔ أو ﺗﺴﺘﺪﺑﺮ‬
‫ﻟﺤﺎﺟﺔ اﻻﻧﺴﺎن ﻣﻦ ﻏﺎﻳﻂ أو ﺑﻮل وﻟﻢ ﻳﻜﺮﻫﻢ ﻣﺮﻓﻖ ﻓﻲ اﺳﺘﻘﺒﺎل اﻟﻘﺒﻠﺔ وﻻ اﺳﺘﺪﺑﺎرﻫﺎ أوﺳﻊ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻣﻦ ﺗﻮﻗﻰ ذﻟﻚ وﻛﺜﻴﺮا ﻣﺎ‬
‫ﻳﻜﻮن اﻟﺬاﻫﺒﻮن ﻓﻲ ﺗﻠﻚ اﻟﺤﺎل ﻓﻲ ﻏﻴﺮ ﺳﺘﺮ ﻋﻦ ﻣ ﺼﻠﻲ ﻳﺮى ﻋﻮراﺗﻬﻢ ﻣﻘﺒﻠﻴﻦ وﻣﺪﺑﺮﻳﻦ ﻏﺬا اﺳﺘﻘﺒﻞ اﻟﻘﺒﻠﺔ ﻓﺄﻣﺮوا أن ﻳﻜﺮﻣﻮا ﻗﺒﻠﺔ‬
‫اﷲ وﻳﺴﺘﺮوا اﻟﻌﻮرات ﻣﻦ ﻣﺼﻠﻲ إن ﺻﻠﻰ ﺣﻴﺚ ﻳﺮاﻫﻢ وﻫﺬا اﻟﻤﻌﻨﻰ اﺷﺒﻪ ﻣﻌﺎﻧﻴﻪ واﷲ أﻋﻠﻢ وﻗ ﺪ ﻳﺤﺘﻤﻞ أن ﻳﻜﻮن ﻧﻬﺎﻫﻢ أن‬
‫ﻳﺴﺘﻘﺒﻠﻮا ﻣﺎ ﺟﻌﻞ ﻗﺒﻠﺔ ﻓﻲ اﻟﺼﺤﺮاء ﻟﻐﺎﺋﻂ أو ﺑﻮل ﻟﺌﻼ ﻳﺘﻐﻮط أو ﻳﺒﺎل ﻓﻲ اﻟﻘﺒﻠﺔ ﻓﺘﻜﻮن ﻗﺬرة ﺑﺬﻟﻚ أو ﻣﻦ وراﺋﻬﺎ ﻓﻴﻜﻮن ﻣﻦ‬
‫وراﺋﻬﺎ أذى ﻟﻠﻤﺼﻠﻴﻦ إﻟﻴﻬﺎ ﻗﺎل ﻓﺴﻤﻊ أﺑﻮ أ ﻳﻮب ﻣﺎ ﺣﻜﻲ ﻋﻦ ا ﻟﻨﺒﻲ ﺟﻤﻠﺔ ﻓﻘﺎل ﺑﻪ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺬﻫﺐ ﻓﻲ اﻟﺼﺤﺮاء واﻟﻤﻨﺎزل وﻟﻢ‬
‫ﻳﻔﺮق ﻓﻲ اﻟﻤﺬﻫﺐ ﺑﻴﻦ اﻟﻤﻨﺎزل اﻟﺘﻲ ﻟﻠﻨﺎس ﻣﺮاﻓﻖ ان ﻳﻀﻌﻮﻫﺎ ﻓﻲ ﺑﻌﺾ اﻟﺤﺎﻻت ﻣﺴﺘﻘﺒﻠﺔ اﻟﻘﺒﻠﺔ أو ﻣﺴﺘﺪﺑﺮﺗﻬﺎ واﻟﺘﻲ ﻳﻜﻮن ﻓﻴﻬﺎ‬
‫اﻟﺬاﻫﺐ ﻟﺤﺎﺟﺘﻪ ﻣﺴﺘﺘﺮا ﻓﻘﺎل ﺑﺎﻟﺤﺪﻳﺚ ﺟﻤﻠﺔ ﻛﻤﺎ ﺳﻤﻌﻪ ﺟﻤﻠﺔ وﻛﺬﻟﻚ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﻟﻤﻦ ﺳﻤﻊ اﻟﺤﺪﻳﺚ أن ﻳﻘﻮل ﺑﻪ ﻋﻠﻰ ﻋﻤﻮﻣﻪ‬
‫وﺟﻤﻠﺘﻪ ﺣﺘ ﻰ ﻳﺠﺪ دﻻﻟﺔ ﻳﻔﺮق ﺑﻬﺎ ﻓﻴﻪ ﺑﻴﻨﻪ ﻗﺎل اﺷﺎﻓﻌ ﻲ ﻟﻤﺎ ﺣﻜﻰ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ اﻧﻪ رأى اﻟﻨﺒﻲ ﻣﺴﺘﻘﺒﻼ ﺑﻴﺖ اﻟﻤﻘﺪس ﻟﺤﺎﺟﺘﻪ وﻫﻮ‬

‫‪Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu‬‬ ‫‪Hal 47‬‬


‫إﺣﺪى اﻟﻘﺒﻠﺘﻴﻦ وإذا اﺳﺘﻘﺒﻠﻪ اﺳﺘﺪﺑﺮ اﻟﻜﻌﺒﺔ اﻧﻜﺮ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻳﻘﻮل ﻻ ﻳﺴﺘﻘﺒﻞ اﻟﻘﺒﻠﺔ وﻻ ﺗﺴﺘﺪﺑﺮﻫﺎ وراى أن ﻻ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﻻﺣﺪ أن‬
‫ﻳﻨﺘﻬﻲ ﻋﻦ أﻣﺮ ﻓﻌﻠﻪ رﺳﻮل اﷲ وﻟﻢ ﻳﺴﻤﻊ ﻓﻴﻤﺎ ﻳﺮى ﻣﺎ أﻣﺮ ﺑﻪ رﺳﻮل اﷲ ﻓ ﻲ اﻟﺼﺤﺮاء ﻓﻴﻔﺮق ﺑﻴﻦ اﻟﺼ ﺤﺮاء واﻟﻤﻨﺎ زل ﻓﻴﻘﻮل‬
‫ﺑﺎﻟﻨﻬﻲ ﻓﻲ اﻟﺼﺤﺮاء وﺑﺎﻟﺮﺧﺼﺔ ﻓﻲ اﻟﻤﻨﺎزل ﻓﻴﻜﻮن ﻗ ﺪ ﻗﺎل ﺑﻤﺎ ﺳﻤﻊ ورأى وﻓﺮق ﺑﺎ ﻟﺪﻻﻟﺔ ﻋﻦ رﺳﻮل اﷲ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻓﺮق ﺑﻴﻨﻪ‬
‫ﻻﻓﺘﺮاق ﺣﺎل اﻟﺼﺤﺮاء واﻟﻤﻨﺎزل وﻓﻲ ﻫﺬا ﺑﻴﺎن ان ﻛ ﻞ ﻣﻦ ﺳﻤﻊ ﻣﻦ رﺳﻮل اﷲ ﺷﻴﺌﺎ ﻗﺒﻠﻪ ﻋﻨﻪ وﻗﺎل ﺑﻪ وإن ﻟﻢ ﻳﻌﺮف ﺣﻴﺚ‬
‫ﻳﺘﻔﺮق ﻟﻢ ﻳﺘﻔﺮق ﺑﻴﻦ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﻌﺮف ﻏﻼ ﺑﺪﻻﻟﺔ ﻋﻦ رﺳﻮل اﷲ ﻋﻠﻰ ا ﻟﻔﺮق ﺑﻴﻨﻪ‬
“Sufyan mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Atha bin Y azid Al-Laits, dari
Abu Ayyub Al Anshari, bahw a Nabi bersabda : “Janganlah kalian menghadap kiblat dan
jangan membelakanginya saat membuang air besar dan air kecil, te tapi menghadaplah ke Timur
atau Barat”. Abu Ayyub berkata : ‘kami pergi ke Syam dan mendapati tempat-tempat
membuang hajat dibangun dengan menghadap kiblat, maka kami menghadap ke arah
lain dan memohon ampunan kepada Allah”.
Malik mengabarkan kepada kami dari Yahya bin Sa’id , dari Muhammad bin Y ahya
bin Habban, dari pamannya Wasi’ bin Habban, dari Abdullah bin Umar , ia berkata :
“orang-orang berkata, jika kamu duduk untuk membuang hajat, maka janganlah
menghadap kiblat dan Baitul Maqdis. Aku pernah naik ke atap rumahku, lalu aku
melih at dari jauh Rasulullah membuang hajat diatas dua bata dengan menghadap
Baitul Maqdis’.
Rasu lullah bermaksud melatih adab orang-orang Arab yang hidup pada
zamannya, karena kebanyakan dari mereka tidak memiliki tempat buang hajat di
rumahnya. Jadi adab Beliau ini memiliki dua kemungkinan :
Pertama, mereka biasa pergi ke padang pasir untuk membuang hajat. Oleh karena
itu, beliau memerintahkan mereka untuk tidak menghadap atau membelakangi
kiblat. Itu karena luasnya padang pasir, ringannya biaya bagi mereka dan luasnya lokasi
untuk membuang hajat. Dengan demikian mereka bisa menghindar dari menghadap
atau membelakangi kiblat saat membuang air kecil atau air besar. Mereka juga tidak
memiliki tempat yang memungkinkan untuk menghadap atau membelakangi kiblat,
sehin gga lebih baik mereka menghindari hal tersebut.
Seringkali orang yang membuang hajat dalam kondisi tanpa penutup dari tempat
shalat itu terlihat auratnya dari depan apabila ia menghadap kiblat. Oleh karena itu,
mereka diperintahkan untuk menghormati kiblat Allah dan menutup aurat agar tidak
terlihat dari tempat sholat jika orang sholat bisa melihat mereka. Makna inilah yang
paling mendekati ajaran-ajaran Nabi .
Kedua, Nabi melarang mereka menghadap kiblat saat berada di padang pasir
untuk membuang hajat kecil dan besar, agar seseorang tidak buang hajat kecil dan
besar di arah kiblat, sehingga menimbulkan rasa jijik dan mengganggu orang yang
sholat.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 48


Bisa jadi Abu Ayyub mendengar penuturan dari Nabi secara garis besar
sehin gga ia menerapkannya secara umum pada tempat buang hajat di padang pasir
dan di rumah. Ia tidak membedakan tempat buang hajat di rumah yang menjadi sarana
membuang hajat dalam kondisi tertentu dengan menghadap kiblat atau
membelakanginya, karena yang membuang hajat didalamnya memakai penutup. Jadi,
ia menuturkan hadits secara garis besar, sebagaimana ia mendengarnya secara garis
besar.
Demikian lah seyogianya orang yang mendengarkan hadits, menerapkannya secara
umum dan garis besar, sampai ia menemukan sebuah indikasi untuk membedakan
antara yang satu dengan yang lain.
Ibnu Umar menuturkan bahwa Nabi membuang hajat dengan menghadap
Baitul Maqdis, salah satu dari dua kiblat, padahal apabila beliau menghadapi Bait ul
Maqdis maka beliau membelakangi ka’bah, maka dalam hal ini Ibnu Umar mengkritik
orang yang melarang menghadap atau membelakangi ka’bah untuk buang hajat, dan
berpendapat bahw a tidak sepatutnya seseorang menghindari sesuatu yang telah
dilakukan oleh Rasulullah .
Kelihatannya Ibnu Umar tidak pernah mendengar perintah Rasulullah tentang
buang hajat di padang pasir dengan di rumah, dan ia pun melarang menghadap kiblat
di padang pasir, dan membolehkan di rumah. Jadi, sebenarnya ia telah mengatakan
apa yang didengar dan dilihatnya, serta membuat perbedaan sesuai petunjuk dari
Rasulullah tentang perbedaan tersebut, karena memang ada perbedaan antara
kondisi padang pasir dengan rumah.
Hal ini mengandung penjelasan bahw a setiap orang yang mendengar suatu pesan
dari Rasulullah , yang dit erima dan dipegangnya, tidak boleh membedakan antara hal-
hal yang tid ak diketahui, kecuali dengan petunjuk dari Rasulu llah tentang perbedaan
diantara keduanya” (dinukil dari terjemah Risalah, Pustaka Azzam hal 366-369).

Berkata Imam Bukhori :


ِ
َ ‫ﻰ ﻋَ ْﻦ أَﺑِﻰ أَﻳ‬ ِ‫ﻴْﺜ‬‫ى ﻋَ ْﻦ ﻋَﻄَﺎء ﺑْ ِﻦ ﻳَﺰِﻳ َﺪ اﻟﻠ‬
‫ﻮب‬  ِ‫ﺰ ْﻫ ﺮ‬ ‫ﺪﺛـَﻨَﺎ اﻟ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ ٍ ْ‫ﺪﺛـَﻨَﺎ اﺑْ ُﻦ أَﺑِ ﻰ ِذﺋ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﺐ ﻗ‬ َ َ‫ﺪﺛـَﻨَﺎ آدَمُ ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 144
‫َﻬﺎ‬‫ﺴﺘَـ ْﻘﺒِ ِﻞ اﻟْﻘِﺒْـ َﻠ َﺔ َوﻻَ ﻳُـ َﻮﻟ‬ َ ِ‫َﺣ ُﺪ ُﻛ ُﻢ اﻟْﻐَﺎﺋ‬
ْ َ‫ﻂ ﻓَﻼَ ﻳ‬ َ ‫ » إِ َذا أَﺗَﻰ أ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ِ ُ ‫ﺎل رﺳ‬
ُ َ َ َ‫ﺎل ﻗ‬ َ َ‫ى ﻗ‬  ِ‫ﺼﺎر‬
َ ْ‫ا ﻷَﻧ‬
« ‫ﺮﺑُﻮا‬ َ‫ﺮﻗُﻮا أ َْو ﻏ‬ ‫ َﺷ‬، ‫ﻇَ ْﻬ َﺮُﻩ‬
10). Hadits no. 144
“Haddatsanaa Adam ia berkata, haddatsanaa Ibnu Abi Dzi’b ia berkata, haddatsanaa Az-
Zuhriy dari Atho’ bin Yazid Al Laitsiy dari Abu Ayyub Al Anshoriy ia berkata, Rasulullah
bersabda : “Jika salah seorang diantara kalian buang hajat, maka janganlah menghadap
kiblat atau membelakanginya, tapi menghadaplah kearah timur atau barat”.
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 49
Muslim pada no. 632

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya. Kecuali :

1. Nama : Abu Muhammad Atho’ bin Yazid


Kelahiran : Wafat 105 atau 107 H
Negeri tinggal : Syam
Komentar ulama : Tabi’I wasith. Ditsiqohkan oleh Imam Ibnul Madini, Imam
Nasa’I dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Abu Ayyub salah seorang gurunya, sebagaimana ditulis
oleh Imam Al Mizzi.

2. Nama : Abu Ayyub Kholid bin Zaid Al Anshari


Kelahiran : Wafat 50 H atau setelahnya
Negeri tinggal : Madinah
Komentar ulama : Sahabat besar.
Hubungan Rowi : veteran perang Badar.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Diw ajibkannya untuk tidak menghadap atau membelakangi kiblat ketika
buang air kecil atau besar, namun tidak mengapa untuk melakukannya
di jamban yang tertutup, sekalipun sangat dianjurkan untuk membuat
jamban yang tidak menghadap atau membelakangi arah kiblat. Imam Al
Albani dalam Tamamul Minnah memilih pendapat yang
mengharamkannya secara mutlak, kata beliau :
‫ﻓﺎﻟﺼﻮاب اﻟﻘﻮل ﺑﺎﻟﺘﺤﺮﻳﻢ ﻣﻄﻠﻘﺎ ﻓﻲ اﻟﺼﺤﺮاء واﻟﺒﻨﻴﺎن وﻫﺬا اﻟﺬي اﻧﺘﻬﻰ إﻟﻴﻪ اﻟﺸﻮﻛﺎﻧﻲ ﻓﻲ ﻧﻴﻞ اﻷوﻃﺎر " و " ا ﻟﺴﻴﻞ‬
‫ " وﺣﻘﻴﻘﺔ اﻟﻨﻬﻲ اﻟﺘﺤﺮﻳﻢ وﻻ ﻳﺼﺮف ذﻟﻚ ﻣﺎ روي أﻧﻪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻓﻌﻞ ذﻟﻚ‬: ‫ ( ﻗﺎل ﻓﻴﻪ‬69 / 1 ) " ‫اﻟﺠﺮار‬
‫ﻓﻘﺪ ﻋﺮﻓﻨﺎك أن ﻓﻌﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻻ ﻳﻌﺎرض اﻟﻘﻮل اﻟﺨﺎص ﺑﺎﻷﻣﺔ إﻻ أن ﻳﺪ ل دﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ أﻧﻪ أراد اﻻﻗﺘﺪاء ﺑﻪ ﻓﻲ‬
‫ذﻟﻚ وإﻻ ﻛﺎن ﻓﻌﻠﻪ ﺧﺎﺻﺎ‬
“Y ang benar pendapat yang mengharamkannya secara mutlak baik didalam padang
pasir maupun di bangunan, ini adalah kesimpulan akhir pendapat Imam Syaukani
dalam “Nailul Author” dan “As-Sailul Jaror” (1/69) beliau berkata : ‘Y ang benar
adalah larangan ini untuk pengharaman dan hal ini tidak dipalingkan dengan apa

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 50


yang diriw ayatkan bahw a Nabi melakukannya, kita telah mengetahui bahw a
perbuatan Nabi tidak bertentangan dengan ucapannya yang khusus tertuju
kepada umatnya, kecuali dalil menunjukkan bahwa perbuatan tersebut untuk
dijadikan contoh bagi umatnya, jika tidak seperti itu maka perbuatan Nabi adalah
khusus baginya… “
Kemudian Imam Al Albani berkomentar :
‫وإن ﻣﻤﺎ ﻳﺆﻳﺪ اﻟﻌﻤﻮم اﻷﺣﺎدﻳﺚ ا ﻟﺘ ﻲ وردت ﻓﻲ اﻟﻨﻬﻲ ﻋﻦ اﻟﺒﺼﻖ ﺗﺠﺎﻩ اﻟﻘﺒﻠﺔ ﻓﻲ اﻟﻤﺴﺠﺪ وﺧﺎرﺟﻪ وﻣﻦ ذﻟﻚ ﻗﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ‬
222 ) " ‫ " ﻣﻦ ﺗﻔﻞ ﺗﺠﺎﻩ اﻟﻘﺒﻠﺔ ﺟﺎء ﻳﻮم اﻟﻘﻴﺎﻣﺔ وﺗﻔﻠﺘﻪ ﺑﻴﻦ ﻋﻴﻨﻴﻪ " وﻫﻮ ﻣﺨﺮج ﻓﻲ " اﻟ ﺼﺤﻴﺤﺔ‬: ‫اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
‫ ( وﻗ ﺪ ﺟﺰم اﻟﻨﻮوي ﺑﺎﻟﻤﻨﻊ ﻓﻲ ﻛﻞ ﺣﺎﻟﺔ داﺧ ﻞ اﻟﺼﻼ ة وﺧﺎرﺟﻬﺎ وﻓﻲ اﻟﻤ ﺴﺠﺪ أو ﻏﻴﺮﻩ ﻛﻤﺎ ﻧﻘﻠﺘﻪ ﻋﻨﻪ ﻫﻨﺎك وﺑﻪ‬223‫و‬
‫ﻗﺎل اﻟﺼﻨﻌﺎﻧﻲ ﻓﺈذا ﻛﺎن اﻟﺒﺼﻖ ﺗﺠﺎﻩ اﻟﻘﺒﻠﺔ ﻓﻲ اﻟﺒﻨﻴﺎن ﻣﻨﻬﻴﺎ ﻋﻨﻪ ﻣﺤﺮﻣﺎ أﻓﻼ ﻳﻜﻮن اﻟﺒﻮل واﻟﻐﺎﺋﻂ ﺗﺠﺎﻫﻬﺎ ﻣﺤﺮﻣﺎ ﻣﻦ ﺑﺎب‬
‫أوﻟﻰ ؟ اﻋﺘﺒﺮوا ﻳﺎ أوﻟﻲ اﻷﺑﺼﺎر‬
“Dan diantara yang menguatkan keumuman hadits yang datang tentang larangan
meludah kearah kiblat didalam masjid dan diluar masjid yaitu sabda Nabi :
“Barangsiapa yang meludah kearah kiblat, maka ludah tersebut akan datang pada hari
kiamat meludahi diantara kedua matanya” (haditsnya ditakhrij dalam “Ash-Shahihah”
222-223). Imam Naw aw i telah memastikan larangan meludah tersebut didalam
maupun diluar sholat baik didalam maupun diluar masjid sebagaimana aku telah
menukilnya di kitab tersebut. Imam Shon’aniy berkata, jika meludah kearah kiblat
didalam bangunan terlarang dan diharamkan, maka bagaimana lagi dengan air
kencing atau buang air besar kearah kiblat, maka pengharamannya lebih utama?
Perhatikanlah w ahai orang yang memiliki akal”.
2. Keunggulan syariat Islam yang le ngkap yang mengatur segala segi
kehidupan manusia. Ini adalah bukti kesempurnaan Islam yang Allah
karuniakan kepada umat Muhammad .
3. Hadits ini dalil diterapkannya Syadzu Dzariat (tindakan preventive),
karena ketika seseorang biasa melakukan buang hajat kearah kiblat,
maka dikhawatirkan hilang pengagungannya terhadap kiblat yang mana
seorang Muslim minimal 5 kali dalam sehari semalam, sholat
menghadapnya.
4. Dalam hadits tersebut dijelaskan untuk menghadap ke timur atau barat
itu adalah untuk daerah yang kiblatnya menghadap ke selatan atau
utara, sedangkan bagi negeri kita, maka tentunya ketika kita buang
hajat menghadapnya ke selatan atau utara.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 51


‫ﺮَز َﻋﻠَﻰ ﻟَﺒَِﻨﺘَـ ْﻴ ِﻦ‬ ‫ ﺑﺎب َﻣ ْﻦ ﺗَـﺒَـ‬- 12
Bab 12 Seorang yang Buang Hajat diantara 2 Tembok

Penjelasan :

Yakni berkaitan dengan seorang yang buang hajat disebuah bangunan


yang tertutup, sekalipun mungkin atapnya terbuka. Karena Labinah kata Al
Hafidz dalam “Al Fath” :
‫ﻴﻦ أ َْو ﻏَﻴْ ﺮﻩ ﻟِﻠْﺒِﻨَﺎءِ ﻗـَ ﺒْﻞ أَ ْن ﻳُ ْﺤ َﺮق‬‫ﺼﻨَﻊ ِﻣ ْﻦ اﻟﻄ‬ ِ
ْ ُ‫ﻟَﺒِﻨَﺔ َوﻫ َﻲ َﻣﺎ ﻳ‬
“yaitu apa yang dibuat dari tanah liat atau selainnya untuk bangunan, sebelum
dibakar”.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﺒﺎ َن َﻋ ْﻦ‬‫ﻤ ِﺪ ﺑْ ِﻦ ﻳَ ْﺤَﻴ ﻰ ﺑْ ِﻦ َﺣ‬ ‫ﻴﺪ َﻋ ْﻦ ُﻣ َﺤ‬ ٍ ِ‫ﻚ َﻋﻦ ﻳ ﺤﻴ ﻰ ﺑ ِﻦ ﺳﻌ‬ ِ
َ ْ َ ْ َ ْ ٌ ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ َﻣﺎﻟ‬ َ َ‫ﻒ ﻗ‬َ ‫ﻮﺳ‬ ِ
ُ ‫ﻪ ﺑْ ُﻦ ُﻳ‬‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠ‬ ‫ َﺣ‬- 145
َ‫ ﻓَﻼ‬، ‫ﻚ‬ َ ِ‫ﺎﺟﺘ‬
َ ‫ت َﻋﻠَ ﻰ َﺣ‬ َ ‫ﺎﺳﺎ ﻳَـ ُﻘﻮﻟُﻮ َن إِ ذَا ﻗـَ َﻌ ْﺪ‬ ُ ‫ ُﻪ َﻛ ﺎ َن ﻳَـ ُﻘ‬‫ﻪِ ﺑْ ِﻦ ُﻋ َﻤ َﺮ أَﻧ‬‫ﺎ َن َﻋ ْﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬‫اﺳ ِﻊ ﺑْ ِﻦ َﺣﺒ‬
ً َ‫ن ﻧ‬ ِ‫ﻮل إ‬
ِ ‫ﻤﻪِ و‬ ‫َﻋ‬
َ
‫ﻮل‬
َ ‫ﺖ َر ُﺳ‬ُ ْ‫ ﻓـَ َﺮأَﻳ‬، ‫ﺖ ﻟََﻨﺎ‬ ُ ‫ﻪِ ﺑْ ُﻦ ُﻋ َﻤ َﺮ ﻟَﻘَ ِﺪ ْارﺗَـﻘَ ْﻴ‬‫ﺎل َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟﻠ‬
ٍ ‫ﺖ ﻳَـ ْﻮًﻣﺎ َﻋﻠَﻰ ﻇَ ْﻬ ﺮِ ﺑَـ ْﻴ‬ َ َ‫ ﻓـَﻘ‬. ‫س‬ ِ ‫ﺖ اﻟ َْﻤﻘْ ِﺪ‬
َ ‫ﺗَ ْﺴﺘَـﻘْﺒِ ِﻞ اﻟْﻘِﺒْـﻠَﺔَ َوﻻَ ﺑَـ ْﻴ‬
َ‫ﻮن‬‫ﺼ ﻠ‬ ِ  ِ َ ‫ﺎل ﻟَﻌﻠ‬ ِ ِ ‫س ﻟِﺤ‬ ِ َ ‫ َﻋﻠَ ﻰ ﻟَﺒَِﻨﺘَـ ْﻴ ِﻦ ُﻣ ْﺴﺘَـﻘْﺒِﻼً ﺑَـ ْﻴ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫اﻟﻠ‬
َ ُ‫ﻳﻦ ﻳ‬ َ ‫ﻚ ﻣ َﻦ اﻟ ﺬ‬ َ َ َ‫ َوﻗ‬. ‫ﺎﺟﺘﻪ‬ َ َ ِ ‫ﺖ اﻟ َْﻤﻘْﺪ‬
ِ َ‫ ﻳﺴﺠ ُﺪ وﻫﻮ ﻻ‬، ‫ض‬ ِ ِ ِ ٌ ِ‫ﺎل ﻣﺎﻟ‬ ِ ُ ْ‫ ﻓـَﻘُﻠ‬، ‫ﻋَﻠَﻰ أ َْوَراﻛِ ِﻬ ْﻢ‬
‫ﺻ ٌﻖ‬ َ ُ َ ُ ْ َ ِ ‫ ﻰ َوﻻَ ﻳَـ ْﺮﺗَﻔ ُﻊ ﻋَ ِﻦ ا ﻷَ ْر‬‫ﺼﻠ‬ َ ُ‫ﺬى ﻳ‬‫ﻚ ﻳَـ ْﻌﻨ ﻰ اﻟ‬ َ َ َ‫ ﻗ‬. ‫ﻪ‬‫ﺖ ﻻَ أَدْرِى َواﻟﻠ‬
ِ ‫ﺑِﺎ ﻷَ ْر‬
‫ض‬
11). Hadits no. 145
“Haddatsanaa Abdullah bin Yusuf ia berkata, akhbaronaa Malik dari Yahya bin Sa’id dari
Muhammad bin Yahya bin Habbaan dari pamannya Waasi’ bin Habban dari Abdullah bin
Umar bahwa ia berkata : ‘sesungguhnya orang-orang mengatakan jika engkau duduk ke tika
buang hajat, jangan menghadap kiblat dan jangan juga Baitul Maqdis’. Lalu lanjut Abdullah
bin Umar : ‘sungguh aku pernah pada suatu hari naik diatas rumah kami, maka aku
melihat Rasulullah di dua tembok menghadap ke Baitul Maqdis untuk buang hajat’. Lalu
Ibnu Umar berkata : ‘m ungkin engkau termasuk orang yang sholat diatas pangkal
pahanya’. Aku (Waasi’ bin Habbaan) berkata : ‘aku tidak tahu, demi Allah’”.
Malik berkata : ‘yakni orang yang sholat tidak mengangkat badannya dari tanah, ia sujud
sedangkan badannya menempel ke tanah’.
Muslim meriwayatkannya no. 634

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 52


Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya. Kecuali :

1. Nama : Abu Abdillah Muhammad bin Yahya bin Habbaan


Kelahiran : Lahir 47 H - Wafat 121 H
Negeri tinggal : Madinah
Komentar ulama : Tabi’I wasith. Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Ma’in, Imam
Abu Hatim, Imam Nasa’I dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Waasi’ bin Habban adalah pamannya, sekaligus salah
seorang gurunya, sebagaimana ditulis oleh Imam Al
Mizzi.

2. Nama : Waasi’ bin Habbaan bin Munqidz


Kelahiran : -
Negeri tinggal : Madinah
Komentar ulama : Imam Al Baghowi dalam “Ash-Shohabah” mengatakan
bahwa status ia sebagai seorang sahabat masih
diperbincangkan. Imam Al’ijli menilainya sebagai Tabi’I
tsiqoh, juga ditsiqohkan oleh Imam Abu Zur’ah dan
Imam Ibnu Hibban. Al Hafidz dalam Al Ishobah (no.
9099) lebih merajihkan bahwa ia seorang tabi’I bukan
sahabat.
Hubungan Rowi : Abdullah bin Umar adalah gurunya dan tinggal senegeri
dengannnya, sebagaimana dikatakan oleh Imam Al Mizzi.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Hadits ini datang setela h hadits sahabat Abu Ayyub yang lafadznya
secara umum melarang buang hajat menghadap atau membelakangi
kiblat dan pengkompromian hadits Ibnu Umar yang menunjukkan bahwa
Nabi buang hajat membelakangi kiblat dibawa kepada jika hal tersebut
dilakukan di bangunan yang tertutup bukan di tempat terbuka atau
padang pasir. Imam Syafi’I telah mengkompromikan kedua hadits ini
dengan baik dan telah dinukil sebelumnya.
2. Hadits ini menunjukkan bahwa terkadang para sahabat berselisih
pendapat tentang makna sebagian sunah Nabi dan mereka beramal
sesuai dengan keumuman lafadznya sesuai yang mereka dengar dari
Nabi , demikian faedah dari Imam Ibnu Bathol dalam “Syaroh Bukhori”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 53


3. Sahabat Ibnu Umar tidak sengaja melihat Nabi yang sedang buang
hajat dan dimungkinkan sahabat Ibnu Umar hanya melihat kepalanya
saja, tidak seluruh badannya, karena bangunan jambannya tidak
terdapat atap, demikian penjelasan Imam Ibnu Bathol.
4. Kesedarhanaan rumah para sahabat dan juga tempat tinggal Nabi
yang menunjukkan bahwa mereka bukan orang-orang yang mencintai
dunia dengan berlebihan.
5. Al Hafidz Ibnu Hajar dalam “Al Fath” menyingkap keterkaitan dalam
hadits ini setelah sahabat Ibnu Umar berbicara mengenai buang hajat,
kemudian dilanjutkan dengan berbicara masalah orang yang sholat yang
merapatkan tubuhnya ke pahanya ketika sujud, kata beliau :
‫ﺬِي َﺧﺎﻃَﺒَُﻪ َﻻ‬‫ ا ﻟ‬‫ﻚ أَن‬ ِ ِ ْ َ‫َوﻗَْﺪ اِ ْﺳﺘَ ْﺸ َﻜﻠ‬
َ ِ‫ ﻳَ ْﺤﺘَِﻤ ﻞ أَ ْن ﻳَ ُﻜﻮن أ ََرا َد ﺑَِﺬ ﻟ‬: ‫ﻴﻞ‬ ِ ِ ِ
َ ‫ﺎﺑﻘَﺔ ﻓَﻘ‬‫ﺎﺳﺒَﺔ ذ ْﻛﺮ ا ْﺑﻦ ُﻋ َﻤﺮ ﻟ َﻬ َﺬ ا َﻣ َﻊ ا ﻟ َْﻤ ْﺴﺄَﻟَﺔ اﻟ ﺴ‬ َ َ‫ﺖ ُﻣﻨ‬
، ‫ أ َْو ا ﻟْ َﻔْﺮق ﺑَـ ْﻴﻦ اِ ْﺳﺘِْﻘﺒَﺎل ا ﻟْ َﻜ ْﻌﺒَﺔ َوﺑَـ ْﻴﺖ ا ﻟ َْﻤ ْﻘﺪِ س‬، ‫ﻀﺎء َوﻏَْﻴﺮﻩ‬ َ ‫ﺔ ؛ إِ ْذ ﻟَْﻮ َﻛﺎ َن َﻋﺎ رِﻓًﺎ ﺑِ َﻬﺎ ﻟََﻌ َﺮ‬‫ﺴﻨ‬
َ ‫ف ا ﻟْ َﻔْﺮق ﺑَـ ْﻴﻦ ا ﻟْ َﻔ‬  ‫ﻳَـ ْﻌﺮِف اﻟ‬
‫ َوَﻫ َﺬ ا اﻟْ َﺠ َﻮاب‬، ِ‫ﺔ‬‫ﺴﻨ‬  ‫ﻻ َﺟ ِﺎﻫ ًﻼ ﺑِﺎﻟ‬ِ‫ﻚ َﻻ ﻳَ ُﻜﻮن إ‬ ِ ِِ
َ ‫ َﻣ ْﻦ ﻳَـ ْﻔ َﻌ ﻞ َذﻟ‬‫ﻲ َﻋﻠَﻰ َوِرَﻛ ْﻴﻪ ﻷَن‬‫ﺼﻠ‬
ِ ِ  ‫ﻤﻦ َﻻ ﻳـﻌ ِﺮف اﻟ‬ ‫ﻰ ﻋ‬‫ﻤﺎ َﻛﻨ‬‫وإِﻧ‬
َ ُ‫ ﺬي ﻳ‬‫ﺔ ﺑَﺎﻟ‬‫ﺴﻨ‬ َْ ْ َ َ َ
‫ﻰ ﻳَـ ْﻨ ِﺴ ُﺒﻪ‬‫ َو ِاﺳ ًﻌﺎ َﺳﺄََل اِْﺑﻦ ُﻋ َﻤﺮ َﻋ ْﻦ ا ﻟ َْﻤ ْﺴﺄَﻟَﺔ ْاﻷُوﻟَﻰ َﺣﺘ‬‫ﺴﻴَﺎق أَن‬  ‫ﺲ ﻓِ ﻲ اﻟ‬  ِِِ
َ ‫ َوﻟَْﻴ‬، ‫ َﻜﻠﻒ‬‫ َوَﻻ ﻳَ ْﺨ َﻔ ﻰ َﻣﺎ ﻓﻴﻪ ﻣ ْﻦ اﻟﺘ‬، ‫ﻟﻠْ َﻜ ْﺮ َﻣﺎﻧ ّﻲ‬
ِ ِ
‫ﺬِي ﻳَﻈَْﻬﺮ‬‫ َواَﻟ‬، ‫ْﺨ َﻼء‬ َ ‫ﺴﻨَ ِﻦ ا ﻟ‬ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ ‫ﻪ ﻗَْﺪ ﻳَ ْﺴ ُﺠﺪ َﻋﻠَﻰ َورَﻛ ْﻴﻪ َﻣ ْﻦ ﻳَ ُﻜﻮن َﻋﺎ رﻓًﺎ ﺑ‬ُ ‫ﺼﺮ ْاﻷَﺧﻴﺮ َﻣْﺮ ُدود ؛ ﻷَﻧ‬
ِ
ْ ‫ْﺤ‬َ ‫ﻢ اﻟ‬ ُ‫ ﺛ‬. ‫إ ﻟَﻰ َﻋ َﺪم َﻣْﻌﺮِﻓَ َﺘﻬﺎ‬
ِ
‫ﻠﻪ ْﺑﻦ‬‫ﻲ ﻓِ ﻲ ا ﻟَْﻤ ْﺴ ِﺠ ﺪ ﻓَﺈِ َذ ا َﻋ ْﺒﺪ اﻟ‬‫ُﺻﻠ‬ َ ‫ " ُﻛ ْﻨﺖ أ‬: ‫ﺎل‬ َ َ‫وﻟﻪ ﻋِ ْﻨ ﺪﻩ َﻋ ْﻦ َو ِاﺳﻊ ﻗ‬َ‫ ﻓَﻔِﻲ أ‬، ‫ل َﻋﻠَْﻴﻪِ ِﺳﻴَﺎق ُﻣ ْﺴﻠِ ﻢ‬ ‫ﺎﺳﺒَﺔ َﻣﺎ َد‬ َ َ‫ﻓ ﻲ ا ﻟ ُْﻤﻨ‬
ِ

‫ اِْﺑﻦ‬‫ ﻓَ َﻜﺄَن‬، ‫ْﺤ ﺪِ ﻳﺚ‬ َ ‫ﺎس " ﻓََﺬَﻛ َﺮ ا ﻟ‬‫ ﻳَـ ُﻘﻮل اﻟﻨ‬: ‫ﻪ‬‫ﺎل َﻋ ْﺒﺪ اﻟﻠ‬ َ ‫ ﻓـََﻘ‬، ‫ ﻲ‬‫ﺼ َﺮﻓْﺖ إِﻟَْﻴﻪِ ِﻣ ْﻦ ِﺷﻘ‬ ِ ِ ‫ﻤﺎ ﻗَﻀﻴﺖ‬َ‫ ﻓـَﻠ‬، ‫ﻋﻤﺮ ﺟﺎﻟِﺲ‬
َ ‫ﺻ َﻼ ﺗﻲ ا ْﻧ‬ َ َْ َ َُ
‫ﻮرة‬ ِ ‫ﻘﻪ ﻓَﺴﺄَﻟَﻪ ﻋ ْﻨﻪ ﺑِﺎ ﻟْﻌِﺒ‬‫ﻋﻤﺮ رأَى ِﻣ ْﻨﻪ ﻓِ ﻲ ﺣﺎل ﺳﺠﻮدﻩ ﺷﻴ ﺌﺎ ﻟَﻢ ﻳـﺘ ﺤﻘ‬
َ ‫ﺎرة ا ﻟ َْﻤ ْﺬُﻛ‬
َ َ ُ َ ُ َ ُ َ َ َ ْ ً َْ ُ ُ َ ُ َ َُ
“Terdapat kemusykilan keterkaitan antara yang disebutkan Ibnu Umar ini
(masalah sujud –pent.) dengan masalah sebelumnya (buang hajat-pent.) maka
dikatakan, mungkin yang dimaksudkan bahw a obyek yang disebutkan oleh Ibnu
Umar tidak mengenal sunnah, yang mana seandainya mereka mengenal sunnah,
niscaya mereka akan mengetahui perbedaan antara padang pasir dan selainnya,
atau perbedaan antara menghadap kiblat dengan menghadap baitul maqdis,
hanyalah disini diserupakan orang yang tidak mengenal sunnah dengan orang yang
sholat diatas pangkal pahanya, karena biasanya orang yang melakukan hal tersebut
tidaklah ia lakukan kecuali karena jahil terhadap sunnah, ini adalah jaw aban Al
Karmaan iy. Tidak tersembunyi lagi bahwa jaw aban ini adalah terlalu memaksa dan
tidak ada dalam konteks kalimat bahwa W aasi’ bertanya kepada Ibnu Umar
tentang masalah yang pertama (buang hajat-pent.) hingga ia menisbahkannya
kepada ketidakmengertian terhadap sunnah, kemudian bagian akhir (penjelasan
Karmaan iy-pent.) yang membatasi (bahwa orang yang sujud salah, tidak mengenal
sunnah-pent.) adalah tertolak, karena orang yang sujud diatas pangkal paha ada
orang-orang yang mengenal sunahnya khulafaur rasyidin. Y ang jelas dalam
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 54
keterkaitan dua masalah ini adalah apa yang ditunjukkan oleh konteks kalimat
dalam Shahih Muslim, pada bagian awalnya dari Waasi’ ia berkata : ‘aku sholat
dimasjid , ketika itu Abdullah bin Umar sedang duduk, ketika selesai sholatku aku
berpalin g menuju kepadanya dan duduk disebelahnya, lalu Ibnu Umar berkata :
‘orang-orang mengatakan…dst’. Maka seolah-olah Ibnu Umar melihat W aasi’
pada saat sujud ada sesuatu yang tidak benar, maka Ibnu Umar mengkonfirmasi
dengan ungkapan yang disebutkan dalam hadits ini (yaitu perkataan Ibnu Umar :
‘mungkin engkau termasuk orang yang sholat diatas pangkal pahanya’-pent.).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 55


‫ﺴ ِﺎء إِﻟَﻰ اﻟْﺒَـ َﺮاِز‬
َ ‫وج اﻟﻨ‬
ِ ‫ ﺑﺎب ُﺧ ُﺮ‬- 13
Bab 13 Keluarnya Wanita menuju ke Jamban di Area Luas

Penjelasan :

Yakni maksudnya adalah diperbolehkannya bagi wanita untuk buang


hajat di area luar, tentu saja selama aman dari fitnah. Namun agaknya pada
zaman ini jamban telah dibuat did alam rumah secara umumnya yang terjadi
di masyarakat. Namun mungkin terdapat daerah tertentu yang rumah-
rumahnya tidak terdapat jamban, sehingga ketika mereka buang hajat
dilakukan di WC umum misalnya. Keluarnya wanita disini dipersyaratkan
juga dalam keadaan berhijab, sehingga aman dari fitnah.

Berkata Imam Bukhori :


‫ن‬ َ‫ﺎب َﻋ ْﻦ ُﻋ ْﺮَوَة َﻋ ْﻦ َﻋﺎﺋِ َﺸ َﺔ أ‬ ٍ ‫ﺪﺛَﻨِﻰ ُﻋ َﻘ ْﻴ ٌﻞ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ِﺷ َﻬ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ َ َ‫ﺚ ﻗ‬ ُ ‫ ْﻴ‬‫ﺪﺛَـَﻨﺎ اﻟﻠ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ﻳَ ْﺤَﻴ ﻰ ﺑْ ُﻦ ﺑُ َﻜ ْﻴﺮٍ ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 146
‫ ﻓَ َﻜ ﺎ َن‬- ‫ﺻﻌِﻴ ٌﺪ أَﻓـَْﻴ ُﺢ‬ ِ
َ ‫ َوُﻫ َﻮ‬- ‫ﺮ ْز َن إِﻟَﻰ اﻟ َْﻤَﻨ ﺎﺻ ِﻊ‬ ‫ ْﻴ ِﻞ إِ ذَا ﺗَـﺒَـ‬‫ﻦ ﻳَ ْﺨ ُﺮ ْﺟ َﻦ ﺑِﺎﻟﻠ‬ ‫ ُﻛ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫اج اﻟﻨ‬ َ ‫أَ ْزَو‬
- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ُ ‫ ﻓـَﻠَ ْﻢ ﻳَ ُﻜ ْﻦ َر ُﺳ‬. ‫ﺎء َك‬ ِ ‫ اﺣ ﺠ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﺒِﻰ‬‫ﻮل ﻟِﻠﻨ‬
َ ‫ﺐ ﻧ َﺴ‬ ْ ُْ  ُ ُ‫ُﻋ َﻤ ُﺮ ﻳَـﻘ‬
ِ ِ ِ ِ ِ ُ ْ‫ﺖ َﺳ ْﻮدَةُ ﺑِﻨ‬
ً‫اﻣ َﺮأَة‬
ْ ‫ َوَﻛﺎﻧَ ﺖ‬، ‫ﺎء‬ ً ‫َﻴ ﺎﻟﻰ ﻋ َﺸ‬‫ ﻟَﻴْـﻠَ ﺔً ﻣ َﻦ اﻟﻠ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ‫ﺒ‬‫ﺖ َز ْﻣ َﻌﺔَ َز ْو ُج اﻟﻨ‬ ْ ‫ ﻓَ َﺨ َﺮ َﺟ‬، ‫ﻳَـ ْﻔ َﻌ ُﻞ‬
ِ ‫ْﺤ َﺠ‬ ِ ‫ُﻪ آﻳ َﺔ اﻟ‬‫ ﻓَﺄَﻧْـ َﺰ َل اﻟ ﻠ‬، ‫ﺎب‬ ِ ‫ﺻﺎ َﻋ َﻠ ﻰ أَ ْن ﻳـ ْﻨ ﺰِ َل اﻟ‬
ً ‫ ِﺣ ْﺮ‬. ‫ﺎك ﻳَﺎ َﺳ ْﻮ َد ُة‬ ِ ‫اﻫﺎ ُﻋﻤ ﺮ أَﻻَ ﻗَ ْﺪ َﻋ ﺮﻓْـَﻨ‬
. ‫ﺎب‬ َ ُ ‫ْﺤ َﺠ‬ َ َ ُ َ َ ‫ ﻓَـَﻨﺎ َد‬، ‫ﻃَ ِﻮﻳ َﻠ ًﺔ‬
12). Hadits no. 146
“Haddatsanaa Yahya bin Bukair ia berkata, haddatsanaa Al-Laits ia berkata, haddatsanii
‘Uqoil dari Ibnu Syihaab dari ‘Urwah dari Aisyah bahwa istri-istri Nabi keluar pada
malam hari untuk buang hajat ke tanah yang lapang. Adalah Umar berkata kepada Nabi
: ‘Hijabilah istri-istri anda’. Rasulullah belum melakukannya. Pada suatu malam pada
malam Isya Saudah binti Zam’ah istri Nabi keluar untuk buang hajat dan beliau adalah
wanita yang posturnya tinggi. Maka Umar memanggilnya : ‘kami sungguh mengenalimu
wahai Saudah’. Umar berharap turun ayat Hijab, maka kemudian Allah menurunkan
ayat tentang hijab”.
Muslim meriwayatkannya no. 5799

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 56


Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya.

Penjelasan Hadits :
1. Diperbolehkannya wanita keluar untuk buang hajat di area umum
dengan syarat aman dari fitnah dan berhijab.
2. Hal ini menunjukkan juga diperbolehkannya mereka keluar dari rumah
untuk memenuhi kebutuhan mereka, sekalipun pada asalnya wanita
menetap di rumah, sebagaimana firman Allah :
‫ﻦ‬ ‫َوﻗـَ ْﺮ َن ﻓِﻲ ﺑُـُﻴﻮﺗِ ُﻜ‬
“dan hendaklah kamu tetap di rumahmu” (QS. Al Ahzab (33) : 33).
Berkata Tim penerjemah Depag RI : “[1215]. Maksudnya: Isteri-isteri Rasul
agar tetap di rumah dan ke luar rumah bila ada keperluan yang dibenarkan oleh
syara'. Perintah ini juga meliputi segenap mukminat.”
3. Keutamaan sahabat Umar yang perkataannya mencocoki Kitabullah .
4. Bolehnya seorang laki-laki berbicara dengan wanita di jalan, tentunya
dengan syarat ada manfaat dalam pembicaraannya dan aman dari fitnah.
5. Bolehnya seorang menasehati ibunya dalam kebaikan, karena
shohabiyah Saudah adalah Ummul Mukmin yang berarti adalah
Ibundanya mereka. Dua faedah ini dari Imam Ibnu Bathol.

Berkata Imam Bukhori :


‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺎﻣ َﺔ َﻋ ْﻦ ِﻫ َﺸ ِﺎم ﺑْ ِﻦ ُﻋ ْﺮَوَة َﻋ ْﻦ أَﺑِﻴﻪِ َﻋ ْﻦ َﻋﺎﺋِ َﺸ َﺔ َﻋ ِﻦ اﻟ ﻨ‬
َ ‫ُﺳ‬
َ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ أَﺑُﻮ أ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ ُ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َزَﻛ ﺮِﻳ‬ ‫ َﺣ‬- 147
َ َ‫ﺎء ﻗ‬
‫ﺎم ﻳَـ ْﻌﻨِﻰ اﻟْﺒَـ َﺮا َز‬ ِ َ َ‫ ﻗ‬. « ‫ﻦ‬ ‫ ﻗَﺎ َل » ﻗَ ْﺪ أ ُِذ َن أَ ْن ﺗَ ْﺨﺮﺟﻦ ﻓِ ﻰ ﺣﺎﺟﺘِ ُﻜ‬- ‫وﺳﻠﻢ‬
ٌ ‫ﺎل ﻫ َﺸ‬ َ َ َُْ
13). Hadits no. 147
“Haddatsanaa Zakariyaa ia berkata, haddatsanaa Abu Usamah dari Hisyaam bin Urwah dari
Bapaknya dari Aisyah dari Nabi bahwa Beliau bersabda : “telah diijinkan kalian
keluar untuk buang hajat”.
Hisyaam berkata : yakni Al Barooz (buang hajat di area luas).
Muslim meriwayatkannya no. 5769

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya. Kecuali :

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 57


1. Nama : Abu Yahya Zakariyaa bin Abi Zakariyaa Yahya
Kelahiran : Wafat 230 atau 232 H
Negeri tinggal : -
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Abu Usamah adalah salah seorang gurunya,
sebagaimana ditulis oleh Imam Al Mizzi.

(Catatan : Semua biografi rowi diruju k dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Penegasan ijin dari syar’I tentang bolehnya wanita keluar untuk buang
hajat.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 58


ِ ُ‫ﺮِز ﻓِﻰ ا ﻟْﺒُـﻴ‬ ‫ﺒَـ‬‫ ﺑﺎب اﻟﺘ‬- 14
‫ﻮت‬
Bab 14 Buang Hajat didalam Rumah

Penjelasan :

Yakni kalau didalam rumah bisa dibuat jamban untuk buang air kecil
atau air besar, maka tidak perlu lagi keluar untuk menunaikan hajatnya tadi,
terutama bagi kaum w anita.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﺒﺎ َن َﻋ ْﻦ‬‫ﻤ ِﺪ ﺑْ ِﻦ ﻳَ ْﺤَﻴ ﻰ ﺑْ ِﻦ َﺣ‬ ‫ﻪِ َﻋ ْﻦ ُﻣ َﺤ‬‫ﺎض َﻋ ْﻦ ُﻋﺒَـ ْﻴ ِﺪ اﻟﻠ‬ ٍ ‫ﺲ ﺑْ ُﻦ ِﻋَﻴ‬ ِ ِ
ُ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ إِﺑـْ َﺮاﻫ‬ ‫ َﺣ‬- 148
ُ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ أَﻧ‬ ‫ﻴﻢ ﺑْ ُﻦ اﻟ ُْﻤ ْﻨ ﺬرِ ﻗَﺎ َل َﺣ‬
- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬َ ‫ﺖ َر ُﺳ‬ ُ ْ‫ ﻓَـ َﺮأَﻳ‬، ‫ﺎﺟﺘِ ﻰ‬
َ ‫ﺾ َﺣ‬ ِ ‫ﺼ َﺔ ﻟِﺒَـ ْﻌ‬
َ ‫ﺖ َﺣ ْﻔ‬ ِ ‫ﺖ ﻓَـ ْﻮ َق ﻇَ ْﻬ ﺮِ ﺑَـ ْﻴ‬
ُ ‫ﺎل ْارﺗَـ َﻘْﻴ‬ َ َ‫ﻪِ ﺑْ ِﻦ ُﻋ َﻤ َﺮ ﻗ‬‫ﺒﺎ َن َﻋ ْﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬‫اﺳ ِﻊ ﺑْ ِﻦ َﺣ‬
ِ‫و‬
َ
‫ﺸﺄِْم‬ ‫ﺎﺟَﺘ ُﻪ ُﻣ ْﺴَﺘ ْﺪﺑَِﺮ اﻟْﻘِﺒْـ َﻠ ﺔِ ُﻣ ْﺴﺘَـ ْﻘﺒِ َﻞ اﻟ‬ ِ
َ ‫ ﻳَـ ْﻘ ﻀﻰ َﺣ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
14). Hadits no. 148
“Haddatsanaa Ibroohiim ibnul Mundzir ia berkata, haddatsanaa Anas bin ‘Iyaadh dari
‘Ubaidillah dari Muhammad bin Yahya bin Habbaan dari Waasi’ bin Habbaan dari Abdullah
bin Umar ia berkata : ‘aku naik diatas rumahnya Hafshoh karena ada keperluan, lalu
aku melihat Rasulullah buang hajat membelakangi kiblat, menghadap ke Syam”.
Muslim meriwayatkannya no. 635.

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya. Kecuali :

1. Nama : Abu Dhomroh Anas bin ‘Iyaadh bin Dhomroh


Kelahiran : Lahir 104 H - Wafat 200 H
Negeri tinggal : Madinah
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Ma’in, Imam Ibnu Sa’ad,
Imam Ibnu Syahiin dan Imam Ibnu Hibban. Imam Abu
Zur’ah dan Imam Nasa’I menilainya, laa ba’sa bih.
Hubungan Rowi : Ubaidillah adala h salah seorang gurunya dan tinggal
senegeri dengannya, sebagaimana ditulis oleh Imam Al
Mizzi.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 59


2. Nama : Abu Utsman Ubaidillah bin Umar bin Hafsh bin ‘Aashim
bin Umar bin Khothob
Kelahiran : Wafat 140an H
Negeri tinggal : Madinah
Komentar ulama : Tabi’I shoghir. Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Ma’in, Imam
Ahmad, Imam Abu Hatim, Imam Abu Zur’ah dan Imam
Nasa’I.
Hubungan Rowi : Muhammad bin Yahya adalah gurunya dan tinggal
senegeri dengannnya, sebagaimana dikatakan oleh
Imam Al Mizzi.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Hadits ini dalil diperbolehkannya membuat jamban didalam rumah.
Kebanyakan sekarang jamban dijadikan satu fungsi juga dengan kamar
mandi.
2. Hadits ini dalil yang menunjukkan kesempurnaan syariat Islam yang
mengatur segala perilaku umatnya, sampai pun dalam masalah buang
hajat. Hal ini diakui juga oleh kaum Musyrikin Arab pada waktu itu, yang
pernah berkata kepada sahabat Salman , bahwa Nabi Muhammad
telah mengajarkan segala sesuatu sampai dalam masalah buang hajat.

‫ ﺑﺎب‬- ‫ م‬14
Bab

Penjelasan :

Demikian yang terdapat dalam cetakan maktabah Ibadur Rokhman


Mesir, namun dalam cetakan kitab lainnya tidak ada penamaan judul bab
seperti ini. Namun hadits yang berada dalam judul bab ini masih merupakan
kelanjutan dari bab sebelumnya dan memang haditsnya masih berkaitan
dengan judul bab sebelumnya. Sehingga dalam bab ini, kami tidak
memberikan judul dan menulis sebagaimana adanya, barangkali bab ini
merupakan kelanjutan dari bab sebelumnya.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 60


Berkata Imam Bukhori :
‫ﺎ َن‬‫ﻤ ِﺪ ﺑْ ِﻦ ﻳَ ْﺤَﻴ ﻰ ﺑْ ِﻦ َﺣﺒ‬ ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ ﻳَ ْﺤَﻴ ﻰ َﻋ ْﻦ ُﻣ َﺤ‬
َ َ‫ﺪﺛـََﻨﺎ ﻳَﺰِﻳ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﻫ ُﺎرو َن ﻗ‬ ‫ﺎل َﺣ‬َ َ‫ﻴﻢ ﻗ‬ ِ
َ ‫ﻮب ﺑْ ُﻦ إِﺑْـ َﺮاﻫ‬ ُ ُ‫ﺪﺛـََﻨﺎ ﻳَـ ْﻌﻘ‬ ‫ َﺣ‬- 149
ٍ
‫ﺖ‬ُ ْ‫ ﻓـَ َﺮأَﻳ‬، ‫ات ﻳـَ ْﻮم ﻋَﻠَ ﻰ ﻇَ ْﻬﺮِ ﺑَـ ْﻴﺘِﻨَﺎ‬
َ َ‫ت ذ‬
ُ ‫ﺎل ﻟَﻘَ ْﺪ ﻇَ َﻬ ْﺮ‬َ َ‫ﻪِ ﺑْ َﻦ ﻋُ َﻤ َﺮ أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻩُ ﻗ‬‫ن ﻋَ ْﺒ َﺪ اﻟﻠ‬ َ‫ﺎ َن أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻩُ أ‬‫اﺳ َﻊ ﺑْ َﻦ َﺣﺒ‬ِ ‫ﻤﻪ و‬ َ‫ن ﻋ‬ َ‫أ‬
َُ
ِ ‫ﺖ اﻟ َْﻤﻘْ ِﺪ‬
‫س‬ ِ ْ‫ ﻗَ ِﺎﻋ ًﺪا ﻋَﻠَ ﻰ ﻟَﺒِﻨَﺘَـ ْﻴ ِﻦ ُﻣﺴﺘَـﻘْﺒِﻞ ﺑَـ ﻴ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
َ ْ َ ‫َر ُﺳ‬
15). Hadits no. 149
“Haddatsanaa Ya’quub bin Ibrohiim ia berkata, haddatsanaa Yaziid bin Harun ia berkata,
akhbaronaa Yahya dari Muhammad bin Yahya bin Habbaan bahwa pamannya Waasi’ bin
Habbaan memberitahunya bahwa Abdullah bin Umar memberitahunya, beliau berkata :
‘aku pernah naik diatas rumah kami pada suatu hari. Aku melihat Rasulullah duduk diatas
dua tembok menghadap ke Baitul Maqdis (untuk buang hajat-tambahan Muslim)”.
Muslim meriwayatkannya no. 634.

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya, kecuali :

1. Nama :Abu Khoolid Yazid bin Harun


Kelahiran :Lahir 117/118 H - Wafat 206 H
Negeri tinggal :Wasith
Komentar ulama :Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Ma’in, Imam Ibnul Madini,
Imam Abu Hatim, Imam Al’ijli dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Yahya bin Sa’id adalah salah seorang gurunya,
sebagaimana ditulis oleh Imam Al Mizzi.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
Telah berlalu penjelasannya.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 61


‫ ﺑﺎب ِاﻻ ْﺳ ﺘِ ْﻨ َﺠ ِﺎء ﺑِﺎﻟ َْﻤ ِﺎء‬- 15
Bab 15 Istinja dengan Air

Penjelasan :

Para ulama fikih dalam masalah bersuci biasanya menyebutkan istilah


“Istinja” untuk masalah yang berkaitan dengan bersuci menggunakan air
dan “Istijmar” untuk masalah yang berkaitan dengan bersuci menggunakan
batu atau semisalnya, tanpa menggunakan air. Kedua cara tersebut
diajarkan oleh Nabi kita .

Kemudian apakah termasuk perbuatan utama, menggabungkan kedua


cara tersebut diatas yakni ia beristinja disamping juga beristijmar ketika
bersuci selesai buang hajat? Jawabannya kami serahkan kepada Imam Al
Albani dalam “Tamamul Minnah” :
‫ اﻟﺠﻤﻊ ﺑﻴﻦ اﻟﻤﺎء واﻟﺤﺠﺎرة ﻓﻲ اﻻﺳﺘﻨﺠﺎء ﻟﻢ ﻳﺼﺢ ﻋﻨﻪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻓﺄﺧﺸﻰ أن ﻳﻜﻮن اﻟﻘﻮل ﺑﺎﻟﺠﻤﻊ ﻣﻦ اﻟﻐﻠﻮ‬: ‫ﻗﻠﺖ‬
‫ﻓﻲ اﻟﺪﻳﻦ ﻷن ﻫﺪﻳﻪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴ ﻪ وﺳﻠﻢ اﻻﻛﺘﻔﺎء ﺑﺄﺣ ﺪﻫﻤﺎ " وﺧﻴﺮ اﻟﻬﺪي ﻫﺪي ﻣﺤﻤﺪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ وﺷﺮ اﻷﻣﻮر‬
( ‫ ) ﻓﻴﻪ رﺟﺎ ل ﻳﺤﺒﻮن أن ﻳﺘﻄﻬﺮوا‬: ‫ " وأﻣﺎ ﺣﺪﻳﺚ ﺟﻤﻊ أﻫﻞ ﻗﺒﺎء ﺑﻴﻦ اﻟﻤﺎء واﻟﺤ ﺠﺎرة وﻧﺰول ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻴﻬﻢ‬. . ‫ﻣﺤ ﺪﺛﺎﺗﻬﺎ‬
‫ﻓﻀﻴﻒ اﻹﺳﻨﺎد ﻻ ﻳﺤﺘﺞ ﺑﻪ ﺿﻌﻔﻪ اﻟﻨﻮوي واﻟﺤﺎﻓﻆ وﻏﻴﺮﻫﻤﺎ وأ ﺻﻞ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻋﻨﺪ أﺑﻲ داود وﻏﻴﺮﻩ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ أﺑ ﻲ ﻫﺮﻳﺮة دون‬
‫ذﻛﺮ اﻟﺤﺠﺎرة وﻟﺬﻟﻚ أوردﻩ أﺑﻮ د اود ﻓﻲ " ﺑﺎب اﻻﺳ ﺘﻨﺠﺎء ﺑﺎﻟﻤﺎء " وﻟﻪ ﺷﻮاﻫﺪ ﻛﺜﻴﺮة ﻟﻴﺲ ﻓﻲ ﺷﺊ ﻣﻨﻬﺎ ذﻛﺮ اﻟﺤﺠﺎرة وﻗ ﺪ ﺑﻴﻨﺖ‬
( 34 ‫ذﻟﻚ ﻓﻲ " ﺻﺤﻴﺢ ﺳﻨﻦ أﺑﻲ داود " ) رﻗﻢ‬
“Penggabungan antara bersuci menggunakan air dan batu, tidak shahih berasal dari
Nabi , dan aku khawatir pendapat yang mengatakan penggabungan in i adalah
termasuk perbuatan berlebih-le bihan dalam agama, karena petunjuk Nabi adalah
mencukupkan salah satunya. Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuknya Nabi
Muhammad dan sejelek-jeleknya perkara adalah sesuatu yang diada-adakan.
Adapun hadits tentang penduduk Quba yang menggabungkan antara bersuci
menggunakan air dan batu, sehingga turun Firman Allah , didalamnya ada ucapan :
“mereka adalah orang-orang yang suka untuk bersuci”. Maka haditsnya lemah tidak bisa
dijadikan hujjah, hadit snya dilemahkan oleh Imam Naw aw i, Al Hafidz Ibnu Hajar dan
selainnya. Asal hadits ini diriw ayatkan oleh Imam Abu Daw ud dan selain nya dari hadits
Abu Huroiroh , tanpa penyebutan batu, oleh karenanya Imam Abu Dawud
memberinya judul bab “Beristinja dengan air”. Hadits in i memiliki penguat yang banyak
tanpa adanya penyebutan menggunakan batu sedikitpun dan telah aku jelaskan dalam
“Shahih Sunan Abu Dawud” (no. 34).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 62


Berkata Imam Bukhori :
َ‫ﺎء ﺑْ ُﻦ أَﺑِﻰ َﻣ ْﻴ ُﻤﻮﻧَﺔ‬ ٍ ِ ِ ِ‫ﺎم ﺑﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟْﻤﻠ‬ ِِِ
ُ َ‫اﺳ ُﻤ ُﻪ َﻋﻄ‬
ْ ‫ َو‬- ‫ﺪﺛـََﻨﺎ ُﺷ ْﻌَﺒﺔُ َﻋ ْﻦ أَﺑﻰ ُﻣ َﻌﺎذ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﻚ ﻗ‬ َ ُ ْ ُ ‫ﺪﺛـََﻨﺎ أَﺑُﻮ اﻟ َْﻮﻟﻴﺪ ﻫ َﺸ‬ ‫ َﺣ‬- 150
‫ﻰء أَﻧَﺎ َوﻏُ ﻼٌَم‬ ِ ِ ِ ‫ إِ ذَا َﺧﺮج ﻟِ ﺤ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﺒِ ﻰ‬‫ﻮل َﻛﺎ َن اﻟﻨ‬ ٍ ِ‫ﺖ أَﻧَﺲ ﺑ ﻦ ﻣﺎﻟ‬ ِ َ َ‫ ﻗ‬-
ُ ‫ﺎﺟﺘﻪ أَﺟ‬ َ َ ََ  ُ ُ‫ﻚ ﻳَـ ﻘ‬ َ َ ْ َ ُ ‫ﺎل َﺳﻤ ْﻌ‬
ِ‫ ﻳـﻌْﻨِ ﻰ ﻳﺴﺘَـﻨْ ِﺠﻰ ﺑِﻪ‬. ‫ﻣﻌَﻨَﺎ إِ دَاوةٌ ِﻣﻦ ﻣ ٍﺎء‬
َْ َ َ ْ َ َ
16). Hadits no. 150
“Haddatsanaa Abul Waliid Hisyaam bin Abdul Malik ia berkata, haddatsanaa Syu’bah dari
Abi Muadz –namanya ‘Athoo’ bin Abi Maimunah ia berkata, aku mende ngar Anas bin Malik
berkata : ‘adalah Nabi jika keluar untuk buang hajat, maka aku dan seorang anak
bersama-sama membawakan seciduk air untuk Beliau , yakni digunakan untuk beristinja
(setelah selesai buang hajat)’”.
Muslim meriwayatkannya no. 643.

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya, kecuali :

1. Nama :Abul Waliid Hisyaam bin Abdul Malik


Kelahiran :Lahir 133 H - Wafat 227 H
Negeri tinggal :Bashroh
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Zur’ah, Imam
Abu Hatim, Imam Ibnu Sa’ad, Imam Al’ijli dan Imam
Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Syu’bah adalah salah seorang gurunya, dan tinggal
senegeri dengannya, sebagaimana ditulis oleh Imam Al
Mizzi.

2. Nama : Abu Muadz ‘Athoo’ bin Abi Maimunah


Kelahiran : Wafat 131 H
Negeri tinggal : Bashroh
Komentar ulama : Tabi’I Shoghir. Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Ma’in, Imam
Abu Zur’ah, Imam Nasa’I dan Imam Ibnu Hibban. Imam
Abu Hatim berkata : ‘ia sholihul hadits tidak dijadikan
hujjah haditsnya dan ia seorang Qodary. Demik ian juga
Imam Hammad bin Zaid, Imam Bukhori, Imam Ibnu
Sa’ad dan Imam Zaujazaaniy menegaskan bahwa Abu
Muadz ini seorang Qodariy. Hanya saja Imam Adz-
Dzahabi membantah ucapan Imam Zaujazaaniy yang

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 63


mengatakan bahwa ia adalah pemimpinnya Qodariy,
menurut Imam Adz-Dzahabi, Abu Muadz hanyalah
qodariy shoghir (sekedar pengikut).
Hubungan Rowi : Anas adalah salah seorang gurunya, sebagaimana
ditulis oleh Imam Al Mizzi.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Kedudukan sanad :

Sebagaimana yang terlihat bahwa dalam hadits ini, sanadnya terdapat


seorang perowi ahlu bid’ah yakni Abu Muadz, dan telah berlalu
keterangannya tentang status haditsnya perow i ahlu bid’ah, selama ia bukan
sebagai tokoh/gembongnya ahlu bid’ah. Dan Imam Adz-Dzahabi dalam
penukilan diatas telah mengingkari pernyataan Imam Zaujazaaniy yang
mengatakan bahwa Abu Muadz adalah tokoh puncak Qodariy pada waktu
itu. Disamping itu, haditsnya sahabat Anas memiliki syawahid,
diantaranya dari sahabat Ibnu Abbas yang pernah melakukan hal yang
sama dengan sahabat Anas yakni menyiapkan air untuk Nabi ketika
buang hajat. Imam Bukhori sebelumnya (no. 143) telah meriwayatkannya :
َ ‫ َﻓﺄُ ْﺧﺒِ َﺮ ﻓَـ َﻘ‬. « ‫ﺿ َﻊ َﻫ َﺬا‬
‫ﺎل‬ َ ‫ﺎل » َﻣ ْﻦ َو‬
َ ‫ﻮءا َﻗ‬
ً ‫ﺿ‬ُ ‫ﺖ ﻟ َُﻪ َو‬ َ ‫ ﻓَـ َﻮ‬، ‫ َد َﺧ َﻞ اﻟْ َﺨ ﻼَ َء‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ن اﻟﻨ‬ َ‫أ‬
ُ ‫ﺿ ْﻌ‬
« ‫ﻳ ِﻦ‬‫ ْﻬ ُﻪ ﻓِ ﻰ اﻟﺪ‬‫ﻢ ﻓَـﻘ‬ ‫ ُﻬ‬‫» اﻟﻠ‬
“bahwa Nabi masuk kedalam WC, lalu aku menyediakan untuknya air wudhu, maka Nabi
bersabda : “Siapa yang meletakkan air wudhu ini?”, lalu beliau diberitahu bahwa aku
yang meletakkannya, maka beliau berdoa : “Ya Allah pahamkanlah ia dalam agamanya”.

Penjelasan Hadits :
1. Disyariatkannya penggunaan air untuk bersuci setelah buang hajat.
2. Sederhananya air yang digunakan Nabi untuk bersuci dan ini adala h

َ َ‫”إِ د‬
tindakan penghematan yang disyariatkan dalam Islam, karena “‫او ٌة‬

adalah tempat air yang kecil yang terbuat dari kulit.


3. Keutamaan sahabat Anas yang senantiasa melayani Nabi .
4. Adab yang baik yang dicontohkan oleh para sahabat , yakni yang muda
memberikan penghormatan kepada yang lebih tua, dengan misalnya
menyiapkan air untuk bersuci atau menghidangkan makanan dan

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 64


semisalnya, kemudian yang tua mendoakan dan menyayangi yang
muda. Nabi bersabda :
‫ﺎ‬‫ﺲ ِﻣﻨ‬ ِ
َ ‫ﻖ َﻛﺒﻴ ﺮِﻧَﺎ ﻓـَﻠَ ْﻴ‬ ‫ف َﺣ‬
ْ ِ‫ﻴﺮﻧَﺎ َوﻳَـ ْﻌ ﺮ‬ِ ‫ﻣﻦ ﻟَﻢ ﻳـﺮﺣ ﻢ‬
َ ‫ﺻﻐ‬
َ ْ َ َْ ْ ْ َ
“Barangsiapa yang tidak menyayangi yang muda dan tidak menunaikan hak yang lebih
tua, maka bukan golongan kami” (HR. Abu Dawud dan Tirmidizi, dishahihkan oleh
Imam Tirmidzi dan Imam Al Albani).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 65


ِ‫ ﺑﺎب َﻣﻦ ُﺣ ِﻤﻞ َﻣ َﻌﻪُ اﻟْﻤﺎء ﻟِﻄُُﻬﻮِرﻩ‬- 16
ُ َ َ ْ
‫ﻬُﻮِر َواﻟْ ِﻮ َﺳ ِﺎد‬‫ﻌﻠَ ْﻴ ِﻦ َواﻟﻄ‬
ْ ‫ﺐ اﻟﻨـ‬ ِ َ ‫اﻟﺪرَد ِاء أَﻟ َْﻴﺲ ﻓِﻴﻜُﻢ‬
ُ ‫ﺻﺎﺣ‬ ْ َ ْ  ‫ﺎل أَﺑُﻮ‬
َ َ‫َوﻗ‬
Bab 16 Orang yang Dibawakan Air untuk Bersuci
Abu Darda berkata : ‘Bukankah d iantara kalian ada Shohibun
Na’lain, Thohuur dan Wisaad’.

Penjelasan :

Bab ini memuat tentang para sahabat yang biasa berkhidmat kepada
Nabi dengan membawakan air untuk digunakan beristinja. Demikianla h
kondisi sahabat yang senantiasa melayani Nabi dalam artian secara fisik,
kepada pribadi Nabi dan juga mereka berjuang untuk mela yani sunnah-
sunnah Nabi dengan jalan menerapkan dan membimbing umat untuk
menetapi ajaran-ajaran Nabi .

Perkataan sahabat Abu Darda diriwayatkan dengan sanad


bersambung ole h Imam Bukhori juga dalam Kitab “Shahihnya” (no. 3742,
3761 dan 6278). Pada riwayat yang terakhir kata “bersuci” diganti dengan
“Bersiw ak” yang menunjukkan maksud senantiasa bersuci adalah sala h
satunya dengan sering bersiwak. Perkataan sahabat Abu Darda ditujukan
kepada Alqomah bin Qois, sedangkan yang dimaksud dengan Shohibun
Na’lain dan seterusnya adalah sahabat Abdullah bin Mas’ud .

Sahabat Abu Darda mengungkapkan sahabat Ibnu Mas’ud , sebagai


shohibun Na’lain, karena sahabat Ibnu Mas’ud biasanya sering
membawakan sandal Nabi dalam rangka berkhidmat kepada Beliau .
Kemudian sahabat Ibnu Mas’ud juga senantiasa bersuci, entah beliau
selalu memperbahurui wudhunya atau karena sering terlihat bersiw ak,
sebagaimana riwayat Shahih Bukhori no. 6278, dimana sahabat Abu Darda
menggambarkan sahabat Ibnu Mas’ud sebagai ‘Shohibus Siwak’. Atau
karena sahabat Ibnu Mas’ud adalah orang yang biasanya menyiapkan air
untuk digunakan Nabi bersuci setelah buang hajat. Dan yang terakhir
inilah, nampaknya yang lebih sesuai dengan tema bab ini. Oleh karenanya,
Al Hafidz dalam “Al Fath” menyingkap maksud ucapan sahabat Abu Darda
yang dibawakan oleh Imam Bukhori dalam judul babnya, lalu Imam Bukhori

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 66


mengeluarkan haditsnya sahabat Anas , dimana sahabat Anas
menceritakan bahwa dirinya dan seorang “Ghulam” biasa membawakan air
untuk Nabi ketika buang hajat. Kemudian Al Hafidz menduga bahwa si
“Ghulam” tersebut diantaranya adalah sahabat Ibnu Mas’ud .

Adapun ungkapan ‘Shohibus Siw aad’ kepada Ibnu Mas’ud , W allahu


A’lam apakah karena sahabat Ibnu Mas’ud adalah orang yang biasanya
menawarkan kepada Nabi untuk duduk diatas bantal, karena Imam
Bukhori dalam kitab Shahihnya menurunkan bab “‫( ”ﺑﺎب َﻣ ْﻦ أُﻟ ِْﻘ َﻰ ﻟَﻪُ ِو َﺳﺎَدٌة‬orang yang
memberikan bantal kepada Nabi ), kemudian Imam Bukhori menurunkan 2
buah hadits, yang pertama hadits Abdullah bin ‘Amr yakni, Abu Maliih
berkata :
، ‫ﺻ ْﻮ ِﻣﻰ‬ ِ ِ ِ ٍ َ ِ‫ﺖ ﻣﻊ أَﺑ‬
َ ‫ ذُﻛ َﺮ ﻟ َُﻪ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ن اﻟﻨ‬ َ‫ﺪﺛـََﻨﺎ أ‬ ‫ﻪ ﺑْﻦِ َﻋ ْﻤ ﺮٍو ﻓَ َﺤ‬‫ﻴﻚ َزﻳْﺪ َﻋﻠَ ﻰ َﻋ ْﺒ ﺪ اﻟﻠ‬ َ َ ُ ْ‫َد َﺧﻠ‬
‫ت اﻟِْﻮ َﺳﺎ دَةُ ﺑـَْﻴﻨِ ﻰ َوﺑَـﻴْـﻨَ ُﻪ‬
ِ ‫ وﺻﺎر‬، ‫ض‬
َ َ َ ِ ‫ﺲ ﻋَﻠَ ﻰ ا ﻷَْر‬ ٌ ِ‫ﺖ ﻟ َُﻪ ِو َﺳﺎ دَةً ِﻣ ْﻦ أَدٍَم َﺣ ْﺸُﻮ َﻫ ﺎ ﻟ‬
َ َ‫ ﻓَ َﺠﻠ‬، ‫ﻴﻒ‬ ُ ‫ ﻓَﺄَﻟْﻘَ ْﻴ‬، ‫ﻰ‬ َ‫ﻓَ َﺪ َﺧ َﻞ ﻋَﻠ‬
“aku bersama Bapakmu Zaid menemui Abdullah bin ‘Amr , lalu beliau bercerita kepada
kami bahwa Nabi diberitahu tentang puasaku. Kemudian Beliau menemuiku, aku
memberi Nabi bantal yang kulit isinya terbuat dari sabut kelapa, namun Nabi duduk
diatas tanah, sedangkan bantalnya berada diantara Beliau dan diriku…”.

Kemudian hadits keduanya adalah ucapan sahabat Abu Darda yang


mengungkapkan bahwa sahabat Ibnu Mas’ud adalah ‘shohibul W isaad’.
Sehingga seolah-olah Imam Bukhori mengisyaratkan bahwa sahabat Ibnu
Mas’ud adalah deretan sahabat lainnya, selain sahabat Abdullah bin ‘Amr
yang biasa menawarkan bantalnya kepada Nabi , ketika Beliau
berkunjung.

Berkata Imam Bukhori :


ُ ‫ﺎل َﺳ ِﻤ ْﻌ‬
‫ﺖ‬ َ َ‫ ﻗ‬- َ‫ﺎء ﺑْ ُﻦ أَﺑِﻰ َﻣ ْﻴ ُﻤﻮﻧَﺔ‬ ٍ ِ ٍ ‫ﺪﺛـََﻨﺎ ُﺳﻠَ ْﻴ َﻤﺎ ُن ﺑْ ُﻦ َﺣ ْﺮ‬ ‫ َﺣ‬- 151
ُ َ‫ ُﻫَﻮ َﻋﻄ‬- ‫ﺪﺛـََﻨﺎ ُﺷ ْﻌَﺒﺔُ َﻋ ْﻦ أَﺑ ﻰ ُﻣ َﻌﺎذ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ب ﻗ‬
ٍ ‫ﺎ ﻣﻌﻨﺎ إِداوةٌ ِﻣﻦ ﻣ‬‫ إِذَا ﺧ ﺮج ﻟِ ﺤﺎﺟﺘِﻪِ ﺗﺒِﻌﺘﻪ أَﻧَﺎ وﻏُ ﻼَم ِﻣﻨ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
‫ﺎء‬ ُ ‫ﻮل َﻛﺎ َن َر ُﺳ‬ ُ ُ‫أَﻧَ ًﺴﺎ ﻳَـﻘ‬
َ ْ َ َ ََ َ ٌ َ ُ ُْ َ َ َ َ َ َ
17). Hadits no. 151
“Haddatsanaa Sulaiman bin Harb ia berkata, haddatsanaa Syu’bah dari Abi Muadz –
namanya ‘Athoo’ bin Abi Maimunah ia berkata, aku mendengar Anas bin Malik berkata :
‘adalah Nabi jika keluar untuk buang hajat, maka aku dan seorang anak bersama-sama
membawakan seciduk air untuk Beliau ”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 67


Muslim meriwayatkannya no. 643.

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya.

Penjelasan Hadits :
1. Keutamaan sahabat Ibnu Mas’ud yang senantiasa berkhidmat kepada
Nabi ketika hidup dan kepada sunah-sunahnya setelah wafatnya Nabi
.
2. Taw adhu’nya sahabat Abu Darda , dimana ketika beliau ditanya ole h
Imam Alqomah yang berasal dari Kufah, maka sahabat Abu Darda ,
lebih menyarankan untuk bertanya kepada sahabat Ibnu Mas’ud yang
pada w aktu itu tinggal dinegerinya Alqomah.
3. Bolehnya memberikan gelar-gelar kepada orang yang berkhidmat dirinya
kepada Nabi baik ketika masa hidup Beliau , maupun sesudah
meninggalnya dengan mengamalkan dan menyebarkan sunah-sunahnya.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 68


‫اﻻ ْﺳﺘِ ْﻨ َﺠ ِﺎء‬
ِ ‫ ﺑﺎب َﺣ ْﻤ ِﻞ اﻟ َْﻌﻨَـ َﺰةِ َﻣ َﻊ اﻟ َْﻤ ِﺎء ﻓِﻰ‬- 17
Bab Membawa Tombak bersama Air ketika Bersuci

Penjelasan :

Selain air yang dipersiapkan oleh para sahabat ketika berkhidmat


kepada Nabi , pada saat Beliau buang hajat, terkadang juga dibawakan
‘Anazah’ yakni semacam tongkat yang dibawahnya ada besi seperti mata
anak panah, atau dengan bahasa lain adalah tombak. Hal ini dimaksudkan
setelah Beliau menggunakan air untuk beris tinja dan berwudhu, lalu Belia u
akan mengerjakan sholat, maka tombak tersebut dapat difungsikan
sebagai sutrohnya.

Hal yang menunjukkan bahwa tombak digunakan sebagai sutroh sholat,


misalnya hadits riw ayat sahabat Abu Juhaifah , kata beliau :
‫ ﻰ إِﻟَﻰ‬‫ﺻ ﻠ‬ ٍ ِ ِ ِ ُ ‫ رأَﻳ‬‫ﺛُﻢ‬
َ ‫ﺔ َﺣ ْﻤ َﺮ‬‫ ﻓﻰ ُﺣﻠ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ‫ﺒ‬‫ َو َﺧ َﺮ َج اﻟﻨ‬، ‫ﺖ ﺑ ﻼَﻻً أَ َﺧ َﺬ َﻋﻨَـ َﺰةً ﻓـَ َﺮَﻛ َﺰَﻫﺎ‬
َ ، ‫ﻤ ًﺮا‬ ‫اء ُﻣ َﺸ‬ َْ
ِ‫ى اﻟْﻌﻨَـ ﺰة‬ ِ ِ ‫ﺎ‬‫اﻟ َْﻌﻨَـ َﺰةِ ﺑِﺎﻟﻨ‬
َ َ ِ ‫ﺮو َن ﻣ ْﻦ ﺑَـ ْﻴ ِﻦ ﻳَ َﺪ‬ ‫اب ﻳَ ُﻤ‬
 ‫و‬
َ ‫ﺎس َواﻟ ﺪ‬ ُ ْ‫ َوَرأَﻳ‬، ‫س َرْﻛ َﻌﺘَـ ْﻴ ِﻦ‬
َ ‫ﺖ اﻟﻨ‬
“Lalu aku melihat Bilal membawa tombak, lalu menancapkannya. Kemudian Nabi
datang dengan baju merah terang. Beliau sholat mengimami manusia dengan menghadap ke
tombak. Aku melihat orang-orang dan binatang tunggangan melewati samping tombak
tersebut” (Muttafaqun ‘Alaih).

Berkata Imam Bukhori :


‫ﺑْ ِﻦ أَﺑِﻰ َﻣْﻴ ُﻤﻮﻧَﺔَ َﺳﻤِ َﻊ‬ ‫ﺪﺛـََﻨﺎ ُﺷ ْﻌَﺒﺔُ َﻋ ْﻦ َﻋﻄَ ِﺎء‬ ‫ﺎل َﺣ‬َ َ‫ﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﺟ ْﻌ َﻔ ﺮٍ ﻗ‬ ‫ﺪﺛـََﻨﺎ ُﻣ َﺤ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﺎرٍ ﻗ‬‫ﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ﺑَﺸ‬ ‫ﺪﺛـََﻨﺎ ُﻣ َﺤ‬ ‫ َﺣ‬- 152
‫أَﻧَﺎ َوﻏُ ﻼٌَم إِ َد َاوةً ِﻣ ْﻦ َﻣ ٍﺎء‬ ‫َﺣ ِﻤ ُﻞ‬
ْ ‫ ﻓَﺄ‬، ‫ ﻳَ ْﺪ ُﺧ ُﻞ اﻟْ َﺨ ﻼَ َء‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ِ ُ ‫ﻮل َﻛﺎ َن رﺳ‬
َُ ُ ُ‫ﻚ ﻳَـﻘ‬ ٍ ِ‫أَﻧَﺲ ﺑْ َﻦ َﻣﺎﻟ‬
َ
‫ج‬ ‫ﺼﺎ ﻋَﻠَ ْﻴﻪِ ُز‬ ِ ِ
ً َ‫ اﻟ َْﻌﻨَـ َﺰةُ ﻋ‬. َ‫ﻀْ ُﺮ َو َﺷﺎ ذَا ُن ﻋَ ْﻦ ُﺷ ْﻌَﺒﺔ‬‫ ﺗَﺎ ﺑَـ َﻌ ُﻪ اﻟﻨ‬. ‫ ﻳَ ْﺴﺘَـﻨْ ﺠ ﻰ ﺑِﺎﻟ َْﻤﺎء‬، ً‫ َوﻋَﻨَـ َﺰة‬،
17). Hadits no. 151
“Haddatsanaa Muhammad bin Basysyaar ia berkata, haddatsanaa Muhammad bin Ja’far ia
berkata, haddatsanaa Syu’bah dari Athoo bin Abi Maimunah ia berkata, aku mendengar Anas
bin Malik berkata : ‘adalah Nabi jika masuk jamban, maka aku dan seorang anak
bersama-sama membawakan seciduk air dan tombak. Airnya untuk Beliau gunakan
beristinja”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 69


Dikuatkan (Muhammad bin Ja’far) oleh An-Nadhor dan Syaadzaan dari Syu’bah.
‘Anazah adalah tongkat yang ujungnya terdapat semacam mata anak panah.
Muslim meriwayatkannya no. 643.

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya, kecuali untuk mutabinya


yaitu :

1. Nama : Abu Abdur Rokhman Syaadzaan Al Aswad bin ‘Aamir


Kelahiran : Wafat 208 H
Negeri tinggal : Baghdad
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Ma’in, Imam Ibnul Madini
dan Imam Ibnu Hibban
Hubungan Rowi : Syu’bah adalah salah seorang gurunya, sebagaimana
ditulis oleh Imam Al Mizzi.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Tombak dapat dijadikan sebagai sutroh untuk sholat.
2. Disunahkannya sholat setelah berwudhu.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 70


‫اﻻ ْﺳﺘِ ْﻨ َﺠ ِﺎء ﺑِﺎﻟَْﻴ ِﻤﻴ ِﻦ‬
ِ ‫ﻬ ِﻰ َﻋ ْﻦ‬
ْ ‫ ﺑﺎب اﻟﻨـ‬- 18
Bab 18 Larangan Beristinja dengan Tangan Kanan

Penjelasan :

Yakni maksudnya ketika buang hajat pada saat memegang alat vital
bagi laki-laki, jangan menggunakan tangan kanan, demikian juga ketika
bercebok, baik laki-laki maupun perempuan, dilarang menggunakan tangan
kanan. Termasuk adab dari Nabi adalah menggunakan tangan kanan
untuk hal-hal yang biasanya berupa perkara yang baik atau kesucian,
sedangkan untuk bercebok menggunakan tangan kiri. Ummul Mukminin
Aisyah berkata :
‫ﺖ ﻳَ ُﺪﻩُ اﻟُْﻴ ْﺴ َﺮى ﻟِ َﺨ ﻼَﺋِﻪِ َو َﻣﺎ َﻛﺎ َن ِﻣ ْﻦ‬
ْ َ‫ اﻟُْﻴ ْﻤﻨَ ﻰ ﻟِﻄُ ُﻬ ﻮرِﻩِ َوﻃَ َﻌ ِﺎﻣﻪِ َوَﻛﺎﻧ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ِ ‫ﺖ ﻳ ُﺪ رﺳ‬
ُ َ َ ْ َ‫َﻛﺎﻧ‬
‫أَذًى‬
“Tangan Rasulullah yang kanan, biasanya untuk kesucian dan makan, sedangkan tangan
yang sebelah kiri ketika (cebok) buang hajat atau untuk sesuatu yang kotor” (HR. Abu
Dawud, dishahihkan Imam Al Albani).

Kemudian apa yang dimaksud dengan larangan disini, apakah


hukumnya diharamkan atau tidak? Kami akan nukilkan penjelasan dan tarjih
Imam Nawaw i dalam masalah ini, yang ditulis ole h beliau dalam kitabnya
“Majmu Syarah Muhadzab” (2/109-110) :
‫اﻣﺎ ﺣﻜﻢ اﻟﻤﺴﺄﻟﺔ ﻓﻘﺎل اﻻﺻﺤﺎب ﻳﻜﺮﻩ اﻻﺳﺘﻨﺠﺎء ﺑﺎﻟﻴﻤﻴﻦ ﻛﺮاﻫﺔ ﺗﻨﺰﻳﻪ وﻻ ﻳﺤﺮم ﻫﻜﺬا ﺻﺮح ﺑﻪ اﻟﺠﻤﻬﻮر ﻗﺎل اﻟﺸﻴﺦ أﺑﻮ ﺣﺎﻣﺪ‬
‫ﻓﻲ ﺗﻌﻠﻴﻘﻪ ﻳﺴﺘﺤﺐ أن ﻳﺴﺘﻨﺠﻰ ﺑﻴﺴﺎرﻩ وﻫﻮ ﻣﻨﻬﻰ ﻋﻦ اﻻﺳﺘﻨﺠﺎء ﺑﻴﻤﻴﻨﻪ ﻧﻬﻰ ﺗﻨﺰﻳﻪ ﻻ ﺗﺤﺮﻳﻢ وﻗﺎل اﻣﺎم اﻟﺤﺮﻣﻴﻦ اﻻﺳﺘﻨﺠﺎء‬
‫ﺑﺎﻟﻴﻤﻴﻦ ﻣﻜﺮوﻩ ﻏﻴﺮ ﻣﺤﺮم ﻗﺎل وﺣﺮﻣﻪ أﻫ ﻞ اﻟﻈﺎﻫﺮ وﻗﺎل اﺑﻦ اﻟﺼﺒﺎغ وآﺧﺮون اﻻﺳﺘﻨﺠﺎء ﺑﺎﻟﻴﺴﺎر أدب وﻟﻴﺲ اﻟﻴﻤﻴﻦ ﻣﻌﺼﻴﺔ وﻗﺎل‬
‫اﻟﻘﺎﺿﻲ أﺑﻮ اﻟﻄﻴﺐ وآﺧﺮون ﻳﺴﺘﺤﺐ أن ﻳﺴﺘﻨﺠﻰ ﺑﻴﺴﺎرﻩ وﻗﺎل اﻟﻤﺤﺎﻣﻠ ﻰ واﻟﻔﻮراﻧ ﻲ واﻟﻐﺰاﻟ ﻲ ﻓﻲ ا ﻟﺒﺴﻴﻂ واﻟﺒﻐﻮى واﻟﺮوﻳﺎ ﻧﻰ‬
‫وﺻﺎﺣﺐ اﻟﻌﺪة وآﺧﺮون ﻳﻜﺮﻩ ﺑﺎ ﻟﻴﻤﻴﻦ وﻗﺎل أﺑﻮ ﻣﺤﻤ ﺪ اﻟﺠﻮﻳﻨﻲ ﻓﻲ اﻟﻔﺮوق واﻟﺒﻐﻮى ﻓﻲ ﺷﺮح اﻟﺴﻨﺔ اﻟﻨﻬﻲ ﻋﻦ ا ﻟﻴﻤﻴﻦ ﻧﻬ ﻲ‬
‫ﺗﺄدﻳﺐ وﻋﺒﺎرات اﻟﺠﻤﻬﻮر ﻣﻤﻦ ﻟﻢ أذﻛﺮﻫﻢ ﻧ ﺤﻮ ﻫﺬﻩ اﻟﻌﺒﺎرات وﻗﺎل اﻟﺨﻄﺎﺑﻲ اﻟﻨﻬ ﻲ ﻋﻦ اﻻ ﺳﺘﻨﺠﺎء ﺑﺎﻟﻴﻤﻴﻦ ﻋﻨﺪ أﻛﺜﺮ اﻟﻌﻠﻤﺎء‬
‫ﻧﻬﻰ ﺗﺄدﻳﺐ وﺗﻨﺰﻳﻪ‬
“Adapun hukum dalam masalah ini, berkata ulama madzhab kami, dimakruhkan
beristinja dengan menggunakan tangan kanan sebagai makruh li tanzih (untuk
kesucian), bukan diharamkan, demikian yang dijelaskan oleh mayorit as para ulama.
Syaikh Abu Hamid dalam Ta’liqnya berkata : ‘beristinja dengan tangan kiri, adapun

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 71


dengan tangan kanan it u dilarang dengan larangan untuk tanzih (kebersihan) bukan
diharamkan’. Imam Al Haromain berkata : ‘Istinja dengan tangan kanan itu makruh
bukan haram’. Ulama Dhohiriyah mengharamkan istinja dengan tangan kanan. Ibnu
Shobaagh dan selainnya berkata : ‘Istinja dengan tangan kiri adalah adab dan tidaklah
seandainya menggunakan tangan kanan (untuk beristinja) dianggap berbuat maksiat’.
Qodhi Abu Thiib dan selainnya berkata : ‘disunnahkan beristinja dengan tangan kiri’.
Abu Muhammad Al Huwaini dalam “Al Furuuq w al Buhgho fii Syarhis Sunnah” berkata :
‘larangan beristinja dengan tangan kanan adalah larangan dalam rangka adab’.
Demikian ungkapan mayoritas ulama seperti ungkapan ini dari perkataan mereka yang
tidak aku sebutkan. Al Khothobi berkata : ‘larangan beristinja dengan tangan kanan
menurut kebanyakan ulama adalah larangan untuk adab dan kebersihan’.

Kesimpulannya : tidak beristinja dengan tangan kanan adalah sala h


satu adab yang diajarkan oleh Nabi . Beliau pernah bersabda :
ِ‫ﻂ ﻓَﻼَ ﻳﺴﺘـﻘْﺒِ ِﻞ اﻟْﻘِﺒـﻠَ َﺔ وﻻَ ﻳﺴﺘ ْﺪﺑِﺮﻫﺎ وﻻَ ﻳﺴﺘ ِﻄ ﺐ ﺑِﻴ ِﻤﻴﻨِﻪ‬ِ ِِ ِ ِ
َ ْ َْ َ َ َ ْ َْ َ َ ْ َ ‫ ُﻤ ُﻜ ْﻢ ﻓَِﺈ ذَا أَﺗَﻰ أ‬‫ َﻤﺎ أَﻧَﺎ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ﺑ َﻤﻨْ ﺰِﻟَﺔ اﻟ َْﻮاﻟ ﺪ أُﻋَﻠ‬‫إِﻧ‬
َ ْ َ َ ‫َﺣ ُﺪُﻛ ُﻢ اﻟْﻐَﺎﺋ‬
“Sesungguhnya aku disisi kalian, seperti kedudukan seorang Bapak. Aku mengajari kalian jika
salah seorang diantara kalian masuk jamban, jangan menghadap kiblat atau membelakanginya
dan jangan juga cebok dengan tangan kanan” (HR. Abu Dawud dihasankan oleh Imam Al
Albani).
Demikian juga para sahabat benar-benar memegang adab ini, Imam Ibnu
Bathol dalam “Syaroh Bukhori” menukil perkataan sahabat Utsman :
- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫وﻻ ﻣﺴﺴﺖ ذﻛﺮى ﺑﻴﻤﻴﻨﻰ ﻣﺬ ﺑﺎﻳﻌﺖ رﺳﻮل اﷲ‬
“aku tidak pernah menyentuh dzakarku dengan tangan kanan, semenjak berbaiat
kepada Rasulullah ”.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﻪِ ﺑْ ِﻦ‬‫ ﻋَ ْﻦ ﻳَ ْﺤَﻴﻰ ﺑْ ِﻦ أَﺑِﻰ ﻛَﺜِ ﻴﺮٍ ﻋَ ْﻦ ﻋَ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺳﺘَـ َﻮاﺋ‬
ْ ‫ ُﻫَﻮ اﻟ ﺪ‬- ‫ﺎم‬
ِ
ٌ َ‫ﺪﺛـَﻨَﺎ ﻫﺸ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ َ َ‫ﺪﺛـَﻨَﺎ ُﻣ َﻌﺎ ذُ ﺑْ ُﻦ ﻓَﻀَﺎﻟَﺔَ ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 153
، ‫ﺲ ﻓِ ﻰ ا ِﻹﻧَ ِﺎء‬ ْ ‫ﻔ‬ ‫َﺣ ُﺪُﻛ ْﻢ ﻓَﻼَ ﻳَـﺘَـﻨَـ‬
َ‫بأ‬َ ِ‫ » إِ َذا َﺷ ﺮ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ِ ُ ‫ﺎل رﺳ‬
ُ َ َ َ‫ﺎل ﻗ‬ َ َ‫أَﺑِﻰ ﻗَـَﺘﺎ َد َة َﻋ ْﻦ أَﺑِﻴﻪِ ﻗ‬
« ِ‫ﺴ ْﺢ ﺑَِﻴ ِﻤﻴﻨِﻪ‬ ‫ َوﻻَ ﻳَـَﺘ َﻤ‬، ِ‫ﺲ ذَ َﻛ َﺮُﻩ ﺑَِﻴ ِﻤﻴﻨِﻪ‬
 ‫َوإِذَا أَﺗَﻰ اﻟْ َﺨ ﻼََء ﻓَﻼَ ﻳَ َﻤ‬
19). Hadits no. 153
“Haddatsanaa Muadz bin Fadhoolah ia berkata, haddatsanaa Hisyaam –Ad Dastawaa’i- dari
Yahya bin Abi Katsir dari Abdullah bin Abi Qotadah dari Bapaknya, ia berkata, Rasulullah
bersabda : “Jika salah seorang diantara kalian minum, maka jangan bernafas didalam bejana
dan jika buang hajat, jangan memegang dzakarnya dengan tangan kanan dan jangan juga
mencebokinya dengan tangan kanan”.
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 72
Muslim meriwayatkannya no. 637.

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya, kecuali :

1. Nama :Abu Ibrohim Abdullah bin Abi Qotadah


Kelahiran :Wafat 95 H
Negeri tinggal :Madinah
Komentar ulama :Tabi’I wasith. Ditsiqohkan oleh Imam Nasa’i, Imam Ibnu
Sa’ad dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Abu Qotadah adalah Bapaknya, sekaligus salah
seorang gurunya, dan tinggal senegeri dengannya,
sebagaimana ditulis oleh Imam Al Mizzi.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Tidak diperbolehkan untuk bernafas ketika minum di bejana dan ini juga
salah satu adab Islami.
2. Dimakruhkan beristinja dengan tangan kanan.
3. Sempurnanya Islam yang mengajarkan seluruh aspek kehidupan dari
mulai bangun tidur sampai seorang menuju pembaringannya lagi, dari
mulai aturan pribad, keluarga sampai masyarakat luas.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 73


‫ﻚ ذَ َﻛ َﺮﻩُ ﺑَِﻴ ِﻤﻴﻨِ ِﻪ إِذَ ا ﺑَ َﺎل‬
ُ ‫ ﺑﺎب ﻻَ ﻳُ ْﻤ ِﺴ‬- 19
Bab 19 Jangan Memegangi Dzakar
dengan Tangan Kanan ketika Buang Air

Penjelasan :

Bab ini masih terkait dengan bab sebelumnya, yakni laki-laki


kebiasaannya ketika buang air adala h memegang dzakarnya, agar air
seninya dapat diarahkan. Termasuk adab Islami, tangan yang digunakan
untuk memegang dzakar adalah tangan kiri.

Berkata Imam Bukhori :


‫ ﻪِ ﺑْ ِﻦ أَﺑِﻰ ﻗَـَﺘﺎ َدَة َﻋ ْﻦ‬‫ﻰ َﻋ ْﻦ ﻳَ ْﺤَﻴ ﻰ ﺑْ ِﻦ أَﺑِﻰ َﻛﺜِﻴ ٍﺮ َﻋ ْﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬ ‫اﻋ‬ ِ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ا ﻷَوَز‬ ‫ﺎل ﺣ‬
ْ َ َ َ‫ﻒ ﻗ‬
َ ‫ﻮﺳ‬
ُ ُ‫ﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ﻳ‬ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُﻣ َﺤ‬ ‫ َﺣ‬- 154
، ِ‫ َوﻻَ ﻳَ ْﺴﺘَـْﻨ ِﺠ ﻰ ﺑَِﻴ ِﻤﻴﻨِﻪ‬، ِ‫ن ذَ َﻛ َﺮُﻩ ﺑَِﻴ ِﻤﻴﻨِ ﻪ‬ ‫َﺣ ُﺪ ُﻛ ْﻢ ﻓَﻼَ ﻳَﺄْ ُﺧ َﺬ‬ َ َ‫ ﻗ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫أَﺑِﻴﻪِ َﻋ ِﻦ اﻟﻨ‬
َ ‫ﺎل » إِ ذَا ﺑَﺎ َل أ‬
« ‫ﺲ ﻓِ ﻰ ا ِﻹﻧَ ِﺎء‬ ْ ‫ﻔ‬ ‫َوﻻَ ﻳَـﺘَـﻨَـ‬
20). Hadits no. 154
“Haddatsanaa Muhammad bin Yusuf ia berkata, haddatsanaa Al Auzaa’i dari Yahya bin Abi
Katsir dari Abdullah bin Abi Qotadah dari Bapaknya dari Nabi , Rasulullah bersabda :
“Jika salah seorang buang air, janganlah memeganginya dengan tangan kanan, jangan
beristinja dengan tangan kanan dan jangan bernafas dalam bejana”.
Muslim meriwayatkannya no. 636.

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya.

Penjelasan Hadits :
Telah berlalu penjelasannya.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 74


ِ‫ْﺤ َﺠﺎرة‬
ِ ِ
َ ‫اﻻ ْﺳ ﺘِ ْﻨ َﺠﺎء ﺑِﺎﻟ‬
ِ ‫ ﺑﺎب‬- 20
Bab 20 Istinja dengan Batu

Penjelasan :

Istinja, menurut Imam Ibnu Bathoh dalam “Syaroh Bukhori” adalah :


‫اﻻﺳﺘﻨﺠﺎء ﻫﻮ إزاﻟﺔ اﻟﻨﺠﻮ ﻣﻦ اﻟﻤﺨﺮج ﺑﺎﻷﺣﺠﺎر أو ﺑﺎﻟﻤﺎء‬
“Membersih kan sesuatu dari tempat keluarnya dengan batu atau air”.
Maksud Imam Ibnu Bathoh adalah membersihkan sesuatu kotoran yang
keluar dari qubul dan dubur (kemaluan depan dan belakang). Kemudian
masih dalam kitab yang sama, Imam Ibnu Bathoh menukil perbedaan para
ulama tentang hukum beristinja, apakah ia sunnah atau w ajib?

Imam Malik dan sebagia n ulama Kufah berpendapat bahwa hal tersebut
adalah sunnah, namun tidak selayaknya ditinggalkan, jika ia sholat tanpa
beristinja, maka tidak perlu mengulangi sholatnya. Namun Imam Malik
menyukai orang tersebut mengulanginya jika masih tersisa waktunya. Imam
Syafi’I, Imam Ah mad dan Imam Abu Tsaur berpendapat bahwa istinja
adalah wajib, tidak sah sholatnya orang yang buang hajat tidak beristinja
dengan menggunakan air atau batu, mereka berdalil bahwa Nabi
memerintahkan beristinja dengan 3 batu, maka setiap najis yang
disyariatkan membersihkannya dengan jumlah tertentu, maka menunjukan
bahw a membersihkannya adalah w ajib.

Pendapat terakhirlah yang kuat, Imam Majdudin kakeknya Syaikhul


Islam Ibnu Taimiyyah, penulis kitab “Muntaqol Akhbar” yang kemudian
disyarah oleh Imam Syaukani yang diberi judul “Nailul Author” menulis
sebuah bab “‫ْﺤ َﺠِﺮ أ َْو اﻟ َْﻤ ِﺎء‬ ِ ِ ِ ِ ‫( ”ﺑ ﺎب وﺟ‬Bab Wajibnya beristinja dengan batu
َ ‫ﻮب اﻻ ْﺳ ﺘﻨْ َﺠﺎء ﺑِ ﺎﻟ‬ ُُ ُ َ
atau air), kemudian beliau menurunkan hadits yang menguatkan hukum
w ajibnya beristinja, yakni :
1. Haditsnya Aisyah , bahw a Nabi bersabda :
‫ َﻬﺎ ﺗَ ْﺠﺰِي َﻋ ْﻨ ُﻪ‬‫َﺣ َﺠﺎرٍ ﻓَِﺈﻧـ‬ ِ ِ ‫إ ذَا ذَﻫ ﺐ أَﺣ ُﺪ ُﻛ ﻢ إﻟَﻰ اﻟْﻐَﺎﺋِ ِﻂ ﻓـَﻠْﻴﺴﺘ ِﻄ‬
ْ ‫ﺐ ﺑﺜَ َﻼﺛَﺔ أ‬
ْ َْ َ ْ َ َ َ
“Jika diantara kalian ada yang buang hajat, maka bersucilah dengan 3 batu, karena hal
tersebut mencukupi” (HR. Ahmad, Nasa’I, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Daruquthni, ia
berkata : ‘sanadnya shahih hasan’).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 75


2. Hadits Ibnu Abbas , beliau berkata :
ِ ِ ِ ِ َ َ‫ ﻓـَﻘ‬، ‫ﺮ ﺑِﻘَﺒْـ َﺮﻳْ ِﻦ‬ ‫ َﻢ َﻣ‬‫ ُﻪ َﻋﻠَْﻴﻪِ َو َﺳﻠ‬‫ ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺻﻠ‬
َ ‫ﻲ‬ ِ‫ﺒ‬‫ن اﻟﻨ‬ َ‫أ‬
َ ‫ﺎ أ‬‫ أَﻣ‬، ٍ‫ﺬﺑَﺎن ﻓ ﻲ َﻛﺒﻴ ﺮ‬ ‫ﺬﺑَﺎن َو َﻣﺎ ﻳُـ َﻌ‬ ‫ ُﻬ َﻤﺎ ﻳُـ َﻌ‬‫ إﻧـ‬: ‫ﺎل‬
‫َﺣ ُﺪ ُﻫ َﻤﺎ ﻓَ َﻜﺎ َن‬
ِ‫ﻤِﻴﻤﺔ‬‫ﺎ ْاﻵ َﺧ ﺮ ﻓَ َﻜﺎ َن ﻳ ﻤ ِﺸ ﻲ ﺑِﺎﻟﻨ‬‫َﻻ ﻳﺴﺘﺘِ ﺮ ِﻣﻦ ﺑـﻮﻟِﻪِ وأَﻣ‬
َ َْ ُ َ َْ ْ ُ َ ْ َ
“Bahwa Nabi pernah melewati 2 kuburan, lalu Beliau berkata : “keduanya sedang
diadzab, mereka tidak diadzab karena suatu perkara yang dianggap tidak besar. Yang
satu kare na tidak bersuci setelah kencing, sedangkan yang kedua melakukan adu domba”
(Muttafaqun ‘Alaih).
3. Hadits Anas , dari Nabi bahw a Beliau bersabda :
‫اب اﻟْ َﻘ ْﺒ ﺮِ ِﻣ ْﻨ ُﻪ‬
ِ ‫ﻣ َﺔ َﻋ َﺬ‬ ‫ن َﻋﺎ‬ ِ‫ ﻓَﺈ‬، ‫ﺰُﻫﻮا ِﻣ ْﻦ اﻟْﺒَـ ْﻮ ِل‬ ‫ﺗَـﻨَـ‬
“Bersucilah karena kencing, karena kebanyakan adzab kubur, berasal dari masalah ini”
(HR. Daruquthni, dishahihkan oleh Imam Al Albani).

Imam Syaukani dalam “Nailul Author” berkata ketika mensyaroh


haditsnya sahabat Anas diatas :
‫ ﻟَﻜِ ْﻦ‬‫ْﺤﻖ‬ ِ
َ ‫ﺐ أَﺑُﻮ َﺣ ﻨﻴﻔَﺔَ َوُﻫ َﻮ ا ﻟ‬
ِ ِ ِ ِ ٍِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ
َ ‫ َوإ ﻟَْﻴﻪ ذََﻫ‬، ‫ َﻼة‬‫ﺪ ﺑ َﺤﺎل اﻟ ﺼ‬‫ﻳﺚ ﻳَ ُﺪ ل َﻋﻠَﻰ ُو ُﺟﻮب اﻻ ْﺳﺘﻨْـ َﺰاﻩ ﻣ ْﻦ اﻟْ ﺒَـْﻮل ُﻣﻄْﻠَﻘًﺎ ﻣ ْﻦ ﻏَْﻴﺮ َﺗـﻘَﻴ‬
 ُ ِ‫ْﺤ ﺪ‬ َ ‫َوا ﻟ‬
ٍ ‫ﻴﺺ ﺑَِﻐْﻴ ﺮِ ُﻣ َﺨﺼ‬ ِ ِ ِِ ِ ِ ٍِ
.‫ﺺ‬ ٌ ‫ﻪ ﺗَ ْﺨ ﺼ‬ُ‫ﺪ ْرَﻫ ِﻢ ﻓَﺈ ﻧ‬ ‫ﺪ ﺑ َﻤﺎ ذََﻛ َﺮُﻩ ﻣ ْﻦ ا ْﺳﺘﺜْـﻨَﺎء ﻣﻘْ َﺪ ارِ اﻟ‬‫ﻏَﻴْـُﺮ ُﻣﻘَﻴ‬
ِ ‫ﺬ‬ ‫ﻤﺎ ﻋ‬‫ﺎﺣﺐ اﻟْﻘَﺒﺮِ إ ﻧ‬ ِ ‫ﻳﺚ ﺑِﺄَن‬ ِ ِ‫ض وا ْﻋﺘ َﺬ ر ﻟَﻪ ﻋﻦ ا ﻟْﺤ ﺪ‬ ِ ِ ِ ٌ ِ‫َوﻗَﺎ َل َﻣﺎﻟ‬
‫ﻪ َﻛﺎنَ ﻳَـﺘْـ ُﺮ ُك‬
ُ ‫ب ﻷَﻧ‬ َ ُ َ ْ َ ‫ﺻ‬ َ َ ْ َ ُ َ َ َ ٍ ‫ﺖ ﺑِﻔَْﺮ‬ ْ‫ﺴ‬ َ ‫ َﻼة ﻟَْﻴ‬‫ إ َزا ﻟَﺘُُﻪ ﻓ ﻲ ﻏَْﻴﺮِ َوﻗْﺖ اﻟ ﺼ‬: ‫ﻚ‬
ِ‫ُﻪ ﺑِﺘَﻄْ ِﻬﻴﺮ‬‫ وﻗَ ْﺪ أ ََﻣﺮ اﻟﻠ‬، ‫ل َﻋ ﻠَْﻴﻪِ َد ﻟِﻴﻞ‬ ‫ َﻣﻊ و ُﺟﻮدِﻩِ و ُﻫﻮ ﺗَـ ْﻘﻴِﻴ ٌﺪ ﻟَ ْﻢ ﻳَ ُﺪ‬‫ﺼ ﺢ‬ِ ‫ ا ﻟْﻮﺿﻮء َﻻ ﻳ‬‫ ِﻷَن‬، ٍ‫ﻲ ﺑِﻐﻴﺮِ ﻃُﻬ ﻮر‬‫ا ﻟْﺒـﻮ َل ﻳ ِﺴﻴﻞ ﻋﻠَﻴﻪِ ﻓـَﻴ ﺼﻠ‬
َ َُ ُ ُ َْ َ ُ ْ َ ُ َ َْ
َ َ ٌ َ َ َُ
. ٍ‫ﻮﺻﺔ‬
َ ‫ﺼ‬
ٍ ِ ِ
ُ ‫ ْﺪ ُﻩ ﺑ َﺤﺎ ﻟَﺔ َﻣ ْﺨ‬‫ﻴَﺎب َوﻟَ ْﻢ ﻳُـﻘَﻴ‬‫اﻟﺜـ‬
“Hadits ini menunjukan w ajibnya bersuci kerena kencing secara mutlak, tidak dibatasai
hanya ketika akan sholat, demikian pendapat Imam Abu Hanifah dan ini yang benar,
namun tanpa adanya pembatasan, seperti yang disebutkan oleh Imam Abu Hanifah,
dikecualikan kalau bekasnya seukuran uang dirham, karena ini adalah pengkhususan
tanpa adanya dalil yang mengkhususkannya.
Imam Malik berkata : ‘membersihkanya selain untuk mengerjakan sholat, tidak w ajib,
beliau mentakw il hadits in i bahw a penghuni kubur tersebut hanyalah dihukum karena
membiarkan kencingnya yang mengenainya, lalu ia sholat tanpa membersihkannya,
karena wudhu tidak sah, selama masih ada bekas kencingnya. Ini adalah pembatasan
yang tidak ditunjukan oleh dalil, Allah telah memerintahkan membersihkan pakaian
dan tidak membatasinya pada kondisi yang khusus”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 76


Bersuci dengan batu, diistilahkan juga dengan Istijmar dan istilah ini
diberikan langsung oleh Rasulullah , seperti dalam riwayat Bukhori-Muslim
berikut, Nabi bersabda :
‫اﺳَﺘ ْﺠ َﻤ َﺮ ﻓـَﻠُْﻴﻮﺗِ ْﺮ‬
ْ ‫َو َﻣ ِﻦ‬
“Barangsiapa yang beristijmar, maka hendaknya dengan jumlah yang ganjil”.
Dalam riwayat Imam Muslim, Nabi bersabda :
‫ﻮ‬ ‫ا ِﻻ ْﺳﺘِ ْﺠ َﻤ ُﺎر ﺗَـ‬
“Istijmar dengan jumlah yang ganjil”.

Kemudian timbul pertanyaan, apakah istijmar hanya dapat diaplikasikan


dengan batu atau boleh selainnya, asal benda tersebut berfungsi seperti
batu yang dapat membersihkan najis?. Imam Syaukani dalam “Nailul
Author” menyebutkan pendapat sebagian ulama tentang ini, katanya :
‫ﺐ‬ ِ  ِ   َ ِ‫ﺼﻪ‬  َ‫ ٌﻦ ﻟِﻨ‬‫ْﺤ َﺠﺮِ ُﻣﺘَـ َﻌﻴ‬ ِ ‫ ا ِﻻ ﺳﺘِ ْﺠﻤ‬‫ إن‬: ِ‫ ِﺎﻫﺮ‬‫ﺎل ﺑـ ْﻌ ﺾ أَْﻫ ِﻞ اﻟﻈ‬
َ ‫ َو َذ َﻫ‬، ‫ﺻﻠ ﻰ اﻟﻠ ُﻪ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ َﻢ َﻋﻠَﻴْـَﻬ ﺎ ﻓَ َﻼ ﻳُ ْﺠﺰ ُئ ﻏَﻴْـ ُﺮُﻩ‬ َ ‫ﺎر ﺑﺎﻟ‬َ َ ْ ُ َ َ َ‫َوﻗَْﺪ ﻗ‬
ِ ِ ‫ ﺑ ﻞ ﺗـ ُﻘ‬، ‫ـﻨﺎ‬‫ اﻟْﺤ ﺠﺮ ﻟَﻴ ﺲ ﻣﺘـ ﻌﻴ‬‫ا ﻟْﺠﻤﻬﻮر إﻟَﻰ أَن‬
ٌ ‫ ﻓَ َﻼ ﻳَ ُﻜﻮ ُن ﻟَُﻪ َﻣ ْﻔ ُﻬ‬: ‫ي‬ ِ‫ﻮو‬
‫ﻮم َﻛ َﻤﺎ‬ َ ‫ﺎل اﻟﻨـ‬ َ َ‫ ﻗ‬، ‫ﺎﻣ ُﻪ‬َ ‫ﻚ َﻣ َﻘ‬ َ ‫ﺐ َوﻏَﻴْـ ُﺮ َذ ﻟ‬ ُ‫ﺸ‬ َ ‫ْﺨ‬َ ‫ﻮم ا ﻟْﺨْﺮﻗَُﺔ َواﻟ‬ ُ َ ْ َ ً َ َُ َ ْ َ َ َ ُ ُ ُْ
. { ‫ } َوَﻻ ﺗـَ ْﻘﺘـُﻠُﻮا أ َْوَﻻدَُﻛ ْﻢ ِﻣ ْﻦ إ ْﻣ َﻼ ٍق‬: ‫ﻓِ ﻲ ﻗـَ ْﻮﻟﻪ ﺗـَﻌَﺎ ﻟَﻰ‬
، ‫ﻤﺎ ِﺳ َﻮاﻩُ ُﻣﻄْﻠَﻘًﺎ‬ َ‫ﻨًﺎ ﻟَﻨـَ َﻬﻰ ﻋ‬‫ﺮِﺟﻴ ِﻊ َو ﻟَْﻮ َﻛﺎنَ ُﻣﺘَـ َﻌﻴـ‬‫ َﻢ ﻋَ ْﻦ ا ﻟَْﻌﻈْ ِﻢ َوا ﻟْﺒـَْﻌﺮِ َواﻟ‬‫ ُﻪ ﻋَﻠَﻴْﻪِ َو َﺳﻠ‬‫ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺻﻠ‬َ ‫ْﺤ َﺠﺮِ ﻧـَ ْﻬﻴُُﻪ‬
ِ
َ ‫ ِﻦ ا ﻟ‬‫ل ﻋَﻠَﻰ ﻋَ َﺪ م ﺗـََﻌﻴ‬ ‫َوﻳَُﺪ‬
ِ‫ﻳﻞ ﻟَﻠْﻌﻴ ِﻦ ﻟَﻴ ﺲ ﻟَﻪ ﺣﺮﻣ ٌﺔ ﻳ ﺠﺰِئ ا ِﻻ ﺳﺘِﺠﻤﺎر ﺑِﻪ‬ ِ ٍِ ٍ ِ ِ ‫وﻋﻠَﻰ ا ﻟ‬
ُ َ ْ ْ ُ ْ ُ َ ْ ُ ُ َ ْ ْ َ ٍ ‫ﻞ َﺟﺎﻣ ﺪ ﻃَﺎﻫﺮ ُﻣﺰ‬ ‫ْﺠْﻤﻠَﺔ ُﻛ‬ ُ ََ
“Sebagian ulama dhohiriyah berpendapat, istijmar dengan batu adalah sesuatu yang
khusus, berdasarkan nash dari Nabi , maka selain batu tidak mencukupi. Namun
mayoritas ulama berpendapat, bahwa batu tidaklah dikhususkan, namun kayu dan
selainnya dapat berfungsi seperti batu. Imam Naw aw i berkata :’hal in i tidak berlaku
mafhum, sebagaimana firman Allah : {Janganlah kalian membunuh anak kalian,
karena takut kemiskinan].
Y ang menunjukan tidak adanya pengkhususan batu adalah larangan Nabi untuk
menggunakan tulang, kotoran hew an dan tinja, sekiranya hanya dikhususkan dengan
batu, tentu Nabi akan melarang selain batu secara mutlak. Kesimpulannya, semua
benda padat yang suci yang dapat menghilangkan najis, yang tidak memilki kemulian,
cukup digunakan untuk beristijmar”.

Dari penjelasan Imam Syaukani, maka pendapat yang rajih adala h


istijmar dapat menggunakan benda sela in batu, seperti ranting pohon, kayu,
tisu, kertas atau selainnya, dengan syarat benda tersebut tidak memiliki
kandungan yang mulia, misalnya kertas yang ada ayat Al Qur’an atau

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 77


hadits, atau peci dan sejenisnya. Begitu juga tidak boleh menggunakan
bekas kotoran binatang atau hewan, karena itu adalah benda najis. Adapun
pendapat madzhab dhohiri yang mengkhususkan batu, karena menurut
mereka nashnya hanya berbicara batu, maka ini adalah suatu kejumudan.
Imam Nawaw i telah membantah mereka, dengan berdalil ayat Allah yang
melarang seseorang membunuh anaknya karena factor kemiskinan, maka
tentu akal yang sehat tidak akan mengatakan bahwa membunuh anaknya
karena selain factor kemiskinan tidak dilarang oleh Allah . Begitu juga
dalam kasus ini, ketika Nabi hanya menyebutkan batu untuk beristijmar,
tentu maksud beliau tidak hanya dibatasi dengan batu, hal ini dikuatkan
juga bahwa Nabi melarang penggunaan selain batu, yaitu yang berupa
kotoran dan tulang, seandainya istijmar khusus batu, tentu Nabi akan
melarang selain batu untuk digunakan istijmar secara mutlak, sebagaimana
telah dikatakan oleh Imam Syaukani.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﻩِ َﻋ ْﻦ‬‫ﻰ َﻋ ْﻦ َﺟ ﺪ‬ ‫ﻜ‬ ‫ﻴﺪ ﺑْ ِﻦ َﻋ ْﻤﺮٍو اﻟ َْﻤ‬ ِ ِ‫ﺪﺛـََﻨﺎ َﻋﻤ ﺮو ﺑﻦ ﻳ ﺤﻴﻰ ﺑ ِﻦ ﺳﻌ‬ ‫ﺎل ﺣ‬
َ ْ َْ َ ُْ ُ ْ
ٍ
َ َ َ‫ﻰ ﻗ‬ ‫ﻜ‬ ‫ﻤ ﺪ اﻟ َْﻤ‬ ‫َﺣ َﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ُﻣ َﺤ‬ ْ ‫ﺪﺛـََﻨﺎ أ‬ ‫ َﺣ‬- 155
» ‫ﺎل‬ َ َ‫ت ِﻣ ْﻨ ُﻪ ﻓـَﻘ‬ ُ ِ‫ ﻓَ َﻜﺎ َن ﻻَ ﻳَـﻠْ َﺘﻔ‬، ِ‫ﺎﺟﺘِﻪ‬
ُ ‫ﺖ ﻓَ َﺪ ﻧـَ ْﻮ‬ ِ
َ ‫ َو َﺧ َﺮ َج ﻟ َﺤ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ‫ﺒ‬‫ﺖ اﻟﻨ‬
ِ ُ ‫ﺒَـ ْﻌ‬‫ﺎل اﺗـ‬ َ َ‫أَﺑِﻰ ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮةَ ﻗ‬
َ ‫ف ﺛَِﻴﺎﺑِﻰ ﻓـَ َﻮ‬
‫ﺿ ْﻌﺘُـ َﻬﺎ‬ ِ ‫ ﻓَﺄَﺗَـ ْﻴُﺘ ُﻪ ﺑِﺄَﺣ َﺠﺎ رٍ ﺑِﻄَﺮ‬. « ‫ث‬
َ ْ
ٍ ‫ وﻻَ ﺗَﺄْﺗِﻨِﻰ ﺑِ َﻌﻈٍْﻢ وﻻَ رو‬- ‫ أَو ﻧَ ْﺤﻮُﻩ‬- ‫ﺾ ﺑِ َﻬﺎ‬
َْ َ َ َ ْ ْ ِ‫َﺳﺘَـ ْﻨﻔ‬
ْ ‫َﺣ َﺠ ًﺎرا أ‬
ِِ
ْ ‫اﺑْﻐﻨ ﻰ أ‬
ُ ْ‫إِﻟَﻰ َﺟﻨْﺒِﻪِ َوأَﻋْ َﺮﺿ‬
‫ﻦ‬ ‫ﻤﺎ ﻗَﻀَ ﻰ أَﺗـْﺒَـ َﻌ ُﻪ ﺑِِﻬ‬ َ‫ ﻓـَﻠ‬، ‫ﺖ ﻋَﻨْ ُﻪ‬
21). Hadits no. 155
“Haddatsanaa Ahmad bin Muhammad Al Makkiy ia berkata, haddatsanaa ‘Amr bin Yahya
bin Sa’id bin ‘Amr Al Makkiy dari kakeknya dari Abu Huroiroh ia berkata : ‘aku mengikuti
Nabi , lalu Beliau keluar untuk buang hajat. Nabi tidak melihatku, maka aku
mendekati Beliau , lalu Beliau berkata : “Tolong bawakan batu untuk aku gunakan
bersuci –atau semisalnya- dan jangan bawakan tulang dan kotoran hewan”. Maka aku
membawakan untuk Beliau batu, dengan menggunakan ujung bajuku, aku melatakkannya
disamping Beliau , setelah selesai hajatnya, Nabi menggunakan batu tersebut untuk
bersuci”.

Penjelasan biografi perowi hadits :

1. Nama : Abul Muhammad Ahmad bin Muhammad Ibnul Waliid


Kelahiran : Wafat tahun 217 atau 222 H
Negeri tinggal : Mekkah

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 78


Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Abu Hatim dan Imam Ibnu
Hibban.
Hubungan Rowi : ‘Amr bin Yahya adalah gurunya dan tinggal senegeri
dengannya.

2. Nama : Abu Umayyah ‘Amr bin Yahya bin Sa’id bin ‘Amr
Kelahiran : -
Negeri tinggal : Mekkah
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Daruquthni dan Imam Ibnu
Hibban. Imam Ibnu Ma’in menilainya, “Laa ba’sa bih”.
Hubungan Rowi : Sa’id bin ‘Amr adalah kakeknya, sekaligus gurunya dan
tinggal senegeri dengannya.

3. Nama : Abu Utsman Sa’id bin ‘Amr bin Sa’ad Ibnul ‘Ash
Kelahiran : Wafat setelah 120 H
Negeri tinggal : Mekkah
Komentar ulama : Tabi’I wasith. Ditsiqohkan oleh Imam Abu Zur’ah, Imam
Nasa’I dan Imam Ibnu Hibban. Imam Abu Hatim
menilainya, shoduq.
Hubungan Rowi : Abu Huroiroh adalah diantara deretan gurunya.

(Catatan : Semua bi ografi row i di rujuk dari ki tab tahdzi bul kamal Al Mi zzi dan Tahdzi but Tahdzi b
Ibnu Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Disyariatkannya bersuci dengan batu atau semisalnya, yang diistilahkan
dengan istijmar. Imam Syaukani dalam “Nailul Author” menukil
perkataan penulis kitab “Al Bahr” bahwa terjadi ijma ulama tentang
disyariatkannya Istijmar.
2. Sebagian salaf tidak menyukai beristinja dengan air, mereka lebih
menyukai beristinja dengan batu. Imam Syaukani dalam “Nailul Author”
berkata :
‫اﺳﺘَـْﻨ َﺠ ﻰ‬ ِ
ْ ‫ َﻢ‬‫ُﻪ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ‬‫ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺻﻠ‬
ِ
َ ‫ﻲ‬ ‫ﺒ‬‫ﻚ َوأَْﻧ َﻜ َﺮ أَ ْن ﻳَ ُﻜﻮ َن اﻟ ﻨ‬ ٌ ِ‫ َوﻗَ ْﺪ أَْﻧ َﻜ َﺮُﻩ َﻣﺎﻟ‬، ِ‫ﻮت ِاﻻ ْﺳﺘِْﻨ َﺠﺎءِ ﺑِﺎ ﻟ َْﻤﺎء‬
ِ ‫ل َﻋﻠَﻰ ﺛُـﺒ‬ ‫ﻳﺚ ﻳ ُﺪ‬
ُ َ ُ ‫ْﺤ ﺪ‬
ِ ‫وا ﻟ‬
َ َ
‫ال‬
ُ ‫ إذً ا َﻻ ﻳَـ َﺰ‬: ‫ﺎل‬ ِ ِ
َ َ‫ﻪ ُﺳﺌِ َﻞ ﻋَ ْﻦ ِاﻻ ْﺳﺘِﻨْ َﺠﺎء ﺑِﺎ ﻟ َْﻤﺎء ﻓـَﻘ‬ُ ‫ﺎن أَﻧ‬ ِ ‫ ﻗَ ْﺪ روى اﺑﻦ أَﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔَ ﺑِﺄَﺳﺎﻧِﻴﺪ ﺻ ِﺤﻴﺤﺔٍ ﻋﻦ ﺣ َﺬ ﻳـﻔَﺔَ ﺑ ِﻦ ا ﻟْﻴﻤ‬. ‫ﺑِﺎ ﻟْﻤﺎء‬ ِ
ََ ْ ْ ُ ْ َ َ َ َ َ َ ْ َ ُ ْ ََ َ
ِ
ِ‫ َوذََﻛ َﺮ اﺑْ ُﻦ دَﻗِﻴﻖ‬. ‫ﺎ ﻧـَ ْﻔ َﻌﻠُ ُﻪ‬‫ َﻣﺎ ُﻛﻨ‬: ‫ﺰﺑَـﻴْ ﺮِ ﻗَﺎ َل‬‫ َوﻋَ ْﻦ اﺑْ ِﻦ اﻟ‬. ‫ ا ﺑْ َﻦ ﻋُ َﻤ َﺮ َﻛﺎ نَ َﻻ ﻳَ ْﺴﺘَـ ﻨْ ِﺠﻲ ﺑِﺎ ﻟ َْﻤﺎء‬‫ َوﻋَ ْﻦ ﻧَﺎﻓِ ٍﻊ أَن‬. ‫ﻓِ ﻲ ﻳَ ﺪِ ّي ﻧَﺘِ ٌﻦ‬
ِ َ‫ﺴ ﻠ‬
‫ﻒ َﻣﺎ‬  ‫ َو َﻋ ْﻦ ﻏَْﻴ ِﺮﻩِ ِﻣ ْﻦ اﻟ‬: ‫ﺎل‬ َ َ‫ ﻗ‬. ِ‫ﺴﺎء‬
َ ‫ﻮء اﻟﻨ‬ ُ‫ﺿ‬ ُ ‫ﻚ ُو‬
ِ َ ‫ﺐ ُﺳﺌِ َﻞ َﻋ ْﻦ ِاﻻ ْﺳﺘِْﻨ َﺠﺎءِ ﺑِﺎ ﻟ َْﻤﺎءِ ﻓـََﻘ‬
َ ‫ﻤﺎ َذ ﻟ‬َ ‫ إ ﻧ‬: ‫ﺎل‬ ِ ‫ﺴﻴ‬ ِ ِِ
َ ‫ َﺳﻌ‬‫ا ﻟْﻌﻴﺪ أَن‬
َ ‫ﻴﺪ ْﺑ َﻦ ا ﻟ ُْﻤ‬
ِ ِ
.‫ﻚ‬ َ ‫ﻳُ ْﺸﻌ ُﺮ ﺑِ َﺬ ﻟ‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 79


‫ ُﻪ ﻓَِﻬ َﻢ ِﻣ ْﻦ‬‫ﻴﺪ ا َرِﺣ َﻤُﻪ اﻟﻠ‬ ِ ِ ِ‫ ﻓَِﻬ ﻲ أَوﻟَﻰ ﺑ‬، ِ‫ﻳﺚ وﻏَﻴﺮِﻩ‬ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ
ً ‫ﻞ َﺳﻌ‬ ‫ َوﻟَ َﻌ‬: ‫ﺎل‬ َ َ‫ ﻗ‬، ‫ﺒَﺎ ِع‬‫ﺎﻻ ﺗـ‬ ْ َ ْ َ ‫ﺖ َﻋﻠَﻰ اﻻ ْﺳﺘ ْﻨ َﺠﺎء ﺑِﺎﻟ َْﻤﺎء ﻓﻲ َﻫ َﺬ ا ا ﻟْ َﺤ ﺪ‬ ْ ‫ُﺔ َد ﻟ‬‫ﺴﻨ‬
 ‫َواﻟ‬
ِ ِ َ ‫ْﻔ‬‫ﺼ َﺪ ﻓِ ﻲ ُﻣ َﻘﺎ ﺑَـﻠَﺘِﻪِ أَ ْن ﻳَ ْﺬُﻛ َﺮ َﻫ َﺬ ا اﻟﻠ‬ ِ ‫ﺚ ﻳﻤﻨَﻊ ِاﻻ ﺳﺘِْﻨﺠ‬ ِ ِ ِ ٍ ‫أ‬
، ‫ﻮ‬ُ‫ﻚ ا ﻟْﻐُﻠ‬َ ‫ﻆ َِﻹ َزا ﻟَﺔ َذ ﻟ‬ َ ‫ ﻓَـ َﻘ‬، ِ‫ﺎء ﺑ ْﺎﻷ َْﺣ َﺠﺎ ر‬
ُ َ ْ ُ ُْ ُ ‫ﻮا ﻓ ﻲ َﻫ َﺬا ا ﻟْﺒَﺎب ﺑ َﺤ ْﻴ‬ُ‫َﺣﺪ ﻏُﻠ‬ َ
‫ﻤﺎ ُﻫ َﻮ ﻋِﻨْ َﺪ ﻋَ َﺪ ِم‬َ ‫ﺎرةِ إ ﻧ‬ ِ ِ ‫ ِاﻻ ﺳﺘِ ْﺠﻤ‬‫ﻚ إ ﻟَﻰ أَن‬
َ ‫ﺎر ﺑﺎ ﻟْﺤ َﺠ‬ ََ ْ
ٍ ِ‫ﺎب ﻣﺎﻟ‬
َ ِ ‫َﺻ َﺤ‬ ْ ‫ﺾ ِﻣ ْﻦ أ‬
ٌ ‫ﺐ ﺑَـ ْﻌ‬ ِ ِِ ِ ِ ِِ
َ ‫ َوﻗَْﺪ ذََﻫ‬. ‫ﻴﻐَﺔ‬‫ﺎﻩُ ﻋَﻠَﻰ َﻫ ﺬﻩ اﻟﺼ‬‫َوﺑَﺎﻟَﻎَ ﺑﺈ َﻳﺮادﻩ إ ﻳ‬
. ‫ُﻪ ا ﻧْـﺘَـ َﻬﻰ‬‫ﺎن َﺳﻌِﻴﺪٍ َرِﺣ َﻤ ُﻪ اﻟﻠ‬ ِ ‫ﻤﻦ ﻓِ ﻲ زﻣ‬‫ وإِذَ ا ذَﻫﺐ إ ﻟَﻴﻪِ ﺑـ ﻌ ﺾ ا ﻟْﻔُﻘَﻬﺎءِ ﻓَ َﻼ ﻳـﺒـ ﻌ ﺪ أَ ْن ﻳـﻘَﻊ ﻟِﻐﻴﺮِِﻫ ﻢ ِﻣ‬، ِ‫ا ﻟْﻤﺎء‬
ََ ْ ْ َْ َ َ ُ ُ ْ َ َ ُ َْ ْ َ َ َ َ
“Hadits menunjukan atas tetapnya istin ja dengan air. Imam Malik mengingkari
bahw a Nabi beristinja dengan air. Imam Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dengan
sanad yang shahih dari Khudzaifah ibnul Y aman , bahw a ia ditanya tentang
beristinja dengan air?, maka jaw abnya : ‘kalau begitu, nanti tanganku tetap bau’.
Dari Naafi’ bahw a Ibnu Umar tidak beristinja dengan air. Dari Ibnu Zubair , ia
berkata : ‘kami tidak pernah beristinja dengan air’. Ibnu Daqiiqil ‘Ied menyebutkan
bahw a Sa’id ib nul Musayyib, pernah ditanya tentang istinja dengan air, lalu beliau
menjawab : ‘it u adalah w udhunya wanita’. Katanya lagi, demikian juga dari
selainnya, dari ulama salaf dinukil seperti itu.
Namun Sunnah menunjukan atas istinja dengan air pada hadits ini dan hadist
semisalnya, maka ini lebih utama untuk diikuti. Katanya, mungkin Sa’id
mengatakannya kepada orang yang berlebihan dalam masalah ini, dimana ia
melarang beristinja dengan batu, maka Imam Sa’id menyanggahnya dan
mengungkapkannya dengan lafadz tersebut untuk menepis sifat berlebihan tadi,
sehingga hal ini lebih mengena kepada mereka jika diungkapkan dengan lafadz
seperti ini. Sebagian sahabatnya Malik berpendapat bahw a istijmar dengan batu
adalah ketika tidak adanya air, jika demikian pendapat sebagian fuqoha, maka hal
ini tidak terlepas bahw a pendapat tersebut dikatakan pada zamannya Imam Sa’id.
3. Hadits ini menunjukan kelengkapan dan kemudahan syariat Islam,
dimana syariat Islam tetap cocok diterapkan pada tempat, kondisi dan
waktu yang berbeda, seandainya ada suatu daerah atau pada musim
tertentu, terjadi kekurangan air, maka mereka masih tetap dapat bersuci
dengan benda lain, selain air. Maha Suci Allah yang telah memberikan
kenikmatan kepada negeri kita yang melimpah airnya, Allah berfirman:
‫َﺻَﺒ َﺢ َﻣ ُﺎؤُﻛ ْﻢ ﻏَ ْﻮ ًرا ﻓَ َﻤ ْﻦ َﻳﺄْﺗِﻴ ُﻜ ْﻢ ﺑِ َﻤ ٍﺎء َﻣﻌِﻴ ٍﻦ‬
ْ ‫ﻗُ ْﻞ أ ََرأَﻳْـُﺘ ْﻢ إِ ْن أ‬
“Bagaimana pendapat kalian, jika pada keesokanya air kalian kering-kerontang? Siapakah
yang dapat mendatangkan air tersebut” (QS. Al Mulk (68) : 30).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 80


‫ﺴﺘَـ ْﻨ َﺠﻰ ﺑَِﺮ ْو ٍث‬
ْ ُ‫ ﺑﺎب ﻻَ ﻳ‬- 21
Bab 21 Tidak Boleh Beristinja dengan Kotoran Hewan

Penjelasan :

Bersuci dengan kotoran hewan tidak dapat menghilangkan najis, karena


kotoran itu sendiri adalah najis, demikian pendapat sebagian ulama, seperti
dari kalangan madzhab Syafi’i. Imam Syafi’I dalam “Al Umm” (1/36)
berkata:
‫وﻧﻬﻰ ﻋﻦ اﻟﺮوث واﻟﺮﻣﺔ وأن ﻳﺴﺘﻨﺠﻰ اﻟﺮﺟﻞ ﺑﻴﻤﻴﻨﻪ‬
“Dilarang (beristinja) dengan kotoran hew an dan tulang serta beristinja menggunakan
tangan kanan”.

Sahabat Abu Huroiroh , pernah bertanya kepada Nabi , mengapa


tidak boleh beristinja dengan kotoran hewan dan tulang, maka Rasulullah
menjaw ab :
‫ﻦ ﻓَ َﺴﺄَﻟُﻮﻧِﻲ‬ ‫ﻴﻦ َوﻧِْﻌ َﻢ اﻟ ِْﺠ‬ِِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ﻦ ﻧَﺼﻴﺒ‬ ‫ ُﻪ أَﺗَﺎﻧ ﻲ َوﻓْ ُﺪ ﺟ‬‫ﻦ َوإِﻧ‬ ‫ ُﻫ َﻤﺎ ﻣ ْﻦ ﻃَ َﻌ ِﺎم اﻟْﺠ‬: ‫ﺎل‬ َ َ‫ﺮ ْوﺛَﺔِ ؟ ﻗ‬ ‫ﺎل اﻟ َْﻌﻈْ ِﻢ َواﻟ‬ُ ‫ َﻣﺎ َﺑ‬: ‫ﺖ‬ ُ ‫ﻓَـ ُﻘ ْﻠ‬
ٍ ِ ِ
ً ‫إﻻ َو َﺟ ُﺪوا َﻋ َﻠﻴْـ َﻬﺎ ﻃَ َﻌ‬ ‫ﺮوا ﺑ َﻌﻈٍْﻢ َوَﻻ ﺑ َﺮ ْوﺛَﺔ‬ ‫ َﻪ ﻟ َُﻬ ْﻢ أَ ْن َﻻ ﻳَ ُﻤ‬‫ت اﻟﻠ‬
‫ﺎﻣﺎ‬ ُ ‫ﺰا َد ﻓَ َﺪ َﻋ ْﻮ‬ ‫اﻟ‬
“aku (Abu Huroiroh ) bertanya : ada apa dengan tulang dan kotoran hewan?, Nabi
menjawab : “keduanya merupakan makan Jin, sesungguhnya telah datang kepadaku utusan
Jin Nashibi dan mereka adalah sebaik-baiknya Jin, mereka meminta kepadaku tambahan,
maka aku berdoa kepada Allah : Ya Allah, tidaklah mereka menjumpai tulang dan kotoran
hewan, kecuali mereka akan mendapatkannya sebagai makanan” (HR. Bukhori).
Dan yang dimaksud kotoran hewan sebagai makanan jin adalah makanan
untuk hewan tunggangannya jin, sebagaimana dikatakan Imam Syaukani
dalam “Nailul Author”.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﺮ ْﺣ َﻤ ِﻦ ﺑْ ُﻦ‬ ‫ﺲ أَﺑُﻮ ُﻋﺒَـ ْﻴ َﺪةَ ذَ َﻛ َﺮُﻩ َوﻟَﻜِ ْﻦ َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟ‬ َ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُز َﻫﻴْـ ٌﺮ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻰ ِإ ْﺳ َﺤﺎ َق ﻗ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ ‫ﺎل ﻟ َْﻴ‬ َ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ أَﺑُﻮ ﻧُـ َﻌ ْﻴ ٍﻢ ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 156
ِ‫ ﻓَﺄَﻣ ﺮﻧِﻰ أَ ْن آﺗِﻴﻪ ﺑِﺜَﻼَﺛَﺔ‬، ‫ﻂ‬ ِ ِ ُ ‫ﻪِ ﻳَـ ُﻘ‬‫ ُﻪ َﺳ ِﻤ َﻊ َﻋ ْﺒ َﺪ اﻟﻠ‬‫ا ﻷَ ْﺳ َﻮ ِد َﻋ ْﻦ أَﺑِﻴﻪِ أَﻧ‬
َُ َ َ َ ‫ اﻟْﻐَﺎﺋ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ‫ﺒ‬‫ﻮل أَﺗَﻰ اﻟﻨ‬
ِ ‫ﺚ ﻓـَﻠَ ﻢ أ‬ ِ ُ ‫ واﻟْﺘﻤﺴ‬، ‫ت ﺣﺠ ﺮﻳ ِﻦ‬
‫ْﺤ َﺠ َﺮﻳْ ِﻦ َوأَﻟْﻘَ ﻰ‬َ ‫ ﻓَﺄَ َﺧ َﺬ اﻟ‬، ‫ ﻓَﺄَﺗَـ ْﻴُﺘ ُﻪ ﺑِ َﻬﺎ‬، ً‫ت َر ْوﺛَﺔ‬
ُ ‫ ﻓَﺄَ َﺧ ْﺬ‬، ‫َﺟ ْﺪ ُﻩ‬ ْ َ ‫ﺎﻟ‬‫ﺖ اﻟﺜ‬ ْ َ َ َ ْ َ َ َ ُ ‫ ﻓـَ َﻮ َﺟ ْﺪ‬، ٍ‫َﺣ َﺠﺎر‬ ْ‫أ‬
‫ﺮ ْﺣ َﻤ ِﻦ‬ ‫ﺪﺛَﻨِ ﻰ ﻋَ ْﺒ ُﺪ اﻟ‬ ‫ﻒ ﻋَ ْﻦ أَﺑِﻴﻪِ ﻋَ ْﻦ أَﺑِﻰ إِ ْﺳ َﺤ ﺎ َق َﺣ‬ َ ‫ﻮﺳ‬ ِ َ َ‫ وﻗ‬. « ‫ﺎل » ﻫ َﺬا رِﻛْﺲ‬
ُ ُ‫ﺎل إِﺑْـ َﺮاﻫﻴ ُﻢ ﺑْ ُﻦ ﻳ‬ َ ٌ َ َ َ‫ﺮْوﺛَﺔَ َوﻗ‬ ‫اﻟ‬
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 81
22). Hadits no. 156
“Haddatsanaa Abu N u’aim ia berkata, haddatsanaa Zuhair dari Abu Ishaq ia berkata, bukan
Abu Ubaidah yang menyebutkannya, namun Abdur Rokhman ibnul Aswad dari Bapaknya,
bahwa ia mendengar Abdullah berkata : ‘Nabi pergi buang hajat, lalu Beliau
menyuruhku membawakan 3 batu, maka aku hanya mendapatkan 2 batu, aku mencari-cari
batu yang ketiga, namun belum juga mendapatkannya, maka aku mengambil kotoran hewan
dan memberikannya kepada Beliau , maka Nabi mengambil 2 batu dan melemparkan
kotoran hewan tadi, sambil berkata : “ini, najis”.
Ibrohim bin Yusuf berkata, dari Bapaknya dari Abi Ishaq, haddatsanii Abdur Rokhman.

Penjelasan biografi perowi hadits :

1 & 2 Abu Nu’aim dan Zuhair telah berlalu keterangannya.

3. Nama : Abu Ishaaq ‘Amr bin Abdullah bin ‘Ubaid


Kelahiran : Wafat tahun 129 H atau sebelumnya
Negeri tinggal : Kufah
Komentar ulama : Tabi’I wasith. Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Ma’in, Imam
Abu Hatim, Imam Nasa’I dan Imam Al’ijli.
Hubungan Rowi : Abdur Rokhman adalah gurunya dan tinggal senegeri
dengannya.

4. Nama :Abu Hafsh Abdur Rokhman Ibnul Aswad bin Yaziid


Kelahiran :Wafat 99 H
Negeri tinggal : Kufah
Komentar ulama : Tabi’I Wasith. Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Ma’in, Imam
Nasa’I, Imam Al’ijli dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Al Aswad adalah Bapaknya, sekaligus gurunya dan
tinggal senegeri dengannya.

5. Nama : Abu ‘Amr Al Aswad bin Yaziid


Kelahiran : Wafat 74 H atau 75 H
Negeri tinggal : Kufah
Komentar ulama : Tabi’I Kabiir. Ditsiqohkan oleh Imam Ahmad, Imam Ibnu
Ma’in, Imam Ibnu Sa’ad, Imam Al’ijli dan Imam Ibnu
Hibban.
Hubungan Rowi : Abdullah bin Mas’ud adalah diantara deretan gurunya.

Biografi Perowi Mutabi :

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 82


1. Nama : Ibrohim bin Yusuf bin Ishaq bin Abi Ishaq
Kelahiran : Wafat tahun 198 H
Negeri tinggal : Kufah
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Daruquthni dan Imam Ibnu
Hibban. Dilemahkan oleh Imam Ibnu Ma’in, Imam
Nasa’I, Imam Abu Dawud dan Imam Zaujazaaniy. Imam
Abu Hatim menilainya, Hasan haditsnya dan ditulis
haditsnya, hal senada disampaikan juga oleh Imam Ibnu
Adiy. Dan barangkali ini adalah penilaian yang
proporsional.
Hubungan Rowi : Yusuf adalah bapaknya, sekaligus gurunya dan tinggal
senegeri dengannya.

2. Nama :Yusuf bin Ishaq bin Abi Ishaq


Kelahiran :Wafat 157 H
Negeri tinggal : Kufah
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Daruquthni dan Imam Ibnu
Hibban. Imam Abu Hatim menilainya, ditulis haditsnya.
Hubungan Rowi : Abu Ishaq adalah kakeknya, sekaligus gurunya dan
tinggal senegeri dengannya.

(Catatan : Semua bi ografi row i di rujuk dari ki tab tahdzi bul kamal Al Mi zzi dan Tahdzi but Tahdzi b
Ibnu Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Disyariatkannya beristijmar dengan minimal 3 buah batu. Para ulama
berselisih pendapat tentang hukumnya. Imam Ibnu Bathol dalam
“Syaroh Bukhori” berkata :
.‫ وأﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ إ ﻟﻰ أﻧﻪ إن اﻗﺘﺼﺮ ﻋﻠﻰ دون ﺛﻼﺛﺔ أﺣﺠﺎر ﻣﻊ اﻹﻧﻘﺎء ﺟﺎز‬،‫ ﻓﺬﻫﺐ ﻣﺎﻟﻚ‬،‫واﺧﺘﻠﻒ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻓﻰ ﻋﺪد اﻷﺣﺠﺎر‬
.‫ ﻻ ﻳﺠﻮز اﻻﻗﺘﺼﺎر ﻋﻠﻰ دون ﺛﻼﺛﺔ أﺣﺠﺎر وإن أﻧﻘ ﻰ‬:‫وﻗﺎل اﻟﺸﺎﻓﻌﻰ‬
‫ ﻗﻌﺪ‬،- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ وذﻟﻚ أﻧﻪ‬،‫ وﻓﻰ ﻫﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ دﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ أن ﻋﺪد اﻷﺣﺠﺎر ﻟﻴﺲ ﻓﺮض‬:‫ﻗﺎل اﻟﻄﺤﺎوى‬
‫ وﻟﻮ ﻛﺎن ﺑﺤ ﻀﺮﺗﻪ ﻣﻦ ذﻟﻚ ﺷﻰء ﻟﻤﺎ‬، - ‫ ﺗﻤﺖ ﻧﺎوﻟﻨﻰ ﺛﻼﺛﺔ أﺣﺠﺎر‬:‫ ﻟﻘﻮﻟﻪ ﻟﻌﺒ ﺪ اﷲ‬،‫ﻟﻠﻐﺎﺋﻂ ﻓﻰ ﻣﻜﺎن ﻟﻴﺲ ﻓﻴﻪ أﺣﺠﺎر‬
‫ وأﺧﺬ اﻟﺤﺠﺮﻳﻦ دل ذﻟﻚ ﻋﻠﻰ أن‬،‫ ﻓﻠﻤﺎ أﺗﺎﻩ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﺤﺠﺮﻳﻦ وروﺛﺔ ﻓﺄﻟﻘﻰ اﻟﺮوﺛﺔ‬،‫اﺣﺘﺎج أن ﻳﻨﺎوﻟﻪ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ذﻟﻚ اﻟﻤﻜﺎن‬
‫ وﻷﻣﺮ ﻋﺒﺪ اﷲ أن ﻳﺒﻐﻴﻪ‬،‫ ﻷﻧﻪ ﻟﻮ ﻟﻢ ﻳﺠﺰ إﻻ اﻟﺜﻼﺛﺔ ﻟﻤﺎ اﻛﺘﻔﻰ ﺑﺎﻟﺤﺠﺮﻳﻦ‬،‫اﻻﺳﺘﻨﺠﺎء ﺑﻬﻤﺎ ﻳﺠﺰئ ﻣﻤﺎ ﻳﺠﺰئ ﻣﻨﻪ اﻟﺜﻼﺛﺔ‬
.‫ﺛﺎﻟﺜًﺎ‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 83


“Para ulama berselisih pendapat tentang hukum bilangan batu, Malik dan Abu
Hanifah berpendapat bahw a kurang dari 3 batu, asalkan sudah dapat
membersihkan najis, itu cukup (boleh). Syafi’I berkata : ‘kurang dari 3 batu tidak
boleh, sekalipun dapat membersihkan’.
Thohawiy berkata : ‘dalam hadit s ini, terdapat dalil bahwa bilangan batu tidak
w ajib, karena Nabi buang hajat pada tempat yang tidak terdapat batu, lalu
berkata kepada Abdullah bin Mas’ud : “Bawakan 3 batu untukku”. Seandainya
dengan buang hajatnya Nabi di tempat yang tidak ada batu bermasalah, tentu
Beliau tidak perlu untuk meminta kepada orang lain membawakan batu dan
ketika Abdullah membaw akan 2 buah batu dan kotoran hew an, maka Nabi
membuang kotoran hew annya dan menggunakan 2 buah batu tersebut yang
menunjukan bahw a istinja dengan 2 buah batu cukup, seperti seandainya
menggunakan 3 buah batu, karena seandainya tidak sah kecuali harus 3 batu, pasti
2 batu tidak akan mencukupi dan akan memerintahkan kepada Abdullah lag i
untuk mencari batu yang ketiga’”.

Apa yang disampaikan oleh Imam Ibnu Bathol dari madzhabnya Abu
Hanifah dan Malik, menurut kami adalah yang rajih, yakni penggunaan
batu untuk beristinja kurang dari 3 buah adalah diperbolehkan, selama
dapat mencukupi untuk membersihkan najis yang keluar dari seseorang
ketika buang hajat. Hal ini sesuai dengan kaedah fikih yang masyhur :
‫اﻟﺤﻜﻢ ﻳﺪور ﻣﻊ ﻋﻠﺘﻪ وﺟﻮدا وﻋﺪﻣﺎ‬
”Hukum berkisar bersama illatnya, tergantung ada atau tidaknya”.
Yakni maksudnya adalah, bahwa pensyariatan penggunaan batu untuk
beristijmar itu untuk menghilangkan najis, dan ini adalah illat hukum
yang melekat pada syariat istijmar. Oleh karenanya, selama penggunaan
batu kurang dari 3 buah dapat membersihkan najis, maka tercapailah
alasan dari pensyariatan istijmar. Sekalipun kami katakan, prakteknya
penggunaan 1 buah batu umumnya belum cukup untuk membersihkan
najis. Hal ini juga berlaku pada penggunaan benda lain seperti, tisu,
kertas, kayu dan semisalnya. W allahu A’lam.
2. Keutamaan sahabat Ibnu Mas’ud , sebagai salah satu sahabat yang
berkhidmat kepada Nabi .
3. Najisnya kotoran hewan dan untuk perinciannya, Insya Allah pada
babnya.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 84


ِ‫ﺿ‬
ً‫ﺮة‬ ‫ﺮةً َﻣ‬ ‫ﻮء َﻣ‬ُ ‫ ﺑﺎب اﻟ ُْﻮ‬- 22
Bab 22 Wudhu satu kali satu kali

Penjelasan :

Bab ini menjelaskan tatacara banyaknya basuhan yang dilakukan pada


saat berwudhu. Kemudian basuhan sebanyak 1 kali adalah yang wajib,
selebihnya jika dilakukan sebanyak 2 kali 2 kali sampai 3 kali adala h
sunnah, adapun lebih dari 3 kali adalah perbuatan yang menyelisihi sunnah
dan Nabi mengungkapkannya sebagai perbuatan dholim, sebagaimana
hadits yang telah dibawakan pada penjelasan awal-awal kitab w udhu. Nabi
bersabda :
‫ى َوﻇَﻠَ َﻢ‬‫ﺎء َوﺗـَ َﻌ ﺪ‬
َ ‫َﺳ‬
َ ‫ﻮء ﻓَ َﻤ ْﻦ َزا دَ ﻋَﻠَﻰ َﻫ َﺬا ﻓـَﻘَ ْﺪ أ‬
ُ ُ‫َﻫ َﻜ َﺬا اﻟ ُْﻮﺿ‬
“demikianlah wudhu, barangsiapa yang menambahi lebih dari ini (3 kali basuhan-pent.), maka
ia telah berbuat kejelekan, melampaui batas dan dholim” (HR. Abu Dawud, Nasa’I dan Ibnu
Majah, dishahihkan oleh Imam Al Albani).

Berkata Imam Bukhori :


‫ﺎل‬
َ َ‫ﺎس ﻗ‬ ِ َ‫ﺪ ﺛـَﻨﺎ ﺳ ْﻔﻴ ﺎ ُن ﻋﻦ زﻳ ِﺪ ﺑ ِﻦ أَﺳﻠَ ﻢ ﻋﻦ ﻋﻄ‬ ‫ﺎل ﺣ‬
ٍ ‫ﺎء ﺑْ ِﻦ ﻳَ َﺴﺎ رٍ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ َﻋﺒ‬ َ ْ َ َ ْ ْ ْ َ ْ َ َ ُ َ َ َ َ‫ﻒ ﻗ‬ َ ‫ﻮﺳ‬
ُ ُ‫ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ﻳ‬‫ﺪ ﺛـََﻨﺎ ُﻣ َﺤﻤ‬ ‫ َﺣ‬- 157
ً‫ﺮة‬ ‫ﺮةً َﻣ‬ ‫ َﻣ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺄَ اﻟﻨ‬‫ﺗـَ َﻮﺿ‬
23). Hadits no. 157
“Haddatsanaa Muhammad bin Yusuf Ia berkata, haddatsanaa Sufyan dari Zaid bin Aslam
dari ‘Athoo’ bin Yasaar dari Ibnu Abbas ia berkata : ‘Nabi wudhu satu kali satu kali’”.

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya.

Penjelasan Hadits :
1. Wajibnya basuhan w udhu adalah 1 kali 1 kali.
2. Imam Tirmidzi berkata dalam “Sunannya” (no. 44) :
ِ ِ ِ
‫ﺲ ﺑَـْﻌ َﺪ ُﻩ َﺷ ْﻰ ٌء‬
َ ‫ث َوﻟَْﻴ‬
ٌ َ‫ْﻀﻠُُﻪ ﺛَﻼ‬ َ ‫ﺮﺗَـ ْﻴ ِﻦ أَﻓ‬‫ﺮةً َوَﻣ‬‫ﺮةً َﻣ‬ ‫ﻮء ﻳُ ْﺠﺰِ ُئ َﻣ‬
َ ‫ْﻀ ُﻞ َوأَﻓ‬ َ‫ﺿ‬ُ ‫ ا ﻟُْﻮ‬‫ﻣﺔ أ َْﻫ ِﻞ اﻟْﻌﻠْ ِﻢ أَن‬ ‫َوا ﻟَْﻌ َﻤ ُﻞ َﻋﻠَﻰ َﻫ َﺬا ﻋﻨْ َﺪ َﻋﺎ‬
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 85
“beramal berdasarkan hal ini kebanyakan para ulama, bahwa w udhu sah dengan 1
kali 1 kali, jika dua kali dua kali, lebih utama dan yang lebih utama lagi sebanyak 3
kali 3 kali. Tidak ada lebih dari 3 kali sedikitpun”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 86


ِ‫ﺿ‬
‫ﺮﺗَـ ْﻴ ِﻦ‬ ‫ﺮﺗَـ ْﻴ ِﻦ َﻣ‬‫ﻮء َﻣ‬ُ ‫ ﺑﺎب اﻟ ُْﻮ‬- 23
Bab Wudhu dua kali dua kali

Penjelasan :

Yakni disunnahkannya menambahkan dalam membasuh anggota


wudhu sebanyak 2 kali 2 kali, sekalipun sebagaimana bab sebelumnya
dengan membasuh 1 kali 1 kali sudah mencukupi.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﻪِ ﺑْ ِﻦ‬‫ﺪ ﺛَـَﻨﺎ ﻓُـ َﻠ ْﻴ ُﺢ ﺑْ ُﻦ ُﺳ َﻠْﻴ َﻤﺎ َن َﻋ ْﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ ‫ﻤ ٍﺪ َﻗ‬ ‫ﺲ ﺑْ ُﻦ ُﻣ َﺤ‬
ُ ُ‫ﺪ ﺛَـَﻨﺎ ُﻳﻮﻧ‬ ‫ﺎل َﺣ‬َ َ‫ﻴﺴ ﻰ ﻗ‬ ِ
َ ‫ﺪ ﺛَـَﻨﺎ ُﺣ َﺴ ْﻴ ُﻦ ﺑْ ُﻦ ﻋ‬ ‫ َﺣ‬- 158
َ‫ﺄ‬‫ ﺗَـ َﻮﺿ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ن اﻟﻨ‬ َ‫ﻪِ ﺑْ ِﻦ َزْﻳ ٍﺪ أ‬‫ﻴﻢ َﻋ ْﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬ ٍ ‫ ِﺎد ﺑْ ِﻦ ﺗَ ِﻤ‬‫أَﺑِﻰ ﺑَ ْﻜﺮِ ﺑْ ِﻦ َﻋ ْﻤﺮِو ﺑْ ِﻦ َﺣ ْﺰٍم َﻋ ْﻦ َﻋﺒ‬
‫ﺮﺗَـ ْﻴ ِﻦ‬ ‫ﺮﺗَـ ْﻴ ِﻦ َﻣ‬ ‫َﻣ‬
24). Hadits no. 158
“Haddatsanaa Husain bin Isa ia berkata, haddatsanaa Yunus bin Muhammad ia berkata,
haddatsanaa Fulaih bin Sulaiman dari Abdullah bin Abi Bakar bin ‘Amr bin Hazim dar i
‘Abbaad bin Tamiim dari‘Abdullah bin Zaid bahwa Nabi berwudhu dua kali dua kali”.

Penjelasan biografi perowi hadits :

1. Nama : Abu Ali Husain bin Isa bin Himroon


Kelahiran : Wafat 247 H
Negeri tinggal : Naisabur
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Nasa’I, Imam Daruquthni dan
Imam Al Hakim. Imam Abu Hatim menilainya, shoduq.
Hubungan Rowi : Yunus salah seorang gurunya, sebagaimana ditulis oleh
Imam Al Mizzi.

2. Nama : Abu Muhammad Yunus bin Muhammad bin Muslim


Kelahiran : Wafat 207 H
Negeri tinggal : Baghdad
Komentar ulama : Ditsiqohkan ole h Imam Ibnu Ma’in dan Imam Ibnu
Hibban. Imam Abu Hatim menilainya, shoduq.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 87


Hubungan Rowi : Fulaih salah seorang gurunya, sebagaimana ditulis oleh
Imam Al Mizzi.

3. Fulaih bin Sulaiman telah berlalu pada hadits no. 59

4. Nama : Abu Muhammad Abdullah bin Abi Bakr bin Muhammad


Kelahiran : Lahir 65 H dan wafat 135 H
Negeri tinggal : Madinah
Komentar ulama : Tabi’I Shoghir. Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Ma’in, Imam
Abu Hatim, Imam Ibnu Sa’ad, Imam Nasa’I, Imam Al’ijli
dan Imam Ibnu Hibban. Imam Malik menilainya, shoduq.
Hubungan Rowi : ‘Abbaad salah seorang gurunya dan tinggal senegeri
dengannya, sebagaimana ditulis oleh Imam Al Mizzi.

5. Nama : ‘Abbaad bin Tamiim bin Ghoziyyah


Kelahiran : -
Negeri tinggal : Madinah
Komentar ulama : Tabi’I Wasith. Ditsiqohkan oleh Imam Nasa’I, Imam Al’ijli
dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Adullah bin Zaid adalah pamannya, sekaligus salah
seorang gurunya dan tinggal senegeri dengannya,
sebagaimana ditulis oleh Imam Al Mizzi.

6. Nama : Abu Muhammad Abdullah bin Zaid bin ‘Aashim


Kelahiran : Wafat 63 H di Hirroh
Negeri tinggal : Madinah
Komentar ulama : Sahabat mayhur.
Hubungan Rowi : veteran perang Uhud bersama Nabi .

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Disunahkannya w udhu sebanyak 2 kali 2 kali.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 88


ِ‫ﺿ‬
‫ﻮء ﺛَﻼَ ﺛًﺎ ﺛَﻼَ ﺛًﺎ‬ُ ‫ ﺑﺎب اﻟ ُْﻮ‬- 24
Bab 24 Wudhu tiga kali tiga kali

Penjelasan :

Ini adalah yang paling utama yakni membasuh w udhu sebanyak 3 kali
3 kali. Tidak boleh lebih dari 3 kali, sebagaimana hadits yang telah lewat.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﺎء ﺑْ َﻦ ﻳَﺰِﻳ َﺪ‬
َ َ‫ن َﻋﻄ‬ َ‫ﺎب أ‬ٍ ‫ﻴﻢ ﺑْ ُﻦ َﺳ ْﻌ ٍﺪ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ِﺷ َﻬ‬ ِ ِ
ُ ‫ﺪ ﺛَﻨ ﻰ إِﺑْـَﺮاﻫ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ َ َ‫ﻰ ﻗ‬ ‫ﻪِ ا ﻷَُوﻳْ ِﺴ‬‫ﺪ ﺛَـَﻨﺎ َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟ َْﻌﺰِﻳ ﺰِ ﺑْ ُﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬ ‫ َﺣ‬- 159
َ َ‫ﻔْﻴﻪِ ﺛَﻼ‬ ‫ ﻓَﺄَﻓـْ َﺮغَ َﻋﻠَﻰ َﻛ‬، ‫ﻔﺎ َن َد َﻋﺎ ﺑِﺈﻧَ ٍﺎء‬ ‫ ُﻪ َرأَى ُﻋﺜَْﻤﺎ َن ﺑْ َﻦ َﻋ‬‫ن ُﺣ ْﻤ َﺮا َن َﻣ ْﻮﻟَﻰ ُﻋﺜَْﻤﺎ َن أَ ْﺧﺒَـ َﺮُﻩ أَﻧ‬ َ‫أَ ْﺧﺒَـ َﺮُﻩ أ‬
‫ث ِﻣ َﺮا ٍر‬
َ َ‫ َوﻳَ َﺪ ْﻳﻪِ إِﻟَﻰ اﻟِْﻤ ْﺮﻓـَﻘَ ْﻴ ِﻦ ﺛَﻼ‬، ‫ ﻏَ َﺴ َﻞ َو ْﺟ َﻬ ُﻪ ﺛَﻼَﺛًﺎ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫اﺳ ﺘَـ ْﻨ َﺸ َﻖ‬ ِ
‫ث‬ ْ ‫ َو‬، ‫ﺾ‬ ْ ‫ أَ ْد َﺧ َﻞ ﻳَ ِﻤﻴَﻨ ُﻪ ﻓِﻰ ا ِﻹﻧَﺎء ﻓَ َﻤ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ﻓـَﻐَ َﺴﻠَ ُﻬ َﻤﺎ‬
َ ‫ﻀ َﻤ‬
‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ُ ‫ﺎل َر ُﺳ‬ َ َ‫ﺎل ﻗ‬ َ َ‫ ﻗ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ث ِﻣ َﺮارٍ إِﻟَﻰ اﻟْ َﻜ ْﻌﺒَـ ْﻴ ِﻦ‬َ َ‫ ﻏَ َﺴ َﻞ رِ ْﺟﻠَ ْﻴﻪِ ﺛَﻼ‬‫ ﺛُﻢ‬، ِ‫ْﺳﻪ‬
ِ ‫ ﻣﺴ ﺢ ﺑِﺮأ‬‫ ﺛُﻢ‬، ٍ‫ِﻣ ﺮار‬
َ َ ََ َ
ِ‫ﺪ مَ ِﻣﻦ ذَﻧْﺒِﻪ‬ َ‫ ﻏُﻔِﺮ ﻟَﻪُ ﻣﺎ ﺗـَﻘ‬، ُ‫ث ﻓِﻴ ِﻬ ﻤﺎ ﻧـَ ْﻔﺴ ﻪ‬ ِ
ْ َ َ َ َ ُ ‫ ﻻَ ﻳُ َﺤ ﺪ‬، ‫ ﻰ َرْﻛﻌَﺘَـ ْﻴ ِﻦ‬‫ ﺻَﻠ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ﺄَ ﻧَ ْﺤَﻮ ُوﺿُ ﻮﺋ ﻰ َﻫ َﺬا‬‫ » َﻣ ْﻦ ﺗـَ َﻮﺿ‬- ‫وﺳﻠﻢ‬
«
25). Hadits no. 159
“Haddatsanaa Abdul Aziiz bin Abdullah Al Uwais ia berkata, haddatsanii Ibrohim bin Sa’ad
dari Ibnu Syihaab bahwa ‘Athoo’ bin Yaziid mengabarinya, bahwa Humroon maulanya
Utsman bin ‘Affaan mengabarinya bahwa ia melihat Utsman bin ‘Affaan meminta bejana
air, lalu beliau mencuci telapak tangannya 3 kali, lalu memasukkan tangan kanannya
kedalam bejana, lalu digunakan berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung, lalu mencuci
wajahnya 3 kali, lalu tangannya hingga siku 3 kali, lalu mengusap kepalanya, lalu mencuci
kakinya sampai mata kaki, sebanyak 3 kali. Kemudian beliau berkata : ‘Rasulullah
bersabda : “Barangsiapa yang berwudhu seperti wudhuku ini, lalu sholat 2 rakaat, khusyu’
dalam sholatnya, niscaya akan diampuni dosanya yang telah lalu”.
Muslim meriwayatkannya no. 650

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya, kecuali :

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 89


1. Nama : Humroon bin Abaan bekas budaknya Utsman
Kelahiran : Wafat 75 H atau pada tahun lainnya
Negeri tinggal : Madinah
Komentar ulama : Tabi’I Kabiir. Ditsiqohkan Ibnu Abdil Barr dan Imam Ibnu
Hibban.
Hubungan Rowi : Yunus salah seorang gurunya, sebagaimana ditulis oleh
Imam Al Mizzi.

2. Nama : Abu ‘Amr Utsman bin ‘Affaan


Kelahiran : Wafat 35 H di Madinah oleh para pemberontak khowarij
Negeri tinggal : Madinah
Komentar ulama : sahabat besar. Amirul Mukminin ke-3.
Hubungan Rowi : beliau dijuluki Dzun nuroin, karena pernah menikahi
dua putri Rasulullah .

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Berkata Imam Bukhori :


ُ ‫ﺎب َوﻟَﻜِ ْﻦ ﻋُ ْﺮَو ُة ﻳُ َﺤ ﺪ‬
َ‫ﺄ‬‫ﻤﺎ ﺗـَ َﻮﺿ‬ َ‫ ﻓـَﻠ‬، ‫ث ﻋَ ْﻦ ُﺣ ْﻤ َﺮا َن‬ ٍ ‫ﺎل اﺑْ ُﻦ ِﺷ َﻬ‬
َ َ‫ﺴﺎ َن ﻗ‬ ِ ‫ﺎل‬
َ ‫ﺻﺎﻟ ُﺢ ﺑْ ُﻦ َﻛ ْﻴ‬َ َ َ‫ﺎل ﻗ‬ َ َ‫ﻴﻢ ﻗ‬ ِ
َ ‫ َوﻋَ ْﻦ إِﺑْـ َﺮاﻫ‬- 160
َ‫ﻮل » ﻻ‬ ُ ُ‫ ﻳَـﻘ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﻨﺒ‬‫ﺖ اﻟ‬ ُ ْ‫ َﺳ ِﻤ ﻌ‬، ُ‫ﺪ ﺛـْﺘُ ُﻜ ُﻤﻮﻩ‬ ‫ﺪ ﺛُ ُﻜ ْﻢ َﺣ ِﺪ ﻳﺜًﺎ ﻟ َْﻮﻻَ آﻳَﺔٌ َﻣﺎ َﺣ‬ ‫ُﺣ‬
َ ‫ﺎل أَﻻَ أ‬
َ َ‫ﻋُﺜَْﻤﺎ ُن ﻗ‬
. « ‫ﻴَـ َﻬﺎ‬‫ﺼﻠ‬ ِ  ‫ ُﻏﻔِﺮ ﻟَﻪ ﻣﺎ ﺑـﻴـَﻨﻪ وﺑـﻴ ﻦ اﻟ‬‫ﺼ ﻼََة إِ ﻻ‬  ‫ﻰ اﻟ‬‫ﺼ ﻠ‬ ُ ‫ﺄُ َر ُﺟ ٌﻞ ﻓَـُﻴ ْﺤ ِﺴ ُﻦ ُو‬‫ﻳَـﺘَـَﻮﺿ‬
َ ُ‫ﺘ ﻰ ﻳ‬‫ﺼ ﻼَة َﺣ‬ َ َْ َ ُ ْ َ َ ُ َ َ ُ‫ َوﻳ‬، ‫ﻮء ُﻩ‬َ ‫ﺿ‬
( ‫ﺎت‬ِ ‫ـَﻨ‬‫ ِﺬﻳﻦ ﻳﻜْﺘ ﻤﻮ َن ﻣﺎ أَﻧْـﺰﻟَْﻨ ﺎ ِﻣﻦ اﻟْﺒـﻴ‬‫ن اﻟ‬ ِ‫ﺎل ُﻋ ﺮوةُ اﻵﻳ ُﺔ ) إ‬
َ َ َ َ ُُ َ َ َ َْ َ َ‫ﻗ‬
26). Hadits no. 160
“Dari Ibrohim ia berkata, Shoolih bin Kaisaan berkata, Ibnu Syihaab berkata, namum Urwah
menceritakan dari Humroon, maka ketika Ustman berwudhu, ia berkata : ‘ingatlah, aku akan
menceritakan kepada kalian sebuah hadits, jika bukan kare na suatu ayat, aku tidak akan
menceritakannya, aku mendengar Nabi bersabda : “tidaklah seorang berwudhu, lalu ia
memperbagus wudhunya, lalu mengerjakan sholat, kecuali akan dihapuskan dosa antara
wudhu dan sholatnya, hingga ia sholat (berikutnya)”.
Urwah berkata : ‘ayat yang dimaksud adalah : “Se sungguhnya orang-orang yang
menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa ke terangan-keterangan (yang jelas)”
(QS. Al Baqoroh (2) : 159).
Muslim meriwayatkannya no. 564

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 90


Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya.

Penjelasan Hadits :
1. Yang paling utama w udhu dibasuh sebanyak 3 kali 3 kali.
2. Disyariatkannya sholat sunnah setelah w udhu.
3. Keutamaan yang besar dengan berwudhu sebanyak 3 kali 3 kali.
4. Imam Ibnu Bathol dalam “Syaroh Bukhori” menukil dari Imam Thohawi,
katanya :
‫ وﻣﺎ زاد ﻋﻠﻰ ذﻟ ﻚ ﻓﻬﻮ ﻹﺻﺎﺑﺔ اﻟﻔﻀﻞ ﻻ‬،‫ ﻓﻰ ﻫﺬﻩ اﻷﺣﺎدﻳﺚ دﻟﻴ ﻞ أن اﻟﻤﻔﺘﺮض ﻣﻦ اﻟﻮﺿﻮء ﻫﻮ ﻣﺮة ﻣﺮة‬:‫ﻗﺎل اﻟﻄﺤﺎوى‬
‫ وﻣﻦ ﺷﺎء ﺛﻼ ﺛًﺎ وﻫﺬا ﻗﻮل أﻫﻞ‬،‫ وﻣﻦ ﺷﺎء ﻣﺮﺗﻴﻦ‬،‫ ﻓﻤﻦ ﺷﺎء ﺗﻮﺿﺄ ﻣﺮة‬،‫ وأن اﻟﻤﺮﺗﻴﻦ واﻟﺜﻼﺛﺔ ﻣﻦ ذﻟ ﻚ ﻋﻠﻰ اﻹﺑﺎﺣﺔ‬،‫اﻟﻔﺮض‬
.‫ ﻻ ﻧﻌﻠﻢ ﺑﻴﻨﻬﻢ ﻓﻰ ذﻟﻚ اﺧﺘﻼﻓًﺎ‬،‫ﺟﻤﻴﻌﺎ‬
ً ‫اﻟﻌﻠﻢ‬
“dalam hadits-hadits in i terdapat dalil bahw a yang wajib dalam berw udhu adalah
dibasuh 1 kali 1 kali, apa yang lebih dari itu akan mendapatkan keutamaan, bukan
sebagai sesuatu yang w ajib . Maka w udhu dengan 2 kali 2 kali dan 3 kali 3 kali
adalah boleh. Barangsiapa yang ingin 1 kali, silahkan, yang ingin 2 kali dan 3 kali
juga silahkan. Ini adalah perkataan ulama seluruhnya, tidak ada perselisihan
didalam, sepanjang yang kami tahu”.
5. Imam Naw awi dalam “Syaroh Muslim” berkata :
ِ ِ ‫ ا ﻟْﻤﺴﺘ ﺤ‬‫ﺎﻓِﻌِ ﻲ وﻣﻦ واﻓـَﻘَ ﻪ ﻓِﻲ أَن‬‫وﻓِﻴﻪِ د َﻻﻟَﺔ ﻟِﻠﺸ‬
‫ﻀﺎء‬ َ ‫ﺮأْ س أَ ْن ﻳَْﻤ‬ ‫ﺐ ﻓ ﻲ اﻟ‬
َ ‫ﺴ ﺢ ﺛََﻼﺛًﺎ َﻛﺒَﺎﻗ ﻲ ْاﻷَْﻋ‬ ّ َ َْ ُ ُ َ َْ َ  َ َ
“Didalamnya terdapat dalil bagi Imam Syafi’I dan yang sependapat dengannya
bahw a disunahan untuk mengusap kepala sebanyak 3 kali, sebagaimana anggota
wudhu lainnya”.
Pembahasan masalah ini, lebih lanjut pada babnya Insya Allah .

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 91


ِ ‫ﺿ‬
‫ﻮء‬ ُ ‫اﻻ ْﺳ ﺘِ ْﻨﺜَﺎِر ﻓِﻰ اﻟ ُْﻮ‬
ِ ‫ ﺑﺎب‬- 25
ٍ ‫ﺒ‬‫ ﻪِ ﺑْ ُﻦ َزﻳْ ٍﺪ َواﺑْ ُﻦ َﻋ‬‫ َذ َﻛ َﺮُﻩ ُﻋﺜَْﻤﺎ ُن َو َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟﻠ‬-
‫ﻰ – ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺎس – رﺿﻰ اﷲ ﻋﻨﻬﻢ – َﻋ ِﻦ اﻟﻨ‬
Bab 25 Istinsyar dalam Berwudhu
Diriwayatkan oleh Utsma n, Abdullah bin Zaid dan Ibnu Abbas
Rhodiyallahu ‘anhum dari Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wa Salam

Penjelasan :
Al Istinsyaar, didefinisikan oleh Imam Shon’aniy dalam “Subulus
Salam” yakni :
ِ ‫ﺲ ْاﻷَْﻧ‬
‫ﻒ‬ ِ ‫ﻚ ﺑِﻨَـ ْﻔ‬ ِ ‫ﻢ اﺳﺘ ْﺨﺮ‬ ُ‫اﺳﺘـْﻨ ﺸﻖ ا ﻟْﻤﺎء ﺛ‬
َ ‫ج َذ ﻟ‬
َ َ َْ َ َ َ َ َْ
“Memasukkan air ke hidung, lalu menghembuskannya kembali dengan hidungnya
tersebut”.
Para ulama berselis ih pendapat tentang hukum istinsyaar dalam
wudhu. Madzhab Hambali mengatakan, bahwa hukumnya wajib, berdalil
dengan perintah-perintah yang datang dari haditsnya Nabi sholallahu alaihi
wa salam , seperti hadits yang nanti akan dibawakan oleh Imam Bukhori
pada bab ini.
Mayoritas ulama berpendapat, bahwa hukumnya sunnah, mereka
mengatakan bahwa perintah beristinsyar dalam hadits dipalingkan oleh ayat
tentang wudhu yang tidak menyebutkan amalan bersitinsyar didalamnya,
juga berdalil dengan hadits berikut, yang memalingkan perintah ini menjadi
sunnah :
‫ﺰ‬ ‫ﻞ َو َﻋ‬ ‫ ُﻪ َﺟ‬‫َﻣ َﺮ َك اﻟﻠ‬
َ ‫ﺄْ َﻛ َﻤﺎ أ‬‫ﻓَـﺘَـَﻮﺿ‬
“Maka berwudhulah, sebagaimana Allah azza wa Jalla memerintahkannya” (HR. Abu
Dawud dan Tirmidzi, dihasankan oleh Imam Tirmidzi dan dishahihkan oleh Imam Al Albani).
‫ﻦ‬ ‫ات ﻟِ َﻤﺎ ﺑَـﻴْـﻨَـ ُﻬ‬
ٌ ‫ﻔ َﺎر‬ ‫ﺎت َﻛ‬
ُ َ‫ات اﻟ َْﻤ ْﻜُﺘﻮﺑ‬ َ ‫ ُﻪ ﺗَـ َﻌﺎﻟَﻰ ﻓَﺎﻟﺼ‬‫ﻮء َﻛ َﻤﺎ أ ََﻣ َﺮُﻩ اﻟﻠ‬
ُ ‫ﻠﻮ‬ َ ‫ﺿ‬ُ ‫ اﻟ ُْﻮ‬‫َﻣ ْﻦ أَﺗَﻢ‬
“Barangsiapa yang menyempurnakan wudhunya, sebagaimana Allah Ta’alaa perintahkan,
maka sholat-sholat wajibnya adalah penghapus dosa diantara waktu-waktu sholat tersebut
(HR. Muslim).
‫ﻞ ﻓـَﻴَـﻐْ ِﺴ َﻞ َو ْﺟ َﻬ ُﻪ َوﻳَ َﺪﻳْﻪِ إِﻟَﻰ اﻟْ ِﻤ ْﺮﻓـَ َﻘ ْﻴ ِﻦ‬ ‫ﺰ َو َﺟ‬ ‫ ُﻪ َﻋ‬‫ﻮء َﻛ َﻤﺎ أ ََﻣ َﺮُﻩ اﻟﻠ‬
َ ‫ﺿ‬ُ ‫ ﻰ ﻳُ ْﺴﺒِ َﻎ اﻟُْﻮ‬‫َﺣ ِﺪ ُﻛ ْﻢ َﺣﺘ‬ َ ‫ﺻﻼَةُ أ‬
ِ
َ ‫ﻢ‬ ‫ َﻬﺎ ﻻَ ﺗَﺘ‬‫إِﻧـ‬
‫ﺴ َﺮ‬ ‫ ﻳَـﻘْ َﺮأُ ِﻣ َﻦ ا ﻟْﻘُ ْﺮآ ِن َﻣﺎ أُ ِذ َن ﻟ َُﻪ ﻓِﻴﻪِ َوﺗَـَﻴ‬‫ﻞ َوﻳَ ْﺤ َﻤ ُﺪُﻩ ﺛُﻢ‬ ‫ﺰ َو َﺟ‬ ‫ َﻪ َﻋ‬‫ـ ُﺮ اﻟﻠ‬‫ ﻳُ َﻜﺒ‬‫َوﻳَ ْﻤ َﺴ َﺢ ﺑِ َﺮأ ِْﺳﻪِ َورِ ْﺟﻠَ ْﻴﻪِ إِﻟَﻰ اﻟْ َﻜ ْﻌﺒَـ ْﻴ ِﻦ ﺛُﻢ‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 92


“Sesungguhnya tidak sempurna sholat kalian, sampai ia menyempurnakan wudhunya,
sebagaimana Allah Imemerintahkannya, ia membasuh mukanya dan kedua tangannya sampai
siku, lalu mengusap kepada dan kedua kakinya, sampai mata kaki. Lalu bertakbir kepada
Allah , lalu bertahmid, lalu membaca Al Qur’an yang dimudahkan baginya” (HR. Abu Dawud,
Nasa’I dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Imam Al Albani).
Jadi kesimpulannya, istinsyaar hukumnya sunnah yang tidak
sepatutnya ditinggalkan.
Apa yang diisyaratkan oleh Imam Bukhori bahwa amalan istinsyaar,
diriwayatkan juga ole h sahabat Utsman rodhiyallahu anhu yang haditsnya
baru saja kita lewati pada bab sebelumnya, lalu oleh Abdullah bin
Zaid rodhiyallahu anhu, haditsnya nanti akan kita bahas pada no. 185 -Insya
Allah- dan Abdullah bin ‘Abbas rodhiyallahu anhu pada awal-awal kitab
wudhu. Dan maksud Imam Bukhori tidak terbatas pada 3 sahabat ini,
karena Imam Bukhori sendiri nanti dalam bab ini, akan membawakan hadits
Abu Huroiroh rodhiyallahu anhu, kemudian yang pensyaroh nukil diatas juga
berasal dari Abu Umaamah rodhiyallahu anhu pada riw ayat Muslim dan
Rifaa’ah rodhiyallahu anhu, serta masih banyak sahabat lainnya.

Berkata Imam Bukhori :


‫ ُﻪ َﺳ ِﻤ َﻊ أَﺑَﺎ‬‫ﻳﺲ أَﻧ‬ ِ َ َ‫ﻪِ ﻗ‬‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟﻠ‬
َ ِ‫ﺎل أَ ْﺧ ﺒَـ َﺮﻧ ﻰ أَﺑُﻮ إِ ْدر‬  ِ‫ﺰ ْﻫ ﺮ‬ ‫ﺲ َﻋ ِﻦ اﻟ‬
َ َ‫ى ﻗ‬ ُ ُ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ ﻳُﻮﻧ‬ َ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﻋْﺒ َﺪا ُن ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 161
« ‫اﺳَﺘ ْﺠ َﻤ َﺮ ﻓـَﻠُْﻴ ﻮﺗِ ْﺮ‬ ِ
ْ ‫ َو َﻣ ِﻦ‬، ‫ﺄَ ﻓـَﻠْ َﻴ ْﺴﺘَـ ْﻨﺜ ْﺮ‬‫ﺎل » َﻣ ْﻦ ﺗَـ َﻮﺿ‬ َ َ‫ُﻪ ﻗ‬‫ أَﻧ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮةَ َﻋ ِﻦ اﻟﻨ‬
27). Hadits no. 160
“Haddatsanaa ‘Abdaan ia berkata, akhbaronaa Abdullah ia berkata, akhbaronaa Yunus dari
Zuhriy ia berkata, akhbaronii Abu Idriis bahwa ia mendengar Abu Huroiroh rodhiyallahu
anhu dari Nabi sholallahu alaihi wa salam bahwa Beliau bersabda : “Barangsiapa yang
berwudhu, maka beristinsyarlah dan barangsiapa yang beristijmar, maka dengan jumlah yang
ganjil”.
HR. Muslim no. 585

Penjelasan biografi perowi hadits :


Semua perowinya telah berlalu keterangannya. Abdullah disini adalah
Abdullah ibnul Mubarok dan Abu Idriis adalah ‘Aidzullah bin Abdullah Al
Khoulaaniy.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 93


Penjelasan Hadits :
1. Disunnahkannya beristinsyar
2. Adapun berkaitan dengan jumlah batu atau semisalnya yang digunakan
untuk beristijmar, maka disunnahkan dengan jumlah ganjil dan lebih dari
dari 3 buah.
3. Diluar w udhu, istinsyaar berguna untuk mengusir setan yang mendiami
hidung seseorang ketika tidur, sehingga disyariatkan untuk beristinsyaar
setelah bangun tidur. Nabi r bersabda :
ِ‫ﻮﻣﻪ‬
ِ ‫ﻴﺖ َﻋﻠَ ﻰ َﺧﻴ ُﺸ‬
ُ ِ‫ﻴﻄَﺎ َن ﻳَﺒ‬ْ‫ن اﻟﺸ‬ ‫ ﻓَِﺈ‬، ‫ﺄَ ﻓـَﻠَْﻴ ْﺴﺘَـ ْﻨﺜِ ْﺮ ﺛَﻼَﺛًﺎ‬‫َﺣ ُﺪ ُﻛ ْﻢ ِﻣ ْﻦ َﻣَﻨ ِﺎﻣﻪِ ﻓـَﺘَـ َﻮﺿ‬
ْ َ ‫ﻆ – أَُرا ُﻩ – أ‬ ْ ‫إِ ذَا‬
َ َ‫اﺳﺘَـﻴْـﻘ‬
“Jika kalian bangun tidur, berwudhulah dan beristinsyar sebanyak 3 kali, karena Syaithon
bermalam di hidung kalian (pada saat tidur)” (Muttafaqun ‘Alaih).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 94


‫ ﺑﺎب ِاﻻ ْﺳﺘِ ْﺠ َﻤﺎ ِر ِوﺗْـ ًﺮا‬- 26
Bab 26 Istijmar dengan Bilangan Ganjil

Penjelasan :

Telah disinggung sebelumnya bahwa istijmar sebaiknya menggunakan


bilangan ganjil dan lebih dari 3 buah batu atau sejenisnya.

Berkata Imam Bukhori :

ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َ ‫ن َر ُﺳ‬ َ‫ﺎد َﻋ ِﻦ ا ﻷَ ْﻋ َﺮ ِج َﻋ ْﻦ أَﺑِﻰ ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮَة أ‬ ِ َ‫ﺰﻧ‬ ‫ﻚ َﻋﻦ أَﺑِﻰ اﻟ‬ ِ ِ
ْ ٌ ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ َﻣﺎﻟ‬ َ َ‫ﻒ ﻗ‬ َ ‫ﻮﺳ‬ُ ُ‫ﻪ ﺑْ ُﻦ ﻳ‬‫ﺪ ﺛَـَﻨﺎ َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟﻠ‬ ‫ َﺣ‬- 162
‫ َوإِ َذا‬، ‫اﺳَﺘ ْﺠ َﻤ َﺮ ﻓَـ ْﻠُﻴﻮﺗِ ْﺮ‬ ِ ِِ ِ
َ ‫ﺄَ أ‬‫ﺎل » إِ َذا ﺗَـ َﻮﺿ‬
ْ ‫ َو َﻣ ِﻦ‬، ‫ﻢ ﻟﻴَـ ْﻨﺜُـ ْﺮ‬ ُ‫َﺣ ُﺪ ُﻛ ْﻢ ﻓَـ ْﻠَﻴ ْﺠ َﻌ ْﻞ ﻓﻰ أَﻧْﻔﻪ ﺛ‬ َ َ‫ ﻗ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬-
ِ ِ ُ ‫ﻆ أَﺣ ُﺪ ُﻛ ﻢ ِﻣﻦ ﻧَـﻮِﻣ ﻪِ ﻓَـ ْﻠﻴـﻐْ ِﺴ ﻞ ﻳ َﺪُﻩ ﻗَـﺒﻞ أَ ْن ﻳ ْﺪ ِﺧ َﻠ ﻬﺎ ﻓِ ﻰ و‬
« ‫ﺖ ﻳَ ُﺪُﻩ‬ َ ‫ن أ‬ ‫ ﻓَِﺈ‬، ‫ﺿﻮﺋﻪ‬
ْ َ‫َﺣ َﺪ ُﻛ ْﻢ ﻻَ ﻳَ ْﺪرِى أَﻳْ َﻦ ﺑَﺎﺗ‬ َ َ ُ َ ْ َ ْ َ ْ ْ ْ َ َ ‫اﺳﺘَـﻴْـ َﻘ‬ ْ
28). Hadits no. 162
“Haddatsanaa Abdullah bin Yusuf ia berkata, akhbaronaa Malik dari Abiz Zinaad dari Al
A’roj dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi wa Salam
bersabda : “Jika kalian berwudhu, maka lakukan pada hidungnya, lalu beristinsyar.
Barangsiapa yang beristijmar, hendaknya dengan bilangan ganjil. Jika kalian bagun dari tidur,
maka hendaknya mencuci tangannya sebelum memasukkannya kedalam air wudhu, karena
kalian tidak tahu dimana posisi tangannya pada waktu tidur”.
Shahih Muslim no. 278

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya.

Penjelasan Hadits :
Cukup jelas dan telah berlalu sebelumnya, adapun berkaitan dengan
mencuci tangan setelah bangun tidur, akan dijelaskan pada babnya Insya
Allah.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 95


‫ﺢ َﻋﻠَ ﻰ اﻟَْﻘ َﺪ َﻣ ْﻴ ِﻦ‬
ُ‫ﺴ‬َ ‫اﻟﺮ ْﺟﻠَ ْﻴ ِﻦ َو َﻻ ﻳَ ْﻤ‬
 ‫ﺴ ِﻞ‬
ْ َ‫ ﺑﺎب ﻏ‬- 27
Bab 27 Mencuci Kedua Kaki (Tidak Cukup Hanya)
Mengusap Kedua Telapak Kaki

Penjelasan :

Imam Bukhori mengisyaratkan bahwa ketika berwudhu, untuk kedua


kaki adalah dibasuh/dicuci bukan diusap. Seolah-olah beliau merajihkan
qiro’ah Jumhur yang membaca ayat 6 surat Al Maidah :
ِ ‫ َﻼةِ ﻓَﺎﻏْ ِﺴﻠُﻮا وﺟﻮ َﻫ ُﻜ ﻢ وأَﻳ ِﺪﻳ ُﻜﻢ إِﻟَﻰ اﻟْﻤﺮاﻓِ ِﻖ واﻣ ﺴ ُﺤﻮا ﺑِﺮء‬‫ ِﺬﻳﻦ آَﻣُﻨﻮا إِذَا ﻗُﻤُﺘ ﻢ إِﻟَﻰ اﻟﺼ‬‫َﻬﺎ اﻟ‬‫ﻳﺎ أَﻳـ‬
‫وﺳ ُﻜ ْﻢ َوأ َْر ُﺟﻠَ ُﻜ ْﻢ‬ ُُ َ ْ َ ََ ْ َ ْ َْ ُُ ْ ْ َ َ َ
‫إِﻟَﻰ اﻟْ َﻜ ْﻌﺒَـ ْﻴ ِﻦ‬
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai de ngan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki”.
ِ ‫ ” واﻣﺴ ﺤ ﻮا ﺑِﺮء‬dengan menashobkan “‫ ” وأَرﺟﻠَ ﻜُﻢ‬ma’thuf
Yakni pada kata-kata “‫وﺳ ﻜُ ْﻢ َوأ َْر ُﺟﻠَ ﻜُ ْﻢ‬ُُ ُ َ ْ َ ْ ُْ َ
(disambungkan) dengan kata “◌
ْ ‫”ﻓَﺎ ﻏْ ِﺴ ﻠُﻮا ُو ُﺟ َﻮﻫ ﻜُﻢ‬. Yang bermakna bahwa untuk
kedua kaki dicuci denga n air tidak cukup hanya diusap. Imam Ibnu Katsir
berkata :
{ ‫ﻮﻫ ُﻜ ْﻢ َوأ َْﻳ ﺪِ َﻳ ُﻜ ْﻢ‬ ِ ِ
َ ‫ } َوأ َْر ُﺟ ﻠَ ُﻜ ْﻢ { ﺑﺎﻟﻨﺼﺐ ﻋﻄﻔﺎ ﻋﻠﻰ } ﻓَﺎ ْﻏﺴﻠُﻮا ُو ُﺟ‬:‫ } َوأ َْر ُﺟﻠَ ُﻜ ْﻢ إ ﻟَﻰ ا ﻟْ َﻜْﻌ ﺒَـ ْﻴ ِﻦ { ﻗُﺮئ‬:‫وﻗﻮﻟﻪ‬
} :‫ ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎس؛ أﻧﻪ ﻗﺮأﻫﺎ‬،‫ ﻋﻦ ﻋِ َﻜﺮِﻣﺔ‬،‫ ﻋﻦ ﺧﺎﻟﺪ‬،‫ ﺣﺪﺛﻨﺎ ُوَﻫﻴْ ﺐ‬،‫ ﺣﺪﺛﻨﺎ أﺑﻮ ﺳﻠﻤﺔ‬،‫ ﺣﺪﺛﻨﺎ أﺑﻮ زُ ْرﻋَﺔ‬:‫وﻗﺎل اﺑﻦ أﺑﻲ ﺣﺎﺗﻢ‬
.‫ رﺟﻌﺖ إﻟﻰ اﻟﻐﺴﻞ‬:‫َوأ َْر ُﺟﻠَ ُﻜ ْﻢ { ﻳﻘﻮل‬
،‫وﻣﻘﺎﺗ ﻞ ﺑﻦ ﺣﻴﺎن‬
ُ ،‫ي‬‫ ﺪ‬‫ واﻟﺴ‬،‫ واﻟﻀﺤﺎك‬،‫ وإﺑﺮاﻫﻴﻢ‬،‫ وﻣﺠﺎﻫﺪ‬،‫ واﻟﺤﺴﻦ‬،‫ وﻋﻜﺮﻣﺔ‬،‫ وﻋﻄﺎ ء‬،‫وﻋْﺮَوة‬ ُ ،‫وروي ﻋﻦ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻣﺴﻌﻮد‬
.‫ ﻧﺤﻮ ذﻟ ﻚ‬،‫ وإﺑﺮاﻫﻴﻢ اﻟﺘﻴﻤﻲ‬،‫واﻟﺰﻫﺮي‬
“Firman-Nya : { dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki} dibaca ‘w a arjulakum’
dengan dinashobkan athof kepada { maka basuhlah mukamu}.
Imam Ibnu Abi Hatim berkata : ‘haddatsanaa Abu Zur’ah, haddatsanaa Abu Salamah,
haddatsanaa Wuhaib dari Khoolid dari Ikrimah dari Ibnu Abbas Rodhiyallahu ‘Anhu,
bahw a beliau membaca ‘w a arjulakum’ yaitu mengacu kepada mencuci.
Diriwayatkan hal yang serupa dari Abdullah bin Mas’ud, Urw ah, ‘Athoo, Ikrimah, Al
Hasan, Mujahid, Ibrohim, Adh-Dhohaak, As-Sudiy, Muqootil bin Hayaan, Zuhri dan
Ibrohim At-Taimiy”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 96


Sanadnya Imam Ibnu Abi Hatim Shahih, semua perowinya tsiqoh, perow i
Bukhori-Muslim, kecuali Imam Abu Zur’ah teman bapaknya Imam Ibnu Abi
Hatim, hanya dijadikan hujjah oleh Imam Muslim. Namun Imam Abu Zur’a h
adalah salah satu ulama Jarh w a Ta’dil yang mumpuni.

Disamping itu juga masalah mencuci kedua kaki, dikuatkan oleh sabda
Nabi Sholallahu ‘Alaihi w a Salam :
ِ ‫آﺧ ﺮِ ﻗَﻄْﺮِ اﻟْﻤ‬
- ‫ﺎء‬ ِ ‫ﻓَِﺈذَا ﻏَﺴ ﻞ رِﺟﻠَ ﻴﻪِ ﺧﺮﺟ ﺖ ُﻛﻞ ﺧ ِﻄ ﻴﺌﺔٍ ﻣﺸﺘـ ﻬﺎ رِﺟ ﻼَﻩ ﻣﻊ اﻟْﻤ‬
ِ ‫ أَو ﻣﻊ‬- ‫ﺎء‬
َ ََ ْ َ ََ ُ ْ ََْ َ َ َ  ْ َََ ْ ْ َ َ
“Jika Membasuh kedua kakinya, keluarlah semua kesalahan yang mengali di kedua kakinya
bersama air –atau bersama tetesan terakhir air wudhunya-“ (HR. Muslim).

Berkata Imam Bukhori :


َ َ‫ﻪِ ﺑْ ِﻦ َﻋ ْﻤﺮٍو ﻗ‬‫ﻚ َﻋ ْﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬
‫ﺎل‬ َ ‫ﺎﻫ‬َ ‫ﻒ ﺑْ ِﻦ َﻣ‬ َ ‫ﻮﺳ‬ ِ ِ
ُ ُ‫ﺪ ﺛَـَﻨﺎ أَﺑُﻮ َﻋ َﻮاﻧَ َﺔ َﻋ ْﻦ أَﺑﻰ ﺑ ْﺸﺮٍ َﻋ ْﻦ ﻳ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﻮﺳ ﻰ ﻗ‬
َ ‫ﺪ ﺛَـَﻨﺎ ُﻣ‬ ‫ َﺣ‬- 163
ٍ ِ
ُ‫ﺄ‬‫ ﻓَ َﺠ َﻌﻠَْﻨﺎ ﻧـَﺘَـَﻮ ﺿ‬، ‫ﺼ َﺮ‬ َ َ‫ﺎ ﻓﻰ َﺳ ْﻔ َﺮة َﺳﺎﻓـَ ْﺮﻧ‬‫ َﻋﻨ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﻒ اﻟﻨ‬
ْ ‫ ﻓَﺄَ ْد َرَﻛَﻨﺎ َوﻗَ ْﺪ أ َْرَﻫﻘْ َﻨﺎ اﻟ َْﻌ‬، ‫ﺎﻫﺎ‬ َ ‫ﺗَ َﺨﻠ‬
‫ﺮﺗَـ ْﻴ ِﻦ أ َْو ﺛَﻼَﺛًﺎ‬ ‫ َﻣ‬. « ِ‫ﺎر‬‫ﺎب ِﻣ َﻦ اﻟﻨ‬
ِ َ‫ﺻ ْﻮﺗِﻪِ » َوﻳْﻞ ﻟِﻸَ ْﻋ ﻘ‬
ٌ
ِ
َ ‫ ﻓـََﻨﺎ َد ى ﺑِﺄَ ْﻋﻠَ ﻰ‬، ‫َوﻧَ ْﻤ َﺴ ُﺢ َﻋﻠَﻰ أ َْر ُﺟﻠ َﻨﺎ‬
29). Hadits no. 163
“Haddatsanaa Musa ia berkata, haddatsanaa Abu ‘Awaanah dari Abu Bisyr dari Y usuf bin
Mahaak dari Abdullah bin ‘Amr Rodhiyallahu ‘Anhu ia berkata : ‘Nabi Sholallahu ‘Alaihi wa
Salam mendahului kami dalam sebuah perjalanan, lalu kami meyusulnya dan mendapati
waktu sholat A shar sudah hampir habis, maka kami berwudhu dan hanya membasuh kaki,
maka Beliau Sholallahu ‘Alaihi wa Salam memanggil kami de ngan nada tinggi : “Celakalah
tumit-tumit di neraka” 2 atau 3 kali”.
Shahih Muslim no. 595

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya.

Penjelasan Hadits :
1. Tidak sah wudhu dengan hanya mengusap kedua kakinya.
2. Yang dimaksud dengan tumit yang disiksa di neraka, adala h pelakunya,
sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Syaukani dalam “Nailul Author”.
3. Imam Syaukani juga menyebutkan dalam riwayat Shahih Ibnu Hibban,
kata neraka ditambahkan jahanam, jadi para pelaku w udhu tidak
sempurna diancam dengan neraka jahanam.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 97


4. Hadits ini menunjukan tidak ada alasan seorang yang tergesa-gesa untuk
diberikan toleransi dalam masalah menyempurnakan wudhu. Allah
Subhanahu w a Ta’alaa berfirman :
‫اﻹﻧْ َﺴﺎ ُن ِﻣ ْﻦ َﻋ َﺠ ٍﻞ َﺳﺄُرِﻳ ُﻜ ْﻢ آَﻳَﺎﺗِﻲ‬
ِْ ‫ُﺧﻠِ َﻖ‬
“Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perIihatkan kepadamu
tanda-tanda azab-Ku” (QS. Al Anbiyaa (21) : 37).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 98


ِ‫ﺿ‬
‫ﻮء‬ ُ ‫ﻀ ِﺔ ﻓِﻰ اﻟ ُْﻮ‬
َ ‫ﻀ َﻤ‬
ْ ‫ ﺑﺎب اﻟ َْﻤ‬- 28
- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ ﻋَ ِﻦ اﻟﻨ‬- ‫ رﺿﻰ اﷲ ﻋﻨﻬﻢ‬- ‫ ِﻪ ﺑْ ُﻦ َزﻳْ ٍﺪ‬‫ﺎس َوﻋَ ْﺒ ُﺪ اﻟﻠ‬
ٍ ‫ﻗَﺎﻟَﻪُ اﺑْ ُﻦ ﻋَﺒ‬
Bab 28 Berkumur-kumur dalam Berwudhu
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan Abdulla h bin Zaid ‫رﺿﻰا ﷲ ﻋﻨ ﻬﻢ‬ dari Na bi ‫ﺻﻠﻰ اﷲ‬
‫ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬

Penjelasan :

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berkumur-kumur,


sebagian mereka seperti Imam Abu Tsaur, Imam Abu ‘Ubaid, Imam Dawud
Adh-Dhohiri dan Imam Ibnul Mundzir, berpendapat bahwa berkumur-kumur
wajib hukumnya. Mereka berdalil dengan hadits-hadits yang menunjukan
perintah dari Nabi ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬untuk berkumur-kumur, seperti hadits :

ْ ‫ﻀ ِﻤ‬
‫ﺾ‬ َ ‫ﺄ‬‫إِ َذا ﺗَـ َﻮﺿ‬
ْ ‫ْت ﻓَ َﻤ‬
“Jika engkau berwudhu, maka berkumur-kumurlah” (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh
Imam Al Albani).
Imam Daruquthni dalam “Sunannya” meriwayatkan dari Abu Huroiroh ‫رﺿﻰ اﷲ‬
‫ ﻋﻨﻪ‬bahw a beliau berkata :
ِ ‫ﻀﺔِ وا ِﻻ ﺳﺘِ ْﻨ َﺸ‬
‫ﺎق‬ ْ ‫ ﺑِﺎﻟ َْﻤ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻠﻪ‬ ‫ﻮل اﻟ‬
ْ َ َ ‫ﻀ َﻤ‬ ُ ‫أ ََﻣ َﺮﻧَﺎ َر ُﺳ‬
“Rasulullah ‫و م‬ memerintahkan kami berkumur-kumur dan menghirup air ke
hidung” (dalam kitab “Ilalnya”, Imam Daruquthni mengatakan bahwa yang benar hadits ini
mursal, sehingga berarti riwayat ini D hoif).
Imam Daruquthni juga meriwayatkan dari Aisyah ‫ رﺿﻰ اﷲ ﻋﻨﻬﺎ‬dari Nabi ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ‬
‫وﺳﻠﻢ‬, bahwa Beliau bersabda :
ِ ‫اﻟْﻤﻀﻤﻀ ُﺔ وا ِﻻﺳﺘِﻨﺸﺎ ُق ِﻣﻦ اﻟْﻮﺿ‬
‫ﺪ ِﻣ ْﻨ ُﻪ‬ ُ‫ ِﺬى ﻻَ ﺑ‬‫ﻮء اﻟ‬ُ ُ َ َ ْ ْ َ َ َْ َ
“Berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung adalah bagian dari wudhu yang harus (wajib)
dilakukan”.
Dalam kitabnya tersebut, Imam Daruquthni berkata :
ِِ ِ ‫ﺎل » ِﻣﻦ ا ﻟْﻮ‬
‫ﺎم َﻋ ِﻦ ْاﺑ ِﻦ‬
ٌ‫ﺼ‬ َ ‫ﺮ َد ﺑِﻪ ﻋ‬‫ ﺗَـ َﻔ‬.« ‫ ﺑِِﻬ َﻤﺎ‬‫ﻮء إِﻻ‬
ُ‫ﺿ‬ُ ‫ﻢ ا ﻟ ُْﻮ‬ ِ‫ﺬِى ﻻَ ﻳَﺘ‬‫ﺿﻮء ا ﻟ‬
ُ ُ َ َ َ‫ﻪ ﻗ‬ُ ‫ أَﻧ‬‫ﻒ ﺑَِﻬ َﺬ ا ا ِﻹ ْﺳ ﻨَﺎدِ ﻧَ ْﺤ َﻮُﻩ إِﻻ‬ َ ‫ﻮﺳ‬
ُ ُ‫ﺎم ْﺑ ُﻦ ﻳ‬
ُ‫ﺼ‬
ِ
َ ‫ﺪ ﺛَـﻨَﺎ ﻋ‬ ‫َﺣ‬
َ‫ﺄ‬‫ » َﻣ ْﻦ ﺗَـ َﻮﺿ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﻮﺳ ﻰ ُﻣ ْﺮ َﺳ ﻼً َﻋ ِﻦ اﻟﻨ‬ َ ‫اب َﻋ ِﻦ ْاﺑ ِﻦ ُﺟ َﺮْﻳ ٍﺞ َﻋ ْﻦ ُﺳﻠَْﻴ َﻤﺎ َن ْﺑ ِﻦ ُﻣ‬  ‫ﺎر ِك َوَوِﻫ َﻢ ﻓِﻴﻪِ َواﻟ‬
ُ ‫ﺼَﻮ‬ َ َ‫ا ﻟ ُْﻤﺒ‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 99


‫ﻳﺚ ْاﺑ ِﻦ ُﺟ َﺮْﻳ ٍﺞ َﻋ ْﻦ ُﺳﻠَْﻴَﻤﺎ َن‬ ِ ِ‫ﻂ ﻋﻠَﻴﻪِ وا ْﺷﺘﺒﻪ ﺑِﺈِ ﺳﻨﺎدِ ﺣ ﺪ‬ ْ َ‫ث ﺑِﻪِ ِﻣ ْﻦ ِﺣ ْﻔﻈِﻪِ ﻓ‬ ِ ‫ وأَﺣ ﺴ‬.« ‫ﻀﻤﺾ و ﻟْﻴﺴﺘـ ْﻨ ِﺸ ْﻖ‬
َ َ ْ َََ َ ْ َ َ َ‫ﺎﺧﺘَـﻠ‬ َ ‫ﺪ‬ ‫ﺎﻣﺎ َﺣ‬
ً‫ﺼ‬ َ ‫ﺐﻋ‬ َُ َْ َ ْ َ َ ْ َ ْ ‫ﻓَـﻠْﻴَﺘََﻤ‬
‫ـ َﻬﺎ‬‫ﺖ ﺑِﻐَْﻴﺮِ إِ ْذ ِن َوﻟِﻴ‬
ْ ‫َﻤﺎ ْاﻣ َﺮأَةٍ ﻧُﻜِ َﺤ‬‫ﺎل » أَﻳ‬
َ َ‫ ﻗ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺸ َﺔ َﻋ ِﻦ اﻟﻨ‬ ِ
َ ‫ى َﻋ ْﻦ ُﻋ ْﺮَوَة َﻋ ْﻦ َﻋﺎﺋ‬ ِ‫ﺰْﻫﺮ‬ ‫ﻮﺳ ﻰ َﻋ ِﻦ اﻟ‬
َ ‫ْﺑ ِﻦ ُﻣ‬
.‫ُﻪ أَ ْﻋﻠَ ُﻢ‬‫ َواﻟﻠ‬.« ‫ﺎﺣ َﻬﺎ ﺑَﺎﻃِ ٌﻞ‬ ِ
ُ ‫ﻓَﻨ َﻜ‬
“Haddatsanaa ‘Ishoom bin Y usuf dengan sanad ini seperti hadits diatas dengan lafadz :
“Wudhu tidak sempurna kecuali dengan berkumur-kumur dan menghirup air ke
hidung”.
‘Ishoom bersendirian dalam meriwayatkannya dari Ibnul Mubarok dan ia keliru
didalamnya, yang benar dari Ibnu Juraij dari Sulaiman bin Musa secara Mursal dari Nabi
‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬bahw a Beliau bersabda : “Barangsiapa yang berwudhu, maka hendaknya
berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung”.
Aku (Daruqutni) menduga ‘Ishoom meriw ayatkan hadit s dari hapalannya, lalu
tercampur dan memasukan sanad hadits Ibnu Juraij dari Sulaiman bin Musa dari Zuhri
dari Urw ah dari Aisyah dari Nabi ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬bahw a Beliau bersabda : “W anita mana
saja yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batil”. W allo hu A’lam
Kami tambahkan bahwa ‘Ishoom ini sebagaimana dikatakan Imam
Ibnu ‘Adiy dalam “Mi’zanul I’tidal”, bahwa ia meriwayat hadits-hadits yang
tidak memiliki penguat (mutaba’ah). Begitu juga dalam “Lisanul Mizaan”
Imam Ibnu Sa’ad mengatakan, bahwa menurut sebagian ulama, ‘Ishoom
seorang yang dhoif dalam hadits. Penilaian positif hanya diberikan ole h
Imam Ibnu Hibban dalam kitabnya “Ats-Tsiqoot”. Kesimpulannya riw ayat
‘Ishoom ini lemah.

Adapun mayoritas ulama, seperti dari kalangan madzhab Hanafi, Maliki,


Syafi’I dan Hambali berpendapat berkumur-kumur hukumnya sunnah dalam
wudhu. Dalil mereka sama seperti pembahasan sebelumnya pada bab
Istinsyaaq. Dan ini adalah pendapat yang rajih/kuat menurut kami.
W allohu A’lam.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﺎء ﺑْ ُﻦ ﻳَﺰِﻳ َﺪ ﻋَ ْﻦ ُﺣ ْﻤ َﺮا َن َﻣ ْﻮﻟَﻰ ﻋُﺜْ َﻤﺎ َن‬ ِ  ِ‫ﺰ ْﻫﺮ‬ ‫ﺐ ﻋَ ِﻦ اﻟ‬ ِ ‫ﺪﺛـَﻨَﺎ أَﺑﻮ اﻟْﻴﻤ‬ ‫ ﺣ‬- 164
ُ َ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧ ﻰ ﻋَﻄ‬ َ َ‫ى ﻗ‬ ٌ ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ ُﺷ َﻌْﻴ‬
َ َ‫ﺎن ﻗ‬ ََ ُ َ
‫ﻢ أَ ْد َﺧ َﻞ ﻳَ ِﻤﻴَﻨ ُﻪ ِﻓ ﻰ‬ ُ‫ ﺛ‬، ‫ات‬
ٍ ‫ﺮ‬ ‫ث ﻣ‬ ِِ ِ ِ ٍ‫ﺿ‬ ُ ‫ ُﻪ َرأَى ُﻋﺜَْﻤ ﺎ َن َد َﻋﺎ ﺑَِﻮ‬‫ﻔﺎ َن أَﻧ‬ ‫ﺑْ ِﻦ َﻋ‬
َ َ َ‫ ﻓَـﻐَ َﺴ َﻠ ُﻬ َﻤﺎ ﺛَﻼ‬، ‫غ َﻋ َﻠ ﻰ ﻳَ َﺪﻳْﻪ ﻣ ْﻦ إِﻧَﺎﺋﻪ‬ َ ‫ ﻓَﺄَﻓْـ َﺮ‬، ‫ﻮء‬
‫ﻢ َﻣ َﺴ َﺢ‬ ُ‫ ﺛ‬، ‫ﻢ َﻏ َﺴ َﻞ َو ْﺟ َﻬ ُﻪ ﺛَﻼَﺛًﺎ َوﻳَ َﺪﻳْﻪِ إِﻟَﻰ اﻟِْﻤ ْﺮﻓَـ َﻘ ْﻴ ِﻦ ﺛَﻼَﺛًﺎ‬ ُ‫ ﺛ‬، ‫اﺳﺘَـ ْﻨﺜَـ َﺮ‬ ِ ‫اﻟْﻮ‬
ْ ‫ َو‬، ‫اﺳﺘَـ ْﻨ َﺸ َﻖ‬
ْ ‫ َو‬، ‫ﺾ‬ َ ‫ﻀ َﻤ‬ ْ ‫ﻢ ﺗَ َﻤ‬ ُ‫ ﺛ‬، ‫ﺿﻮء‬ ُ َ

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 100


َ َ‫ﺿﻮﺋِﻰ َﻫ َﺬا َوﻗ‬
‫ﺎل‬ ُ ‫ﺄُ ﻧَ ْﺤ َﻮ ُو‬‫ ﻳَـﺘَـَﻮ ﺿ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺖ اﻟﻨ‬ ُ ْ‫ﺎل َرأَﻳ‬ َ َ‫ ﻗ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ﻞ رِ ْﺟ ٍﻞ ﺛَﻼَﺛًﺎ‬ ‫ ﻏَ َﺴ َﻞ ُﻛ‬‫ ﺛُﻢ‬، ِ‫ﺑِ َﺮأ ِْﺳﻪ‬
« ِ‫ﺪ َم ِﻣ ْﻦ ذَﻧْﺒِﻪ‬ َ‫ ُﻪ ﻟ َُﻪ َﻣﺎ ﺗـَ ﻘ‬‫ ﻏَ َﻔ َﺮ اﻟﻠ‬، ‫ث ﻓِﻴ ِﻬ َﻤﺎ ﻧـَ ْﻔ َﺴ ُﻪ‬
ُ ‫ﺪ‬ ‫ ﻻَ ﻳُ َﺤ‬، ‫ﻰ َر ْﻛ َﻌﺘَـ ْﻴ ِﻦ‬‫ﺻﻠ‬ ِ
َ ‫ﺄَ ﻧَ ْﺤ َﻮ ُوﺿُﻮﺋ ﻰ َﻫ َﺬا ﺛُ ﻢ‬‫» َﻣ ْﻦ ﺗـَ َﻮﺿ‬
30). Hadits no. 164
“Haddatsanaa Abul Yamaan ia berkata, akhbaronaa Syu’aib dari Az-Zuhriy ia berkata,
akhbaronaa ‘Athoo’ bin Yaziid dari Humroon maulanya Utsman bin ‘Affaan ‫ر‬,
bahwa ia melihat Ustman meminta air wudhu, lalu beliau mencuci telapak tangannya 3 kali,
lalu memasukkan tangan kanannya kedalam bejana, lalu digunakan berkum ur-kumur dan
menghirup air ke hidung, lalu membuangnya dari hidung, lalu menc uci wajahnya 3 kali, lalu
tangannya hingga siku 3 kali, lalu mengusap kepalanya, lalu mencuci kakinya sampai mata
kaki, sebanyak 3 kali. Kemudian beliau berkata : ‘ aku melihat Nabi ‫و م‬
berwudhu seperti wudhuku ini dan bersabda : “Barangsiapa yang berwudhu seperti wudhuku
ini, lalu sholat 2 rakaat, khusyu’ dalam sholatnya, niscaya akan diampuni dosanya yang telah
lalu”.
Muslim meriwayatkannya no. 650

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya.

Penjelasan Hadits :
Tidak sepatutnya meninggalkan berkumur-kumur dalam berwudhu, karena
tidak dinukil dari Nabi ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬, bahwa Beliau meninggalkannya ketika
berw udhu.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 101


Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 102
ِ ‫ﺴ ِﻞ اﻷَ ْﻋ َﻘ‬
. ‫ﺎب‬ ْ َ‫ ﺑﺎب ﻏ‬- 29
ِ ‫ﻳﻦ ﻳَـ ْﻐ ِﺴﻞ َﻣ ْﻮ‬
 ‫ﺿ َﻊ ا ْﻟ َﺨﺎﺗَِﻢ إِذَا ﺗـََﻮ‬
‫ﺿَﺄ‬ ِ
َ ‫َوَﻛﺎ َن اﺑْ ُﻦ ﺳﻴ ِﺮ‬
ُ
Bab 29 Mencuci Tumit
Ibnu Sirin mencuci bekas jari yang bercincin, ketika berwudhu

Penjelasan :

Sebagaimana pada pembahasan sebelumnya bahwa untuk kaki adala h


wajib dicuci, termasuk didalamnya tumit, karena le tak tumit yang berada di
belakang kaki, terkadang jika seseorang tidak memperhatikan wudhunya,
maka akan terluput darinya untuk mencucinya. Imam Syaukaniy dalam
“Nailul Author” berkata :
ِ ِ ‫وا ﻟ‬
. ‫ﻮر‬
ُ ‫ْﺠ ْﻤُﻬ‬ُ ‫ﺐ اﻟ‬ َ ‫ﻚ ذَ َﻫ‬ َ ‫ﺮ ْﺟﻠَﻴْ ِﻦ َوإِﻟَﻰ ذَ ﻟ‬ ‫ﻮب ﻏَ ْﺴ ِﻞ اﻟ‬
ِ ‫ل ﻋَﻠَﻰ وﺟ‬ ‫ﻳﺚ ﻳ ُﺪ‬
ُُ َ ُ ‫ْﺤ ﺪ‬ َ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫ﺐ ﻏَ ْﺴ ُﻞ‬ َ ‫ ا ﻟ َْﻮاﺟ‬‫ﺼﺎر إ ﻟَﻰ أَن‬ َ ‫ﻴﻊ ا ﻟْﻔُﻘَ َﻬﺎء ﻣ ْﻦ أ َْﻫ ِﻞ ا ْﻟﻔَﺘْـ َﻮى ﻓ ﻲ ْاﻷَ ْﻋ‬
َ ‫ﺼﺎ ر َو ْاﻷ َْﻣ‬ ُ ‫ﺐ َﺟﻤ‬ َ ‫ﺐ ﻓَ َﺬ َﻫ‬َ ‫ﺎس َﻋﻠَﻰ َﻣ َﺬ اﻫ‬ ُ ‫ﻒ اﻟﻨ‬
َ َ‫اﺧﺘَـﻠ‬ْ : ‫ي‬ ‫ﻮو‬ َ ‫ﺎل اﻟﻨـ‬ َ َ‫ﻗ‬
ِْ ‫ﺪ ﺑِﻪِ ﻓِ ﻲ‬ َ‫َﺣ ﺪٍ ﻳُـ ْﻌﺘ‬
، ‫اﻹ ْﺟ َﻤﺎ ِع‬ َ ‫ف َﻫ َﺬ ا َﻋ ْﻦ أ‬ُ ‫ﺖ ِﺧ َﻼ‬ ْ ُ‫ َوﻟَ ْﻢ ﻳَـﺜْﺒ‬، ‫ﺢ َﻣ َﻊ اﻟْﻐَ ْﺴ ِﻞ‬
ُ ‫ﺐ ا ﻟ َْﻤ ْﺴ‬
ِ
ُ ‫ا ﻟْﻘَ َﺪ َﻣ ْﻴ ِﻦ َﻣ َﻊ ا ﻟْ َﻜ ْﻌﺒَـ ْﻴ ِﻦ َوَﻻ ﻳُ ْﺠﺰِ ُئ َﻣ ْﺴ ُﺤ ُﻬ َﻤﺎ َوَﻻ ﻳَﺠ‬
‫ﺖ َﻋﻨْـ ُﻬ ْﻢ‬
َ َ‫ َوﻗَ ْﺪ ﺛـَﺒ‬، ‫ﺲ‬ٍ َ‫ﺎس َوأَﻧ‬ٍ ‫ﻲ َو ْاﺑ ِﻦ َﻋﺒ‬ ِ‫إﻻ َﻋ ْﻦ َﻋﻠ‬ ‫ﻚ‬ ِ ُ ‫ﺤﺎﺑﺔِ ِﺧ َﻼ‬‫ﺖ ﻋﻦ أَﺣ ﺪٍ ِﻣﻦ اﻟ ﺼ‬
َ ‫ف ذَﻟ‬ ََ ْ َ ْ َ ْ ُ‫ َوﻟَ ْﻢ ﻳَـﺜْﺒ‬: ‫ﻆ ﻓ ﻲ ا ﻟْﻔَ ْﺘ ِﺢ‬
ِ ُ ِ‫ﺎل ا ﻟْﺤﺎﻓ‬
َ َ َ‫ﻗ‬
.‫ﻚ‬ ِ
َ ‫ﻮع َﻋ ْﻦ ذَ ﻟ‬ ُ ‫ﺮُﺟ‬ ‫اﻟ‬
“Hadits ini menunjukan w ajibnya mencuci kedua kaki dan ini adalah pendapatnya
mayoritas ulama. Imam Nawaw i berkata : ‘para ulama berselisih pendapat, maka
seluruh Fuqoha dari kalangan ahli fatw a pada setiap zaman dan di setiap negeri,
berpendapat bahw a w ajib mencuci kedua telapak kaki sampai kepada kedua mata
kakin ya, tid ak cukup hanya mengusapnya dan juga tidak w ajib mengusap dibarengi
dengan mencucinya. Tidak tetap perselisihan dalam masalah ini dari seorang pun, maka
ini terhitung adalah suatu ijma (kesepakatan).
Al Hafidz dalam “Al Fath” berkata : ‘tidak tetap dari seorang sahabat pun yang
menyelisihi hal ini, kecuali dari Ali, Ibnu Abbas dan Anas ‫ رﺿﻰ اﷲ ﻋﻨﻬﻢ‬,namun telah tetap
mereka semua rujuk dari pendapatnya”.

Para ulama tidak ada yang memberikan pengecualian terhadap tumit


yang diperbolehkan untuk tidak dicuci, kecuali yang diriwayatkan dari Imam
Abu Hanifah sebagaimana dinukil Imam Shon’aniy dalam “Subulus Salam”
kata Imam Shon’aniy :
ْ َ‫ت ُﺣ ﻜِﻴ‬
‫ﺖ ﻋَ ْﻨ ُﻪ‬ ٌ ‫ رَِواﻳَﺎ‬، ‫رَﻫ ِﻢ‬ ِ ِِ ِ‫ﺼ‬
ْ ‫ﻞ ﻣ ْﻦ اﻟﺪ‬ َ‫ أ َْو أَﻗ‬، ‫ أ َْو ُرﺑُﻌﻪ‬، ِ‫ﻒ ا ﻟ ُْﻌﻀْﻮ‬ ْ ِ‫ﻪ ﻳُـ ْﻌﻔَ ﻰ ﻋَ ْﻦ ﻧ‬ُ ‫ إ ﻧ‬: ‫َو ُروِ َي ﻋَ ْﻦ أَﺑِﻲ َﺣﻨِﻴﻔَﺔَ ﻗَ َﺎل‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 103


“Diriw ayatkan dari Abu Hanifah, beliau berkata : ‘hal tersebut dimaafkan jika setengah
dari tumit atau seperempatnya atau kurang dari seukuran uang logam dirham. Ini
adalah riw ayat-riwayat yang dinukil dari Abu Hanifah”.
Jika benar apa yang dinukilkan dari Abu Hanifah tersebut, maka pendapat
Hanafiyah adalah pendapat yang Marjuh (lemah), berdasarkan keterangan
diatas.

Kemudian apa yang dikatakan Imam Bukhori pada judul bab, bahwa
Imam Ibnu Siriin, jika berwudhu mencuci bekas cincinnya di jari, dengan
periwayatan yang Mua’alaq, maka telah datang riwayat yang maushul
(bersambung) sanadnya, sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar
dalam “Al Fath” , kata beliau :
ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ َو َر َوى اْﺑﻦ أَﺑِ ﻲ َﺷ ْﻴﺒَﺔ َﻋ ْﻦ ُﻫ‬، ‫ﻮﺳ ﻰ ْﺑﻦ إِ ْﺳ َﻤﺎﻋﻴﻞ َﻋ ْﻦ َﻣ ْﻬﺪ ّي ْﺑﻦ َﻣ ْﻴ ُﻤﻮن َﻋ ْﻨ ُﻪ‬
‫ﺸ ْﻴﻢ َﻋ ْﻦ‬ ِ
َ ‫ﺎ رﻳﺦ َﻋ ْﻦ ُﻣ‬‫ﻒ ﻓ ﻲ اﻟ ﺘ‬‫ﺼﻨ‬ َ ‫ﺻﻠَُﻪ ا ﻟ ُْﻤ‬
َ ‫ ْﻌﻠﻴﻖ َو‬‫َﻫ َﺬا اﻟﺘـ‬
‫ﺼ ﻞ ا ﻟ َْﻤﺎء إِﻟَﻰ َﻣﺎ ﺗَ ْﺤﺘﻪ‬
ِ ‫ﺚﻳ‬ ِ ِ ِ ‫ﺎد انِ ﺻ ِﺤ‬
َ ُ ‫ﻪ َﻛﺎ َن َواﺳ ًﻌﺎ ﺑ َﺤ ْﻴ‬ُ ‫ ﻓـَﻴُ ْﺤ َﻤﻞ َﻋﻠَﻰ أَﻧ‬، ‫ﻴﺤﺎن‬
َ َ َ َ‫اﻹ ْﺳﻨ‬ ِْ ‫ و‬، ‫ﺮ َك َﺧﺎﺗَﻤﻪ‬ ‫ﺄَ َﺣ‬‫ﻪ َﻛﺎ َن إِ َذ ا ﺗَـﻮﺿ‬ُ ‫َﺧﺎﻟِﺪ َﻋ ْﻨ ُﻪ أَﻧ‬
َ َ
. ‫ﺿﻌِﻴﻒ‬ ٍ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ﻮﻋﺎ ﻧَ ْﺤﻮﻩ ﺑِﺈِ ْﺳﻨَﺎد‬
ً ُ‫ﺎﺟ ْﻪ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻲ َراﻓﻊ َﻣ ْﺮﻓ‬
َ ‫ َوﻓ ﻲ ا ْﺑﻦ َﻣ‬، ‫ ْﺤﺮِﻳﻚ‬‫ﺑﺎﻟﺘ‬
ِ
“Riwayat Mu’alaq ini, telah disambungkan oleh Imam Bukhori sendiri dalam “Tarikhnya”
dari Musa bin Ismail dari Mahdiy bin Maimun dari Ibnu Sirin. Ibnu Abi Syaibah
meriw ayatkan dari Husyaim dari Khoolid dari Ibnu Sirin, bahw a beliau jika berw udhu
menggerak-gerakkan cincinya. Kedua sanad tersebut shahih.
Y ang dimaksud adalah bahw a cincinnya longgar, sehingga air dapat sampai kebawah
cincinnya jika digerak-gerakkan. Dalam riwayat Ibnu Majah dari Sahabat Abu Roofi’
PQRS ‫ ﷲ‬UV‫ ر‬secara marfu’ dari Nabi PXY ‫\[ و‬XS ‫ ﷲ‬UX] semisal hal in i dengan sanad
yang lemah”.

Yang dimaksud oleh Al Hafidz dengan riwayat Ibnu Majah adalah hadits
berikut :
‫ﺮ َك َﺧﺎﺗَ َﻤ ُﻪ‬ ‫ﺄَ َﺣ‬‫ َﻢ َﻛﺎ َن إ َذا ﺗَـ َﻮﺿ‬‫ ُﻪ َﻋ َﻠ ْﻴﻪِ َو َﺳﻠ‬‫ ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺻﻠ‬ ِ َ ‫ن ر ﺳ‬ َ‫أ‬
َ ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َُ
“Bahwa Rasulullah ‫و م‬ jika berwudhu menggerak-gerakkan cinicinya” (HR.
Ibnu Majah dan Daruquthni).
Imam Syaukani dalam “Nailul Author” berkata :
ِ ِ ِ ِ ‫ﻪِ ﻋﻦ أَﺑِﻴﻪِ وﻫﻤﺎ‬‫ﻤ ﺪِ ﺑ ِﻦ ﻋﺒـﻴ ﺪِ اﻟﻠ‬ ‫ﻳﺚ ﻓِﻲ إﺳﻨﺎدِﻩِ ﻣﻌﻤﺮ ﺑﻦ ﻣﺤ‬ ُ ِ‫ْﺤﺪ‬
َ ‫ َوَو‬، ‫ي ﺗَـ ْﻌﻠﻴﻘًﺎ َﻋ ْﻦ ْاﺑ ِﻦ ﺳﻴﺮِ َﻳﻦ‬ ِ‫ َوﻗَ ْﺪ ذَ َﻛَﺮ ُﻩ ا ﻟْﺒُ َﺨﺎ ر‬، ‫ﺿﻌﻴﻔَﺎن‬
‫ﺻ ﻠَُﻪ‬ َ َ َُ َْ َْ ُ ْ َ ُ ُ ْ ُ َ َْ َ ْ َ‫ﻟ‬
ِ‫ول ﻣﺎ ﺗ ﺤﺘﻪ ِﻣﻦ ْاﻷَوﺳﺎ ِخ وَﻛ َﺬ ﻟِﻚ ﻣ ﺎ ﻳ ْﺸﺒِﻪ اﻟْ ﺨﺎﺗﻢ ِﻣﻦ ْاﻷَﺳﻮِرة‬ ِ ِ ‫ﻳﻚ ا ﻟ‬ِ ِ‫ﺔِ ﺗﺤﺮ‬‫ل ﻋﻠَﻰ ﻣﺸْ ﺮوﻋِﻴ‬‫ وﻫﻮ ﻳ ﺪ‬، َ‫اﺑﻦ أَﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔ‬
َ ْ ْ َ َ َ ُ ُ َ َ َ َ ْ ْ َُ ْ َ َ َ ‫ْﺨﺎﺗَﻢ ﻟﻴَـ ُﺰ‬ َ َْ ُ َ َ ُ َ َ َُ َ َْ ُْ
. ‫ْﺤ ﻠْﻴَﺔِ َوﻧَ ْﺤﻮِِﻫَﻤﺎ‬
ِ ‫وا ﻟ‬
َ
“Hadits ini dalam sanadnya ada perow i Ma’mar bin Muhammad bin Abdullah dari
Bapaknya, keduanya perow i dhoif. Imam Bukhori telah menyebutkan secara Mu’alaq
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 104
dari Ibnu Sirin yang dimaushulkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah. Hal ini menunjukan
disyariatkannya menggerak-gerakkan cincin, untuk menghilangkan kotoran
dibaw ahnya. Demikian juga berlaku untuk hal lain seperti kalung, perhiasan dan
sejenisnya”.

Berkata Imam Bukhori :


ُ ‫ﺎل َﺳ ِﻤ ْﻌ‬
‫ َوَﻛﺎ َن‬- َ‫ﺖ أَﺑَﺎ ُﻫ َﺮﻳـْ َﺮة‬ ٍ ‫ﻤ ُﺪ ﺑﻦ زِﻳ‬ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ﻣ ﺤ‬ ‫ﺎل ﺣ‬
َ َ‫ﺎد ﻗ‬ ٍ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ آ َد ُم ﺑْ ُﻦ أَﺑِﻰ إِﻳ‬ ‫ َﺣ‬- 165
َ ُْ َ ُ َ َ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُﺷ ْﻌَﺒ ُﺔ ﻗ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﺎس ﻗ‬
» ‫ ﻗَﺎ َل‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﺎﺳ ِﻢ‬ ِ َ‫ن أَﺑﺎ ا ﻟْﻘ‬ ‫ﺿﻮء ﻓَِﺈ‬ ِ ‫ﺎل أ‬ ِ ِ ِ ِ
َ َ ُ ‫َﺳﺒﻐُﻮا اﻟُْﻮ‬ْ َ َ‫ ﻗ‬- ‫ُﺌﻮ َن ﻣ َﻦ ا ﻟْﻤﻄْ َﻬ َﺮة‬‫ﺎس ﻳَـﺘَـ َﻮﺿ‬ ُ ‫ﺮ ﺑَﻨﺎ َواﻟﻨ‬ ‫ﻳَ ُﻤ‬
« ِ‫ﺎر‬‫ﺎب ِﻣ َﻦ اﻟﻨ‬ ِ َ‫َوﻳْﻞ ﻟِﻸَ ْﻋﻘ‬
ٌ
30). Hadits no. 165
“Haddatsanaa Adam bin Iyaas ia berkata, haddatsanaa Syu’bah ia berkata, haddatsanaa
Muhammad bin Ziyaad ia berkata, aku mendengar Abu Huroiroh ‫ رﺿﻰ اﷲ ﻋﻨﻪ‬melewati orang-
orang yang sedang berwudhu di tempat air, maka beliau berkata : ‘sempurnakanlah wudhu
karena Abul Qosim ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬bersabda : “Celakalah tumit-tumit di neraka”.
Muslim meriwayatkannya no. 598

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya.

Penjelasan Hadits :
Cukup jelas pada pembahasan sebelumnya.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 105


‫ﻌﻠَ ْﻴ ِﻦ‬
ْ ‫ﺢ َﻋﻠَ ﻰ اﻟﻨـ‬
ُ‫ﺴ‬ ْ ‫اﻟﺮ ْﺟﻠَ ْﻴ ِﻦ ﻓِﻰ اﻟﻨـ‬
َ ‫ﻌﻠَ ْﻴ ِﻦ َو َﻻ ﻳَ ْﻤ‬  ‫ﺴ ِﻞ‬
ْ َ‫ ﺑﺎب ﻏ‬- 30
Bab 30 Mencuci kedua kaki Ketika Memakai Sandal
Tidak (sah, jika hanya) Diusap Kedua Sandalnya

Penjelasan :

Imam Bukhori berpendapat bahwa bagi seseorang yang mengenakan


sandal, maka tetap diwajibkan untuk mencuci kedua kakinya, tidak
sebagaimana seorang yang memakai khuf (sepatu), yang syariat
memberikan keringanan kepada pemakainya, cukup hanya diusap bagia n
atas khufnya ketika berw udhu. Barangkali Imam Bukhori memandang dalil-
dalil yang berkaitan dengan mengusap sandal lemah, tidak dapat dijadikan
pegangan.

Namun diketahui juga bahwa ada beberapa sandal yang menyerupai


sepatu, maka batasan sejauh mana alas kaki yang boleh diusap ketika
berwudhu, telah dicoba dijelaskan oleh Imam Thohaw i yang dinukil Imam
Ibnu Bathol dalam “Syaroh Bukhori”, kata Imam Thohawi :
‫ ﻓﺮأﻳﻨﺎ اﻟﺨﻔﻴﻦ اﻟﺬﻳﻦ ﺟﻮز اﻟﻤﺴﺢ ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ إذا ﺗﺨﺮﻗﺎ ﺣﺘﻰ ﺑﺪت‬،‫وﻧﻈﺮﻧﺎ ﻓﻰ اﺧﺘﻼف ﻫﺬﻩ اﻵﺛﺎر ﻟﻨﻌﻠﻢ ﺻﺤﻴﺢ اﻟﺤﻜﻢ ﻓﻰ ذﻟ ﻚ‬
،‫ ﻓﻜﻞ ﻗﺪ أﺟﻤﻊ أﻧﻪ ﻻ ﻳﻤﺴﺢ ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ ﻓﻠﻤﺎ ﻛﺎن اﻟﻤﺴﺢ ﻋﻠﻰ اﻟﺨﻔﻴﻦ إﻧﻤﺎ ﻳﺠﻮز إذا ﻏﻴﺒﺎ اﻟﻘﺪﻣﻴﻦ‬،‫اﻟﻘﺪﻣﺎن ﻣﻨﻬﻤﺎ أو أﻛﺜﺮﻫﻤﺎ‬
‫ ﻓﻼ ﻳﺠﻮز اﻟﻤﺴﺢ‬،‫ وﻛﺎﻧﺖ اﻟﻨﻌﻼن ﻏﻴﺮ ﻣﻐﻴﺒﺔ ﻟﻠﻘﺪﻣﻴﻦ ﺛﺒﺖ أﻧﻬﺎ ﻛﺎﻟﺨﻔﻴﻦ اﻟﻠﺬ ﻳﻦ ﻻ ﻳﻐﻴﺒﺎن اﻟﻘﺪﻣﻴﻦ‬،‫وﻳﺒﻄﻞ إذا ﻟﻢ ﻳﻐﻴﺒﺎ اﻟﻘﺪﻣﻴﻦ‬
.‫ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ‬
“Kami memandang pada perselisihan dalam dalil-dalil yang berkaitan dengan masalah
ini, untuk mengetahui kebenaran dalam mencari hukum yang kuat. Kami berpendapat
‘Khuf’ (sepatu) yang diperbolehkan untuk diusap, jika alas kakinya robek sehingga
kedua telapak kakinya atau sebagian besar darinya kelihatan, maka pada kondisi
tersebut ulama sepakat tidak boleh diusap. Bolehnya diusap itu hanya jika kedua
telapak kakinya tidak kelihatan dan batal jika kedua telapak kakinya kelihatan. Maka
jika ada jenis sandal yang kelihatan kedua telapak kakinya, maka tetap bahw a ia seperti
khuf (sepatu) yang kelih atan kedua telapak kakinya, maka (sandal seperti ini) tidak
boleh diusap”.

Telah datang beberapa riwayat dari Nabi Sholallahu 'Alaihi w a Salam,


baik dari perkataan maupun perbuatan Beliau yang menunjukan
disyariatkannya mengusap sandal ketika berwudhu. Barangkali Imam
Bukhori memandang dalil-dalil tersebut lemah tidak dapat dijadikan hujjah.
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 106
Kita akan sama-sama membahas dalil-dalil tersebut untuk menentukan
mana pendapat yang rajih dalam masalah ini. Kami nukilkan dari kitab yang
berjudul “Al Mashul Jaurobain wan Na’lain” karya Imam Muhammad
Jamaluddin Al Qosimiy dengan tahqiq dari Imam Al Albani. Berikut hadits-
haditsnya dengan beberapa tambahan takhrij dari kami :
1. Hadits Tsauban Rodhiyallahu 'Anhu, beliau berkata :
‫ﺻﻠﻰ اﷲ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ِ ‫ﻤﺎ ﻗَ ِﺪﻣﻮا َﻋ َﻠﻰ رﺳ‬ ‫َﺻ ﺎﺑـ ُﻬ ﻢ اﻟْﺒَـﺮ ُد ﻓَـ َﻠ‬
َُ ُ ْ ُ َ َ ‫ ًﺔ ﻓَﺄ‬‫ َﺳ ﺮِﻳ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ِ ُ ‫ﺚ رﺳ‬
ُ َ َ ‫ﺑَـ َﻌ‬
ِ ‫ ﺴ‬‫ﺐ واﻟﺘ‬
.‫ﺎﺧﻴ ِﻦ‬ ِ ِ َ ‫ أ ََﻣ َﺮُﻫ ْﻢ أَ ْن ﻳَ ْﻤﺴ ُﺤﻮا َﻋﻠَﻰ اﻟ َْﻌ‬- ‫ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
َ َ ‫ﺼﺎﺋ‬ َ
“Rasulullah Sholallahu 'Alaihi wa Salam mengutus detasemen perang, lalu mereka ditimpa
musim dingin, maka ketika mereka menghadap Rasulullah Sholallahu 'Alaihi wa Salam,
mereka diperintahkan untuk mengusap ‘Al Ashoib’ dan ‘At Tasaakhiin’ (HR. Ahmad dan
Abu Dawud).
Imam Al Qosimi berkata :
‫ ) اﻟﻌﺼﺎﺋﺐ ( ﻫﻲ اﻟﻌﻤ ﺎﺋﻢ ﻷن اﻟﺮأس ﻳﻌﺼﺐ ﺑﻬﺎ و ) اﻟﺘﺴﺎﺧﻴﻦ ( ﻛﻞ ﻣﺎ ﻳﺴﺨﻦ ﺑﻪ‬: ( ‫ﻗﺎل اﻟﻌ ﻼﻣﺔ اﺑﻦ اﻷﺛﻴﺮ ﻓﻲ ) اﻟﻨﻬﺎﻳﺔ‬
‫اﻟﻘﺪم ﻣﻦ ﺧﻒ وﺟﻮرب وﻧﺤﻮﻫﻤﺎ وﻻ واﺣﺪ ﻟﻬﺎ ﻣﻦ ﻟﻔﻈﻪ‬
“Al ‘Alamah Ibnul Atsiir berkata dalam “An Nihaayah” : ‘Al Ashooib’ adalah Imamah
(sorban) karena kepala dijadikan sandaran dengannya, sedangkan ‘At Tasaakhiin’
adalah seluruh alas kaki yang dapat digunakan untuk menghangatkan telapak kaki,
seperti sepatu, kaos kaki dan semisalnya, bukan merupakan satu jenis tertentu”.
Keduduka n sa nad : hadits ini diriwayatkan semuanya dari jalan Imam
Ahmad ia berkata :
َ َ‫اﺷ ﺪِ ْﺑ ِﻦ َﺳ ْﻌﺪٍ َﻋ ْﻦ ﺛـَ ْﻮﺑَﺎ نَ ﻗ‬
‫ﺎل‬ ِ ‫ﺪﺛـَ ﻨﺎ ﻳ ﺤﻴ ﻰ ﺑﻦ ﺳﻌِﻴ ﺪٍ ﻋﻦ ﺛـَﻮرٍ ﻋﻦ ر‬ ‫ﺣ‬
َ ْ َ ْ َْ َ ُ ْ َ ْ َ َ َ
“Haddatsanaa Y ahya bin Sa’id dari Tsauban dari Roosyid bin Sa’ad dari Tsauban
Rodhiyallahu anhu ia berkata : ‘idem”.
Semua perow inya tsiqoh, para perow i Bukhori-Muslim, kecuali Roosyid
hanya diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam “Adabul Mufrod”.
Imam Al Qosimi berkata :
‫رﺟﺎل ﻫﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ ﺛﻘﺎت ﻣﺮﺿﻴﻮن ﻣﺎ ﻳﻌﻠﻢ ﻣﻦ ﻣﺮاﺟﻌﺔ أﺳﻤﺎﺋﻬﻢ ﻣﻦ ﻛﺘﺐ اﻟﺮﺟﺎل‬
“Para perow i hadits ini tsiqoh semuanya diridhoi, sepanjang penelitianku dalam
biografi mereka di kit ab-kitab para perowi”.
Hadits ini juga dishahihkan oleh Imam Al Albani dan Syaikh Syu’aib
Arnauth.
2. Hadits Al Mughiiroh bin Syu’bah Rodhiyallahu anhu, beliau berkata :
ِ ِ َ ‫ن ر ﺳ‬ َ‫أ‬
‫ﻌَﻠ ْﻴ ِﻦ‬ َ ‫ﺄَ َو َﻣ َﺴ َﺢ َﻋ َﻠﻰ اﻟ‬‫ َﻢ ﺗَـ َﻮﺿ‬‫ ﻰ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴﻪ َو َﺳﻠ‬‫ﺻﻠ‬
ْ ‫ْﺠ ْﻮَرﺑَـ ْﻴ ِﻦ َواﻟﻨـ‬ َ ‫ﻮل اﷲ‬ َُ

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 107


“Bahwa Rasulullah ‫و م‬ berwudhu dan mengusap kedua kaos kakinya dan
kedua sandalnya”.
Keduduka n sa nad : haditsnya diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam
Abu Daw ud, Imam Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah semuanya dari jalan :

، َ‫ﻴﺮةِ ْﺑ ِﻦ ُﺷ ْﻌﺒَﺔ‬ ِ
َ ‫ َﻋ ِﻦ اﻟ ُْﻤﻐ‬،‫ﻴﻞ‬
ِ ِ ِ ٍ ِ
َ ‫ َﻋ ْﻦ ُﻫ َﺬْﻳ ﻞ ْﺑﻦ ُﺷ َﺮْﺣﺒ‬،‫ َﻋ ْﻦ أَﺑﻲ ﻗـَ ْﻴ ﺲ‬،ُ‫ﺪ ﺛـَ ﻨَﺎ ُﺳ ْﻔﻴَﺎ ن‬ ‫ َﺣ‬، ‫ﻴﻊ‬
ِ
ٌ ‫ﺪﺛـَ ﻨَﺎ َوﻛ‬ ‫َﺣ‬
“haddatsanaa W akii’, haddatsanaa Sufyaan dari Abi Qois dari Hudzail bin Syurohbiil
dari Al Mughiroh bin Syu’bah Rodhiyallahu 'Anhu”.
Dhohir sanadnya, semua perow inya tsiqoh, semua perow inya dipakai
Imam Bukhori, bahkan Wakii’ dan Sufyaan dipakai juga oleh Imam
Muslim. Hanya saja, para Aimah hadits mencacat perow i Abu Qois, yang
dikatakan ia menyendiri dalam periw ayatannya, sekalipun sebenarnya
Abu Qois ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Ma’in, Imam Nasa’I, Imam
Daruquthni dan Imam Al’ijli. Imam Daruquthni dalam kitabnya “Al-‘Ilal”
(no. 1240) ditanya :
‫وﺳﺌﻞ ﻋﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﻫﺰﻳﻞ ﺑﻦ ﺷﺮﺣﺒﻴﻞ ﻋﻦ اﻟﻤﻐﻴﺮة ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ أﻧﻪ ﻣﺴﺢ ﻋﻠﻰ اﻟﺠﻮرﺑﻴﻦ واﻟﻨﻌﻠﻴﻦ ﻓﻘﺎ ل‬
‫ﻳﺮوﻳﻪ اﻟﺜﻮري ﻋﻦ أﺑﻲ ﻗﻴﺲ اﻻودي ﻋﻦ ﻫﺰﻳﻞ ﺑﻦ ﺷﺮﺣﺒﻴﻞ ﻋﻦ اﻟﻤﻐﻴﺮة ورواﻩ ﻛﻠﻴﺐ ﺑﻦ واﺋﻞ ﻋﻦ أﺑﻲ ﻗﻴﺲ ﻋﻤﻦ أﺧﺒﺮﻩ ﻋﻦ‬
‫اﻟﻤﻐﻴﺮة وﻫﻮ ﻫﺰﻳﻞ وﻟﻜﻨﻪ ﻟﻢ ﻳﺴﻤﻪ وﻟﻢ ﻳﺮوﻩ ﻏﻴﺮ أﺑﻲ ﻗﻴ ﺲ وﻫﻮ ﻣﻤﺎ ﻳﻌﺪ ﻋﻠﻴﻪ ﺑﻪ ﻻن اﻟﻤﺤﻔﻮظ ﻋﻦ اﻟﻤﻐﻴﺮة اﻟﻤﺴﺢ ﻋﻠﻰ‬
‫اﻟﺨﻔﻴﻦ‬
“Beliau ditanya tentang hadit s Huzail bin Syarohbiil dari Al Mughiiroh dari Nabi
Sholallahu 'Alaihi wa Salam, bahw a Beliau mengusap kaos kakinya dan kedua
sandalnya?”.
Jaw abnya : ‘Ats-Tsauriy meriw ayatkannya dari Abu Qois Al Audiy dari Huzail bin
Syahrobiil dari Al Mughiiroh Rodhiyallahu 'Anhu. Kulaib bin Wail meriw ayatkan dari
Abu Qois dari orang yang mengabarinya dari Al Mughiiroh yaitu Huzail, namun ia
tidak mendengarnya. Tidak diriwayatkan hal ini selain dari Abu Qois dan ini
termasuk yang dihitung (dari kesalahannya), karena yang mahfudz (law an dari
Syadz) dari Al Mughiiroh Rodhiyallahu 'Anhu adalah mengusap kedua khufnya”.
Imam Abu Dawud dalam kitab “Sunannya” (no. 159) setela h
meriwayatkan hadits Mughiroh ini, berkata :
ِ ِ ِ‫وف ﻋ ِﻦ ا ﻟْﻤﻐ‬ ِ ِ ‫ث ﺑِﻬ َﺬ ا ا ﻟ‬ ِ
‫ﺢ‬
َ‫ﺴ‬َ ‫ َﻣ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ‫ﺒ‬‫ اﻟﻨ‬‫ﻴﺮة أَن‬
َ ُ َ َ ‫ ا ﻟ َْﻤْﻌ ُﺮ‬‫ْﺤ ﺪ ﻳﺚ ﻷَن‬
َ َ ُ‫ى ﻻَ ﻳ‬ ‫ﺮْﺣ َﻤ ِﻦ ْﺑ ُﻦ َﻣ ْﻬﺪ‬ ‫َﻛﺎ َن َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟ‬
َ ُ ‫ﺪ‬ ‫ﺤ‬
‫ﻴْ ِﻦ‬‫ﻋَﻠَﻰ ا ﻟْ ُﺨ ﻔ‬
“Adalah Abdur Rokhman bin Mahdiy tidak meriw ayatkan hadits in i, karena yang
ma’ruf dari Mughiroh Rodhiyallahu 'Anhu bahwa Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Salam
mengusap kedua khufnya”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 108


Namun pencacatan Aimah dia tas bahwa hadits ini syadz, masih dapat
didiskusikan. Syaikh Syu’aib dalam “Ta’liq Musnad Ahmad” menukil
ucapan Syaikh Ahmad Syakir dalam “Ta’liq Sunan Tirmidzi”, katanya :
‫ ﻏﻴﺮ ﺣﺪﻳﺚ‬،‫ وﻫﻮ ﺣﺪﻳﺚ آﺧﺮ‬،‫واﻟﺼﻮاب ﺻﻨﻴﻊ اﻟﺘﺮﻣﺬي ﻓﻲ ﺗﺼﺤﻴﺢ ﻫﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ‬ ُ ،‫اﻷﻣﺮ ﻛﻤﺎ ﻗﺎل ﻫﺆﻻء اﻷﺋﻤﺔ‬
ُ ‫وﻟﻴﺲ‬
،‫ ﻓﻤﻨﻬﻢ ﻣﻦ روى اﻟﻤﺴﺢ ﻋﻠﻰ اﻟﺨﻔﻴﻦ‬،‫أﺣﺎدﻳﺚ اﻟﻤﺴ ﺢ ﻓﻲ اﻟﻮﺿﻮء‬ َ ‫اﻟﻨﺎس ﻋﻦ اﻟﻤﻐﻴﺮة‬
ُ ‫ وﻗﺪ روى‬،‫اﻟﻤﺴﺢ ﻋﻠﻰ اﻟﺨﻔﻴﻦ‬
‫ إذ ﻫﻲ‬،‫ وﻟﻴﺲ ﺷﻲء ﻣﻨﻬﺎ ﺑﻤﺨﺎﻟﻒ ﻟﻶﺧﺮ‬،‫ وﻣﻨﻬﻢ ﻣﻦ روى اﻟﻤﺴﺢ ﻋﻠﻰ ا ﻟﺠﻮرﺑﻴﻦ‬،‫وﻣﻨﻬﻢ ﻣﻦ روى اﻟﻤﺴﺢ ﻋﻠﻰ اﻟﻌﻤﺎﻣﺔ‬
‫ ﻓﻤﻦ‬،‫ َﻢ ﻧﺤﻮ ﺧﻤﺲ ﺳﻨﻴﻦ‬‫ﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴﻪِ َو َﺳﻠ‬‫ﺻﻠ‬
َ ‫ واﻟﻤﻐﻴﺮُة ﺻﺤﺐ اﻟﻨﺒﻲ‬،‫ ورواﻳﺎت ﻋﻠﻰ ﺣﻮادث ﻣﺨﺘﻠﻔﺔ‬،‫أﺣﺎدﻳﺚ ﻣﺘﻌﺪدة‬
ِ
ُ ‫ ﻓﻴﺴﻤﻊ‬،‫ َﻢ وﻗﺎﺋﻊ ﻣﺘﻌﺪدة ﻓﻲ وﺿﻮﺋﻪ وﻳﺤﻜﻴﻬﺎ‬‫ﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ‬‫ﺻﻠ‬
ً‫ﺑﻌﺾ اﻟﺮواة ﻣﻨﻪ ﺷﻴﺌﺎ‬ َ ‫اﻟﻤﻌﻘﻮل أن ﻳﺸﻬﺪ ﻣﻦ اﻟﻨﺒﻲ‬
.‫ وﻫﺬا واﺿﺢ ﺑﺪﻳﻬ ِﻰ‬،‫وﻳﺴﻤﻊ ﻏﻴﺮﻩ ﺷﻴﺌﺎً آﺧﺮ‬
“Perkaranya tid ak sebagaimana yang dikatakan oleh para Aimah. Y ang benar adalah
apa yang dilakukan oleh Imam Tirmidzi yang mensahihkan hadits ini, in i adalah
hadits lain, yang berbeda dengan hadits mengusap kedua khuf. Bisa jadi para
perow i meriwayatkan hadits-hadit s tentang mengusap ketika berwudhu, diantara
mereka ada yang meriw ayatkan mengusap khuf, sebagian lagi meriw ayatkan
mengusap Imamah, sebagian lagi meriwayatkan mengusap kaos kaki. Tidak ada
pertentangan antara satu dengan lainnya, yakni ini adalah hadits-hadits yang
bermacam-macam, yang diriw ayatkan dengan lafadz-lafadz yang berbeda. Al
Mughiiroh Rodhiyallahu 'Anhu adalah sahabat Nabi Sholallahu 'Alaihi w a Salam yang
menemani Beliau selama kurang lebih 5 tahun, maka secara logika, beliau
menyaksikan Nabi Sholallahu 'Alaihi w a Salam perbuatan-perbuatan Beliau
Sholallahu 'Alaih i w a Salam dalam berw udhu, lalu menceritakannya, maka sebagian
perow i mendengar riw ayat dari Mughiroh yang tidak didengar oleh perowi lainnya
dan hal ini jelas secara logika”.
Apa yang dikatakan Syaikh Ahmad syakir itu yang benar, Imam Tirmidzi
dalam “Sunannya” (99) setelah meriw ayatkan hadits ini berkata :
‫ﻰ َوأ َْﺣ َﻤ ُﺪ‬ ِ‫ﺎﻓِﻌ‬‫ى َواﺑُْﻦ ا ﻟ ُْﻤﺒَﺎ َر ِك َواﻟﺸ‬ ِ‫ﻮ ر‬ْ ‫ﻮل ُﺳ ْﻔﻴَﺎ نُ اﻟﺜـ‬
ُ ُ‫اﺣ ﺪٍ ِﻣ ْﻦ أ َْﻫ ِﻞ ا ﻟْﻌِﻠْ ِﻢ َوﺑِﻪِ ﻳَـﻘ‬ ِ ‫ وﻫﻮ ﻗـَﻮُل ﻏَﻴﺮِ و‬.‫ﻳﺚ ﺣﺴ ﻦ ﺻ ِﺤﻴﺢ‬
َ ْ ْ َ ُ َ ٌ َ ٌ َ َ ٌ ‫َﻫ َﺬا َﺣ ﺪ‬
ِ
‫ْﺠ ْﻮ ﺑرَـ ْﻴ ِﻦ َوإِ ْن ﻟَ ْﻢ ﺗَ ُﻜ ْﻦ ﻧَـ ْﻌﻠَْﻴ ِﻦ إِذَ ا َﻛﺎﻧَﺎ ﺛَ ِﺨﻴﻨَـ ْﻴ ِﻦ‬
َ ‫ﺢ َﻋﻠَﻰ ا ﻟ‬
ُ ‫ﺴ‬
ِ
َ ‫َوإ ْﺳ َﺤﺎ ُق ﻗَﺎ ﻟُﻮا ﻳَْﻤ‬
“Hadits ini Hasan Shahih, ini adalah pendapatnya lebih dari satu ulama, yakni
pendapatnya Sufyan Ats-Tsauri, Ibnul Mubarok, Syafi’I, Ahmad dan Ishaq. Mereka
berkata : ‘diusap kaos kaki, sekalipun tidak memakai sandal jika kaos kakinya tebal”.
Hadits ini juga dishahihkan oleh Ulama hadist zaman ini, yaitu Imam Al
Albani dan Syaikh Syu’aib Arnauth.
3. Dari Sahabat Abu Musa Al Asy’ariy Rodhiyallahu 'Anhu, beliau berkata :
ِ َ ‫ن رﺳ‬ َ‫أ‬
‫ﻌﻠَ ْﻴ ِﻦ‬ َ ‫ﺄَ َو َﻣ َﺴ َﺢ َﻋﻠَﻰ اﻟ‬‫ ﺗَـ َﻮﺿ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ْ ‫ْﺠ ْﻮَرﺑَـ ْﻴ ِﻦ َواﻟﻨـ‬ َُ

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 109


“Bahwa Rasulullah Sholallahu 'Alaihi wa Salam berwudhu, dan mengusap kaos kakinya
dan kedua sandalnya”.
Keduduka n sanad : hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah
dalam “Sunannya” (no. 603) dari jalan :
ٍ ‫ﺪ ﺛَـ ﻨﺎ ﻋِﻴﺴ ﻰ ﺑﻦ ﻳﻮﻧ ﺲ ﻋﻦ ﻋِﻴﺴ ﻰ ﺑ ِﻦ ِﺳﻨ‬ ‫ ﻰ ﺑﻦ ﻣ ْﻨﺼ ﻮرٍ وﺑِ ْﺸ ﺮ ﺑﻦ آدم ﻗَﺎ ﻻَ ﺣ‬‫ﺪ ﺛَـ ﻨﺎ ﻣﻌﻠ‬ ‫ﻳ ﺤﻴ ﻰ ﺣ‬
‫ﺎن َﻋ ِﻦ‬ ‫ﻤ ُﺪ ْﺑ ُﻦ‬‫ﺪ ﺛَـ ﻨَﺎ ُﻣ َﺤ‬ ‫َﺣ‬
َ ْ َ َْ َ ُ ُ ُْ َ َ َ ََ ُ ْ ُ َ ُ َ ُ ْ َُ َ َ َ ْ َ
‫ى‬ ِ‫ﻮﺳ ﻰ اﻷَ ْﺷ َﻌﺮ‬ ِ ٍ ِ‫ﺎك ﺑ ِﻦ ﻋﺒﺪ‬ ِ
َ ‫ﺮْﺣ َﻤ ِﻦ ْﺑ ِﻦ َﻋ ْﺮَزب َﻋ ْﻦ أَﺑﻰ ُﻣ‬ ‫اﻟ‬ َْ ْ ‫ﺤ‬ ‫اﻟ ﻀ‬
“Haddatsanaa Muhammad bin Y ahya, haddatsanaa Mu’alaa bin Manshur dan Bisyr
bin Adam keduanya berkata, haddatsanaa Isa b in Y unus dari Isa bin Sinaan dari
Adh-Dhohaak bin Abdur Rokhman bin ‘Arzab dari Abu Musa Al Asy’ariy Rodhiyallahu
'Anhu”.
Sanad ini memiliki 2 buah cacat, yaitu Isa bin Sinaan, didhoifkan ole h
Imam Ibnu Ma’in, Imam Abu Zur’ah dan Aimah lainnya, penilaian positif
diberikan oleh Imam Ibnu Hibban yang memasukkannya kedalam kitab
“Tsiqotnya”, oleh karenanya, Al Hafidz dalam “At-Taqriib” menilainya
‘layyinul hadits’ (lunak haditsnya). Cacat yang kedua adalah Abdur
Rokhman bin Arzab seorang perow i yang majhul (tidak dikenal)
sebagaimana penilaian Al Hafidz dalam “At-Taqriib”. Sehingga
kesimpulannya haditsnya lemah, namun masih memungkinkan untuk
dijadikan penguat. Oleh karenanya, Imam Al Albani menshahihkan hadits
ini.
4. Dari sahabat Aus bin Abi Aus Ats-Tsaqofiy Rodhiyallahu 'Anhu, belia u
berkata :
ِ‫ﺄَ وﻣﺴ ﺢ َﻋﻠَﻰ ﻧَـﻌﻠَﻴ ﻪِ وﻗَ َﺪ ﻣﻴﻪ‬‫ ﺗَـﻮﺿ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
َ ‫ن َر ُﺳ‬ َ‫أ‬
َْ َ ْ ْ َ َ ََ َ
“Bahwa Rasulullah Sholallahu 'Alaihi wa Salam berwudhu, dan mengusap kedua
sandalnya dan kedua telapak kakinya”.
Keduduka n sanad : haditsnya diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud
dalam “Sunannya” (160) dari jalan :
‫س ْﺑ ُﻦ أَﺑِﻰ‬ ِ َ َ‫ ﻗ‬- ‫ﺎ ٌد‬‫ ﻗَﺎ َل َﻋﺒ‬- ِ‫ﺸ ْﻴ ٌﻢ َﻋ ْﻦ ﻳَـ ْﻌﻠَ ﻰ ْﺑ ِﻦ َﻋﻄَﺎءٍ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻴﻪ‬
ُ ‫ﺎل أ َْﺧﺒـََﺮﻧ ﻰ أ َْو‬ َ ‫ﺪ ﺛَـ ﻨَﺎ ُﻫ‬ ‫ﻮﺳ ﻰ ﻗَﺎﻻَ َﺣ‬
َ ‫ﺎد ْﺑ ُﻦ ُﻣ‬
ُ ‫ﺪ ٌد َو َﻋﺒ‬ ‫ﺴ‬
َ ‫ﺪ ﺛَـ ﻨَﺎ ُﻣ‬ ‫َﺣ‬
‫ﻰ‬ ِ‫ﻘَ ﻔ‬‫س اﻟﺜـ‬ ٍ ‫أ َْو‬
“Haddatsanaa Musaddad dan ‘Abbaad bin Musa, keduanya berkata, haddatsanaa
Husyaim dari Y a’laa bin ‘Athoo’ dari Bapaknya –‘Abbaad berkata- ia berkata
akhbaronii Aus bin Abi Aus Ats-Tsaqofiy Rodhiyallahu 'Anhu”.
Semua perow inya tsiqoh menurut penilaian Al Hafidz dalam “At-Taqriib”,
kecuali Bapaknya Ya’laa yakni ‘Athoo Al ‘Aamiriy, dinilai maqbul oleh Al
Hafidz dalam “At-Taqriib” yang menunjukan bahwa haditsnya jika

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 110


bersendirian lemah, namun dapat dijadikan penguat. Imam Al Albani
dalam taliqnya terhadap sunan Abu Daw ud, menshahihkannya.
5. Dari sahabat Khudzaifah Rodhiyallahu 'Anhu, beliau berkata :
‫أﺗﻰ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ ﺳﺒﺎﻃﺔ ﻗﻮم ﻓﺒﺎل ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻗﺎﺋﻤﺎ ﺛﻢ دﻋﺎ ﺑﻤﺎء ﻓﺘﻮﺿﺄ وﻣﺴﺢ ﻋﻠﻰ ﻧﻌﻠﻴﻪ‬
“Rasulullah Sholallahu 'Alaihi wa Salam mendatangi tempat sampah suatu kampung, lalu
Beliau kecing sambil berdiri, lalu minta dibawakan air wudhu, lal berwudhu dan
mengusap kedua sandalnya”.
Keduduka n sa nad : hadits ini diriwayatkan oleh Imam Thobariy dalam
“Tafsirnya” dari jalan :
‫ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ اﻟﺤﺠﺎج ﺑﻦ اﻟﻤﻨﻬﺎل ﻗﺎل ﺣﺪﺛﻨﻲ أﺑﻲ ﻗﺎل ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺟﺮﻳﺮ ﺑﻦ ﺣﺎزم ﻗﺎ ل ﺳﻤﻌﺖ اﻷﻋﻤﺶ ﻋﻦ أﺑﻲ واﺋﻞ ﻋﻦ ﺣﺬﻳﻔﺔ‬
‫ﻗﺎل‬
“Abdullah ibnul Hajaaj ibnul Minhaal ia berkata, haddatsanii Bapakku ia berkata,
haddatsanaa Jariir bin Haazim ia berkata, aku mendengar Al A’masy dari Abi Wail
dari Khudzaifah Rodhiyallahu 'Anhu beliau berkata : ‘idem’”.
Semua perow inya tsiqoh, para perow i Bukhori-Muslim, sebagaimana
dicatat oleh Al Hafidz dalam “At-Taqriib”. Sehingga sanad hadits ini
shahih.
6. Dari Shahabat Ibnu Umar Rodhiyallahu 'Anhu, bahwa beliau :
‫ ﻛﺬﻟﻚ ﻛﺎن رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻳﻔﻌﻞ‬: ‫أﻧﻪ ﻛﺎن ﻳﺘﻮﺿﺄ وﻧﻌﻼﻩ ﻓﻲ رﺟﻠﻴﻪ وﻳﻤﺴﺢ ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ وﻳﻘﻮل‬
“bahwa Ibnu Umar Rodhiyallahu 'Anhu berwudhu, sedangkan kedua sandalnya masih di
kakinya, lalu ia mengusapnya dan berkata : ‘demikian Rasulullah Sholallahu 'A laihi wa
Salam melakukannya”.
Imam Al Albani dalam “Ta’ilq Al Mashu” berkata :
‫ ﺻﺤﺢ أﺑﻮ اﻟﺤﺴﻦ ﻋﻠﻲ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻤﻠﻚ ﺑﻦ اﻟﻘﻄﺎن ﺻﺎﺣﺐ ﻛﺘﺎب ) اﻟﻮﻫﻢ‬: ‫وﻗﺎل اﻟﺴﻴﻮﻃﻲ ﻓﻲ اﻟﺘﺪرﻳﺐ‬
‫واﻹﻳﻬﺎم ( ﺣﺪﻳﺚ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﻫﺬا اﻟﻤﺨﺮج ﻓﻲ ﻣﺴﻨﺪ اﻟﺒﺰار‬
“Suyuthi berkata dalam “Tadriib” : ‘dishahihkan oleh Abul Hasan Ali bin Muhammad
bin Abdul Malik ibnul Qothoon penulis kitab “Al W ahm w al Ibhaam”, hadits Ibnu
Umar ini diriw ayatkan dalam Musnad Al Bazaar”.
7. Abdu Khoir berkata :
- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬َ ‫ﺖ َر ُﺳ‬ ُ ْ‫ﻰ َرأَﻳ‬‫ ﻟ َْﻮﻻَ أَﻧ‬: ‫ﺎل‬ َ َ‫ﻢ ﻗ‬ ُ‫ﺳ َﻊ ﺛ‬ ‫ـ ْﻌ َﻠ ْﻴ ِﻦ ﻓَـ َﻮ‬‫ﺄَ َو َﻣ َﺴ َﺢ َﻋ َﻠﻰ اﻟﻨ‬‫ﻴﺎ ﺗَـَﻮﺿ‬ِ‫ﺖ َﻋﻠ‬ ُ ْ‫َرأَﻳ‬
‫ﻖ ﺑِﺎﻟ َْﻤ ْﺴ ِﺢ ِﻣ ْﻦ ﻇَ ِﺎﻫ ﺮِِﻫ َﻤﺎ‬ ‫َﺣ‬ ِ
َ ‫ن ﺑَﺎﻃ َﻦ اﻟْ َﻘ َﺪ َﻣ ْﻴ ِﻦ أ‬ َ‫ﺖ أ‬ ُ ْ‫ﺖ ﻟ ََﺮأَﻳ‬ُ ‫ﻓَـ َﻌ َﻞ َﻛ َﻤﺎ َرأَﻳْـُﺘ ُﻤﻮﻧِﻰ ﻓَـ َﻌ ْﻠ‬
“aku melihat Ali Rodhiyallahu 'Anhu berwudhu dan membasuh sandalnya lalu berkata :
‘sekiranya aku tidak melihat Rasulullah Sholallahu 'Alaihi wa Salam melakukan

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 111


sebagaimana yang engkau lihat aku mengerjakannya, niscaya aku berpendapat dibawah
telapak (alas) kaki lebih berhak untuk diusap daripada yang diatasnya”.
Keduduka n sa nad : haditsnya diriwayatkan oleh Imam Darimiy dalam
“Sunannya” (no. 740) dari jalan :
‫ﺲ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻰ إِ ْﺳ َﺤ ﺎ َق َﻋ ْﻦ َﻋ ْﺒﺪِ َﺧ ْﻴ ٍﺮ ﻗَﺎ َل‬ ٍ
ُ ُ‫ﺪ ﺛَـ ﻨَﺎ ﻳُﻮﻧ‬ ‫أ َْﺧﺒـََﺮ ﻧَﺎ أَﺑُﻮ ﻧُـ َﻌ ْﻴﻢ َﺣ‬
“Akhbaronaa Abu Nu’aim, haddatsanaa Yunus dari Abi Ishaaq dari Abdu Khoir ia
berkata : ‘idem’”.
Semua perow inya tsiqoh, kecuali Yunus bin Abi Ishaq seorang yang
shoduq, menurut Al Hafidz dalam “At-Taqriib”, sehingga sanadnya Hasan
dan menjadi shahih dengan adanya penguat lainnya.

Kesimpula nnya : Diperbolehkan mengusap kedua sandal dan kaos


kaki dan kami tutup dengan fatwa lajnah Daimah Saudi Arabia :
‫ ﺣﻜﻢ اﻟﻤﺴﺢ ﻋﻠ ﻰ اﻟﺠﻮرﺑﻴﻦ ﻫﻞ ﻳﺠﻮز أو ﻻ؟‬:‫س‬
:‫ وﺑﻌﺪ‬..‫ اﻟﺤﻤﺪ ﷲ وﺣﺪﻩ واﻟﺼﻼة واﻟﺴ ﻼم ﻋﻠﻰ رﺳﻮﻟﻪ وآﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ‬:‫ج‬
‫ واﻟﺼﺤﻴﺢ أﻧﻪ ﺟﺎﺋﺰ إذا ﻟﺒﺴﻬﻤﺎ‬،‫ﻓﻲ اﻟﻤﺴﺢ ﻋﻠﻰ اﻟﺠﻮرﺑﻴﻦ ﻓﻲ اﻟﻮﺿﻮء ﺧﻼف ﺑﻴﻦ اﻟﻔﻘﻬﺎء ﻓﻤﻨﻬﻢ ﻣﻦ ﻣﻨﻌﻪ وﻣﻨﻬﻢ ﻣﻦ أﺟﺎزﻩ‬
‫ إﻟﻰ ﻏﻴﺮ ذﻟ ﻚ ﻣﻦ ﺷﺮوط اﻟﻤﺴﺢ اﻟﺘﻲ‬،‫ﻋﻠﻰ ﻃﻬﺎرة وﻛﺎﻧﺎ ﺳﺎﺗﺮﻳﻦ ﻟﻠﻘﺪﻣﻴﻦ واﻟﻜﻌﺒﻴﻦ ﻟﻤﺪة ﻳﻮم وﻟﻴﻠﺔ ﻟﻠﻤﻘﻴﻢ وﺛﻼﺛﺔ أﻳﺎم ﻟﻠﻤﺴﺎﻓﺮ‬
‫ » ﺗﻮﺿﺄ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬:‫ ﻟﻤﺎ ﺛﺒﺖ ﻋﻦ اﻟﻤﻐﻴﺮة ﺑﻦ ﺷﻌﺒﺔ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ أﻧﻪ ﻗﺎل‬،‫دﻟﺖ ﻋﻠﻴﻬﺎ اﻷﺣﺎدﻳﺚ اﻟﺼﺤﻴﺤﺔ‬
‫ وﻗﺪ ﻋﻤﻞ‬،‫ ﺣﺪﻳﺚ ﺣﺴﻦ ﺻ ﺤﻴﺢ‬: ‫وﻣﺴﺢ ﻋﻠﻰ اﻟﺠﻮرﺑﻴﻦ واﻟﻨﻌﻠﻴﻦ « رواﻩ أﺣﻤﺪ وأﺑﻮ داود واﻟﺘﺮﻣﺬي واﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ وﻗﺎل اﻟﺘﺮﻣﺬي‬
‫ وﻣﺴﺢ ﻋﻠﻰ اﻟﺠﻮرﺑﻴﻦ ﻋﻠﻲ ﺑﻦ أﺑﻲ ﻃﺎﻟﺐ وﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻣﺴﻌﻮد واﻟﺒﺮاء ﺑﻦ ﻋﺎزب‬: ‫ ﻗﺎل أﺑﻮ داود‬.‫ﺑﺬﻟﻚ ﻛﺜﻴﺮ ﻣﻦ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ‬
. ‫ وروي ذﻟﻚ ﻋﻦ ﻋﻤﺮ ﺑﻦ اﻟﺨﻄﺎب واﺑﻦ ﻋﺒﺎس رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻬﻢ‬، ‫وأﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ وأﺑﻮ أﻣﺎﻣﺔ وﺳﻬﻞ ﺑﻦ ﺳﻌﺪ وﻋﻤﺮو ﺑﻦ ﺣﺮﻳﺚ‬
.‫وﻫﻮ ﻗﻮل ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻣﻦ أﻫﻞ اﻟﻌﻠﻢ‬
.‫وﺑﺎﷲ اﻟﺘﻮﻓﻴﻖ وﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻰ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ وآﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ وﺳﻠﻢ‬
“Soal : Bagaimana hukum mengusap mengusap kaos kaki, apakah diperbolehkan atau
tidak?
Jawab : Alhamdulillah sholawat dan salam atas Rasul-Nya, keluarganya dan para
sahabatnya. W a ba’du :
Tentang mengusap kaos kaki dalam w udhu, terjadi perselisihan dikalangan ulama,
sebagian melarangnya, sebagian lagi membolehkannya. Y ang kuat hal tersebut
diperbolehkan jika ia memakainya dalam keadaan suci dan kaos kakinya menutupi
telapak kaki dan mata kaki. Diperbolehkan selama 1 hari 1 malam bagi yang mukim dan
3 hari 3 malam bagi yang bersafar dan syarat-syarat lainnya yang ditunjukan oleh
hadits-hadits shahih. Berdasarkan hadits Mughiroh Rodhiyallahu anhu bahw a ia berkata

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 112


: ‘Nabi Sholallahu 'alaihi w a Salam berw udhu dan mengusap kaos kaki dan sandalnya’
(HR. Ahmad, Abu Daw ud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, Imam tirmid zi berkata : hadits ini
Hasan shahih).
Banyak sahabat yang melakukan amalan ini, Imam Abu Dawud berkata : ‘mengusap
kaos kaki dilakukakan oleh Ali bin Abi Tholib, Abdullah bin Mas’ud, Al Baroo’ bin ‘Aazib,
Anas bin Malik, Abu Umaamah, Sahl bin Sa’ad, ‘Amr bin Hariits, diriw ayatkan juga dari
Umar bin Khothob dan Ibnu Abbas Rodhiyallahu anhum. Ini adalah pendapatnya
kebanyakan ulama”.

Berkata Imam Bukhori :


ِ‫ﻪ‬‫ﺎل ﻟِﻌﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬ ِ ٍ ِ‫ﻚ َﻋ ﻦ ﺳﻌ‬ ِ ِ
ْ َ َ َ‫ ُﻪ ﻗ‬‫ى َﻋ ْﻦ ُﻋﺒَـ ْﻴ ﺪ ﺑْ ِﻦ ُﺟ َﺮﻳْ ٍﺞ أَﻧ‬  ِ‫ﻴﺪ اﻟ َْﻤ ْﻘُﺒ ﺮ‬ َ ْ ٌ ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ َﻣﺎﻟ‬ َ َ‫ﻒ ﻗ‬ ُ ُ‫ﻪ ﺑْ ُﻦ ﻳ‬‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠ‬ ‫ َﺣ‬- 166
َ ‫ﻮﺳ‬
‫ﺎل َو َﻣﺎ ِﻫ َﻰ ﻳَﺎ اﺑْ َﻦ ُﺟ َﺮﻳْ ٍﺞ‬ َ َ‫ ﻗ‬. ‫ﺼﻨَـ ُﻌ َﻬﺎ‬ ْ َ‫ﻚ ﻳ‬ َ ِ‫ﺻ َﺤﺎﺑ‬ ِ ‫ﻚ ﺗَﺼَﻨﻊ أَرﺑـﻌﺎ ﻟَﻢ أَر أ‬
ْ َ‫َﺣ ًﺪا ﻣ ْﻦ أ‬
ِ
َ َ ْ ً َ ْ ُ ْ َ ‫ َرأَﻳْـُﺘ‬، ‫ﺮ ْﺣ َﻤ ِﻦ‬ ‫ﺑْ ِﻦ ُﻋ َﻤ َﺮ ﻳَﺎ أََﺑﺎ َﻋ ْﺒ ﺪ اﻟ‬
، ِ‫ ْﻔ َﺮة‬‫ﺼ ُﺒ ُﻎ ﺑِﺎﻟﺼ‬
ْ َ‫ﻚ ﺗ‬َ ‫ َوَرأَﻳْـُﺘ‬، َ‫ﺔ‬‫ﺴ ْﺒﺘِﻴ‬ ‫ﺎل اﻟ‬ َ ‫ـ َﻌ‬‫ﺲ اﻟﻨ‬ُ ‫ﻚ ﺗَـﻠَْﺒ‬َ ‫ َوَرأَﻳْـُﺘ‬، ‫ اﻟَْﻴ َﻤﺎﻧِﻴَـ ْﻴ ِﻦ‬‫ﺲ ِﻣ َﻦ ا ﻷَ ْرَﻛﺎ ِن إِﻻ‬
 ‫ﻚ ﻻَ ﺗَ َﻤ‬ َ ‫ﺎل َرأَﻳْـُﺘ‬
َ َ‫ﻗ‬
‫ ﺎ‬‫ﻪِ أَﻣ‬‫ﺎل َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟﻠ‬
َ َ‫ ﻗ‬. ِ‫ـ ْﺮ ِوﻳَﺔ‬‫ ﻰ َﻛﺎ َن ﻳَـ ْﻮ ُم اﻟﺘ‬‫ﺖ َﺣﺘ‬ َ ْ‫ﻞ أَﻧ‬ ‫َﻢ ُﺗ ِﻬ‬
ْ ‫ﺎس إِ ذَا َرأ َُوا اﻟْ ِﻬ ﻼَ َل َوﻟ‬
ِ َ ‫ﻚ إِ ذَا ُﻛ ْﻨ‬
ُ ‫ﻞ اﻟﻨ‬ ‫ﻜﺔَ أ ََﻫ‬ ‫ﺖ ﺑ َﻤ‬ َ ‫َوَرأَﻳْـُﺘ‬
ُ ْ‫ﻰ َرأَﻳ‬‫ﺔُ ﻓَِﺈﻧ‬‫ﺴ ْﺒ ﺘِﻴ‬ ‫ـ َﻌﺎ ُل اﻟ‬‫ﺎ اﻟﻨ‬‫ َوأَﻣ‬، ‫ اﻟ َْﻴ َﻤﺎﻧِﻴَـ ْﻴ ِﻦ‬‫ﺲ إِ ﻻ‬
‫ﺖ‬  ‫ ﻳَ َﻤ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ْ ‫ﻰ ﻟ‬‫ا ﻷَْرَﻛﺎ ُن ﻓَِﺈﻧ‬
َ ‫َﻢ أ ََر َر ُﺳ‬
، ‫ﺐ أَ ْن أَﻟَْﺒ َﺴ َﻬﺎ‬
 ‫ُﺣ‬ ِ ‫ ﻓَﺄَﻧﺎَ أ‬، ‫ﺄُ ﻓِﻴﻬﺎ‬‫ﺘِ ﻰ ﻟَﻴﺲ ﻓِﻴﻬﺎ َﺷﻌ ﺮ وﻳـﺘـﻮﺿ‬‫ﻌ ﻞ اﻟ‬‫ ﻳـﻠْﺒ ﺲ اﻟﻨـ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َ ‫َر ُﺳ‬
َ َ ََ َ ٌ َ َ َ ْ َ ْ ُ ََ
‫ﻣﺎ‬ َ‫ َوأ‬، ‫َﺻ ُﺒ َﻎ ﺑِ َﻬﺎ‬ ِ ‫ ﻓَﺄَﻧَﺎ أ‬، ‫ ﻳﺼ ﺒ ُﻎ ﺑِﻬﺎ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﺖ رﺳﻮ َل اﻟﻠ‬
ْ ‫ﺐ أَ ْن أ‬  ‫ُﺣ‬ َ ُْ َ ُ َ ُ ْ‫ﻰ َرأَﻳ‬‫ﺼ ْﻔ َﺮُة ﻓَِﺈﻧ‬
 ‫ﻣﺎ اﻟ‬َ‫َوأ‬
ِ ‫ﺚ ﺑِﻪِ ر‬ ِ ِ َ ‫ﻰ ﻟَﻢ أَر رﺳ‬‫ا ِﻹ ْﻫ ﻼَ ُل ﻓَِﺈﻧ‬
‫اﺣ َﻠُﺘ ُﻪ‬ َ َ ‫ﺘﻰ ﺗَـ ْﻨَﺒﻌ‬‫ﻞ َﺣ‬ ‫ ﻳُ ِﻬ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َُ َ ْ
31). Hadits no. 166
“Haddatsanaa Abdullah bin Yusuf ia berkata, akhbaronaa Malik dari Sa’id Al Maqbariy dari
‘Ubaid bin Juraij bahwa ia berkata kepada Abdullah bin Umar Rodhiyallahu anhu : ‘wahai
Aba Abdur Rokhman, aku melihat engkau melakukan 4 perkara, yang aku tidak melihat
sahabat lainnya melakukan hal tersebut?’. Ibnu Umar Rodhiyallahu anhu berkata : ‘apa itu
wahai Ibnu Juraij?’. Katanya : ‘aku melihat engkau tidak menyentuh rukun kecuali rukun
Yaman, engkau memakai sandal sibtiyyah, engkau bersemir dengan inai kuning, jika di
Mekkah, manusia bertahalul jika melihat Hilal (dzulhijjah), sedangkan engkau tidak
bertahalul kecuali pada hari Tarwiyah. Abdullah berkata : ‘adapun rukun, aku tidak melihat
Rasulullah Sholallahu 'alaihi wa Salam menyentuhnya kecuali rukun Yamani. Adapun sandal
Sibtiyyah, aku melihat Rasulullah memakainya yang tidak ada kulitnya, lalu berwudhu
dengan memakainya, maka aku menyukai untuk memakainya. Adapun inai kuning, aku
melihat Rasulullah bersemir dengannya, maka aku suka untuk bersemir dengannya. Adapun
ihlaal, aku tidak melihat Rasulullah bertahalul hingga berjalan kendaraannya”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 113


Shahih Muslim no. 1187

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya, kecuali :

1. Nama : ‘Ubaid bin Juraij


Kelahiran : -
Negeri tinggal : Madinah
Komentar ulama : Tabi’I wasith. Ditsiqohkan Imam Abu Zur’ah, Imam
Nasa’I, Imam Al’ijli dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Ibnu Umar Rodhiyallahu anhu salah seorang gurunya dan
tinggal senegeri dengannya, sebagaimana ditulis oleh
Imam Al Mizzi.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Disini Imam Bukhori mengisyaratkan bahwa ketika Rasulullah Sholallahu
'alaihi wa Salam memakai sandal (Sibtiyyah), beliau tetap berwudhu
dengannya, sehingga secara implisit, menunjukan Beliau tidak
mengusapnya, namun tetap membukanya lalu berwudhu seperti biasa.
Seandainya mengusap sandal diperbolehkan, tentu Beliau akan
mengusapnya, karena Beliau dalam kondisi Safar, dimana Biasanya
ketika Beliau memakai Khuf akan mengusapnya. Demikian kira-kira fiqih
yang diambil Imam Bukhori dari hadits ini, sehingga beliau berpendapat
tidak boleh mengusap sandal.
2. Adapun amalan-amalan lainnya akan dibahas pada babnya.
3. Keutamaan Ibnu Umar Rodhiyallahu anhu yang senantiasa meneladani
Rasulullah , sampaipun dalam hal-hal yang mubah, seperti memakai
sandal jenis tertentu (Sibtiyyah) dan bersemir.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 114


‫ﺴ ِﻞ‬ ِ ُ ‫ﻤ ِﻦ ﻓِﻰ اﻟْﻮ‬ ‫ﻴ‬َ‫ ﺑﺎب اﻟﺘـ‬- 31
ْ ُ‫ﺿﻮء َواﻟْﻐ‬ ُ
Bab 31 Memulai dengan Bagian yang Kanan
pada saat Berwudhu dan Mandi

Penjelasan :
Disyariatkan bagi orang yang berw udhu pada saat membasuh anggota
wudhu yang memiliki sepasang seperti telapak tangan, tangan, telinga dan
kaki, hendaknya dimulai bagian yang kanan terlebih dahulu. Allah
Subhanahu wa Ta’alaa banyak dalam ayat-ayatnya mengungkapkan sisi
kanan untuk hal-hal yang baik, seperti dalam Firman-Nya :
‫ﺎب اﻟَْﻴ ِﻤﻴ ِﻦ‬ ْ ‫ﺎب اﻟَْﻴ ِﻤﻴ ِﻦ َﻣﺎ أ‬
ُ ‫َﺻ َﺤ‬ ُ ‫َﺻ َﺤ‬
ْ ‫َوأ‬
“Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu” (QS. Al Qaqi’ah (56) :27).
‫ﺎت ﺗَ ْﺠ ﺮِي ِﻣ ْﻦ‬ ٍ ‫ﺌَﺎﺗِ ُﻜﻢ وﻳ ْﺪ ِﺧﻠَ ُﻜ ﻢ ﺟﻨ‬‫ﻔ ﺮ ﻋَﻨْ ُﻜ ﻢ ﺳﻴ‬ ‫ ُﻜ ﻢ أَ ْن ﻳ َﻜ‬‫ﺼﻮﺣﺎ ﻋَﺴ ﻰ رﺑ‬
َ ْ َُ ْ َ ْ
ِ
َ ُ ْ َ َ ً ُ َ‫ﻪ ﺗـَ ْﻮﺑَﺔً ﻧ‬‫ﻳﻦ آ ََﻣﻨُﻮا ﺗُﻮﺑُﻮا إِﻟَﻰ اﻟﻠ‬
ِ
َ ‫ َﻬﺎ اﻟﺬ‬‫ﻳَﺎ أَﻳـ‬
‫ﻨَﺎ أَﺗْﻤِ ْﻢ ﻟَﻨَﺎ‬‫ﻮرُﻫ ْﻢ ﻳَ ْﺴ َﻌ ﻰ ﺑَـ ْﻴ َﻦ أَﻳْ ِﺪﻳ ِﻬ ْﻢ َوﺑِﺄَﻳَْﻤﺎﻧِ ِﻬ ْﻢ ﻳَـﻘُﻮﻟُﻮنَ َرﺑـ‬
ُ ُ‫َﻣﻨُﻮا َﻣ َﻌ ُﻪ ﻧ‬
ِ ِ ِ
َ ‫ﻲ َواﻟ ﺬ‬ ‫ﺒ‬‫ ُﻪ اﻟﻨ‬‫ﺗَ ْﺤﺘ َﻬﺎ ْاﻷَﻧـْ َﻬ ُﺎر ﻳَـ ْﻮ َم َﻻ ﻳُ ْﺨ ﺰِي اﻟﻠ‬
َ ‫ﻳﻦ آ‬
‫ﻞ َﺷ ْﻲ ٍء ﻗَ ِﺪ ٌﻳﺮ‬ ‫ﻚ َﻋ َﻠ ﻰ ُﻛ‬
َ ‫ﻮرﻧَﺎ َوا ْﻏﻔِ ْﺮ ﻟََﻨﺎ إِﻧ‬ َ ُ‫ﻧ‬
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat
yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu
dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari
ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang
cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka
mengatakan: “Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami;
Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS. At-Tahriim (56) :8 ).
‫ﺎت ﺗَ ْﺠﺮِي ِﻣ ْﻦ ﺗَ ْﺤﺘِ َﻬﺎ ْاﻷَﻧـْ َﻬ ُﺎر‬
ٌ ‫ﻮرُﻫ ْﻢ ﺑـَْﻴ َﻦ أَﻳْ ِﺪﻳ ِﻬ ْﻢ َوﺑِﺄَﻳْ َﻤﺎﻧِ ِﻬ ْﻢ ﺑُ ْﺸ َﺮا ُﻛ ُﻢ اﻟْﻴَـ ْﻮ َم َﺟﻨ‬ ِ ِ
ُ ُ‫ﻴﻦ َواﻟ ُْﻤ ْﺆﻣَﻨﺎت ﻳَ ْﺴ َﻌ ﻰ ﻧ‬
ِِ
َ ‫ﻳَـ ْﻮَم ﺗَـ َﺮى اﻟ ُْﻤ ْﺆﻣﻨ‬
‫ﻴﻢ‬ ِ َ ِ‫ﻴﻬﺎ ذَﻟ‬ ِ ‫َﺧﺎﻟِ ِﺪ‬
ُ ‫ﻚ ُﻫ َﻮ اﻟَْﻔ ْﻮُز اﻟ َْﻌﻈ‬ َ ‫ﻳﻦ ﻓ‬
َ
“(yaitu) pada hari ke tika kamu melihat orang mukm in laki-laki dan perempuan, sedang cahaya
mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (dikatakan kepada mereka): “Pada
hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar” (QS. Al Hadiid (57) : 12)
ِِ ِ ِ ِ ‫ف ﻳ ﺤﺎﺳ‬ ِِ ِ ِ ِ ِ
ً ‫ﺐ إِﻟَﻰ أ َْﻫﻠﻪ َﻣ ْﺴ ُﺮ‬
‫ورا‬ ُ ‫( َﻳوَـ ﻨْـ َﻘﻠ‬8) ‫ﺐ ﺣ َﺴﺎﺑًﺎ ﻳَﺴ ًﻴﺮا‬
ُ َ َ ُ َ ‫( ﻓَ َﺴ ْﻮ‬7) ‫ﻣﺎ َﻣ ْﻦ أُوﺗ َﻲ ﻛَﺘﺎﺑَ ُﻪ ﺑَﻴ ﻤﻴﻨﻪ‬ َ‫( ﻓَﺄ‬9)

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 115


“Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa
dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama
beriman) dengan gembira” (QS. Al Insyiqooq (84) : 7-9).

Berkata Imam Bukhori :


‫ﺎل‬ ْ ‫ﻴ َﺔ ﻗَﺎﻟ‬‫م َﻋ ِﻄ‬ ُ‫ﻳﻦ َﻋ ْﻦ أ‬
َ َ‫َﺖ ﻗ‬ ِ ِ ِ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﺧﺎﻟِ ٌﺪ َﻋﻦ ﺣ ْﻔ‬ ‫ﺎل ﺣ‬
َ ِ‫ﺼ َﺔ ﺑ ْﻨ ﺖ ﺳﻴ ﺮ‬
َ َ ْ َ َ َ‫ﻴﻞ ﻗ‬
ِ ِ
ُ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ إ ْﺳ َﻤﺎﻋ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﺪ ٌد ﻗ‬ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُﻣ َﺴ‬ ‫ َﺣ‬- 167
« ‫ﻮء ِﻣﻨْـ َﻬﺎ‬ِ ‫اﺿ ِﻊ اﻟْﻮﺿ‬
ُ ُ ِ ‫ﻦ ﻓِ ﻰ ﻏُ ْﺴ ِﻞ اﺑْـَﻨﺘِﻪِ » اﺑْ َﺪأْ َن ﺑَِﻤَﻴ ِﺎﻣﻨِ َﻬﺎ َوَﻣ َﻮ‬ ‫ ﻟ َُﻬ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﻨﺒ‬‫اﻟ‬
33). Hadits no. 167
“Haddatsanaa Musaddad ia berkata, haddatsanaa Ismail ia berkata, haddatsanaa Khoolid
dari Khafshoh binti Siriin dari Ummu ‘Athiyyah ia berkata : ‘Nabi Sholallahu ‘Alaihi wa
Salam berkata kepada mereka yang memandikan jasad putrinya : “kalian mulai de ngan bagian
kanan anggota wudhunya”’.
Imam Muslim no. 2219.

Penjelasan biografi perowi hadits :


1. Nama : Ummul Hudzail Hafshoh binti Siriin
Kelahiran : Wafat > 100 H
Negeri tinggal : Bashroh
Komentar ulama : Tabi’I Wasith. Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Ma’in,
Imam Al’ijli dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Ummu ‘Athiyyah Rhodiyallahu ‘Anhu salah seorang
gurunya dan tinggal senegeri dengannya,
sebagaimana ditulis oleh Imam Al Mizzi.

2. Nama : U mmu ‘Athiyyah Nusaibah bintu Ka’ab


Rhodiyallahu ‘Anhu
Kelahiran : -
Negeri tinggal : Bashroh
Komentar ulama : Shohabiyah Kabiir
Hubungan Row i : Beberapa kali ikut Nabi Sholallahu ‘Alaihi wa Salam
berperang, membantu korban yang terluka.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 116


(Cata ta n : Semua biografi ro wi dirujuk da ri kitab tahdzibul kamal Al Mizzi da n Tahdzibut
T a hdzib Ibnu Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Putri Nabi Sholallahu ‘Alaihi wa Salam yang meninggal dunia dan
dimandikan pada w aktu itu adalah Zainab Rhodiyallahu ‘Anha.
2. Imam Ibnu Bathol berkata dalam “Syaroh Bukhori” :
‫ ﻓﺈن ﺑﺪأ ﺑﻴﺴﺎرﻩ ﻗﺒﻞ ﻳﻤﻴﻨﻪ ﻓﻼ إﻋﺎدة ﻋﻠﻴﻪ‬،‫ ﻗﺒﻞ ﻳﺴﺎرﻩ‬،‫واﺳﺘﺤﺐ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻓﻘﻬﺎء اﻷﻣﺼﺎر أن ﻳﺒﺪأ اﻟﻤﺘﻮﺿﺊ ﺑﻴﻤﻴﻨﻪ‬
“Disunahkan oleh kebanyakan Fuqoha berbagai negeri bagi seseorang yang
berw udhu untuk memulai sisi sebelah kanannya, sebelum sebelah kirinya. Jika ia
memulai sebelah kirinya terlebih dahulu sebelum sebelah kanannya, maka tidak
perlu mengulangi wudhunya lagi”.

Berkata Imam Bukhori :


ٍ ‫ﺖ أَﺑِﻰ َﻋﻦ ﻣﺴﺮ‬
‫وق‬ ُْ َ ْ ُ ‫ﺎل َﺳ ِﻤ ْﻌ‬ ُ ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧِﻰ أَ ْﺷ َﻌ‬
َ َ‫ﺚ ﺑْ ُﻦ ُﺳﻠَ ْﻴ ٍﻢ ﻗ‬ َ َ‫ﺪﺛـََﻨﺎ ُﺷ ْﻌَﺒﺔُ ﻗ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﺺ ﺑْ ُﻦ ُﻋ َﻤ َﺮ ﻗ‬
ُ ‫ﺪﺛـََﻨﺎ َﺣ ْﻔ‬ ‫ َﺣ‬- 168
ِ‫ﻪ‬‫ﺟﻠِﻪِ وﻃُ ُﻬﻮرِﻩِ وﻓِﻰ َﺷﺄْﻧِﻪِ ُﻛﻠ‬ ‫ﻠِﻪِ وﺗـَ ﺮ‬‫ﻤ ﻦ ﻓِﻰ ﺗـَﻨَـﻌ‬ ‫ـَﻴ‬‫ ﻳـ ْﻌ ِﺠُﺒ ُﻪ اﻟﺘ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫َﺖ َﻛﺎنَ اﻟﻨ‬
ْ ‫ﻋَ ْﻦ ﻋَﺎﺋِ َﺸﺔَ ﻗَﺎﻟ‬
َ َ ََ ُ ُ
34). Hadits no. 168
“Haddatsanaa Hafsh bin Umar ia berkata, haddatsanaa Syu’bah ia berkata, akhbaronii
Asy’ats bin Sulaim ia berkata, aku mendengar Bapakku dari Masruuq dari Aisyah
Rodhiyallahu ‘Anha ia berkata : ‘Nabi Sholallahu ‘Alaihi wa Salam menyukai memulai
dengan bagian kanan pada saat memakai sandal, menyisir rambut, bersuci dan seluruh perkara
lainnya”.
Shahih Muslim no. 640

Penjelasan biografi perowi hadits :


1. Nama : Umar Hafsh bin Umar ibnul Harits
Kelahiran : Wafat 225 H
Negeri tinggal : Bashroh
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Imam Ahmad, Imam Ibnu
Madini, Imam Ibnu Ma’in dan Imam Ibnu Daruquthni.
Imam Abu Hatim menilainya, shoduq mutqiin.
Hubungan Rowi : Syu’bah bin Hajjaaj salah seorang gurunya dan tinggal
senegeri dengannya, sebagaimana ditulis oleh Imam Al
Mizzi.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 117


2. Nama : Asy’ats bin Sulaim
Kelahiran : Wafat 125 H
Negeri tinggal : Kufah
Komentar ulama : Tabi’I shoghiir. Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Ma’in, Imam
Nasa’I, Imam Abu Hatim, Imam Abu Dawud, Imam Al
Bazaar, Imam Ibnu Syahiin dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Sulaim adalah Bapaknya sekaligus gurunya dan tinggal
senegeri dengannya.

3. Nama : Abusy Sya’tsaa’ Sulaim bin Aswad


Kelahiran : Wafat 83 H
Negeri tinggal : Kufah
Komentar ulama : Tabi’I wasith. Ditsiqohkan oleh Imam Ahmad, Imam Ibnu
Ma’in, Imam Nasa’I, Imam Abu Hatim, Imam Al’ijli dan
Imam Ibnu Hibban. Imam Ibnu Abdil Bar berkata, para
ulama sepakat bahwa ia tsiqoh.
Hubungan Rowi : Masruuq ibnul Ajdaa’ adalah gurunya dan tinggal
senegeri dengannya.

(Cata ta n : Semua biografi ro wi dirujuk da ri kitab tahdzibul kamal Al Mizzi da n Tahdzibut


T a hdzib Ibnu Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Dalam lafadz lain, Imam Bukhori (no. 5926) meriwayatkan dari Ummul
Mukminin Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha yang lebih tegas mengatakan
bahwa hal tersebut dalam w udhu, kata beliau :
ِ‫ﺟﻠِﻪِ ووﺿﻮﺋِﻪ‬ ‫ﻤﻦ ﻣﺎ اﺳﺘﻄَﺎع ﻓِ ﻰ ﺗـﺮ‬ ‫ﻴ‬‫ﻪﻛَ ﺎنَ ﻳـﻌ ِﺠﺒﻪ اﻟﺘـ‬‫أَﻧ‬
ُ ُ َ َ َ َ َ ْ َ ُ َ ُُ ُْ ُ
“Bahwa Beliau Sholallahu ‘Alaihi wa Salam menyukai memulai dari sebelah kanan
semampunya pada saat menyisir dan berw udhu”.
2. Memakai sandal dianjurkan dari kaki kanannya terlebih dahulu,
sedangkan jika melepasnya menggunakan kaki kiri terlebih. Nabi
Sholallahu ‘Alaihi w a Salam bersabda :
ِ ‫ﻤ‬‫ع ﻓـَﻠْﻴ ْﺒﺪ ْأ ﺑِﺎﻟ ﺸ‬ ِ ِ ِ
‫ﺎل‬ َ َ َ ‫ َوإذَ ا ﻧَـ َﺰ‬، ‫أﺣ ُﺪ ُﻛ ْﻢ ﻓـَﻠْﻴَْﺒ َﺪ أْ ﺑﺎ ﻟْﻴُْﻤﻨَﻰ‬
َ ‫إذَ ا ا ﻧْـﺘَـ َﻌ َﻞ‬
“Jika kalian memakai sandal, hendaknya mulai dari kaki kanan dulu dan jika
melepasnya mulai dari kaki kiri dahulu” (Muttafaqun ‘Alaih).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 118


ُ‫ﻼة‬
َ‫ﺼ‬ ‫ﺖ اﻟ‬ ِ َ‫ﻮء إِ َذا َﺣﺎﻧ‬ ِ‫ﺿ‬ ِ ‫ ﺑﺎب اﻟْﺘِ َﻤ‬- 32
ُ ‫ﺎس اﻟَْﻮ‬
‫ﻤ ُﻢ‬ ‫ﻴ‬َ‫ ﻓَـﻨَـَﺰ َل اﻟﺘـ‬، ‫ﻮﺟ ْﺪ‬
َ ُ‫ ﻓَـﻠَ ْﻢ ﻳ‬، ُ‫ﺲ اﻟ َْﻤ ﺎء‬ ِ ُ ‫ﺼ ْﺒ‬ ِ ‫ﻀ َﺮ‬ َ ِ‫َﺖ َﻋﺎﺋ‬
َ ‫ﺢ ﻓَﺎﻟْﺘُﻤ‬  ‫ت اﻟ‬ َ ‫ﺸﺔُ َﺣ‬ ْ ‫َوﻗَﺎ ﻟ‬
Bab 32 Mencari Air Wudhu, Jika Tiba Waktu Sholat
Aisyah Rodhiyalla hu 'Anha berka ta : ‘Sholat Subuh telah tiba, maka
kami mencari air, na mun tidak mendapa tkannya, la lu tur un ayat
tentang Tayamum’.

Penjelasan :

Yakni berwudhu boleh dikerjakan ketika sudah masuk waktu sholat.


Kemudian dalam berw udhu wajib menggunakan air yang suci, sehingga
ketika seorang tiba waktu sholat, ia berusaha mencari air suci yang dapat
digunakan untuk berw udhu. Lalu seandainya setelah berusaha ia tidak
mendapatkan air, maka syariat memberikan keringanan, wudhu baginya
cukup dengan Tayamum saja, sebagaimana Firman Allah Subhanahu wa
Ta'alaa :
‫ﻮﻫ ُﻜ ْﻢ َوأَﻳْ ِﺪﻳ ُﻜ ْﻢ ِﻣ ْﻨ ُﻪ‬
ِ ‫ﺒﺎ ﻓَﺎﻣﺴ ﺤﻮا ﺑِﻮﺟ‬‫ﻤﻤﻮا ﺻﻌِ ﻴ ًﺪا ﻃَﻴ‬ ‫ﻓـَﻠَﻢ ﺗَ ِﺠ ُﺪوا ﻣﺎء ﻓـَﺘـﻴ‬
ُُ ُ َ ْ ً َ ُ ََ ً َ ْ
“lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih);
sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu” (QS. Al Maidah (5) : 6).

Riwayat Aisyah Rodhiyallahu 'Anha yang dinukil Imam Bukhori disini


adalah potongan hadits yang Beliau riwayatkan dengan sanad yang
bersambung secara lengkap, Aisyah Rodhiyallahu 'Anha berkata :
‫ ﻓـَﺜـَﻨَ ﻰ َرأ َْﺳ ُﻪ‬، ‫ َوﻧـَ َﺰ َل‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ ﻓَﺄَﻧَﺎ َخ اﻟﻨ‬، َ‫اﺧ ﻠُﻮ َن اﻟ َْﻤ ِﺪﻳﻨَﺔ‬ ِ َ‫ﺖ ﻗِ ﻼَدَةٌ ﻟِﻰ ﺑِﺎﻟْﺒَـ ْﻴ َﺪ ِاء وﻧَ ْﺤ ﻦ د‬ ْ َ‫َﺳﻘَﻄ‬
ُ َ
ِ ‫ت ﻟِﻤ َﻜ‬ ِ ٍ ِ ِ ‫ﺖ اﻟﻨ‬ ِ ‫ﺎل ﺣَﺒﺴ‬ ِ ِ ِ ِ
‫ﺎن‬ َ ُ ‫ ﻓَﺒﻰ اﻟ َْﻤ ْﻮ‬. ‫ﺎس ﻓ ﻰ ﻗﻼَ دَة‬ َ ْ َ َ َ‫ أَﻗـَْﺒ َﻞ أَﺑُﻮ َﺑ ْﻜﺮٍ ﻓـَﻠَ َﻜ َﺰﻧ ﻰ ﻟَ ْﻜ َﺰةً َﺷ ﺪ ﻳ َﺪةً َوﻗ‬، ‫ﻓ ﻰ َﺣ ْﺠ ﺮِى َراﻗ ًﺪ ا‬
ِ ‫ﻀﺮ‬ ِ ِ ِ ِ
‫ت‬ َ َ ‫ﻆ َو َﺣ‬ ْ - ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ‫ﺒ‬‫ن اﻟﻨ‬ ِ‫ﻢ إ‬ ُ‫ ﺛ‬، ‫ َوﻗَ ْﺪ أ َْو َﺟ َﻌﻨ ﻰ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻪ‬‫َر ُﺳﻮل اﻟﻠ‬
َ ‫اﺳﺘَـ ﻴْـ َﻘ‬
‫ُﺳْﻴ ُﺪ ﺑْ ُﻦ‬
َ ‫ﺎل أ‬ َ ‫ ﻓـَ َﻘ‬. ‫ ﻼَةِ ( اﻵﻳََﺔ‬‫آﻣُﻨ ﻮا إِذَا ﻗُ ْﻤُﺘ ْﻢ إِﻟَﻰ اﻟﺼ‬ َ ‫ﻳﻦ‬
ِ
َ ‫ـَﻬﺎ اﻟ ﺬ‬‫َﺖ ) ﻳَﺎ أَﻳ‬
ْ ‫ﺎء ﻓـَﻠَ ْﻢ ﻳُﻮَﺟ ْﺪ ﻓـَﻨَـ َﺰﻟ‬
ُ ‫ﺲ اﻟ َْﻤ‬
ِ
َ ‫ ْﺒ ُﺢ ﻓَﺎﻟُْﺘ ﻤ‬‫اﻟﺼ‬
. ‫ ﺑَـ َﺮَﻛ ٌﺔ ﻟ َُﻬ ْﻢ‬‫ َﻣﺎ أَﻧْـُﺘ ْﻢ إِ ﻻ‬، ٍ‫آل أَﺑِﻰ ﺑَﻜْﺮ‬ َ ‫ﺎس ﻓِﻴ ُﻜ ْﻢ ﻳَﺎ‬ ِ ‫ ُﻪ ﻟِﻠﻨ‬‫ﻀ ْﻴ ﺮٍ ﻟَ َﻘ ْﺪ ﺑَ َﺎر َك اﻟﻠ‬
َ ‫ُﺣ‬
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 119
“Kalungku jatuh di tanah lapang, pada waktu itu kami akan kembali ke Madinah. Nabi
Sholallahu 'Alaihi wa Salam menderumkan untanya lalu turun, beliau meletakkan kepalanya
di kamarku, tertidur. Abu Bakar Rodhiyallahu 'A nhu datang, lalu beliau mendorongku dengan
keras, beliau berkata : ‘cukuplah manusia mencari kalungmu’. Mereka hampir binasa
mencarinya karena memandang Rasulullah yang kasihan kepadaku (karena kehilangan
kalung). Kemudian Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Salam bangun, dan tiba waktu subuh, Beliau
mencari air, namun tidak mendapatkannya, maka turunlah ayat : “Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat” (QS. Al Maidah (5) : 6).
Usaid bin Khudhoir Rodhiyallahu 'Anhu berkata : ‘Allah Subhanahu wa Ta'alaa telah
memberikan keberkahannya kepada manusia, karena kalian, wahai keluarga Abu Bakar, tidak
ada kondisi kalian, kecuali menjadi berkah bagi mereka”.

Begitulah, seharusnya setiap Muslim menjadi berkah dimanapun ia


berada. Nabi Isa ‘Alaihis Salam berkata dalam Al Qur’an :
ُ ‫َو َﺟ َﻌ َﻠﻨِ ﻲ ُﻣَﺒ َﺎرًﻛﺎ أَﻳْ َﻦ َﻣﺎ ُﻛ ْﻨ‬
‫ﺖ‬
“dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada” (QS. Maryam (19) :
31).
Keberkahan umat Islam, biasanya bersama pembesar-pembesar ahli ilmu.
Nabi Sholallahu 'Alaihi w a Salam bersabda :
‫اﻟﺒﺮﻛﺔ ﻣﻊ أﻛﺎﺑﺮﻛﻢ‬
“Keberkahan bersama pembesar-pembesar kalian” (HR. Ibnu Hibban, Al Hakim dan selainnya,
dishahihkan oleh Imam Al Albani).

Berkata Imam Bukhori :


ِ َ‫ﻪِ ﺑْ ِﻦ أَﺑِﻰ ﻃَﻠْ َﺤﺔَ َﻋ ْﻦ أَﻧ‬‫ﻚ َﻋ ْﻦ إِ ْﺳ َﺤﺎ َق ﺑْ ِﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬
‫ﺲ ﺑْ ِﻦ‬ ٌ ِ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ َﻣﺎﻟ‬
َ َ‫ﻒ ﻗ‬
َ ‫ﻮﺳ‬ ِ
ُ ُ‫ﻪ ﺑْ ُﻦ ﻳ‬‫ﺪ ﺛـََﻨﺎ َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟﻠ‬ ‫ َﺣ‬- 169
‫ﻮء ﻓـَﻠَ ْﻢ‬
َ ُ‫ﺎس اﻟ َْﻮﺿ‬ُ ‫ﺲ اﻟﻨ‬ َ ‫ ﻓَﺎﻟَْﺘ َﻤ‬، ِ‫ﺼ ﺮ‬
ْ ‫ﺻ ﻼَةُ اﻟ َْﻌ‬
َ ‫ﺖ‬ ْ َ‫ َو َﺣﺎ ﻧ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َ ‫ﺖ َر ُﺳ‬ ُ ْ‫ﺎل َرأَﻳ‬ َ َ‫ ُﻪ ﻗ‬‫ﻚ أَﻧ‬ ٍ ِ‫َﻣﺎﻟ‬
‫ ﻓِ ﻰ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ُ ‫ ﻓـََﻮﺿَ َﻊ َر ُﺳ‬، ‫ﻮء‬ ٍ ‫ ﺑِﻮﺿ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ُ ‫ ﻓَﺄُﺗِ َﻰ َر ُﺳ‬، ُ‫ﻳَ ِﺠ ُﺪوﻩ‬
َُ
‫ُﺌﻮا ِﻣ ْﻦ ِﻋ ْﻨ ِﺪ‬‫ﺘ ﻰ ﺗَـ َﻮﺿ‬‫َﺻﺎ ﺑِﻌِﻪِ َﺣ‬ ِ ‫ﺖ اﻟْﻤﺎء ﻳـ ْﻨُﺒﻊ ِﻣﻦ ﺗَ ْﺤ‬ َ َ‫ ﻗ‬. ‫ُﺌﻮا ِﻣ ْﻨ ُﻪ‬‫ﺎس أَ ْن ﻳَـﺘَـَﻮﺿ‬ ِ
َ ‫ﺖأ‬ ْ ُ َ َ َ ُ ْ‫ﺎل ﻓَـ َﺮأَﻳ‬ َ ‫ َوأ ََﻣ َﺮ اﻟﻨ‬، ‫ﻚ ا ِﻹﻧَﺎء ﻳَ َﺪُﻩ‬ َ ِ‫َذﻟ‬
‫آﺧﺮِ ِﻫ ْﻢ‬
ِ
35). Hadits no. 168
“Haddatsanaa Abdullah bin Yusuf ia berkata, akhbaronaa Malik dari Ishaq bin Abdullah bin
Abi Tholhah dari Anas bin Malik Rodhiyallahu 'Anhu ia berkata : ‘aku melihat Rasulullah

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 120


Sholallahu 'Alaihi wa Salam pada saat waktu sholat Ashar, manusia mencari air wudhu,
namun mereka tidak mendapatkannya. Lalu didatangkan air wudhu dihadapan Rasulullah
Sholallahu 'Alaihi wa Salam, maka Rasulullah Sholallahu 'Alaihi wa Salam memasukan
tangannya ke bejana tersebut, lalu memerintahkan manusia berwudhu darinya. Kata Anas,
aku melihat air memancar dari bawah jarinya, sampai semua mereka berwudhu, sampai yang
terakhir”.
Muslim meriwayatkannya no. 6081.

Penjelasan biografi perowi hadits :


Telah berlalu semuanya.

Penjelasan Hadits :
1. Mukjizat Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Salam, yaitu air memancar dari ujung
jarinya, yang bisa digunakan oleh banyak orang untuk berwudhu.
2. Hadits ini menunjukan pada kondisi normal, maka wudhu menggunakan
air, dan agar setiap orang berusaha mencarinya , ketika tiba waktu sholat
dan hendak berwudhu. Baru setelah usahanya tidak berhasil, ia
diperbolehkan tayamum.
3. Kesucian syariat Islam, yang mana mereka diperintahkan bersuci terlebih
dahulu sebelum menghadap Rabb-nya.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 121


‫ﺴ ِﺎن‬ ِ ِ ِ
َ ‫ﺬى ﻳـُ ْﻐ‬‫ ﺑﺎب اﻟ َْﻤﺎء اﻟ‬- 33
َ ْ‫ﺴ ُﻞ ﺑِﻪ َﺷ َﻌ ُﺮ ِاﻹﻧ‬
َ َ‫ َوﻗ‬. ‫ﺮَﻫﺎ ﻓِﻰ اﻟ َْﻤ ْﺴ ِﺠ ِﺪ‬ ‫ب َو َﻣ َﻤ‬
‫ﺎل‬ ِ َ‫ َو ُﺳ ْﺆرِ اﻟْﻜِ ﻼ‬، ‫ﺎل‬ ِ ‫ط واﻟ‬
ُ َ‫ْﺤﺒ‬ ِ ِ
ٌ َ‫و َ◌ َﻛ ﺎ َن ﻋَﻄ‬
َ ُ ‫ َﺨ َﺬ ﻣﻨْـ َﻬﺎ اﻟْ ُﺨ ﻴُﻮ‬‫ﺎء ﻻَ ﻳَـ َﺮى ﺑِﻪ ﺑَﺄ ًْﺳﺎ أَ ْن ﻳُـﺘ‬
‫ ُﻪ ﺗَـ َﻌﺎﻟَﻰ ) ﻓـَﻠَ ْﻢ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ُ ‫ ﻳَـ ُﻘ‬، ِ‫ﺎل ُﺳ ْﻔَﻴﺎ ُن َﻫ َﺬ ا اﻟْﻔِ ْﻘ ُﻪ ﺑِ َﻌ ْﻴﻨِﻪ‬
َ َ‫ َوﻗ‬. ِ‫ﺄُ ﺑِﻪ‬‫ﻮء ﻏَﻴْـ ُﺮُﻩ ﻳَـﺘَـ َﻮﺿ‬ ٍ ِ
ٌ‫ﺿ‬ ُ ‫ﺲ ﻟ َُﻪ َو‬ َ ‫ى إِ ذَا َوﻟَ َﻎ ﻓ ﻰ إِﻧَﺎء ﻟ َْﻴ‬
 ِ‫ﺰْﻫ ﺮ‬ ‫اﻟ‬
‫ﻤ ُﻢ‬ ‫ ﺄُ ﺑِﻪِ َوﻳَـﺘَـَﻴ‬‫ ﻳَـﺘَـَﻮﺿ‬، ‫ﺲ ِﻣ ْﻨ ُﻪ َﺷ ْﻰٌء‬ ِ ‫ـ ْﻔ‬‫ َوﻓِﻰ اﻟﻨ‬، ‫ﺎء‬ٌ ‫ﻤ ُﻤﻮا ( َو َﻫ َﺬا َﻣ‬ ‫ﺗَﺠ ُﺪوا َﻣ ًﺎء ﻓـَ ﺘَـَﻴ‬
ِ
Bab 33 Air yang Digunakan Mencuci Rambut Manusia
Adalah ‘Athoo’ berpendapa t tidak masala h untuk menggunaka nnya
sebagai benang dan tali.
(Bab) Air liur anjing dan Lalu lalangnya anjing di masjid.
Az-Zuhriy berka ta : ‘jika Anjing menjilati beja na, lalu tidak ada lagi
air wudhu selain air dalam bejana tersebut, ma ka berwudhulah dari
air bejana tersebut’.
Sufyan berkata : ‘ini adala h fiqih de ngan dhohir ayat, Alla h Ta’alaa
berfirman : “lalu tidak mendapatkan a ir, maka bertaya mumlah”. Dan
air bejana yang dijilati a njing ta di adala h air , namun da lam diriku
ada sesuatu, hendaknya ia berwudhu dengan air ter sebut lalu
bertayamum’.

Penjelasan :

Imam Bukhori seolah-olah berpendapat bahwa air bekas yang


dicucikan ke rambut adalah suci, buktinya beberapa ulama membolehkan
menggunakan rambut untuk dijadikan benang atau tali. Seandainya rambut
najis, tentu air yang bercampur dengannya akan menjadi najis, namun jika
rambut suci, tentu saja airnya menjadi suci. Inilah yang sering diistilahkan
oleh ulama Fiqih dengan air Musta’mal.

Berkaitan hukum air musta’mal ini, Al Hafidz dalam “Al Fath” berkata :
، ِ‫ﺲ اﻟ َْﻤﺎء ﺑُِﻤ َﻼ َﻗﺎﺗِﻪ‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ﻬ‬‫ ﺣ ْﻜﻤﻪ اﻟﻄ‬‫ﻒ إِﻟَﻰ أَن‬‫أَﺷﺎر ا ﻟْﻤﺼﻨ‬
ً ‫ ﻓَـﻠَْﻮ َﻛﺎ َن ﻧَﺠ‬، ‫ اﻟ ُْﻤ ْﻐﺘَﺴ ﻞ َﻗْﺪ ﻳَـ َﻘﻊ ﻓ ﻲ َﻣﺎء ﻏُ ْﺴﻠﻪ ﻣ ْﻦ َﺷ ْﻌﺮﻩ‬‫ﺎرة ﻷَن‬
َ ‫ﺠ‬ َ‫ﺴﺎ ﻟَﺘَـﻨ‬ َ َ ُ َ ُ ََ
‫ﻀﻲ‬ ِ ‫ و َذﻟِ ﻚ ﻳـ ْﻔ‬، ‫ﻞ أُﺻﻮل ﺷﻌﺮﻩ َﻛﻤﺎ ﺳﻴﺄْﺗِﻲ‬‫ ﺑ ﻞ َﻛ ﺎ َن ﻳ ﺨﻠ‬، ‫ﺐ َذ ﻟِﻚ ﻓِ ﻲ اِ ْﻏﺘِﺴﺎﻟﻪ‬‫ﻢ ﺗ ﺠﻨ‬‫ﻪ ﻋﻠَﻴﻪِ وﺳﻠ‬‫ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺒِﻲ ﺻﻠ‬‫ ا ﻟﻨ‬‫وﻟَﻢ ﻳـﻨْـ َﻘ ﻞ أَن‬
ُ َ َ ََ َ ْ َ ُ َُ َْ َ َ َ ََ َ َ َ َْ َ ّ ُ َْ
‫ْﺠﺪِ ﻳﺪ‬ ِ ِ  ‫ و ﻧ‬، ‫ﺎﻓِﻌِ ﻲ ﻓِ ﻲ ا ﻟْ َﻘﺪِ ﻳﻢ‬‫ وَﻛ َﺬ ا ﻗَﺎ ﻟَﻪ اﻟﺸ‬، ‫ وﻫﻮ ﻗَـﻮل ﺟﻤﻬﻮر ا ﻟْﻌﻠَﻤﺎء‬، ‫ل ﻋﻠَﻰ ﻃَﻬﺎرﺗﻪ‬ ‫ﻏَﺎﻟِﺒﺎ إِﻟَﻰ ﺗـﻨﺎ ﺛُﺮ ﺑـﻌ ﻀﻪ ﻓَﺪ‬
َ ‫ﺺ َﻋﻠَْﻴﻪ ﻓ ﻲ ا ﻟ‬ ََ ّ ُ َ َ ُ ُ ُْ ْ َ ُ َ َ َ َ َ َْ ََ ً
‫ﻴﻦ‬ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ‫ﺤ ﺤﻪ ﺟﻤﺎﻋﺔ ِﻣﻦ أَﺻ ﺤﺎﺑﻪ وِﻫﻲ ﻃَﺮِﻳ َﻘﺔ ا ﻟْﺨﺮ‬ ‫أَﻳﻀﺎ وﺻ‬
َ ‫ﺎﻋﺔ ا ﻟْ َﻘْﻮل ﺑﺘَـ ْﻨﺠﻴﺴﻪ َوﻫ َﻲ ﻃَﺮﻳ َﻘﺔ ا ﻟْﻌ َﺮاﻗﻴ‬
َ ‫ﺢ َﺟ َﻤ‬َ ‫ﺤ‬ ‫ﺻ‬
َ ‫ َو‬، ‫ﻴﻦ‬
َ ‫اﺳﺎﻧﻴ‬
َ َُ َ َ َ ْ ْ َ ََ َُ َ َ ً ْ

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 122


‫‪“Imam Bukhori mengisyaratkan bahw a hukum air (bekas cucian rambut) itu suci,‬‬
‫‪karena orang yang mandi kebanyakan mengguyurkan air ke rambutnya, sekiranya hal‬‬
‫‪tersebut najis, tentu air yang bercampur dengannya akan ikut najis, tidak dinukil bahw a‬‬
‫‪Nabi Sholallahu 'alaihi w a Salam tidak menggunakan air bekas rambut tadi ketika‬‬
‫‪mandi, bahkan Beliau menggosok-gosok pangkal rambutnya, sebagaimana haditsnya‬‬
‫‪akan datang, yang demikian umumnya akan mencampuri sebagian air lainnya, maka‬‬
‫‪hal ini menunjukan atas kesuciannya, ini adalah pendapat mayoritas ulama, demikian‬‬
‫‪juga pendapat Imam Syafi’I pada madzhab qodimnya. Dan ternashkan juga pada‬‬
‫‪pendapat Imam Syafi’I yang baru, lalu dishahihkan oleh kebanyakan sahabatnya dan ini‬‬
‫‪adalah riwayat dari Khuroosaniyyiin, dan sebagian sahabatnya lagi menshahihkan‬‬
‫‪pendapat Syafi’I yang mengatakan najis dari riw ayatnya ‘Irooqiyyiin”.‬‬

‫‪Imam Syaukani dalam “Nailul Author” menyebutkan perselisihan‬‬


‫‪pendapat tentang air musta’mal, kata beliau :‬‬
‫وﻗَﺪ اﺳﺘ ﺪ ‪‬ل ا ﻟْﺠﻤﻬﻮر ﺑِﺼﺒ‪‬ﻪِ ﺻﻠ‪‬ﻰ اﻟﻠ‪‬ﻪ ﻋﻠَﻴﻪِ وﺳﻠ‪‬ﻢ ﻟِﻮﺿﻮﺋِﻪِ ﻋﻠَﻰ ﺟﺎﺑِﺮٍ وﺗـ ْﻘﺮِﻳﺮِﻩِ ﻟِﻠ ﺼ‪ ‬ﺤﺎﺑﺔِ ﻋﻠَﻰ اﻟﺘ‪‬ﺒـﺮِك ﺑِﻮﺿﻮﺋِﻪِ ‪ ،‬وﻋﻠَﻰ ﻃَﻬﺎرةِ ا ﻟْﻤﺎءِ‬
‫ََ َ َ َ‬ ‫َ‪ُ َ ‬‬ ‫ََ َ‬ ‫ُ َ ْ َ َ َ َ ُ َ َ ََ‬ ‫َ ْ ْ ََ ُ ْ ُ ُ َ َ‬
‫ﻚ ﺑِﺄَدِ ﻟ‪‬ﺔٍ ‪ِ :‬ﻣ ﻨـْ َﻬﺎ َﺣ ﺪِ ﻳ ُ‬ ‫ا ﻟْﻤﺴﺘـﻌﻤ ِﻞ ﻟِﻠْﻮ ِ‬
‫ﺚ أَﺑِﻲ ُﻫَﺮﻳْـ َﺮةَ‬ ‫اﺳﺘَ َﺪ ﻟ‪‬ﻮا َﻋﻠَﻰ ذَ ﻟِ َ‬‫ﺲ ‪َ ،‬و ْ‬
‫ﺎس إ ﻟَﻰ أَﻧ ِ‬
‫‪‬ﻪ ﻧَﺠ ٌ‬ ‫ُ‬ ‫ْﺤﻨَﻔِﻴ‪‬ﺔِ َوأَﺑُﻮ ا ﻟَْﻌﺒ‪ِ ‬‬
‫ﺾ اﻟ َ‬ ‫ﺐ ﺑَـْﻌ ُ‬‫ﺿﻮء ‪َ ،‬وذَ َﻫ َ‬ ‫ُ ْ َْ َ ُ ُ‬
‫َﺣ ُﺪُﻛ ْﻢ ﻓِ ﻲ ا ﻟَْﻤﺎءِ اﻟ ‪‬ﺪ اﺋِ ِﻢ ﺛُ ‪‬ﻢ ﻳَـ ْﻐ ﺘَ ِﺴ ُﻞ ﻓِﻴﻪِ {‬ ‫ٍ‬
‫ﺐ { ‪َ .‬وﻓﻲ رَِواﻳَﺔ ‪َ } :‬ﻻ ﻳَـﺒُﻮﻟَ ‪‬ﻦ أ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫َﺣ ُﺪُﻛ ْﻢ ﻓﻲ ا ﻟ َْﻤﺎء اﻟ ‪‬ﺪ اﺋﻢِ َوُﻫ َﻮ ُﺟﻨُ ٌ‬
‫ِ‬
‫ﺑﻠَْﻔﻆ ‪َ } :‬ﻻ ﻳَـ ْﻐﺘَﺴﻠَ ‪‬ﻦ أ َ‬
‫ِ ِ‬

‫ﺎع َﻋﻠَﻰ‬ ‫ﺻﻠ‪‬ﻰ اﻟﻠ‪ُ‬ﻪ َﻋﻠَْﻴﻪِ وﺳﻠ‪‬ﻢ ﻗَْﺪ ﻧَـ َﻬ ﻰ َﻋﻨْـُﻬﻤﺎ َﺟ ِﻤ ًﻴﻌﺎ ‪ .‬وِﻣﻨْـ َﻬ ﺎ ِْ‬
‫اﻹ ْﺟ َﻤ ُ‬
‫ِ‬
‫ﺴﺎ ُل؛ ﻷَﻧ ُ‪‬ﻪ َ‬
‫ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫ََ َ‬ ‫ﺲ ا ﻟَْﻤ َﺎء ﻓَ َﻜ َﺬ ا اﻻﻏْﺘ َ‬ ‫َو َﺳﻴَﺄْﺗ ﻲ ﻗَﺎ ﻟُﻮا ‪َ :‬وا ﻟْﺒَـ ْﻮ ُل ﻳُـﻨَ ‪‬ﺠ ُ‬
‫ﺎب َﻋ ْﻦ‬ ‫ِ‬ ‫‪‬ﺠ ِ‬ ‫ﺎﻋﺘِﻪِ وَﻋ َﺪِم ِاﻻﻧْﺘِﻔَﺎ ِع ﺑِﻪِ ‪ ،‬وِﻣﻨْـﻬﺎ أَﻧ‪‬ﻪ ﻣﺎء أُزِﻳﻞ ﺑِﻪِ ﻣﺎﻧِﻊ ِﻣﻦ اﻟ ﺼ‪َ ‬ﻼ ةِ ﻓَﺎ ﻧْـﺘـﻘَ ﻞ ا ﻟْﻤﻨْﻊ إ ﻟَْﻴﻪِ َﻛﻐُﺴﺎﻟَﺔِ اﻟﻨ ِ‬
‫ﺲ ا ﻟ ُْﻤﺘَـﻐَﻴـ‪َ ‬ﺮة ‪َ ،‬وﻳُ َﺠ ُ‬ ‫َ‬ ‫َ َ َ ُ‬ ‫َ َ ٌَُ َ َ ٌ ْ‬ ‫إﺿ َ َ‬ ‫َ‬
‫ﺎوًﻻ َﻛ َﻤﺎ َﺳﻴَﺄْﺗِ ﻲ ‪ ،‬ﻓَﺈِﻧ ُ‪‬ﻪ ﻳَ ُﺪ ‪‬ل َﻋﻠَﻰ أَن‪ ‬اﻟﻨـ ْ‪‬ﻬ َﻲ إ ﻧ َ‪‬ﻤﺎ ُﻫ َﻮ َﻋ ْﻦ‬ ‫ِ ِ ِ‬
‫ﺿﻌﻴَﻔﺔٌ ‪َ ،‬وﺑَﻘ ْﻮل أَﺑ ﻲ ُﻫ َﺮﻳْـَﺮَة ﻳَـﺘَـﻨَﺎ َوﻟُُﻪ ﺗَـﻨَ ُ‬
‫ان وِﻫﻲ ِ‬ ‫ِ ِ ِ ِ‬
‫َﺧ َﺬ ﺑِ َﺪ َﻻ ﻟَﺔ اﻻﻗْﺘَﺮ َ َ َ‬ ‫ْاﻷَ‪‬و ِل ﺑِﺄَﻧُ‪‬ﻪ أ َ‬
‫س واﻟﺘـ‪‬ﻨﺎو ِل ﻓـَﺮ ٌق ‪ .‬وﻋﻦ اﻟﺜ‪‬ﺎﻧِﻲ ﺑِﺄَن‪ِْ ‬اﻹ ﺿﺎﻋ َﺔ ِِﻹﻏْﻨﺎءِ ﻏَﻴ ﺮِﻩِ ﻋ ْﻨﻪ َﻻ ﻟِﻨﺠﺎﺳﺘِﻪِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ ِ ِ ِ‬ ‫ِاﻻ ْﻧﻐِ َﻤ ِ‬
‫َ َ َ ْ َ ُ ََ َ‬ ‫ﺎس َﻻ َﻋ ْﻦ اﻻ ْﺳﺘ ْﻌ َﻤﺎل ‪َ ،‬وإ ‪‬ﻻ ﻟََﻤﺎ َﻛﺎ َن ﺑَـ ْﻴ َﻦ اﻻ ْﻧﻐَﻤﺎ ِ َ َ ُ ْ َ َ ْ‬
‫ْﺤ ْﻜ ُﻢ ا ﻟ‪‬ﺬِي َﻛﺎنَ‬ ‫ِ ِِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ﺎﺳﺔُ َوَﻣﺎﻧ ٍﻊ ُﻫ َﻮ ﻏَﻴْـُﺮَﻫﺎ ‪َ ،‬وﺑﺎ ﻟ َْﻤﻨْ ِﻊ ﻣ ْﻦ أَ ‪‬ن ُﻛ ‪‬ﻞ َﻣﺎﻧ ٍﻊ ﻳَﺼ ُ‬
‫ﻴﺮ ﻟَُﻪ ﺑَـ ْﻌ َﺪ ا ﻧْﺘﻘَﺎﻟﻪ ا ﻟ ُ‬
‫ِ‬
‫‪‬ﺠ َ‬
‫ِ‬ ‫ِِ ِ ِ‬
‫‪َ ،‬وَﻋ ْﻦ اﻟﺜ‪‬ﺎﻟﺚ ‪ ،‬ﺑﺎ ﻟْﻔَ ْﺮق ﺑَـ ْﻴ َﻦ َﻣﺎﻧ ٍﻊ ُﻫ َﻮ اﻟﻨ َ‬
‫ﻳﻢ ُﺷ ْﺮ ﺑِﻪِ َوُﻫ ْﻢ َﻻ‬ ‫ﺎﺳ ُﺪ ِاﻻ ْﻋﺘِﺒَﺎ رِ ‪ ،‬وﻳَـﻠ َْﺰُﻣ ُﻬ ْﻢ أ َْﻳ ً ِ‬
‫ﻀﺎ ﺗَ ْﺤﺮ ُ‬ ‫َ‬
‫ﺺ ‪ ،‬وﻫﻮ ﻓَ ِ‬ ‫ِ‬
‫ﺎس ﻓ ﻲ ُﻣ َﻘﺎ ﺑَـﻠَﺔ اﻟﻨ‪َ َُ  ‬‬
‫ﻚ ﺑِﺎ ﻟْﻘِﻴ ِ ِ‬
‫ﺴٌ َ‬ ‫ﻀﺎ ُﻫ َﻮ ﺗََﻤ ‪‬‬ ‫ﻟَﻪ ﻗـَْﺒ ﻞ ِاﻻ ْﻧﺘَِﻘ ِ‬
‫ﺎل ‪َ ،‬وأ َْﻳ ً‬ ‫ُ َ‬
‫ﻮل‬
‫ج َﻋﻠَﻴْـ ﻨَﺎ َر ُﺳ ُ‬ ‫ﺎل ‪َ } :‬ﺧَﺮ َ‬ ‫ﻳﺚ أَﺑِﻲ ُﺟ َﺤﻴْـ َﻔ َﺔ ﻋِ ْﻨ َﺪ ا ﻟْﺒُ َﺨﺎ ِر ‪‬ي ﻗَ َ‬ ‫ﻮر َﺣﺪِ ُ‬ ‫ِ‬
‫ﺐ إ ﻟَْﻴﻪ ا ﻟْ ُﺠ ْﻤُﻬ ُ‬
‫ﻳـ ُﻘﻮﻟُﻮ َن ﺑِﻪِ ‪ .‬وِﻣﻦ ْاﻷ ِ ِ ‪ِ‬‬
‫َﺣﺎدﻳﺚ اﻟ ‪‬ﺪ ا ﻟﺔ َﻋ ﻠَﻰ َﻣﺎ َذَﻫ َ‬ ‫َ‬ ‫َْ‬ ‫َ‬
‫ﺎﺟﺮةِ ‪ ،‬ﻓَﺄُﺗِﻲ ﺑِﻮ ٍ‬
‫ﺿﻮﺋِﻪِ ﻓـَﻴََﺘ َﻤﺴ‪ُ ‬ﺤﻮنَ ﺑِﻪِ { َو َﺣ ﺪِ ُ‬
‫ﻳﺚ‬ ‫ﻀ ِﻞ َو ُ‬ ‫ْﺧ ُﺬونَ ﻣِ ْﻦ ﻓَ ْ‬ ‫‪‬ﺎس ﻳَﺄ ُ‬
‫ﺿﻮء ﻓـَﺘَـ َﻮ ﺿ‪‬ﺄَ ‪ ،‬ﻓَ َﺠَﻌ َﻞ اﻟﻨ ُ‬ ‫َ َ ُ‬
‫اﻟﻠ‪‬ﻪِ ‪ِ ِ  ِ  ‬‬
‫ﺻﻠ ﻰ اﻟﻠ ُﻪ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ َﻢ ﺑﺎ ﻟ َْﻬ َ‬ ‫َ‬
‫ﺞ ﻓِﻴﻪِ ﺛُ ‪‬ﻢ ﻗَ َ‬
‫ﺎل ﻟَُﻬ َﻤﺎ‬ ‫ﺴ َﻞ ﻳَ َﺪ ْﻳﻪِ َوَو ْﺟ َﻬ ُﻪ ﻓِﻴﻪِ َوَﻣ ‪‬‬
‫ﺎء ﻓـَﻐَ َ‬
‫ِ ِِ‬ ‫ِ‬
‫ﺻﻠ‪‬ﻰ اﻟﻠ‪ُ‬ﻪ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ‪َ ‬ﻢ ﺑ َﻘ َﺪ ٍح ﻓﻴﻪ َﻣ ٌ‬
‫ِ‬
‫ﻀﺎ ﻗَ َﺎل ‪َ } :‬د َﻋﺎ اﻟﻨ‪‬ﺒ ‪‬ﻲ َ‬
‫ِ‬
‫ﻮﺳ ﻰ ﻋ ْﻨ َﺪ ُﻩ أَْﻳ ً‬
‫أَﺑﻲ ُﻣ َ‬
‫ِ‬
‫ﺖ ﺑِﻲ َﺧﺎ ﻟَﺘِﻲ‬ ‫ﺎل ‪َ } :‬ذ َﻫﺒَ ْ‬ ‫ﻀﺎ ﻗَ َ‬ ‫ﺐ ﺑ ِﻦ ﻳﺰِ ِ‬
‫ﺴﺎﺋ ِ ْ َ َ‬
‫ﻳﺪ ﻋْﻨ َﺪ ُﻩ أ َْﻳ ً‬
‫ﻮﻫ ُﻜﻤﺎ وﻧﺤﻮرُِﻛﻤﺎ { وﻋﻦ ا ﻟ ‪ِ ‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ﻮﺳ ﻰ َوﺑ َﻼ ًﻻ ا ْﺷ َﺮﺑَﺎ ﻣ ْﻨُﻪ َوأَﻓْﺮِﻏَﺎ َﻋﻠَ ﻰ ُو ُﺟ َ َ ُ ُ َ َ َ ْ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ﻳَـ ْﻌﻨ ﻲ أَﺑَﺎ ُﻣ َ‬
‫ﺢ َرأْ ِﺳ ﻲ َوَد َﻋﺎ ﻟِﻲ ﺑِﺎ ﻟ َْﺒـ َﺮَﻛﺔِ ﺛُﻢ‪ ‬ﺗَـ َﻮﺿ‪‬ﺄَ‬ ‫ﺴَ‬ ‫ﻳﺾ ‪ ،‬ﻓََﻤ َ‬ ‫َي َﻣﺮِ ٌ‬
‫ِ ِ‬ ‫ﺖ ‪ :‬ﻳﺎ رﺳ َ ِ‬
‫ﻮل اﻟﻠ‪‬ﻪ إن‪ْ ‬اﺑ َﻦ أ ُْﺧﺘﻲ َوﺟ ٌﻊ أ ْ‬ ‫إ ﻟَﻰ اﻟﻨ‪‬ﺒِ ‪‬ﻲ َ ‪ ِ  ‬‬
‫ﺻﻠ ﻰ اﻟﻠُﻪ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ َﻢ ﻓـَﻘَﺎ ﻟَ ْ َ َ ُ‬
‫ﻓَﺸ ِﺮﺑﺖ ِﻣﻦ وﺿﻮﺋِﻪِ ﺛ ﻢ ﻗُﻤﺖ ﺧﻠْﻒ ﻇَﻬ ِﺮﻩِ { ا ﻟْﺤ ﺪِ ﻳﺚ ‪ .‬ﻓَﺈِ ْن ﻗَﺎ َل اﻟ ‪‬ﺬ ِاﻫ ﺐ إ ﻟَﻰ ﻧ ﺠﺎﺳﺔِ ا ﻟْﻤ ﺴﺘـﻌﻤ ِﻞ ﻟِﻠْﻮ ِ‬
‫َﺣﺎدِ َ‬
‫ﻳﺚ‬ ‫ِِ‬
‫ﺿﻮء إ ‪‬ن َﻫ ﺬﻩ ْاﻷ َ‬ ‫ُ َ َ َ ُ ْ َْ َ ُ ُ‬ ‫َ َ‬ ‫َ ْ ْ َ ُ ُ‪ْ َ َ ْ ‬‬
‫ﺼﻪِ ‪ .‬ﻗـُﻠْﻨَﺎ ‪َ :‬ﻫﺬِﻩِ َد ْﻋ َﻮى ﻏَﻴْـ ُﺮ ﻧَﺎﻓِ َﻘﺔٍ ‪،‬‬
‫ﻏَﺎﻳُﺔ ﻣﺎ ﻓِﻴﻬﺎ اﻟ ‪‬ﺪ َﻻﻟَُﺔ ﻋﻠَﻰ ﻃَﻬﺎرةِ ﻣﺎ ﺗـﻮﺿ‪‬ﺄَ ﺑِﻪِ ﺻﻠ‪‬ﻰ اﻟﻠ‪‬ﻪ ﻋﻠَﻴﻪِ وﺳﻠ‪ ‬ﻢ وﻟَﻌ ﻞ َذﻟِ ﻚ ِﻣﻦ ﺧ ﺼﺎﺋِ ِ‬
‫َُْ ََ َََ‪َ َ ْ َ ‬‬ ‫َ‬ ‫َ َ َ َ ََ‬ ‫َ َ َ‬

‫‪Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu‬‬ ‫‪Hal 123‬‬


ِ ِ ‫ وأَﻳ ﻀﺎ ا ﻟْﺤ ْﻜﻢ ﺑِ َﻜﻮ ِن اﻟ ﺸ‬. ‫ﺎص َﻻ د ﻟِﻴﻞ‬ ِ ِِ ِ ِ ‫إﻻ أَ ْن ﻳـ ُﻘ‬ ‫ﻣﺘِﻪِ و ِاﺣ ٌﺪ‬ُ‫ ﺣ ْﻜﻤﻪ وﺣ ْﻜ ﻢ أ‬‫ ْاﻷَﺻﻞ أَن‬‫ﻓَﺈِن‬
‫ﺴﺎ‬
ً ‫ﻲء ﻧَﺠ‬
ْ ْ ُ ُ ً َْ َ َ ِ ‫ﺼ‬ َ ‫ﻴﻞ ﻳَـ ْﻘ ﻀﻲ ﺑﺎﻻ ْﺧﺘ‬
ٌ ‫ﻮم َد ﻟ‬َ َ َ َ ُ َ َُ ُ َ ْ
‫ﺼ ُﻢ ﻓََﻤﺎ ُﻫ َﻮ‬
ْ ‫ْﺨ‬ ٍ ِ‫ﺎج إ ﻟَ ﻰ َد ﻟ‬
َ ‫ﻴﻞ ﻳَـﻠْﺘَﺰُِﻣ ُﻪ ا ﻟ‬
ِ
ُ َ‫ﻲ ﻳَ ْﺤﺘ‬ ‫ُﺣ ْﻜ ٌﻢ َﺷ ْﺮﻋ‬
“Mayoritas ulama berdalil dengan basuhan Nabi dengan air w udhu kepada Jabir
untuk mewudhuinya dan persetujuan Beliau kepada sahabat yang mengambil berkah
dari bekas air wudhu Nabi , menunjukan bahw a air musta’mal hukumnya suci.
Sebagian Hanafiyyah dan Abul Abbaas berpendapat bahwa air tersebut najis. Mereka
berdalil dengan beberapa hadits, diantaranya :
1. Hadits Abu Huroiroh Rodhiyallahu anhu, bahwa Nabi Sholallahu 'alaihi wa Salam
bersabda : “Janganlah kalian mandi di air yang diam, sedangkan ia dalam keadaan
junub”.
2. Dalam lafadz lain : “Janganlah kalian kencing di air yang diam, lalu mandi
daripadanya”.
Mereka beristidlal : ‘Kencing menajiskan air, demikian juga mandi, karena Nabi
melarang dari keduanya bersamaan. Diantaranya lag i adalah kesepakatan untuk
membuangnya dan tidak menggunakannya, diantaranya lagi air yang telah berubah
dengannya terlarang untuk mengerjakan sholat, maka berpindah larangan kepadanya
seperti basuhan-basuhan yang najis telah merubahnya.
Dalil mereka dapat dijawab, yang pertama mengambil dalil penggabungan antara air
kencing dan air bekas mandi adalah sesuatu yang lemah, dengan ucapan Abu Huroiroh
Rodhiyallahu anhu, (orang yang mandi dalam keadaan junub tadi) hendaknya mandi
dengan menciduk airnya, sebagaimana akan datang haditsnya. Maka ini menunjukan
yang terlarang adalah mandi dengan meyeburkan diri ke kolam bukan menggunakan air
sisa tersebut, seandainya tidak begitu, maka tidak ada perbedaan antara menyeburkan
diri dengan menciduk airnya. Y ang kedua, perkara tidak menggunakannya kerena
cukup dengan air yang lain, bukan karena najis. Y ang ketiga, berbeda antara yang
dilarang itu adalah najis dengan yang dilarang itu adalah karena alasan lainnya.
Berkaitan larangan bahw a semua yang terlarang itu menjadi berubah hukumnya
setelah berpindah, bukan ketika sebelum berubah dan juga ini adalah berpegang
dengan qiyas yang menyelisih i nash, maka tidak sah pendalilannya, hal ini melazimkan
mereka untuk mengatakan haramnya air minum, namun mereka tidak pernah
mengatakannya.
Diantara hadits yang menjadi hujjah bagi mayoritas ulama adalah :
1. hadits Abi Juhaifah dalam riw ayat Bukhori, beliau berkata : ‘kami pergi bersama
Rasu lullah dalam suatu perjalanan, lalu didatangkan air w udhu, maka Beliau
berw udhu, orang-orang pun berebutan mengambil bekas w udhu, lalu diusap-
usapkan ke tubuh mereka’.
2. Hadits Abu Musa Rodhiyallahu anhu dalam riw ayat Bukhori, beliau berkata : ‘Nabi
meminta w adah air, lalu beliau membasuh tangannya, w ajahnya dan menetes air
darinya, lalu berkata kepada keduanya yakni Abu Musa dan Bilal, minumlah darinya
dan basuhkan di w ajah dan leher kalian’.
3. Dari As-Saib bin Y azid dalam riw ayat Bukhori juga, beliau berkata : ‘aku dan bibiku
menemui Nabi , lalu berkata : ‘wahai Rasulu l ah, keponakanku (maksudnya Saib)
sakit, maka Beliau mengusap kepalaku dan mendoakan keberkahan bagiku, lalu

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 124


Beliau berw udhu, maka aku minum dari bekas w udhunya, kemudian aku berdiri
dibelakang punggungnya’’.
Jika orang yang berpendapat najisnya air musta’mal bekas wudhu berkata,
sesungguhnya hadits-hadits tersebut yang menunjukan sucinya air bekas wudhunya
Nabi , kemungkinan adalah kekhususan Beliau, maka kami menjaw ab : ‘klaim tersebut
tidak benar, karena pada asalnya hukum Beliau dengan hukum umatnya adalah satu,
kecuali jika ada dalil yang menunjukan kekhususannya dan dalam hal ini tidak ada dalil
tersebut, begitu juga hukum bahw a sesuatu itu najis adalah hukum syar’I yang butuh
kepada dalil yang mengharuskan orang yang mengatakan najis menunjukan apa itu
dalilnya”.

Adapun riw ayat ‘Athoo yang dimu’alaqkan oleh Imam Bukhori, telah
disambungkan sanadnya, kata Al Hafidz dalam “Al Fath” :
‫ْﺳﺎ‬ ِ ِ ِ ِ ٍ‫ﻜﺔ ﺑِﺴﻨَﺪ‬ ‫ﻤﺪ ﺑْﻦ إِﺳﺤ ﺎق ا ﻟْﻔَﺎﻛِ ِﻬ ﻲ ﻓِ ﻲ أ َْﺧﺒﺎر ﻣ‬ ‫ ْﻌﻠِﻴﻖ وﺻﻠَﻪ ﻣ ﺤ‬‫ﻫ َﺬا اﻟﺘـ‬
ً ‫ﻪ َﻛﺎنَ َﻻ ﻳَـَﺮى ﺑَﺄ‬ُ ‫ﺻ ﺤﻴﺢ إ ﻟَﻰ ﻋَﻄَﺎء َوُﻫ َﻮ ا ﺑْﻦ أَﺑﻲ َرﺑَﺎح أَﻧ‬
َ َ َ َ ّ َْ ََُُ َ َ
‫ﺘِﻲ ﺗُ ْﺤﻠَﻖ ﺑِِﻤﻨًﻰ‬‫ﺎس اﻟ‬‫ﺎﻻ ﻧْﺘِﻔَﺎ ِع ﺑِﺸُ ُﻌﻮرِ اﻟﻨ‬
ِ ِ‫ﺑ‬
“ini adalah Ta’liq yang disambungkan Muhammad bin Ishaaq Al Faakihiy dalam
“Akhbaar Mekkah” dengan sanad shahih sampai kepada ‘Athoo bin Abi Robaah bahw a
beliau memandang tidak masalah memanfaatkan rambut manusia yang dicukur di
Mina”.

Adapun permasalahan air liur anjing, maka ini adalah pembahasan


yang lain yang Imam Bukhori gabungkan disini, yang menurut beliau ada
kaitanya dengan masalah air bekas, baik itu bekas manusia maupun bekas
binatang. Disini Imam Bukhori sengaja menampilkan pendapat ulama
tentang air didalam bejana yang dijilat anjing, lalu bagaimana hukum
menggunakan air tersebut untuk berw udhu. Ulama yang dinukil Imam
Bukhori memandang didahulukan menggunakan air tersebut untuk
berwudhu jika memang tidak ada lagi air selainnya, dibanding ia harus
bertayamum. Ini saja untuk air bekas jilatan anjing yang para ulama masih
memperdebatkan kesucian, apalagi jika air tersebut adalah dari binatang
yang air liurnya suci, tentu lebih diperbolehkan lagi, yang menguatkan hal
ini adalah hadits Abu Qotadah Rodhiyallahu anhu berikut :
ِ ْ ‫ﺮٌة ﻓَ َﺸﺮِﺑ‬ ‫ت ِﻫ‬
‫َﺖ َﻛ ْﺒ َﺸ ُﺔ‬
ْ ‫ﺖ ﻗَﺎﻟ‬ َ َ‫َﻬﺎ ا ِﻹﻧ‬
ْ َ‫ﺘ ﻰ َﺷ ﺮِﺑ‬‫ﺎء َﺣ‬ َ ‫َﺻﻐَﻰ ﻟ‬
ْ ‫ﺖ ﻣ ْﻨ ُﻪ ﻓَﺄ‬ َ ْ ‫ﺎء‬ َ ‫ﻮءا ﻓَ َﺠ‬ ً ‫ﺿ‬ ُ ‫ﺖ ﻟ َُﻪ َو‬ ‫ن أَﺑَﺎ ﻗَـَﺘﺎ َد َة‬ َ‫أ‬
ْ ‫َد َﺧ َﻞ ﻓَ َﺴ َﻜَﺒ‬
» ‫ﺎل‬َ َ‫ ﻗ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻠﻪ‬ ‫ﻮل اﻟ‬ َ ‫ن َر ُﺳ‬ ‫ﺎل ِإ‬َ ‫ ﻓـَ َﻘ‬.‫ﺖ ﻧَـ َﻌ ْﻢ‬
ُ ْ‫َﺧ ﻰ ﻓـَ ُﻘﻠ‬ِ ‫ﺎل أَﺗَـﻌﺠﺒِﻴﻦ ﻳﺎ اﺑـَﻨ َﺔ أ‬
ْ َ َ َ ْ َ ‫إِﻟ َْﻴﻪ ﻓـَ َﻘ‬
ِ
‫ﻓـَ َﺮآﻧِ ﻰ أَﻧْﻈُ ُﺮ‬
ِ َ‫ﻮاﻓ‬‫ﻮاﻓِﻴﻦ َﻋ َﻠﻴ ُﻜ ﻢ واﻟﻄ‬‫ ﻬﺎ ِﻣﻦ اﻟﻄ‬‫ﺲ إِﻧـ‬ ِ ْ ‫ َﻬﺎ ﻟ َْﻴﺴ‬‫إِﻧـ‬
« ‫ﺎت‬ َْ ْ َ َ َ ٍ ‫ﺖ ﺑ َﻨ َﺠ‬ َ

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 125


“Bahwa Abu Qotadah masuk, lalu beliau membawa air wudhu, tiba-tiba datang kuc ing yang
mau minum, maka beliau memiringkan bejana tersebut, sampai kucing tersebut minum darinya,
beliau melihat aku memperhatikannya, maka Abu Qotadah Rodhiyallahu anhu berkata : ‘apa
engkau heran wahai keponakanku? Aku berkata : ‘benar’. Se sungguhnya Rasulullah
bersabda : ‘Kucing itu tidak najis, karena ia senantiasa mengitari kalian’” (HR. lima ahli
hadits, dishahihkan oleh Imam Bukhori).
Syaikh Sayyid Sabiq dalam “Fiqhus Sunah” menukil ucapan Imam Ibnul
Mundzir :
‫أﺟﻤﻊ أﻫﻞ اﻟﻌﻠﻢ ﻋﻠﻰ أن ﺳﺆر ﻣﺎ أﻛﻞ ﻟﺤﻤﻪ ﻳﺠﻮز ﺷﺮﺑﻪ واﻟﻮﺿﻮء ﺑﻪ‬
“Para ulama sepakat bahw a air liur binatang yang boleh dimakan dagingnya itu boleh
dimin um (bekas air yang dijilatin ya-pent.) dan berwudhu dengan air tersebut”.

Adapun riw ayat mualaq Imam Az-Zuhriy, kata Al Hafidz :


‫ﺰْﻫﺮِ ّي ﻓِﻲ إِﻧَﺎء َوﻟَ َﻎ ﻓِﻴﻪِ َﻛﻠْﺐ ﻓَـﻠَ ْﻢ‬ ‫ﻔﻪ َﻋ ْﻦ ْاﻷ َْوَزاﻋِ ّﻲ َوﻏَْﻴﺮﻩ َﻋ ْﻨ ُﻪ َوﻟَْﻔﻈﻪ " َﺳ ِﻤْﻌﺖ ا ﻟ‬‫ﺼﻨ‬ ِ ِ ِ
َ ‫ﺰْﻫﺮِ ّي َﻫ َﺬ ا َرَو ُاﻩ ا ﻟ َْﻮﻟﻴﺪ ْﺑﻦ ُﻣ ْﺴﻠ ﻢ ﻓ ﻲ ُﻣ‬ ‫َوﻗَـْﻮل اﻟ‬
. ‫ﺻ ِﺤﻴﺢ‬ ٍ ِ‫ﻤِﻬﻴﺪ ِﻣﻦ ﻃَﺮِﻳﻘﻪ ﺑ‬‫ وأ َْﺧﺮﺟﻪ اِْﺑﻦ َﻋ ْﺒﺪ ا ﻟْﺒـﺮ ﻓِﻲ اﻟﺘ‬، " ِ‫ﺄ ﺑِﻪ‬‫ ﻳـﺘـﻮﺿ‬: ‫ﺎل‬ ِ
َ ‫ﺴﻨَﺪ‬ َ ْ ْ َّ ََُ َ ََ َ َ َ‫ ﻗ‬، ‫ﻳَﺠ ُﺪوا َﻣﺎء ﻏَْﻴﺮﻩ‬
“Ucapan Az-Zuhriy ini d ir iw ayatkan ole h Imam Al Waliid bin Muslim dalam Mushonafnya
dari Al Auzaa’I dan selain nya dari Az-Zuhriy dan lafadznya : ‘aku mendengar Az-Zuhriy
berpendapat tentang bejana yang dijilati anjing, lalu tidak ada air lagi selainnya, maka
beliau berpendapat berwudhu dengannya’. Imam Ibnu Abdil Barr dalam “At Tamhiid
meriw ayatkan dari jalannya dengan sanad shahih”.
Adapun ta’liq Imam Bukhori tentang perkataan Imam Sufyan, maka Al
Hafidz mengomentarinya :
‫ ا ﻟ َْﻮﻟِﻴ ﺪ ﺑْﻦ‬‫ ﻓَﺈِن‬، ‫ﻮرِ ّي‬ْ ‫ﻦ ا ﻟ ُْﻤ َﺮ اد ﺑِﻪِ ُﻫﻨَﺎ اﻟﺜـ‬ ِ‫ﻮرِ ّي ؛ ﻟَﻜ‬ْ ‫ﺰْﻫﺮِ ّي دُون اﻟﺜـ‬ ‫ﺮَواﻳَﺔِ ﻋَ ْﻦ اﻟ‬‫ﻪ اِﺑْﻦ ﻋُﻴَـﻴْـﻨَﺔَ ﻟِ َﻜْﻮﻧِﻪِ َﻣ ْﻌُﺮوﻓًﺎ ﺑِﺎﻟ‬ُ ‫ﺬ ْﻫﻦ أَﻧ‬ ‫ا ﻟ ُْﻤﺘَﺒَﺎدِ ر إِﻟَﻰ اﻟ‬
‫ َوَز َاد ﺑَـ ْﻌ ﺪ ﻗـَْﻮ ﻟﻪ‬، ‫ ﻓَ َﺬَﻛ َﺮُﻩ‬. . . ِ‫ﻪ َﻫ َﺬ ا ا ﻟْﻔِ ْﻘﻪ ﺑَِﻌْﻴ ﻨِﻪ‬‫ َواَﻟﻠ‬: ‫ﺎل‬
َ َ‫ﻮرِ ّي ﻓـَﻘ‬ْ ‫ﺴ ْﻔﻴَﺎن اﻟﺜـ‬ ِ ِ‫ ﻓَ َﺬَﻛﺮت ذَ ﻟ‬: ِ‫ﺰﻫﺮِي ﻫ َﺬ ا ﺑِﻘَﻮﻟِﻪ‬‫ﺐ أَﺛَﺮ اﻟ‬‫ﻣ ﺴﻠِ ﻢ ﻋﻘ‬
ُ‫ﻚﻟ‬ َ ْ ْ َّ ْ َ َ ُْ
‫ﻤﻨـَ َﻬﺎ ﻗـَ ْﻮﻟﻪ ﺗـَ َﻌﺎ ﻟَﻰ ) ﻓـَﻠَ ْﻢ ﺗَ ِﺠ ُﺪوا‬ َ‫ﺘِﻲ ﺗَﻀ‬‫ َو ِﻫ َﻲ اﻟ‬، ‫ﻮرِ ّي ْاﻷ َْﺧ ﺬ ﺑِ َﺪ َﻻ ﻟَﺔِ ا ﻟ ُْﻌ ُﻤﻮم ﻓِ ْﻘ ًﻬﺎ‬ْ ‫ﻤ ﻰ اﻟﺜـ‬ ‫ﺴ‬ ِِ
َ َ‫ ﻓ‬، " ‫ﻤ ﻢ‬َ‫ﺄ ﺑﻪ َوﻳَـﺘَـﻴ‬‫ﺷَ ْﻲء " ﻓَﺄَ َرى أَ ْن ﻳَـﺘَـ َﻮﺿ‬
‫ﻔَﻖ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺑَـﻴْﻦ أ َْﻫ ﻞ‬‫ َوﺗـَﻨْ ِﺠﻴﺲ اﻟ َْﻤﺎء ﺑُِﻮﻟُﻮ ِغ ا ﻟْ َﻜﻠْﺐ ﻓِﻴﻪِ ﻏَﻴْﺮ ُﻣﺘـ‬، ‫ﻴﻞ‬
ٍ ِ‫ﻻ ﺑِ َﺪ ﻟ‬ِ‫ﺺ إ‬ ِ ِ ِ ِ ِ
ّ ‫ ْﻔ ﻲ ﻓـَﺘَـ ُﻌ ّﻢ َوَﻻ ﺗَ ُﺨ‬‫َﻣﺎء ( ﻟ َﻜ ْﻮﻧَﻬﺎ ﻧَ ﻜ َﺮة ﻓ ﻲ ﺳﻴَﺎق اﻟﻨـ‬
‫ﻤ ﻢ اِ ْﺣﺘِﻴَﺎﻃًﺎ‬َ‫ﻴ‬‫اد ِﻣ ْﻦ َرأْ ﻳﻪ اﻟﺘـ‬ ِ
َ ‫ َو َز‬. ‫ا ﻟْﻌﻠْﻢ‬
“Y ang terpikirkan langsung olehku, bahw a Sufyan disini adalah Ibnu Uyyainah, karena
yang masyhur riwayat dari Az-Zuhriy adalah ia bukan sufyan Ats-Atsauriy, namun yang
dimaksud disini adalah Ats-Tsauriy, karena W alid bin Muslim setelah meriw ayatkan
atsar zuhri ini berkata, hal ini disebutkan kepada Sufyan Ats-Tsauriy, maka beliau
berkomentar : ‘Demi Allah ini adalah fiq ih dengan teks ayat…, kemudian setelah berkata
sesuatu, terdapat tambahan, aku berpendapat ia berw udhu dengannya dan
bertayamum. Imam Ats-Atsauri menamakan pengambilan dalil umum sebagai fiqih,

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 126


yaitu yang terkandung dalam firman Allah : “lalu tidak mendapatkan air”. Karena ini
adalah nakiroh dalam kontek penafian, maka memberikan faedah umum, tidak
dikhususkan kecuali dengan dalil. Berkaitan dengan najisnya air yang dijilati anjing
belum disepakati dikalangan ulama dan tambahan pendapat Ats-Tsauri untuk
bertayamum juga adalah dalam rangka kehati-hatian”.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﺖ ﻟِ َﻌﺒِﻴ َﺪةَ ِﻋ ْﻨ َﺪﻧَﺎ ِﻣ ْﻦ‬
ُ ْ‫ﺎل ﻗـُﻠ‬
َ َ‫ﻳﻦ ﻗ‬ ِ ِ
َ ِ‫ﻴﻞ َﻋ ْﻦ َﻋﺎﺻ ٍﻢ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ﺳﻴ ﺮ‬
ِ ِ
ُ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ إ ْﺳ َﺮاﺋ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ َ َ‫ﻴﻞ ﻗ‬ ِ ِ ُ ِ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ﻣﺎﻟ‬ ‫ ﺣ‬- 170
َ ‫ﻚ ﺑْ ُﻦ إ ْﺳ َﻤﺎﻋ‬ َ َ
‫ﺎل ﻷَ ْن ﺗَ ُﻜﻮ َن ِﻋ ْﻨ ِﺪى‬ ٍ َ‫ أ َْو ِﻣ ْﻦ ﻗَِﺒ ِﻞ أَ ْﻫ ِﻞ أَﻧ‬، ‫ﺲ‬
َ ‫ﺲ ﻓـَ َﻘ‬ ٍ َ‫ﺻ ﺒْـَﻨﺎ ُﻩ ِﻣ ْﻦ ﻗَِﺒ ِﻞ أَﻧ‬
َ َ‫ أ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫َﺷ َﻌ ﺮِ اﻟﻨ‬
‫ﻴﻬﺎ‬ِ ِ ‫ﺐ إِﻟ‬ ِ
َ ‫ﺪﻧـَْﻴﺎ َوَﻣﺎ ﻓ‬ ‫َﻰ ﻣ َﻦ اﻟ‬
  ‫َﺣ‬َ ‫َﺷ َﻌ َﺮةٌ ﻣ ْﻨ ُﻪ أ‬
35). Hadits no. 170
“Haddatsanaa Malik bin Ismail ia berkata, haddatsanaa Isroil dari ‘Aashim dari Ibnu Siriin ia
berkata, aku berkata kebada ‘Ubaidah : ‘kami memiliki rambut Nabi yang kami dapatkan
dari Anas atau dari keluarga Anas, maka ‘Ubaidah berkata : ‘seandainya aku memiliki rambut
Nabi itu lebih aku cintai daripada dunia dan seisinya”.

Penjelasan biografi perowi hadits :

1. Nama :Abu Ghosaan Malik bin Ismail bin Dirham


Kelahiran :Wafat 217 H
Negeri tinggal :Kufah
Komentar ulama : Ditsiqohkan Imam Ibnu Ma’in, Imam Abu Hatim, Imam
Nasa’I, Imam Ibnu Syahiin dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Isroil bin Yunus sala h seorang gurunya dan tinggal
senegeri dengannya, sebagaimana ditulis oleh Imam Al
Mizzi.

2. Isroil bin Yunus dan Ibnu Siriin telah berlalu.


3. Nama : Abu Abdur Rokhman ‘Aashim bin Sulaiman Al Ahwaal
Kelahiran : Wafat > 140 H
Negeri tinggal : Bashroh
Komentar ulama : Tabi’i shoghiir. Ditsiqohkan Imam Sufyan Ats-Tsauriy,
Imam Ahmad, Imam Ibnu Ma’in, Imam Ibnul Madiniy,
Imam Abu Zur’ah, Imam Al’ijli, Imam Ibnu Sa’ad dan
Imam Ibnu Hibban.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 127


Hubungan Rowi : Muhammad bin Siriin salah seorang gurunya dan tinggal
senegeri dengannya, sebagaimana ditulis oleh Imam Al
Mizzi.

4. Nama : Abu ‘Amr ‘Ubaidah bin ‘Amr


Kelahiran :
Negeri tinggal : Kufah
Komentar ulama : Tabi’i kabiir, Mukhodrom yakni orang yang hidup
sezaman dengan Nabi , namun belum beriman kepada
Beliau.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Keutamaan rambut Nabi dibandingkan rambut manusia lainnya.
2. Tabaruk dengan badan manusia atau bekasnya adala h khusus pada diri
para Nabi Alaihimus Salam, sebagaimana Nabi Yusuf Alaihis Salam yang
bertabaruk dengan gamisnya untuk menyembuhkan mata ayahndanya
Nabi Ya’qub Alaihis Salam. Allah berfirman :
‫ﻤﺎ‬ َ‫ﻪِ َﻣﺎ َﻻ ﺗَـ ْﻌﻠَ ُﻤ ﻮ َن ﻓـَﻠ‬‫ﻲ أَ ْﻋﻠَ ُﻢ ِﻣ َﻦ اﻟﻠ‬‫َﻢ أَﻗُ ْﻞ ﻟَ ُﻜ ْﻢ إِﻧ‬ ْ ‫ﺎل أَﻟ‬
ِ ِ
ً ‫ﺪ ﺑَﺼ‬ َ‫ﻴﺮ أَﻟْﻘَﺎ ُﻩ َﻋﻠَ ﻰ َو ْﺟ ِﻬﻪ ﻓَ ْﺎرﺗ‬
َ َ‫ﻴﺮا ﻗ‬ ِ
ُ ‫ﺎء اﻟَْﺒﺸ‬
َ ‫ﻤﺎ أَ ْن َﺟ‬ َ‫ﻓـَﻠ‬
‫ﻪِ َﻣﺎ َﻻ ﺗَـ ْﻌ ﻠَ ُﻤﻮ َن‬‫ﻲ أَ ْﻋﻠَ ُﻢ ِﻣ َﻦ اﻟﻠ‬‫َﻢ أَﻗُ ْﻞ ﻟَ ُﻜ ْﻢ إِﻧ‬
ْ ‫ﺎل أَﻟ‬
ِ ِ
ً ‫ﺪ ﺑَﺼ‬ َ‫ﻴﺮ أَﻟْﻘَﺎ ُﻩ َﻋﻠَ ﻰ َو ْﺟ ِﻬﻪ ﻓَ ْﺎرﺗ‬
َ َ‫ﻴﺮا ﻗ‬ ِ
ُ ‫ﺎء اﻟَْﺒﺸ‬
َ ‫أَ ْن َﺟ‬
“Tatkala telah tiba pembawa kabar gembira itu, maka diletakkannya baju gamis itu ke
wajah Ya'qub, lalu kembalilah dia dapat melihat. Berkata Ya'qub: "Tidakkah aku katakan
kepadamu, bahwa aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tidak mengetahuinya” (QS.
Yusuf (12) : 96).

Berkata Imam Bukhori :


‫ﺎدٌ ﻋَ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ﻋَ ْﻮ ٍن ﻋَ ِﻦ اﺑْ ِﻦ‬‫ﺪ ﺛـَﻨَﺎ ﻋَﺒ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﺎل أَ ْﺧﺒـَ َﺮﻧَﺎ َﺳﻌِﻴ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ُﺳﻠَﻴْ َﻤﺎ َن ﻗ‬
َ َ‫ﺮِﺣ ﻴ ِﻢ ﻗ‬ ‫ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ﻋَﺒْ ِﺪ اﻟ‬‫ﺪ ﺛـَﻨَﺎ ُﻣ َﺤﻤ‬ ‫ َﺣ‬- 171
ِ‫َو َل ﻣﻦ أَ َﺧ َﺬ ِﻣﻦ َﺷﻌ ﺮِﻩ‬‫ﻤﺎ ﺣَﻠ َﻖ رأْﺳ ﻪ َﻛﺎ َن أَﺑﻮ ﻃَ ْﻠ ﺤ َﺔ أ‬ َ‫ ﻟ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َ ‫ن َر ُﺳ‬ َ‫ﺲ أ‬ ٍ ‫ﻳﻦ َﻋ ْﻦ أََﻧ‬ ِ
َ ْ َْ َ ُ َُ َ َ َ ِ‫ﺳﻴﺮ‬
38). Hadits no. 171
“Haddatsanaa Muhammad bin Abdur Rokhim ia berkata, akhbaronaa Sa’id bin Sulaiman ia
berkata, haddatsanaa ‘Abbaad dari Ibnu ‘Aun dari Ibnu Siriin dari Anas Rodhiyallahu 'Anhu

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 128


bahwa Rasulullah Sholallahu 'Alaihi wa Salam ketika dicukur rambutnya, adalah Abu
Tholhah yang pertama kali mengambil rambut Beliau Sholallahu 'Alaihi wa Salam”.

Penjelasan biografi perowi hadits :

1. Muhammad bin Abdur Rokhim, telah berlalu hadits no. 140, Ibnu A’un dan Ibnu
Siriin no. 47 dan Anas bin Malik no. 14

2. Nama :Abu Utsman Sa’id bin Sulaiman


Kelahiran :Lahir 125 H Wafat 225 H
Negeri tinggal :Wasith
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Abvu Hatim, Imam Ibnu Sa’ad,
Imam Al’ijli dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : ‘Abbaad adalah salah seorang gurunya dan tinggal
senegeri dengannya, sebagaimana ditulis oleh Imam Al
Mizzi.

3. Nama : Abu Sahl ‘Abbaad ibnul ‘Awaam bin Umar


Kelahiran : Wafat > 185 H
Negeri tinggal : Wasith
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Ma’in, Imam Abu Hatim,
Imam Nasa’I, Imam Abu Dawud, Imam Al’ijli, Imam Ibnu
Sa’ad dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Abdullah bin ‘Aun adalah salah seorang gurunya.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
Telah berlalu berkaitan dengan rambut Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Salam.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 129


‫ﺐ ﻓِﻰ إِﻧَ ِﺎء أَ َﺣ ِﺪﻛُ ْﻢ ﻓـَﻠْﻴَـ ْﻐ ِﺴﻠْﻪُ َﺳﺒْـ ًﻌﺎ‬ َ ‫ﺑﺎب إِذَا َﺷ ِﺮ‬
ُ ْ‫ب اﻟْ َﻜﻠ‬
Bab Jika Anjing Minum dalam Bejana Kalian, Cucilah
Bejananya sebanyak 7 Kali

Penjelasan :

Sebagaimana dalam penjelasan awal bab, bahwa Imam Bukhori dalam


bab 33 akan membahas dua permasalahan, yakni berkaitan dengan air
bekasnya manusia dan air bekas binatang, dalam hal ini Imam Bukhori
mengambil contoh air liur anjing yang bercampur dengan air yang nantinya
akan digunakan oleh kita.

Berkata Imam Bukhori :

- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َ ‫ﺎد َﻋ ِﻦ ا ﻷَ ْﻋ َﺮ ِج َﻋ ْﻦ أَﺑِﻰ ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮَة َﻗ‬


َ ‫ن َر ُﺳ‬ ِ‫ﺎل إ‬ ِ َ‫ﺰﻧ‬ ‫ﻚ َﻋﻦ أَﺑِﻰ اﻟ‬
ْ
ٍ ِ‫ﻒ َﻋﻦ ﻣﺎﻟ‬
َ ْ َ ‫ﻮﺳ‬
ِ
ُ ُ‫ﻪ ﺑْ ُﻦ ﻳ‬‫ﺪ ﺛَـَﻨﺎ َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟﻠ‬ ‫ َﺣ‬- 172
« ‫َﺣ ِﺪ ُﻛ ْﻢ ﻓَـ ْﻠﻴَـﻐْ ِﺴ ْﻠ ُﻪ َﺳﺒْـ ًﻌ ﺎ‬ ِ ِ ‫ﺎل » إِ َذا َﺷﺮِب اﻟْ َﻜ ْﻠ‬
َ ‫ﺐ ﻓ ﻰ إِﻧَﺎء أ‬ ُ َ َ َ‫ ﻗ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
39). Hadits no. 172
“Haddatsanaa Abdullah bin Yusuf dari Malik dari Abiz Zinnaad dari Al A’raj dari Abu
Huroiroh Rodhiyallahu 'Anhu ia berkata : ‘Rasulullah Sholallahu 'Alaihi wa Salam bersabda :
“Jika Anjing minum di bejana kalian, maka cucilah sebanyak 7 kali”.
HR. Muslim no. 279

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu biografinya sebelumnya.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﺖ أَﺑِﻰ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻰ‬
ُ ‫ﻪِ ﺑْ ِﻦ دِﻳَﻨﺎ رٍ َﺳ ِﻤ ْﻌ‬‫ﺮ ْﺣ َﻤ ِﻦ ﺑْ ُﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬ ‫ﺪ ﺛـََﻨﺎ َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟ‬ ‫ َﻤ ِﺪ َﺣ‬‫ﺤﺎ ُق أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟﺼ‬
َ ‫ﺪ ﺛـََﻨﺎ إِ ْﺳ‬ ‫ َﺣ‬- 173
،‫ﺶ‬ ِ َ‫ﺮى ِﻣ َﻦ اﻟَْﻌﻄ‬َ ‫ن َر ُﺟ ﻼً َرأَى َﻛﻠًْﺒﺎ ﻳَﺄْ ُﻛ ُﻞ اﻟﺜـ‬ َ‫ » أ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺻﺎﻟِ ٍﺢ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻰ ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮةَ َﻋ ِﻦ اﻟﻨ‬ َ
ِ ُ ِ‫ﻔ ﻪ ﻓَﺠ ﻌ ﻞ ﻳـﻐْﺮ‬ ‫ﺮﺟ ﻞ ُﺧ‬ ‫ﻓَﺄَ َﺧ َﺬ اﻟ‬
َ ‫ ُﻪ ﻟ َُﻪ ﻓَﺄَ ْد َﺧﻠَ ُﻪ اﻟ‬‫ ﻓَ َﺸ َﻜ َﺮ اﻟﻠ‬، ‫ ﻰ أ َْرَوا ُﻩ‬‫ف ﻟ َُﻪ ﺑِﻪ َﺣﺘ‬
« َ‫ﺔ‬‫ْﺠ ﻨ‬ َ َ ََ ُ ُ ُ
40). Hadits no. 173
“Haddatsanaa Ishaq, akhbaronaa Abdus Shomad, haddatsanaa Abdur Rokhman bin Abdullah
bin Diinaar, aku mendengar Bapakku dari Abi Shoolih dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu 'Anhu
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 130
dari Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Salam, Beliau bersabda : “bahwa ada seorang laki-laki
melihat seekor anjing yang sedang makan tanah basah karena kehausan, maka laki-laki tadi
melepas sepatunya dan menggunakannya untuk menciduk air lalu meminumkannya. Anjing itu
Allah Subhanahu wa Ta'alaa bersyukur (membalas) perbuatan laki-laki tersebut dan
memasukkannya ke dalam Jannah-Nya”.
HR. Muslim no. 2244

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu biografinya sebelumnya, kecuali :

1. Nama :Abdur Rokhman bin Abdullah bin Diinaar


Kelahiran :-
Negeri tinggal :Madinah
Komentar ulama : Imam Ali ibnul Madiniy menilainya, shoduq. Imam Abu
Hatim menilainya, ‘fiihi layyin, ditulis haditsnya, namun
tidak dijadikan hujjah. Imam Ibnu Ma’in
mendhoifkannya. Al Hafidz mencoba
mengkompromik annya dengan menilainya, shoduq
yukhthiu (berbuat keliru) dalam “At-Taqriib”.
Hubungan Rowi : Abdullah adala h Bapaknya sekaligu salah seorang
gurunya dan tinggal senegeri dengannya, sebagaimana
ditulis oleh Imam Al Mizzi.

2. Nama : Abu Abdur Rohman Abdullah bin Diinaar


Kelahiran : Wafat 127 H
Negeri tinggal : Madinah
Komentar ulama : Tabi’I Shoghir. Ditsiqohkan oleh Imam Ahmad, Imam
Ibnu Ma’in, Imam Abu Hatim, Imam Abu Zur’ah, Imam
Nasa’I, Imam Al’ijli, Imam Ibnu Sa’ad dan Imam Ibnu
Hibban.
Hubungan Rowi : Dzakwaan Abu Shoolih adalah salah seorang gurunya
dan tinggal senegeri dengannya.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Kedudukan Sanad :

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 131


Dalam riw ayat ini terdapat seorang perowi yang bernama Abdur
Rokhman bin Abdullah bin Diinaar yang mana kondisinya, maksimal yang
dapat diberikan adalah shoduq, artinya sanadnya adalah hasan. Namun
Imam Bukhori meriwayatkan dalam kitabnya dari jalan lain (no. 2466) yakni
dari :
ِ ‫ﻤ‬‫ﻚ ﻋﻦ ﺳﻤ ﻰ ﻣﻮﻟَ ﻰ أَﺑِﻰ ﺑ ْﻜﺮٍ ﻋﻦ أَﺑِﻰ ﺻﺎﻟِ ٍﺢ اﻟ ﺴ‬
‫ أَن‬- ‫ رﺿﻰ اﷲ ﻋﻨﻪ‬- َ‫ﺎن َﻋ ْﻦ أَﺑِﻰ ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮة‬ ٍِ ِ
َ َْ َ ْ َ  َُ ْ َ ‫ﻪ ﺑْ ُﻦ َﻣ ْﺴﻠََﻤ َﺔ ﻋَ ْﻦ َﻣﺎﻟ‬‫ﺪﺛـَ ﻨَﺎ ﻋَﺒْ ُﺪ اﻟﻠ‬ ‫َﺣ‬
َ َ‫ ﻗ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫اﻟﻨ‬
‫ﺎل‬
Haddatsanaa Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Sumayya Maula Abu Bakar dari Abi
Sholih As-Sammaan dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu 'Anhu dari Nabi Sholallahu 'Alaihi
w a Salam, Beliau bersabda : ‘dengan kisah yang lebih panjang’.

Berkata Imam Bukhori :


ِ‫ﻪِ َﻋﻦ أَﺑِﻴﻪ‬‫ﺪ ﺛَﻨِﻰ ﺣﻤ َﺰةُ ﺑﻦ ﻋَﺒْ ِﺪ اﻟﻠ‬ ‫ﺎل ﺣ‬ ٍ ‫ﺲ ﻋَ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ِﺷ َﻬ‬ ِ ٍ ِ‫َﺣ َﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﺷﺒ‬
ْ ُْ ْ َ َ َ َ‫ﺎب ﻗ‬ َ ُ‫ﺪ ﺛـَﻨَﺎ أَﺑﻰ ﻋَ ْﻦ ﻳُﻮﻧ‬ ‫ﻴﺐ َﺣ‬ ْ ‫ﺎل أ‬
َ َ‫ َوﻗ‬- 174
‫ ﻓَـ َﻠ ْﻢ ﻳَ ُﻜﻮﻧُﻮا‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ِ ‫ﺎن رﺳ‬ ِ ِِِ ِ ِ ِ ُ ‫ب ﺗَـُﺒ‬
ُ َ ‫ﻮل َوﺗُـ ْﻘﺒ ُﻞ َوﺗُ ْﺪﺑ ُﺮ ﻓ ﻰ اﻟ َْﻤ ْﺴ ﺠ ﺪ ﻓﻰ َز َﻣ‬
ِ ِ َ‫ﺎل َﻛﺎﻧ‬
ُ َ‫ﺖ اﻟْﻜ ﻼ‬ َ َ‫ﻗ‬
‫ﻚ‬َ ِ‫ﻮ َن َﺷ ْﻴًﺌﺎ ِﻣ ْﻦ ذَﻟ‬‫ﻳَـ ُﺮﺷ‬
41). Hadits no. 174
“Ahmad bin Syabiib berkata, haddatsanaa Bapakku dari Yunus dari Ibnu Syihaab ia berkata,
haddatsanii Hamzah bin Abdullah dari Bapaknya ia berkata : ‘Dahulu Anjing biasa kencing,
keluar masuk masjid pada zaman Rasulullah Sholallahu 'Alaihi wa Salam, dan mereka (para
sahabat) tidak menyiramkan air karena hal tersebut”.
HR. Muslim no. 383

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu biografinya sebelumnya, kecuali :

1. Nama :Abu Abdillah Ahmad bin Syabiib


Kelahiran :Wafat 229 H
Negeri tinggal :Mekah
Komentar ulama :Ditsiqohkan oleh Imam Abu Hatim, Imam Ibnu Adiy dan
Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Syabiib adalah Bapaknya sekaligus salah seorang
gurunya, sebagaimana ditulis oleh Imam Al Mizzi.

2. Nama : Abu Sa’id Syabibb bin Sa’id


Kelahiran : Wafat 187 H di Bashroh

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 132


Negeri tinggal : Bashroh
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Ibnul Madini, Imam Daruquthni,
Imam Thobrano dan Imam Ibnu Hibban. Imam Nasa’I,
Imam Abu Zur’a h dan Imam Abu Hatim menilainya, laa
ba’sa bih.
Hubungan Rowi : Yunus adalah salah seorang gurunya.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Berkata Imam Bukhori :


‫ْﺖ‬
ُ ‫ﺎل َﺳﺄَﻟ‬ َ َ‫ى ﺑْ ِﻦ َﺣﺎﺗِ ٍﻢ ﻗ‬  ‫ﻰ َﻋ ْﻦ َﻋ ِﺪ‬ ِ‫ﻌﺒ‬ ْ ‫ﺴ َﻔ ﺮِ َﻋ ِﻦ اﻟﺸ‬ ‫ﺪ ﺛَـَﻨﺎ ُﺷ ْﻌَﺒ ُﺔ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ أَﺑِﻰ اﻟ‬ ‫ﺎل َﺣ‬َ َ‫ﺺ ﺑْ ُﻦ ُﻋ َﻤ َﺮ ﻗ‬
ُ ‫ﺪ ﺛَـَﻨﺎ َﺣ ْﻔ‬ ‫ َﺣ‬- 175
‫ َﻤﺎ‬‫ ﻓَِﺈﻧ‬، ‫ َوِإذَا أَ َﻛ َﻞ ﻓَﻼَ ﺗَﺄْ ُﻛ ْﻞ‬، ‫ﻠ َﻢ ﻓـَ َﻘَﺘ َﻞ ﻓَ ُﻜ ْﻞ‬ ‫ﻚ اﻟ ُْﻤَﻌ‬ َ ْ‫ﺎل » إِ ذَا أ َْر َﺳ ﻠ‬
َ ‫ﺖ َﻛﻠَْﺒ‬ َ ‫ ﻓـَ َﻘ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﻨﺒ‬‫اﻟ‬
،‫ﻚ‬ َ ِ‫ﺖ َﻋﻠَﻰ َﻛﻠْﺒ‬ َ ‫ﻤ ْﻴ‬ ‫ َﻤ ﺎ َﺳ‬‫ ﻓَِﺈﻧ‬، ‫ﺎل » ﻓَﻼَ ﺗَﺄْ ُﻛ ْﻞ‬ َ َ‫ﺖ أ ُْر ِﺳ ُﻞ َﻛﻠْﺒِ ﻰ ﻓَﺄ َِﺟ ُﺪ َﻣ َﻌ ُﻪ َﻛﻠًْﺒﺎ آ َﺧ َﺮ ﻗ‬
ُ ْ‫ ﻗـُﻠ‬. « ِ‫أ َْﻣ َﺴ َﻜ ُﻪ َﻋﻠَﻰ ﻧـَ ْﻔ ِﺴ ﻪ‬
ٍ ْ‫ َﻋﻠَﻰ َﻛﻠ‬‫َﻢ ﺗُ َﺴ ﻢ‬
« ‫ﺐ آ َﺧ َﺮ‬ ْ ‫َوﻟ‬
42). Hadits no. 175
“Haddatsanaa Hafsh bin Umar ia berkata, haddatsanaa Syu’bah dari Ibnu Abis Saffar dari
Asy-Sya’biy dari ‘Adiy bin Hatim ia berkata, aku bertanya kepada Nabi Sholallahu 'Alaihi wa
Salam, maka ia menjawab : ‘jika engkau melepaskan anjingmu yang terlatih, lalu dapat
membunuh buruanmu, maka makanlah, jika ia memakannya, maka jangan, kare na ia
menangkapnya untuk dirinya sendiri”. Aku bertanya lagi, jika aku mengutus anjingku, lalu
ternyata ada anjing lainnya? Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Salam menjawab : “maka jangan
dimakan karena engkau membacakan Basmalah untuk anjingmu, namun anjing lainnya tidak
dibacakan basmalah”.
HR. Muslim no. 1929

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu biografinya sebelumnya, kecuali :

1. Nama : Abdullah bin Abi Safar Said bin Yahya


Kelahiran : Wafat pada masa kekhilafahan Marwan bin Muhammad
Negeri tinggal : Kufah
Komentar ulama : Tabi’I Shoghir. Ditsiqohkan oleh Imam Ahmad, Imam
Ibnu Ma’in, Imam Nasa’I, Imam Ibnu Sa’ad, Imam Al’ijli
dan Imam Ibnu Hibban.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 133


Hubungan Rowi : ‘Aamir Asy-Sya’biy adalah salah seorang gurunya,
sebagaimana ditulis oleh Imam Al Mizzi.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Berkaitan dengan air liur anjing, nampaknya Imam Bukhori
mengisyaratkan pada hadits no. 172 tentang najisnya, sedangkan sisa
hadits berikutnya (no. 173, 174 & 175), secara tersirat air liur anjing
suci. Memang para ulama berbeda pendapat tentang kesucian air liur
anjing. Mayoritas ulama berpendapat bahwa air liur anjing itu najis.
Alasannya adalah hadits no. 172 dan hadits lainnya yang semakna. Imam
Shon’aniy dalam “Subulus Salam” berkata :
] : ‫ َوﻗَـْﻮﻟُ ُﻪ‬، ِ‫اﻹ َراﻗَﺔِ ﻟِﻠ َْﻤﺎء‬
ِْ ‫ و‬، ِ‫ﺚ ْاﻷَْﻣﺮِ ﺑِﺎ ﻟْﻐَ ْﺴ ِﻞ ﻟِﻤﺎ وﻟِ َﻎ ﻓِﻴﻪ‬
َ ُ َ ُ ‫ْﺐ ِﻣ ْﻦ َﺣ ْﻴ‬ ِ ‫ ﻧَ َﺠﺎﺳ ُﺔ ﻓَ ِﻢ ا ﻟْ َﻜﻠ‬: ( ‫وﻟَُﻬﺎ‬َ‫ ) أ‬: ‫ﻳﺚ َﻋﻠَﻰ أ َْﺣ َﻜ ٍﺎم‬
َ ُ ِ‫ْﺤ ﺪ‬
َ ‫ل ا ﻟ‬ ‫َد‬
.‫ﺲ‬ ٍ ‫ث أ َْو ﻧَ َﺠ‬ ٍ ‫إﻻ ِﻣﻦ ﺣ َﺪ‬ ‫ﻪ َﻻ ﻏَﺴ ﻞ‬‫ﻃَﻬﻮر إ ﻧَﺎءِ أَﺣﺪِ ُﻛ ﻢ [ ﻓَﺈِ ﻧ‬
ُ ‫ﺠ‬ َ ‫ َﻦ اﻟﻨ‬‫ث ؛ ﻓـَﺘـَﻌَﻴ‬ٌ ‫ﺲ ُﻫﻨَﺎ َﺣ َﺪ‬ َ ْ‫ َوﻟَﻴ‬، ‫ﺲ‬ َ ْ َْ ُ ْ َ ُ ُ
ِ‫ﺎﻫ ﺮ ﻓِ ﻲ ﻧ ﺠﺎ ﺳﺔِ ﻓَِﻤﻪ‬ ِ ِ ِ ِِ ِِ ِ ‫ ﻓـَﻠَﻮ َﻛﺎنَ ا ﻟْﻤ‬، ‫ﺎل‬ ٍ ‫ إﺿَﺎﻋَﺔُ ﻣ‬: ُ‫اﻹ راﻗَﺔ‬ ِ
َ َ َ ٌ َ‫ َوُﻫَﻮ ﻇ‬، ‫ إ ْذ ﻗَ ْﺪ ﻧـََﻬﻰ ﻋَ ْﻦ إﺿَﺎﻋَﺔ ا ﻟ َْﻤﺎل‬، ‫ﺎء ﻃَﺎﻫ ًﺮا ﻟََﻤﺎ أ ََﻣَﺮ ﺑﺈﺿَﺎﻋَﺘﻪ‬ َُ ْ َ َ ْ ‫َو‬
‫ ﻓَـ َﻔُﻤ ُﻪ‬، ِ‫ إ ْذ ُﻫ َﻮ ﻋِ ْﺮ ُق ﻓَِﻤﻪ‬، ِ‫ َوﻟَُﻌﺎﺑُ ُﻪ ُﺟ ْﺰٌء ِﻣ ْﻦ ﻓَِﻤﻪ‬، ِ‫ﺎﺳ ُﺔ ﻟَُﻌﺎﺑِﻪ‬
َ ‫ﺖ ﻧَ َﺠ‬
ِ
َ َ‫ﻪ إ َذ ا ﺛَـﺒ‬ُ ‫ﻚ ؛ ﻷَﻧ‬
ِ ِ
َ ‫ َو َذﻟ‬، ‫ﺎﺳ ﺎ َﻋﻠَْﻴﻪ‬
ِ ِِ ِ ِِ ِ
ً َ‫ َوأُﻟْﺤ َﻖ ﺑﻪ َﺳﺎﺋ ُﺮ ﺑَ َﺪ ﻧﻪ ﻗﻴ‬،
ِ‫ﺔُ ﺑ َﺪ ﻧِﻪ‬‫ﻚ ﺑﻘِﻴ‬ ِ ِ ِ ‫ إ ْذ ا ﻟْﻌِﺮ ُق ﺟ ْﺰء ﻣﺘﺤﻠ‬، ‫ﻧَ ِﺠﺲ‬
َ َ َ ‫ ﻓَ َﻜ َﺬ ﻟ‬، ‫ﺐ ﻣ ْﻦ ا ﻟْﺒََﺪ ن‬ ٌ َ َُ ٌ ُ ْ ٌ
“Hadits ini menunjukan beberapa hukum, yang pertama, najisnya mulut anjing dari
sisi perintah untuk mencucinya ketika dijilati anjing dan perintah membuang air
bekas jilatannya. Sabda Nabi Sholallahu 'Alaihi w a Salam : “Sucinya bejana kalian”,
maka tid aklah sesuatu itu dicuci kecuali karena hadats dan najis, dan disin i tidak ada
hadats, maka terpilihlah alasannya karena najis.
Kemudian juga perintah membuang air, maka ini adalah membuang-buang harta,
sekiranya air it u suci, tentu tidak akan dip erintah untuk dibuang, yang mana syariat
telah melarang menyis-nyiakan harta, in i adalah jelas berkaitan dengan najisnya
mulut anjing, lalu diikutkan seluruh badan anjing, qiyas terhadapnya. Yakni jika
telah jelas najisnya air liur anjing, sedangkan air liur itu bagian dari mu lutnya, yakni
ia adalah cairan ludah mulut, maka tentu mulutnya najis, begitu juga air ludah
adalah sesuatu yang mengalir dari badan, maka seluruh badannya otomatis najis
juga”. Selesai penukilan.
Memang benar telah datang riwayat dalam Shahih Muslim dari jalan :

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 134


‫ﺻﺎﻟِ ٍﺢ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻰ‬ َ ‫ﺶ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻰ َرزِﻳ ٍﻦ َوأَﺑِﻰ‬ ُ ‫ﻰ ﺑْ ُﻦ ُﻣ ْﺴ ِﻬ ﺮٍ أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ اﻷَ ْﻋ َﻤ‬ ِ‫ﺪ ﺛـََﻨﺎ َﻋﻠ‬ ‫ى َﺣ‬
 ‫ﺴ ْﻌ ِﺪ‬ ‫ﻰ ﺑْ ُﻦ ُﺣ ْﺠ ﺮٍ اﻟ‬ ِ‫ﺪﺛَﻨِ ﻰ َﻋﻠ‬ ‫َو َﺣ‬
‫ ﻟْﻴَـﻐْ ِﺴﻠْ ُﻪ‬‫َﺣ ِﺪ ُﻛ ْﻢ ﻓـَﻠُْﻴﺮِﻗْ ُﻪ ﺛُﻢ‬ ِ ِ ْ‫ » إِذَا وﻟَﻎ اﻟْ َﻜ ﻠ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﺎل رﺳﻮ ُل اﻟﻠ‬
َ ‫ﺐ ﻓﻰ إِﻧَﺎء أ‬ُ ََ ُ َ َ َ‫ﺎل ﻗ‬ َ َ‫ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮةَ ﻗ‬
.« ٍ‫َﺳ ْﺒ َﻊ ِﻣ َﺮار‬
“haddatsanii Ali bin Hujr As-Sa’diy, haddatsanaa Ali bin Mushir, akhbaronaa Al A’masy
dari Abi Riziin dan Abi Shoolih dari Abi Huroiroh Rodhiyallahu 'Anhu, Rasulullah
Sholallahu 'Alaihi wa Salam bersabda : “Jika anjing menjilati bejana kalian, m aka
buanglah airnya, lalu cucilah sebanyak 7 kali”.
Sebagian ulama mempermasalahkan tambahan ‘falyuriqhu’ (maka
buanglah airnya), karena Ali bin Mushir, walaupun seorang perow i yang
tsiqoh, namun beliau memiliki beberapa perkara yang dapat
mempengaruhi haditsnya. Imam Ibnu Rojab dalam “Syaroh ‘Ilaalut
Tirmidzi” (1/232) berkata :
‫ )) إن ﻋﻠﻲ ﺑﻦ ﻣﺴﻬﺮ ﻛﺎﻧﺖ ﻛﺘﺒﻪ‬: ‫ رواﻩ ﻋﻠﻲ ﺑﻦ ﻣﺴﻬﺮ ! ﻓﻘﺎ ل‬: ‫وذﻛﺮ اﻷﺛﺮم أﻳﻀ ﺎً ﻋﻦ أﺣﻤﺪ أﻧﻪ أﻧﻜﺮ ﺣﺪﻳﺜﺎً ]ﻓـ[ ـﻘﻴﻞ ﻟﻪ‬
‫ ﻓﺈن ﻛﺎن روى ﻫﺬا ﻏﻴﺮﻩ وإﻻ ﻓﻠﻴﺲ ﺑﺸ ﺊ ﻳﻌﺘﻤﺪ وﻳﻠﺘﺤﻖ ﺑﻬﺆﻻء ﻣﻦ اﺣﺘﺮﻗﺖ ﻛﺘﺒﻪ ﻓﺤﺪث ﻣﻦ‬، ‫ ﻓﻜﺘﺐ ﺑﻌﺪ‬، ‫ﻗﺪ ذﻫﺒﺖ‬
، ‫ﺣﻔﻈﻪ ﻓﻮﻫﻢ ﻛﻤﺎ ﻗﺎﻟﻪ ﻏﻴﺮ واﺣﺪ ﻓﻲ اﺑﻦ ﻟﻴﻬﻌﺔ‬
“Al Atsram menyebutkan juga dari Ahmad bahwa beliau mengingkari sebuah hadits
yang diriw ayatkan oleh Ali, dikatakan kepada Imam Ahmad : ‘yang
meriw ayatkannya Ali bin Mushir!, maka Imam Ahmad berkomentar : ‘sesungguhnya
Ali bin Mush ir buku-bukunya hilang, lalu ia menulis lagi setelah itu, jika orang lain
meriw ayatkan hadits ini juga (maka d iterima), jika tidak maka tidak b isa dijadikan
pegangan dan dikelo mpokkan sama seperti mereka yang kitabnya terbakar, lalu
menceritakan hadits dari hapalannya, maka ia keliru, sebagaimana perkataan lebih
dari satu ulama terhadap Ibnu Luhaiyah”.
Imam Muslim setelah meriwayatkan haditsnya Ali bin Mushir ini,
beliau meriwayatkan dari jalan lain, kata beliau :
‫ﺶ ﺑَِﻬ َﺬ ا ا ِﻹ ْﺳ ﻨَﺎدِ ِﻣﺜْـﻠَُﻪ َوﻟَ ْﻢ ﻳَـ ُﻘ ْﻞ ﻓَـﻠْﻴُﺮِﻗ ُْﻪ‬
ِ ‫ﺎء َﻋ ِﻦ ا ﻷَ ْﻋ َﻤ‬ ِ
َ ‫ﻴﻞ ْﺑ ُﻦ َزَﻛﺮﻳ‬
ِ ِ
ُ ‫ﺪ ﺛَـ ﻨَﺎ إ ْﺳَﻤﺎﻋ‬ ‫ﺎح َﺣ‬  ‫ﻤ ُﺪ ْﺑ ُﻦ اﻟ‬‫ﺪ ﺛَﻨِﻰ ُﻣ َﺤ‬ ‫َو َﺣ‬
ِ ‫ﺒ‬‫ﺼ‬
“haddatsanii Muhammad ibnush Shobbaah, haddatsanaa Ismail b in Zakariyaa dari Al
A’masy dengan sanad yang sama, namun tidak ada perkataan, maka buanglah
airnya”.
Imam Nasa’I juga dalam “Sunannya” setelah menyebutkan riwayat Ali ini
berkomentar :
‫ﻰ ﺑْ َﻦ ُﻣ ْﺴِﻬ ﺮٍ ﻋَﻠَﻰ ﻗـَ ْﻮﻟِﻪِ ﻓـَﻠْﻴُﺮِﻗ ُْﻪ‬ ِ‫َﺣ ًﺪ ا ﺗَﺎﺑَ َﻊ َﻋﻠ‬
َ ‫ﻻَ أَْﻋﻠَ ُﻢ أ‬
“aku tid ak mengetahui seorang pun yang menguatkan Ali bin Mushir berkaitan
ucapannya ‘falyuriqhu’”.
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 135
Kemudian Al Hafidz dalam “Al Fath” juga menyebutkan deretan ulama
yang meragukan tambahan ini, kata beliau :
‫َﺻ َﺤﺎب ْاﻷَْﻋ َﻤﺶ َﻛﺄَﺑِ ﻲ ُﻣ َﻌﺎوِﻳَﺔ‬ ِ ِ َ َ‫ وﻗ‬. ‫ﻬﺎ ﻏﻴﺮ ﻣﺤﻔ ﻮﻇَﺔ‬‫ إِﻧـ‬: ‫وﻗَﺎ َل ﺣﻤﺰة ا ﻟْﻜِﻨ ﺎﻧِﻲ‬
ْ ‫ﺎظ ﻣ ْﻦ أ‬‫ْﺤ ﻔ‬ ُ ‫ﺮﻫﺎ ا ﻟ‬َ ‫ ﻟَ ْﻢ ﻳَ ْﺬُﻛ‬: ‫ﺎل ا ﺑْﻦ ﻋَﺒْﺪ ا ﻟْﺒَـّﺮ‬ َ ُ ْ َ َْ َ ّ َ َ ْ َ َ
ِْ ‫ﻻ َﻋ ْﻦ َﻋﻠِﻲ ْﺑﻦ ُﻣ ْﺴِﻬ ﺮ ﺑَِﻬ َﺬا‬ِ‫ ﻢ ﺑِﻮ ْﺟﻪٍ ِﻣ ْﻦ ا ﻟْﻮ ُﺟﻮﻩ إ‬‫ﻪ َﻋﻠَْﻴﻪِ وﺳﻠ‬‫ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺻﻠ‬
‫اﻹ ْﺳ ﻨَﺎد‬ ِ ِ َ َ‫ وﻗ‬. ‫وﺷﻌﺒ ﺔ‬
ّ ُ َ َ ََ َ ‫ﺒ ّﻲ‬‫ َﻻ ﺗُـ ْﻌ َﺮف َﻋ ْﻦ اﻟﻨ‬: ‫ﺎل ا ْﺑﻦ َﻣ ْﻨ َﺪ ْﻩ‬ َ َ ُْ َ
“Hamzah Al Kinaaniy berkata : ‘hadits ini tidak mahfuudz (baca syadz)’. Ibnu Abdil
Barr berkata : ‘Al Hufadz murid-muridnya Al A’masy seperti Abu Muawiyah dan
Syu’bah tidak menyebutkan tambahan ini’. Ibnu Mandah berkata : ‘tidak diketahui
dari Nab i Sholallahu 'Alaih i w a Salam dari sisi manapun, kecuali dari Ali bin Mush ir
dengan sanad ini’”.
Hampir saja kita menghukumi hadits ini syadz, berasal dari
kekeliruan Ali bin Mushir, seandainya Al Hafidz tidak berkata setelahnya :
‫ﻪ‬ُ ‫ ِﺤﻴﺢ أَﻧ‬‫ َواﻟ ﺼ‬، ‫ ﻟَﻜِ ْﻦ ﻓِﻲ َرﻓْﻌﻪ ﻧَﻈَﺮ‬، ‫ﻮﻋﺎ أ َْﺧَﺮ َﺟ ُﻪ اِْﺑﻦ َﻋ ﺪِ ّي‬ ِ ‫ﺎﻹ ر اﻗَﺔِ أَﻳ‬
ً ُ‫ﻀﺎ ﻣ ْﻦ ﻃَﺮِﻳﻖ َﻋﻄَﺎء َﻋ ْﻦ أَﺑِﻲ ُﻫَﺮﻳْـ َﺮة َﻣ ْﺮﻓ‬
ً ْ َ ِْ ِ‫ﻗَ ْﺪ َو َرَد ْاﻷَْﻣ ﺮ ﺑ‬
‫ﺻ ِﺤﻴﺢ أ َْﺧَﺮ َﺟُﻪ‬ ِ ِ
َ ‫ﻳﻦ ﻋَ ْﻦ أَﺑِﻲ ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮة َﻣْﻮﻗُﻮﻓًﺎ َوإِ ْﺳﻨَﺎدﻩ‬
َ ِ‫ﻮب ﻋَ ْﻦ ا ﺑْﻦ ﺳﻴﺮ‬‫ﻤﺎد ﺑْﻦ زَﻳْﺪ ﻋَ ْﻦ أَﻳ‬ ‫اﻹ َرا ﻗَﺔ َﺣ‬ ِْ ‫ وَﻛ َﺬا ذَ َﻛَﺮ‬. ‫َﻣ ْﻮﻗُﻮف‬
َ
. ‫ﻲ َوﻏَْﻴﺮﻩ‬ ِ‫ﺪ َارﻗُﻄْﻨ‬ ‫اﻟ‬
“telah ada perintah membuang juga dari jalan ‘Athoo dari Abu Huroiroh secara
marfu’ yang dikeluarkan oleh Imam Ibnu ‘Adiy, namun dalam pe-marfu’-annya perlu
ditinjau, yang benar adalah mauquf. Demikian juga penyebutan perin tah membuang
oleh Hammaad bin Zaid dari Ayyub dari Ibnu Siriin dari Abi Huroiroh Rodhiyallahu
'Anhu secara mauquf dengan sanad yang shahih, dikeluarkan oleh Daruquthni dan
selainnya”.
Imam Syaukani dalam “Nailul Author” menambahkan :
ِ‫ﻴﺤﻪ‬
ِ ‫ﺎ َن ﻓِ ﻲ ﺻ ِﺤ‬‫ وأ َْﺧﺮﺟﻪ اﺑﻦ ِﺣﺒ‬، ِ‫اﻹراﻗَﺔ‬
ِ َ ِ‫ﺪ ارﻗُﻄْﻨِﻲ َﺣ ﺪ‬ ‫ﺴ ﻦ اﻟ‬
َ ُ ْ ُ َ َ َ َ ْ ‫ﻳﺚ‬ ّ َ َ  ‫َوﻗَْﺪ َﺣ‬
“Telah dihasankan hadits perintah membuah oleh Imam Daruquthni dan dikeluarkan
oleh Imam Ibnu Hibban dalam Shahihnya”.

Namun sebagian ula ma berpendapat bahwa air liur anjing itu suci,
yakni dari kalangan Malikiyah dan Dhohiriyah. Dalil mereka adalah,
sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Bukhori hadits no. 175, tentang
tanya jawab sahabat Adiy Rodhiyallahu 'Anhu dengan Rasululla h
Sholallahu 'Alaihi wa Salam tentang anjing pemburu, dimana Nabi
Sholallahu 'Alaihi wa Salam membolehkan anjing untuk berburu dan
disebutkan nama Allah Subhanahu wa Ta'alaa ketika melepasnya, kala u
ia berhasil membunuh binatang buruan tersebut, maka hewan buruan
tadi halal bagi kita. Hal ini juga dikuatkan dengan firman Allah
Subhanahu w a Ta'alaa :

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 136


‫ ُﻪ‬‫ َﻤ ُﻜ ُﻢ اﻟﻠ‬‫ﻤﺎ َﻋﻠ‬ ‫ﻦ ِﻣ‬ ‫ ُﻤﻮﻧـَ ُﻬ‬‫ﻴﻦ ﺗُـ َﻌﻠ‬ ِ ُ ‫ َﺒ‬‫ﻴ‬‫ﻞ ﻟَ ُﻜ ُﻢ اﻟﻄ‬ ‫ﻞ ﻟَُﻬ ْﻢ ﻗُ ْﻞ أ ُِﺣ‬ ‫ُﺣ‬
َ ِ‫ ﺒ‬‫ ْﻤُﺘ ْﻢ ﻣ َﻦ اﻟْ َﺠ َﻮارِ ِح ُﻣ َﻜﻠ‬‫ﺎت َو َﻣﺎ َﻋﻠ‬
ِ ‫ﻚ ﻣﺎذَا أ‬
َ َ َ‫ﻳَ ْﺴﺄَﻟُﻮﻧ‬
‫ﺎب‬ِ ‫ْﺤﺴ‬ ِ ِ‫ﻪ ﺳ ﺮ‬‫ن اﻟﻠ‬ ِ‫ﻪ إ‬‫ﻘُ ﻮا اﻟﻠ‬‫ﻪِ ﻋَﻠَﻴﻪِ واﺗـ‬‫ﻤﺎ أَﻣﺴ ْﻜﻦ ﻋَﻠَﻴ ُﻜ ﻢ واذْ ُﻛ ﺮوا اﺳﻢ اﻟﻠ‬ ‫ﻓَ ُﻜﻠُﻮا ِﻣ‬
َ ‫ﻳﻊ اﻟ‬ ُ َ َ َ َ ْ َْ ُ َ ْ ْ َ َ ْ
“Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?." Katakanlah:
"Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang
telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang
telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu,
dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya.” (QS. Al Maidah
(5) : 4).
Sisi pendalilan mereka : ‘bahwa anjing tersebut ketika menangkap
bintang buruan, besar kemungkinan air liurnya menempel pada binatang
buruan, namun kita tidak diperintahkan untuk mencucinya terlebih
dahulu (apalagi sampai 7 kali).
Namun dapat disanggah, bahwa tidak adanya penyebutan perintah
untuk mensucikan bukan berarti bahwa hal tersebut tidak najis, namun
telah terdapat perintah secara umum untuk membersihkan najis,
sehingga tidak perlu diulangi lagi pada waktu itu penyebutannya.
Mereka yang mengatakan sucinya air liur anjing, berdalil dengan
hadits no. 174 riwayat Imam Bukhori diatas yang menggambarkan bahwa
anjing pada zaman Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Salam biasa kencing dan
mondar-mandir keluar masuk masjid, dimana hal ini menunjukan bahwa
air liurnya suci, karena kebiasaan anjing adalah menjulurkan lidahnya
ketika berjalan, duduk dan posis i apapun, sehingga sangat besar
kemungkinan air liurnya menetes di lantai masjid dan pada riwayat
tersebut tidak disebutkan juga perintah mensucikannya. Allah Subhanahu
wa Ta'alaa berfirman menyifatkan anjing :
ْ ‫ﺐ إِ ْن ﺗَ ْﺤ ِﻤ ْﻞ ﻋَﻠَْﻴﻪِ ﻳَـﻠْ َﻬ‬
‫ﺚ أ َْو‬ ِ ‫ﻪُ أَ ْﺧﻠَ َﺪ إِﻟَﻰ ْاﻷَْر‬‫َوﻟ َْﻮ ِﺷﺌْـﻨَﺎ ﻟ ََﺮﻓـَﻌْ ﻨَﺎﻩُ ﺑِ َﻬﺎ َوﻟَﻜِ ﻨ‬
ِ ْ‫ﺒَ َﻊ َﻫ َﻮاُﻩ ﻓَ َﻤﺜـَﻠُ ﻪُ َﻛ َﻤﺜَ ِﻞ اﻟْ َﻜ ﻠ‬‫ض َواﺗـ‬
‫ﺚ‬ْ ‫ﺗَـﺘْـ ُﺮْﻛ ُﻪ ﻳَـ ْﻠ َﻬ‬
“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-
ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah,
maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan
jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga).” (QS. Al A’raf (7) : 176).
Namun istidlal mereka dapat disanggah : adapun masalah kencingnya
anjing, maka para ulama telah sepakat akan najisnya, maka riwayat ini

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 137


tidak dapat dikatakan membatalkan ijma tersebut. Imam Mudziri berkata
sebagaimana dinukil Imam Syaukani dalam Nail :
. ِ‫ ﺗـُ ْﻘﺒِ ُﻞ َوﺗُْﺪ ﺑِ ُﺮ ﻓِ ﻲ ا ﻟَْﻤ ْﺴ ِﺠ ﺪ‬‫ِج ا ﻟ َْﻤ ْﺴ ِﺠ ﺪِ ﻓِ ﻲ َﻣ َﻮاﻃِ ﻨَِﻬﺎ ﺛُﻢ‬
َ ‫ﻮل َﺧﺎ ر‬
ُ ُ‫ﺖ ﺗـَﺒ‬
ْ َ‫ﻬﺎ َﻛﺎﻧ‬ ِ
َ ‫ إ ﻧـ‬: ‫ي‬ ِ‫ﺎل ا ﻟ ُْﻤﻨْ ﺬ ر‬
َ َ‫ﻗ‬
“anjing tersebut kencing dilu ar masjid di tanah, lalu mondar-mandir masuk masjid”.
Adapun masalah mondar-mandirnya anjing di masjid, maka Imam
Syaukaniy menjawabnya :
‫ﺎﺳﺔِ أ َْو‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ﻬ‬‫ﻻ ِن ﻋﻠَﻰ اﻟﻄ‬‫اﻹ ْد ﺑﺎ رِ ﻓَ َﻼ ﻳﺪ‬
َ ‫ َوأَﻳْ ﻀًﺎ ﻳُ ْﺤﺘَ َﻤ ُﻞ أَ ْن ﻳَ ُﻜﻮنَ ﺗـَ ْﺮُك ا ﻟْﻐَ ْﺴ ِﻞ ﻟ َﻌَﺪم ﺗـَ ْﻌﻴﻴ ِﻦ َﻣ ْﻮﺿ ِﻊ اﻟﻨ‬، ‫ﺎرة‬
َ ‫ﺠ‬ َ َ َ َُ ِ ِْ ُ‫ﺮد‬‫ﺎ ﻣ ﺠ‬‫وأَﻣ‬
َ ِْ ‫اﻹﻗـْﺒَﺎل َو‬ َُ َ
ِ َ‫ض ﺑِﺎ ﻟْﺠ ﻔ‬ ِ ‫ﻟِﻄَﻬ‬
. ‫ﺎف‬ َ ِ ‫ﺎرة ْاﻷ َْر‬
َ َ
“Adapun sekedar mondar-mandir, maka tidak menunjukan kesucian anjing, karena
dimungkinkan tidak dilakukan pencucian, karena tidak diketahui di tempat mana
jatuhnya najis atau karena tanah dapat mensucikannya dengan keringnya najis
tersebut”.
Lalu Imam Syaukani menukil jaw aban Al Hafidz :
ِ‫ﺎﺟ ﺪ‬
ِ ‫ ورد ْاﻷَﻣ ﺮ ﺑِﺘ ْﻜﺮِ ﻳ ِﻢ ا ﻟْﻤﺴ‬‫ ﺛُﻢ‬، ِ‫اﻹ ﺑﺎﺣﺔ‬ ِ ِ ِ ِ ُ ِ‫ْﺤﺎﻓ‬
ََ َ ُ ْ ََ َ ْ ‫ْﺤﺎ ِل َﻋﻠَﻰ أ‬
َ َ ِْ ‫َﺻ ِﻞ‬ َ ‫ ذَ ﻟ‬‫ إن‬: ‫ﺎل‬
َ ‫ﻚ َﻛﺎنَ ﻓ ﻲ ْاﺑﺘ َﺪ اء ا ﻟ‬ َ َ‫ب أَ ْن ﻳُـﻘ‬ُ ‫ْﺮ‬
َ ‫ َو ْاﻷَﻗـ‬: ‫ﻆ‬ َ ‫ﺎل ا ﻟ‬
َ َ‫ﻗ‬
ِ ‫وﺗَﻄْﻬِ ﻴﺮِﻫﺎ وﺟْﻌ ِﻞ ْاﻷَﺑْـﻮ‬
. ‫اب َﻋﻠَﻴْـ َﻬ ﺎ‬ َ ََ َ َ
“yang hampir mendekati kebenaran, dikatakan sesungguhnya perkara mondar-
mandirnya anjing adalah pada permulaan aw alnya diperbolehkannya, lalu datang
perintah untuk memuliakan masjid dan mensucikannya, maka lalu dibuat pintu
masjidnya”.
Dalil mereka lagi yang mengatakan sucinya anjing adalah riwayat
Imam Bukhori no. 173, tentang seorang yang menolong anjing yang
kehausan, yaitu dengan menjadikan sepatunya untuk menciduk air yang
diberikan kepada anjing tersebut. terdapat juga kisah yang masyhur yang
diriw ayatkan Imam Muslim dalam shahihnya :
‫ﺖ ﻟ َُﻪ ﺑِ ُﻤﻮﻗِ َﻬﺎ ﻓـَﻐُﻔِ َﺮ ﻟ ََﻬﺎ‬ ِ َ‫َﻊ ﻟِ َﺴﺎﻧَ ُﻪ ﻣِ َﻦ اﻟ َْﻌﻄ‬ ِِ ُ ‫ر ﻳ ِﻄ‬‫َت َﻛﻠًْﺒﺎ ﻓِ ﻰ ﻳـﻮٍم ﺣﺎ‬
ْ ‫ﺎ َرأ‬‫اﻣ َﺮأَةً ﺑَﻐِﻴ‬
ْ ‫ﺶ ﻓـَﻨَـ َﺰ َﻋ‬ َ ‫ﻴﻒ ﺑﺒ ْﺌﺮٍ ﻗَ ْﺪ أَ ْدﻟ‬ ُ َ َْ ْ ‫ن‬ َ‫أ‬
“Ada seorang wanita pelacur yang melihat seekor anjing pada waktu musim panas yang
mengelilingi sumur, ia menjulurkan lidahnya karena kehausan, maka wanita tersebut
melepaskan sepatunya (dan mengambil air dalam sumur, lalu meminumkan kepada anjing
tersebut-pent.), maka ia diampuni dosanya”.
Mereka beristidlal bahwa sepatu yang dijilati anjing tersebut, tidak ada
komentar dari Rasulullah Sholallahu 'Alaihi w a Salam untuk dibersihkan
setelahnya, yang menunjukan bahwa air liurnya itu suci.
Sanggahan terhadap hal ini adalah laki-laki dan w anita yang
disebutkan dalam kisah tersebut adalah dari kalangan Bani Isroil, yang
mana bisa jadi syariat mereka menganggap anjing itu suci, sebagaimana

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 138


kisah Ashabul Kahfi yang selalu ditemani oleh anjingnya. Berkaitan
dengan masalah syariat sebelum kita maka para ulama ushul fiqih tela h
mengelompokannya, Imam Ibnu Utsaimin berkata ‘Syarah Arbain
Nawawi” (Hadits no. 2) :
:‫ وذﻟﻚ أن ﻣﺎﺳﺒﻖ ﻣﻦ اﻟﺸﺮاﺋﻊ‬،‫ إن ﺷﺮع ﻣﻦ ﻗﺒﻠﻨﺎ ﺷﺮع ﻟﻨﺎ ﻣﺎﻟﻢ ﻳﺮد ﺷﺮﻋﻨﺎ ﺑﺨﻼﻓﻪ‬:‫ﻣﻦ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻣﻦ ﻗﺎل‬
‫ إﻣﺎ أن ﺗﻮاﻓﻘﻪ ﺷﺮﻳﻌﺘﻨﺎ‬1.
‫ وإﻣﺎ أن ﺗﺨﺎﻟﻔﻪ ﺷﺮﻳﻌﺘﻨﺎ‬2.
‫ وإﻣﺎ أن ﻻﻧﺪري ﺗﻮاﻓﻘﻪ ﺷﺮﻳﻌﺘﻨﺎ أم ﻻ ﻓﻴﻜﻮن ﻣﺴﻜﻮﺗﺎً ﻋﻨﻪ‬3.
- .‫ واﺗﺒﺎﻋﻨﺎ إﻳﺎﻩ ﻻ ﻷﺟﻞ ورودﻩ ﻓﻲ اﻟﻜﺘﺎب اﻟﺴﺎﺑﻖ وﻟﻜﻦ ﻟﺸﺮﻳﻌﺘﻨﺎ‬،‫ وﻫﺬا ﺑﺎﻹﺟﻤﺎع‬،‫ﻓﻤﺎ واﻓﻘﺘﻪ ﺷﺮﻳﻌﺘﻨﺎ ﻓﻬﻮ ﺣﻖ وﻧﺘﺒﻌﻪ‬
‫ وﻣﺜﺎﻟﻪ ﻻﻳ ﺤﺮم ﻋﻠﻰ اﻟﻨﺎس أﻛﻞ اﻹﺑﻞ ﻓﻲ وﻗﺘﻨﺎ ﻣﻊ أﻧﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﺑﻨﻲ‬،‫ ﻷﻧﻪ ﻣﻨﺴﻮخ‬،‫وﻣﺎ ﺧﺎﻟﻒ ﺷﺮﻳﻌﺘﻨﺎ ﻓﻼ ﻧﻌﻤﻞ ﺑﻪ ﺑﺎﻻﺗﻔﺎق‬
‫ إﻧﻪ‬:‫ ﻣﻨﻬ ﻢ ﻣﻦ ﻗﺎل‬:‫ وﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﺮد ﺷﺮﻋﻨﺎ ﺑﺨﻼﻓﻪ وﻻ وﻓﺎﻗﻪ ﻓﻬﺬ ا ﻣﺤﻞ اﻟﺨﻼف‬- .‫ ﻛﺎﻧﺖ ﻣﺤﺮﻣﺔ‬- ‫ اﻟﻴﻬﻮد ﺧﺎﺻﺔ‬- ‫إﺳﺮاﺋﻴﻞ‬
.‫ وﺗﻔﺼﻴﻞ ذﻟ ﻚ ﻓﻲ أﺻﻮل اﻟﻔﻘﻪ‬،‫ وﻟﻜﻞ دﻟﻴﻞ‬،‫ ﻟﻴﺲ ﺑﺸﺮ ٍع ﻟﻨﺎ‬:‫ وﻣﻨﻬﻢ ﻣﻦ ﻗﺎل‬.‫ﺷﺮع ﻟﻨﺎ‬
“Sebagian ulama berkata, syariat orang sebelum kita menjadi syariat bagi kita
selama syariat kita tid ak menyelisih inya. Y ang demikian karena syariat sebelum kita
ada 3 jenis :
1. Sesuai dengan syariat kit a
2. Menyelisihi syariat kita
3. Tidak diketahui apakah ia menyelisihi syariat kita atau tidak, sehingga statusnya
masih meragukan
Adapun yang sesuai dengan syariat kita maka itu adalah kebenaran dan kita ikuti
dan ini adalah ijma, kita mengikutinya bukan karena terdapat dalam kitab
sebelumnya, namun karena itu adalah syariat kita.
Adapun yang menyelisihi syariat kita, maka kita tidak mengerjakannya berdasarkan
ijma, karena ia berarti sudah dimansukh (dihapus hukumnya). Misalnya tidak
diharamkan orang memakan unta pada w aktu kita sekarang, dimana pada zaman
bani isroil –yahudi khususnya-hal itu diharamkan.
Adapun yang syariat kita tidak menyelisihinya dan tidak juga menyepakatinya, maka
in i adalah sesuatu yang diperselisihkan, sebagian ulama mengatakan, ia syariat bagi
kita, sebagian lagi mengatakan, ini bukan syariat bagi kita. Setiap pendapat tersebut
memiliki dalil yang dirinci dalam ilmu ushul fiqih”. Selesai penukilan.
Berdasarkan keterangan diatas, masalah kita ini digolongkan ke
dalam syariat orang sebelum kita, dimana syariat kita menyelisihinya.
Yakni mungkin saja air liur anjing suci bagi mereka, namun tidak suci
bagi kita. Ataupun dapat dikatakan, tidak melazimkan ketika orang yang
disebutkan dalam kisah ini, menggunakan sepatu mereka untuk

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 139


mengambil air yang kemudian diminumkan kepada anjing yang
kehausan, lalu mereka tidak mencucinya. Mereka terilhami langsung
menggunakan sepatu karena situasinya darurat, demi melihat anjing
yang sudah kehausan. Lalu atas nia t baiknya kepada makhluk Allah ini,
maka Allah Subhanahu wa Ta'alaa mengampuni seluruh dosanya. Nabi
Sholallahu 'Alaihi wa Salam bersabda :
‫َﺟٌﺮ‬ ٍ ٍِ ِ
ْ ‫ﻞ َﻛﺒﺪ َرﻃَْﺒ ﺔ أ‬ ‫ﻓ ﻰ ُﻛ‬
“Pada semua makhluk yang jantungnya berdenyut (makhluk yang bernyawa) ada
pahalanya (ketika berbuat baik kepadanya-pent.)” (Muttafaqun Alaih).
Dalil lainnya, yang diajukan oleh mereka yang mengatakan anjing
suci, yaitu diberikannya keringanan oleh syariat bagi seseorang untuk
memelihara anjing yang berguna untuk menjaga ternak, ladang dan
sawah, sebagaimana dalam hadits Bukhori-Muslim dan ini lafadznya
Bukhori :
ٍ‫ﺎﺷ ﻴﺔ‬
ِ ٍ ِ ِِ ِ ٍ
َ ‫ َﻛ ْﻠ‬‫ إِ ﻻ‬، ‫ط‬
َ ‫ﺐ َﺣ ْﺮث أ َْو َﻣ‬ ٌ ‫ﻴﺮا‬ ُ ‫ ُﻪ ﻳَـﻨْـ ُﻘ‬‫ﻚ َﻛ ْﻠًﺒﺎ ﻓَِﺈﻧ‬
َ ‫ﻞ ﻳَـ ْﻮم ﻣ ْﻦ َﻋ َﻤﻠ ﻪ ﻗ‬ ‫ﺺ ُﻛ‬ َ ‫َﻣ ْﻦ أ َْﻣ َﺴ‬
“Barangsiapa yang memelihara anjing, maka akan berkurang setiap harinya pahala
amalannya 1 qiiroth, kecuali anjing penjaga ladang atau untuk penjaga sawah”.
Dalam lafadz lain :
‫ﺻْﻴ ٍﺪ‬ ٍ ‫ َﻛﻠْ ﺐ ﻏََﻨٍﻢ أَو ﺣ ﺮ‬‫إِ ﻻ‬
َ ‫ث أ َْو‬ َْ ْ َ
“kecuali anjing penjaga ternak (kambing) atau penjaga ladang atau untuk berburu”.
Dalam lafadz lain :
ٍ‫ﺎﺷ ﻴﺔ‬
ِ ٍ ‫َﻛ ْﻠﺐ‬
َ ‫ﺻ ْﻴ ﺪ أ َْو َﻣ‬
َ َ
“kecuali anjing untuk berburu atau penjaga sawah”.
Istidlal mereka hampir mirip dengan sebelumnya, yakni ketika anjing
menjaga ternak, menjaga ladang bahkan diajak berburu, tentu air liurnya
akan menetes kemana-mana, bahkan tidak jarang karena anjing adalah
bintang peliharaan, ia akan ngusel (bs. Jawa) kepada pemeliharanya, dan
tentu saja ia biasanya akan menjilati badan pemiliknya. Seandainya hal
tersebut najis, tentu akan memberatkan pemiliknya.
Jawabanya adalah hampir mirip dengan permasalahan sebelumnya,
bahwa diperbolehkannya memelihara anjing, tidak menghilangkan
kew ajiban untuk membersihkan bekas jilatannya.
Kesimpula nnya, pendapat yang rajih (kuat) adalah najisnya air liur
anjing, sehingga sebagaimana dalam kasus yang difatwakan oleh Imam
Az-Zuhriy ketika ditanya tentang hukum berwudhu dari air bekas jilatan

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 140


anjing yang tidak ada lagi, kecuali hanya air itu saja, maka belia u
menjawab untuk menggunakan air tersebut, berdasarkan keumuman
ayat yang diperbolehkan untuk bertayamum adala h ketika ada air,
sedangkan dalam kasus ini ada air, walaupun itu bekas jilatan anjing.
Kemudian Imam Sufyan Ats-Tsauriy mengomentari fatwa tersebut,
bahwa sebaiknya disamping ia berw udhu dengan air tersebut, ia juga
bertayamum.
Namun ya ng rajih, berdasarkan bahwa wudhu disyaratkan dengan
air yang suci, sedangkan air bekas jilatan anjing adalah najis, maka jika
tidak ada lagi air selainnya, ini termasuk kedalam keumuman ayat juga,
yakni tidak ada air yang digunakan untuk berw udhu, sehingga baginya
cukup bertayamum saja. Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahab
dalam kitabya”Syaroh Syuruuthus Sholat” menyebutkan bahwa sala h
satu syarat wudhu adalah kesucian airnya. Kemudian Syaikh Abdul
Muhsin Al ‘Abbaad mensyarahnya, kata beliau :
‫وﻳﺸﺘﺮط ﻓﻲ ﻣﺎء اﻟﻮﺿﻮء أن ﻳﻜﻮن ﻃﻬﻮراً ﻓﻼ ﻳﺘﻄﻬﺮ ﺑﻤﺎء ﻣﺘﻨ ﺠﺲ‬
“Dipersyaratkan tentang air w udhu ia suci, maka tidak boleh bersuci dengan air
yang (menjadi) najis”.
2. Jilatan anjing dicuci sebanyak 7 kali dengan air, pada basuhan yang
pertama dengan tanah menurut pendapat yang kuat.
3. Bolehnya melatih anjing dan ketika ia sudah pandai berburu, binatang
yang ditangkap untuk pemiliknya adalah halal bagi pemiliknya.
4. Maha suci Allah Subhanahu wa Ta'alaa yang memiliki hikmah yang tinggi,
ketika menjadikan anjing sebagai sumber pahala dan diampuninya dosa,
sekaligus juga ia menjadi sumber dikuranginya pahala dan mencegah
malaikat rahmat masuk rumah. Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Salam
bersabda :
‫ﻮرُة ﺗَ َﻤﺎﺛِﻴ َﻞ‬
َ‫ﺻ‬ُ َ‫ﺐ َوﻻ‬
ِِ ِ
ٌ ْ‫ﻻَ ﺗَ ْﺪ ُﺧ ُﻞ اﻟ َْﻤ ﻼَﺋ َﻜﺔُ ﺑَـ ْﻴًﺘﺎ ﻓﻴﻪ َﻛﻠ‬
“Malaikat tidak akan masuk rumah yang didalamnya ada anjing atau ada gambar (yang
bernyawa)” (Muttafaqun ‘Alaih).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 141


 ‫ ِﻣ َﻦ اﻟْﻘُ ﺒُ ِﻞ َو‬، ‫ ِﻣ َﻦ اﻟ َْﻤ ْﺨ َﺮ َﺟ ْﻴ ِﻦ‬‫ﻮء إِﻻ‬
‫اﻟﺪﺑُِﺮ‬ َ ‫ﺿ‬
ُ ‫َﻢ ﻳَـ َﺮ اﻟ ُْﻮ‬
ْ ‫ ﺑﺎب َﻣ ْﻦ ﻟ‬- 34
‫و ُد أ َْو ِﻣ ْﻦ ذَ َﻛ ﺮِﻩِ ﻧَ ْﺤُﻮ‬‫اﻟ ﺪ‬ ِ‫ﺨﺮج ِﻣﻦ ُدﺑﺮِﻩ‬
ُ ْ ُ ُ ْ َ‫ﻴﻤ ْﻦ ﻳ‬
ِ َ‫ﺎل َﻋﻄ‬
َ ‫ﺎء ﻓ‬ ٌ َ َ‫َﺣ ٌﺪ ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ ِﻣ َﻦ اﻟْﻐَﺎﺋِ ِﻂ ( َوﻗ‬ ِ ِ
َ ‫ﻪ ﺗَـ َﻌﺎﻟَﻰ ) أ َْو َﺟ َﺎء أ‬‫َوﻗَـْﻮ ل اﻟﻠ‬
. ‫ﻮء‬
َ ‫ﺿ‬ُ ‫اﻟْ َﻘ ْﻤﻠَﺔِ ﻳُﻌِﻴ ُﺪ اﻟ ُْﻮ‬
‫ْﺤ َﺴ ُﻦ إِ ْن أَ َﺧ َﺬ ِﻣ ْﻦ‬َ ‫ﺎل اﻟ‬ َ َ‫ َوﻗ‬. ‫ﻮء‬ َ ‫ﺿ‬ ُ ‫َﻢ ﻳُﻌِ ِﺪ اﻟُْﻮ‬ ِ
ْ ‫ َوﻟ‬، َ‫ ﻼَة‬‫ ﻼَة أَ َﻋﺎ َد اﻟﺼ‬‫ﻚ ﻓ ﻰ اﻟﺼ‬
ِ َ ‫ﺿ ِﺤ‬ َ ‫ﻪِ إِ ذَا‬‫َوﻗَﺎ َل َﺟﺎﺑِ ُﺮ ﺑْ ُﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬
‫ن‬ َ‫ َوﻳُ ْﺬ َﻛ ُﺮ َﻋ ْﻦ َﺟﺎﺑِ ﺮٍ أ‬. ‫ث‬ ٍ ‫ ِﻣﻦ ﺣ َﺪ‬‫ﺿ ﻮء ِإﻻ‬ َ َ‫ َوﻗ‬. ِ‫ﻮء َﻋﻠَْﻴﻪ‬ ُ ‫ﻔ ْﻴ ﻪِ ﻓَﻼَ ُو‬ ‫َﺷ َﻌ ِﺮﻩِ َوأَﻇْ َﻔﺎرﻩِ أ َْو َﺧﻠَ َﻊ ُﺧ‬
َ ْ َ ُ ‫ﺎل أَﺑُﻮ ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮةَ ﻻَ ُو‬ َ ‫ﺿ‬
، ‫م ﻓـَ َﺮَﻛ َﻊ َو َﺳ َﺠ َﺪ‬ُ‫ ﻓـَﻨَـ َﺰﻓَ ُﻪ اﻟ ﺪ‬، ‫ﺎع ﻓـَ ُﺮِﻣ َﻰ َر ُﺟ ٌﻞ ﺑِ َﺴ ْﻬ ٍﻢ‬ِ َ‫ﺮﻗ‬ ‫ات اﻟ‬ِ َ‫ َﻛﺎ َن ﻓِ ﻰ ﻏَ ﺰوةِ ذ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻨﺒِﻰ‬‫اﻟ‬
َْ 
‫ﻰ‬ ِ‫ﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﻋﻠ‬ ‫س َو ُﻣ َﺤ‬ ِ ‫ ﻮ َن ﻓِ ﻰ ِﺟ ﺮ‬‫ال اﻟْﻤﺴﻠِﻤﻮ َن ﻳﺼﻠ‬
ٌ ‫ َوﻗَﺎ َل ﻃَ ُﺎو‬. ‫اﺣﺎﺗ ِﻬ ْﻢ‬ َ َ َ ُ ُ ْ ُ َ ‫ْﺤ َﺴ ُﻦ َﻣﺎ َز‬ َ ‫ﺎل اﻟ‬ َ َ‫ َوﻗ‬. ِ‫ﺻ ﻼَﺗِﻪ‬ َ ‫ﻀﻰ ﻓﻰ‬
ِ َ ‫وﻣ‬
ََ
ِ ُ ‫م ُو‬ِ‫ﺲ ﻓِﻰ اﻟ ﺪ‬ ِ
‫ َوﺑَـ َﺰ َق اﺑْ ُﻦ‬. ْ‫ﺄ‬‫َﻢ ﻳَـﺘَـَﻮ ﺿ‬ْ ‫ َوﻟ‬، ‫م‬ ُ ‫ﺼ َﺮ اﺑْ ُﻦ ُﻋ َﻤ َﺮ ﺑَـﺜْـَﺮةً ﻓَ َﺨ َﺮ َج ﻣﻨْـ َﻬﺎ اﻟﺪ‬
َ ‫ َو َﻋ‬. ‫ﻮء‬
ٌ ‫ﺿ‬ َ ‫ﺎء َوأ َْﻫ ُﻞ اﻟْﺤ َﺠﺎزِ ﻟ َْﻴ‬ ٌ َ‫َو َﻋﻄ‬
. ِ‫ﺎﺟ ِﻤﻪ‬
ِ ‫ ﻏَﺴ ﻞ ﻣ ﺤ‬‫ﺎل اﺑﻦ ُﻋﻤﺮ واﻟْﺤﺴﻦ ﻓِﻴﻤ ﻦ ﻳ ﺤﺘ ِﺠ ﻢ ﻟَﻴﺲ َﻋﻠَﻴﻪِ إِ ﻻ‬
ََُ ْ ْ َ ْ ُ َْ َ ْ َ ُ َ َ َ َ َ ُ ْ َ َ‫ َوﻗ‬. ‫ﺻ ﻼَﺗﻪ‬
ِ ِ ‫ﻀ ﻰ ﻓِ ﻰ‬
َ َ ‫أَﺑِﻰ أ َْوﻓَ ﻰ َد ًﻣﺎ ﻓَ َﻤ‬
Bab 34 Orang yang Berpendapat Tidak ada Wudhu kecuali
karena yang Keluar dari 2 Jalan dari Qubul dan Dubur
Allah Subha nahu wa Ta'alaa berfirman : “atau kembali dari tempat buang air
(kakus)” (QS. Al Maidah (5) : 6).
‘Athoo’ berka ta : ‘barangsiapa yang keluar dari dubur nya cacing
atau keluar dari ke maluannya semisal kutu, maka ia me ngula ngi
wudhunya’.
Jabir bin Abdullah Rodhiyalla hu 'Anhu berkata : ‘jika seorang
tertawa da lam sholat, ia me ngulangi shola tnya, na mun tidak perlu
mengulangi wudhunya’.
Al Hasan berkata : ‘jika ia memotong rambutnya ata u kukunya atau
melepas khuf (sepatunya), tidak perlu berwudhu’.
Abu H uroiroh Rodhiyallahu 'Anhu berkata : ‘tidak ada wudhu kecuali
karena hadats’.
Disebutkan dari Jabir bahwa Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Salam pada
waktu perang Daatir Riqoo’, seseora ng terke na le mparan a nak
pana h, ya ng menyebabka n dara h mengucur, lalu ia te tap rukuk dan
sujud dan meneruskan sholatnya’.
Al Hasan berkata : ‘se na ntiasa kaum Muslimin teta p mengerjakan
sholat dalam keadaan luka-luka’.
Thawus, Muhammad bin Ali, ‘Athoo’ dan ula ma Hijaz berka ta : ‘tidak
ada wudhu karena darah yang keluar’.
Ibnu Umar Rodhiyallahu 'Anhu me mence t jerawatnya, lalu keluar
darah, namun beliau tidak berwudhu lagi.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 142


Ibnu Abi Aufa da hak da n le ndir nya adalah darah, na mun beliau te tap
melanjutkan sholatnya.
Ibnu Umar dan Al Hasan berkata tentang orang yang berbeka m,
bahwa tidak perlu berwudhu la gi, kecuali hanya mencuci bekas
bekamnya saja.

Penjelasan :

Al Ghoith (jamban), kata Al Hafidz adalah :


ِ َ‫ﺼ ﺪوﻧﻪ ﻟِﻘ‬
‫ﺎﺟﺔ‬ َ َُ ُ ِ ‫ﺬِي َﻛﺎﻧُﻮا ﻳَـْﻘ‬‫ْﻤﻄَْﻤﺌِﻦ ِﻣ ْﻦ ْاﻷ َْرض ا ﻟ‬
َ ‫ﻀﺎء ا ﻟْ َﺤ‬ ُ ‫َوُﻫَﻮ ا ﻟ َْﻤ َﻜﺎن اﻟ‬
“tempat yang permanen diatas tanah yang difungsikan sebagai tempat buang hajat”.
Imam Syafi’I dalam Al Umm ketika menafsirkan ayat : “atau kembali dari tempat
buang air (kakus)”. Berkata :
‫ﻓﺄﺷﺒﻪ أن ﻳﻜﻮن أوﺟﺐ اﻟﻮﺿﻮء ﻣﻦ اﻟﻐﺎﺋﻂ‬
“maka hal ini menunjukan w ajib nya wudhu karena buang hajat”.
Dan kita mengetahui bersama bahwa buang hajat adalah buang air besar
yang keluar dari pantat (dubur) dan buang air kecil yang kelu ar dari
kemaluan (qubul) dan biasanya juga diiringi dengan suara kentut terutama
ketika buang air besar. Ini semua menyebabkan seseorang batal wudhunya,
sehingga diwajibkan baginya berw udhu kembali ketika akan mengerjakan
amalan yang disyaratkan harus berwudhu, seperti sholat, tawaf dan
semisalnya.
Perkataan Imam ‘Athoo’ bin Abi Robaah yang dita’liq Imam Bukhori
bahwa jika seorang keluar cacing dari duburnya atau kutu dari
kemaluannya, maka batal w udhunya. Karena Beliau meluaskan makna,
bahwa sesuatu yang keluar dari dubur dan kemaluan dapat membatalkan
w udhu. Al Hafidz dalam “Al Fath” berkata :
‫ﻤﺎد ﺑْﻦ أَﺑِﻲ‬ ‫ﻲ َوﻗـَﺘَﺎدَة َو َﺣ‬ ِ‫ﺨﻌ‬ ِ ‫ﻌﻠِﻴﻖ و‬‫وﻫ َﺬا اﻟﺘـ‬
َ ‫ﻚ إِﺑْـ َﺮ ِاﻫﻴ ﻢ اﻟﻨ‬
َ ِ‫ َوا ﻟ ُْﻤ َﺨﺎ ﻟِﻒ ﻓِ ﻲ ذَ ﻟ‬، ‫ﺻ ِﺤﻴﺢ‬ ِ
َ ‫ﺻﻠَُﻪ ا ﺑْﻦ أَﺑِﻲ ﺷَﻴْﺒَﺔ َوﻏَﻴْﺮﻩ ﺑِﻨَ ْﺤ ﻮِﻩ َوإِ ْﺳﻨَﺎدﻩ‬
َ َ ْ ََ
. ‫ﻻ إِ ْن َﺣ َﺼ َﻞ َﻣ َﻌ ُﻪ ﺗَـﻠْﻮِﻳﺚ‬ِ‫ إ‬: ‫ َوُﻫ َﻮ ﻗَـْﻮل َﻣﺎﻟِﻚ ﻗَ َﺎل‬، ‫ﺎدِر‬‫ ﻗَﺎﻟُﻮا َﻻ ﻳَـﻨْـ ُﻘﺾ اﻟﻨ‬، ‫ُﺳﻠَْﻴ َﻤﺎن‬
“Ta’liq ini diriw ayatkan dengan sanad yang bersambung oleh Imam Ibnu Abi Syaibah
dan selainnya, semisal ini dengan sanad shahih. Yang menyelisihi pendapat ‘Athoo ini
adalah Ibrohim An-Nakhoo’I, Qotadah, Hammaad bin Abi Sulaiman, mereka
berpendapat An-Naadir (semacam madzi, tapi bukan karena syhwat) tidak
membatalkan w udhu, dan ini juga pendapat Malik, kecuali, kata Malik, jika keluar
bersamanya kotoran ”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 143


Imam Syafi’I dalam “Al Umm” sependapat dengan Imam ‘Athoo’ yang
mengatakan keluar cacing membatalkan wudhu. Kata beliau :
‫ﻓﻔﻴﻪﻛﻠﻪ اﻟﻮﺿﻮء ﻻﻧﻪ ﺧﺎ رج ﻣﻦ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﺤﺪث ﻗﺎل وﻛﺬﻟﻚ اﻟﺪود ﻳﺨﺮج ﻣﻨﻪ‬
“Semua hal tersebut (membatalkan wudhu) karena keluar dari jalan hadatas, demikian
juga cacing yang keluar dari dubur (membatalkan wudhu-pent.)”.
Imam Nawaw i melengkapi lagi deretan ulama yang berpendapat masala h
cacing yang keluar dari dubur, kata beliau dalam “Al Majmu” :
‫واﺧﺘﻠﻔﻮا ﻓﻲ اﻟﺪود ﻳﺨﺮج ﻣﻦ اﻟﺪﺑﺮ ﻓﻜﺎن ﻋﻄﺎء ﺑﻦ أﺑﻰ رﺑﺎح واﻟﺤﺴﻦ اﻟﺒﺼﺮي وﺣﻤﺎد ﺑﻦ أﺑﻲ ﺳﻠﻴﻤﺎن واﺑﻮ ﻣﺠﻠﺰ واﻟﺤﻜﻢ‬
‫وﺳﻔﻴﺎن اﻟﺜﻮري واﻻوزاﻋﻲ واﺑﻦ اﻟﻤﺒﺎرك واﻟﺸﺎﻓﻌﻲ وا ﺣﻤﺪ واﺳ ﺤﻖ واﺑﻮ ﺛﻮر ﻳﺮون ﻣﻨﻪ اﻟﻮﺿﻮء وﻗﺎل ﻗﺘﺎدة وﻣﺎﻟﻚ ﻻ وﺿﻮء ﻓﻴﻪ‬
‫وروى ذﻟﻚ ﻋﻦ اﻟﻨﺨﻌﻲ‬
“Mereka para ulama berselisih pendapat tentang cacing yang kelu ar dari Dubur
(pantat), adalah ‘Athoo’ bin Abi Robaah, Al Hasan Al Bashri, Hammaad bin Abi
Sulaiman, Abu Mijlaz, Al Hakam, Sufyan Ats-Tsauri, Al Auzaa’I, Ibnul Mubarok, Syafi’I,
Ahmad, Ishaq dan Abu Tsaur mereka semua berpendapat (membatalkan) w udhu.
Adapun Qotadah dan Malik berpendapat tidak membatalkan w udhu, hal in i juga
pendapat (Ibrohim) An Nakhoo’I”.
Pendapat yang rajih adalah bahwa keluarnya cacing dari pantat tidak
membatalka n w udhu. Imam Ibnu Hazm dalam “Al Muhalaa” (masalah no.
169) berkata :
ِ ِ ِ ِ ‫وﻻ ﺷ ﻲء ﻳ ْﺨﺮ‬
‫ﺎت‬
ُ ‫ْﺤﻴ‬
َ ‫ْﺤ َﺠ ُﺮ َوا ﻟ‬
َ ‫ود َو ا ﻟ‬ َ ‫ َﺳَﻮ ٌاء ﻓ ﻲ ذَﻟ‬،‫ﺑُﺮِ ﻻ ُﻋ ْﺬ َرةَ َﻋﻠَْﻴﻪ‬‫ج ﻣ ْﻦ اﻟ ﺪ‬
ُ ‫ﻚ اﻟ ﺪ‬ ُ ُ َ ََْ َ
“Tidak batal wudhu, karena sesuatu yang keluar dari pantat yang tidak diiringi dengan
kotoran, baik itu berupa Cacing, Batu atau Ulat”.
Kemudian setelah menyebutkan hal-hal yang dia nggap oleh beliau tidak
membatalkan wudhu, beliau berdalil :
‫ﺎب ُوﺿُﻮءٍ ﻓِ ﻲ ﺷَ ْﻲءٍ ِﻣ ْﻦ‬
ِ ‫ﺔٌ وﻻ ْإﺟﻤﺎعٌ ﺑﺈِ ﻳﺠ‬‫ْت ﻗـُﺮآنٌ وﻻ ﺳﻨ‬
َ
ِ
َ َ ُ َ ْ ‫ﻪ ﻟَ ْﻢ ﻳَﺄ‬ُ ‫ ُﻫ َﻮ أَﻧ‬،‫ َﻣﺎ ذََﻛ ْﺮﻧَﺎ‬‫ﻮء ﻣ ْﻦ ُﻛ ﻞ‬
ِ ‫ ﺑـﺮﻫﺎنُ إﺳﻘَﺎﻃِﻨﺎ ا ﻟْﻮﺿ‬:ٍ‫ﻤ ﺪ‬ ‫ﺎل أَﺑﻮ ﻣﺤ‬
َ ُ ُ َ ْ َ ْ ُ َ ُ ُ َ َ‫ﻗ‬
‫ َوَﻣﺎ ﻋَ َﺪ َاﻫﺎ ﻓـَﺒَﺎﻃِ ٌﻞ‬،ِ‫َﺣ ﺪِ َﻫ ﺬِﻩِ ا ﻟُْﻮ ُﺟﻮﻩ‬ ِ ِ ِ ْ‫ﻪ ﺗـﻌﺎﻟَ ﻰ ﻋﻠَﻰ أَﺣ ﺪٍ ِﻣﻦ ا ِﻹ ﻧ‬‫ﺮع اﻟﻠ‬ ‫ وﻻ ﺷ‬،‫ذَ ﻟِﻚ‬
َ ‫ﻦ إﻻ ﻣ ْﻦ أ‬ ‫ﺲ َوا ﻟْﺠ‬ ْ َ َ ََ ُ َ َ َ َ
“Abu Muhammad berkata : ‘penjelasannya adalah, sesuatu yang kita anggap batal
w udhunya, sebagaimana yang kami sebutkan, hal tersebut tidak terdapat didalam Al
Qur’an, Sunah dan Ijma yang mengharuskan berwudhu karena hal tersebut. Allah
tidak mensyariatkan bagi manusia dan jin, kecuali melalui salah satu jalan ini (yaitu Al
Qur’an, sunah dan ijma), adapun selain itu adalah batil”.
Adapun perkataan sahabat Jabir Rodhiyallahu anhu diriwayatkan
dengan sanad yang bersambung, kata Al Hafidz dalam Al Fath :
‫ﻲ ِﻣ ْﻦ ﻃَﺮِﻳﻖ أ ُْﺧ َﺮى‬ ِ‫ﺪ َارﻗُﻄْﻨ‬ ‫ َوأ َْﺧ َﺮ َﺟ ُﻪ اﻟ‬، ‫ﺻ ِﺤﻴﺢ ِﻣ ْﻦ ﻗَـ ْﻮل َﺟﺎﺑِﺮ‬
َ ‫ َوُﻫ َﻮ‬، ‫ﺮﻫﻤﺎ‬
ِ ‫ﺪ‬ ‫ـ ْﻌﻠِﻴﻖ وﺻﻠَﻪ ﺳﻌِﻴﺪ ْﺑﻦ ﻣ ْﻨ ﺼﻮر واﻟ‬‫ﻫ َﺬا اﻟﺘ‬
َ ‫ارﻗُﻄْﻨ ّﻲ َوﻏَْﻴ‬
َ َ ُ َ َ َُ َ َ
‫ﺤﻚ إِذَ ا‬ِ ‫ ﻳـﻨْـﻘُ ﺾ اﻟ ﻀ‬: ‫ي وأَﺑ ﻮ ﺣﻨِﻴﻔَﺔ وأَﺻ ﺤﺎﺑﻪ ﻗَﺎﻟُﻮا‬ ِ‫ﻮر‬‫ﺨﻌِ ﻲ وا ْﻷَوزاﻋِ ﻲ واﻟﺜـ‬‫ و اﻟْﻤ ﺨﺎﻟِﻒ ﻓِ ﻲ ذَﻟِﻚ إِﺑـﺮ ِاﻫﻴﻢ اﻟﻨ‬. ‫ﻔَﻬﺎ‬‫ﻣﺮﻓُﻮﻋﺎ ﻟَﻜِﻦ ﺿﻌ‬
َ َ ْ َ َ َُ ْ َ  َْ َ َ َْ َ َ ُ َ َ َ ْ ً َْ

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 144


ِ  ‫ﻪ َﻻ ﻳَـﻨْـ ُﻘ ﺾ َﺧﺎ رِج اﻟ‬ُ ‫ أ َْﺟ َﻤُﻌﻮا َﻋﻠَﻰ أَﻧ‬: ‫ْﻤْﻨ ﺬِ ر‬ ِ َ َ‫ ﻗ‬. ‫ﺼ ﻼة ﻻ ﺧﺎ رِﺟﻬﺎ‬ ِ
َ َ‫ ﻓَ َﺨ ﺎﻟ‬، ‫اﺧﺘَـﻠَُﻔﻮا إِ َذ ا َوﻗَ َﻊ ﻓ َﻴﻬﺎ‬
‫ﻒ‬ ْ ‫ َو‬، ‫ﺼ َﻼة‬ ُ ‫ﺎل ا ْﺑﻦ ا ﻟ‬ َ َ َ َ  ‫َوﻗَ َﻊ َد اﺧﻞ اﻟ‬
‫ﺬِ َﻳﻦ ُﻫ ْﻢ َﺧ ْﻴ ﺮ‬‫ َﻢ ا ﻟ‬‫ﻪ َﻋﻠَْﻴﻪِ َو َﺳﻠ‬‫ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺻﻠ‬
َ ‫ﻪ‬‫َﺻ َﺤﺎب َر ُﺳﻮل اﻟﻠ‬ ْ ‫ َو َﺣﺎ َﺷﺎ أ‬، ‫ﺢ‬
ِ ٍ ِ ِ  ‫ وﺗﻤ‬، ‫ﺎل ﺑِﻪِ ا ﻟْﻘِﻴﺎس ا ﻟْﺠﻠِ ﻲ‬
ّ ‫ﺴ ُﻜﻮا ﺑ َﺤ ﺪ ﻳﺚ َﻻ ﻳَﺼ‬ ََ َ ّ َ َ َ َ‫َﻣ ْﻦ ﻗ‬
. ‫ اِ ﻧْـﺘَـ َﻬ ﻰ‬. ‫ َﻢ‬‫ﻪ ﻋَﻠَﻴْﻪِ َو َﺳﻠ‬‫ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺻﻠ‬
َ ‫ﻪ‬‫ﻪ ﺗـَ َﻌﺎ ﻟَﻰ َﺧﻠْﻒ َر ُﺳﻮل اﻟﻠ‬‫ﻀ َﺤ ُﻜﻮا ﺑَـﻴْﻦ ﻳَ َﺪ ْي اﻟﻠ‬ْ َ‫ا ﻟْﻘُُﺮون أَ ْن ﻳ‬
“Mu’alaq ini, diriwayatakan dengan sanad yang bersambung oleh Sa’id bin Mashur,
Daruquthni dan selainnya dan ini shah ih dari perkataan Jabir Rodhiyallahu anhu.
Daruquthni mengeluarkan hadit s dari jalan lain, seperti perkataan Jabir, tapi dimarfukan
kepada Nabi , namun Daruquthni mendhoifkannya. Y ang menyelisih i pendapat Jabir
Rodhiyallahu anhu adalah Ibrohim An-Nakhoo’I, Al Auzaa’I, Ats-Tsauriy, Abu Hanifah
dan sahabat-sahabatnya, mereka berkata : ‘tertawa membatalkan w udhu jika terjadi
didalam sholat bukan dilu arnya. Ibnul Mundzir berkata : ‘para ulama bersepakat bahw a
tertaw a tidak membatalkan w udhu diluar sholat, namun mereka berbeda pendapat jika
didalam sholat, yang mengatakan batal, berdalil dengan qiyas Jalliy (maksudnya, sholat
saja batal apalagi w udhu-pent.) dan berpegang dengan hadits yang tid ak shahih. Dan
tidak mungkin para sahabat Rasulullah yang mana mereka adalah manusia terbaik
sepanjang zaman, mereka tertaw a dihadapan Allah dan dibelakang Rasulullah .
Selesai”.
Kemudian Imam Ibnu Hazm dalam “Al Muhala” membabat habis orang
yang berpendapat tertawa membatalkan wudhu, kata beliau :
‫ﻳﻖ أَﺑِﻲ ا ﻟَْﻌﺎ ﻟِﻴَﺔِ َوإِﺑْـ َﺮ ِاﻫﻴ َﻢ‬
ِ ِ‫ﺎ ُﻣْﺮ َﺳ ٌﻞ ِﻣ ْﻦ ﻃَﺮ‬‫ﻪ إﻣ‬ ِ ِ ِِ ِ ِ ِِ ِ ‫ﺤ‬ ِ
ُ ‫ ﻷَﻧ‬‫إﻳﺠ ﺎب ا ﻟ ُْﻮﺿُ ﻮء ﻣﻨْ ُﻪ أَﺛـَ ًﺮ ا َواﻫﻴًﺎ ﻻ ﻳَﺼ ﺢ‬ َ ‫وﻳﻨَﺎ ﻓ ﻲ‬‫ﺎ ُر‬‫ ﻼة ﻓَﺈ ﻧ‬‫ﻚ ﻓ ﻲ اﻟ ﺼ‬ ُ ‫ﺎ اﻟ ﻀ‬‫َوأَﻣ‬
‫ﻮﺳ ﻰ َوأَﺑِﻲ‬ ِ ٍ َ‫ﺎ ﻣ ﺴﻨَ ٌﺪ ِﻣﻦ ﻃَﺮِ ِﻳﻖ أَﻧ‬‫ وإِﻣ‬،‫ﻲ‬ ِ‫ي و َﻋﻦ ا ﻟْﺤ ﺴ ِﻦ َﻋﻦ ﻣ ْﻌﺒﺪِ ْﺑ ِﻦ ﺻﺒـ ْﻴ ٍﺢ وﻣ ْﻌﺒ ﺪِ ا ﻟْﺠﻬﻨ‬ ِ‫ﺰْﻫﺮ‬ ‫ﻲ و ْاﺑ ِﻦ ِﺳﻴﺮِﻳﻦ واﻟ‬ ِ‫ﺨﻌ‬
َ ‫ﺲ َوأَﺑ ﻲ ُﻣ‬ ْ ْ ُ َ َ ُ َ ََ َُ ََ ْ َ َ ْ َ ََ َ َ ‫اﻟﻨ‬
‫ﻲ‬ ِ‫ﻌ ﺒ‬ْ ‫ﻲ َواﻟﺸ‬ ِ‫ َﺨﻌ‬‫ﻴﻢ اﻟﻨ‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫وﻳﻨﺎ إﻳﺠﺎب ا ﻟْﻮ‬‫ ور‬،‫ﻴﺢ‬ ِ ِ
َ ‫ي َوإ ﺑْـ َﺮاﻫ‬ ‫ﻮﺳ ﻰ ا ﻷَ ْﺷ َﻌﺮ‬
َ ‫ﺿﻮء ﻣْﻨ ُﻪ َﻋ ْﻦ أَﺑ ﻲ ُﻣ‬ ُ ُ َ َ َ ُ َ ِ ‫ﺼْﻴ ٍﻦ َو َﺟﺎﺑِﺮٍ َوأَﺑِﻲ ا ﻟ َْﻤﻠ‬ َ ‫ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮَة َوﻋ ْﻤ َﺮا َن ْﺑ ِﻦ ُﺣ‬
‫ﻪ ﻣِ ْﻦ ﻃَﺮِ ِﻳﻖ‬ُ ‫ﺲ ﻓَﺈِ ﻧ‬ ُ ِ‫ﻣﺎ َﺣ ﺪ‬َ‫ ﻓَﺄ‬.ِ‫َﺻ َﺤﺎﺑِﻪ‬
ٍ َ‫ﻳﺚ أَﻧ‬ ِ
ْ ‫ﺴ ِﻦ َوأَﺑِﻲ َﺣﻨﻴ َﻔَﺔ َوأ‬
َ ‫ْﺤ‬
ِ ِ
َ ‫ﻪ ْﺑ ِﻦ ا ﻟ‬‫ﻲ َو ُﻋﺒَـ ْﻴﺪ اﻟﻠ‬ ‫ﺴ ِﻦ ْﺑ ِﻦ َﺣ‬
َ ‫ْﺤ‬
ِ
َ ‫ﻲ َوا ﻟ‬ ‫ي َوا ﻷ َْو َزاﻋ‬ ِ‫ﻮر‬ْ ‫َو ُﺳْﻔَﻴﺎ َن اﻟﺜـ‬
‫ﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ‬ ‫ﻮﺳ ﻰ ﻓَﻔِﻴﻪِ ﻣُ َﺤ‬ ِ ُ ِ‫ﺎ ﺣَ ﺪ‬‫ وأَﻣ‬،‫ﻮل‬
َ ُ‫ﻳﺚ أَﺑﻲ ﻣ‬
ِ ِ ِ ِ
َ ٌ ‫ﺮ ْﺣ َﻤ ِﻦ ﺑْ ِﻦ ﻋَُﻤ َﺮ َوأَﺑ ﻲ َﺣﻴْـﻠَﺔَ َو ُﻫ َﻮ ﻣَ ْﺠ ُﻬ‬ ‫ي ﻋَ ْﻦ ﻋَﺒْ ﺪ اﻟ‬ ِ‫ﺘَﺮ‬‫ﻪ ﺑْ ِﻦ زِﻳَﺎ دَةَ اﻟﺘ‬‫أ َْﺣَﻤ َﺪ ﺑْ ِﻦ ﻋَﺒْ ﺪ اﻟﻠ‬
ِ‫ﺚ ﻋِﻤﺮانَ ﺑ ِﻦ ﺣ ﺼﻴ ٍﻦ ﻓَﻔِﻴﻪ‬ ِ ٍِ ِ ِِ ُ ِ‫ﺎ َﺣ ﺪ‬‫ َوأَﻣ‬،‫ﻮل‬
ْ َ ُ ْ َ ْ ُ ‫ﺎ َﺣ ﺪ ﻳ‬‫ﻳﺚ أَﺑِ ﻲ ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮةَ ﻓَﻔﻴﻪ َﻋ ْﺒ ُﺪ ا ﻟْ َﻜﺮِﻳ ِﻢ ْﺑ ُﻦ أَﺑِﻲ ا ﻟ ُْﻤ َﺨﺎ رِق َوُﻫ َﻮ ﻏَﻴْـ ُﺮ ﺛﻘَﺔ َوأَﻣ‬ ٌ ‫ﻧُـ َﻌ ْﻴ ٍﻢ َوُﻫ َﻮ َﻣ ْﺠ ُﻬ‬
‫ﻳﺚ أَﺑِﻲ‬ ُ ِ‫ﺎ َﺣ ﺪ‬‫ َوأَﻣ‬،‫ﻴﻒ‬ ٌ ِ‫ﺿﻌ‬ ِِ
َ ‫ﻳﺚ َﺟﺎﺑِﺮٍ ﻓَﻔﻴﻪ أَﺑُﻮ ُﺳ ْﻔﻴَﺎنَ َوُﻫ َﻮ‬ ُ ِ‫ﺎ َﺣﺪ‬‫ َوأَﻣ‬،‫ﺎن‬ ِ َ‫ﺎب ﺑﻦ ﻧﺠ ﺪةَ وﻫﻤﺎ ﺿﻌِﻴ ﻔ‬
َ َ َُ َ ْ َ ُ ْ ِ ‫ﻫ‬‫ﺎش َو َﻋ ْﺒ ُﺪ ا ﻟ َْﻮ‬ ٍ ‫إﺳ َﻤﺎﻋِﻴﻞ ْﺑ ُﻦ َﻋﻴ‬
ُ ْ
ٍ‫ أَﺛَﺮٍ ﺻ ِﺤ ٍﻴﺢ ﻣ ﺴﻨﺪ‬- ‫آن أَو‬ ِ ‫ﺠ َﺔ إﻻ ﻓِ ﻲ ا ﻟْ ُﻘﺮ‬ ‫ وﻻ ﺣ‬.‫ب‬ ِ ِ ِ
ِ ‫ﻴﺢ ﻓَﻔﻴﻪ ا ﻟْﺤﺴﻦ ْﺑﻦ د ﻳﻨَﺎ رٍ وﻫﻮ ﻣ ْﺬُﻛ‬ ِ ِ ِ
َْ ُ َ ْ ْ ُ َ ‫ﻮر ﺑﺎﻟْ َﻜ ﺬ‬ ٌ َ َ َُ ُ َُ َ ِ ‫ا ﻟ َْﻤﻠ‬
“Adapun tertaw a dalam sholat, maka yang diriwayatkan yang sampai kepada kita
tentang wajibnya w udhu adalah atsar yang lemah yang tidak shahih, baik it u mursal
yaitu dari jalannya Abil ‘Aliyah, Ibrohim An Nakho’iy, Ibnu Siriin, Az Zuhriy, dari Al
Hasan dari Ma’bad bin Subaih dan dari Ma’bad Al Juhaniy. Atau ia musnad dari jalan
Anas, Abu Musa, Abu Huroiroh, Imron bin Hushoin, Jabir dan Abu Maliih Rodhiyallahu
anhum.
Diriwayatkan pendapat yang mew ajibkan w udhu dari Abu Musa Al Asy’ariy, Ibrohim An
Nakho’iy, Sya’biy, Sufyan Ats-Tsauriy, Al Auzaa’I, Al Hasan bin Haiy, Abdullah bin
Hasan, Abu Hanifah dan sahabatnya.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 145


Adapun hadit s Anas Rodhiyallahu anhu dari jalan Ahmad bin Abdullah bin Ziyaadah At
Tatariy dari Abdur Rokhman bin Umar dan Abi Hailah itu perow i majhul. Hadits Abu
Musa didalam sanadnya ada Muhammad bin Nu’aim, perow i yang majhul. Hadits Abu
Huroiroh didalam sanadnya ada Abdul karim bin Abil Muhariq, perow i yang tidak tsiqoh.
Dan hadits Imron bin Husoin didalamnya ada Ismail bin ‘Ayyaasy dan Abdul Wahhab bin
Najdah keduanya perowi dhoif. Hadits Jabir didalamnya ada Abu Sufyan perow i yang
dhoif. Dan terakhir hadits Abil Maliih didalamnya ada Hasan bin Dinar ia disebutkan
sebagai pendusta. Maka tidak ada hujjah kecuali pada Al Qur’an atau atsar yang shahih
yang musnad (bersambung sampai kepada Nabi )”.
Perkataan Imam Hasan Al bashri bahwa jika seorang memotong
rambut atau kukunya atau melepas sepatunya, tidak perlu berwudhu lagi
(maksudnya ketika sebelumnya dalam keadaan suci sudah berw udhu-pent.).
Al Hafidz berkata :
‫ْﺤ َﻜ ﻢ ْﺑﻦ‬ ِ ِ ِ ِ ِ ٍ‫ﻌﻠِﻴﻖ ﻋْﻨﻪ ﻟِﻠْﻤﺴﺄَﻟَﺔِ ْاﻷُوﻟَﻰ وﺻﻠَﻪ ﺳﻌِﻴﺪ ﺑﻦ ﻣ ْﻨ ﺼﻮر و اﺑﻦ ا ﻟْﻤ ْﻨﺬِ ر ﺑﺈِ ﺳﻨﺎد‬‫واﻟﺘـ‬
َ ‫ﻚ ُﻣ َﺠﺎﻫ ﺪ َو ا ﻟ‬
َ ‫ َوا ﻟ ُْﻤ َﺨﺎﻟﻒ ﻓﻲ َذ ﻟ‬. ‫ﺻ ﺤﻴﺢ‬ َ َْ ُ َْ ُ َ ْ َ َُ َ ْ َ َُ ْ َ
‫ﻚ‬ ِ ِ ِ ِ ِ
ِْ ‫ وﻧَـ َﻘ ﻞ ا ْﺑﻦ ا ﻟْﻤ ْﻨﺬ ر أَن‬. ‫ﺿﻮء‬ ِ ِ
َ ‫ﺮ َﻋﻠَﻰ ﺧ َﻼ ف َذ ﻟ‬‫اﻹ ْﺟ َﻤﺎع ا ْﺳﺘَـ َﻘ‬ ُ َ َ ُ ‫ﺰ َﺷﺎرﺑﻪ ﻓـَ َﻌﻠَ ْﻴﻪ ا ﻟ ُْﻮ‬ ‫ﺺ أَﻇَْﻔﺎرﻩ أ َْو َﺟ‬
 َ‫ َﻣ ْﻦ ﻗ‬: ‫ﻤﺎد ﻗَﺎ ﻟُﻮا‬‫ُﻋﺘَـ ْﻴﺒَﺔ َو َﺣ‬
“Mua’laq pada perkataan yang pertama dari Hasan Al Bashri disambungkan sanadnya
oleh Sa’id bin Manshur dan Ibnul Mundzir dengan sanad yang shahih. Yang menyelisihi
pendapat ini adalah Mujahid, Al Hakan bin ‘Utaibah dan Hammaad, mereka berkata :
‘barangsiapa yang memotong kukunya atau kumisnya, maka w ajib berwudhu lagi’. Ibnu
Mundzir menukil bahwa ijma menetapkan bahwa hal tersebut tidak membatalkan
w udhu, sekalipun diakui ada perselisihan terhadapnya”.
Imam Syafi’I dalam “Al Umm” (1/36) berkata :
‫ﻓﻤﻦ ﺗﻮﺿﺄ ﺛﻢ أﺧﺬ ﻣﻦ أﻇﻔﺎرﻩ ورأﺳﻪ وﻟﺤﻴﺘﻪ وﺷﺎرﺑﻪ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻋﻠﻴﻪ إﻋﺎدة وﺿﻮء وﻫﺬا زﻳﺎدة ﻧﻈﺎﻓﺔ وﻃﻬﺎرة‬
“Barangsiapa yang berwudhu lalu memotong kukunya, atau rambutnya, atau
jenggotnya, atau kumisnya tidak perlu mengulangi wudhunya, bahkan in i adalah
tambahan untuk kebersihan dan kesucian”.
Perkataan sahabat Abu Huroiroh Rodhiyallahu anhu bahwa tidak ada
wudhu kecuali karena hadats, secara mua’alaq ini diriwayatkan dengan
sanad bersambung, kata Al Hafidz :
‫ـ ْﺮِﻣ ﺬِ ّي ِﻣ ْﻦ ﻃَﺮِﻳﻖ‬‫ َو َرَو ُاﻩ أ َْﺣ َﻤ ﺪ َوأَﺑُﻮ َد ُاو َد َواﻟﺘ‬، ‫ﺎﻫﺪ َﻋ ْﻨُﻪ َﻣْﻮﻗُﻮﻓًﺎ‬
ِ ‫ﺎﺿ ﻲ ﻓِ ﻲ ْاﻷَﺣ َﻜﺎم ﺑِﺈِﺳﻨﺎدٍ ﺻ ِﺤﻴﺢ ِﻣﻦ ﻃَﺮِﻳﻖ ﻣ ﺠ‬
َُ ْ َ َْ ْ
ِ ‫وﺻﻠَﻪ إِﺳﻤﺎﻋِﻴﻞ ا ﻟْ َﻘ‬
َْ ُ َ َ
" ‫ﺻﺎﻟِﺢ ﻋَ ْﻦ أَﺑِﻴﻪِ ﻋَﻨْ ُﻪ َﻣ ْﺮﻓُﻮﻋًﺎ َوزَادَ " أ َْو رِﻳﺢ‬ ِ
َ ‫ﺷُ ْﻌﺒَﺔ ﻋَ ْﻦ ُﺳ َﻬﻴْ ﻞ ﺑْﻦ أَﺑ ﻲ‬
“Ismail Al Qodhi dalam “Al Ahkam” dengan sanad shahih dari jalan Mujahid dari Abu
Huroiroh secara mauquf. Diriwayatkan Ahmad, Abu Daw ud, Tirmidzi dari jalan Syu’bah
dari Suhail bin Abi Sholih dari Bapaknya dari Abu Huroiroh secara marfu (sampai ke
Nabi ) dengan tambahan atau kentut”.
Sebelumnya telah dinukil ijma dari Imam Ibnul Mundzir bahwa wudhu
batal karena hadats, kata beliau dalam kitab “Al Ijma” :

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 146


‫وأﺟﻤﻌﻮا ﻋﻠﻰ أن ﺧﺮوج اﻟﻐﺎﺋﻂ ﻣﻦ اﻟﺪﺑﺮ وﺧﺮوج اﻟﺒﻮل ﻣﻦ اﻟﺬﻛﺮ وﻛﺬﻟﻚ اﻟﻤﺮأة وﺧﺮوج اﻟﻤﻨﻲ وﺧﺮوج اﻟﺮﻳﺢ ﻣﻦ اﻟﺪﺑﺮ وزوال‬
‫اﻟﻌﻘﻞ ﺑﺄي وﺟﻪ زال اﻟﻌﻘﻞ أﺣﺪاث ﻳﻨﻘﺾﻛﻞ واﺣﺪ ﻣﻨﻬﺎ اﻟﻄﻬﺎرة وﻳﻮﺟﺐ اﻟﻮﺿﻮء وأﺟﻤﻌﻮا ﻋﻠﻰ أن دم اﻻﺳﺘﺤﺎﺿﺔ ﻳﻨﻘﺾ‬
‫اﻟﻄﻬﺎرة واﻧﻔﺮد رﺑﻴﻌﺔ وﻗﺎل ﻻ ﻳﻨﻘﺾ اﻟﻄﻬﺎرة‬
“para ulama bersepakat bahwa keluarnya kotoran dari dubur dan keluarnya kencing
dari kemalu an laki-laki, demikian juga w anita, keluarnya sperma, kentut dari dubur,
hilang akal, karena apapun sebabnya, semuanya membatalkan kesucian dan w ajib
w udhu lagi. Para ulama juga sepakat bahw a darah haidh membatalkan w udhu, Robiah
bersendirian dengan mengatakan bahwa hadih tidak membatalkan w udhu”.
Perkataan Jabir Rodhiyallahu anhu, dikatakan oleh Al Hafidz :
‫ َوأ َْﺧ َﺮ َﺟ ُﻪ أ َْﺣ َﻤ ﺪ َوأَﺑُﻮ َد ُاو َد‬. ‫ﻮًﻻ‬َ‫ﺴﺎر َﻋ ْﻦ َﻋﻘِﻴﻞ ْﺑ ِﻦ َﺟﺎﺑِﺮ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻴﻪِ ُﻣﻄ‬
َ َ‫ﺻ َﺪﻗَﺔ ْﺑﻦ ﻳ‬
ِ َ َ‫ﺻﻠَُﻪ اِْﺑﻦ إِ ْﺳ َﺤﺎق ﻓِ ﻲ ا ﻟ َْﻤﻐَﺎ زِي ﻗ‬
َ ‫ﺪ ﺛَﻨ ﻲ‬ ‫ َﺣ‬: ‫ﺎل‬ َ ‫َو‬
‫ َوﻋَﻘِﻴﻞ ﺑِﻔَﺘْ ِﺢ ا ﻟْﻌَﻴْﻦ َﻻ‬، ‫ َوﺷَﻴْﺨﻪ ﺻَ َﺪﻗَﺔ ﺛِﻘَﺔ‬، ‫ّﻬﻢ ِﻣ ْﻦ ﻃَﺮِﻳﻖ اِﺑْﻦ إِ ْﺳ َﺤﺎق‬ ِ ‫ﺎن وا ﻟ‬‫ﺤ ﺤﻪ اِﺑْﻦ ُﺧﺰﻳْﻤﺔَ وا ﺑْﻦ ِﺣﺒ‬ ‫ﺪ ارﻗُﻄْﻨِﻲ وﺻ‬ ‫واﻟ‬
ْ ‫ْﺤﺎﻛ ﻢ ُﻛﻠ‬ َ َ َ ََ َُ َ َ ّ َ َ
ِ
. ‫ف ﻓِ ﻲ ا ﺑْﻦ إِ ْﺳ َﺤﺎق‬ ِ ‫ْﺨ َﻼ‬ ِ
ِ ‫ أَو ﻟِﻠ‬، ‫ أَو ﻟِ َﻜﻮﻧِﻪِ ا ْﺧﺘ ﺼﺮﻩ‬، ‫ﻒ‬‫ وﻟِﻬ َﺬ ا ﻟَﻢ ﻳ ﺠﺰِم ﺑِﻪِ ا ﻟْﻤﺼﻨ‬، ‫أَ ْﻋﺮِف راوِﻳﺎ ﻋﻨْﻪ ﻏَﻴﺮ ﺻﺪﻗَﺔ‬
ْ ََُ َ ْ ْ َ ُ ْ َ ْ َ َ ََ ْ ُ َ ً َ
“Disambungkan oleh Ibnu Ishaq dalam “Al Maghaziy”, ia berkata : ‘ haddatsanii
Shodaqoh bin Y asaar dari ‘Aqiil bin Jabir dari Bapaknya Jabir bin Abdullah Rodhiyallahu
anhu secara panjang. Diriwayakan oleh Ahmad, Abu Dawud dan Daruquthni,
dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim semuanya dari jalan Ibnu
ishaq. Syaikhnya Ibnu Ishaq, shodaqoh tsiqoh, ‘Aqiil dengan fathah ‘ain, aku tidak
mengetahui perowi yang meriwayatkan darinya selain Shodaqoh. Oleh karenanya Imam
Bukhori tid ak menjazmkannya (memastikan keshahihannya), atau karena beliau
meringkasnya atau karena perbedaan status Ibnu Ishaq”.
Imam Al Albani menshahihkan hadits ini didalam “Tamamul Minnah”.
Riwayat Hasan Bashri yang kedua, ditulis dengan sanad yang
shahih bersambung sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidz. Atsar Thawus,
kata Al Hafidz :
، ‫ﻮء ا‬ ِ ِ ٍ‫ وأَﺛَﺮﻩ ﻫ َﺬ ا وﺻﻠَﻪ اِﺑﻦ أَﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔ ﺑﺈِ ﺳﻨﺎد‬، ‫ﺎﺑِﻌِ ﻲ ا ﻟْﻤ ْﺸﻬﻮر‬‫ﻫﻮ اِ ﺑﻦ َﻛﻴﺴﺎنَ اﻟﺘ‬
ً ُ‫م ُوﺿ‬‫ُﻪ َﻛﺎنَ َﻻ ﻳَـَﺮى ﻓ ﻲ اﻟ ﺪ‬‫ﺻ ﺤﻴﺢ َوﻟَْﻔﻈﻪ " أَﻧ‬
َ َ ْ َ َْ ْ َُ َ َ َ ُ َ ّ َ ْ ْ َُ
" ‫ َﺣ ْﺴﺒﻪ‬‫م ﺛُﻢ‬‫ﻳَـﻐْ ِﺴ ﻞ َﻋﻨْ ُﻪ اﻟ ﺪ‬
“yaitu Ibnu Kaisaan, Tabi’I masyhur. Atsarnya ini disambungkan sanadnya oleh Ibnu
Abi Syaibah dengan sanad shahih, lafadznya : ‘bahw a Thawus tidak memandang
keluarnya darah harus berw udhu lagi, ia cukup mandi karena darah yang keluar”.
Berikutnya adalah atsar Muhammad bin Ali dan Athoo’, kata Al Hafidz :
‫ﻤﻮﻳَﺔ ِﻣ ْﻦ ﻃَ ِﺮﻳﻖ‬ ‫ﺴ‬ ِ ِ ِ ِ ‫ﻮﻻ ﻓِﻲ ﻓَـﻮاﺋِﺪ ا ﻟ‬ ِ ِ ِ
َ ‫ْﺤﺎﻓﻆ أَﺑ ﻲ ﺑ ْﺸ ﺮ ا ﻟ َْﻤْﻌ ُﺮوف ﺑ‬ َ َ ً‫ﺻ‬ ُ ‫ﺎﻩ َﻣ ْﻮ‬
ُ َ‫وﻳﻨ‬‫ َوأَﺛَﺮﻩ َﻫ َﺬ ا ُر‬، ‫ﺴ ْﻴﻦ ْﺑﻦ َﻋﻠ ّﻲ أَﺑُﻮ َﺟ ْﻌ َﻔﺮ ا ﻟْﺒَﺎﻗﺮ‬َ ‫ْﺤ‬
ُ ‫ا ْﺑﻦ ا ﻟ‬
‫ َو َﻋﻄَﺎء ُﻫ َﻮ اِْﺑﻦ أَﺑِﻲ‬. ‫ﺿﻮء‬ ِ ِ
ُ ‫ﺎل ﻧَـَﻬﺮ ﻣ ْﻦ َدم َﻣﺎ أ ََﻋ ْﺪ ت ﻣْﻨ ُﻪ ا ﻟ ُْﻮ‬
َ ‫ ﻟَْﻮ َﺳ‬: ‫ﺎل‬َ ‫ ﻓَـ َﻘ‬، ‫ﺮ َﻋﺎف‬ ‫ َﺳﺄَﻟْﺖ أََﺑﺎ َﺟ ْﻌ َﻔﺮ اﻟْﺒَﺎﻗِﺮ َﻋ ْﻦ اﻟ‬: ‫ﺎل‬ َ َ‫ْاﻷَْﻋ َﻤ ﺶ ﻗ‬
. ‫اق ﻋَ ْﻦ اِﺑْﻦ ُﺟ َﺮﻳْ ٍﺞ ﻋَﻨْ ُﻪ‬‫ﺮز‬ ‫ﺻﻠَُﻪ ﻋَﺒْ ﺪ اﻟ‬
َ ‫َرﺑَﺎح َوأَﺛَﺮﻩ َﻫ َﺬ ا َو‬
“Muhammad bin Ali Ibnul Husain bin Ali Abu Ja’far Al Baaqir. Atsar ini diriw ayatkan
dengan sanad bersambung dalam Faw aaidul Hafidz Abi Bisyr yang dikenal dengan

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 147


tsammuyah dari jalan Al A’masy ia berkata : ‘aku bertanya kepada Abu Ja’far Al Baqir
tentang mimisan’, maka jaw abnya : ‘seandainya darah mengalir seperti sungai, tidak
perlu ia mengulangi w adhunya’.
‘Athoo bin Abi Robah, atsarnya in i diriw ayatkan secara bersambung oleh Abdur Rozaq
dari Ibnu Juraij darinya”.
Adapun ahlu hijaz, Al Hafidz berkata :
‫اق ِﻣ ْﻦ ﻃَﺮِ ﻳﻖ أَﺑِﻲ ُﻫَﺮ ﻳْـ َﺮة َو َﺳﻌِﻴﺪ ﺑْﻦ‬‫ﺮز‬ ‫ َوﻗَ ْﺪ َرَواﻩُ ﻋَﺒْ ﺪ اﻟ‬. َ‫ﻮن‬‫ﻳﻦ ﻗـَﺒْ ﻞ ِﺣ َﺠﺎ زِﻳ‬ ِ َ ‫ اﻟﺜ‬‫ﺎص ؛ ِﻷَن‬
َ ‫ﻼ ﺛَﺔ ا ﻟَْﻤ ْﺬُﻛﻮ ر‬ ّ ‫ْﺨ‬
ِ
َ ‫ُﻫ َﻮ ﻣ ْﻦ ﻋَﻄْﻒ ا ﻟ َْﻌﺎمّ ﻋَﻠَﻰ ا ﻟ‬
‫ﺰﻧَﺎد َﻋ ْﻦ‬ ‫ﺿﻲ ِﻣ ْﻦ ﻃَﺮِﻳﻖ أَﺑِﻲ اﻟ‬ ِ ‫َﺧﺮﺟﻪ إِﺳﻤ ﺎﻋِﻴﻞ ا ﻟْﻘَﺎ‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ْ ُ َ َ ْ ‫ َوأ‬، ‫ﺐ‬‫ﺴﻴ‬ َ ‫ َوأ َْﺧ َﺮ َﺟ ُﻪ ا ْﺑﻦ أَﺑﻲ َﺷ ْﻴﺒَﺔ ﻣ ْﻦ ﻃَﺮﻳﻖ ا ْﺑﻦ ُﻋَﻤﺮ َو َﺳﻌﻴﺪ ْﺑﻦ ا ﻟْ ُﻤ‬، ‫ُﺟﺒَـْﻴﺮ‬
. ‫ﺎﻓِﻌِ ّﻲ‬‫ﺴﺒْـ َﻌﺔ ِﻣ ْﻦ أ َْﻫ ﻞ ا ﻟَْﻤ ﺪِ ﻳﻨَﺔ َوُﻫ َﻮ ﻗـَْﻮل َﻣﺎﻟِﻚ َواﻟ ﺸ‬
 ‫ا ﻟْ ُﻔَﻘ َﻬﺎء اﻟ‬
“ini adalah athof (penyambungan) yang umum kepada yang khusus, karena ketiga
ulama yang disebutkan sebelumnya adalah orang-orang Hijaz. Abdur Rozaq
meriw ayatkan dari jalan Abu Huroiroh dan Sa’id bin Jubair, Ibnu Abi Syaibah
meriw ayatkan dari jalan Ibnu Umar dan Sa’id ibnul Musayyib, Ismail Al Qodhi
meriw ayatkan dari jalan Abiz Zinaad dari ahli fiq ih 7 penduduk Madinah dan ini juga
adalah pendapatnya Malik dan Syafi’I”.
Adapun atsar Ibnu Umar yang memencet jerawatnya, kata Al Hafidz :
" ‫ ﻰ‬‫ﺻﻠ‬ ِ ٍ‫وﺻﻠَﻪ اِﺑﻦ أَﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔ ﺑِﺈِ ﺳﻨﺎد‬
َ ‫ﺄ " ﺛُﻢ‬‫ﺻﺤﻴﺢ َوزَادَ ﻗـَﺒْ ﻞ ﻗـَ ْﻮﻟﻪ َوﻟَ ْﻢ ﻳَـﺘَـ َﻮﺿ‬
َ َ ْ َ َْ ْ َُ َ
“Disambungkan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad shahih dan terdapat tambahan
sebelumnya “tidak berwudhu”, lalu beliau sholat”.
Dahaknya Ibnu Abi Aufa, atsarnya kata Al Hafidz :
.‫ﻚ‬ ِ ِ  ‫ﻮرِي ﻓِ ﻲ ﺟ ِﺎﻣﻌﻪ ﻋﻦ ﻋﻄَﺎء ﺑﻦ اﻟ‬‫ وأَﺛَﺮﻩ ﻫ َﺬ ا وﺻﻠَﻪ ﺳ ْﻔﻴﺎن ا ﻟﺜـ‬، ‫ ﺤﺎﺑِﻲ‬‫ ﺤﺎﺑِﻲ اِﺑﻦ اﻟ ﺼ‬‫ﻪ اﻟ ﺼ‬‫ﻫﻮ ﻋ ﺒ ﺪ اﻟﻠ‬
َ ‫آﻩ ﻓـََﻌ َﻞ َذ ﻟ‬
ُ ‫ﻪ َر‬ُ ‫ﺴﺎﺋﺐ أَﻧ‬ ْ َ َْ َ ّ ْ َ ُ َُ َ َ َ ّ َ ْ ّ َ َْ َُ
ِ
. ‫ﺻ ﺤﻴﺢ‬ ِ ِ ِ ِ
ِْ َ‫وﺳْﻔَﻴﺎن ﺳﻤﻊ ﻣ ْﻦ َﻋﻄَﺎء ﻗـَ ْﺒ ﻞ ا ْﺧﺘ َﻼ ﻃﻪ ﻓ‬
َ ‫ﺎﻹ ْﺳﻨَﺎد‬ َ َ َُ
“beliau adalah Abdullah seorang sahabat anak seorang sahabat. Atsarnya ini
diriwayatkan secara bersambung oleh Sufyan Ats-Tsauri dalam “Jaami’nya” dari ‘Athoo
ibnus Saaib bahwa ia melihat Ibnu Abi Aufa melakukannya. Sufyan mendengar ‘Athoo’
sebelum bercampur hapalannya, maka sanadnya shahih”.
Perkataan Ibnu Umar tentang orang yang berbekam, kata Al Hafidz :
ِ ‫ﺎﻓِﻌِ ﻲ واﺑﻦ أَﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔ ﺑِﻠَْﻔ ِﻆ " َﻛﺎنَ إِذَ ا اِﺣﺘ ﺠ ﻢ ﻏَﺴﻞ ﻣ ﺤ‬‫وﺻﻠَﻪ اﻟ ﺸ‬
" ‫ﺎﺟﻤﻪ‬ َ َ ََ َ ََْ َ َْ َّْ َُ َ
“Disambungkan sanadnya oleh Syafi’I dan Ibnu Abi Syaibah dengan lafadz : “adalah
Ibnu Umar jika berbekam, (hanya) mencuci bekas bekamnya saja”.
Sedangkan perkataan Hasan Al Bashri, kata Al Hafidz :
ِ ‫ﺎل ﻳـ ْﻐ ِﺴﻞ أَﺛَﺮ ﻣﺤ‬ ِ ِ ِ ِ ‫وأَﺛﺮﻩ ﻫ َﺬ ا و‬
" ‫ﺎﺟﻤﻪ‬ ََ ً ‫ﺻ ﻠَُﻪ ا ْﺑﻦ أَﺑِﻲ َﺷ ْﻴﺒَﺔ أ َْﻳ‬
َ َ َ‫ﺮ ُﺟ ﻞ ﻳَ ْﺤﺘَﺠ ﻢ َﻣﺎ َذ ا َﻋﻠَْﻴﻪ ؟ ﻗ‬‫ﻪ ُﺳﺌ َﻞ َﻋ ْﻦ اﻟ‬ُ ‫ﻀﺎ َوﻟَْﻔﻈﻪ " أَﻧ‬ َ َ َ ََ
“Atsarnya in i, disambungkan ole h Ibnu Abi Syaibah juga dengan lafadz : ‘beliau ditanya
oleh seseorang yang berbekam, apa yang w ajib baginya?, beliau menjaw ab : ‘dicuci
bekas darahnya’”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 148


Berkata Imam Bukhori :
- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺎل اﻟﻨ‬
َ َ‫ى َﻋ ْﻦ أَﺑِﻰ ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮةَ ﻗَﺎ َل ﻗ‬ ٍ ِ‫ﺐ َﻋﻦ ﺳﻌ‬ ِ ِ ٍ َ‫ﺪﺛـََﻨﺎ آ َد ُم ﺑْ ُﻦ أَﺑِﻰ إِﻳ‬ ‫ َﺣ‬- 176
 ِ‫ﻴﺪ اﻟ َْﻤﻘُْﺒ ﺮ‬ َ ْ ٍ ْ‫ﺪﺛـََﻨﺎ اﺑْ ُﻦ أَﺑ ﻰ ذﺋ‬ ‫ﺎل َﺣ‬َ َ‫ﺎس ﻗ‬
.«‫ث‬ ْ ِ‫َﻢ ﻳُ ْﺤﺪ‬ ِ ِِ ِ ٍ ‫ال اﻟْﻌﺒ ُﺪ ﻓِ ﻰ‬
ْ ‫ َﻣﺎ ﻟ‬، َ‫ ﻼَة‬‫ﺻﻼَة َﻣﺎ َﻛﺎ َن ﻓ ﻰ اﻟ َْﻤ ْﺴﺠ ﺪ ﻳَـﻨَْﺘﻈ ُﺮ اﻟﺼ‬ َ ْ َ ُ ‫ » ﻻَ ﻳـَ َﺰ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
َ‫ﺮﻃَﺔ‬ ِ ُ ‫ﻮ‬‫ﺎل اﻟﺼ‬ ُ ‫ﻰ َﻣﺎ اﻟْ َﺤ َﺪ‬ ‫ﺎل َر ُﺟ ٌﻞ أَﻋْ َﺠ ِﻤ‬
ْ ‫ ﻳَـﻌْﻨ ﻰ اﻟﻀ‬. ‫ت‬ ْ َ َ‫ث ﻳَﺎ أَﺑَﺎ ﻫُ َﺮﻳْـ َﺮةَ ﻗ‬ َ َ‫ﻓـَﻘ‬
43). Hadits no. 176
“Haddatsanaa Adam bin Abi Iyaas ia berkata, haddatsanaa Ibnu Abi Dzi’b dari Sa’id Al
Maqbariy dari Abi Huroiroh ia berkata, Nabi bersabda : “Senantiasa seorang hamba
dihitung masih mengerjakan sholat, selama ia di masjid menunggu sholat, se lama tidak
berhadats”. Seorang Ajam bertanya kepada Abu Huroiroh Rodhiyallahu anhu, apa itu hadats
wahai Abu Huroiroh? Beliau menjawab : ‘suara, yakni kentut’”.
HR. Muslim no. 1543.

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu biografinya sebelumnya.

Berkata Imam Bukhori :


‫ ﺻﻠﻰ اﷲ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﻤ ِﻪ َﻋ ِﻦ اﻟﻨ‬ ‫ﻴﻢ َﻋ ْﻦ َﻋ‬
ٍ ‫ﺒﺎ ِد ﺑْ ِﻦ ﺗَ ِﻤ‬‫ى َﻋ ْﻦ َﻋ‬ َ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ أَﺑُﻮ اﻟ َْﻮﻟِﻴ ِﺪ ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 177
 ِ‫ﺰ ْﻫ ﺮ‬ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ اﺑْ ُﻦ ُﻋﻴَـﻴْـَﻨ َﺔ َﻋ ِﻦ اﻟ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
« ‫ﺻ ْﻮﺗًﺎ أ َْو ﻳَ ِﺠ َﺪ رِﻳ ًﺤﺎ‬
َ ‫ﺘﻰ ﻳَ ْﺴ َﻤ َﻊ‬‫ف َﺣ‬ ْ ِ‫ﺼﺮ‬
َ ‫ﺎل » ﻻَ ﻳـَ ْﻨ‬ َ َ‫ ﻗ‬- ‫ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬

44). Hadits no. 177


“Haddatsanaa Abul Waliid ia berkata, haddatsanaa Ibnu Uyainah dari Az Zuhriy dari
‘Abbaad bin Tamiim dari pamannya dari Nabi , Beliau bersabda : “janganlah engkau
berpaling (dalam sholatmu-pent.), sampai mendengar suara atau mencium baunya”.
HR. Muslim no. 830

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu biografinya sebelumnya.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 149


Berkata Imam Bukhori :
‫ﻤ ٍﺪ اﺑْ ِﻦ‬ ‫ى َﻋ ْﻦ ُﻣ َﺤ‬
 ِ‫ﻮر‬ْ ‫ﺶ َﻋ ْﻦ ُﻣ ْﻨ ِﺬرٍ أَﺑِﻰ ﻳَـ ْﻌﻠَ ﻰ اﻟﺜـ‬ِ ‫ﻳﺮ َﻋ ِﻦ اﻷَ ْﻋ َﻤ‬ٌ ِ‫ﺪﺛـََﻨﺎ َﺟ ﺮ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
ٍ ِ‫ﺪﺛـََﻨﺎ ﻗـُﺘـﻴﺒﺔُ ﺑﻦ ﺳﻌ‬ ‫ ﺣ‬- 178
َ َ‫ﻴﺪ ﻗ‬ َ ُ ْ َْ َ َ
ُ ‫ ﻓَﺄ ََﻣ ْﺮ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
‫ت‬ َ ‫َل َر ُﺳ‬َ ‫َﺳﺄ‬
ْ ‫ﺖ أَ ْن أ‬ ُ ‫ﺎﺳَﺘ ْﺤﻴَـ ْﻴ‬
ْ َ‫ ﻓ‬، ‫اء‬ ً ‫ﺬ‬ ‫ﺖ َر ُﺟ ﻼً َﻣ‬ُ ْ‫ﻰ ُﻛﻨ‬ ِ‫ﺎل ﻋَﻠ‬ َ َ‫ﺔِ ﻗ‬‫ْﺤﻨَﻔِﻴ‬
َ َ‫ﺎل ﻗ‬ َ ‫اﻟ‬
ِ ‫ َوَرَواﻩُ ُﺷﻌْﺒَﺔُ ﻋَ ِﻦ ا ﻷَﻋْ َﻤ‬. « ‫ﻮء‬
‫ﺶ‬ ِ ِ َ َ‫اﻟْ ِﻤﻘْ َﺪا دَ ﺑﻦ ا ﻷَﺳﻮ ِد ﻓَﺴﺄَﻟَﻪُ ﻓـَﻘ‬
ُ ُ‫ﺎل » ﻓﻴﻪ اﻟ ُْﻮﺿ‬ َ َْ َْ
45). Hadits no. 178
“Haddatsanaa Qutaibah bin Sa’id ia berkata, haddatsanaa Jariir dari Al A’masy dari
Mundzir Abi Ya’laa Ats-Tsauriy dari Muhammad ibnul Hanafiyyah ia berkata, Ali
Rodhiyallahu anhu berkata : ‘aku adalah seorang yang sering keluar madzi, namun aku segan
untuk bertanya kepada Rasulullah , maka aku meminta Al Miqdaad ibnul Aswad, lalu
beliau pun bertanya’. Jawab Nabi : “wajib berwudhu”. Diriwayatkan Syu’bah dari Al
A’masy.
HR. Muslim no. 721

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu biografinya sebelumnya.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﺎء ﺑْ َﻦ ﻳَ َﺴﺎرٍ أَ ْﺧﺒَـ َﺮُﻩ أَ ْن َزﻳْ َﺪ ﺑْ َﻦ‬ ِ
َ َ‫ن َﻋﻄ‬ َ‫ﺪﺛـََﻨﺎ َﺷ ْﻴَﺒﺎ ُن َﻋ ْﻦ ﻳَ ْﺤَﻴﻰ َﻋ ْﻦ أَﺑﻰ َﺳﻠَ َﻤ َﺔ أ‬ ‫ﺺ َﺣ‬
ٍ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﺳ ْﻌ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﺣ ْﻔ‬ ‫ َﺣ‬- 179
ُ‫ﺄ‬‫ﺎل ُﻋﺜْ َﻤﺎ ُن ﻳَـﺘَـ َﻮﺿ‬ َ ‫ﺖ إِذَا َﺟ‬
َ َ‫ﺎﻣ َﻊ ﻓـَﻠَ ْﻢ ﻳُ ْﻤ ِﻦ ﻗ‬ ُ ْ‫ ﻗـُﻠ‬- ‫ رﺿﻰ اﷲ ﻋﻨﻪ‬- ‫ﻔﺎ َن‬ ‫ُﻪ َﺳﺄ ََل ُﻋﺜْ َﻤﺎ َن ﺑْ َﻦ َﻋ‬‫َﺧﺎﻟِ ٍﺪ أَ ْﺧﺒَـ َﺮُﻩ أَﻧ‬
َ ْ‫ﺖ أ ََرأَﻳ‬
ُ ‫ ﻓَ َﺴﺄَﻟ‬. - ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
‫ْﺖ‬ ِ ‫ﺎل ﻋُﺜْﻤﺎ ُن ﺳ ِﻤ ْﻌُﺘ ُﻪ ِﻣﻦ رﺳ‬
َُ ْ
ِ ِ ِ
َ َ َ َ‫ ﻗ‬. ُ‫ َوﻳَـﻐْﺴ ُﻞ ذَ َﻛ َﺮﻩ‬، ‫ ﻼَة‬‫ﺄُ ﻟ ﻠﺼ‬‫َﻛ َﻤﺎ ﻳَـﺘَـ َﻮﺿ‬
‫ﻚ‬َ ِ‫ ﻓَﺄ ََﻣ ُﺮوﻩُ ﺑِ َﺬﻟ‬- ‫ رﺿﻰ اﷲ ﻋﻨﻬﻢ‬- ‫ﺐ‬ ٍ ْ‫ﻰ ﺑْ َﻦ َﻛﻌ‬ َ‫ َوأُﺑ‬، َ‫ َوﻃَﻠْ َﺤﺔ‬، ‫ﺰﺑَـﻴْـ َﺮ‬ ‫ َواﻟ‬، ‫ﺎ‬‫ﻚ ﻋَﻠِﻴ‬
َ ِ‫ﻋَ ْﻦ ذَﻟ‬
46). Hadits no. 179
“Haddatsanaa Sa’ad bin Hafsh, haddatsanaa Syaibaan dari Yahya dari Abi Salamah bahwa
‘Athoo’ bin Yasaar mengabarinya bahwa Zaid bin Khoolid mengabarinya, bahwa ia bertanya
kepada Ustman bin ‘Affaan Rodhiyallahu anhu, aku bertanya : ‘bagaimana pendapatmu, jika
seorang berhubungan badan, namun tidak keluar sperma?’. Ustman menjawab : ‘ia berwudhu,
seperti wudhunya sholat, dan mencuci dzakarnya’. Ustman berkata : ‘aku mendengarnya dari
Rasulullah . Aku juga bertanya kepada Ali, Zubair, Tholhah dan Ubay bin Ka’ab
Rodhiyallahu anhum, semuanya memerintahkan seperti itu”.
HR. Muslim no. 807

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 150


Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu biografinya sebelumnya, kecuali :

1. Nama :Abu Muhammad sa’ad bin Hafsh Adh-Dhohmu


Kelahiran :-
Negeri tinggal :Kufah
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Daruquthni dan Imam Ibnu
Hibban.
Hubungan Rowi : Syaibaan bin Abdur Rokhman adalah salah seorang
gurunya, sebagaimana ditulis oleh Imam Al Mizzi.

2. Yahya adalah Ibnu Abi Katsiir, sedangkan Abu Salamah adalah ibnu Abdir
Rohkman bin ‘Auf

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Berkata Imam Bukhori :


ٍ ِ‫ﺎل أَ ْﺧﺒـ ﺮﻧَﺎ ُﺷﻌﺒ ُﺔ َﻋ ِﻦ اﻟْﺤ َﻜ ِﻢ َﻋﻦ ذَ ْﻛﻮا َن أَﺑِﻰ ﺻﺎﻟِ ٍﺢ َﻋﻦ أَﺑِﻰ ﺳﻌ‬
‫ﻴﺪ‬ َ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ إِ ْﺳ َﺤﺎ ُق ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 180
َ ْ َ َ ْ َ َْ َ َ َ َ‫ﻀ ُﺮ ﻗ‬ ْ ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ اﻟﻨ‬
‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺎل اﻟﻨ‬ ِ ِ َ ‫ن رﺳ‬ َ‫ى أ‬
َ ْ‫ أ َْر َﺳ َﻞ إِﻟَﻰ َر ُﺟ ٍﻞ ﻣ َﻦ اﻷَﻧ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
َ ‫ ﻓـَ َﻘ‬، ‫ﺼﺎرِ ﻓَ َﺠ َﺎء َوَرأْ ُﺳ ُﻪ ﻳَـ ْﻘﻄُ ُﺮ‬ ُ َ  ِ‫اﻟْ ُﺨ ْﺪر‬
‫ » إِ ذَا‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ُ ‫ﺎل َر ُﺳ‬َ ‫ ﻓـَ َﻘ‬. ‫ﺎل ﻧَـ َﻌ ْﻢ‬ َ ‫َﻨ ﺎ أَ ْﻋ َﺠﻠَْﻨ‬‫ » ﻟ ََﻌﻠ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬-
َ ‫ ﻓـَ َﻘ‬. « ‫ﺎك‬
ِ ِ َ ْ‫ﺖ أ َْو ﻗُ ِﺤﻄ‬ َ ْ‫أُ ْﻋ ِﺠ ﻠ‬
ْ ‫ﻪ َوﻟ‬‫ﺎل أَﺑُﻮ َﻋ ْﺒ ﺪ اﻟﻠ‬
‫َﻢ ﻳَـﻘُ ْﻞ ﻏُ ْﻨ َﺪٌر‬ َ َ‫ ﻗ‬. ُ‫ﺪﺛـََﻨﺎ ُﺷ ْﻌَﺒﺔ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﺐ ﻗ‬
ٌ ‫ ﺗَﺎﺑَـ َﻌ ُﻪ َو ْﻫ‬. « ‫ﻮء‬
ُ ‫ﺿ‬ُ ‫ﻚ اﻟ ُْﻮ‬
َ ‫ ﻓـَ َﻌﻠَ ْﻴ‬، ‫ﺖ‬
‫ﻮء‬
ُ ‫ﺿ‬ ُ ‫َوﻳَ ْﺤَﻴ ﻰ َﻋ ْﻦ ُﺷ ْﻌَﺒﺔَ اﻟ ُْﻮ‬
47). Hadits no. 180
“Haddatsanaa Ishaq ia berkata, akhbaronaa An-Nadhor ia berkata, akhbaronaa SSyu’bah
dari Al Hakam dari Dzakwaan bin Abi Sholih dari Abi Sa’id A l Khudriy bahwa Rasulullah
Sholallahu 'alaihi wa Salam memanggil seorang dari Anshor, maka ia datang dan di kepalanya
masih basah menetes air. Nabi berkata : “mungkin kami membuat engkau terburu-buru pada
saat berjima?”. Ia menjawab : ‘betul’. Rasulullah bersabda : “jika engkau berjima, namun
belum keluar sperma, maka wajib bagimu berwudhu”.
Dimutaba’ahi oleh Wahab ia berkata, haddatsanaa Syu’bah. Abu Abdilah berkata : ‘Ghundar
dan yahya tidak berkata dari Syu’bah “penyebutan wudhu”.
HR. Muslim no. 804

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 151


Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu biografinya sebelumnya.

Penjelasan Hadits :
Ada beberapa hal berkaitan dengan masalah pembatal wudhu, yaitu :
1. Pembatal-pembatal wudhu juga berlaku untuk pembatal tayamum, Imam
Shon’ani dalam “Subulus Salam” berkata :
‫ﻪ ﺑَ َﺪ ٌل َﻋ ْﻨ ُﻪ‬ُ ‫ ﻓَﺈِ ﻧ‬، ‫ﻤ ِﻢ‬َ‫ﻴ‬‫ﺾ ﻟِﻠﺘـ‬ ِ ‫وﻧﺎﻗِ ﺾ ا ﻟْﻮ‬
ٌ ِ‫ ﻧَﺎﻗ‬: ‫ﺿﻮء‬
ُ ُ ُ ََ
“Pembatal w udhu adalah pembatal tayamum, karena ia adalah pengganti wudhu”.
2. Kami akan membagi pembatal w udhu, menjadi 3 macam, yakni
pembatal wudhu yang telah disepakati, pembatal yang diperselisihkan,
namun yang rojih sebagai pembatal w udhu dan yang diperselisihkan,
namun yang rajih tidak membatalkannya.
3. Jenis yang pertama, yaitu pembatal wudhu yang disepakati,
sebagaimana telah berlalu perkataan Imam Ibnul Mundzir :
“para ulama bersepakat bahw a keluarnya kotoran dari dubur dan keluarnya kencing
dari kemaluan laki-laki, demikian juga wanita, keluarnya sperma, kentut dari dubur,
hilang akal, karena apapun sebabnya, semuanya membatalkan kesucian dan w ajib
w udhu lagi. Para ulama juga sepakat bahw a darah haidh membatalkan w udhu,
Robiah bersendirian dengan mengatakan bahwa hadih tidak membatalkan w udhu”.
Dari penjelasan Imam Ibnul Mundzir, pembatal wudhu yang
disepakati adalah : 1. Buang air besar; 2. Kencing; 3. Keluarnya sperma;
4. Kentut dari dubur; 5. Hilang akal; 6. Darah haidh.
Diantara dalil-dalil hal tersebut :
1&2 Untuk buang air besar dan kencing, hadist dari Shofwan bin ‘Asal
Rodhiyallahu anhu bahwa beliau berkata :
‫ ِﻣ ْﻦ‬‫ﻦ إِﻻ‬ ‫ ٍﺎم َوﻟََﻴﺎﻟِﻴَـ ُﻬ‬‫ﺎ َﺳ ْﻔ ًﺮا أَ ْن ﻻَ ﻧـَﻨْ ﺰِعَ ِﺧ َﻔﺎﻓـَﻨَﺎ ﺛَﻼَﺛَﺔَ أَﻳ‬‫ ﻳَﺄ ُْﻣ ُﺮﻧَﺎ إِذَا ُﻛﻨ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ُ ‫َﻛﺎ َن َر ُﺳ‬
‫َﺟَﻨﺎﺑَﺔٍ َوﻟَﻜِ ْﻦ ِﻣ ْﻦ ﻏَﺎﺋِ ٍﻂ َوﺑَـ ْﻮٍل َوﻧـَ ْﻮٍم‬
“Rasulullah memerintahkan kami jika kami bersafar, untuk tidak melepas sepatu kami
selama 3 hari 3 malam, kecuali karena mandi wajib, buang air besar, kencing dan tidur”
(HR. Tirmidzi dan Nasa’I, dishahihkan oleh Imam Tirmidzi dan Imam Al Albani).
3). Keluar sperma dalilnya riwayat Imam Bukhori diatas no. 179 dan
180, namun keluarnya sperma tidak hanya membatalkan wudhu, namun

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 152


ia juga mewajibkan mandi janabah, sebagaimana hadits dari Ummu
Sulaim Rodhiyallahu anha bahwa ia :
‫ﺻﻠﻰ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َ ‫ﺮ ُﺟ ُﻞ ﻓـَ َﻘ‬ ‫ َﻋ ِﻦ اﻟ َْﻤ ْﺮأَةِ ﺗَـ َﺮى ﻓِ ﻰ َﻣَﻨ ِﺎﻣ َﻬﺎ َﻣﺎ ﻳَـ َﺮى اﻟ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻰ اﻟﻠ‬ ِ‫َﺖ ﻧَﺒ‬
ُ ‫ﺎل َر ُﺳ‬ ْ ‫َﺳﺄَﻟ‬
« ‫ﻚ اﻟ َْﻤ ْﺮأَةُ ﻓـَﻠْﺘَـﻐَْﺘ ِﺴ ْﻞ‬
ِ ِ‫َت ذَﻟ‬
ْ ‫ » إِذَا َرأ‬- ‫اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
“bertanya kepada Nabi tentang seorang wanita yang bermimpi, seperti mimpinya laki-
laki, Maka Rasulullah menjawab : “jika wanita bermimpi seperti itu (lalu keluar
sperma-pent.) maka wajib mandi” (HR. Muslim).
Dari Ali Rodhiyallahu anhu beliau berkata :
« ‫ﻰ اﻟْﻐُ ْﺴ ُﻞ‬ ِ‫ﻮء َوِﻣ َﻦ اﻟ َْﻤﻨ‬
ُ ‫ﺿ‬
ِ ‫ﺎل » ِﻣﻦ اﻟْﻤ ْﺬ‬
ُ ‫ى اﻟ ُْﻮ‬ ِ ِ ُ ‫ﺳﺄَﻟ‬
َ َ َ ‫ َﻋ ِﻦ اﻟ َْﻤ ْﺬى ﻓَـ َﻘ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ‫ﺒ‬‫ْﺖ اﻟﻨ‬ َ
“aku bertanya kepada Nabi tentang madzi, maka beliau menjawab : “karena madzi
berwudhu, sedangkan kare na sperma mandi” (HR. Tirmidzi, dikatakan Imam Tirmidzi
hadits ini Hasan Shahih, dishahihkan oleh Imam Al Albani).
Permasalahan keluarnya sperma, wajib mandi telah disepakati kaum
muslimin. Syaikh Mahmud Abdul Latif dalam “Jaamiul Ahkamis Sholat”
berkata :
‫ وﻫﻮ ﻣﻌﻠﻮم ﻣﻦ اﻟﺪﻳﻦ ﺑﺎﻟﻀﺮورة‬، ‫ﺠﻤﻊ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻦ اﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ‬
ٌ ‫وﺟﻮب اﻟﻐﺴﻞ ﻣﻦ اﻟﺠﻨﺎﺑﺔ ُﻣ‬
“w ajibnya mandi karena janabah, telah disepakati oleh kaum muslimin dan in i
adalah sesuatu yang diketahui dalam agama dengan darurat”.
Barangkali Imam Bukhori menukil pendapat ulama yang mengatakan
bahwa seorang jika berhubungan badan dengan istrinya, lalu belum
sampai keluar spermanya, maka cukup berwudhu saja. Namun yang
rajih bahwa, seorang yang telah berhubungan badan, yakni jika
kemaluannya telah masuk kedalam kemaluan istrinya, sekalipun tidak
keluar spermanya, maka wajib mandi. Berdasarkan hadits Abu Huroiroh
Rodhiyallahu anhu bahwa Nabi bersabda :
ِ ‫ َوﻓِﻰ َﺣ ِﺪ‬.« ‫ﺐ َﻋﻠَْﻴ ﻪِ اﻟْﻐُﺴﻞ‬
ْ ‫ﻳﺚ َﻣﻄَ ٍﺮ » َوإِ ْن ﻟ‬ َ ‫ َﺟ َﻬ َﺪ َﻫﺎ ﻓـَﻘَ ْﺪ َو َﺟ‬‫ﺲ ﺑَـ ْﻴ َﻦ ُﺷ َﻌﺒِ َﻬﺎ ا ﻷَ ْرﺑَﻊِ ﺛُ ﻢ‬
« ‫َﻢ ﻳُـ ْﻨ ﺰِ ْل‬ ُْ َ َ‫» إِذَا َﺟﻠ‬
“Jika seseorang menduduki 4 sisi, lalu bersungguh-sungguh (kiasan untuk jimak-pent.),
maka wajib mandi”. Dalam haditsnya Mathor : “sekalipun tidak keluar spermanya” (HR.
Muslim).
4). kentut dari dubur, dalilnya adalah riwayat Imam Bukhori pada awal-
aw al kitab wudhu dan hadits pada bab ini no. 176 dan 177.
5). Hilang akal dengan sebab apapun, seperti pingsan, karena ketika itu
ahliyahnya sebagai mukallaf telah hilang dan kembali lagi ketika ia
sadar. Ustman Rodhiyallahu anhu meriw ayatkan bahwa Nabi bersabda:

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 153


‫ﻰ‬ ِ‫ﺼﺒ‬ َ ِ‫ ﻰ ﻳَ ْﺴﺘَـ ْﻴﻘ‬‫ﺎﺋِ ِﻢ َﺣﺘ‬‫ ﻰ ﻳُﻔِﻴ َﻖ َو َﻋ ِﻦ اﻟ ﻨ‬‫ﻮب َﻋﻠَ ﻰ َﻋﻘْﻠِﻪِ َﺣﺘ‬
 ‫ﻆ َو َﻋ ِﻦ اﻟ‬ ِ ‫رﻓِﻊ اﻟْﻘَﻠَﻢ َﻋﻦ ﺛَﻼَﺛَﺔٍ َﻋ ِﻦ اﻟْﻤ ْﺠُﻨ‬
ِ ُ‫ﻮن اﻟ َْﻤﻐْﻠ‬ َ ْ ُ َُ
‫ﻰ ﻳَ ْﺤَﺘﻠِ َﻢ‬‫َﺣﺘ‬
“Diangkat pena dari 3 golongan, dari orang gila yang dikuasai akalnya, sampai ia sadar,
dari orang yang tidur sampai ia bangun dan dari anak kecil sampai ia bermimpi (baligh)”
(HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Imam Al Albani).
6). Darah haidh, sebenarnya hal ini adalah yang mewajibkan mandi dan
ini sesuatu yang telah disepekati, syaikh Mahmud Abdul Latif berkata :
‫ وﻫﻮ ﻣﻌﻠﻮم ﻣﻦ اﻟﺪﻳﻦ ﺑﺎﻟﻀﺮورة‬،‫واﻟﺤﻴﺾ ﻳﺠﺐ ﻟﻪ اﻟﻐﺴﻞ ﺑﻼ ﺧﻼف‬
“Haidh w ajib mandi tanpa ada perselisihan dan ini adalah sesuatu yang diketahui
dalam agama dengan darurat”.
Ibunda Aisyah Rodhiyallahu anha berkata :
‫ﺎء َﻫﺎ َو ِﺳ ْﺪ َرﺗَـ َﻬﺎ‬
َ ‫ﻦ َﻣ‬ ‫ﺎل » ﺗَﺄْ ُﺧ ُﺬ إِ ْﺣ َﺪا ُﻛ‬ ِ ‫ َﻋ ْﻦ ُﻏ ْﺴ ِﻞ اﻟ َْﻤ ِﺤ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫َﺖ اﻟﻨ‬
َ ‫ﻴﺾ ﻓَـ َﻘ‬ ِ ‫ﺎء َﺳﺄَﻟ‬ ْ ‫ن أ‬ َ‫أ‬
َ ‫َﺳ َﻤ‬
ِ ِ ِ ِ
‫ﺐ َﻋﻠَﻴْـ َﻬﺎ‬  ‫ﺼ‬ ُ َ‫ﻢ ﺗ‬ ُ‫ﻰ ﺗَـﺒْـﻠُ َﻎ ُﺷُﺌﻮ َن َرأْﺳ َﻬﺎ ﺛ‬‫ﺐ َﻋﻠَﻰ َرأْﺳ َﻬﺎ ﻓـََﺘ ْﺪﻟُ ُﻜ ُﻪ َدﻟْ ًﻜﺎ َﺷ ﺪﻳ ًﺪا َﺣﺘ‬ ‫ﺼ‬ َ ‫ ُﻬ‬‫ﻬ ُﺮ ﻓـَُﺘ ْﺤﺴ ُﻦ اﻟﻄ‬ َ‫ﻓـََﺘﻄ‬
ُ َ‫ﻢ ﺗ‬ ُ‫ﻮر ﺛ‬
ِ ِ
َ ِ‫ﻬ ﺮ‬َ‫ﻪ ﺗَﻄ‬‫ﺤﺎ َن اﻟﻠ‬
‫ﻳﻦ‬ َ ‫ﻬ ُﺮ ﺑِ َﻬ ﺎ ﻓـَﻘَﺎ َل » ُﺳ ْﺒ‬ َ‫ﻒ ﺗَﻄ‬
َ ‫ﺎء َوَﻛ ْﻴ‬
ُ ‫َﺳ َﻤ‬
ْ ‫َﺖ أ‬ْ ‫ ﻓـَﻘَﺎﻟ‬.« ‫ﻬ ُﺮ ﺑِ َﻬﺎ‬ َ‫ﺴ َﻜﺔً ﻓـََﺘﻄ‬ ‫ﺻﺔً ُﻣ َﻤ‬
َ ‫ ﺗَﺄْ ُﺧ ُﺬ ﻓ ْﺮ‬‫ ﺛُﻢ‬.‫ﺎء‬
َ ‫اﻟ َْﻤ‬
‫ﺪ ِم‬ ‫ﻴﻦ أَﺛـَ َﺮ اﻟ‬ ِ َ ِ‫ ﻬﺎ ﺗُ ْﺨﻔِ ﻰ ذَﻟ‬‫َﺖ ﻋَﺎﺋِ َﺸﺔُ َﻛﺄَﻧـ‬ ْ ‫ ﻓـَﻘَﺎﻟ‬.« ‫ﺑِ َﻬﺎ‬
َ ‫ﻌ‬‫ﻚ ﺗـََﺘﺒ‬ َ
“bahwa Asmaa bertanya kepada Nabi tentang mandi haidh, maka Beliau menjawab :
“engkau ambil air dan daun bidara, lalu bersuci dengan sebagus-bagusnya, lalu siramkan
air diatas kepalamu, lalu digosok-gosokkan dengan keras hingga sampai ke akar rambut,
lalu siram airnya. Lalu ambil kapas, digosok-gosokkan, lalu bersihkan dengannya”.
Asmaa’ berkata, bagaimana cara membersihkannya?, Nabi menjawab : “Subhanallah,
bersihkan de ngannnya”. Aisyah berkata, seolah-olah ia tidak mengetahui untuk
membersihkan bekas darahnya” (HR. Muslim).
Kemudian terdapat tambahan penukilan ijma tentang batalnya wudhu
dari Imam Syafi’I, sebagaimana yang dinukil oleh Imam Ibnu Abdil Bar
dalam “Al Istidzkaar” :
‫ﻛﻞ ﻣﺎ ﺧﺮج ﻣﻦ اﻟﺴﺒﻴﻠﻴﻦ اﻟﺬﻛﺮواﻟﺪﺑﺮ ﻣﻦ دود أو ﺣﺼﺎة أو دم أو ﻏﻴﺮ ذ ﻟﻚ ﻓﻔﻴﻪ ا ﻟﻮﺿﻮء ﻹ ﺟﻤﺎﻋﻬﻢ ﻋﻠﻰ أن اﻟﻤﺬي‬
‫واﻟﻮدي ﻓﻴﻬﻤﺎ اﻟﻮﺿﻮء وﻟﻴﺴﺎ ﻣﻦ ا ﻟﻤﻌﺘﺎدات اﻟﺘﻲ ﻳﻘﺼﺪ اﻟﻐﺎﺋﻂ ﻟﻬﻤﺎ‬
“semua yang keluar dari 2 jalan kemalauan dan pantat, baik berupa cacing, batu,
darah atau selainnya maka w ajib w udhu, alasannya karena kesepakatan para
ulama bahwa madzi dan wadiy wajib wudhu, dan itu bukan berupa kotoran
yang akan dikeluarkan seseorang ketika buang air”.
7). Madziy yaitu kata syaikh Sayyid Sabiq dalam “Fiqhus Sunnah” :

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 154


‫ وﻳﻜﻮن ﻣﻦ اﻟﺮﺟﻞ‬،‫ وﻗﺪ ﻻ ﻳﺸﻌﺮ اﻻﻧﺴﺎن ﺑﺨﺮوﺟﻪ‬،‫وﻫﻮ ﻣﺎء أﺑﻴﺾ ﻟﺰج ﻳﺨﺮج ﻋﻨﺪ ا ﻟﺘﻔﻜﻴﺮ ﻓﻲ اﻟﺠﻤﺎع أو ﻋﻨﺪ اﻟﻤﻼﻋﺒﺔ‬
،‫ إﻻ أﻧﻪ إذا أﺻﺎب اﻟﺒﺪن وﺟﺐ ﻏﺴﻠﻪ وإذا أﺻﺎب اﻟﺜﻮب واﻟﻤﺮأة إﻻ أﻧﻪ ﻣﻦ اﻟﻤﺮأة أﻛﺜﺮ‬،‫وﻫﻮ ﻧﺠﺲ ﺑﺎﺗﻔﺎق اﻟﻌﻠﻤﺎء‬
‫ ﻓﻬﻲ أوﻟﻰ‬،‫ ﻟﻜﺜﺮة ﻣﺎ ﻳﺼﻴﺐ ﺛﻴﺎب اﻟﺸﺎب اﻟﻌﺰب‬،‫ ﻻن ﻫﺬﻩ ﻧﺠﺎﺳﺔ ﻳﺸﻖ اﻻﺣﺘﺮاز ﻋﻨﻬﺎ‬،‫اﻛﺘﻔﻲ ﻓﻴﻪ ﺑﺎﻟﺮش ﺑﺎﻟﻤﺎء‬
.‫ﺑﺎﻟﺘﺨﻔﻴﻒ ﻣﻦ ﺑﻮل اﻟﻐﻼم‬
“yaitu air yang putih bening yang keluar jika membayangkan berjima’ atau ketika
pemanasan. Biasanya seorang tidak akan terasa ketika keluar madziy. Terjadi pada
laki-laki dan w anita, namun pada w anita biasanya lebih sering. Ia adalah najis
berdasarkan kesepakatan ulama. Namun jika terkena badan wajib dic uci, Jika
mengenai pakaian cukup diperciki dengan air, karena ini adalah najis yang susah
untuk bisa terbebas darinya, karena seringnya mengenai pakain pemuda yang
belum menikah. Maka tentu lebih utama untuk mendapatkan keringanan
dibandingkan kecingnya bayi laki-laki”.
Dalil wajibnya madziy adalah hadits no. 178 pada bab ini. Sahabat
Sahal bin Khunaif Rodhiyallahu anhu berkata :
- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َ ‫ْﺖ َر ُﺳ‬ ُ ‫ﺎل ﻓَ َﺴﺄَﻟ‬ َ ‫ﺖ أُ ْﻛﺜِ ُﺮ ِﻣ ْﻨ ُﻪ ا ِﻻ ْﻏﺘِ َﺴ‬
ُ ‫ﺪ ًة َوُﻛ ْﻨ‬ ‫ى ِﺷ‬
ِ ‫ﺖ أَﻟْ َﻘ ﻰ ﻣِ َﻦ اﻟ َْﻤ ْﺬ‬
ُ ‫ُﻛ ْﻨ‬
‫ﻴﺐ ﺛَـ ْﻮﺑِﻰ ِﻣ ْﻨُﻪ‬ِ ِ َ ‫ﻪِ ﻓَ َﻜﻴ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ُ ‫ﻒ ﺑ َﻤﺎ ﻳُﺼ‬ ْ َ ‫ﺖ ﻳَﺎ َر ُﺳ‬ُ ْ‫ ﻗـُﻠ‬.« ‫ﻮء‬ ُ‫ﺿ‬ ُ ‫ﻚ اﻟ ُْﻮ‬ َ ِ‫ﻳﻚ ِﻣ ْﻦ ذَﻟ‬ َ ِ‫ َﻤﺎ ﻳُ ْﺠ ﺰ‬‫ﺎل » إِﻧ‬ َ ِ‫َﻋ ْﻦ ذَﻟ‬
َ ‫ﻚ ﻓـَ َﻘ‬
ٍ
َ ‫ُﻪ أ‬‫ﺚ ﺗُـ َﺮى أَﻧ‬
« ‫َﺻﺎﺑَ ُﻪ‬ ُ ‫ﻚ َﺣ ْﻴ‬ َ ِ‫ﻀ َﺢ ﺑَِﻬﺎ ِﻣ ْﻦ ﺛـَ ْﻮﺑ‬ َ ‫ﻔﺎ ِﻣ ْﻦ َﻣﺎء ﻓـَﺘَـ ْﻨ‬ ‫ﻴﻚ ﺑِﺄَ ْن ﺗَﺄْ ُﺧ َﺬ َﻛ‬
َ ِ‫ﺎل » ﻳَ ْﻜﻔ‬ َ َ‫ﻗ‬
“aku sangat sering keluar madziy, lalu aku sering sekali mandi kare nanya, aku bertanya
kepada Rasulullah tentang hal ini. Kata Beliau : “hanyalah hal tersebut c ukup bagimu
berwudhu saja”. Aku bertanya lagi, wahai Rasulullah bagaimana jika madziy tersebut
mengenai bajuku?’. Jawab nabi : “cukup bagimu mengambil satu telapak tangan air
lalu dipecikkan ke bajumu yang kamu lihat madziy mengenainya” (HR. Abu Dawud, Ibnu
Majah, dihasankan oleh Imam Al Albani).

8). Wadiy, adalah kata Syaikh Sayyid Sabiq :


.‫وﻫﻮ ﻣﺎء أﺑﻴﺾ ﺛﺨﻴﻦ ﻳﺨﺮج ﺑﻌﺪ اﻟﺒﻮل وﻫﻮ ﻧﺠﺲ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺧﻼف‬
“air putih yang keruh yang keluar setelah kencin g dan ia najis tanpa ada perbedaan
pendapat”.
Dalilnya adalah perkataan Ibunda Aisyah Rodhiyallahu anha :
‫وأﻣﺎ اﻟﻮدي ﻓﺈﻧﻪ ﺑﻌﺪ اﻟﺒﻮل ﻳﻐﺴﻞ ذﻛﺮﻩ وأﻧﺜﻴﻴﻪ وﻳﺘﻮﺿﺄ وﻻ ﻳﻐﺘﺴﻞ‬
“Adapun W adiy adalah keluar setelah kencing, dicuci kemalu annya, lalu berw udhu
tidak (perlu) mandi” (HR. Ibnul Mundzir dalam Al Ausath no. 26)
Kedudukan sanad : Imam Ibnul Mundzir meriwayatkannya dari jalan :

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 155


‫ أﻧﻬﺎ ﺳﺄﻟﺖ ﻋﺎﺋ ﺸﺔ ﻋﻦ اﻟﻤﺬي‬، ‫ ﻋﻦ أﻣﻪ‬، ‫ ﻋﻦ ﻋﺒﺪ رﺑﻪ ﺑﻦ ﻣﻮﺳﻰ‬، ‫ ﺛﻨﺎ ﻋﻜﺮﻣﺔ‬، ‫ ﺛﻨﺎ أﺑﻮ ﺣﺬﻳﻔﺔ‬، ‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻳﺤﻴﻰ‬
“Haddatsanaa Muhammad bin Y ahya, haddatsanaa Abu Khudzaifah, haddatsanaa
‘Ikrimah dari Abdu Robbihi bin Musa dari Ibunya, bahw a ia bertanya kepada Aisyah
Rodhiyallahu anha tentang madziy?”.
Semua perow inya shoduq, menurut penilaian Al Hafidz dalam “At
Taqriib”. Kecuali Abdu Robbihi dan Ibunya, saya belum menemukan
bigrafinya. Syaikh Sayyid Sabiq menyebutkan hadits ini dalam Fiqhus
Sunnah dan tidak ada komentar dari Imam Al Albani dalam Tamamul
minnah, kitab khusus yang mengomentari fiqhus sunnah.
Sahabat Ibnu Abbas Rodhiyallahu anhu juga berkata :
ُ‫ﺄ‬‫ﻮء ﻳَـ ْﻐ ِﺴ ُﻞ ذََﻛ َﺮُﻩ َوﻳـَﺘَـ َﻮﺿ‬
ُ‫ﺿ‬
ِ ِ ِ ِ
ُ ‫ﻰ ﻣ ْﻨ ُﻪ ا ﻟْﻐُ ْﺴ ُﻞ َوﻣ ْﻦ َﻫ َﺬ ْﻳ ِﻦ ا ﻟ ُْﻮ‬ ‫ﻰ َوا ﻟَْﻤ ْﺬ ُى َوا ﻟ َْﻮ ْد ُى ﻓَﺎ ﻟ َْﻤﻨ‬ ‫ا ﻟ َْﻤﻨ‬
“Mani, Madziy dan Wadiy, maka untuk mani wajib mandi, sedangkan madziy dan
w adiy, (w ajib) w udhu dan mencuci kemaluannya lalu berwudhu” (HR. Baihaqi no.
576).
Kedudukan sanad : Imam Baihaqi meriwayatkannya dari jalan :
ِ ‫ﺪ ﺛَـﻨَﺎ أُﺳ ْﻴ ُﺪ ْﺑﻦ َﻋ‬ ‫ﻤ ُﺪ ْﺑﻦ ﻳـ ْﻌ ُﻘﻮب ﺣ‬ ‫ ﻣ ﺤ‬: ‫ﺎس‬ ِِ ُ ِ‫ْﺤﺎﻓ‬ ِ ِ
‫ﺎﺻ ٍﻢ‬ ُ َ َ َ َ ُ َ ُ ِ ‫ﻆ َوأَﺑُﻮ َﺳﻌﻴﺪ ْﺑ ُﻦ أَ ﺑِﻰ َﻋ ْﻤﺮٍو ﻗَﺎ ﻻَ أ َْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ أَﺑُﻮ ا ﻟَْﻌﺒ‬ َ ‫ﻪ ا ﻟ‬‫أ َْﺧﺒـََﺮ ﻧَﺎ أَﺑُﻮ َﻋ ْﺒ ﺪ اﻟﻠ‬
‫س‬ٍ ‫ﺎ‬‫ ٍق َﻋ ِﻦ ْاﺑ ِﻦ َﻋﺒ‬‫ﺎﻫ ﺪٍ َﻋ ْﻦ ُﻣ َﻮر‬
ِ ‫ﺺ ﻋﻦ ﺳ ْﻔﻴﺎنَ ﻋﻦ ﻣﻨْ ﺼﻮرٍ ﻋﻦ ﻣ ﺠ‬
َ ُ ْ َ ُ َ ْ َ َ ُ ْ َ ٍ ‫ﺴ ْﻴ ُﻦ ْﺑ ُﻦ َﺣ ْﻔ‬ َ ‫ْﺤ‬ ُ ‫ﺪﺛـَ ﻨَﺎ ا ﻟ‬ ‫َﺣ‬
“Akhbaronaa Abu Abdillah Al Hafidz dan Abu Sa’id bin Abi ‘Amr mereka berdua
berkata, akhbaronaa Abul ‘Abbaas Muhammad bin Y a’quub, haddatsanaa Usaid bin
‘Aashim, haddatsanaa Al Husain bin Hafsh dari Sufyan dari Manshur dari Mujahid
dari Muw ariq dari Ibnu Abbas Rodhiyallahu anhu”.
Semua perow inya tsiqoh, menurut penilaian Al Hafidz dalam “At-Taqriib”.
Kecuali Usaid bin ‘Aashim, ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Abi Hatim dalam
“Jarh wa Ta’dil”. Dan juga Al Husain bin Hafsh hanya dinilai shoduq oleh
Al Hafidz. Abul Abbas Muhammad bin Ya’qub dinilai tsiqoh sebagaimana
dinukil oleh Imam Al Albani dalam “Silsilah hadits Shahihah”.
Kesimpulannya sanad riwayat ini hasan. Wallahu A’lam.

4. Sesuatu yang diperselishkan membatalkan wudhu, namun yang rajih


(kuat) sebagai pembatal w udhu, yaitu :
1). Tidur, para ulama berselisih pendapat tentang apakah tidur
membatalkan w udhu atau tidak? Syaikh Mahmud berkata :
‫ا ﺧﺘﻠﻒ اﻟﻌﻠﻤﺎء واﻷﺋﻤﺔ اﺧﺘﻼﻓﺎً واﺳﻌﺎً ﻓﻲ ﺣ ﻜﻢ اﻟﻨﻮم ﻣﻦ ﺣﻴﺚ ﻧﻘﺾ اﻟﻮﺿﻮء ﻋﻠﻰ ﺛﻤﺎﻧﻴﺔ ﻣﺬاﻫﺐ ﺟﻤﻌﻬﺎ اﻟﻨﻮوي ﻓﻲ‬
: ‫ﺷﺮح ﺻﺤﻴﺢ ﻣﺴﻠﻢ ﻛﻤﺎ ﻳﻠﻲ‬
‫ وﻫﻮ رأي أﺑﻲ ﻣﻮﺳﻰ اﻷﺷﻌﺮي وﺳﻌﻴﺪ ﺑﻦ اﻟﻤﺴﻴﺐ وأﺑﻲ ﻣﺠﻠﺰ‬،‫ إن اﻟﻨﻮم ﻻ ﻳﻨﻘﺾ اﻟﻮﺿﻮء ﻋﻠﻰ أي ﺣﺎل ﻛﺎن‬:‫اﻷول‬
.‫وﺣﻤﻴﺪ اﻷﻋﺮج وﺷﻌﺒﺔ‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 156


‫م وإﺳﺤﻖ ﺑﻦ‬‫واﻟﻤ َﺰﻧﻲ وأﺑﻲ ﻋﺒﻴﺪ اﻟﻘﺎﺳﻢ ﺑﻦ ﺳ ﻼ‬
ُ ‫ وﻫﻮ ﻣﺬﻫﺐ اﻟﺤﺴﻦ اﻟﺒﺼﺮي‬، ‫ إن ا ﻟﻨﻮم ﻳﻨﻘﺾ اﻟﻮﺿﻮء ﺑﻜﻞ ﺣﺎل‬:‫اﻟﺜﺎﻧﻲ‬
.‫ وروي ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎس وأﻧﺲ وأﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮة‬،‫راﻫَﻮﻳﻪ واﺑﻦ اﻟﻤﻨﺬر‬
ُ
‫ﺰﻫﺮي ورﺑﻴﻌﺔ واﻷوزاﻋﻲ وﻣﺎﻟﻚ وأﺣﻤﺪ ﻓﻲ‬ ‫ وﻫﻮ ﻣﺬﻫﺐ اﻟ‬،‫ وﻗﻠﻴﻠﻪ ﻻ ﻳﻨﻘﺾ ﺑﺤﺎل‬، ‫ إن ﻛﺜﻴﺮ اﻟﻨﻮم ﻳﻨﻘﺾ ﺑﻜﻞ ﺣﺎل‬:‫اﻟﺜﺎﻟﺚ‬
.‫إﺣﺪى اﻟﺮواﻳﺘﻴﻦ ﻋﻨﻪ‬
‫ ﺳﻮاء ﻛﺎن ﻓﻲ اﻟﺼﻼة‬،‫ﻴﻦ ﻛﺎﻟﺮاﻛﻊ واﻟﺴﺎﺟﺪ واﻟﻘﺎﺋﻢ واﻟﻘﺎﻋﺪ ﻻ ﻳﻨﺘﻘﺾ وﺿﻮؤﻩ‬‫اﻟﻤ ﺼﻠ‬
ُ ‫ إذا ﻧﺎم ﻋﻠﻰ ﻫﻴﺌﺔ ﻣﻦ ﻫﻴﺌﺎت‬:‫اﻟﺮاﺑﻊ‬
.‫ وﻫﻮ ﻗﻮل ﻟﻠ ﺸﺎﻓﻌﻲ ﻏﺮﻳﺐ‬،‫ وﻫﻮ ﻣﺬﻫﺐ أ ﺑﻲ ﺣﻨﻴﻔﺔ وداود‬،‫ وإن ﻧﺎم ﻣﻀﻄﺠﻌﺎً أو ﻣﺴﺘﻠﻘﻴﺎًﻋﻠ ﻰ ﻗﻔﺎﻩ اﻧﺘﻘﺾ‬،‫أو ﻟﻢ ﻳﻜﻦ‬
.‫ روي ﻫﺬا ﻋﻦ أﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺣﻨﺒﻞ رﺣﻤﻪ اﷲ ﺗﻌﺎ ﻟﻰ‬، ‫ إﻧﻪ ﻻ ﻳﻨﻘ ﺾ إﻻ ﻧﻮم اﻟﺮاﻛﻊ واﻟﺴﺎﺟﺪ‬:‫اﻟﺨﺎﻣﺲ‬
.‫وروي أﻳﻀﺎً ﻋﻦ أﺣﻤﺪ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ‬
ُ ،‫ إﻧﻪ ﻻ ﻳﻨﻘﺾ إﻻ ﻧﻮم اﻟﺴﺎﺟﺪ‬:‫اﻟﺴﺎدس‬
.‫ﺿﻌﻴﻒ ﻟﻠﺸﺎﻓﻌﻲ‬
ٌ ‫ وﻳﻨﻘﺾ ﺧﺎرج اﻟﺼﻼة وﻫﻮ ﻗﻮل‬،‫ﻻ ﻳﻨﻘﺾ اﻟﻨﻮم ﻓﻲ اﻟﺼﻼة ﺑﻜﻞ ﺣﺎل‬:‫اﻟﺴﺎﺑﻊ‬
 ‫ وإﻻ اﻧﺘﻘﺾ ﺳﻮاء‬،‫ﻜﻨﺎً ﻣﻘﻌﺪﺗﻪ ﻣﻦ اﻷرض ﻟﻢ ﻳﻨﺘﻘﺾ‬ ‫ إﻧﻪ إذا ﻧﺎم ﺟﺎﻟﺴﺎً ﻣﻤ‬:‫اﻟﺜﺎﻣﻦ‬
‫ ﺳﻮاء ﻛﺎن ﻓﻲ اﻟﺼﻼة أو‬،‫ﻗﻞ أوﻛﺜﺮ‬
.‫ وﻫﺬا ﻣﺬﻫﺐ اﻟ ﺸﺎﻓﻌﻲ رﺣﻤﻪ اﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ‬،‫ﺧﺎرﺟﻬﺎ‬
“Para ulama berbeda pendapat secara luas tentang hukum tidur dari sisi apakah ia
membatalkan w udhu kepada 8 pendapat yang telah dikumpulkan oleh Imam
Naw awi dalam Syaroh Shahih Muslim, sebagai berikut :
1. Tidur tidak membatalkan w udhu pada kondisi apapun, in i adalah pendapatnya
Abu Musa Al Asy’ari, Sa’id Ibnul Musayyib, Abu Mijlaz, Humaid, Al A’roj dan
Syu’bah.
2. Tidur membatalkan w udhu pada kondisi apapun, ini adalah madzhabnya Hasan
Al Bashri, Al Muzaniy, Abi Ubaid, Al Qosim bin Sallaam, Ishaq bin Roohaw aih,
Ibnul Mundzir, diriw ayatkan dari Ibnu Abbas, Anas dan Abi Huroiroh.
3. Tidur yang banyak membatalkan wudhu pada kondisi apapun, sedangkan tidur
yang sedikit tidak membatalkan wudhu pada kondisi apapun, ini adalah
pendapatnya Az Zuhriy, Robi’ah, Al Auzaa’I, Malik, Ahmad pada salah satu
riw ayat darinya.
4. Jika tidur pada posisi seperti orang yang sholat, seperti ruku’, sujud, berdiri dan
duduk tidak membatalkan wudhunya, sama saja apakah didalam sholat,
maupun diluar sholat. Jika ia tidur dengan berbaring atau terlentang diatas
lehernya, maka ini membatalkan w udhu, ini adalah madzhabnya Abu Hanifah,
Dawud dan pendapat Syafi’I yang asing.
5. Tidak membatalkan wudhu kecuali tidur pada posisi ruku’ dan sujud, ini
pendapatnya Ahmad.
6. Tidak membatalkan w udhu kecuali tidur pada posisi sujud, diriw ayatkan juga
dari Ahmad.
7. Tidak membatalkan wudhu didalam sholat pada kondisi apapun dan
membatalkannya jika diluar sholat, ini pendapat Syafi’I yang lemah.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 157


8. Jika tidur pada posisi duduk tegak diatas tanah, tidak membatalkan w udhu,
sama saja apakah sedikit maupun banyak, sama saja apakah didalam sholat
atau diluar sholat, ini adalah madzhabnya Syafi’i.
Untuk merajihkan pendapat tentang tidur, maka ada baiknya kita
perlu meninjau beberapa hadits berikut :
1. Hadist Shofw an bin Asal diatas yang menunjukan bahwa tidur secara
mutlak membatalkan w udhu.
2. Hadits Anas bin Malik Rodhiyallahu anhu bahwa ia berkata :
‫ﺘ ﻰ ﺗَ ْﺨﻔِ َﻖ‬‫ﺎء َﺣ‬ ِ ِ ِِ ِ
َ ‫ ﻳَـ ْﻨَﺘ ﻈ ُﺮوَن اﻟْﻌ َﺸ‬- ‫ َﻋ َﻠ ﻰ َﻋ ْﻬﺪﻩ‬- ‫ َﻢ‬‫ ُﻪ َﻋ َﻠ ْﻴﻪ َو َﺳﻠ‬‫ ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺻﻠ‬
ِ ِ ‫َﻛﺎ َن أَﺻﺤﺎب رﺳ‬
َ ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َُ ُ َ ْ
‫ُﺌﻮ َن‬‫ﻮ َن َوَﻻ ﻳَـﺘَـ َﻮﺿ‬‫ﺼﻠ‬
َ ُ‫ﻢ ﻳ‬ ُ‫ ﺛ‬، ‫وﺳ ُﻬ ْﻢ‬
ُ ‫ُرُء‬
“adalah sahabat-sahabat Rasulullah pada zaman Nabi , menunggu sholat Isya
(tidur) hingga kepalanya terangguk-angguk (tegluk-tegluk-bs. Jawa-pent.) lalu sholat,
tanpa berwudhu lagi” (HR. Abu Dawud, dishahihkan Imam Daruquthni, asalnya
pada Shahih Muslim).
Imam Shon’ani dala m “Subulus Salam” menyebutkan kisah lain
tentang sifat tidur para sahabat tersebut, kata beliau :
ِ ‫ﺿ ِﻊ ا ﻟ‬ ِ ِْ ‫ وَﻋ ﻠَﻰ‬، ‫ﻴﻂ‬
ِ ِ‫ وَﻋﻠَﻰ ا ﻟْﻐَﻄ‬، ‫س‬ ِ ُ ِ‫َﺣﺎد‬
‫ﺖ‬ َ ‫َﻬ ﺎ َو‬‫ َوُﻛﻠ‬، ‫ْﺠﻨُﻮب‬
ْ ‫ﺻ َﻔ‬ ُ ْ ‫اﻹ ﻳ َﻘﺎظ َو َﻋﻠَﻰ َو‬ َ َ ِ ْ‫ﺮأ‬ ‫ﺖ َﻋﻠَﻰ َﺧْﻔَﻘ ﺔ اﻟ‬ْ َ‫ﻳﺚ ﻗَ ْﺪ ا ْﺷﺘََﻤﻠ‬ َ ‫ﻓَ ْﺎﻷ‬
‫ﻚ‬ ِ ِ ِ
َ ‫ﺌُﻮنَ ﻣ ْﻦ ذَ ﻟ‬‫ﻬ ْﻢ َﻻ ﻳـَﺘَـ َﻮﺿ‬
ُ ‫ﺑﺄَﻧـ‬
“hadits-hadits dalam masalah ini diriwayatkan dengan (sifat) terangguk-angguk
kepalanya, mendengkur, tidur diatas lambung, semuanya ini disifatkan bahw a
setelah itu mereka tidak berw udhu lagi”.
Dalam riwayat ini, seolah-olah tidur tidak membatalkan wudhu secara
mutlak, karena mereka para sahabat langsung sholat tanpa berwudhu
lagi dan bagi mereka yang mentakwil bahwa ini adala h tidur yang
sedikit, maka tertolak dengan adanya sifat mereka tidur mendengkur,
yang menunjukan bahwa itu adalah tidur yang banyak.
3. Hadits Ali Rodhiyallahu anhu, bahwa Nabi bersabda :
ِ ِ
ْ‫ﺄ‬‫ﺎم ﻓـَﻠَْﻴ ﺘَـ َﻮﺿ‬ ُ ‫ِوَﻛ‬
َ َ‫ﺴﻪ اﻟ َْﻌﻴْـَﻨﺎن ﻓَ َﻤ ْﻦ ﻧ‬ ‫ﺎء اﻟ‬
“Pengikat dubur adalah kedua mata, barangsipa yang tertidur, maka hendaknya
berwudhu” (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Imam Al Albani).
4. Dalam lafadz Muaw iyyah bin Abi Sufyan, sabda Nabi :
ِ َ‫ﺴﻪِ ﻓَِﺈ ذَا ﻧ‬ ‫اﻟ َْﻌْﻴﻦ ِوَﻛﺎء اﻟ‬
ُ ‫اﺳَﺘﻄْﻠَ َﻖ اﻟْ ِﻮَﻛ‬
‫ﺎء‬ ْ ‫ﺎﻣ ﺖ اﻟ َْﻌ ْﻴ ُﻦ‬
َ ُ ُ
“Kedua mata adalah pengikat dubur, jika mata tertidur (terpejam), maka lepaslah
ikatannya” (HR. Daruquthni dan selainnya).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 158


5. Hadits Abu Huroiroh Rodhiyallahu anhu bahwa Nabi bersabda :
‫ اﻟ َْﻤ ﻼَﺋِ َﻜﺔُ َﻣﺎ َد َام ﻓِ ﻰ‬- ِ‫ ﻳَـ ْﻌﻨِ ﻰ َﻋﻠَْﻴﻪ‬- ‫ ﻰ‬‫ﺼﻠ‬
َ ُ‫ َوﺗ‬، ‫ﺖ ﺗَ ْﺤﺒِ ُﺴ ُﻪ‬ ْ َ‫ﺻ ﻼَةٍ َﻣﺎ َﻛﺎﻧ‬ ِ ِ
َ ‫َوإِذَا َد َﺧ َﻞ اﻟ َْﻤ ْﺴ ﺠ َﺪ َﻛﺎ َن ﻓﻰ‬
« ِ‫ث ﻓِﻴﻪ‬ ْ ‫َﻢ ﻳُ ْﺤ ِﺪ‬ ِ ِِ ِ ِِِ
َ ُ‫ﺬى ﻳ‬‫َﻣ ْﺠﻠﺴﻪ اﻟ‬
ْ ‫ َﻣﺎ ﻟ‬، ‫ ْار َﺣ ْﻤ ُﻪ‬‫ ُﻬ ﻢ‬‫ اﻟﻠ‬، ‫ اﻏْﻔ ْﺮ ﻟ َُﻪ‬‫ ُﻬ ﻢ‬‫ ﻰ ﻓﻴﻪ اﻟﻠ‬‫ﺼﻠ‬
“Jika ia masuk masjid, ia dihitung sedang sholat se lama ia menunggunya dan para
malaikat bersholawat (mendoakannya) selama ia masih ditempat duduk yang ia
mengerjakan sholat padanya. Malaikat berdoa : “Ya Allah, ampunilah ia, Ya Allah
rahmatilah ia, selama ia tidak berhadatas” (Muttafaqun Alaih).
Dari hadits-hadits diatas, nampaknya kita mulai menemukan titik yang
jelas, perbedaan antara tidur yang membatalkan wudhu dan yang tidak,
yakni salah satu alasan kuat, kenapa tidur membatalkan wudhu adala h
yang pertama ia menghilangkan akal, sehingga ia dihukumi seperti orang
yang hilang akalnya. Yang kedua, ia tidak bisa mengontrol dirinya
apakah ia telah berhadats atau tidak, karena Rasulullah telah
mensifatkan kedua mata, sebagai pengikat dubur, artinya dengan kedua
mata yang masih dapat merasakan kondisi sekelilingnya, maka ia bisa
mengetahui dirinya apakah telah kentut atau tidak.
Imam Al Albani dalam “Tamamul Minnah” telah menceritakan sebuah
kisah yang menarik kata beliau :
‫ ( ﻗﺎل‬2 / 117 / 1 ) " ‫ﻣﺎل إﻟﻴﻪ أﺑﻮ ﻋﺒﻴﺪ اﻟﻘﺎﺳﻢ ﺑﻦ ﺳﻼم ﻓﻲ ﻗﺼﺔ ﻃﺮﻳﻔﺔ ﺣﻜﺎﻫﺎ ﻋﻨﻪ اﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﺒﺮ ﻓﻲ " ﺷﺮح اﻟﻤﻮﻃﺄ‬
‫ ﻗﻢ‬: ‫ "ﻛﻨﺖ أﻓﺘﻲ أن ﻣﻦ ﻧﺎم ﺟﺎﻟﺴﺎ ﻻ وﺿﺆ ﻋﻠﻴﻪ ﺣﺘﻰ ﻗﻌ ﺪ إﻟﻰ ﺟﻨﺒ ﻲ رﺟﻞ ﻳﻮم اﻟﺠﻤﻌﺔ ﻓﻨﺎم ﻓﺨﺮﺟﺖ ﻣﻨﻪ رﻳﺢ ﻓﻘﻠﺖ‬:
‫ﻓﺘﻮﺿﺄ‬
: ‫ ﺑﻠﻰ وﻗﺪ ﺧﺮﺟﺖ ﻣﻨﻚ رﻳﺢ ﺗﻨﻘﺾ اﻟﻮﺿﻮء ﻓﺠﻌﻞ ﻳﺤﻠﻒ ﺑﺎﷲ ﻣﺎ ﻛﺎن ذﻟﻚ ﻣﻨﻪ وﻗﺎل ﻟﻲ‬: ‫ ﻟﻢ أﻧﻢ ﻓﻘﻠﺖ‬: ‫ﻓﻘﺎل‬
‫ﺑﻞ ﻣﻨﻚ ﺧﺮﺟﺖ ﻓﺰاﻳﻠﺖ ﻣﺎ ﻛﻨﺖ أﻋﺘﻘﺪ ﻓﻲ ﻧﻮم اﻟﺠﺎﻟﺲ وراﻋﻴﺖ ﻏﻠﺒﺔ اﻟﻨﻮم وﻣﺨﺎﻟﻄﺘﻪ اﻟﻘﻠﺐ‬
“Abu ‘Ubaid bin Salaam condong kepada pandapat tersebut dalam kisah unik yang
diceritakan oleh Ibnu Abdil Bar dalam “Syaroh Muwatho” (1/117/2) ia berkata :
‘saya berfatwa bahw a orang yang tidur dalam keadaan duduk tidak perlu
berw udhu, sampai suatu ketika aku duduk disamping orang pada w aktu sholat
Jum’at, lalu orang tersebut tertidur, lalu keluar darinya suara kentut. Aku berkata
kepadanya : ‘bangunlah, lalu berwudhu’. Ia berkata, ‘aku tidak tidur’. Aku berkata :
‘bahkan engkau telah kentut yang membatalkan w udhu, aku sampai bersumpah
demi Allah, atas hal tersebut’. Ia berkata : ‘mungkin it u darimu’. Setelah itu
berubahlah apa yang aku yakini selama in i tentang tidurnya orang yang duduk yang
tidur menguasainya dan mencampur adukan hatinya”.
Sehingga penda pat yang rajih adalah bahwa tidur yang
membua t pelakunya tidak me nyadari a pakah ia telah berhadats

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 159


atau tidak , itulah tidur yang dapat me mbatalkan wudhu. Imam Al
Abani telah menukil penjelasan dari Imam Al Khothoobiy tentang definisi
tidur dengan mengantuk, kata beliau :
‫ " وﺣﻘﻴﻘﺔ اﻟﻨﻮم ﻫﻮ ا ﻟﻐﺸﻴﺔ اﻟﺜﻘﻴﻠﺔ اﻟﺘﻲ ﺗﻬﺠﻢ ﻋﻠﻰ اﻟﻘﻠﺐ ﻓﺘﻘﻄﻌﻪ‬: ( 2 / 32 ‫ﻗﺎل اﻟﺨﻄﺎﺑﻲ ﻓﻲ " ﻏﺮﻳﺐ اﻟﺤﺪﻳﺚ " ) ق‬
‫ﻋﻦ ﻣﻌﺮﻓﺔ اﻷﻣﻮر اﻟﻈﺎﻫﺮة‬
" ‫ ﻫﻮ اﻟﺬي رﻫﻘﻪ ﺛﻘ ﻞ ﻓﻘﻄﻌﻪ ﻋﻦ ﻣﻌﺮﻓﺔ اﻷﺣﻮال اﻟﺒﺎﻃﻨﺔ‬: ( ‫و ) اﻟﻨﺎﻋﺲ‬
‫وﺑﻤﻌﺮﻓﺔ ﻫﺬﻩ اﻟﺤﻘﻴﻘﺔ ﻣﻦ اﻟﻔﺮق ﺑﻴﻦ اﻟﻨﻮم واﻟﻨﻌﺎس ﺗﺰول إﺷﻜﺎﻻ ت ﻛﺜﻴﺮة وﻳﺘﺄﻛﺪ اﻟﻘﻮل ﺑﺄن ا ﻟﻨﻮم ﻧﺎﻗﺾ ﻣﻄﻠﻘﺎ‬
“Al Khothoobiy dalam “Ghoribul Hadits” (2/32Q) berkata : “hakikat tidur adalah
sesuatu yang menguasai sangat berat yang menyebabkan hati tertutupi, sehingga
terputus darinya mengenali hal-hal yang dhohir.
Sedangkan kantuk adalah rasa yang berat yang menghalangi mengetahui perkara-
perkara yang batin”.
Kata Al Albani : ‘mengetahui hakikat perbedaan antara tidur dan
kantuk, menghilangkan keraguan-keraguan yang banyak dan
menguatkan pendapat bahwa tidur membatalkan wudhu secara mutlak”.
2). Darah istihadhoh, Aisyah Rodhiyallahu anha berkata :
ِ َ ‫َﺖ ﻳﺎ ر ﺳ‬ ِ ِ َ‫ت ﻓ‬
ٍ ‫ﺎﻃ َﻤﺔُ اﺑْـﻨَﺔُ أَﺑِﻰ ُﺣﺒَـ ْﻴ‬
ْ ‫ﻰ‬‫ ﻪ إِﻧ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ٌ‫اﻣ َﺮأَة‬ ُ َ َ ْ ‫ ﻓـَﻘَﺎ ﻟ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ‫ﺒ‬‫ﺶ إِﻟَﻰ اﻟﻨ‬ ْ ‫َﺟ َﺎء‬
، ‫ﻚ ِﻋ ْﺮ ٌق‬ ِ ِ‫ﻤﺎ َذﻟ‬‫ إِﻧ‬، َ‫ » ﻻ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
َ ُ ‫ﺎل َر ُﺳ‬
َ ‫ﺼﻼََة ﻓَـ َﻘ‬
 ‫ع اﻟ‬ ُ ‫ أَﻓَﺄَ َد‬، ‫ﺎض ﻓَﻼَ أَﻃْ ُﻬ ُﺮ‬ُ ‫ُﺳَﺘ َﺤ‬ ْ‫أ‬
« ‫ ﻰ‬‫ﺻﻠ‬ َ ‫ﻢ‬ ُ‫م ﺛ‬ ِ ‫ت ﻓَﺎﻏْ ِﺴﻠِ ﻰ َﻋْﻨ‬
َ ‫ﻚ اﻟﺪ‬ ْ ‫ َوإِ ذَا أَ ْدﺑَـ َﺮ‬، َ‫ ﻼَة‬‫ﻚ ﻓَ َﺪ ِﻋ ﻰ اﻟﺼ‬ِ ‫ﻀُﺘ‬ ْ َ‫ ﻓَِﺈ ذَا أَﻗـْﺒَـﻠ‬، ‫ﺾ‬
َ ‫ﺖ َﺣ ْﻴ‬ ٍ ‫ﺲ ﺑِ َﺤ ْﻴ‬َ ‫َوﻟ َْﻴ‬
“Fatimah Binti Abu Hubaisy Rodhiyallahu anha mendatangi Nabi , ia berkata : ‘wahai
Rasulullah, aku seorang wanita yang istihadhoh, maka aku tidak suci, apakah aku perlu
meninggalkan sholat?’. Rasulullah menjawab : “Jangan, itu hanyalah peluh, bukan
haidh, jika tiba waktu haidhmu, maka baru tinggalkan sholat, jika telah lewat haidhmu,
cucilah darah tersebut lalu sholat” (Muttafaqun Alaih).
Dalam Lafadz Bukhori terdapat tambahan :
ٍ‫ ﺻ َﻼة‬‫ﺌِ ﻲ ﻟِ ُﻜﻞ‬‫ ﺗـَ ﻮﺿ‬‫ﺛُﻢ‬
َ َ
“lalu engkau berwudhu tiap kali sholat”.
Para ulama berselisih pendapat tentang wajibnya w udhu bagi wanita
yang istihadhoh, Imam Shon’ani dalam “Subulus Salam” menyebutkan 3
pendapat berkaitan dengan hal ini, kata beliau :
ِ‫ﺎ رِع ﺑِﺎﻟْﻮﺿﻮء‬‫اث ﻧﺎﻗِﺾ ﻟِﻠْﻮﺿﻮءِ وﻟِﻬ َﺬ ا أَﻣ ﺮ اﻟ ﺸ‬ ِ ِ ِ ٌ ‫ دم ِاﻻ ﺳﺘِﺤﺎﺿﺔِ ﺣ ﺪ‬‫ﺠﺔُ ﻋﻠَﻰ أَن‬ ‫ﺰﻳﺎدةُ ِﻫﻲ ا ﻟْﺤ‬ ‫ﻓـَﻬﺬِﻩِ اﻟ‬
ُ ُ ُ َ َ َ َ ُ ُ ٌ َ َ‫ث ﻣ ْﻦ ُﺟ ْﻤﻠَﺔ ْاﻷ َْﺣ ﺪ‬ َ َ َ َ ْ ََ َ ُ َ ََ َ
ِ‫ْﺠ ْﻤُﻬﻮر‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ْ َ‫ ﻓَﺈذَ ا ﻓـَ َﺮﻏ‬، ‫ َﻼة‬‫ﻮء ُﺣ ْﻜ َﻤ ُﻪ ﻷ َْﺟ ِﻞ اﻟﺼ‬ ٍ ِ ِ
ُ ‫ﻮء َﻫﺎ ؛ َوَﻫ َﺬ ا ﻗـَ ْﻮُل ا ﻟ‬
ُ‫ﺿ‬ُ ‫ﺾ ُو‬
َ ‫ َﻼة ﻧُﻘ‬‫ﺖ ﻣ ْﻦ اﻟ ﺼ‬ ُ‫ﺿ‬ُ ‫ﻤﺎ َرﻓَ َﻊ ا ﻟ ُْﻮ‬َ ‫ إ ﻧ‬، ‫ﺻ َﻼة‬
َ ‫ﻞ‬ ‫ﻣﻨْ ُﻪ ﻟ ُﻜ‬
ٍ‫ﻞ ﺻ َﻼة‬ ‫ﺄُ ﻟِ ُﻜ‬‫ﻬﺎ ﺗَـﺘـﻮﺿ‬‫أَﻧـ‬
َ ََ َ

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 160


“tambahan ini (dalam riw ayat Bukhori) adalah hujjah bahwa darah istihadhoh itu
adalah hadats, termasuk hadats-hadats yang membatalkan wudhu, oleh karenanya
syariat memerintahkan berw udhu tiap kali sholat, hanyalah digugurkan w udhu
hukumnya karena sholat, jika telah selesai sholat maka (kelurnya) darah istihadhoh
membatalkan w udhunya. Ini adalah pendapat mayoritas ulama, bahw a wajib bagi
w anita mustahadhoh berwudhu setiap kali sholat”.
Ini adalah pendapat yang pertama, lalu lanjut beliau :
َ‫ﻲ ﺑِﻪِ ا ﻟْﻔَﺮِﻳﻀَﺔ‬‫ﺼﻠ‬ ِ ِ
َ ُ‫ﻬﺎ ﺗ‬َ‫ َوأَﻧـ‬، ‫ﻖٌ ﺑﺎ ﻟ َْﻮﻗْﺖ‬‫ﻮء ُﻣﺘَـ َﻌﻠ‬
ٍ ‫ْﺖ ُﻛ ﻞ‬
َ ُ‫ ا ﻟ ُْﻮﺿ‬‫ َوأَن‬، ‫ﺻ َﻼة‬
ِ ِ
َ  ‫ﺄُ ﻟ َﻮﻗ‬‫ﻬﺎ ﺗـَﺘَـ َﻮﺿ‬
ِ ‫ﺔُ وا ﻟ‬‫ﺖ ا ﻟْﻬﺎدوِ ﻳ‬
َ ‫ﺔُ إ ﻟَﻰ أَﻧـ‬‫ْﺤﻨَﻔﻴ‬
َ َ َ َ ْ ‫َوذََﻫَﺒ‬
‫ﻮاﻓِ ِﻞ‬ ِ ْ ‫ﺿﺮةَ وﻣﺎ ﺷﺎء‬
َ ‫ت ﻣ ْﻦ اﻟﻨـ‬ َ َ َ َ َ ‫ْﺤﺎ‬
ِ ‫اﻟ‬
َ
“Hadawiyah dan Hanafiyah berpendapat bahwa ia berw udhu setiap w aktu sholat,
jadi wudhunya dikaitkan dengan w aktu, ia melakukan sholat wajib dan sholat
sunnah sekehendaknya (pada w aktu tersebut)”.
Dan pendapat yang terakhir kata beliau :
ٍ ِ ِ  ‫ﻪ ﻳُ ْﺴﺘَ َﺤ‬ُ ‫ُﺔ إ ﻟَﻰ أَﻧ‬‫ﺖ ا ﻟ َْﻤﺎﻟِﻜِﻴ‬
َ ‫إﻻ ﻟ َﺤ َﺪ ث‬ ‫ﺐ‬
‫آﺧ َﺮ‬ ُ ‫ﻮء َوَﻻ ﻳَﺠ‬
ُ‫ﺿ‬ُ ‫ﺐ ا ﻟْ ُﻮ‬ ْ َ‫َذ َﻫﺒ‬
“Malikiyah berpendapat disunahkan berw udhu, tidak diw ajibkan kecuali karena
hadats yang lain”.
Perbedaan tersebut disebabkan salah satunya karena perbedaan
didalam menerima keshahihan tambahan riwayat Bukhori yang
mengatakan bahwa bagi wanita mustahadhoh diperintahkan untuk
berwudhu tiap kali sholat, dan kami telah menyusun sebuah artikel yang
menguatkan pendapat tentang keshahihan tambahan ini. Sehingga
pendapat yang rajih dalam hal ini adalah darah istiha dhoh seba gai
pemba tal wudhu, hanya saja dimaafka n ketika me ngerjakan
sholat, sebagaimana kondisi orang yang memiliki penyakit beser.

3). Menyentuh kemaluan, para ulama berbeda pendapat tentang apakah


menyentuh kemaluan membatalkan w udhu atau tidak? Dalam
permasalahan ini terdapat 2 buah jenis hadits yang seolah-olah saling
bertentangan, dimana 1 jenis hadits mengatakan menyentuh kemaluan
tidak membatalkan wudhu dan jenis yang lain mengatakan membatalkan
w udhu. Berikut haditsnya :
1. Hadits Busroh bintu Shofwaan, bahwa Nabi bersabda :
َ‫ﺄ‬‫ﺘﻰ ﻳَـﺘَـ َﻮﺿ‬‫ﻞ َﺣ‬ ‫ﺼ‬
َ ُ‫ﺲ ذَ َﻛ َﺮُﻩ ﻓَﻼَ ﻳ‬
 ‫َﻣ ْﻦ َﻣ‬
“Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya, maka janganlah ia sholat, hingga berwudhu
terlebih dahulu” (HR. 4 ahli hadits, dishahihkan oleh Imam Ahmad, Imam Tirmidzi dan
Imam Al Albani).
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 161
Dalam riw ayat ini orang yang menyentuh kemaluannya dapat
membatalkan w udhu.
Dalam riw ayat Nasa’I lafadznya :
‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ُ ‫ﺄُ ِﻣ ْﻨ ُﻪ ﻓـَ ﻘَﺎ َل َر ُﺳ‬‫ ذََﻛ َﺮ َﻣﺎ ﻳـُﺘَـ َﻮ ﺿ‬-‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ْ ‫ َﻬﺎ َﺳ ِﻤ َﻌ‬‫أَﻧـ‬
َ ‫ﺖ َر ُﺳ‬
 ‫ﺄُ ِﻣ ْﻦ َﻣ‬‫ » َوﻳُـﺘَـ َﻮ ﺿ‬- ‫وﺳﻠﻢ‬
« ِ‫ﺬَﻛ ﺮ‬ ‫ﺲ اﻟ‬
“bahwa Busroh mendengar Rasulullah menyebutkan apa saja yang diwajibkan wudhu,
maka Rasulullah bersabda : “diwajibkan wudhu orang yang menyentuh kemaluan”
(Dishahihkan oleh Imam Al Albani).
Dalam hadits ini terkandung makna bahwa orang yang menyentuh
kemaluan, baik kemaluannya sendiri atau kemaluan orang lain, maka ia
w ajib berw udhu. Lajnah Daimah Saudi Arabia pernah ditanya :
10447 ‫اﻟﺴﺆال اﻟﺨﺎﻣﺲ ﻣﻦ اﻟﻔﺘﻮى رﻗﻢ‬
‫ ﻫﻞ ﻟﻤﺲ ﻋﻮرة ﺻﻐﻴﺮي أﺛﻨﺎء ﺗﻐﻴﻴﺮ ﻣﻼﺑﺴﻪ ﻳﻨﺘﻘﺾ وﺿﻮﺋﻲ؟‬:‫س‬
‫ ﻟﻤﺲ اﻟﻌﻮرة ﺑﺪون ﺣﺎﺋﻞ ﻳﻨﻘﺾ اﻟﻮﺿﻮء ﺳﻮاء‬:‫ وﺑﻌﺪ‬..‫ اﻟﺤﻤﺪ ﷲ وﺣﺪﻩ واﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم ﻋﻠﻰ رﺳﻮﻟﻪ وآﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ‬:‫ج‬
‫ وﻓﺮج‬. « ‫ » ﻣﻦ ﻣﺲ ﻓﺮﺟﻪ ﻓﻠﻴﺘﻮﺿﺄ‬:‫ ﻟﻤﺎ ﺛﺒﺖ أن اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻗﺎل‬.‫ﻛﺎن اﻟﻤﻠﻤﻮس ﺻﻐﻴﺮا أو ﻛﺒﻴﺮا‬
.‫اﻟﻤﻤﺴﻮس ﻣﺜﻞ ﻓﺮج اﻟﻤﺎس‬
.‫وﺑﺎﷲ اﻟﺘﻮﻓﻴﻖ وﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻰ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ وآﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ وﺳﻠﻢ‬
‫اﻟﻠﺠﻨﺔ اﻟﺪاﺋﻤﺔ ﻟﻠﺒﺤﻮث اﻟﻌﻠﻤﻴﺔ واﻹﻓﺘﺎء‬
// ‫ اﻟﺮﺋﻴﺲ‬// ‫ ﻧﺎﺋﺐ اﻟﺮﺋﻴﺲ‬// ‫ﻋﻀﻮ‬
// ‫ ﻋﺒﺪ اﻟﻌﺰﻳﺰ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﺑﺎز‬// ‫ ﻋﺒﺪ اﻟﺮزاق ﻋﻔﻴﻔﻲ‬// ‫ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻏﺪﻳﺎن‬
“Soal : Apakah menyentuh aurat anak kecilku, pada saat mengganti pakaiannya,
dapat membatalkan w udhuku?
Jawab : setelah pujian dan sholaw at. Menyentuh aurat tanpa penghalang dapat
membatalkan w udhu, sama saja apakah yang disentuh auratnya anak kecil maupun
orang dew asa, karena hadits tsabit bahw a Nabi bersabda : “Barangsiapa yang
menyentuh farajnya, maka berwudhulah”. Faraj yang disentuh sama seperti
menyentuh farajnya.
Masih dalam kitab yang sama, lafadznya :
ْ‫ﺄ‬‫ﺲ ﻓـَ ْﺮ َﺟ ُﻪ ﻓـَﻠَْﻴﺘَـ َﻮﺿ‬
 ‫َﻣ ْﻦ َﻣ‬
“Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya, maka beruwudhulah” (Dishahihkan oleh
Imam Al Albani).
Dalam riw ayat Imam Ibnu Hibban dalam Shahihnya, lafadznya :
‫إذا ﻣﺲ أﺣﺪﻛﻢ ﻓﺮﺟﻪ ﻓﻠﻴﺘﻮﺿﺄ واﻟﻤ ﺮأة ﻣﺜﻞ ذﻟﻚ‬
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 162
“Jika kalian menyentuh kemaluannya, maka berwudhulah begitu juga wanita seperti itu”
(Syaikh Syu’aib Arnauth mengatakan, para perowinya tsiqoh).
Kata Syaikh Mahmud, bahwa faraj dalam bahasa Arab mencakup
qubul (kemaluan) dan dubur (pantat), sehingga barangsiapa yang
menyentuh baik itu kemaluan atau pantatnya, dapat membatalkan
w udhu, baik laki-laki, maupun perempuan.
Dalam lafadz Imam Ahmad dari Abdullah bin ‘Amr Rodhiyallahu anhu,
bahwa Nabi bersabda :
ْ ‫ﺴ‬ ‫َﻤ ﺎ ْاﻣ َﺮأَةٍ َﻣ‬‫ َوأَﻳ‬،ْ‫ﺄ‬‫ ﻓـَﻠَْﻴﺘَـ َﻮﺿ‬،‫ﺲ ذَ َﻛ َﺮُﻩ‬
ْ‫ﺄ‬‫ﺖ ﻓـَ ْﺮ َﺟ َﻬﺎ ﻓـَﻠَْﺘﺘَـَﻮ ﺿ‬  ‫َﻣ ْﻦ َﻣ‬
“Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya, maka berwudhulah, wanita mana saja yang
menyentuh kemaluannya, maka berwudhulah” (Imam Haitsami berkata : ‘diriwayatkan
Ahmad didalamnya ada Baqiyah ibnul Walid ia seorang Mudallis dan disini ia
meriwayatkan dengan ‘an’anah’. Namun Syaikh Syu’aib dalam Ta’liq Musnad Ahmad
mengatakan : ‘sanadnya Hasan, dan Baqiyah meriwayatkan dengan jelas’).
2) dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu anhu bahwa Nabi bersabda :
‫إذا أﻓﻀﻲ أﺣﺪﻛﻢ ﺑﻴﺪﻩ إﻟﻰ ﻓﺮﺟﻪ وﻟﻴﺲ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﺳﺘﺮ وﻻ ﺣﺠﺎب ﻓﻠﻴﺘﻮﺿﺄ‬
“Jika kalian menyentuh dengan tangannya kemaluannya tanpa ada pembatas dan
penghalang, maka berwudhulah” (HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya).
Hadits jenis ini menunjukan bahwa yang membatalkan bila
menyentuhnya secara langsung, adapun jika kemaluan tersebut tertutupi
atau terhalangi atau ia memakai sarung tangan misalnya, maka tidak
membatalkan w udhu.
Kedua jenis pada point 1 dan 2, sebagian ulama berpendapat
dengannya, yaitu menyentuh kemaluan membatalkan wudhu. Syaikh
Mahmud dalam “Jamiul Ahkamis Sholat” berkata :
‫ ﺣﺴﺐ ﻣﺎ ذﻛﺮ‬- ‫ وﻣﻤﻦ ُروي ﻋﻨﻬﻢ اﻹﻳﺠﺎب ﻣﻦ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ‬، ‫ﻪ‬‫وﺧﺎﻟﻔﻬﻢ آﺧﺮون ذاﻫﺒﻴﻦ إﻟﻰ إﻳﺠﺎب اﻟﻮﺿﻮء ﻣﻦ ﻣ ﺴ‬
‫ ﻋﻤﺮ ﺑﻦ اﻟﺨﻄﺎب واﺑﻨﻪ ﻋﺒﺪ اﷲ وأﺑﻮ أﻳﻮب اﻷﻧﺼﺎري وزﻳﺪ ﺑﻦ ﺧﺎﻟﺪ وأﺑﻮ ﻫﺮﻳﺮة وﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻋﻤﺮو وﺟﺎﺑﺮ‬- ‫اﻟﺤﺎزﻣﻲ‬
‫ وﻣﻦ‬،‫وﻋﺎﺋﺸﺔ وأم ﺣﺒﻴﺒﺔ وﺑُﺴﺮة ﺑﻨﺖ ﺻﻔﻮان وﺳﻌﺪ ﺑﻦ أﺑﻲ وﻗﺎص ﻓﻲ اﻟﺮواﻳﺔ اﻟﺜﺎﻧﻴﺔ ﻋﻨﻪ وا ﺑﻦ ﻋﺒﺎس ﻓﻲ اﻟﺮواﻳﺔ اﻟﺜﺎﻧﻴﺔ ﻋﻨﻪ‬
‫ﺰﻫﺮي وﻣﺼﻌﺐ ﺑﻦ ﺳﻌﺪ‬ ‫اﻟﺘﺎﺑﻌﻴﻦ ﻋﺮوة ﺑﻦ اﻟﺰﺑﻴﺮ وﺳﻠﻴﻤﺎن ﺑﻦ ﻳﺴﺎر وﻋﻄﺎء ﺑﻦ أﺑ ﻲ رﺑﺎح وأﺑﺎن ﺑﻦ ﻋﺜﻤﺎن وﺟﺎﺑﺮ ﺑﻦ زﻳﺪ واﻟ‬
‫ﺐ ﻓﻲ أﺻﺢ اﻟﺮواﻳﺘﻴﻦ ﻋﻨﻪ وﻫﺸﺎم ﺑﻦ ﻋﺮوة واﻷوزاﻋﻲ وا ﻟﺸﺎﻓﻌﻲ وأﺣﻤﺪ وإﺳﺤﻖ‬‫وﻳ ﺤﻴ ﻰ ﺑﻦ أﺑﻲ ﻛﺜﻴﺮ وﺳﻌﻴﺪ ﺑﻦ اﻟﻤﺴﻴ‬
.‫واﻟﻤﺸﻬﻮر ﻣﻦ ﻗﻮل ﻣﺎﻟﻚ‬
“Sebagian yang lain menyelisihinya dengan berpendapat wajibnya w udhu orang
yang menyentuh auratnya, ulama yang diriwayatkan berpendapat atas w ajibnya
w udhu –sesuai dengan yang disebutkan Al Haazimiy- dari kalangan sahabat Umar
bin Khothob, anaknya Abdullah, Abu Ayyub Al Anshoriy, Zaid bin Khoolid, Abu
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 163
Huroiroh, Abdullah bin ‘Amr, Jabir, Aisyah, Ummu Habibah, Busroh bintu Shofwan,
Sa’ad bin Abi W aqqoosh dalam pendapat kedua darinya dan Ibnu Abbas dalam
pendapat kedua darinya Rodhiyallahu anhum. Dari kalangan Tabi’ in yakni, Urwah
bin Zubair, Sulaiman bin Yassaar, ‘Athoo’ bin Abi Robaah, Abaan bin Utsman, Jabir
bin Zaid , Zuhri, Mush’ab bin Sa’ad, Y ahya bin Abi Katsir, Sa’id ibnul Musayyib dari
pendapatnya yang palih shah ih diantara 2 pendapatnya, Hisyaam b in Urw ah, Al
Auzaa’iy, Syafi’iy, Ishaq dan pendapat Malik yang masyhur”.

3) hadits Tholiq, bahw a ia berkata :


 ‫ َﻣﺎ ﺗَـ َﺮى ﻓِﻲ َﻣ‬،ِ‫ﻪ‬‫ﻲ اﻟﻠ‬ ِ‫ ﻳَﺎ ﻧَﺒ‬:‫ﺎل‬
‫ﺲ‬  ‫ ُﻪ ﺑَ َﺪ ِو‬‫ َﻢ ﻓَ َﺠ َﺎء َر ُﺟ ٌﻞ َﻛﺄَﻧ‬‫ ﻰ اﷲُ َﻋﻠَ ْﻴﻪِ َو َﺳﻠ‬‫ﺻﻠ‬
َ ‫ ﻓـَ َﻘ‬،‫ي‬ َ ِ‫ﻪ‬‫ﻲ اﻟﻠ‬ ِ‫ﻗَ ِﺪ ْﻣَﻨﺎ َﻋﻠَﻰ ﻧَﺒ‬
« ‫ﻀ َﻌ ٌﺔ ِﻣ ْﻨُﻪ‬ َ َ‫ أ َْو ﻗ‬،« ‫ﻀﻐٌَﺔ ِﻣ ْﻨ ُﻪ‬
ْ َ‫ »ﺑ‬:‫ﺎل‬ ْ ‫ﻻ ُﻣ‬ِ‫ » َﻫ ْﻞ ُﻫ َﻮ إ‬:‫ﺎل‬ َ ‫ﺄُ؟ ﻓـَ َﻘ‬‫ﺮ ُﺟ ِﻞ ذََﻛ َﺮُﻩ ﺑَـ ْﻌ َﺪ َﻣﺎ ﻳَـﺘَـ َﻮﺿ‬ ‫اﻟ‬
“kami sedang bersama Nabi , lalu datang seseorang yang sepertinya adalah orang
baduwi, ia berkata : ‘wahai Nabi Allah, apa pendapatmu tentang orang yang menyentuh
dzakarnya, setelah ia berwudhu?. Nabi menjawab : “bukankah ia daging yang tumbuh
darinya” atau Beliau berkata : “bagian dari tubuh”” (HR. 4 ahli hadits, dishahihkan oleh
Imam Ibnu Hibban, Thobroni, Ibnu Hazm dan Al Albani).
Hadits ini menunjukan bahwa karena kemaluan adalah bagian dari
tubuh, sehingga menyentuhnya sama seperti menyentuh bagian tubuh
yang lain, seperti hidung dan semisalnya, yang tentu saja tidak
membatalkan wudhu. Diantara ulama yang berpendapat tidak batal
w udhu yaitu kata syaikh Mahmud :
‫ وﺣﺬﻳﻔﺔ‬،‫ﻓﺬﻛﺮ اﻟﺤﺎزﻣﻲ أن ﻋﻠﻲ ﺑﻦ أﺑﻲ ﻃﺎﻟﺐ وﻋﻤﺎر ﺑﻦ ﻳﺎﺳﺮ وﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻣﺴﻌﻮد واﺑﻦ ﻋﺒﺎس ﻓﻲ إﺣ ﺪى اﻟﺮواﻳﺘﻴﻦ ﻋﻨﻪ‬
‫ﺐ ﻓﻲ إﺣﺪى‬‫ وﺳﻌﻴﺪ ﺑﻦ اﻟﻤ ﺴﻴ‬،‫ﺑﻦ اﻟﻴﻤﺎن وﻋﻤﺮان ﺑﻦ ﺣﺼﻴﻦ وأﺑﺎ اﻟﺪرداء وﺳﻌﺪ ﺑﻦ أﺑ ﻲ وﻗﺎص ﻓﻲ إﺣﺪى اﻟﺮواﻳﺘﻴﻦ ﻋﻨﻪ‬
‫ وﺳﻌﻴﺪ ﺑﻦ ﺟﺒﻴﺮ وإﺑﺮاﻫﻴﻢ اﻟﻨﺨﻌﻲ ورﺑﻴﻌﺔ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ وﺳﻔﻴﺎن اﻟﺜﻮري وأﺑﺎ ﺣﻨﻴﻔﺔ وأﺻﺤﺎﺑﻪ رأوا ﺗﺮك‬،‫اﻟﺮواﻳﺘﻴﻦ ﻋﻨﻪ‬
.‫ﺬﻛﺮ‬ ‫ﻣﺲ اﻟ‬
 ‫اﻟﻮﺿﻮء ﻣﻦ‬
“Al Hazimiy menyebutkan bahw a Ali bin Abi Tholib, ‘Amaar bin Y aasir, Abdullah bin
Mas’ud, Ibnu Abbas dalam salah satu pendapatnya, Khudzaifah ibnul Y amaan,
‘Imroon bin Khushain, Abu Dardaa’, Sa’ad bin Abi W aqoosh dalam salah satu
pendapatnya, Sa’id ibnul Musayyib dalam salah satu pendapatnya, Sa’id bin Jubair,
Ibrohim An Nakhoo’iy, Robii’ah bin Abdur Rokhman, Sufyaan Ats-Tsauri, Abu
Hanifah, dan teman-temanya berpendapat tidak berw udhu bagi orang yang
menyentuh kemaluan”.
Untuk melakukan tarjih dari 2 pendapat para ulama yang
bertentangan ada yang melakukannya dengan metode tarjih dan ada
juga yang melakukannya dengan metode penggabungan. Bagi sebagian

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 164


ulama yang melakukan tarjih, maka mereka akan memilih pendapat
batalnya wudhu, karena menyentuh kemaluan. Alasan mereka,
sebagaimana dikatakan Syaikh Mahmud :
‫ﺞ‬
 ‫ﻗﺎل اﻟﺒﻴﻬﻘﻲ )ﻳﻜﻔﻲ ﻓﻲ ﺗﺮﺟﻴﺢ ﺣﺪﻳﺚ ﺑُﺴﺮة ـ أي اﻷول ـ ﻋﻠﻰ ﺣﺪﻳﺚ ﻃﻠﻖ ـ أي اﻟﺮاﺑﻊ ـ أن ﺣﺪﻳﺚ ﻃﻠﻖ ﻟﻢ ﻳﺤﺘ‬
.‫ وﺣﺪﻳﺚ ﺑﺴﺮة ﻗﺪ اﺣﺘﺠﺎ ﺑﺠﻤﻴﻊ رواﺗﻪ( ﻓﻬﺬﻩ أوﻟﻰ اﻟﺤﺠﺞ ﻓﻲ ﺗﺮﺟﻴﺢ اﻹﻳ ﺠﺎب ﻋﻠﻰ ﻋﺪﻣﻪ‬،‫اﻟﺸﻴﺨﺎن ﺑﺄﺣﺪ ﻣﻦ رواﺗﻪ‬
“Baihaqi berkata : “cukup melakukan tarjih pada haditsnya Busroh-yang pertama-
(yang mew ajibkan wudhu), atas haditsnya Tholaq-yang keempat- (yang tidak
mew ajibkan w udhu). Alasannya, hadits Tholaq para perow inya tidak dijadikan
hujjah oleh Bukhori-Muslim, sedangkan hadits Busroh, semua perow inya dijadikan
hujjah oleh Bukhori-Muslim. Maka in i lebih utama berhujjah untuk menguatkan
pendapat yang w ajibkan wudhu dibanding pendapat yang menafikannya”.
Alasan lainnya lagi, kata Syaikh Mahmud :
.‫ ﻗﺪ ﺳﺄﻟﻨﺎ ﻋﻦ ﻗﻴﺲ ﺑﻦ ﻃﻠﻖ ﻓﻠﻢ ﻧ ﺠﺪ ﻣﻦ ﻳﻌﺮﻓﻪ‬:‫ ﻗﺎل اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ‬.‫ﻌﻔﻪ ﻋﺪد ﻛﺒﻴﺮ ﻣﻦ اﻷﺋﻤﺔ ا ﻟﻤﻌﺘﺒﺮﻳﻦ‬ ‫إن ﺣﺪﻳﺚ ﻃﻠﻖ ﺿ‬
‫ واﻟﻤﻌﻠﻮم أن ﺣﺪﻳﺚ ﻃﻠﻖ ﺑﻦ ﻋﻠﻲ ﻫﻮ ﻣﻦ رواﻳﺔ اﺑﻨﻪ ﻗﻴﺲ‬.‫ ﻗﻴﺲ ﺑﻦ ﻃﻠﻖ ﻣﻤﻦ ﻻ ﺗﻘﻮم ﺑﻪ ﺣﺠﺔ‬:‫وﻗﺎل أﺑﻮ ﺣﺎﺗﻢ وأﺑﻮ ُزرﻋﺔ‬
‫ وﻣﺮوان ﻣﻄﻌﻮن‬،‫ﻔﻮﻩ ﻣﻦ ﻃﺮﻳﻖ ﻋﺮوة ﻋﻦ ﻣﺮوان ﻋﻦ ﺑُﺴﺮة‬‫ﻔﻮا ﺣ ﺪﻳﺚ ﺑﺴﺮة إﻧﻤﺎ ﺿﻌ‬‫ ﻓﻲ ﺣﻴﻦ أن اﻷﺋﻤﺔ اﻟﺬﻳﻦ ﺿﻌ‬،‫ﺑﻦ ﻃﻠﻖ‬
‫ﺎن وﺳﻨﻦ اﻟﺪار ﻗﻄﻨﻲ‬‫ ﻓﻔﻲ ﺻﺤﻴﺢ اﺑﻦ ِﺣﺒ‬،‫ وﻟﻜﻦ اﺑﻦ ُﺧ َﺰﻳﻤﺔ وﻏﻴﺮﻩ ﺟﺰﻣﻮا ﺑﺄن ُﻋﺮوة ﺳﻤﻌﻪ ﻣﻦ ﺑُ ﺴﺮة ﻣﺒﺎﺷﺮة‬،‫ﻓﻲ ﻋﺪاﻟﺘﻪ‬
.‫ ﻓﻴ ﺴﻘﻂ ﺗﻀﻌﻴﻔﻬﻢ ﻫﺬا‬، ‫ وﺑﻤﺜﻞ ﻫﺬا أﺟﺎب اﺑﻦ ُﺧ َﺰﻳﻤﺔ واﻟ ﺤﺎﻛﻢ‬.« ‫ﻗﺘﻪ‬‫»ﻗﺎل ﻋﺮوة ﻓﺴﺄﻟﺖ ﺑُﺴﺮة ﻓﺼ ﺪ‬
“Hadits Tholaq dilemahkan oleh banyak Aimah yang mu’tabar. Syafi’I berkata :
‘kami bertanya tentang Qois bin Tholaq, maka kami tid ak mendapatkan orang yang
mengenalnya’. Abu Hatim dan Abu Zur’ah berkata : ‘Qois bin Tholaq adalah dari
kalangan perow i yang tidak bisa tegak padanya hujjah. Sudah diketahui bahw a
haditsnya Tholaq bin Ali Rodhiyallahu anhu adalah dari riwayat anaknya Qois bin
Tholaq. Sedangkan Aimah yang mendhoifkan hadits Busroh Rodhiyallahu anhu,
hanyalah mendhoifkannya dari jalan Urw ah dari Marw an dari Busroh, Marwan
tercela dalam ‘adalahnya, namun Ibnu Khuzaimah dan selainnya memastikan
bahw a Urw ah mendengar langsung dari Busroh. Dalam Shohih Ibnu Hib ban dan
Sunan Daruquthni : “Urwah berkata, aku bertanya kepada Busroh, lalu ia
membenarkannya”. Dengan riw ayat seperti ini, Ibnu Khuzaimah dan Al Hakim telah
menjawab alasan pelemahannya, maka gugurlah pendhoifan haditsnya Busroh”.
Imam Ibnu Utsaimin dalam “Al Ushul min ilmil Ushul” menambahkan
sisi tarjihnya, kata beliau :
.‫ ﻓﻔﻴﻪ زﻳﺎدة ﻋﻠﻢ‬،‫ وﻷﻧﻪ ﻧﺎﻗﻞ ﻋﻦ اﻷﺻﻞ‬،‫ وﻣﺼﺤﺤﻮﻩ أﻛﺜﺮ‬،ً‫ وﻷﻧﻪ أﻛﺜﺮ ﻃﺮﻗﺎ‬،‫ﻓﻴﺮﺟﺢ اﻷول؛ ﻷﻧﻪ أﺣﻮط‬
“Y ang Rojih yang pertama (w ajib w udhu), karena ini lebih hati-hati, lebih banyak
jalannya dan dishahihkan oleh lebih banyak ulama. Juga ini adalah memalingkan
dari hukum asal, maka didalamnya ada tambahan ilmu”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 165


Adapun sebagiannya lagi melakukan jam’ul dalilain
(mengkompromikan 2 dalil) yakni mereka mengatakan yang
membatalkan wudhu apabila menyentuhnya dengan syahwat. Imam Al
Albani dalam “Tamamul Minnah” berkata :
‫ " إﻧﻤﺎ ﻫﻮ ﺑﻀﻌﺔ ﻣﻨﻚ " ﻓﻴﻪ إ ﺷﺎرة ﻟﻄﻴﻔﺔ إﻟﻰ أن اﻟﻤﺲ اﻟﺬي ﻻ ﻳﻮﺟﺐ اﻟﻮﺿﻮء إﻧﻤﺎ‬: ‫ ﻗﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬: ‫ﻗﻠﺖ‬
‫ﻫﻮ اﻟﺬي ﻻ ﻳﻘﺘﺮن ﻣﻌﻪ ﺷﻬﻮة ﻷﻧﻪ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ اﻟ ﺤﺎﻟﺔ ﻳﻤﻜﻦ ﺗﺸﺒﻴﻪ ﻣﺲ اﻟﻌﻀﻮ ﺑﻤﺲ ﻋﻀﻮ آﺧﺮ ﻣﻦ اﻟﺠﺴﻢ ﺑﺨﻼف ﻣﺎ إذا‬
‫ﻣﺴﻪ ﺑﺸﻬﻮة ﻓﺤﻴﻨﺌﺬ ﻻ ﻳﺸﺒﻪ ﻣﺴﻪ ﻣﺲ اﻟﻌﻀﻮ اﻵﺧﺮ ﻷﻧﻪ ﻻ ﻳﻘﺘﺮن ﻋﺎدة ﺑﺸﻬﻮة وﻫﺬا أﻣﺮ ﺑﻴﻦ ﻛﻤﺎ ﺗﺮى وﻋﻠﻴﻪ ﻓﺎﻟﺤﺪﻳﺚ‬
‫ﻟﻴﺲ دﻟﻴﻼ ﻟﻠﺤﻨﻔﻴﺔ اﻟﺬﻳﻦ ﻳﻘﻮﻟﻮن ﺑﺄن اﻟﻤﺲ ﻣﻄﻠﻘﺎ ﻻ ﻳﻨﻘﺾ اﻟﻮﺿﻮء ﺑﻞ ﻫﻮ دﻟﻴﻞ ﻟﻤﻦ ﻳﻘﻮل ﺑﺄن اﻟﻤﺲ ﺑﻐﻴﺮ ﺷﻬﻮة ﻻ‬
‫ﻳﻨﻘﺾ وأﻣﺎ اﻟﻤﺲ اﻟﺸﻬﻮة ﻓﻴﻨﻘﺾ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﺣﺪﻳﺚ ﺑﺴﺮة وﺑﻬﺬا ﻳﺠﻤﻊ ﺑﻴﻦ اﻟﺤﺪﻳﺜﻴﻦ وﻫﻮ اﺧﺘﻴﺎر ﺷﻴﺦ اﻹﺳﻼم اﺑﻦ ﺗﻴﻤﻴﺔ ﻓﻲ‬
‫ﺑﻌﺾ ﻛﺘﺒﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ أذﻛﺮ‬
‫واﷲ أﻋﻠﻢ‬
“Sabda Nabi : ‘ia hanyalah bagian tubuhmu”. Ini adalah isyarat yang halus bahw a
menyentuh yang tidak mew ajibkan wudhu, hanyalah jika tidak dibarengi dengan
syahw at, karena dalam hal in i, dapat diserupakan dengan menyentuh anggota
tubuh lainnya dari tubuh, berbeda jika menyentuhnya dengan syahwat, maka
ketika itu tidak dapat diserupakan dengan menyentuh anggota tubuh lainnya,
karena umunya menyentuh bagian anggota tubuh selain faraj tidak dibarengi
syahw at. Ini adalah perkara yang jelas, sebagaimana engkau lihat. Hadits ini bukan
dalil bagi Hanaf iyah yang berpendapat menyentuh faraj secara mutlak tidak
membatalkan wudhu, namun ini adalah dalil bagi yang berpendapat menyentuh
tanpa syahw at dapat membatalkan w udhu. Adapun menyentuhnya dengan syahwat
dapat membatalkan wudhu dengan dalil had its Busroh. Ini adalah cara
mengkompromikan 2 hadist ini dan ini adalah pilih annya Syaikhul Islam Ibnu
taimiyyah dalam sebagian kitab-kit abnya yang aku sebutkan. W allohu A’lam”.
Kami memandang lebih tepat menggunakan metode jama’
(kompromi), karena dengannya kita dapat mengamalkan 2 hadits ini
secara bersamaan. Terlebih lagi kedua hadits ini shahih. Apa yang
dinukilkan oleh Syaikh Mahmud bahwa hadits Tholaq terdapat masala h
pada sanadnya karena perowinya, yakni anak Tholaq Rodhiyallahu anhu
sendiri Qois bin Tholaq, dimajhulkan dan dilemahkan oleh para ulama,
kami jawab : bahwa Qois bin Tholaq telah ditsiqohkan oleh sebagia n
ulama lainnya, kata Imam Ibnu Ma’in : “ ‫( ” ﺷﻴﻮخ ﻳﻤﺎﻣﻴﺔ ﺛﻘﺎت‬Syaikh

Yamamiyah, tsiqoh). Begitu juga Imam Al’ijli dan Imam Ibnu Hibban
mentautsiqnya. Imam Tirmidzi setelah meriw ayatkan haditsnya berkata :
ِ ‫ﻳﺚ أ َْﺣ ﺴﻦ َﺷﻰءٍ روِى ﻓِ ﻰ ﻫ َﺬ ا ا ﻟْﺒ‬
‫ﺎب‬ ِ ‫وﻫ َﺬ ا ا ﻟ‬
َ َ َ ُ ْ ُ َ ُ ‫ْﺤﺪ‬ َ ََ

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 166


”hadits ini adalah yang palin g bagus dari beberapa hadits yang diriw ayatkan dalam
bab ini”.
Dalam “Subulus Salam” Imam Shon’aniy menukil perkataan Imam
Thohaw i :
‫ﻲ َواﺑْ ُﻦ َﺣ ْﺰٍم‬ ِ‫ﺒَـ َﺮ اﻧ‬‫ﺤ َﺤ ُﻪ اﻟﻄ‬ ‫ﺻ‬ ٍ ْ ‫ إﺳﻨَﺎدُﻩُ ﻣ ﺴﺘﻘِﻴﻢ ﻏَﻴْـﺮ ﻣ‬: ‫ي‬ ِ‫ﺤﺎو‬‫وﻗَﺎ َل اﻟﻄ‬
َ ‫ﻀﻄَﺮِب َو‬ ُ ُ ٌ َْ ُ ْ َ َ
”Sanadnya lurus, tidak goncang, dishahihkan oleh Imam Thobroniy dan Ibnu
Hazm”.
Bahkan Imam Syaukani dalam “Nailul Author” menukil ulama yang
menguatkan haditsnya sahabat Tholaq dibanding shohabiyah Busroh,
kata beliau :
ِ ِ‫ ﻫﻮ ﻋِﻨْ ﺪ ﻧﺎ أَﺛْـﺒﺖ ِﻣﻦ ﺣﺪ‬: ‫ﺎل‬ ِ
. َ‫ﻳﺚ ﺑُ ْﺴ َﺮة‬ َ ْ ُ َ َ َ َ ُ َ َ‫س َوﻗ‬ ُ ‫ﻼ‬ َ‫ﻲ ا ﻟْﻔ‬ ‫ﺤ َﺤ ُﻪ َﻋ ْﻤ ُﺮو ْﺑ ُﻦ َﻋﻠ‬ ‫ﺻ‬
َ ‫َو‬
ِ ِ‫ ﻫﻮ ﻋِﻨْﺪ ﻧﺎ أَﺣﺴﻦ ِﻣﻦ ﺣ ﺪ‬: ‫ﺎل‬ ِِ ِ
َ‫ﻳﺚ ﺑُ ْﺴ َﺮة‬ َ ْ ُ َ ْ َ َ َ ُ َ َ‫ﻪ ﻗ‬ُ‫ﻲ أَﻧ‬ ‫ﻲ ْﺑ ِﻦ ا ﻟ َْﻤ ﺪﻳﻨ‬ ‫َو ُروِ َي َﻋ ْﻦ َﻋﻠ‬
”Dishahihkan oleh ‘Amr bin Ali Al Falaas, katanya : ‘ia menurut kami lebih kokoh
dari haditsnya Bushroh”. Diriw ayatkan dari Ali Ibnul Madin iy bahw a ia berkata : ‘ia
menurut kami lebih bagus dari haditsnya Busroh’”.
Kami memandang yang rajih adalah dengan menggunakan
teknik jama’ (penggabungan) hadits-hadits tersebut, dimana pendapat
yang terpilih adalah batalnya wudhu jika menye ntuh kema luan
dengan syahwat, sebagaimana yang dirajihkan oleh Imam Al Albani.

4). Makan Daging Onta


Para ulama berselisih pendapat tentang batalnya w udhu bagi yang
memakan daging unta. Syaikh Mahmud menyebutkannya, kata beliau :
‫ ﻓﻨُﺴﺐ إﻟﻰ اﻟﺨﻠﻔﺎء اﻷرﺑﻌﺔ وا ﺑﻦ‬:‫ﻧﻘﺾ اﻟﻮﺿﻮء ﻋﻠﻰ رأﻳﻴﻦ‬
ُ ‫وﻗﺪ اﺧﺘﻠﻒ اﻟﻤﺴﻠﻤﻮن ﻓ ﻲ أﻛﻞ ﻟﺤﻢ اﻟﺠﻤﺎ ل ﻣﻦ ﺣﻴﺚ‬
‫اﻟﺠﺰور ﻻ ﻳﻨﻘﺾ‬
َ ‫ُﺑﻲ ﺑﻦ ﻛﻌﺐ وا ﺑﻦ ﻋﺒﺎس وأﺑﻲ اﻟﺪرداء وأﺑﻲ أﻣﺎﻣﺔ وﻣﺎﻟﻚ وأﺑﻲ ﺣﻨﻴﻔﺔ واﻟﺸﺎﻓﻌﻲ أن أﻛﻞ ﻟﺤﻢ‬
 ‫ﻣﺴﻌﻮد وأ‬
‫ وﺟﻤﺎﻋﺔٌ ﻣﻦ‬،‫راﻫ َﻮﻳﻪ وا ﺑﻦ اﻟﻤﻨﺬر وا ﺑﻦ ُﺧ َﺰﻳﻤﺔ واﻟﺒﻴﻬﻘﻲ وأﺻﺤﺎب اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻣﻄﻠﻘًﺎ‬
ُ ‫ وذﻫﺐ أﺣﻤﺪ وإﺳﺤﻖ ﺑﻦ‬.‫اﻟﻮﺿﻮء‬
‫ وإﻟﻰ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ اﻟﺤﺴﻦ‬،‫ وﻧُﺴﺐ ﻫﺬ ا اﻟﺮأي إﻟﻰ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻓﻲ ﻗﻮل ﻟﻪ‬،‫اﻟﺠ ُﺰور ﻳﻨﻘﺾ اﻟﻮﺿﻮء‬
َ ‫اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ إﻟﻰ أن أﻛﻞ ﻟﺤﻢ‬
‫ وﻧﺤﻦ ﻧﻘﻮل ﻧﻌﻢ ﻗﺪ‬.‫ﺢ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻓﻲ ﻟﺤﻮم اﻹﺑﻞ ﻗﻠﻨﺎ ﺑﻪ‬
 ‫ إن ﺻ‬:‫ ﻫﺬا وﻗﺪ روي ﻋﻦ اﻹﻣﺎم اﻟ ﺸﺎﻓﻌﻲ أﻧﻪ ﻗﺎل‬.‫ﻣﻦ اﻷﺣﻨﺎف‬
‫ﺷﺎﻓﻌﻲ اﻟﻤﺬﻫﺐ )ﺑﻠﻐﻨﻲ ﻋﻦ أﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺣﻨﺒﻞ وإﺳﺤﻖ ﺑﻦ إﺑﺮاﻫﻴﻢ اﻟﺤﻨﻈﻠﻲ ـ أي اﺑﻦ‬
 ‫ ﻗﺎل اﻟﺒﻴﻬﻘﻲ وﻫﻮ‬.‫ﺻﺢ اﻟﺤﺪﻳﺚ‬
‫ ﺣﺪﻳﺚ اﻟﺒﺮاء ﺑﻦ ﻋﺎزب وﺣﺪﻳﺚ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫راﻫَﻮﻳﻪ ـ أﻧﻬﻤﺎ ﻗﺎﻻ ﻗﺪ ﺻﺢ ﻓﻲ ﻫﺬا اﻟﺒﺎب ﺣﺪﻳﺜﺎن ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ‬
ُ
(‫ﺟﺎﺑﺮ ﺑﻦ ﺳﻤﺮة‬
”Kaum Muslimin berselisih pendapat tentang hukum memakan daging unta dari sisi
membatalkan w udhu kepada 2 pendapat. Dinisbahkan kepada kholifah yang 4, Ibnu
Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Ibnu Abbas, Abu Dardaa’ dan Abu Umaamah Rodhiyallahu

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 167


anhum, Malik, Abu Hanifah dan Syafi’I bahw a memakan daging unta tidak
membatalkan w udhu.
Ahmad, Ishaq bin Rohaw aih , Ibnul Mundzir, Ibnu Khuzaimah, Baihaqi, Ulama hadits
secara mutlak dan sekelompok sahabat, berpendapat bahw a memakan daging unta
membatalkan wudhu. Dinisbahkan pendapat ini juga kepada Syafi’I tentang
ucapannya dalam masalah in i dan kepada Muhammad ibnul Hasan dari kalangan
Hanafiyah. Ini karena diriw ayatkan bahw a Imam Syafi’I berkata : ‘jika shahih
haditsnya tentang memakan unta (dapat membatlkan w udhu), maka kami
berpendapat dengannya. Kami katakan benar shahih hadit snya. Baihaqi berkata
yang ia merupakan ulama madzhab Syafi’I : ‘telah sampai kepadaku bahwa Ahmad
bin Hambal dan Ishaq bin Ibrohim yakni Ibnu Rohawaih, keduanya berkata bahw a
telah shahih dalam bab ini 2 hadits dari Nabi , haditsnya Baroo’ bin Aazib dan
haditsnya Jaabir bin Samuroh’”.
Haditsnya sebagai berikut :
1. Hadits Baroo’ bin ‘Aazib Rodhiyallahu anhu, bahwa ia berkata :
‫ َو ُﺳﺌِ َﻞ‬.« ‫ﺌُﻮا ِﻣﻨْـ َﻬﺎ‬‫ﺎل » ﺗـَ َﻮﺿ‬ َ َ‫ﻮم ا ِﻹﺑِ ِﻞ ﻓـَﻘ‬ِ ‫ﻮء ِﻣﻦ ﻟُﺤ‬ ِ ِ ُ ‫ﺳﺌِﻞ رﺳ‬
ُ ْ ُ‫ ﻋَ ِﻦ اﻟ ُْﻮﺿ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ََُ ُ
‫ﻮا ﻓِ ﻰ‬‫ﺼﻠ‬ َ ‫ﺼﻼَةِ ﻓِ ﻰ َﻣَﺒﺎرِ ِك ا ِﻹﺑِ ِﻞ ﻓَـ َﻘ‬ ِ ‫ﻋﻦ ﻟُﺤ‬
 ‫ َو ُﺳﺌِ َﻞ َﻋ ِﻦ اﻟ‬.« ‫ُﺌﻮا ِﻣﻨْـ َﻬﺎ‬‫ﻮم اﻟْﻐََﻨ ِﻢ ﻓَـ َﻘﺎ َل » ﻻَ ﺗـَﺘَـَﻮﺿ‬
َ ُ‫ﺎل » ﻻَ ﺗ‬ ُ َْ
‫ َﻬﺎ ﺑَـ َﺮَﻛ ٌﺔ‬‫ﻴﻬﺎ ﻓَِﺈ ﻧـ‬ِ ِ ِ‫ﻼَةِ ﻓِ ﻰ َﻣ َﺮاﺑ‬‫ َو ُﺳﺌِ َﻞ َﻋ ِﻦ اﻟ ﺼ‬.« ‫ﺎﻃﻴ ِﻦ‬ ِ ‫ﻴ‬‫ ﻬﺎ ِﻣﻦ اﻟﺸ‬‫ﻣﺒﺎرِ ِك ا ِﻹﺑِ ِﻞ ﻓَِﺈﻧـ‬
َ ‫ ﻮا ﻓ‬‫ﺻﻠ‬
َ » ‫ﺎل‬ َ ‫ﺾ اﻟْﻐََﻨ ِﻢ ﻓـَ َﻘ‬ َ َ َ ََ
«
“Rasulullah ditanya tentang wudhu karena makan daging unta, maka jawaban
Nabi : “Berwudhu karenanya”. Ditanya tentang makan daging Kambing, jawabnya
: “tidak berwudhu karenanya”. Ditanya tentang sholat di kandang Unta, jawabnya :
“janganlah sholat di kandang Unta, karena ini sarangnya setan”. Ditanya tentang
sholat di kandang Kambing, jawabnya : “sholat disana kare na itu berkah” (HR. Abu
Dawud dan ini lafadznya, HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Imam Al
Albani).
2. Hadits Jaabir bin Samuroh Rodhiyallahu anhu, bahwa ia berkata :
ِ ‫ﺄُ ِﻣﻦ ﻟُﺤ‬‫ أَأَﺗـ ﻮﺿ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
َ ‫ﺎل » ِإ ْن ِﺷ ْﺌ‬
‫ﺄْ َوإِ ْن‬‫ﺖ ﻓَـﺘَـ َﻮﺿ‬ َ َ‫ﻮم اﻟْﻐََﻨ ِﻢ ﻗ‬ ُ ْ ََ َ ‫ن َر ُﺟ ﻼً َﺳﺄ‬ َ‫أ‬
َ ‫َل َر ُﺳ‬
‫ﻰ ﻓِ ﻰ‬‫ُﺻﻠ‬َ ‫ﺎل أ‬ َ َ‫ ﻗ‬.« ‫ُﺤ ِﻮم ا ِﻹﺑِ ِﻞ‬ ِ ِ ‫ﺄُ ِﻣ ﻦ ﻟُﺤ‬‫ﺎل أَﺗـﻮﺿ‬
َ َ‫ﻮم ا ِﻹﺑِ ِﻞ ﻗ‬
ُ ‫ﺄْ ﻣ ْﻦ ﻟ‬‫ﺎل » ﻧَـ َﻌ ْﻢ ﻓَـﺘَـ َﻮﺿ‬ ُ ْ َ َ َ ‫ َﻗ‬.« ْ‫ﺄ‬‫ﺖ ﻓَﻼَ ﺗَـ َﻮ ﺿ‬ َ ‫ِﺷ ْﺌ‬
« َ‫ﺎل » ﻻ‬ َ َ‫ﻰ ﻓِ ﻰ َﻣَﺒﺎرِ ِك ا ِﻹﺑِ ِﻞ ﻗ‬‫ُﺻﻠ‬
َ ‫ﺎل أ‬َ َ‫ ﻗ‬.« ‫ﺎل » ﻧَـ َﻌ ْﻢ‬ ِ ِ‫َﻣ َﺮاﺑ‬
َ َ‫ﺾ اﻟْﻐََﻨ ِﻢ ﻗ‬
“bahwa seorang bertanya kepada Rasulullah : ‘apakah aku berwudhu kerena makan
daging kambing?’. Nabi menjawab : “Jika mau berwudhu, jika mau tidak usah
berwudhu”. Tanyanya lagi : ‘apakah berwudhu karena memakan daging unta?’. Jawab
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 168
Beliau : “iya berwudhu karena memakan daging unta”. Tanyanya lagi : ‘bolehkah aku
sholat di kandang Kambing?’. Jawabnya : “Iya”. Tanyanya lagi : ‘Bolehkan sholat di
kandang Unta?’. Jawabnya : “Tidak boleh”” (HR. Muslim).
Sehingga berdasarkan hadits yang shahih ini, maka pendapat yang
kuat makan daging Unta membatalkan w udhu, dan tidak perlu ragu
untuk menerima pendapat ini demi melihat 4 kholifah dikatakan tidak
berpendapat dengannya. Imam Al Albani berkata ketika mengkritik pihak
yang merasa aneh dalam masalah ini, kata beliau :
‫ اﻧﺘﻬﻰ‬. ‫ ﻫﺬا اﻟﻤﺬﻫﺐ أﻗﻮى دﻟﻴﻼ وإن ﻛﺎن اﻟﺠﻤﻬﻮر ﻋﻠﻰ ﺧﻼﻓﻪ‬: ‫وﻗﺎل اﻟﻨﻮوي‬
: ‫ ﻛﻴﻒ ﺧﻔﻲ ﺣﺪﻳﺚ ﺟﺎﺑﺮ واﻟﺒﺮاء ﻋﻠﻰ اﻟﺨﻠﻔﺎء اﻟﺮاﺷﺪﻳﻦ واﻟﺠﻤﻬﻮر اﻷﻋﻈ ﻢ ﻣﻦ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ واﻟﺘﺎﺑﻌﻴﻦ " ﻗﻠﺖ‬: ‫إﻻ أﻧﻪ ﻳﻘﺎل‬
‫ﻫﺬا اﻻﺳﺘﻔﻬﺎم ﻻ ﻃﺎﺋﻞ ﺗﺤﺘﻪ ﺑﻌﺪ أن ﺻﺢ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻋﻨﻪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﺑﺎﻋﺘﺮاف اﻟﻤﺆﻟﻒ ﻓﻼ ﻳﺠﻮز ﺗﺮﻛﻪ ﻣﻬﻤﺎ ﻛﺎن‬
" ‫اﻟﻤﺨﺎﻟﻔﻮن ﻟﻪ ﻓﻲ اﻟﻌﺪد واﻟﻤﻨﺰﻟﺔ ﻓﺈن ﺣﺪﻳﺚ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ إﻧﻤﺎ " ﻳﺜﺒﺖ ﺑﻨﻔﺴﻪ ﻻ ﺑﻌﻤﻞ ﻏﻴﺮﻩ ﻣﻦ ﺑﻌﺪﻩ‬
”Imam Naw aw i berkata : ‘madzhab in i lebih kuat dalillnya, sekalipun jumhur
menyelisihinya-selesai-.
Namun perkataan Imam Naw awi : ‘bagaimana bisa ini tersembunyi, hadit snya
Jaabir dan Baroo’ dari kholifah 4 dan mayoritas besar dari kalangan sahabat dan
Tabi’in?’. aku (Imam Al Albani) berkata : ‘pertanyaan in i tidak layak diajukan setelah
hadistnya Shahih dari Nabi dengan sepengatahuan penulisnya, maka tid ak boleh
meninggalkannya sekalipun banyak yang menyelisihinya, karena hadits Rasulu llah
hanyalah ia tetap dengan dirinya sendiri, tidak karena diamalkan oleh selainnya
setelahnya”.

5. Yang diperselisihkan sebagai pembatal wudhu, namun yang kuat adala h


tidak membatalkan w udhu.
1). Menyentuh wanita secara mutlak. Para ulama berselisih pendapat
tentangnya, Syaikh Mahmud berkata :
‫ ﻓﺬﻫﺐ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻣﺴﻌﻮد وﻋﺒﺪ‬:‫ ﻋﻠﻰ أﻗﻮال‬،‫اﺧﺘﻠﻒ اﻷﺋﻤﺔ واﻟﻔﻘﻬﺎء ﻓﻲ ﻟﻤﺲ ا ﻟﻤﺮأة ﻫﻞ ﻳﻨﻘﺾ اﻟﻮﺿﻮء أم ﻻ ﻳﻨﻘﺾ‬
‫ وذﻫﺐ ﻋﻠﻲ ﺑﻦ أﺑﻲ ﻃﺎﻟﺐ وﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻋﺒﺎس‬.‫ﺰﻫﺮي ورﺑﻴﻌﺔ واﻟﺸﺎﻓﻌﻲ إﻟﻰ أن ﻟﻤﺲ اﻟﻤﺮأة ﻳﻨﻘﺾ اﻟﻮﺿﻮء‬ ‫اﷲ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ واﻟ‬
‫وأﺑﻲ ﺑﻦ ﻛﻌﺐ واﻟﺤﺴﻦ وﻣﺠﺎﻫﺪ وﻗﺘﺎدة وﺳﻌﻴﺪ ﺑﻦ ﺟﺒﻴﺮ واﻟﺸﻌﺒﻲ وﻋﻄﺎء وﻃﺎووس وأﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ وأﺑﻮ ﻳﻮﺳﻒ واﺑﻦ ﺟﺮﻳﺮ‬

‫ وذﻫﺐ ﻣﺎﻟﻚ‬.ٍ‫ﺬَﻛﺮ وإن ﻟﻢ ﻳُْﻤ ﺬ‬ ‫ إﻻ إذا ﺗﺒﺎﺷﺮ اﻟﻔﺮﺟﺎن واﻧﺘﺸﺮ اﻟ‬:‫ وﻗﺎل أﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ وأﺑﻮ ﻳﻮﺳﻒ‬.‫اﻟﻄﺒﺮي إﻟﻰ أﻧﻪ ﻏﻴﺮ ﻧﺎﻗﺾ‬
‫راﻫﻮﻳﻪ إﻟﻰ أن اﻟﻠﻤﺲ ﺑﺸﻬﻮة ﻧﺎﻗﺾ‬
ُ ‫وأﺣﻤﺪ وإﺳﺤﻖ ﺑﻦ‬
”para Imam dan Fuqoha berselisih pendapat tentang menyentuh w anita, apakah
membatalkan w udhu atau tidak, menjadi beberapa pendapat :

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 169


Abdullah bin Mas’ud dan Abdullah bin Umar Rodhiyallahu anhuma, Zuhriy, Robi’ ah
dan Syafi’I berpendapat bahw a menyentuh w anita membatalkan wudhu. Ali bin Abi
Tholib, Abdullah bin Abbas dan Ubay bin Ka’ab Rodhiyallahu anhum, Hasan (Al
bashri), Mujahid, Qotadah, Sa’id bin Jubair, Sya’bi, Athoo’, Thaw us, Abu Hanifah,
Abu Yusuf, Ath-Thobari berpendapat tidak membatalkan w udhu. Abu Hanifah dan
Abu Y usuf berkata : ‘kecuali jika kemaluan laki-laki dan w anitanya bersentuhan, dan
kemaluannya menegang sekalipun belum keluar madzinya. Malik, Ahmad, Ishaq bin
Rohawaih berpendapat menyentuh w anit a dengan syahw at membatalkan w udhu”.
Dalil bagi yang berpendapat menyentuh wanita membatalkan wudhu
adalah dhohir ayat Al Qur’an, dimana Allah Subhanahu w a Ta'ala a
berfirman :
‫ﻤ ُﻤﻮا‬ َ‫ﺎء ﻓـَﺘَـﻴ‬ ِ
ً ‫ﺎء ﻓـَﻠَ ْﻢ ﺗَﺠ ُﺪوا َﻣ‬
َ ‫ﺴ‬
َ ‫أ َْو َﻻ َﻣ ْﺴﺘُ ُﻢ اﻟﻨ‬
“atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayamumlah kamu” (QS. An Nisaa’ (4) : 43 & QS. Al Maidah (5) : 6).
Firman Allah Subhanahu wa Ta'alaa “menyentuh perempuan”, mereka
beristidlaal dengan dhohirnya, yakni batalnya tayamum/wudhu karena
menyentuh perempuan secara mutlak. Mereka juga berdalil dengan
perkataan Umar Rodhiyallahu 'Anhu, kata beliau :
‫ﺌُﻮا ِﻣﻨْـ َﻬﺎ‬‫ﺲ ﻓـَﺘَـَﻮ ﺿ‬
ِ ‫ْﻤ‬‫ ا ﻟْﻘُﺒْـﻠَ َﺔ ِﻣ َﻦ اﻟﻠ‬‫إِن‬
“Sesungguhnya mencium termasuk menyentuh, maka berwudhulah darinya” (HR.
Daruquthni dan selain nya, dishahih kan Imam Daruquthni).
Juga perkataan anaknya, Ibnu Umar Rodhiyallahu 'Anhu :
ِ ِِ ِ  ‫ﻞ اﻣﺮأَﺗ ﻪ أَو ﺟ‬‫ﺴﻪِ ﺑِﻴ ﺪِﻩِ ِﻣﻦ ا ﻟْﻤ ﻼَﻣ ﺴﺔِ وﻣﻦ ﻗـَﺒ‬ ِ ِ ُ ‫ﻪ َﻛﺎ َن ﻳـ ُﻘ‬‫أَﻧ‬
‫ﻮء‬
ُ‫ﺿ‬ُ ‫ﺐ َﻋﻠَْﻴﻪ اﻟ ُْﻮ‬
َ ‫ﺴ َﻬﺎ ﺑﻴَﺪﻩ ﻓـَ َﻘ ْﺪ َو َﺟ‬ َ ْ ُ َ َ ْ َ ْ َ َ َ َ ُ َ َ  ‫ﺮُﺟ ِﻞ ْاﻣ َﺮأَﺗَ ُﻪ َو َﺟ‬ ‫ﻮل ﻓ ﻰ ﻗـُﺒْـﻠَﺔ اﻟ‬ َ ُ
“bahw a Ibnu Umar berkata tentang seorang yang mencium w anita dan meraba
dengan tangannya termasuk adalah menyentuh dan barangsiapa yang mencium
istrinya atau merabanya dengan tangannya, maka wajib baginya berw udhu” (HR.
Daruquthni dan selain nya, dishahih kan oleh Imam Daruquthni).
Abdullah bin Mas’ud Rodhiyallahu 'Anhu berkata juga :
‫ﻮء‬ ِ ِ ‫ﻤ‬‫ا ﻟْ ُﻘﺒـﻠَُﺔ ِﻣﻦ اﻟﻠ‬
ُ‫ﺿ‬ُ ‫ﺲ َوﻓ َﻴﻬ ﺎ ا ﻟ ُْﻮ‬ ْ َ ْ
“Menciu m adalah menyentuh dan w ajib w udhu padanya” (HR. Daruquthni dan
selainnya, dishahihkan oleh Imam Daruquthni).
Dan juga dengan hadits dari Muadz bin Jabal Rodhiyallahu 'Anhu kata
beliau:
ٌ‫ﺲ ﺑَـﻴْـﻨَـ ُﻬ َﻤﺎ َﻣ ْﻌﺮِﻓَﺔ‬ ِ َ ْ‫ﻪِ أ ََرأَﻳ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َ َ‫ َر ُﺟ ٌﻞ ﻓـَﻘ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫أَﺗَﻰ اﻟﻨ‬
َ ‫اﻣ َﺮأَةً َوﻟ َْﻴ‬
ْ ‫ﺖ َر ُﺟ ﻼً ﻟَﻘ َﻰ‬ َ ‫ﺎل ﻳَﺎ َر ُﺳ‬
َ‫ ﻼَة‬‫ﻠ ُﻪ ) أَﻗِ ِﻢ اﻟﺼ‬ ‫ﺎل ﻓَﺄَﻧـْ َﺰ َل اﻟ‬ َ َ‫ ﻗ‬.‫َﻢ ﻳُ َﺠﺎ ِﻣ ْﻌ َﻬﺎ‬ ِِ ِ ‫ﻓـَﻠَ ْﻴ‬
ْ ‫ ُﻪ ﻟ‬‫ أَﻧ‬‫ ﻗَ ْﺪ أَﺗَﻰ ُﻫَﻮ ِإﻟَﻴْـ َﻬ ﺎ ِإﻻ‬‫ﺮ ُﺟ ُﻞ َﺷْﻴًﺌﺎ ِإﻟَﻰ ْاﻣ َﺮأَﺗﻪ ِإ ﻻ‬ ‫ﺲ ﻳَﺄْﺗﻰ اﻟ‬
َ
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 170
ِ ِ ِ َ ِ‫ﺎت ذَﻟ‬ ِ ‫ َﺌ‬‫ﺴﻴ‬ ‫ﺎت ﻳ ْﺬ ِﻫ ْﺒﻦ اﻟ‬
ِ ِ
َ ِ‫ﺬاﻛ ﺮ‬ ‫ﻚ ذ ْﻛ َﺮى ﻟﻠ‬
َ‫ﺄ‬‫ﻳﻦ( ﻓَﺄ ََﻣ َﺮُﻩ أَ ْن ﻳَـﺘَـَﻮ ﺿ‬ َ ُ ‫ن اﻟْ َﺤ َﺴَﻨ‬ ِ‫ ْﻴ ِﻞ إ‬‫ـ َﻬ ﺎرِ َوُزﻟًَﻔ ﺎ ﻣ َﻦ اﻟﻠ‬‫ﻃَ َﺮﻓَ ِﻰ اﻟﻨ‬
« ً‫ ﺔ‬‫ﺎل » ﺑَ ْﻞ ﻟِﻠْ ُﻤ ْﺆ ِﻣﻨِ َﻴﻦ ﻋَﺎﻣ‬ َ َ‫ ﺔً ﻗ‬‫ﺔً أ َْم ﻟِﻠْ ُﻤ ْﺆ ِﻣﻨِ َﻴﻦ ﻋَﺎﻣ‬‫ﻪِ أ َِﻫ َﻰ ﻟ َُﻪ َﺧﺎ ﺻ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ُ ْ‫ ﻗَﺎ َل ُﻣ َﻌﺎ ذٌ ﻓـَﻘُﻠ‬.‫ َﻰ‬‫ﺼﻠ‬
َ ‫ﺖ ﻳَﺎ َر ُﺳ‬ َ ُ‫َوﻳ‬
“Seorang mendatangi Nabi Sholallahu 'A laihi wa Salam, ia berkata : ‘wahai Rasulullah,
bagaimana pendapatmu jika ada seseorang bertemu dengan wanita yang tidak dikenalnya,
laki-laki tadi bukan mendatangi istrinya, namun ia berbuat dengan perempuan tersebut
namun tidak sampai berhubungan badan?’. Lalu turunlah ayat : “Dan dirikanlah
sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan
daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa)
perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat” (QS.
Huud (11) : 114). Maka Beliau memerintahkan untuk berwudhu lalu sholat. Muadz
berkata : ‘wahai Rasulullah apakah itu khusus baginya atau untuk semua mukmin. Nabi
Sholallahu 'Alaihi wa Salam menjawab : “Bahkan untuk semua Mukmin”. (HR. Tirmidzi,
Ahmad dan selainnya).
Namun istidlaal madzhab yang mengatakan wajibnya w udhu bagi yang
menyentuh w anita, dapat didiskusikan sebagai berikut :
1. Makna ayat yang mengatakan “atau menyentuh wanita”, tidak
dipahami sebagaimana dhohirnya. Karena menyentuh wanita dalam
ayat diatas yang dimaksud adalah Jimaa’ (berhubungan badan),
alasannya :
1. Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata :
‫ ﻋﻠﻰ‬،‫ "ﻟََﻤ ْﺴ ﺘﻢ" و" ﻻﻣﺴﺘﻢ" واﺧﺘﻠﻒ اﻟﻤﻔﺴﺮون واﻷﺋﻤﺔ ﻓﻲ ﻣﻌﻨ ﻰ ذﻟ ﻚ‬:‫ﺎء { ﻓﻘﺮئ‬ َ ‫ﺴ‬َ ‫ﻻﻣ ْﺴﺘُ ُﻢ اﻟﻨ‬ َ ‫ } أَْو‬:‫وأﻣﺎ ﻗﻮﻟﻪ‬
ِ ‫ْﻘﺘ ﻤ‬‫ " أن ذﻟ ﻚ ﻛﻨﺎﻳﺔ ﻋﻦ اﻟﺠﻤﺎع؛ ﻟﻘﻮﻟﻪ } وإِ ْن ﻃَﻠ‬:‫أﺣﺪﻫﻤﺎ‬
:‫ﻳﻀﺔً ﻗﻮﻟﻴﻦ‬ َ ِ‫ﻦ ﻓَﺮ‬ ‫ﺿ ﺘُ ْﻢ ﻟَُﻬ‬ ُ ‫ﻦ ﻣ ْﻦ ﻗـَ ْﺒ ِﻞ أَ ْن ﺗََﻤﺴ‬ ‫ﻮﻫ‬
ْ ‫ﻦ َوﻗَْﺪ ﻓـَ َﺮ‬ ‫ﻮﻫ‬ ُ ُُ َ
‫ﻦ ِﻣ ْﻦ ﻗـَ ْﺒ ِﻞ‬ ‫ﻮﻫ‬ ِ ِ ِ
ُ ‫ْﻘﺘُُﻤ‬‫ ﻃَﻠ‬‫ﻳﻦ آ َﻣﻨُﻮا إذَ ا ﻧَ َﻜ ْﺤ ﺘُ ُﻢ ا ﻟ ُْﻤْﺆﻣﻨَﺎت ﺛُﻢ‬
ِ
َ ‫ َﻬﺎ ا ﻟﺬ‬‫ } ﻳَﺎ أَﻳـ‬:‫[ وﻗﺎل ﺗﻌﺎﻟﻰ‬237 :‫ﺿ ﺘُ ْﻢ { ] اﻟﺒﻘﺮة‬ ْ ‫ﻒ َﻣﺎ ﻓـَ َﺮ‬
ُ‫ﺼ‬
ِ
ْ ‫ﻓَﻨ‬
.[49 :‫وﻧَـ َﻬﺎ { ] اﻷﺣﺰاب‬‫ةٍ ﺗَـ ْﻌﺘَﺪ‬‫ﻦ ِﻣ ْﻦ ﻋِ ﺪ‬ ‫ﻦ ﻓََﻤﺎ ﻟَ ُﻜ ْﻢ َﻋﻠَْﻴ ِﻬ‬ ‫ﻮﻫ‬ُ ‫أَ ْن ﺗََﻤﺴ‬
‫ ﻋﻦ اﺑﻦ‬،‫ ﻋﻦ ﺳﻌﻴﺪ ﺑﻦ ﺟﺒﻴﺮ‬،‫ ﻋﻦ أﺑﻲ إﺳﺤﺎق‬،‫ ﻋﻦ ﺳﻔﻴﺎن‬،‫ ﺣﺪﺛﻨﺎ َوﻛِﻴﻊ‬،‫ ﺣﺪﺛﻨﺎ أﺑﻮ ﺳﻌﻴﺪ اﻷﺷﺞ‬:‫ﻗﺎل اﺑﻦ أﺑﻲ ﺣﺎﺗﻢ‬
،‫ واﻟﺤﺴﻦ‬،‫ وﻃﺎوس‬،‫ وﻣﺠﺎﻫﺪ‬،‫وأﺑﻲ ﺑﻦ ﻛﻌﺐ‬ ّ ،‫وروي ﻋﻦ ﻋﻠﻲ‬ ُ .‫ اﻟﺠﻤﺎع‬:‫ﺎء { ﻗﺎل‬ َ ‫ﺴ‬
َ ‫ } أ َْو ﻟََﻤ ْﺴ ﺘُ ُﻢ اﻟﻨ‬:‫ﻋﺒﺎس ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ‬
.‫ﻧﺤﻮ ذﻟ ﻚ‬
ُ - ‫ﺎن‬‫ وﻣﻘﺎﺗ ﻞ ﺑﻦ ﺣﻴ‬،‫ وﻗﺘﺎدة‬،‫ﻌﺒﻲ‬
ْ ‫ واﻟﺸ‬،‫ وﺳﻌﻴ ﺪ ﺑﻦ ﺟﺒﻴﺮ‬،‫وﻋﺒَﻴﺪ ﺑﻦ ﻋﻤﻴﺮ‬
ُ
:‫ ﻋﻦ ﺳﻌﻴﺪ ﺑﻦ ﺟﺒﻴﺮ ﻗﺎل‬،‫ ﻋﻦ أﺑﻲ ﺑِ ْﺸﺮ‬،‫ ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺷُﻌﺒﺔ‬،‫ ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻳﺰﻳﺪ ﺑﻦ زُ َرﻳﻊ‬،َ‫ ﺣﺪﺛﻨﻲ ُﺣ َﻤﻴ ﺪ ﺑﻦ َﻣ ْﺴَﻌ ﺪة‬:‫وﻗﺎل اﺑﻦ ﺟﺮﻳﺮ‬
‫ ﻓﺄﺗﻴﺖ اﺑﻦ ﻋﺒﺎس‬:‫ ﻗﺎل‬:‫ اﻟﻠﻤﺲ اﻟﺠﻤﺎع‬:‫ وﻗﺎل ﻧﺎس ﻣﻦ اﻟﻌﺮب‬.‫ ﻟﻴﺲ ﺑﺎﻟﺠﻤﺎع‬:‫ ﻓﻘﺎ ل ﻧﺎس ﻣﻦ اﻟﻤﻮا ﻟﻲ‬،‫ذﻛﺮوا اﻟﻠﻤﺲ‬
.‫ اﻟﺠﻤﺎع‬:‫ وﻗﺎﻟﺖ اﻟﻌﺮب‬.‫ ﻟﻴﺲ ﺑﺎﻟﺠﻤﺎع‬.‫ ﻓﻘﺎﻟﺖ اﻟﻤﻮا ﻟﻲ‬،‫ إن ﻧﺎﺳﺎ ﻣﻦ اﻟﻤﻮا ﻟﻲ واﻟﻌﺮب اﺧﺘﻠﻔﻮا ﻓﻲ اﻟﻠﻤﺲ‬:‫ﻓﻘﻠﺖ ﻟﻪ‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 171


:‫ إن اﻟﻠﻤﺲ واﻟﻤﺲ واﻟﻤﺒﺎﺷﺮة‬.‫ﻓﺮﻳﻖ اﻟﻤﻮا ﻟﻲ‬
ُ ‫ ﻏُﻠﺐ‬:‫ ﻗﺎل‬.‫ ﻛﻨﺖ ﻣﻦ اﻟﻤﻮا ﻟﻲ‬:‫أي اﻟﻔﺮﻳﻘﻴﻦ ﻛﻨﺖ؟ ﻗﻠﺖ‬
ّ ‫ ﻣﻦ‬:‫ﻗﺎل‬
.‫ وﻟﻜﻦ اﷲ ﻳﻜﻨﻲ ﻣﺎ ﺷﺎء ﺑﻤﺎ ﺷﺎء‬،‫اﻟﺠﻤﺎع‬
“adapun firman Allah : “atau menyentuh wanita”, maka dibaca ‘lamastum’ dan
‘laamastum’. Para ahli tafsir dan Aimah berbeda pendapat tentang makna ayat
tersebut, salah satunya berkata : ‘maknanya adalah kiasan dari berhubungan
badan’. Berdasarkan firman Allah Subhanahu w a Ta'alaa : “Jika kamu
menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal
sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari
mahar yang telah kamu tentukan itu” (QS. Al Baqoroh : 237) dan Firman-Nya :
“Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan
mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka
bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu” (QS. Al Ahzaab :
49).
Ibnu Abi Hatim berkata : ‘haddatsanaa Abul Asyji, haddatsanaa Wakii’, dari
Sufyaan dari Abi Ishaq dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas tentang firman-Nya :
“atau menyentuh w anita”, beliau berkata, yakni berhubungan badan.
Diriwayatkan dari Ali dan Ubay bin Ka’ab Rodhiyallahu 'Anhuma, Mujahid,
Thaw us, Hasan, ‘Ubaid bin ‘Umair, Sa’id bin Jubair, Sya’biy, Qotadah dan Muqotil
bin Hayyan, semisal hal tersebut.
Ibnu Jariir berkata : ‘haddatsanii Humaid b in Mas’adah, haddatsanaa Y aziid bin
Zuroi’, haddatsanaa Syu’bah, dari Abi Bisyr dari Sa’id b in Jubair ia berkata,
mereka menyebutkan tentang makna menyentuh. Berkata para mawali (bekas
budak) : ‘itu bukan Jimaa’’. Orang Arab berkata : ‘menyentuh adalah jimaa’’.
Oleh karena aku menemui Ibnu Abbas Rodhiyallahu 'Anhu , lalu aku berkata :
‘orang-orang dari kalangan maw ali dan arab asli, berselisih tentang makna
menyentuh, mawali berkata, bukan jimaa’, sedangkan orang arab berkata,
jimaa’. Ibnu Abbas Rodhiyallahu 'Anhu berkata : ‘engkau berada di pihak mana
dari dua kelompok ini?’. Aku menjaw ab : ‘dari pihak maw ali’. Ibnu Abbas
Rodhiyallahu 'Anhu berkata : ‘maw ali telah dikalahkan, sesungguhnya
menyentuh dan mubasyaroh adalah jimaa’, namun Allah Subhanahu wa Ta'alaa
mengkiasannya sesuai yang dikehendakinya”.
Namun sebagian ulama yang berpendapat menyentuh wanita
membatalkan wudhu menyodorkan makna lain, bahwa menyentuh
disini adalah dalam makna hakikinya, yakni menyentuh dengan
tangan, sebagaimana firman-Nya :
‫ﺎس ﻓَـ َﻠ َﻤ ُﺴﻮُﻩ ﺑِﺄَﻳْ ِﺪﻳ ِﻬ ْﻢ‬
ٍ َ‫ﻚ ﻛَِﺘﺎﺑًﺎ ﻓِ ﻲ ﻗِ ْﺮﻃ‬
َ ‫َوﻟ َْﻮ ﻧﺰﻟَْﻨﺎ َﻋ َﻠْﻴ‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 172


“Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat
menyentuhnya dengan tangan mereka sendiri” (QS. Al An’aam (6) : 7).
Dan juga hadits tentang kisah Maiz Rodhiyallahu 'Anhu yang mengaku
telah berbuat zina, maka Rasulullah Sholallahu 'Alaihi wa Salam
mengkonfirmasinya :
‫ﻟﻌﻠﻚ ﻗﺒﻠﺖ أو ﻟﻤﺴﺖ‬
“Mungkin engkau menciumnya atau merabanya” (HR. Bukhori).
Dalam hadits yang shahih, Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Salam bersabda :
‫واﻟﻴﺪ زﻧﺎﻫﺎ اﻟﻠﻤﺲ‬
“tangan, zinanya meraba”.
Yang rajih dari makna ini adalah sebagaimana yang dikatakan Imam
Thobari yang dinukil oleh Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya :
‫ﺴ َﺎء { اﻟﺠﻤﺎع‬
َ ‫ﻻﻣ ْﺴﺘُ ُﻢ اﻟﻨ‬
َ ‫ } أ َْو‬:‫ ﻋﻨﻰ اﷲ ﺑﻘﻮﻟﻪ‬:‫ وأوﻟﻰ اﻟﻘﻮﻟﻴﻦ ﻓﻲ ذﻟ ﻚ ﺑﺎﻟ ﺼﻮاب ﻗﻮل ﻣﻦ ﻗﺎل‬:‫ﺛﻢ ﻗﺎل اﺑﻦ ﺟﺮﻳﺮ‬
‫ ﻟﺼﺤﺔ اﻟﺨﺒﺮ ﻋﻦ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ أﻧﻪ ﻗـَﺒّﻞ ﺑﻌﺾ ﻧﺴﺎﺋﻪ ﺛﻢ ﺻﻠﻰ وﻟﻢ‬،‫دون ﻏﻴﺮﻩ ﻣﻦ ﻣﻌﺎﻧﻲ اﻟﻠﻤﺲ‬
‫ﻳﺘﻮﺿﺄ‬
“Ibnu Jariir berkata : ‘yang lebih utama dari 2 pendapat ini yang benar adalah,
Allah memaksudkan “atau menyentuh perempuan” dengan Jimaa’ bukan makna
menyentuh lainnya, karena shahihnya kabar dari Rasulullah Sholallahu 'Alaih i w a
Salam bahw a Beliau mencium sebagian istri-istrinya, lalu sholat dan tidak
berwudhu lagi”
Kemudian Imam Thobari menyebutkan riw ayat-riwayatnya yang nanti
akan kita baw akan Insya Allah.
2. Jika dilihat dari susunan pada ayat ini, maka makna menyentuh disitu
adalah berhubungan badan. Demikian bunyi ayat lengkapnya :
“dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air
(kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih)” (QS. Al Maidah (5) : 6).
Imam Ibnu Utsaimin dalam “Syaroh Mumti’” berkata :
‫ﻛﻞ ﻣﻦ‬ ُ ،‫ﺔ وﺑﺪل‬‫ﻬﺎرةُ إﻟﻰ أﺻﻠ ﻴ‬‫ﻤﺖ اﻟﻄ‬‫ ﻓﻲ اﻵﻳﺔ دﻟﻴ ﻼً ﻋﻠﻰ ذﻟ ﻚ ﺣﻴﺚ ﻗُﺴ‬‫أن‬
 ‫ﻨَﺖ أﺳﺒﺎب‬‫ وﺑُـﻴـ‬،‫وﺻﻐﺮى وُﻛﺒﺮى‬
‫ ﻳﺎ أﻳﻬﺎ اﻟﺬﻳﻦ آﻣﻨﻮا إذا ﻗﻤﺘﻢ إﻟﻰ اﻟﺼﻼة‬:‫ وﺑﻴﺎن ذﻟﻚ أن اﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻗﺎل‬،‫ﻐﺮى واﻟ ُﻜﺒﺮى ﻓﻲ ﺣﺎﻟﺘﻲ اﻷﺻﻞ واﻟﺒﺪل‬‫اﻟ ﺼ‬
‫ { ﻓﻬﺬﻩ ﻃﻬﺎرة ﺑﺎﻟﻤﺎء‬6 :‫ﻓﺎﻏﺴﻠﻮا وﺟﻮﻫﻜﻢ وأﻳﺪﻳﻜﻢ إﻟﻰ اﻟﻤﺮاﻓﻖ واﻣﺴﺤﻮا ﺑﺮءوﺳﻜﻢ وأرﺟﻠﻜﻢ إﻟﻰ اﻟﻜﻌﺒﻴﻦ } اﻟﻤﺎﺋﺪة‬
.‫ﺻﻐﺮى‬
ُ ‫ﺔ‬‫أﺻﻠﻴ‬
.‫ﺔ ُﻛﺒﺮى‬‫ وﻫﺬﻩ ﻃﻬﺎرة ﺑﺎﻟﻤﺎء أﺻﻠ ﻴ‬.‫ وإن ﻛﻨﺘ ﻢ ﺟﻨﺒﺎ ﻓﺎﻃﻬﺮوا‬:‫ﺛﻢ ﻗﺎل‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 173


‫ وإن ﻛﻨﺘ ﻢ ﻣﺮﺿﻰ" أو ﻋﻠﻰ" ﺳﻔﺮ أو ﺟﺎء أﺣﺪ ﻣﻨﻜﻢ ﻣﻦ اﻟﻐﺎﺋﻂ أو ﻻﻣﺴﺘﻢ اﻟﻨﺴﺎء ﻓﻠﻢ ﺗﺠﺪوا ﻣﺎء ﻓﺘﻴﻤﻤﻮا‬:‫ﺛﻢ ﻗﺎل‬
‫ أو ﻻﻣﺴﺘﻢ اﻟﻨﺴﺎء‬:‫ وﻗﻮﻟﻪ‬،‫ﺼﻐﺮى‬
 ‫ أو ﺟﺎء أﺣ ﺪ ﻣﻨﻜﻢ ﻣﻦ اﻟﻐﺎﺋﻂ ﻫﺬا ﺑﻴﺎ ُن ﺳﺒﺐ اﻟ‬:‫ وﻗﻮﻟﻪ‬،‫ﻤ ُﻤﻮا" ﻫﺬا اﻟﺒﺪل‬ ‫ﻓﻘﻮﻟﻪ "ﻓﺘﻴ‬
.‫ﻫﺬا ﺑﻴﺎن ﺳﺒﺐ اﻟ ُﻜﺒﺮى‬
 ‫ﻬﺎرة اﻟ‬‫ ﻟﻜﺎﻧﺖ اﻵﻳﺔ اﻟﻜﺮﻳﻤﺔ ذﻛﺮ اﷲ ﻓﻴﻬﺎ ﺳﺒﺒﻴﻦ ﻟﻠﻄ‬،‫اﻟﺠﺲ ﺑﺎﻟﻴ ﺪ‬
‫ وﺳﻜﺖ‬،‫ﺼﻐﺮى‬  ‫اﻟﻤﺲ اﻟﺬي ﻫﻮ‬
 ‫وﻟﻮ ﺣﻤﻠﻨﺎﻩ ﻋﻠﻰ‬
.‫ وإن ﻛﻨﺘ ﻢ ﺟﻨﺒﺎ ﻓﺎﻃﻬﺮوا وﻫﺬا ﺧﻼف اﻟﺒﻼﻏﺔ اﻟﻘﺮآ ﻧﻴﺔ‬:‫ﻪ ﻗﺎل‬‫ﻬﺎرة اﻟ ُﻜﺒﺮى ﻣﻊ أ ﻧ‬‫اﷲ ﻋﻦ ﺳﺒﺐ اﻟﻄ‬
‫ﺴﺒﺒﻴﻦ‬
 ‫ ﻟﻴﻜﻮن اﷲُ ﺗﻌﺎﻟﻰ ذﻛﺮ اﻟ‬،"‫ " ﺟﺎﻣﻌﺘﻢ‬:‫ أوﻻﻣﺴﺘﻢ اﻟﻨﺴﺎء أي‬:‫اﻟﻤﺮاد ﺑﻘﻮﻟﻪ‬
ُ ‫وﻋﻠﻴﻪ؛ ﻓﺘﻜﻮن اﻵﻳﺔ داﻟﺔ ﻋﻠﻰ أن‬
 ‫ﻬﺎرﺗﻴﻦ اﻟ‬‫ واﻟﻄ‬،‫ﺒﺐ اﻷﺻﻐَﺮ‬
‫ واﻟ ُﻜ ﺒﺮى ﻓﻲ ﺟﻤﻴﻊ‬،‫ﺼﻐﺮى ﻓﻲ اﻷﻋﻀﺎء اﻷرﺑﻌﺔ‬ َ ‫ﺴ‬ ‫ واﻟ‬،‫ﺒﺐ اﻷﻛﺒﺮ‬ ‫ اﻟ‬،‫ﻬﺎرة‬‫اﻟﻤﻮﺟﺒﻴﻦ ﻟﻠﻄ‬
َ ‫ﺴ‬
.‫ﻬﺎرة اﻟ ُﻜﺒﺮى واﻟﺼﻐﺮى‬‫ﻪ ﻳﺘﺴﺎوى ﻓﻴﻬﺎ اﻟﻄ‬‫ﻤ ِﻢ ﻓﻲ ﻋﻀﻮﻳﻦ ﻓﻘﻂ؛ ﻷ ﻧ‬ ‫واﻟﺒﺪل اﻟﺬي ﻫﻮ ﻃﻬﺎر ُة اﻟﺘﻴ‬
ُ ،‫اﻟﺒﺪن‬
.‫ﻘﺾ ﺑﺬﻟﻚ اﻟﺨﺎرج‬
ُ ‫ﺷﻲء ﻓﻴﻜﻮن اﻟﻨ‬
ٌ ‫ﻮء ﻣﻄﻠﻘﺎً إﻻ إذا ﺧﺮج ﻣﻨﻪ‬
َ‫ﺿ‬ُ ‫اﻟﻮ‬
ُ ‫ﻳﻨﻘﺾ‬
ُ ‫ ﻻ‬،‫ﻣﺲ اﻟﻤﺮأة‬
 ‫ أن‬:‫ﺮاﺟﺢ‬ ‫ﻓﺎﻟ‬
“dalam ayat in i menunjukan bahw asanya thoharoh dibagi menjadi ashliyah dan
badal (pengganti), sughro (kecil) dan Kubro (besar). Dijelaskan juga setiap
sughro dan kubro terdapat dalam 2 kondisi yakni pada asal dan badalnya.
Penjelasannya, bahw a Allah Subhanahu w a Ta'alaa berfirman : “Hai orang-orang
yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh)
kakimu sampai dengan kedua mata kaki” .
Maka ini adalah thoharoh dengan air ashliyah yang sughro.
Lalu firman-Nya : “dan jika kamu junub maka mandilah”.
Maka ini adalah thoharoh dengan air ashliyah yang kubro.
Lalu firman-Nya : “dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari
tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak
memperoleh air, maka bertayammumlah”.
Maka makna bertayamumlah adalah badal dan ucapannya “atau kembali dari
tempat buang air (kakus)” ini adalah penjelasan sebab sughro. Dan ucapannya
“atau menyentuh perempuan” ini adalah sebab kubro.
Seandainya kita baw a makna menyentuh disitu adalah meraba dengan tangan,
niscaya ayat yang mulia in i Allah Subhanahu w a Ta'alaa menyebutkan 2 sebab
untuk thoharoh sughro, lalu Allah Subhanahu w a Ta'alaa mendiamkan sebab
thoharoh kubro, bersamaan dengan firman-Nya : “jika kamu junub, maka
mandilah”. Maka hal ini menyelisihi sisi Balaghoh Al Qur’an”.
2. Perkataan sahabat mulia Umar bin Khothob, anaknya Abdullah dan
Abdullah bin Mas’ud Rodhiyallahu 'Anhum, bahw a menyentuh yang
membatalkan wudhu termasuk mencium dan meraba dengan tangan
adalah pendapat pribadi mereka masing-masing, dan sejumlah ulama

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 174


seperti Ali, Ubay dan Ibnu Abbas Rodhiyallahu 'Anhum jelas menyelisihi
mereka, sehingga hal ini dikenal dalam istilah ulama ushul fiqih sebagai
fatwa/madzhab shahabi. Dimana ketika terjadi perselisihan diantara
mereka, maka wajib bagi seorang untuk mencari dalil terkuat yang
dibawakan oleh masing-masing mereka sebagai ulamanya para sahabat.
Dan kami condong kepada pendapatnya sahabat yang mengatakan tidak
batalnya wudhu karena menyentuh wanita, selain Jimaa’ berdasarkan
pada perbuatan Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Salam yang mencium sebagia n
istrinya dan Beliau Sholallahu 'Alaihi wa Salam langsung sholat tanpa
mengulangi w udhunya kembali. Haditsnya Insya Allah akan kami
baw akan.
3. Pendalilan mereka dengan kisah asbabun nuzul ayat 114 surat Hud, yang
terdapat didalamnya perintah berwudhu, maka pada asalnya
diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim dan ini lafadz Muslim
dari sahabat Abdullah bin Mas’ud Rodhiyallahu 'Anhu, beliau berkata :
ِ‫ﺼ ﻰ اﻟْﻤ ِﺪﻳَﻨﺔ‬ ِ ُ ‫ﻰ َﻋﺎﻟَ ْﺠ‬‫ﻪِ إِﻧ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َ ‫ ﻓـَ َﻘ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫َﺟ َﺎء َر ُﺟ ٌﻞ إِﻟَﻰ اﻟﻨ‬
َ َ ْ‫اﻣ َﺮأَةً ﻓ ﻰ أَﻗ‬ ْ ‫ﺖ‬ َ ‫ﺎل ﻳَﺎ َر ُﺳ‬
‫ ُﻪ ﻟ َْﻮ‬‫ﺎل ﻟ َُﻪ ُﻋ َﻤ ُﺮ ﻟَﻘَ ْﺪ َﺳﺘَـ َﺮ َك اﻟﻠ‬
َ َ‫ ﻓـَﻘ‬.‫ﺖ‬ َ ‫ﻰ َﻣﺎ ِﺷ ْﺌ‬ ِ‫ﺾ ﻓ‬ ِ ْ‫ﺴ َﻬﺎ ﻓَﺄَﻧَﺎ َﻫ َﺬا ﻓَﺎﻗ‬ ‫ﺖ ِﻣﻨْـ َﻬﺎ َﻣﺎ ُدو َن أَ ْن أ ََﻣ‬ َ ‫ﻰ أ‬‫َوإِﻧ‬
ُ ‫َﺻ ْﺒ‬
‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺮ ُﺟ ُﻞ ﻓَﺎﻧْﻄَﻠَ َﻖ ﻓَﺄَﺗـْﺒَـ َﻌ ُﻪ اﻟﻨ‬ ‫ﺎم اﻟ‬
َ َ‫ َﺷ ْﻴﺌًﺎ ﻓـَﻘ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ اﻟﻨ‬‫ ﻓـَﻠَ ْﻢ ﻳَـ ُﺮد‬- ‫ﺎل‬ َ َ‫ ﻗ‬- ‫ﻚ‬ َ ‫ت ﻧـَ ْﻔ َﺴ‬
َ ‫َﺳﺘَـ ْﺮ‬
‫ن‬ ِ‫ ْﻴ ِﻞ إ‬‫ﻬﺎرِ َوُزﻟًَﻔ ﺎ ﻣِ َﻦ اﻟﻠ‬ َ ‫ﺼ ﻼََة ﻃََﺮﻓَ ِﻰ اﻟﻨـ‬  ‫ َر ُﺟ ﻼً َد َﻋﺎ ُﻩ َوﺗَﻼَ َﻋ َﻠْﻴﻪِ َﻫ ِﺬﻩِ اﻵﻳََﺔ )أَﻗِ ِﻢ اﻟ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬-
‫ﺎل‬َ َ‫ﺻ ًﺔ ﻗ‬  ‫ﻪِ َﻫ َﺬا ﻟَُﻪ َﺧﺎ‬‫ﻰ اﻟﻠ‬ ِ‫ﺎل َر ُﺟ ٌﻞ ﻣِ َﻦ اﻟْ َﻘ ْﻮِم ﻳَﺎ ﻧَﺒ‬ ِ ِ ِ َ ِ‫ﺎت َذﻟ‬
َ ِ‫ﺬاﻛﺮ‬ ‫ﻚ ذ ْﻛ َﺮى ﻟﻠ‬
َ ‫ﻳﻦ ( ﻓَـ َﻘ‬ ِ ‫ﻴ َﺌ‬‫ﺴ‬ ‫ﺎت ﻳ ْﺬ ِﻫ ْﺒﻦ اﻟ‬
ِ
َ ُ ‫اﻟْ َﺤ َﺴَﻨ‬
ِ ‫» ﺑَ ْﻞ ﻟِﻠﻨ‬
.« ‫ ًﺔ‬‫ﺎس َﻛﺎﻓ‬
“Seorang mendatangi Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Salam, lalu berkata : ‘wahai Rasulullah
aku bersentuhan dengan seorang wanita di pojok kota, aku bercumbu dengannya tanpa
aku berjima de ngannya, maka sekarang ini putuskan hukuman untukku’. Umar
Rodhiyallahu 'Anhu berkata kepadanya : ‘Allah telah menutupi aibmu, sekiranya engkau
menutupi dirimu sendiri’. Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Salam tidak bereaksi apapun. Maka
laki-laki tadi pergi. Lalu Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Salam menyuruh memanggil laki-laki
tersebut dan membacakan ayat : “Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang
(pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.
Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat” (QS. Huud (11) : 114)”. Berkata se seorang
diantara para sahabat, ‘Wahai Nabi Allah apakah ini khusus baginya?’. Nabi Sholallahu
'A laihi wa Salam bersabda : “Bahkan ini untuk manusia seluruhnya”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 175


Adapun adanya tambahan dalam riwayat ini, dimana Rasululla h
Sholallahu 'Alaihi wa Salam memerintahkan berwudhu kepadanya maka
jaw abannya dari 2 sisi :
1. Imam Tirmidzi dan selainnya meriwayatkan hadits ini dari jalan Abdur
Rokhman bin Abi Lailaa dari Muadz bin Jabal. Setelah meriwayatkan
hadits ini, Imam Tirmidzi berkata :
‫ﺎت ﻓِ ﻰ ِﺧ ﻼَﻓَﺔِ ُﻋ َﻤ َﺮ‬ ٍ ِ ِ
َ ‫ﺮ ْﺣ َﻤ ِﻦ ْﺑ ُﻦ أَﺑِﻰ ﻟَﻴْـﻠَﻰ ﻟَ ْﻢ ﻳَ ْﺴ َﻤ ْﻊ ﻣ ْﻦ ُﻣ َﻌﺎذ َوُﻣ َﻌﺎذُ ْﺑ ُﻦ َﺟﺒَ ٍﻞ َﻣ‬ ‫ﺼ ٍﻞ َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟ‬‫ﺎد ُﻩ ﺑُِﻤﺘ‬
ُ َ‫ﺲ إِ ْﺳﻨ‬ ٌ ِ‫َﻫ َﺬا َﺣ ﺪ‬
َ ‫ﻳﺚ ﻟَْﻴ‬
َ ِ‫ْﺤﺪ‬
‫ﻳﺚ‬ َ ‫ َوَرَوى ﺷُْﻌﺒَﺔُ َﻫ َﺬ ا ا ﻟ‬.ُ‫ﻴﻦ َوﻗَ ْﺪ َرَوى ﻋَ ْﻦ ﻋُ َﻤَﺮ َوَرآﻩ‬
ِ ِ  ‫ﺮﺣﻤ ِﻦ ﺑﻦ أَﺑِﻰ ﻟَﻴـ ﻠَﻰ ﻏُﻼَم ﺻﻐِﻴﺮ اﺑﻦ ِﺳ‬ ‫وﻗُﺘِﻞ ﻋﻤﺮ وﻋﺒ ﺪ اﻟ‬
َ ‫ﺖ ﺳﻨ‬ ُْ ٌ َ ٌ ْ ُ ْ َ ْ ُ َْ َ ُ َ ُ َ َ
.‫ ُﻣْﺮ َﺳ ٌﻞ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺮ ْﺣَﻤ ِﻦ ﺑْ ِﻦ أَﺑِﻰ ﻟَﻴْـﻠَﻰ ﻋَ ِﻦ اﻟﻨ‬ ‫ﻚ ﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤﻴْﺮٍ ﻋَ ْﻦ ﻋَﺒْﺪِ ا ﻟ‬ ِ ِ‫ﻋَﻦ ﻋَﺒْ ﺪِ ا ﻟْﻤﻠ‬
َ ْ
“hadits ini tidak bersambung sanadnya. Abdur Rokhman bin Abi Lailaa tidak
mendengar Muadz bin Jabal, karena Muadz meninggal pada masa kekhilafahan
Umar, sedangkan Abdur Rokhman masih berumumur 6 tahun ketika Umar
meninggal dunia, ia meriwayatkan dari Umar dan melihatnya. Syu’bah
meriw ayatkan hadits ini dari Abdul Malik bin Umair dari Abdur Rokhman bin Abi
Lailaa dari Nabi secara mursal”.
Dari penjelasan Imam Tirmidzi, maka riwayat ini yang shahih adala h
mursal dan mursal termasuk kategori hadits dhoif.
2. Seandainya kita terima bahwa riwayat ini adalah shahih, maka tidak
serta merta dapat dijadikan dalil wajibnya wudhu karena menyentuh
wanita, hanyalah perintah wudhu disitu untuk meminta agar diampuni
kesalahannya dengan cara mengerjakan sholat atau berdoa. Dalam
riwayat ini jelas sekali, bahwa wudhu tersebut karena untuk
mengerjakan sholat. Imam Zailaa’I dalam “Nashbur Rayyah” berkata :
.‫ث‬ ِ ‫ﺮ ِك وإِزا ﻟَﺔِ ا ﻟْ ﺨﻄِﻴﺌﺔِ َﻻ ﻟِﻠْﺤ ﺪ‬ ‫ﺒـ‬‫ﻤﺎ أَﻣﺮﻩ ﺑِﺎ ﻟْﻮ ﺿﻮءِ ﻟِﻠﺘ‬‫ﻪ إ ﻧ‬‫ﺠﺔٌ ؛ ِﻷَﻧ‬ ‫ﻳﺚ ﻣﻊ ﺿﻌﻔِﻪِ وا ﻧْﻘِﻄَﺎﻋِﻪِ ﻟَﻴﺲ ﻓِﻴﻪِ ﺣ‬ ِ ‫وﻫ َﺬ ا ا ﻟ‬
ََ َ َ َ َ َ ُ ُ ََُ َ ُ ُ َ ْ َ ْ َ َ َ ُ ‫ْﺤﺪ‬ َ ََ
ِ 
‫ع اﻟﻠ َﻪ ﻟ ﻲ‬ ِ  ِ ِ ِ
ُ ‫ﻮل اﻟﻠﻪ اُ ْد‬ َ ‫ ﻳَﺎ َر ُﺳ‬: ‫ﺎل ﻟَُﻪ‬
َ َ‫ﺎﻩ َر ُﺟ ٌﻞ ﻓـَﻘ‬
ُ َ‫ َﻼ ُم أَﺗ‬‫ﻪ َﻋﻠَْﻴﻪ ا ﻟ ﺴ‬ُ ‫ﺴﻨًﺎ { َوﻗَْﺪ َو َر َد } أَﻧ‬ َ ‫ﻮء ا َﺣ‬
ً‫ﺿ‬ ُ ‫ﺄْ ُو‬‫ } ﺗَـ َﻮﺿ‬: ‫ﺎل ﻟَُﻪ‬ َ َ‫ﻚ ﻗ‬َ ‫َوﻟ َﺬ ﻟ‬
{ ‫ﺎء‬  َ َ‫ﻢ ﻗ‬ ُ‫ﻞ رْﻛ َﻌﺘَـْﻴ ِﻦ ﺛ‬ ‫ﺻ‬ ِ ‫ اُْﻛﺘﻢ ا ﻟ‬: ‫ﺎل ﻟَﻪ‬ ِ ِِ
ً ‫ﻢ ﻓََﺬَﻛ َﺮ ُد َﻋ‬ ‫ اﻟﻠ ُﻬ‬: ‫ﺎل‬ َ َ ‫ﻢ‬ ُ‫ ﺛ‬، ‫ﺴﻨًﺎ‬ َ ‫ﻮء ا َﺣ‬
ً‫ﺿ‬ ُ ‫ﺄْ ُو‬‫ْﺨ ﻄﻴﺌََﺔ َوﺗَـ َﻮﺿ‬ َ ُْ ُ َ ‫ْﺨﻄَﺎﻳَﺎ ﻓـَ َﻘ‬ َ ‫أَ ْن ﻳُـ َﻌﺎﻓﻴَﻨﻲ ﻣ ْﻦ ا ﻟ‬
ِ‫ﻀﻮٍ ﻳـ ْﻐ ِﺴﻠُﻪ ﻓِﻲ ا ﻟْﻮﺿﻮء‬ ِ ُ ِ‫ َوﻓِﻲ ُﻣ ْﺴﻠِ ٍﻢ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻲ ُﻫَﺮﻳْـَﺮ َة َﺣ ﺪ‬.
ُ ُ ُ َ ْ ‫ﻞ ُﻋ‬ ‫وج ا ﻟْ َﺨﻄَﺎﻳَﺎ ﻣْﻦ ُﻛ‬ ِ ‫ﻳﺚ ُﺧ ُﺮ‬
“hadits ini bersamaan dengan kelemahan dan keterputusan sanadnya tidak ada
padanya hujah (w ajibnya w udhu karena menyentuh wanita-pent.). hanyalah
perin tah wudhu untuk mencari berkah dan menghapuskan kesalahan bukan
untuk hadats. Oleh karenanya, Nabi bersabda : “berw udhulah dengan w udhu
yang bagus”. Telah datang riwayat bahw a seseorang mendatangi Nabi lalu
berkata : ‘w ahai Rasu lullah berdoalah kepada Allah untukku agar mengampuni
kesalahan-kesalahanku’. Maka Nabi bersabda : “sembunyikan kesalahanmu,
lalu berw udhulah dengan wudhu yang bagus, lalu sholat 2 rakaat, lalu berdoa
“Allahumma” dst..”. dalam riwayat Muslim dari Abi Huroiroh tentang hadits

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 176


keluarnya kesalahan dari setiap anggota wudhu ketika dibasuh dalam
berwudhu”.
Berikut akan kami bawakan hadits-hadits yang dijadikan dalil ole h
sekelompok ulama yang berpendapat tidak batalnya wudhu, karena
menyentuh w anita secara mutlak. Diantaranya :
1. Hadits Ummul Mukminin Aisyah Rodhiyallahu anha dengan berbagai
lafadznya, yakni :
ِ ِ ِ ِ ‫ﻞ ﺑـﻌ‬‫ ﻗـَﺒ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﺒِ ﻰ‬‫ن اﻟﻨ‬ َ‫أ‬
ْ ‫ ﻼَة َوﻟ‬‫ﻢ َﺧ َﺮ َج إِﻟَﻰ اﻟﺼ‬ ُ‫ﺾ ﻧ َﺴﺎﺋﻪ ﺛ‬
ْ‫ﺄ‬‫َﻢ ﻳَـﺘَـ َﻮﺿ‬ َ َْ َ 
“bahwa Nabi mencium sebagian istrinya, lalu keluar sholat tanpa berwudhu lagi”
(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan selainnya, dishahihkan oleh Imam Al Albani).
Namun riwayat ini terdapat cacat, yakni riwayat ini berasal dari Habiib
bin Abi Tsabit dari Urwah bin Zubair dari Aisyah. Cacatnya adala h
Habiib, sekalipun perow i yang tsiqoh dan ulama fiqih, namun tidak
pernah mendengar dari Urw ah. Imam Tirmidzi berkata setelah
meriw ayatkan hadits ini :
‫ﺖ ﻟَ ْﻢ ﻳَ ْﺴ َﻤ ْﻊ ِﻣ ْﻦ ُﻋ ْﺮَوَة‬
ٍ ِ‫ﺎل ﺣﺒِﻴﺐ ﺑﻦ أَﺑِﻰ ﺛَﺎﺑ‬ َ ِ‫ْﺤ ﺪ‬
ُ ْ ُ َ َ َ‫ﻳﺚ َوﻗ‬ َ ‫ﻒ َﻫ َﺬا ا ﻟ‬
ُ ‫ﻀﻌ‬
َ ُ‫ﻴﻞ ﻳ‬
ِ ِ
َ ‫ﻤ َﺪ ْﺑ َﻦ إ ْﺳ َﻤﺎﻋ‬‫ﺖ ُﻣ َﺤ‬
ِ َ َ‫ﻗ‬
ُ ‫ﺎل َو َﺳﻤ ْﻌ‬
“aku mendengar Muhammad bin Ismail –Imam Bukhori- mendhoifkan hadits ini,
katanya Habiib bin Abi Tsaabit tidak pernah mendengar dari Urwah”.
Pendapat senada, bahwa Habiib tidak pernah mendengar dikatakan
juga oleh Imam Abu Zur’ah, bahkan Imam Abu Hatim, sebagaimana
yang dinukil oleh anaknya Imam Ibnu Abi Hatim dalam “Al Maroosil”
berkata :
‫ و اﺗﻔﺎﻗﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﺷﻰء ﻳﻜﻮن‬: ‫أﻫﻞ اﻟﺤﺪﻳﺚ اﺗﻔﻘﻮا ﻋﻠﻰ ذﻟﻚ ـ ﻳﻌﻨﻰ ﻋﻠ ﻰ ﻋﺪم ﺳﻤﺎﻋﻪ ﻣﻨﻪ ) أى ﻋﻦ ﻋﺮوة ( ـ ﻗﺎل‬
‫ﺣﺠﺔ‬
“Ulama hadits bersepakat atas hal tersebut”. Y akni tidak mendengarnya Habiib
dari Urw ah. Kesepakatan mereka atas sesuatu adalah hujjah”.
2. Lafadz lain :
‫ ﻰ إِ ذَا‬‫ْﺠﻨَﺎ َزةِ َﺣﺘ‬ ِ ِ
َ ‫ﻰ ﻟ َُﻤ ْﻌَﺘ ﺮِﺿَﺔٌ ﺑَـ ْﻴ َﻦ ﻳَ َﺪﻳْﻪ اﻋْﺘ َﺮ‬‫ ﻰ َوإِﻧ‬‫ﺼﻠ‬
َ ‫اض اﻟ‬
ِ ُ ‫إِ ْن َﻛﺎ َن رﺳ‬
َ ‫ ﻟَُﻴ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َُ
ِ‫ﺴﻨِ ﻰ ﺑِﺮِﺟﻠِﻪ‬ ‫أَرادَ أَ ْن ﻳﻮﺗِﺮ ﻣ‬
ْ ََ ُ َ
“jika Rasulullah hendak sholat –aku (Aisyah) tidur dihadapan Beliau, seperti
terbentangnya jenazah dihadapan Beliau- sehingga jika Nabi hendak sholat witir,
beliau menyentuh kakiku (agar Aisyah minggir-pent.)” (HR. Nasa’I, Ahmad dan
selainnya, dishahihkan oleh Imam Al Albani).
3. Lafadz lain :

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 177


ِ‫ﺖ ﻳ ِﺪى َﻋﻠَﻰ ﺑ ﻄْ ِﻦ ﻗَ َﺪﻣ ْﻴﻪ‬ ِ ‫ ﻟَﻴْـﻠَﺔً ِﻣ َﻦ اﻟْﻔِ َﺮ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
َ َ َ ْ ‫اش ﻓَﺎﻟَْﺘ َﻤ ْﺴُﺘ ُﻪ ﻓـَ َﻮﻗـَ َﻌ‬ َ ‫ت َر ُﺳ‬
ُ ‫ﻓـَﻘَ ْﺪ‬
ِ ‫وﻫﻮ ﻓِ ﻰ اﻟْﻤﺴ ِﺠ ِﺪ وﻫﻤﺎ ﻣﻨْﺼﻮﺑـﺘ‬
‫ﺎن‬ََ ُ َ َ ُ َ ْ َ َُ َ
“aku kehilangan Rasulullah pada suatu malam dari tempat tidurku, maka aku
mencari-carinya, maka tanganku mendapati kedua telapak kakinya sedangkan beliau
dalam keadaan sujud, kedua telapak kakinya tegak” (HR. Muslim dan selainnya).
4. Lafadz lain :
ِ‫ﻒ أَﻳ ِﺪﻳَﻨﺎ ﻓِﻴﻪِ ِﻣﻦ ا ﻟْﺠَﻨﺎﺑﺔ‬ ِ ٍِ ٍ ِ ِ ُ ‫ﺖ أَﻏْﺘ ِﺴ ﻞ أَﻧَﺎ ورﺳ‬
َ َ َ ْ ُ ‫ ﻣ ْﻦ إِﻧَﺎء َواﺣ ﺪ ﺗَ ْﺨَﺘﻠ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ُ َ َ ُ َ ُ ‫ُﻛ ْﻨ‬
“aku pernah mandi janabah bersama Rasulullah dari satu bejana, tangan kami
saling berebutan menciduk air” (Muttafaqun alaih, ini lafadz Muslim).
Dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah :
ً‫ ﻣﻦ إﻧﺎء واﺣﺪ ﻧﻀﻊ أﻳﺪﻳﻨﺎ ﻣﻌﺎ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻛﻨﺖ أﻏﺘﺴﻞ أﻧﺎ واﻟﻨﺒﻲ‬
“aku mandi bersama Nabi dari satu bejana, kami mengambil air dengan tangan kami
bersama-sama”.
Istidlalnya, bahwa mandi janabah adalah ibadah untuk bersuci,
bahkan ada w udhu didalamnya, seandainya menyentuh wanita
membatalkan berw udhu/bersuci, niscaya Nabi tidak akan mandi
bareng dengan istrinya, karena pasti tid ak terlepas dari saling
menyentuh, apalagi digambarkan dalam hadits ini, tangan Nabi
saling bersentuhan dengan istri Beliau.
5. Lafadz lain :
، ‫ ﻓَِﺈذَا َﺳ َﺠ َﺪ ﻏَ َﻤ َﺰﻧِ ﻰ‬، ِ‫ى ﻓِ ﻰ ﻗِﺒْـﻠَﺘِﻪ‬ ِ ِ
َ َ‫ َورِ ْﺟﻼ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻪ‬‫ى َر ُﺳﻮل اﻟﻠ‬ ْ ‫ﺖ أَﻧَ ُﺎم ﺑَـ ْﻴ َﻦ ﻳَ َﺪ‬ُ ْ‫ُﻛﻨ‬
َ َ‫ ﻓَِﺈ َذا ﻗ‬، ‫ﻰ‬ ‫ﺖ رِ ْﺟَﻠ‬
‫ﺎم ﺑَ َﺴﻄْﺘُـ ُﻬ َﻤﺎ‬ ُ ‫ﻀ‬ ْ ‫ﻓَـ َﻘَﺒ‬
“aku tidur disisi Rasulullah , sedangkan kedua kakiku diarah kiblat, jika Beliau
sujud, maka Beliau menyentuh kakiku, aku pun menariknya, jika Beliau berdiri, aku
membentangkannya lagi” (Muttafaqun ‘Alaih).
6. Dari Ummu Salamah Rodhiyallahu anha, beliau berkata :
ً‫ﻠﻬﺎ وﻫﻮ ﺻﺎﺋ ﻢ ﺛﻢ ﻻ ﻳُﻔﻄﺮ وﻻ ﻳُﺤﺪث وﺿﻮءا‬‫ ﻛﺎن ﻳُـﻘَﺒ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫أن رﺳﻮل اﷲ‬
“bahwa Rasulullah menciumnya, padahal Nabi sedang puasa, lalu Beliau tidak
berbuka dan tidak memperbaharui wudhunya” (HR. Ibnu Jariir Ath-Thobari dan
dishahihkannya).
Dari hadits-hadits yang kami tampilkan ini, sangat jelas sekali
perbuatan Nabi dan pernyataan istri-istri Beliau seperti Aisyah dan

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 178


Ummu Salamah Rodhiyallahu anhumaa yang menegaskan bahwa Nabi
menyentuh para istrinya dalam keadaan punya wudhu dan Belia u tidak
mengulangi wudhunya lagi. Sehingga madzhab yang rajih adala h
menyentuh w anita tidak membatalkan w udhu secara mutlak.
Hanya saja pendapat yang mengatakan menyentuh wanita dengan
syahwat dapat membatalkan w udhu tidak jauh dari kebenaran, namun
batalnya bukan karena menyentuhnya, tapi karena biasanya seorang
yang bersyahwat ketika menyentuh wanita akan keluar madzi yang tela h
disepakati bahwa keluarnya madzi membatalkan w udhu. Barangkali ini
adalah isyarat dari perkataan istri Nabi , Aisyah Rodhiyallahu anha :
ِ‫ﻪ َﻛﺎ َن أَﻣﻠَ َﻜ ُﻜ ﻢ ِِﻹرﺑِﻪ‬‫ وﻟَﻜِﻨ‬، ‫ ﻞ وﻫﻮ ﺻﺎﺋِﻢ‬‫ ﻢ ﻳـﻘَﺒ‬‫ﻪ ﻋَﻠَﻴﻪِ وﺳﻠ‬‫ ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺒِ ﻲ ﺻﻠ‬‫َﻛﺎ َن اﻟﻨ‬
ْ ْ ْ ُ َ ٌ َ َُ َ ُ ُ َ َ َ ْ ُ َ 
“Nabi mencium (istrinya) dalam keadaan berpuasa, namun Beliau adalah orang yang
lebih kuat menjaga dirinya dibandingkan kalian” (Muttafaqun ‘Alaih).
Imam Shon’aniy dalam Subulus Sala m berkata tentang makna perkataan
Ibunda Aisyah Rodhiyallahu anha :
ِ‫ﻪ ﻋﻠَﻴﻪ‬‫ﻰ اﻟﻠ‬‫ﻪِ ﺻﻠ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ِ ‫ ُﻜ ﻢ ِﻣ ْﺜ ﻞ رﺳ‬‫ﻫﻤﻮا أَﻧ‬ ‫از ِﻣﻦ ا ﻟْ ُﻘﺒْـﻠَﺔِ وَﻻ ﺗَـﺘـﻮ‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ ﻣﻌﻨ ﻰ ا ﻟ‬: ‫ﺎل ا ﻟْﻌﻠَﻤﺎء‬
َْ ُ َ َُ ُ ْ ُ ََ َ ْ ُ ‫ﻪ ﻳَـ ْﻨﺒَﻐﻲ ﻟَ ُﻜ ْﻢ اﻻ ْﺣﺘ َﺮ‬ُ‫ْﺤ ﺪ ﻳﺚ أَﻧ‬ َ َ ْ َ ُ َ ُ َ َ‫ﻗ‬
ٍ ‫ َﺪ َﻋ ﻨْـَﻬﺎ إ ﻧْـ َﺰ ٌال أ َْو َﺷْﻬ َﻮٌة أ َْو َﻫﻴَ َﺠﺎ ُن ﻧَـ ْﻔ‬‫ﺴ ُﻪ َوﻳَﺄَْﻣ ُﻦ ِﻣ ْﻦ ُوﻗُﻮ ِع ا ﻟْ ُﻘﺒْـﻠَﺔِ أَ ْن ﻳَـﺘَـ َﻮﻟ‬
‫ﺲ أَْو‬ َ ‫ﻚ ﻧَـ ْﻔ‬
ِ ِ ِ ‫ﻢ ﻓِ ﻲ اﺳﺘِﺒ‬‫وﺳﻠ‬
ُ ‫ﻪ ﻳَْﻤﻠ‬ُ ‫ﺎﺣﺘ َﻬﺎ ؛ ﻷَﻧ‬
َ َْ َََ
‫ﻚ‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ ْﻔ ﺲ ﻋَ ْﻦ ذَ ﻟ‬‫ﻒ اﻟﻨـ‬  ‫ﻚ ﻓَﻄَﺮﻳﻘُ ُﻜ ْﻢ َﻛ‬ َ ‫ﻚ َوأَﻧْـﺘُ ْﻢ َﻻ ﺗَﺄ َْﻣﻨُﻮنَ ذَ ﻟ‬
َ ‫ﻧَ ْﺤُﻮ ذَ ﻟ‬
“berkata ulama, makna had its adalah hendaknya kalian menjauhi mencium istri,
janganlah kalian merasa seperti diri Rasu lullah dalam masalah kebolehan
mencium istri, karena Nabi adalah orang yang dapat mengontrol dirinya dan
aman dari perbuatannya mencium istrinya, keluar sperma atau syahw at atau
terangsang dan semisalnya. Sedangkan kalian tidak akan aman dari tidak
tercontrolnya nafsu kalian”.

2). Muntah
Para ulama berbeda pendapat apakah muntah dapat membatalkan
w udhu atau tidak. Syaikh Mahmud dalam “Al Jaami’” berkata :
‫ ﺧﻼﻓﺎً ﻟﻤﺎﻟﻚ واﻟﺸﺎﻓﻌﻲ وأﺻﺤﺎﺑﻬﻤﺎ‬،‫وﻫﻮ ﻣﺎ ﻋﻠﻴﻪ أﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ وأ ﺣﻤﺪ وا ﻟﺜﻮري واﻷوزاﻋﻲ‬
“yaitu w ajibnya w udhu karena muntah adalah pendapatnya Abu Hanifah, Ahmad,
Ats-Tsauri dan Al Auzaa’I, yang berseberangan pendapatnya adalah Malik, Syafi’I
dan para sahabatnya”.
Kemudian syaikh Mahmud menyebutkan beberapa dalil yang
menunjukan bahwa muntah dapat membatalkan w udhu, yaitu :
1. Haditsnya Abu Dardaa’ Rodhiyallahu anhu, kata beliau :
.َ‫ﺄ‬‫ ﻗَ َﺎء ﻓَﺄَﻓْﻄَ َﺮ ﻓَـ ﺘَـ َﻮﺿ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
َ ‫ن َر ُﺳ‬ َ‫أ‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 179


‫ﺖ ﻟَ ُﻪ‬
ُ ‫ﺻَﺒ ْﺒ‬
َ ‫ﺻ َﺪ َق أﻧَﺎ‬
َ ‫ﺎل‬ َ ِ‫ت ذَﻟ‬
َ َ‫ﻚ ﻟَ ُﻪ ﻓـَﻘ‬ ُ ‫ﺴ ِﺠ ِﺪ ِد َﻣ ْﺸ َﻖ ﻓَ َﺬ َﻛ ْﺮ‬ ِ ُ ‫ﻓـَﻠَﻘِﻴ‬
ْ ‫ﺖ ﺛـَ ْﻮﺑَﺎ َن ﻓ ﻰ َﻣ‬
“bahwa Rasulullah muntah, lalu berbuka puasa, lalu berwudhu. Kemudian aku
bertemu dengan Tsaubaan di masjid Damsyiq, lalu aku menceritakan hal tersebut
kepadanya, maka beliau berkata : ‘benar, aku yang membawakan air wudhu untuk
Beliau’” (HR. Tirmidzi dan selainnya, Imam Tirmidzi berkata : ‘hadits Husain yang
paling shahih dalam bab ini’. Dishahihkan juga oleh Imam Al Albani).
Namun berdalil dengan hadits ini untuk menyatakan bahwa
muntah membatalkan w udhu, ada 2 hal yang perlu diperhatikan :
1. Sebagian ulama melemahkan hadits ini, Imam Nawaw i dalam “Al
Majmu” (2/55) berkata :
‫وأﻣﺎ اﻟﺠﻮاب ﻋﻦ اﺣﺘﺠﺎﺟﻬﻢ ﺑﺤﺪﻳﺚ أﺑﻲ اﻟﺪرداء ﻓﻤﻦ أوﺟﻪ أﺣﺴﻨﻬﺎ اﻧﻪ ﺿﻌﻴﻒ ﻣﻀﻄﺮب ﻗﺎﻟﻪ اﻟﺒﻴﻬﻘﻰ وﻏﻴﺮﻩ ﻣﻦ‬
‫اﻟﺤﻔﺎظ‬v
“Adapun jaw aban terhadap pendalilan mereka dengan haditsnya Abu Darda,
dari sisi ini adalah sanad yang palin g baik, maka sebenarnya hadits ini adalah
dhoif dan goncang, sebagaimana dikatakan oleh Al Baihaqi dan selainnya
dari kalangan Hufadz”.
2. Imam Ibnu Utsaimin dalam “Syarah Mumti’” berkata :
ٍ ‫ﻳﺪل ﻋﻠﻰ اﻟﻮﺟﻮب؛ ﻷﻧﻪ‬
‫ﺧﺎل ﻣﻦ اﻷﻣﺮ‬  ‫ وﻣﺠﺮد اﻟﻔﻌﻞ ﻻ‬،‫ ﻫﻮ ﻣﺠﺮد ﻓﻌﻞ‬:ً‫وأﻳﻀﺎ‬
“dan juga, sekedar hal tersebut perbuatan Nabi tidak menunjukan atas
w ajibnya hal it u, karena tidak ada perintah didalamnya”.

2. Haditsnya Aisyah Rodhiyallahu anha, kata beliau :


‫ ْﻢ‬‫َﻢ ﻳَـَﺘ َﻜﻠ‬ ِِ َ ‫ﻀ ﻰ ِﻣﻦ‬ ِ ِ َ ‫إِ ذَا ﻗَﺎء أَﺣ ُﺪ ُﻛ ﻢ ﻓِ ﻰ‬
ْ ‫ﺻ ﻼَﺗﻪ َﻣﺎ ﻟ‬ ْ َ ‫ﻢ ﻟَْﻴ ْﺒ ِﻦ َﻋﻠَﻰ َﻣﺎ َﻣ‬ ُ‫ﺄْ ﺛ‬‫ف ﻓـَﻠَْﻴﺘَـ َﻮﺿ‬
ْ ِ‫ﺼ ﺮ‬
َ ‫ﺲ ﻓـَﻠْﻴَـْﻨ‬
َ َ‫ﺻ ﻼَﺗﻪ أ َْو ﻗـَﻠ‬ ْ َ َ
“Jika kalian muntah dalam sholat atau qolasa, maka berpalinglah, dan he ndaknya
berwudhu, lalu tetap lanjutkan sholat sebelumnya, selama tidak berbicara” (HR.
Baihaqi, Daruquthni dan selainnya).
Setelah Imam Daruquthni menyebutkan jalan-jalan yang banyak
untuk hadits ini, beliau berkata :
ُ ِ‫ﺎ َﺣ ﺪ‬‫ﻴﺢ َﻋ ِﻦ ْاﺑ ِﻦ ُﺟ َﺮْﻳ ٍﺞ َوُﻫ َﻮ ُﻣ ْﺮ َﺳ ٌﻞ َو أَﻣ‬
‫ﻳﺚ ْاﺑ ِﻦ ُﺟ َﺮْﻳ ٍﺞ‬ ِ
ُ ‫ﺤ‬‫ﻮل َﻫ َﺬ ا ُﻫ َﻮ اﻟ ﺼ‬
ُ ُ‫ﻤ َﺪ ْﺑ َﻦ ﻳَ ْﺤﻴَﻰ ﻳَـﻘ‬ ‫ﺖ ُﻣ َﺤ‬ ِ
ُ ‫ﺎل ﻟَﻨَﺎ أَﺑُﻮ ﺑَ ْﻜ ﺮٍ َﺳﻤ ْﻌ‬ َ َ‫ﻗ‬
ٍ‫ﺎش ﻓَـ ﻠَﻴﺲ ﺑِﺸﻰ ء‬ٍ ‫ﺬِى ﻳَـ ْﺮوِﻳﻪِ إِ ْﺳ َﻤﺎﻋِﻴﻞ ْﺑ ُﻦ َﻋﻴ‬‫ﺸ َﺔ اﻟ‬ ِ
َْ َ ْ ُ َ ‫َﻋ ِﻦ ا ْﺑ ِﻦ أَﺑِﻰ ُﻣَﻠ ْﻴ َﻜَﺔ َﻋ ْﻦ َﻋ ﺎﺋ‬
“Abu Bakar berkata kepada kami, aku mendengar Muhammad bin Y ahya berkata
: ‘ini adalah shah ih dari Ibnu Juraij yaitu secara mursal. Adapun hadits Ibnu
Juraij dari Ibnu Abi Mulaikah dari Aisyah Rodhiyallahu anhu yang diriw ayatkan
oleh Ismail bin ‘Ayyaasy, maka tidak ada apa-apanya”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 180


Imam Baihaqi setelah meriwayatkan hadits ini dalam sunnannya
berkomentar :
- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺮَواﻳَﺔُ ﺑِﺜَﺎﺑِﺘَﺔٍ َﻋ ِﻦ اﻟﻨ‬‫ﺖ َﻫ ﺬِﻩِ اﻟ‬
ْ‫ﺴ‬ ِِ ِ ِ ِ ِِ
َ ْ‫ ﻟَﻴ‬: ‫ﻰ ﻓ ﻰ َﺣ ﺪ ﻳﺚ اﺑْ ِﻦ ُﺟ َﺮﻳْ ٍﺞ ﻋَ ْﻦ أَﺑﻴﻪ‬ ‫ﺎﻓﻌ‬‫ﺎل اﻟ ﺸ‬
َ َ‫ﻗ‬
“Imam Syafi’I berkata tentang hadit s Ibnu Juraij dari bapaknya, riw ayat ini tidak
tsabit dari Nabi ”.
Imam Baihaqi sebelumnya juga berkomentar :
‫ﺸ ﺔَ َوﻛِﻼَُﻫ َﻤﺎ ﻏَﻴْـ ُﺮ‬ ِ ِ
َ ‫ﺎل َﻋ ِﻦ ْاﺑ ِﻦ ُﺟ َﺮْﻳ ٍﺞ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻴﻪ َﻋ ْﻦ َﻋﺎﺋ‬ ٍ ‫ﻳﺚ َرَو ُاﻩ ْاﺑ ُﻦ َﻋﻴ‬
َ َ‫ﺮةً ﻗ‬ ‫ َوَﻣ‬، ‫ﺮةً َﻫﻜَ َﺬ ا‬ ‫ﺎش َﻣ‬ ُ ِ‫ْﺤ ﺪ‬ َ ‫ َﻫ َﺬ ا ا ﻟ‬: ‫ﺎل أَﺑُﻮ أ َْﺣ َﻤ َﺪ‬َ َ‫ﻗ‬
ٍ ‫ﻣ ﺤُﻔ‬
.‫ﻮظ‬ َْ
‫ﺎل‬ ٍ ِ ِ
ْ ‫ﺎب ْﺑ ُﻦ أَﺑِﻰ ﻋ‬
ٍ ‫ﺪ ﺛَـﻨَﺎ أَﺑُﻮ ﻃَﺎﻟ‬ ‫ﺼ َﻤ َﺔ َﺣ‬
َ َ‫ أَ ْﺣ َﻤ ُﺪ ْﺑ ُﻦ ُﺣ َﻤ ْﻴ ﺪ ﻗ‬: ‫ﺐ‬ ٍ
ِ ‫ﻫ‬‫ﺪ ﺛَـﻨَﺎ َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟْﻮ‬ ‫}ج{ وأ َْﺧﺒَـﺮﻧَﺎ أَﺑُﻮ ﺳ ْﻌ ﺪ أ َْﺧﺒَـﺮﻧَﺎ أَﺑُﻮ أ َْﺣﻤ َﺪ َﺣ‬
َ َ َ َ َ َ
‫ﺲ‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ٍ ‫ﻮل إِ ْﺳ َﻤ ﺎﻋﻴﻞ ْﺑ ُﻦ َﻋﻴ‬ ُ ‫ﺖ أ َْﺣ َﻤ َﺪ ْﺑ َﻦ َﺣ ْﻨﺒَ ٍﻞ ﻳَـ ُﻘ‬ ِ
َ ‫ َوَﻣﺎ َرَوى َﻋ ْﻦ أَْﻫ ﻞ ا ﻟْﺤ َﺠﺎز ﻓَـﻠَْﻴ‬، ‫ﻴﺢ‬ ٌ ‫ﺻﺤ‬ َ ‫ﻴﻦ‬ َ ‫ﺎﻣﻴ‬‫ﺎش َﻣﺎ َر َوى َﻋ ْﻦ اﻟ ﺸ‬ ُ ُ ‫َﺳﻤْﻌ‬
‫ﺻﻠﻰ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ ا ﻟﻨ‬‫ﺎش ﻋَ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ُﺟ َﺮﻳْ ٍﺞ ﻋَ ِﻦ ا ﺑْ ِﻦ أَﺑِﻰ ُﻣﻠَﻴْ َﻜﺔَ ﻋَ ْﻦ ﻋَ ﺎﺋِﺸَﺔَ أَن‬ ٍ ‫ﻳﺚ اﺑْ ِﻦ ﻋَﻴ‬ ِ ِ‫ وﺳﺄَﻟْﺖ أَﺣﻤ ﺪ ﻋﻦ ﺣ ﺪ‬: ‫ﺎل‬
َ ْ َ َ َ ْ ُ َ َ َ َ‫ ﻗ‬.‫ﻴﺢ‬ ٍ ‫ﺼ ِﺤ‬َ ‫ﺑ‬
ِ
ِ‫ﻤﺎ رواﻩ اﺑ ﻦ ﺟﺮﻳ ٍﺞ ﻋ ﻦ أَﺑِﻴﻪ‬‫ وإِﻧ‬، ‫ﺎش‬ َ ِ‫ْﺤ ﺪ‬
ْ َ ْ َ ُ ُ ْ ُ ََ َ َ ٍ ‫ﻳﺚ ﻓـَﻘَﺎ َل َﻫ َﻜ َﺬ ا َر َو ُاﻩ ْاﺑ ُﻦ َﻋﻴ‬ َ ‫ ا ﻟ‬.« ‫ﻒ‬ َ ‫ﺎء أ َْو َر َﻋ‬
َ َ‫» َﻣ ْﻦ ﻗ‬: ‫ﺎل‬ َ َ‫ ﻗ‬- ‫اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
.‫ﺸ َﺔ‬ ِ ِ ِ ‫وﻟَﻢ ﻳ ﺴﻨِ ْﺪﻩ ﻋﻦ أَﺑِﻴﻪِ ﻟَﻴ‬
َ ‫ﺲ ﻓﻴﻪ َﻋﺎﺋ‬ َ ْ َْ ُ ْ ُ ْ َ
“Abu Ahmad berkata : ‘hadit s ini yang diriw ayatkan Ibnu ‘Ayyaasy terkadang
seperti ini dan terkadang dari Ibnu Juraij dari Bapaknya dari Aisyah, kedua
riw ayat ini tidak mahfuudz (terjaga).
Akhbaronaa Abu Sa’ad, akhbaronaa Abu Ahmad, haddatsanaa Abdul W ahhaab
bin Abi ‘Ishmah, haddatsanaa Abu Thoolib Ahmad bin Humaid ia berkata, aku
mendengar Ahmad bin Hanbal berkata : ‘Ismail bin ‘Ayyaasy, jika meriw ayatkan
dari para perow i syam haditsnya shahih dan jika meriw ayatkan dari Ahlul Hijaz,
maka tidak shahih. Ia berkata : ‘aku bertanya kepada Imam Ahmad tentang
hadits Ibnu ‘Ayyash dari Ibnu Juraij dari Bapaknya dari Ibnu Abi Mulaikah dari
Aisyah bahw a Nabi berkata : ‘barangsiapa yang muntah atau mimisan’. Hadits
yang disabdakan demikian diriwayatkan oleh Ibnu ‘Ayyasy, hanyalah
diriwayatkan oleh Ibnu Juraij dari Bapaknya dan tidak ada sanadnya dari
Bapaknya didalamnya sahabat Aisyah Rodhiyallahu anha”.
Imam Ibnul Jauzi dalam “Ilaal mutanahiyah” berkata :
‫واﻣﺎ اﻟﺜﺎﻧﻲ ﻓﻘﺪ ذﻛﺮﻧﺎ ان اﺳﻤﺎﻋﻴﻞ ﺑﻦ ﻋﻴﺎش ﺗﻐﻴﺮ ﻓﺼﺎر ﻳﺨﻠﻂ ﻗﺎل اﺑﻦ ﻋﺪي وﻗﺪ ﻗﺎل ﻓﻲ ﻫﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻋﻦ اﺑﻦ‬
‫ﺟﺮﻳﺞ ﻋﻦ اﺑﻲ ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ وﻛﻼ اﻟﻄﺮﻳﻘﻴﻦ ﻏﻴﺮ ﻣﺤﻔﻮظ‬
“adapun yang kedua, kami telah menyebutkan bahw a Ibnu ‘Ayyaasy telah
berubah hapalannya, sehingga ia mukhtalith. Imam Ibnu ‘Adiy berkata : ‘hadit s
ini diriw ayatkan dari Ibnu Juraij dari Bapaknya dari Aisyah, kedua jalan ini tidak
mahfuudz (terjaga)”.
Imam Ibnu Abi Hatim dalam “ilalul hadits” pernah bertanya kepada
Bapaknya, Imam Abu Hatim tentang hadits ini, maka jawaban
Bapaknya :
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 181
، ‫ﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬ ِ‫ﺒ‬‫ َﻋ ِﻦ اﻟﻨ‬، ‫ َﻋ ِﻦ ْاﺑ ِﻦ أَﺑِﻲ ُﻣﻠَْﻴ َﻜ َﺔ‬، ِ‫ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻴﻪ‬، ‫ﻤﺎ ﻳَـ ْﺮُووﻧَُﻪ َﻋ ِﻦ ْاﺑ ِﻦ ُﺟ َﺮْﻳ ٍﺞ‬َ ‫ إِﻧ‬، ٌ‫ﺎل أَﺑِﻲ َﻫ َﺬ ا َﺧﻄَﺄ‬
َ َ‫ﻗ‬
ُ ِ‫ْﺤ ﺪ‬
‫ﻳﺚ َﻫ َﺬ ا‬ َ ‫ُﻣ ْﺮ َﺳ ﻼ َوا ﻟ‬
“ini adalah keliru, hanyalah diriw ayatkan dari Ibnu Juraij dari Bapaknya dari
Ibnu Abi Mulaikah dari Nabi secara mursal, hadits ini”.
Selain kepada Bapaknya, Imam Ibnu Abi Hatim bertanya juga kepada
rekan Bapaknya, yakni Imam Abu Zur’ah, jaw aban beliau :
، ‫ﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬ ِ‫ﺒ‬‫ َﻋ ِﻦ اﻟﻨ‬، ‫ َﻋ ِﻦ ْاﺑ ِﻦ أَﺑِﻲ ُﻣﻠَْﻴ َﻜ َﺔ‬، ِ‫ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻴﻪ‬، ‫ﻴﺢ َﻋ ِﻦ ْاﺑ ِﻦ ُﺟ َﺮْﻳ ٍﺞ‬ ِ
ُ ‫ ﺤ‬‫ﺎل أَﺑُﻮ ُزْر َﻋ َﺔ َﻫ َﺬ ا َﺧﻄَﺄٌ اﻟ ﺼ‬َ َ‫ﻗ‬
‫ُﻣ ْﺮ َﺳ ٌﻞ‬
“ini adalah keliru, diriwayatkan dari Ibnu Juraij dari Bapaknya dari Ibnu Abi
Mulaikah dari Nabi secara mursal”.
Kesimpula nnya : ini adala h hadits mursal, yang dikategorikan dalam
ilmu hadits sebagai hadits yang lemah, sehingga riwayat ini tidak
dapat dijadikan hujjah.

Sehingga dalam masalah wudhu karena muntah pendapat yang


rajih adalah muntah bukan se bagai pembatal w udhu, karena
tidak shahihnya riwayat yang jelas mengatakan muntah dapat
membatalkan w udhu. Syaikh Sayyid Sabiq dalam “Fiqhus Sunnah”
berkata, ketika menyebutkan hal-hal yang tidak membatalkan w udhu,
diantaranya :
.‫ وﻟﻢ ﻳﺮد ﻓﻲ ﻧﻘﻀﻪ ﺣﺪﻳﺚ ﻳﺤﺘﺞ ﺑﻪ‬،‫ ﺳﻮاء أﻛﺎن ﻣﻞ ء ا ﻟﻔﻢ أو دوﻧﻪ‬:‫اﻟﻘﺊ‬
“Muntah, sama saja apakah memenuhi mulu t atau kurang dari itu, karena tidak
hadits yang mengatakan bataln ya muntah, hadits yang dapat dijadikan hujjah”.

3). Tertaw a didalam sholat


Telah berlalu penjelasan hal ini, dan pendapat yang terpilih, ia bukan
pembatal w udhu.

4). Keluar darah dari anggota tubuh, selain darah haidh, nifas dan
istihadhoh.
Juga pembahasan sebelu mnya bahwa yang terkuat, ia bukan
pembatal w udhu.

5). Memandikan atau mengantarkan mayit


Telah terdapat sebuah dalil yang menunjukan perintah mandi bagi
yang memandikan jenazah dan berwudhu bagi orang yang membawa
mayat. Diriw ayatkan Nabi bersabda :

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 182


ْ‫ﺄ‬‫ﺖ ﻓـَﻠْﻴَـﻐَْﺘ ِﺴ ْﻞ َوَﻣ ْﻦ َﺣ َﻤﻠَ ُﻪ ﻓـَﻠَْﻴﺘَـ َﻮﺿ‬
َ ‫ﺴ َﻞ اﻟ َْﻤﻴ‬ َ‫َﻣ ْﻦ ﻏ‬
“Barangsiapa yang memandikan mayat, maka hendaknya mandi dan barangsiapa yang
membawa mayat, hendaknya berwudhu”.
Takhrij Hadits :
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Huroiroh Rodhiyallahu anhu secara
marfu kepada Nabi , melalui beberapa jalan :
1. Diriw ayatkan oleh Imam Abu Daw ud dalam “Sunannya” (3163) dari
jalan :
‫ﺎس َﻋ ْﻦ َﻋ ْﻤﺮِو ْﺑ ِﻦ ُﻋ َﻤ ْﻴﺮٍ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻰ‬ ِ ‫ﺐ َﻋﻦِ ا ﻟْ َﻘ‬
ٍ ‫ﺎﺳ ِﻢ ْﺑ ِﻦ َﻋﺒ‬ ٍ ‫ﺪ ﺛَﻨِﻰ ا ْﺑ ُﻦ أَﺑِﻰ ذِ ْﺋ‬ ‫ﻚ َﺣ‬
ٍ ‫ﺪ ﺛَـﻨَﺎ ا ْﺑﻦ أَﺑِﻰ ﻓُ َﺪ ْﻳ‬ ‫أ َْﺣﻤ ُﺪ ْﺑﻦ ﺻﺎﻟِ ٍﺢ ﺣ‬
ُ َ َ ُ َ
- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َ ‫ َر ُﺳ‬‫ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮةَ أَن‬
“Ahmad bin Shoolih, haddatsanaa Ibnu Abi Fudaik, haddatsanii Ibnu Abi
Dzi’b dari Al Qoosim bin ‘Abbaas dari ‘Amr bin ‘Umair dari Abi Huroiroh
bahw a Rasulullah bersabda : ‘Al hadits’”.
Keduduka n sanad : semua perow inya tsiqoh, selain Ibnu Abi
Fudaik dinilai shoduq oleh Al Hafidz dalam “At-Taqriib”, sekalipun ia
adalah perow i Bukhori-Muslim. Dikecualikan ‘Amr bin ‘Umair, ia
dinilai majhul oleh Al Hafidz dalam “At-Taqriib”.
Namun terdapat beberapa jalan lainnya lagi :
2. Dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam “Musnad” (no. 10118),
Imam Baghow i dalam “Syarhus Sunnah” (1/261), Imam Ibnul
Ja’ad dalam “Musnad” (no. 2754) dan Imam Ibnu Abi Syaibah
dalam “Mushonaf” (no. 11153) melalui jalan :
- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ُ ‫ﺎل َر ُﺳ‬ َ َ‫ ْﻮأ ََﻣﺔِ ﻋَ ْﻦ أَﺑِﻰ ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮةَ ﻗ‬‫ﺻﺎﻟِ ٍﺢ َﻣ ْﻮﻟَﻰ اﻟﺘـ‬
َ َ‫ﺎل ﻗ‬ ٍ ْ‫اﺑْﻦ أَﺑِﻰ ذِ ﺋ‬
َ ‫ﺐ ﻋَ ْﻦ‬ ُ
“Ibnu Abi Dzi’b dari Shoolih Mau laa At-Tauamah dari Abu Huroiroh
Rodhiyallahu anhu, Rasulullah bersabda : ‘Al Hadits’”.
Keduduka n sanad : Ibnu Abi Dzi’b telah berlalu sebelumnya.
Shoolih (w . 125/126 H), Syu’bah tidak mau mengambil hadits
darinya dan melarang mengambil haditsnya; Imam Yahya bin Sa’id
menilainya, lam yakun bitsiqoh (tidak tsiqoh); Imam Malik
menilainya, laisa bitsiqoh (tidak tsiqoh); didhoifkan juga ole h
Imam Abu Zur’ah, Imam Abu Hatim dan Imam Nasa’i. Imam Ibnu
Ma’in dan Imam Al’ijli mentautsiqnya. Barangkali untuk
mengklarifikasi statusnya, kita dengarkan penjelasan Imam Ibnu
‘Adiy sebagaimana yang dinukil Imam Al Mizzi dalam “At-Tahdziib”:
‫ و ﻣﻦ ﺳﻤﻊ‬. ‫ و ﻏﻴﺮﻫﻢ‬، ‫ و زﻳﺎد ﺑﻦ ﺳﻌﺪ‬، ‫ و اﺑﻦ ﺟﺮﻳﺞ‬، ‫ﻻ ﺑﺄس ﺑﻪ إذا ﺳﻤﻌﻮا ﻣﻨﻪ ﻗﺪﻳﻤﺎ ﻣﺜﻞ اﺑﻦ أﺑﻰ ذﺋﺐ‬
‫ ﻻ أﻋﺮف‬، ‫ و ﺣﺪﻳﺜﻪ اﻟﺬى ﺣﺪث ﺑﻪ ﻗﺒﻞ اﻻﺧﺘﻼط‬. ‫ و ﻏﻴﺮﻫﻤﺎ‬، ‫ﻣﻨﻪ ﺑﺄﺧﺮة و ﻫﻮ ﻣﺨﺘﻠﻂ ﻣﺜﻞ ﻣﺎﻟﻚ و اﻟﺜﻮرى‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 183


‫ و ﻻ‬، ‫ ﻓﻴﺮوى ﻋﻨﻪ‬، ‫ ﻓﻴﻜﻮن ﺿﻌﻴﻔﺎ‬، ‫ و إﻧﻤﺎ ا ﻟﺒ ﻼء ﻣﻤﻦ دون اﺑﻦ أﺑ ﻰ ذﺋﺐ‬، ‫ﻟﻪ ﺣﺪﻳﺜﺎ ﻣﻨﻜﺮا إذا روى ﻋﻨﻪ ﺛﻘﺔ‬
. ‫ و ﺻﺎﻟﺢ ﻻ ﺑﺄس ﺑﻪ و ﺑﺮواﻳﺎﺗﻪ و ﺣﺪﻳﺜﻪ‬، ‫ﻳﻜﻮن اﻟﺒﻼء ﻣﻦ ﻗﺒﻠﻪ‬
“tidak mengapa (haditsnya) jika yang mendengarnya adalah murid-murid
lamanya, seperti Ibnu Abi Dzi’b, Ibnu Juraij, Ziyaad bin Sa’ad dan selain
mereka. Sedangkan murid yang mendengar pada masa akhir hidupnya (row i
Sholih ini-pent.) maka beliau telah bercampur hapalannya, seperti : Malik,
Ats-Tsauriy dan selainnya. Hadits yang diriw ayatkan darinya sebelu m
berubah hapalannya, aku tidak mengetahuinya ada hadit snya yang mungkar
jika d iriw ayatkan dari orang yang tsiqoh, hanyalah kesalahan dari orang
selain Ibnu Abi Dzi’b, maka itulah yang lemah. Maka yang meriw ayatkan dari
Shoolih dan tidak ada kesalahan sebelumnya, maka Shoolih tidak mengapa
dengan riw ayat dan haditsnya”.
Sebelumnya Ahmad bin Sa’ad bin Abi Maryam berkata:
: ‫ ﻗﻠﺖ ﻟﻪ‬، ‫ ﺛﻘﺔ ﺣﺠﺔ‬، ‫ ﺻﺎﻟﺢ ﻣﻮﻟﻰ ا ﻟﺘﻮأﻣﺔ‬: ‫ ﺳﻤﻌﺖ ﻳﺤﻴﻰ ﺑﻦ ﻣﻌﻴﻦ ﻳﻘﻮل‬: ‫و ﻗﺎل أﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺳﻌﺪ ﺑﻦ أﺑﻰ ﻣﺮﻳﻢ‬
‫ و ﺳﻔﻴﺎن اﻟﺜﻮرى إﻧﻤﺎ أدرﻛﻪ ﺑﻌﺪ‬، ‫ إن ﻣﺎﻟﻜﺎ إﻧﻤﺎ أدرﻛﻪ ﺑﻌﺪ أنﻛﺒﺮ و ﺧﺮف‬: ‫ ﻓﻘﺎل‬، ‫إن ﻣﺎﻟﻜﺎ ﺗﺮك اﻟﺴﻤﺎع ﻣﻨﻪ‬
‫ و ﻟﻜﻦ اﺑﻦ أﺑﻰ ذﺋﺐ ﺳﻤﻊ ﻣﻨﻪ ﻗﺒﻞ أن‬، ‫ و ذ ﻟﻚ ﺑﻌﺪﻣﺎ ﺧﺮف‬، ‫ ﻓﺴﻤﻊ ﻣﻨﻪ ﺳﻔﻴﺎن أﺣﺎدﻳﺚ ﻣﻨﻜﺮات‬، ‫أن ﺧﺮف‬
‫ﻳﺨﺮف‬
“aku mendengar Y ahya bin Ma’in berkata : ‘Shoolih Maulaa At-Taumah,
tsiqoh hujjah’. Aku berkata kepadanya : ‘sesungguhnya Malik meninggalkan
mendengar darinya?’. Beliau menjaw ab : ‘Imam Malik hanyalah menemuinya
setelah Shoolih lanjut usia dan berubah, Sufyan Ats-Tsauriy (juga)
menemuinya setalah lanjut usia dan setelah berubah hapalannya, aku
mendengar Sufyaan hadits-hadit s mungkar dari Shoolih, yang demikian
setelah berubah. Namun Ibnu Abi Dzi’b mendengar darinya sebelum berubah
hapalannya”.

Shoolih mendapatkan mutaba’ah dari :


A. Abu Shoolih, riwayatnya ditulis Imam Baihaqi dalam “Sunan
Kubro” (1/500), dari jalan :
‫ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺟﻌﻔﺮ ﺑﻦ أﺑﻲﻛﺜﻴﺮ ﻋﻦ ﻣ ﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺠﻼن ﻋﻦ اﻟﻘﻌﻘﺎع ﺑﻦ ﺣﻜﻴﻢ ﻋﻦ أﺑﻲ ﺻﺎﻟﺢ ﻋﻦ أﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮة ان‬
‫رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻗﺎل‬
“Muhammad bin Ja’far bin Abi Katsiir dari Muhammad bin ‘Ajlaan dari Al
Qo’qoo’a bin Hakiim dari Abi Shoolih dari Abi Huroiroh bahw a Rasulullah
bersabda : “Al Hadits””.
Keduduka n sa nad : semua perow inya tsiqoh, perow i Bukhori-
Muslim, kecuali Muhammad bin ‘Ajlaan, Imam Bukhori hanya

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 184


meriwayatkannya sebagai mu’alaq dan Al Qo’qoo’a, hanya
diriw ayatkan Bukhori dalam kitab “Adabul Mufrod”.
Al Qo’qoo’a mendapatkan mutaba’ah dalam meriwayatkan
dari Abi Shoolih dari anaknya Abu Shoolih yakni Suhail bin Abi
Shoolih, sebagaimana ditulis oleh Imam Ibnu Hibban dalam
“Shahihnya” (no. 1178), melalui jalan :
‫ ﻋﻦ أﺑﻲ‬، ‫ ﻋﻦ أﺑﻴﻪ‬، ‫ ﻋﻦ ﺳﻬﻴﻞ ﺑﻦ أﺑﻲ ﺻﺎﻟﺢ‬، ‫ ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺣﻤﺎد ﺑﻦ ﺳﻠﻤﺔ‬، ‫إﺑﺮاﻫﻴﻢ ﺑﻦ اﻟﺤﺠﺎج اﻟﺴﺎﻣﻲ‬
‫ ﻋﻦ ا ﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬، ‫ﻫﺮﻳﺮة‬
“Ibrohim ibnul Hajjaaj As-Saamiy, haddatsanaa Hammaad bin Salamah
dari Suhail bin Abi Shoolih dari Bapaknya (Abu Shoolih) dari Nabi : “Al
Hadits”.
Keduduka n sa nad : semua perow inya tsiqoh, kecuali Suhail
dinilai shoduq oleh Al Hafidz dalam “At-Taqriib”.
B. Ishaq bin Abdullah bin Abi Tholhah, riwayatnya ditulis Imam
Baihaqi dalam “Sunan Kubro” (1/301), dari jalan :
‫ﻗﺎل اﻟﺒﺨﺎري وﻗﺎل ﻣﻌﻤﺮ ﻋﻦ ﻳﺤﻴﻰ ﺑﻦ أﺑﻲﻛﺜﻴﺮ ﻋﻦ اﺳﺤﺎق ﻋﻦ أﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮة ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ‬
.‫وﺳﻠﻢ‬
“Bukhori berkata : ‘Ma’mar berkata, dari Y ahya bin Abi Katsiir dari Ishaq
dari Abi Huroiroh dari Nabi : “Al Hadits””.
Keduduka n sana d : semua perow inya tsiqoh, perow i Bukhori-
Muslim.
C. Abdur Rokhman bin Ya’qub, riwayatnya ditulis oleh Imam
Baihaqi dalam Sunan Kubro (1/302) dan Imam Thobroni dalam
“Mu’jam Kabiir (no. 336) “Ausath” (no. 998) dari jalan :
،‫ َﻢ‬‫ُﻪ ﻋَﻠَﻴْ ﻪِ َو َﺳﻠ‬‫ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺻﻠ‬ ِ ُ ‫ﺎل رﺳ‬ ِ ِِ ِ ٍ
َ ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ُ َ َ َ‫ ﻗ‬،َ‫ ﻋَ ْﻦ أَﺑ ﻲ ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮة‬،‫ ﻋَ ْﻦ أَﺑ ﻴﻪ‬،‫ َﻋ ِﻦ ا ﻟ َْﻌﻼء‬،‫ﻤ ﺪ‬ ‫زَُﻫﻴْـ ُﺮ ﺑﻦ ُﻣ َﺤ‬
“Zuhair bin Muhammad dari Al’Alaa’ dari Bapaknya dari Abu Huroiroh,
Rasulullah bersabda : “Al Hadits””.
Keduduka n sanad : semua perow inya tsiqoh, kecuali Al’Alaa’
seorang perowi shoduq.

3. Kemudian terdapat syahid dari riwayatnya sahabat Abu Sa’id Al


Khudri, yang haditsnya ditulis oleh Imam Baihaqi dalam “Sunan
Kubro” (1/301), melalui jalan :
‫ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ اﺳﻤﻌﻴﻞ اﻟﺒﺨﺎري ﺣﺪﺛﻨﻲ ﻳﺤﻴﻰ ﺑﻦ ﺳﻠﻴﻤﺎن ﻋﻦ اﺑﻦ وﻫﺐ ﻋﻦ اﺳﺎﻣﺔ ﻋﻦ ﺳﻌﻴﺪ ﺑﻦ أ ﺑﻲ ﺳﻌﻴﺪ ﻣﻮﻟﻰ‬
‫اﻟﻤﻬﺮي ﻋﻦ اﺳﺤﺎق ﻣﻮﻟﻰ زاﺋﺪة ﻋﻦ أ ﺑﻲ ﺳﻌﻴﺪ‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 185


“Imam Bukhori, haddatsanii Y ahya bin Sulaiman dari Ibnu W ahhab dari
Usalamah dari Sa’id bin Abi Sa’id Maula Al Mahriy dari Ishaq Maula Zaidah
dari Abu Sa’id Rodhiyallahu anhu.
Keduduka n sa nad : Yahya bin Sulaiman dinilai shoduq oleh Al
Hafidz; Ibnu Wahhab, Al hafidz menilainya tsiqoh; Usamah bin
Zaid, dinilai shoduq oleh Al Hafidz; Sa’id bin Abi Said ditsiqohkan
oleh Imam Ibnu Hibban; Ishaq bin Abdullah, ditsiqohkan ole h
Imam Al’ijli, sebagaimana dinukil Al Hafidz dala m “At-Taqriib” dan
juga ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Ma’in, sebagaimana ditulis Imam
Ibnu Abi Hatim dalam “Jarh wa Ta’dil”.

4. Mauquf kepada Abu Huroiroh, ditulis sanadnya oleh Imam Ibnu Abi
Syaibah dalam “Mushonaf” (no. 11152), melalui jalan :
, ‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪة ﺑﻦ ﺳﻠﻴﻤﺎن ﻋﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﻤﺮو ﻋﻦ أﺑﻲ ﺳﻠﻤﺔ ﻋﻦ اﺑ ﻲ ﻫﺮﻳﺮة أ ﻧﻪ ﻛﺎن ﻳﻘﻮل ﻣﻦ ﻏﺴﻞ ﻣﻴﺘﺎ‬
‫ﻓﻠﻴﻐﺘﺴﻞ وﻣﻦ ﺣﻤﻠﻪ ﻓﻠﻴﺘﻮﺿﺄ‬
“haddatsanaa Abdah bin Sulaiman dari Muhammad bin ‘Amr dari Abi salamah
dari Abi Huroiroh bahw a ia berkata : ‘Al hadits’”.
Keduduka n sanad : semua perow inya, perow i Bukhori-Muslim,
dan semuanya tsiqoh, kecuali Muhammad bin ‘Amr, dinilai shoduq
lahu auham oleh Al Hafidz dalam “At-Taqriib”.

Kesimpulannya hadits ini shahih, dishahihkan oleh Imam Al Albani


dalam beberapa kitabnya. Setela h kita melihat shahihnya hadits
tersebut, maka ada 2 pembahasan yakni berkaitan dengan wajib
tidaknya mandi bagi orang yang memandikan jenazah, yang mana
seandainya mandi tersebut wajib, maka berarti perkara memandikan
jenazah adalah pembatal wudhu, karena suatu hal yang menyebabkan
batalnya thoharoh besar, membatalkan juga thoharoh kecil, Syaikh
Mahmud dalam “Al Jaami’” berkata :
‫ﻣﺎ ﻳﻨﻘﺾ اﻟﻄﻬﺎرة اﻟﻜﺒﺮى ﻳﻌﺘﺒﺮ ﻧﺎﻗﻀﺎً ﻟﻠﻮﺿﻮء‬
“Sesuatu yang membatalkan thoharoh besar, maka dianggap juga membatalkan
wudhu”.
Kemudian pembahasan kedua adalah wajib tidaknya wudhu, karena
membawa jenazah, seandainya hal ini diwajibkan, berarti membawa
jenazah adalah perkara yang membatalkan w udhu.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 186


Kita mulai dengan pembahasan pertama berkaitan dengan perkara
mandi karena memandikan jenazah. Para ulama berselisih hukum mandi
ini, Imam Syaukaniy dalam “Nailul Author” berkata :
‫ﻚ ﻓَـ ُﺮِو َي‬ ِ ِ ‫اﺧﺘـﻠَﻒ اﻟﻨ‬ ِ ‫ﺖ وا ﻟْﻮ‬ ِ ِ ِ ‫ل َﻋﻠَﻰ وﺟ‬ ‫ﻳﺚ ﻳ ُﺪ‬ ِ ‫وا ﻟ‬
َ ‫ﺎس ﻓ ﻲ َذ ﻟ‬
ُ َ َ ْ ‫ َوﻗَْﺪ‬، ‫ﺿﻮء َﻋﻠَﻰ َﻣ ْﻦ َﺣ َﻤﻠَ ُﻪ‬ ُ ُ َ ‫ﻮب ا ﻟْﻐُ ْﺴ ِﻞ ﻣ ْﻦ ﻏَ ْﺴ ِﻞ ا ﻟ َْﻤﻴ‬ ُُ َ ُ ‫ْﺤ ﺪ‬ َ َ
ِ ِ‫ وﻟِﺤ ﺪ‬. ‫ﻳﺚ‬ ِ ِ‫ﺖ وﺟﺐ ﻋﻠَﻴﻪِ ا ﻟْﻐﺴ ﻞ ﻟِﻬَﺬ ا ا ﻟْﺤ ﺪ‬‫ ﻞ ا ﻟْﻤﻴ‬‫ ﻣﻦ ﻏَﺴ‬‫ﺔِ أَن‬‫اﻹ ﻣ ِﺎﻣﻴ‬ ِ ِ ِ
‫ﻳﺚ‬ َ َ َ َ ُ ُْ ْ َ َ ََ َ َ َ َْ َ ِْ ‫ﺎﺻﺮِ َو‬‫ﻲ َوأَﺑِﻲ ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮةَ َوأَﺣَ ﺪ ﻗـَ ْﻮﻟَ ْﻲ اﻟﻨ‬ ‫ﻋَ ْﻦ ﻋَﻠ‬
، ‫ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ْاﻵ ﺗِﻲ‬
‫ب‬ِ ‫ﺪ‬ْ ‫ﺐ وﺣﻤ ﻠُﻮا ْاﻷَْﻣ ﺮ َﻋﻠَﻰ اﻟﻨ‬ ِِ ٌ ِ‫ﺐ أ َْﻛﺜَـ ُﺮ ا ﻟْﻌِﺘْـ َﺮةِ َوَﻣﺎﻟ‬
َ َ َ  ‫ﻪ ُﻣ ْﺴﺘَ َﺤ‬ُ‫ﻲ إ ﻟَﻰ أَﻧ‬ ‫ﺎﻓﻌ‬‫ﺎب اﻟ ﺸ‬ُ ‫َﺻ َﺤ‬
ْ ‫ﻚ َوأ‬ َ ‫َو َذَﻫ‬
“Hadits menunjukan atas w ajibnya mandi karena memandikan mayat dan w udhu
karena membaw anya. Para ulama berselisih pendapat tentang hal ini, diriw ayatkan
dari Ali, Abu Huroiroh Rodhiyallahu 'Anhuma, salah satu pendapat An-Naashir dan
Imaamiyyah bahw a memandikan mayat mengharuskan mandi berdasarkan hadits ini
dan haditsnya Aisyah yang akan datang.
Mayoritas ulama seperti Malik, sahabatnya Syafi’I berpendapat bahw a ia adalah
sunah dan mereka membawa perintah tersebut kepada dianjurkannya”.
Imam Naw aw i menyebutkan adanya 2 pendapat ini dalam kalangan
Syafi’iyyah, kata beliau dalam “Al Majmu” :
‫ﻗﺎل اﺻﺤﺎﺑﻨﺎ ﻓﻲ اﻟﻐ ﺴﻞ ﻣﻦ ﻏﺴﻞ اﻟﻤﻴﺖ ﻃﺮﻳﻘﺎن ) اﻟﻤﺬﻫﺐ( اﻟﺼﺤﻴﺢ اﻟﺬى اﺧﺘﺎرﻩ اﻟﻤﺼﻨﻒ واﻟﺠﻤﻬﻮر اﻧﻪ ﺳﻨﺔ‬
‫ﺳﻮاء ﺻﺢ ﻓﻴﻪ ﺣﺪﻳﺚ ام ﻻ ﻓﻠﻮ ﺻﺢ ﺣﺪﻳﺚ ﺣﻤﻞ ﻋﻠﻲ اﻻﺳﺘﺤﺒﺎب )واﻟﺜﺎﻧﻰ( ﻓﻴﻪ ﻗﻮﻻن اﻟﺠﺪﻳﺪ اﻧﻪ ﺳﻨﺔ واﻟﻘﺪﻳﻢ اﻧﻪ‬
‫واﺟﺐ ان ﺻﺢ اﻟﺤﺪﻳﺚ واﻻ ﻓﺴﻨﺔ‬
“berkata sahabat-sahabat kami tentang masalah mandi karena memandikan mayit
menjadi 2 pendapat : (madzhab) yang shahih yang dipilih penulis (Al Muhadzab)
dan mayoritas ulama, bahw a hal tersebut sunah, baik haditsnya shahih ataupun
tidak, jika haditsnya shahih maka dibawa kepada dianjurkannya. (yang kedua) ada
dua pendapat, dalam ucapan Imam Syafi’I yang baru, hal tersebut sunnah,
sedangkan pendapatnya yang lama, bahw a hal tersebut w ajib, jika shah haditsnya,
jika tidak maka itu adalah sunnah”.
Dalil pendapat yang mengatakan wajib adala h hadits perintah ini dan
riw ayat dari Aisyah Rodhiyallahu 'Anha, kata beliau :
ِ ‫ وﻏَﺴ ِﻞ اﻟْﻤﻴ‬، ِ‫ واﻟ ِْﺤ َﺠﺎﻣﺔ‬، ِ‫ْﺠَﻨﺎﺑﺔ‬
‫ﺖ‬ ِ ‫ ِﻣﻦ اﻟ‬: ‫ﻳـﻐْﺘﺴ ﻞ ِﻣﻦ أَرﺑ ٍﻊ‬
َ ْ َ َ َ َ َ ‫ َواﻟ‬، ‫ْﺠ ُﻤ َﻌﺔ‬
ُ ْ َْ ْ ُ َ َ ُ
“(diwajibkan mandi) karena 4 perkara : karena hari Jum’at, Janabah, Berbekam dan
memandikan mayat” (HR. Ahmad, Daruquthni dalam riwayat Abu Dawud lafadznya :
‫أن اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻛﺎن ﻳﻐﺘﺴﻞ ﻣﻦ أرﺑﻊ ﻣﻦ اﻟﺠﻨﺎﺑﺔ وﻳﻮم اﻟﺠﻤﻌﺔ وﻣﻦ اﻟﺤﺠﺎﻣﺔ وﻏﺴﻞ اﻟﻤﻴﺖ‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 187


“bahwa Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Salam mandi karena 4 hal yakni, karena janabah, hari
jum’at, berbekam dan memandikan mayat”.
Namun pendalilan dengan hadits ini tidak tepat, karena haditsnya
lemah. Imam Syaukani dalam “Nailul Author” berkata :
. ‫ َﻢ َﻛﺎ َن ﻳَـ ْﻐﺘَ ِﺴ ُﻞ‬‫ُﻪ َﻋﻠَْﻴﻪِ َو َﺳﻠ‬‫ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺻﻠ‬ ِ ِ
َ ‫ﻲ‬ ‫ﺒ‬‫ اﻟﻨ‬‫ إن‬: ‫ﺪ َارﻗُﻄْﻨ ّﻲ َوأَﺑُﻮ َد ُاود َوﻟَْﻔﻈُُﻪ‬ ‫َرَو ُاﻩ أ َْﺣ َﻤ ُﺪ َواﻟ‬
. ( ‫ْﺤﺎﻓِ ِﻆ‬ ِ ِ ‫ﺼﻌﺐ ْﺑﻦ َﺷ ْﻴﺒ َﺔ ﻟَْﻴ‬
َ ‫ي َوَﻻ ﺑﺎ ﻟ‬ ِ‫ﺲ ﺑﺎ ﻟَْﻘﻮ‬ َ َ ُ ُ َ ْ ‫ ُﻣ‬: ‫ﺪ َارﻗُﻄْﻨ ّﻲ‬ ‫ﺎل اﻟ‬
ِ َ َ‫ﺎد َﻋﻠَﻰ َﺷ ْﺮ ِط ُﻣ ْﺴﻠِ ٍﻢ ﻟَﻜِ ْﻦ ﻗ‬ ُ َ‫اﻹ ْﺳﻨ‬ِْ ‫وَﻫ َﺬا‬
َ
َ ‫ْﺤ ﺪِ ﻳ‬
‫ﺚ ْاﺑ ُﻦ ُﺧ َﺰْﻳ َﻤَﺔ‬ َ ‫ﺢ اﻟ‬
َ ‫ﺤ‬ ‫ﺻ‬ َ ‫ َو‬، ‫ي‬ ِ‫َﻔ ُﻪ أَﺑُﻮ ُز ْر َﻋ َﺔ َوأ َْﺣَﻤ ُﺪ َوا ﻟْﺒُ َﺨﺎ ر‬‫ﺿ ﻌ‬
َ ‫ﻮر‬ُ ‫ْﻤْﺬُﻛ‬
َ ‫ﺐ اﻟ‬ ٌ ‫ﺼ َﻌ‬
ِ
ْ ‫ﻲ َو ُﻣ‬ ‫ﻀﺎ ا ﻟْﺒَـﻴْـ َﻬﻘ‬ ُ ِ‫ْﺤ ﺪ‬
ً ‫ﻳﺚ أ َْﺧ َﺮ َﺟ ُﻪ أ َْﻳ‬ َ ‫اﻟ‬
. ‫ع ﻟِ َﻬﺬِﻩِ ْاﻷ َْرَﺑﻊ‬
ٌ ‫ ا ﻟْﻐُ ْﺴ َﻞ َﻣ ْﺸ ُﺮو‬‫ل َﻋﻠَﻰ أَن‬ ‫َوُﻫَﻮ ﻳَ ُﺪ‬
“diriw ayatkan oleh Ahmad, Daruquthni dan Abu Daw ud dengan lafadz : ‘bahw a Nabi
mandi…’. Sanad ini atas persyaratan Muslim, namun Daruquthni berkata : ‘Mus’ab
bin Syaibah tidak kuat dan tidak hapal’.
Haditsnya dikeluarkan juga oleh Baihaqi, dan (didalamnya ada) Mus’ab yang telah
disebutkan, ia didhoifkan oleh Abu Zur’ah, Ahmad dan Bukhori. Hadits ini
dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan hadit s ini menunjukan bahwa mandi
disyariatkan pada 4 keadaan ini”.
Pendapat yang rajih, bahwa hadits ini dhoif, sebagaimana pendhoifan
Imam Al Albani dalam beberapa kitabnya, karena kelemahan rowi Mus’ab
ini.
Ulama yang mewajibkan mandi, karena memandikan mayat berdalil
dengan hadits kematian Bapaknya sahabat Ali, yang juga paman Nabi
yaitu Abu Thoolib, yang mana ia mati diatas kekufuran. Sahabat Usamah
bin Zaid Rodhiyallahu anhu berkata :
»: ‫ﺎل‬َ ‫ ﻓَـ َﻘ‬، ‫ﺐ‬ٍ ِ‫ت أَﺑِﻰ ﻃَﺎﻟ‬ِ ‫ ﻓَﺄَ ْﺧﺒَـ ﺮُﻩ ﺑِﻤﻮ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
َْ َ ِ ‫ﺐ إِﻟَﻰ َر ُﺳ‬ ٍ ِ‫ﻰ ﺑْ ُﻦ أَﺑِﻰ ﻃَﺎﻟ‬ ِ‫َد َﺧ َﻞ َﻋﻠ‬
« ‫ﺐ ﻓَﺎﻏَْﺘ ِﺴ ْﻞ‬
ْ ‫» ا ذْ َﻫ‬: ‫ﺎل‬َ َ‫ أَﺗـَ ْﻴُﺘ ُﻪ ﻓـَﻘ‬‫ﺴﻠُْﺘ ُﻪ َوَو َارﻳْـُﺘ ُﻪ ﺛُﻢ‬ ِِ ِ ِ
َ َ‫ ﻓـَﻐ‬.« ‫ ﻰ ﺗَﺄْﺗَﻴﻨﻰ‬‫ﻦ َﺷ ْﻴﺌًﺎ َﺣﺘ‬ َ‫ َوﻻَ ﺗُ ْﺤ ﺪﺛ‬، ‫ﺐ ﻓَﺎﻏْﺴﻠْ ُﻪ‬ ْ ‫ﻓَﺎ ذْ َﻫ‬
“Ali bin Abi Tholib menemui Nabi untuk mengabarkan kematian Abu Tholib, Nabi
berkata : “pergilah, lalu mandikan ia dan jangan engkau mengatakan kepadaku se suatu,
sampai engkau menemuiku lagi”. Lalu aku (Ali) memandikan Abu Tholib dan
menguburkannya, lalu aku mendatangi Nabi , maka Beliau bersabda : “pergilah dan
mandilah” (HR. Baihaqi dan didhoifkan oleh beliau sendiri).
Jadi hadits ini yang menunjukan perintah mandi dari Nabi kepada Ali,
setelah memandikan ayahnya yang mati diatas kekafiran, tidak dapat
dijadikan hujjah, karena kelemahan riw ayatnya.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 188


Kemudian setelah kita tetapkan keshahihan hadits yang menunjukan
perintah Nabi kepada orang yang memandikan mayat, maka ulama
yang berpendapat bahwa perintah tersebut adalah sunnah, berdasarkan
keterangan berikut :
1. Hadits dari Ibnu Abbas Rodhiyallahu anhu, bahwa Nabi bersabda :
ٍ ‫ﺲ ﺑَِﻨ ِﺠ‬
‫ﺲ‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ن اﻟ ُْﻤ ْﺴﻠ َﻢ ﻟ َْﻴ‬ ‫ َوإ‬، ‫ ُﻪ ُﻣ ْﺴﻠ ٌﻢ ُﻣ ْﺆﻣ ٌﻦ ﻃَﺎﻫٌﺮ‬‫ إﻧ‬، ‫ﺴﻠُْﺘ ُﻤﻮُﻩ‬ َ‫ﺘ ُﻜ ْﻢ ﻏُ ْﺴ ٌﻞ إ ذَا ﻏ‬‫ﺲ َﻋﻠَ ْﻴ ُﻜ ْﻢ ﻓﻰ ﻏَ ْﺴ ِﻞ َﻣﻴ‬ َ ‫ﻟ َْﻴ‬
‫ ﻓَ َﺤ ْﺴُﺒ ُﻜ ْﻢ أَ ْن ﺗَـﻐْ ِﺴﻠُﻮا أَﻳْ ِﺪﻳَ ُﻜ ْﻢ‬،
“Tidak wajib bagi kalian ketika memandikan mayat untuk mandi karena seorang
Muslim itu suci dan seorang Muslim tidak najis, cukup bagi kalian mencuci tangannya
saja” (HR. Baihaqi).
Setelah meriw ayatkan hadits ini, Imam Baihaqi berkata :
ٍ ِ ِِ ٌ ِ‫َﻫ َﺬا ﺿَﻌ‬
‫ﺎس َﻣْﺮﻓُﻮﻋًﺎ‬ َ ‫ َو ُروِ َى ﺑَـ ْﻌﻀُ ُﻪ ﻣ ْﻦ َو ْﺟﻪ‬، ‫ﻦ‬ ُ‫ْﺤ ْﻤ َﻞ ﻓﻴﻪ ﻋَﻠَﻰ أَﺑِﻰ ﺷَﻴْﺒَﺔَ َﻛ َﻤﺎ أَﻇ‬
ٍ ‫آﺧ َﺮ َﻋ ِﻦ ا ﺑْ ِﻦ ﻋَﺒ‬ َ ‫ }ج{ َوا ﻟ‬.‫ﻴﻒ‬
“ini adalah lemah. Kemungkinan ada pada row i Abi Syaibah, menurut dugaanku,
diriwayatkan oleh sebagian ulama dari sisi lain dari Ibnu Abbas Rodhiyallahu
anhu secara marfu’”.
Namun Al Hafidz Ibnu Hajar menyanggah penilaian pendhoifan Imam
Baihaqi ini, sebagaimana dinukil oleh Imam Shon’ani dalam “Subulus
Salam”, kata beliau :
‫ أَﺑُﻮ َﺷ ْﻴﺒَﺔَ ُﻫ َﻮ‬: ‫ﻒ‬ُ ‫ﺼﻨ‬ َ ‫ﺎل ا ﻟ ُْﻤ‬َ َ‫ْﺤْﻤ ُﻞ ﻓِﻴﻪِ َﻋﻠَﻰ أَﺑِﻲ َﺷ ْﻴﺒَﺔَ ﻓـَﻘ‬
َ ‫ َوا ﻟ‬، ‫ﻴﻒ‬ ٌ ِ‫ﺿﻌ‬ ِ َ َ‫ﻪ ﻗ‬ُ ‫ﻒ ؛ ِﻷَﻧ‬
َ ‫ َﻫ َﺬ ا‬: ‫ﻲ‬ ‫ﺎل ا ﻟْﺒَـﻴْـ َﻬﻘ‬ ُ ‫ﺼﻨ‬َ ‫ﺒَُﻪ ا ﻟُْﻤ‬‫َوﺗَـَﻌﻘ‬
َ َ‫ي إ ﻟَﻰ أَ ْن ﻗ‬ ِ‫ﺞ ﺑِِﻬ ْﻢ ا ﻟْﺒُ َﺨﺎ ر‬ ِ ‫ﺞ ﺑِﻪِ اﻟﻨ‬  َ‫ ا ْﺣﺘ‬، " ‫ﻴﻢ ْﺑ ُﻦ أَﺑِﻲ ﺑَ ْﻜﺮِ ْﺑ ِﻦ َﺷ ْﻴﺒََﺔ‬ ِ
: ‫ﺎل‬ ُ ‫ َﻘ ُﻪ اﻟﻨ‬‫ﺴﺎﺋ ّﻲ ؛ َوَوﺛـ‬
 َ‫ َوَﻣ ْﻦ ﻓـَْﻮﻗَُﻪ ْاﺣﺘ‬، ‫ﺎس‬ َ ُ ‫إ ﺑْـ َﺮاﻫ‬
‫ب‬ ِ ‫ﺪ‬ْ ‫ ْاﻷ َْﻣﺮ ﻟِﻠﻨ‬‫ إن‬، " ‫ﻳﺚ أَﺑِﻲ ﻫﺮﻳْـﺮَة‬ ِ ِ‫ﺎل ﻓِ ﻲ ا ﻟْﺠﻤ ِﻊ ﺑـﻴـﻨﻪ وﺑـﻴﻦ ْاﻷَﻣﺮِ ﻓِ ﻲ ﺣ ﺪ‬ َ َ‫ﻢ ﻗ‬ ُ‫ ﺛ‬، ‫ﺴ ٌﻦ‬ ُ ِ‫ْﺤ ﺪ‬
َ َ َُ َ ْ َ َْ َ َُ َْ ْ َ َ ‫ﻳﺚ َﺣ‬ َ ‫ﻓَﺎ ﻟ‬
“Penulis (Ibnu Hajar) mengkritik Imam Baihaq i yang berkata : “ini adalah lemah.
Kemungkinan ada pada row i Abi Syaib ah”. Ibnu hajar berkata : ‘Ibrohim bin Abi
Bakar bin Syaibah dijadikan hujjah oleh Nasa’I dan ditsiqohkan oleh para ulama,
sedangkan row i yang diatasnya, dijadikan hujjah oleh Bukhori, sampai pada
perkataannya, bahw a hadit s ini hasan. Lalu Al Hafidz berkata, dalam
mengkompromikan antara perintah dalam hadits Abu Huroiroh Rodhiyallahu
anhu, bahwa perintah dalam hadits tersebut adalah sunnah”.
2. Hadits Abdullah bin Abi Bakr, bahw a ia berkata :
‫ﻰ‬‫ﺖ إِﻧ‬ ِ ِ ِ َ ْ‫ﺎء ﺑِﻨ‬
َ ِ‫ﺖ ﻣَ ْﻦ َﺣ ﻀَ َﺮَﻫﺎ ﻣ َﻦ ا ﻟ ُْﻤ َﻬﺎﺟﺮ‬
ْ َ‫ﻳﻦ ﻓـَﻘَﺎ ﻟ‬ ْ َ‫ﺴ ﺄَﻟ‬ ْ ‫ َﺧ َﺮَﺟ‬‫ َﻰ ﺛُﻢ‬‫ﻴﻦ ﺗـُ ُﻮﻓ‬
َ َ‫ﺖ ﻓ‬ َ ‫ﺪ ﻳﻖَ ﺣ‬ ‫ﺖ أَﺑَﺎ ﺑَ ْﻜﺮٍ اﻟ ﺼ‬ ْ َ‫ﻠ‬‫ﺲ ﻏَ ﺴ‬ٍ ْ‫ﺖ ﻋَُﻤﻴ‬ َ ‫َﺳ َﻤ‬ْ ‫ أ‬‫أَن‬
َ‫ﻰ ِﻣ ْﻦ ﻏُ ْﺴ ٍﻞ ﻓَـ َﻘﺎ ﻟُﻮا ﻻ‬ َ‫ﻳﺪ ا ﻟْﺒَـْﺮدِ ﻓَـ َﻬ ْﻞ َﻋﻠ‬ ِ ِ
ُ ‫ َﻫ َﺬ ا ﻳَـ ْﻮٌم َﺷﺪ‬‫ﺻﺎﺋ َﻤ ٌﺔ َوإِن‬
َ
“bahw a Asmaa’ binti ‘Umais memandikan Abu Bakar Ash-Shidiiq ketika beliau
w afat, lalu beliau keluar dan bertanya kepada orang yang hadir dari kalangan
Muhajirin, beliau berkata : ‘aku sedang puasa dan pada hari ini sangat dingin

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 189


sekali, apakah wajib bagi saya berwudhu?’. Mereka menjaw ab : ‘tidak w ajib’”.
(HR. Malik).
Bisa jadi ulama yang berpendapat wajibnya mandi, akan mengatakan
bahwa Asmaa’ diberikan keringanan karena cuaca yang tidak
memungkinkan untuk mandi, sehingga gugurlah kewajiban
kepadanya. Selain itu juga kisah ini tidak shahih, Imam Al Albani
dalam “Tamaamul Minnah” berkata :
( 223 - 222 / 1 ) " ‫ﻳﻮﻫﻢ أن اﻟﻘﺼﺔ ﺻﺤﻴﺤﺔ اﻹﺳﻨﺎد وﻟﻴﺲ ﻛﺬﻟ ﻚ ﻻﻧﻘﻄﺎﻋﻪ ﻓﺈن ﻣﺎﻟﻜﺎ أﺧﺮﺟﻬﺎ ﻓﻲ " اﻟﻤﻮﻃﺄ‬
‫ وﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ أ ﺑﻲ‬. . ‫ﻋﻦ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ أﺑﻲ ﺑﻜﺮ أن أﺳﻤﺎء ﺑﻨﺖ ﻋﻤﻴﺲ ﻏﺴﻠﺖ أﺑﺎ ﺑﻜﺮ اﻟﺼﺪﻳﻖ ﺣﻴﻦ ﺗﻮﻓﻲ ﺛﻢ ﺧﺮﺟﺖ‬
‫ﺑﻜﺮ ﻫﺬا ﻟﻴﺲ ﻫﻮ اﺑﻦ أﺑﻲ ﺑﻜﺮ اﻟﺼﺪﻳﻖ ﻛﻤﺎ ﻗﺪ ﻳﺘﻮﻫﻢ ﺑﻞ ﻫﻮ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ أﺑﻲ ﺑﻜﺮ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﻤﺮو ﺑﻦ ﺣﺰم‬
‫اﻷﻧﺼﺎري وﻫﻮ ﺛﻘﺔ إﻣﺎم ﻣﻦ ﺷﻴﻮخ ﻣﺎﻟﻚ وﻟﻜﻨﻪ ﻟﻢ ﻳﺪرك أﺳﻤﺎء ﺑﻨﺖ ﻋﻤﻴﺲ ﻓﺈن وﻓﺎ ﺗﻬﺎ ﻗﺒﻞ ﺳﻨﺔ ﺧﻤﺴﻴﻦ ووﻻدة ﻋﺒﺪ‬
‫اﷲ ﺑﻌﺪ ﺳﻨﺔ ﺳﺘﻴﻦ ﻛﻤﺎ ﻳﺴﺘﻔﺎد ﻣﻦ " اﻟﺘﻬﺬﻳﺐ " وﻏﻴﺮﻩ‬
“terpahami disini bahwa kisah ini shahih sanadnya, namun sebenarnya tidak
seperti itu, karena terjadi keterputusan sanad didalamnya, karena Imam Malik
yang meriwayatkan hadits ini dalam “Al Muwatho (1/222-223), dari Abdullah bin
Abi Bakar bahw a Asmaa binti ‘Umais….dst.
Abdullah bin Abi Bakar ini bukan anaknya Abu Bakar Rodhiyallahu anhu,
sebagaimana yang dipahami, namun beliau adalah Abdullah bin Abi Bakar bin
Muhammad bin ‘Amr bin Hazm Al Anshori, perow i tsiqoh termasuk gurunya
Imam Malik, namun beliau tid ak pernah bertemu Asmaa’ Rodhiyallahu anha,
karena Asmaa’ w afat sebelum tahun 50 H, sedangkan Abdullah dilahirkan setelah
tahun 60 H, sebagaimana yang terdapat dalam “At-Tahdziib” dan selainnya”.
Baiklah, namun kami masih memiliki satu hadits lagi yang
menunjukan tidak w ajibnya mandi, karena memandikan jenazah, yaitu
3. Hadits Ibnu Umar Rodhiyallahu anhuma, beliau berkata :
‫ﺎ َﻣ ْﻦ َﻻ ﻳَـ ْﻐﺘَ ِﺴ ْﻞ‬‫ﺎ َﻣ ْﻦ ﻳَـ ْﻐﺘَ ِﺴ ْﻞ َوِﻣﻨ‬‫ﺖ ﻓَِﻤﻨ‬
َ ‫ﺴ ُﻞ ا ﻟ َْﻤ ﻴ‬
 َ‫ﺎ ُﻧـﻐ‬‫ُﻛﻨ‬
“Kami (para sahabat) memandikan mayat, diantara kami ada yang mandi dan
ada juga yang tidak” (HR. Daruquthni dan Al Khothib)
Hadits ini dishahihkan Al Hafidz, kata Imam Shon’ani :
ِ ِ‫ وﻫﻮ أَﺣ ﺴﻦ ﻣﺎ ﺟ ِﻤﻊ ﺑِﻪِ ﺑـﻴﻦ ﻫ ﺬِﻩِ ْاﻷَﺣﺎد‬، ‫ إﺳﻨﺎدﻩ ﺻ ِﺤﻴﺢ‬: ‫ﻒ‬‫ﺎل ا ﻟْﻤ ﺼﻨ‬
. ‫ﻳﺚ‬ َ َ َ ْ َ َ ُ َ ُ َ ْ َ ُ َ ٌ َ ُ ُ َ ْ ُ َ ُ َ َ‫ﻗ‬
“sanadnya shahih dan ini yang paling bagus dalam mengkompromikan hadits-
hadits dalam masalah ini”.
Imam Al Albani dala m beberapa kitabnya juga menshahihkannya,
belia u berkata dalam “Ahkamul Janaiz” (masalah no. 31) setelah

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 190


menshahihkan hadits perintah mandi, karena memandikan mayat
(hadits Abu Huroiroh) :
‫ وإﻧﻤﺎ ﻟﻢ ﻧﻘﻞ ﺑﻪ ﻟﺤﺪﻳﺜﻴﻦ‬،‫ وﻇﺎﻫﺮ ا ﻻﻣﺮ ﻳﻔﻴﺪ اﻟﻮﺟﻮب‬:‫وﻗﺎل‬
“dhohirnya perintah menunjukan kewajiban, (seandainya) tidak dinukil 2 buah
hadits”.
Kemudian Imam Al Albani menyebutkan 2 buah hadits yaitu haditsnya
Ibnu Abbas yang menunjukan cukup mencuci tangan saja dan hadits
Ibnu Umar ini, dan kedua hadits ini dishahihkan oleh Imam Al Albani.
Berdasakan pemaparan dia tas, maka pendapat yang terpilih adala h
mandi karena memandikan mayat, maksimalnya hukumnya a dalah
sunnah, dianjurkan untuk dikerjakan.

Adapun perkara kedua yakni masalah membawa jenazah, apakah


wajib wudhu atau tidak, berikut pembahasannya :
1. Imam Shon’ani dalam “Subulus Salam” berkata :
ِ ِ ‫ﺿ‬ ِ ِ ُ ‫ﺄْ [ ﻓَ َﻼ أَ ْﻋﻠَﻢ ﻗَﺎﺋًِﻼ ﻳـُﻘ‬‫ ] وﻣﻦ ﺣﻤﻠَﻪ ﻓـَﻠْﻴﺘـ ﻮﺿ‬: ‫ﺎ ﻗـَﻮﻟُﻪ‬‫وأَﻣ‬
: ‫ ﻗـُﻠْﺖ‬، ‫ب‬ ُ ‫ﺖ َوَﻻ ﻳَـ ْﻨ ُﺪ‬‫ﻮء ﻣ ْﻦ َﺣ ْﻤ ِﻞ ا ﻟ َْﻤﻴ‬ ُ ُ ‫ﺐ ا ﻟ ُْﻮ‬ ُ ‫ﻪ ﻳَﺠ‬ُ‫ﻮل ﺑﺄَﻧ‬ َ ُ َ ََ ُ َ َ ْ َ َ ُ ْ َ
‫ﺘَ ُﻜ ْﻢ‬‫ َﻣﻴ‬‫ﻴﻞ ﺑَِﻘ ْﻮﻟِﻪِ ] إن‬ ِ ِ ِ ِ َِ‫ﺿ‬
ُ ‫ـ ْﻌﻠ‬‫ﻮء ﺑﻐَ ْﺴ ﻞ ا ﻟْﻴََﺪ ْﻳ ﻦ َﻛ َﻤﺎ ﻳُﻔ ُﻴﺪ ُﻩ اﻟﺘ‬  ‫ َوﻳُـَﻔ‬، ِ‫ْر َﻋ ْﻦ ا ﻟ َْﻌَﻤ ِﻞ ﺑِﻪ‬
ُ ‫ﺴ ُﺮ ا ﻟ ُْﻮ‬
ِ ِ ‫ﻮض ا ﻟ‬
َ‫ْﺤ ﺪﻳﺚ َﻻ ُﻋ ﺬ‬ َ ِ ‫ﻪ َﻣ َﻊ ﻧُـ ُﻬ‬ُ ‫َوﻟَﻜﻨ‬
ِ
ِ ‫ ﻓَـﻴ ُﻜ ﻮ ُن ﻓِﻲ ﺣﻤ ِﻞ ا ﻟْﻤﻴ‬، ‫ﻮﺟ ﺐ ﻏَﺴ ﻞ ا ﻟْﻴﺪ ﻳ ِﻦ ِﻣ ْﻨﻪ‬ ِ ِ ِ ِ
‫ إ ْذ‬، ‫ ًﺪ ا‬‫ﺖ ﻏَ ْﺴ ُﻞ ا ﻟْﻴََﺪ ْﻳ ِﻦ ﻧَ ْﺪ ﺑًﺎ ﺗَـ َﻌﺒ‬ َ َْ َ ُ ْ ََ َ ْ ُ ُ‫ﺎﻫﺮِ َﻻ ﻳ‬‫ﺲ اﻟﻄ‬ َ ‫ﻮت ﻃَﺎﻫ ًﺮا [ ﻓَﺈن ﻟَْﻤ‬ ُ ‫ﻳَُﻤ‬
ِ ‫ﺴﻴ‬ ِ ِ ِِ ِ ِ
‫ﺎق‬ َ ‫اد إ َذ ا َﺣ َﻤﻠَ ُﻪ ُﻣﺒَﺎﺷ ًﺮا ﻟﺒَ َﺪ ﻧ ﻪ ﺑ َﻘ ِﺮﻳﻨَﺔ اﻟ‬
ُ ‫ا ﻟ ُْﻤَﺮ‬
“adapun sabda Nabi Sholallahu 'Alaihi w a Salam : “Barangsiapa yang membaw a
jenazah, maka berw udhulah”. Maka aku tidak mengetahui ada ulama yang
berpendapat w ajibnya w udhu karena membawa jenazah dan tid ak juga
pendapat yang menganjurkannya. Aku berkata : ‘namun bersamaan dengan
adanya hadits ini, maka tidak masalah untuk mengamalkannya, dan wudhu yang
dimaksud disini ditafsirkan dengan mencuci kedua tangan, sebagaimana diambil
faedah dari Sabda Nabi Sholallahu 'Alaihi w a Salam : “sesungguhnya mayit
kalian, meninggal dalam keadaan suci” (Al Hadits). Karena menyentuh sesuatu
yang suci tidak mengharuskan untuk mencuci kedua tangan, maka dalam
masalah membawa jenazah, mencuci kedua tangan adalah sunnah ibadah, yang
mana jika dalam membaw a jenazah tersebut bersentuhan langsung badannya,
sebagaimana konteks sabda tersebut”.
Alhamdulillah kami menemukan ucapan ulama yang berpendapat
wajibnya w udhu karena membawa jenazah. Imam Thohawi dalam
“Hasiyyah ‘alaal Maroqiy” (2/82) berkata :
‫ وﻣﻦ ﺣﻤﻠﻪ ﻓﻠﻴﺘﻮﺿﺄ أﺧﺬ ﺑﻪ اﻹﻣﺎم أﺣﻤﺪ ﻓﺄوﺟﺒﻪ ﻓﻴﻨﺪب اﻟﻮﺿﻮء ﺧﺮوﺟﺎ ﻣﻦ اﻟﺨﻼف وﻋﻤﻼ ﺑﺎﻟﺤﺪﻳﺚ‬: ‫ﻗﻮﻟﻪ‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 191


“sabdanya : “Barangsiapa yang membaw a jenazah, maka berwudhulah”. Imam
Ahmad berdalil dengan hadits ini, maka beliau mewajibkannya. (Imam Thohaw i)
berpendapat, hal tersebut adalah disunnahkan saja untuk keluar dari perselisihan
dan mengamalkan hadits ini”.
Bahkan Al Hafidz Ibnu Hajar mengisyaratkan adanya pendapat ulama
yang memasukkan membawa jenazah sebagai pembatal w udhu,
dimana beliau memasukan hadits ini dalam kitabnya “Bulughul
Marom” di bab “Pembatal-pembatal w udhu”.
Ibnu Rusydi dalam “Bidayatul Mujtahid” (1/36) juga mengisyaratkan
adanya sekelompok ulama yang mewajibkan wudhu karena membawa
jenazah, kata beliau :
‫ وﻣﻦ‬،‫ ﻓﻠﻴﻐﺘﺴﻞ‬،‫ ﻣﻦ ﻏﺴﻞ ﻣﻴﺘﺎ‬:‫ وﻗﺪ ﺷﺬ ﻗﻮم ﻓﺄوﺟﺒﻮا اﻟﻮﺿﻮء ﻣﻦ ﺣﻤﻞ اﻟﻤﻴﺖ وﻓﻴﻪ أﺛﺮ ﺿﻌﻴﻒ‬:‫اﻟﻤﺴﺄﻟﺔ اﻟﺴﺎﺑﻌﺔ‬
.‫ﺣﻤﻠﻪ ﻓﻠﻴﺘﻮﺿﺄ‬
“masalah yang ketujuh, suatu kaum telah berpendapat ganjil, mereka
mewajibkan w udhu bagi orang yang membaw a jenazah, (berdalil) dengan atsar
lemah : “Barangsiapa yang memandikan mayit hendaknya mandi dan
barangsiapa yang membaw anya, hendaknya berw udhu”.
Apa yang dikatakan Ibnu Rusydi bahwa sekelompok ulama tersebut
ganjil, maka tidak benar, karena shahihnya atsar tersebut dan tidak
salah bagi seseorang berpendapat dengan dhohirnya hadits.
2. Dhahirnya hadits ini memberikan faedah wajibnya wudhu karena
membawa jenazah, sekalipun ini dikatakan pendapat yang ganjil,
karena tidak diketahuinya ulama baik salaf maupun muta’akhirin yang
berpendapat dengannya. Namun kami berpandangan bahwa lafadz
perintah “hendaknya w udhu” pada hadits ini, tidak menunjukan wajib,
dengan alasan sebagai berikut :
1. Definisi suatu amalan dikategorikan sebagai kewajiban adala h
sebagaimana yang dikatakan oleh Prof. Abdul Wahhab Kholaf dalam
kitabnya “Ilmu Ushul Fiqih” :
،‫ ﻫﻮ ﻣﺎ ﻃﻠﺐ اﻟﺸﺎرع ﻓﻌﻠﻪ ﻣﻦ اﻟﻤ ﻜﻠﻒ ﻃﻠﺒﺎ ﺣﺘﻤﺎ ﺑﺄن اﻗﺘﺮان ﻃﻠﺒﻪ ﺑﻤﺎ ﻳﺪل ﻋﻠﻰ ﺗﺤﺘﻴﻢ ﻓﻌﻠﻪ‬:‫اﻟﻮاﺟﺐ ﺷﺮﻋﺎ‬
‫ أو آﻳﺔ‬،‫ أو دل ﻋﻠﻰ ﺗﺤﺘﻴﻢ ﻓﻌﻠﻪ ﺗﺮﺗﻴﺐ اﻟﻌﻘﻮﺑﺔ ﻋﻠﻰ ﺗﺮﻛﻪ‬،‫ﻛﻤﺎ إذا ﻛﺎﻧﺖ ﺻﻴﻐﺔ اﻟﻄﻠﺐ ﻧﻔﺴﻬﺎ ﺗﺪل ﻋﻠﻰ اﻟﺘﺤﺘﻴﻢ‬
. ‫ﻗﺮﻳﻨﺔ ﺷﺮﻋﻴﺔ أﺧﺮى‬
“W ajib secara istilah adalah sesuatu yang dituntut oleh pembuat syariat untuk
mengerjakannya kepada mukallaf dengan tuntutan yang pasti. Indikasinya
menunjukan atas kepastian mengerjakannya, sebagaimana jika bentuk
kalimat tuntutannya itu sendiri menunjukan atas kepastian, atau menunjukan

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 192


kepastian mengerjakannya akan berakibat hukuman jika meninggalkannya,
atau adanya tanda indikasi syariat lainnya”.
Dari definisi ini, maka perintah dalam hadits ini tidak pasti yang
konsekuensinya adalah wajib, karena sekalipun hadits ini dapat
dijadikan hujjah, namun tidak sedikit juga Aimah yang
melemahkannya, maka lebih baik kalau perintah ini dibawa kepada
sunnah. Imam Ibnu Utsaimin dalam “Syaroh Mumti’” berkata :
‫ﻨﺘﻬﺾ‬
ْ َ‫ﻌﻒ ﻟﻢ ﻳ‬‫ﻤﺎ ﻛﺎن ﻓﻴﻪ ﺷﻲء ﻣﻦ اﻟﻀ‬ ‫ ﻟﻜﻦ ﻟ‬،‫اﻟﻮﺟﻮب‬ ُ ‫ وا ﻷَْﻣ ُﺮ اﻷﺻﻞ ﻓﻴﻪ‬،‫ وﻫﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻓﻴﻪ ا ﻷ َْﻣ ُﺮ‬:‫ﻗﺎﻟﻮا‬
ُ ،‫ﺤﺮﻳﻢ‬‫ﻬ َﻲ إذا ﻛﺎن ﻓﻲ ﺣﺪﻳﺚ ﺿﻌﻴﻒ ﻻ ﻳﻜﻮن ﻟﻠﺘ‬ْ ‫ن اﻟﻨـ‬ ‫ أ‬:‫ﻣﺒﻨﻲ ﻋﻠﻰ ﻗﺎﻋ ﺪة وﻫﻲ‬
‫واﻷﻣﺮ إذا‬  ‫ وﻫﺬا‬.‫ﻟﻺﻟﺰام ﺑﻪ‬
‫ﺬﻣﺔ ﻹﻟﺰام‬ ‫ اﻹﻟﺰام ﺑﺎﻟﻤﻨْ ِﻊ أو اﻟﻔﻌﻞ ﻳﺤﺘﺎج إﻟﻰ دﻟﻴ ﻞ ْﺗﺒﺮأُ ﺑﻪ اﻟ‬‫ ﻷن‬،‫ﻟﻠﻮﺟﻮب‬ُ ‫ﻛﺎن ﻓﻲ ﺣﺪﻳﺚ ﺿﻌﻴﻒ ﻻ ﻳﻜﻮن‬
.‫اﻟﻌﺒﺎد ﺑﻪ‬
‫ﺮر" ﻓﻲ ﺑﺎب ﻣﻮﻗﻒ اﻹﻣﺎم واﻟﻤﺄﻣﻮم؛ وﻣﺮادﻩ ﻣﺎ ﻟﻢ‬ ‫َﻜ ﺖ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺤ‬‫ﺑﻦ ﻣﻔﻠﺢ ﻓﻲ " اﻟﻨ‬ ُ ‫وﻫﺬﻩ اﻟﻘﺎﻋﺪة أﺷﺎ ر إﻟﻴﻬﺎ ا‬
‫ واﻻﺣﺘﻴﺎط ﻻ‬،‫اﻟﻤﻨﻬﻲ ﻣﻦ ﺑﺎب اﻻﺣﺘﻴﺎط‬
ّ ‫ ﻓﻴﻜﻮن ﻓِ ْﻌ ُﻞ اﻟﻤﺄﻣﻮر وﺗَـ ْﺮ ُك‬،‫ﺤﺔ‬ ‫ﻌﻒ ﺷﺪﻳﺪ اً ﺑﻞ ﻣﺤﺘَِﻤ ﻼً ﻟﻠ ﺼ‬‫ﻳﻜﻦ اﻟ ﻀ‬
.‫ﻳﻮﺟﺐ اﻟﻔﻌﻞ أو اﻟﺘﺮك‬
“mereka berkata : ‘hadit s ini terdapat perintah didalamnya, perintah pada
asalnya adalah w ajib, namun ketika ada sesuatu kedhoifan padanya, maka
tidak bisa tegak kepastian padanya. Hal ini dibangun berdasarkan kaedah
“bahw a larangan jika terdapat pada hadits dhoif, maka bukan untuk
pengharaman, begitu juga perintah, jika terdapat pada hadits dhoif, maka
bukan untuk mew ajibkan, karena konsekuensi larangan atau perbuatan butuh
kepada dalil yang melepaskan dari pembebanan, yang mengharuskan
beribadah dengannya. Kaedah ini, diungkapkan oleh Ibnu Muflih dalam “An-
Nukat ‘alaal Muharror” di bab mauqif Imam dan Makmum. Y ang dimaksud
adalah haditsnya bukan dhoif yang parah, namun ada kemungkinan shahih,
sehingga mengerjakan yang diperintah dan meninggalkan larangan, karena
kehati-hatian dan kehati-hatian tidak mewajibkan mengerjakan atau
meninggalkannya”.
2. Sebagian ulama mengatakan, kemungkinan yang dimaksud
berwudhu ketika membawa mayat adalah hal tersebut dilakukan
dalam rangka wudhu untuk sholat jenazah, karena konteks
kalimatnya mengisyaratkan hal tersebut, yakni setelah mayat
dimandikan dan dikafani, maka sebelum dikuburkan, dilakukan
sholat jenazah, sehingga bagi siapa yang akan turut mengantarkan
jenazah tersebut, hendaknya ia berwudhu lalu ikut menyolatkannya

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 193


sebagai fardhu kifayah. Imam Majduddin Ibnu Taimiyyah berkata
dalam “Muntaqol Akhbaar” :
ِ‫ َﻼةِ ﻋﻠَﻴﻪ‬‫ْﺄ ِﻣﻦ أَﺟ ِﻞ اﻟ ﺼ‬‫ ﻣﻌﻨﺎﻩ ﻣﻦ أَراد ﺣﻤﻠَﻪ وﻣﺘﺎﺑـﻌﺘﻪ ﻓـَﻠْﻴﺘـ ﻮﺿ‬: ‫وﻗَﺎ َل ﺑـﻌﻀ ﻬ ﻢ‬
َْ ْ ْ َ ََ ََُ َ َ ُ َ ُ ْ َ َ َ ْ َ ُ َ ْ َ ْ ُ ُ ْ َ َ
“Sebagian ulama berkata : ‘maknanya barangsiapa yang membaw a dan
mengikuti jenazah, maka hendaknya berwudhu karena untuk mengerjakan
sholat jenazah”.
Imam Ibnu Hazm dalam “Al Muhallaa” meriw ayatkan :
‫ ﻛﻨﺖ ﻣﻊ ﻋﺒﺪ اﷲ‬:‫وروﻳﻨﺎﻩ ﺑﺎﻟﺴﻨﺪ اﻟﻤﺬﻛﻮر إﻟﻰ ﺣﻤﺎد ﺑﻦ ﺳﻠﻤﺔ ﻋﻦ أﻳﻮب اﻟﺴﺨﺘﻴﺎﻧﻰ ﻋﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺳﻴﺮﻳﻦ ﻗﺎل‬
‫ ﻓﺪﺧﻞ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻴﺘﻪ ﻳﺘﻮﺿﺄ ﺛﻢ ﺧﺮج إﻟﻰ اﻟﻤﺴﺠﺪ ﻓﻘﺎل‬،‫ ﻓﻠﻤﺎ ﺟﺌﻨﺎ دﺧﻞ اﻟﻤﺴﺠﺪ‬،‫ﺑﻦ ﻋﺘﺒﺔ ﺑﻦ ﻣﺴﻌﻮد ﻓﻲ ﺟﻨﺎزة‬
‫ ﻛﺎن ﻋﻤﺮ ﺑﻦ اﻟﺨﻄﺎب وﻣﻦ دوﻧﻪ ﻣﻦ اﻟﺨﻠﻔﺎء إذا ﺻﻠﻰ أﺣﺪﻫﻢ ﻋﻠﻰ اﻟﺠﻨﺎزة‬:‫ ﻓﻘﺎ ل‬،‫ ﻻ‬:‫ أﻣﺎ ﺗﻮﺿﺄت؟ ﻗﻠﺖ‬:‫ﻟﻰ‬
‫ ﺣﺘﻰ إن أﺣﺪﻫﻢ ﻛﺎن ﻳﻜﻮن ﻓﻲ اﻟﻤﺴﺠﺪ ﻓﻴﺪﻋﻮ ﺑﺎﻟﻄﺸﺖ ﻓﻴﺘﻮﺿﺄ ﻓﻴﻬﺎ‬،‫ﺛﻢ أراد أن ﻳﺼﻠﻰ اﻟﻤ ﻜﺘﻮﺑﺔ ﺗﻮﺿﺄ‬
“Kami meriw ayatkan dengan sanad yang disebutkan kepada Hammaad bin
Salamah dari Ayyub As-Sikhtiyaaniy dari Muhammad bin Siriin ia berkata :
‘aku bersama Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud dalam jenazah, maka ketika
kami masuk masjid, lalu Abdullah masuk ke rumahnya untuk berw udhu, lalu
keluar ke masjid. Ia berkata kepadaku : ‘apa engkau tidak berw udhu?’, aku
berkata : ‘tidak’. Ia berkata : ‘Umar bin Khothob dan kholifah setelahnya, jika
mereka sholat jenazah, lalu hendak melakukan sholat w ajib, mereka
berw udhu, hingga salah seorang diantara mereka dalam masjid meminta air
dalam baskom, lalu berw udhu darinya”.
Kemudian Imam Ibnu Hazm berkomentar :
‫ وﻻ ﻳﺠﻮز أن ﻳﻈﻦ‬،‫ ﻻ ﻳﺠﻮز أن ﻳﻜﻮن وﺿﻮءﻫﻢ رﺿﻰ اﷲ ﻋﻨﻬﻢ ﻻن اﻟﺼﻼة ﻋﻠﻰ اﻟﺠﻨﺎزة ﺣﺪث‬:‫ﻗﺎل أﺑﻮ ﻣﺤﻤﺪ‬
.‫ واﻟﺴﻨﺔ ﺗﻜﻔﻰ‬،‫ﺑﻬﻢ إﻻ اﺗﺒﺎع اﻟﺴﻨﻪ اﻟﺘﻲ ذﻛﺮﻧﺎ‬
“tidak bisa dibaw a maknanya w udhu mereka sebagai hadats, karena sholat
jenazah dan tidak boleh menyangka bahw a yang mereka lakukan tidak lain
dan tidak bukan karena mengikuti sunah yang telah kami sebutkan, maka
mengikuti sunah mencukupinya”.
Maksudnya adalah wudhu karena membawa jenazah adalah sunah
yang diamalkan oleh Kholifah sahabat Rodhiyallahu 'Anhum.
3. Dalam riwayat Imam Tirmidzi dalam “Sunannya” (no. 1009) yang
dishahihkan Imam Al Albani, lafadznya :
‫ﻮء‬
ُ ‫ﺿ‬ُ ‫ِﻣ ْﻦ ﻏُ ْﺴ ﻠِﻪِ اﻟْﻐُ ْﺴ ُﻞ َوِﻣ ْﻦ َﺣ ْﻤ ﻠِﻪِ اﻟ ُْﻮ‬
“Karena memandikan mayat, ia mandi dan karena membawanya, ia berwudhu”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 194


‫‪Dalam lafadz ini, terdapat isyarat sebagaimana yang dikatakan ole h‬‬
‫‪Imam Majduddin, bahwa ia melakukan wudhu untuk sholat‬‬
‫‪jenazah, bukan semata-mata karena membawa jenazah.‬‬

‫‪Kita tutup pembahasan ini dengan fatwa dari DR. Abdullah Faqiih‬‬
‫‪dalam “Fatawaa syabkah Islamiyyah” :‬‬
‫‪55003‬‬
‫ﻫﻞ ﻳﺸﺮع اﻟﻐﺴﻞ ﺑﻌﺪ اﻟﺮﺟﻮع ﻣﻦ دﻓﻦ اﻟﻤﻴﺖ‬
‫اﻟﻔﻬﺮس « ﻓﻘﻪ اﻟﻌﺒﺎدات « اﻟﺠﻨﺎﺋﺰ « ﻏﺴﻞ اﻟﻤﻴﺖ وﺗﻜﻔﻴﻨﻪ « أﺣﻜﺎم أﺧﺮى )‪(17‬‬
‫رﻗﻢ اﻟﻔﺘﻮى ‪55003 :‬‬
‫ﻋﻨﻮان اﻟﻔﺘﻮى ‪ :‬ﻫﻞ ﻳﺸﺮع اﻟﻐ ﺴﻞ ﺑﻌﺪ اﻟﺮﺟﻮع ﻣﻦ دﻓﻦ اﻟﻤﻴﺖ‬
‫ﺗﺎرﻳﺦ اﻟﻔﺘﻮى ‪ 12 :‬رﻣﻀﺎن ‪1425‬‬
‫اﻟﺴﺆال‬
‫ﻫﻞ ﻫﻨﺎك ﺣﺪﻳﺚ وارد ﻋﻦ اﻟﺮﺳﻮل ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﺑﺎﻻﻏﺘﺴﺎل ﺑﻌﺪ اﻟﺮﺟﻮع ﻣﻦ دﻓﻦ اﻟﻤﻴﺖ؟ وﺟﺰاﻛﻢ اﷲ‬
‫ﺧﻴﺮا‪.‬‬
‫اﻟﻔﺘﻮى‬
‫اﻟﺤﻤﺪ ﷲ واﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم ﻋﻠﻰ رﺳﻮل اﷲ وﻋﻠﻰ آﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ‪ ،‬أﻣﺎ ﺑﻌﺪ‪:‬‬
‫ﻓﺈﻧﺎ ﻟﻢ ﻧﻄﻠﻊ ﻋﻠﻰ ﺣﺪﻳﺚ وﻻ ﻋﻠﻰ أﺛﺮ ﻳﺪل ﻋﻠﻰ اﻷﻣﺮ ﺑﺎﻻﻏﺘﺴﺎل ﺑﻌﺪ اﻟﺮﺟﻮع ﻣﻦ اﻟﺪﻓﻦ‪ ،‬وإﻧﻤﺎ اﻟﻮارد ﻫﻮ اﻷﻣﺮ‬
‫ﺑﺎﻏﺘﺴﺎل ﻣﻦ ﻏﺴﻞ ﻣﻴﺘﺎ‪ .‬ووﺿﻮء ﻣﻦ ﺣﻤﻠﻪ‪ ،‬ﻓﻔﻲ ﺳﻨﻦ أﺑﻲ داود ﻋﻦ أﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮة ﻗﺎل‪ :‬ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ‬
‫ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‪ :‬ﻣﻦ ﻏﺴﻞ ﻣﻴﺘﺎ ﻓﻠﻴﻐﺘﺴﻞ وﻣﻦ ﺣﻠﻤﻪ ﻓﻠﻴﺘﻮﺿﺄ ‪ .‬واﻟﻐﺴﻞ ﻣﻦ ﻏﺴﻞ اﻟﻤﻴﺖ ﻣﺴﺘﺤﺐ ﻋﻨﺪ اﻟﺠﻤﻬﻮر‬
‫وﻟﻴﺲ ﺑﻮاﺟﺐ‪ ،‬وﻛﺬﻟ ﻚ اﻟﻮﺿﻮء ﻣﻦ ﺣﻤﻠﻪ‪ .‬ﻗﺎل ﻓﻲ ﻋﻮن اﻟﻤﻌﺒﻮد ﺷﺮح ﺳﻨﻦ أﺑﻲ داود ﻗﺎل اﻟﺨﻄﺎﺑﻲ ‪ :‬ﻻ أﻋﻠﻢ‬
‫أﺣﺪا ﻣﻦ اﻟﻔﻘﻬﺎء ﻳﻮﺟﺐ اﻻ ﻏﺘﺴﺎل ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻏﺴﻞ اﻟﻤﻴﺖ‪ ،‬وﻻ اﻟﻮﺿﻮء ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﺣﻤﻠﻪ‪ ،‬وﻳ ﺸﺒﻪ أن ﻳﻜﻮن اﻷﻣﺮ‬
‫ﻓﻲ ذﻟ ﻚ ﻋﻠﻰ اﻻﺳﺘﺤﺒﺎب ‪ .‬ﻗﺎل وﻣﻦ ﺣﻤﻠﻪ ﻓﻠﻴﺘﻮﺿﺄ ﻗﺪ ﻗﻴﻞ ﻓﻲ ﻣﻌﻨﺎﻩ أي ﻟﻴﻜﻮن ﻋﻠﻰ وﺿﻮء ﻟﻴﺘﻬﻴﺄ ﻟﻠﺼﻼة ﻋﻠﻰ‬
‫اﻟﻤﻴﺖ واﷲ أﻋﻠﻢ‪ .‬اﻧﺘﻬﻰ‪ .‬وﻋﻠﻰ ﻫﺬا اﻟﻤﻌﻨﻰ ﻓﺎﻟﻤﻄﻠﻮب اﻟﻮﺿﻮء ﻗﺒﻞ ﺣﻤﻞ اﻟﻤﻴﺖ إﻟﻰ ﻣﻜﺎن اﻟﺼﻼة وﻟﻴﺲ‬
‫اﻟﻮﺿﻮء ﺑﻌﺪ ﺣﻤﻠﻪ‪ ،‬واﻟﻈﺎﻫﺮ اﻟﻤﻌﻨﻰ اﻷول ﺑﺪﻟﻴﻞ ﻟﻔﻆ اﻟﺘﺮﻣﺬي‪ :‬ﻣﻦ ﻏﺴﻠﻪ اﻟﻐ ﺴﻞ وﻣﻦ ﺣﻤﻠﻪ اﻟﻮﺿﻮء‪ .‬واﷲ‬
‫أﻋﻠﻢ‪.‬‬
‫اﻟﻤﻔﺘﻲ‪ :‬ﻣﺮﻛﺰ اﻟﻔﺘﻮى ﺑﺈﺷﺮاف د‪.‬ﻋﺒﺪاﷲ اﻟﻔﻘﻴﻪ‬

‫‪Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu‬‬ ‫‪Hal 195‬‬


“Soal : Apakah terdapat hadits dari Rasulullah Sholallahu 'Alaihi wa Salam
masalah mandi setelah pulang dari menguburkan mayit? Jazakumullah khoir.
Jawab : segala puji bagi Allah, sholaw at dan salam terlimpah curahkan kepada
Rasulullah Sholallahu 'Alaihi w a Salam, kepada keluarganya dan para
sahabatnya, Amma Ba’du :
Kami belum pernah melihat hadits dan juga atsar yang menunjukan perintah
mandi setelah pulang dari penguburan, yang ada hanyalah perintah mandi
karena memandikan mayat dan berwudhu karena membaw anya. Dalam Sunan
Abu Daw ud dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu 'Anhu ia berkata, Rasulullah
Sholallahu 'Alaihi w a Salam bersabda : “barangsiapa yang memandikan mayat,
maka hendaknya mandi dan barangsiapa yang membaw anya, hendaknya
berwudhu”.
Mandi karena memandikan mayat itu dianjurkan menurut mayoritas ulama,
bukan w ajib. Demikian juga berwudhu karena membaw anya. Dalam “’Aunul
Maubud syaroh Sunan Abi Daw ud, Imam Al Khothoobiy berkata : ‘aku tidak
mengetahui seorang fuqoha pun yang mewajibkan mandi karena memandikan
mayat dan tidak juga mew ajibkan wudhu karena membaw anya, yang
mendekatinya bahw a perintah dalam hal ini adalah disunahkan saja. Sabdanya,
barangsiapa yang membaw a jenazah, hendaknya berwudhu, maka dikatakan
maksudnya adalah w udhu tersebut dilakukan karena akan melakukan sholat
jenazah untuk mayit tersebut, Wallahu A’lam. Selesai.
Berdasarkan hal ini, maka perintah wudhunya adalah sebelum membaw a
jenazah sampai ke tempat sholat, bukan wudhu setelah membaw anya (dari
tempat sholat). Selesai.
Berdasarkan hal ini, maka perintah wudhunya adalah sebelum membaw a
jenazah sampai ke tempat sholat, bukan wudhu setelah membaw anya (dari
tempat sholat ke tanah pekuburan-pent.), dhohir makna tersebut dengan dalil
riw ayat dari Imam Tirmidzi : “karena memandikan mayat, ia mandi dan karena
membaw a nya, ia berw udhu”. Wallahu A’lam”.

6). W udhu karena memakan sesuatu yang dipanggang dengan api.


Imam Muslim telah membuat satu judul bab dalam kitab shahihnya,
ِ‫ﺴ‬ ِ ‫( ” ﺑﺎب ا ﻟْﻮ‬berwudhu karena memakan sesuatu
yakni bab “ُ‫ﺎر‬‫ﺖ اﻟﻨ‬  ‫ﻤﺎ َﻣ‬ ‫ﺿﻮء ِﻣ‬
ُ ُ
yang dimasak dengan api), kemudian beliau menurunkan beberapa
hadits dari para sahabat, yaitu :
1. Sahabat Zaid bin Tsaabit Rodhiyallahu anhu, beliau berkata :
« ‫ﺎر‬ ِ ‫ﺴ‬ ‫ﻤﺎ َﻣ‬ ‫ﻮء ِﻣ‬
ُ ‫ﺖ اﻟﻨ‬ ُ ُ‫ ﻳَـﻘ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ُ ُ‫ﻮل » اﻟُْﻮﺿ‬ ُ ‫َﺳ ِﻤ ْﻌ‬
َ ‫ﺖ َر ُﺳ‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 196


“aku mendengar Rasulullah bersabda : “berwudhu karena memakan sesuatu
yang dimasak dengan api”.
2. Abdullah bin Ibrohim bin Qooridh berkata :
ُ ‫ﻰ َﺳ ِﻤ ْﻌ‬‫ﺄُ ِﻣ ْﻦ أَﺛـْ َﻮارِ أَﻗِ ٍﻂ أَ َﻛﻠْﺘُـ َﻬﺎ ﻷَﻧ‬‫ َﻤﺎ أَﺗَـ َﻮﺿ‬‫ﺎل إِﻧ‬
‫ﺖ‬ َ َ‫ﺄُ َﻋﻠَ ﻰ اﻟ َْﻤ ْﺴ ِﺠ ِﺪ ﻓـَﻘ‬‫ ُﻪ َو َﺟ َﺪ أَﺑَﺎ ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮةَ ﻳَـﺘَـ َﻮﺿ‬‫أَﻧ‬
.« ‫ﺎر‬ ِ ِ ُ ُ‫ ﻳَـﻘ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ُ ‫ﺴ ﺖ اﻟ ﻨ‬ ‫ﻤﺎ َﻣ‬ ‫ﺌُﻮا ﻣ‬‫ﻮل » ﺗـََﻮﺿ‬ َ ‫َر ُﺳ‬
“bahwa ia mendapati Abu Huroiroh sedang berwudhu di masjid, lalu beliau
Rodhiyallahu anhu berkata : ‘aku hanyalah berwudhu karena memakan susu beku
yang telah dipanaskan dengan api, karena aku mendengar Rasulullah bersabda :
“Berwudhulah karena memakan sesuatu yang dimasak dengan api”.
3. Sahabat Aisyah Rodhiyallahu anha berkata :
ِ ِ ِ ُ ‫ﺎل رﺳ‬
ُ ‫ﺴ ﺖ اﻟ ﻨ‬ ‫ﻤﺎ َﻣ‬ ‫ﺌُﻮا ﻣ‬‫ » ﺗـَ َﻮﺿ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
« ‫ﺎر‬ ُ َ َ َ‫ﻗ‬
“Berwudhulah karena memakan sesuatu yang dimasak dengan api”.

Dari ketiga hadits ini, sebagian ulama memandang wajibnya w udhu


karena memakan sesuatu yang disentuh oleh api. Imam Ibnu Abdil
bar dalam “Al Istidzkar” menyebutkan nama-nama ulama yang
berpendapat seperti ini, kata beliau :
‫ وأﻧﺲ‬- ‫ ﻋﻠ ﻰ اﺧﺘﻼف ﻋﻨﻪ‬- ‫وﻣﻤﻦ روي ﻋﻨﻪ إﻳﺠﺎب ا ﻟﻮﺿﻮء ﻣﻤﺎ ﻣﺴﺖ اﻟﻨﺎر زﻳﺪ ﺑﻦ ﺛﺎﺑﺖ وﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ‬
‫ وﺑﻪ ﻗﺎل ﺧﺎرﺟﺔ ﺑﻦ زﻳﺪ ﺑﻦ ﺛﺎﺑﺖ وأﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ا ﻟﺤﺎرث ﺑﻦ‬- ‫ ﻋﻠ ﻰ اﺧﺘﻼف ﻋﻨﻪ‬- ‫ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ‬
‫ﻫﺸﺎم واﺑﻨﻪ ﻋﺒﺪ اﻟﻤﻠﻚ وﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ اﻟﻤﻨﻜﺪر وﻋﻤﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻌﺰﻳﺰ وﺑﻦ ﺷﻬﺎب ﻓﻬﺆﻻء ﻛﻠﻬﻢ ﻣﺪ ﻧﻴﻮن‬
‫وﻗﺎل ﺑﻪ ﻣﻦ أﻫﻞ اﻟﻌﺮاق أﺑﻮ ﻗﻼﺑﺔ واﻟﺤﺴﻦ اﻟﺒﺼﺮيوﻳﺤﻴﻰ ﺑﻦ ﻳﻌﻤﺮ وأﺑﻮ ﻣﺠﻠﺰ ﻻﺣﻖ ﺑﻦ ﺣﻤﻴﺪ وﻛﻞ ﻫﺆﻻء‬
‫ﺑﺼﺮﻳﻮن وﻻ أﻋﻠﻢ ﻛﻮﻓﻴﺎ ﻗﺎل ﺑﻪ‬
“ulama yang diriw ayatkan berpendapat w ajibnya w udhu karena memakan
sesuatu yang disentuh api, yakni Zaid bin Tsaabit , Abdullah bin Umar –dinukil
pendapat yang berbeda darinya-, Anas bin Malik –dinukil pendapat yang
berbeda darinya- Rodhiyallahu anhum. Khoorijah bin Zaid bin Tsabit, Abu Bakar
bin Abdur Rokhman ibnul Harits bin Hisyaam dan anaknya Abdul Malik,
Muhammad ibnul Munkadir, Umar bin Abdul Aziz dan Ibnu Syihaab (Az-Zuhri)
mereka semuanya adalah ulama Madinah.
Y ang berpendapat seperti ini dari kalangan ulama Iroq yaitu, Abu Qilaabah, Al
Hasan Al Bashriy, Y ahya bin Ya’mar, Abu Mijlaz dan Laahiq bin Humaid, mereka
semua adalah ulama Bashroh. Aku tidak mengetahui ulama Kufah berpendapat
seperti ini”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 197


Kemudian Imam Muslim membuat judul bab lagi setelah bab ini,
yakni bab “« ‫ﺎر‬ ِ ِ ِ
ُ ‫ﺖ اﻟﻨ‬‫ﻤﺎ َﻣ ﺴ‬‫( ” ﺑﺎب ﻧَ ْﺴ ِﺦ » ا ﻟ ُْﻮﺿُﻮء ﻣ‬Penghapus w udhu karena
memakan sesuatu yang disentuh dengan api). Kemudian Imam
Muslim menurunkan beberapa hadits berikut :
1. Dari sahabat Ibnu Abbas Rodhiyallahu anhum, beliau berkata :
َ ‫ﻢ‬ ُ‫ﻒ َﺷﺎةٍ ﺛ‬
ْ ‫ ﻰ َوﻟ‬‫ﺻﻠ‬
ْ‫ﺄ‬‫َﻢ ﻳَـﺘَـ َﻮﺿ‬ َ ِ‫ أَ َﻛ َﻞ َﻛﺘ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
َ ‫ن َر ُﺳ‬ َ‫أ‬
“bahwa Rasulullah makan pundak kambing, lalu sholat dan tidak mengulangi
wudhunya lagi”.
2. Masih dari beliau, katanya :
.‫ﺎء‬
ً ‫ﺲ َﻣ‬
 ‫َﻢ ﻳَ َﻤ‬ ْ ‫ ﻰ َوﻟ‬‫ﺻﻠ‬
ْ ‫ ﺄْ َوﻟ‬‫َﻢ ﻳَـﺘَـ َﻮﺿ‬ ْ ‫ أ َْو ﻟ‬- ‫ أَ َﻛ َﻞ َﻋ ْﺮﻗًﺎ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ن اﻟﻨ‬ َ‫أ‬
َ ‫ﻢ‬ ُ‫ ﺛ‬- ‫َﺤ ًﻤﺎ‬
“bahwa Rasulullah makan urat atau daging, lalu sholat tanpa berwuhdu lagi
dan tanpa menyentuh air”.
3. Dari ‘Amr bin Umayyah, bahwa ia :
ِ ٍ ِ‫ﺰ ِﻣﻦ ﻛَﺘ‬ ‫ ﻳ ْﺤ ﺘَـ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ْ ‫ ﻰ َوﻟ‬‫ﺻﻠ‬
.ْ‫ﺄ‬‫َﻢ ﻳَـﺘَـ َﻮﺿ‬ َ ‫ﻢ‬ ُ‫ﻒ ﻳَﺄْ ُﻛ ُﻞ ﻣﻨْـ َﻬﺎ ﺛ‬ ْ َ َ ‫ ُﻪ َرأَى َر ُﺳ‬‫أَﻧ‬
“bahwa ia melihat Rasulullah memotong pundak kambing, lalu memakannya,
lalu sholat, tanpa mengulangi wudhunya”.
4. Masih dari beliau, katanya :
‫ﺎم‬ ِ  ‫ﻒ َﺷﺎةٍ ﻓَﺄَ َﻛ ﻞ ِﻣﻨْـ ﻬﺎ ﻓَ ُﺪ ِﻋ ﻰ إِﻟَﻰ اﻟ‬
ِ ِ‫ﺰ ِﻣﻦ َﻛﺘ‬ ‫ ﻳ ْﺤﺘَـ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
َ ‫ﺼﻼَة ﻓَـ َﻘ‬ َ َ َ ْ َ َ ‫ﺖ َر ُﺳ‬ُ ْ‫َرأَﻳ‬
ْ ‫ﻠﻰ َوﻟ‬ ‫ﺻ‬
ْ‫ﺄ‬‫َﻢ ﻳَـﺘَـ َﻮﺿ‬ َ ‫ﻜ‬ ‫ﺴ‬ ‫َوﻃَ َﺮ َح اﻟ‬
َ ‫ﻴﻦ َو‬
“aku melihat Rasulullah memotong pundak kambing, lalu memakannya, lalu
ditegakkan sholat, maka Be liau berdiri dan melemparkan pisau, lalu sholat, tanpa
berwudhu lagi”.
5. Dari Maimunah Ummul Mukminin Rodhiyallahu anha, beliau
berkata :
ِ ِ
َ ‫ أَ َﻛ َﻞ ﻋﻨْ َﺪ َﻫﺎ َﻛﺘ ًﻔﺎ ﺛُﻢ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ن اﻟﻨ‬ َ‫أ‬
ْ ‫ ﻰ َوﻟ‬‫ﺻﻠ‬
.ْ‫ﺄ‬‫َﻢ ﻳَـﺘَـ َﻮﺿ‬
“bahwa Nabi makan pundak (kambing), lalu sholat dan tidak berwudhu lagi”.
6. Dari Abu Roofi’ Rodhiyallahu anhu, beliau berkata :
ِ ِ ِ ‫ﺖ أَ ْﺷ ِﻮى ﻟِﺮﺳ‬
ْ ‫ ﻰ َوﻟ‬‫ﺻﻠ‬
.ْ‫ﺄ‬‫َﻢ ﻳَـﺘَـَﻮ ﺿ‬ َ ‫ﻢ‬ ُ‫ﺎة ﺛ‬‫ ﺑَﻄْ َﻦ اﻟﺸ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َُ ُ ‫أَ ْﺷ َﻬ ُﺪ ﻟَ ُﻜ ْﻨ‬
“aku bersaksi, akulah yang memanggangkan untuk Rasulullah perut kambing,
lalu Beliau sholat dan tidak mengulangi wudhunya lagi”.
7. Dari Ibnu Abbas Rodhiyallahu anhu, beliau berkata :

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 198


ٍ‫ﺔٍ ُﺧ ْﺒ ﺰ‬‫ ﻼَةِ ﻓَﺄُﺗِ َﻰ ﺑَِﻬ ِﺪﻳ‬‫ َﺧ َﺮ َج إِﻟَﻰ اﻟﺼ‬‫ َﺟ َﻤ َﻊ َﻋﻠَْﻴﻪِ ﺛَِﻴﺎﺑَ ُﻪ ﺛُﻢ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َ ‫ن َر ُﺳ‬ َ‫أ‬
.‫ﺎء‬
ً ‫ﺲ َﻣ‬ ِ ‫ ﻰ ﺑِﺎﻟﻨ‬‫ﺻﻠ‬
 ‫ﺎس َو َﻣﺎ َﻣ‬ َ ‫ث ﻟُﻘَ ٍﻢ ﺛُﻢ‬
َ َ‫َﺤ ٍﻢ ﻓَﺄَ َﻛ َﻞ ﺛَﻼ‬
ْ ‫َوﻟ‬
“bahwa Rasulullah mengumpulkan ujung bajunya, lalu keluar sholat, Beliau
diberi hadiah roti dan daging, maka Beliau memakan 3 suapan, lalu mengimami
manusia dan tidak menyentuh air”.

Hadits-hadits tersebut memberikan faedah tidak wajibnya wudhu


karena memakan sesuatu yang dimasak dengan api. Imam Ibnu Abdil
Bar dalam “Al Istidzkaar” menyebutkan deretan ulama yang
berpendapat seperti ini, kata beliau :
‫وﻣﻤﻦ ﻗﺎل ﺑﺈﺳﻘﺎط اﻟﻮﺿﻮء ﻣﻤﺎ ﻣﺴﺖ اﻟﻨﺎر أﺑﻮ ﺑﻜﺮوﻋﻤﺮ وﻋﺜﻤﺎن وﻋﻠﻲ وﺑﻦ ﻋﺒﺎس وﺑﻦ ﻣﺴﻌﻮد وﻋﺎﻣﺮ ﺑﻦ رﺑﻴﻌﺔ‬
‫وأﺑﻲ ﺑﻦ ﻛﻌﺐ وأﺑﻮ اﻟﺪرداء وأﺑﻮ أﻣﺎﻣﺔ‬
‫وﻋﻠﻰ ذﻟﻚ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻓﻘﻬﺎء اﻷﻣﺼﺎر ﻣﺎﻟﻚ وأﺻﺤﺎﺑﻪ واﻟﺜﻮري واﻷوزاﻋﻲ وأﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ وأﺻﺤﺎﺑﻪ واﻟﺤﺴﻦ ﺑﻦ ﺣﻲ وﺑﻦ‬
‫أﺑﻲ ﻟﻴﻠﻰ واﻟﺸﺎﻓﻌﻲ وأﺻﺤﺎﺑﻪ وأﺣﻤﺪ وإﺳﺤﺎق وأﺑﻮ ﺛﻮر وأﺑﻮ ﻋﺒﻴﺪ وداود ﺑﻦ ﻋﻠﻲ وﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺟﺮﻳﺮ اﻟﻄﺒﺮي‬
‫إﻻ أن أﺣﻤﺪ وإﺳﺤﺎق وﻃﺎﺋﻔﺔ ﻣﻦ أﻫﻞ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻳﻘﻮﻟﻮن ﻣﻦ أﻛﻞ ﺷﻴﺌﺎ ﻣﻦ ﻟﺤﻢ اﻟﺠﺰور ﺧﺎﺻﺔ ﻓﻘﺪ وﺟﺐ ﻋﻠﻴﻪ‬
‫اﻟﻮﺿﻮء‬
“ulama yang berpendapat gugurnya kew ajiban w udhu karena memakan
sesuatu yang dimasak ap i adalah Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Ibnu Abbaas,
Ibnu Mas’ud, ‘Aamir bin Robii’ah, Ubay bin Ka’ab, Abu Darda dan Abu
Umaamah Rodhiyallahu anhum.
Karenanya sejumlah fuqoha beperndapat seperti ini yaitu, Malik dan para
sahabatnya, Ats-Tsauriy, Al Auzaa’I, Abu Hanifah dan para sahabatnya, Al
Hasan bin Hay, Ibnu Abi Lailaa, Syafi’I dan para sahabatnya, Ahmad, Ishaq,
Abu ‘Ubaid, Dawud bin Ali, Muhammad bin Jariir Ath-Thobariy.
Namun Ahmad, Ishaq dan sekelompok ulama ahlu l hadit s berpendapat khusus
memakan daging unta, w ajib berw udhu”.

Masalah wajibnya wudhu karena memakan daging unta sudah


kami bahas dalam point sesuatu yang diperselisihkan sebagai
pembatal wudhu dan yang rajih sebagai pembatal wudhu, silakan
melihatnya bagi yang mau merujuk kembali.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 199


Kami tutup dengan nukilan jawaban fatwa DR. Abdullah Faqiih
dalam “Fatwa Syabkah Islamiyyah” (tanggal 10 Jumadi Tsaniyah
1425 H) berikut :
:‫ ﻓﻘﺪ ﺻﺢ اﻷﻣﺮ ﺑﻪ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﻣ ﺴﻠ ﻢ وﻏﻴﺮﻩ أن اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻲ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻗﺎل‬،‫وأﻣﺎ اﻟﻮﺿﻮء ﻣﻤﺎ ﻣﺴﺘﻪ اﻟﻨﺎر‬
‫ أو ﻟﻜﻮن اﻟﻤﻘﺼﻮد ﺑﻪ ﻏﺴﻞ اﻟﻔﻢ واﻟﻜﻔﻴﻦ ﻻ‬،‫ إﻣﺎ ﻟﻜﻮﻧﻪ ﻧﺴﺦ‬،‫ وﻟﻜﻦ اﻟﻌﻤﻞ ﺑﻪ ﺗﺮك‬. ‫ﺗﻮﺿﺆوا ﻣﻤﺎ ﻣﺴﺖ اﻟﻨﺎر‬
‫ وأﺟﺎﺑﻮا ـ ﻳﻌﻨﻲ ﺟﻤﻬﻮر اﻟﻌﻠﻤﺎء ـ ﻋﻦ ﺣﺪﻳﺚ اﻟﻮﺿﻮء ﻣﻤﺎ‬: ‫ ﻗﺎل اﻟﻨﻮوي ﻓﻲ ﺷﺮح ﺻﺤﻴﺢ ﻣﺴﻠﻢ‬.‫اﻟﻮﺿﻮء اﻟﺸﺮﻋﻲ‬
‫ ﻛﺎن آﺧﺮ اﻷﻣﺮﻳﻦ ﻣﻦ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ‬:‫ أﻧﻪ ﻣﻨﺴﻮخ ﺑﺤﺪﻳﺚ ﺟﺎﺑﺮ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎل‬:‫ أﺣﺪﻫﻤﺎ‬،‫ﻣﺴﺖ اﻟﻨﺎر ﺑﺠﻮاﺑﻴﻦ‬
‫ أن اﻟﻤﺮاد ﺑﺎﻟﻮﺿﻮء ﻏﺴﻞ‬:‫ واﻟﺠﻮاب اﻟﺜﺎﻧﻲ‬.‫ وﻫﻮ ﺣﺪﻳﺚ ﺻﺤﻴﺢ‬، ‫اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﺗﺮك اﻟﻮﺿﻮء ﻣﻤﺎ ﻣﺴﺖ اﻟﻨﺎر‬
. ‫اﻟﻮﺟﻪ واﻟﻜﻔﻴﻦ‬
“adapun w udhu kerena memakan sesuatu yang dimasak dengan api, telah
shahih perintah dalam hadits Shahih Muslim dan selainnya bahwa Nabi
bersabda : “berwudhulah karena memakan sesuatu yang disentuh api”. Namun
amalan wajib ini ditinggalkan, bisa karena ia telah dihapus hukumnya atau yang
dimaksud dengannya adalah mencuci mulut dan kedua telapak tangannya,
bukan w udhu yang syar’i. Imam Nawaw i berkata dalam Syaroh Shahih Muslim :
‘mereka jumhur ulama menjaw ab hadits wudhu karena memakan sesuatu yang
dimasak dengan api, dengan 2 jawaban : 1). Bahw a hadits tersebut telah
dihapus hukumnya oleh hadit s Jaabir Rodhiyallahu anhu bahw a ia berkata :
‘akhir dari 2 perkara Rasulullah adalah meninggalkan berw udhu karena
memakan sesuatu yang dimasak dengan api’. Ini adalah hadits yang shahih. 2).
Y ang dimaksud dengan w udhu disini adalah mencuci w ajah dan kedua telapak
tangan”.

7). Keluar angin dari kemaluan


Biasanya yang sering terjadi adalah pada wanita, yaitu apakah keluar
angin sehingga terkadang berbunyi seperti suara kentut, dapat
membatalkan w udhu? Jawabanya :
Dinukil dari Imam Ahmad bahwa beliau mengatakan hal tersebut
sebagai pembatal wudhu. Imam Ibnu Qudamah dalam “Al Mughni”
berkata :
ِ‫ﺒِﻴﻠَْﻴ ِﻦ ﻓَﻔِﻴﻪ‬‫ ﻣﺎ َﺧﺮج ِﻣﻦ اﻟ ﺴ‬: ‫ﺮﻳﺢ‬ ‫ ﻋَﻦ أَﺑِﻴﻪِ " ﻓِ ﻲ ا ﻟْﻤﺮأَةِ ﻳ ْﺨﺮج ِﻣﻦ ﻓـَﺮ ِﺟﻬﺎ اﻟ‬، ‫ وﻗَ ْﺪ ﻧـَﻘَﻞ ﺻﺎ ﻟِﺢ‬: ‫ﺼﻞ‬
ْ ََ َ ُ َ ْ ْ ُ ُ َ َْ ْ ٌ َ َ َ ٌ ْ َ‫ ( ﻓ‬235 )
. ‫ﻮء‬
ُ‫ﺿ‬ ُ ‫ا ﻟ ُْﻮ‬
ِ ِ ِ ‫ﺮ‬ ‫ ﺧﺮوج اﻟ‬: ‫ﺎﺿ ﻲ‬
ِ َ‫وﻗَﺎ َل ا ﻟْﻘ‬
. ‫ﻮء‬ ُ ُ‫ﺬَﻛﺮِ َوﻗـُﺒُ ِﻞ ا ﻟ َْﻤ ْﺮأَة ﻳَـﻨْـﻘ‬ ‫ﻳﺢ ﻣ ْﻦ اﻟ‬
َ ُ‫ﺾ ا ﻟ ُْﻮﺿ‬ ُ ُُ َ

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 200


‫‪“pasal (235) telah dinukil dari Shoolih dari Bapaknya (Imam Ahmad) tentang‬‬
‫‪w anita yang keluar dari kemaluannya angin? Jaw abnya : ‘apa yang keluar dari 2‬‬
‫‪jalan (kemaluan dan pantat), maka wajib wudhu padanya’.‬‬
‫‪Al Qodhi berkata : ‘keluarnya angin dari kemaluan laki-laki dan w anit a, dapat‬‬
‫‪membatalkan wudhu’”.‬‬

‫‪Pembahasan selanjutnya kami serahkan kepada DR. Abdulla h‬‬


‫‪Faqiih untuk berfatwa :‬‬
‫ﻋﻨﻮان اﻟﻔﺘﻮى ‪ :‬أﺛﺮ ﺧﺮوج اﻟﺮﻳﺢ ﻣﻦ اﻟﺬﻛﺮ ﻋﻠﻰ اﻟﺼﻼة‬
‫ﺗﺎرﻳﺦ اﻟﻔﺘﻮى ‪ 12 :‬ﺻﻔﺮ ‪1427‬‬
‫اﻟﺴﺆال‬
‫ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﻴﻢ‬
‫إﻧﻲ أﻋﺎﻧﻲ ﻣﻦ ﺻﺪور راﺋ ﺤﺔ ﻣﻦ اﻟﺬﻛﺮ ﻟﺬﻟﻚ أﺧﺸﻰ ﻋﻠﻰ اﻟﺼﻼة ﻓﻬﻞ ﻳﺠﻮز اﻟﺼﻼة ؟‬
‫اﻟﻔﺘﻮى‬
‫اﻟﺤﻤﺪ ﷲ واﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم ﻋﻠﻰ رﺳﻮل اﷲ وﻋﻠﻰ آﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ‪ ،‬أﻣﺎ ﺑﻌﺪ‪:‬‬
‫ﻓﺈذاﻛﺎﻧﺖ اﻟﺮا ﺋﺤﺔ اﻟﺘﻲ ﺗﺠﺪﻫﺎ ﻧﺎﺷﺌﺔ ﻋﻦ ﺧﺮوج اﻟﺮﻳﺢ اﻟﺘﻲ ﻫ ﻲ ﻣﻦ ﻧﻮاﻗﺾ اﻟﻮﺿﻮء ﻓﺎﻟﻤﺴﺄﻟﺔ ﻣﺤﻞ ﺧﻼف ﺑﻴﻦ أﻫﻞ‬
‫اﻟﻌﻠﻢ ﻫﻞ اﻟﻮﺿﻮء ﻓﻲ ﻫﺬﻩ اﻟﺤﺎﻟﺔ ﺑﺎﻃﻞ أم ﻻ ؟‬
‫ﻓﻌﻨﺪ اﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ واﻟﺤﻨﻔﻴﺔ ﻻ ﺗﻨﻘﺾ اﻟﻮﺿﻮء ﻗﺎل اﻟﻤﻮاق ﻓﻲ اﻟﺘﺎج واﻹﻛﻠﻴﻞ وﻫﻮ ﻣﺎﻟﻜﻲ ‪ :‬وﻛﺬﻟﻚ اﻟﺮﻳﺢ ﻣﻦ اﻟﻘﺒﻞ ﻻ‬
‫وﺿﻮء ﻓﻴﻪ ﻋﻨﺪ ﻣﺎﻟ ﻚ وأﺑ ﻲ ﺣﻨﻴﻔﺔ وﻫﻮ ﻛﺎﻟﺠﺸﺎء ﺧﻼﻓﺎ ﻟﻠﺸﺎﻓﻌﻲ ‪ .‬اﻧﺘﻬﻰ‬
‫وﻓﻲ اﻟﻤﺒﺴﻮط ﻟﻠﺴﺮﺧﺴﻲ وﻫﻮ ﺣﻨﻔﻲ ‪ :‬ﻓﺈن ﺧﺮج اﻟﺮﻳ ﺢ ﻣﻦ اﻟﺬﻛﺮ ﻓﻘﺪ روي ﻋﻦ ﻣﺤﻤﺪ رﺣﻤﻪ اﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ أﻧﻪ ﺣﺪث‬
‫ﻷﻧﻪ ﺧﺮج ﻣﻦ ﻣﻮﺿﻊ اﻟﻨﺠﺎﺳﺔ وﻋﺎﻣﺔ ﻣﺸﺎﻳﺨﻨﺎ ﻳﻘﻮﻟﻮن ﻫﺬا ﻻ ﻳﻜﻮن ﺣﺪﺛﺎ وإﻧﻤﺎ ﻫﻮ ا ﺧﺘﻼجﻓ ﻼ ﻳﻨﻘﺾ ا ﻟﻮﺿﻮء ‪.‬‬
‫اﻧﺘﻬﻰ ‪ .‬وﻋﻨﺪ اﻟﺤﻨﺎ ﺑﻠﺔ إذا ﺣﺼﻞ ﻳﻘﻴﻦ ﺑﻮﺟﻮدﻩ ﻧﻘﺾ اﻟﻮﺿﻮء ﻗﺎل اﺑﻦ ﻗ ﺪاﻣﺔ ﻓﻲ ا ﻟﻤﻐﻨﻲ وﻫﻮ ﺣﻨﺒﻠﻲ ‪ :‬وﻗﺎل اﻟﻘﺎﺿﻲ‬
‫‪ :‬ﺧﺮوج اﻟﺮﻳﺢ ﻣﻦ اﻟﺬﻛﺮ وﻗﺒﻞ اﻟﻤﺮأة ﻳﻨﻘﺾ ‪ ،‬وﻗﺎل اﺑﻦ ﻋﻘﻴﻞ ‪ :‬ﻳﺤﺘﻤﻞ أن ﻳﻜﻮن اﻷﺷﺒﻪ ﺑﻤﺬﻫﺒﻨﺎ ﻓﻲ اﻟﺮﻳﺢ ﻳﺨﺮج‬
‫ﻣﻦ اﻟﺬﻛﺮ أن ﻻ ﻳﻨﻘﺾ ‪ ،‬ﻷن اﻟﻤﺜﺎﻧﺔ ﻟﻴﺲ ﻟﻬﺎ ﻣﻨﻔﺬ إﻟﻰ اﻟﺠﻮف ‪ ،‬وﻻ ﺟﻌﻠﻬﺎ أﺻﺤﺎ ﺑﻨﺎ ﺟﻮﻓﺎ ‪ ،‬وﻟﻢ ﻳﺒﻄﻠﻮا اﻟﺼﻮم‬
‫ﺑﺎﻟﺤﻘﻨﺔ ﻓﻴﻪ ‪ ،‬وﻻ ﻧﻌﻠﻢ ﻟﻬﺬا وﺟﻮدا وﻻ ﻧﻌﻠﻢ وﺟﻮدﻩ ﻓﻲ ﺣﻖ أﺣﺪ ‪ ،‬وﻗﺪ ﻗﻴﻞ ‪ :‬إﻧﻪ ﻳﻌﻠﻢ وﺟﻮدﻩ ﺑﺄن ﻳﺤﺲ اﻹﻧﺴﺎن‬
‫ﻓﻲ ذﻛﺮﻩ دﺑﻴﺒﺎ ‪ ،‬وﻫﺬا ﻻ ﻳﺼﺢ ﻓﺈن ﻫﺬا ﻻ ﻳ ﺤﺼﻞ ﺑﻪ اﻟﻴﻘﻴﻦ واﻟﻄﻬﺎرة ﻻ ﺗﻨﻘﺾ ﺑﺎﻟﺸﻚ ‪ ،‬ﻓﺈن ﻗﺪر وﺟﻮد ذﻟﻚ ﻳﻘﻴﻨﺎ‬
‫ﻧﻘﺾ اﻟﻄﻬﺎرة ‪ ،‬ﻷﻧﻪ ﺧﺎرج ﻣﻦ أﺣﺪ اﻟﺴﺒﻴﻠﻴﻦ ‪ ،‬ﻓﻨﻘﺾ ﻗﻴﺎﺳﺎ ﻋﻠﻰ ﺳﺎﺋﺮ اﻟﺨﻮارج ‪ .‬اﻧﺘﻬﻰ ‪.‬‬

‫‪Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu‬‬ ‫‪Hal 201‬‬


‫ ﻓﺎﻟﺨﺎرج ﻣﻦ ﻗﺒﻞ اﻟﺮﺟﻞ أو اﻟﻤﺮأة أو‬: ‫أﻣﺎ اﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻓﺎﻟﻮﺿﻮء ﺑﺎﻃﻞ ﻋﻨﺪﻫﻢ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ اﻟﺤﺎﻟﺔ ﻗﺎل اﻟﻨﻮوي ﻓﻲ اﻟﻤﺠﻤﻮع‬
‫ ﺳﻮاء ﻛﺎن ﻏﺎﺋﻄﺎ أو ﺑﻮﻻ أو رﻳ ﺤﺎ أو دودا أو ﻗﻴﺤﺎ أو دﻣﺎ أو ﺣﺼﺎة أو ﻏﻴﺮ ذﻟﻚ وﻻ ﻓﺮق‬، ‫دﺑﺮﻫﻤﺎ ﻳﻨﻘﺾ اﻟﻮﺿﻮء‬
‫ ﻧﺺ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ رﺣﻤﻪ‬، ‫ وﻻ ﻓﺮق ﻓﻲ ﺧﺮوج اﻟﺮﻳﺢ ﺑﻴﻦ ﻗﺒﻞ اﻟﻤﺮأة واﻟﺮﺟﻞ ودﺑﺮﻫﻤﺎ‬، ‫ﻓﻲ ذﻟﻚ ﺑﻴﻦ اﻟﻨﺎدر واﻟﻤﻌﺘﺎد‬
‫ وﻫﻮ‬، ‫ وﻳﺘﺼﻮر ﺧﺮوج اﻟﺮﻳﺢ ﻣﻦ ﻗﺒﻞ اﻟﺮﺟﻞ إذا ﻛﺎن آدر‬: ‫ ﻗﺎل أﺻﺤﺎﺑﻨﺎ‬، ‫ واﺗﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ اﻷﺻﺤﺎب‬، ‫اﷲ ﻓﻲ اﻷم‬
. ‫ اﻧﺘﻬﻰ‬. ‫ وﻛﻞ ﻫﺬا ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻲ ﻣﺬﻫﺒﻨﺎ‬، ‫ﻋﻈﻴﻢ اﻟﺨﺼﻴﻴﻦ‬
‫وإن ﻛﺎﻧﺖ اﻟﺮاﺋﺤﺔ اﻟﻤﺬﻛﻮرة ﻻ ﻋﻼﻗﺔ ﻟﻬﺎ ﺑﺎﻟﺮﻳﺢ اﻟﻨﺎﻗﻀﺔ ﻟﻠﻮﺿﻮء ﻓﻼ ﻳﺘﺮﺗﺐ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻧﻘﺾ ﻟﻠﻮﺿﻮء وﻻ ﺗﻤﻨﻊ اﻟﺼ ﻼة‬
. ‫ واﺣﺮص ﻋﻠﻰ اﻟﻨﻈﺎﻓﺔ داﺋﻤﺎ ﻷن اﻹﺳﻼم ﻳﺤﺚ ﻋﻠﻴﻬﺎ‬,‫وﻻ ﺗﺒﻄﻠﻬﺎ‬
‫ وراﺟﻊ‬، ‫إﺿﺎﻓﺔ إﻟﻰ اﺳﺘﻌﻤﺎل اﻟﻄﻴﺐ داﺋﻤﺎ اﻗﺘﺪاء ﺑﺎﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻓﺈﻧﻪﻛﺎن ﻳﺤﺒﻪ وﻳﺤﺚ ﻋﻠﻰ اﺳﺘﻌﻤﺎﻟﻪ‬
. ‫ وﻻ ﺑﺄس ﺑﻌﺮض ﺣﺎﻟﺘﻚ ﻋﻠﻰ ﻃﺒﻴﺐ ﻣﺨﺘﺺ ﻓﻲ ﻫﺬا اﻟﻤﺠﺎل‬. 50154 : ‫اﻟﻤﺰﻳ ﺪ ﻓﻲ اﻟﻔﺘﻮى رﻗﻢ‬
. ‫واﷲ أﻋﻠﻢ‬
‫ﻋﺒﺪاﷲ اﻟﻔﻘﻴﻪ‬.‫ ﻣﺮﻛﺰ اﻟﻔﺘﻮى ﺑﺈﺷﺮاف د‬:‫اﻟﻤﻔﺘﻲ‬
“Soal : saya yakni terhadap angin yang keluar dari kemaluan, karenanya aku
khaw atir terhadap sholatku, apakah hal tersebut diperbolehkan dalam sholat?
Jawab : Segala puji bagi Allah, Sholawat dan salam terlimpahkan kepada
Rasulullah, keluarganya dan para sahabatnya. Amma Ba’du :
Jika angin yang engkau dapati muncul dari angin yang ia merupakan pembatal
w udhu, maka masalahnya adalah telah terjadi perselisihan pendapat dikalangan
ulama, apakah wudhu pada keadaan ini batal atau tidak?
Menurut Malikiyyah dan Hanafiyyah, hal ini tidak membatalkan w udhu. Berkata
Al Muw afir dalam “At-Taaj wal Ikliil dan beliau dari madzhab Maliki : ‘demikian
juga angin yang keluar dari kemaluan, maka tidak ada wudhu padanya,
menurut Malik dan Abu Hanifah, hal ini seperti kerikil (keluar ketika kencing
batu-pent.) berbeda dengan (pendapatnya) Syafi’I, selesai.
Dalam “Al Mabsuut” tulisan As-Sarkhosiy dari kalangan Hanafiy : ‘keluarnya
angin dari kemaluan, telah diriw ayatkan dari Muhammad bahw a ia adalah
hadats, karena keluarnya dari tempat najis. Adapun umumnya guru-guru kami
berkata, hal tersebut bukan hadats, ia hanyalah getaran, maka tidak
membatalkan wudhu’. Selesai.
Menurut Hanabilah, jika yakin keluarnya angin dari kemaluan, membatalkan
w udhu, Ibnu Qudamah ulama hambali dalam “Al Mughni” berkata : ‘Al Qodhi
berkata : ‘keluarnya angin dari kemaluan laki-laki dan w anit a membatalkan
w udhu. Ibnu ‘Uqol berkata : ‘mungkin yang samar dalam madzhab kami
tentang angin yang keluar dari kemaluan , bahwa hal tersebut tidak

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 202


membatalkan wudhu, karena kandung kencing/kemih tidak memiliki saluran ke
perut. Sahabat-sahabat kami tidak menganggapnya sebagai perut, sehingga
tidak batal puasa dengan memberikan obat lew at lubang darinya, kami tidak
mengetahui angin tersebut benar-benar ada, kami tidak mengetahui hal
tersebut terjadi pada diri seorang pun. Dikatakan, sesungguhnya hal tersebut
diketahui adanya angin yang keluar tersebut, yang mana seseorang akan
merasa pada kemaluannya ada aliran udara. Ini tid ak benar, oleh karena hal ini
tidak menghasilkan keyakinan, sedangkan kesucian tidak dapat dibatalkan
dengan keragu-raguan, jika ditetapkan adanya angin tersebut secara yakin,
maka dapat membatalkan kesucian, karena ia keluar dari salah satu 2 lubang,
maka ia membatalkan wudhu dikiaskan dengan hal-hal lainnya yang keluar
(dari 2 lubang tersebut).
Adapun Syafi’iyyah, maka wudhu batal menurut mereka pada kondisi in i.
Naw aw i berkata dalam “Al Majmu’” : ‘maka sesuatu yang keluar dari kemaluan
laki-laki dan perempuan atau dari pantatnya, membatalkan wudhu, sama saja
apakah berupa tahi, air kencing, angin, cacing, nanah, darah, kerikil, atau
selainnya dan tidak ada perbedaan antara sedikit atau banyak, tidak ada
perbedaan keluarnya angin antara kemaluan laki-laki dan w anita dengan yang
keluar dari dubur, ini adalah ucapan Imam Syafi’I dalam “Al Umm”, yang
disepakati oleh sahabat-sahabat kami. Sahabat kami berkata : ‘deskripsi
keluarnya angin dari kemaluan laki-laki adalah jika keluar dari Aadar yaitu
tulang pada dua pinggang, semua ini disepakati dalam madzhab kami’. Selasai.
Jika angin yang disebutkan diatas tidak berkaitan dengan angin (kentut) yang
membatalkan wudhu, maka hal tersebut tidak menyebabkan batal wudhunya
dan tidak terhalangi untuk mengerjakan sholat dan tidak juga membatalkannya,
bersungguh-sungguhlah menjaga kebersihan sela lu, karena Islam
menganjurkan hal tersebut.
Kebersihan dengan menggunakan pewangi senantiasa mengikuti Nabi
Sholallahu 'Alaih i w a Salam, karena Beliau mencintai menyukai dan
menganjurkan menggunakannya. Rujuklah untuk tambahan pengetahuan fatw a
no. 50154. Tidak mengapa enggan untuk menggunakan parfum dikhususkan
pada kondisi ini. W allohu A’lam”.

Kesimpula nnya, angin yang keluar dari kemaluan laki-laki dan


wanita tidak membatalkan w udhu, karena tidak didapatkan dalil
dalam syariat yang menganggapnya sebagai hadats atau sebagai
pembatal w udhu.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 203


8). Ragu-ragu apakah w udhunya telah batal
Yakni jika seseorang dalam kondisi yakin telah berw udhu, kemudian
timbul keraguan pada dirinya, apakah telah keluar sesuatu atau
tidak, biasanya kentut pada dirinya, apakah keragu-raguanny tadi
dapat membatalkan w udhu?, Jaw ab : kami akan menyerahkannya
kepada Imam Naw awi dalam “Syarah Shahih Muslim” :
‫ ْاﻷَ ْﺷ ﻴَﺎء ﻳُ ْﺤ َﻜ ﻢ ﺑِﺒَـﻘَﺎﺋِ َﻬﺎ َﻋﻠَﻰ‬‫ َوِﻫ َﻲ أَن‬، ‫ﻴﻤﺔ ِﻣ ْﻦ ﻗـَ َﻮاﻋِ ﺪ ا ﻟْﻔِْﻘﻪ‬ِ ِ
َ ‫ُﺻﻮل ْاﻹ ْﺳ َﻼم َوﻗَﺎﻋ َﺪة َﻋﻈ‬
ِ ُ ‫َﺻ ﻞ ِﻣ ْﻦ أ‬ ْ ‫ْﺤ ﺪ ﻳﺚ أ‬
ِ ‫وﻫ َﺬا ا ﻟ‬
َ ََ
‫ْﺤ ﺪِﻳﺚ‬ ِ ِ
َ ‫ﺘﻲ َو َردَ ﻓ َﻴﻬﺎ ا ﻟ‬‫ﻚ َﻣ ْﺴﺄَﻟَﺔ ا ﻟْﺒَﺎب ا ﻟ‬
ِ ِ
َ ‫ ﻓَﻤ ْﻦ ذَ ﻟ‬. ‫ﺎ رِئ ﻋَﻠَﻴْـَﻬ ﺎ‬‫ﻚ اﻟﻄ‬ ّ ‫ َوَﻻ ﻳَﻀُّﺮ اﻟ ﺸ‬. ‫ﻚ‬ ِ ِ
َ ‫ ﻦ ﺧ َﻼف ذَ ﻟ‬‫ﻰ ﻳُـﺘَـﻴَـﻘ‬‫ﻮﻟﻬﺎ َﺣﺘ‬ َ ‫ُﺻ‬ ُ ‫أ‬
‫ﻚ ﻓِ ﻲ ﻧـَْﻔﺲ‬
ّ ‫ﺼ ﻮل َﻫ َﺬا اﻟﺸ‬ ُ ‫ َوَﻻ ﻓـَ ْﺮق ﺑَـﻴْﻦ ُﺣ‬، ‫ﺎرة‬
ِِ ِ ِ
َ ‫َﻬ‬‫ْﺤ َﺪث ُﺣ ﻜ َﻢ ﺑﺒَـﻘَﺎﺋﻪ ﻋَﻠَﻰ اﻟﻄ‬ َ ‫ﻚ ﻓﻲ اﻟ‬
ِ  َ‫ﻬ ﺎرة وﺷ‬‫ ﻦ اﻟﻄ‬‫ ﻣﻦ ﺗـَﻴـﻘ‬‫وِﻫﻲ أَن‬
َ َ َ َ َ َْ َ َ
- ‫ َو ُﺣﻜِ َﻲ َﻋ ْﻦ َﻣﺎﻟِﻚ‬. ‫ْﺨ ﻠَﻒ‬ ِ ِ
َ ‫ﻠَﻒ َوا ﻟ‬‫ْﻫﺒﻨَﺎ َوَﻣ ْﺬ َﻫﺐ َﺟ َﻤﺎﻫﻴﺮ ا ﻟ ُْﻌﻠَ َﻤﺎء ﻣ ْﻦ اﻟ ﺴ‬ َ‫ َﻫ َﺬا َﻣ ﺬ‬. ‫ َﻼة‬‫ﺼﻮﻟﻪ َﺧﺎ رِج اﻟ ﺼ‬ ُ ‫ َو ُﺣ‬، ‫ َﻼة‬‫اﻟ ﺼ‬
‫ َوَﻻ ﻳَـﻠ َْﺰُﻣ ُﻪ إِ ْن َﻛﺎنَ ﻓِ ﻲ‬، ‫ َﻼة‬‫ﻜ ُﻪ َﺧﺎ رِج اﻟ ﺼ‬ َ‫ﻣﻪ ا ﻟ ُْﻮﺿُﻮء إِ ْن َﻛﺎنَ ﺷ‬ ِ ِ ِ
ُ ‫ﻪ ﻳَـﻠ َْﺰ‬ُ ‫ إ ْﺣ َﺪ ُاﻫ َﻤﺎ أَﻧ‬: ‫ رَِوا ﻳَـﺘَﺎن‬- ‫ﻪ ﺗـَ َﻌﺎﻟَ ﻰ‬‫َرﺣَﻤ ُﻪ اﻟﻠ‬
‫ﺼ ﺮِ ّي َوُﻫَﻮ َو ْﺟﻪ ﺷَﺎذّ َﻣ ْﺤ ﻜِ ّﻲ ﻋَ ْﻦ ﺑَـ ْﻌﺾ‬
ْ َ‫ﺴﻦ ا ﻟْﺒ‬
َ ‫ْﺤ‬ ْ َ‫ َو ُﺣﻜِ ﻴ‬، ‫ﺎل‬
َ ‫ﺮَوا ﻳَﺔ ْاﻷُوﻟَ ﻰ ﻋَ ْﻦ ا ﻟ‬ ‫ﺖ اﻟ‬ ٍ ‫ َﺣ‬‫ﺎﻧِﻴَﺔ ﻳَـﻠ َْﺰُﻣ ُﻪ ﺑِ ُﻜﻞ‬‫ واﻟﺜ‬، ‫ َﻼة‬‫اﻟ ﺼ‬
َ
، ‫ْﺤ َﺪ ث َو َﻋ َﺪ ﻣﻪ‬ ِ ِ َ ‫ﻚ ﺑـﻴﻦ أَ ْن ﻳ ﺴﺘﻮِي ِاﻻﺣ ﺘِﻤ‬
َ ‫ﺎﻻن ﻓ ﻲ ُوﻗُﻮع ا ﻟ‬ َ ْ َْ َ
ِ
ْ َ ّ ‫ َوَﻻ ﻓـَ ْﺮق ﻓ ﻲ اﻟ ﺸ‬: ‫ﺤﺎﺑﻨَﺎ‬ َ ‫َﺻ‬ َ َ‫ﺸ ْﻲ ءٍ ﻗ‬
ْ ‫ﺎل أ‬ َ ِ‫ﺲ ﺑ‬ َ ‫ َوﻟَْﻴ‬، ‫َﺻ َﺤﺎﺑﻨَﺎ‬ ْ ‫أ‬
‫ َﺣﺎل‬‫ ﻓَ َﻼ ُوﺿُﻮء ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺑِ ُﻜﻞ‬، ‫ أ َْو ﻳَـﻐْﻠِ ﺐ ﻋَﻠَﻰ ﻇَﻨّﻪ‬، ‫ﺪﻫﻤﺎ‬ َ ‫َﺣ‬ َ ‫ﺟ ﺢ أ‬ ‫أ َْو ﻳَـﺘَـَﺮ‬
”hadits ini merupakan pokok dari pokok-pokok Islam dan kaedah besar dalam
kaedah Fiqihiyah, yaitu bahwa segala sesuatu dihukumi tetap atas asalnya
sampai secara yakin menyelisih i hal tersebut, tidak memudhorotkan keraguan
yang timbul darinya. Termasuk dalam masalah ini yang datang padanya hadits
bahw a orang yang yakin telah berw udhu, lalu timbul keraguan terjadinya
hadats pada dirinya, maka hukumnya tetap diatas kesucian, tidak ada
perbedaan munculnya keraguan didalam sholat ataukah diluar sholat. Ini adalah
madzhab kami dan madzhab mayoritas ulama baik dari salaf maupun kholaf.
Diceritakan dari Malik 2 riw ayat, riw ayat pertama mengharuskan wudhu jika
keraguan terjadi diluar sholat, namun tidak mengharuskan jika didalam sholat,
yang kedua mengharuskan w udhu pada semua keadaan. Diceritakan juga
riwayat yang pertama dari Al Hasan Al Bashri dan ini adalah sisi yang ganjil
yang dikisahkan dari sebagian madzhab kami, tidak ada apa-apanya.
sahabat kami berkata : ‘tidak ada perbedaan terhadap keraguan antara hal
yang sama dari 2 kemungkinan pada saat terjadinya hadats dan tidak terjadi
atau terajihkan salah satunya atau kuat dugaan salah satunya, maka tidak
harus berw udhu pada seluruh kondisi tersebut”.

Hujjah yang digunakan jumhur ulama adalah hadist berikut :


1. Hadits Abdullah bin Zaid Rodhiyallahu 'Anhu, bahwa ia berkata :

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 204


َ ‫ ﻓـَ َﻘ‬، ِ‫ َﻼة‬‫ﻲ َء ﻓِ ﻲ اﻟﺼ‬
‫ َﻻ‬: ‫ﺎل‬ ِ ِ  ِ   َ ‫ﻲ‬ ِ‫ﺒ‬‫ُﺷﻜِ ﻲ إﻟَﻰ اﻟﻨ‬
ْ ‫ ُﻪ ﻳَﺠ ُﺪ اﻟﺸ‬‫ ُﻞ إﻟَْﻴﻪ أَﻧ‬‫ﺮ ُﺟ ُﻞ ﻳُ َﺨﻴ‬ ‫ﺻﻠ ﻰ اﻟﻠ ُﻪ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ َﻢ اﻟ‬ َ
ِ
ً ِ‫ﺻ ْﻮﺗًﺎ أ َْو ﻳَﺠ َﺪ ر‬
‫ﻳﺤ ﺎ‬ ُ ِ‫ﺼ ﺮ‬
َ ‫ﻰ ﻳَ ْﺴ َﻤ َﻊ‬‫ف َﺣﺘ‬ َ ْ‫ﻳَـﻨ‬
“dilaporkan kepada Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Salam seorang yang terbayang
bahwa ia mendapatkan sesuatu dalam sholat, maka Nabi Sholallahu 'Alaihi wa
Salam bersabda : “jangan berpaling! Sampai ia mende ngar suara atau mencium
baunya” (HR. Jama’ah kecuali Tirmidzi).
2. Hadits Abu Huroiroh Rodhiyallahu 'Anhu, bahwa Nabi Sholallahu
'Alaihi w a Salam bersabda :
‫ ﻰ‬‫َﺣ ُﺪ ُﻛ ْﻢ ﻓِ ﻲ ﺑَﻄْﻨِﻪِ َﺷ ْﻴًﺌﺎ ﻓَﺄَ ْﺷ َﻜ َﻞ َﻋﻠَْﻴﻪِ أَ َﺧ َﺮ َج ِﻣ ْﻨ ُﻪ َﺷ ْﻲ ٌء أ َْم َﻻ ﻓَ َﻼ ﻳَ ْﺨ ُﺮ ْج ِﻣ ْﻦ اﻟ َْﻤ ْﺴ ِﺠ ِﺪ َﺣﺘ‬
َ ‫إ ذَا َو َﺟ َﺪ أ‬
ِ
ً ِ‫ﺻ ْﻮﺗًﺎ أ َْو ﻳَﺠ َﺪ ر‬
‫ﻳﺤ ﺎ‬ َ ‫ﻳَ ْﺴ َﻤ َﻊ‬
“Jika seorang mendapatkan se suatu didalam perutnya, lalu terbayang telah keluar
sesuatu atau tidak darinya, maka janganlah keluar dari masjid sampai mendengar
suara atau mencium baunya” (HR. Muslim dan Tirmidzi).

6). Sekalipun point-point yang disebutkan sebagai sesuatu yang tidak


rajih/marjuh dapat membatalkan w udhu, namun demi keluar dari
perselisihan yang terjadi, maka dianjurkan baginya berwudhu jika
memungkinkan. Karena memperbaharui w udhu sendiri merupakan
amalan yang dianjurkan. Nabi Sholallahu 'Alaihi w a Salam bersabda :
ٍ ‫ َﻷَﻣ ﺮﺗـ ﻬ ﻢ ِﻋﻨﺪ ُﻛ ﻞ ﺻ َﻼةٍ ﺑِﻮﺿ‬،‫ﻣﺘِ ﻲ‬ ُ‫ﻖ ﻋ َﻠﻰ أ‬ ‫ﻟَﻮَﻻ أَ ْن أَﺷ‬
‫ﻮء‬ ُ ُ َ  َ ْ ْ ُ ُْ َ َ ُ ْ
“Sekiranya tidak memberatkan umatku, niscaya aku akan perintahkan mereka setiap
sholat untuk berwudhu” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Imam Al Albani).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 205


ِ‫ﺻ‬
ُ‫ﺎﺣَﺒﻪ‬  ‫اﻟﺮ ُﺟ ِﻞ ﻳـَُﻮ‬
َ ‫ﺿ ُﺊ‬  ‫ ﺑﺎب‬- 35
Bab 35 Seseorang yang Mewudhukan Temannya

Penjelasan :

Yakni berkaitan dengan hukum seseorang memberikan bantuan


kepada temannya ketika berwudhu.

Berkata Imam Bukhori :


ٍ ْ‫ﻮﺳ ﻰ ﺑْ ِﻦ ُﻋ ْﻘَﺒ َﺔ َﻋ ْﻦ ُﻛ َﺮﻳ‬
‫ﺐ َﻣ ْﻮﻟَﻰ اﺑْ ِﻦ‬ َ َ‫ﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﺳﻼٍَم ﻗ‬ ‫ﺪ ﺛَﻨِ ﻰ ُﻣ َﺤ‬ ‫ َﺣ‬- 181
َ ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ ﻳَﺰِﻳ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﻫ ُﺎرو َن َﻋ ْﻦ ﻳَ ْﺤَﻴ ﻰ َﻋ ْﻦ ُﻣ‬
ِ ‫ﻌ‬ ِ َ‫ﻤﺎ أَﻓ‬ َ‫ ﻟ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َ ‫ن َر ُﺳ‬ َ‫ﺎﻣﺔَ ﺑْ ِﻦ َزﻳْ ٍﺪ أ‬
،‫ﺐ‬ ْ ‫ﺎض ﻣ ْﻦ َﻋ َﺮﻓَﺔَ َﻋ َﺪ َل إِﻟَﻰ اﻟﺸ‬ َ َ ‫ُﺳ‬ ٍ ‫َﻋﺒ‬
َ ‫ﺎس َﻋ ْﻦ أ‬
‫ ﻰ‬‫ﺼﻠ‬ َ ‫ ﻰ ﻓـَ َﻘ‬‫ﺼﻠ‬ ِ َ ‫ﺖ ﻳﺎ رﺳ‬ ِ  ‫ﺖ أَﺻ‬ ٍ
َ ‫ﺎل » اﻟ ُْﻤ‬ َ ُ‫ﻪ أَﺗ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ُ َ َ ُ ْ‫ﺄُ ﻓـَﻘُﻠ‬‫ﺐ َﻋﻠَْﻴﻪ َوﻳَـﺘَـ َﻮ ﺿ‬ ُ ُ ْ‫ﺎﻣﺔُ ﺑْ ُﻦ َزﻳْﺪ ﻓَ َﺠ َﻌﻠ‬
َ ‫ُﺳ‬
َ ‫ﺎل أ‬
َ َ‫ ﻗ‬. ‫ﺎﺟَﺘ ُﻪ‬
َ ‫ﻀ ﻰ َﺣ‬
َ َ‫ﻓـَﻘ‬
«‫ﻚ‬َ ‫أ ََﻣ َﺎﻣ‬
48). Hadits no. 181
“Haddatsanii Muhammad bin Salaam ia berkata, akhbaronaa Yazid bin Haaruun dari Yahya
dari Musa bin ‘Uqbah dari Kuroib maula Ibnu ‘Abbaas dari ‘Usaamah bin Zaid Rodhiyallahu
'Anhu bahwa Rasulullah Sholallahu 'Alaihi wa Salam ketika berangkat dari Arofah, Beliau
menuju celah bukit, lalu menunaikan hajatnya. Usaamah bin Zaid Rodhiyallahu 'Anhu
berkata : ‘aku yang mengguyurkan air, lalu Beliau Sholallahu 'A laihi wa Salam berwudhu,
aku bertanya kepada Beliau : ‘engkau akan sholat?’, Beliau menjawab : “sholat didepanmu”.
HR. Muslim no. 3160

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu biografinya sebelumnya :

1. Muhammad bin Salaam pada hadits no. 20


2. Yazid bin Haarun pada hadits no. 149
3. Yahya adalah Ibnu Sa’id Al Anshoriy pada hadits no. 1
4. Musa bin ‘Uqbah pada no. 139
5. Kuroib pada hadits no. 138
6. Usaamah bin Zaid Rodhiyallahu 'Anhu pada hadits no. 139

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 206


Berkata Imam Bukhori :
‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧِﻰ َﺳ ْﻌ ُﺪ ﺑْ ُﻦ‬
َ َ‫ﺖ ﻳَ ْﺤَﻴ ﻰ ﺑْ َﻦ َﺳﻌِﻴ ٍﺪ ﻗ‬
ُ ‫ﺎل َﺳ ِﻤ ْﻌ‬َ َ‫ﺎب ﻗ‬ َ َ‫ﻰ ﻗ‬ ِ‫ﺪ ﺛـََﻨﺎ َﻋ ْﻤ ُﺮو ﺑْ ُﻦ َﻋﻠ‬ ‫ َﺣ‬- 182
ِ ‫ﻫ‬‫ﺪ ﺛـََﻨﺎ َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟ َْﻮ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
‫ ُﻪ‬‫ﻴﺮةِ ﺑْ ِﻦ ُﺷ ْﻌَﺒ ﺔَ أَﻧ‬ ِ ُ ‫ﻴﺮةِ ﺑْ ِﻦ ُﺷ ْﻌَﺒ ﺔَ ﻳُ َﺤﺪ‬
َ ‫ث ﻋَ ِﻦ اﻟ ُْﻤﻐ‬
ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫إِﺑْـ َﺮاﻫ‬
َ ‫ ُﻪ َﺳﻤ َﻊ ﻋُ ْﺮَوةَ ﺑْ َﻦ اﻟ ُْﻤﻐ‬‫ن ﻧَﺎﻓ َﻊ ﺑْ َﻦ ُﺟﺒَـْﻴ ﺮِ ﺑْ ِﻦ ُﻣﻄْﻌ ٍﻢ أَﺧْﺒَـ َﺮﻩُ أَﻧ‬ َ‫ﻴﻢ أ‬
‫ﺎء‬  ُ‫ن ُﻣﻐِ َﻴﺮةَ َﺟﻌَ َﻞ ﻳَﺼ‬ َ‫ َوأ‬، ُ‫ﺎﺟﺔٍ ﻟَﻪ‬
َ ‫ﺐ اﻟ َْﻤ‬ َ ‫ﺐ ﻟ َﺤ‬
ِ ‫ﻪُ ذَ َﻫ‬‫ وأَﻧ‬، ٍ‫ ﻓِ ﻰ ﺳ َﻔ ﺮ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
َ َ َ ِ ‫َﻛﺎ َن َﻣ َﻊ َر ُﺳ‬
‫ ْﻴ ِﻦ‬‫ْﺳﻪِ َو َﻣ َﺴ َﺢ َﻋ َﻠﻰ اﻟْ ُﺨﻔ‬
ِ ‫ ﻓَـﻐَﺴ ﻞ وﺟ ﻬﻪ وﻳ َﺪﻳ ﻪِ وﻣﺴﺢ ﺑِﺮأ‬، ُ‫ﺄ‬‫ وﻫﻮ ﻳـﺘـﻮ ﺿ‬، ِ‫َﻋ َﻠﻴﻪ‬
َ َ َ َ َ ْ ََ ُ َ ْ َ َ َ َ ََ َ ُ َ ْ
49). Hadits no. 182
“Haddatsanaa ‘amr bin Ali ia berkata, haddatsanaa Abdul Wahhaab ia berkata, aku
mendengar Yahya bin Sa’id berkata, akhbaronii Sa’ad bin Ibrohim bahwa Naafi’ bin Jubair
bin Muth’im bahwa ia mengabarinya bahwa ia mendengar ‘Urwah ibnul M ughiiroh bin
Syu’bah menghaditskan dari Al Mughiroh bin Syu’bah Rodhiyallahu 'A nhu bahwa ia bersama
Rasulullah Sholallahu 'Alaihi wa Salam dalam sebuah safar, lalu Beliau pergi buang hajat.
Mughiroh yang menuangkan air kepada Be liau, lalu Beliau berwudhu, mencuci wajahnya,
kedua tangannya dan mengusap kepalanya dan kedua khufnya”.
HR. Muslim no. 979

Penjelasan biografi perowi hadits :

1. Nama :Abu Hafsh Al Fallaas ‘Amr bin Ali bin Bahr


Kelahiran :Wafat 249 H di ‘Askar
Negeri tinggal :Bashroh
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Nasa’I, Imam Daruquthniy dan
Imam Ibnu Hibban. Imam Abu Hatim menilainya,
shoduq.
Hubungan Rowi : Abdul Wahhaab adalah salah seorang gurunya dan
tinggal senegeri dengannya sebagaimana ditulis oleh
Imam Al Mizzi.

2. Abdul Wahhaab Ats-Tsaqofiy pada hadits no. 16


3. Yahya bin Sa’id Al Anshoriy pada hadits no. 1

4. Nama : Abu Ishaaq Sa’ad bin Ibrohim bin Abdur Rokhman bin
‘Auf
Kelahiran : Wafat 125 H atau setelahnya
Negeri tinggal : Madinah

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 207


Komentar ulama : Tabi’I shoghir. Ditsiqohkan oleh Imam Ahmad, Imam
Ibnu Ma’in, Imam Abu Hatim, Imam Ibnu Sa’ad, Imam
Nasa’I, Imam Al’ijli dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Naafi’ bin Jubair adalah salah seorang gurunya dan
tinggal senegeri dengannya sebagaimana ditulis oleh
Imam Al Mizzi.

5. Nama :Abu Muhammad Naafi’ bin Jubair bin Muth’im


Kelahiran :Wafat 99 H di Madinah
Negeri tinggal :Madinah
Komentar ulama : Tabi’I wasith. Ditsiqohkan oleh Imam Abu Zur’ah, Imam
Imam Al’ijli dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : ‘Urwah adalah salah seorang gurunya sebagaimana
ditulis oleh Imam Al Mizzi.

6. Nama : Abu Ya’fuur Urwah ibnul Mughiroh bin Syu’bah


Kelahiran : Wafat > 90 H
Negeri tinggal : Kufah
Komentar ulama : Tabi’I wasith. Ditsiqohkan oleh Imam Al’ijli dan Imam
Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Al Mughiiroh Rodhiyallahu 'Anhu adalah Bapaknya dan
kelaigus salah seorang gurunya dan tinggal senegeri
dengannya sebagaimana ditulis oleh Imam Al Mizzi.

7. Al Mughiiroh bin Syu’bah Rodhiyallahu 'Anhu pada hadits no. 58

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Hadits ini dalil diperbolehkannya seseorang memberikan bantuan
menuangkan air wudhu kepada rekannya.
2. Al Hafidz dalam “Al Fath” menukil dari Imam Nawawi berkaitan dengan
hal ini, kata Imam Naw awi :
‫ﺎﻧِ ﻲ‬‫ اﻟﺜ‬: ‫ﺎل‬
َ َ‫ ﻗ‬. ‫اﻷﻓْ ﻀَ ﻞ ِﺧ َﻼ ﻓﻪ‬
َ ْ ‫ ﻟَﻜِ ْﻦ‬: ‫ ﻗـُﻠْﺖ‬. ‫َﺻ ًﻼ‬ ِِ
ْ ‫ َوَﻻ َﻛ َﺮ َاﻫﺔ ﻓﻴﻪ أ‬، ‫ إِ ْﺣ ﻀَﺎر ا ﻟ َْﻤﺎء‬: ‫ْﺴﺎم‬
ِ ِ ِ ‫ﺎل اﻟﻨـ‬
َ ‫ اﻻ ْﺳ ﺘ َﻌﺎﻧَﺔ ﺛَ َﻼﺛَﺔ أَﻗ‬: ‫ﻮو ّي‬ َ َ َ‫ﻗ‬
. ‫ﺎﻧِﻲ ِﺧ َﻼ ف ْاﻷَْوﻟَ ﻰ‬‫ َواﻟﺜ‬، ‫ﺪﻫﻤﺎ ﻳُﻜَْﺮﻩ‬ ِ ِ ِ ‫ اﻟﺼ‬: ‫ﺎﻟِﺚ‬‫ اﻟﺜ‬. ٍ‫ﻻ ﻟِﺤﺎ ﺟﺔ‬ِ‫ وﻫ َﺬ ا ﻣﻜْﺮوﻩ إ‬، ‫ﻣﺒﺎﺷﺮة ْاﻷَﺟ ﻨﺒِﻲ ا ﻟْﻐﺴ ﻞ‬
َ ‫ﺐ َوﻓﻴﻪ َو ْﺟَﻬ ﺎن أ ََﺣ‬
ّ َ َ ُ َ ََ ْ ُ ّ َ ْ ََ َُ
‫ َﻢ ﻓـَ َﻌﻠَُﻪ َﻻ ﻳَﻜُﻮن ِﺧ َﻼف ْاﻷَْوﻟَ ﻰ‬‫ﻪ َﻋﻠَْﻴﻪِ َو َﺳﻠ‬‫ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺻﻠ‬
َ ‫ﺒِ ّﻲ‬‫ اﻟﻨ‬‫ﺖ أَن‬ َ َ‫ﻪ إِذَ ا ﺛـَﺒ‬ُ‫ﺐ ﺑِﺄَﻧ‬
َ ‫َوﺗُـُﻌﻘ‬
“meminta tolong ada 3 jenis : 1). Menyediakan air, tidak ada kemakruhan pada
asalnya. Aku (Al Hafidz) berkata : ‘namun yang utama adalah menyelisih i hal

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 208


tersebut. 2). Secara langsung mecucikan orang Ajnabi, ini makruh kecuali ada
kepentin gan. 3). Menuangkan air padanya ada 2 sisi, yang pertama, dimakruhkan
dan yang kedua, menyelisihi yang pertama. Disanggah jika telah tetap bahw a Nabi
Sholallahu 'Alaihi w a Salam melakukannya, maka tidak menyelisihi yang pertama”.
3. Imam Ibnu Bathol dalam “Syarah Bukhori” berkata :
،‫ ﻧﻜﺮﻩ أن ﻳﺸﺮﻛﻨﺎ ﻓﻰ اﻟﻮﺿﻮء أﺣﺪ‬:‫ وﻗﺎﻻ‬،‫ أﻧﻬﻤﺎ ﻧﻬﻴﺎ أن ﻳﺴﺘﻘﻰ ﻟﻬﻤﺎ اﻟﻤﺎء ﻟﻮﺿﻮﺋﻬﻤﺎ‬،‫ وﻋﻠﻰ‬،‫اﻟﺒﺎب رد ﻟﻤﺎ روى ﻋﻦ ﻋﻤﺮ‬
‫ أو‬،‫ ﻣﺎ أﺑﺎﻟﻰ أﻋﺎﻧﻨﻰ رﺟﻞ ﻋﻠﻰ ﻃﻬﻮرى‬:‫ وﻟﻤﺎ روى ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ أﻧﻪ ﻗﺎل‬،- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ،‫وروﻳﺎ ذﻟ ﻚ ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻰ‬
.‫ﻋﻠﻰ رﻛﻮﻋ ﻰ وﺳﺠﻮدى‬
‫وﻫ ﺬا ﻛﻠﻪ ﻣﺮدود ﺑﺂﺛﺎ ر ﻫ ﺬا اﻟﺒﺎب‬
“Bab ini adalah bantahan terhadap apa yang diriwayatkan dari Umar dan Ali
Rodhiyallahu 'A nhuma, bahwa keduanya melarang memberikan air untuk digunakan
berw udhu. Mereka berdua berkata : ‘kami membenci untuk bersekutu bersama kami
dalam berw udhu dengan seorang pun, Diriiw ayatkan hal seperti ini kepada kami dari
Nabi Sholallahu 'Alaihi w a Salam’.
Dan terhadap apa yang diriw ayatkan dari Ibnu Umar Rodhiyallahu 'Anhu bahw a ia
berkata : ‘aku tidak perduli seseorang membantuku dalam aku bersuci, atau ruku’ku
dan sujudku’.
Ini semua adalah tertolak dengan atsar pada bab ini”.
4. Kemudian Imam Ibnu Bathol melanjutkan lagi :
‫ ﺣﻴﻦ ﺳﺄﻟﻪ ﻋﻦ اﻟﻤﺮأ ﺗﻴﻦ‬،‫ وﻗﺪ ﺻﺢ ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ أن اﺑﻦ ﻋﺒﺎس ﺻﺐ ﻋﻠﻰ ﻳﺪى ﻋﻤﺮ اﻟﻮﺿﻮء ﺑﻄﺮﻳﻖ ﻣﻜﺔ‬:‫ﻗﺎل اﻟﻄﺒﺮى‬
‫ ﻋﻦ أﺑﻰ‬،‫ وروى ﺷﻌﺒﺔ‬،‫ وﺛﺒﺖ ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﺧﻼف ﻣﺎ ذُﻛﺮ ﻋﻨﻪ‬،- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫اﻟﻠﺘﻴﻦ ﺗﻈﺎﻫﺮﺗﺎ ﻋﻠﻰ رﺳﻮل اﷲ‬
‫ ﻷن راوﻳﻪ‬،‫ وﻫﺬا أﺻﺢ ﻣﻤﺎ ﺧﺎﻟﻔﻪ ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ‬.‫ ﻓﻴﻐﺴﻞ رﺟﻠﻴﻪ‬،‫ ﻋﻦ ﻣﺠﺎﻫﺪ أﻧﻪ ﻛﺎن ﻳﺴ ﻜﺐ ﻋﻠﻰ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ اﻟﻤﺎء‬،‫ﺑﺸﻴﺮ‬
.‫ وﻫﻮ ﻣﺠﻬﻮل‬،‫أﻳﻔﻊ‬
‫ ﻓﻼ‬،‫ وﻫﻤﺎ ﻏﻴﺮ ﺣﺠﺔ ﻓﻰ اﻟﺪﻳﻦ‬،‫ ﻋﻦ ﻋﻠﻰ‬،‫ ﻋﻦ أﺑﻰ اﻟﺠﻨﻮب‬،‫ ﻷن راوﻳﻪ اﻟﻨﻀﺮ ﺑﻦ ﻣﻴﻤﻮن‬،‫واﻟﺤﺪﻳﺚ ﻋﻦ ﻋﻠﻰ ﻻ ﻳﺼﺢ‬
‫ وﻟﻮ ﺻﺢ ذﻟ ﻚ ﻋﻦ ﻋﻤﺮ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﺑﺎﻟﺬى ﻳﺒﻴﺢ ﻻﺑﻦ ﻋﺒﺎس ﺻﺐ اﻟﻤﺎء ﻋﻠﻰ ﻳﺪﻳﻪ ﻟﻠﻮﺿﻮء إذ ذاك أﻗﺮب‬،‫ﻳﻌﺘﺪ ﺑﻨﻘﻠﻬﻤﺎ‬
،‫ وﻣﺤﺎل أن ﻳﻤﻨﻊ ﻋﻤﺮ اﺳﺘﻘﺎء اﻟﻤﺎء ﻟﻪ وﻳﺒﻴﺢ ﺻﺐ اﻟﻤﺎء ﻋﻠﻴﻪ ﻟﻠﻮﺿﻮء ﻣﻊ ﺳﻤﺎﻋﻪ ﻣﻦ اﻟﻨﺒﻰ‬،‫ﻟﻠﻤﻌﻮﻧﺔ ﻣﻦ اﺳﺘﻘﺎء اﻟﻤﺎء ﻟﻪ‬
.‫ اﻟﻜﺮاﻫﻴﺔ ﻟﺬﻟﻚ‬،- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬-
‫ وﻓﻌﻠﻪ‬،‫ رأﻳﺖ ﻋﺜﻤﺎن أﻣﻴﺮ اﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻳﺼﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻦ إﺑﺮﻳﻖ‬:‫ ﻗﺎل اﻟﺤﺴﻦ‬،‫وﻣﻤﻦ ﻛﺎن ﻳﺴﺘﻌﻴﻦ ﻋﻠﻰ وﺿﻮﺋﻪ ﺑﻐﻴﺮﻩ ﻣﻦ اﻟﺴﻠﻒ‬
.‫ ﻻ ﺑﺄس ﻟﻠﻤﺮﻳ ﺾ أن ﺗﻮﺿﺌﻪ اﻟﺤﺎﺋﺾ‬:‫ وﻗﺎل أﺑﻮ اﻟﻀﺤﻰ‬،‫ واﻟﻀﺤﺎك ﺑﻦ ﻣﺰاﺣ ﻢ‬،‫ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ أﺑﺰى‬
“Ath-Thobari berkata : ‘telah sah dari Ibnu Umar bahwa Ibnu Abbas menuangkan ke
tangan Umar air w udhu di jalanan Mekkah, ketika bertanya tentang 2 w anita yang
menampakkan diri kepada Rasulullah Sholallahu 'Alaihi w a Salam. Telah tetap dari
Ibnu Umar yang menyelisihi apa yang disebutkan diatas. Telah diriwayatkan Syu’bah
dari Abi Basyiir dari Mujaahid bahwa ia menuangkan air disebuah gelas kepada Ibnu

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 209


Umar Rodhiyallahu 'Anhu, lalu beliau gunakan untuk mencuci kakinya. Ini adalah
yang paling shahih dari riwayat Ibnu Umar yang menyelisihinya, karena perow i
(yang menyelisihinya) Aifa’ itu majhuul.
Hadits dari Ali tidak shahih, karenanya row inya An-Nadhor bin Maimun dari Abil
Januub dari Ali Rhodiyallahu 'Anhu. Keduanya (An Nadhor dan Abil Januub) bukan
hujjah dari agama, maka tid ak dihitung penukilan keduanya. Sekiranya hal tersebut
shahih dari Umar , tidaklah yang diperbolehkan kepada Ibnu Abbaas Rodhiyallahu
'Anhu menuangkan air kepada kedua tangannya untuk berw udhu yang mana ini
le bih dekat kepada yang diberi pertolongan dari meminta dituangkan air kepadanya,
dan kondisi yang meyebabkan Umar melarang menuangkan air kepadanya, dan
membolehkannya menuangkan air untuk berwudhu bersamaan pendengarannya
dari Nabi Sholallahu 'Alaihi wa Salam, karena hal tersebut makruh”.
5. Dengan kebolehan seorang menuangkan air wudhu kepada rekannya,
Imam Bukhori berdalil juga kebolehan seseorang untuk mewudhukan
temannya, berbeda dengan sholat, yang tidak bisa seorang menyolatkan
dalam artian menuntun gerakan sholat orang lain.
6. Imam Ibnu Bathol menukil adanya ijma tentang kebolehan seseorang
mewudhukan atau mentayamumkan seorang yang sakit atau tidak
mampu dan tidak diperbolehkan menyolatkan orang yang tidak mampu
sholat. Kata beliau :
‫ دل أن‬،‫ وﻻ ﻳﺠﻮز أن ﻳﺼﻠﻰ ﻋﻨﻪ إذا ﻟﻢ ﻳﺴﺘﻄﻊ‬،‫وﻟﻤﺎ أﺟﻤﻌﻮا أﻧﻪ ﺟﺎﺋﺰ ﻟﻠﻤﺮﻳ ﺾ أن ﻳﻮﺿﺌﻪ ﻏﻴﺮﻩ وﻳﻴﻤﻤﻪ ﻏﻴﺮﻩ إذا ﻟﻢ ﻳﺴﺘﻄﻊ‬
.‫ﺣﻜﻢ اﻟﻮﺿﻮء ﺑﺨﻼف ﺣﻜﻢ اﻟﺼﻼة‬

“Para ulama sepakat bahw a diperbolehkan kepada orang yang sakit untuk
mew udhukannya atau mentayamumkannya rekannya jika tidak mampu dan tidak
diperbolehkan menyolatkannya jika tidak mampu, menunujukkan hukum w udhu
berbeda dengan hukum sholat”.
Apa yang dikatakan oleh Imam Ibnu Bathol bahwa untuk sholat tidak
bisa disamakan dengan wudhu, karena syariat tetap menuntut seorang
Muslim melakukan sholat apapun keadaannya. Nabi Sholallahu 'Alaihi wa
Salam bersabda :
ٍ ‫َﻢ ﺗَﺴَﺘ ِﻄ ْﻊ ﻓـَ َﻌﻠَ ﻰ َﺟ ْﻨ‬
‫ﺐ‬ ِ ِ ِ ِ
ْ ‫ ﻓَِﺈ ْن ﻟ‬، ‫ﻞ ﻗَﺎﺋ ًﻤ ﺎ‬ ‫ﺻ‬
ْ ْ ‫ ﻓَﺈ ْن ﻟ‬، ‫َﻢ َﺗ ْﺴَﺘ ﻄ ْﻊ ﻓـَﻘَﺎﻋ ًﺪا‬ َ
“Sholatlah dalam keadaan berdiri, jika tidak mampu maka duduklah, jika tidak mampu
maka berbaringlah” (HR. Bukhori).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 210


ِ‫ْﺤ َﺪ ِث وﻏَ ْﻴ ِﺮﻩ‬ ِ ‫ ﺑﺎب ﻗِ َﺮ َاء ةِ اﻟْﻘُ ْﺮ‬- 36
َ َ ‫آن ﺑَـ ْﻌ َﺪ اﻟ‬
ٍ ُ‫اﻟﺮ َﺳﺎﻟ َِﺔ ﻋَ ﻠَﻰ ﻏَ ْﻴ ِﺮ وﺿ‬ ِ ْ‫ َوﺑِ َﻜ ﺘ‬، ‫ﻤ ِﺎم‬ ‫ْﺤ‬َ ‫ْس ﺑِﺎﻟ ِْﻘَﺮ َاءةِ ﻓِﻰ اﻟ‬ ِ
. ‫ﻮء‬ ُ  ‫ﺐ‬ َ ‫ﻴﻢ ﻻَ ﺑَﺄ‬ َ ‫ﻮر ﻋَ ْﻦ إِﺑْـ َﺮاﻫ‬ٌ‫ﺼ‬ ُ ْ‫ﺎل َﻣﻨ‬
َ َ‫َوﻗ‬
. ‫ﻠ ْﻢ‬ ‫ﺴ‬ َ ‫ َﻓ‬‫ َوِإﻻ‬، ‫ﻠ ْﻢ‬‫ﺴ‬ ِ
َ ُ‫ﻼ ﺗ‬ َ ‫ﻴﻢ ِإ ْن َﻛﺎ َن َﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ ِإَز ٌار َﻓ‬
َ ‫ﻤﺎ ٌد َﻋ ْﻦ ِإ ﺑـَْﺮاﻫ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ َ ‫َوَﻗ‬
Bab 36 Bacaan Al Qur’an dan selainnya setelah Hadats
Manshuur berka ta, dari Ibrohim : ‘tidak me ngapa me mbaca Al
Qur’an di kamar mandi dan menulis risalah tanpa berwudhu’.
Hammaad berka ta, dari Ibrohim : ‘jika mereka mema kai sarung
(celana), maka jawab sala mnya, jika tidak , maka janga n dijawab
salamnya’.

Penjelasan :

Yakni berkaitan dengan hukum membaca Al Qur’an pada saat tidak


dalam keadaan berw udhu, apakah diperbolehkan atau tidak? Dan juga selain
membaca Al Qur’an, seperti berzikir atau menjawab salam. Tentu yang lebih
utama adalah membaca Al Qur’an dalam kondisi berwudhu. Karena
membaca Al Qur’an adalah suatu ibadah yang utama, dan dengan kondisi
seorang yang suci akan lebih menyempurnakan ibadah tersebut.
Maka pembahasan akan kita mulai dengan masalah menyentuh
mushaf Al Qur’an, kemudian darinya bercabang masalah hukum
membacanya bagi orang yang tidak dalam keadaan suci/batal w udhunya.
Permasalahan, apakah boleh bagi orang yang tidak suci menyentuh mushaf
Al Qur’an, maka dalam hal ini ada 2 pendapat yang masyhur dari ulama :
1. Mayoritas ulama, termasuk didalamnya Imam yang 4 (yaitu Abu Hanifah,
Malik, Syafi’I dan Ahmad) tidak membolehkan bagi seorang yang tidak
suci untuk menyentuh Al Qur’an. Syaikhul Islam dalam “Majmu Fatawa”
(4/450) pernah ditanya, dengan pertanyaan berikut :
. ‫ﺿﻮءٍ أ َْم َﻻ ؟‬ ُ ‫ﻒ ﺑِﻐَْﻴﺮِ ُو‬ ِ ‫ﺼﺤ‬
َ ْ ‫ﺲ ا ﻟُْﻤ‬  ‫ﻮز َﻣ‬ ُ ‫َو ُﺳﺌِ َﻞ َﻫ ْﻞ ﻳَ ُﺠ‬
‫اب‬
ُ ‫ْﺠ َﻮ‬ َ ‫اﻟ‬
‫ُﻪ‬‫ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺻﻠ‬ ِ ُ ‫ﺬِي َﻛﺘﺒﻪ رﺳ‬‫ﺎب اﻟ‬ ِ ‫ﺎل ﻓِ ﻲ ا ﻟْﻜِﺘ‬ ِ َ‫إﻻ ﻃ‬ ‫ﻪ َﻻ ﻳﻤ ﺲ ا ﻟْﻤ ﺼﺤﻒ‬‫ﻤﺔِ ْاﻷَرﺑـﻌﺔِ أَﻧ‬ِ‫ ﻣ ْﺬﻫﺐ ْاﻷَﺋ‬: ‫ﻓَﺄَﺟﺎب‬
َ ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ُ َ ََُ َ َ َ‫ﺎﻫ ٌﺮ َﻛ َﻤﺎ ﻗ‬ َ َ ْ ُ  ََ ُ َ َ ْ ُ َ َ َ َ
ِ‫ﻪ ﻋﻠَﻴﻪ‬‫ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺒِﻲ ﺻﻠ‬‫ اﻟﻨ‬‫ﻚ أَن‬ ِْ ‫ﺎل‬ ِ ٍ ِ ِ
َُْ َ   ‫ َﻻ َﺷ‬: ‫ﺎم أ َْﺣ َﻤ ﺪ‬ ُ ‫اﻹَﻣ‬ َ َ‫ ﻗ‬. { ‫إﻻ ﻃَﺎﻫ ٌﺮ‬ ‫ﺲ ا ﻟْ ُﻘ ْﺮآ َن‬  ‫ } أَ ْن َﻻ ﻳََﻤ‬: ‫ َﻢ ﻟ َﻌْﻤ ِﺮو ْﺑ ِﻦ َﺣْﺰم‬‫َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ‬
.‫ﻒ‬ٌ ِ‫ َﺤﺎﺑَﺔِ ُﻣ َﺨﺎﻟ‬‫ َوَﻻ ﻳُـ ْﻌﻠَ ُﻢ ﻟَُﻬ َﻤﺎ َﻣ ْﻦ اﻟﺼ‬. ‫ﻪِ ْﺑ ِﻦ ُﻋ َﻤَﺮ َوﻏَْﻴﺮِِﻫ َﻤﺎ‬‫ﻲ َو َﻋْﺒ ﺪِ اﻟ ﻠ‬ ‫ﻀﺎ ﻗـَ ْﻮ ُل َﺳﻠ َْﻤﺎ َن ا ﻟْ َﻔﺎ ِرِﺳ‬
ً ‫ َﻢ َﻛﺘَﺒَُﻪ ﻟَُﻪ َوُﻫ َﻮ أ َْﻳ‬‫َو َﺳﻠ‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 211


“Soal : Apakah diperbolehkan menyentuh Mushaf tanpa berwudhu, ataukah tidak
diperbolehkan?
Jawab : Madzhabnya Imam yang 4 bahw a tidak boleh menyentuh mushaf kecuali
bagi orang yang suci, sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah buku yang ditulis
oleh Rasulullah Sholallahu 'alaihi w a Salam kepada ‘Amr bin Hazm Rodhiyallahu
anhu : “tidak boleh menyentuh Al Qur’an, kecuali orang yang suci”.
Imam Ahmad berkata : ‘tidak ragu lagi bahw a Nabi benar-benar menulis
kepadanya, ini juga adalah pendapatnya Sahabat Salmaan Al Faarisiy dan Abdullah
bin Umar Rodhiyallahu anhuma, dan tidak diketahui ada sahabat lain yang
menyelisihi mereka berdua”.
Kemudian Imam Ibnu Utsaimin dalam “Syaroh Mumti’”
menambahkan dalil lain bagi pendapatnya jumhur ulama tersebut, kata
beliau :
:‫ﺪ ﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ ذﻟﻚ‬ ‫واﻟ‬
‫ ( ﺗﻨﺰﻳﻞ ﻣﻦ رب اﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ‬79 ) ‫ ( ﻻ ﻳﻤﺴﻪ إﻻ اﻟﻤﻄﻬﺮون‬78 ) ‫ ( ﻓﻲﻛﺘﺎب ﻣﻜﻨﻮن‬77 ) ‫ إﻧﻪ ﻟﻘﺮآنﻛﺮﻳﻢ‬:‫ـ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ‬1
{ 80 - 77 :‫ ( }اﻟﻮاﻗﻌﺔ‬80 )
‫ ﺗﻨﺰﻳﻞ ﻣﻦ‬:‫ﺪ ث ﻋﻨﻪ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﻗﻮﻟﻪ‬ ‫ﺤ‬‫ اﻵﻳﺎت ِﺳﻴﻘﺖ ﻟﻠﺘ‬‫ ﻷن‬،‫ﻪ" ﻳﻌﻮد ﻋﻠ ﻰ اﻟﻘﺮآن‬‫ "ﻻ ﻳﻤ ﺴ‬:‫ﻤﻴﺮ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ‬‫ اﻟ ﻀ‬‫ أ ن‬:‫ﺪ ﻻﻟﺔ‬ ‫وﺟﻪ اﻟ‬
:‫ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﻗﻮﻟﻪ‬،‫ﺴ ﻞ ﻣﻦ اﻟﺠﻨﺎﺑﺔ‬
ُ ُ‫ﺿﻮء وا ﻟﻐ‬
ُ ‫ﺑﺎﻟﻮ‬
ُ ‫ ﻫﻮ اﻟﺬي أﺗﻰ‬:‫ﻬﺮ‬ َ‫واﻟﻤﻄ‬
ُ ،‫ﺰل ﻫﻮ ﻫﺬا اﻟﻘﺮآن‬ ‫ { واﻟﻤﻨ‬80 :‫رب اﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ }اﻟﻮاﻗﻌﺔ‬
{6 :‫وﻟﻜﻦ ﻳﺮﻳﺪ ﻟﻴﻄﻬﺮﻛﻢ }اﻟﻤﺎﺋﺪة‬
‫"ﻻ‬:‫ﺴﻪ" وﻟﻢ ﻳﻘﻞ‬  ‫"ﻻ ﻳﻤ‬:‫ ﻷﻧﻪ ﻗﺎل‬،‫ وﻟﻴﺴﺖ ﻧﺎﻫﻴﺔ‬،‫ﺴﻪ" ﻧﺎﻓﻴﺔ‬  ‫ "ﻻ ﻳﻤ‬:‫ "ﻻ" ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ‬‫ أن‬:‫ ﻳَ ِﺮُد ﻋﻠﻰ ﻫﺬا ا ﻻﺳﺘﺪﻻل‬:‫ﻓﺈن ﻗﻴﻞ‬
.‫ﺴﻪ"؟‬
 ‫ﻳﻤ‬
‫اﻟﺸﻲء ﻛﺄﻧﻪ‬
َ ‫ﻮر‬ ‫ ﻷﻧﻪ ﻳُﺼ‬،‫ﺮد‬ ‫ﻠﺐ اﻟﻤﺠ‬‫ﻠﺐ أﻗﻮى ﻣﻦ اﻟﻄ‬‫ ﺑﻞ إن اﻟﺨﺒﺮ اﻟﻤﺮاد ﺑﻪ اﻟﻄ‬،‫ﻠﺐ‬‫ إﻧﻪ ﻗﺪ ﻳﺄﺗﻲ اﻟﺨﺒﺮ ﺑﻤﻌﻨﻰ اﻟﻄ‬:‫ﻗﻴﻞ‬
{ 234 :‫ واﻟﺬﻳﻦ ﻳﺘﻮﻓﻮن ﻣﻨﻜﻢ وﻳﺬ رون أزواﺟﺎ ﻳﺘﺮﺑﺼﻦ ﺑﺄﻧﻔﺴﻬﻦ أرﺑﻌﺔ أﺷﻬﺮ وﻋﺸﺮا }اﻟﺒﻘﺮة‬:‫ وﻣﻨﻪ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎ ﻟﻰ‬،‫ﻣﻔﺮوغ ﻣﻨﻪ‬
.‫ﻬﻲ‬‫ واﻟﻤﺮاد ا ﻟﻨ‬،‫ﺮ ُﺟ ﻞ ﻋﻠﻰ ﺑﻴﻊ أﺧﻴﻪ" ﺑﻠﻔﻈـ اﻟﺨﺒﺮ‬ ‫ "ﻻ ﻳﺒﻴﻊ اﻟ‬:‫ﺔ‬‫ﺴﻨ‬
 ‫ وﻓﻲ اﻟ‬.‫ﺼ َﻦ" ﺧﺒﺮ ﺑﻤﻌﻨﻰ اﻷﻣﺮ‬
ْ ‫ﻓﻘﻮﻟﻪ " ﻳَـﺘَـ َﺮﺑ‬
“Dalilnya adalah Firman Allah :
“Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang
terpelihara (Lauhul Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.
Diturunkan dari Rabbil 'alamiin” (QS. Al Waaqi’ah : 77-80).
Sisi pendalilannya adalah : kata ganti “tidak menyentuhnya”, kembali kepada Al
Qur’an, karena ayat-ayat tersebut, konteknya berbicara tentang Al Qur’an, dengan
dalil : “diturunkan dari Rabbil ‘Alamiin (QS. Al Waaqi’ah : 80).
Jika ada yang berkata, dibantah pendalilan ini bahw a kata-kata “Laa” pada Firman-
Nya “laa yamassuhu” bermakna nafiyah (peniadaan) bukan bermakna nahiyah
(larangan), karena dibaca “Laa Y amassuhu” bukan dibaca “Laa yamassahu”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 212


Dijaw ab, terkadang sebuah khabar bermakna tholab (perintah), bahkan khabar
yang bermakna tholab lebih kuat daripada sekedar itu adalah tholab, karena
terdiskripsi didalamnya bahw a hal tersebut adalah keputusan final. Misalnya firman
Allah Azza w a Jalla :
“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri
(hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari”
(QS. Al Baqoroh : 234).
Maka Firman-Nya : “menangguhkan dirinya (ber’iddah)”, khabar bermakna
perintah. Dalam sebuah hadits, Nabi bersabda :
“Janganlah seorang menjual sesuatu diatas penjualan saudaranya”.
Y akni dengan lafadz khabar yang bermakna larangan”.
Dari keterangan diatas maka dalilnya jumhur adalah :
I. Al Qur’an yakni surat Al W aaqi’ah ayat 79
II. As-Sunnah, yakni haditsnya ‘Amr bin Hazm Rodhiyallahu anhu
III. Ijma sukuti sahabat
2. Yang menyelisihi jumhur, sebagaimana dikatakan Imam Ibnu Abdil Bar
dalam “Al Istidzkaar” :
‫وﻗﺪ روي ﻋﻦ ﻋﻄﺎء أﻧﻪ ﻻ ﺑﺄس أن ﺗﺤﻤﻞ اﻟﺤﺎﺋﺾ اﻟﻤ ﺼﺤﻒ ﺑﻌ ﻼﻗﺘﻪ وأﻣﺎ اﻟﺤﻜﻢ ﺑﻦ ﻋﺘﻴﺒﺔ وﺣﻤﺎد ﺑﻦ أﺑ ﻲ ﺳﻠﻴﻤﺎن ﻓﻠﻢ‬
‫ﻳﺨﺘﻠﻒ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻓﻲ إﺟﺎزة ﺣﻤﻞ اﻟﻤﺼﺤﻒ ﺑﻌﻼﻗﺘﻪ ﻟﻤﻦ ﻟﻴﺲ ﻋﻠﻰ ﻃﻬﺎرة وﻗﻮﻟﻬﻤﺎ ﻋﻨﺪي ﺷﺬوذ ﻋﻦ اﻟﺠﻤﻬﻮر وﻣﺎ أﻋﻠﻢ‬
‫أﺣﺪا ﺗﺎﺑﻌﻬﻤﺎ ﻋﻠﻴﻪ إﻻ داود ﺑﻦ ﻋﻠﻲ وﻣﻦ ﺗﺎﺑﻌﻪ‬
‫ﻗﺎل داود ﻻ ﺑﺄس أن ﻳﻤﺲ اﻟﻤﺼﺤﻒ واﻟﺪﻧﺎﻧﻴﺮ واﻟﺪراﻫﻢ اﻟﺘﻲ ﻓﻴﻬﺎ اﺳﻢ اﷲ اﻟﺠﻨﺐ واﻟﺤﺎﺋﺾ‬
‫ ﻫﻢ اﻟﻤﻼﺋﻜﺔ ودﻓﻊ ﺣﺪﻳﺚ ﻋﻤﺮو ﺑﻦ ﺣﺰم ﻓ ﻲ أن ﻻ‬79 ‫ﻗﺎل داود وﻣﻌﻨﻰ ﻗﻮﻟﻪ ﻋﺰ وﺟﻞ ﻻ ﻳﻤﺴﻪ إﻻ اﻟﻤﻄﻬﺮون اﻟﻮاﻗﻌﺔ‬
‫ﻳﻤﺲ اﻟﻘﺮآن إﻻ ﻃﺎﻫﺮ ﺑﺄ ﻧﻪ ﻣﺮﺳﻞ ﻏﻴﺮ ﻣﺘﺼﻞ وﻋﺎرﺿﻪ ﺑﻘﻮل اﻟﻨﺒﻲ اﻟﻤﺆﻣﻦ ﻟﻴﺲ ﺑﻨﺠﺲ‬
”telah diriw ayatkan dari ‘Athoo’ bahw a beliau berpendapat, tidak mengapa w anit a
haidh membaw a mushaf dengan menggantungkannya. Adapun Al Hakam bin
‘Utaibah dan Hammaad bin Abi Sulaiman, tidak ada perbedaan dari keduanya,
tentang kebolehan membawa Mushaf dengan menggantungkannya bagi orang yang
tidak dalam keadaan suci.
Pendapat keduanya, menurutku adalah syadz (ganjil) menyelisihi mayoritas ulama,
aku tidak mengetahui seorang pun yang mengikutinya, kecuali Daw ud bin Ali dan
orang-orang yang sependapat dengannya.
Daw ud berkata : ‘tidak mengapa orang yang junub dan haidz menyentuh Mushaf Al
Qur’an, uang dinar dan uang dirham yang didalamnya terdapat nama Allah’.
Lanjutanya, ‘adapun makna Firman Allah Azza W a Jalla : “Tidak menyentuhnya
kecuali orang-orang yang disucikan” (QS. Al Waaqi’ah : 79) yang dimaksud adalah
Malaikat’.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 213


Lalu Daw ud juga menyanggah hadits ‘Amr bin Hazm tentang “bahw a tidak boleh
menyentuh Al Qur’an kecuali orang yang suci”, bahw a hadits tersebut adalah
Mursal, tidak bersambung dan bertentangan dengan sabda Nabi : “Orang
Mukmin tidak najis”.
Imam Ibnu Hazm dalam “Al Muhalla” menambahkan dalil bagi
madzhabnya, dengan hadits surat Rasulullah yang dikirimkan kepada
Hiroql, Kaisar Romaw i pada waktu itu dimana isinya adalah :
‫ﻣﺎ‬ َ‫ﺒ َﻊ اﻟْ ُﻬ َﺪى )أ‬َ‫ﻼم َﻋﻠَ ﻰ َﻣ ْﻦ اﺗـ‬ ِ ِ ‫ﻪِ ورﺳﻮﻟِﻪِ إﻟَﻰ ِﻫ ﺮﻗْﻞ ﻋ ِﻈ‬‫ﻤ ٍﺪ ﻋ ﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬ ‫ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﻴﻢ ِﻣﻦ ﻣ ﺤ‬
ٌ ‫ﺮوم َﺳ‬ ‫ﻴﻢ اﻟ‬ ََ َ ََُ َْ َ ُ ْ
‫ن َﻋﻠَ ْﻴﻚ إﺛْ َﻢ‬ ‫ﺖ ﻓَِﺈ‬ َ ‫ْﻴ‬‫ﺮﺗَـْﻴ ِﻦ ﻓَِﺈ ْن ﺗَـ َﻮﻟ‬ ‫َﺟ َﺮ َك َﻣ‬
ْ ‫ ُﻪ أ‬‫ﻚ اﻟ ﻠ‬ َ ِ‫َﺳﻠِ ْﻢ ﺗَ ْﺴﻠَ ْﻢ ﻳُـ ْﺆﺗ‬
ْ ‫ أ‬،‫ﻼم‬ِ ‫ﻮك ﺑِ ِﺪ َﻋﺎﻳَﺔِ ا ِﻹ ْﺳ‬
َ ‫ﻲ أَ ْد ُﻋ‬‫ﺑَـ ْﻌ ُﺪ( ﻓَِﺈﻧ‬
‫ َﻪ َوَﻻ ﻧُ ْﺸ ﺮِ َك ﺑِﻪِ َﺷ ْﻴًﺌﺎ َوَﻻ‬‫ﻻ اﻟﻠ‬ ِ‫َﻻ ﻧـَ ْﻌ ُﺒ َﺪ إ‬ ‫ﺎب ﺗَـ َﻌﺎﻟ َْﻮا إِﻟَﻰ َﻛﻠِ َﻤﺔٍ َﺳ َﻮ ٍاء ﺑَـﻴْـﻨَـَﻨﺎ َوﺑَـﻴْـَﻨﻜُ ْﻢ أ‬
ِ ‫ﻴﻦ َو } ﻳَﺎ أ َْﻫ ﻞ اﻟْﻜَِﺘ‬
َ
ِ
َ ‫ا ﻷَرِﻳﺴﻴ‬
{‫ﺎ ُﻣ ْﺴﻠِ ُﻤﻮ َن‬‫ ْﻮا ﻓـَﻘُﻮﻟُﻮا ا ْﺷ َﻬ ُﺪوا ﺑِﺄَﻧ‬‫ﻪِ ﻓَِﺈ ْن ﺗَـ َﻮﻟ‬‫ون اﻟﻠ‬
ِ ‫ﻀﺎ أَرﺑﺎﺑﺎ ِﻣﻦ ُد‬ ُ ‫ ِﺨ َﺬ ﺑَـ ْﻌ‬‫ﻳَـﺘ‬
ْ ً َ ْ ً ‫ﻀَﻨﺎ ﺑَـ ْﻌ‬
“Dengan nama Allah yang Maha Penyayang lagi Maha Pengasih, dari Muhammad,
hamba Allah dan utusan-Nya kepada Hiroql, pembesar Romawi :
Salam kepada orang yang mengikuti petunjuk, Amma Ba’du :
Sesungguhnya saya mengajak anda untuk memeluk Islam, berislamlah niscaya engkau
akan selamat, Allah akan memberikanmu pahala 2 kali, jika engkau berpaling, maka
engkau akan menanggung dosa Al Iriisyyiin (rakyat),
“Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan)
yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali
Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita
menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah." Jika mereka berpaling maka
katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah
diri (kepada Allah)” (QS. Ali Imroon : 64). (HR. Bukhori)
Dari pemaparan diatas, madzhab dhohiri berpendapat tidak masalah
bagi orang yang tidak bersuci untuk menyentuh mushaf Al Qur’an
dengan dalil berikut :
I. Surat Nabi kepada Hiroql yang notabene adalah orang kafir,
sehingga tidak mungkin suci, dimana didalam surat tersebut
terdapat ayat Al Qur’an dan sangat besar kemungkinan, surat
tersebut akan disentuh oleh orang kafir tersebut.
II. Hadits Nabi yang menunjukan bahwa sorang Mukmin/Muslim
adalah suci.
III. Terdapat tambahan, sebagaimana dinukil Imam Ibnu Utsaimin,
bahwa dhohiri berdalil juga dengan “Baro’ah Asliyah”, yakni bahwa
pada asalnya tidak ada pembebanan kepada manusia, sehingga

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 214


dalam masalah ini, tidak diwajibkan berwudhu kepada orang yang
akan menyentuhnya, karena ini hukum asalnya. Dan hukum asal
ini dapat berubah dengan adanya dalil yang tegas yang shahih
yang memindahkan dari hukum asalnya.
Kemudian dhohiriyyah menyanggah pendapatnya jumhur ulama :
1. Yang dimaksud “orang-orang yang disucikan” dala m ayat 79 surat Al
W aaqi’ah adalah Malaikat.
Dan ini memang benar, bahwa kontek dalam ayat tersebut yang
dimaksud adalah Malaikat, Imam Ibnu Utsaimin dalam “Al Mumti’”
membantu penjelasan Dhohiriyyah, kata beliau :
‫ واﻟﻜﺘﺎب اﻟﻤﻜﻨﻮن ﻳُ ْﺤﺘََﻤ ُﻞ‬،"‫ﺴﻪ" ﻳﻌﻮد إﻟﻰ "اﻟﻜﺘﺎب اﻟﻤﻜﻨﻮن‬
 ‫ "ﻻ ﻳﻤ‬:‫ﻤﻴﺮ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ‬‫ ﻷن اﻟ ﻀ‬،‫اﻣﺎ اﻵﻳﺔ ﻓﻼ دﻻﻟﺔ ﻓﻴﻬﺎ‬
‫ﻛﻼ إﻧﻬﺎ‬:‫ ﻓﺈن اﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻗﺎل‬.‫اﻟﻤﺮاد ﺑﻪ اﻟﻜﺘﺐ اﻟﺘﻲ ﺑﺄﻳﺪي اﻟﻤﻼﺋﻜﺔ‬
َ ‫ وﻳُ ْﺤﺘََﻤ ُﻞ أن‬،‫اﻟﻠﻮح اﻟﻤﺤﻔﻮظ‬
ُ ‫اﻟﻤﺮاد ﺑﻪ‬
َ ‫أن‬
( 15 ) ‫ ( ﺑﺄﻳﺪي ﺳﻔﺮة‬14 ) ‫ ( ﻣﺮﻓﻮﻋﺔ ﻣﻄﻬﺮة‬13 ) ‫ ( ﻓﻲ ﺻﺤﻒ ﻣﻜﺮﻣﺔ‬12 ) ‫ ( ﻓﻤﻦ ﺷﺎء ذﻛﺮﻩ‬11 ) ‫ﺗﺬﻛﺮة‬
‫ ﻓﻲﻛﺘﺎ ب ﻣﻜﻨﻮن‬:‫ ﻓﻲ ﺻﺤﻒﻣ ﻜﺮﻣﺔ ﻛﻘﻮﻟﻪ‬:‫ { وﻫ ﺬﻩ اﻵﻳﺔ ﺗﻔﺴﻴﺮ ﻵﻳﺔ اﻟﻮاﻗﻌﺔ ﻓﻘﻮﻟﻪ‬16 - 11 :‫ﻛﺮام ﺑﺮرة }ﻋﺒﺲ‬
..{ 79 :‫ ﻻ ﻳﻤﺴﻪ إﻻ اﻟﻤﻄﻬﺮون}اﻟﻮاﻗﻌﺔ‬:‫ ﺑﺄﻳﺪي ﺳﻔﺮة ﻛﻘﻮﻟﻪ‬:‫{ وﻗﻮﻟﻪ‬78 :‫}اﻟﻮاﻗﻌﺔ‬
”Adapun ayat (79) maka tidak ada pendalilan didalamnya, karena kata ganti
pada “tidak menyentuhnya” kembali kepada “Al Kitab Al Maknuun”, ini
dimungkinkan yang dimaksud adalah “Lauhul Mahfuudz” dan mungkin juga yang
dimaksud kitab yang berada di tangan Malaikat, karena Allah Ta’alaa berfirman :
“Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu
peringatan, maka barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya, di
dalam kitab-kitab yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan, di tangan para
penulis (malaikat), yang mulia lagi berbakti” (QS. ‘Abasa : 11-16).
Ayat-ayat ini menafsirkan ayat-ayat surat Al Waaqi’ah, Firman-
Nya : “dalam kitab-kitab yang dimuliakan” seperti Firman-Nya :
“pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh)”. Dan Firman-Nya : “di
tangan para penulis (malaikat)” seperti Firman-Nya : “tidak
menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan”.
2. Imam Ibnu Hazm dan sebelumnya Imam Daw ud Adh-Dhohiriy
mendhoifkan hadits sahabat ‘Amr bin Hazm Rodhiyallahu anhu.
Namun hadits berkaitan dengan larangan menyentuh Al Qur’a n
diriwayatkan 5 orang sahabat, yaitu ‘Amr bin Hazm, Ibnu Umar,
Hakiim bin Hizaam, Utsman bin Abil ‘Aash, dan Tsauban Rodhiyallahu
anhum. Hadits ini telah diterima oleh para ulama dan diamalkan ole h
mereka, sehingga tidak diragukan lagi keshahihannya.
Setelah diketahui bahwa hadits ini shahih, maka sesungguhnya
ini adalah hujjah bagi pendapat yang mengatakan wajibnya bersuci
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 215
bagi orang yang akan menyentuh Al Qur’an. Namun sebagian ulama
yang berpendapat tidak wajib bersuci, mereka mengatakan bahwa
kata “Thoohir” dalam hadits tersebut belum jelas menunjukan bahwa
itu adalah suci dari hadats baik kecil maupun besar. Imam Ibnu
Utsaimin dalam “Al Mumti’” membantu mereka lagi, katanya :
‫ أو ﻃﺎﻫﺮ اﻟﺒَ َﺪ ِن ﻣﻦ‬،‫ﺮك‬‫ﻃﺎﻫﺮ اﻟﻘﻠﺐ ﻣﻦ اﻟ ﺸ‬ ِ ِِ ٍ ِ
َ ‫ﺤﺘَُﻪ ﺑﻨﺎء ﻋﻠﻰ ﺷُ ْﻬ َﺮﺗﻪ ﻓﺈن ﻛﻠﻤﺔَ "ﻃﺎﻫﺮ" ﺗَ ْﺤﺘَﻤ ُﻞ أن ﻳﻜﻮ َن‬ ‫وإذا ﻓﺮﺿﻨﺎ ﺻ‬
‫ﻄﻞ‬
َ َ‫ﺪ ﻟﻴﻞ إذا اﺣﺘﻤﻞ اﺣﺘﻤﺎﻟﻴﻦ ﺑ‬ ‫ واﻟ‬،‫ ﻓﻬﺬﻩ أرﺑﻌﺔ اﺣﺘﻤﺎﻻت‬،‫ أو ﻃﺎﻫﺮاً ﻣﻦ اﻟﺤﺪث اﻷﺻﻐﺮ؛ أو اﻷﻛﺒﺮ‬،‫ﺎﺳﺔ‬ َ ‫ﺠ‬
َ ‫اﻟﻨ‬
‫ ﻓﻜﻴﻒ إذا اﺣﺘﻤﻞ أرﺑﻌﺔ؟‬،‫اﻻﺳﺘﺪﻻل ﺑﻪ‬
ِ‫ﺠﺎ ﺳﺔ‬‫ { وﻫ ﺬا ﻓﻴﻪ إﺛﺒﺎت اﻟﻨ‬28 :‫ إﻧﻤﺎ اﻟﻤﺸﺮﻛﻮن ﻧﺠﺲ }اﻟﺘﻮﺑﺔ‬:‫ﻫﺮ ﻳﻄْﻠَ ُﻖ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺆﻣﻦ ﻟﻘﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ‬‫وﻛﺬا ﻓﺈن اﻟﻄﺎ‬
َ َ ُ
.‫ﻟﻠﻤ ْﺸﺮِ ِك‬
ُ
ِ
‫ﻘﻴﺾ ﻳﺴﺘﻠﺰم ﺛﺒﻮت‬‫ وﻧﻔﻲ اﻟﻨ‬،‫ﺠﺎﺳﺔ ﻋﻦ اﻟﻤﺆﻣﻦ‬‫اﻟﻤﺆﻣﻦ ﻻ ﻳَـ ﻨْ ُﺠ ﺲ" وﻫﺬا ﻓﻴﻪ ﻧـَْﻔ ُﻲ اﻟﻨ‬  
‫ "إن‬:‫وﺳﻠ َﻢ‬ ِ 
َ َ ‫اﷲ ﻋَﻠَﻴْﻪ‬
ُ ‫ﺻﻠ ﻰ‬
َ ‫وﻗﺎل‬
.‫ﻲء‬‫ﻒ ﻻ ﻳﻜﻮن إﻻ ﻣﻦ ُﻣﺘَﻮﺿ‬ ِ ‫اﻟﻤﺼ ﺤ‬
َْ ‫ﺲ‬  ‫ ﻓﻼ دﻻﻟﺔ ﻓﻴﻪ ﻋﻠﻰ أن َﻣ‬،‫ﻪ ﻟﻴ ﺲ ﻫﻨﺎك إﻻ ﻃََﻬﺎرة أو ﻧَ َﺠﺎﺳﺔ‬‫ ﻷ ﻧ‬،‫ﻧﻘﻴﻀﻪ‬
”Jika kita tetapkan shahihnya hadit s ini, karena kemasyhurannya, maka kata
“Thoohir” dimungkinkan maknanya adalah :
1). Sucinya hati dari kesyirikan
2). Sucinya badan dari najis
3). Suci dari hadats kecil
4). Suci dari hadats besar
Ini adalah 4 kemungkinan (untuk makna Thoohir (suci)). Dan dalil jika terdapat
2 kemungkinan maka batalah istidlal (pendalilannya), maka bagaimana lag i jika
kemungkinannya ada 4?
Demikian lah thoohir dimutlakkan atas seorang Mukmin, sebagaimana firman-
Nya : “Sesungguhnya orang-orang Musyrik itu najis” (QS. At-Taubah : 28),
maka ini adalah penetapan najis untuk orang-orang musyrik.
Nabi bersabda : “sesungguhnya Mukmin tidak najis”, maka in i adalah penafian
najis pada diri Mukmin, dan penafian yang membatalkan, melazimkan tetapnya
pembatalan tersebut, karena tidak ada disana makna, kecuali suci atau najis,
maka tidak ada sisi pendalilan bahwa menyentuh Mushaf Al Qur’an tidak boleh
kecuali orang yang berwudhu”.
Apa yang disimpulkan dari mereka oleh Imam Ibnu Utsaimin
bahwa makna Thoohir (suci) dalam hadits tersebut dengan orang
mukmin, juga dikatakan oleh Imam Al Albani dalam “Tamaamul
Minnah”, kata beliau

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 216


‫ أن اﻟﻤﺮاد ﺑﺎﻟﻄﺎﻫﺮ ﻓﻲ ﻫﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻫﻮ اﻟﻤﺆﻣﻦ ﺳﻮاء أﻛﺎن ﻣﺤ ﺪﺛﺎ ﺣﺪﺛﺎ أﻛﺒﺮ أو أ ﺻﻐﺮ أو‬- ‫ واﷲ أﻋﻠﻢ‬- ‫ﻓﺎﻷﻗﺮب‬
‫ " اﻟﻤﺆﻣﻦ ﻻ ﻳﻨﺠ ﺲ " وﻫﻮ ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻰ ﺻﺤﺘﻪ وا ﻟﻤﺮاد ﻋﺪم‬: ‫ﺣﺎﺋﻀﺎ أو ﻋﻠﻰ ﺑﺪﻧﻪ ﻧﺠﺎﺳﺔ ﻟﻘﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
‫ " ﻧﻬﻰ ﻋﻦ اﻟﺴﻔﺮ ﺑﺎﻟﻘﺮآن إﻟﻰ أرض اﻟﻌﺪو " ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ أﻳﻀﺎ‬: ‫ﺗﻤﻜﻴﻦ اﻟﻤﺸﺮك ﻣﻦ ﻣﺴﻪ ﻓﻬﻮ ﻛﺤﺪﻳﺚ‬
”maka yang mendekati W allahu A’lam, bahw a yang dimaksud dengan thoohir
pada hadit s ini adalah Mukmin sama saja apakah ia seorang yang berhadats,
baik hadats kecil atau besar atau Haidh atau di badannya ada najis, karena
sabda Nabi : “seorang Mukmin tidak najis” (Muttafaqun ‘Alaih). Dan yang
dimaksud juga tidak bolehnya orang Musyrik menyentuh Mushaf Al Qur’an,
sebagaimana dalam hadits : “Larangan Nabi untuk bersafar dengan
membaw a Al Qur’an ke negeri Musuh” (Muttafaqun ‘Alaih).
Namun mereka yang berpendapat w ajibnya bersuci bagi yang
akan membaca Al Qur’an, tentu saja merajihkan bahwa makna
thoohir tersebut adalah suci dari hadats kecil dan besar, hal ini
diwakili oleh Imam Ibnu Utsaimin dalam “Al Mumti’”, kata beliau :
ِ ِ
 ‫ َﻢ "ﻻ‬‫وﺳﻠ‬
‫ﻳﻤﺲ اﻟﻘﺮآن إﻻ‬ َ ‫ﺻﻠﻰ اﷲُ ﻋَﻠَﻴْﻪ‬
َ ‫ﻠﺖ ﻗﻮﻟﻪ‬ ْ ،‫ﺔ‬‫ﺎﻫﺮﻳ‬‫وﻛﻨﺖ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ اﻟﻤﺴﺄﻟﺔ أﻣﻴﻞ إﻟﻰ ﻗﻮل اﻟﻈ‬
ُ ‫ﻤﺎ ﺗﺄﻣ‬ ‫ﻟﻜﻦ ﻟ‬
‫ ﻣﺎ ﻳﺮﻳﺪ اﷲ ﻟﻴﺠﻌﻞ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﻣﻦ ﺣﺮج‬:‫ﺎﻫﺮ ﻣﻦ اﻟﺤﺪث اﻷﺻﻐﺮ واﻷﻛﺒﺮ ﻟﻘﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ‬‫ﺎﻫﺮ ﻳُﻄْﻠَﻖ ﻋﻠﻰ اﻟﻄ‬ 
ُ ‫ﻃﺎﻫﺮ" واﻟﻄ‬
‫ﺎﻫﺮ؛‬‫ َﺮ ﻋﻦ اﻟﻤﺆﻣﻦ ﺑﺎﻟﻄ‬‫ َﻢ أن ﻳُـ َﻌﺒـ‬‫وﺳﻠ‬ ِ
َ ‫ﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴﻪ‬‫ﺻﻠ‬
َ ‫{ وﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻣﻦ ﻋﺎدة اﻟﻨﺒﻲ‬6 :‫وﻟﻜﻦ ﻳﺮﻳﺪ ﻟﻴﻄﻬﺮﻛﻢ }اﻟﻤﺎﺋ ﺪة‬
‫ واﻟﺬي أ َْرُﻛ ُﻦ‬،‫ أو أﻛﺒﺮ‬،‫ﻳﻤﺲ اﻟﻘﺮآ َن َﻣ ْﻦ ﻛﺎن ﻣ ﺤﺪﺛﺎً ﺣﺪﺛﺎً أﺻﻐﺮ‬  ‫ﻪ ﻻ ﻳﺠﻮز أن‬‫ﻦ ﻟﻲ أ ﻧ‬‫ ﺗﺒﻴ‬، ‫ﺻ َﻔ ُﻪ ﺑﺎﻹ ﻳﻤﺎن أَﺑْـﻠَ ُﻎ‬ ْ ‫ َو‬‫ﻷن‬
‫ﻤﺎ‬‫ وإ ﻧ‬،‫ وﻻ ﻳﻘﻮى ﻟﻼﺳﺘﺪﻻل ﺑﻪ‬،‫ﺪل ﺑﻪ ﻋﻠﻰ رأي اﻟﺠﻤﻬﻮر ﻓﻴﻪ ﺿﻌﻒ‬  ُ‫ واﻟﻘﻴﺎس ا ﻟﺬي اﺳﺘ‬،‫إﻟﻴﻪ ﺣﺪﻳﺚ ﻋﻤﺮو ﺑﻦ ﺣﺰم‬
.‫اﻟﻌ ْﻤ َﺪة ﻋﻠﻰ ﺣ ﺪﻳﺚ ﻋﻤﺮو ﺑﻦ ﺣﺰم‬ ُ
ِ‫ ﻓَ َﻜ ْﻮﻧُُﻪ ﻟِﻐَْﻴﺮ‬،‫ وﻟﻢ ﻳﻜﻮﻧﻮا ﻣﺴﻠﻤﻴﻦ ﻓﻲ ذﻟﻚ اﻟﻮﻗﺖ‬،‫ﻛﺘﺎب ﻋﻤﺮو ﺑﻦ ﺣﺰم ُﻛﺘِﺐ إﻟﻰ أﻫﻞ اﻟﻴَﻤ ِﻦ‬ َ ‫ن‬ ‫ إ‬:‫وﻗﺪ ﻳﻘﻮل ﻗﺎﺋﻞ‬
َ َ
ِ ‫ﺎﻫﺮ ﻫﻮ‬‫ اﻟﻤﺮاد ﺑﺎﻟﻄ‬‫اﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻳﻜﻮن ﻗﺮﻳﻨﺔ أن‬
.‫اﻟﻤﺆﻣﻦ‬
‫ ﻻ‬:‫ وﻣﺎ اﻟﺬي ﻳَْﻤﻨَـ ُﻌ ُﻪ ِﻣ ْﻦ أن ﻳﻘﻮل‬،‫ﻲء ﺑﺎﻹﻳﻤﺎن‬‫ َﻖ اﻟﺸ‬‫ َﻢ أن ﻳُـ َﻌﻠ‬‫وﺳﻠ‬ ِ
َ ‫ﺻﻠ ﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴﻪ‬
َ ‫ﺘﻌﺒﻴﺮ اﻟﻜﺜﻴﺮ ِﻣ ْﻦ ﻗﻮﻟﻪ‬‫ أن اﻟ‬:‫وﺟﻮاﺑُﻪ‬
ََ
.‫ﻦ‬‫ ﻫﺬا واﺿﺢ ﺑَـ ﻴ‬‫ ﻣﻊ أن‬،‫ﺲ اﻟﻘﺮآ َن إﻻُ ُﻣ ْﺆِﻣ ٌﻦ‬  ‫ﻳََﻤ‬
.‫ﺿﻮء‬ ُ ‫ﻒ إﻻ ﺑُِﻮ‬ ِ ‫اﻟﻤﺼ ﺤ‬
َْ ‫ﺲ‬  ‫ﻪ ﻻ ﻳﺠﻮز َﻣ‬‫ أ ﻧ‬:ً‫ﺮ َر ﻋﻨﺪي أﺧﻴﺮ ا‬ َ‫ﻓﺎﻟﺬي ﺗَـﻘ‬
”saya dalam masalah in i hampir condong kepada pendapatnya Dhohiriyyah,
namun setelah saya amati sabda Nabi : “tidak menyentuh Al Qur’an kecuali
orang yang suci”. Maka Thoohir disini dimutlakkan kepada suci dari hadats kecil
dan besar, berdasarkan Firman Allah Ta’alaa :
“Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi D ia hendak membersihkan kamu” (QS.
Al Maidah : 6).
Dan bukan kebiasan Nabi mengungkapkan seorang Mukmin dengan Thoohir
(orang yang suci), karena pensifatannya dengan iman adalah le bih jelas, maka
jelas bagiku bahw a menyentuh Al Qur’an tidak boleh bagi orang yang berhadats

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 217


baik hadats kecil maupun hadats besar. Dalil yang pokok adalah hadits ‘Amr bin
Hazm, sedangkan qiyas yang dilakukan jumhur ulama adalah lemah, tidak kuat
untuk dijadikan dalil, maka yang dijad ikan pokok pegangan adalah haditsnya
‘Amr bin Hazm.
Seorang berkata : ‘sesungguhnya bukunya ‘Amr bin Hazm dit ulis kepada
penduduk Y aman, sedangkan pada w aktu itu belum ada kaum Muslimin, maka
kondisi banyaknya oran non Muslim adalah indikasi yang dimaksud dengan
Thoohir disini adakah kaum Mukminin ’.
Jawabnya : ‘kebanyakan ungkapan Nabi mengkaitkan sesuatu dengan Iman
dan tidak ada halangan disini untuk mengucapkan, “tidak boleh menyentuh Al
Qur’an kecuali orang Mukmin”, dimana kalau hal in i dilakukan lebih jelas dan
gamblang. Maka yang mantap disisiku pada akhirnya adalah tidak boleh
menyentuh Mushaf kecuali dengan wudhu”
Barangkali yang menguatkan pendapat jumhur bahwa makna
thohir disini adalah orang yang suci dari hadats, yaitu riw ayat dari
sahabat Hakiim bin Hizaam Rodhiyallahu anhu, kata beliau :
"‫ "ﻻ ﺗﻤﺲ اﻟﻘﺮآن إﻻ وأﻧﺖ ﻃﺎﻫﺮ‬:‫ﻟﻤﺎ ﺑﻌﺜﻨﻲ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ إﻟﻰ اﻟﻴﻤﻦ ﻗﺎل‬
“Tatkala Rasulullah mengutusku ke Yaman, Beliau bersabda : “janganlah e ngkau
menyentuh Al Qur’an kecuali engkau suci”.
Imam Al Haitsami dalam “Majmuz Zawaaid” berkata :
‫وﻗﺎل أﺑﻮ‬،‫ووﺛﻘﻪ ﻓﻲ رواﻳﺔ‬،‫رواﻩ اﻟﻄﺒﺮاﻧﻲ ﻓﻲ اﻟﻜﺒﻴﺮ واﻷوﺳﻂ وﻓﻴﻪ ﺳﻮﻳﺪ أﺑﻮ ﺣﺎﺗﻢ ﺿﻌﻔﻪ اﻟﻨﺴﺎﺋﻲ واﺑﻦ ﻣﻌﻴﻦ ﻓﻲ رواﻳﺔ‬
.‫ ﻟﻴﺲ ﺑﺎﻟﻘﻮي ﺣﺪﻳﺜﻪ ﺣﺪﻳﺚ أﻫﻞ اﻟﺼﺪق‬:‫زرﻋﺔ‬
”diriw ayatkan oleh Thobroni dalam Al Kabiir dan Al Ausath, didalamnya ada
Suwaid Abu Hatim, dilemahkan oleh Nasa’I dan Ibnu Ma’in dalam salah satu
riw ayat, namun dalam riw ayat lain beliau mentsiqohkannya. Abu Zur’ah berkata
: ‘tid ak kuat hadit snya, namun (ia seperti) hadits ahlu shoduq’”.
Sehingga berdasarkan hal ini, maka sanadnya adalah Hasan,
dihasankan oleh Imam Al Hazimi, sebagaimana dinukil oleh Al Hafidz
Ibnu Hajar dalam “Talkhisul Khobiir”. Sedangkan Imam Al Hakim
dalam “Al Mustadroknya” mengomentarinya :
‫ ﺣﺪﻳﺚ ﺻﺤﻴﺢ اﻹﺳﻨﺎد وﻟﻢ ﻳﺨﺮﺟﺎﻩ‬: ‫ﻗﺎل اﻟﺤﺎﻛﻢ‬
”Hadits shahih sanadnya, namun tidak dikeluarkan oleh Bukhori-Muslim”.
3. Adapun berkaitan dengan perkataan Imam Ahmad yang menyatakan
bahwa tidak boleh bagi orang yang tidak suci untuk menyentuh Al
Qur’an dan ini adalah pendapatnya Salmaan dan Abdullah bin Umar
Rodhiyallahu anhuma, kemudian tidak diketahui adanya sahabat lain
yang menyelisihi hal ini, maka seandainya benar apa yang dikatakan

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 218


‫‪Imam Ahmad, maka inilah yang dinamakan dengan ijma sukuti.‬‬
‫‪Berkaitan dengan kehujjahannya, maka para ulama berselisih‬‬
‫‪pendapat, Imam Syaukani dalam “Irsyadul Fukhuul” berkata :‬‬
‫اﻟﺒﺤﺚ اﻟﺤﺎدي ﻋﺸﺮ ‪ :‬ﻓﻲ اﻹﺟﻤﺎع اﻟﺴﻜﻮﺗﻲ‬
‫وﻫﻮ أن ﻳﻘﻮل ﺑﻌﺾ أﻫﻞ اﻻﺟﺘﻬﺎد ﺑﻘﻮل وﻳﻨﺘﺸﺮ ذﻟﻚ ﻓﻲ اﻟﻤﺠﺘﻬﺪﻳﻦ ﻣﻦ أﻫﻞ ذﻟﻚ اﻟﻌﺼﺮ ﻓﻴﺴﻜﺘﻮن وﻻ ﻳﻈﻬﺮ‬
‫ﻣﻨﻬﻢ اﻋﺘﺮاف وﻻ إﻧﻜﺎر وﻓﻴﻪ ﻣﺬاﻫﺐ‬
‫اﻷول ‪ :‬أﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﺑﺈﺟﻤﺎع وﻻ ﺣﺠﺔ ﻗﺎﻟﻪ داود اﻟﻈﺎﻫﺮي واﺑﻨﻪ واﻟﻤﺮﺗﻀﻰ وﻋﺰاﻩ اﻟﻘﺎﺿﻲ إﻟﻰ ا ﻟﺸﺎﻓﻌﻲ واﺧﺘﺎرﻩ وﻗﺎل‬
‫أﻧﻪ آﺧﺮ أﻗﻮال اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ وﻗﺎل اﻟﻐﺰاﻟﻲ واﻟﺮازي واﻵﻣﺪي إﻧﻪ ﻧﺺ اﻟﺸﺎﻓﻌ ﻲ ﻓﻲ اﻟﺠ ﺪﻳﺪ وﻗﺎل اﻟﺠﻮﻳﻨﻲ إﻧﻪ ﻇﺎﻫﺮ ﻣﺬﻫﺒﻪ‬
‫واﻟﻘﻮل اﻟﺜﺎﻧﻲ ‪ :‬أﻧﻪ إﺟﻤﺎع وﺣﺠﺔ وﺑﻪ ﻗﺎل ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻣﻦ اﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ وﺟﻤﺎﻋﺔ ﻣﻦ أﻫﻞ اﻷﺻﻮل وروي ﻧﺤﻮﻩ ﻋﻦ اﻟﺸﺎﻓﻌ ﻲ‬
‫اﻟﻘﻮل اﻟﺜﺎﻟﺚ ‪ :‬أﻧﻪ ﺣﺠﺔ وﻟﻴﺲ ﺑﺈﺟﻤﺎع ﻗﺎﻟﻪ أﺑﻮ ﻫﺎﺷﻢ وﻫﻮ أﺣﺪ اﻟﻮﺟﻬﻴﻦ ﻋﻨﺪ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻛﻤﺎ ﺳﻠﻒ وﺑﻪ ﻗﺎل اﻟﺼﻴﺮﻓﻲ‬
‫واﺧﺘﺎرﻩ اﻵﻣﺪي‬
‫اﻟﻘﻮل اﻟﺮاﺑﻊ ‪ :‬أﻧﻪ إﺟﻤﺎع ﺑﺸﺮط اﻧﻘﺮاض اﻟﻌﺼﺮ ﻷﻧﻪ ﻳﺒﻌﺪ ﻣﻊ ذﻟﻚ أن ﻳ ﻜﻮن اﻟﺴ ﻜﻮت ﻻ ﻋﻦ رﺿﺎ وﺑﻪ ﻗﺎل أﻧﻪ ﻋﻠﻰ‬
‫اﻟﺠﺒﺎﺋﻲ وأﺣﻤﺪ ﻓﻲ رواﻳﺔ ﻋﻨﻪ وﻧﻘﻠﻪ اﺑﻦ ﻓﻮرك ﻓﻲ ﻛﺘﺎب ﻋﻦ أﻛﺜﺮ أﺻﺤﺎب اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ وﻧﻘﻠﻪ اﻷ ﺳﺘﺎذ أﺑﻮ ﻃﺎﻫﺮ‬
‫اﻟﺒﻐﺪادي ﻋﻦ اﻟﺤﺬاق ﻣﻨﻬﻢ واﺧﺘﺎرﻩ اﺑﻦ اﻟﻘﻄﺎن واﻟﺮوﻳﺎﻧﻲ ﻗﺎل اﻟﺮاﻓﻌﻲ إ ﻧﻪ أﺻﺢ اﻷوﺟﻪ ﻋﻨ ﺪ أﺻﺤﺎب اﻟﺸﺎﻓﻌ ﻲ‬
‫اﻟﻘﻮل اﻟﺨﺎﻣﺲ ‪ :‬أﻧﻪ إﺟﻤﺎع إن ﻛﺎن ﻓﺘﻴﺎ ﻻ ﺣﻜﻤﺎ وﺑﻪ ﻗﺎل اﺑﻦ أ ﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮة‬
‫اﻟﻘﻮل اﻟﺴﺎدس ‪ :‬أﻧﻪ إﺟﻤﺎع إنﻛﺎن ﺻﺎد را ﻋﻦ ﻓﺘﻴﺎ ﻗﺎﻟﻪ أﺑﻮ إﺳﺤﺎق اﻟﻤﺮوزي‬
‫اﻟﻘﻮل اﻟﺴﺎﺑﻊ ‪ :‬أﻧﻪ إن وﻗﻊ ﻓﻲ ﺷﻲء ﻳﻔﻮت اﺳﺘﺪراﻛﻪ ﻣﻦ إراﻗﺔ دم أو اﺳﺘﺒﺎﺣﺔ ﻓﺮج ﻛﺎن إﺟﻤﺎﻋﺎ وإﻻ ﻓﻬﻮ ﺣﺠﺔ‬
‫اﻟﻘﻮل اﻟﺜﺎﻣﻦ ‪ :‬إن ﻛﺎن اﻟ ﺴﺎﻛﺘﻮن أﻗﻞ ﻛﺎن إﺟﻤﺎﻋﺎ وإﻻ ﻓﻼ ﻗﺎﻟﻪ أﺑﻮ ﺑﻜﺮ ا ﻟﺮازي‬
‫اﻟﻘﻮل اﻟﺘﺎﺳﻊ ‪ :‬إن ﻛﺎن ﻓﻲ ﻋﺼﺮ ا ﻟﺼﺤﺎﺑﺔﻛﺎن إﺟﻤﺎﻋﺎ وإﻻ ﻓﻼ ﻗﺎل اﻟﻤﺎوردي ﻓﻲ اﻟﺤﺎوي واﻟﺮوﻳﺎ ﻧﻲ ﻓﻲ اﻟﺒﺤﺮ‬
‫اﻟﻘﻮل اﻟﻌﺎﺷﺮ ‪ :‬أن ذﻟﻚ إن ﻛﺎن ﻣﻤﺎ ﻳﺪوم وﻳﺘﻜﺮر وﻗﻮﻋﻪ واﻟﺨﻮض ﻓﻴﻪ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻜﻮن اﻟ ﺴﻜﻮت إ ﺟﻤﺎﻋﺎ وﺑﻪ ﻗﺎل إﻣﺎم‬
‫اﻟﺤﺮﻣﻴﻦ اﻟﺠﻮﻳﻨﻲ‬
‫اﻟﻘﻮل اﻟﺤﺎدي ﻋﺸﺮ ‪ :‬أﻧﻪ إﺟﻤﺎع ﺑﺸﺮط إﻓﺎدة اﻟﻘﺮاﺋﻦ اﻟﻌﻠﻢ ﺑﺎﻟﺮﺿﺎ وذﻟﻚ ﺑﺄن ﻳﻮﺟﺪ ﻣﻦ ﻗﺮاﺋﻦ اﻷﺣﻮال ﻣﺎ ﻳﺪل ﻋﻠﻰ‬
‫رﺿﺎ اﻟﺴﺎﻛﺘﻴﻦ ﺑﺬﻟﻚ اﻟﻘﻮل وا ﺧﺘﺎر ﻫﺬا اﻟﻐﺰاﻟﻲ ﻓﻲ ا ﻟﻤﺴﺘﺼﻔﻰ وﻗﺎل ﺑﻌﺾ اﻟﻤﺘﺄﺧﺮﻳﻦ أﻧﻪ أ ﺣﻖ اﻷﻗﻮا ل‬
‫اﻟﻘﻮل اﻟﺜﺎﻧﻲﻋ ﺸﺮ ‪ :‬أﻧﻪ ﻳﻜﻮن ﺣﺠﺔ ﻗﺒﻞ اﺳﺘﻘﺮار اﻟﻤﺬاﻫﺐ ﻻ ﺑﻌﺪﻫﺎ‬
‫وأﻣﺎ ﻟﻮ اﺗﻔﻖ أﻫﻞ اﻟﺤﻞ واﻟﻌﻘﺪ ﻋﻠﻰ ﻋﻤﻞ وﻟﻢ ﻳﺼﺪر ﻣﻨﻬﻢ ﻗﻮل واﺧﺘﻠﻔﻮا ﻓﻲ ذﻟﻚ ﻓﻘﻴﻞ إﻧﻪﻛﻔﻌﻞ رﺳﻮل اﷲ‬
‫ﺻﻀﺺ ﻷن اﻟﻌﺼﻤﺔ ﺛﺎﺑﺘﺔ ﻹﺟﻤﺎﻋﻬﻢ ﻛﺜﻮﺑﺘﻬ ﺎ ﻟﻠﺸﺎرع ﻓﻜﺎﻧﺖ أﻓﻌﺎﻟﻬﻢﻛﺄﻓﻌﺎﻟﻪ وﺑﻪ ﻗﻄﻊ اﻟﺸﻴﺦ أﺑﻮ إﺳﺤﺎق اﻟﺸﻴﺮازي‬
‫وﻏﻴﺮﻩ‬
‫‪”Pembahasan ke sebelas : tentang ijma Sukuutiy, yaitu sebagian ahli ijtihad‬‬
‫‪berpendapat dengan sebuah pendapat dan hal in i telah tersebar dikalangan Mujtahidiin‬‬
‫‪pada masa itu, lalu mereka diam, tidak Nampak dari mereka persetujuan dan‬‬
‫‪pengingkaran. Maka dalam hal ini ada beberapa pendapat :‬‬

‫‪Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu‬‬ ‫‪Hal 219‬‬


1. Itu bukan ijma dan bukan juga hujjah, hal ini dikatakan oleh Daw ud Adh-Dhoohiriy
dan anaknya Al Murtadho, Al Qodhi menyandarkannya kepada Syafi’I, lalu memilih
pendapat ini, beliau berkata : ‘ini adalah keputusan final Syafi’I’. Al Ghozaliy, Ar
Raziy dan Al Amidiy berkata : ‘ini adalah nash Syafi’I dalam pendapat Jadiidnya’. Al
Huw ainiy berkata : ‘ini adalah dhohir madzhabnya’.
2. Itu adalah ijma dan hujjah, ini adalah pendapatnya sejumlah ulama Syafi’iyyah dan
ulama Ushul Fikih, diriw ayatkan yang semisalnya dari Syafi’i.
3. Itu adalah hujjah, namun bukan ijma, dikatakan oleh Abu Haasyim dan in i adalah
satu sisi pendapat Syafi’I sebagaimana telah lalu yang dikatakan Ash-Shoirofiy dan
dipilih oleh Al Amidiy.
4. Itu adalah ijma dengan syarat satu masa karena kalau jauh masanya biasanya
diamnya bukan dari keridhoannya, ini dikatakan oleh Ali Al Juba’iy, Ahmad dalam
salah satu riwayat darinya, dinukil oleh Ibnu Faruuk dalam kitabnya bahw a ini
adalah pendapatnya kebanyakan ulama Syafi’iyyah. Din ukil oleh Ustadz Abu Thoohir
Al Baghdaadiy dari ulama peneliti Syafi’iyyah, lalu dipilih oleh Ibnul Qothoon dan Ar-
Ruyaaniy. Ar-Roofi’iy berkata : ‘in i adalah yang paling benar menurut ulama
Syafi’iyyah’.
5. Itu adalah ijma, jika berupa fatwa bukan dalam hal hukum, dikatakan oleh Ibnu
Abi Huroiroh.
6. Itu adalah ijma jika berasal dari fatw a, dikatakan oleh Abu Ishaq Al Marw aziy.
7. Itu jika dalam hal fatw a tentang penghalalan darah dan kemaluan, maka adalah
ijma, jika tidak maka itu adalah hujjah.
8. Itu jika yang diam adalah sedikit jumlahnya, maka adalah ijma dan jika sebaliknya,
maka bukan, dikatakan oleh Abu Bakar Ar-Rooziy
9. Itu jika terjadi pada masa sahabat, maka adalah ijma, jika bukan masa sahabat,
bukan ijma, dikatakan Al Marw aziy dalam “Al Haaw iy” dan Ar-Ruuyaaniy dalam “Al
bahr”.
10.Itu jika pendapat tadi senantiasa dan diu lang-ulang terus dan yang lainnya d iam,
maka itu adalah ijma, dikatakan oleh Imam Al Haromain dan Al Juwainiy.
11.Itu adalah ijma dengan syarat terdapat in dikasi adanya keridhoan, hal ini
didapatkan dari indikasi kondisi yang menunjukan keridhoan orang yang diam, ini
adalah ucapan dan pilihannya Al Ghozali dalam “Al Mustashfaa” dan sebagian
Muta’akhirin mengatakan ini adalah pendapat yang benar.
12.Itu adalah hujjah sebelum adanya madzhab-madzhab dan tidak setelahnya.
Adapun sekiranya ahlul hil w al aqdi sepakat untuk mengamalkannya dan tidak
muncul dari mereka pendapat yang mereka berselisih did alamnya, maka dikatakan ini
seperti perbuatan Rasulullah , karena kemaksuman tertetapkan dengan kesepakatan
mereka, seperti tetapnya syariat, maka perbuatan ahli hil w al aqdi seperti perbuatan

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 220


Nabi . Ini adalah pendapat yang dipastikan oleh Syaikh Abu Ishaaq Asy-Syairooziy
dan selainnya”.

Berdasarkan keterangan ini, maka kami lebih condong kepada


pendapat dimakruhkannya seorang yang tidak dalam keadaan suci untuk
menyentuh mushaf Al Qur’an dan larangan pada hadits yang menunjukan
tidak boleh menyentuh mushaf Al Qur’an dibawa kepada makruh dengan
indikasi :
1. Tidak pastinya makna Thoohir pada hadits tersebut, apakah memang
ditujukan kepada orang yang berhadats, baik hadats kecil maupun besar.
2. Seandainya hal tersebut dipastikan bahwa makna Thoohir adalah untuk
orang yang tidak berhadats, maka pengharamannya juga belum
menunjukan kepastian, Karena tidak dinukil adanya akibat hukum baik
didunia maupun diakhirat bagi orang yang berhadats untuk menyentuh
Al Qur’an.
3. Telah dinukil kebolehan menyentuh mushaf bagi yang berhadats kecil,
sebagaimana dikatakan Imam Syaukani dalam “Nailul Author”, kata
beliau :
ِ َ‫ﺔُ وﻗ‬‫ﻪِ وا ﻟْﻬﺎدوِﻳ‬‫ﺪ ﺑِﺎَﻟﻠ‬‫ﺎك وزﻳ ﺪ ﺑﻦ ﻋﻠِ ﻲ وا ﻟْﻤﺆﻳ‬ ُ ِ‫ﺎ ا ﻟ ُْﻤ ْﺤﺪ‬‫َوأَﻣ‬
‫ﺎﺿ ﻲ‬ َ ََ َ ُ َ ُ َ  َ ُ ْ ُ َْ َ ُ ‫ﺤ‬ ‫ﻲ َواﻟﻀ‬ ِ‫ﻌﺒ‬ْ ‫ﺎس َواﻟ ﺸ‬
ٍ ‫ﺐ اﺑْ ُﻦ ﻋَﺒ‬
َ ‫َﺻﻐََﺮ ﻓَ َﺬَﻫ‬
ْ ‫ث َﺣ َﺪ ﺛًﺎ أ‬
ِ ‫ﺼﺤ‬
‫ﻒ‬ ِ ُ‫ا ﻟْﻘ‬
َ ْ ‫ﺲ ا ﻟُْﻤ‬ ‫ﻮز ﻟَُﻪ َﻣ‬
ُ ‫ﻪ ﻳَ ُﺠ‬ُ ‫ﻀﺎة َو َد ُاود إ ﻟَﻰ أَﻧ‬َ
”adapun orang yang berhadats kecil, maka Ibnu Abbaas Rodhiyallahu anhu, Asy-
Sya’biy, Adh-Dhohaak, Zaid bin Ali, Al Muayyadu billah, Al Hadawiyyah, Qoodhi Al
Qudhoot dan daw ud berpendapat diperbolehkan baginya menyentuh mushaf”.
4. Imam Ibnu Hazm telah menukil dalam kitabnya “Al Muhalla” dari :
A. Alqomah bin Qois, seorang ulama Tabi’I bahwa ia :
‫ﺴ َﺨ ُﻪ ﻟَُﻪ‬ ِ ‫ ِﺨ َﺬ ﻣ ﺼﺤ ًﻔﺎ أَﻣﺮ ﻧ‬‫ﻪ َﻛ ﺎ َن إ َذا أَراد أَ ْن ﻳـﺘ‬‫إ ﻧ‬
َ َ‫ﺎ ﻓَـﻨ‬‫ﺼ َﺮاﻧﻴ‬
ْ َ ََ َ ْ ُ َ َ َ ُ
”beliau jika ingin mengambil mushaf, memerintahkan seorang Nashroni, lalu
menyalinkan untuknya.
B. Lalu Imam Ibnu Hazm menukil perkataan Imam Abu Hanifah dan
Imam Malik, lalu menyetujui komentar dari Ali :
‫ ِﺊ ﻋِﻨْ َﺪُﻫ ْﻢ‬‫ َوﻏَﻴْـ ُﺮ ا ﻟُْﻤﺘَـ َﻮﺿ‬.ٍ‫ﻒ ﺑِﻌِ ﻼﻗَﺘِﻪِ َو ﻻ ﻳَ ْﺤ ِﻤﻠُُﻪ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻋِ ﻼﻗَﺔ‬
َ ‫ﺼ َﺤ‬ ْ ‫ﺐ ا ﻟُْﻤ‬ ُ ُ‫ْﺠﻨ‬
ِ
ُ ‫ْس أَ ْن ﻳَ ْﺤﻤ َﻞ ا ﻟ‬
ِ
َ ‫ ﻻ ﺑَﺄ‬:َ‫َوﻗَﺎ َل أَﺑُﻮ َﺣﻨﻴﻔَﺔ‬
‫ ﻓَﺈِ ْن َﻛﺎ َن ﻓِ ﻲ ُﺧ ْﺮ ٍج‬.ٍ‫ﺎدة‬ ٍ ِ
َ ‫ﻒ ﻻ ﺑِﻌﻼﻗَﺔ َوﻻ َﻋﻠَﻰ وِ َﺳ‬ ْ ‫ ِﺊ ا ﻟُْﻤ‬‫ﺐ َوﻻ ﻏَﻴْـُﺮ ا ﻟ ُْﻤﺘَـ َﻮﺿ‬
َ ‫ﺼ َﺤ‬ ُ ُ‫ْﺠﻨ‬
ِ
ُ ‫ ﻻ ﻳَ ْﺤﻤ ُﻞ اﻟ‬:‫ﻚ‬ ٌ ِ‫ﺎل َﻣﺎﻟ‬ َ َ‫ َوﻗ‬.‫ﻚ‬ ِ
َ ‫َﻛ َﺬﻟ‬
ِ ِِ ِ َ َ‫ ﻗ‬.ِ‫ﺎﻫﺮ‬ ِ ‫ﺼﺮاﻧِﻲ وا ﻟْﺠﻨﺐ وﻏَﻴـﺮ اﻟﻄ‬‫ي واﻟﻨ‬ ِ‫ﻮت ﻓَﻼ ﺑﺄْس أَ ْن ﻳﺤ ِﻤﻠَﻪ ا ﻟْﻴـﻬﻮد‬ ٍ ‫أَو ﺗﺎﺑ‬
‫ﻴﻞ َﻋﻠَﻰ‬َ ‫ﻳﻖ ﻻ َد ﻟ‬ ُ ِ‫ َﻫﺬﻩ ﺗَـ َﻔ ﺎر‬:‫ﻲ‬ ‫ﺎل َﻋﻠ‬ ُ ْ َ ُ ُُ َ  َ ْ َ َُ ُ ْ َ َ َ َُ ْ
ٍ ‫ﺎﺣ‬ِ ‫ﺎس وﻻ ِﻣ ﻦ ﻗـَﻮِل ﺻ‬ ِ ِ ْ ‫ َوﻻ ِﻣ ْﻦ‬- ٍ‫ﻴﺤﺔٍ َو ﻻ َﺳﻘِ َﻴﻤﺔ‬ ِ ٍ ِ ٍ ِ ِ ِ
.‫ﺐ‬ َ ْ ْ َ ٍ َ‫إﺟَﻤﺎ ٍع َوﻻ ﻣ ْﻦ ﻗ ﻴ‬ َ ‫ ﻻ ﺻَ ﺤ‬- ‫ﺔ‬‫ﺤﺘ َﻬﺎ ﻻ ﻣ ْﻦ ﻗـُ ْﺮآن َوﻻ ﻣ ْﻦ ُﺳﻨ‬ ‫ﺻ‬
ِ ‫س وﺑـﻴﻦ ا ﻟْﻘُﺮ‬ ِ ِ  ِ ِ ِ ‫ﺎﺟﺰا ﺑـﻴﻦ ا ﻟ‬ ِ ِ
‫آن َوﻻ‬ ْ َ ْ َ َ  ‫ح َوﻇَْﻬ َﺮ ا ﻟ َْﻮَرﻗَﺔ َﺣﺎﺟ ٌﺰ أَﻳْﻀًﺎ ﺑَـﻴْ َﻦ ا ﻟْ َﻤﺎ‬ َ ‫ اﻟﻠْﻮ‬‫ْﺤﺎﻣ ِﻞ َوﺑَـﻴْ َﻦ اﻟْﻘُ ْﺮآن ﻓَﺈ ن‬
َ َ ْ َ ً ‫ج َﺣ‬ ُ ‫ْﺨ ْﺮ‬ُ ‫َوﻟَﺌ ْﻦ َﻛﺎنَ ا ﻟ‬
ِ ِ
.‫ﻴﻖ‬ُ ‫ ْﻮﻓ‬‫ﻪ ﺗَـ َﻌﺎ ﻟَﻰ اﻟﺘـ‬‫ﻓـَ ْﺮ َق َوﺑِﺎَﻟﻠ‬
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 221
”Abu Hanifah berkata : ‘tidak mengapa orang yang junub membawa mushaf
dengan digantung dan tidak boleh membaw anya tanpa digantung, begitu
menurut mereka bagi orang yang tidak berwudhu’. Malik berkata : ‘orang yang
junub dan tanpa w udhu tidak boleh membaw a mushaf tidak dengan digantung
juga diatas bantal, namun jika diletakkan diatas pelana atau didalam peti, maka
tidak mengapa untuk membawanya orang Y ahudi, Nashroni, orang junub dan
yang tidak suci. Ali berkata : ‘ini adalah pembedaan yang tidak ada dalilnya yang
shahih baik dari Al Qur’an maupun dari hadits, baik yang shahih maupun yang
lemahnya, tidak juga dari ijma, qiyas dan ucapan sahabat. Seandainya dibaw a
dengan pelana adalah merupakan penghalang antara yang membawa dengan
Mushaf Al Qur’an, maka cover dan halaman atas mushaf adalah penghalang juga
antara orang yang memegang dengan Al Qur’an, tidak ada bedanya.
5. Telah dinukil secara shahih berkaitan surat Rasulullah kepada Hiroql
seorang kafir ahlu kitab, dimana dalam surat tersebut terdapat ayat Al
Qur’an. Namun jumhur mengatakan bahwa yang dipermasalahkan
adalah mushaf yang berisi Al Qur’an, kalau hanya ayat yang ditulis dalam
kitab fikih misalnya, maka ini diluar pembahasan. Maka bagi yang
berpendapat bahwa makna thoohir disitu adalah bagi orang Mukmin,
mereka mengatakan jika satu dua ayat yang ditujukan kepada orang
kafir untuk mendakw ahkan islam, maka tidak mengapa.
6. Telah tetap dalam syariat bahwa seorang mukmin adalah suci zat, baik ia
dalam keadaan junub, haidh dan tanpa wudhu, sehingga ketika seorang
mukmin memegang mushaf Al Qur’an, maka tidak berpengaruh terhadap
kesucian mushaf dalam artian secara fisiknya, hanyalah disyariatkan
untuk bersuci ketika memegang mushaf sebagai penghormatan dan
pengagungan kepada Al Qur’an. Maka seorang Muslim yang tidak dalam
keadaan suci dalam artian ia sedang berhadats, maka ketika memegang
mushaf bukan berarti ia tidak mengangungkan Al Qur’an, karena
bukankah pengagungan tempatnya di hati, sebagaimana Allah
berfirman :
ِ ُ‫ َﻬﺎ ِﻣ ْﻦ ﺗَـﻘْ َﻮى اﻟْﻘُﻠ‬‫ﻪِ ﻓَِﺈﻧـ‬‫ ْﻢ َﺷ َﻌﺎﺋِ َﺮ اﻟﻠ‬‫َو َﻣ ْﻦ ﻳُـ َﻌﻈ‬
‫ﻮب‬
“Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari
ketakwaan hati” (QS. Al Hajj (22) : 32).
Kesimpula nnya, sangat ditekankan kepada seorang Muslim yang
hendak memegang mushaf Al Qur’an untuk berw udhu terlebih dahulu.

Adapun berkaitan dengan hukum membaca Al Qur’an, tentu hal ini


merupakan cabang dari hukum memegang mushaf Al Qur’an. Dimana bagi

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 222


‫‪orang yang berpendapat tidak wajib dalam kondisi suci dalam artian tidak‬‬
‫‪berhadats baik besar maupun kecil ketika memegang mushaf, maka‬‬
‫‪tentunya membaca Al Qur’an diperbolehkan tanpa kondisi suci, karena‬‬
‫‪terkadang seorang yang membaca Al Qur’an tidak perlu memegang mushaf,‬‬
‫‪apalagi jika ternyata ia hapal Al Qur’an. Imam Bukhori dalam bab ini telah‬‬
‫‪menukil perkataan Imam Ibrohim An-Nakho’I tentang masalah membaca Al‬‬
‫‪Qur’an dan berzikir serta yang sejenisnya dalam keadaan berhadats, ada 2‬‬
‫‪perkataan yang dinukil dari Imam Ibrohim, yaitu :‬‬
‫‪1. ‘tidak mengapa membaca Al Qur’an di kamar mandi dan menulis risalah‬‬
‫‪tanpa berwudhu’.‬‬
‫‪Al Hafidz dalam “Al Fath” menjelaskannya secara apik :‬‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ﺎل ‪:‬‬ ‫ﺼﻮر ﻗَ َ‬ ‫ﺼﻮر ﻣﺜْﻠﻪ ‪َ ،‬و َرَوى َﻋ ْﺒﺪ اﻟ ‪‬ﺮز‪‬اق َﻋ ْﻦ اﻟﺜـ ْ‪‬ﻮ رِ ّي َﻋ ْﻦ َﻣﻨْ ُ‬ ‫ﺼﻮر َﻋ ْﻦ أَﺑِﻲ َﻋ َﻮا ﻧَﺔ َﻋ ْﻦ َﻣﻨْ ُ‬ ‫ﺻﻠَُﻪ َﺳﻌﻴﺪ ْﺑﻦ َﻣﻨْ ُ‬ ‫َوأَﺛَﺮﻩ َﻫ َﺬ ا َو َ‬
‫‪‬ﻬﺎ ﺗَـﺘَـ َﻌﻠ‪‬ﻖ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ ِ ِ ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫ﺎل ‪ :‬ﻟَ ْﻢ ﻳُـ ْﺒ َﻦ ﻟﻠْﻘ َﺮ َاءة ﻓﻴﻪ ‪ .‬ﻗُـﻠْﺖ ‪َ :‬وَﻫ َﺬ ا َﻻ ﻳُ َﺨﺎﻟﻒ ِر َواﻳَﺔ أَﺑ ﻲ َﻋ َﻮاﻧَﺔ ‪ ،‬ﻓَﺈﻧـ َ‬ ‫ْﺤ ‪‬ﻤﺎم ﻓَـَﻘ َ‬‫َﺳﺄَﻟْﺖ إ ﺑْـ َﺮاﻫﻴﻢ َﻋ ْﻦ ا ﻟْﻘ َﺮ َاءة ﻓ ﻲ ا ﻟ َ‬
‫ﺎل ‪َ :‬ﺳﺄَﻟْﺖ إِﺑْـ َﺮ ِاﻫﻴﻢ َﻋ ْﻦ‬ ‫ﻀﺎ َﻋ ْﻦ ُﻣ َﺤ ‪‬ﻤ ﺪ ْﺑﻦ أَﺑَﺎن َﻋ ْﻦ َﺣ ‪‬ﻤ ﺎد ْﺑﻦ أَﺑِﻲ ُﺳﻠَْﻴ َﻤﺎن ﻗَ َ‬ ‫ﺼﻮر أَْﻳ ً‬
‫ِ‬
‫ْﺠ َﻮاز َوﻗَ ْﺪ َرَوى َﺳﻌﻴﺪ ْﺑﻦ َﻣ ْﻨ ُ‬ ‫ﺑ ُﻤﻄْﻠَ ِﻖ ا ﻟ َ‬
‫ِ‬
‫اﻹ ﺳﻨَﺎد ْاﻷَ‪‬ول أَﺻﺢ ‪ .‬وروى اِْﺑﻦ ا ﻟْﻤﻨْ ﺬِ ر َﻋﻦ َﻋﻠِﻲ ﻗَ َ ِ‬ ‫ا ﻟْﻘِﺮاءة ﻓِ ﻲ ا ﻟْﺤﻤﺎم ﻓـَﻘﺎ َل ﻳ ْﻜﺮﻩ ذ ﻟِ ِ‬
‫ﺲ اﻟْﺒَـ ْﻴﺖ‬ ‫ﺎل ‪ :‬ﺑﺌْ َ‬ ‫ْ ّ‬ ‫ُ‬ ‫َ ّ َ ََ‬ ‫ﻚ ‪ ،‬اﻧْـﺘَـ َﻬ ﻰ ‪َ .‬و ِْ ْ‬ ‫َ‪َ َ َ ُ َ ‬‬ ‫ََ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫‪‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ْﺤﻴَﺎء ‪َ ،‬وَﻻ ﻳُـْﻘ َﺮأ ﻓﻴﻪ آﻳَﺔ ﻣ ْﻦﻛﺘَﺎب اﻟﻠﻪ ‪َ .‬وَﻫ َﺬ ا َﻻ ﻳَُﺪ ّل َﻋﻠَﻰ َﻛ َﺮ َاﻫﺔ ا ﻟْﻘ َﺮاَءة ‪َ ،‬وإ ﻧ َ‪‬ﻤﺎ ُﻫ َﻮ إ ْﺧﺒَﺎر ﺑ َﻤﺎ ُﻫ َﻮ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ْﺤ ‪‬ﻤﺎم ﻳُـﻨْـَﺰع ﻓﻴﻪ ا ﻟ َ‬ ‫اﻟ َ‬
‫ﺖ ا ﻟْ َﻜﺮاﻫﺔ َﻋﻦ أَﺑِﻲ ﺣﻨِﻴ َﻔﺔ ‪ ،‬و َﺧﺎ ﻟََﻔﻪ ﺻ ِ‬ ‫ْﺤ ‪‬ﻤﺎم أَ ْن ﻳَـﻠْﺘَ ِﻬﻲ َﻋ ْﻦ اﻟْﻘِ َﺮ َاءة ‪َ .‬و ُﺣ ﻜِﻴَ ْ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ﺎﺣﺒﻪ ُﻣ َﺤ ‪‬ﻤ ﺪ ْﺑﻦ‬ ‫َ ُ َ‬ ‫َ‬ ‫ََ ْ‬ ‫ا ﻟ َْﻮاﻗﻊ ﺑِﺄَن‪َ ‬ﺷﺄْن َﻣ ْﻦ ﻳَ ُﻜﻮن ﻓ ﻲ ا ﻟ َ‬
‫‪‬ﻮوِ ّي‬ ‫ﺎل اﻟﻨـ َ‬ ‫ﺎﺣﺒَﺎ ا ﻟ ُْﻌ ﺪ‪‬ة َوا ﻟْﺒَـﻴَﺎن ِﻣ ْﻦ اﻟ ﺸ‪‬ﺎﻓِ ﻌِﻴ‪‬ﺔ ‪َ .‬وﻗَ َ‬
‫ﺎﻻ َﻻ ﺗ ْﻜﺮﻩ ؛ ِﻷَﻧ‪‬ﻪ ﻟَﻴﺲ ﻓِﻴﻪِ د ﻟِﻴﻞ ﺧﺎص ‪ ،‬وﺑِﻪِ ﺻ ‪‬ﺮح ﺻ ِ‬
‫ُ ْ َ َ َ ّ َ َ َ َ‬ ‫ﺴﻦ َوَﻣﺎﻟ ﻚ ﻓَـ َﻘ َ ُ َ‬
‫ِ‬
‫ْﺤ َ‬ ‫اﻟ َ‬
‫ْﺤﻠِ ِﻴﻤ ّﻲ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫ْﺮﻩ ‪ ،‬ﻓَﺄَﻃْﻠَﻖَ ‪ .‬ﻟَﻜ ْﻦ ﻓ ﻲ ﺷَ ْﺮح ا ﻟْﻜﻔَﺎﻳَﺔ ﻟﻠ ﺼ‪‬ﻴْ َﻤﺮِ ‪‬ي ‪َ :‬ﻻ ﻳَـﻨْﺒَﻐ ﻲ أَ ْن ﻳَـ ْﻘَﺮأ ‪َ .‬و َﺳ‪‬ﻮى ا ﻟ َ‬ ‫َﺻ َﺤﺎب ‪َ :‬ﻻ ﺗُﻜ َ‬ ‫ﻓ ﻲ اﻟﺘ‪‬ﺒْـﻴَﺎن ﻋَ ْﻦ ْاﻷ ْ‬
‫ِ‬
‫اﺣﺘَﺞ‪ ‬ﺑِﺄَ ‪‬ن ا ﻟْﻘِ َﺮ َاءة َﻣﻄْﻠُﻮﺑَﺔ َو ِاﻻ ْﺳﺘِ ْﻜﺜَﺎر ِﻣﻨْـ َﻬﺎ‬ ‫ِ‬
‫ﺢ اﻟ ﺴ‪ْ ‬ﺒ ﻜ ّﻲ ا ﻟْ َﻜﺒِﻴﺮ َﻋ َﺪم ا ﻟْ َﻜ َﺮ َاﻫﺔ َو ْ‬ ‫ﺎﺟﺔ ‪َ .‬وَر ‪‬ﺟ َ‬ ‫ْﺤ َ‬ ‫ﻀﺎء ا ﻟ َ‬ ‫اءة َﺣﺎل ﻗَ َ‬
‫ِ‬
‫ﺑَـ ْﻴﻨﻪ َوﺑَـ ْﻴﻦ اﻟْﻘ َﺮ َ‬
‫ْﺤ ‪‬ﻤﺎم إِ ْن َﻛﺎ َن ا ﻟْ َﻘﺎ ِرئ ﻓِ ﻲ َﻣ َﻜﺎن‬ ‫ِ ِ‬
‫ﺎل ‪ُ :‬ﺣ ْﻜ ﻢ ا ﻟْﻘ َﺮ َاءة ﻓ ﻲ اﻟ َ‬ ‫ﺎت َﺧ ْﻴﺮ َﻛﺜِﻴﺮ ‪ .‬ﺛُ ‪‬ﻢ ﻗَ َ‬ ‫ﺖ ﻟََﻔ َ‬ ‫ْﺤ َﺪ ث ﻳَ ْﻜﺜُﺮ ‪ ،‬ﻓـَﻠَْﻮ ُﻛ ِﺮَﻫ ْ‬ ‫َﻣﻄْﻠُﻮب َوا ﻟ َ‬
‫ﺲ ﻓِﻴﻪِ َﻛ ْﺸﻒ َﻋ ْﻮ َرة ﻟَ ْﻢ ﻳُ ْﻜ َﺮﻩ ‪َ ،‬وإِ ‪‬ﻻ ُﻛﺮَِﻩ ‪.‬‬ ‫ﻧَﻈﻴﻒ َوﻟَْﻴ َ‬
‫ِ‬
‫ﻗـَ ْﻮﻟﻪ ‪َ ) :‬وﻳَ ْﻜﺘُﺐ اﻟ‪‬ﺮ َﺳﺎ ﻟَﺔ (‬
‫ﻮﺣﺔ ﻋَﻄْﻔًﺎ ﻋَﻠَﻰ‬ ‫ٍ‬ ‫ٍ‬ ‫ِ ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫ﻮرة َوَﻛﺎف َﻣ ْﻔﺘُ َ‬ ‫ﺴ َ‬ ‫ﺐ ‪َ ،‬وﻓﻲ رَواﻳَﺔ َﻛﺮ َﻳﻤﺔ " ﺑ َﻜﺘْﺐ " ﺑ ُﻤَﻮ ‪‬ﺣ َﺪة َﻣ ْﻜ ُ‬ ‫َﻛ َﺬا ﻓ ﻲ رَواﻳَﺔ ْاﻷ َْﻛﺜَﺮ ﺑﻠَْﻔﻆ ُﻣ ﻀَﺎرِع َﻛﺘَ َ‬
‫ِ ِ‬ ‫ﻗـَ ْﻮﻟﻪ ﺑِﺎ ﻟْﻘِ َﺮ َاءةِ ‪َ .‬وَﻫ َﺬ ا ْ َ‬
‫ﺐ اﻟ ‪‬ﺮ َﺳﺎ ﻟَﺔ‬‫ﺎل ‪َ :‬ﺳﺄَ ﻟْﺖ إ ﺑْـ َﺮاﻫ ﻴﻢ ‪ :‬أَأ َْﻛﺘُ ُ‬ ‫ﺼﻮر ﻗَ َ‬ ‫ﻀﺎ َﻋ ْﻦ َﻣﻨْ ُ‬ ‫ﺻﻠَُﻪ َﻋ ْﺒ ﺪ اﻟ ‪‬ﺮز‪‬اق َﻋ ْﻦ اﻟﺜـْ‪‬ﻮرِ ّي أ َْﻳ ً‬ ‫اﻷ ﺛَﺮ َو َ‬
‫ِ ِ ِ ِِ ِِ‬
‫ﺿﻮء ﻳَـﺘَـ َﻌﻠ‪‬ﻖ ﺑﺎ ﻟْﻜﺘَﺎﺑَﺔ َﻻ ﺑﺎ ﻟْﻘ َﺮ َاءة ﻓ ﻲ ا ﻟ َ‬
‫ْﺤ‪‬ﻤ ﺎم ‪َ .‬وﻟَ‪‬ﻤﺎ‬ ‫ﺎل ‪ :‬ﻧَـ َﻌ ْﻢ ‪َ .‬وﺗَـﺒَـ ﻴ‪َ ‬ﻦ ﺑَِﻬ َﺬ ا أَن‪ ‬ﻗـَ ْﻮﻟﻪ َﻋﻠَ ﻰ ﻏَْﻴﺮ ُو ُ‬ ‫ﺿﻮء ؟ ﻗَ َ‬ ‫َﻋﻠَﻰ ﻏَْﻴﺮ ُو ُ‬
‫ﺿ ﻮء ‪ ،‬ﻟَﻜِ ْﻦ ﻳُْﻤ ﻜِﻦ أَ ْن‬ ‫ِ‬
‫ﻚ ﻳُ ْﻜ َﺮﻩ ﻟ َﻤ ْﻦ َﻛﺎ َن َﻋﻠَﻰ ﻏَْﻴﺮ ُو ُ‬
‫ِ‬
‫ﺴﺎﺋ ﻞ أَن‪َ ‬ذ ﻟ َ‬
‫َﻛﺎ َن ِﻣﻦ ﺷﺄْن ا ﻟ ‪‬ﺮﺳﺎﺋِﻞ أَ ْن ﺗ ﺼ ‪‬ﺪ ر ﺑِﺎ ﻟْﺒ ﺴﻤﻠَﺔِ ﺗـﻮ‪‬ﻫ ﻢ اﻟ ‪ِ ‬‬
‫ُ َ َ َ َْ ََ َ‬ ‫َ‬ ‫ْ َ‬
‫ﺼﺪ ا ﻟْﻘِ َﺮ َاءة ﻓَ َﻼ ﻳَ ْﺴﺘَﻮِي َﻣ َﻊ ا ﻟْﻘَِﺮ َاءة ‪.‬‬ ‫ﻳـﻘَﺎل ‪ :‬إِن‪َ ‬ﻛﺎﺗِﺐ اﻟ‪‬ﺮﺳﺎ ﻟَﺔ َﻻ ﻳـ ْﻘ ِ‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬
‫‪”Atsar ini disambungkan oleh Sa’id bin Manshur dari Abi ‘Aw aanah dari Manshuur‬‬
‫‪seperti ini. Abdur Rozak meriw ayatkan dari Ats-Tsauri dari Manshur ia berkata :‬‬
‫‪‘aku bertanya kepada Ibrohim tentang membaca Al Qur’an di kamar mandi?, maka‬‬
‫‪beliau menjawab : ‘tidak layak membaca Al Qur’an di tempat tersebut’.‬‬
‫‪Aku berkata, ini tidak menyelisihi riw ayat Abi ‘Aw aanah, karena dikaitkan dengan‬‬
‫‪kemutlakan pembolehannya, telah diriwayatkan juga oleh Sa’id bin Manshuur dari‬‬
‫‪Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu‬‬ ‫‪Hal 223‬‬
Muhammad bin Abaan dari Hammaad bin Abi Sulaiman ia berkata : ‘aku bertanya
kepada Ibrohim tentang membaca Al Qur’an di kamar mandi?, maka jaw abnya
dimakruhkan hal tersebut. Sanad yang pertama (yakni dari Manshuur) lebih shahih.
Diriw ayatkan oleh Ibnul Mundzir dari Ali Rodhiyallahu anhu, beliau berkata :
‘sejelek-jeleknya bagian rumah adalah kamar mandi, tempat rasa malu dilepaskan
dan tidak dibacakan di tempat tersebut, Kitabullah’. Ini tidak menunjukan
makruhnya membaca Al Qur’an, hanyalah hal tersebut merupakan khabar
kenyataan yang terjadi, dimana kamar mandi memang tempat yang tidak dibaca Al
Qur’an padanya.
Dinukil pendapat makruh dari Abu Hanifah, namun diselisih i oleh sahabatnya
Muhammad ibnul Hasan dan Malik yang berkata, tidak makruh. Karena tidak ada
dalil khusus yang melarangnya, demikian yang ditegaskan pemilik kitab “Al ‘Uddah”
dan “Al bayaan” dari kalangan Syafi’iyyah. An Naw aw i dalam “At-Tibyaan” dari para
sahabatnya, tidak makruh, lalu memutlakkannya. Namun dalam Syarah Al Kifaayah
lis Shoimoriy, beliau berkata : ‘tidak selayaknya membaca Al Qur’an di kamar
mandi”. Al Haliimiy menyamakan antaranya dan antara membaca Al Qur’an, kecuali
pada saat buang hajat. As-Subkiy Al Kabiir merajihkan tidak dimakruhkannya hal
tersebut dan berdalil bahw a membaca Al Qur’an adalah sesuatu yang
diperintahkan, begitu juga banyak membaca Al Qur’an sesuatu yang diperintahkan,
sedangkan hadats it u sering terjadi, seandainya hal tersebut dimakruhkankan,
niscaya akan terluput kebaikan yang sangat banyak. Lalu beliau berkata : ‘hukum
membaca Al Qur’an di kamar mandi, jika orang yang membaca di tempat yang
bersih dan tidak terbuka auratnya, maka tidak dimakruhkan, kalau tidak seperti it u,
maka dimakruhkan.
Ucapan Imam Ibrohim : ‘dan menulis Risalah’.
Demikian riwayat kebanyakan ulama dengan fi’il mudhori’ dari “kataba”, dalam
riw ayat Kariimah dengan “bikatbin” athof kepada “bil qirooah”.
Atsar ini disambungkan Abdur Rozak dari Ats-Tsauri juga dari Manshuur ia berkata :
‘aku bertanya kepada Ibrohim, apakah engkau menulis risalah dalam keadaan tidak
berw udhu?, beliau menjawab, iya’. Jelas disini bahw a ucapannya tanpa berw udhu
dikaitkan dengan penulisan risalah bukan membaca di kamar mandi. Ketika perkara
risalah biasanya terdapat Basmalah, maka tersamarkan bagi si penanya apakah hal
tersebut dimakruhkan ketika menulisnya tanpa berw udhu, namun dapat dikatakan :
‘sesungguhnya penulis risalah tidak dimaksudkan untuk membaca (Basmalah atau
Al Qur’an), sehingga tidak dapat disamakan hukumnya dengan membaca Al Qur’an.
2. ‘jika mereka memakai sarung (celana), maka jawab salamnya, jika
tidak, maka jangan dijawab salamnya’.
Al Hafidz masih dalam kitab yang sama, memberikan penjelasan :

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 224


ِ‫ﻣﺎ ﻟِ َﻜﻮﻧِﻪ‬ِ‫ وإ‬، ‫ﻣﺎ إِﻫ ﺎﻧﺔ ﻟَﻬ ﻢ ﻟِ َﻜﻮﻧِِﻬ ﻢ ﻋﻠَﻰ ﺑِ ْﺪﻋﺔ‬ِ‫ﺴ َﻼم ﻋﻠَﻴ ِﻬ ﻢ إ‬ ِ ِ
ْ َ َ َ ْ ْ ُْ ََ ْ ْ َ  ‫ﻬ ﻲ َﻋ ْﻦ اﻟ‬ْ‫ َواﻟ ﻨـ‬، ‫ﻮرِ ّي ﻓ ﻲ َﺟﺎﻣﻌﻪ َﻋ ْﻨ ُﻪ‬ْ ‫ﺻﻠَُﻪ اﻟﺜـ‬ َ ‫َوأَﺛَﺮﻩ َﻫ َﺬ ا َو‬
، ‫ ﻟَ ْﻔﻆ َﺳ َﻼم َﻋﻠَْﻴ ُﻜ ْﻢ ِﻣ ْﻦ ا ﻟْ ُﻘ ْﺮآن‬‫ َوأَن‬، ِ‫َﺳ َﻤﺎ ﺋِﻪ‬ ِ  ‫ اﻟ‬‫ﻪ ِﻷَن‬‫ﺴ َﻼِم ﻓِﻴﻪِ ذِْﻛﺮ اﻟﻠ‬
ْ ‫ﺴ َﻼم ﻣ ْﻦ أ‬  ‫ﻆ ﺑِﺎﻟ‬‫ـﻠَﻔ‬‫ َوا ﻟﺘ‬، ‫ﺮ ّد‬‫ﻳَ ْﺴﺘَ ْﺪﻋِ ﻲ ِﻣﻨْـ ُﻬ ْﻢ اﻟ‬
. ‫ ْﺮ َﺟ َﻤﺔ‬‫ﺟﻪ ذِ ْﻛﺮ َﻫ َﺬ ا ْاﻷَﺛَﺮ ﻓِﻲ َﻫ ﺬِﻩِ اﻟﺘـ‬ ‫ ْﻘﺮِﻳﺮ ﻳَـﺘَـَﻮ‬‫ َوﺑَِﻬ َﺬ ا اﻟﺘـ‬. ‫ْﺨ َﻼء‬
َ ‫اﻹ زَار ُﻣﺸَ ﺎ ﺑِﻪ ﻟَِﻤ ْﻦ ُﻫ َﻮ ﻓِﻲ ا ﻟ‬
ِْ ‫ﺮي ﻋَ ْﻦ‬ ‫َوا ﻟُْﻤﺘَـ َﻌ‬
”Atsar ini disambungkan oleh Ats-Tsauri dalam Jaami’ nya dari Hammad dari
Ibrohim. Tentang larangan salam kepada mereka, bisa jadi karena untuk
merendahkan mereka atas bid’ahnya mereka dan bisa jadi karena untuk
membantah mereka. Pelafadzan salam didalamnya ada penyebutan Allah, karena
As-salaam adalah salah satu Nama-Nya dan lafadz “Salaamun ‘Alaikum adalah
termasuk ayat Al Qur’an. Orang yang telanjang tidak memakai celana adalah ketika
berada di W C. Dengan penjelasan ini maka jelaslah korelasi atsar in i dengan judul
bab”.

Sedangkan bagi mereka yang menyatkan wajib dalam kondisi suci


bagi yang akan memegang mushaf, maka kaitannya dengan membaca Al
Qur’an, mereka berbeda pendapat, Imam Ibnu Abdil Bar dalam “Al
Istidzkaar” berkata :
‫ﻣﺎﻟﻚ ﻋﻦ أﻳﻮب ﺑﻦ أﺑﻲ ﺗﻤﻴﻤﺔ اﻟﺴﺨﺘﻴﺎﻧﻲ ﻋﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺳﻴﺮﻳﻦ أن ﻋﻤﺮ ﺑﻦ اﻟﺨﻄﺎب ﻛﺎن ﻓﻲ ﻗﻮم وﻫﻢ ﻳﻘﺮؤون‬
‫اﻟﻘﺮآن ﻓﺬﻫﺐ ﻟﺤﺎﺟﺘﻪ ﺛﻢ رﺟﻊ وﻫﻮ ﻳﻘﺮأ اﻟﻘﺮآن ﻓﻘﺎل ﻟﻪ رﺟﻞ ﻳﺎ أﻣﻴﺮ اﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ أﺗﻘﺮأ اﻟﻘﺮآن وﻟﺴﺖ ﻋﻠﻰ وﺿﻮء ﻓﻘﺎل ﻟﻪ‬
‫ﻋﻤﺮ ﻣﻦ أﻓﺘﺎك ﺑﻬﺬا أﻣﺴﻴﻠﻤﺔ‬
‫وﻓﻲ ﻫﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ ﺟﻮاز ﻗﺮاءة اﻟﻘﺮآن ﻃﺎﻫﺮا ﻓﻲ ﻏﻴﺮ اﻟﻤﺼﺤﻒ ﻟﻤﻦ ﻟﻴﺲ ﻋﻠﻰ وﺿﻮء إن ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﺟﻨﺒﺎ‬
‫وﻋﻠﻰ ﻫﺬا ﺟﻤﺎﻋﺔ أﻫﻞ اﻟﻌﻠﻢ ﻻ ﻳﺨﺘﻠﻔﻮن ﻓﻴﻪ إﻻ ﻣﻦ ﺷ ﺬ ﻋﻦ ﺟﻤﺎﻋﺘﻬﻢ ﻣﻤﻦ ﻫﻮ ﻣﺤﺠﻮج ﺑﻬﻢ وﺣﺴﺒﻚ ﺑﻌﻤﺮ ﻓﻲ‬
‫ﺟﻤﺎﻋﺔ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ وﻫﻢ اﻟﺴﻠﻒ اﻟﺼﺎﻟﺢ‬
‫واﻟﺴﻨﻦ ﺑﺬﻟﻚ أﻳﻀﺎ ﺛﺎﺑﺘﺔ ﻓﻤﻨﻬﺎ ﺣﺪﻳﺚ ﻣﺎﻟﻚ ﻋﻦ ﻣﺨﺮﻣﺔ ﺑﻦ ﺳﻠﻴﻤﺎن ﻋﻦ ﻛﺮﻳﺐ ﻣﻮﻟﻰ ﺑﻦ ﻋﺒﺎس ﻋﻦ ﺑﻦ ﻋﺒﺎس ﻓﻲ‬
‫ﺣﺪﻳﺚ ﺻﻼة رﺳﻮل اﷲ ﺑﺎﻟﻠﻴﻞ وﻓﻴﻪ ﻓﺎﺳﺘﻴﻘﻆ رﺳﻮل اﷲ ﻣﻦ ﻧﻮﻣﻪ ﻓﺠﻠﺲ وﻣﺴﺢ اﻟﻨﻮم ﻋﻦ وﺟﻬﻪ ﺛﻢ ﻗﺮأ اﻟﻌﺸﺮ اﻵﻳﺎت ﻣﻦ‬
‫ﺳﻮرة آل ﻋﻤﺮان ﺛﻢ ﻗﺎم إﻟﻰ ﺷﻦ ﻣﻌﻠﻘﺔ ﻓﺘﻮﺿﺄ ﻣﻬﺎ وذﻛﺮ ﺗﻤﺎم اﻟ ﺤﺪﻳﺚ وﻫﺬا ﻧﺺ ﻓﻲ ﻗﺮاءة اﻟﻘﺮآن ﻃﺎﻫﺮا ﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮ وﺿﻮء‬
‫وﺣﺪﻳﺚ ﻋﻠﻲ ﺑﻦ أﺑﻲ ﻃﺎﻟﺐ ﻗﺎلﻛﺎن رﺳﻮل اﷲ ﻻ ﻳﺤ ﺠﺒﻪ ﻋﻦ ﺗﻼوة اﻟﻘﺮآن ﺷﻲء إﻻ اﻟﺠﻨﺎﺑﺔ‬
”Malik bin Anas meriwayatkan dari Ayyuub bin Abi Tamiimah As-Sikhtiyaaniy dari
Muhammad bin Siriin bahw a Umar ibnul Khothoob Rodhiyallahu anhu pernah berada di
suatu kaum yang sedang membaca Al Qur’an, lalu beliau pergi untuk buang hajat, lalu
kembali dan membaca Al Qur’an, maka salah seorang berkata kepadanya : ‘w ahai
Amiiru l Mukminin, apakah engkau membaca Al Qur’an dan engkau tid ak berw udhu?,
maka jaw abnya, siapa yang memberi fatw a kepadamu, apakah Musailamah?.
Dalam hadits ini terdapat pembolehan membaca Al Qur’an dalam keadaan suci tanpa
memegang mushaf bagi yang tidak berwudhu, selama ia tidak junub. Ini adalah
pendapat sejumlah ulama. Tidak ada perselisihian didalamnya, kecuali mereka yang

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 225


ganjil dari jama’ah. Cukuplah bagi engkau dengan hadits Umar (yang membaca Al
Qur’an tanpa berw udhu-pent.) dalam jama’ah sahabat dan mereka adalah salafus
sholih.
Sunahnya hal tersebut juga tsabit, diantaranya dari had its Malik dari Mukhoromah bin
Sulaiman dari Kuro ib Maula ibnu ‘Abbaas tentang hadit s Sholat Rasulullah pada
malam hari, dimana Beliau bangun tidur, lalu duduk, lalu mengusap wajahnya,
kemudian membaca sepuluh ayat surat Ali ‘Imroon. Lalu berdiri mengambil bejana air
yang tergantung, lalu berw udhu dengannya….. ini adalah nash tentang bacaan Al
Qur’an dalam keadaan suci (tidak junub-pent.) tanpa punya w udhu. Dan Hadits Ali bin
Abi Tholib Rodhiyallahu anhu, ia berkata : ‘Rasulullah tidak terhalangi untuk
membaca Al Qur’an sedikit pun, kecuali pada saat janabah”.
Kemudian Imam Ibnu Abdil Barr, mengatakan pendapat yang
menyelisihi, kata beliau :
‫وﻗﺪ ﺷﺬ داود ﻋﻦ اﻟﺠﻤﺎﻋﺔ ﺑﺈﺟﺎ زة ﻗﺮاءة اﻟﻘﺮآن ﻟﻠﺠﻨﺐ وﻗﺎل ﻓﻲ ﺣﺪﻳﺚ ﻋﻠﻲ إﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﻗﻮل اﻟﻨﺒﻲ‬
”Dawud telah berpendapat ganjil dari jama’ah dengan membolehkan membaca Al
Qur’an bagi orang yang junub, lalu berkata tentang hadit s Ali, bahw a itu bukan ucapan
Nabi ”.
Imam Ibnu Hazm dalam “Al Muhalla” juga mengomentari hadits Ali
Rodhiyallahu anhu, kata beliau :
‫ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ‬- ‫ﺐ‬ ٍ ِ‫ﻲ ﺑْ ِﻦ أَﺑِﻲ ﻃَﺎﻟ‬ ِ‫ﻪِ ﺑْﻦ ﺳﻠَﻤ ﺔَ ﻋَ ْﻦ ﻋَﻠ‬‫ﺠﻮا ﺑِﻤﺎ رواﻩُ ﻋَﺒْ ُﺪ اﻟﻠ‬ ‫ﺎﺣَﺘ‬ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ‫ﺎ ﻣﻦ ﻣﻨﻊ اﻟْ ﺠﻨ‬‫ﻓَﺄَﻣ‬
ََ ُ ََ َ ْ َ‫ ﻓ‬،‫ﺐ ﻣ ْﻦ ﻗ َﺮ َاءة ﺷَ ْﻲ ء ﻣ ْﻦ ا ﻟْﻘُْﺮآن‬ َ ُُ َ ََ ْ َ
‫ﻪ‬ُ‫ﺠﺔَ ﻟَُﻬ ْﻢ ﻓِﻴﻪِ؛ ﻷَﻧ‬ ‫ْﺠﻨَﺎﺑَﺔُ " َوَﻫ َﺬ ا ﻻ ُﺣ‬ َ ‫ﺲ اﻟ‬
ِ ِ
َ ْ‫ ﻟَ ْﻢ ﻳَ ُﻜ ْﻦ ﻳَ ْﺤ ﺠ ُﺰﻩُ ﻋَ ْﻦ ا ﻟْﻘُ ْﺮآن ﺷَ ْﻲ ٌء ﻟَﻴ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻮل اﻟ ﻠﻪ‬
ِ َ ‫ رﺳ‬‫ " أَن‬-
َُ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ﻟَْﻴ‬
‫ﻤﺎ ﻳَْﻤﺘَﻨ ُﻊ ﻣ ْﻦ‬َ ‫ﻪ إ ﻧ‬ُ ‫ﻼم أَﻧ‬ُ ‫ َﻦ َﻋﻠَ ْﻴﻪ اﻟ ﺴ‬‫ َوﻻ ﺑَـﻴ‬،‫ﻼم ﻻ ﻳُـﻠْﺰُِم‬ ُ ‫ﻤﺎ ُﻫَﻮ ﻓ ْﻌ ٌﻞ ﻣﻨْ ُﻪ َﻋﻠَ ْﻴﻪ اﻟ ﺴ‬َ ‫ َوإ ﻧ‬،َ‫ﺐ ا ﻟْﻘُْﺮآن‬ ُ ُ‫ْﺠﻨ‬
ُ ‫ﺲ ﻓﻴﻪ ﻧَـ ْﻬ ٌﻲ َﻋ ْﻦ أَ ْن ﻳَـ ْﻘَﺮأَ ا ﻟ‬ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫ﻼم‬
ُ ‫ﺴ‬  ‫ َوُﻫَﻮ َﻋﻠَْﻴﻪ اﻟ‬،‫ْﺠ ﻨَﺎﺑَﺔ‬ َ ‫ﺲ ﻣ ْﻦ أ َْﺟ ِﻞ ا ﻟ‬
َ ‫ْﺤﺎ ل ﻟَْﻴ‬َ ‫ﻚ اﻟ‬ َ ْ‫ﻼم ﺗَـ ْﺮ ُك اﻟْﻘ َﺮ َاءة ﻓ ﻲ ﺗﻠ‬
ُ ‫ﺴ‬  ‫ َﻔ ُﻖ ﻟَُﻪ َﻋ ﻠَْﻴﻪ اﻟ‬‫ َوﻗَْﺪ ﻳُـﺘـ‬.‫ْﺠﻨَﺎﺑَﺔ‬َ ‫ﻗ َﺮ َاءة ا ﻟْ ُﻘْﺮآن ﻣ ْﻦ أ َْﺟ ِﻞ ا ﻟ‬
.‫ﺘ ﻜِﺌًﺎ‬‫ َو ﻻ أَ َﻛ َﻞ ُﻣ‬،‫ﻂ َﻋﻠَﻰ ِﺧ َﻮ ٍان‬  َ‫ وﻻ أَ َﻛ ﻞ ﻗ‬، ‫ث َﻋ ْﺸﺮَة رْﻛ َﻌًﺔ‬
َ
ِِ ِ ِ  ِ
َ َ َ َ ‫ َوﻟَ ْﻢ ﻳَﺰ ْد ﻗَﻂ ﻓﻲ ﻗﻴَﺎﻣﻪ َﻋﻠَﻰ ﺛَﻼ‬،‫ﻀ ﺎ َن‬
ِ
َ ‫ﻂ َﺷ ْﻬ ًﺮا َﻛﺎﻣﻼ ﻏَﻴْـ َﺮ َرَﻣ‬  َ‫ﺼ ْﻢ ﻗ‬ُ َ‫ﻟَ ْﻢ ﻳ‬
ٍ ‫ أَو أَ ْن ﻳﺄْ ُﻛ ﻞ ﻋﻠَﻰ ِﺧﻮ‬،ً‫ث ﻋ ْﺸﺮةَ رْﻛﻌﺔ‬ ِ ِ
‫ أَْو أَ ْن ﻳَﺄْ ُﻛ َﻞ‬،‫ان‬ َ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ ‫ﺠ َﺪ اﻟ َْﻤ ْﺮُء ﺑِﺄَ ْﻛﺜـَ َﺮ ﻣ ْﻦ ﺛَﻼ‬ ‫ﺎم ﺷَ ْﻬ ٌﺮ َﻛﺎﻣ ٌﻞ ﻏَﻴْـ ُﺮ َرَﻣﻀَﺎنَ أ َْو أَ ْن ﻳَـﺘَـَﻬ‬ َ‫ﺼ‬ َ ُ‫أَﻓـَﻴَ ْﺤ ُﺮُم أَ ْن ﻳ‬
‫ﺲ ﻋَﻠَﻰ ﻃُْﻬﺮٍ ﻋَ ْﻦ أَ ْن ﻳَـ ْﻘ َﺮأَ ﺷَﻴْﺌًﺎ ِﻣ ْﻦ‬ ِ ُ ‫ﺎر ﻓِ ﻲ ﻧـَ ْﻬ ِﻲ ا ﻟ‬
َ ْ‫ْﺠﻨُﺐ َوَﻣ ْﻦ ﻟَﻴ‬ ٌ َ‫ت آ ﺛ‬ْ ‫ﺎء‬ ِ ِ ِ
َ ‫ َوﻗَ ْﺪ َﺟ‬.‫ﺪ ا‬ ‫ َوﻣﺜْ ُﻞ َﻫ َﺬ ا َﻛﺜ ٌﻴﺮ ﺟ‬،‫ﻜﺌًﺎ َﻫ َﺬ ا ﻻ ﻳَـﻘُﻮﻟُﻮﻧَُﻪ‬‫ُﻣﺘ‬
ِ
‫ ِﻣﻨْـ َﻬﺎ َﺷ ْﻲ ٌء‬‫ﺼ ﺢ‬ ِ ‫ وﻻ ﻳ‬،‫آن‬ ِ
َ َ ‫ا ﻟْﻘُْﺮ‬
”Adapun ulama yang melarang orang junub membaca sesuatu dari Al Qur’an, berhujjah
dengan yang diriw ayatkan oleh Abdullah bin Salamah dari Ali bin Abi Thoolib
Rodhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah tidak menghalanginya membaca sesuatu dari Al
Qur’an, kecuali pada saat junub. Hadits ini tidak ada hujjah bagi mereka, karena tidak
ada didalamnya larangan orang junub membaca Al Qur’an. Ia hanyalah sekedar
perbuatan Nabi yang tidak melazimkan (senantiasa Beliau tidak membaca Al
Qur’an pada saat junub-pent.). dan Nabi juga tidak menjelaskan bahw a yang
menghalanginya dari membaca Al Qur’an adalah karena janabah.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 226


Telah disepakati bahw a Nabi meninggalkan membaca Al Qur’an pada saat it u, bukan
karena janabah. Beliau tidak pernah berpuasa satu bulan penuh, selain bulan
Ramadhon, Beliau juga tidak menambahi sholat malam lebih dari 13 rakaat, atau
Beliau tidak makan hewan tertentu (seperti Dhobb-pent.), atau Beliau tidak pernah
makan dengan bersandar, semua ini, tidak dikatakan para ulama (bahw a terlarang
melakukan kegiatan lebih dari it u-pent.). kasus seperti ini banyak sekali.
Telah ada riw ayat tentang larangan orang junub dan yang tidak punya wudhu untuk
membaca sesuatu dari Al Qur’an, namun haditsnya tidak ada yang shahih”.
Berdasarkan keterangan Imam Ibnu Hazm, kami memilih pendapat
sanga t dianjurk an bagi orang yang membaca Al Qur’an dalam
keadaan suci dan berwudhu terlebih dahulu.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﻪِ ﺑْ َﻦ‬‫ن ﻋَﺒْ َﺪ اﻟﻠ‬ َ‫ﺎس أ‬
ٍ ‫ﺐ َﻣ ْﻮﻟَﻰ اﺑْ ِﻦ ﻋَﺒ‬ ٌ ِ‫ﺪﺛَﻨِﻰ َﻣﺎﻟ‬ ‫ﻴﻞ ﻗَﺎ َل َﺣ‬
ٍ ْ‫ﻚ ﻋَ ْﻦ َﻣ ْﺨ َﺮ َﻣﺔَ ﺑْ ِﻦ ُﺳﻠَﻴْ َﻤﺎ َن ﻋَ ْﻦ ُﻛ َﺮﻳ‬ ِ
ُ ‫ﺪﺛـَﻨَﺎ إِ ْﺳ َﻤﺎﻋ‬ ‫ َﺣ‬- 183
ِ ‫ﺖ ﻓِ ﻰ َﻋ ْﺮ‬
‫ض‬ ْ ‫ َوِﻫ َﻰ َﺧﺎﻟَُﺘ ُﻪ ﻓَﺎ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺎت ﻟَﻴْـ َﻠ ًﺔ ِﻋ ْﻨ َﺪ َﻣ ْﻴ ُﻤﻮﻧَ َﺔ َز ْو ِج اﻟﻨ‬
ُ ‫ﺿﻄَ َﺠ ْﻌ‬ َ َ‫ ُﻪ ﺑ‬‫ﺎس أَ ْﺧﺒَـ َﺮُﻩ أَﻧ‬
ٍ ‫ﺒ‬‫َﻋ‬
‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ‬- ِ‫ﻠﻪ‬ ‫ﻮل اﻟ‬ ُ ‫ ﻓَـ َﻨ َﺎم َر ُﺳ‬، ‫َﻫُﻠ ُﻪ ﻓِﻰ ﻃُﻮﻟَِﻬﺎ‬
ْ ‫ َوأ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ِ ُ ‫ﺿﻄَﺠﻊ رﺳ‬ ِ
ُ َ َ َ ْ ‫ َوا‬، ‫اﻟْ ِﻮ َﺳﺎ َدة‬
‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻆ َر ُﺳﻮ ُل اﻟﻠ‬ َ ‫اﺳﺘَـﻴْـ َﻘ‬ ٍ ِ‫ﻴﻞ أ َْو ﺑَـ ْﻌ َﺪ ُﻩ ﺑِ َﻘﻠ‬
ْ ، ‫ﻴﻞ‬ ٍ ِ‫ أ َْو ﻗـَﺒْـﻠَ ُﻪ ﺑِ َﻘﻠ‬، ‫ ْﻴ ُﻞ‬‫ﻒ اﻟﻠ‬
َ‫ﺼ‬َ ‫ ﻰ إِ ذَا اﻧْـَﺘ‬‫ َﺣﺘ‬- ‫وﺳﻠﻢ‬
َ َ‫ ﻗ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫آل ِﻋ ْﻤ َﺮا َن‬
‫ﻦ‬ ‫ﺎم إِﻟَﻰ َﺷ‬ ِ ِ‫ﻮرة‬ ِ ِ ِ ِِ ِ
َ ‫ ﻗـَ َﺮأَ اﻟ َْﻌ ْﺸ َﺮ اﻵﻳَﺎت اﻟْ َﺨ َﻮاﺗ َﻢ ﻣ ْﻦ ُﺳ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ﻮ َم َﻋ ْﻦ َو ْﺟ ِﻬﻪ ﺑَِﻴ ﺪﻩ‬ْ ‫ﺲ ﻳَ ْﻤ َﺴ ُﺢ اﻟﻨـ‬ َ َ‫ ﻓَ َﺠ ﻠ‬-
ِ ُ ‫ﺖ ﻓَﺼﻨَـﻌ‬ َ َ‫ ﻗ‬. ‫ﻰ‬‫ﺼﻠ‬ ِ ٍ
‫ ﺛُﻢ‬، ‫ﺻَﻨ َﻊ‬ َ ‫ﺖ ﻣ ْﺜ َﻞ َﻣﺎ‬ ْ َ ُ ‫ﺎس ﻓـَﻘُ ْﻤ‬ ٍ ‫ﺎل اﺑْ ُﻦ َﻋﺒ‬ َ ُ‫ﺎم ﻳ‬
َ َ‫ ﻗ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ﻮء ُﻩ‬ َ ‫ﺿ‬ُ ‫َﺣ َﺴ َﻦ ُو‬ ْ ‫ﺄَ ﻣﻨْـ َﻬﺎ ﻓَﺄ‬‫ ﻓـَﺘَـ َﻮﺿ‬، ‫ﻘَﺔ‬‫ُﻣ َﻌﻠ‬
ِ ِ ِ ِ
َ َ‫ ﻓ‬، ‫ ﻳَـ ْﻔﺘﻠُ َﻬﺎ‬، ‫ َوأَ َﺧ َﺬ ﺑِﺄُذُﻧ ﻰ اﻟُْﻴ ْﻤﻨَ ﻰ‬، ‫ ﻓـَ َﻮﺿَ َﻊ ﻳَ َﺪﻩُ اﻟُْﻴ ْﻤﻨَﻰ ﻋَﻠَ ﻰ َرأْﺳ ﻰ‬، ‫ﺖ إِﻟَﻰ َﺟﻨْﺒِﻪ‬
‫ ﺛُﻢ‬، ‫ﻰ َرْﻛ َﻌﺘَـ ْﻴ ِﻦ‬‫ﺼﻠ‬ ُ ‫ ﻓـَﻘُ ْﻤ‬، ‫ﺖ‬ُ ‫ذَ َﻫْﺒ‬
َ َ‫ ﻓـَﻘ‬، ‫ ُن‬‫ﻰ أَﺗَﺎﻩُ اﻟ ُْﻤَﺆ ذ‬‫ َﺣﺘ‬، ‫ ا ﺿْﻄَ َﺠ َﻊ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ أ َْوﺗـَ َﺮ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ َرْﻛ َﻌﺘَـْﻴ ِﻦ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ َر ْﻛ َﻌﺘَـ ْﻴ ِﻦ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ َرْﻛ َﻌﺘَـْﻴ ِﻦ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ َرْﻛ َﻌﺘَـ ْﻴ ِﻦ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫َرْﻛ َﻌﺘَـ ْﻴ ِﻦ‬
‫ﺎم‬
 ‫ ﻰ اﻟ‬‫ﺼﻠ‬ ِ
‫ﺼ ْﺒ َﺢ‬ َ َ‫ﻢ َﺧ َﺮ َج ﻓ‬ ُ‫ ﺛ‬، ‫ ﻰ َرْﻛ َﻌﺘَـ ْﻴ ِﻦ َﺧﻔﻴَﻔ ﺘَـ ْﻴ ِﻦ‬‫ﺼﻠ‬ َ َ‫ ﻓ‬،
50). Hadits no. 183
“Haddatsanaa Ismail ia berkata, haddatsanii Maalik dari Makhromah bin Sulaiman dari
Kuroib Maulaa Ibnu ‘Abbaas bahwa Abdullah bin ‘Abbaas memberitahunya, bahwa ia
pernah menginap di rumah Nabi dirumah Maimunah istri Nabi dan ia adalah bibinya,
maka aku berbaring diatas bantal, sedangkan Nabi dan istrinya berbaring di ranjang yang
panjang, maka Beliau tidur, hingga pertengahan malam kurang lebih sedikit, Rasulullah
bangun, lalu Beliau duduk dan mengusap bekas tidurnya dengan tangannya ke wajahnya, lalu
Beliau membaca sepuluh terakhir ayat dari surat Ali Imroon, lalu Beliau berdiri dan
mengambil bejana air yang tergantung, lalu berwudhu darinya dan memperbagus wudhunya,

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 227


lalu Beliau bangun dan sholat. Ibnu ‘Abbaas berkata : ‘aku bangun dan berbuat seperti
yang dilakukan Nabi , lalu aku beranjak dan berdiri disamping Beliau, maka Nabi
memegang kepalaku dengan tangan kanannya, lalu beliau menarik kuping kananku dan
menggeser posisiku. Lalu Beliau melakukan sholat 2 rakaat, lalu 2 rakaat, lalu 2 rakaat, lalu 2
rakaat, lalu 2 rakaat, lalu 2 rakaat, lalu 1 rakaat Witir, lalu Nabi berbaring, hingga
Muadzin mengumandangkan adzan, lalu Nabi bangkit dan mengerjakan 2 rakaat ringan,
lalu keluar rumah dan mengerjakan sholat Subuh”.
HR. Muslim no. 1825

Penjelasan biografi perowi hadits :

1. Nama :Makhromah bin Sulaiman


Kelahiran :Lahir 60 H dan wafat 130 H
Negeri tinggal :Madinah
Komentar ulama : Tabi’I Shoghiir. Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Ma’in dan
Imam Ibnu Hibban. Imam Abu Hatim menilainya,
Shoolihul Hadits.
Hubungan Rowi : Kuroib adalah salah seorang gurunya dan tinggal
senegeri dengannya sebagaimana ditulis oleh Imam Al
Mizzi.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Hadits ini dalil diperbolehkannya membaca Al Qur’an dalam kondisi tidak
punya w udhu, sebagaimana perbuatan Nabi yang bangun tidur, lalu
membaca 10 ayat akhir surat Ali Imroon.
2. Hadits ini adalah penguat dari sabda Nabi :

ٌ ‫ﻚ ﻟَْﻴ ٌﻞ ﻃَ ِﻮ‬
، ‫ﻳﻞ ﻓَ ْﺎرﻗُ ْﺪ‬ َ ‫ ﻋُﻘْ َﺪ ةٍ ﻋَﻠَْﻴ‬‫ب ُﻛ ﻞ‬ ٍ َ َ‫س أَﺣ ِﺪ ُﻛﻢ إِ ذَا ﻫﻮ ﻧَﺎم ﺛَﻼ‬
ُ ِ‫ ﻳَﻀْ ﺮ‬، ‫ث ﻋُﻘَﺪ‬
ِِ
َ َ ُ ْ َ ِ ْ‫ﻴ ﻄَﺎ ُن ﻋَﻠَﻰ ﻗَﺎﻓَﻴ ﺔ َرأ‬ْ‫ﻳَـ ْﻌﻘ ُﺪ اﻟﺸ‬
ِ

‫َﺻ َﺒ َﺢ ﻧَ ِﺸﻴ ﻄًﺎ‬ ْ ‫ ﻰ اﻧْ َﺤﻠ‬‫ﺻﻠ‬


ْ ‫ﺖ ﻋُﻘْﺪَ ةٌ ﻓَﺄ‬ َ ‫ ﻓَِﺈ ْن‬، ٌ‫ﺖ ﻋُﻘْ َﺪة‬
ْ ‫ﺄَ اﻧْ َﺤﻠ‬‫ ﻓَِﺈ ْن ﺗـَ َﻮﺿ‬، ٌ‫ﺖ ﻋُﻘْ َﺪ ة‬
ْ ‫ َﻪ اﻧْ َﺤ ﻠ‬‫ﻆ ﻓَ َﺬَﻛ َﺮ اﻟﻠ‬ ِ
ْ ‫ﻓَِﺈن‬
َ َ‫اﺳﺘَـ ﻴْـﻘ‬
‫ﺲ َﻛ ْﺴ ﻼَ َن‬ ِ ‫ـ ْﻔ‬‫ﺚ اﻟﻨ‬َ ‫َﺻَﺒ َﺢ َﺧﺒِﻴ‬
ْ ‫ أ‬‫ َوإِﻻ‬، ‫ﺲ‬ ِ ‫ـ ْﻔ‬‫ﺐ اﻟﻨ‬ َ ‫ﻃَﻴ‬
“Setan duduk diatas te ngkuk kepala salah seorang diantara kalian, ketika ia tidur, se tan
akan memberikan 3 ikatan yang membuat ketiga ikatan tersebut menidurkanmu sepanjang
malam. Jika kalian bangun, maka berdzikirlah kepada Allah , sehingga terlepas 1 ikatan,
lalu jika ia berwudhu maka terlepas lagi 1 ikatan dan jika ia lanjutkan dengan sholat

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 228


terlepaslah seluruh ikatan, sehingga pagi harinya ia semangat dan bagus jiwanya, adapun
jika tertidur sepanjang malam, maka pada pagi harinya jiwanya jelek dan malas”
(Muttafaqun ‘Alaih).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 229


‫ ِﻣ َﻦ اﻟْ َﻐ ْﺸ ِﻰ اﻟ ُْﻤْﺜ ِﻘ ِﻞ‬‫ْﺄ إِﻻ‬‫ ﺑﺎب َﻣ ْﻦ َﻟ ْﻢ ﻳَـﺘَـ َﻮﺿ‬- 37
Bab orang yang Tidak Berwudhu kecuali
Karena Pingsan yang Berat

Penjelasan :

Imam Ibnu Bathol menjelaskan makna Al Ghosyu dalam “Syarah


Bukhori”, kata beliau :
‫ ﻣﺮض ﻳَـ ْﻌ ِﺮض ﻣﻦ ﻃﻮل اﻟﺘﻌﺐ واﻟﻮﻗﻮف‬:‫ اﻟﻐﺸﻰ‬:‫ﻗﺎل ﻋﺒﺪ اﻟﻮاﺣ ﺪ‬
ِ ‫ﺬِي ﻳـﻐْﺸَ ﻰ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ِﻣﻦ ا ﻟْﻤﻮ‬‫ وﻓﻰ اﻟﻘﺮآن } َﻛﺎ ﻟ‬،‫ ذﻫﺐ ﻋﻘﻠﻪ‬:‫ ﻏﺸﻰ ﻋﻠﻴﻪ‬:‫وﻗﺎل ﺻﺎﺣﺐ اﻟﻌﻴﻦ‬
} :‫ وﻗﺎل‬،[19 :‫ت{ ]اﻷﺣﺰاب‬ َْ َ ُ
.[9 :‫ﺎﻫ ْﻢ ﻓـَ ُﻬ ْﻢ َﻻ ﻳُـ ْﺒﺼِ ُﺮوﻧَﻦ{ ]ﻳﺲ‬
ُ َ‫ﺸﻴْـﻨ‬
َ ْ‫ﻓَﺄَﻏ‬
”Abdul W aahid berkata : ‘Al Ghosyu adalah penyakit yang diakibatkan karena kecapaian
atau lama berdiri’.
Penulis kitab Al ‘Ain berkata : ‘Ghosyu ‘alaihi, yakni hilang akalnya. Dalam Al Qur’an
Allah berfirman : “seperti orang yang pingsan karena akan mati” (QS. Al Ahzaab :
19). Dan firman-Nya : “dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat
melih at” (QS. Y asin : 9).
Kemudian Imam Ibnu Bathol menjelaskan hukum berkaitan wudhunya
orang yang pingsan, jika pingsannya sedikit yakni seperti kepalanya terasa
sakit, namun belum sampai taraf tidak sadar, maka wudhunya tidak batal
dan sholatnya juga masih tetap bisa jalan, sebagaimana kisah sahabiyah
Asmaa’ Rodhiyallahu anhu yang dibawakan oleh Imam Bukhori, namun jika
sampai tidak sadar, maka ia membatalkan wudhu dengan kesepakatan
ulama dan sudah pernah dinukil sebelumnya dari Imam Ibnul Mundzir
tentang ijma (kesepakatan) batalnya wudhu bagi orang yang hilang akalnya.

Berkata Imam Bukhori :


‫ َﻬﺎ‬‫ﺖ أَﺑِﻰ ﺑَ ْﻜ ﺮٍ أَﻧـ‬ ِ ‫ﺗِ َﻬﺎ أَﺳﻤﺎء ﺑِْﻨ‬‫ﺎﻃﻤﺔَ ﻋَﻦ ﺟ ﺪ‬ ِ ِِ ‫ﻚ ﻋَﻦ ِﻫ َﺸ ِﺎم ﺑ ِﻦ ﻋُ ﺮوةَ ﻋَ ِﻦ‬ ِ ِ َ َ‫ﺎﻋﻴﻞ ﻗ‬ ِ ِ
َ َْ َ ْ َ َ‫اﻣ َﺮأَﺗﻪ ﻓ‬ ْ َْ ْ ْ ٌ ‫ﺪﺛَﻨﻰ َﻣﺎﻟ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ ُ ‫ﺪﺛـَﻨَﺎ إ ْﺳ َﻤ‬ ‫َﺣ‬
، ‫ﻮ َن‬‫ﺼﻠ‬ ِ ‫ ﻓَِﺈ َذا اﻟﻨ‬، ‫ﻤ ﺲ‬‫ﺖ اﻟﺸ‬ ِ ‫ ِﺣﻴﻦ َﺧﺴ َﻔ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺖ َﻋﺎﺋِ َﺸ َﺔ َزوج اﻟﻨ‬
َ ُ‫ﺎم ﻳ‬
ٌ ‫ﺎس ﻗ َﻴ‬
ُ ُ ْ َ َ َْ ُ ‫َﺖ أَﺗَـ ْﻴ‬
ْ ‫ﻗَﺎﻟ‬
ِ
‫ت‬ ْ ‫ﺖ آﻳٌَﺔ ﻓَﺄَ َﺷ َﺎر‬ ُ ْ‫ ﻓـَ ُﻘﻠ‬. ِ‫ﻪ‬‫َﺖ ُﺳ ْﺒ َﺤﺎ َن اﻟﻠ‬ْ ‫ﺴ َﻤﺎء َوﻗَﺎﻟ‬ ‫ت ﺑَِﻴ ِﺪ َﻫﺎ ﻧَ ْﺤ َﻮ اﻟ‬ ِ ‫ﺖ َﻣﺎ ﻟِﻠﻨ‬
ْ ‫ﺎس ﻓَﺄَ َﺷ َﺎر‬ ُ ْ‫ﻰ ﻓـَ ُﻘﻠ‬‫ﺼﻠ‬ ِ ِ
َ ُ‫َوإِذَا ﻫ َﻰ ﻗَﺎﺋ َﻤ ٌﺔ ﺗ‬
‫ ﺻﻠﻰ اﷲ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ُ ‫ف َر ُﺳ‬ َ ‫ﺼ َﺮ‬َ ‫ﻤﺎ ا ْﻧ‬ َ‫ ﻓـَﻠ‬، ‫ﺎء‬ ِ
ً ‫ﺐ ﻓـَ ْﻮ َق َرأْﺳ ﻰ َﻣ‬  ‫َﺻ‬ُ ‫ﺖأ‬ ُ ْ‫ َو َﺟ َﻌﻠ‬، ‫ﻧِﻰ اﻟْﻐَ ْﺸ ُﻰ‬‫ﻰ ﺗَ َﺠ ﻼ‬‫ﺖ َﺣﺘ‬ ُ ‫ ﻓـَ ُﻘ ْﻤ‬. ‫َى ﻧَـ َﻌ ْﻢ‬
ْ‫أ‬
‫ ﻰ‬‫ ﻗَ ْﺪ َرأَﻳْـُﺘ ُﻪ ﻓِ ﻰ َﻣ َﻘ ِﺎﻣ ﻰ َﻫ َﺬا َﺣ ﺘ‬‫َﻢ أ ََرُﻩ إِﻻ‬ ٍ
ْ‫ﺖﻟ‬ ُ ‫ﺎل » َﻣﺎ ِﻣ ْﻦ َﺷ ْﻰء ُﻛ ْﻨ‬ َ َ‫ﻢ ﻗ‬ ُ‫ ﺛ‬، ِ‫ َﻪ َوأَﺛْـَﻨﻰ َﻋﻠَ ْﻴﻪ‬‫ َﺣ ِﻤ َﺪ اﻟﻠ‬- ‫ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 230


‫َﺖ‬
ْ ‫ﻚ ﻗَﺎ ﻟ‬ َ ِ‫ى ذَﻟ‬  َ‫ ﻻَ أَ ْدرِى أ‬- ‫ﺎل‬ ِ ‫ﺪﺟ‬ ‫ ُﻜ ْﻢ ﺗُـ ْﻔﺘَـُﻨﻮ َن ﻓِ ﻰ اﻟْﻘُُﺒﻮرِ ِﻣﺜْﻞ أ َْو ﻗَﺮِﻳًﺒﺎ ِﻣ ْﻦ ﻓِﺘْـَﻨﺔِ اﻟ‬‫ﻰ أَﻧ‬ َ‫ُوﺣ ﻰ إِﻟ‬
َ
ِ ِ
َ ‫ َوﻟَﻘَ ْﺪ أ‬، ِ‫ﺎر‬‫ﺔ َواﻟﻨ‬‫اﻟْ َﺠﻨ‬
‫ﺎء‬
ُ ‫َﺳ َﻤ‬
ْ ‫َﺖ أ‬ ْ ‫ﻚ ﻗَﺎﻟ‬ َ ِ‫ى ذَﻟ‬ َ‫ أَ ِو اﻟ ُْﻤﻮﻗِ ُﻦ ﻻَ أَدْرِى أ‬- ‫ﺎ اﻟ ُْﻤ ْﺆِﻣ ُﻦ‬‫ﺮ ُﺟ ِﻞ ﻓَﺄَﻣ‬ ‫ﻚ ﺑَِﻬ َﺬا اﻟ‬ َ ‫ﺎل َﻣﺎ ِﻋﻠْ ُﻤ‬ ُ َ‫َﺣ ُﺪ ُﻛ ْﻢ ﻓـَﻴُـﻘ‬
َ ‫ ﻳُـ ْﺆﺗَ ﻰ أ‬- ‫ﺎء‬ُ ‫َﺳ َﻤ‬ ْ‫أ‬
‫ ﻓَـ َﻘ ْﺪ‬، ‫ﺻﺎﻟِ ًﺤﺎ‬
َ ‫ﺎل ﻧَ ْﻢ‬ُ ‫ ﻓَـﻴُـ َﻘ‬، ‫ﺒَـ ْﻌَﻨﺎ‬‫ﺎ َواﺗـ‬‫آﻣﻨ‬
َ ‫َﺟﺒْـ َﻨﺎ َو‬
ِ ِ ‫ ﺟ‬، ِ‫ ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
َ ‫ ﻓَﺄ‬، ‫ـَﻨﺎت َواﻟ ُْﻬ َﺪ ى‬‫ﺎءﻧَﺎ ﺑﺎﻟْﺒَـﻴ‬
ََ ُ ‫ﻤ ٌﺪ َر ُﺳ‬ ‫ﻮل ُﻫَﻮ ُﻣ َﺤ‬ ُ ‫ ﻓَـﻴَـ ُﻘ‬-
، ‫ﻮل ﻻَ أَ ْدرِى‬ُ ‫ ﻓَـﻴَـ ُﻘ‬- ‫ﺎء‬ُ ‫َﺳ َﻤ‬
ْ ‫َﺖ أ‬ َ ِ‫ى َذﻟ‬
ْ ‫ﻚ ﻗَﺎﻟ‬  َ‫ﺎب ﻻَ أَ ْدرِى أ‬ ِ ِ َ ‫َﻋﻠِﻤَﻨﺎ إِ ْن ُﻛ ْﻨ‬
ُ َ‫ أَ ِو اﻟ ُْﻤ ْﺮﺗ‬- ‫ﻣﺎ اﻟ ُْﻤَﻨﺎﻓ ُﻖ‬َ‫ َوأ‬، ‫ﺖ ﻟ َُﻤ ْﺆﻣًﻨﺎ‬ ْ
« ‫ﺎس ﻳَـ ُﻘﻮﻟُﻮ َن َﺷ ْﻴًﺌﺎ ﻓـَ ُﻘﻠُْﺘ ُﻪ‬
َ ‫ﺖ اﻟﻨ‬ ُ ‫َﺳ ِﻤ ْﻌ‬
51). Hadits no. 184
“Haddatsanaa Ismail ia berkata, haddatsanii Maalik, dari Hisyaam bin ‘Urwah dari istrinya,
Fatimah dari Neneknya Asmaa’ bintu Abi Bakr Rodhiyallahu anha, ia berkata : ‘aku
mendatangi Aisyah -istri Nabi - ketika terjadi (kusuf/gerhana matahari), dimana orang-
orang mengerjakan sholat dan Aisyah juga ikut sholat. Aku bertanya : ‘apa yang dilakukan
orang-orang?’ Aisyah mengisyaratkan keatas (maksudnya terjadi gerhana matahari). beliau
berkata : ‘Subhanallah (Maha Suci Allah)’. Aku bertanya : ‘apakah ini pertanda?’ Beliau
berisyarat dengan kepalanya, (maksudnya) ‘iya’. Aku berdiri (untuk sholat), namun aku
hampir pingsan, maka aku mengguyurkan air di kepalaku. Ketika sele sai sholat, lalu Nabi
memuji Allah Azza wa Jalla kemudian berkhutbah : “tidak ada se suatupun yang diperlihatkan
kepadaku kecuali aku melihatnya di tempatku berdiri hingga jannah dan neraka (telah
dipelihatkan kepadaku). Telah diwahyukan kepadaku bahwa kalian akan difitnah (ditanya)
dalam kuburan, seperti –atau mirip, aku tidak tahu yang mana yang dikatakan Asmaa’-
fitnahnya Al-Masiih Ad-Dajjaal. (kalian akan) ditanya apa yang kamu tahu te ntang laki-laki
ini (maksudnya Nabi -pent.), jika ia seorang Mukmin –atau orang yang yakin, aku tidak
tahu yang mana yang dikatakan Asmaa’- akan menjawab ia adalah M uhammad Rasulullah,
telah datang kepada kami dengan penjelasan dan petunjuk, lalu kami menerima dan
mengikutinya. Maka dikatakan kepadanya, tidurlah orang sholih, kami telah mengetahui
bahwa kamu adalah orang-orang yang yakin terhadap hal ini. Adapun orang Munafik –atau
orang yang ragu-ragu, aku tidak tahu yang mana yang dikatakan Asmaa’- akan menjawab
‘aku tidak tahu, orang-orang berkata sesuatu, maka akupun mengatakannya”.
Imam Muslim mengeluarkan no. 905

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua biografi perow inya telah berla lu sebelumnya. Dan hadits ini
juga telah diriwayatkan hampir mirip pada no. 84.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 231


Penjelasan Hadits :
1. Hadits ini dalil sakit kepala yang tidak menyebabkan pingsan yang
sampai tidak sadar, maka tidak membatalkan wudhu.
2. Disyariatkannya sholat Gerhana dan akan datang rinciannya –Insya
Allah- pada babnya.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 232


‫ِﻪ‬‫سﻛُﻠ‬
ِ ْ‫اﻟﺮأ‬
 ‫ﺴ ِﺢ‬
ْ ‫ ﺑﺎب َﻣ‬- 38
‫ َو ُﺳﺌِ َﻞ‬. ‫ْﺳ َﻬﺎ‬
ِ ‫ﺮﺟ ِﻞ ﺗَﻤﺴﺢ َﻋ َﻠ ﻰ رأ‬ ‫ﺐ اﻟْﻤﺮأَُة ﺑِﻤ ْﻨ ﺰِﻟَﺔِ اﻟ‬
َ َُْ ُ
ِ ِ
َ ْ َ ِ ‫ﻴ‬‫ َوﻗَﺎ َل اﺑْ ُﻦ اﻟ ُْﻤ َﺴ‬. ( ‫اﻣ َﺴ ُﺤﻮا ﺑ ُﺮُءوﺳ ُﻜ ْﻢ‬
ِ ِ ِ
ْ ‫ﻪ ﺗَـ َﻌﺎﻟَﻰ ) َو‬‫ﻟ َﻘ ْﻮل اﻟﻠ‬
. ‫ﻪِ ﺑِْﻦ َزﻳْ ٍﺪ‬‫ﻳﺚ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬
ِ ‫ﺞ ﺑِ َﺤ ِﺪ‬ ‫ْس ﻓَﺎﺣَﺘ‬
ْ ِ ‫ﺮأ‬ ‫ﺾ اﻟ‬ ٌ ِ‫َﻣﺎﻟ‬
ُ ِ‫ﻚ أَﻳُ ْﺠ ﺰ‬
َ ‫ئ أَ ْن ﻳَ ْﻤ َﺴ َﺢ ﺑَـ ْﻌ‬
Mengusap Kepala Seluruhnya
Berdasarkan Firman Allah Ta’aalaa : “Usaplah kepala kalian”.
Ibnul Musayyab berka ta : ‘wanita sa ma seper ti laki-laki, mengusap
kepala seluruhnya’.
Malik perna h ditanya , apakah cuk up dibasuh sebagian ke pala saja?
Maka beliau ber hujja h denga n ha dits Abdullah bin Zaid Rodhiyallahu
anhu

Penjelasan :
Ini adalah pembahasan terkait mengusap kepala, apakah hal tersebut
dilakukan kepada seluruh kepala, ataukah cukup dibasuh sebagiannya saja?
Dari judul bab, nampaknya Imam Bukhori condong kepada pendapat yang
mengatakan mengusap kepala, dilakukan seluruhnya, tidak cukup hanya
sebagiannya saja.
Imam Ibnu Bathol dalam “Syarah Shahih Bukhori” menyebutkan
terjadinya perselisihan tersebut, kata beliau :
.[6 :‫ }واﻣﺴﺤﻮا ﺑﺮءوﺳﻜﻢ{ ]اﻟﻤﺎﺋﺪة‬:‫اﺧﺘﻠﻒ أﻫﻞ اﻟﺘﺄوﻳﻞ ﻓﻰ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ‬
‫ وﻫﺬ ا اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻳﺪل ﻋﻠ ﻰ‬:‫ ﻗﺎﻟﻮا‬،‫ واﺣﺘﺠﻮا ﻓﻰ ذﻟﻚ ﺑﺤﺪﻳﺚ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ زﻳﺪ‬،‫ اﻟﻤﺮاد ﻣﻨﻪ ﻣﺴﺢ ﺟﻤﻴﻊ اﻟﺮأس‬:‫ﻓﻘﺎﻟﺖ ﻃﺎﺋﻔﺔ‬
.‫ ﻫ ﺬا ﻗﻮل ﻣﺎﻟﻚ‬،‫ﻋﻤﻮم اﻟﺮأس ﺑﺎ ﻟﻤﺴﺢ ﻛﻌﻤﻮم ﻣﺎ ﺳﻮاﻩ ﻣﻦ اﻷﻋﻀﺎء ﺑﺎﻟﻐ ﺴﻞ‬
‫ إن ﻣﺴﺢ‬:‫ ﻓﻘﺎل أﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ وأﺻﺤﺎﺑﻪ‬،‫ واﺧﺘﻠﻒ أﻫﻞ ﻫﺬﻩ اﻟﻤﻘﺎﻟﺔ ﻓﻰ ﻣﻘﺪ ار اﻟﻤﻤﺴﻮح ﻣﻨﻪ‬،‫ ﺑﻞ اﻟﻔﺮض ﻣﺴﺢ ﺑﻌﻀﻪ‬:‫وﻗﺎل آﺧﺮون‬
.‫ وﻳﺒﺪأ ﺑﻤﻘﺪم رأﺳﻪ‬،‫رﺑﻊ رأﺳﻪ أﺟﺰأﻩ‬
.‫ ﻳﺠﺰﺋﻪ أن ﻳﻤﺴﺢ ﺛﻠﺜﻰ رأﺳﻪ‬:‫ وﻗﺎل ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻣﺴﻠﻤﺔ ﺻﺎﺣﺐ ﻣﺎﻟﻚ‬،‫ ﻳﺒﺪأ ﺑﻤﺆﺧﺮ رأﺳﻪ‬:‫وﻗﺎل اﻟﺤﺴﻦ ﺑﻦ ﺣﻰ‬
،‫ ﻳﺠﺰﺋﻪ‬:‫ ﻋﻦ أﺷﻬﺐ ﻓﻴﻤﻦ ﻣﺴﺢ ﻣﻘﺪم رأﺳﻪ‬،‫ وروى اﻟﺒﺮﻗﻰ‬،‫ ذﻛﺮﻩ ﻋﻨﻪ اﺑﻦ اﻟﻘﺼﺎر‬.‫ إن اﻗﺘﺼﺮ ﻋﻠﻰ ﺛﻠﺜﻪ أﺟﺰأﻩ‬:‫وﻗﺎل أﺷﻬﺐ‬
‫ اﻟﻤﺴﺢ‬:‫ وﻗﺎ ﻟﻮا‬،‫ ﻳﺠﺰﺋﻪ ﻣﺴﺢ ﻣﺎ ﻳﻘﻊ ﻋﻠﻴﻪ اﻻﺳﻢ‬:‫ وذﻛﺮ اﺑﻦ اﻟﻘﺼﺎر ﻋﻦ اﻟﺜﻮرى واﻟﺸﺎﻓﻌﻰ‬:‫ ﻗﺎل‬.‫ واﻟﻠﻴﺚ‬،‫وﻫﻮ ﻗﻮل اﻷوزاﻋﻰ‬
{‫ }واﻣﺴﺤ ﻮا ﺑﺮءوﺳ ﻜﻢ‬:‫ ﻟﻤﺎ اﺣﺘﻤﻞ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ‬:‫ ﻗﺎل‬،‫ واﺣﺘﺞ اﻟﻄﺤﺎوى ﻷﺻﺤﺎﺑﻪ‬،‫ﻓﻰ ﻟﺴﺎن اﻟﻌﺮب ﻟﻴﺲ ﻣﻦ ﺷﺄﻧﻪ اﻻﺳﺘﻴﻌﺎب‬
‫ ودﻟﺖ اﻟﺴﻨﺔ ﻓﻰ ﺣ ﺪﻳﺚ اﻟﻤﻐﻴﺮة أن ﺑﻌ ﻀﻪ ﻳﺠﺰئ دل أن ذ ﻟﻚ ﻫﻮ‬،‫[ ﻣﺴﺢ ﺟﻤﻴﻊ اﻟﺮأس واﺣﺘﻤﻞ ﻣﺴ ﺢ ﺑﻌﻀﻪ‬6 :‫]اﻟﻤﺎﺋﺪة‬
.‫اﻟﻔﺮض‬
”ahli tafsir berselisih pendapat tentang Firman Allah : “Usaplah kepala kalian”.
Sebagian mengatakan, yang dimaksud adalah mengusap seluruh kepala, mereka
berhujjah dengan hadits Abdullah bin Zaid (yang nanti akan dibaw akan oleh Imam

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 233


Bukhori pada bab ini-pent.). mereka berkata : ‘hadits ini menunjukkan atas keumuman
diusap kepala, kecuali anggota w udhu lainnya yang dibasuh. Ini adalah pendapatnya
Imam Malik.
Sedangkan yang lainnya berpendapat, yang w ajib adalah mengusap sebagian kepala,
kemudian mereka berselisih pendapat berapa ukuran minimalnya. Abu Hanifah dan
sahabatnya berpendapat : ‘diusap seperempat kepalanya, sudah mencukupi, dimulai
dari bagian depan kepalanya’. Al Hasan bin Hay berkata : ‘dimulai dari belakang kepala’.
Muhammad bin Maslamah sahabat Malik berkata : ‘cukup dengan mengusap dua
pertiga kepalanya’.
Asyhab berkata : ‘jika mengusap sepertiga kepalanya cukup’. Disebutkan oleh Ibnul
Qoshoor dari Asyhab dan diriw ayatkan Al Barqiy dari Asyhab tentang orang yang
mengusap bagian depan kepalanya, maka kata beliau mencukupinya, ini juga perkataan
Al Auzaa’iy dan Al Laits.
Ibnul Qoshoor menyebutkan dari Ats-Tsauri dan Asy Syafi’I : ‘cukup diusap apa yang
dimutlakkan atasnya nama kepala’. Mereka berkata : ‘mengusap dalam bahasa Arab
bukan perkara yang terpecah (tapi jamid).
Ath-Thohaw i berhujjah untuk madzhabnya, katanya : ‘ketika terdapat kemungkinan
pada firman Allah : “usaplah kepala kalian”. Mungkin maknanya adalah mengusap
seluruh kepala dan mungkin mengusap sebagiannya, sunnah menunjukkan pada hadits
Al Mughiiroh Rodhiyallahu anhu, bahw a mengusap sebagian kepala mencukupi yang
menunjukkan bahw a hal itu adalah yang w ajib’”.
Yang dimaksud hadits Al Mughiiroh adalah hadits yang dikeluarkan
Imam Muslim dalam “Shahihnya” dengan lafadz :
ِ‫ﺎﺻﻴﺘِﻪِ و َﻋﻠَ ﻰ اﻟْﻌِﻤﺎﻣﺔ‬
ِ ِ ِ
ََ َ َ ‫ﺄَ ﻓَ َﻤ َﺴ َﺢ ﺑَﻨ‬‫ َﻢ ﺗَـَﻮﺿ‬‫ ُﻪ َﻋﻠَ ْﻴﻪ َو َﺳﻠ‬‫ ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺻﻠ‬
َ ‫ ُﻪ‬‫إﻧ‬
“Bahwa Nabi berwudhu, lalu beliau mengusap jambulnya dan diatas imamahnya”.
Namun kelompok yang mengatakan w ajib mengusap kepala seluruhnya,
menjawab hadits ini, kata mereka sebagaimana diwakili Syaikhul Islam Ibnul
Qoyyim yang dinukil Imam Syaukani dalam “Nailul Author” :
ِ‫ﺎﺻﻴﺘِﻪ‬
ِ ِ ‫ وﻟَﻜِﻦ َﻛﺎ َن إ َذ ا ﻣ ﺴ‬، ‫َﺔ‬‫ﺾ رأْ ِﺳﻪِ أَﻟْﺒ ﺘ‬ ٍ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ‫ﻪ ﻟَ ﻢ ﻳ‬‫إ ﻧ‬
َ َ‫ﺢ ﺑﻨ‬
َََ َ َ‫ﻪ اﻗـْﺘ‬ُ‫ َﻢ ﻓ ﻲ َﺣ ﺪ ﻳﺚ َواﺣ ﺪ أَﻧ‬‫ُﻪ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ‬‫ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺻﻠ‬
ْ َ َ َ ِ ‫ﺼ َﺮ َﻋﻠَﻰ َﻣ ْﺴ ِﺢ ﺑَـ ْﻌ‬ َ ‫ﺢ َﻋ ْﻨ ُﻪ‬‫ﺼ‬ َْ ُ
ِ‫أ َْﻛﻤ ﻞ ﻋﻠَﻰ ا ﻟْﻌِﻤﺎﻣﺔ‬
ََ َََ
”Bahw a tidak shahih dari Nabi satu hadits pun bahwa Nabi pernah mengusap
sebagian kepalanya, namun jika Beliau mengusap jambulnya, lalu Beliau
menyempurnakan mengusap diatas imamahnya”.
Jadi kesimpulan pendapat ulama yang mewajibkan adalah, bahwa
perbuatan Nabi senantia sa mengusap seluruh kepalanya, tidak pernah
dinukil sekalipun Beliau mengusap sebagian kepalanya.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 234


Pendapat yang rajih (kuat) adalah disunnahkan bagi orang yang
berwudhu untuk mengusap kepala seluruhnya dan pada hadits Abdullah bin
Zaid Rodhiyallahu anhu yang akan dibawakan oleh Imam Bukhori dan yang
semakna dengannya yang menunjukkan bahwa Nabi selalu mengusap
kepala seluruhnya, maka sekedar hal tersebut adalah perbuatan Nabi
tidak menunjukkan wajib. Karena perkara wajib harus memiliki perintah
yang pasti atau adanya sebab hukuman baik didunia maupun diakhirat.
W allahu A’lam.
Perkataan Said ibnul Musayyib dalam judul bab diriwayatkan dengan
sanad bersambung, sebagaimana dikatakan Al Hafidz dalam “Al fath” :
‫م‬‫ ﻳَﻜْﻔِ ﻲ ا ﻟ َْﻤ ْﺮأَة َﻣ ْﺴﺢ ُﻣ َﻘ ﺪ‬: ‫ﺎل‬ ِ ِ ِ ِ ‫وأَﺛﺮﻩ ﻫ َﺬ ا و‬
ْ ‫ﺮ ُﺟ ﻞ َوا ﻟ َْﻤ ْﺮأَة ﻓ ﻲ ا ﻟَْﻤ ْﺴ ﺢ َﺳَﻮاء " َوﻧُﻘ َﻞ َﻋ ْﻦ أ‬ ‫ﺻﻠَُﻪ ا ْﺑﻦ أَﺑِﻲ َﺷ ْﻴﺒَﺔ ﺑِﻠَْﻔﻆ " اﻟ‬
َ َ‫ُﻪ ﻗ‬‫َﺣ َﻤ ﺪ أَﻧ‬ َ َ َ ََ
َ ْ‫َرأ‬
‫ﺳﻬﺎ‬
”Atsar ini disambungkan sanadnya oleh Ibnu Abi Syaibah dengan lafadz : “laki-laki dan
w anita dalam mengusap sama kedudukannya”, dinukil dari Imam Ahmad beliau
berkata, ‘cukup bagi w anita mengusap bagian depan kepalanya”.
Pertanyaan yang diajukan Imam Malik, kata Al Hafidz :
‫ﺮ ُﺟ ﻞ‬ ‫ َﺳﺄَﻟْﺖ َﻣﺎ ﻟِ ًﻜﺎ ﻋَ ْﻦ اﻟ‬: ‫ﺻ ِﺤﻴﺤﻪ ِﻣ ْﻦ ﻃَﺮِﻳﻘﻪ َوﻟَْﻔﻈﻪ‬ ِ ِ ِ ِ َ ِ‫ﺎﺋِﻞ ﻟَﻪ ﻋَﻦ ذَ ﻟ‬‫ا ﻟ ﺴ‬
َ ‫ﻨَُﻪ ا ﺑْﻦ ُﺧ َﺰﻳْ َﻤﺔَ ﻓ ﻲ‬‫ ﺑَـﻴـ‬، ‫ﺎع‬‫ﺒ‬‫ﻴﺴﻰ ﺑْﻦ ا ﻟﻄ‬ َ ‫ﻚ ُﻫ َﻮ إ ْﺳ َﺤﺎق ﺑْﻦ ﻋ‬ ْ ُ
‫ﺎل " َﻣﺴ ﺢ رﺳﻮل اﻟﻠﻪ‬  ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ َ َ َ َ َ‫ﺪ ﺛَﻨﻲ َﻋ ْﻤﺮو ْﺑﻦ ﻳَ ْﺤﻴَﻰ َﻋ ْﻦ أَﺑﻴﻪ َﻋ ْﺒ ﺪ اﻟﻠﻪ ْﺑﻦ َزْﻳ ﺪ ﻓـَ ﻘ‬ ‫ َﺣ‬: ‫ﺎل‬ َ َ‫ﻚ ؟ ﻓـَﻘ‬
َ ‫ﺿﻮﺋﻪ أَﻳُ ْﺠﺰﺋُُﻪ ذَ ﻟ‬ُ ‫م َر أْ ﺳﻪ ﻓ ﻲ ُو‬‫ﺴ ﺢ ُﻣﻘَﺪ‬
َ ‫ﻳَْﻤ‬
ِ ِِ ِ ِ ِِ ‫ﻢ ﻓِ ﻲ و‬‫ﻪ ﻋﻠَﻴﻪِ وﺳﻠ‬‫ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺻﻠ‬
" ‫ﺢ َرأْ ﺳﻪ ُﻛﻠّﻪ‬
َ‫ﺴ‬ ُ ‫ﺿﻮﺋﻪ ﻣ ْﻦ ﻧَﺎﺻﻴَﺘﻪ إِﻟَﻰ ﻗـَ َﻔ‬
َ ‫ َﻳ َﺪ ْﻳﻪ إ ﻟَﻰ ﻧَﺎﺻﻴَﺘﻪ ﻓََﻤ‬‫ﻢ َرد‬ ُ‫ ﺛ‬، ‫ﺎﻩ‬ ُ ُ َ ََ َْ َ
”yang bertanya kepada Imam Malik adalah Ishaq bin Isa bin Ath-Thobbaa’, dijelaskan
oleh Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya dari jalannya dengan lafadz : ‘aku bertanya
kepada Malik tentang seorang yang mengusap bagian depan kepalanya dalam
w udhunya apakah sah? Imam Malik menjaw ab, haddatsanii ‘Amr bin Yahya dari
Bapaknya dari Abdullah bin Zaid bahw a ia berkata : ‘Rasulullah mengusap dalam
w udhunya dari mulai jambul sampai ke tengkuk, lalu dikembalikan lagi ke jambulnya,
maka Beliau mengusap kepala semuanya”.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﺎل ﻟِ َﻌ ْﺒ ِﺪ‬ َ َ‫ن َر ُﺟ ﻼً ﻗ‬ َ‫ﻰ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻴﻪِ أ‬ ِ‫ﻚ َﻋ ْﻦ َﻋ ْﻤ ﺮِو ﺑْ ِﻦ ﻳَ ْﺤَﻴﻰ اﻟ َْﻤﺎزِﻧ‬ ٌ ِ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ َﻣﺎﻟ‬
َ َ‫ﻒ ﻗ‬
َ ‫ﻮﺳ‬ ِ
ُ ‫ﻪ ﺑْ ُﻦ ُﻳ‬‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠ‬ ‫ َﺣ‬- 185
- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ُ ‫ﻒ َﻛﺎ َن َر ُﺳ‬ َ ‫ﻴﻊ أَ ْن ﺗُﺮِﻳَﻨِ ﻰ َﻛ ْﻴ‬ ِ َ‫ أَﺗ‬- ‫ﺪ َﻋ ﻤ ﺮِو ﺑ ِﻦ ﻳ ﺤﻴﻰ‬ ‫ وﻫ ﻮ ﺟ‬- ‫ﻪِ ﺑ ِﻦ َزﻳ ٍﺪ‬‫اﻟﻠ‬
ُ ‫ﺴَﺘﻄ‬ ْ َْ َ ْ ْ َ َ ُ َ ْ ْ
‫اﺳﺘَـ ْﻨﺜـَ َﺮ‬
ْ ‫ﺾ َو‬َ ‫ﻀ َﻤ‬ ْ ‫ َﻣ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ﺮﺗَـ ْﻴ ِﻦ‬ ‫ ﻓَﺄَﻓـْ َﺮغَ َﻋﻠَ ﻰ ﻳَ َﺪﻳْﻪِ ﻓـَﻐَ َﺴ َﻞ ﻳَ َﺪ ُﻩ َﻣ‬، ‫ ﻓَ َﺪ َﻋﺎ ﺑِ َﻤ ٍﺎء‬. ‫ﻪِ ﺑْ ُﻦ َزﻳْ ٍﺪ ﻧـَ َﻌ ْﻢ‬‫ﺎل َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠ‬
َ َ‫ﺄُ ﻓـَﻘ‬‫ﻳَـﺘَـَﻮﺿ‬
‫ ﻓَﺄَﻗـَْﺒ َﻞ ﺑِ ِﻬ َﻤﺎ‬، ِ‫ َﻣ َﺴ َﺢ َرأ َْﺳ ُﻪ ﺑَِﻴ َﺪﻳْﻪ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ﺮﺗَـ ْﻴ ِﻦ إِﻟَﻰ ا ﻟِْﻤ ْﺮﻓـَﻘَ ْﻴ ِﻦ‬ ‫ﺮﺗَـ ْﻴ ِﻦ َﻣ‬ ‫ ﻏَ َﺴ َﻞ ﻳَ َﺪﻳْﻪِ َﻣ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ ﻏَ َﺴ َﻞ َو ْﺟ َﻬ ُﻪ ﺛَﻼَﺛًﺎ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ﺛَﻼَﺛًﺎ‬
ِ‫ ﻏَﺴﻞ ِرﺟ ﻠَﻴﻪ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ ِﺬى ﺑ َﺪأَ ِﻣ ْﻨﻪ‬‫ﺎن اﻟ‬ ِ ‫ﻫﻤﺎ إِﻟَﻰ اﻟْﻤ َﻜ‬‫ رد‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ ﻰ ذَﻫ ﺐ ﺑِ ِﻬﻤﺎ إِﻟَﻰ ﻗـَ َﻔﺎ ُﻩ‬‫ ﺣﺘ‬، ِ‫م رأ ِْﺳﻪ‬ِ‫ ﺑ َﺪأَ ﺑِﻤﻘَ ﺪ‬، ‫وأَ ْدﺑـ ﺮ‬
ْْ ََ ُ َ َ َُ َ َ َ َ َ َ ُ َ ََ َ

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 235


52). Hadits no. 185
“Haddatsanaa Abdullah bin Yusuf ia berkata, akhbaronaa Malik dari ‘Amr bin Yahya Al
Maaziniy dari Bapaknya bahwa seorang laki-laki berkata kepada Abdullah bin Zaid
Rodhiyallahu anhu –beliau adalah kakeknya ‘Amr bin Yahya- dapatkan e ngkau menunjukkan
bagaimana Rasulullah berwudhu? Abdullah bin Zaid menjawab, ‘bisa’. Lalu beliau
meminta air, lalu mencuci kedua tangannya 2 kali, lalu berkumur-kum ur dan beristinsyaq 3
kali, lalu membasuh wajahnya 3 kali, lalu membasuh kedua tangannya 2 kali 2kali sampai
siku, lalu mengusap kepalanya dengan kedua tangannya dari depan sampai belakang, dimulai
dari depan kepalanya sampai ke tengkuknya diusap de ngan kedua tangannya, lalu kembali
dari belakang ke tempat pertamakali memulainya, lalu membasuh kedua kakinya”.
HR. Muslim no. 575

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua biografi perowinya telah berlalu sebelumnya.

Penjelasan Hadits :
1. Hadits ini dalil disyariatkannya mengusap kepala seluruhnya dan para
ulama telah sepakat (berijma) bahwa hal ini hukumnya disunahkan,
sebagaimana dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam “Majmu
Fatawanya”.
2. Keutamaan sahabat Abdullah bin Zaid Rodhiyallahu anhu yang dengan
kerendahan hatinya, mau mengajarkan sifat wudhu Nabi , lalu beliau
mempraktekannya langsung sebagaimana yang beliau lihat dari Nabi .

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 236


‫اﻟﺮ ْﺟ ﻠَ ْﻴ ِﻦ إِﻟَﻰ اﻟْ َﻜ ْﻌﺒَـ ْﻴ ِﻦ‬
 ‫ﺴ ِﻞ‬
ْ َ‫ ﺑﺎب ﻏ‬- 39
Bab 39 Membasuh Kedua Kaki sampai Mata Kaki

Penjelasan :
Membasuh kedua kaki sampai mata kaki adalah perintah Allah bagi
orang yang berw udhu sebagaimana dalam ayat-Nya yang mulia : “ ‫َوأ َْر ُﺟﻠَ ُﻜ ْﻢ إِﻟَﻰ‬
‫”اﻟْﻜَ ْﻌﺒَـ ْﻴ ِﻦ‬ (Basuhla h kaki kalian sampai kedua mata kaki). Dan huruf “ilaa”

pada ayat diatas bermakna “Ma’a” (bersama) artinya kedua mata kaki juga
ikut dibasuh.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﻪِ ﺑْ َﻦ َزﻳْ ٍﺪ‬‫ت َﻋ ْﻤ َﺮو ﺑْ َﻦ أَﺑِﻰ َﺣ َﺴ ٍﻦ َﺳﺄ ََل َﻋ ْﺒ َﺪ اﻟﻠ‬
ُ ‫ﺐ َﻋ ْﻦ َﻋ ْﻤﺮٍو َﻋ ْﻦ أَﺑِﻴﻪِ َﺷ ﻬِ ْﺪ‬ ٌ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُوَﻫ ْﻴ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﻮﺳ ﻰ ﻗ‬
َ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُﻣ‬ ‫ َﺣ‬- 186
‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﻮء اﻟﻨ‬ ٍ ِ ُ ‫َﻋﻦ و‬
َ ‫ﺿ‬
ُ ‫َﻬ ْﻢ ُو‬ ُ ‫ﺄَ ﻟ‬‫ ﻓـَﺘَـ َﻮﺿ‬، ‫ ﻓَ َﺪ َﻋﺎ ﺑِﺘَـ ْﻮرٍ ِﻣ ْﻦ َﻣﺎء‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺿﻮء اﻟﻨ‬ ُ ْ
‫اﺳﺘَـ ْﻨﺜَـ َﺮ‬
ْ ‫اﺳﺘَـ ْﻨ َﺸ َﻖ َو‬
ْ ‫ﺾ َو‬ َ ‫ﻀ َﻤ‬ ْ ‫ ﻓَ َﻤ‬، ِ‫ـ ْﻮر‬‫ أَ ْد َﺧ َﻞ ﻳَ َﺪ ُﻩ ﻓِﻰ اﻟﺘ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ ﻓـَﻐَ َﺴ َﻞ ﻳَ َﺪﻳْﻪِ ﺛَﻼَﺛًﺎ‬، ِ‫ـ ْﻮر‬‫ ﻓَﺄَ ْﻛ َﻔﺄَ َﻋﻠَ ﻰ ﻳَ ِﺪﻩِ ِﻣ َﻦ اﻟﺘ‬- ‫وﺳﻠﻢ‬
‫ ﺛُﻢ‬، ‫ﺮﺗـَ ْﻴ ِﻦ‬ ‫ﺮﺗـَْﻴ ِﻦ إِﻟَﻰ ا ﻟِْﻤ ْﺮﻓـَﻘَ ْﻴ ِﻦ َﻣ‬ ‫ أَدْ َﺧ َﻞ ﻳَ َﺪﻩُ ﻓـَﻐَ َﺴ َﻞ ﻳَ َﺪﻳْﻪِ َﻣ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ أَدْ َﺧ َﻞ ﻳَ َﺪﻩُ ﻓـَﻐَ َﺴ َﻞ َو ْﺟ َﻬ ُﻪ ﺛَﻼَﺛًﺎ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ﺎت‬
ٍ َ‫ث ﻏَ ﺮﻓ‬
َ َ َ‫ﺛَﻼ‬
‫ ﻏَ َﺴ َﻞ رِ ْﺟﻠَ ْﻴﻪِ إِﻟَﻰ اﻟْ َﻜ ْﻌﺒَـ ْﻴ ِﻦ‬‫ ﺛُﻢ‬، ً‫اﺣ َﺪة‬ ِ ‫ﺮةً و‬ ‫ ﻓَﺄَﻗـْﺒ ﻞ ﺑِ ِﻬﻤﺎ وأَدْﺑـ ﺮ ﻣ‬، ‫أَدْﺧَ ﻞ ﻳ َﺪﻩُ ﻓَﻤﺴ ﺢ رأْﺳﻪ‬
َ َ ََ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ
53). Hadits no. 186
“Haddatsanaa Muusa ia berkata, haddatsanaa Wuhaib dri ‘Amr dari Bapaknya, aku
menyaksikan ‘Amr bin Abi Hasam bertanya kepada Abdullah bin Zaid Rodhiyallahu anhu
tentang wudhu Nabi , maka ia meminta dibawakan satu wadah air, lalu beliau
menunjukkan tata cara wudhu Nabi kepada mereka, beliau mencelumkan telapak
tangannya ke air, lalu mencucinya sebanyak tiga kali, lalu memasukkan tangannya ke air, lalu
berkumur-kumur dan menghirup serta mengeluarkan air dari hidung, sebanyak 3 kali cidukan,
lalu memasukkan tangannya dan membasuh wajahnya sebanyak 3 kali. Lalu memasukkan
tangannya dan mencuci tangannya sampai siku sebanyak 2 kali, lalu memasukkan tangannya
dan mengusap kepalanya, beliau memulai dari depan lalu mengembalikannya ke depan lagi
sebanyak 1 kali, lalu membasuh kedua kakinya”.
HR. Muslim no. 578

Penjelasan biografi perowi hadits :

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 237


Semua biografi perowinya telah berlalu sebelumnya, kecuali :

1. Nama : ‘Amr bin Abi Hasan Al Anshoriy Rodhiyallahu anhu


Kelahiran : -
Negeri tinggal : Madinah
Komentar ulama : Sahabat, dikatakan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar dalam “Al
Ishoobah fii Tamyiizi Ash-Shohaabah” dan Imam
Daruquthni dalam kitab “Illal”.
Hubungan Rowi : memiliki persahabat dengan Nabi .

Penjelasan Hadits :
1. Hadits ini dalil yang mendukung Firman Allah bagi yang berwudhu
w ajib membasuh kakinya sampai kedua mata kaki.
2. Telah terdahulu bahwa membasuh kaki dianjurkan sebanyak 3 kali 3 kali
yakni pada hadits Ustman bin ‘Affaan Rodhiyallahu anhu di bab 24 kitab
w udhu ini.
3. Telah berlalu sebelumnya ancaman yang keras bagi orang yang tidak
menyempurnakan membasuh kaki, sehingga masih ada bagian dari
kakinya yang belum terbasuh.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 238


‫ﺎس‬ ِ‫ﺿ‬
ِ ‫ﻮء اﻟﻨ‬ ْ َ‫اﺳﺘِ ْﻌ َﻤ ِﺎل ﻓ‬
ُ ‫ﻀ ِﻞ َو‬ ْ ‫ ﺑﺎب‬- 40
ِ‫ﻀ ِﻞ ِﺳﻮاﻛِﻪ‬ ِ  ‫ﻪِ أ َْﻫَﻠ ُﻪ أَ ْن ﻳـﺘَـﻮ‬‫وأَﻣ ﺮ ﺟ ﺮِﻳﺮ ﺑ ﻦ َﻋ ْﺒﺪِ اﻟ ﻠ‬
َ ْ ‫ﺿ ُﺌﻮا ﺑ َﻔ‬ ََ ُْ ُ َ ََ َ
Bab 40 Penggunaan Sisa Air Wudhu
Jariir bin Abdulla h Rodhiyallahu anhu memer intahka n keluar ganya
untuk berwudhu dari air bekas sikat giginya

Penjelasan :

Atsar sahabat Jariir Rodhiyallahu anhu diriwayatkan dengan sanad


bersambung, sebagaimana penjelasan Al Hafidz dalam “Al Fath” :
‫ َوﻓِ ﻲ ﺑَـ ْﻌﺾ ﻃُُﺮﻗﻪ " َﻛﺎنَ َﺟﺮِ ﻳﺮ ﻳَ ْﺴﺘَﺎك‬، ‫ﺮﻫﻤﺎ ِﻣ ْﻦ ﻃَﺮِﻳﻖ ﻗـَْﻴ ﺲ ْﺑﻦ أَﺑِﻲ َﺣﺎ زِم َﻋﻨْ ُﻪ‬ ِ ‫ﺪ‬ ‫ﻫ َﺬا ْاﻷَﺛَﺮ وﺻﻠَﻪ اِﺑﻦ أَﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔ واﻟ‬
َ ‫ارﻗُﻄْﻨ ّﻲ َوﻏَْﻴ‬ َ َ َ َْ ْ َُ َ َ
ِ ِ ِ ِ ِ
‫ﻴﻦ‬‫ﻦ ا ْﺑﻦ اﻟ ﺘ‬ َ‫ َوﻇ‬، ‫ﻨَﺔ ﻟ ﻠ ُْﻤ َﺮاد‬‫ﺮَوا ﻳَﺔ ُﻣﺒَـﻴـ‬ ‫ْﺳﺎ " َوَﻫ ﺬﻩ اﻟ‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ْ َ‫ﺌُﻮا ﺑﻔ‬‫ ﺗَـ َﻮﺿ‬: ‫ ﻳَـﻘُﻮل ﻷ َْﻫﻠﻪ‬‫َوﻳَـﻐْﻤ ﺲ َرأْ س ﺳ َﻮاﻛﻪ ﻓ ﻲ ا ﻟ َْﻤﺎء ﺛُﻢ‬ ِ
ً ‫ َﻻ ﻳَـ َﺮى ﺑ ﻪ ﺑَﺄ‬، ‫ﻀﻠﻪ‬
، ‫ﺮ ا ﻟَْﻤﺎء‬‫ﻪ ﻟَ ْﻢ ﻳُـﻐَﻴ‬ُ ‫ ﻳُ ْﺤ َﻤﻞ َﻋﻠَﻰ أَﻧ‬: ‫ﺬِي ﻳُـ ْﻨﺘَـَﻘﻊ ﻓِﻴﻪِ اﻟ ُْﻌﻮد ِﻣ ْﻦ ْاﻷ ََراك َوﻏَْﻴﺮﻩ ﻟَﻴْـﻠَْﻴ ِﻦ ﻓَـ َﻘﺎ ﻟُﻮا‬‫ﻀ ِﻞ ِﺳ َﻮاﻛﻪ اﻟ َْﻤﺎء ا ﻟ‬ ْ ‫ اﻟ ُْﻤ َﺮاد ﺑَِﻔ‬‫َوﻏَْﻴﺮﻩ أَن‬
‫ﺤُﻪ‬ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ﻤﺎ أَراد ا ﻟْﺒ ﺨﺎرِي أَن‬‫وإِﻧ‬
َ ‫ﺤ‬ ‫ﺻ‬ َ ‫ َوﻗَ ْﺪ‬. ‫ﻬﺮ ﺑﻪ‬‫ َﻄ‬‫ﺮ ا ﻟ َْﻤﺎء ﻓَ َﻼ ﻳَْﻤﺘَﻨﻊ اﻟﺘ‬‫ﺮد اﻻ ْﺳﺘ ْﻌ َﻤﺎل َﻻ ﻳُـﻐَﻴ‬ ‫ َوَﻛ َﺬ ا ُﻣ َﺠ‬، ‫ﺮ ا ﻟ َْﻤﺎء‬‫ﻚ َﻻ ﻳُـﻐَﻴ‬ َ ‫ﺻﻨﻴﻌﻪ َذ ﻟ‬ َ ّ َُ ََ َ َ
‫ﻲ ِﻣ ْﻦ‬ ِ‫ارﻗُﻄْﻨ‬ ِ ِِِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ
ً ُ‫ﺬي أُ ْد ﺧ ﻞ ﻓﻴﻪ ﺳَﻮ اﻛ ﻲ " َوﻗَ ْﺪ ُروِ َي َﻣ ْﺮﻓ‬‫ﺌُﻮا ﻣ ْﻦ َﻫ َﺬ ا ا ﻟ‬‫ ﺗَـ َﻮﺿ‬: ‫ﻲ ﺑِﻠَْﻔﻆ " َﻛﺄَ ْن ﻳَـﻘُﻮل ﻷ َْﻫﻠﻪ‬ ‫ﺪ َارﻗُﻄْﻨ‬ ‫اﻟ‬
َ ‫ﺪ‬ ‫ أ َْﺧَﺮ َﺟ ُﻪ اﻟ‬، ‫ﻮﻋﺎ‬
ِ
‫ﺴﺎﺋِﻠﻪ َﻋ ْﻦ‬ ِ ِ
َ ‫ َوذَ َﻛ َﺮ أَﺑُﻮ ﻃَﺎﻟﺐ ﻓ ﻲ َﻣ‬، ‫ﺿﻌﻴﻒ‬
ِ ‫ﻀ ِﻞ ِﺳﻮاﻛﻪ " وﺳﻨ ﺪﻩ‬
َ ََ َ ِ  ِ   َ ‫ﺒِﻲ‬‫ اﻟﻨ‬‫َﺣ ﺪِ ﻳﺚ أَﻧَﺲ " أَن‬
َ ْ َ‫ﺄ ﺑﻔ‬‫ﺻﻠ ﻰ اﻟﻠﻪ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ َﻢ َﻛﺎنَ ﻳَـﺘَـَﻮ ﺿ‬ ّ
‫ َوﻗَ ْﺪ‬. ‫ﻚ ا ﻟ َْﻤﺎء‬ ِ ِ ِ
َ ‫ﺄَ ﻣ ْﻦ ذَ ﻟ‬‫ ﻓَﺈذَ ا ﻓـَ َﺮغَ ﺗَـ َﻮﺿ‬، ‫اﻹ ﻧَﺎء َوﻳَ ْﺴﺘَﺎك‬ ِ ِ
ِْ ‫ َﻮاك ﻓﻲ‬‫ َﻛﺎنَ ﻳُْﺪ ﺧ ﻞ اﻟﺴ‬: ‫ﺎل‬ ِ
َ َ‫ْﺤ ﺪ ﻳﺚ ﻓـَﻘ‬ َ ‫ﻪ َﺳﺄَﻟَُﻪ َﻋ ْﻦ َﻣ ْﻌﻨَﻰ َﻫ َﺬ ا اﻟ‬ُ ‫أ َْﺣَﻤ ﺪ أَﻧ‬
‫ ﻓَﺈِ َذ ا‬، ‫ﻬ ﺮ ﻟِﻠَْﻔ ِﻢ‬َ‫ﺴَﻮاك ُﻣﻄ‬ ِ ِ ‫اِﺳﺘ ْﺸ َﻜ ﻞ إِﻳﺮاد ا ﻟْﺒ ﺨﺎ رِي ﻟَﻪ ﻓِ ﻲ ﻫ َﺬ ا ا ﻟْﺒﺎب اﻟْﻤﻌ ُﻘﻮد ﻟِ َﻄﻬ‬
َ َ‫ﻪ ﺛَـﺒ‬ُ ‫ﻴﺐ ﺑِﺄَﻧ‬
 ‫ اﻟ‬‫ﺖ أَن‬ َ ‫ َوأُﺟ‬، ‫ﺎرة ا ﻟ َْﻤﺎء ا ﻟُْﻤ ْﺴﺘَـ ْﻌ َﻤﻞ‬َ َ َْ َ َ ُ ّ َ ُ َ َ َْ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
. ‫َﻬ َﺎرة‬‫ﻚ ا ﻟَْﻤﺎء َﻛﺎ َن ﻓﻴﻪ ا ْﺳﺘ ْﻌ َﻤﺎل ﻟﻠ ُْﻤ ْﺴﺘَـ ْﻌ َﻤ ِﻞ ﻓﻲ اﻟﻄ‬ َ ‫ﺿﻮء ﺑَِﺬ ﻟ‬ُ ‫ْﻮ‬ُ ‫ﺼ َﻞ اﻟ‬َ ‫ﻢ َﺣ‬ ُ‫ﻂ ا ﻟ َْﻤﺎء ﺛ‬ َ َ‫َﺧﺎ ﻟ‬
”Atsar ini disambungkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Daruquthni serta selainnya dari
jalan Qois bin Abi Haazim dari Jariir Rodhiyallahu anhu. Dalam sebagian jalannya
lafadznya : ‘Jariir bersiwak lalu mencelumkan kepala siw aknya kedalam air, lalu berkata
kepada kelu arganya : ‘berw udhulah kalian dari sisa airnya, tidak mengapa’’.
Ini adalah riw ayat yang dimaksud oleh Imam Bukhori. Ibnu At-Tiin dan selainnya
menyangka bahwa yang dimaksud dengan sisa air siw ak adalah air yang digunakan
batang kayu siw ak dan selainnya. Mereka berkata : ‘dimungkinkan bahw a hal tersebut
tidak merubah air, hanyalah yang diinginkan Imam Bukhori bahw a perbuatan tersebut
tidak merubah air, demikianlah sekedar menggunakan air untuk membasahi siw ak tidak
merubah air, sehin gga tidak menghalangi untuk bersuci dari bekas air tersebut.
Daruquthni telah menshahihkan dengan lafadz : “Jariir Rodhiyallahu anhu berkata
kepada keluarganya : ‘berwudhulah dari air yang siw akku telah aku celumkan
kedalamnya’. Telah diriwayatkan secara marfu, yang dikeluarkan oleh Daruquthni dari
hadits Anas Rodhiyallahu anhu : “bahw a Nabi berw udhu dari bekas air siw aknya”.
Sanadnya le mah.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 239


Abu Thoolib telah menyebutkan dalam “Masail” dari Ahmad bahw a ia bertanya kepada
Imam Ahmad tentang makna hadits ini, jawab beliau : ‘Beliau memasukkan siw aknya
kedalam air, lalu bersiw ak, ketika sudah selesai, Beliau berw udhu dengan air tersebut’.
Apa yang diinginkan Imam Bukhori pada bab in i, telah membuat isykal berkaitan
dengan sucinya air musta’mal. Dijaw ab bahwa telah tetap siw ak membersihkan mulu t,
maka jika ia bercampur dengan air, lalu menggunakan w udhu dengan air tersebut,
maka penggunaannya adalah penggunaan untuk bersuci”.

Berkata Imam Bukhori :


ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ُ ‫ﻮل َﺧ َﺮ َج َﻋﻠَﻴْـَﻨﺎ َر ُﺳ‬ ُ ‫ﺖ أَﺑَﺎ ُﺟ َﺤﻴْـ َﻔ َﺔ ﻳَـ ُﻘ‬ُ ‫ﺎل َﺳ ِﻤ ْﻌ‬ َ َ‫ْﺤ َﻜ ُﻢ ﻗ‬
َ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ اﻟ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُﺷ ْﻌَﺒ ُﺔ ﻗ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ آ َد ُم ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 187
ِ‫ﺿﻮﺋِﻪ‬ ٍ ‫ ﻓَﺄُﺗِﻰ ﺑِﻮ‬، ِ‫ﺎﺟ ﺮة‬
ُ ‫ﻀ ِﻞ َو‬ ْ َ‫ﺎس ﻳَﺄْ ُﺧ ُﺬو َن ِﻣ ْﻦ ﻓ‬ ُ ‫ ﻓَ َﺠ َﻌ َﻞ اﻟﻨ‬، َ‫ﺄ‬‫ﺿ ﻮء ﻓـَﺘَـ َﻮﺿ‬ َُ َ ِ ِ
َ ‫ ﺑﺎﻟ َْﻬ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬-
ٌ‫ َوﺑَـ ْﻴ َﻦ ﻳَ َﺪ ْﻳﻪِ َﻋﻨَـ َﺰة‬، ‫ﺼ َﺮ َرْﻛ َﻌﺘَـ ْﻴ ِﻦ‬
ْ ‫ ْﻬ َﺮ َرْﻛ َﻌﺘَـ ْﻴ ِﻦ َواﻟ َْﻌ‬‫ اﻟﻈ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ ﻰ اﻟﻨ‬‫ﺼﻠ‬
ِ
َ َ‫ ﻓ‬، ‫ﺴ ُﺤﻮ َن ﺑِﻪ‬ ‫ﻓـََﻴَﺘ َﻤ‬
54). Hadits no. 187
“Haddatsanaa Adam ia berkata, haddatsanaa Syu’bah ia berkata, haddatsanaa Al Hakam ia
berkata, aku mendengar Abu Juhaifah berkata : ‘kami pergi hijrah bersama Rasulullah , lalu
didatangkan air wudhu kepada Beliau, lalu Beliau pun berwudhu. Para sahabat mengambil
bekas wudhunya lalu diusap-usapkan ke tubuh mereka. Lalu Nabi mengimami sholat
dhuhur 2 rakaat, ashar 2 rakaat dan didepannya tertancap tombak”.
HR. Muslim no. 1151

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua biografi perowinya telah berlalu sebelumnya.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﺞ‬ ‫ َوَﻣ‬، ِ‫ ﻓـَﻐَ َﺴ َﻞ ﻳَ َﺪﻳْﻪِ َوَو ْﺟ َﻬ ُﻪ ﻓِﻴﻪ‬، ‫ﺎء‬ ِِ ِ
ٌ ‫ ﺑ َﻘ َﺪ ٍح ﻓﻴﻪ َﻣ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ‫ﺒ‬‫ﻮﺳﻰ َد َﻋﺎ اﻟﻨ‬
ِ
َ ‫ﺎل أَﺑُﻮ ُﻣ‬ َ َ‫ َوﻗ‬- 188
‫ﺤﻮرُِﻛ َﻤﺎ‬ ِ ِ َ َ‫ ﻗ‬‫ﻓِﻴﻪِ ﺛُﻢ‬
ُ ُ‫ َوأَﻓْﺮِﻏَﺎ َﻋﻠَﻰ ُو ُﺟﻮﻫ ُﻜ َﻤﺎ َوﻧ‬، ‫ﺎل ﻟ َُﻬ َﻤﺎ ا ْﺷ َﺮﺑَﺎ ﻣ ْﻨ ُﻪ‬
55). Hadits no. 188
“Abu Musa berkata : ‘Nabi meminta air disebuah bejana, lalu beliau membasuh tangan dan
wajahnya lalu mebacakan sesuatu dan menghembuskannya ke air tersebut, lalu beliau berkata
kepada keduanya : ‘minumlah air tersebut! Lalu usapkan di wajah dan leher kalian!”.

Penjelasan biografi perowi hadits :

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 240


Diriw ayatkan dengan sanad bersambung oleh Imam Bukhori sendiri dalam
kitab shahihnya no. 4328 dan Imam Muslim no. 6561.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﺻﺎﻟِ ٍﺢ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ‬ َ َ‫ﻴﻢ ﺑْ ِﻦ َﺳ ْﻌ ٍﺪ ﻗ‬
َ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ أَﺑِﻰ َﻋ ْﻦ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
ِ
َ ‫ﻮب ﺑْ ُﻦ إِﺑْـ َﺮاﻫ‬
ُ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ﻳَـ ْﻌ ُﻘ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ َ َ‫ﻪِ ﻗ‬‫ﻰ ﺑْ ُﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬ ِ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﻋﻠ‬ ‫ َﺣ‬- 189
‫ ﻓِﻰ َو ْﺟ ِﻬﻪِ َو ْﻫ َﻮ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﺞ َر ُﺳﻮ ُل اﻟﻠ‬ ‫ ِﺬى َﻣ‬‫ﺎل َو ُﻫ َﻮ اﻟ‬ َ َ‫ﺮﺑِﻴ ِﻊ ﻗ‬ ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧِﻰ َﻣ ْﺤ ُﻤﻮ ُد ﺑْ ُﻦ اﻟ‬ ٍ ‫ِﺷ َﻬ‬
َ َ‫ﺎب ﻗ‬
‫ ﺻﻠﻰ اﷲ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺄَ اﻟﻨ‬‫ﺎﺣَﺒ ُﻪ َوإِ ذَا ﺗـَ َﻮﺿ‬ ِ ‫اﺣ ٍﺪ ِﻣﻨْـ ﻬﻤﺎ ﺻ‬ ِ ‫ و‬‫ﺪ ُق ُﻛ ﻞ‬ ‫ﺎل ﻋُ ﺮوةُ ﻋَ ِﻦ اﻟْ ِﻤﺴﻮرِ وﻏَﻴ ﺮﻩِ ﻳﺼ‬ ِ ِ ِ
َ َُ َ َ ُ ْ َ َْ َْ َ َ‫ َوﻗ‬. ‫ﻏُ ﻼٌَم ﻣ ْﻦ ﺑﺌْ ﺮِﻫ ْﻢ‬
. ِ‫ َﻛﺎدُ وا ﻳَـﻘَْﺘﺘِﻠُﻮ َن ﻋَﻠَ ﻰ َوﺿُﻮﺋِﻪ‬- ‫ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
56). Hadits no. 189
“Haddatsanaa Ali bin Abdullah ia berkata, haddatsanaa Ya’qub bin Ibrohiim bin Sa’ad ia
berkata, haddatsanaa Bapakku dari Shoolih dari Ibnu Syihaab ia berkata, akhbaronii
Mahmuud ibnur Robii’ Rodhiyallahu anhu ia berkata : dialah yang disembur wajahnya oleh
Rasulullah pada waktu masih kecil’.
Urwah berkata dari Al Miswar dan selainnya Miswar dan temannya saling membenarkan
satu sama lain, yaitu jika Nabi berwudhu, orang-orang hampir berkelahi untuk berebutan
wudhu Nabi ”.
Bagian pertama dikeluarkan juga oleh Imam Muslim pada no. 902.
Bagian kedua diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam kisah yang panjang pada no. 2731 &
2732, sahabat Miswar adalah Marwaan.

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua biografi perowinya telah berlalu sebelumnya, kecuali :

1. Nama : Abu Abdir Rokhman Al Miswar bin Makhromah bin Naufal


Rodhiyallahu anhu
Kelahiran : Lahir 2 H di Mekkah dan wafat tahun 64 H di Mekkah
Negeri tinggal : Mekkah
Komentar ulama : Sahabat
Hubungan Rowi : Pada saat Nabi meninggal dunia, umur beliau 8 tahun

2. Nama : Abu Abdil Malik Marwan ibnul Hakam ibnu Abil ‘Ash Al
Umawiy Al Madaniy
Kelahiran : Lahir 2 H di Thoif atau 4 H wafat tahun 65 di Damaskus
Negeri tinggal : Madinah

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 241


Komentar ulama : Tabi’I Kibar, beliau belum sempat mendengar dan
melihat Nabi , karena dahulu ayahnya Al Hakam pernah
diajak Nabi namun tidak memenuhinya, ayahnya baru
pergi ke Madinah pada saat pemerintahan Utsman bin
‘Affaan Rodhiyallahu anhu.
Hubungan Rowi : beliau adalah teman dekatnya Al Miswar Rodhiyallahu
anhu

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Berkata Imam Bukhori :

‫ ﺑﺎب‬- ‫ م‬40
ِ ُ ‫ﺎل َﺳ ِﻤ ْﻌ‬َ َ‫ْﺠ ْﻌ ِﺪ ﻗ‬ ِ ِ
‫ﺐ ﺑْ َﻦ ﻳَﺰِﻳ َﺪ‬
َ ‫ﺴﺎﺋ‬ ‫ﺖ اﻟ‬ َ ‫ﻴﻞ َﻋﻦِ اﻟ‬َ ‫ﺪﺛـََﻨﺎ َﺣﺎﺗ ُﻢ ﺑْ ُﻦ إِ ْﺳ َﻤﺎﻋ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ َ ُ‫ﺮ ْﺣ َﻤ ِﻦ ﺑْ ُﻦ ﻳُﻮﻧ‬ ‫ﺪﺛـََﻨﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟ‬ ‫ َﺣ‬- 190
َ َ‫ﺲ ﻗ‬
. ‫ن اﺑْ َﻦ أُ ْﺧﺘِ ﻰ َو ِﺟ ٌﻊ‬ ِ‫ إ‬، ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ْ ‫ ﻓـَﻘَﺎ ﻟ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺖ ﺑِﻰ َﺧﺎﻟَﺘِﻰ إِﻟَﻰ اﻟﻨ‬
َ ‫َﺖ ﻳَﺎ َر ُﺳ‬ ْ ‫ﻮل ذَ َﻫَﺒ‬
ُ ُ‫ﻳَـﻘ‬
ِ‫ﻮة‬ ‫ﺒـ‬‫ت إِﻟَﻰ َﺧﺎﺗَ ِﻢ اﻟﻨ‬
ُ ‫ ﻓَـَﻨﻈَ ْﺮ‬، ِ‫ﻒ ﻇَ ْﻬ ﺮِﻩ‬ ُ ‫ﻢ ﻗُ ْﻤ‬ ُ‫ ﺛ‬، ِ‫ﺿﻮﺋِﻪ‬
َ ‫ﺖ َﺧ ْﻠ‬ ُ ‫ﺖ ِﻣ ْﻦ َو‬
ُ ْ‫ﺄَ ﻓَ َﺸ ﺮِﺑ‬‫ﻢ ﺗَـ َﻮﺿ‬ ُ‫ ﺛ‬، ِ‫ﻓَ َﻤ َﺴ َﺢ َرأ ِْﺳ ﻰ َو َد َﻋﺎ ﻟِﻰ ﺑِﺎﻟْﺒَـ َﺮَﻛﺔ‬
ُ
. ِ‫ْﺤ َﺠﻠَﺔ‬ ِِ ِ
َ ‫ر اﻟ‬ِ‫ﺑَـ ْﻴ َﻦ َﻛﺘ َﻔ ْﻴﻪ ﻣ ْﺜ ِﻞ ز‬
Bab 40 (m)
57). Hadits no. 190
“Haddatsanaa Abdur Rokhman bin Yunus ia berkata, haddatsanaa Haatim bin Ismail dari Al
Ja’di ia berkata, aku mendengar As-Saaib bin Yaziid Rodhiyallahu anhu ia berkata : ‘aku dan
bibiku pergi bersama menemui Nabi , bibiku berkata : ‘wahai Rasulullah, keponakanku
sakit’. Maka Nabi mengusap kepalaku dan mendoakan keberkahan untukku, lalu berwudhu
dan aku minum dari bekas wudhunya, lalu aku naik punggung Be liau , aku melihat cinc in
kenabian diantara 2 pundaknya seperti burung merpati putih”.
HR. Muslim no. 6233

Penjelasan biografi perowi hadits :

1. Nama : Abu Muslim Abdur Rokhman bin Yunus bin Haasyim


Kelahiran : Lahir 164 H dan wafat tahun 224 H atau setelahnya di
Baghdad
Negeri tinggal : Baghdad

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 242


Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Hibban. Imam Abu Hatim
menilainya, shoduq
Hubungan Rowi : Haatim adalah salah seorang gurunya.

2. Nama :Abu Ismail Haatim bin Ismail


Kelahiran :Wafat tahun 186 atau 187 H di Madinah
Negeri tinggal :Madinah
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Ma’in, Imam Al’ijli dan
Imam Ibnu Hibban. Imam Nasa’I menilainya, ‘Laisa bihi
ba’sun’.
Hubungan Rowi : Al Ja’du adalah salah seorang gurunya dan tinggal
senegeri dengannya.

3. Nama :Al Ja’du bin Abdur Rokhman bin Aus


Kelahiran :Wafat tahun 144 H
Negeri tinggal :Madinah
Komentar ulama : Tabi’I shoghiir. Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Ma’in dan
Imam Nasa’I.
Hubungan Rowi : As-Saaib Rodhiyallahu anhu adalah salah seorang
gurunya dan tinggal senegeri dengannya.

4. Nama : As-Saaib bin Yaziid Rodhiyallahu anhu


Kelahiran : Wafat tahun 91 H atau sebelumnya di Madinah
Negeri tinggal : Madinah
Komentar ulama : Sahabat.
Hubungan Rowi : Beliau dan ayahnya adalah sahabat Nabi

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Hadits-hadits tersebut dalil sucinya air musta’mal.
2. Telah berlalu penjelasan berkaitan dengan sanggahan bahwa hal ini
khusus kepada Nabi saja.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 243


ٍ‫ﺸ َﻖ ِﻣ ﻦ ﻏَﺮﻓَ ٍﺔ و ِاﺣ َﺪة‬
َ ْ ْ َ ‫اﺳﺘَـ ْﻨ‬ ْ ‫ﺾ َو‬
َ ‫ﻀ َﻤ‬
ْ ‫ ﺑﺎب َﻣ ْﻦ َﻣ‬- 41
Bab 41 Orang yang Berkumur-kumur dan Menghirup Air
ke Hidung dari Satu Cidukan

Penjelasan :

Yakni diperbolehkan bagi kita ketika berwudhu untuk menggabungkan


berkumur-kumur kemudian airnya digunakan bersama untuk beristinsyaq,
sehingga ini lebih efisien dalam penggunaan air. Terdapat hadits juga bahwa
Nabi memisahkan antara berkumur-kumur dengan istinsyaq, maksudnya
Beliau mengambil air yang baru untuk masing-masing aktivitas tersebut.
Imam Abu Dawud dalam “Sunannya” (no. 139) meriw ayatkan dari Thalhah
bin Musharrif dari Bapaknya dari Kakeknya :
ِ ‫ﻀﺔِ و ِاﻻ ﺳﺘِ ْﻨ َﺸ‬
‫ﺎق‬ ِ ‫ ﻢ ﻳـ ْﻔ‬‫ﻪ َﻋ َﻠﻴﻪِ وﺳﻠ‬‫ﻰ اﻟﻠ‬‫ﻪِ ﺻﻠ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ْ َ َ ‫ﻀ َﻤ‬ ْ ‫ﺼ ُﻞ ﺑَـ ْﻴ َﻦ اﻟ َْﻤ‬ ََ َ َ ْ ُ َ َ ‫َرأَﻳْﺖ َر ُﺳ‬
“aku melihat Rasulullah memisahkan antara berkumur-kumur dengan beristinsyaq”
Imam Shon’aniy dalam “Subulus Salam” berkata :
ٌ ِ‫ﺚ ﺑْ ِﻦ أَﺑِﻲ ُﺳﻠَﻴْ ٍﻢ َوُﻫ َﻮ ﺿَﻌ‬
. ‫ﻴﻒ‬ ِ ‫ﻪ ِﻣﻦ رِواﻳﺔِ ﻟَﻴ‬‫ﻴﻒ ؛ ؛ ِﻷَﻧ‬
ْ ََ ْ ُ ٍ ِ‫أ َْﺧﺮ َﺟﻪُ أَﺑُﻮ دَ اود ﺑِﺈِ ْﺳﻨَﺎدٍ ﺿَﻌ‬
ُ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
. ‫ْﺤﺎ ل‬
َ ‫ﻮل ا ﻟ‬
ُ ‫ﺮﻓًﺎ َواﻟ ُﺪ " ﻃَﻠْ َﺤﺔَ " َﻣ ْﺠ ُﻬ‬ ‫ﺼ‬ َ ‫ ُﻣ‬‫ َوﻷَن‬، ‫ﺿ ْﻌﻔﻪ‬ َ ‫ﺎء َﻋﻠَﻰ‬ ُ ‫ﻔَ َﻖ ا ﻟ ُْﻌﻠََﻤ‬‫ ا ﺗـ‬: ‫ي‬ ‫ﻮو‬
َ ‫ﺎل اﻟﻨـ‬َ َ‫ﻗ‬
‫ف " َﻋ ْﻦ أَﺑِﻴﻪِ َﻋ ْﻦ‬
ٍ ‫ﺮ‬ ‫ﺶ ﻫ َﺬ ا " ﻃَﻠْﺤﺔُ ْﺑﻦ ﻣ ﺼ‬
َ ُُ َ َ ٍ ‫ أَْﻳ‬: ‫ﻮل‬ُ ُ‫ َﻳـﻘ‬، ‫ ْاﺑ َﻦ ُﻋﻴَـﻴْـﻨَﺔَ َﻛﺎنَ ﻳُـﻨْﻜِ ُﺮُﻩ‬‫ َز َﻋ ُﻤﻮا أَن‬: ‫ﻮل‬ُ ُ‫ َو َﺳ ِﻤ ْﻌﺖ أ َْﺣ َﻤ َﺪ ﻳَـﻘ‬: ‫ﺎل أَﺑُﻮ َد ُاود‬ َ َ‫ﻗ‬
ِ‫ﻩ‬‫ﺟ ﺪ‬
َ
”dikeluarkan oleh Abu Daw ud dengan sanad dhoif, karena berasal dari riw ayat Laits bin
Abi Sulaim ia seorang yang dhoif. An Naw aw i berkata : ‘para ulama telah bersepakat
atas kelemahannya, karena Mushorrif ayahnya Tholhah adalah Majhuul Hal. Abu Dawud
berkata : ‘aku mendengar Ahmad berkata : ‘Ibnu Uyyainah berdalil bahw a ia
mengingkarinya lalu berkata, ada apa dengan Thalhah bin Mushorrif dari Bapaknya dari
kakeknya?’.
Namun kata Imam Shon’aniy hadits Kakek Thalhah telah ditegaskan
oleh hadits Utsman dan Ali Rodhiyallahu anhuma, katanya :
‫ َﻫ َﻜ َﺬ ا َرأَﻳْـﻨَﺎ‬: ‫ﺎﻻ‬
َ َ‫ ﻗ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ﺸﺎ َق‬ َ ْ‫ﻀﺔَ َو ِاﻻ ْﺳﺘِﻨ‬
َ ‫ﻀ َﻤ‬
ْ ‫ْﺮ َد ا ا ﻟ َْﻤ‬
َ ‫ﻬ َﻤﺎ أَﻓـ‬
ِ ِ ُ ‫ﻀﺎ ﺣ ﺪِ ﻳ‬
ُ ‫ أَﻧ ـ‬: " َ‫ " َوُﻋﺜْ َﻤﺎن‬، ‫ َﻼ ُم‬‫ﻲ " َﻋﻠَْﻴﻪ اﻟ ﺴ‬ ‫ﺚ " َﻋﻠ‬ َ ً ‫ل ﻟَُﻪ أَْﻳ‬ ‫َوﻗَْﺪ َد‬
ِ ِ ِ ِ  ‫ﺄَ ؛ أَ ْﺧﺮﺟﻪ أَﺑﻮ ﻋ ﻠِ ﻲ ﺑﻦ اﻟ‬‫ﻢ ﺗـ ﻮﺿ‬‫ﻪ ﻋﻠَﻴﻪِ وﺳﻠ‬‫ ﻰ اﻟﻠ‬‫ﻪِ ﺻﻠ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
. ٌ‫ﺎﻋﺔ‬
َ ‫ﺐ إﻟَﻰ َﻫ َﺬ ا َﺟ َﻤ‬ َ ‫ َو َذَﻫ‬، ‫ﺴ َﻜ ِﻦ ﻓ ﻲ ﺻ َﺤﺎﺣﻪ‬ ُْ  َ ُ ََُ ََ َ َ َ ْ َ ُ َ َ ‫َر ُﺳ‬
”Telah ditunjukkan juga oleh hadit s Ali dan Utsman Rodhiyallahu anhuma bahw a
mereka berdua menyendirikan berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung, lalu

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 244


berkata : ‘demikikan kami melihat Rasulullah berw udhu, dikeluarkan oleh Abu Ali
Ibnus Sakan dalam Shahihnya dan ini adalah pendapat sekelompok ulama”.
Maka pendapat yang terpilih adalah sunah untuk mengerjakan
keduanya, suatu saat ia menggabungkan berkumur-kumur dengan istinsyaq
dan saat lain memisahkannya, karena kedua-duanya tsabit dari Rasulullah
.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﻪِ ﺑْ ِﻦ َزﻳْ ٍﺪ‬‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﻋ ْﻤ ُﺮو ﺑْ ُﻦ ﻳَ ْﺤَﻴﻰ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻴﻪِ َﻋ ْﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ َ َ‫ﻪِ ﻗ‬‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﺧﺎﻟِ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ َ َ‫ ٌد ﻗ‬‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُﻣ َﺴﺪ‬ ‫ َﺣ‬- 191
ِ
، ‫ﻚ ﺛَﻼَﺛًﺎ‬ َ ِ‫ ﻓـََﻔ َﻌ َﻞ ذَﻟ‬، ٍ‫اﺣ َﺪة‬
ِ ‫ﻔﺔٍ و‬ ‫ﺸ َﻖ ِﻣﻦ َﻛ‬
َ ْ َ ‫اﺳﺘَـْﻨ‬ ْ ‫ َو‬، ‫ﺾ‬ َ ‫ﻀ َﻤ‬ ْ ‫ﻢ ﻏَ َﺴ َﻞ أ َْو َﻣ‬ ُ‫ ﺛ‬، ‫ ُﻪ أَﻓـْ َﺮغَ ِﻣ َﻦ ا ِﻹﻧَﺎء َﻋﻠَ ﻰ ﻳَ َﺪﻳْﻪِ ﻓـَﻐَ َﺴﻠَ ُﻬ َﻤﺎ‬‫أَﻧ‬
َ َ‫ ﻗ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ َوﻏَ َﺴ َﻞ رِ ْﺟﻠَ ْﻴﻪِ إِﻟَﻰ اﻟْ َﻜ ْﻌﺒَـ ْﻴ ِﻦ‬، ‫ َوَﻣ َﺴ َﺢ ﺑِ َﺮأ ِْﺳﻪِ َﻣﺎ أَﻗـَْﺒ َﻞ َو َﻣﺎ أَ ْدﺑَـ َﺮ‬، ِ‫ﺮﺗَـْﻴﻦ‬ ‫ﺮﺗَـ ْﻴ ِﻦ َﻣ‬ ‫ﻓـَﻐَ َﺴ َﻞ ﻳَ َﺪﻳْﻪِ إِﻟَﻰ اﻟْ ِﻤ ْﺮﻓـَﻘَ ْﻴ ِﻦ َﻣ‬
‫ﺎل‬
- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ِ ‫ﻮء َر ُﺳ‬ُ ‫ﺿ‬ ُ ‫َﻫ َﻜ َﺬا ُو‬
58). Hadits no. 191
“Haddatsanaa Musaddad ia berkata, haddatsanaa Khoolid bin Abdullah ia berkata,
haddatsanaa ‘Amr bin Yahya dari Bapaknya dari Abdullah bin Zaid bahwa ia menuangkan
air dari bejana pada kedua telapak tangannya, lalu membasuhnya, lalu membasuh atau
berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung dari satu cidukan de ngan telapak tangan, beliau
melakukannya 3 kali, lalu membasuh kedua tangannya sampai siku 2 kali 2 kali, lalu
mengusap kepalanya dari depan ke belakang, lalu membasuh kedua kakinya. Kemudian
berkata : ‘demikian aku melihat Rasulullah berwudhu”.

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua biografi perowinya telah berlalu sebelumnya, kecuali :

1. Nama : Abu Muhammad Khoolid bin Abdullah bin Abdur Rakhman


bin Yaziid
Kelahiran : Lahir 110 H dan wafat tahun 182 H
Negeri tinggal : Wasith
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Abu Hatim, Imam Abu Zur’ah,
Imam Tir midzi, Imam Nasa’I, Imam Ibnu Sa’ad dan
Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : ‘Amr bin Yahya adalah salah seorang gurunya.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 245


Penjelasan Hadits :
1. Penggabungan antara berkumur-kumur dengan menghirup air ke hidung
boleh dilakukan sebanyak 3 kali.
2. Ajaran dari Nabi untuk melakukan penghematan air, yang sekarang
banyak digembar-gemborkan orang.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 246


ِ ْ‫ﺮأ‬‫ﺴ ِﺢ اﻟ‬
ً‫ﺮة‬‫س َﻣ‬ ْ ‫ ﺑﺎب َﻣ‬- 42
Bab 42 Mengusap Kepala Satu Kali

Penjelasan :
Telah berlalu sebelumnya bahwa yang wajib dalam berwudhu adala h
membasuh anggota w udhu sebanyak satu kali satu kali, kemudia n
disunnahkan untuk menambah jumlahnya dengan dua kali dua kali, sampai
tiga kali tiga kali, dan diharamkan melebihi jumlah tiga kali. Namun
pembahasan kali ini adalah apakah dalam mengusap kepala berlaku juga
hukum seperti membasuh anggota w udhu lainnya sebanyak dua sampai tiga
kali, ataukah ia khusus, sehingga hanya diusap satu kali?
Imam Bukhori nampaknya condong kepada pendapat kepala hanya
diusap satu kali. Al Hafidz Ibnu Hajar dalam “Al Fath” menyebutkan bahwa
ini juga pendapatnya Imam Abu Daw ud dan Imam Ibnul Mundzir. Alasannya
karena dalam hadits-hadits yang shahih hanya disebutkan mengusap kepala
sebanyak satu kali dan mengusap kepala tidak bisa diqiyaskan kepada
membasuh anggota wudhu lainnya, karena mengusap itu sendiri adala h
keringanan, maka ketika hal itu dilakukan sebanyak tiga kali seperti yang
lainnya, maka hal ini seolah-olah bertentangan dengan semangat
memberikan keringanan tersebut.
Sebagian ulama seperti sahabat Anas Rodhiyallahu anhu, Imam Sa’id
bin Jubair, Imam Athoo’, Imam Ibrohim At Tamiimiy, Imam Syafi’I dan
selainnya berpendapat mengusap kepala disunnahkan sampai sebanyak tiga
kali. Al Hafidz merajihkan pendapat terakhir ini, dalam “Al Fath” belia u
berkata :
‫َﻘﺔ‬‫ﺰﻳَﺎ َدة ِﻣ ْﻦ اﻟﺜـ‬ ‫ َواﻟ‬، ‫ﺮأْ س‬‫ﺴ ﺢ اﻟ‬ ِ ِ ِ ِ ِ
ْ ‫ﺪﻫﻤﺎ ا ْﺑﻦ ُﺧَﺰ ْﻳ َﻤﺔ َوﻏَْﻴﺮﻩ ﻓﻲ َﺣ ﺪ ﻳﺚ ُﻋ ْﺜ َﻤﺎن ﺗَـ ْﺜﻠﻴﺚ َﻣ‬
َ ‫َﺣ‬َ ‫ﺢأ‬ َ ‫َوﻗَْﺪ َرَوى أَﺑُﻮ َد ُاود ﻣ ْﻦ َو ْﺟ َﻬ ْﻴ ِﻦ‬
َ ‫ﺤ‬ ‫ﺻ‬
‫َﻣ ْﻘﺒُﻮﻟَﺔ‬
”Abu Dawud telah meriw ayatkan dari 2 jalan, salah satunya dishahihkan oleh Ibnu
Khuzaimah dan selainnya tentang hadits Utsman Rodhiyallahu anhu yang mengusap
kepala tiga kali, dan tambahan dari perow i tsiqoh diterima”.
Imam Al Albani dalam “Tamaamul Minnah” berkata :
‫ﺑﻠﻰ ﻗﺪ ﺻﺢ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﻋﺜﻤﺎن رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ أن اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠ ﻢ ﻣﺴﺢ رأﺳﻪ ﺛﻼﺛﺎ أﺧﺮﺟﻪ أﺑﻮ داود ﺑﺴﻨﺪﻳﻦ ﺣﺴﻨﻴﻦ‬
( 98 95 ‫وﻟﻪ إﺳﻨﺎد ﺛﺎﻟﺚ ﺣﺴﻦ أﻳ ﻀﺎ وﻗﺪ ﺗﻜﻠﻤﺖ ﻋﻠﻰ ﻫﺬﻩ اﻷﺳﺎﻧﻴﺪ ﺑﺸﻲء ﻣﻦ اﻟﺘﻔﺼﻴﻞ ﻓﻲ " ﺻﺤﻴﺢ أﺑﻲ داود " ) رﻗﻢ‬
‫ " وﻗﺪ روى أﺑﻮ داود ﻣﻦ وﺟﻬﻴﻦ ﺻﺤﺢ أﺣﺪﻫﻤﺎ ا ﺑﻦ ﺧﺰﻳﻤﺔ وﻏﻴﺮﻩ ﻓﻲ ﺣﺪﻳﺚ ﻋﺜﻤﺎن ﺗﺜﻠﻴﺚ‬: " ‫وﻗﺪ ﻗﺎل اﻟﺤﺎﻓﻆ ﻓﻲ " اﻟﻔﺘﺢ‬
" ‫ﻣﺴﺢ اﻟﺮأس واﻟﺰﻳﺎدة ﻣﻦ اﻟﺜﻘﺔ ﻣﻘﺒﻮﻟﺔ‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 247


‫وذﻛﺮ ﻓﻲ " اﻟﺘﻠﺨﻴﺺ " أن اﺑﻦ اﻟﺠﻮزي ﻣﺎل ﻓﻲ " ﻛﺸﻒ اﻟﻤﺸﻜﻞ " إﻟﻰ ﺗﺼﺤﻴﺢ اﻟﺘﻜﺮﻳﺮ‬
‫ وﻫﻮ اﻟﺤﻖ ﻷن رواﻳﺔ اﻟﻤﺮة اﻟﻮاﺣﺪة وإن ﻛﺜﺮت ﻻ ﺗﻌﺎرض رواﻳﺔ اﻟﺘﺜﻠﻴﺚ إذ اﻟﻜﻼم ﻓﻲ أﻧﻪ ﺳﻨﺔ وﻣﻦ ﺷﺄﻧﻬﺎ أن ﺗﻔﻌﻞ أ ﺣﻴﺎﻧﺎ‬: ‫ﻗﻠﺖ‬
‫وﺗﺘﺮك أﺣﻴﺎﻧﺎ وﻫﻮ اﺧﺘﻴﺎر اﻟﺼﻨﻌﺎﻧﻲ ﻓﻲ " ﺳﺒﻞ اﻟﺴﻼم " ﻓﺮاﺟﻌﻪ إن ﺷﺌﺖ‬
”Bahkan telah shahih dari hadits Utsman Rodhiyallahu anhu bahw a Nabi mengusap
kepalanya sebanyak tiga kali, dikeluarkan oleh Abu Dawud dengan dua sanad hasan
dan ada juga sanad ketiga yang hasan, saya telah membahas sanad-sanad ini dalam
perin cian “Shahih Abu Dawud” (no. 95-98). Al Hafidz berkata dalam “Al Fath”
(sebagaimana diatas).
Al Hafidz menyebutkan dalam “At-Talkhiish” : ‘Ibnul Jauzi dalam “Kasyful Musykil”
condong kepada pendapat penshahihan mengusap kepala lebih dari satu kali’.
Saya (Al Albani) berkata : ‘ini pendapat yang benar, Karena riw ayat satu kali, sekalipun
banyak tidak bertentangan dengan riw ayat tiga kali, yang mana pendapat tersebut
adalah sunnah, sehingga kadang dikerjakan dan pada kesempatan lain tidak dikerjakan
sebagaimana ini adalah pilihannya Shon’aniy dalam “Subulus Salam”, silakan merujuk
bagi yang mau’”.

Berkata Imam Bukhori :


‫ت َﻋ ْﻤ َﺮو ﺑْ َﻦ‬ ُ ‫ﺎل َﺷ ِﻬ ْﺪ‬ َ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﻋ ْﻤ ُﺮو ﺑْ ُﻦ ﻳَ ْﺤَﻴﻰ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻴﻪِ ﻗ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ َ َ‫ﺐ ﻗ‬ٌ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُو َﻫ ْﻴ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ َ َ‫ب ﻗ‬ ٍ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُﺳﻠَ ْﻴ َﻤﺎ ُن ﺑْ ُﻦ َﺣ ْﺮ‬ ‫ َﺣ‬- 192
، ‫ﺄَ ﻟَ ُﻬ ْﻢ‬‫ ﻓـَﺘَـ َﻮﺿ‬، ‫ ﻓَ َﺪ َﻋﺎ ﺑِﺘَـ ْﻮرٍ ِﻣ ْﻦ َﻣ ٍﺎء‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﻮء اﻟﻨ‬ ِ‫ﺿ‬ ُ ‫ﻪِ ﺑْ َﻦ َزﻳْ ٍﺪ َﻋ ْﻦ ُو‬‫َل َﻋ ْﺒ َﺪ اﻟﻠ‬
َ ‫أَﺑِﻰ َﺣ َﺴ ٍﻦ َﺳﺄ‬
ٍ َ‫ث ﻏَ ﺮﻓ‬ ِ ِ ِ
‫ﺎت‬ َ َ‫اﺳﺘَـ ْﻨﺜَـ َﺮ ﺛَﻼَﺛًﺎ ﺑﺜَﻼ‬ ْ ‫ َو‬، ‫اﺳﺘَـ ْﻨ َﺸ َﻖ‬
ْ ‫ﺾ َو‬ َ ‫ﻀ َﻤ‬ ْ ‫ ﻓَ َﻤ‬، ‫ أَ ْد َﺧ َﻞ ﻳَ َﺪ ُﻩ ﻓِ ﻰ ا ِﻹﻧَﺎء‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ﻓَ َﻜَﻔﺄَ َﻋﻠَﻰ ﻳَ َﺪﻳْﻪِ ﻓـَﻐَ َﺴﻠَ ُﻬ َﻤﺎ ﺛَﻼَﺛًﺎ‬
‫ ﻓـَﻐَ َﺴ َﻞ ﻳَ َﺪﻳْﻪِ إِﻟَﻰ اﻟْ ِﻤ ْﺮﻓـَﻘَ ْﻴ ِﻦ‬، ‫ أَدْﺧَ َﻞ ﻳَ َﺪﻩُ ﻓِ ﻰ ا ِﻹﻧَ ِﺎء‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ ﻓـَﻐَ َﺴ َﻞ َو ْﺟ َﻬ ُﻪ ﺛَﻼَﺛًﺎ‬، ‫ أَدْ َﺧ َﻞ ﻳَ َﺪﻩُ ﻓِ ﻰ ا ِﻹﻧَ ِﺎء‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ِﻣ ْﻦ َﻣ ٍﺎء‬
‫ أَدْ َﺧ َﻞ ﻳَ َﺪﻩُ ﻓِ ﻰ ا ِﻹﻧَ ِﺎء‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ ﻓَ َﻤ َﺴ َﺢ ﺑِ َﺮأ ِْﺳﻪِ ﻓَﺄَﻗـَْﺒ َﻞ ﺑَِﻴ َﺪﻳْﻪِ َوأَدْﺑَـ َﺮ ﺑِ ِﻬ َﻤﺎ‬، ‫ أَدْ َﺧ َﻞ ﻳَ َﺪﻩُ ﻓِﻰ ا ِﻹﻧَ ِﺎء‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ﺮﺗـَ ْﻴ ِﻦ‬ ‫ﺮﺗـَ ْﻴ ِﻦ َﻣ‬ ‫َﻣ‬
. ِ‫ﻓَـﻐَ َﺴ َﻞ رِ ْﺟ َﻠ ْﻴﻪ‬
‫ﺮًة‬ ‫ْﺳ ُﻪ َﻣ‬
َ ‫ﺎل َﻣ َﺴ َﺢ َرأ‬
َ َ‫ﺐ ﻗ‬
ٌ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُو َﻫ ْﻴ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﻮﺳ ﻰ ﻗ‬
َ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُﻣ‬ ‫َو َﺣ‬
59). Hadits no. 192
“Haddatsanaa Sulaiman bin Harb ia berkata, haddatsanaa Wuhaib ia berkata, haddatsanaa
‘Amr bin Yahya dari Bapaknya ia berkata, aku menyaksikan ‘Amr bin Abi Hasan bertanya
kepada Abdullah bin Zaid Rodhiyallahu anhu te ntang wudhu Nabi , lalu beliau meminta
satu bejana air, beliau mengajarkan wudhu kepada mereka. Beliau mencelumkan telapak
tangannya ke air, lalu mencucinya sebanyak tiga kali, lalu memasukkan tangannya ke air, lalu
berkumur-kumur dan menghirup serta mengeluarkan air dari hidung, sebanyak 3 kali cidukan,
lalu memasukkan tangannya dan membasuh wajahnya sebanyak 3 kali. Lalu memasukkan

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 248


tangannya dan mencuci tangannya sampai siku sebanyak 2 kali, lalu memasukkan tangannya
dan mengusap kepalanya, beliau memulai dari depan lalu mengembalikannya ke depan lagi,
lalu memasukkan tangannya kedalam air, lalu membasuh kedua kakinya”.
HR. Muslim no. 578
Haddatsanaa Musa ia berkata haddatsanaa Wuhaib ia berkata : ‘Abdullah bin Zaid
mengusap kepalanya sebanyak satu kali’”.

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua bio grafi perowinya telah berlalu sebelumnya. Perkataan W uhaib yang
dinukil Imam Bukhori dalam akhir hadits telah beliau tulis riwayatnya
sebelumnya pada bab 39 hadits no. 186.

Penjelasan Hadits :
1. Pendapat yang terpilih adalah disunahkan mengusap kepala lebih dari
satu kali sampai tiga kali.
2. Sekalipun banyak riwayat mengusap kepala dilakukan sebanyak satu
kali, namun tidak bertentangan dengan riwayat mengusapnya sebanyak
tiga kali.
3. Jika tidak ada pertentangan, maka tambahan perow i tsiqoh diterima
disisi ulama hadits.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 249


ِ‫ﻮء ا ﻟْﻤﺮأَة‬
ِ ُ ‫ﻀ ِﻞ و‬ ِ ِ ‫ﺿ‬
َْ ‫ﺿ‬ َ ْ َ‫اﻟﺮ ُﺟ ِﻞ َﻣ َﻊ ْاﻣ َﺮأَﺗِﻪ َوﻓ‬
 ‫ﻮء‬ ُ ‫ ﺑﺎب ُو‬- 43
‫ ٍﺔ‬‫ﺼ َﺮاﻧِﻴ‬ ِ ‫ﻴﻢ ِﻣ ْﻦ ﺑَـ ْﻴ‬
ْ َ‫ﺖ ﻧ‬ ِ ‫ْﺤ ِﻤ‬
َ ‫ﺿﺄَ ﻋُ َﻤ ُﺮ ﺑِﺎﻟ‬
 ‫َوﺗـَ َﻮ‬
Bab 43 Wudhunya Seorang Laki-Laki bersama Istrinya dan
Sisa Wudhunya Perempuan
Umar Rodhiyalla hu anhu per nah berwudhu de nga n air panas di
rumah orang Nashroni

Penjelasan :

Atsar dari Umar sebenarnya ada dua, namun disini Imam Bukhori
Menggabungkannya, yakni sahabat Umar Rodhiyallahu anhu berwudhu
dengan air panas dan sahabat Umar Rodhiyallahu anhu berw udhu di rumah
orang Nashroni. Atsar yang pertama dikatakan oleh Al Hafidz dalam “Al
Fath” :
" ‫ﺄ ﺑِﺎﻟْ َﺤ ِﻤﻴ ِﻢ َوﻳَـ ْﻐ ﺘَ ِﺴ ﻞ ِﻣ ْﻨ ُﻪ‬‫ ُﻋ َﻤﺮ َﻛﺎ َن ﻳَـﺘَـَﻮﺿ‬‫ﺻ ِﺤﻴﺢ ﺑِﻠَْﻔ ِﻆ " إِن‬ ٍ ِِ ‫اق وﻏَْﻴﺮ‬‫ﺮ ز‬ ‫وﻫ َﺬ ا ْاﻷَﺛَﺮ وﺻﻠَﻪ ﺳﻌِﻴﺪ ْﺑﻦ ﻣ ْﻨ ﺼﻮر و َﻋ ْﺒﺪ اﻟ‬
َ ‫ﻫﻤﺎ ﺑﺈ ْﺳﻨَﺎد‬ َ َ َ ُ َ َ َُ َ ََ
‫ﺎﺳﺒَﺘﻪ‬ ِ ‫ﺪ ارﻗُﻄْﻨِﻲ إِﺳﻨﺎدﻩ‬ ‫ ﻳـﻐْ ﺘ ِﺴ ﻞ ِﻣﻨْﻪ " ﻗَﺎ َل اﻟ‬‫ﻦ ﻟَﻪ ﻣﺎء ﻓِ ﻲ ﻗُﻤﻘُ ﻢ ﺛُﻢ‬‫ﺪ ارﻗُﻄْﻨِﻲ ﺑِﻠَْﻔ ِﻆ " َﻛﺎنَ ﻳ ﺴ ﺨ‬ ‫ورواﻩ اِﺑﻦ أَﺑِﻲ ﺷﻴﺒﺔ واﻟ‬
َ َ‫ َوُﻣﻨ‬، ‫ﺻ ﺤﻴﺢ‬ َ َْ  َ ُ ََ ْ َُ َ ُ ّ َ َ َ َْ ْ ُ ََ َ
‫ﻀ ِﻞ‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ْ َ‫ﻬﺮ ﺑﻔ‬َ‫ﺮدّ َﻋﻠَﻰ َﻣ ْﻦ َﻣﻨَ َﻊ ا ﻟ َْﻤ ْﺮأَة أَ ْن ﺗَـﺘَﻄ‬ ‫ﺎر ا ﻟُْﺒ َﺨﺎ ر ّي إ ﻟَﻰ اﻟ‬َ ‫ ﻓَﺄَ َﺷ‬، ‫ﺮ ُﺟ ﻞ ﺗَـﺒَﻊ ﻟَُﻪ ﻓ َﻴﻤﺎ ﻳَـ ْﻔ َﻌﻞ‬‫ أ َْﻫ ﻞ اﻟ‬‫ ا ﻟْﻐَﺎ ﻟﺐ أَن‬‫ْﺮ َﺟ َﻤﺔ ﻣ ْﻦ ﺟ َﻬﺔ أَن‬‫ﻟﻠﺘـ‬
. ‫َي ِﻣ ْﻦ إِﻧَﺎء َو ِاﺣ ﺪ‬ ِ ِ ِ ِ ْ ‫ﺄ ﺑَِﻔ‬‫ﺖ ﺗـﺘـﻮﺿ‬ ِ ِ ِ
ْ ‫ﺮ ُﺟ ﻞ َﻣ َﻊ ا ْﻣ َﺮأَﺗﻪ " أ‬ ‫ﺿﻮء اﻟ‬ ُ ‫ ﻓَـﻴُـﻨَﺎﺳﺐ ﻗَـ ْﻮﻟﻪ " ُو‬، ‫ﻀﻠﻪ أ َْو َﻣ َﻌ ُﻪ‬ َ َ َ ْ َ‫ اْﻣ َﺮأَة ُﻋَﻤﺮ َﻛﺎﻧ‬‫ﺎﻫﺮ أَن‬‫ ا ﻟﻈ‬‫ﺮُﺟ ﻞ ؛ ﻷَن‬ ‫اﻟ‬
ِ ‫ﻻ ﻣﺎ ﻧﻘِ ﻞ ﻋﻦ ﻣ ﺠ‬ِ‫ َﻔ ُﻘﻮا ﻋﻠَﻰ ﺟﻮازﻩ إ‬‫ﻦ ﻓَﺎ ﺗـ‬‫ﻬﺮ ﺑِﺎ ﻟْﻤﺎءِ ا ﻟْﻤ ﺴﺨ‬َ‫ﻄ‬‫ﻣﺎ ﻣ ﺴﺄَﻟَﺔ اﻟﺘ‬َ‫وأ‬
‫ﺎﻫ ﺪ‬ َ ُ َْ َ ُ َ ََ َ َ ُ َ َْ َ
”Atsar ini disambungkan sanadnya oleh Sa’id bin Manshuur, Abdur Rozaq dan selainnya
dengan sanad shahih dengan lafadz : ‘Umar Rodhiyallahu anhu berw udhu dengan air
panas dan mandi darinya’. Ibnu Abi Syaibah dan Daruquthni meriwayatkan dengan
lafadz : ‘Air dimasak untuk Umar Rodhiyallahu anhu di sebuah baskom, lalu beliau
mandi dengannya’, Daruquthni berkata, sanadnya shahih.
Keterkaitannya dengan judul bab dari sisi bahw a umumnya istri mengikuti apa yang
dilakukan oleh suaminya, maka Imam Bukhori mengisyaratkan untuk membantah orang
yang melarang wanita bersuci dengan bekasnya seorang laki-laki, karena yang Nampak
bahw a istri Umar Rodhiyallahu anhu berw udhu dari bekas air sisanya atau bersama
menggunakannya, maka sesuai dengan judul bab ‘Seorang laki-laki berwudhu bersama
istrinya’ yakni dari satu bejana.
Adapun masalah bersuci dengan air yang dipanaskan, maka para u lama telah sepakat
untuk membolehkannya, kecuali apa yang din ukil dari Mujaahid”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 250


Kemudian masalah berwudhu di rumah orang Nashroni, Al Hafidz
berkata :
‫ﺄَ ِﻣ ْﻦ َﻣ ﺎء‬‫ﺎﻓِﻌِ ّﻲ " ﺗـَ َﻮﺿ‬‫ َوﻟَْﻔﻆ اﻟﺸ‬، ِ‫َﺳﻠَ َﻢ ﻋَ ْﻦ أَﺑِﻴﻪِ ﺑِﻪ‬ ِ ِِ
ْ ‫ﺮﻫﻤﺎ ﻋَ ْﻦ ا ﺑْﻦ ﻋُﻴَـﻴْـﻨَﺔَ ﻋَ ْﻦ زَﻳْ ﺪ ﺑْﻦ أ‬
َ ْ‫اق َوﻏَﻴ‬‫ﺮز‬ ‫ﺎﻓﻌ ّﻲ َوﻋَﺒْ ﺪ اﻟ‬‫ﺻﻠَُﻪ اﻟ ﺸ‬ َ ‫َوَﻫ َﺬ ا ْاﻷَﺛَﺮ َو‬
ِ ِ ِ ِ ِ ‫ﺮة ﻧ‬ ‫ﻓِ ﻲ ﺟ‬
‫ﺪ ﺛُﻮﻧَﺎ ﻋَ ْﻦ‬ ‫ﺎل " َﺣ‬ َ َ‫ﺼﺮ ﻋَﻨْ ُﻪ ﻗ‬ ْ َ‫ﻲ ﻣ ْﻦ ﻃَﺮِﻳﻖ َﺳ ْﻌ َﺪان ﺑْ ِﻦ ﻧ‬ ‫ ﻓـَﻘَ ْﺪ َرَواﻩُ ا ﻟْﺒَـﻴْـ َﻬﻘ‬، ‫َﺳﻠَ َﻢ‬
ْ ‫ﻌﻪ ا ﺑْﻦ ﻋُﻴَـﻴْـﻨَﺔَ ﻣ ْﻦ زَﻳْ ﺪ ﺑْﻦ أ‬
ُ ‫ﺔ " َوﻟَ ْﻢ َﻳ ْﺴ َﻤ‬‫ﺼ َﺮاﻧﻴ‬
َْ َ
" ِ‫َﺳﻠَ َﻢ ﻋَ ْﻦ أَﺑِﻴﻪِ ﺑِﻪ‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِْ ُ‫ ورو اﻩ‬. ‫ﻮًﻻ‬َ‫زَﻳْﺪ ﺑْﻦ أَﺳﻠَﻢ " ﻓَ َﺬَﻛﺮﻩُ ﻣﻄ‬
ْ ‫اﻹ ْﺳ َﻤﺎﻋﻴﻠ ّﻲ ﻣ ْﻦ َو ْﺟﻪ آ َﺧﺮ ﻋَﻨُْﻪ ﺑِﺈِ ﺛْـﺒَﺎت ا ﻟ َْﻮاﺳﻄَﺔ ﻓـَﻘَﺎ َل " ﻋَ ْﻦ ا ﺑْﻦ زَﻳْ ﺪ ﺑْﻦ أ‬ ََ َ ُ َ َ ْ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫ َوﻟ َﻬ َﺬ ا‬، ‫ﻚ‬ َ ‫ﺬي َﺳﻤ َﻊ ا ْﺑﻦ ُﻋﻴَـﻴْـﻨََﺔ ﻣ ْﻨ ُﻪ َذ ﻟ‬‫ َوأَﻇُﻨُّﻪ ُﻫ َﻮ ا ﻟ‬، ‫ﻪ‬‫ َوأ َْوﺛَﻘﻬ ْﻢ َوأ َْﻛﺒَﺮﻫ ْﻢ َﻋ ْﺒ ﺪ اﻟﻠ‬، ‫ﺮ ْﺣ َﻤﻦ‬‫ﺎﻣﺔ َوَﻋ ْﺒ ﺪ اﻟ‬ َ ‫ُﺳ‬ 
َ ‫َوأَْوَﻻ د َزْﻳﺪ ُﻫ ْﻢ َﻋْﺒ ﺪ اﻟﻠﻪ َوأ‬
‫َﺟ َﺰَم ﺑِﻪِ ا ﻟْﺒُ َﺨﺎ رِ ّي‬
”Atsar ini disambungkan Syafi’ I, Abdur Rozaq dan selainnya dari Ibnu ‘Uyyainah dari
Zaid bin Aslam dari Bapaknya dari Umar Rodhiyallahu anhu. Lafadz Syafi’I : ‘Umar
Rodhiyallahu anhu berwudhu dari air yang ada di tempat minumnya wanita Nashrani’.
Ibnu Uyyainah tidak mendengar Zaid bin Aslam. Baihaqi meriw ayatkan dari jalan
Sa’daan bin Nashr dari Ibnu ‘Uyyainah ia berkata : ‘haddatsuunaa dari Zaid bin Aslam’
lalu menyebutkan kisah yang panjang.
Al Ismaa’iiliy meriw ayatkan dari jalan lain dan mencantumkan perantara, Ibnu
‘Uyyainah berkata : ‘dari Ibnu Zaid bin Aslam dari Bapaknya dst.’. anak-anak Zaid
adalah Abdullah, Usamah dan Abdur Rokhman. Yang paling tsiqoh dan paling besar
diantara mereka adalah Abdullah, aku menduga Abdullah adalah perow i yang Ibnu
‘Uyyainah mendengar darinya, oleh karenanya Imam Bukhori meriw ayatkan mu’alaq ini
dengan kalimat jazm (aktif/pasti)”.
Lalu Al Hafidz menukil perkataan Imam Syafi’I tentang hukum
berw udhu dengan air milik orang Nashroni :
ِِ ِِ ‫ﻀ ِﻞ و‬ ِ ِ ‫ َﻻ ﺑﺄْس ﺑِﺎ ﻟْﻮ‬: ‫ﺎﻓِﻌِ ﻲ ﻓِﻲ ْاﻷُم‬‫ﺎل اﻟ ﺸ‬
‫ﺎﺳﺔ‬
َ ‫ﺠ‬ ُ َ ْ ‫ﺿﻮء ﻣ ْﻦ َﻣﺎء ا ﻟ ُْﻤ ْﺸﺮِك َوﺑَِﻔ‬
َ َ‫ﺿﻮﺋﻪ َﻣﺎ ﻟَ ْﻢ ﺗُـ ْﻌﻠَ ﻢ ﻓﻴﻪ ﻧ‬ ُ ُ َ ّ ّ َ َ‫َوﻗ‬
”Imam Syafi’I dalam Al Umm berkata : ‘tidak mengapa berw udhu dari airnya orang
Musyrik dan sisa airnya, selama tidak diketahui padanya terdapat najis”.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﺎل‬ َ ‫ ُﻪ َﻗ‬‫ﻪِ ﺑْ ِﻦ ُﻋ َﻤ َﺮ أَﻧ‬‫ﻚ َﻋ ْﻦ ﻧَﺎﻓِ ٍﻊ َﻋ ْﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬
ُ ‫ﺮ َﺟ‬ ‫ﺎل َﻛﺎ َن اﻟ‬ ٌ ِ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ َﻣﺎﻟ‬
َ َ‫ﻒ ﻗ‬
َ ‫ﻮﺳ‬ ِ
ُ ‫ﻪ ﺑْ ُﻦ ُﻳ‬‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠ‬ ‫ َﺣ‬- 193
ِ ِ ‫ﺎن رﺳ‬ ِ ِ
ً ‫ َﺟ ِﻤ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
‫ﻴﻌﺎ‬ ُ َ ‫ُﺌﻮ َن ﻓ ﻰ َز َﻣ‬‫ﺎء ﻳَـﺘَـ َﻮﺿ‬ ُ ‫ﺴ‬
َ ‫َواﻟﻨ‬
60). Hadits no. 193
“Haddatsanaa Abdullah bin Yusuf ia berkata, akhbaronaa Maalik dari Naafi’ dari Abdullah
bin Umar Rodhiyallahu anhu bahwa ia berkata : ‘laki-laki dan wanita mereka berwudhu
bersama pada zaman Rasulullah ”.

Penjelasan biografi perowi hadits :


Semua biografi perowinya telah berlalu sebelumnya.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 251


Penjelasan Hadits :
1. Imam Bukhori berdalil dengannya bolehnya seorang laki-laki bersuci dari
bekasnya wanita dan sebaliknya.
2. Perkataan Ibnu Umar Rodhiyallahu anhu bahwa hal itu terjadi pada
zaman Nabi , menununjukkan hukumnya marfu’.
3. Tentu hadits ini tidak dipahami seperti dhohirnya, yakni laki-laki dan
perempuan yang bukan mahrom, saling bercampur baur dalam
berwudhu, namun yang dimaksud tempat w udhu yang digunakan adala h
satu antara laki-laki dan perempuan, misalnya dengan memasang sekat
pemisah, namun kolam yang digunakan sama.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 252


‫ْﻤ ْﻐ َﻤﻰ َﻋ ﻠَ ْﻴ ِﻪ‬
ُ ‫ﻮءﻩُ َﻋ ﻠَﻰ اﻟ‬ُ ‫ َو‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺐ اﻟﻨ‬
َ ‫ﺿ‬ ‫ﺻ‬َ
Bab 44 Basuhan Nabi dengan Air Wudhu Kepada Orang
yang Menderita Sakit Sampai Tidak Sadarkan Diri

Penjelasan :

Bab ini masih terkait dengan bab sebelumnya berkaitan dengan air
musta’mal (bekas pakai), yakni disini Rasulullah mewudhukan sahabatnya
yang sakit hingga tidak sadarkan diri, dimana berarti air tersebut adalah sisa
Nabi . Dan adanya pihak-pihak yang mengatakan bahwa ini kekhususan
Nabi , maka tidak bisa diterima, memang benar bahwa jasad Nabi
memiliki keberkahan yang tidak dimiliki oleh seorang pun selain para Nabi.
Namun berkaitan hukum air sisa bersuci, hal ini perlu dalil yang mengatakan
bahwa ini adalah kekhususan Nabi , tidak berlaku kepada umatnya dan
disana tidak ada dalil yang mengkhususkannya.

Berkata Imam Bukhori :


- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟ ﻠ‬
ُ ‫ﺎء َر ُﺳ‬ َ ‫ﻮل َﺟ‬ ُ ‫ﺖ َﺟﺎﺑًِﺮا ﻳَـ ُﻘ‬ ُ ‫ﺎل َﺳ ِﻤ ْﻌ‬َ َ‫ﻤ ِﺪ ﺑْ ِﻦ اﻟ ُْﻤ ْﻨ َﻜ ِﺪرِ ﻗ‬ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُﺷ ْﻌَﺒ ُﺔ َﻋ ْﻦ ُﻣ َﺤ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﻴﺪ ﻗ‬ِ ِ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ أَﺑﻮ اﻟْﻮﻟ‬ ‫ ﺣ‬- 194
َ ُ َ
‫ﺖ ﻳَﺎ‬ ُ ْ‫ ﻓـَ َﻌ َﻘﻠ‬، ِ‫ﺿﻮﺋِﻪ‬
ُ ْ‫ﺖ ﻓـَ ُﻘﻠ‬ ُ ‫ﻰ ِﻣ ْﻦ َو‬ َ‫ﺐ َﻋﻠ‬ ‫ﺻ‬ ِ
َ ‫ﺄَ َو‬‫ ﻓـَﺘَـ َﻮ ﺿ‬، ‫ﺾ ﻻَ أَ ْﻋﻘ ُﻞ‬
ِ
ٌ ‫ َوأَﻧَﺎ َﻣ ﺮِﻳ‬، ‫ ﻳَـ ُﻌ ﻮ ُدﻧ ﻰ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
ِ ِ‫َﺖ آﻳَ ُﺔ اﻟَْﻔ َﺮاﺋ‬
‫ﺾ‬ ْ ‫ ﻓـَﻨَـ َﺰﻟ‬. ‫َﻤﺎ ﻳَﺮِﺛُﻨِ ﻰ َﻛ ﻼَﻟٌَﺔ‬‫اث إِﻧ‬ ِ ِ ِ َ ‫رﺳ‬
َ ‫ﻪ ﻟ َﻤ ِﻦ اﻟْﻤ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ُ ‫ﻴﺮ‬ َُ

61). Hadits no. 194


“Haddatsanaa Abul Waliid ia berkata, haddatsanaa Syu’bah dari Muhammad ibnul
Munkadir ia berkata, aku mendengar Jaabir berkata : ‘Rasulullah datang menjengukku,
aku sakit sampai tidak sadarkan diri, lalu Beliau mewudhukanku dan membasuh air wudhu
kepadaku, lalu aku sadar dan berkata : ‘wahai Rasulullah, kepada siapakah warisan itu? Aku
mewarisi Kalaalah, lalu turunlah ayat tentang warisan”.
HR. Muslim no. 4233

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua biografi perowinya telah berlalu sebelumnya, kecuali :

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 253


1. Nama : Abu Abdillah Muhammad ibnul Munkadir
Kelahiran : Wafat 130 H atau setelahnya
Negeri tinggal : Madinah
Komentar ulama : Tabi’I wasith. Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Ma’in, Imam
Abu Hatim, Imam Al’ijli dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Jaabir Rodhiyallahu anhu adalah salah seorang gurunya,
sebagaimana ditulis oleh Imam Al Mizzi.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Imam Ibnu Bathol berkata :
‫ ﺻﻠﻰ اﷲ‬- ،‫ وﻗ ﺪ أﻣﺮ اﻟﻨﺒ ﻰ‬،‫ﻧﺠﺴﺎ ﻟﻢ ﻳﺼﺒﻪ ﻋﻠﻴﻪ‬
ً ‫ ﻷﻧﻪ ﻟﻮ ﻛﺎن‬،‫ ﻓﻴﻪ دﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ ﻃﻬﻮر اﻟﻤﺎء اﻟﺬى ﺗﻮﺿﺄ ﺑﻪ‬:‫ﻗﺎل اﻟﻤﻬﻠﺐ‬
‫ﻧﺠﺴﺎ ﻟ ﻢ ﻳﺄﻣﺮ ﺳﻬ ﻼ أن ﻳﻐﺘ ﺴﻞ‬
ً ‫ وﻟﻮ ﻛﺎن‬،‫ وﻳﻐﺴﻞ دا ﺧﻠﺔ إزارﻩ وﻳﺼﺒﻪ ﻋﻠﻴﻪ‬،‫ اﻟﺬى َﻋﺎ َن ﺳﻬﻼ أن ﻳﺘﻮﺿﺄ ﻟﻪ‬،- ‫ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
‫ وأن ﻳﺤﻤﻞ ﻋﻨﻪ ﺷﺮ اﻟﻌﻴﻦ‬،‫ ﺑﻞ رﺟﺎء ﺑﺮﻛﺘﻪ‬،‫ﻣﻨﻪ‬
“ Al Muhallab berkata : ‘didalamnya dalil sucinya air yang digunakan untuk
memuwudhukan orang lain, karena seandainya najis, tentu tidak akan dib asuhkan
kepadanya. Nabi telah memerintahkan Sahal untuk memuw udhukannya dan
memandikan bagian tubuh didalam sarungnya lalu mengguyurkan air diatasnya
(diciti bs. Jawa), seandainya hal tersebut najis, tentu Beliau tidak memerintahkan
Sahal Rodhiyallahu anhu untuk memandikannya, namun mengharapkan
keberkahannya dan mungkin ini adalah sejelek-jeleknya pertolongan”.
2. Dari nukilan Imam Ibnu Bathol, membantah mereka yang mengatakan
hal tersebut adala h kekhususan Nabi , dengan bukti hal yang sama
dilakukan oleh Sahal Rodhiyallahu anhu sepengetahuan dan atas
perintah Nabi .

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 254


ِ‫ْﺤ َﺠﺎرة‬
ِ ِ‫ﺸ‬ َ ‫ﻮء ﻓِ ﻰ اﻟْ ِﻤ ْﺨ‬
ِ‫ﻀ‬ ِ‫ﺿ‬ُ ‫ﺴ ِﻞ َواﻟ ُْﻮ‬
َ ‫ﺐ َواﻟ‬َ ‫ﺐ َواﻟْ َﻘ َﺪ ِح َواﻟْ َﺨ‬ ْ ُ‫ ﺑﺎب اﻟْﻐ‬- 45
Bab 45 Mandi dan Berwudhu di Bejana dan Tempat Air,
Kayu dan Batu

Penjelasan :

Yakni berkaiatan dengan tempat yang digunakan untuk bersuci.

Berkata Imam Bukhori :


، ُ‫ ﻼَة‬‫ت اﻟﺼ‬ ِ ‫ﻀﺮ‬ َ َ‫ﻪِ ﺑْ َﻦ ﺑَ ْﻜ ﺮٍ ﻗ‬‫ﻪِ ﺑْ ُﻦ ُﻣﻨِﻴ ﺮٍ َﺳ ِﻤ َﻊ َﻋ ْﺒ َﺪ اﻟﻠ‬‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠ‬ ‫ َﺣ‬- 195
ٍ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُﺣ َﻤ ْﻴ ٌﺪ َﻋ ْﻦ أَﻧ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﺲ ﻗ‬
‫ﺐ ِﻣ ْﻦ‬ ٍ‫ﻀ‬َ ‫ ﺑِ ِﻤ ْﺨ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ُ ‫ ﻓَﺄُﺗِ َﻰ َر ُﺳ‬، ‫ َوﺑَﻘِ َﻰ ﻗـَ ْﻮٌم‬، ِ‫ارِ إِﻟَﻰ أ َْﻫﻠِﻪ‬‫ﻳﺐ اﻟﺪ‬ َ ِ‫ﻓـَﻘَ َﺎم َﻣ ْﻦ َﻛﺎنَ ﻗَﺮ‬
ً‫ﻴﻦ َوزِﻳَﺎ َد ة‬ِ َ َ‫ ﻗـُﻠَْﻨﺎ َﻛ ﻢ ُﻛ ْﻨﺘﻢ ﻗ‬. ‫ﻬ ﻢ‬‫ﺄَ ا ﻟْﻘَﻮم ُﻛﻠ‬‫ ﻓـَﺘـﻮﺿ‬، ‫ﻔﻪ‬ ‫ﻂ ﻓِﻴﻪِ َﻛ‬ َ ‫ﺼﻐُ َﺮ اﻟْ ِﻤ ْﺨ‬ ِ ِ ٍ ‫ِﺣ‬
َ ‫ﺎل ﺛَ َﻤﺎﻧ‬ ُْ ْ ْ ُ ُْ ََ ُ َ ‫ﺐ أَ ْن ﻳَـ ْﺒ ُﺴ‬ُ ‫ﻀ‬ َ َ‫ ﻓ‬، ‫ﺎء‬ ٌ ‫ﺠ َﺎرة ﻓﻴﻪ َﻣ‬ َ
62). Hadits no. 195
“Haddatsanaa Abdullah bin Muniir, ia mendengar Abdullah bin Bakar berkata, haddatsanaa
Humaid dari Anas Rodhiyallahu anhu ia berkata : ‘Shalat telah tiba, berdirilah orang-orang
yang rumahnya dekat pulang kepada keluarganya, lalu masih tersisa sejumlah sahabat.
Rasulullah didatangkan tempat air dari batu yang didalamnya terdapat air, Tempat airnya
terlalu kecil untuk dibentangkan telapak tangan didalamnya, lalu orang-orang berwudhu
semuanya. Kami berkata : ‘berapa jumlah kalian?, Anas menjawab : ‘lebih dari 80 orang”.

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua biografi perowinya telah berlalu sebelumnya, kecuali :

1. Nama : Abu Abdir Rokhman Abdullah bin Muniir


Kelahiran : Wafat 241 H atau setelahnya
Negeri tinggal : Marwazi
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Nasa’i dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Abdullah bin Bakar adalah salah seorang gurunya,
sebagaimana ditulis oleh Imam Al Mizzi.

2. Nama : Abu Wahhaab Abdullah bin Bakar


Kelahiran : Wafat 208 H
Negeri tinggal : Bashroh

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 255


Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Ahmad, Imam Ibnu Ma’in, Imam
Daruquthni, Imam Al’ijli dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Humaid Ath-Thaawil adalah salah seorang gurunya, dan
tinggal senegeri dengannya, sebagaimana ditulis oleh
Imam Al Mizzi.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Salah satu mukjizat Nabi yang menjadikan air yang kelihatannya
sedikit, namun mencukupi digunakan untuk bersuci sampai puluhan
orang.
2. Bolehnya bersuci dari tempat air, baik yang ukurannya kecil apalagi yang
besar, selama tempat air tersebut suci.
3. Yang wajib ketika akan berwudhu berusaha semaksimal mungkin untuk
menggunakan air, w ala upun pada saat itu sedang musim kemarau,
namun jika tidak mendapatkannya juga maka diberikan keringanan
dengan tayamum.

Berkata Imam Bukhori :


‫ ﺻﻠﻰ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ن اﻟﻨ‬ َ‫ﻮﺳ ﻰ أ‬ ِ ِ ٍ
َ ‫ﺎﻣﺔَ َﻋ ْﻦ ﺑُـ َﺮﻳْﺪ َﻋ ْﻦ أَﺑﻰ ﺑُـ ْﺮ َدةَ َﻋ ْﻦ أَﺑ ﻰ ُﻣ‬
َ ‫ُﺳ‬ َ َ‫ﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ اﻟ َْﻌﻼَِء ﻗ‬ ‫ﺪﺛـََﻨﺎ ُﻣ َﺤ‬ ‫ َﺣ‬- 196
َ ‫ﺪﺛـََﻨﺎ أَﺑُﻮ أ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
ِ‫ﺞ ﻓِﻴﻪ‬ ‫ ﻓـَﻐَﺴ ﻞ ﻳ َﺪﻳﻪِ ووﺟﻬﻪ ﻓِﻴﻪِ وﻣ‬، ‫ دَﻋَﺎ ﺑِﻘَ َﺪ ٍح ﻓِ ﻴﻪِ ﻣﺎء‬- ‫اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
َ َ ُ َْ ََ ْ َ َ َ ٌَ
63). Hadits no. 196
“Haddatsanaa Muhammad ibnul ‘Alaa’ ia berkata, haddatsanaa Abu Usamah dari Buroid
dari Abo Burdah dari Abi Musa Rodhiyallahu anhu bahwa Nabi meminta satu bejana yang
berisi air. Lalu beliau membasuh kedua tangannya dan wajahnya, serta menyemburkan air dari
mulutnya ke bejana tersebut”.
HR. Muslim no. 6561

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua biografi perowinya telah berlalu sebelumnya. Ini silsila h keturunan,


yakni Buroid meriwayatkan dari kakeknya Abu Burdah bin Abi Musa, lalu Abu
Burdah meriw ayatkan dari Bapaknya Abu Musa Rodhiyallahu anhu.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 256


Penjelasan Hadits :
1. Dalam shahih Muslim terdapat keterangan bahwa Nabi melakukan hal
ini untuk memberikan berkah kepada sahabatnya Abu Musa dan Bilaal
Rodhiyallahu anhumaa, agar mereka menemui orang Arab Badui dan
memberikan kabar gembira kepadanya, Nabi setelah mencuci kedua
tangan dan wajahnya dari air bejana tersebut, lalu menyemburkan air
pada bejana tersebut, berkata kepada sahabat Abu Musa dan Bilaal
Rodhiyallahu anhumaa :
‫ﻮﻫ ُﻜ َﻤﺎ َوﻧُ ُﺤﻮرُِﻛ َﻤﺎ َوأَﺑْ ِﺸ َﺮا‬
ِ ‫ا ْﺷﺮﺑﺎ ِﻣ ْﻨﻪ وأَﻓْﺮِ َﻏﺎ َﻋ َﻠﻰ وﺟ‬
ُُ َ ُ ََ
“Kalian berdua minumlah airnya, lalu usapkan di wajah dan leher kalian, lalu
bergembiralah”.
2. Dalam hadits ini dalil, Nabi bersuci menggunakan “Qodh”
(bejana/baskom) untuk tempat air.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﻋ ْﻤ ُﺮو ﺑْ ُﻦ ﻳَ ْﺤَﻴ ﻰ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻴﻪِ َﻋ ْﻦ‬ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟ َْﻌ ِﺰﻳ ِﺰ ﺑْ ُﻦ أَﺑِﻰ َﺳ َﻠ َﻤ َﺔ ﻗَﺎ َل َﺣ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﺲ ﻗ‬
َ ُ‫َﺣ َﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ﻳُﻮﻧ‬
ْ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ أ‬ ‫ َﺣ‬- 197
ُ ‫ ﻓَﺄَ ْﺧ َﺮ ْﺟَﻨﺎ ﻟ َُﻪ َﻣ ًﺎء ﻓِﻰ ﺗَـ ْﻮرٍ ِﻣ ْﻦ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
، َ‫ﺄ‬‫ﺻ ْﻔ ﺮٍ ﻓـَﺘَـ َﻮﺿ‬ ُ ‫ﺎل أَﺗَﻰ َر ُﺳ‬ َ َ‫ﻪِ ﺑْ ِﻦ َزﻳْ ٍﺪ ﻗ‬‫َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬
ِ‫ وﻏَﺴﻞ رِﺟﻠَﻴﻪ‬، ‫ وﻣﺴ ﺢ ﺑِﺮأ ِْﺳﻪِ ﻓَﺄَﻗـْﺒ ﻞ ﺑِﻪِ وأَ ْدﺑـ ﺮ‬، ‫ﺮﺗَـﻴ ِﻦ‬ ‫ﺮﺗَـﻴ ِﻦ ﻣ‬ ‫ﻓـَﻐَﺴ ﻞ وﺟ ﻬﻪ ﺛَﻼَﺛًﺎ وﻳ َﺪﻳﻪِ ﻣ‬
ْ ْ َ َ َ ََ َ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ْ ََ َُ ْ َ َ َ

64). Hadits no. 197


“Haddatsanaa Ahmad bin Yunus ia berkata, haddatsanaa Abdul Aziz bin Abi Salamah ia
berkata, haddatsanaa ‘Amr bin Yahya dari Bapaknya dari Abdullah bin Zaid Rodhiyallahu
anhu ia berkata : ‘Rasulullah mendatangi kami, lalu kami mengeluarkan air didalam bejana
Kuningan, lalu berwudhu dengannya, Beliau membasuh wajahnya dan kedua tangannya 2
kali 2 kali, lalu mengusap kepalanya mulai dari depan ke belakang, lalu membasuh kedua
kakinya”.

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua biografi perowinya telah berlalu sebelumnya.

Penjelasan Hadits :
1. Hadits ini dalil, Nabi berw udhu dari bejana kuningan.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 257


Berkata Imam Bukhori :
‫ن‬ َ‫ﻪِ ﺑْ ِﻦ ُﻋ ْﺘَﺒﺔَ أ‬‫ﻪِ ﺑْ ُﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧِﻰ ُﻋﺒَـ ْﻴ ُﺪ اﻟﻠ‬
َ َ‫ى ﻗ‬ ِ‫ﺰ ْﻫﺮ‬ ‫ﺐ َﻋ ِﻦ اﻟ‬ ٌ ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ ُﺷ َﻌْﻴ‬
ِ ‫ﺪﺛـََﻨﺎ أَﺑﻮ اﻟْﻴﻤ‬ ‫ ﺣ‬- 198
َ َ‫ﺎن ﻗ‬ ََ ُ َ
‫ض ﻓِﻰ ﺑَـ ْﻴ ﺘِ ﻰ‬ ِ ‫ اﺳﺘﺄْذَ َن أَ ْزو‬، ‫ﺪ ﺑِﻪِ وﺟﻌﻪ‬ ‫ وا ْﺷﺘ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﺒِ ﻰ‬‫ﻤﺎ ﺛـَﻘُﻞ اﻟﻨ‬ َ‫َﺖ ﻟ‬
َ ‫ﺮ‬‫اﺟ ُﻪ ﻓﻰ أَ ْن ﻳُ َﻤ‬ َ َ َْ ُ ُ َ َ َ َ  َ ْ ‫ﻋَﺎﺋِ َﺸﺔَ ﻗَﺎﻟ‬
‫س َوَر ُﺟ ٍﻞ آ َﺧ َﺮ‬ ٍ ‫ﺎ‬‫ض ﺑَـﻴْ َﻦ ﻋَﺒ‬ِ ‫ﻂ رِ ْﺟ ﻼَﻩُ ﻓِﻰ ا ﻷَ ْر‬  ‫ ﺑَـﻴْ َﻦ َر ُﺟﻠَﻴْ ِﻦ ﺗَ ُﺨ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ ﻓَ َﺨ َﺮ َج اﻟ ﻨ‬، ُ‫ن ﻟَﻪ‬ ‫َذ‬ ِ ‫ ﻓَﺄ‬،
‫ﺖ‬ ْ َ‫ َوَﻛﺎﻧ‬. ‫ﻰ‬ ِ‫ ﻗَﺎ َل ُﻫ َﻮ َﻋﻠ‬. َ‫ﺖ ﻻ‬ ُ ‫ﺮ ُﺟ ُﻞ اﻵ َﺧ ُﺮ ﻗُـ ْﻠ‬ ‫ﺎل أَﺗَ ْﺪرِى َﻣ ِﻦ اﻟ‬ ٍ ‫ﺒ‬‫ﻪِ ﺑْ َﻦ َﻋ‬‫ت َﻋْﺒ َﺪ اﻟﻠ‬
َ ‫ﺎس ﻓَـ َﻘ‬ ُ ‫ﻪِ ﻓَﺄَ ْﺧﺒَـ ْﺮ‬‫ﺎل ُﻋﺒَـ ْﻴ ُﺪ اﻟﻠ‬
َ َ‫ ﻗ‬.
» ‫ﺪ َو َﺟ ُﻌ ُﻪ‬ ‫ﺎل ﺑَـ ْﻌ َﺪ َﻣﺎ َد َﺧ َﻞ ﺑَـ ْﻴ َﺘ ُﻪ َوا ْﺷَﺘ‬َ َ‫ ﻗ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ اﻟﻨ‬‫ث أَن‬ ُ ‫ ﺗُ َﺤ ﺪ‬- ‫ رﺿﻰ اﷲ ﻋﻨﻬﺎ‬- ‫َﻋﺎﺋِ َﺸ ُﺔ‬
‫ﺼ َﺔ َزْوِج‬ ٍِ‫ﻀ‬ َ ‫ﺲ ﻓِ ﻰ ِﻣ ْﺨ‬ ِ ‫ وأ‬. « ‫ﺎس‬ ِ ‫ ﻰ أَ ْﻋ َﻬ ُﺪ إِﻟَﻰ اﻟﻨ‬‫ ﻟ ََﻌﻠ‬، ‫ﻦ‬ ‫َﻢ ﺗُ ْﺤﻠَ ْﻞ أ َْوﻛَِﻴﺘُـ ُﻬ‬ ٍ ‫ﻰ ِﻣ ْﻦ َﺳ ْﺒ ِﻊ ﻗِ َﺮ‬ َ‫َﻫ ﺮِﻳ ُﻘﻮا َﻋﻠ‬
َ ‫ﺐ ﻟ َﺤ ْﻔ‬ َ ‫ُﺟ ﻠ‬ ْ َ ْ‫ ﻟ‬،‫ب‬
‫ َﺧ َﺮ َج‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ﻦ‬ ‫ﻴﺮ إِ ﻟَﻴْـَﻨﺎ أَ ْن ﻗَ ْﺪ ﻓـَ َﻌﻠُْﺘ‬ ِ ِ َ ْ‫ﺐ َﻋ ﻠَْﻴﻪِ ﺗِﻠ‬ ُ َ‫ ﻃَﻔِﻘَْﻨﺎ ﻧ‬‫ ﺛُﻢ‬، - ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﻨﺒ‬‫اﻟ‬
ُ ‫ﻰ ﻃَﻔ َﻖ ﻳُﺸ‬‫ﻚ َﺣﺘ‬ ‫ﺼ‬
ِ ‫إِﻟَﻰ اﻟﻨ‬
‫ﺎس‬
64). Hadits no. 198
“Haddatsanaa Abul Yaman ia berkata, akhbaronaa Syu’aib dari Az-Zuhriy ia berkata,
akhbaronii ‘Ubaidillah bin Abdullah bin ‘Utbah bahwa Aisyah Rodhiyallahu anha berkata :
‘ketika Nabi semakin berat kondisinya dan sakitnya semakin parah, Beliau meminta ijin
kepada istri-istrinya agar Beliau tinggal di rumahku, lalu para istri-istri Beliau
mengijinkannya. Nabi keluar dengan dituntun oleh kedua sahabatnya, yakni Abbad dan
sahabat satunya lagi. ‘Ubaidillah berkata : ‘Abdullah bin ‘Abbaas Rodhiyallahu anhu
mengabariku, ia berkata : ‘tahukah kamu siapa laki-laki yang lain tadi?’, aku berkata : ‘tidak’,
Ibnu Abbaas Rodhiyallahu anhu berkata, ia adalah Ali Rodhiyallahu anhu.
Kemudian Aisyah Rodhiyallahu anhu melanjutkan kisahnya setelah Nabi tinggal di
rumahnya dan sakitnya bertambah parah. Nabi berkata : “Guyurlah aku dengan air dari
tujuh geriba, jangan dibuka ikatnya, mudah-mudahan aku bisa menemui orang-orang”. Lalu
Nabi didudukkan diatas bak air miliki Hafshoh istri Nabi , lalu kami menemani Beliau
dan mengguyurkan air ke badan Beliau, sampai Beliau mengisyaratkan kepada kami, bahwa
hal itu telah cukup kami lakukan, kemudian Beliau keluar menemui orang-orang”.

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua biografi perowinya telah berlalu sebelumnya.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 258


Penjelasan Hadits :
1. Hadits ini dalil, bahwa Nabi bersuci di Mihdhob (bak air) yang biasanya
digunakan untuk mencuci pakaian.
2. Penggunaan tujuh geriba adalah dalam rangka pengobatan, karena
biasanya syar’I menyukai angka ganjil. Nabi bersabda :
 ‫َو ْﻫَﻮ َوﺗْـ ٌﺮ ﻳُ ِﺤ‬
‫ﺐ اﻟ َْﻮﺗْـ َﺮ‬
“Allah Witr, menyukai bilangan ganjil“ (Muttafaqun ‘Alaih).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 259


‫ﻮِر‬ْ ‫ﻮء ِﻣ َﻦ اﻟﺘـ‬
ِ‫ﺿ‬ُ ‫ ﺑﺎب اﻟُْﻮ‬- 46
Bab 46 Wudhu dari At-Taur

Penjelasan :

At-Taur menurut Al Hafidz Ibnu Hajar dalam “Al Fath” menyerupai Ath-
Thostu yakni baskom. Dan telah berlalu pada bab sebelumnya perbuatan
Nabi yang bersuci dari berbagai macam tempat air. Ini semua
menunjukkan sahnya bersuci pada air yang sedikit, apabila tidak ada najis
didalamnya.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﻤ ﻰ ﻳُ ْﻜﺜِ ُﺮ‬ َ‫ﺎل َﻛﺎ َن ﻋ‬ َ َ‫ﺪ ﺛَﻨِ ﻰ ﻋَ ْﻤ ُﺮو ﺑْ ُﻦ ﻳَ ْﺤَﻴ ﻰ ﻋَ ْﻦ أَﺑِﻴﻪِ ﻗ‬ ‫ﺪ ﺛـَﻨَﺎ ُﺳﻠَْﻴ َﻤﺎ ُن ﻗَﺎ َل َﺣ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﺪ ﺛـَﻨَﺎ َﺧﺎﻟِ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﻣ ْﺨﻠَ ٍﺪ ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 199
‫ﺄُ ﻓَ َﺪﻋَ ﺎ ﺑِﺘَـ ْﻮرٍ ِﻣ ْﻦ‬‫ ﻳَـﺘَـَﻮ ﺿ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺖ اﻟﻨ‬ َ ْ‫ﻒ َرأَﻳ‬َ ْ‫ﻪِ ﺑْ ِﻦ َزﻳْ ٍﺪ أَﺧْﺒِ ْﺮﻧِﻰ َﻛﻴ‬‫ﺎل ﻟِﻌَﺒْ ِﺪ اﻟﻠ‬ ِ ُ‫ِﻣﻦ اﻟْﻮﺿ‬
َ َ‫ ﻗ‬، ‫ﻮء‬ ُ َ
‫ات ِﻣ ْﻦ‬ٍ ‫ﺮ‬ ‫ث ﻣ‬
َ َ َ‫اﺳ ﺘَـ ْﻨﺜَـ َﺮ ﺛَﻼ‬ ْ ‫ﺾ َو‬ َ ‫ﻀ َﻤ‬ ْ ‫ ﻓََﻤ‬، ِ‫ـ ْﻮر‬‫ﻢ أَ ْد َﺧ َﻞ ﻳَ َﺪُﻩ ﻓِ ﻰ اﻟﺘ‬ ُ‫ ﺛ‬، ٍ‫ث ِﻣ َﺮار‬َ َ‫ ﻓَ َﻜَﻔ ﺄَ َﻋ َﻠﻰ ﻳَ َﺪﻳْﻪِ ﻓَـﻐَ َﺴ َﻠ ُﻬ َﻤﺎ ﺛَﻼ‬، ‫َﻣ ٍﺎء‬
‫ﺮﺗَـ ْﻴ ِﻦ‬ ‫ﺮﺗَـ ْﻴ ِﻦ َﻣ‬ ‫ﻢ ﻏَ َﺴ َﻞ ﻳَ َﺪﻳْﻪِ إِﻟَﻰ اﻟْ ِﻤ ْﺮﻓـَ َﻘ ْﻴ ِﻦ َﻣ‬ ُ‫ ﺛ‬، ‫ات‬
ٍ ‫ﺮ‬ ‫ث ﻣ‬
َ َ َ‫ف ﺑ َﻬﺎ ﻓـَﻐَ َﺴ َﻞ َو ْﺟ َﻬ ُﻪ ﺛَﻼ‬
ِ َ ‫ﻢ أَ ْد َﺧ ﻞ ﻳ َﺪُﻩ ﻓَﺎﻏْﺘَـ ﺮ‬ ُ‫ ﺛ‬، ٍ‫اﺣ َﺪة‬
َ ََ
ِ ‫ﻏَ ﺮﻓَﺔٍ و‬
َ ْ
‫ ﺻﻠﻰ اﷲ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺖ اﻟﻨ‬ َ ‫ ﻓـَ َﻘ‬، ِ‫ﻢ ﻏَ َﺴ َﻞ رِ ْﺟﻠَ ْﻴﻪ‬ ُ‫ ﻓَﺄَ ْدﺑَـ َﺮ ﺑَِﻴ َﺪﻳْﻪِ َوأَﻗـَْﺒ َﻞ ﺛ‬، ‫ ﻓَ َﻤ َﺴ َﺢ َرأ َْﺳ ُﻪ‬، ‫ﺎء‬
ُ ْ‫ﺎل َﻫ َﻜ َﺬا َرأَﻳ‬ ِِ ِ
ً ‫ﻢ أَ َﺧ َﺬ ﺑَﻴﺪﻩ َﻣ‬ ُ‫ ﺛ‬،
ُ‫ﺄ‬‫ ﻳَـﺘَـَﻮ ﺿ‬- ‫ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
61). Hadits no. 199
“Haddatsanaa Khoolid bin Makhlad ia berkata, haddatsanaa Sulaiman ia berkata,
haddatsanii ‘Amr bin Yahya dari Bapaknya ia berkata, Pamanku sangat sering berwudhu,
lalu ia berkata kepada Abdullah bin Zaid Rodhiyallahu 'anhu : ‘beritahu aku bagaimana
engkau melihat Nabi Shollallohu alaihi wa Salaam berwudhu?’. Kemudian Abdullah meminta
satu baskom air, ia mencelumkan kedua telapak tangannya, lalu mencuc inya sebanyak tiga
kali, lalu beliau memasukkan tangannya ke baskom, lalu berkumur-kumur dan menghirup air
ke hidung sebanyak tiga kali dari satu cidukan, lalu memasukkan tangannya, lalu
menciduknya untuk membasuh wajahnya sebanyak tiga kali, lalu mencuci kedua tangannya
sampai kedua sikunya dua kali dua kali, lalu mengambil air dengan kedua tangannya, lalu
mengusap kepalanya, diusap de ngan kedua tangannya kebelakang lalu dikembalikan kedepan,
lalu mencuci kedua kakinya. Kemudian beliau : ‘demikian aku melihat Nabi Shollallohu alaihi
wa Salaam berwudhu’”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 260


Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya.

Penjelasan Hadits :
1. Perbuatan sahabat Abdullah bin Zaid Rodhiyallahu 'anhu yang berwudhu
dari Taur (baskom) kemudian menyandarkan perbuatannya mencontoh
Nabi Shollallohu alaihi wa Salaam, maka menunjukkan bahwa Nabi
Shollallohu alaihi wa Salaam pernah berwudhu dari baskom.

Berkata Imam Bukhori :


‫ َد َﻋﺎ ﺑِﺈﻧَ ٍﺎء ِﻣ ْﻦ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ‫ِﺒ‬‫ن اﻟﻨ‬ َ‫ﺲ أ‬ ٍ ِ‫ﻤﺎ ٌد َﻋ ْﻦ ﺛَﺎﺑ‬ ‫ﺪ ﺛَـَﻨﺎ َﺣ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
ٍ َ‫ﺖ َﻋ ْﻦ أَﻧ‬ َ َ‫ﺪ ٌد ﻗ‬ ‫ﺪ ﺛَـَﻨﺎ ُﻣ َﺴ‬ ‫ َﺣ‬- 200
ِ ‫ﺎل أَﻧَﺲ ﻓَﺠ ﻌﻠْﺖ أَﻧْﻈُ ﺮ إِﻟَﻰ اﻟْﻤ‬
‫ﺎء ﻳَـ ْﻨُﺒ ُﻊ ِﻣ ْﻦ‬ ِ ِ ِ ‫ﺿﻊ أ‬ ٍ ِ ِ ِ ٍ ‫ ﻓَﺄُﺗِ ﻰ ﺑِ َﻘ َﺪ ٍح رﺣﺮ‬، ‫ﻣ ٍﺎء‬
َ ُ ُ َ َ ٌ َ َ‫ ﻗ‬. ‫َﺻﺎﺑ َﻌ ُﻪ ﻓﻴﻪ‬ َ َ َ ‫ ﻓـَ َﻮ‬، ‫اح ﻓﻴﻪ َﺷ ْﻰ ٌء ﻣ ْﻦ َﻣﺎء‬ َْ َ َ َ
ِ ِ َ َ‫ ﻗ‬، ِ‫ﺻﺎ ﺑِﻌِﻪ‬
َ ‫ﻤ ﺎﻧ‬َ ‫ﻴﻦ إِﻟَﻰ اﻟﺜ‬
‫ﻴﻦ‬ َ ‫ﺴْﺒﻌ‬ ‫ﺄَ َﻣﺎ ﺑَـْﻴ َﻦ اﻟ‬‫ت َﻣ ْﻦ ﺗَـَﻮﺿ‬ ُ ‫ﺲ ﻓَ َﺤ َﺰ ْر‬ ٌ َ‫ﺎل أَﻧ‬ َ َ‫ﺑَـ ْﻴ ِﻦ أ‬
62). Hadits no. 200
“Haddatsanaa Musaddad ia berkata, haddatsanaa Hammaad dari Tsaabit dari Anas bahwa
Nabi Shollallohu alaihi wa Salaam meminta bejana dari air, maka didatangkan bejana yang
mulutnya lebar, lalu ia meletakkan jari-jarinya didalamnya. Anas Rodhiyallahu 'anhu berkata
: ‘aku melihat air memancar diantara jari-jemari Nabi Shollallohu alaihi wa Salaam’.
Anas Rodhiyallahu 'anhu berkata : ‘aku memperkirakannya orang yang berwudhu darinya
berjumlah 70 sampai 80 orang’”.
HR. Muslim no. 6080.

Penjelasan biografi perowi hadits :

Semua perow inya telah berlalu keterangannya.

Penjelasan Hadits :
1. Qodh mirip dengan Taur, sehingga berwudhunya Nabi Shollallohu alaihi
wa Salaam dari Qodh menunjukkan bolehnya berw udhu juga dari Taur,
karena sama jenisnya.
2. Kisah ini menunjukkan salah satu mukjizat Nabi Shollallohu alaihi wa
Salaam.
3. Terdapat hadits yang menunjukkan secara tegas bahwa Nabi Shollallohu
alaihi wa Salaam berw udhu dari Taur. Misalnya dalam riwayat yang ditulis

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 261


Imam Abu Dawud dalam “Sunannya” dari sahabat Abu Huroiroh
Rodhiyallahu 'anhu, katanya :
ٍ ِ ٍ ِ ِ
ْ َ‫ إِذَا أَﺗَﻰ اﻟْ َﺨ ﻼَ َء أَﺗَـ ْﻴُﺘ ُﻪ ﺑ َﻤﺎء ﻓﻰ ﺗَـ ْﻮٍر أ َْو َرْﻛَﻮة ﻓ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ‫ﺒ‬‫َﻛﺎ َن اﻟﻨ‬
‫ﺎﺳ ﺘَـ ْﻨ َﺠ ﻰ‬
“Nabi Shollallohu alaihi wa Salaam jika pergi ke jamban, maka aku menyediakan air
untuk beliau dalam Taur atau Rokwah (gayung yang terbuat dari kulit-pent.), lalu beliau
beristinja dengannya” (dihasankan oleh Imam Al Albani).
Masih dalam kitab yang sama, Imam Abu Daw ud meriwayatkan dari
sahabat Abdullah bin Zaid Rodhiyallahu 'anhu :
ُ ‫ﺎء ﻓِ ﻰ ﺗَـ ْﻮٍر ِﻣ ْﻦ‬
َ‫ﺄ‬‫ﺻ ْﻔ ﺮٍ ﻓـَﺘَـَﻮﺿ‬ ِ ُ ‫ﺟﺎءﻧَﺎ رﺳ‬
ً ‫ ﻓَﺄَ ْﺧ َﺮ ْﺟَﻨﺎ ﻟ َُﻪ َﻣ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َُ ََ
“Rasulullah Shollallohu alaihi wa Salaam mengunjungi kami, lalu kami mengeluarkan air
di baskom kuningan untuk Beliau gunakan, lalu Nabi Shollallohu alaihi wa Salaam
berwudhu dengan air tersebut” (dishahihkan oleh Imam Al Albani)”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 262


ِ ُ ‫ ﺑﺎب اﻟْﻮ‬- 47
ُ ‫ﺿﻮء ﺑِﺎﻟ‬
‫ﺪ‬ ‫ْﻤ‬ ُ
Bab 47 Wudhu dengan Air Satu Mud

Penjelasan :

Setelah sebelumnya ditunjukkan bahwa Nabi Shollallohu alaihi wa


Salaam pernah bersuci dari bejana yang biasa digunakan sehari-hari,
dimana berarti kadar airnya sedikit. Dalam bab ini disebutkan kadar air yang
paling sedikit yang shahih dari Nabi Shollallohu alaihi wa Salaam, yang
mana Beliau menggunakannya untuk berw udhu. Ukuran minimal air tersebut
adalah satu Mud yakni seukuran dua telapak tangan orang dewasa.
Namun dalam kitab Bulughul Marom, Al Hafidz Ibnu Hajar
membawakan riwayat dari sahabat Abdullah bin Zaid Rodhiyallahu 'anhu
katanya :
ِ‫ُﻚ ِذراﻋَ ْﻴﻪ‬ ِ ِ َ ‫ﻲ‬ ِ‫ﺒ‬‫ن اﻟﻨ‬ ‫إ‬
َ ُ ‫ ﻓَ َﺠ َﻌ َﻞ ﻳَ ْﺪﻟ‬، ‫ﺪ‬ ‫ َﻢ أَﺗَﻰ ﺑﺜـُﻠُﺜَ ْﻲ ُﻣ‬‫ ُﻪ ﻋَﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ‬‫ ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺻﻠ‬
“Sesungguhnya Nabi Shollallohu alaihi wa Salaam pernah dibawakan air seukuran dua
pertiga (2/3) Mud, lalu beliau menggosok-gosokkan kedua hastanya” (HR, Ahmad,
dishahihkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah).
Imam Shon’ani menemukan bahwa ada ukuran yang lebih kecil dari ini,
yakni dikatakan Nabi Shollallohu alaihi wa Salaam pernah berw udhu dari
sepertiga air Mud, namun Imam Shon’ani dalam “Subulus Salam”
mengomentarinya :
ِ ُ ِ‫ﺎ َﺣ ﺪ‬‫َوأَﻣ‬
ْ ‫ﺪ { ﻓَ َﻼ أ‬ ‫ ﺄَ ﺑِﺜُـﻠُﺚ ُﻣ‬‫ﻪ ﺗَـ َﻮﺿ‬ُ ‫ } أَﻧ‬: ‫ﻳﺚ‬
‫َﺻ َﻞ ﻟَُﻪ‬
“Adapun Hadits bahw a “Beliau Shollallohu alaihi w a Salaam berw udhu dengan
sepertiga Mud”, maka tidak ada asalnya”.
Al Hafidz Ibnu Hajar dalam “At-Talkhiisul Khobiir” juga berkata, ‘aku tidak
mendapatkan sanadnya’.

Berkata Imam Bukhori


‫ ﺻﻠﻰ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﻮل َﻛﺎ َن اﻟﻨ‬ُ ُ‫ﺴﺎ ﻳَـﻘ‬ ً َ‫ﺖ أَﻧ‬ َ َ‫ﺪ ﺛَﻨِﻰ اﺑْ ُﻦ َﺟ ْﺒﺮٍ ﻗ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
ُ ‫ﺎل َﺳ ِﻤ ْﻌ‬ َ َ‫ﺪ ﺛـََﻨﺎ ﻣِ ْﺴ َﻌ ٌﺮ ﻗ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﺪ ﺛـََﻨﺎ أَﺑُﻮ ﻧـُ َﻌ ْﻴ ٍﻢ ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 201
ٍ ‫ﺎع إِﻟَﻰ َﺧﻤﺴﺔِ أَﻣ َﺪ‬
‫ﺪ‬ ‫ﺄُ ﺑِﺎﻟ ُْﻤ‬‫ َوﻳَـﺘَـ َﻮﺿ‬، ‫اد‬ ِ ‫ ﺑِﺎﻟﺼ‬- ‫ أ َْو َﻛﺎ َن ﻳَـﻐَْﺘ ِﺴ ُﻞ‬- ‫ ﻳَـﻐْ ِﺴ ُﻞ‬- ‫اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
ْ َْ

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 263


63). Hadits no. 201
“Haddatsanaa Abu N u’aim ia berkata, haddatsanaa Mis’ar ia berkata, haddatsanii Ibnu Jabr
ia berkata, aku mendengar Anas Rodhiyallahu 'anhu berkata : “Nabi Shollallohu alaihi wa
Salaam mandi dengan air satu shoo’ sampai 5 Mud dan Beliau berwudhu dengan air sebanyak
satu Mud”.
HR. Muslim no. 763

Biografi Perowi Hadits

Semua perow inya telah berlalu keterangannya. Kecuali :

1. Nama : Abu Salamah Mis’ar bin Kadaam


Kelahiran : Wafat 153 atau 155 H
Negeri tinggal : Kufah
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Yahya bin Sa’id Al Qohthoon,
Imam Ahmad, Imam Ibnu Ma’in, Imam Abu Zur’ah,
Imam Abu Hatim dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Ibnu Jabr salah seorang gurunya, sebagaimana ditulis
oleh Imam Al Mizzi.

2. Nama : Abdullah bin Abdullah bin Jaabir atau Jabr


Kelahiran : -
Negeri tinggal : Madinah
Komentar ulama : Tabi’I shoghiir. Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Ma’in, Imam
Abu Hatim dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Anas bin Malik Rodhiyallahu 'anhu adalah salah seorang
gurunya.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Disukainya untuk berhemat dalam menggunakan air, sekalipun dalam
rangka beribadah kepada Allah Subhanahu w a Ta'alaa.
2. Batasan minimal air yang digunakan untuk berw udhu adalah 2/3 Mud,
karena telah datang riwayat yang shahih dari Nabi Shollallohu alaihi wa
Salaam tentang hal ini, sekalipun Imam Bukhori tidak menuliskan dalam
kitabnya.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 264


‫ﻔ ْﻴ ِﻦ‬‫ﺨ‬
ُ ْ‫ﺴ ِﺢ َﻋﻠَﻰ اﻟ‬
ْ ‫ ﺑﺎب اﻟ َْﻤ‬- 48
Bab 48 Mengusap 2 khuf

Penjelasan :

Imam Shonáni dalam “Subulus Salam” (1/168) menjelaskan


perbedaan antara Khuf, Jurmuq dan Jaurobun (kaos kaki), kata beliau:
ِ ‫ ﻓـَ ﻮ َق ا ﻟْﺠﺮﻣ‬: ‫ واﻟْﺠ ﻮرب‬. ٍ‫ﻒ ﺻ ﻐِﻴﺮ‬
‫ﻲ‬‫ﻮق ﻳُـﻐَﻄ‬ ِ  ‫ ُﺧ‬: ‫ وا ﻟْﺠ ﺮﻣﻮ ُق‬. ‫ﻲ ا ﻟْ َﻜ ْﻌ ﺒـ ْﻴ ِﻦ‬‫ ﻧَـ ْﻌﻞ ِﻣﻦ أ ََدٍم ﻳـﻐَﻄ‬: ‫ﻒ‬
ُ ُْ ْ ُ ََْ َ َ  ‫ﺲ ﻓـَ ْﻮ َق ُﺧ‬
ُ َ‫ﻒ َﻛﺒ ٌﻴﺮ ُﻳـﻠْﺒ‬ ُُْ َ َ ُ ْ ٌ  ‫ْﺨ‬
ُ ‫َوا ﻟ‬
. ‫ﺎب‬ِ ‫ وِﻫ ﻲ ﺗَ ُﻜﻮنُ ُدونَ ا ﻟْﻜِﻌ‬، ‫ﻌ ِﻞ‬ْ‫ﻐْﻄِﻴﺔِ ُدونَ اﻟﻨـ‬‫ا ﻟْ َﻜْﻌﺒـ ْﻴ ِﻦ ﺑـ ْﻌﺾ اﻟﺘـ‬
َ َ َ َ َ َ َ
“Khauf adalah sandal dari kulit yang menutupi kedua mata kaki. Jurmuuq adalah Khuf
besar yang dipakai diatas khuf kecil. Jaurob (kaos kaki) adalah diatas jurmuuq yang
menutupi kedua mata kaki, sebagian menutupi yang tidak tercover ole h sandal, yaitu
yang dibawah mata kaki.
Pensyariatan membasuh khuf telah mutawatir dalil-dalilnya dan
disepakati oleh ulama kaum Muslimin. Al Hafidz dalam “Fathul Bari” (1/320)
menukil :
‫ ُﻛ ّﻞ َﻣ ْﻦ ُروِ َي َﻋ ْﻨ ُﻪ ِﻣﻨْـُﻬ ْﻢ‬‫ َﺤﺎﺑَﺔ اِ ْﺧﺘِ َﻼف ؛ ِﻷَن‬‫ ْﻴ ِﻦ َﻋ ْﻦ اﻟﺼ‬‫ﺲ ﻓِﻲ ا ﻟ َْﻤ ْﺴﺢ َﻋﻠَﻰ اﻟْ ُﺨﻔ‬ َ ‫ ﻟَْﻴ‬: ‫ﺎل‬َ َ‫ﺎرك ﻗ‬ ِ ِ ِ
َ َ‫ﻧَـ َﻘ َﻞ ا ْﺑﻦ ا ﻟ ُْﻤ ْﻨ ﺬ ر َﻋ ْﻦ ا ْﺑﻦ ا ﻟ ُْﻤﺒ‬
‫ َﻣ َﻊ أَن‬، ‫ﻻ َﻋ ْﻦ َﻣﺎﻟِﻚ‬ِ‫ﺴﻠَﻒ إِ ْﻧ َﻜﺎرﻩ إ‬  ‫َﺣ ﺪ ِﻣ ْﻦ ﻓـُ َﻘ َﻬﺎء اﻟ‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ي َﻋ ْﻦ أ‬ َ ‫ َﻻ أَ ْﻋﻠَﻢ ُرو‬: ‫ َوﻗَﺎ َل ا ْﺑﻦ َﻋ ْﺒ ﺪ ا ﻟْﺒَـ ّﺮ‬، ‫إ ْﻧ َﻜﺎرﻩ ﻓـَ َﻘ ْﺪ ُرو َي َﻋ ْﻨ ُﻪ إ ﺛْـﺒَﺎﺗﻪ‬
‫ َوا ﻟ َْﻤ ْﻌ ُﺮوف ا ﻟ ُْﻤ ْﺴﺘَﻘِ ّﺮ‬، ‫ﺔ‬‫ﻚ َﻋﻠَﻰ ا ﻟَْﻤﺎﻟِﻜِﻴ‬ ِ ِ ِِ
َ ‫ﺎﻓﻌ ّﻲ ﻓ ﻲ ْاﻷ ُّم إِﻟَ ﻰ إِْﻧ َﻜﺎر َذ ﻟ‬‫ﺎر اﻟ ﺸ‬
ِِ
َ ‫ َوﻗَْﺪ أ‬، ‫ﺮ َﺣﺔ ﺑِﺈِ ﺛْـﺒَﺎﺗﻪ‬ ‫ﺼ‬
َ ‫َﺷ‬ َ ‫ﻴﺤﺔ َﻋ ْﻨ ُﻪ ُﻣ‬
َ ‫ﺼﺤ‬
ِ  ‫ﺮواﻳﺎت اﻟ‬ ‫اﻟ‬
ََ
، ‫ﺎﺟﺐ‬ ِ ‫و ﻧﺔ وﺑِﻪِ ﺟﺰم اِﺑﻦ ا ﻟْﺤ‬‫ﺎﻧِﻲ ﻣﺎ ﻓِﻲ ا ﻟْﻤ ﺪ‬‫ وﻫ َﺬا اﻟﺜ‬. ‫ ﺛَﺎﻧِﻴﻬﻤﺎ ﻟِﻠْﻤ ﺴﺎﻓِﺮِ دون ا ﻟْﻤﻘِ ﻴﻢ‬، ‫ ا ﻟْﺠﻮاز ﻣﻄْﻠًَﻘﺎ‬: ‫ﻋِ ْﻨﺪﻫﻢ ْاﻵن ﻗـَﻮَﻻ ِن‬
َ ْ َ ََ َ َ َ ُ َ ََ ُ ُ َ ُ َ ُ ََ ْ ْ
‫ﺔ‬‫ﻒ ﻓِﻴﻪِ ﻓِ ﻲ َﺧﺎ ﺻ‬‫ﻤﺎ َﻛﺎ َن ﻳَـﺘَـَﻮﻗ‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ َﻣﺎﻟ ًﻜﺎ إ ﻧ‬‫ﺴﻮﻃَﺔ ﻧَ ْﺤﻮﻩ َوأَن‬ ُ ‫ َو َﻋ ْﻦ ا ْﺑﻦ ﻧَﺎﻓﻊ ﻓ ﻲ ا ﻟ َْﻤ ْﺒ‬، ‫ول َوﻧَـ َﻘﻠَُﻪ َﻋ ْﻦ ا ْﺑﻦ َوْﻫﺐ‬َ‫ﺢ ا ﻟْﺒَﺎﺟ ّﻲ ْاﻷ‬ َ ‫ﺤ‬ ‫ﺻ‬َ ‫َو‬
ِ‫ْﺠﻮاز‬ ِ ِِ ِ
َ َ ‫ﻧَـ ْﻔﺴﻪ َﻣ َﻊ إﻓـْﺘَﺎﺋ ﻪ ﺑﺎ ﻟ‬
“Ibnul Mundzir menukil dari Ibnul Mubarok katanya : ‘tidak ada dalam masalah
mengusap 2 khuf adanya perselisihan dikalangan para sahabat, karena setiap yang
diriwayatkan dari mereka adanya pengingkaran, telah diriwayatkan juga penetapannya’.
Ibnu Abdil Bar berkata : ‘aku tidak mengetahui salah seorang fuqoha salaf yang
mengingkari membasuh khuf, kecuali Imam Malik, bersamaan bahwa riw ayat yang
shahih dari beliau tegas menetapkannya’. Imam Syafi’I dalam “Al Umm”
mengisyaratkan adanya pengingkaran mengusap khuf dari Malikiyyah, yang ma’ruf
sekarang adalah penetapannya menurut mereka ada 2 pendapat, yang pertama
pembolehan secara mutlak dan yang kedua hal ini berlaku untuk musafir bukan untuk
orang yang mukim. Y ang kedua inilah yang terdapat dalam kitab Al Mudawanah dan
ditegaskan oleh Ibnul Haajib. Al baajiy merajihkan yang pertama dan menukil pendapat

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 265


ini dari Ibnu W ahhab, dan dari Ibnu Naafi’ dalam “Al Mabsuuthoh” pendapat yang
serupa. Hanyalah Imam Malik bertawaquf atas hal itu untuk dirinya sendiri, namun
beliau telah berfatw a tentang kebolehannya”.
Masalah mengusap khuf adalah masalah fiqih, namun telah menjadi
masalah aqidah, manakala sekte bid’a h dalam Islam mengingkari hal ini.
Imam Thohaw i dalam kitab aqidahnya memasukkan masalah khuf ini, kata
beliau :
‫ﺎء ﻓﻲ ْاﻷَﺛَﺮ‬ ِ َ ‫ﻔَﺮِ وا ﻟ‬‫ ﻓﻲ ا ﻟﺴ‬، ‫ ﻴْ ِﻦ‬‫ْﺨﻔ‬
َ ‫ َﻛ َﻤﺎ َﺟ‬، ‫ْﺤ ﻀَﺮ‬ َ ُ ‫ﺢ ﻋﻠﻰ ا ﻟ‬
َ ‫َوﻧـََﺮى ا ﻟ َْﻤ ْﺴ‬
“kami berpendapat (disyariatkannya) mengusap kedua khuf pada saat safar maupun
hadir (muqim), sebagaimana telah datang dalam Al Atsar”.
Imam Ibnu Abil Izz mensyarahnya dengan berkata :
ِ ِ ِ ‫ﺗـﻮاﺗـﺮ‬
‫ﻒ ﻫﺬﻩ اﻟﺴﻨﺔ‬ َ ‫ﺮاﻓ‬‫ َوا ﻟ‬، ‫ﺮ ْﺟﻠَْﻴ ِﻦ‬‫ ْﻴ ِﻦ َو ﺑِﻐَ ْﺴ ِﻞ اﻟ‬‫ْﺨﻔ‬
ُ ‫ﻀﺔ ﺗُ َﺨﺎﻟ‬ ُ ‫ َﻢ ﺑِﺎ ﻟ َْﻤ ْﺴ ِﺢ ﻋﻠﻰ ا ﻟ‬‫ﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ َو َﺳﻠ‬
ِ ‫ت اﻟﺴﻨﺔ َﻋﻦ رﺳ‬
َُ ْ ََ ََ
‫ا ﻟ ُْﻤﺘَـ َﻮاﺗَِﺮة‬
“tekah mutaw atir sunahnya hal ini dari Rasulu llah Sholallahu 'alaih i wa salaam untuk
mengusap kedua khuf dan mencuci kedua kaki, kaum Rafidhah menyelisihi sunah yang
mutaw atir ini”.
Syaikh Muhammad Al Khumais dalam “I’tiqod Ahlus Sunnah” (1/142)
berkata :
‫ وﻷن أﻫﻞ اﻟﺒﺪع أﻧﻜﺮوا اﻟﻤﺴﺢ ﻋﻠﻰ اﻟﺨﻔﻴﻦ ﻧﺺ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻓﻲ ﻋﻘﺎﺋﺪﻫﻢ‬، ‫اﻟﻤﺴﺢ ﻋﻠﻰ اﻟﺨﻔﻴﻦ ﻣﻦ اﻟﻤﺴﺎﺋﻞ اﻟﻔﻘﻬﻴﺔ‬
“Mengusap kedua khuf adalah permasalahan fiqhiyyah, namun karena Ahlul
Bid’ah mengingkari mengusap kedua khuf, maka para ulama memasukkah
hal ini dalam masalah aqidah”.

Berkata Imam Bukhori :


ْ ‫ﺪﺛَﻨِ ﻰ أَﺑُﻮ اﻟﻨ‬ ‫ﺪﺛَﻨِ ﻰ َﻋ ْﻤٌﺮو َﺣ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
‫ﻀﺮِ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻰ َﺳﻠَ َﻤ َﺔ ﺑْ ِﻦ‬ ٍ ‫ى َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ َو ْﻫ‬
َ َ‫ﺐ ﻗ‬ ْ ‫ﺻَﺒ ُﻎ ﺑْ ُﻦ اﻟَْﻔَﺮ ِج اﻟْ ِﻤ‬
 ِ‫ﺼ ﺮ‬ ْ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ أ‬ ‫ َﺣ‬- 202
‫ُﻪ َﻣ َﺴ َﺢ َﻋ ﻠَ ﻰ‬‫ أَﻧ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺎص َﻋ ِﻦ اﻟﻨ‬ ٍ ‫ﻪِ ﺑْ ِﻦ ُﻋ َﻤ َﺮ َﻋ ْﻦ َﺳ ْﻌ ِﺪ ﺑْﻦِ أَﺑِﻰ َوﻗ‬‫ﺮ ْﺣ َﻤ ِﻦ َﻋ ْﻦ َﻋ ْﺒﺪِ اﻟﻠ‬ ‫َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟ‬
‫ ﺻﻠﻰ اﷲ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﻚ َﺷ ْﻴًﺌﺎ َﺳ ْﻌ ٌﺪ َﻋ ِﻦ اﻟﻨ‬ َ َ‫ﺪﺛ‬ ‫ﺎل ﻧـَ َﻌ ْﻢ إِ ذَا َﺣ‬َ َ‫ﻚ ﻓـَﻘ‬َ ِ‫َل ُﻋ َﻤ َﺮ َﻋ ْﻦ ذَﻟ‬
َ ‫ﻪِ ﺑْ َﻦ ُﻋ َﻤ َﺮ َﺳﺄ‬‫ن َﻋ ْﺒ َﺪ اﻟﻠ‬ َ‫ َوأ‬. ‫ﻔ ْﻴ ِﻦ‬ ‫اﻟْ ُﺨ‬
‫ﺪﺛَ ُﻪ‬ ‫ن َﺳ ْﻌ ًﺪا َﺣ‬ َ‫ن أَﺑَﺎ َﺳﻠَ َﻤﺔَ أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻩُ أ‬ َ‫ﻀْ ﺮِ أ‬‫ﻮﺳﻰ ﺑْ ُﻦ ﻋُﻘَْﺒﺔَ أَ ْﺧ ﺒَـ َﺮﻧِﻰ أَﺑُﻮ اﻟﻨ‬
َ ‫ﺎل ُﻣ‬ َ َ‫ َوﻗ‬. ُ‫ ﻓَﻼَ ﺗَ ْﺴﺄ َْل ﻋَ ﻨْ ُﻪ ﻏَﻴْـ َﺮﻩ‬- ‫ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
ِ‫ﻪ‬‫ﺎل ُﻋﻤﺮ ﻟِ َﻌ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬
ُ َ َ ‫ﻓَـ َﻘ‬
64). Hadits no. 202
“Haddatsanaa Asbagh ibnul Faraj Al Mishriy dari Ibnu Wahhabi a berkata, haddatsani ‘Amr,
haddtasani Abun Nadhr dari Abu Salamah Abdur Rokhman dari Abdullah bin Umar

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 266


Rodhiyallahu 'anhu dari Sa’ad bin Abi Waqqoosh dari Nabi Sholallahu 'alaihi wa salaam
bahwa beliau mengusap kedua khufnya”.
Abdullah bin Umar Rodhiyallahu 'anhu menanyakan hal tersebut kepada Umar Rodhiyallahu
'anhu, maka beliau menjawab : ‘iya, jika Sa’ad memberitahumu se suatu dari Nabi Sholallahu
'alaihi wa salaam, maka tidak perlu menanyakan lagi kepada selainnya’.
Musa bin Uqbah berkata, akhbaroni Abun Nadhor bahwa Abu Salamah mengabarinya bahwa
Sa’ad Rodhiyallahu 'anhu meriwayatkannya, lalu Umar Rodhiyallahu 'anhu berkata kepada
Abdullah (anaknya)”.
HR. Muslim no. 763

Biografi Perowi Hadits

Semua perowinya tsiqoh, perowi Imam Muslim juga, kecuali Asbagh,


hanya Imam Bukhori saja yang berhujjah dengannya. ‘Amr adala h ibnul
Haarits, sedangkan Abun Nadhor adalah Saalim bin Abi Umayyah.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﻴﻢ َﻋ ْﻦ ﻧَﺎﻓِ ِﻊ‬ ِ ِ ٍِ
َ ‫ﺚ َﻋ ْﻦ ﻳَ ْﺤَﻴﻰ ﺑْ ِﻦ َﺳﻌﻴﺪ َﻋ ْﻦ َﺳ ْﻌ ﺪ ﺑْ ِﻦ إِﺑْـ َﺮاﻫ‬ُ ‫ْﻴ‬‫ﺪﺛـََﻨﺎ اﻟﻠ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ َ َ‫ﻰ ﻗ‬ ِ‫ﺮاﻧ‬ ‫ْﺤ‬ ٍِ
َ ‫ﺪﺛـََﻨﺎ َﻋ ْﻤ ُﺮو ﺑْ ُﻦ َﺧﺎﻟﺪ اﻟ‬ ‫ َﺣ‬- 203
‫ُﻪ َﺧ َﺮ َج‬‫ أَﻧ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ِ ‫ﻴﺮةِ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻴﻪِ اﻟ ُْﻤﻐِ َﻴﺮةِ ﺑْ ِﻦ ُﺷ ْﻌَﺒﺔَ َﻋ ْﻦ َر ُﺳ‬ِ
َ ‫ﺑْ ِﻦ ُﺟﺒَـ ْﻴ ﺮٍ َﻋ ْﻦ ُﻋ ْﺮَوةَ ﺑْﻦِ اﻟ ُْﻤﻐ‬
‫ﻔ ْﻴ ِﻦ‬‫ﺄَ َو َﻣ َﺴ َﺢ َﻋﻠَ ﻰ اﻟْ ُﺨ‬‫ ﻓـَﺘَـ َﻮﺿ‬، ِ‫ﺎﺟﺘِﻪ‬ ِ
َ ‫ﻴﻦ ﻓـَ َﺮغَ ﻣ ْﻦ َﺣ‬
ِ ِ  ‫ ﻓَﺼ‬، ‫ﺒـﻌﻪ اﻟْﻤﻐِﻴﺮةُ ﺑِﺈ َداوةٍ ﻓِﻴﻬﺎ ﻣﺎء‬‫ﻟِﺤﺎﺟﺘِﻪِ ﻓَﺎﺗـ‬
َ ‫ﺐ َﻋﻠَ ْﻴﻪ ﺣ‬َ ٌَ َ َ َ ُ َُ َ َ َ
65). Hadits no. 203
“Haddatsanaa ‘Amr bin Khoolid Al Harrooniy ia berkata, haddatsanaa Al-Laits dari Yahya
bin Sa’id dari Sa’id bin Ibrohim dari Naafi’ bin Jubair dari Urwah ibnul Mughiiroh dari
Bapaknya Al Mughiiroh bin Syu’bah dari Rasulullah Sholallahu 'alaihi wa salaam bahwa ia
keluar untuk buang hajat, lalu Al Mughiiroh Rodhiyallahu 'anhu mengikutinya untuk
membawakn air. Setelah (selesai buang hajat) Nabi Sholallahu 'alaihi wa salaam menggunakan
air tersebut untuk berwudhu dan mengusap kedua khufnya”.
HR. Muslim no. 649
Biografi Perowi Hadits

Semua perow inya tsiqoh, perow i Imam Muslim juga, kecuali ‘Amr bin
Khoolid, hanya Imam Bukhori saja berhujjah dengannya.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 267


Berkata Imam Bukhori :
‫ن‬ َ‫ى أ‬  ِ‫ﻤﺮ‬ ِ
ْ ‫ﺔَ اﻟﻀ‬‫ﺪﺛـََﻨﺎ َﺷ ْﻴَﺒﺎ ُن َﻋ ْﻦ ﻳَ ْﺤَﻴ ﻰ َﻋ ْﻦ أَﺑﻰ َﺳﻠَ َﻤﺔَ َﻋ ْﻦ َﺟ ْﻌ َﻔ ﺮِ ﺑْ ِﻦ َﻋ ْﻤ ﺮِو ﺑْ ِﻦ أ َُﻣﻴ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﺪﺛـََﻨﺎ أَﺑُﻮ ﻧـُ َﻌ ْﻴ ٍﻢ ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 204
ٍ ‫ وﺗَﺎﺑـﻌﻪ ﺣ ﺮب ﺑﻦ َﺷ ﺪ‬. ‫ﻔﻴ ِﻦ‬ ‫ ﻳﻤﺴ ﺢ ﻋَﻠَ ﻰ اﻟْ ُﺨ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﺒِ ﻰ‬‫ﻪ رأَى اﻟﻨ‬‫أَﺑﺎﻩُ أَ ْﺧﺒـﺮﻩُ أَﻧ‬
‫اد َوأَﺑَﺎ ُن ﻋَ ْﻦ‬ ُْ ُ ْ َ ََُ َ ْ ُ َ َْ  َ ُ ََ َ
‫ﻳَ ْﺤﻴَ ﻰ‬
66). Hadits no. 204
“Haddatsanaa Abu Nuáim ia berkata, haddatsanaa Syaibaan dari Yahya dari Abi Salamah
dari Ja’far bin Ámr bin Umayyah Adh-Dhomriy bahwa Bapaknya memberitahunya bahwa
beliau melihat Nabi sholallahu alaihi wa salam mengusap kedua khufnya”.
Dimutaba’hi oleh Harb bin Syadaad dan Abaan dari Yahya.

Biografi Perowi Hadits

Semua perowinya tsiqoh, perow i Imam Muslim juga, Abu Nuáim


adalah Al Fadl bin Dikiin; Syaibaan adalah ibnu Abdur Rokhman; Yahya
adalah ibnu Abi Katsiir; Abu Salamah adalah ibnu Abdir Rokhman bin Áuf.
Syaibaan kata Imam Bukhori dimutabaáhi oleh Harb bin Syadaad
seorang perowi tsiqoh, perow i Bukhori-Muslim juga. Haditsnya dikeluarkan
oleh Imam Nasaí dala m “Sunannya” (no. 119). Sedangkan mutabi’ satunya
lagi, Abaan yaitu Ibnu Yaziid, perow i tsiqoh juga, perow i Bukhori-Muslim,
haditsnya diriwayatkan oleh Imam Ah mad dalam “Al Musnad” (no. 16957).
Maka mereka berdua adalah mutabaáh Naaqish bagi Imam Bukhori.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﻰ َﻋ ْﻦ ﻳَ ْﺤَﻴ ﻰ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻰ َﺳ َﻠ َﻤ َﺔ َﻋ ْﻦ َﺟ ْﻌ َﻔ ﺮِ ﺑْ ِﻦ َﻋ ْﻤ ﺮٍو‬ ‫اﻋ‬ ِ ‫ﺎل أَ ْﺧﺒـ ﺮﻧَﺎ ا ﻷَوَز‬ ِ
ْ َ َ َ َ‫ﻠﻪ ﻗ‬ ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟ‬
َ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﻋْﺒ َﺪا ُن ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 205
‫ َوﺗَﺎﺑَـ َﻌ ُﻪ َﻣ ْﻌ َﻤ ٌﺮ َﻋ ْﻦ ﻳَ ْﺤَﻴ ﻰ َﻋ ْﻦ‬. ِ‫ﻔ ْﻴﻪ‬ ‫ﺎﻣﺘِﻪِ َو ُﺧ‬ ِ
َ ‫ ﻳَ ْﻤ َﺴ ُﺢ َﻋﻠَ ﻰ ﻋ َﻤ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ‫ﺒ‬‫ﺖ اﻟﻨ‬
ِ ُ ‫ﺎل رأَﻳ‬ ِِ
ْ َ َ َ‫َﻋ ْﻦ أَﺑﻴﻪ ﻗ‬
- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺖ اﻟﻨ‬ َ َ‫أَﺑِﻰ َﺳﻠَ َﻤﺔَ َﻋ ْﻦ َﻋ ْﻤ ﺮٍو ﻗ‬
ُ ْ‫ﺎل َرأَﻳ‬
67). Hadits no. 205
“Haddatsanaa Ábdaan ia berkata, akhbaronaa Abdullah ia berkata, akhbaronaa Al Auzaí dari
Yahya dari Abi Salamah dari Ja’far bin Ámr dari Bapaknya bahwa ia melihat Nabi sholallahu
alaihi wa salam mengusap imamah dan kedua khufnya”.
Dimutabaáhi oleh Ma’mar dari Yahya dari Abi Salamah dari Ámr rodhiyallahu anhu ia
berkata : áku melihat Nabi sholallahu alaihi wa salam –idem-“.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 268


Biografi Perowi Hadits

Semua perowinya tsiqoh, perowi Imam Muslim juga, Ábdaan adalah


laqob untuk Abdullah bin Utsman; Abdullah disini adalah ibnul Mubarok, Al
Auzaí adalah Abdur Rokhman bin Ámr seorang Imam Ahlus sunnah yang
masyhur, sisa perowinya sebagaimana hadits sebelumnya.
Al Auzaí mendapatkan mutabaáh dari Ma’mar bin Rosyid seorang
Imam ahlu sunnah yang masyhur, hanya dalam sanad ini Abu Salamah
langsung meriwayatkan dari Bapaknya Ja’far yaitu Amr rhodhiyallhu anhu,
tanpa melalui Ja’far. Hal ini tidak menjadi masalah, karena memang Ámr
adalah salah satu gurunya. Sanad ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam
“Al Musnad” (no. 17615). Ini juga adalah mutabaáh Naaqish untuk Imam
Bukhori.

Penjelasan Hadits :
1. Disyariatkannya mengusap kedua khuf, berdasarkan kemutawatiran
dalilnya, sebagaimana disebutkan oleh lebih dari satu ulama.
2. Yang menentang pensyariatan mengusap khuf adalah termasuk ahlu
bidáh, setela h diketahui bahwa ini adalah kesepakatan para sahabat dan
ulama pew arisnya.
3. Diikutkan pensyariatan mengusap kedua khuf ini kepada mengusap kaos
kaki dan sandal. Dari Al Mughiroh bin Syu’bah rodhiyallahu anhu :
ِ ِ َ ‫ن ر ﺳ‬ َ‫أ‬
َ ‫ﺄَ َو َﻣ َﺴ َﺢ َﻋَﻠ ﻰ اﻟ‬‫ َﻢ ﺗَـ َﻮﺿ‬‫ ﻰ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴﻪ َو َﺳﻠ‬‫ﺻﻠ‬
ْ ‫ َواﻟﻨـ‬،ِ‫ْﺠ ْﻮَرﺑَـ ْﻴﻦ‬
‫ﻌ َﻠ ْﻴﻦ‬ َ ‫ ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َُ
“bahwa Rasulullah sholallahu alaihi wa salam berwudhu, lalu mengusap kedua kaos kaki
dan kedua sandalnya” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh
Imam Tirmidzi dan Imam Al Albani).
Imam Abu Daw ud dalam “Sunannya” (no. 159) mengomentari hadits ini :
ٍِ ٍِ ٍ ٍِ ِ ِ
،‫ﺎﻣ َﺔ‬ ُ َ‫ َوأَﻧ‬،‫ َوا ﻟْﺒَـ َﺮ ُاء ْﺑ ُﻦ َﻋﺎزب‬،‫ َو ْاﺑ ُﻦ َﻣ ْﺴ ُﻌﻮد‬،‫ﻲ ْﺑ ُﻦ أَﺑ ﻲ ﻃَﺎﻟﺐ‬ ‫ْﺠْﻮ َرَﺑـ ْﻴ ِﻦ َﻋﻠ‬
َ ‫ َوأَﺑُﻮ أ َُﻣ‬،‫ﺲ ْﺑ ُﻦ َﻣﺎ ﻟ ﻚ‬ َ ‫ﺢ َﻋﻠَﻰ ا ﻟ‬
َ‫ﺴ‬َ ‫ َوَﻣ‬:‫ﺎل أَﺑُﻮ َد ُاو َد‬ َ َ‫ﻗ‬
ِ ‫ْﺨ ﻄ‬ ِ ٍ ٍ
ٍ ‫ َو ْاﺑ ِﻦ َﻋﺒ‬،‫ﺎب‬
‫ﺎس‬ َ ‫ َو َﻋ ْﻤ ُﺮو ْﺑ ُﻦ ُﺣ َﺮْﻳﺚ َو ُروِ َي َذ ﻟ‬،‫َو َﺳْﻬ ُﻞ ْﺑ ُﻦ َﺳ ْﻌ ﺪ‬
َ ‫ َﻋ ْﻦ ُﻋَﻤ َﺮ ْﺑ ِﻦ ا ﻟ‬،‫ﻚ‬
“mengusap kedua kaos kaki adalah pendapatnya Ali bin Abi Tholib, Ibnu Masúd, Al
Baroo’bin Áazib , Anas bin Malik, Abu Umaamah, Sahal bin Saád, Ámr bin Huroits dan
diriw ayatkan dari Umar bin Khothob dan ibnu Ábbaas rhodiyallahu anhum ájmaín”.
Imam Tirmidzi juga berkomentar dalam “Sunannya” (no. 99) :
ِ ِِ ِ ‫ و ْاﺑﻦ اﻟﻤﺒ‬،‫ي‬ ِ‫ﻮر‬‫ﻮل ﺳ ْﻔﻴﺎ ُن ا ﻟﺜـ‬ ِ ِ ٍِ ِ
‫ﺢ‬
ُ‫ﺴ‬َ ‫ ﻳَْﻤ‬:‫ ﻗَﺎ ﻟُﻮا‬،‫ َوإ ْﺳ َﺤ ﺎ ُق‬،‫ َوأ َْﺣَﻤ ُﺪ‬،‫ﻲ‬ ‫ﺎﻓ ﻌ‬‫ َواﻟ ﺸ‬،‫ﺎرك‬
ََُ ُ َ ْ َ ُ ُ ‫ َوﺑِﻪ ﻳَـ ُﻘ‬، ‫ﻗـَ ْﻮ ُل ﻏَْﻴﺮِ َواﺣ ﺪ ﻣ ْﻦ أ َْﻫ ِﻞ اﻟﻌﻠْ ِﻢ‬ ‫َوُﻫَﻮ‬
" ‫اﻟﺠ ْﻮ َرﺑَـ ْﻴ ِﻦ َوإِ ْن ﻟَ ْﻢ ﺗَ ُﻜ ْﻦ ﻧَـ ْﻌﻠَْﻴ ِﻦ إِ َذ ا َﻛﺎﻧَﺎ َﺛ ِﺨﻴﻨَـ ْﻴ ِﻦ‬
َ ‫َﻋﻠَﻰ‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 269


“ini adalah pendapat lebih dari satu ulama, yaitu pendapatnya Sufyan ats-tsauri,
Ibnul Mubarok, Syafií, Ahmad, Ishaq. Mereka berkata : ‘diu sap kedua kaos kaki,
sekalipun tidak memakai sandal jika kaos kakinya tebal’”.
Imam Al Albani memiliki risalah yang berkaitan dengan bab ini yang
beliau memberikan judul “Al Mashu Álal Jaurobain”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 270


ِ َ‫ ﺑﺎب إِذَا أَ ْد َﺧﻞ ِر ْﺟﻠَ ْﻴِﻪ و ُﻫﻤﺎ ﻃ‬- 49
‫ﺎﻫَﺮﺗَ ِﺎن‬ َ َ َ
Bab 49 Jika Memasukkan Kedua Kaki Dalam Keadaan Suci

Penjelasan :

Imam Bukhori disini seolah-olah mengisyaratkan kewajiban dalam


kondisi suci/berwudhu ketika hendak memakai khuf (sepatu). Pendapat
tentang disyaratkan seorang harus dalam keadaan suci/berwudhu, lalu baru
mengenakan khufnya, dimana nantinya ia mendapatkan keringanan untuk
tidak perlu membuka khufnya ketika berwudhu, cukup diusap bagia n
atasnya, diriwayatkan berasal dari Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Ahmad
dan Imam Ishaq, sebagaimana dinukil oleh Imam Syaukani dalam “Nailul
Author”.
Kemudian Imam Syaukani menukil pendapat para ulama yang
menyelisihi hal ini, kata beliau :
ِ‫ ﻳ ﻜ‬‫ث ﺛُﻢ‬
، ‫ْﻤ ُﻞ ﻃََﻬﺎ َرﺗَُﻪ‬ ٍ ‫ﺒ ﺲ ﻋﻠَﻰ ﺣ ﺪ‬‫ ﻳ ﺠﻮز اﻟﻠ‬: ‫ي وﻳ ﺤﻴ ﻰ ﺑﻦ آدم وا ﻟْﻤﺰﻧِﻲ وأَﺑﻮ ﺛـَﻮرٍ ود اود‬ ِ‫ﻮر‬‫ﺎل أَﺑﻮ ﺣﻨِﻴﻔَﺔَ وﺳ ْﻔﻴﺎنُ اﻟﺜـ‬
ُ َ َ َ ُ ْ ُ ُ َ ُ َ َ ْ ُ َ  َ ُ َ َ َ ُ ْ َ ْ ََ ْ َ ُ َ َ ُ َ َ‫َوﻗ‬
ِ َ َ‫ﺔِ َو َﺧ ﺎﻟَﻔَ ُﻬ ْﻢ دَ ُاود ﻓـَﻘ‬‫ ْﺮﻋِﻴ‬‫ﺎرةَ ﻋَﻠَﻰ اﻟ ﺸ‬
َ ‫ ا ﻟ ُْﻤ َﺮادُ إذَا ﻟَ ْﻢ ﻳَ ُﻜ ْﻦ ﻋَﻠَﻰ رِ ْﺟﻠَﻴْ ﻪ ﻧَ َﺠ‬: ‫ﺎل‬
ٌ‫ﺎﺳﺔ‬ َ ‫َﻬ‬‫ﻮر َﺣ َﻤﻠُﻮا اﻟﻄ‬
ُ ‫ْﺠ ْﻤ ُﻬ‬
ُ ‫َوا ﻟ‬
“Abu Hanifah, Sufyan Ats-Tsauriy, Y ahya bin Adam, Al Muzanniy, Abu Tsaur dan Dawud
(Adh-Dhohiriy) berpendapat, boleh memakai kedua khuf pada w aktu hadats lalu ia
menyempurnakan bersuci/w udhunya. Mayoritas ulama membaw a makna thoharoh
dalam hadits-hadits pada bab ini sesuai dengan pengertian syariat, namun Imam
Dawud menyelisi mereka dengan berkata : ‘yang dimaksud jika tidak ada di kakinya
najis’’”.
Jadi menurut Imam Dawud suci yang dimaksud disini adala h lawan dari
najis, sehingga yang dipersyaratkan menurut beliau adalah memasukkan
kedua kaki ke dalam khuf dalam keadaan suci tidak ada najisnya, bukan
dalam keadaan berwudhu sebagaimana pendapat kelompok ulama pertama.

Pendapat yang terpilih adalah dipersyaratkan dalam kondisi


suci/wudhu ketika memasukkan kedua kaki ke dalam khufnya. Lalu ketika
pada kesempatan selanjutnya, pada saat ia akan berwudhu lagi, maka
diberikan keringanan untuk tidak usah membuka khufnya, untuk membasuh
kedua kakinya, namun cukup diusap bagian atas khufnya. Syariat
memberikan keringanan selama satu satu malam bagi orang yang mukim
dan tiga hari tiga malam bagi yang bersafar, menurut pendapat yang
terpilih. Kemudian diikutkan hukum mengusap khuf juga kepada orang yang

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 271


memakai kaos kaki dan sandal, menurut pendapat yang terpilih
sebagaimana telah berlalu pembahasannya.

Berkata Imam Bukhori :


‫ ﺻﻠﻰ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺖ َﻣ َﻊ اﻟ ﻨ‬
ُ ‫ﺎل ُﻛْﻨ‬ َ َ‫ﺎء َﻋ ْﻦ َﻋ ِﺎﻣ ﺮٍ َﻋ ْﻦ ُﻋ ْﺮَوةَ ﺑْ ِﻦ اﻟْ ُﻤﻐِ َﻴﺮةِ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻴﻪِ ﻗ‬ُ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ زََﻛ ﺮِﻳ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ أَﺑُﻮ ﻧُـ َﻌ ْﻴ ٍﻢ ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 206
‫ ﻓَ َﻤ َﺴ َﺢ‬. « ‫ ﻰ أَ ْد َﺧﻠْﺘُـ ُﻬ َﻤﺎ ﻃَ ِﺎﻫ َﺮﺗَـ ْﻴ ِﻦ‬‫ ﻓَِﺈﻧ‬، ‫ﺎل » َد ْﻋ ُﻬ َﻤﺎ‬ َ َ‫ﻔ ْﻴﻪِ ﻓـَﻘ‬ ‫ع ُﺧ‬
َ ِ‫ﺖ ﻷَﻧْﺰ‬ ُ ْ‫ ﻓَﺄ َْﻫَﻮﻳ‬، ٍ‫ ﻓِﻰ َﺳ َﻔ ﺮ‬- ‫اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
‫ﻋَﻠَْﻴ ِﻬ َﻤﺎ‬
68). Hadits no. 206
“Haddatsanaa Abu Nu’aim ia berkata, haddatsanaa Zakariyaa dari ‘Aamir dari ‘Urwah ibnul
Mughiiroh dari Bapaknya ia berkata : ‘aku bersama Nabi pada suatu perjalanan, aku
hendak melepaskan kedua sepatu Nabi , lalu Be liau berkata : “biarkan, karena aku
memasukkan kedua kakiku (memakai khuf) dalam keadaan suci”. Lalu Beliau mengusap
bagian atas khufnya’”.
HR. Muslim no. 654

Biografi Perowi Hadits

Semua perow inya telah berlalu keterangannya.

Penjelasan Hadits :
1. Hadits ini salah satu dalil yang dijadikan oleh ulama yang berpendapat
disyariatkannya dalam kondisi suci/w udhu bagi orang yang hendak
memakai khuf untuk mendapatkan keringanan mengusapnya, tidak perlu
melepas khufnya untuk membasuh kedua kakinya.
2. Keutamaan sahabat Al Mughiiroh bin Syu’bah Rodhiyallahu anhu yang
berkhidmat kepada Nabi dan sunnah-sunah beliau sepeninggal Nabi .
3. Adapun batas waktu mengusap bagi yang mukim 1x24 jam dan bagi
yang musafir 3x 24 jam, diriwayatkan haditsnya oleh Imam Muslim
dalam “Shahihnya” dari Syuraih bin Hanii’ ia berkata :
‫ ُﻪ َﻛﺎ َن ﻳُ َﺴﺎﻓِ ُﺮ َﻣ َﻊ‬‫ﺐ ﻓَ َﺴ ْﻠ ُﻪ ﻓَِﺈﻧ‬
ٍ ِ‫ﻚ ﺑِﺎﺑْﻦِ أَﺑِﻰ ﻃَﺎﻟ‬ ْ ‫ﻔ ْﻴ ِﻦ ﻓَـ َﻘﺎﻟ‬ ‫َﺳﺄَﻟ َُﻬﺎ َﻋ ِﻦ اﻟ َْﻤ ْﺴ ِﺢ َﻋ َﻠ ﻰ اﻟْ ُﺨ‬
َ ‫َﺖ َﻋ َﻠ ْﻴ‬ ِ ُ ‫أَﺗَـﻴ‬
ْ ‫ﺖ َﻋﺎﺋ َﺸ َﺔ أ‬ ْ
‫ ٍﺎم‬‫ ﺛَﻼَﺛََﺔ أَﻳ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ُ ‫ﺎل َﺟ َﻌ َﻞ َر ُﺳ‬َ ‫ ﻓَ َﺴﺄَﻟَْﻨﺎ ُﻩ ﻓـَ َﻘ‬.- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ِ ‫رﺳ‬
َُ
‫ﻦ ﻟِﻠْ ُﻤ َﺴﺎﻓِ ﺮِ َوﻳَـ ْﻮ ًﻣﺎ َوﻟَﻴْـﻠَﺔً ﻟِﻠْ ُﻤﻘِ ِﻴﻢ‬ ‫َوﻟََﻴﺎﻟِﻴَـ ُﻬ‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 272


“aku mendatangi Aisyah Rodhiyallahu anha, aku bertanya kepadanya tentang mengusap
kedua khuf?, maka beliau berkata : ‘engkau konfirmasi langsung kepada Ali bin Abi
Tholib, lalu bertanya kepadanya, karena beliau Rodhiyallahu anhu yang menemani
Rasulullah ’. Lalu kami pun bertanya langsung kepada Ali Rodhiyallahu anhu, maka
jawabnya : ‘Rasullah memberikan waktu tiga hari tiga malam bagi Musafir dan satu satu
malam bagi yang Mukim’”.
4. Pembatasan waktu tersebut adalah pendapat yang terpilih, karena dalam
masalah ini ada sebagian ulama yang berpendapat lain, kata Imam
Syaukani dalam “Nailul Author” :
ِ َ‫ﻔﻴ ﻪِ وﻫﻮ ﻃ‬‫ﻔﻴ ِﻦ وﻣﻦ ﻟَﺒِﺲ ﺧ‬ ‫ َﻻ وﻗْﺖ ﻟِﻠْﻤﺴ ِﺢ ﻋﻠَﻰ اﻟْ ﺨ‬: ٍ‫ﺚ ﺑﻦ ﺳﻌ ﺪ‬ ٌ ِ‫ﺎل َﻣﺎﻟ‬ ِ ِ ‫اﺧﺘـﻠَﻒ اﻟ ﻨ‬
‫ﺎﻫ ٌﺮ‬ َ ُ َ ْ ُ َ َْ َ ْ ُ َ َْ َ َ ْ َ ُ ْ ُ ‫ْﻴ‬‫ﻚ َواﻟ ﻠ‬ َ ‫ﻚ ﻓـَ َﻘ‬َ ‫ﺎس ﻓ ﻲ َذ ﻟ‬ ُ َ َ ْ ‫َوﻗَْﺪ‬
‫ﻪِ ْﺑ ِﻦ‬‫ﺎب َو ُﻋ ْﻘﺒََﺔ ْﺑ ِﻦ َﻋ ِﺎﻣﺮٍ َو َﻋ ْﺒﺪِ اﻟﻠ‬ ََ َ ِ‫ َو ُروِ َي ِﻣ ْﺜ ُﻞ َذ ﻟ‬، ‫ﻚ َﺳ َﻮ ٌاء‬
ِ ‫ﻚ َﻋ ْﻦ ُﻋﻤﺮ ْﺑ ِﻦ ا ﻟْ َﺨﻄ‬ َ ِ‫ﺴﺎﻓِ ُﺮ َوا ﻟُْﻤﻘِﻴ ُﻢ ﻓِﻲ َذ ﻟ‬
َ ‫ َوا ﻟ ُْﻤ‬، ‫ﺢ َﻣﺎ ﺑََﺪ ا َﻟ ُﻪ‬
َ‫ﺴ‬َ ‫َﻣ‬
‫ي‬ ِ‫ﺼﺮ‬ْ َ‫ﺴ ِﻦ ا ﻟْﺒ‬َ ‫ْﺤ‬َ ‫ُﻋ َﻤَﺮ َوا ﻟ‬
“terdapat ulama yang menyelisihi hal diatas. Imam Malik dan Imam Al-Laits bin
Sa’ad berkata : ‘tidak ada batasan waktu untuk mengusap khuf. Orang yang
memakai khuf dalam keadaan suci, ia dapat mengusapnya sekehendaknya, Musafir
dan yang mukim sama hukumnya. Diriwayatkan pendapat yang serupa dari Umar
ibnul Khothoob, ‘Uqbaah bin ‘Aamir, Abdullah bin Umar Rodhiyallahu anhum dan Al
Hasan Al Bashri”.
Kemungkinannya kata Imam Syaukani, mereka berdalil dengan hadits
Ubay bin ‘Imaaroh, ia berkata :
‫ﻮل‬ َ َ‫ُﻪ ﻗ‬‫ أَﻧ‬- ‫ ﻟِﻠْﻘِ ﺒْـﻠَﺘَـ ْﻴ ِﻦ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
َ ‫ﺎل ﻳَﺎ َر ُﺳ‬ ِ ‫ﻰ ﻣﻊ رﺳ‬‫ﺻﻠ‬
ُ َ َ َ َ ‫ﻮب َوَﻛﺎ َن ﻗَ ْﺪ‬ َ ‫ﺎل ﻳَ ْﺤَﻴﻰ ﺑْ ُﻦ أَﻳ‬َ َ‫ﻗ‬
َ َ‫ ﻗ‬.« ‫ﺎل » َوﻳَـ ْﻮ َﻣ ْﻴ ِﻦ‬
‫ﺎل َوﺛَﻼَﺛَ ًﺔ‬ َ َ‫ﺎل َوﻳَـ ْﻮَﻣ ْﻴ ِﻦ ﻗ‬
َ َ‫ ﻗ‬.« ‫ﺎل » ﻳَـ ْﻮًﻣﺎ‬
َ َ‫ﺎل ﻳَـ ْﻮًﻣﺎ ﻗ‬ َ َ‫ْﻴ ِﻦ ﻗ‬‫ﻪِ أ َْﻣ َﺴ ُﺢ َﻋﻠَﻰ اﻟْ ُﺨﻔ‬‫اﻟﻠ‬
َ َ‫ ﻗ‬.« ‫ﺎل » ﻧَـ َﻌ ْﻢ‬
َ ‫ﺎل » ﻧـَ َﻌ ْﻢ َو َﻣﺎ ِﺷ ْﺌ‬
«‫ﺖ‬ َ َ‫ﻗ‬
“Yahya bin Ayyub Rodhiyallahu anhu –beliau pernah sholat bersama Rasulullah
menghadap kedua kiblat- beliau berkata : ‘wahai Rasulullah, apakah engkau mengusap
kedua khuf?’, Nabi menjawab : “iya”, tanyanya lagi : ‘satu hari?’, jawab Nabi :
“satu hari”, lanjutnya : ‘dua hari?’, dijawab : “dua hari”, lanjutnya : ‘tiga hari?’, dijawab
: “iya, sekehendakmua””. (HR. Abu Dawud, didhoifakan oleh Imam Al Albani).
Dalam lafadznya Imam Ibnu Majah :
« ‫َﻚ‬
َ ‫ﺘ ﻰ ﺑَـ َﻠ َﻎ َﺳﺒْـ ًﻌﺎ ﻗَﺎ َل ﻟ َُﻪ » َوَﻣﺎ ﺑَ َﺪا ﻟ‬‫ﺎل َوﺛَﻼَﺛًﺎ َﺣ‬
َ َ‫ﻗ‬

“tanyanya : ‘tiga hari sampai tujuh hari’, lalu dijawab : “sekehendakmu” (didhoifkan oleh
Imam Al Albani).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 273


Imam Syaukani dalam “Nailul Author” mengomentari hadits ini, kata
beliau :
، َ‫ رَِﺟﺎ ﻟُ ُﻪ َﻻ ﻳُـ ْﻌ َﺮﻓُﻮن‬: ‫ﺎم أ َْﺣ َﻤ ُﺪ‬ ِْ ‫ﺎل‬
ُ ‫اﻹ َﻣ‬ َ َ‫ي ﻧَ ْﺤ َﻮﻩُ َوﻗ‬ ِ‫ﺎل ا ﻟْﺒُ َﺨﺎ ر‬َ َ‫وﻗ‬. ِ ِ ْ‫إﺳﻨَﺎدِﻩِ وﻟَﻴ‬ ِ ِ‫ وﻗَ ْﺪ اُ ْﺧﺘﻠ‬: ‫ﺎل أَﺑﻮ د اود‬
َ ‫ي‬ ‫ﺲ ﺑﺎ ﻟْﻘَﻮ‬
َ َ ْ ‫ﻒ ﻓﻲ‬ َ ُ َ ُ َ ُ َ َ‫ﻗ‬
ِ ِ ِ ‫ ﻫ َﺬ ا إﺳﻨﺎدﻩ َﻻ ﻳـ ْﺜﺒﺖ وﻓِ ﻲ‬: ‫ﺎل‬ ِ ‫ﺪ‬ ‫وأ َْﺧﺮﺟﻪ اﻟ‬
‫ﻮب ْﺑ ُﻦ‬
ُ ‫ َوأَﻳ‬، ‫ﻳﺪ‬ َ ِ‫ﻤ ُﺪ ْﺑ ُﻦ ﻳَﺰ‬ ‫ َوُﻣ َﺤ‬، ‫ﺮْﺣ َﻤ ِﻦ‬ ‫ َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟ‬: ‫ﻴﻞ‬
َ ‫إﺳﻨَﺎدﻩ ﺛَ َﻼ ﺛَُﺔ َﻣ َﺠﺎﻫ‬ ْ َ ُ ُ َ ُ ُ َ ْ َ َ َ‫وﻗ‬. َ ‫ارُﻗﻄْﻨ ّﻲ‬ َ ََُ َ
، ِ‫إﺳﻨَﺎدِ َﺧﺒَِﺮﻩ‬ ِ
ْ ‫ ﻟَ ْﺴﺖ أَْﻋﺘَﻤ ُﺪ َﻋﻠَ ﻰ‬: ‫ﺎ َن‬‫ﺎل ْاﺑ ُﻦ ﺣﺒ‬
ِ َ َ‫ َوﻗ‬، ‫اﺧﺘِ َﻼﻓًﺎ َﻛ ﺜِ ًﻴﺮا‬ ْ ‫ﻮب‬َ ‫ﻒ ﻓﻴﻪ َﻋ ﻠَﻰ ﻳَ ْﺤﻴَﻰ ْﺑ ِﻦ أَﻳ‬
ِ ِ ِ‫ وﻣﻊ ﻫ َﺬ ا ﻓَـ َﻘ ْﺪ اُ ْﺧﺘﻠ‬، ‫ﻗَﻄٍَﻦ‬
َ ُ َ َ ََ
‫ َوَﻣﺎ َﻛ ﺎنَ ﺑَِﻬ ﺬِﻩِ ا ﻟَْﻤ ْﺮﺗـَﺒَﺔِ َﻻ‬، ‫ﺎت‬ ِ ‫ وﺑﺎ ﻟَﻎ ا ﻟْﺠﻮزﺟﺎﻧِﻲ ﻓَ َﺬَﻛﺮﻩ ﻓِ ﻲ ا ﻟْﻤﻮﺿﻮﻋ‬، ‫ َﻻ ﻳـﺜْﺒﺖ وﻟَﻴ ﺲ ﻟَﻪ إﺳﻨﺎدٌ ﻗَﺎﺋِﻢ‬: ‫ﺮ‬ ‫وﻗَﺎ َل اﺑﻦ ﻋﺒ ﺪِ ا ﻟْﺒـ‬
َ ُ َْ ُ َ ّ ََ ُ َ َ َ ٌ َْ ُ َ ْ َ ُ ُ َ َ َْ ُ ْ َ
. ‫ﻴْـﻠَﺔِ ﻟِﻠ ُْﻤﻘِﻴ ِﻢ‬‫ َوا ﻟْﻴَـ ْﻮِم َواﻟﻠ‬، ِ‫ﺴﺎﻓِﺮ‬ ِ ِ َ ‫ ﺗـﻮﻗِﻴﺖ ا ﻟْﻤ ﺴ ِﺢ ﺑِﺎﻟﺜ‬‫ ﻓَﺎ ﻟْﺤﻖ‬، ‫ض‬
َ ‫ﻼ ث ﻟﻠ ُْﻤ‬ ْ َ ُ َْ َ ِ ِ‫ض َﻋ َﺪِم ا ﻟ ُْﻤ َﻌﺎ ر‬ِ ‫ﺎج ﺑِﻪِ َﻋﻠَﻰ ﻓَـ ْﺮ‬
ِ ‫ﺢ ﻟِِﻼ ْﺣﺘِ َﺠ‬
ُ ُ‫ﺼﻠ‬
ْ َ‫ﻳ‬
“Abu Daw ud berkata : ‘telah terjadi perselisihan dalam sanadnya dan sanadnya
tidak kuat, Bukhori juga mengatakan yang mirip dengannya. Imam Ahmad berkata
: ‘perow inya tidak dikenal’. Daruquthni meriw ayatkan haditsnya, lalu berkata :
‘sanad ini tidak tetap, did alamnya terdapat tiga perow i majhul yaitu : Abdur
Rokhman, Muhammad bin Y aziid dan Ayyub bin Qothon, disamping itu juga terjadi
perselisihan yang sangat banyak terhadap diri Yahya bin Ayyub Rodhiyallahu anhu.
Imam Ibnu Hibban mengomentari : ‘aku tidak berpegang dengan sanad
pengabarannya’.
Imam Ibnu Abdil Bar berkata : ‘tidak tetap, tid ak memiliki sanad yang bisa tegak
(hujjah padanya)’.
Al Jauzajaaniy berlebihan dengan menyebutkannya didalam kitabnya “Al
Maudhuu’aat”.
Berdasarkan posisi sanad haditsnya, maka tidak layak dijadikan hujjah, sekalipun
tidak ada penentangnya (apalagi disini ada penentangnya-pent,).
Maka pendapat yang benar dibatasi w aktu mengusap 3 hari bagi musafir dan
satu hari satu malam bagi yang mukim”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 274


 ‫ﺸﺎةِ َواﻟ‬
‫ﺴ ِﻮ ِﻳﻖ‬ ْ ‫ﺿﺄْ ِﻣ ْﻦ ﻟ‬
 ‫َﺤ ِﻢ اﻟ‬  ‫َﻢ ﻳَـﺘَـَﻮ‬
ْ ‫ ﺑﺎب َﻣ ْﻦ ﻟ‬- 50
 ‫َﺤ ًﻤﺎ ﻓَـﻠَ ْﻢ ﻳَـﺘَـَﻮ‬
‫ﺿﺌُﻮا‬ ْ ‫ ﻟ‬- ‫ رﺿﻰ اﷲ ﻋﻨﻬﻢ‬- ُ‫َوأَ َﻛ َﻞ أَﺑُﻮ ﺑَ ْﻜ ٍﺮ َوﻋُ َﻤ ُﺮ َوﻋُﺜَْﻤﺎن‬
Bab 50 Orang yang Tidak Berwudhu Karena Memakan
Daging Kambing dan Tepung
Abu Bakar , Umar da n Utsman Rodhiyallahu anhum me makan daging
dan mereka tidak mengulangi wudhunya lagi

Penjelasan :

Telah berlalu pembahasan masalah batalnya wudhu karena memakan


daging yang dimasak dengan api, dan yang shahih adalah batalnya wudhu
karena memakan daging unta saja, tidak untuk daging kambing atau yang
selainnya.
Adapun riw ayat Mu’alaq dari 3 sahabat utama yang dibawakan Imam
Bukhori di judul bab, telah disambungkan riwayatnya sebagaimana
dijelaskan oleh Al Hafidz dalam “Al Fath” :
‫ﻤﺎ‬ ‫ﺎل " َرأَﻳْﺖ أَﺑَﺎ ﺑَ ْﻜﺮ َوﻋَُﻤﺮ َوﻋُﺜَْﻤﺎن أَ َﻛﻠُﻮا ِﻣ‬
َ َ‫ﺴﻦ ِﻣ ْﻦ ﻃَﺮِﻳﻖ ُﺳﻠَﻴْ ﻢ ﺑْﻦ َﻋ ِﺎﻣﺮ ﻗ‬ ٍ ِِ ‫ﺎﻣﻴ‬
َ ‫ﻴﻦ ﺑﺈ ْﺳﻨَﺎد َﺣ‬
ِ ِ ِ 
َ ‫ﻲ ﻓﻲ ُﻣ ْﺴﻨَﺪ اﻟ ﺸ‬ ‫ﺻﻠَُﻪ اﻟﻄﺒَـ َﺮاﻧ‬ َ ‫َوﻗَْﺪ َو‬
" ‫ﺌُﻮا‬‫ﺎر َوﻟَ ْﻢ ﻳَـﺘَـ َﻮﺿ‬‫ﺖ اﻟﻨ‬ْ ‫َﻣ ﺴ‬
“Telah disambungkan sanadnya oleh Thobroni dalam Musnad Syaamiyyin dengan sanad
hasan dari jalan Sulaim bin ‘Aamir ia berkata : ‘aku melihat Abu Bakar, Umar dan
Utsman Rodhiyallahu anhum, mereka memakan daging yang dipanggang dengan api
lalu tidak mengulangi w udhunya lagi’”.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﻪِ ﺑْ ِﻦ‬‫َﺳﻠَ َﻢ ﻋَ ْﻦ ﻋَﻄَ ِﺎء ﺑْ ِﻦ ﻳَ َﺴﺎرٍ ﻋَ ْﻦ ﻋَ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬ ِ ٌ ِ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ َﻣﺎﻟ‬
ْ ‫ﻚ ﻋَ ْﻦ َزﻳْﺪ ﺑْ ِﻦ أ‬ َ َ‫ﻒ ﻗ‬ ِ
ُ ‫ﻪ ﺑْ ُﻦ ُﻳ‬‫ﺪﺛـَﻨَﺎ ﻋَْﺒ ُﺪ اﻟﻠ‬ ‫ َﺣ‬- 207
َ ‫ﻮﺳ‬
ٍ َ ِ‫ أَ َﻛ ﻞ َﻛﺘ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ْ ‫ ﻰ َوﻟ‬‫ﺻﻠ‬
ْ‫ ﺄ‬‫َﻢ ﻳَـﺘَـَﻮﺿ‬ َ ‫ﻢ‬ ُ‫ ﺛ‬، ‫ﻒ َﺷﺎة‬ َ َ ‫ن َر ُﺳ‬ َ‫ أ‬. ‫ﺎس‬
ٍ ‫ﺒ‬‫َﻋ‬
69). Hadits no. 207
“Haddatsanaa Abdullah bin Yusuf ia berkata, akhbaronaa Malik dari Zaid bin Aslam dari
‘Athoo bin Yasaar dari Abdullah bin Abbaas Rodhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah makan
pundak kambing, lalu sholat tanpa mengulangi wudhunya lagi”.
HR. Muslim no. 817

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 275


Biografi Perowi Hadits

Semua perow inya telah berlalu keterangannya.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧِﻰ َﺟ ْﻌَﻔ ُﺮ ﺑْ ُﻦ َﻋ ْﻤ ﺮِو ﺑْ ِﻦ‬
َ َ‫ﺎب ﻗ‬ٍ ‫ﺚ َﻋ ْﻦ ُﻋ َﻘ ْﻴ ٍﻞ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ِﺷ َﻬ‬
ُ ‫ ْﻴ‬‫ﺪﺛَـَﻨﺎ اﻟﻠ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ﻳَ ْﺤَﻴ ﻰ ﺑْ ُﻦ ﺑُ َﻜْﻴ ﺮٍ ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 208
ِ‫ ﻼَة‬‫ ﻓَ ُﺪ ِﻋﻰ إِﻟَﻰ اﻟﺼ‬، ٍ‫ﻒ َﺷﺎة‬ ِ ِ‫ﺰ ﻣِ ْﻦ َﻛﺘ‬ ‫ ﻳَ ْﺤ ﺘَـ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َ ‫ُﻪ َرأَى َر ُﺳ‬‫ن أَﺑَﺎ ُﻩ أَ ْﺧﺒَـ َﺮُﻩ أَﻧ‬ َ‫ﺔَ أ‬‫أ َُﻣﻴ‬
َ
ْ ‫ ﻰ َوﻟ‬‫ﺼﻠ‬
ْ‫ﺄ‬‫َﻢ ﻳَـﺘَـ َﻮﺿ‬ َ ‫ﻜ‬ ‫ﺴ‬ ‫ﻓَﺄَﻟْﻘَ ﻰ اﻟ‬
َ َ‫ﻴﻦ ﻓ‬
70). Hadits no. 208
“Haddatsanaa Yahya bin Bukair ia berkata, haddatsanaa Al-Laits dari ‘Uqoil dari Ibnu
Syihaab ia berkata, akhbaronii Ja’far bin ‘Amr bin Umayyah bahwa Bapaknya mengabarinya
bahwa ia melihat Rasulullah , memotong pundak kambing, lalu dikumandangkan sholat,
lalu Beliau meletakkan pisau, lalu sholat tanpa mengulangi wudhunya lagi’”.
HR. Muslim no. 820

Biografi Perowi Hadits

Semua perow inya telah berlalu keterangannya.

Penjelasan Hadits :
1. Diikutkannya tepung oleh Imam Bukhori kepada daging kambing adala h
dalam rangka qiyas aula, yakni dimana daging kambing saja yang lebih
berserat tidak membatalkan wudhu, apala gi tepung yang memiliki kadar
serat lebih rendah, tentu lebih tidak membatalkan wudhu, karena
terkadang tepung juga dipanggang dengan api, sebagai makanan yang
dikenal sekarang dengan nama khubuz.
2. Pendapat tidak batalnya wudhu karena memakan daging kambing
dikuatkan dengan amalan khulafaur Rosyidin yang tidak membatalkan
w udhunya kerena hal tersebut.
3. Namun bagi yang memakan tepung (Saw iiq), dianjurkan untuk
berkumur-kumur, sebagaimana akan datang babnya setelah ini –Insya
Allah-.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 276


 ‫َﻢ ﻳَـﺘَـَﻮ‬
ْ‫ﺿﺄ‬  ‫ﺾ ِﻣ َﻦ اﻟ‬
ْ ‫ﺴ ِﻮ ِﻳﻖ َوﻟ‬ َ ‫ﻀ َﻤ‬
ْ ‫ ﺑﺎب َﻣ ْﻦ َﻣ‬- 51
Bab 51 Barangsiapa yang Berkumur-kumur Karena
Memakan Sawiiq (Tepung) dan Tidak Mengulangi
Wudhunya Lagi

Penjelasan :

Ini adalah kelanjutan dari bab sebelumnya.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﻴﺪ َﻋ ْﻦ ﺑُ َﺸ ْﻴ ﺮِ ﺑْ ِﻦ ﻳَ َﺴﺎرٍ َﻣ ْﻮﻟَﻰ ﺑَﻨِ ﻰ َﺣﺎرِﺛَ َﺔ‬
ٍ ِ‫ﻚ َﻋ ﻦ ﻳ ﺤﻴﻰ ﺑ ِﻦ ﺳﻌ‬ِ
َ ْ َ ْ َ ْ ٌ ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ َﻣﺎﻟ‬
َ َ‫ﻒ ﻗ‬ ِ
ُ ُ‫ﻪ ﺑْ ُﻦ ﻳ‬‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠ‬ ‫ َﺣ‬- 209
َ ‫ﻮﺳ‬
‫ﻰ ِإ ذَا َﻛﺎﻧُﻮا‬‫ َﺣﺘ‬، ‫ َﻋﺎ َم َﺧ ْﻴﺒَـَﺮ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ِ ‫ـ ْﻌﻤ‬‫ن ﺳﻮﻳ َﺪ ﺑﻦ اﻟﻨ‬ َ‫أ‬
ِ ‫ ُﻪ َﺧ َﺮ َج َﻣ َﻊ َر ُﺳ‬‫ أَﻧ‬. ‫ﺎن أَ ْﺧﺒَـ َﺮُﻩ‬ َ َْ ْ َُ
،‫ى‬ ِِ ِ ‫ﺴ ِﻮ‬ ‫ ﺑِﺎﻟ‬‫ت إِ ﻻ‬ ِ ‫ َد َﻋﺎ ﺑِﺎ ﻷَْزو‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ﻰ اﻟْﻌ ﺼ ﺮ‬‫ ﻓَﺼ ﻠ‬- ‫ وِﻫ ﻰ أَ ْدﻧَﻰ َﺧﻴﺒـ ﺮ‬- ‫ ﻬﺒ ِﺎء‬‫ﺑِﺎﻟﺼ‬
َ ‫ﺮ‬ ‫ ﻓَﺄ ََﻣ َﺮ ﺑﻪ ﻓـَﺜُـ‬، ‫ﻳﻖ‬ َ ‫ ﻓـَﻠَ ْﻢ ﻳُـ ْﺆ‬، ‫اد‬ َ َْ َ َ َ َْ َ َ َْ
‫ﻰ‬‫ﺻﻠ‬
َ ‫ ﺛُﻢ‬، ‫ﻀَﻨﺎ‬ ْ ‫ﻀ َﻤ‬ ْ ‫ﺾ َو َﻣ‬َ ‫ﻀ َﻤ‬ْ ‫ ﻓَ َﻤ‬، ‫ب‬ ِ ِ‫ ﻗَ َﺎم إِﻟَﻰ اﻟ َْﻤﻐْﺮ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ َوأَ َﻛﻠَْﻨﺎ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ُ ‫ﻓَﺄَ َﻛ َﻞ َر ُﺳ‬
ْ‫ﺄ‬‫َﻢ ﻳَـﺘَـ َﻮﺿ‬
ْ ‫َوﻟ‬
71). Hadits no. 209
“Haddatsanaa Abdullah bin Y usuf ia berkata, akhbaronaa Maalik dari Yahya bin Sa’id dari
Busyair bin Yasaar Maula bani Haaritsah bahwa Suwaid bin An-Nu’maan Rodhiyallahu
anhu mengabarinya bahwa ia pergi bersama Rasulullah pada peperangan Khaibar, hingga
ketika sampai di Shohbaa’ –daerah dibawah Khoibar- dilaksanakan sholat Ashr, lalu diminta
dikumpulkan semua bekal yang ada, tidak didatangkan kecuali tepung, maka Beliau
memerintahkan untuk membasahi tepung tersebut, lalu Rasulullah memakannya dan kami
pun memakannya, lalu ditegakkan sholat Maghrib, beliau berkumur-kumur, kami pun ikut
berkumur-kumur, lalu sholat tanpa perlu mengulangi wudhu lagi”.

Biografi Perowi Hadits

Semua perow inya telah berlalu keterangannya. Kecuali :

1. Nama : Busyair bin Yasaar


Kelahiran :-
Negeri tinggal : Madinah

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 277


Komentar ulama : Tabi’I Wasith. Ditsiqohkan oleh Imam Yahya bin Ma’in,
Imam Ibnu Sa’ad, Imam Nasa’i dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Suwaid Rodhiyallahu anhu seorang gurunya,
sebagaimana ditulis oleh Imam Al Mizzi.

2. Nama : Abu ‘Uqbah Suwaid bin An-Nu’maan Rodhiyallahu anhu


Kelahiran : -
Negeri tinggal : Madinah
Komentar ulama : Sahabat
Hubungan Rowi : Beliau Rodhiyallahu anhu termasuk sahabat yang
berbaiat dibawah pohon.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Hadits ini dalil disyariatkannya berkumur-kumur setelah makan tepung,
terkadang setelah makan tepung, ia mengeras di mulut kita (nggadel –
bs. Jaw a), sehingga untuk menghilangkannya, dengan berkumur-kumur.
2. Dikiaskan dengan hal ini, semua jenis makanan yang serupa, seperti
makan jenang, gulali dan sejenisnya.

Berkata Imam Bukhori :


ٍ ْ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧِ ﻰ ﻋَ ْﻤ ٌﺮو ﻋَ ْﻦ ﺑُ َﻜْﻴ ﺮٍ ﻋَ ْﻦ ُﻛ َﺮﻳ‬
- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ن اﻟﻨ‬ َ‫ﺐ ﻋَ ْﻦ َﻣ ْﻴ ُﻤﻮﻧَﺔَ أ‬ ٍ ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ اﺑْ ُﻦ َو ْﻫ‬
َ َ‫ﺐ ﻗ‬ َ َ‫َﺻَﺒ ُﻎ ﻗ‬
ْ ‫ﺪﺛـَﻨَﺎ أ‬ ‫ َو َﺣ‬- 210
ِ ِ
ْ ‫ﻰ َوﻟ‬‫ ﺻَﻠ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ أَ َﻛ َﻞ ﻋﻨْ َﺪ َﻫﺎ َﻛﺘ ًﻔﺎ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
ْ‫ﺄ‬‫َﻢ ﻳَـﺘَـ َﻮ ﺿ‬
72). Hadits no. 210
“dan Haddatsanaa Asbagh ia berkata, akhbaronaa Ibnu Wahab ia berkata, akhbaronii ‘Amr
dari Bukair dari Kuroib dari Maimunah Rodhiyallahu anha bahwa Nabi pernah makan
disisi Maimunah pundak kambing, lalu sholat tanpa berwudhu””.
HR. Muslim no. 821

Biografi Perowi Hadits

Semua perow inya telah berlalu keterangannya.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 278


Penjelasan Hadits :
1. Kaitannya hadits ini dengan tepung telah berlalu sebelumnya.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 279


‫َﺒ ِﻦ‬‫ﺾ ِﻣ َﻦ اﻟﻠ‬
ُ ‫ﻀ ِﻤ‬
ْ ‫ ﺑﺎب َﻫ ْﻞ ﻳَُﻤ‬- 52
Bab 52 Apakah Perlu Berkumur-Kumur Karena Minum Susu

Penjelasan :

Yakni apakah disyariatkan berkumur-kumur setelah minum Laban


(susu)? Dan dari hadits yang dibawakan oleh Imam Bukhori dalam bab ini,
menunjukkan bahwa hal tersebut disyariatkan.

Berkata Imam Bukhori :


ِ‫ﻪ‬‫ﻪِ ﺑ ِﻦ َﻋﺒ ِﺪ اﻟ ﻠ‬‫ﺎب َﻋﻦ ُﻋﺒـﻴ ِﺪ اﻟﻠ‬ ِ
ْ ْ ْ َ ْ ٍ ‫ﺚ َﻋ ْﻦ ُﻋ َﻘْﻴ ٍﻞ َﻋ ِﻦ ْاﺑ ِﻦ ﺷ َﻬ‬
ُ ‫ ْﻴ‬‫ ﺛـََﻨﺎ اﻟﻠ‬‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ﻳَ ْﺤَﻴ ﻰ ﺑْ ُﻦ ﺑُ َﻜ ْﻴﺮٍ َوﻗُـﺘَـْﻴَﺒ ُﺔ ﻗَﺎﻻَ َﺣﺪ‬ ‫ َﺣ‬- 211
« ‫ن ﻟَ ُﻪ َد َﺳ ًﻤﺎ‬ ‫ﺎل » ِإ‬
َ َ‫ﺾ َوﻗ‬ َ ‫ﻀ َﻤ‬ َ ِ‫ َﺷﺮ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ْ ‫ ﻓَ َﻤ‬، ‫ب ﻟَﺒـًﻨﺎ‬ َ ‫ن َر ُﺳ‬ َ‫ﺎس أ‬ ٍ ‫ﺒ‬‫ﺑْ ِﻦ ُﻋ ْﺘَﺒ َﺔ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ َﻋ‬
 ‫ﺰْﻫ ِﺮ‬ ‫ﺻﺎﻟِ ُﺢ ﺑْ ُﻦ َﻛ ْﻴ َﺴﺎ َن َﻋ ِﻦ اﻟ‬
‫ى‬ َ ‫ﺲ َو‬
ُ ُ‫ ﺗَﺎﺑَـ َﻌ ُﻪ ﻳُﻮﻧ‬.
73). Hadits no. 211
“Haddatsanaa Yahya bin Bukair dan Qutaibah keduanya berkata, haddatsanaa Al-Laits dari
‘Uqoil dari Ibnu Syihaab dari ‘Ubaidillah bin Abdullah bin ‘Utbah dari Ibnu Abbaas bahwa
Rasulullah minum susu, lalu beliau berkumur-kumur dan berkata : “ia asam”.
Yunus dan Sholih bin Kaisaan memutaba’ahi dari Az-Zuhriy”.
HR. Muslim no. 824

Biografi Perowi Hadits

Semua perow inya telah berlalu keterangannya.

Penjelasan Hadits :
1. Laban memang mengandung asam yang kalau dilihat dengan kasat
mata, akan Nampak seperti serat-serat. Sehingga ketika seorang minum
Laban, dimulutnya terasa nggadel (bs. Jaw a).
2. Disunnahkan berkumur-kumur agar ketika seorang sholat ia bisa lebih
khusu’, karena tidak ada sesuatu yang mengganjal di mulutnya.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 280


‫ﻮءا‬ ‫ﺿ‬ ‫و‬ ِ‫ﻌﺴﺘَـﻴ ِﻦ أَ ِو اﻟْ َﺨ ْﻔ َﻘ‬‫ﻌﺴ ِﺔ واﻟﻨـ‬‫ﻮِم وﻣﻦ ﻟَﻢ ﻳـﺮ ِﻣﻦ اﻟﻨـ‬‫ﻮء ِﻣﻦ اﻟﻨـ‬
‫ﺔ‬ ِ ُ ‫ ﺑﺎب اﻟْﻮ‬- 53
ً ُُ ْ َ ْ َ َ ْ َ ََ ْ ْ َ َ ْ َ ‫ﺿ‬ ُ
Bab 53 Wudhu karena Tidur dan Orang yang Berpendapat
Tidak Batal Wudhu Karena Satu Dua Kali Kantuk atau
Terangguk-angguk Kepalanya Karena Rasa Kantuk

Penjelasan :

Telah berlalu pembahasannya masalah ini pada bab 34 dari kitab


w udhu ini.

Berkata Imam Bukhori :


‫ ﺻﻠﻰ اﷲ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َ ‫ن َر ُﺳ‬ َ‫ﻚ َﻋ ْﻦ ِﻫ َﺸ ٍﺎم َﻋ ْﻦ أَﺑِﻴﻪِ َﻋ ْﻦ َﻋﺎﺋِ َﺸﺔَ أ‬ ٌ ِ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ َﻣﺎﻟ‬
َ َ‫ﻒ ﻗ‬َ ‫ﻮﺳ‬ ِ
ُ ُ‫ﻪ ﺑْ ُﻦ ﻳ‬‫ﺪﺛـََﻨﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠ‬ ‫ َﺣ‬- 212
‫ ﻰ َو ُﻫَﻮ‬‫ﺻﻠ‬
َ ‫َﺣ َﺪ ُﻛ ْﻢ إِ ذَا‬
َ ‫ن أ‬ ‫ ﻓَِﺈ‬، ‫ﻮ ُم‬ْ ‫ﺐ َﻋ ْﻨ ُﻪ اﻟﻨـ‬
َ ‫ ﻰ ﻳَ ْﺬ َﻫ‬‫ ﻰ ﻓـَﻠْﻴَـ ْﺮﻗُ ْﺪ َﺣﺘ‬‫ﺼﻠ‬
َ ُ‫َﺣ ُﺪ ُﻛ ْﻢ َو ُﻫ َﻮ ﻳ‬
َ‫ﺲأ‬ ِ َ َ‫ ﻗ‬- ‫ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
َ ‫ﺎل » إ ذَا ﻧـَ َﻌ‬
 ‫ ُﻪ ﻳَ ْﺴﺘَـﻐْﻔِ ُﺮ ﻓـََﻴ ُﺴ‬‫ﺲ ﻻَ ﻳَ ْﺪرِى ﻟَ َﻌﻠ‬
« ‫ﺐ ﻧـَ ْﻔ َﺴ ُﻪ‬ ِ
ٌ ‫ﻧَﺎﻋ‬
74). Hadits no. 212
“Haddatsanaa Abdullah bin Yusuf ia berkata, akhbaronaa Maalik dari Hisyaam dari
Bapaknya dari Aisyah Rodhiyallahu anha bahwa Rasulullah bersabda : “Jika kalian
mengantuk sedangkan kalian sedang sholat, maka berbaringlah terlebih dahulu sampai hilang
kantuknya, karena kalian jika sholat dalam keadaan mengantuk, kemungkinan tidak tahu,
keinginannya ingin minta ampun, ternyata ia mengucapkan celaan terhadap dirinya”.
HR. Muslim no. 1871

Biografi Perowi Hadits


Semua perow inya telah berlalu keterangannya.

Penjelasan Hadits :
1. Menurut Al Hafidz dalam “Al fath” yang dimaksud dengan berbaring disini
adalah berpaling dari sholatnya setelah salam, lalu baru tidur, hal ini
dikuatkan dengan riw ayat Imam Nasa’I dari jalan Ayyub dari Hisyaam
ْ ِ‫( ”ﻓـَﻠْﻴـَﻨْ ﺼَﺮ‬maka berpalinglah).
dengan lafadz “ ‫ف‬
2. Pendapat yang terpilih, sebagaimana pembahasan yang lalu di bab 34,
bahwa kantuk yang masih disadari oleh seseorang apakah telah keluar

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 281


darinya hadats atau tidak, maka inilah yang tidak membatalkan w udhu,
namun sebaliknya jika kantuknya begitu menguasai dirinya, sehingga ia
tidak sadar apa yang dilakukannya, maka ini mirip dengan tidur yang
membatalkan w udhu.
3. Kemudahan syariat Islam yang tidak memaksa pemeluknya untuk
melakukan ibadah apapun kondisinya, sekalipun harus terkantuk-kantuk
harus melanjutkan ibadah. Maka islam datang untuk melepas belenggu-
belenggu dan ikatan-ikatan yang berat. Allah berfirman :
ِ ‫ﻴﻞ ﻳﺄْﻣ ﺮﻫ ﻢ ﺑِﺎﻟْﻤﻌ ﺮ‬ ِ ِْ ‫ـﻮراةِ و‬‫ ِﺬي ﻳ ِﺠ ُﺪوﻧَﻪ ﻣ ْﻜﺘﻮﺑ ﺎ ِﻋْﻨ َﺪﻫ ﻢ ﻓِ ﻲ اﻟﺘ‬‫ﻣ ﻲ اﻟ‬ ُ‫اﻷ‬ ِ
‫وف‬ ُ ْ َ ْ ُ ُ ُ َ ِ ‫اﻹﻧْﺠ‬ َ َْ ُْ ًُ َُ َ  ْ ‫ﻲ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺮ ُﺳﻮ َل اﻟﻨ‬ ‫ﺘﺒِ ُﻌﻮ َن اﻟ‬‫ﻳﻦ ﻳَـ‬
َ ‫اﻟ ﺬ‬
ْ َ‫ﺘِ ﻲ َﻛﺎﻧ‬‫اﻷَﻏْ َﻼ َل اﻟ‬
‫ﺖ‬ ْ ِ‫ﻀ ُﻊ َﻋﻨْـ ُﻬ ْﻢ إ‬
ْ ‫ﺻ َﺮُﻫ ْﻢ َو‬ َ ِ‫ﺮ ُم َﻋﻠَ ْﻴ ِﻬ ُﻢ اﻟْ َﺨَﺒﺎﺋ‬ ‫ﺎت َوﻳُ َﺤ‬
َ َ‫ﺚ َوﻳ‬ ِ ‫ﺒ‬‫ﻴ‬‫ﻞ ﻟَﻬ ﻢ اﻟﻄ‬ ‫وﻳـﻨْـ ﻬﺎﻫ ﻢ َﻋ ِﻦ اﻟْﻤ ْﻨ َﻜ ﺮِ وﻳ ِﺤ‬
َ ُ ُ َُ ُ ْ ُ َ ََ
‫َﻋﻠَْﻴ ِﻬ ْﻢ‬
“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka
dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka
mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan
menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang
buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada
mereka” (QS. Al A’raf (7) : 157).

Berkata Imam Bukhori :


ٍ َ‫ﻮب َﻋ ْﻦ أَﺑِﻰ ﻗِﻼَﺑَﺔَ َﻋ ْﻦ أَﻧ‬
‫ ﺻﻠﻰ اﷲ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺲ َﻋ ِﻦ اﻟﻨ‬ ِ
ُ ‫ﺪﺛـَ َﻨﺎ أَﻳ‬ ‫ﺪﺛـََﻨﺎ َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟ َْﻮارِث َﺣ‬ ‫ﺪﺛـََﻨﺎ أَﺑُﻮ َﻣ ْﻌ َﻤ ﺮٍ ﻗَﺎ َل َﺣ‬ ‫ َﺣ‬- 213
« ُ‫ﻰ ﻳَـ ْﻌﻠَ َﻢ َﻣﺎ ﻳَـﻘْ َﺮأ‬‫ﻼَةِ ﻓـَﻠْﻴَـﻨَ ْﻢ َﺣ ﺘ‬‫َﺣ ُﺪ ُﻛ ْﻢ ﻓِ ﻰ اﻟﺼ‬ َ‫ﺲأ‬ َ ‫ﺎل » إِ ذَا ﻧـَ َﻌ‬َ َ‫ ﻗ‬- ‫ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
75). Hadits no. 213
“Haddatsanaa Abu Ma’mar ia berkata, haddatsanaa Abdul Warits, haddatsanaa Ayyub dari
Abi Qilaabah dari Anas dari Nabi beliau bersabda : “Jika kalian mengantuk dalam sholat,
maka tidurlah terlebih dahulu sampai ia tahu apa yang dibacanya”.

Biografi Perowi Hadits

Semua perow inya telah berlalu keterangannya.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 282


Penjelasan Hadits :
1. Dimakruhkan sholat apabila dikuasai oleh rasa kantuk, bahkan sampai
diharamkan kalau ia sama sekali tidak sadar apa yang dikatakannya,
sebagaimana Firman Allah :
‫ ﻰ ﺗَـ ْﻌﻠَ ُﻤﻮا َﻣﺎ ﺗَـ ُﻘﻮﻟُﻮ َن‬‫ َﻼةَ َوأَﻧْـُﺘ ْﻢ ُﺳ َﻜ َﺎرى َﺣﺘ‬‫ﻳﻦ آَ َﻣُﻨﻮا َﻻ ﺗَـ ْﻘ َﺮﺑُﻮا اﻟﺼ‬ ِ
َ ‫ـ َﻬﺎ اﻟﺬ‬‫ﻳَﺎ أَﻳ‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan” (QS. An Nisaa’ (4) : 43).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 283


‫ﻮء ِﻣ ْﻦ ﻏَ ْﻴ ِﺮ َﺣ َﺪ ٍث‬
ِ‫ﺿ‬ُ ‫ ﺑﺎب اﻟ ُْﻮ‬- 54
Bab 54 Berwudhu bukan Karena Hadats

Penjelasan :

Yakni disunnahkan seorang untuk senantiasa memperbahurui


wudhunya ketika akan sholat, sekalipun belum berhadats. Telah berlalu
keutamaan amalan ini.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﺪﺛَـَﻨﺎ‬ ‫ﺎل َو َﺣ‬
َ َ‫ﺖ أَﻧَ ًﺴﺎ ح ﻗ‬ ُ ‫ﺎل َﺳ ِﻤ ْﻌ‬َ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُﺳ ْﻔَﻴﺎ ُن َﻋ ْﻦ َﻋ ْﻤ ِﺮو ﺑْ ِﻦ َﻋ ِﺎﻣ ٍﺮ ﻗ‬ ‫ﺎل َﺣ‬َ َ‫ﻒ ﻗ‬ َ ‫ﻮﺳ‬ ُ ُ‫ﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ﻳ‬ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُﻣ َﺤ‬ ‫ َﺣ‬- 214
‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ‬- ‫ﻰ‬ ‫ِﺒ‬‫ﺎل َﻛﺎ َن اﻟﻨ‬ َ َ‫ﺲ ﻗ‬ٍ َ‫ﺪﺛَﻨِﻰ َﻋ ْﻤ ُﺮو ﺑْ ُﻦ َﻋ ِﺎﻣ ﺮٍ َﻋ ْﻦ أَﻧ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ َ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ﻳَ ْﺤَﻴ ﻰ َﻋ ْﻦ ُﺳ ْﻔَﻴﺎ َن ﻗ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ َ َ‫ﺪ ٌد ﻗ‬ ‫ُﻣ َﺴ‬
ْ ‫َﻢ ﻳُ ْﺤ ِﺪ‬
‫ث‬ ْ ‫ﻮء َﻣﺎ ﻟ‬
ُ‫ﺿ‬ُ ‫َﺣ َﺪﻧَﺎ اﻟ ُْﻮ‬
َ‫ئ أ‬ ُ ِ‫ﺎل ﻳُ ْﺠ ﺰ‬
َ َ‫ﺼﻨَـ ُﻌﻮ َن ﻗ‬
ْ َ‫ﻒ ُﻛ ْﻨُﺘ ْﻢ ﺗ‬ ُ ‫ ﻗُـ ْﻠ‬. ٍ‫ﺻﻼَة‬
َ ‫ﺖ َﻛ ْﻴ‬ ِ
َ ‫ﻞ‬ ‫ﺄُ ﻋ ْﻨ َﺪ ُﻛ‬‫ ﻳَـﺘَـَﻮﺿ‬- ‫وﺳﻠﻢ‬
76). Hadits no. 214
“Haddatsanaa Muhammad bin Yusuf ia berkata, haddatsanaa Sufyaan dari ‘Amr bin ‘Aamir
ia berkata, aku mendengar Anas Rodhiyallahu anhu.
(ganti sanad).
Haddatsanaa Musaddad ia berkata, haddatsanaa Yahya dari Sufyaan ia berkata, haddatsanii
‘Amr bin ‘Aamir dari Anas ia berkata : ‘Nabi senantiasa berwudhu setiap kali hendak
sholat’. Aku (‘Amr bin ‘Aamir) berkata : ‘bagaimana kalian biasa melakukannya?’, jawab
Anas Rodhiyallahu anhu : ‘kami mencukupkan tidak mengulangi wudhu selama belum
hadats’.

Biografi Perowi Hadits

Semua perow inya tela h berlalu keterangannya, Muhammad bin Yusuf adala h
Al Firyaabiy, Sufyaan adalah Ats-Tsauriy, Yahya adalah bin Sa’id Al
Qohthoon. Kecuali :

1. Nama : ‘Amr bin ‘Aamir Al Anshoriy


Kelahiran : -
Negeri tinggal : Kufah
Komentar ulama : Tabi’I shoghiir. Ditsiqohkan oleh Imam Abu Hatim, Imam
Nasa’i dan Imam Ibnu Hibban.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 284


Hubungan Rowi : Anas Rodhiyallahu anhu adalah seorang gurunya,
sebagaimana ditulis oleh Imam Al Mizzi.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Hadits ini menunjukkan bahwa memperbahurui wudhu adalah sunnah
hukumnya, dengan bukti pemahaman sahabat yang diwakili oleh Anas
Rodhiyallahu anhu.

Berkata Imam Bukhori :


ٍ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧِﻰ ﺑُ َﺸﻴْـ ُﺮ ﺑْ ُﻦ ﻳَ َﺴﺎر‬
َ َ‫ﺪﺛَﻨِ ﻰ ﻳَ ْﺤَﻴ ﻰ ﺑْ ُﻦ َﺳﻌِﻴ ٍﺪ ﻗ‬ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُﺳ َﻠ ْﻴ َﻤﺎ ُن ﻗَﺎ َل َﺣ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﺧﺎﻟِ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﻣ ْﺨ َﻠ ٍﺪ ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 215
‫ﺎ‬‫ﺘﻰ إِ َذا ُﻛﻨ‬‫ َﺣ‬، ‫ َﻋﺎ َم َﺧ ْﻴﺒَـ َﺮ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ِ ‫ﺎل َﺧ َﺮ ْﺟَﻨﺎ َﻣ َﻊ َر ُﺳ‬ َ َ‫ﺎن ﻗ‬ ِ ‫ـ ْﻌﻤ‬‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـﺮﻧِﻰ ﺳﻮﻳ ُﺪ ﺑﻦ اﻟﻨ‬
َ ُ ْ ْ َ ُ َ َ َ‫ﻗ‬
‫ت إِ ﻻ‬َ ‫ ﻓـَﻠَ ْﻢ ﻳُـ ْﺆ‬، ِ‫ ﻰ َد َﻋﺎ ﺑِﺎ ﻷَﻃْﻌِ َﻤﺔ‬‫ﺻﻠ‬ ِ ُ ‫ﻰ ﻟََﻨﺎ رﺳ‬‫ ﺻﻠ‬، ‫ ﻬﺒ ِﺎء‬‫ﺑِﺎﻟﺼ‬
َ ‫ﻤﺎ‬ َ‫ ﻓـَﻠ‬، ‫ﺼ َﺮ‬ْ ‫ اﻟ َْﻌ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َُ َ َْ
‫ ﻰ ﻟََﻨﺎ‬‫ﺻﻠ‬َ ‫ ﺛُﻢ‬، ‫ﺾ‬ َ ‫ﻀ َﻤ‬ ْ ‫ب ﻓََﻤ‬ِ ِ‫ إِﻟَﻰ اﻟ َْﻤﻐْﺮ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺎم اﻟﻨ‬ ِ ‫ﺴ ِﻮ‬ ‫ﺑِﺎﻟ‬
َ َ‫ ﻗ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ ﻓَﺄَ َﻛﻠَْﻨﺎ َو َﺷﺮِﺑْـَﻨﺎ‬، ‫ﻳﻖ‬
ْ‫ﺄ‬‫َﻢ ﻳَـﺘَـ َﻮﺿ‬ َ ِ‫اﻟ َْﻤﻐْ ﺮ‬
ْ ‫ب َوﻟ‬
77). Hadits no. 215
“Haddatsanaa Khoolid bin Makhlad ia berkata, haddatsanaa Sulaiman ia berkata,
haddatsanii Yahya bin Sa’id dari, akhbaronii Busyair bin Yasaar, akhbaronii Suwaid bin An-
Nu’maan Rodhiyallahu anhu ia berkata : ‘kami pergi bersama Rasulullah pada peperangan
Khaibar, hingga ketika sampai di Shohbaa’ –daerah dibawah Khoibar- dilaksanakan sholat
Ashr, lalu diminta dikumpulkan makanan, tidak didatangkan kecuali tepung, lalu kami
memakannya dan meminumnya, lalu ditegakkan sholat Maghrib, beliau berkumur-kumur, ,
lalu mengimami sholat kami tanpa mengulangi wudhu lagi”.

Biografi Perowi Hadits

Semua perow inya telah berlalu keterangannya, Sulaiman disin i adalah ibnu
Bilaal. Khoolid bin Makhlad dituduh tasyayu (perow i syi’ah). Namun pada
hadits no. 209 yang telah berlalu sebagai penguat untuk riw ayatnya.

Penjelasan Hadits :
1. Kaitannya hadits ini dengan judul bab adalah, disini diungkapkan bahwa
Nabi berkumur-berkumur yang dimungkinkan bahwa Nabi berw udhu,

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 285


dan diungkapkan berkumur-kumur adalah penamaan sesuatu atas
bagiannya, seperti sholat yang disebut dengan sujud.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 286


‫ﺴَﺘﺘِ َﺮ ِﻣ ْﻦ ﺑَـْﻮﻟِ ِﻪ‬ ِ
ْ َ‫ ﺑﺎب ﻣ َﻦ اﻟْ َﻜَﺒﺎﺋِ ِﺮ أَ ْن ﻻَ ﻳ‬- 55
Bab 55 Termasuk Dosa Besar adalah Tidak Memakai
Penghalang Ketika Kencing

Penjelasan :
Definisi dosa besar yang terbaik adalah :
‫ﻫﻲ ﻣﺎ ﻛﺒﺮﻩ اﻟﺸﺮع ﻣﻦ اﻟﻤﺤﺮﻣﺎت ﻟﻔﻈﺎ أو ﻣﻌﻨﻰ‬
“Apa Y ang Syariat menganggapnya sebagai dosa besar dari hal-hal yang dih aramkan
baik secara lafadz maupun secara makna” (dinuk il dari A rsip Multaqo A hlul Hadits 21-10-2003).
Yang dimaksud dengan secara lafadz adalah misalnya yang secara tegas
nash Al Qur’an dan Al Hadits mengungkapkannya dengan dosa besar,
misalnya hadits :
ِ‫ﺰور‬ ‫ َﺷ َﻬﺎ َدةُ اﻟ‬- ‫ﺎل‬ َ َ‫ ﻗ‬- ِ‫ُﺌ ُﻜ ْﻢ ﺑِﺄَ ْﻛَﺒ ﺮِ اﻟْ َﻜَﺒﺎﺋِﺮ‬‫أَﻻَ أُﻧـَﺒ‬
َ َ‫ أ َْو ﻗ‬- ِ‫ﺰور‬ ‫ ﻗـَ ْﻮ ُل اﻟ‬- ‫ﺎل‬

“Ingatlah! Aku beritahu kepada kalian dosa besar yang paling besar yakni Perkataan Palsu
atau Sumpah Palsu” (Muttafaqun ‘Alaih).
Adapun yang secara makna adalah nash kitabullah dan hadits tidak datang
dalam bentuk perkataan dosa besar atau yang sepadan dengannya, namun
nash itu datang dengan memiliki konsekuensi ancaman di akhirat, dengan
siksa neraka atau mendapatkan Had (hukum badan) didunia, maka semua
ini disebut juga dengan dosa besar. Misalnya hadits tentang pelaku musbil,
nabi bersabda :
ِ‫ﺎر‬‫َﺳ َﻔ َﻞ ِﻣ َﻦ اﻟْ َﻜ ْﻌﺒَـ ْﻴ ِﻦ ِﻣ َﻦ ا ِﻹ َزارِ ﻓَﻔِ ﻰ اﻟﻨ‬
ْ ‫َﻣﺎ أ‬
“Apa yang ada dibawah mata kaki, yakni kain sarungnya, maka tempatnya di Neraka” (HR.
Bukhori).
Contoh lainnya lagi adalah dalam masalah yang dibawakan oleh Imam
Bukhori yakni berkaitan dengan seseorang yang tidak menjadikan
penghalang ketika ia kencing sehingga air kencingnya memerciki badannya
atau pakainnya, namun ia tidak memperdulikannya, sehingga ia sholat
dalam keadaan najis yang menyebabkan akhirnya ia mendapatkan adzab
kubur.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 287


Berkata Imam Bukhori :
‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺮ اﻟﻨ‬ ‫ﺎل َﻣ‬ َ َ‫ﺎس ﻗ‬ ٍ ‫ﺼﻮرٍ َﻋ ْﻦ ُﻣ َﺠ ِﺎﻫ ٍﺪ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ َﻋﺒ‬ ٌ ِ‫ﺪﺛـََﻨﺎ َﺟﺮ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
ُ ‫ﻳﺮ َﻋ ْﻦ َﻣْﻨ‬ َ َ‫ﺪﺛـََﻨﺎ ُﻋﺜْ َﻤﺎ ُن ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 216
‫ ﺻﻠﻰ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺎل اﻟﻨ‬ َ َ‫ ﻓـَﻘ‬، ‫ﺎن ﻓِﻰ ﻗـُُﺒﻮرِِﻫ َﻤﺎ‬ ِ ‫ﺬﺑ‬ ‫ت إِﻧْﺴﺎﻧـَﻴ ِﻦ ﻳـﻌ‬
َ َ ُ ْ َ َ ‫ﺻ ْﻮ‬
ِ ِ ِ ِ ِ ٍِ
َ ‫ ﻓَ َﺴ ِﻤ َﻊ‬، َ‫ﻜﺔ‬ ‫ ﺑِ َﺤﺎﺋﻂ ﻣ ْﻦ ﺣﻴﻄَﺎن اﻟ َْﻤ ﺪﻳﻨَﺔ أ َْو َﻣ‬- ‫وﺳﻠﻢ‬
‫ َوَﻛﺎ َن‬، ِ‫َﺣ ُﺪ ُﻫ َﻤﺎ ﻻَ ﻳَ ْﺴﺘَﺘِ ُﺮ ِﻣ ْﻦ ﺑَـ ْﻮﻟِﻪ‬
َ ‫ َﻛﺎ َن أ‬، ‫ﺎل » ﺑَـﻠَﻰ‬ َ َ‫ ﻗ‬‫ ﺛُﻢ‬، « ٍ‫ﺎن ﻓِ ﻰ َﻛﺒِﻴ ﺮ‬ ِ ‫ﺑ‬‫ وﻣﺎ ﻳـﻌَﺬ‬، ‫ﺎن‬ ِ
َ ُ َ َ َ‫ﺬ ﺑ‬ َ‫ » ﻳُـﻌ‬- ‫اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
ِ ِ ِ َ ‫ ﻓَـَﻮ‬، ‫ﻢ َد َﻋﺎ ﺑِ َﺠﺮِﻳ َﺪةٍ ﻓَ َﻜ َﺴ َﺮَﻫﺎ ﻛِ ْﺴ َﺮﺗَـ ْﻴ ِﻦ‬ ُ‫ ﺛ‬. « ِ‫ﻴﻤﺔ‬ ِ ِ ِ
َ ‫ ﻓَﻘ‬. ‫ﻞ ﻗَـ ْﺒﺮٍ ﻣﻨْـ ُﻬ َﻤﺎ ﻛ ْﺴ َﺮًة‬ ‫ﺿ َﻊ َﻋَﻠ ﻰ ُﻛ‬
‫ﻴﻞ ﻟ َُﻪ ﻳَﺎ‬ َ ‫ﻤ‬‫اﻵ َﺧ ُﺮ ﻳَ ْﻤﺸ ﻰ ﺑﺎﻟﻨ‬
« ‫َﻢ ﺗَـ ْﻴَﺒ َﺴﺎ أ َْو إِﻟَﻰ أَ ْن َﻳـ ْﻴَﺒ َﺴﺎ‬
ْ ‫ﻒ َﻋﻨْـ ُﻬ َﻤ ﺎ َﻣﺎ ﻟ‬َ ‫ﻔ‬ ‫ ُﻪ أَ ْن ﻳُ َﺨ‬‫ﺎل » ﻟ ََﻌﻠ‬ َ ‫ﻪِ ﻟِ َﻢ ﻓَـ َﻌ ْﻠ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
َ َ‫ﺖ َﻫ َﺬا ﻗ‬ َ ‫َر ُﺳ‬
78). Hadits no. 216
“Haddatsanaa ‘Utsmaan ia berkata, haddatsanaa Jariir dari Manshuur dari Mujaahid dari
Ibnu ‘Abbaas Rodhiyallahu anhu ia berkata : ‘Nabi melewati tempat pemakaman di
Madinah atau Mekkah, lalu Beliau mendengar suara dua orang yang sedang diadzab di
kuburnya. Nabi bersabda : “kedua orang ini sedang diadzab, tidaklah mereka diadzab
karena se suatu yang (dianggap) besar”. Lanjutnya : “ salah satunya kare na tidak memakai
penghalang ketika kencing, sedangkan satunya lagi karena mengadu domba”. Lalu Beliau
meminta pelepah korma, lalu menyobeknya menjadi dua potong, masing-masing kuburan
diletakan pelepah tadi diatasnya. Maka ada yang bertanya : ‘wahai Rasulullah kenapa
engkau melakukan hal ini?. Nabi menjawab : “semoga keduanya diringankan adzabnya
selama pelepah tersebut belum kering atau sampai pelepah tersebut kering”.
HR. Muslim no. 703

Biografi Perowi Hadits

Semua perow inya telah berlalu keterangannya, Utsman disini adalah Ibnu
Abi Syaibah, Jariir bin Abdullah dan Manshuur ibnul Mu’tamir.

Penjelasan Hadits :
1. Dalam lafadz lain, Nabi bersabda :
‫ﻻَ ﻳَ ْﺴﺘَـ ْﻨ ﺰُِﻩ ِﻣ َﻦ اﻟْﺒَـ ْﻮ ِل‬
“Tidak membersihkan bekas kencingnya” (HR. Bukhori, Abu Dawud, Nasa’I dan Ibnu
Majah).
2. Perkara masalah membersihkan air kencing, banyak dianggap orang
sebagai perkara yang kecil/remeh, namun ternyata syariat
menganggapnya sebagai perkara yang besar, sehingga banyak ulama

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 288


kita dalam kitab-kitabnya mengingatkan kaum Muslimin untuk
senantiasa memperhatikan masalah kecing. Nabi bersabda :
‫اب اﻟْ َﻘ ْﺒ ﺮِ ِﻣ َﻦ اﻟْﺒَـ ْﻮِل‬
ِ ‫أَ ْﻛﺜَـ ُﺮ َﻋ َﺬ‬
“Kebanyakan adzab kubur karena masalah kencing” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad,
dishahihkan oleh Imam Al Albani dan Syaikh Syu’aib Arnauth).
3. Adapun berkaitan dengan masalah meletakkan pelepah kurma basah di
kuburan seseorang akan dibahas pada tempatnya –Insya Allah-.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 289


‫ﺴ ِﻞ اﻟْﺒَـ ْﻮِل‬ ِ
ْ َ‫ ﺑﺎب َﻣﺎ َﺟ َﺎء ﻓﻰ ﻏ‬- 56
ِِ ِ ِ ‫ﺼ ِﺎﺣ‬َ ِ‫ ﻟ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﻨﺒ‬‫ﺎل اﻟ‬
ْ ‫ َوﻟ‬. « ‫ﺴ ﺘَﺘِ ُﺮ ﻣ ْﻦ ﺑَـ ْﻮﻟﻪ‬
‫َﻢ‬ ْ َ‫ﺐ اﻟَْﻘْﺒ ِﺮ » َﻛﺎ َن ﻻَ ﻳ‬ َ َ‫َوﻗ‬
ِ ‫ﻳَ ْﺬ ُﻛ ْﺮ ِﺳَﻮى ﺑـَْﻮِل اﻟﻨ‬
. ‫ﺎس‬
Bab 56 Yang Berkaitan Tentang Mencuci Air Kencing
Nabi bersabda kepada te ntang penghuni kubur : “ia tidak me makai
penghalang dari kecingnya’. Belia u tidak menye butkan selain
kencing manusia.

Penjelasan :

Imam Bukhori berdalil dengan hadits ini bahwa yang dimaksud


kencing disini adalah air kencingnya manusia, bukan air kencing hewan
secara keseluruhan. Sehingga siksa yang didapatkan oleh seseorang adalah
karena tidak menjaga kencingnya.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﺪﺛَﻨِ ﻰ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ ِ َ‫ﺪﺛَﻨِﻰ روح ﺑﻦ ا ﻟْﻘ‬ ‫ﺎل ﺣ‬
َ َ‫ﺎﺳ ِﻢ ﻗ‬ ُْ ُ َْ
ِ
َ ‫ﻴﻞ ﺑْ ُﻦ إِﺑْـ َﺮا ﻫ‬
َ َ َ‫ﻴﻢ ﻗ‬
ِ
ُ ‫ﺪﺛـََﻨﺎ إِ ْﺳ َﻤﺎﻋ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
ِ
َ ‫ﻮب ﺑْ ُﻦ إِﺑْـ َﺮاﻫ‬
َ َ‫ﻴﻢ ﻗ‬ ُ ُ‫ﺪﺛـََﻨﺎ ﻳَـ ْﻌﻘ‬ ‫ َﺣ‬- 217
‫ﺎﺟﺘِﻪِ أَﺗَـْﻴ ُﺘ ُﻪ ﺑِ َﻤ ٍﺎء‬ ِ ِ
َ ‫ﺮَز ﻟ َﺤ‬ ‫ إِ ذَا ﺗَـﺒَـ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ‫ﺒ‬‫ﺎل َﻛﺎ َن اﻟﻨ‬ َ َ‫ﻚ ﻗ‬ٍ ِ‫ﺲ ﺑ ِﻦ ﻣﺎﻟ‬ ِ
َ ْ ِ َ‫ﺎء ﺑْ ُﻦ أَﺑﻰ َﻣ ْﻴ ُﻤﻮﻧَﺔَ َﻋ ْﻦ أَﻧ‬ ُ َ‫َﻋﻄ‬
ِ‫ﻓـَﻴـﻐْ ِﺴ ﻞ ﺑِﻪ‬
ُ َ
79). Hadits no. 217
“Haddatsanaa Ya’quub bin Ibrohiim ia berkata, haddatsanaa Ismail bin Ibrohiim ia berkata,
haddatsanii Ruuh ibnul Qoosim ia berkata, haddatsanii ‘Athoo; bin Abi Maimunah dari Anas
bin Malik Rodhiyallahu anhu ia berkata : ‘Nabi senantiasa jika hendak buang hajat, aku
memberinya air untuk digunakan mencucinya”.
HR. Muslim no. 644

Biografi Perowi Hadits

Semua perow inya telah berlalu keterangannya, Kecuali :

1. Nama : Abu Ghiyaats Ruuh ibnul Qoosim


Kelahiran : Wafat 141 H

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 290


Negeri tinggal : Bashroh
Komentar ulama : Tabi’I shoghiir. Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Ma’in, Imam
Abu Hatim, Imam Abu Zur’ah dan Imam Ibnu Hibban.
Imam Nasa’I menilaianya, laisa bihi ba’sun.
Hubungan Rowi : Athoo’ bin Abi Maimunah adalah seorang gurunya dan
tinggal senegeri dengannya sebagaimana ditulis oleh
Imam Al Mizzi.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Hadits ini menunjukkan bahwa diwajibkan seseorang mencuci bekas
kecingnya pada saat ia buang air kencing.
2. Air kencing manusia adalah najis.

‫ ﺑﺎب‬- ‫ م‬56
Bab 56

Penjelasan :

Begitu yang terdapat dalam cetakan kami, Imam Bukhori tidak


memberikan judul apa-apa untuk bab ini, sehingga kami pun menjadikan
bab ini sebagai kelanjutan dari bab sebelumnya.

Berkata Imam Bukhori :


‫س ﻋَ ِﻦ‬ ٍ ‫ﺶ ﻋَ ْﻦ ُﻣ َﺠ ﺎ ِﻫ ٍﺪ ﻋَ ْﻦ ﻃَ ُﺎو‬ َ َ‫ﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﺧﺎزٍِم ﻗ‬ ‫ﺪﺛـَﻨَﺎ ُﻣ َﺤ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
ُ ‫ﺪﺛـَﻨَﺎ ا ﻷَﻋْ َﻤ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ َ َ‫ﻰ ﻗ‬‫ﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ اﻟ ُْﻤﺜـَﻨ‬ ‫ﺪﺛـَﻨَﺎ ُﻣ َﺤ‬ ‫ َﺣ‬- 218
‫ﺎ‬‫ﺎن ﻓِ ﻰ َﻛﺒِﻴ ﺮٍ أَﻣ‬
ِ ‫ﺬﺑ‬ َ‫ وﻣﺎ ﻳـﻌ‬، ِ‫ﺬﺑﺎن‬ َ‫ ُﻬ ﻤﺎ ﻟَﻴُـﻌ‬‫ﺎل » إِﻧـ‬
َ ُ ََ َ َ َ َ‫ ﺑِﻘَﺒْـ َﺮﻳْ ِﻦ ﻓـَﻘ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺮ اﻟﻨ‬ ‫ﺎل َﻣ‬ َ َ‫ﺎس ﻗ‬ ٍ ‫اﺑْ ِﻦ ﻋَﺒ‬
‫ﺼ َﻔ ْﻴ ِﻦ‬ ِ ِ ‫ ِﻤ‬‫ﻣﺎ اﻵ َﺧﺮ ﻓَ َﻜﺎ َن ﻳﻤ ِﺸﻰ ﺑِﺎﻟﻨ‬ َ‫ وأ‬، ‫أَﺣ ُﺪ ﻫﻤﺎ ﻓَ َﻜﺎ َن ﻻَ ﻳﺴﺘﺘِ ﺮ ِﻣﻦ اﻟْﺒـﻮِل‬
ْ ‫ َﻬﺎ ﻧ‬‫ ﻓَ َﺸﻘ‬، ‫ﻢ أَ َﺧ َﺬ َﺟ ﺮِﻳ َﺪ ًة َرﻃَْﺒ ًﺔ‬ ُ‫ ﺛ‬. « ‫ﻴﻤﺔ‬ َ َْ ُ َ ْ َ َ ُ َْ َ َُ َ
. « ‫َﻢ ﻳَـْﻴَﺒ َﺴﺎ‬
ْ ‫ﻒ َﻋﻨْـ ُﻬ َﻤﺎ َﻣ ﺎ ﻟ‬ ُ ‫ﻔ‬‫ﻠ ُﻪ ﻳُ َﺨ‬ ‫ﺎل » ﻟ ََﻌ‬ َ ‫ ﻟِ َﻢ ﻓَـ َﻌ ْﻠ‬، ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
َ َ‫ﺖ َﻫ َﺬا ﻗ‬ ِ ‫ﻞ ﻗَـﺒ ﺮٍ و‬ ‫ ﻓَـﻐَ ﺮَز ﻓِﻰ ُﻛ‬،
َ ‫ ﻗَﺎﻟُﻮا ﻳَﺎ َر ُﺳ‬. ‫اﺣ َﺪ ًة‬ َ ْ َ
« ِ‫ﺎﻫ ًﺪا ِﻣﺜْـﻠَ ُﻪ » ﻳَ ْﺴَﺘﺘِ ُﺮ ِﻣ ْﻦ ﺑَـ ْﻮﻟِﻪ‬
ِ ‫ﺖ ﻣﺠ‬
َ ُ ُ ‫ﺎل َﺳ ِﻤ ْﻌ‬ َ َ‫ﺶ ﻗ‬ ُ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ا ﻷَ ْﻋ َﻤ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﻴﻊ ﻗ‬ِ
ٌ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َوﻛ‬ ‫ﻰ َو َﺣ‬‫ﺎل اﺑْ ُﻦ اﻟ ُْﻤﺜَـ ﻨ‬
َ َ‫ﻗ‬
80). Hadits no. 218
“Haddatsanaa Muhammad ibnul Mutsana ia berkata, haddatsanaa Muhammad bin Khoozim
ia berkata, haddatsanaa Al A’masy dari Mujaahid dari Thoowus dari Ibnu ‘Abbaas

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 291


Rodhiyallahu anhu ia berkata : ‘Nabi melewati 2 kuburan. Nabi bersabda : “kedua orang
ini sedang diadzab, tidaklah mereka diadzab karena sesuatu yang (dianggap) besar, salah
satunya karena tidak memakai penghalang ketika kencing, sedangkan satunya lagi karena
mengadu domba”. Lalu Beliau meminta pelepah korma basah, lalu menyobeknya menjadi
dua potong, masing-masing kuburan diletakan pelepah tadi diatasnya. Para sahabat
Rodhiyallahu anhum bertanya : ‘wahai Rasulullah kenapa engkau melakukan hal ini?. Nabi
menjawab : “semoga keduanya diringankan adzabnya selama pelepah tersebut belum
kering”.
Ibnul Mutsanaa berkata, haddatsanaa Wakii’ ia berkata, haddatsanaa Al A’masy ia berkata,
aku mendengar Mujahid semisal ini “Ia tidak membersihkan air kencingnya”.
HR. Muslim no. 703

Biografi Perowi Hadits

Semua perow inya telah berlalu keterangannya.

Penjelasan Hadits :
Wajibnya menjaga diri dari kencing. Bahkan Bani Isroil sangat berlebihan
dalam masalah ini. Nabi bersabda :
‫ب ﻓِ ﻰ‬
َ ‫ﺬ‬ ‫ﺎﻫ ْﻢ ﻓـَ ُﻌ‬
ِ
ُ ‫َﺻﺎﺑَ ُﻪ اﻟْﺒَـ ْﻮ ُل ﻣ ﻨْـ ُﻬ ْﻢ ﻓـَﻨَـ َﻬ‬ َ ‫ﻴﻞ َﻛﺎﻧُﻮا إِذَا أ‬
َ ‫َﺻﺎﺑَـ ُﻬ ُﻢ اﻟْﺒَـ ْﻮ ُل ﻗَﻄَ ُﻌﻮا َﻣﺎ أ‬
ِ ِ ِ ‫ﺎﺣ‬
َ ‫ﺐ ﺑَﻨ ﻰ إ ْﺳ َﺮاﺋ‬
ِ ‫أَﻟَﻢ ﺗَـﻌﻠَﻤﻮا ﻣﺎ ﻟَﻘِ ﻰ‬
ُ ‫ﺻ‬َ َ َ ُْ ْ
ِ‫ﻗـَﺒﺮِﻩ‬
ْ
“Bukankah kalian mengetahui, tidak seorang Bani Isroil yang mendapati air kencing yang
menenpel pada pakainnya, melainkan mereka akan memotongnya, mereka dilarang (tidak
bersuci) dari kencing, karena akan diadzab dalam kuburnya” (HR. Abu Dawud, dishahihkan
oleh Imam Al Albani).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 292


ِ ‫ َواﻟﻨ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ ﺑﺎب ﺗَـ ْﺮِك اﻟﻨ‬- 57
‫ﻰ‬ ِ‫ﺎس اﻷَ ْﻋَﺮاﺑ‬
. ‫ﺴ ِﺠ ِﺪ‬ ِ ِِ ِ
ْ ‫ﻰ ﻓَـَﺮغَ ﻣ ْﻦ ﺑَـ ْﻮﻟﻪ ﻓﻰ ا ﻟ َْﻤ‬‫َﺣﺘ‬
Bab 57 Nabi dan Para Sahabatnya Membiarkan Arab
Baduwi Sampai Selesai Kencingnya di Masjid

Penjelasan :

Yakni ini adalah kisah yang masyhur, berkaitan dengan orang baduw i
yang tiba-tiba datang di masjid dan langsung kencing di pojok masjid.
Kisahnya dituturkan dengan runtut oleh Imam Abu Dawud dalam sunannya
dari sahabat Abu Huroiroh Rodhiyallahu anhu, kata beliau :
َ َ‫ ﻗ‬- ‫ ﻰ‬‫ﺼﻠ‬
‫ َرْﻛ َﻌ ﺘَـ ْﻴ ِﻦ ُﺛﻢ‬- ‫ﺎل اﺑْ ُﻦ ﻋَ ْﺒ َﺪ َة‬ ِ ِ  ُ ‫ﺎ دَ َﺧﻞ اﻟْﻤﺴ ِﺠ َﺪ ورﺳ‬‫ن أَﻋْ ﺮاﺑِﻴ‬ َ‫أ‬
َ َ‫ﺲ ﻓ‬
ٌ ‫ َﺟﺎﻟ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻮل اﻟﻠﻪ‬ ُ ََ ْ َ َ َ
ِ
َ ‫ﻤ ًﺪا َوﻻَ ﺗَـ ْﺮ َﺣ ْﻢ َﻣ َﻌَﻨﺎ أ‬ ‫ﻢ ْار َﺣ ْﻤﻨ ﻰ َو ُﻣ َﺤ‬ ‫ ُﻬ‬‫ﺎل اﻟﻠ‬
.‫َﺣ ًﺪا‬ َ َ‫ﻗ‬

َ‫َﺳ َﺮع‬ ِِ ِ ِ ِ َ ‫ﺚ أَ ْن ﺑ‬ ِ َ ‫ﺠ ﺮ‬ ‫ » ﻟَﻘَ ْﺪ ﺗَﺤ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﺒِﻰ‬‫ﺎل اﻟﻨ‬
ْ ‫ﺎل ﻓ ﻰ ﻧَﺎﺣﻴﺔ اﻟ َْﻤ ْﺴ ﺠ ﺪ ﻓَﺄ‬ َ ْ ‫َﻢ ﻳَـﻠَْﺒ‬ ْ ‫ ﻟ‬‫ ﺛُﻢ‬.« ‫ت َواﺳ ًﻌﺎ‬ ْ َ  َ َ‫ﻓـَﻘ‬
ِ‫ﺒﻮا َﻋ َﻠﻴﻪ‬‫ﺴ ﺮِﻳﻦ ﺻ‬ ‫ﺴ ﺮِﻳﻦ وﻟَﻢ ﺗُـﺒـﻌﺜُﻮا ﻣﻌ‬ ‫ﻤﺎ ﺑﻌِﺜْﺘﻢ ﻣﻴ‬‫ﺎل » إِﻧ‬ ِ
ْ ُ َ َ ُ َ ْ ْ َ َ َُ ْ ُ ُ َ َ َ‫ َوﻗ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺎس إِﻟ َْﻴﻪ ﻓَـﻨَـ َﻬ ُﺎﻫ ُﻢ اﻟﻨ‬ ُ ‫اﻟﻨ‬
« ‫ﺎل » ذَﻧُﻮﺑًﺎ ِﻣ ْﻦ َﻣ ٍﺎء‬
َ َ‫ أ َْو ﻗ‬.« ‫ﺠ ﻼً ِﻣ ْﻦ َﻣ ٍﺎء‬
ْ ‫َﺳ‬
“Seorang Baduwi masuk masjid, sedangkan pada waktu itu Rasulullah sedang duduk di
masjid, lalu Baduwi tersebut sholat –Ibnu ‘Abdah berkata : ‘baduwi sholat 2 rakaat’- lalu ia
berdoa : ‘Ya Allah rahmati aku dan Muhammad, jangan engkau berikan rahmat seorang pun
selain kami’. Nabi pun berkata : “engkau telah membatasi rahmat Allah yang sangat luas”.
Kemudian tiba-tiba baduwi tadi membuka celananya dan kencing di pojok masjid, orang-orang
pun segera ingin menghardiknya, namun Nabi mencegah mereka, Nabi bersabda :
“sesungguhnya kalian diutus untuk memudahkan, buka diutus untuk mempersulit, siram
kencing tadi dengan secedok air atau Beliau bersabda : “setimba air” (dishahihkan oleh
Imam Al Albani).

Berkata Imam Bukhori :


ٍ ِ‫ﺲ ﺑْ ِﻦ َﻣﺎﻟ‬
‫ ﺻﻠﻰ اﷲ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ن اﻟﻨ‬ َ‫ﻚ أ‬ ِ َ‫ﺎم أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ ِإ ْﺳ َﺤﺎ ُق َﻋ ْﻦ أَﻧ‬ ِ
ٌ ‫ﻤ‬ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﻫ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﻴﻞ ﻗ‬َ ‫ﻮﺳ ﻰ ﺑْ ُﻦ إِ ْﺳ َﻤﺎﻋ‬ َ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُﻣ‬ ‫ َﺣ‬- 219
ِ‫ﺒﻪ َﻋ َﻠﻴﻪ‬‫غ َد َﻋﺎ ﺑِﻤ ٍﺎء ﻓَﺼ‬َ ‫ﺘ ﻰ إِ َذا ﻓَـ َﺮ‬‫ َﺣ‬. « ‫ﺎل » َد ُﻋﻮ ُﻩ‬ َ ‫ﻮل ﻓِ ﻰ اﻟ َْﻤ ْﺴ ِﺠ ِﺪ ﻓَـَﻘ‬
ُ ‫ﻴﺎ ﻳَـُﺒ‬ِ‫ َرأَى أَ ْﻋ َﺮاﺑ‬- ‫ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
ْ َُ َ

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 293


81). Hadits no. 219
“Haddatsanaa Musa bin Ismail ia berkata, haddatsanaa Hammaam, akhbaronaa Ishaaq dari
Anas bin Malik Rodhiyallahu anhu bahwa Nabi melihat seorang arab baduwi yang kencing
di masjid, lalu berkata : “biarkan ia”, hingga ketika telah selesai, Beliau meminta air untuk
disiramkan di kencing tersebut”.

Biografi Perowi Hadits

Semua perow inya telah berlalu keterangannya. Hammaam adala h Ibnu


Yahya sedangkan Ishaaq adalah ibnu Abdillah bin Abi Tholah.

Penjelasan Hadits :
1. Kelembutan Nabi dalam mendakwahi umatnya, terutama mereka yang
sangat awam.
2. Kematangan cara berpikir Beliau dalam menghadapi situasi yang
terjadi secara tiba-tiba, seandainya Beliau membiarkan para sahabatnya
menghardik Baduw i tadi, sehingga akhirnya Baduw i tersebut malah la ri
kemana-mana atau dipukuli beramai-ramai, tentu akan menjadi
preseden buruk bagi dakwah Islam, karena bisa jadi kencingnya
kemana-mana, atau Baduw i tersebut menderita sakit karena menahan
kencing atau citra buruk dari masyarakat, seandainya terjadi keributan
didalam masjid.
3. Najisnya kencing manusia, sehingga perlu dicuci untuk
menghilangkannya.
4. Mungkin ini isyarat lembut dari Imam Bukhori yang menyindir orang-
orang yang kencing, namun tidak membuat penghalang atau tidak
membersihkan air kencingnya, maka ini mirip dengan kelakuan Baduw i
yang tidak berpendidikan.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 294


‫ﺴ ِﺠ ِﺪ‬ ِ ِ ‫ﺻ‬
ْ ‫ﺐ اﻟ َْﻤﺎء َﻋﻠَﻰ اﻟْﺒَـ ْﻮِل ﻓﻰ اﻟ َْﻤ‬َ ‫ ﺑﺎب‬- 58
Bab 58 Menyiramkan Air Untuk
Menghilangkan Kencing di Masjid

Penjelasan :

Yakni cara penanganan adanya air kencing di masjid.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﻪِ ﺑْ ِﻦ ُﻋ ْﺘَﺒ َﺔ ﺑْ ِﻦ‬‫ﻪِ ﺑْ ُﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧِﻰ ُﻋﺒَـ ْﻴ ُﺪ اﻟﻠ‬  ِ‫ﺰ ْﻫﺮ‬ ‫ﺐ َﻋ ِﻦ اﻟ‬
َ َ‫ى ﻗ‬ َ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ أَﺑُﻮ اﻟَْﻴ َﻤﺎ ِن ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 220
ٌ ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ ُﺷ َﻌْﻴ‬
‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺎل ﻟَ ُﻬ ُﻢ اﻟﻨ‬ َ ‫ ﻓَـ َﻘ‬، ‫ﺎس‬ ِِ ِ َ ‫ﻰ ﻓَـَﺒ‬ ِ‫ﺎل ﻗَﺎ َم أَ ْﻋﺮاﺑ‬ ٍ ‫ﻣﺴ ُﻌ‬
َ َ‫ن أَﺑَﺎ ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮَة ﻗ‬ َ‫ﻮد أ‬
ُ ‫ﺎل ﻓﻰ اﻟ َْﻤ ْﺴ ﺠ ﺪ ﻓَـﺘَـَﻨ َﺎوﻟَ ُﻪ اﻟﻨ‬ َ َْ
ِ ٍ ِ ٍ ِ ِِ
َ ِ‫ﺴﺮ‬ ‫ َﻤﺎ ﺑُﻌﺜُْﺘ ْﻢ ُﻣ َﻴ‬‫ ﻓَِﺈﻧ‬، ‫ أ َْو َذﻧُﻮﺑًﺎ ﻣ ْﻦ َﻣﺎء‬، ‫ » َد ُﻋﻮ ُﻩ َو َﻫﺮِﻳ ُﻘﻮا َﻋ َﻠﻰ ﺑَـ ْﻮﻟﻪ َﺳ ْﺠ ﻼً ﻣ ْﻦ َﻣﺎء‬- ‫وﺳﻠﻢ‬
‫ َوﻟَ ْﻢ ﺗُـﺒْـ َﻌﺜُﻮا‬، ‫ﻳﻦ‬
« ‫ﻳﻦ‬َ ِ‫ﺴ ﺮ‬ ‫ُﻣ َﻌ‬
82). Hadits no. 220
“Haddatsanaa Abul Yamani ia berkata, akhbaronaa Syu’aib dari Az-Zuhriy ia berkata,
akhbaronii Ubaidillah bin Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud bahwa Abu Huroiroh
Rodhiyallahu anhu berkata : ‘Baduwi berdiri, lalu kenc ing di Masjid, orang-orang pun akan
menghardiknya, namun Nabi berkata kepada mereka : “biarkan ia, siramilah bekas kencing
dengan seciduk atau setimba air, sesungguhnya kalian hanya diutus untuk mempermudah
bukan diutus untuk mempersulit”.

Biografi Perowi Hadits

Semua perow inya telah berlalu keterangannya.

Berkata Imam Bukhori :


ٍ ِ‫ﺖ أَﻧَﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟ‬
- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﻚ ﻋَ ِﻦ اﻟﻨ‬ ٍ ِ‫ﺎل أَ ْﺧﺒـ ﺮﻧَﺎ ﻳ ﺤﻴ ﻰ ﺑﻦ ﺳﻌ‬
ِ َ َ‫ﻴﺪ ﻗ‬ ِ
َ َ ْ َ ُ ‫ﺎل َﺳﻤ ْﻌ‬ َ ُ ْ َ ْ َ َ َ َ َ‫ﻪ ﻗ‬‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ ﻋَ ْﺒ ُﺪ اﻟﻠ‬
َ َ‫ﺪﺛـَﻨَﺎ ﻋَْﺒ َﺪا ُن ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 221
- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠ ﻢ‬
83). Hadits no. 221
“Haddatsanaa ‘Abdaan ia berkata, akhbaronaa Abdullah, ia berkata akhbaronaa Yahya bin
Said ia berkata, aku mendendar Anas bin Malik dari Nabi ”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 295


Biografi Perowi Hadits

Semua perow inya telah berlalu keterangannya. Abdaan adalah laqob untuk
Abu Abdir Rokhman Abdullah bin Utsman bin Jabalah. Abdullah disini adala h
Ibnul Mubarok dan Yahya bin Sa’id Al Anshori.

‫ﺎء َﻋﻠَﻰ ا ﻟْﺒَـ ْﻮِل‬ ُ ‫ ﺑﺎب ﻳـُ َﻬ ِﺮ‬- ‫ م‬58


َ ‫ﻳﻖ اﻟ َْﻤ‬
Bab Mengalirkan Air Untuk Bekas Kencing

Penjelasan :

Yakni bab ini masih dikaitkan dengan bab sebelumnya, jadi masih
dianggap satu bab.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﻰ‬ِ‫ﺎء أَ ْﻋ َﺮاﺑ‬ ٍ ِ‫ﺖ أَﻧَﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟ‬ ٍ ِ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ﺳَﻠﻴ ﻤﺎ ُن َﻋﻦ ﻳ ﺤﻴ ﻰ ﺑ ِﻦ ﺳﻌ‬ ‫ﺎل ﺣ‬
ِ َ َ‫ﻴﺪ ﻗ‬ ِ
َ ‫ﺎل َﺟ‬ َ َ‫ﻚ ﻗ‬ َ َ ْ َ ُ ‫ﺎل َﺳﻤ ْﻌ‬ َ ْ َْ َ ْ َْ ُ َ َ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﺧﺎﻟ ٌﺪ ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- ‫ م‬221
‫َﻣ َﺮ‬ َ َ‫ﻤﺎ ﻗ‬ َ‫ ﻓـَ ﻠ‬، - ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ ﻓـَﻨَـ َﻬ ُﺎﻫ ُﻢ اﻟﻨ‬، ‫ﺎس‬ ِِ ِِ ِ
َ ‫ﻀ ﻰ ﺑَـ ْﻮﻟ َُﻪ أ‬ ُ ‫ ﻓـَ َﺰ َﺟ َﺮُﻩ اﻟﻨ‬، ‫ﻓـََﺒﺎ َل ﻓ ﻰ ﻃَﺎﺋ َﻔﺔ اﻟ َْﻤ ْﺴﺠ ﺪ‬
ِ‫ ﻓَﺄُﻫﺮِﻳ َﻖ َﻋﻠَﻴ ﻪ‬، ‫ﻮب ِﻣﻦ ﻣ ٍﺎء‬ ِ ِ
ْ ْ َ ْ ٍ ُ‫ ﺑ َﺬﻧ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ‫ﻨﺒ‬‫اﻟ‬
83). Hadits no. 221
“Haddatsanaa Khoolid ia berkata, haddatsanaa Sulaiman dari Yahya bin Sa’id ia berkata, aku
mendengar Anas bin Malik berkata : ‘datang seorang arab Baduiw lalu ke ncing dipojok
masjid, maka orang-orang pun akan menghardikanya, namun Nabi melarangnya, ke tika
sudah selesai ke ncing, Nabi memerintahkan untuk mengambil satu timba air, lalu
disiramkan diatas kecingnya”.

Biografi Perowi Hadits

Semua perow inya telah berlalu keterangannya. Khoolid yaitu bin Makhlad
dan Sulaiman yaitu ibnu Bilaal. Imam Bukhori meriwayatkan dari Anas dari
Yahya bin sa’id dari dua jalan yakni dari Abdullah bin Mubarok dengan dari
Sulaiman bin Bilaal.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 296


Penjelasan Hadits :
1. Cara membersihkan air kencing di masjid adalah cukup disiramkan air
diatasnya, ini apabila lantai masjid dari tanah, karena dengan
disiramkannya air akan lebih cepat membuatnya meresap kedalam
tanah. Adapun masjid zaman sekarang yang umumnya lantainya
menggunakan ubin, maka ia dipel sampai tidak terdapat lagi bekas
kencingnya.
2. Syariat Islam sebenarnya diturunkan untuk memudahkan manusia,
sehingga pembawa benderanya harus bersikap demikian, tidak
mempersulit urusan yang dimudahkan oleh Allah .

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 297


ِ ‫ﺼﺒْـَﻴ‬
‫ﺎن‬  ‫ ﺑﺎب ﺑَـ ْﻮِل اﻟ‬- 59
Bab 59 Kencingnya Bayi

Penjelasan :

Yakni hukum terkait dengan kencingnya bayi laki-laki. Berkaitan


dengan masalah hukum air kencing bayi laki-laki dan perempuan ada 3
pandangan dari para ulama. Imam Shon’aniy dalam “Subulus Salam”
berkata :
‫ﺎﺳﺎ ﻟِﺒَـ ْﻮﻟِِﻬ َﻤﺎ َﻋ ﻠَﻰ‬ ِِ ِ ‫ﻪ ﻳ ِﺠﺐ ﻏَﺴﻠُﻬﻤﺎ َﻛ‬‫ أَﻧ‬: ِ‫ﺔ‬‫ وا ﻟْﻤﺎﻟِﻜِﻴ‬، ِ‫ﺔ‬‫ وا ﻟْﺤﻨﻔِﻴ‬، ِ‫ﺔ‬‫ ﻟِﻠْﻬﺎدوِﻳ‬: ‫وﻟِﻠْﻌَﻠﻤﺎءِ ﻓِ ﻲ َذ ﻟِﻚ ﺛَ َﻼ ﺛَُﺔ ﻣ َﺬ ِاﻫﺐ‬
َ ‫ﺴﺎﺋ ﺮِ اﻟﻨ‬
ً َ‫ﺠﺎ َﺳﺎت ﻗﻴ‬ َ َُ ْ ُ َ ُ َ َ ََ َ َ َ َ َ َ َُ َ
.‫ﺺ‬  ‫ﺎس َﻋﻠَﻰ اﻟﻨ‬ ِ َ‫ﻳﻢ ﻟِﻠْﻘِﻴ‬ ِ
ٌ ‫ َوُﻫ َﻮ ﺗَـْﻘ ﺪ‬، ‫ﻳﺚ‬ َ ِ‫َﺣﺎد‬ َ ‫وﻟُﻮا ْاﻷ‬َ‫ َوﺗَﺄ‬، ‫ﺎﺳﺎت‬
ِ ‫ﺠ‬‫ﺳﺎﺋِﺮِ اﻟﻨ‬
َ َ َ
‫ َﻋَﻤ ًﻼ‬، ‫ﺎت‬ِ ‫ﺠﺎﺳ‬‫ﻀ ﺢ ﻓِ ﻲ ﺑـﻮ ِل ا ﻟْﻐ َﻼمِ َﻻ ا ﻟْﺠﺎ رِﻳﺔِ ﻓَ َﻜﻐﻴﺮِﻫﺎ ِﻣﻦ اﻟﻨ‬ ِ ِِ ِ ِِ ِ ِ
َ َ ْ َ َْ َ َ ُ َْ ُ ْ ‫ﻪ ﻳَﻜْﻔ ﻲ اﻟﻨ‬ُ ‫ أَﻧ‬: ‫ﺢ ْاﻷ َْو ُﺟﻪ ﻋ ْﻨ َﺪ ُﻫ ْﻢ‬  ‫َﺻ‬
َ ‫ َوُﻫ َﻮ أ‬، ‫ﺔ‬‫ﺎﻓﻌﻴ‬‫ﺎﻧ ﻲ َو ْﺟ ٌﻪ ﻟﻠ ﺸ‬‫اﻟﺜ‬
. ‫ َوﻏَْﻴﺮِِﻫ ْﻢ‬، ‫ َوإِ ْﺳ َﺤﺎ َق‬، ‫َﺣ َﻤ َﺪ‬ ٍ
ْ ‫ َوأ‬، ‫ﺴ ِﻦ‬  ‫ﻲ " َﻋﻠَْﻴﻪِ اﻟ‬ ِ‫ َوُﻫ َﻮ ﻗَـ ْﻮ ُل " َﻋﻠ‬، ‫ـْﻔﺮِﻗَﺔِ ﺑَـﻴْـﻨَـ ُﻬ َﻤﺎ‬‫ﻳﺚ ا ﻟ َْﻮا رَِدةِ ﺑِﺎﻟﺘ‬
َ ‫ َواﻟْ َﺤ‬، ‫ َو َﻋﻄَﺎء‬، ‫ﺴ َﻼ ُم‬
ِ ِ‫ﺑِ ْﺎﻷَﺣﺎد‬
َ
. ‫ﻲ‬ ِ‫ َوُﻫَﻮ َﻛ َﻼ ُم ْاﻷ َْو َزاﻋ‬، ‫ﺢ ﻓِﻴ ِﻬَﻤﺎ‬ ُ‫ﻀ‬ ْ ‫ﻳَﻜْﻔِ ﻲ اﻟﻨ‬

“Y ang pertama pendapatnya Al Hadaw iyyah, Al Hanafiyyah dan Al Malikiyyah, mereka


berpendapat w ajib mencuci kencingnya bayi laki-laki dan perempuan, sama seperti
najis lainnya, dikiaskan kepada kencin g pada umumnya, mereka memalingkan hadits,
lebih mengedepankan qiyas disbanding nash.
Y ang kedua, salah satu pendapat Syafi’iyyah dan in i yang rajih menurut mereka yakni,
cukup diperciki air untuk kencing bayi laki-laki tidak untuk bayi perempuan, ia
disamakan seperti najis lainnya, mereka beramal dengan hadits-hadist yang datang
berkaitan dengan pembedaan diantara keduanya, ini juga pendapatnya sahabat Ali
Rodhiyallahu anhu, ‘Athoo, Al Hasan, Ahmad, Ishaaq dan selainnya.
Y ang ketiga adalah semuanya diperciki baik bayi laki-laki maupun perempuan, ini
adalah pendapatnya Al Auzaa’iy”.
Barangkali yang rajih adalah pendapat Syafi’iyyah dan Hanabilah yang
membedakan antara kencing bayi laki-laki yang cukup hanya diperciki saja
dan kencingnya bayi perempuan, diikutkan kepada hukum najis sama
seperti lainnya, wajih dicuci sampai hilang bekasnya. Dalil mereka
berdasarkan riwayat-riw ayat yang shahihah yang membedakan perlakuan
terhadapnya, diantara dalilnya :
1. Hadits Abu Samh bahw a ia berkata, Rasulullah bersabda :
‫ش ِﻣ ْﻦ ﺑَـ ْﻮِل اﻟْﻐَُﻼ ِم‬
 ‫ َوﻳُـ َﺮ‬، ِ‫ْﺠﺎرِﻳَﺔ‬ ِ
َ ‫ﻳُـﻐْ َﺴ ُﻞ ﻣ ْﻦ ﺑَـ ْﻮ ِل اﻟ‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 298


“dicuci kenc ingnya bayi perempuan dan diperciki kencingnya bayi laki-laki” (HR. Abu
Dawud, dan Nasa’I, disahihkan oleh Imam Al Hakim dan Imam Al Albani).
2. Hadits Ummu Qois binti Mihshoon yang nanti akan dibawakan oleh Imam
Bukhori dalam bab ini.
3. Hadits Ali bin Abi Tholib Rodhiyallahu anhu, kata beliau :
ِ ‫ﺮ‬ ‫ﺎل ﻓِﻰ ﺑـﻮ ِل اﻟْﻐُﻼَِم اﻟ‬
‫ﺿﻴ ِﻊ » ﻳُـﻨْﻀَ ُﺢ ﺑَـ ْﻮ ُل ا ﻟْﻐُﻼَِم َوﻳـُﻐْ َﺴ ُﻞ ﺑَـ ْﻮ ُل‬ ِ َ ‫ن ر ﺳ‬ َ‫أ‬
ْ َ َ َ‫ ﻗ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َُ
ً ‫َﻢ ﻳَﻄْ َﻌ َﻤﺎ ﻓَِﺈ ذَا ﻃَﻌِ َﻤﺎ ﻏُ ِﺴﻼَ َﺟ ِﻤ‬
‫ﻴﻌﺎ‬ َ َ‫ ﻗ‬.« ِ‫ْﺠﺎرِﻳَﺔ‬
ْ ‫ﺎل ﻗـََﺘﺎ دَُة َو َﻫ َﺬا َﻣﺎ ﻟ‬ َ ‫اﻟ‬
“Rasullah bersabda tentang air kencing bayi laki-laki yang masih menyusui : “Diperciki
kencingnya bayi laki-laki dan dicuci kencingnya bayi perempuan”.
Qotadah berkata : ‘hal ini selama bayi laki-laki belum makan, jika sudah makan maka
keduanya juga dicuci’” (HR. Tirmidzi, dishahihkan oleh Imam Tirmidzi dan Imam Al
Albani).
4. Hadits Aisyah Rodhiyallahu anha, bahwa ia berkata :
‫ﺎء‬ ِ َ ‫ ﻓـَﺒ‬، ‫ ُﻜﻪ‬‫ ﺑِﺼ ﺒِ ﻰ ﻳﺤﻨ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﺒِ ﻰ‬‫أُﺗِﻰ اﻟﻨ‬
َ ‫ ﻓَﺄَﺗْـﺒَـ َﻌ ُﻪ اﻟ َْﻤ‬، ‫ﺎل َﻋﻠَ ْﻴﻪ‬َ ُ َُ  َ  َ
“Nabi didatangkan bayi laki-laki untuk ditahnik, lalu ia kencing, Nabi mengalirkan
air padanya” (HR. Bukhori).
5. Hadits Ummu Kurzin Rodhiyallahu anha, bahwa ia berkata :
‫َﺖ ﻋَﻠَ ْﻴ ﻪِ ﻓَﺄ ََﻣ َﺮ ﺑِﻪِ ﻓـَﻐُ ِﺴ َﻞ‬
ْ ‫ َوأُﺗِ َﻲ ﺑِ َﺠﺎرِﻳَﺔٍ ﻓـََﺒﺎ ﻟ‬، ‫ﻀ َﺢ‬
ِ ُ‫ﺎل ﻋَﻠَ ﻴﻪِ ﻓَﺄَﻣ ﺮ ﺑِﻪِ ﻓـَﻨ‬ ِ ِ ِ
َ ‫ﻲ‬ ِ‫ﺒ‬‫أُﺗ َﻲ اﻟﻨ‬
َ َ ْ َ ‫ َﻢ ﺑﻐُ َﻼٍم ﻓـََﺒ‬‫ ﻰ اﷲُ ﻋَﻠَ ْﻴﻪ َو َﺳﻠ‬‫ﺻﻠ‬
“Nabi didatangkan seorang bayi laki-laki, lalu mengencingi Beliau, maka beliau
memerintahkan memericikinya. Lalu datang bayi perempuan, lalu mengencingiya, maka
beliau memerintahkan mencuc inya” (HR. Ahmad, dikatakan Syaikh Syu’aib Arnauth :
‘shahih lighoirihi’).
6. Hadits Ummu Kurzin secara marfu bahwa Nabi berkata :
‫ْﺠﺎرِﻳَﺔِ ﻳُـﻐْ َﺴ ُﻞ‬
َ ‫ﺑَـ ْﻮ ُل اﻟْﻐُﻼَِم ﻳُـ ﻨْﻀَ ُﺢ َوﺑـَ ْﻮ ُل اﻟ‬
“Kencing bayi laki-laki diperc iki, sedangkan kencing bayi perempuan dicuci” (HR. Ibnu
Majah, dishahihkan oleh Imam Al Albani).

Berkata Imam Bukhori :


ِِ ِ ِِ ِ ٌ ِ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ َﻣﺎﻟ‬ ِ
َ ‫م اﻟ ُْﻤ ْﺆﻣﻨ‬ ُ‫ﻚ َﻋ ْﻦ ﻫ َﺸ ِﺎم ﺑْ ِﻦ ُﻋ ْﺮَوَة َﻋ ْﻦ أَﺑﻴﻪ َﻋ ْﻦ َﻋﺎﺋ َﺸ َﺔ أ‬
‫ َﻬﺎ‬‫ﻴﻦ أَﻧـ‬ َ َ‫ﻒ ﻗ‬ ُ ‫ﻪ ﺑْ ُﻦ ُﻳ‬‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠ‬ ‫ َﺣ‬- 222
َ ‫ﻮﺳ‬
‫ﺎ ُﻩ‬‫ ﻓَ َﺪ َﻋﺎ ﺑَِﻤ ٍﺎء ﻓَﺄَﺗْـﺒَـ َﻌ ُﻪ إِﻳ‬، ِ‫ﺎل َﻋ َﻠ ﻰ ﺛَـ ْﻮﺑِﻪ‬ َ ِ‫ ﺑ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
َ ‫ ﻓَـَﺒ‬، ‫ﻰ‬ ِ‫ﺼ ﺒ‬ ُ ‫َﺖ أُﺗِ َﻰ َر ُﺳ‬
ْ ‫ﻗَﺎﻟ‬
84). Hadits no. 222

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 299


“Haddatsanaa Abdullah bin Yusuf ia berkata, akhbaronaa Malik dari Hisyaam bin Urwah
dari Bapaknya dari Aisyah Rodhiyallahu anhu Ummul Mukminin bahwa ia berkata :
‘didatangkan bayi laki-laki, lalu mengencingi baju Beliau , kemudian Beliau meminta air,
lalu mengalirkan air padanya”.

Biografi Perowi Hadits

Semua perow inya telah berlalu keterangannya.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﻪِ ﺑِْﻦ ُﻋ ْﺘَﺒ َﺔ َﻋ ْﻦ‬‫ﻪِ ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬‫ﺎب َﻋ ْﻦ ُﻋﺒَـ ْﻴ ِﺪ اﻟ ﻠ‬
ٍ ‫ﻚ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ِﺷ َﻬ‬ ٌ ِ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ َﻣﺎﻟ‬
َ َ‫ﻒ ﻗ‬
َ ‫ﻮﺳ‬ ِ
ُ ُ‫ﻪ ﺑْ ُﻦ ﻳ‬‫ﺪﺛـََﻨﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠ‬ ‫ َﺣ‬- 223
، - ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ِ ‫ﺎم إِﻟَﻰ رﺳ‬
ُ َ َ ‫ َﻌ‬‫َﻢ ﻳَﺄْﻛُ ِﻞ اﻟﻄ‬ ْ ‫ ﻟ‬، ٍ‫ﺻﻐﻴ ﺮ‬
ِ ‫ﺖ ﺑِﺎﺑ ٍﻦ ﻟَﻬﺎ‬
َ َ ْ ْ َ‫ َﻬﺎ أَﺗ‬‫ﺼﻦٍ أَﻧـ‬ َ ‫ﺖ ﻣ ْﺤ‬
ِ ِ ‫ﺲ ﺑِْﻨ‬ ٍ ‫ ﻗـَ ْﻴ‬‫أُم‬
‫َﻢ ﻳَـﻐْ ِﺴﻠْ ُﻪ‬ ٍ ِ ِِ َ ‫ ﻓـََﺒ‬، ِ‫ ﻓِﻰ ِﺣ ْﺠﺮِﻩ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ْ ‫ ﻓَ َﺪﻋَﺎ ﺑ َﻤﺎء ﻓـَﻨَﻀَ َﺤ ُﻪ َوﻟ‬، ‫ﺎل ﻋَ ﻠَﻰ ﺛـَ ْﻮﺑﻪ‬ ُ ‫َﺟﻠَ َﺴ ُﻪ َر ُﺳ‬ْ ‫ﻓَﺄ‬
85). Hadits no. 223
“Haddatsanaa Abdullah bin Yusuf ia berkata, akhbaronaa Malik dari Ibnu Syihaab dari
‘Ubaidillah bin Abdullah bin ‘Utbah dari Ummu Qois binti Mihshon bahwa ia datang
bersama dengan bayi laki-lakinya yang belum makan makanan menemui Rasulullah , lalu
Rasulullah mendudukkan bayi tersebut di pangkuannya. Kemudian bayi tersebut
mengencingi baju Nabi , maka Beliau meminta air, kemudian memercikinya tidak
mencucinya”.
HR. Muslim no. 691

Biografi Perowi Hadits

Semua perow inya telah berlalu keterangannya, kecuali :

1. Nama : Ummu Qois Aminah binti Mihshon Rodhiyallahu anha


Kelahiran : -
Negeri tinggal : Madinah
Komentar ulama : Shahabiyyah.
Hubungan Rowi : Termasuk wanita yang berhijrah.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 300


Penjelasan Hadits :
1. Dalam hadits Ummul Mukminin Aisyah Rodhiyallahu anha diatas,
disebutkan bayi laki-laki secara mutlak, sedangkan pada hadits Ummu
Qois Rodhiyallahu anhu terdapat tambahan bayi yang belum makan
makanan, sehingga dalam masalah air kencing bayi laki-laki terdapat
dalil yang menyebutkannya secara mutlak tanpa ada pembatasan,
selama masih dikatakan bayi, maka diberlakukan hukum cukup
memerciciki air kencingnya saja dan ada yang membatasi selama belum
makan makanan. Bahkan dalam hadits Ali bin Abi Tholib Rodhiyallahu
anhu diatas, ada perkataan dari row i haditsnya yakni Qotadah yang
secara tegas menyatakan bahwa hukum tersebut berlaku bagi bayi yang
belum makan makanan. Sehingga apakah kemutlakan penyebutan bayi
laki-laki ditaqyid (dibatasi) dengan belum makan makanan? Ataukah
tetap berlaku kemutlakannya, dalam artian selama masih disebut bayi
laki-laki maka hukumnya masih berlaku, sekalipun ia telah diberikan
makanan tambahan selain air susu ibu? Jawabannya akan diberikan oleh
Imam Mubarokfuriy dalam kitabnya “Tuhfatul Ahwadziy” :
‫ﻲ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﻴﺪ ا ﻟِﻠَْﻔ ِﻆ اﻟ ﺼ‬ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ
ً ِ‫ﺮﺿﻴ ِﻊ َﻫ َﺬ ا ﺗـَ ْﻘﻴِﻴ ٌﺪ ﻟﻠَْﻔﻆ ا ﻟْﻐُ َﻼِم ﺑِ َﻜ ْﻮﻧﻪ َرﺿ ًﻴﻌﺎ َوَﻫ َﻜ َﺬ ا ﻳَ ُﻜﻮنُ ﺗـَ ْﻘﻴ‬‫ ﻗـَ ْﻮﻟُُﻪ ﺑَـ ْﻮ ُل ا ﻟْﻐُ َﻼِم اﻟ‬: ‫ﻴْ ِﻞ‬‫ ﻓﻲ اﻟﻨـ‬‫ﻮَﻛﺎﻧﻲ‬ْ ‫ﺎل اﻟ ﺸ‬ َ َ‫ﻗ‬
‫ﺴ ُﻞ ﺑَـ ْﻮ ُل‬ َ َ‫ُﻪ ﻋَﻨْ ُﻪ َﻣ ْﻮﻗُﻮﻓًﺎ ﻗ‬‫ﺿ َﻲ اﻟﻠ‬ ِ ‫ وروى أَﺑﻮ د اود ﻋﻦ ﻋﻠِ ﻲ ر‬، ‫ﻳﺚ اِﻧْـﺘـﻬ ﻰ‬ ِ ِ‫ﺔِ ْاﻷَﺣﺎد‬‫ﺬَﻛﺮِ ا ﻟْﻮا رِدةِ ﻓِ ﻲ ﺑﻘِﻴ‬ ‫ﻐِﻴﺮِ واﻟ‬‫واﻟﺼ‬
َ ْ‫ﺎل ﻳُـﻐ‬ َ  َ ْ َ َ ُ َ ُ ََ َ َ َ َ َ َ َ َ َ
‫ﺎء َﻋﻠَﻰ‬ ِ ْ َ‫ﻣﻪِ ﻗَﺎ ﻟ‬ُ‫ْﻐ َﻼِم ﻣﺎ ﻟَﻢ ﻳﻄْﻌ ﻢ وروِي ِﻣﻦ ﻃَﺮِ ِﻳﻖ ا ﻟْﺤ ﺴ ِﻦ َﻋﻦ أ‬ َ ‫ْﺠﺎ رِﻳَﺔِ َوﻳُـ ْﻨ‬
َ ‫ﺐ ا ﻟ َْﻤ‬‫ﺼ‬ ُ َ‫م َﺳﻠََﻤ َﺔ ﺗ‬ُ‫ت أ‬ ْ ‫ﺼ َﺮ‬َ ‫ﻬﺎ أ َْﺑ‬
َ ‫ﺖ إ ﻧـ‬ ْ َ َ ْ َ ُ َ ْ َ َ ْ َ ُ ‫ﺢ ﺑَـ ْﻮ ُل ا ﻟ‬ ُ‫ﻀ‬ َ ‫اﻟ‬
ِ ‫ﻴﺺ ﺳﻨ ﺪﻩ‬ ِ ِ ُ ِ‫ﺎل ا ﻟْﺤﺎﻓ‬ ِ ‫ﺖ ﺗـﻐْ ِﺴ ﻞ ﺑـﻮ َل ا ﻟ‬ ِ ِ ِ ِ
ُ‫ﻴﺢ َوَرَواﻩ‬ٌ ‫ﺻﺤ‬ َ ُ ُ ََ ِ ‫ﻠْﺨ‬‫ﻆ ﻓ ﻲ ا ﻟﺘـ‬ َ َ َ‫ ﻗ‬، ‫ْﺠﺎ رِﻳَﺔ‬ َ َْ ُ َ ْ َ‫ﺴﻠَﺘْ ُﻪ َوَﻛﺎ ﻧ‬ َ َ‫ﺑَـ ْﻮل ا ﻟْﻐُ َﻼم َﻣﺎ ﻟَ ْﻢ ﻳَﻄ َْﻌ ْﻢ ﻓَﺈذَ ا ﻃَﻌ َﻢ ﻏ‬
‫ب دَ َﺧﻠْﺖ ﺑِﺎﺑْ ٍﻦ ﻟِﻲ ﻋَﻠَﻰ‬ ِ ‫ﺲ ا ﻟْﻤ ْﺬُﻛﻮرِ ﻓِ ﻲ ا ﻟْﺒﺎ‬ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ
َ َ ٍ ْ‫ ﻗـَﻴ‬‫ َوﻓ ﻲ َﺣ ﺪ ﻳﺚ أُم‬. ‫ﺤ َﺤ ُﻪ ا ﻧْـﺘَـ َﻬ ﻰ‬ ‫ﺻ‬ َ ‫آﺧ َﺮ ﻋَﻨْـ َﻬﺎ َﻣ ْﻮﻗُﻮﻓًﺎ أَﻳْﻀًﺎ َو‬ َ ‫ﻲ ﻣ ْﻦ َو ْﺟﻪ‬ ‫ا ﻟْﺒَـﻴـْ َﻬﻘ‬
ِ ‫ﺬِي ﻳـﺮﺗ‬‫ﺒﻦ ا ﻟ‬‫ﻌ ِﺎم ﻣﺎ ﻋ ﺪ ا اﻟ ﻠ‬‫ﻆ ﻓِ ﻲ ا ﻟْ َﻔﺘ ِﺢ ا ﻟْﻤﺮاد ﺑِﺎﻟﻄ‬ ُ ِ‫ْﺤ ﺎﻓ‬ ِ ِ
‫ْﻤ َﺮ‬‫ﻀ ُﻌ ُﻪ َواﻟﺘ‬ َ َْ ََ َ َ َ َ ُ َُ ْ َ ‫ﺎل ا ﻟ‬
َ َ‫ ﻗ‬، ‫ﺎم‬ َ ‫َﻌ‬‫ َﻢ ﻟَ ْﻢ ﻳَﺄْ ُﻛ ْﻞ اﻟﻄ‬‫ ُﻪ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳ ﻠ‬‫ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺻﻠ‬ َ ‫ﻲ‬ ‫ﺒ‬‫اﻟﻨ‬
‫ﺒَِﻦ ﻋَﻠَﻰ ِاﻻ ْﺳﺘِْﻘ َﻼ ِل‬‫ﺼ ْﻞ ﻟَُﻪ ِاﻻﻏْﺘِﺬَ ُاء ﺑِﻐَﻴْﺮِ ا ﻟﻠ‬ ِ ِ ‫ﺬِي ﻳـﻠ‬‫ﻚ ﺑِﻪِ وا ﻟْﻌ ﺴ ﻞ ا ﻟ‬‫ﺬِي ﻳ ﺤﻨ‬‫ا ﻟ‬
ُ ‫ﻪ ﻟَ ْﻢ ﻳَ ْﺤ‬ُ ‫ ﻓَ َﻜﺎنَ ا ﻟُْﻤ َﺮادُ أَﻧ‬. ‫ْﻌﻘُ ُﻪ ﻟﻠ ُْﻤ َﺪ َاواة َوﻏَﻴْﺮَِﻫﺎ‬ ََ َ َ َ َ ُ َُ
ِ ‫ﺮو ﺿﺔِ ﺗـﺒـﻌﺎ ِﻷ‬ ‫ب وأَﻃْﻠَﻖ ﻓِ ﻲ اﻟ‬ ِ ِ ‫ﻫ َﺬا ﻣ ْﻘﺘ ﻀﻰ َﻛ َﻼِم اﻟﻨـ‬
‫ب ﻏَﻴْـَﺮ‬ ْ ‫ﻪ ﻟَ ْﻢ ﻳَﻄ َْﻌ ْﻢ َوﻟَ ْﻢ ﻳَ ْﺸَﺮ‬ُ ‫َﺻﻠ َﻬﺎ أَﻧ‬ ْ ًََ َ ْ َ َ ِ ‫ﺬ‬ ‫ي ﻓ ﻲ ﺷَ ْﺮ ِح ُﻣ ْﺴﻠ ٍﻢ َوﺷَ ْﺮ ِح ا ﻟُْﻤ َﻬ‬ ِ‫ﻮو‬ َ ََُ َ
‫ َوَﻣﺎ أَ ْﺷﺒَـ َﻬُﻪ‬، ِ‫ﻚ ﺑِﻪ‬ ِ ِ ِ َ َ‫ وﻗ‬، ‫ﺒ ِﻦ‬‫اﻟﻠ‬
ُ ‫ﺒَ ِﻦ َوﻏَﻴْـ َﺮ َﻣﺎ ﻳُ َﺤﻨ‬‫ﻪ ﻟَ ْﻢ ﻳَﺄْ ُﻛ ْﻞ ﻏَﻴْـ َﺮ اﻟﻠ‬ُ ‫ ا ﻟ ُْﻤ َﺮادُ أَﻧ‬: ‫ﻨْﺒِﻴﻪ‬‫ﺎل ﻓ ﻲ ﻧُ َﻜﺖ ا ﻟﺘـ‬ َ َ
“Syaukaniy berkata dalam “An-Nail” : ‘ucapannya bayi laki-laki yang menyusui’, ini
adalah taqyid (pembatasan) bahw a bayi tersebut adalah yang masih menyusui,
sehingga ini juga pembatasan untuk lafadz Shobiy kecil dan anak laki-laki
sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits lainnya’.
Abu Daw ud meriw ayatkan dari Ali Rodhiyallahu anhu secara mauquf, beliau berkata
: ‘dicuci bayi perempuan dan diperciki bayi laki-laki selama belum makan makanan’.
Diriw ayatkan dari jalan Al Hasan dari Ibunya ia berkata : ‘aku melihat Ummu salam
menyiramkan air diatas kencingnya bayi laki-laki selama ia belum makan makanan,

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 301


jika ia sudah makan makanan, beliau mencucinya dan beliau juga mencuci air
kencingnya bayi perempuan’.
Al Hafid z berkata dalam “At-Talkhiish dengan sanad yang shahih dan Baihaqiy juga
meriw ayatkan dari jalan lain secara mauquf dan juga dishahih kannya. Dalam hadits
Ummu Qois yang telah disebutkan pada bab ketika beliau masuk bersama anak
laki-lakinya yang belum makan makanan menemui Nabi . Al Hafidz berkata dalam
“Al Fath” : ‘yang dimaksud dengan makanan adalah selain air susu ibu yang mana
bayi tersebut menyusu kepadanya, lalu kurma yang biasanya ditahnikkan kepada
bayi yang baru lahir dan juga madu yang dilepet-lepeti (bs. Jaw a) di mulut bayi,
sebagai bentuk kasih sayang kepadanya dan semisalnya. Maka yang dikehendaki
adalah bahw a bayi tersebut tidak mendapatkan kekenyangan selain air susu ib u
ketika makan makanan tersebut. Ini adalah konsekuensi dari ucapan Naw aw i dalam
syarah Muslim dan syarah Muhadzab dan pemutlakan beliau bahwa bayi tersebut
masih menyusu adalah mengikuti hukum asalnya, yakni bahw a ia tidak makan dan
minum selain ASI. Naw awi berkata dalam “Nukat Tanbiih” : ‘yang diinginkan bayi
tersebut belum makan selain ASI dan makanan tahnik dan yang semisalnya’”.
Jadi kesimpulannya, ya ng me nda patka n keringa nan adalah bayi
laki-laki yang belum mendapatkan maka nan ta mba han selain
ASI. Jika suda h diberika n maka nan ta mbahan, maka
diberlak ukan huk umnya sa ma seperti bayi perempua n, yakni
harus dicuci bekas kencingnya.
2. Hikmah dari pembedaan antara bayi laki-laki dan perempuan dalam
masalah kencingnya adalah karena Rasulullah membedakannya, tidak
dinukil dari Nabi secara jelas alasan pembedaannya, kecuali kewajiban
bagi kita menerima apa-apa yang Rasulullah telah tetapkan bahwa hal
tersebut memang dibedakan.
3. Namun tidak sedikit ulama yang mencoba memberikan hikmah dari
perbedaan tersebut, yang paling baik dalam menjelaskan adala h
Syaikhul Islam Ibnul Qoyyim dalam kitabnya “Tuhfatul Maudud”, kata
beliau :
‫أﺣﺪﻫﺎ أن ﺑﻮل اﻟﻐﻼم ﻳﺘﻄﺎﻳﺮ وﻳﻨﺸﺮ ﻫﺎﻫﻨﺎ وﻫﺎﻫﻨﺎ ﻓﻴﺸﻖ ﻏﺴﻠﻪ وﺑﻮل اﻟﺠﺎرﻳﺔ ﻳﻘﻊ ﻓﻲ ﻣﻮﺿﻊ واﺣﺪ ﻓﻼ ﻳ ﺸﻖ ﻏﺴﻠﻪ اﻟﺜﺎﻧﻲ‬
‫أن ﺑﻮل اﻟﺠﺎ رﻳﺔ أﻧﺘﻦ ﻣﻦ ﺑﻮل اﻟﻐﻼم ﻷن ﺣﺮارة اﻟﺬﻛﺮ أﻗﻮى وﻫﻲ ﺗﺆﺛﺮ ﻓﻲ إﻧﻀﺎج اﻟﺒﻮل وﺗﺨﻔﻴﻒ راﺋﺤﺘﻪ اﻟﺜﺎﻟﺚ أن ﺣﻤﻞ‬
‫اﻟﻐﻼم أﻛﺜﺮ ﻣﻦ ﺣﻤﻞ اﻟﺠﺎرﻳﺔ ﻟﺘﻌﻠﻖ اﻟﻘﻠﻮب ﺑﻪ ﻛﻤﺎ ﺗﺪل ﻋﻠﻴﻪ اﻟﻤﺸﺎﻫﺪة‬
“yang pertama, air kencing bayi laki-laki terpencar dan menyebar kemana-mana,
maka akan timbul kesulitan untuk mencucinya, berbeda dengan bayi perempuan air
kencing berada pada satu tempat, sehingga tidak menyulitkan mencucinya. Y ang
kedua air kencing bayi perempuan lebih pesing dibandingkan bayi laki-laki, karena

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 302


panas tubuh laki-laki lebih kuat dibandingkan perempuan, sehingga berpengaruh
terhadap kejernihan air kencing dan ringan baunya. Yang ketiga, bayi laki-laki lebih
sering digendong dib andingkan bayi perempuan, karena senangnya hati terhadap
bayi laki-laki sebagaimana in i adalah realitas yang ada”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 303


ِ َ‫ ﺑﺎب اﻟْﺒَـﻮ ِل ﻗَﺎﺋِﻤﺎ وﻗ‬- 60
‫ﺎﻋًﺪا‬ َ ً ْ
Bab 60 Kecing Dalam Posisi Berdiri dan Duduk

Penjelasan :

Pembahasan kali ini berkaitan dengan tata cara kencing, apakah


berdiri atau dengan posisi duduk/jongkok. Kebiasaan Rasulullah adala h
kencing dengan posisi duduk, sampai-sampai istri Beliau , Ummul
Mukminin Aisyah Rodhiyallahu anha berkata :
‫ َﺟﺎﻟِ ًﺴﺎ‬‫ﻮل إِ ﻻ‬
ُ ‫ﺪﻗُﻮُﻩ َﻣﺎ َﻛﺎ َن ﻳَـُﺒ‬ ‫ﺼ‬ ِ َ ‫ ﺑ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻠﻪ‬ ‫ن رﺳﻮ َل اﻟ‬ َ‫ﺪﺛَ ُﻜ ﻢ أ‬ ‫ﻣﻦ ﺣ‬
َ ُ‫ﺎل ﻗَﺎﺋ ًﻤﺎ ﻓَﻼَ ﺗ‬َ َُ ْ َ َْ
“Barangsiapa yang menceritakan kepada kalian bahwa Rasulullah pernah ke ncing berdiri,
maka jangan kalian be narkan, tidaklah Nabi kencing, melainkan dalam posisi duduk” (HR.
Nasa’I, Tirmidzi dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Imam Tirmidzi dan Imam Al Albani).
Namun Imam Bukhori sepertinya lebih condong kepada pendapat
diperbolehkannya kedua posisi dalam kencing yaitu dalam kondisi berdiri
dan duduk. Apa yang dikatakan oleh Ummul Mukminin Aisyah Rodhiyallahu
anha tidak bertentang dengan riwayat dari sahabat Khudzaifah Rodhiyallahu
anhu yang menceritakan bahwa Nabi pernah kencing berdiri, sehingga
kalau kita kompromikan antara penafia n sahabat Aisyah Rodhiyallahu anha
dengan riwayat penetapan kencingnya Nabi dalam posisi berdiri, bahwa
Aisyah Rodhiyallahu anha melihat kebiasaan Nabi sholallahu alaihi wa salam
kencing dengan posisi duduk ketika di rumah, sedangkan Khudzaifah
rodhiyallahu anhu pernah melihat Beliau sholallahu alaihi wa salam kencing
berdiri ketika di luar rumah.

Berkata Imam Bukhori :


َ َ‫ﺶ ﻋَ ْﻦ أَﺑِﻰ َواﺋِ ٍﻞ ﻋَ ْﻦ ُﺣ َﺬﻳْـ َﻔﺔَ ﻗ‬
‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺎل أَﺗَﻰ اﻟﻨ‬ ِ ‫ﺪﺛـَﻨَﺎ ُﺷ ْﻌَﺒﺔُ ﻋَ ِﻦ ا ﻷَﻋْ َﻤ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﺪﺛـَﻨَﺎ آدَ ُم ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 224
َ‫ﺄ‬‫ ﻓَ ِﺠ ْﺌُﺘ ُﻪ ﺑِ َﻤ ٍﺎء ﻓَـﺘَـ َﻮ ﺿ‬، ‫ﻢ َد َﻋﺎ ﺑَِﻤ ٍﺎء‬ ُ‫ ﺛ‬، ‫ﺎل ﻗَﺎﺋًِﻤﺎ‬ َ ‫ ُﺳَﺒﺎﻃَ َﺔ ﻗَـ ْﻮٍم ﻓَـَﺒ‬- ‫وﺳﻠﻢ‬
85). Hadits no. 224
“Haddatsanaa Adam ia berkata, haddatsanaa Syu’bah dari A l A’masy dari Abi Wail dari
Khudzaifah rodhiyallahu anhu ia berkata : ‘Nabi sholallahu alaihi wa salam mendatangi
tempat sampah suatu kaum, lalu Be liau kencing dengan berdiri, lalu beliau meminta air, maka
aku yang membawakan air untuk digunakan berwudhu”.
HR. Muslim no. 647

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 304


Biografi Perowi Hadits
Semua perowinya telah berlalu keterangannya

Penjelasan Hadits :
1. Imam Ibnu Bathool dalam “Syarah Bukhori” (1/359) berkata :
‫ ﻷﻧﻪ‬،‫ﻓﻘﺎﻋﺪا أﺟﻮز‬
ً ‫ﻗﺎﺋﻤﺎ‬
ً ‫ ﻷﻧﻪ إذا ﺟﺎز اﻟﺒﻮل‬،‫ﻗﺎﻋﺪ ا ﻓﻤﻦ دﻟﻴﻞ اﻟﺤﺪﻳﺚ‬
ً ‫ وأﻣﺎ اﻟﺒﻮل‬،‫ﻗﺎﺋﻤﺎ‬
ً ‫ﻓﻰ ﻧﺺ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﺟﻮاز اﻟﺒﻮل‬
.‫أﻣﻜﻦ‬
“dalam nash hadits in i terdapat dalil bolehnya kencing berdiri, adapun kencing
dengan duduk termasuk dalam cakupan hadit s, karena jika kencing berdiri saja
diperbolehkan, maka kencing dengan duduk lebih diperbolehkan lagi, karena itu
lebih mungkin”.
2. Sebagian ulama memakruhkan kencing dengan berdiri dan alasan
Rasulullah sholallahu alaihi wa salam kencing berdiri adalah ada
beberapa kemungkinan :
A. Rasulullah kencing berdiri karena pada waktu itu sedang luka di
lututnya, sebagaimana diriw ayatkan dalam hadits :
ِ ِ‫ﺎل ﻗَﺎﺋِﻤﺎ ِﻣﻦ ﺟ ﺮ ٍح َﻛﺎ َن ﺑِﻤﺂﺑ‬ ِ
‫ﻀﻪ‬ َ ْ ُ ْ ً َ َ‫ ﺑ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ‫ﺒ‬‫ن اﻟﻨ‬ َ‫أ‬
“Bahwa Nabi sholallahu alaihi wa salam kencing berdiri karena luka lutut” (HR.
Baihaqi, Al Hakim dan selainnya).
Hadits ini dinilai shahih oleh Imam Al Hakim, namun penilaian ini
dibantah oleh Imam Adz-Dzahabi dalam “at-Talkhis”, kata beliau :
‘Hamaad (salah satu perow inya-pent.) dinilai dhoif oleh Imam
Daruquthni’. Hadits ini didhoifkan juga oleh Imam Al Albani.
B. Imam Baihaqi menukil juga perkataan Imam Ahmad :
ِ ‫ﺼﻠ‬
‫ْﺐ‬ َ ‫ُﻪ َﻛﺎ َن ﺑِﻪِ إِ ْذ َذ‬‫ ﻓَـﻠََﻌﻠ‬، ‫ْﺐ ﺑِﺎ ﻟْﺒَـْﻮ ِل ﻗَﺎﺋًِﻤﺎ‬
 ‫اك َو َﺟ ُﻊ اﻟ‬  ‫ب ﺗَ ْﺴﺘَ ْﺸﻔِﻰ ﻟَِﻮ َﺟ ِﻊ اﻟ‬
ِ ‫ﺼﻠ‬ ِ
ُ ‫ﻴﻞ َﻛﺎﻧَﺖ ا ﻟ َْﻌ َﺮ‬
ِ
َ ‫َوﻗَْﺪ ﻗ‬
“dikatakan bahwa orang arab biasa melakukan terapi sakit pinggang dengan
kencing berdiri, maka kemungkinan Nabi sholallahu alaih i w a salam kencing
berdiri karena sedang melakukan terapi”.
C. Imam Baihaqi menukil juga dari Imam Syafií :
ِ ‫ﻪ ﻟَﻢ ﻳ ِﺠ ْﺪ ﻟِﻠْ ُﻘﻌﻮدِ ﻣ َﻜﺎﻧﺎ أَو ﻣﻮ‬‫ﻤﺎ ﻓَـﻌ ﻞ َذ ﻟِﻚ ﻷَﻧ‬‫إِﻧ‬
‫ُﻪ أَ ْﻋﻠَﻢ‬‫ﺿًﻌﺎ َو اﻟﻠ‬ َْ ْ ً َ ُ َْ ُ َ ََ َ
“hanyalah Beliau sholallahu alaih i wa salam melakukan hal itu karena tidak
didapati tempat untuk duduk, Wallahu A’lam”.
3. Kami tutup dengan fatwa Lajnah Daimah Saudi Arabia yang pada waktu
itu diketuai oleh Imam bin Baz :
2001 ‫اﻟﺴﺆال اﻷول ﻣﻦ ﻓﺘﻮى رﻗﻢ‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 305


‫ ﻫﻞ ﺗﺒﻮل اﻹﻧﺴﺎن واﻗﻔﺎ ﺣﺮام أو ﺣﻼل؟‬:‫س‬
:‫ وﺑﻌﺪ‬..‫ اﻟﺤﻤﺪ ﷲ وﺣﺪﻩ واﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم ﻋﻠﻰ رﺳﻮﻟﻪ وآﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ‬:‫ج‬
‫ » ﻣﻦ ﺣﺪﺛﻜﻢ أن اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ‬:‫ﻻ ﻳﺤﺮم ﺗﺒﻮل اﻹﻧﺴﺎن ﻗﺎﺋﻤﺎ ﻟﻜﻦ ﻳﺴﻦ ﻟﻪ أن ﻳﺘﺒﻮل ﻗﺎﻋﺪا ﻟﻘﻮل ﻋﺎﺋﺸﺔ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻬﺎ‬
‫ ﻫﺬا أﺻﺢ ﺷﻲء ﻓﻲ اﻟﺒﺎب وﻷﻧﻪ‬:‫ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻛﺎن ﻳﺒﻮل ﻗﺎﺋﻤﺎ ﻓﻼ ﺗﺼ ﺪﻗﻮﻩ ﻣﺎﻛﺎن ﻳﺒﻮل إ ﻻ ﻗﺎﻋﺪا « رواﻩ اﻟﺘﺮﻣﺬي وﻗﺎل‬
.‫اﺳﺘﺮ ﻟﻪ وأﺣﻔﻆ ﻟﻪ ﻣﻦ أن ﻳﺼﻴﺒﻪ ﺷﻲء ﻣﻦ رﺷﺎش ﺑﻮﻟﻪ‬
‫وﻗﺪ روﻳﺖ اﻟﺮﺧﺼﺔ ﻓﻲ ا ﻟﺒﻮل ﻗﺎﺋﻤﺎ ﻋﻦ ﻋﻤﺮ وﻋﻠﻲ واﺑﻦ ﻋﻤﺮ وزﻳ ﺪ ﺑﻦ ﺛﺎﺑﺖ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻬﻢ ﻟﻤﺎ رواﻩ اﻟﺒ ﺨﺎري وﻣ ﺴﻠﻢ ﻋﻦ‬
‫ﺣﺬﻳﻔﺔ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ » أﻧﻪ أﺗﻰ ﺳﺒﺎﻃﺔ ﻗﻮم ﻓﺒﺎل ﻗﺎﺋﻤﺎ « وﻻ ﻣﻨﺎﻓﺎة ﺑﻴﻨﻪ وﺑﻴﻦ ﺣﺪﻳﺚ‬
‫ﻋﺎﺋﺸﺔ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻬﺎ ﻻﺣﺘﻤﺎل أن ﻳﻜﻮن اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻓﻌﻞ ذﻟﻚ ﻟﻜﻮﻧﻪ ﻓﻲ ﻣﻮﺿﻊ ﻻ ﻳﺘﻤﻜﻦ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ‬
‫اﻟﺠﻠﻮس أو ﻓﻌﻠﻪ ﻟﻴﺒﻴﻦ ﻟﻠﻨﺎس أن اﻟﺒﻮل ﻗﺎﺋﻤﺎ ﻟﻴﺲ ﺑﺤﺮام وذﻟﻚ ﻻ ﻳﻨﺎﻓﻲ أن اﻷﺻﻞ ﻣﺎ ذﻛﺮﺗﻪ ﻋﺎﺋﺸﺔ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻬﺎ ﻣﻦ‬
.‫ﺑﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻗﺎﻋﺪا وأ ﻧﻪ ﺳﻨﺔ ﻻ واﺟﺐ ﻳﺤﺮم ﺧﻼﻓﻪ‬
.‫وﺑﺎﷲ اﻟﺘﻮﻓﻴﻖ وﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻰ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ وآﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ وﺳﻠﻢ‬
Soal : Apakah seorang yang kencing dengan berdiri itu haram atau
halal?
Jawab : tidak diharamkan seseorang untuk kencing berdiri, namun
dianjurkan baginya untuk kencing dengan duduk, karena ucapan Aisyah
rodhiyallahu anhu : ‘Barangsiapa yang meriwayatkan bahwa Nabi
sholallahu alaihi wa salam kencing dengan berdiri, maka jangan
benarkan, karena Beliau tidak kencing kecuali dengan duduk’.
Diriw ayatkan oleh Tirmidzi dan beliau berkata : ‘ini adalah yang paling
shahih dalam bab ini, karena lebih tertutup dan lebih terjada dari terkena
cipratan air kencing’.
Telah diriwayatkan keringanan kencing berdiri dari Umar, Ali, Ibnu Umar
dan Zaid bin Tsabit rodhiyallahu anhum, berdasarkan riwayat Bukhori-
Muslim dari Khudzaifah rodhiyallahu anhu dari Nabi sholallahu alaihi wa
salam bahwa Beliau sholallahu alaihi wa salam mendatangi tempat
sampah suatu kaum, lalu kencing berdiri. Hal ini tidak bertentangan
antara hadits ini dengan hadits Aisyah rodhiyallahu anha, karena
kemungkinan Nabi sholallahu alaihi w a salam melakukan hal itu di
tempat yang tidak mungkin untuk duduk atau Beliau sholallahu alaihi wa
salam melakukan itu dalam rangka mengajarkan manusia, bahwa
kencing berdiri tidak haram. Hal ini tidak bertentangan karena asal apa
yang disebutkan oleh Aisyah rodhiyallahu anha, kencingnya Nabi

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 306


sholallahu alaihi wa sala m dengan duduk bahwa hal itu adalah sunnah,
bukan w ajib, sehingga haram yang menyelisihinya.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 307


‫ْﺤﺎﺋِ ِﻂ‬
َ ‫ ِﺮ ﺑِﺎﻟ‬‫ﺴﺘ‬ ِ ِ َ ‫ ﺑﺎب اﻟْﺒَـﻮِل ِﻋْﻨ َﺪ‬- 61
َ ‫ﺻﺎﺣﺒِﻪ َواﻟﺘ‬ ْ
Bab 61 Kecing ketika bersama Rekannya dan Membuat
Penutup ketika Kencing dengan Suatu Penutup

Penjelasan :
Pada Pembahasan sebelumnya disebutkan bahwa Nabi sholallahu
alaihi wa salam kencing berdiri ketika sedang melakukan perjalanan
bersama para sahabatnya. Barangkali ada yang memahami bahwa ketika
Nabi sholallahu alaihi wa salam kencing akan dilihat auratnya oleh para
sahabatnya, maka disini Imam Bukhori menampilkan hadits yang
menginformasikan bahwa Nabi sholallahu alaihi wa salam kencing dibalik
sebuah penutup, sehingga para sahabat tidak melihat aurat Beliau sholallahu
alaihi wa salam. Hanya saja Khudzaifah rodhiyallahu anhu melihat posisi
tubuh Nabi sholallahu alaihi w a salam yang kencing sedang berdiri.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﺎل َرأَﻳْـُﺘﻨِ ﻰ أَﻧَﺎ‬
َ َ‫ﺼﻮرٍ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻰ َواﺋِ ٍﻞ َﻋ ْﻦ ُﺣ َﺬﻳْـ َﻔ َﺔ ﻗ‬ َ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُﻋﺜْ َﻤﺎ ُن ﺑْ ُﻦ أَﺑِﻰ َﺷ ْﻴَﺒ َﺔ ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 225
ٌ ِ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﺟ ﺮ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
ُ ‫ﻳﺮ َﻋ ْﻦ َﻣ ْﻨ‬
، ‫ﺎل‬
َ ‫َﺣ ُﺪ ُﻛ ْﻢ ﻓَـَﺒ‬ ٍ ِ َ ‫ ﻓَﺄَﺗَﻰ ﺳَﺒﺎ َﻃ َﺔ ﻗَـﻮٍم َﺧ ْﻠ‬، ‫ ﻧَـَﺘﻤ ﺎ َﺷ ﻰ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﻨﺒ‬‫واﻟ‬
َ ‫ ﻓَـ َﻘﺎ َم َﻛ َﻤﺎ ﻳَـ ُﻘﻮ ُم أ‬، ‫ﻒ َﺣﺎﺋﻂ‬ ْ ُ َ َ
َ‫ ﻰ ﻓـَ َﺮغ‬‫ﺖ ِﻋ ْﻨ َﺪ َﻋﻘِﺒِﻪِ َﺣﺘ‬ُ ‫ ﻓـَ ُﻘ ْﻤ‬، ‫َﻰ ﻓَ ِﺠْﺌ ُﺘ ُﻪ‬ ِ ُ ‫ﻓَﺎﻧْـﺘﺒ ْﺬ‬
 ‫ ﻓَﺄَ َﺷ َﺎر ِإﻟ‬، ‫ت ﻣ ْﻨ ُﻪ‬ ََ
86). Hadits no. 225
“Haddatsana Utsman bin Abi Syaibah ia berkata, haddatsanaa Jariir dari Manshuur dari Abi
Wail dari Khudzaifah rodhiyallahu anhu ia berkata, saya melihat dengan mata kepala sendiri,
Nabi sholallahu alaihi wa salam berjalan mendatangi tempat sampah suatu kaum dibalik
tembok, Beliau berdiri sebagaimana kalian berdiri, lalu aku mendekat, Beliau berisyarat
kepadaku, maka aku berdiri di belakangnya sampai selesai”.
HR. Muslim no. 648

Biografi Perowi Hadits


Semua perowinya telah berlalu keterangannya

Penjelasan Hadits :
1. Disyariatkan ketika kencing untuk mencari tempat yang terhalang agar
tidak kelihatan auratnya dari manusia.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 308


2. Disyariatkan seorang murid memberikan pelayanan kepada gurunya
dengan sesuatu yang layak.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 309


‫ ﺑﺎب اﻟْﺒَـْﻮِل ِﻋْﻨ َﺪ ُﺳَﺒﺎﻃَِﺔ ﻗَـ ْﻮٍم‬- 62
Bab 62 Kencing di Tempat Sampahnya Suatu Kaum

Penjelasan :
Judul bab ini diangkat Imam Bukhori seola h-olah ingin membantah
orang yang keras dalam masalah kencing berdiri. Al Hafidz dalam “Al-Fath”
berkata :
‫ﻮل‬
ُ ُ‫ﻮﺳ ﻰ َو َرأَى َر ُﺟ ًﻼ ﻳَـﺒ‬ ِ ِِ ِ ‫ﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ْاﻷ‬ ‫ ْﺸ ﺪِﻳﺪ ﻓَﺄَ ْﺧﺮج ِﻣﻦ ﻃَﺮِ ِﻳﻖ ﻋﺒ ﺪ اﻟ‬‫ﻦ اِﺑﻦ ا ﻟْﻤﻨْ ﺬِ ر وﺟﻪ ﻫ َﺬا اﻟﺘ‬‫ﺑـﻴ‬
َ ‫ُﻪ َﺳﻤ َﻊ أَﺑَﺎ ُﻣ‬‫َﺳ َﻮد ﻋَ ْﻦ أَﺑﻴﻪ " أَﻧ‬
ْ ْ َ ْ َْ ْ ََ َ َْ ُ ْ َ َ
ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ  ِ‫ﻢ َذَﻛﺮ ﻗ‬ ُ‫ و ﻳ ﺤ ﻚ أَﻓَ َﻼ ﻗَﺎﻋِ ﺪ ا " ﺛ‬: ‫ﺎل‬ ِ
َ ‫ﺒﻪ َﻋﻠَ ﻰ أَﺑ ﻲ ُﻣ‬‫ َوﺑَﻬ َﺬ ا ﻳَﻈ َْﻬُﺮ ُﻣﻄَﺎﺑَـ َﻘﺔ َﺣ ﺪ ﻳﺚ ُﺣ َﺬ ﻳْـ َﻔﺔ ﻓ ﻲ ﺗَـ َﻌﻘ‬، ‫ﻴﻞ‬
‫ﻮﺳﻰ‬ َ ‫ﺼ َﺔ ﺑَﻨ ﻲ إ ْﺳ َﺮاﺋ‬ َ ً َ ْ َ َ ‫ﻗَﺎﺋًﻤﺎ ﻓَـ َﻘ‬
“Ibnul Mundzir menjelaskan sisi kerasnya, beliau meriw ayatkan dari jalan Abdur
Rokhman ib nul Asw ad dari Bapaknya bahw a ia mendengar Abu Musa al-Asyáriy ketika
melih at orang yang kencing berdiri berkata : ‘apa yang engkau lakukan, kenapa engkau
tidak kencing dengan duduk?’, lalu disebutkan kisah bani Isro il. Maka dengan ini
nampaklah kesesuain hadits Khudzaifah yang membantah Abu Musa rodhiyallahu
anhumaa”.

Berkata Imam Bukhori :


 ِ‫ﻮﺳ ﻰ اﻷَ ْﺷﻌَ ﺮ‬
‫ى‬ َ ‫ﺎل َﻛﺎ َن أَﺑُﻮ ُﻣ‬ َ َ‫ﺪﺛـَﻨَﺎ ُﺷﻌْﺒَﺔُ ﻋَ ْﻦ َﻣﻨْﺼُﻮرٍ ﻋَ ْﻦ أَﺑِﻰ َواﺋِ ٍﻞ ﻗ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ َ َ‫ﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ﻋَ ْﺮﻋَ َﺮةَ ﻗ‬ ‫ﺪﺛـَﻨَﺎ ُﻣ َﺤ‬ ‫ َﺣ‬- 226
‫ أَﺗَﻰ‬، ‫ﻚ‬ َ ‫َﻣ َﺴ‬
ْ ‫ﺎل ُﺣ َﺬﻳْـ َﻔ ُﺔ ﻟ َْﻴَﺘ ُﻪ أ‬ َ ‫َﺣ ِﺪ ِﻫ ْﻢ ﻗَـ َﺮ‬
َ ‫ ﻓَـ َﻘ‬. ‫ﺿ ُﻪ‬ َ‫ب أ‬َ ‫ﺎب ﺛَـ ْﻮ‬
َ ‫َﺻ‬ َ ‫ﻴﻞ َﻛﺎ َن إِ َذا أ‬
ِ ِ ِ ِ ُ ‫ﺪ ُد ﻓِﻰ اﻟْﺒـﻮِل وﻳـ ُﻘ‬ ‫ﻳ َﺸ‬
َ ‫ن ﺑَﻨ ﻰ إ ْﺳ َﺮاﺋ‬ ‫ﻮل إ‬ ََ ْ َ ُ
َ ‫ ُﺳَﺒ ﺎﻃَ َﺔ ﻗـَْﻮٍم ﻓـََﺒ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
‫ﺎل ﻗَﺎﺋِ ًﻤﺎ‬ ُ ‫َر ُﺳ‬
87). Hadits no. 226
“Haddatsana Muhammad bin Árárah ia berkata, haddatsanaa Syu’bah dari Manshuur dari
Abi Wail ia berkata, Abu Musa al-Asyáriy rodhiyallahu anhu sangat keras dalam masalah
kencing, beliau berkata : ‘se sungguhnya Bani Isroil, jika air ke ncingnya mengenai pakaian
mereka, maka mereka akan menggunting bekas terkena najis’. Khudzaifah rodhiyallahu anhu
berkata : ‘sekiranya ia berhenti, Rasulullah sholallahu alaihi wa salam mendatangi tempat
sampah suatu kaum, lalu kencing berdiri”.
HR. Muslim no. 648

Biografi Perowi Hadits


Semua perowinya telah berlalu keterangannya

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 310


Penjelasan Hadits :
1. Dalam riw ayat Muslim Khudzaifah rodhiyallahu anhu berkata :
‫ ﻧَـَﺘ َﻤ ﺎ َﺷ ﻰ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ُ ‫ ْﺸ ِﺪﻳ َﺪ ﻓـَﻠَ َﻘ ْﺪ َرأَﻳْـُﺘ ﻨِﻰ أَﻧَﺎ َوَر ُﺳ‬‫ﺪ ُد َﻫ َﺬا اﻟﺘ‬ ‫ﺎﺣَﺒ ُﻜ ْﻢ ﻻَ ﻳُ َﺸ‬
ِ ‫ن ﺻ‬ َ‫ت أ‬
َ ُ ‫ﻟ ََﻮِد ْد‬
ِ‫ﺖ ِﻋ ْﻨ َﺪ َﻋﻘِﺒِﻪ‬ ُ ‫َﻰ ﻓَ ِﺠ ْﺌ‬ ِ ُ ‫ﺎل ﻓَﺎﻧـْﺘﺒ ْﺬ‬ ٍ ِ َ ْ‫ﻓَﺄَﺗَﻰ ﺳﺒﺎﻃَﺔً َﺧﻠ‬
ُ ‫ﺖ ﻓـَﻘُ ْﻤ‬  ‫ت ﻣ ْﻨ ُﻪ ﻓَﺄَ َﺷ َﺎر إِﻟ‬ ََ َ ‫َﺣ ُﺪ ُﻛ ْﻢ ﻓـََﺒ‬ َ ‫ﻮم أ‬ُ ُ‫ﺎم َﻛ َﻤﺎ ﻳَـﻘ‬
َ َ‫ﻒ َﺣ ﺎﺋﻂ ﻓـَﻘ‬ َُ
َ‫ﻰ ﻓـَ َﺮغ‬‫َﺣﺘ‬
“Saya berharap teman kalian tidak keras dalam masalah ini, aku te lah melihat dengan
mata kepalaku sendiri, Rasulullah sholallahu alaihi wa salam berjalan, lalu mendatangi
tempat sampah suatu kaum dibalik dinding, Beliau berdiri seperti berdirinya kalian, lalu
kencing, aku mendekat dan beliau berisyarat, lalu aku datang dan berdiri di belakangnya,
sampai Beliau sholallahu alaihi wa salam selesai kencingnya”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 311


‫اﻟﺪِم‬
 ‫ﺴ ِﻞ‬
ْ َ‫ ﺑﺎب ﻏ‬- 63
Bab 63 Mencuci Darah

Penjelasan :
Yang dimaksud dengan darah disini adalah darah haidh, karena nanti
Imam Bukhori akan menurunkan dua buah hadits dalam bab ini berkaitan
dengan wanita haidh. Imam al-Áini dalam “Úmdahtul Qoriy” berkata :
‫ واﻟﻤﻨﺎﺳﺒﺔ ﺑﻴﻦ اﻟﺒﺎﺑﻴﻦ ﻇﺎﻫﺮة ﻷن ﻛﻼ ﻣﻨﻬﻤﺎ ﻓﻲ ﺑﻴﺎن‬.‫أي ﻫﺬا ﺑﺎب ﻓﻲ ﺑﻴﺎن ﺣﻜﻢ ﻏﺴﻞ اﻟﺪم ﺑﻔﺘﺢ اﻟﻐﻴﻦ وأراد ﺑﻪ دم اﻟﺤﻴﺾ‬
‫إزاﻟﺔ اﻟﻨﺠﺎﺳﺔ ﻓﻔﻲ اﻷول ﻋﻦ اﻟﺒﻮل وﻓﻲ اﻟﺜﺎﻧﻲ ﻋﻦ اﻟﺪم وﻛﻼﻫﻤﺎ ﻓﻲ اﻟﻨﺠﺎﺳﺔ ﺳﻮاء‬
“yaiu bab tentang penjelasan hukum mencuci ad-Dam (darah) dengan difathah Áin-nya
dan yang dimaksud adalah darah haidh. Hubungan antara bab ini dengan sebelumnya
adalah, kedua bab berkaitan dengan cara menghilangkan najis, di bab sebelumnya
berkaitan dengan kencin g dan di bab ini berkaitan dengan darah, keduanya dalam
masalah najis sama”.

Berkata Imam Bukhori :


‫ت‬ ِ ‫ﺖ ﺟﺎء‬ ِ ِ َ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﻳ ْﺤَﻴ ﻰ َﻋ ْﻦ ِﻫ َﺸ ٍﺎم َﻗ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ ْ َ‫َﺳ َﻤ َﺎء ﻗَﺎﻟ‬
ْ ‫ﺪﺛَـ ْﺘﻨﻰ ﻓَﺎﻃ َﻤ ُﺔ َﻋ ْﻦ أ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ َ َ‫ﻰ ﻗ‬‫ﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ اﻟ ُْﻤﺜَـﻨ‬ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُﻣ َﺤ‬ ‫ َﺣ‬- 227
‫ﻢ‬ ُ‫ ﺛ‬، ‫ ُﻪ‬‫ﺎل » ﺗَ ُﺤﺘ‬
َ َ‫ﺼَﻨ ُﻊ ﻗ‬
ْ َ‫ﻒ ﺗ‬
َ ‫ب َﻛ ْﻴ‬ِ ‫ﻮ‬ْ ‫ﻴﺾ ﻓِ ﻰ اﻟﺜـ‬ ِ
ُ ‫ﺖ إِ ْﺣ َﺪاﻧَﺎ ﺗَﺤ‬ ْ ‫ ﻓـَ َﻘﺎ ﻟ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫اﻣ َﺮَأةٌ اﻟﻨ‬
َ ْ‫َﺖ أََرأَﻳ‬ ْ
« ِ‫ ﻰ ﻓِﻴﻪ‬‫ﺼﻠ‬َ ُ‫ﻀ ُﺤ ُﻪ َوﺗ‬ َ ‫ َوﺗَـ ْﻨ‬، ‫ﺻ ُﻪ ﺑِﺎﻟ َْﻤ ِﺎء‬
ُ ‫ﺗَـﻘْ ُﺮ‬
88). Hadits no. 227
“Haddatsana Muhammad bin bin al-Mutsanaa ia berkata, haddatsanaa Yahya dari Hisyaam
ia berkata, haddatsani Fatimah dari Asmaa’ Rodhiyallahu 'anhu ia berkata : ‘seorang wanita
datang kepada Nabi Sholallahu 'alaihi wa salaam, ia berkata : ‘bagaimana pendapat engkau
jika salah seorang dari kami darah haidhnya mengenai pakaian, apa yang harus dilakukan?’.
Nabi Sholallahu 'alaihi wa salaam menjawab : “engkau kerik, lalu diperciki dengan air,
kemudian dibasuh dengan air, baru digunakan untuk sholat”.
HR. Muslim no. 701

Biografi Perowi Hadits


Semua perowinya telah berlalu keterangannya. Yahya disini adalah
ibnu Sa’id al Qohthoon dan Hisyaam adalah ibnu Urwah bin az-Zubair.
Fatimah adalah bintu al-Mudzir bin az-Zubair, sepupu sekaligus istri

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 312


Hisyaam. Asmaa’ Rodhiyallahu 'anha adalah bintu Abu Bakar ash-Shidiiq
Rodhiyallahu 'anhu, istrinya Zubair bin al-Aww aam.

Berkata Imam Bukhori :


ِ َ‫ت ﻓ‬ ْ ‫ﺎم ﺑْ ُﻦ ُﻋ ْﺮَوةَ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻴﻪِ َﻋ ْﻦ َﻋﺎﺋِ َﺸ َﺔ ﻗَﺎ ﻟ‬ ِ
‫ﺎﻃ َﻤ ُﺔ‬ ْ ‫َﺖ َﺟ َﺎء‬ ُ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ﻫ َﺸ‬ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ أَﺑُﻮ ُﻣ َﻌﺎ ِوﻳَ َﺔ َﺣ‬ ‫ﺎل َﺣ‬َ َ‫ﻤ ٌﺪ ﻗ‬ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُﻣ َﺤ‬ ‫ َﺣ‬- 228
ِ َ ‫َﺖ ﻳﺎ ر ﺳ‬ ِ ٍ ‫اﺑْـَﻨﺔُ أَﺑِﻰ ُﺣﺒَـ ْﻴ‬
، ‫ﺎض ﻓَﻼَ أَﻃْ ُﻬ ُﺮ‬ ُ ‫ُﺳَﺘ َﺤ‬ ْ ‫ﻰ‬‫ ﻪ إِﻧ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ْ ‫اﻣَﺮأَةٌ أ‬ ُ َ َ ْ ‫ ﻓـَﻘَﺎ ﻟ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ‫ﺒ‬‫ﺶ إِﻟَﻰ اﻟﻨ‬
ْ َ‫ ﻓَِﺈذَا أَﻗـْﺒَـﻠ‬، ‫ﺾ‬ ٍ ‫ﺲ ﺑِ َﺤ ْﻴ‬ ِ ِِ ِ ِ  ُ ‫ﺎل رﺳ‬
‫ﺖ‬ َ ‫ َوﻟ َْﻴ‬، ‫ َﻤﺎ ذَﻟﻚ ﻋ ْﺮ ٌق‬‫ إﻧ‬، َ‫ » ﻻ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻮل اﻟﻠﻪ‬ ُ َ َ َ‫ ﻼَةَ ﻓـَﻘ‬‫أَﻓَﺄَدَعُ اﻟﺼ‬
ٍ‫ﺻ ﻼَة‬
َ ‫ﺿﺌِﻰ ﻟِ ُﻜﻞ‬  ‫ ﺗـَ َﻮ‬‫ﺎل َوﻗَﺎ َل أَﺑِ ﻰ » ﺛُﻢ‬ َ َ‫ ﻗ‬. « ‫ﻰ‬‫ﺻ ﻠ‬ َ ‫م ﺛُﻢ‬ ِ ْ‫ت ﻓَﺎﻏْ ِﺴﻠِ ﻰ ﻋَﻨ‬
َ ‫ﻚ اﻟ ﺪ‬ ْ ‫ َوإِذَا أَدْﺑَـ َﺮ‬، َ‫ ﻼَة‬‫ﻚ ﻓَ َﺪ ِﻋ ﻰ اﻟﺼ‬ ِ ‫ﺣ ْﻴﻀَُﺘ‬
َ
«‫ﺖ‬ َ ِ‫ﻰء ذَﻟ‬
ُ ْ‫ﻚ اﻟ َْﻮﻗ‬ ِ
َ ‫ ﻰ ﻳَﺠ‬‫ َﺣﺘ‬،
89). Hadits no. 228
“Haddatsana Muhammad ia berkata, haddatsanaa Abu Mu’awiyyah, haddatsanaa Hisyaam
bin Urwah dari Bapaknya dari Aisyah Rodhiyallahu 'anha ia berkata : ‘Fatimah binti Abi
Khubaisy mendatangi Nabi Sholallahu 'a laihi wa salaam, lalu bertanya : ‘Wahai Rasulullah
saya adalah wanita yang istihadhoh, tidak pernah suci, apakah saya harus meninggalkan
sholat?’. Nabi Sholallahu 'alaihi wa salaam menjawab : “jangan, itu hanyalah peluh, bukan
haidh, jika engkau mendapatkan waktu kebiasan haidhmu, maka tinggalkan sholat, jika telah
berlalu masa haidh, bersihkanlah darah tersebut, lalu sholat”.
Hisyam berkata, Bapakku berkata : “lalu engkau berwudhu se tiap kali sholat sampai datang
waktu sholat lagi”.
HR. Muslim no. 779

Biografi Perowi Hadits


Muhammad disini adalah ibnu Salaam al-Bakindiy perow i yang tsiqoh
tsabat; lalu Abu Mu’aw iyyah adalah Muhammad bin Haazim, perowi tsiqoh
dipakai juga oleh Imam Muslim.

Penjelasan Hadits :
1. Dalam hadits no. 227 terdapat penjelasan bagaimana cara mencuci
darah haid, yaitu dengan dikerik darahnya, sambil diperciki air agar
bekasnya dapat hilang, baru kemudian dicuci seperti pakaian pada
umumnya. Dalam riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah dan selainnya,
dishahihkan oleh Imam Al Albani, dari Ummu Qois bintu Mihshoon
Rodhiyallahu 'anha beliau berkata :

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 313


ِ‫ واﻏْ ِﺴﻠِ ﻴﻪ‬، ‫ﻀﻠْ ٍﻊ‬
ِ ِ‫ﻜ ﻴﻪِ ﺑ‬ ‫ » ﺣ‬:َ‫ب ﻗَﺎل‬
ِ ‫ﻮ‬ْ ‫ﺾ ﻳَ ُﻜﻮ ُن ﻓِﻲ اﻟﺜـ‬
ِ ‫ َﻢ َﻋ ْﻦ َدِم اﻟْ َﺤْﻴ‬‫ ﻰ اﷲُ َﻋﻠَ ْﻴﻪِ َو َﺳﻠ‬‫ﺻﻠ‬
َ ‫ﻲ‬ ِ‫ﺒ‬‫ْﺖ اﻟﻨ‬
ُ ‫ َﺳﺄَﻟ‬:‫ﻮل‬ ُ ُ‫ﺗَـﻘ‬
َ ُ
«ٍ‫ﺑِ َﻤ ٍﺎء َو ِﺳ ْﺪر‬
“aku bertanya kepada Nabi Sholallahu 'alaihi wa salaam berkaitan dengan darah haidh
yang mengenai pakaian, Nabi Sholallahu 'alaihi wa salaam bersabda : “keriklah dengan
dahan, lalu cucilah dengan air dan daun bidara”.
2. Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa salah satu syarat sholat adala h
sucinya pakaian yang dikenakan, karena Nabi Sholallahu 'alaihi wa
salaam memerintahkan para wanita yang pakaiannya terkena darah
haidh untuk membersihkannya terlebih dahulu.
3. Syariat mewajibkan para wanita untuk bersungguh-sungguh dalam
membersihkan darah haidh yang menempel di pakaian, sampai-sampai
mereka diperintahkan untuk menggosok-gosok bekas darahnya, bisa
menggunakan dahan, atau bahan apa saja yang dapat menghilangkan
najis tersebut, bahkan jika tidak menemukan alat untuk mengeriknya,
bisa menggunakan kuku, sebagaimana dalam hadits Aisyah Rodhiyallahu
'anhu berikut :
‫ﻳﻜﻮن ﻹﺣﺪاﻧﺎ اﻟﺪرع ﻓﻴﻪ ﺗﺤﻴﺾ ﺛﻢ ﺗﺮى ﻓﻴﻪ ﻗﻄﺮة ﻣﻦ اﻟﺪم ﻓﺘﻘﺼﻌﻪ ﺑ ﺮﻳﻘﻬﺎ ـ وﻓﻰ رواﻳﺔ ـ ﺗﺒﻠﻪ ﺑﺮﻳﻘﻬﺎ ﺛﻢ‬
‫ﺗﻘﺼﻌﻪ ﺑﻈﻔﺮﻫﺎ‬
“salah seorang wanita memiliki pakaian (yang biasa dipakai dalam rumah) dan ia sedang
haidh, lalu ia melihat pada pakainnya ada sete tes darah haidh, maka ia langsung
membersihkannya dengan ludah”. Dalam riwayat lain : ‘ia memberi ludah, lalu
membersihkannya dengan kukunya” (Imam Al Albani dalam Irwa’ul Gholil (no. 182)
menshahihkannya dan mengatakan riwayat ini berasal dari sunan Abu Dawud).
4. Setelah berusaha untuk membersihkan darah haidh, namun
kenyataannya bekas darah belum juga hilang sempurna, karena darah
bersifat cair sehingga meresap dalam pori-pori kain dan ia memiliki
pigmen warna yang membuat kain kelihatan bekas warna tersebut.
Berdasarkan prinsip syariat Islam yang tidak memberatkan umatnya,
maka Nabi Sholallahu 'alaihi wa salaam telah mengajarkan hal tersebut.
Abu Huroiroh Rodhiyallahu 'anhu meriw ayatkan :
َ َ‫ﻴﺾ ﻓِﻴﻪِ ﻗ‬
‫ ﻓَِﺈذَا ﻃَ ُﻬ ْﺮت‬: ‫ﺎل‬ ِ
ُ ‫ب َواﺣ ٌﺪ َوأَﻧَﺎ أَﺣ‬
ِ ِ ‫ﻪِ ﻟَﻴ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ٌ ‫إﻻ ﺛـَ ْﻮ‬ ‫ﺲ ﻟ ﻲ‬
َ ْ ْ ‫ﺖ ﻳَ َﺴﺎرٍ ﻗَﺎﻟ‬
َ ‫ ﻳَﺎ َر ُﺳ‬: ‫َﺖ‬ َ ْ‫ن َﺧ ْﻮﻟَﺔَ ﺑِﻨ‬ َ‫أ‬
ِ ِ َ ‫ ﻳﺎ رﺳ‬: ‫َﺖ‬ ِِ ِ ِِ
‫ﺎء َوَﻻ‬
ُ ‫ ﻳَ ْﻜﻔﻴﻚ اﻟ َْﻤ‬: ‫ﺎل‬ ْ ‫ﻪ إ ْن ﻟ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
َ َ‫َﻢ ﻳَ ْﺨ ُﺮ ْج أَﺛَـ ُﺮُﻩ ؟ ﻗ‬ ُ َ َ ْ ‫ﻲ ﻓﻴﻪ ﻗَﺎﻟ‬‫ﺻﻠ‬ َ ‫ﻢ‬ ُ‫م ﺛ‬ِ‫ﻓَﺎ ْﻏﺴﻠ ﻲ َﻣ ْﻮﺿ َﻊ اﻟ ﺪ‬
ُ‫ﺮك أَﺛـَ ُﺮﻩ‬ ُ‫ﻳَﻀ‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 314


“bahwa Khoulah binti Yasaar Rodhiyallahu 'anha bertanya : ‘wahai Rasulullah, aku
tidak memiliki pakaian kecuali satu saja dan pada waktu haidh saya menggunakan pakain
tersebut?’. Nabi Sholallahu 'alaihi wa salaam menjawab : “jika engkau sudah suci,
bersihkanlah bekas darahnya, lalu sholat menggunakan pakaian (yang sudah dicuci
tersebut)”. Tanyanya lagi : ‘wahai Rasulullah, bagaimana jika bekas darahnya tidak juga
hilang?’. Nabi Sholallahu 'alaihi wa salaam menjawab : “dikerik dengan air dan tidak
mengapa bekasnya (jika masih ada)”.
5. Dalam hadits no. 278 terdapat dalil juga untuk membersihkan darah
haidh, lalu bagaimana dengan darah istihadhoh, maka kondisinya seperti
orang yang memiliki penyakit beser (yaitu kencing terus-menerus).
Dalam fatawa Islam sual w a jawab (no. 22843) dinukil fatwa dari Imam
Ibnu Utsaimin berikut :
‫ واﷲ‬، ‫ واﻟﺒﻮل واﻟﺮﻳﺢ واﻟﺪم اﻟﺨﺎرج ﻣﻦ اﻟﻔﺮج ﻧﻮاﻗﺾ ﻟﻠﻮﺿﻮء‬، ‫ﺳﻠﺲ اﻟﺒﻮل وﺳﻠﺲ اﻟﺮﻳﺢ ﺣﻜﻤﻬﻤﺎ ﺣﻜﻢ اﻻﺳﺘﺤﺎﺿﺔ‬
/ ‫ } ﻣﺎ ﻳﺮﻳﺪ اﷲ ﻟﻴﺠﻌﻞ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﻣﻦ ﺣﺮج وﻟﻜﻦ ﻳﺮﻳﺪ ﻟﻴﻄﻬﺮﻛﻢ وﻟﻴﺘﻢ ﻧﻌﻤﺘﻪ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﻟﻌﻠﻜﻢ ﺗ ﺸﻜﺮون { اﻟﻤﺎﺋﺪة‬: ‫ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻳﻘﻮل‬
‫ وﻟﺬﻟﻚ ُرﺧﺺ ﻟﻬﺆﻻء ﺑﺄن ﻳﺘﻮﺿﺌﻮا ﻟﻜﻞ‬، 185 / ‫ } ﻳﺮﻳﺪ اﷲ ﺑﻜﻢ ا ﻟﻴﺴﺮ وﻻ ﻳﺮﻳﺪ ﺑﻜﻢ اﻟﻌﺴﺮ { اﻟﺒﻘﺮة‬: ‫ وﻗﺎل ﺗﻌﺎﻟﻰ‬، 6
. ‫ وﻳﺼﻠﻮن ﻋﻠﻰ ﺣﺎﻟﻬﻢ ﻫﺬا وإن ﺧﺮج ﻣﻨﻬﻢ رﻳﺢ أو ﺑﻮل أو دم أﺛﻨﺎء اﻟﺼﻼة‬، ‫ﺻﻼة ﺑﻌﺪ دﺧﻮل وﻗﺘﻬﺎ‬
‫ ﻓﺈن ﻛﺎن ﻣﺘﻘﻄﻌﺎً ﺑﺤﻴﺚ ﻳﻤﻜﻨﻪ أداء اﻟﺼﻼة ﻓﻲ وﻗﺖ اﻧﻘﻄﺎﻋﻪ وﺟﺐ ﻋﻠﻴﻪ أن‬، ً‫ﺣﺪ ﺛﻪ ﻣﺴﺘﻤﺮا‬
َ ‫وﻫ ﺬا اﻟﺤﻜﻢ ﻓﻴﻤﻦ ﻛﺎن‬
: ‫ ﻗﺎل اﻟﺸﻴﺦ اﺑﻦ ﻋﺜﻴﻤﻴﻦ‬. ‫ﻳﺘﻮﺿﺄ وﻳﺼﻠﻲ ﻓﻲ اﻟﻮﻗﺖ اﻟﺬي ﻳﻨﻘﻄﻊ ﻓﻴﻪ اﻟﺤﺪث‬
: ‫اﻟﻤﺼﺎب ﺑﺴﻠﺲ اﻟﺒﻮل ﻟﻪ ﺣﺎﻻن‬
‫ ﻓﻬﺬا ﻳﺘﻮﺿﺄ إذا دﺧﻞ اﻟﻮﻗﺖ‬: ‫ﻤﻊ ﺷﻲء ﺑﺎﻟﻤﺜﺎﻧﺔ ﻧﺰل‬‫ ﻓﻜﻠﻤﺎ ﺗﺠ‬، ‫ﻣﺴﺘﻤﺮاً ﻋﻨﺪﻩ ﺑﺤﻴﺚ ﻻ ﻳﺘﻮﻗﻒ‬
ّ ‫ إذاﻛﺎن‬: ‫اﻷوﻟﻰ‬
. ‫ﺮﻩ ﻣﺎ ﺧﺮج‬‫ﻲ وﻻ ﻳﻀ‬‫ وﻳﺼﻠ‬، ‫وﻳﺘﺤﻔﻆ ﺑﺸﻲء ﻋﻠﻰ ﻓﺮﺟﻪ‬
‫ وﻟﻮ‬، ‫ﻲ‬‫ ﻓﻬﺬ ا ﻳﻨﺘﻈﺮ ﺣﺘﻰ ﻳﺘﻮﻗﻒ ﺛﻢ ﻳﺘﻮﺿﺄ وﻳﺼﻠ‬: ‫ إذا ﻛﺎن ﻳﺘﻮﻗﻒ ﺑﻌﺪ ﺑﻮﻟﻪ وﻟﻮ ﺑﻌﺪ ﻋﺸﺮ دﻗﺎﺋﻖ أو رﺑﻊ ﺳﺎﻋﺔ‬: ‫اﻟﺜﺎﻧﻴﺔ‬
‫ﻓﺎﺗﺘﻪ ﺻﻼة اﻟﺠﻤﺎﻋﺔ‬
“orang yang kencing beser dan kentut beser, hukumnya sama dengan hukum
istihadhoh. Kencing, kentut dan darah yang keluar dari kemaluan adalah pembatal
w udhu. Allah berfirman : {Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia he ndak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur}
[QS. Al Maidah : 6] dan firmannya : {Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu} [QS. Al Baqoroh : 185]. Oleh karenanya mereka
diberikan kerin gan untuk berw udhu setiap kali sholat setelah masuk w aktunya, lalu
mereka sholat dengan kondisi tetap seperti itu, sekalipun kentut, kencing dan darah
itu tetap keluar pada saat sholat. Ini adalah hukum bagi yang hadatsnya terus

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 315


keluar, jika ia tidak terus-menerus yang mana ia masih mungkin melaksanakan
sholat ketika hadatsnya berhenti, maka w ajib baginya berwudhu dan sholat pada
w aktu hadatsnya berhenti.
Imam Ibnu Utsaimin berkata : ‘penyakit beser kencing ada dua keadaan :
A. Jika ia terus-menerus dimana tidak mungkin berhenti, maka ia memakai
sesuatu yang dapat menahan kencing tersebut berceceran (pakai pampers-
pent.) , lalu ia berwudhu ketika masuk w aktu sholat dan menjaga agar
kencingnya tidak berceceran dan ia sholat tidak masalah hal tersebut.
B. Jika kencingnya dapat berhenti sekalipun hanya 10 menit atau seperempat jam,
maka ia menunggu kencingnya berhenti lalu berwudhu dan sholat, sekalipun ia
dapat terluput dari sholat jama’ah.
6. Berkaitan dengan tambahan ucapan Hisyaam dari Bapaknya Urw ah bin
Zubair berkaitan perintah kepada wanita mustahadhoh untuk berwudhu
setiap kali sholat, maka tambahan ini marfu’ kepada Nabi Sholallahu
'alaihi w a salaam melalui jalan lain. Kami memiliki risalah yang
menjelaskan hal ini secara luas, silakan merujuknya bagi yang berkenan.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 316


ِ‫ﺼﻴﺐ ِﻣ ﻦ اﻟْﻤﺮأَ ة‬ ِِ
ْ َ َ ُ ِ ُ‫ﺴ ِﻞ َﻣﺎ ﻳ‬
ْ َ‫ﻰ َوﻓَـ ْﺮﻛﻪ َوﻏ‬ ِ‫ﺴ ِﻞ اﻟ َْﻤﻨ‬
ْ َ‫ ﺑﺎب ﻏ‬- 64
Bab 64 Mencuci Mani dan Menggosoknya serta Mencuci
Sesuatu yang Terkena Mani Istri
Penjelasan :
Imam al-‘Aini berkata menjelaskan judul bab ini dalam “Umdhatul
Qory” :
‫أي ﻫﺬا ﺑﺎب ﻓﻲ ﺑﻴﺎن ﺣﻜﻢ ﻏﺴﻞ اﻟﻤﻨﻲ ﻋﻨﺪ ﻛﻮﻧﻪ رﻃﺒﺎ وﺑﻴﺎن ﺣﻜﻢ ﻓﺮﻛﻪ ﻋﻨﺪ ﻛﻮﻧﻪ ﻳﺎﺑﺴﺎ‬
“bab ini menjelaskan hukum mencuci mani ketika kondisinya basah dan menjelaskan
hukum menggosoknya jika kondisinya sudah mengering”
Kemudian untuk penggalan kalimat kedua, Al Imam berkata :
‫أي وﻓﻲ ﺑﻴﺎن ﻏﺴﻞ ﻣﺎ ﻳﺼﻴﺐ اﻟﺜﻮب أو اﻟﺠ ﺴﺪ ﻣﻦ اﻟﻤﺮأة ﻋﻨﺪ ﻣﺨﺎﻟﻄﺘﻪ إﻳﺎﻫﺎ‬
“yaitu penjelasan penjelasan mencuci sesuatu yang mengenai pakaian atau tubuh,
berupa mani istri ketika berhubungan dengannya”.
Para ulama berbeda pendapat mengenai kesucian mani sebagai
berikut :
A. Mani adalah Najis, pendapat ini dianut oleh Imam Abu Hanifah, Imam
Laits, Imam Sufyan ats-Tsauri, Imam Malik dan para pengikutnya. Namun
mereka berbeda pendapat didalam cara menghila ngkan mani, Imam Malik
mengatakan harus dicuci, tidak sah jika hanya digosok, sedangkan Imam
Abu Hanifah dicuci jika basah dan digosok jika kering, adapun Imam ats-
Tsauri sekalipun digosok sudah mencukupi.
B. Mani adalah suci, ini adalah pendapatnya Imam Syafi’I, Imam Ah mad,
Imam Ishaq bin Rohawiyah, Imam Abu Tsaur dan para pengikutnya.
Imam Naw awi menisbatkan pendapat ini kepada mayoritas ahlu hadits.
Diriw ayatkan bahwa ini adalah pendapatnya Ali bin Abi Tholib, Sa’ad bin
Abi W aqqoosh, Ibnu Umar dan Aisyah Rodhiyallahu anhum ajma’in.
Dalil bagi madzhab yang mengatakan najisnya mani diantaranya :
• Terdapat riwayat berkenaan untuk mandi karena keluar mani, menurut
mereka mandi tidaklah ditujukan kecuali untuk sesuatu yang najis.
• Mereka berdalil dengan hadits dari ‘Ammaar Rodhiyallahu anhu bahwa
Nabi Sholallahu 'alaihi wa Salaam bersabda :
‫م َواﻟْﻘَ ْﻲء‬ِ‫ﻲ َواﻟﺪ‬ ِ‫ب ِﻣ ْﻦ اﻟْﻐَﺎﺋِ ِﻂ َواﻟْﺒَـ ْﻮ ِل َواﻟ َْﻤ ْﺬ ِي َواﻟ َْﻤﻨ‬ ِ
َ ‫ﻮ‬ْ ‫ َﻤﺎ ﻧـَﻐْﺴ ُﻞ اﻟﺜـ‬‫إﻧ‬
“sesungguhnya hanyalah kami mencuci pakaian karena terke na tahi, air ke ncing, madzi,
mani, darah dan muntahan” (HR. Bazaar dan Abu Ya’laa serta selainnya, namun hadits
ini didhoifkan oleh Imam Syaukani dalam “Nailul Author”).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 317


• Mereka mengkiyaskan mani dengan sisa-sisa yang keluar dari tubuh
seperti air kencing, tahi dan madzi. Lagi pula mani keluar dari kemaluan,
sebagaimana air kencing yang keluar dari tempat itu juga.
Adapun pendapat yang mengatakan bahw a mani suci, mereka
berdalil dengan hadits di bab ini yaitu perbuatan Aisyah Rodhiyallahu anha
yang mencuci baju Rasulullah Sholallahu 'alaihi wa Salaam dan masih
terlihat bekas cucian tersebut dan Beliau tetap melakukan sholat.
Pendapat terakhir inilah yang penyusun anggap paling rajih, yakni
sucinya air Mani. Hal ini diperkuat juga dengan perkataan Ibnu Abbas
Rodhiyallahu anhu :
ِ ‫ أَو اﻟْﻤ َﺨ‬،‫ﺎق‬
ِ‫ﺼ‬ ِ ٍِ ٍ َ ْ‫ب أَِﻣﻄْ ُﻪ ﻋَﻨ‬ ِ ِ ِ َ َ‫ﻪ ﻗ‬‫أَﻧ‬
‫ﺎط‬ ُ ْ َ ‫ َﻤﺎ ُﻫ َﻮ ﺑِ َﻤﻨْ ﺰِﻟَﺔ اﻟُْﺒ‬‫ أ َْو إ ذْ ﺧ َﺮة َوإِﻧ‬،‫َﺣ ُﺪ ُﻫ َﻤﺎ ﺑُِﻌﻮد‬
َ ‫ﺎل أ‬
َ َ‫ﻚ ﻗ‬ َ ‫ﻮ‬ْ ‫ﻴﺐ اﻟﺜـ‬
ُ ‫ﻲ ﻳُﺼ‬ ‫ﺎل ﻓ ﻲ اﻟ َْﻤﻨ‬ ُ
“bahwa beliau Rodhiyallahu anhu berfatwa te ntang mani yang mengenai baju, yaitu gosoklah
dengan dahan atau batang idkhir, karena ia seperti ingus dan dahak”.
Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Syafi’I dalam Al U mm, Imam Al Albani
dalam “Adh-Dhoifah” (no. 948) setelah menyebutkan hadits ini :
‫ " ﻫﺬا ﺻﺤﻴﺢ ﻋﻦ اﺑﻦ‬: ‫ و ﻗﺪ أﺧﺮﺟﻪ اﻟﺒﻴﻬﻘﻲ ﻣﻦ ﻃﺮﻳﻖ ا ﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﺛ ﻢ ﻗﺎل‬، ‫ و ﻫﺬا ﺳﻨﺪ ﺻﺤﻴﺢ ﻋﻠﻰ ﺷﺮط اﻟﺸﻴﺨﻴﻦ‬: ‫ﻗﻠﺖ‬
‫ و ﻻ ﻳﺼﺢ رﻓﻌﻪ‬، ‫ و ﻗﺪ روي ﻣﺮﻓﻮﻋﺎ‬، ‫ﻋﺒﺎس ﻣﻦ ﻗﻮﻟﻪ‬
“sanad ini shah ih atas syarat Bukhori-Muslim, Baihaq i meriw ayatkan dari jalan Imam
Syafi’I lalu berkata : ‘ini shahih dari perkataan Ibnu Abbas Rodhiyallahu anhu (secara
mauquf), telah diriw ayatkan secara marfu’, namun tidak shahih pemarfuannya”.
Benar hadits ini juga diriwayatkan secara marfu’ namun tidak shahih, Imam
Al Albani telah menjelaskan sebab pele mahannya, silakan merujuk di kitab
tersebut bagi yang mau.
Imam Syafi’I dalam “Al Umm” (1/73) menyanggah orang-orang yang
mengatakan najisnya mani, karena ada perintah mandi :
‫ﺰ َو َﺟﻞ‬ َ‫ ﻋ‬- َ‫ْﺨﻠْﻖ‬ َ ‫ ُﻪ ﺑِﻪِ ا ﻟ‬‫ َﺪ اﻟﻠ‬‫ﻤ ﺎ اﻟْﻐُ ْﺴ ُﻞ ﺷَ ْﻲ ٌء ﺗـَ َﻌﺒ‬َ‫ج إ ﻧ‬ ِ ‫ اﻟْﻐُﺴ ﻞ ﻟَﻴْﺲ ِﻣﻦ ﻧَﺠ‬:‫ﺎل ﻗَﺎﺋِﻞ ﻓـَﻘَ ْﺪ ﻳـ ْﺆﻣﺮ ﺑِﺎ ﻟْﻐُﺴ ِﻞ ِﻣﻨْ ﻪ ﻗـُﻠْﻨَﺎ‬
ُ ‫ﺎﺳﺔ َﻣﺎ ﻳَ ْﺨ ُﺮ‬
َ َ ْ َ ُْ ُ ْ َُ ُ ٌ َ َ‫ﻓَﺈ ْن ﻗ‬
ِ
‫ﺎء ﻓَﺄَْو َﺟ ْﺒﺖ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬ ِِ
ٌ ‫ْﺤ َﻼل َوﻟَ ْﻢ ﻳَﺄْت ﻣ ْﻨ ُﻪ َﻣ‬
ِ ‫ﺐ ذَ َﻛﺮُﻩ ﻓِ ﻲ ا ﻟَْﻔﺮ ِج ا ﻟ‬‫ﺮﺟ ﻞ إ َذ ا َﻏﻴ‬ ‫ﻚ؟ ﻗِﻴﻞ أَرأَﻳْﺖ اﻟ‬
َ ْ َ َ َُ َ َ
ِ
َ ‫ل َﻋﻠَ ﻰ َذ ﻟ‬ ‫ﺎل ﻗَﺎﺋ ٌﻞ َﻣﺎ َد‬
ِ َ َ‫ ﻓَﺈِ ْن ﻗ‬-
ٌ‫ﺎﺳﺔ‬ ِ ْ ‫ وﻟَﻴ ﺴ‬،‫ا ﻟْﻐﺴ ﻞ‬
َ ‫ﺖ ﻓ ﻲ ا ﻟْ َﻔ ْﺮ ِج ﻧَ َﺠ‬ َ ْ َ َ ُْ
“Jika ada yang bertanya : ‘sungguh telah ada perintah untuk mandi karena keluar
mani’. Kami jaw ab : ‘mandi bukan karena najis yang keluar darinya, hanyalah mandi
disini dalam rangka beribadah kepada Allah Azza w a Jalla’. Jika ia bertanya lagi apa
daliln ya?, jaw ab : ‘bukankah engkau melihat seorang laki-laki jika kemaluannya telah
tenggelam dalam kemaluan wanita yang halal, sekalipun tidak keluar mani, ia w ajib
untuk mandi dan pada saat itu di kemaluannya tidak ada najis (baca mani)”.
Beliau juga menyanggah lagi masih dalam kitab yang sama (1/74) :

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 318


ِ ‫ﻲ ِﻣﻦ ﺛَـﻮ ِب رﺳ‬ ِ‫ﺖ ﺗَـ ْﻐ ِﺴﻞ ا ﻟْﻤﻨ‬ ِ
َ ‫ﺴﺎ رٍ » َﻋ ْﻦ َﻋﺎﺋ‬
ِِ ٍ ِ ِ َ َ‫ﻓَﺈِ ْن ﻗ‬
‫ﻮل‬ َُ ْ ْ َ ُ ْ َ‫ﻬ ﺎ َﻛﺎﻧ‬َ ‫ﺸ َﺔ أَﻧـ‬ َ َ‫ن َﻋ ْﻤ َﺮو ْﺑ َﻦ َﻣ ْﻴُﻤ ﻮن َرَوى َﻋ ْﻦ أَﺑﻴﻪ َﻋ ْﻦ ُﺳ ﻠَْﻴ َﻤﺎ َن ْﺑ ِﻦ ﻳ‬ ‫ﺎل ﻗَﺎﺋ ٌﻞ ﻓَﺈ‬
‫ُﻪ‬‫ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺻﻠ‬ ِ ِ ِ ِ ‫ف ﻟَِﻘ ﻮﻟِﻬﺎ ُﻛ ْﻨﺖ أَﻓـ‬ ٍ ِ ِ ‫ ﻫ َﺬ ا إ ْن ﺟﻌﻠْﻨﺎﻩ ﺛَﺎﺑِﺘ ﺎ ﻓَـﻠَﻴ‬:‫« ﻗُـﻠْﻨﺎ‬- ‫ﻢ‬‫ﻪ ﻋﻠَﻴ ﻪِ وﺳﻠ‬‫ ﻰ اﻟﻠ‬‫ ﺻﻠ‬- ِ‫ﻪ‬‫اﻟﻠ‬
َ - ‫ﻪ‬‫ْﺮُﻛُﻪ ﻣ ْﻦ ﺛـَْﻮب َر ُﺳﻮل اﻟﻠ‬ ُ َ ْ ‫ﺲ ﺑ ﺨ َﻼ‬ َ ْ ً َُ ََ َ َ َ ََ َْ ُ َ
‫ﺢ ﻋَﻠِ ْﻤﻨَﺎ‬َ‫ﺴ‬ َ ِ‫ ِﺎﻣﻪِ َوذَ ﻟ‬‫ﻴْﻪِ َﻳـ ْﻮًﻣﺎ ﻣِ ْﻦ أَﻳ‬‫ﻲ ﻓِﻴﻪِ َﻛ َﻤﺎ َﻻ ﻳَ ُﻜ ﻮنُ ﻏُ ْﺴﻠُ ُﻪ ﻗَ َﺪ َﻣﻴْﻪِ ﻋُ ْﻤ َﺮﻩُ ِﺧ َﻼﻓًﺎ ﻟَِﻤ ْﺴ ِﺤﻪِ ﻋَ ﻠَﻰ ُﺧﻔ‬‫ﺼﻠ‬
َ ‫ﻪ إذَ ا َﻣ‬ُ ‫ﻚ أَﻧ‬ َ ُ‫ ﻳ‬‫ ﺛُﻢ‬- ‫ َﻢ‬‫ﻋَﻠَﻴْﻪ َو َﺳﻠ‬
ِ
‫اﺣ ًﺪ ا ِﻣﻨْـ ُﻬ َﻤﺎ‬
ِ ‫ن و‬ َ‫ َﻼةُ ﺑِﻐﺴ ﻠِﻪِ َﻻ أ‬‫ﻪِ و ﺗﺠﺰِئ اﻟﺼ‬‫ َﻼةُ ﺑِﺤﺘ‬‫ َﻼةُ ﺑِﺎ ﻟْﻐﺴ ِﻞ وَﻛﺬَ ﻟِﻚ ﺗ ﺠﺰِئ اﻟ ﺼ‬‫ َﻼةُ ﺑِﺎ ﻟْﻤﺴ ِﺢ وﺗﺠﺰِئ اﻟﺼ‬‫ﻪ ﺗ ﺠﺰِئ اﻟﺼ‬‫أَﻧ‬
َ ُْ ُ َُْ َ ُ ُْ َ َ ْ ُ ُ ْ َُ ْ َ ُ ُْ ُ
‫ﺴﺎ رٍ َﻛ َﺬا‬ ٍ ِ ِ
ِ َ َ‫ﺸ َﺔ ُﻫ ْﻢ ﻳَ َﺨﺎﻓُﻮ َن ﻓﻴﻪ ﻏَﻠ‬ ِ ٍ ِ ِ ِ ُ ‫ِﺧ َﻼ‬
َ َ‫ﻤﺎ ُﻫ َﻮ َرأْ ُي ُﺳﻠَْﻴ َﻤﺎ َن ْﺑ ِﻦ ﻳ‬َ‫ﻂ َﻋ ْﻤﺮو ْﺑ ِﻦ َﻣ ْﻴ ُﻤ ﻮن إ ﻧ‬ َ ‫ﺲ ﺑﺜَﺎﺑﺖ َﻋ ْﻦ َﻋ ﺎﺋ‬ 
َ ‫ف ْاﻵ َﺧﺮ َﻣ َﻊ أَن َﻫ َﺬ ا ﻟَْﻴ‬
‫ﺸ َﺔ َﺣ ْﺮﻓًﺎ‬ ِ ِ ‫ف ﻫ َﺬ ا ا ﻟْ َﻘﻮ ِل وﻟَﻢ ﻳ ﺴﻤﻊ ﺳﻠَﻴﻤﺎ ُن ﻋﻠِﻤﻨ‬ ِ ِ‫ﺐ إ ﻟَﻲ وﻗَ ْﺪ روِي ﻋﻦ ﻋﺎﺋ‬ َ َ‫ﻪ ﻗ‬ُ ‫ﺎ ُظ أَﻧ‬‫ْﺤ ﻔ‬ ِ
َ ‫ﺎﻩ ﻣ ْﻦ َﻋﺎﺋ‬ ُ َ ْ َ َْ ُ ْ َْ َ ْ َ ْ َ ُ ‫ﺸ َﺔ ﺧ َﻼ‬ َ َ ْ َ َ ُ َ   ‫َﺣ‬ َ ‫ﺎل ُﻏ ْﺴﻠُُﻪ أ‬ ُ ‫َﺣﻔ َﻈ ُﻪ َﻋ ْﻨ ُﻪ ا ﻟ‬
‫ﻂ َوﻟَْﻮ َرَواﻩُ ﻋَ ﻨْـَﻬﺎ َﻛﺎنَ ُﻣ ْﺮ َﺳ ﻞ‬  َ‫ﻗ‬
“Jika ada yang berkata : ‘’Amr bin Maimuun telah meriw ayatkan dari Bapaknya dari
Sulaiman bin Y asaar dari Aisyah Rodhiyallahu anha bahwa beliau mencuci mani yang
menempel di baju Rasulu llah Sholallahu 'alaihi w a Salaam’. Kami katakan : ‘ini jika kita
anggap tsabit, maka tidak menyelisih i perkataan Aisyah Rodhiyallahu anha yang
mengerik baju Rasulullah Sholallahu 'alaihi wa Salaam, lalu sholat, sebagaimana beliau
(meriw ayatkan) bahw a Nabi Sholallahu 'alaihi w a Salaam tidak mencuci kedua telapak
kakin ya pada saat Umroh menyelisihi riw ayat bahwa Nabi Sholallahu 'alaihi wa Salaam
mengusap kedua khufnya pada suatu hari.
Y ang demikian bahw a jika Aisyah mengusap mani, maka kita mengetahui bahw a sah
sholat dengan baju yang terkena mani yang diusap, sah sholat dengan dicuci, sah
sholat dengan dikerik dan sah sholat dengan dicuci, tidak ada pertentangan diantara hal
tersebut. Sekalipun sebenarnya riw ayat ini tidak tsabit dari Aisyah Rodhiyallahu anha,
para ulama khawatir ini adalah kekeliruan ‘Amr bin Maimuun bahw a hal tersebut adalah
pendapat pribadinya Sulaiman b in Yasaar, demikian yang dihapal para Hufadz dari
Sulaiman bahw a ia berkata : ‘mencucinya lebih aku sukai’. Telah diriw ayatkan dari
Aisyah Rodhiyallahu anha yang menyelisihi hal ini yang tid ak didengar oleh Sulaimanm
sehin gga kami tahu dari Aisyah Rodhiyallahu anha satu kalimat saja, seandainya ia
meriw ayatkan dari Aisyah maka hal ini adalah mursal”.
Sebelumnya (1/73) Imam Syafi’I berkata :
ِ ِ ٍ ِ ‫ﺰ وﺟ ﻞ ﺑ ﺪ أَ ﺧﻠْﻖ‬‫ﻪ ﻋ‬‫ اﻟ ﻠ‬‫ﺲ ﻓَﺈِن‬ ٍ ‫ﻪ ﻟَْﻴﺲ ﺑِﻨَ ِﺠ‬ُ‫ﻮل ﻓِ ﻲ أَﻧ‬ ُ ُ‫ﺎل ﻗَﺎﺋِ ٌﻞ ﻓََﻤﺎ ا ﻟ َْﻤ ْﻌﻘ‬
َ َ‫ﻓَﺈِ ْن ﻗ‬
ُ ‫ اﻟَْﻤ‬،ً‫آدَم ﻣ ْﻦ َﻣﺎء َوﻃﻴ ٍﻦ َو َﺟ َﻌﻠَُﻬ َﻤﺎ َﺟﻤ ًﻴﻌﺎ ﻃََﻬﺎ َرة‬
، ‫ﺎء‬ َ َ َ ََ  َ َ َ َ َ
 ِ َ‫ وﻫ َﺬ ا أ َْﻛﺜـﺮ ﻣﺎ ﻳ ُﻜﻮنُ ﻓِ ﻲ ﺧ ﻠٍْﻖ أَ ْن ﻳ ُﻜﻮ َن ﻃ‬،ٌ‫اﻹ ْﻋﻮازِ ِﻣﻦ ا ﻟْﻤ ِﺎء ﻃَﻬﺎرة‬
ٍ ‫ﺎﻫ ًﺮا َوﻏَﻴْـ َﺮ ﻧَ ِﺠ‬ ِ ِ ‫واﻟﻄ‬
‫ﺎر َك‬
َ َ‫ﺲ َوﻗَ ْﺪ َﺧﻠَ َﻖ اﻟﻠ ُﻪ ﺗَـﺒ‬ َ َ َ َ َُ َ َ َ َ َ ْ َ ِْ ‫ﻴﻦ ﻓ ﻲ َﺣﺎل‬ ُ َ
ِ
‫ُﺔ‬‫ ْﺖ َﻋﻠَْﻴﻪ ُﺳ ﻨ‬‫ﻤﺎ َد ﻟ‬‫ﺻ ْﻔ ﺖ ﻣ‬ِ ِ ِ ِ
ٍ ‫ﻞ ﻣ ْﻦ أ َْن ﻳَـ ْﺒﺘَﺪ َئ َﺧ ْﻠًﻘﺎ ﻣ ْﻦ ﻧَ َﺠ‬ ‫َﺟ‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ﺲ َﻣ َﻊ َﻣﺎ َو‬ ُ َ‫ﻞ ﺛَـﻨ‬ ‫ﺪ اﻓِﻖ ﻓَ َﻜﺎ َن َﺟ‬ ‫آد َم ﻣ ْﻦ ا ﻟ َْﻤﺎء اﻟ‬
َ ‫ﺰ َوأ‬‫ﺎؤُﻩ أ ََﻋ‬ َ ‫َوﺗَـَﻌﺎﻟَ ﻰ ﺑَﻨﻲ‬
‫ﻤﺎ ﻳُْﺪ رُِﻛ ُﻪ اﻟ َْﻌ ْﻘ ُﻞ ِﻣ ْﻦ‬ ‫ﺻ ْﻔﺖ ِﻣ‬
َ ‫ﺎص َﻣ َﻊ َﻣ ﺎ َو‬ ٍ ‫ﺎس َو َﺳ ْﻌ ﺪِ ْﺑ ِﻦ أَﺑِﻲ َوﻗ‬
ٍ ‫ﺸ َﺔ َوا ْﺑ ِﻦ َﻋﺒ‬ ِ ِ
َ ‫ َوا ﻟ‬- ‫ َﻢ‬‫ُﻪ َﻋﻠَْﻴ ﻪ َو َﺳﻠ‬‫ ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺻﻠ‬
َ ‫ْﺨﺒَـ ُﺮ َﻋ ْﻦ َﻋ ﺎﺋ‬
ِ ِ
َ - ‫ﻪ‬‫َر ُﺳﻮل اﻟﻠ‬
‫ﻳﺤ ِﻪ‬
ِ ِ‫ْﻖ ﻣﺎ ﻳ ْﺨﺮ ج ِﻣﻦ َذ َﻛﺮٍ ور‬
َ ْ ُ ُ َ َ َ ‫ﻳﺤ ُﻪ َو َﺧﻠْ َﻘ ُﻪ ُﻣﺒَﺎ ﻳِ ٌﻦ َﺧﻠ‬ َ ِ‫ ر‬‫أَن‬
“jika ada yang berkata : ‘bagaimana secara logika bahwa mani itu tidak najis’. (kita
jaw ab) : ‘sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memulai penciptaan Adam dari air dan
tanah dan menjadikan semua tadi suci, air dan tanah pada kondisi campuran adalah air
suci. Ini adalah unsur terbesar dari manusia bahw a hal tersebut adalah suci bukan
najis. Allah telah menciptakan anak Adam dari Air yang terpancar, maka Allah sangat
Mulia dan sangat Tinggi untuk menciptakan manusia dari sesuatu yang najis,
bersamaan dengan sifat yang dit unjukkan oleh hadits Rasulullah Sholallahu 'alaihi w a

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 319


Salaam dan atsar dari Aisyah Rodhiyallahu anha, Ibnu Abbas, Sa’ad bin Abi Waqqoosh
Rodhiyallahu anhum ajmain (tentang sucinya). Dan sifat yang disaksikan oleh akal
bahw a baunya berbeda dengan sesuatu yang keluar dari kemaluan (air kencing)”.

Berkata Imam Bukhori :


ٍ ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ ﺮﻧَﺎ َﻋﻤﺮو ﺑﻦ ﻣ ْﻴﻤ‬ ِ
‫ى َﻋ ْﻦ ُﺳﻠَ ْﻴ َﻤﺎ َن ﺑْ ِﻦ ﻳَ َﺴﺎرٍ َﻋ ْﻦ‬
 ‫ﻮن اﻟْ َﺠ َﺰِر‬ ُ َ ُ ْ ُ ْ َ َ َ‫ﻪ ﻗ‬‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟﻠ‬ َ َ‫ﺪﺛـََﻨﺎ َﻋْﺒ َﺪا ُن ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 229
‫ن ﺑُـﻘَ َﻊ‬ ِ‫ َوإ‬، ِ‫ ﻼَة‬‫ ﻓـَ َﻴ ْﺨ ُﺮ ُج إِﻟَﻰ اﻟﺼ‬، - ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ب اﻟﻨ‬ ِ ‫ْﺠَﻨﺎﺑَﺔَ ِﻣ ْﻦ ﺛـَ ْﻮ‬ ِ ُ ‫َﺖ ُﻛ ْﻨ‬
َ ‫ﺖ أَﻏْ ﺴ ُﻞ اﻟ‬ ْ ‫َﻋﺎﺋِ َﺸﺔَ ﻗَﺎﻟ‬
ِ‫اﻟْﻤ ِﺎء ﻓِ ﻰ ﺛـَﻮﺑِﻪ‬
ْ َ
90). Hadits no. 229
“Haddatsana Ábdaan ia berkata, akhbaronaa Abdullah ia berkata, akhbaronaa Ámr bin
Maimuun Al Jazariy dari Sulaimaan bin Yasaae dari Áisyah rodhiyallahu anha ia berkata :
áku pernah mencuci janabah (baca mani) dari baju Nabi sholallahu alaihi wa salam, lalu
Beliau keluar untuk sholat, dan bekas (blentongan air-jawa) ada di bajunya’”.

Biografi Perowi Hadits

Abdaan adalah laqob untuk Abdullah bin Utsman seorang perowi tsiqoh
tsbat, telah berlalu keterangannya; Abdullah yakni ibnul Mubarok.

Nama : Abu Abdillah/Abdur Rokhman Ámr bin Maimuun


Kelahiran : Wafat 147 H
Negeri tinggal : ar-Ruqiy
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Maín, Imam Ibnu Saád,
Imam Nasaí, Imam Ibnu Numair dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Sulaimaan salah seorang gurunya, sebagaimana ditulis
oleh Imam Al Mizzi.

Nama :Abu Ayyub Sulaimaan bin Yasaar Al Hilaaliy


Kelahiran :Wafat setelah tahun 100-an H
Negeri tinggal :Madinah
Komentar ulama : Tabi’I wasith. Salah satu fuqoha yang tujuh, Aimah
Tabiín pada zamannya.
Hubungan Rowi : Aisyah Rodhiyallahu 'anha adalah salah seorang
gurunya.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 320


Berkata Imam Bukhori :
َ َ‫ﺪ ٌد ﻗ‬ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُﻣ َﺴ‬ ‫ﺖ َﻋﺎﺋِ َﺸ َﺔ ح َو َﺣ‬
‫ﺎل‬ ُ ‫ ﺛَـَﻨﺎ َﻋ ْﻤٌﺮو َﻋ ْﻦ ُﺳ َﻠ ْﻴ َﻤﺎ َن ﻗَﺎ َل َﺳ ِﻤ ْﻌ‬‫ﺎل َﺣﺪ‬
َ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ﻳَﺰِﻳ ُﺪ ﻗ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ﻗُـﺘَـ ْﻴَﺒ ُﺔ ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 230
ِ ِ ِ ُ ‫ﺎل ﺳﺄَﻟ‬ ٍ َ َ‫اﺣ ِﺪ ﻗ‬ ِ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟْﻮ‬ ‫ﺣ‬
ُ ‫ﻰ ﻳُﺼ‬ ‫ْﺖ َﻋﺎﺋ َﺸ َﺔ َﻋ ِﻦ اﻟ َْﻤﻨ‬
‫ﻴﺐ‬ َ َ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﻋ ْﻤ ُﺮو ﺑْ ُﻦ َﻣ ْﻴ ُﻤﻮن َﻋ ْﻦ ُﺳﻠَ ْﻴ َﻤﺎ َن ﺑْ ِﻦ ﻳَ َﺴﺎرٍ ﻗ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ َ َ
‫ ﻼَةِ َوأَﺛَـ ُﺮ اﻟْﻐَ ْﺴ ِﻞ‬‫ ﻓـَ َﻴ ْﺨ ُﺮ ُج إِﻟَﻰ اﻟﺼ‬، - ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ِ ‫ب رﺳ‬ ِ ِ ُ ‫َﺖ ُﻛ ْﻨ‬
ُ َ ِ ‫ﺖ أَﻏْﺴﻠُ ُﻪ ﻣ ْﻦ ﺛَـ ْﻮ‬ ْ ‫ب ﻓـَ َﻘﺎﻟ‬ َ ‫ﻮ‬ْ ‫اﻟﺜـ‬
‫ﻓِ ﻰ ﺛـَ ْﻮﺑِﻪِ ﺑُـﻘَ ُﻊ اﻟ َْﻤ ِﺎء‬
91). Hadits no. 230
“Haddatsana Qutaibah ia berkata, haddatsanaa Yaziid ia berkata, haddatsanaa Ámr dari
Sulaimaan ia berkata, aku mendengar Aisyah rodhiyallahu anha. (ganti sanad)
Haddatsanaa Musaddad ia berkata, haddatsanaa Abdul Wahid ia berkata, haddatsanaa Ámr
bin Maimuun dari Sulaimaan bin Yasaar ia berkata, aku bertanya kepada Aisyah rodhiyallahu
anha te ntang mani yang mengenai baju?’. Lalu beliau menjawab : áku pernah mencuci baju
Rasulullah sholallahu alaihi wa salam, lalu Beliau sholat dan bekas cucian di bajunya masih
blentong (jawa) terlihat’”.

Biografi Perowi Hadits

Qutaibah adalah ibnu Saíd, perowi yang tsiqoh tsabat; Musaddad yaitu ibnu
Musarhid, perow i tsiq oh tsabat; Abdul Wahid yakni ibnu Ziyaad, perow i
tsiqoh.

Nama : Abu Muáwiyyah Yaziid bin Zurai’


Kelahiran : Lahir 101 H Wafat 182 H
Negeri tinggal : Bashroh
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Ahmad, Imam Ibnu Maín, Imam
Ibnu Saád, Imam Abu Hatim, dan Imam Nasaí.
Hubungan Rowi : Ámr bin Maimuun salah seorang gurunya, sebagaimana
ditulis oleh Imam Al Mizzi.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Pada penjelasan Imam Syafií yang kami nukil di bab ini, beliau
meragukan keshahihan pendengaran Sulaimaan bin Yaasir dari Aisyah
rodhiyallahu anha, karena Ámr bin Maimuun menyendiri dalam riw ayat
tentang hal ini dari Sulaimaan, dimana para muridnya yang lain
menjadikan hal ini adalah perkataannya Sulaimaan bukan perkataannya

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 321


Aisyah rodhiyallahu anha. Namun dengan adanya sanad pada hadits no.
230 yang menunjukkan bahwa Sulaimaan mendengar dari Aisyah
rodhiyallahu anha secara langsung dan melalui sanad lain Sulaimaanla h
yang bertanya kepada Aisyah rodhiyallahu anha, sehingga dengan ini
diketahui kelemahan pendapat yang menyatakan bahwa Sulaimaan tidak
pernah mendengar dari Aisyah rodhiyallahu anha.
2. Sucinya mani berdasarkan pendapat yang rajih, karena terdapat riw ayat
bahwa Aisyah rodhiyallahu anha pernah menggosok mani Nabi sholallahu
alaihi wa salam ketika sudah kering. Imam Abu Dawud dalam sunannya
(no. 372) dan dishahihkan oleh Imam Al Albani meriwayatkan :
ِ‫ ﻲ ﻓِﻴﻪ‬‫ﺼﻠ‬
َ ‫ َﻢ ﻓَـُﻴ‬‫ ﻰ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴﻪِ َو َﺳﻠ‬‫ﺻﻠ‬
َ ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ِ ‫ﻲ ِﻣ ْﻦ ﺛَـ ْﻮ‬ ِ‫ﺖ أَﻓْـ ُﺮ ُك ا ﻟ َْﻤﻨ‬
ِ ‫ب َر ُﺳ‬ ُ ‫ُﻛ ْﻨ‬
“aku pernah mengerik mani dari baju Rasulullah sholallahu alaihi wa salam, lalu Beliau
sholat menggunakan pakain tersebut”.
3. Termasuk dalam bab ini adalah maninya wanita juga dihukumi suci.
Sebagaimana telah diisyaratkan Imam al-Áini dalam pembukaan bab
diatas.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 322


ُ‫ﺐ أَﺛـَ ُﺮﻩ‬
ْ ‫ْﺠَﻨﺎﺑَﺔَ أَ ْو ﻏَﻴْـ َﺮ َﻫﺎ ﻓَـﻠَ ْﻢ ﻳَ ْﺬ َﻫ‬ َ َ‫ ﺑﺎب إِذَا ﻏ‬- 65
َ ‫ﺴ َﻞ ا ﻟ‬
Bab 65 Jika Mencuci Mani atau Selainnya, namun tidak
Hilang juga Bekasnya

Penjelasan :
Imam al-‘Aini berkata menjelaskan judul bab ini dalam “Umdhatul
Qory” :
‫أي ﻫﺬا ﺑﺎب ﻓﻲ ﺑﻴﺎن ﺣﻜﻢ ﻏﺴﻞ اﻟﻤﻨﻲ أو ﻏﻴﺮﻩ وﻟﻢ ﻳﺬﻫﺐ أﺛﺮﻩ وﻣﺮادﻩ أن اﻷﺛﺮ إذا ﻛﺎن ﺑﺎﻗﻴﺎ ﻻ ﻳﻀﺮﻩ‬
“yaitu bab ini menjelaskan hukum mencuci mani atau selainnya dan tidak hilang
bekasnya. Y ang dimaksud bekas disini adalah jika ia masih tersisa maka tidak
mengapa”.
Kemudian lanjut beliau :
‫ﻗﻮﻟﻪ او ﻏﻴﺮﻫﺎ أي ﻏﻴﺮ اﻟﺠﻨﺎﺑﺔ ﻧﺤﻮ دم اﻟﺤﻴﺾ وﻟﻢ ﻳﺬﻛﺮ ﻓﻲ اﻟﺒﺎب ﺣﺪﻳﺜﺎ ﻳﺪل ﻋﻠﻰ ﻫﺬﻩ اﻟﺘﺮﺟﻤﺔ وﻗﺎل ﺑﻌﻀﻬﻢ وذﻛﺮ ﻓﻲ‬
‫اﻟﺒﺎب ﺣﺪﻳﺚ اﻟﺠﻨﺎﺑﺔ وأﻟﺤﻖ ﻏﻴﺮﻫﺎ ﻗﻴﺎﺳﺎ وأﺷﺎر ﺑﺬﻟﻚ إﻟﻰ ﻣﺎ رواﻩ أﺑﻮ د اود وﻏﻴﺮﻩ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ أﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮة رﺿﻲ اﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻨﻪ أن‬
‫ﺧﻮﻟﺔ ﺑﻨﺖ ﻳﺴﺎر ﻗﺎﻟﺖ ﻳﺎ رﺳﻮل اﷲ ﻟﻴﺲ ﻟﻲ إﻻ ﺛﻮب واﺣﺪ وأﻧﺎ أﺣﻴﺾ ﻓﻜﻴﻒ أﺻﻨﻊ ﻗﺎل إذ ا ﻃﻬﺮت ﻓﺎﻏﺴﻠﻴﻪ ﻗﺎﻟﺖ ﻓﺎن ﻟﻢ‬
‫ﻳﺨﺮج اﻟﺪم ﻗﺎل ﻳﻜﻔﻴﻚ اﻟﻤﺎء وﻻ ﻳﻀﺮك أﺛﺮﻩ اﻧﺘﻬﻰ‬
“judul bab “atau selainnya” yakni selain mani, misal darah haidh, dalam bab ini tidak
disebutkan hadits yang menunjukkan hal tersebut, sebagian ulama berkata :
‘disebutkan dalam bab in i hadit s mani, lalu diikutkan selainnya dan yang menunjukkan
hal in i adalah sebagaimana diriw ayatkan oleh Abu Dawud dan selainnya dari hadits Abu
Huroiroh rodhiyallahu anhu dari Khoulah bin tu Y asaar rodhiyallahu anha ia berkata :
‘w ahai Rasu lullah aku tidak memiliki kecuali satu baju dan saya haidh, maka apa yang
harus saya lakukan?’, Nabi sholallahu alaihi w a salam menjaw ab : “jika engkau telah
suci, maka cucilah bajumu”. Tanyanya lagi : ‘jika bekas darahnya tidak hilang’. Nabi
sholallahu alaihi wa salam menjaw ab : “diperciki air dan tidak mengapa bekasnya”.
Hadits ini telah kami singgung pada bab-bab sebelumnya.

Berkata Imam Bukhori :


‫ْﺖ ُﺳﻠَ ْﻴ َﻤﺎ َن ﺑْ َﻦ ﻳَ َﺴ ﺎرٍ ﻓِﻰ‬
ُ ‫ﺎل َﺳﺄَﻟ‬ ٍ ‫ﺪﺛـََﻨﺎ َﻋﻤ ﺮو ﺑﻦ ﻣﻴﻤ‬ ‫ﺎل ﺣ‬
َ َ‫ﻮن ﻗ‬ ُ َْ ُ ْ ُ ْ
ِِ
َ َ َ‫ﺪﺛـََﻨﺎ َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟ َْﻮاﺣ ﺪ ﻗ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ َ َ‫ﻮﺳ ﻰ ﻗ‬ َ ‫ﺪﺛـََﻨﺎ ُﻣ‬ ‫ َﺣ‬- 231
‫ ﺛُﻢ‬، - ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ِ ‫ب رﺳ‬ ِ ِ ُ ْ‫َﺖ ﻋَﺎﺋِ َﺸﺔُ ُﻛﻨ‬
ُ َ ِ ‫ﺖ أَﻏْ ﺴﻠُ ُﻪ ﻣ ْﻦ ﺛـَ ْﻮ‬ ْ ‫ﺎل ﻗَﺎﻟ‬ َ َ‫ْﺠﻨَﺎﺑَﺔُ ﻗ‬ ِ ِ ‫ﻮ‬‫اﻟﺜـ‬
َ ‫ب ﺗُﺼ ُﻴﺒ ُﻪ اﻟ‬ ْ
‫ﺼﻼَةِ َوأَﺛَـ ُﺮ اﻟْﻐَ ْﺴ ِﻞ ﻓِﻴﻪِ ﺑُـ َﻘ ُﻊ اﻟ َْﻤ ِﺎء‬ ‫ﻳَ ْﺨُﺮ ُج إِﻟَﻰ اﻟ‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 323


92). Hadits no. 231
“Haddatsanaa Musa ia berkata, haddatsanaa Abdul Wahid ia berkata, haddatsanaa Ámr bin
Maimuun dari Sulaimaan bin Yasaar ia berkata, aku bertanya kepada Aisyah rodhiyallahu
anha te ntang mani yang mengenai baju?’. Lalu beliau menjawab : áku pernah mencuci baju
Rasulullah sholallahu alaihi wa salam, lalu Beliau sholat dan bekas cucian di bajunya masih
blentong (jawa) terlihat’”.

Biografi Perowi Hadits

Musa adalah ibnu Ismail, perow i tsiqoh; sementara para perowi sisanya baru
saja berlalu di bab sebelumnya.

Berkata Imam Bukhori :


ٍ‫ﻮن ﺑْ ِﻦ ِﻣ ْﻬ َﺮا َن ﻋَ ْﻦ ُﺳﻠَ ْﻴ َﻤﺎ َن ﺑْ ِﻦ ﻳَ َﺴﺎ ر‬ِ ‫ﺪﺛـَﻨَﺎ ﻋَﻤﺮو ﺑﻦ ﻣﻴﻤ‬ ‫ﺎل ﺣ‬
ُ َْ ُ ْ ُ ْ َ َ َ‫ﺪﺛـَﻨَﺎ ُزَﻫﻴْـ ٌﺮ ﻗ‬ ‫ﺎل َﺣ‬َ َ‫ﺪﺛـَﻨَﺎ ﻋَ ْﻤ ُﺮو ﺑْ ُﻦ َﺧﺎﻟِ ٍﺪ ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 232
‫ أ ََراﻩُ ﻓِﻴﻪِ ﺑُـﻘْ َﻌﺔً أ َْو ﺑُـﻘَ ًﻌﺎ‬‫ ﺛُﻢ‬، - ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ب اﻟﻨ‬ ِ ‫ﻰ ِﻣ ْﻦ ﺛـَ ْﻮ‬ ِ‫ﺖ ﺗـَﻐْ ِﺴﻞ اﻟ َْﻤﻨ‬
ُ ْ َ‫ َﻬﺎ َﻛﺎﻧ‬‫ﻋَ ْﻦ ﻋَﺎﺋِ َﺸﺔَ أَﻧـ‬
93). Hadits no. 232
“Haddatsanaa ‘Amr bin Khoolid ia berkata, haddatsanaa Zuhair ia berkata, haddatsanaa Ámr
bin Maimuun dari Sulaimaan bin Yasaar dari Aisyah rodhiyallahu anha bahwa beliau mencuci
mani dari baju Nabi sholallahu alaihi wa salam, lalu beliau melihat masih ada bekas blentong
di baju tersebut”.

Biografi Perowi Hadits

‘Amr bin Kholid perow i tsiqoh; Zuhair yakni ibnu Muáwiyah, perowi tsiqoh
tsabat.

Penjelasan Hadits :
1. Setelah dilakukan upaya untuk membersihkan mani atau sejenisinya dan
ternyata bekasnya masih belum hilang, maka syariat memberikan
pemaafan untuk menggunakannya didalam ibadah sholat.
2. Islam tidak mengharuskan umatnya memakai pakaian baru ketika
beribadah kepada Allah Ta’alaa, namun kebersihan pakaian dan badan
harus diperhatikan. Hal ini sesuai firman Allah Taálaa :
َ ‫َوﺛَِﻴ َﺎﺑ‬
‫ﻬ ْﺮ‬ َ‫ﻚ ﻓَﻄ‬
“Dan Pakainmu, bersihkanlah”(QS. Al Muddatsir : 4).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 324


ِ ِ‫اب َواﻟْ َﻐَﻨ ِﻢ َوَﻣ َﺮاﺑ‬
‫ﻀ َﻬﺎ‬  ‫ ﺑﺎب أَﺑْـَﻮ ِال ِاﻹﺑِ ِﻞ َو‬- 66
 ‫اﻟﺪ َو‬
‫اء‬ َ ‫ ُﺔ إِﻟَﻰ َﺟ ْﻨﺒِﻪِ ﻓَـ َﻘ‬‫ﺮﻳ‬ ‫ﺴ ْﺮﻗِﻴ ِﻦ َواﻟْﺒَـ‬ ‫ﻳﺪ َواﻟ‬
ٌ ‫ﻢ َﺳ َﻮ‬ ‫ﺎل َﻫﺎ ُﻫَﻨﺎ َوَﺛ‬
ِ ِ‫ ﻰ أَﺑﻮ ﻣ ﻮﺳﻰ ﻓِ ﻰ َدارِ اﻟْﺒﺮ‬‫وﺻ ﻠ‬
َ َ ُ ُ َ َ
Bab 66 Kencing Unta, Binatang Ternak dan Kambing Serta
Kandang Binatang Tersebut
Abu Musa rodhiyallahu anhu sholat di r umah al-Bariid, seda ngkan
tahi binatang ternak dan pada ng pasir a da disebelahnya, beliau
berkata : ‘disini dan disana sama saja’.

Penjelasan :
Imam al-‘Aini berkata menjelaskan judul bab ini dalam “Umdhatul
Qory” :
‫أي ﻫﺬا ﺑﺎب ﻓﻲ ﺑﻴﺎن ﺣﻜﻢ أﺑﻮال اﻹﺑﻞ إﻟﻰ آﺧﺮﻩ إﻧﻤﺎ ﺟﻤﻊ اﻷﺑﻮال ﻷﻧﻪ ﻟﻴﺲ اﻟﻤﺮاد ذﻛﺮ ﺣﻜﻢ ﺑﻮل اﻹﺑﻞ ﻓﻘﻂ ﺑﻞ اﻟﻤﺮاد ﺑﻴﺎن‬
‫ﺣﻜﻢ ﺑﻮل اﻹﺑﻞ وﺑﻮل اﻟﺪواب وﺑﻮل اﻟﻐﻨﻢ‬
“yaitu bab ini menjelaskan hukum kencing Unta dan seterusnya, disini digunakan kata
jamak kencing (Abw aal), karena yang dimaksud adalah bukan penyebutan hukum
kencing Unta semata, namun penjelasan hukum kencing unta, kencing hewan ternak
dan kencing Kambing”.
Imam al-‘Aini menyebutkan bahwa atsar sahabat Abu Musa
rodhiyallahu anhu diriw ayatkan dengan sanad bersambung sebagai berikut :
‫ﻫﺬا اﻻﺛﺮ وﺻﻠﻪ أﺑﻮ ﻧﻌﻴﻢ ﺷﻴﺦ اﻟﺒﺨﺎري ﻓﻲ ﻛﺘﺎب ) اﻟﺼﻼة ( ﻟﻪ ﻗﺎل ﺣﺪﺛﻨﺎ اﻷﻋﻤﺶ ﻋﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﺑﻦ اﻟﺤﺎرث ﻫﻮ اﻟﺴﻠﻤﻲ‬
‫اﻟﻜﻮﻓﻲ ﻋﻦ أ ﺑﻴﻪ ﻗﺎل ﺻﻠ ﻰ ﺑﻨﺎ أﺑﻮ ﻣﻮﺳﻰ ﻓﻲ دار اﻟﺒﺮﻳﺪ وﻫﻨﺎك ﺳﺮﻗﻴﻦ اﻟﺪواب واﻟﺒﺮﻳﺔ ﻋﻠﻰ اﻟﺒﺎب ﻓﻘﺎﻟﻮا ﻟﻮ ﺻﻠﻴﺖ ﻋﻠﻰ اﻟﺒﺎب‬
‫ﻓﺬﻛﺮﻩ وﻫﺬا ﺗﻔ ﺴﻴﺮ ﻟﻤﺎ ذﻛﺮﻩ اﻟﺒﺨﺎري ﻣﻌﻠﻘﺎ وأﺧﺮﺟﻪ ا ﺑﻦ أﺑﻲ ﺷﻴﺒﺔ أﻳﻀﺎ ﻓ ﻲ ) ﻣﺼﻨﻔﻪ ( ﻓﻘﺎل ﺛﻨﺎ وﻛﻴﻊ ا ﻷﻋﻤﺶ ﻋﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﺑﻦ‬
‫اﻟﺤﺎرث ﻋﻦ أﺑﻴﻪ ﻗﺎل ﻛﻨﺎ ﻣﻊ أﺑﻲ ﻣﻮﺳﻰ ﻓﻲ دار اﻟﺒﺮﻳﺪ ﻓﺤﻀﺮت اﻟﺼﻼة ﻓﺼﻠﻰ ﺑﻨﺎ ﻋﻠﻰ روث وﺗﺒﻦ ﻓﻘﻠﻨﺎ ﻻ ﻧﺼﻠﻲ ﻫﻬﻨﺎ واﻟﺒﺮﻳﺔ‬
‫إ ﻟﻰ ﺟﻨﺒﻚ ﻓﻘﺎل اﻟﺒﺮﻳﺔ وﻫﻬﻨﺎ ﺳﻮاء وﻗﺎل اﺑﻦ ﺣﺰم روﻳﻨﺎ ﻣﻦ ﻃﺮﻳﻖ ﺷﻌﺒﺔ وﺳﻔﻴﺎن ﻛﻼﻫﻤﺎ ﻋﻦ اﻷﻋﻤﺶ ﻋﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﺑﻦ اﻟﺤﺎرث ﻋﻦ‬
‫أﺑﻴﻪ ﻗﺎل ﺻﻠﻰ ﺑﻨﺎ أﺑﻮ ﻣﻮﺳﻰ ﻋﻠﻰ ﻣﻜﺎن ﻓﻴﻪ ﺳﺮﻗﻴﻦ وﻫ ﺬا ﻟﻔﻆ ﺳﻔﻴﺎن وﻗﺎل ﺷﻌﺒﺔ روث اﻟﺪواب ﻗﺎل وروﻳﻨﺎﻩ ﻣﻦ ﻃﺮﻳﻖ ﻏﻴﺮﻫﻤﺎ‬
‫واﻟﺼﺤﺮاء أﻣﺎﻣﻪ وﻗﺎل ﻫﻬﻨﺎ وﻫﻨﺎك ﺳﻮاء‬
“atsar ini disambungkan oleh Abu Nuáim gurunya Imam Bukhori dalam kitab “Sholat” :
haddatsanaa Al-A’masy dari Maalik ibnul Haarits as-Sulamiy al-Kuufiy dari Bapaknya ia
berkata : Ábu Musa sholat bersama kami di rumah al-Bariid, disana terdapat kotoran
hewan ternak dan gurun pasir terletak didepan pintu, mereka berkata : ‘seandainya
engkau sholat di pintu’, maka Abu Musa berkata : “Al-Atsar”. Ini adalah sebagai
penjelas untuk apa yang disebutkan Imam Bukhori secara Muálaq.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 325


Ibnu Abi Syaibah dalam “al-Mushonaf” meriw ayatkan : haddatsanaa W akii’dari Al-
A’masy dari Maalik ibnul Haarits dari Bapaknya ia berkata : ‘kami bersama Abu Musa di
rumah al-Bariid, lalu datang waktu sholat, lalu beliau akan mengajak kami sholat di
tempat yang terdapat kotoran ternak dan jerami’, maka kami berkata : ‘jangan sholat
disini, itu gurun pasir disampingmu!’. Beliau berkata : ‘di gurun dan disini sama saja’.
Ibnu Hazm berkata : ‘kami meriw ayatkan dari jalan Syu’bah dan Sufyan keduanya dari
Al-‘Amasy dari Malik ibnul Haarits dari Bapaknya ia berkata : ‘Abu Musa rodhiyallahu
anhu akan mengimami kami sholat di tempat yang terdapat kotoran’. Ini adalah
lafadznya Sufyan, sedangkan riw ayatnya Syu’bah ‘kotoran ternak’. Ibnu Hazm berkata :
‘kami meriwayatkan dari jalan selain keduanya dengan lafadz : ‘sedangkan gurun pasir
didepannya’, lalu Abu Musa rodhiyallahu anhu berkata : ‘disini dan disana sama’
Yang dimaksud dengan Daarul Bariid adalah sebagaimana dijelaskan
oleh Imam Al-Áini :
‫ﻗﻮﻟﻪ ﻓﻲ دار اﻟﺒﺮﻳﺪ وﻫﻲ دار ﻳﻨﺰﻟﻬﺎ ﻣﻦ ﻳﺄﺗﻲ ﺑﺮﺳﺎﻟﺔ اﻟﺴﻠﻄﺎن واﻟﻤﺮاد ﻣﻦ دار اﻟﺒﺮﻳ ﺪ ﻫﻬﻨﺎ ﻣﻮﺿﻊ ﺑﺎﻟﻜﻮﻓﺔ ﻛﺎﻧﺖ ا ﻟﺮﺳﻞ ﺗﻨﺰل ﻓﻴﻪ‬
‫إذا ﺣﻀﺮوا ﻣﻦ اﻟﺨﻠﻔﺎء إﻟﻰ اﻷﻣﺮاء وﻛﺎن أﺑﻮ ﻣﻮﺳﻰ رﺿﻲ اﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻨﻪ أﻣﻴﺮا ﻋﻠﻰ اﻟﻜﻮﻓﺔ ﻓﻲ زﻣﻦ ﻋﻤﺮ وﻓﻲ زﻣﻦ ﻋﺜﻤﺎن رﺿﻲ‬
‫اﷲ ﻋﻨﻬﻤﺎ وﻛﺎن اﻟﺪار ﻓﻲ ﻃﺮف اﻟﺒﻠﺪ وﻟﻬﺬا ﻛﺎﻧﺖ اﻟﺒﺮﻳﺔ إﻟﻰ ﺟﻨﺒﻬﺎ‬
“yakni rumah yang ditempati oleh orang yang mengantarkan surat dari sultan dan yang
dimaksud darul bariid didalam atsar in i adalah tempat di Kufah yang dijadikan tempat
singgah ketika mereka ditugaskan kholifah untuk mengantarkan pesannya kepada
Gubernur. Abu Musa rodhiyallahu anhu pada w aktu itu adalah sebagai gubernur Khufah
pada zaman Umar dan Utsman rodhiyallahu anhumaa. Rumah ini terletak di ujung kota,
oleh karenanya dekat dengan padang pasir”.
Jadi karena rumah ini bersifat sementara dan hanya disinggahi ketika
utusan kholifah datang ke w ilayah gubernuran, maka ketika tidak ditempati
kemungkinan binatang ternak masuk disitu dan akhirnya rumah tersebut
mirip kandang binatang.
Jadi dalam bab ini, Imam Bukhori ingin menyampaikan hukum air
kencing dan kotoran binatang ternak apakah ia suci atau najis?, karena “Ad-
dawaab” dalam bahasa arab, dijelaskan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar dalam “Al-
Fath” :
ِ‫ْﺤ ِﻤﻴﺮ‬ ِ ِ ِ ِ ‫ب ﻣﻌﻨﺎﻩ اﻟْﻌﺮﻓِ ﻲ وﻫﻮ ذَوات ا ﻟ‬
َ ‫ْﺤﺎﻓﺮِ ﻣ ْﻦ ا ﻟ‬
َ ‫ْﺨ ْﻴ ِﻞ َوا ﻟْﺒﻐَﺎل َوا ﻟ‬
ِ
َ َ َ ُ َ ّ ْ ُ ُ َ ْ َ  ‫وا‬
َ ‫َوا ﻟُْﻤ َﺮاد ﺑﺎﻟ ﺪ‬
“yang dimaksud ad-Daw aab adalah secara urf (kebiasaan) yaitu binatang berkuku
seperti Kuda, Bighol (campuran kuda dan keledai) dan Kele dai”.
Al Hafidz dalam “Al Fath” condong kepada pendapat yang
mengatakan najisnya air kencing dan kotoran binatang, menurut belia u
berhujjah dengan sholatnya Abu Musa rodhiyallahu anhu di tempat yang
terdapat kotoran ternak disitu tidak serta merta melazimkan bahwa kotoran
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 326
ternak tersebut suci, karena bisa jadi Abu Musa sholat dengan menggunakan
alas, namun dalam riw ayat diatas sangat jelas menunjukkan bahwa Abu
Musa rodhiyallahu anhu sholat tanpa menggunakan alas, terlebih lagi dinukil
dari Ibnul Musayyib dan selainnya bahwa sholat menggunakan alas adala h
bidáh. Atau bisa jadi Abu Musa rodhiyallahu anhu berpendapat bahwa
sucinya tempat bukan syarat sholat, namun hanya sekedar wajib saja. Tapi
dengan adanya riwayat yang menawarkan kepada Abu Musa rodhiyallahu
anhu agar melakukan sholat di gurun pasir saja daripada di Rumah Bariid,
namun Abu Musa rodhiyallahu anhu menolaknya dan mengatakan bahwa
kedua tempat itu sama saja, menunjukkan bahwa Abu Musa rodhiyallahu
anhu berpandangan bahwa kotoran hewan ternak adalah suci.
Lalu Al Hafidz masih mengatakan bahwa seandainya seperti itu maka
bisa jadi ini adalah pendapat pribadinya Abu Musa rodhiyallahu anhu, karena
ada sahabat lain seperti Ibnu Umar rodhiyallahu anhu yang menyelisihi
belia u rodhiyallahu anhu. Kemudian Al Hafidz membandingkan riwayat dari
seorang sahabat yang diserang dengan panah ketika sedang sholat menjaga
perbatasan, sehingga beliau rodhiyallahu anhu sholat dengan penuh luka
darah, namun dalam hal ini tidak otomatis menjadi hujjah bahwa darah itu
suci, sebagaimana sholatnya Abu Musa rodhiyallahu anhu di tempat yang
ada kotoran ternak, menjadi hujjah bahwa kotoran ternak itu suci. Dalam
kesimpulannya Al Hafidz condong kepada pendapat najisnya kencing hewan,
karena masuk dalam keumuman sabda Nabi sholallahu alaihi wa salam :
‫ﻣﺔ َﻋ َﺬاب اﻟْ َﻘْﺒ ﺮ ِﻣ ْﻨ ُﻪ‬ ‫ن َﻋﺎ‬ ‫اِ ْﺳﺘَـ ْﻨ ﺰُِﻫﻮا ِﻣ ْﻦ اﻟْﺒَـ ْﻮ ِل ﻓَِﺈ‬
“Menjauhlah dari kencing, karena umumnya adab kubur, karena (tidak bisa menjaga diri dari
air kencing-pent)”(dishahihkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah).
Imam Syaukani dalam “Nailul Author” menulis bahwa yang
berpendapat najisnya air kencing hewan dengan berdalil keumuman hadits
ini adalah :
‫ َو َرَو ُاﻩ ْاﺑ ُﻦ َﺣ ْﺰٍم ﻓِ ﻲ‬، ِ‫ﺴﺒَ ُﻪ ﻓِ ﻲ ا ﻟْﻔَ ْﺘ ِﺢ إ ﻟَﻰ ا ﻟْ ُﺠ ْﻤُﻬﻮر‬ ِ ‫ﺔُ وا ﻟ‬‫ﺎﻓِﻌِ ﻴ‬‫ وﻫ ﻢ اﻟﺸ‬، ‫ﺎل‬
َ َ‫ َوﻧ‬، ُ‫ﺔ‬‫ْﺤﻨَﻔ ﻴ‬
َ َ
ِ ِ
ْ ُ َ َ‫ﺎﺳﺔ َﺟﻤﻴ ِﻊ ْاﻷَﺑْـ َﻮال َوا ْﻷَْزﺑ‬
ِ ِ ‫ ا ﻟْﻘَﺎﺋِﻠُﻮنَ ﺑِﻨ ﺠ‬‫واﺣﺘ ﺞ‬
َ ََ َْ َ
ِ ‫ﺬ ﺑ‬ ‫ﻬﻤﺎ ﻟَﻴـﻌ‬‫ } إ ﻧـ‬: ‫ﺎل‬ َ ‫ﺮ ﺑَِﻘﺒْـ َﺮْﻳ ِﻦ ﻓـَ َﻘ‬‫ َﻢ َﻣ‬‫ُﻪ َﻋﻠَْﻴﻪِ َو َﺳﻠ‬‫ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺻﻠ‬ ِ ِ ِ ِ ِ  ‫ﻰ ﻋﻦ ﺟ ﻤﺎﻋﺔٍ ِﻣﻦ ا ﻟ‬‫ا ﻟْﻤﺤﻠ‬
‫ﺎن َوَﻣﺎ‬ َ َُ َ ُ َ ‫ﻪ‬ُ ‫َﻔ ِﻖ َﻋﻠَْﻴﻪ أَﻧ‬‫ْﻤﺘـ‬
ُ ‫ﺴﻠَﻒ ﺑﺎﻟْ َﺤ ﺪ ﻳﺚ اﻟ‬ ْ َ َ َ َْ َ ُ
َ ِ‫ْﺤ ﺪ‬
. ‫ﻳﺚ‬ ِ ِ ِِ
َ ‫ﺎ أ ََﺣ ُﺪ ُﻫ َﻤﺎ ﻓَ َﻜﺎ نَ َﻻ ﻳَ ْﺴﺘَـﻨْﺰُِﻩ َﻋ ْﻦ ا ﻟْﺒَـ ْﻮل { ا ﻟ‬‫ أَﻣ‬، ٍ‫ﺬ ﺑَﺎن ﻓﻲ َﻛﺒﻴﺮ‬ ‫ﻳُـ َﻌ‬
. ِ‫ ُﻜﻮا ﺑِﻪ‬‫ﻳﺚ ﻏَ َﺎﻳﺔُ َﻣﺎ ﺗََﻤ ﺴ‬
ُ ِ‫ْﺤ ﺪ‬ ِ
َ ‫ َوَﻫ َﺬ ا ا ﻟ‬، ‫ج َﻋﻨْ ُﻪ ﺑَـ ْﻮَل ا ﻟ َْﻤﺄْ ُﻛﻮل‬
ِ ْ‫اﻹ ﻧ‬
َ ‫ َوَﻻ أ َْﺧ َﺮ‬، ‫ﺴﺎن‬
ِ ِ ِ ِ
َ ْ ‫ ُﻪ ﺑﺒَـ ْﻮل‬‫ﺲ ا ﻟْﺒَـ ْﻮل َوﻟَ ْﻢ ﻳَ ُﺨ ﺼ‬
ِ
َ ْ‫ ﺟﻨ‬‫ ﻳَـ ُﻌ ﻢ‬: ‫ﻗَﺎ ﻟُﻮا‬
. { ِ‫ } َﻛﺎ َن َﻻ ﻳَ ْﺴ َﺘـ ْﻨ ِﺰُﻩ ِﻣ ْﻦ ﺑَـْﻮ ﻟِﻪ‬: ‫ي ﺑِﻠَْﻔ ِﻆ‬ ‫ﻴﺢ ا ﻟْﺒُ َﺨﺎ ِر‬ِ ‫ﺻ ِﺤ‬ ِ ِ ِ ‫اﻹ ْﻧ‬
َ ‫ﺴﺎن ﻟ َﻤﺎ ﻓﻲ‬ َ ِْ ‫اد ﺑَـ ْﻮ ُل‬ َ ‫ن ا ﻟ ُْﻤ َﺮ‬ َ‫ﻴﺐ َﻋ ْﻨ ُﻪ ﺑِﺄ‬
ِ
ُ ‫َوأُﺟ‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 327


‫اد ﺑَِﻘ ْﻮﻟِﻪِ َﻛﺎ َن َﻻ‬
َ ‫ ا ﻟ ُْﻤ َﺮ‬‫ي أَن‬ ِ‫اد ا ﻟْﺒُ َﺨﺎ ر‬ ٍ ‫ﺎل ْاﺑﻦ ﺑﻄ‬
َ ‫ أ ََر‬: ‫ﺎل‬
ِ ِ ِ
َ ُ َ َ‫ ﻗ‬، ‫ﻳﻒ ﻓ ﻲ اﻟْﺒَـ ْﻮل ﻟﻠ َْﻌ ْﻬ ﺪ‬
ِ ِ‫ـﻌﺮ‬‫ ﻓَﺎﻟﺘ‬، ‫ﺎس‬
ُ ْ ِ ‫ َوﻟَ ْﻢ ﻳَ ْﺬُﻛ ْﺮ ِﺳ َﻮى ﺑَـ ْﻮ ِل اﻟﻨ‬: ‫ي‬ ِ‫ﺎل ا ﻟْﺒُ َﺨﺎر‬
َ َ‫ﻗ‬
، ‫ْﺤﻴَـَﻮ ِان‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ ‫ﺎن َﻻ ﺑـﻮ َل ﺳﺎﺋِ ِﺮ ا ﻟ‬ ِ ‫اﻹ ْﻧ ﺴ‬
ِ ِ ِ ِِ
َ ‫ﺠ ٌﺔ ﻟ َﻤ ْﻦ َﺣ َﻤﻠَُﻪ َﻋﻠَﻰ ا ﻟ ُْﻌ ُﻤﻮم ﻓﻲ ﺑَـ ْﻮل َﺟﻤﻴ ِﻊ ا ﻟ‬ ‫ْﺤﻴَـ َﻮان ﻓََﻼ ﻳَ ُﻜﻮ ُن ﻓﻴﻪ ُﺣ‬ َ َ َْ َ ْ ‫ ﺑَـ ْﻮل‬: ‫ﻳَ ْﺴﺘَـْﻨ ﺰُﻩ ﻣ ْﻦ ا ﻟْﺒَـ ْﻮل‬
‫َﻬﺎ‬‫ﺎﺳﺔِ ْاﻷَﺑْـ َﻮ ِال ُﻛﻠ‬
َ ‫ﻴﻞ َﻋﻠَﻰ ﻧَ َﺠ‬
ِ ِ ِ َ َ‫ﺚ ﻗ‬
ٌ ‫ ﻓﻴﻪ َد ﻟ‬: ‫ﺎل‬ ُ ‫ﻲ َﺣ ْﻴ‬ ِ‫ﺎﺑ‬‫ْﺨﻄ‬َ ‫ َﻋﻠَﻰ ا ﻟ‬‫ﺮد‬ ‫اد اﻟ‬ َ ‫ﻪ أ ََر‬ُ‫َوَﻛﺄَﻧ‬
“Mereka yang berpendapat najisnya seluruh air kencing dan kotoran adalah Syafiíyah,
Hanafiyyah dan Al Hafidz dalam “Al Fath” menisbatkannya kepada mayoritas ulama,
Ibnu Hazm dalam “Al Muhalla” meriw ayatkan dari sekolompok ulama salaf, mereka
berdalil dengan hadits Bukhori-Muslim bahwa Nabi sholallahu alaihi w a salam melewati
2 buah kuburan, maka Beliau sholallahu alaihi w a salam bersabda : “sungguh keduanya
sedang diadzab, tidaklah keduanya diadzab karena perkara yang besar (menurut
kebanyakan manusia-pent), adapun salah satunya, ia tidak menjaga diri dari kencing”.
Mereka berkata : ‘ini umum, mencakup semua kencing, tidak dikhususkan dengan
kencing manusia saja dan tidak dikecualikan air kencing binatang yang boleh dimakan’.
Ini adalah hadits yang sangat mereka andalkan untuk dijadikan hujjah, maka dapat
dijawab bahw a yang dimaksud dengan kencing adalah kencingnya manusia, karena
dalam shahih Bukhori dengan lafadz : “ia tidak menjaga diri dari kencingnya”.
Bukhori berkata : ‘tidak disebutkan, kecuali kencing manusia’. Maka Alim Laf dalam isim
ma’rifah “al-Baul” adalah untuk “Áhd (tertentu)”. Ibnu Batthool berkata : ‘Bukhori
menginginkan yang dimaksud dengan sabda Nabi sholallahu alaih i w a salam : “ia tidak
menjaga diri dari kencingnya”, adalah kencin g manusia bukan kencing seluruh hewan,
maka dalam hal ini tidak hujjah bagi yang membaw a hadits ini atas keumumannya
bahw a ini mencakup air kencing seluruh hew an’. Maka seolah-olah Ibnu Batthool
membantah Al Khothobiy yang mengatakan : ‘didalamnya terdapat dalil najisnya air
kencing semuanya’.
Pendapat yang rajih adalah bahwa air kencing dan kotoran hewan
ternak yang boleh dimaka n dagingnya itu suci. Pendapat ini dianut oleh
an-Nakhoí, az-Zuhriy, Malik, Ahmad, Muhammad ibnul Hasan, Zufar, Ibnu
Khuzaimah, Ibnul Mundzir, Ibnu Hibban, asy-Syaukani dan selainnya. Dalil
yang menguatkan adalah :
1. Hadits izin dari Nabi sholallahu alaihi wa salam kepada penduduk Uroinah
yang memerintahkan mereka untuk berobat dengan air kencing Unta –
sebagaimana nanti akan dibawakan oleh Imam Bukhori-.
2. Hadits sholatnya Nabi sholallahu alaihi wa salam di kandang Kambing
sebelum masjid Nabawi selesai dibangun –juga akan dibawakan Imam
Bukhori-.
3. Baroáh ashliyyah, yakni hukum asal segala sesuatu adalah suci, sampai
datang dalil yang memalingkan dari kesuciannya dan dalam hal ini tidak
ada dalil yang shahih dan tegas yang memalingkan hukum asalnya.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 328


4. Hadits dari Ummu Salamah rodhiyallahu anha dalam riwayat Ibnu Hibban
dan Baihaqi serta dari Wail bin Hujr rodhiyallahu anhu dalam riw ayat
Muslim, Tirmidzi dan Abu Dawud dengan lafadz :
ِ ِ
‫ﺮ َم َﻋﻠَ ْﻴ ُﻜ ْﻢ‬ ‫ﻴﻤﺎ َﺣ‬ ْ ‫ َﻪ ﻟ‬‫ن اﻟﻠ‬ ‫إ‬
َ ‫َﻢ ﻳَ ْﺠ َﻌ ْﻞ ﺷ َﻔ َﺎء ُﻛ ْﻢ ﻓ‬
“Sesungguhnya Allah tidak menjadikan obat untuk kalian dengan sesuatu yang
diharamkan kepada kalian”.
Imam Abu Dawud dan Tirmidzi meriwayatkan juga dari Abu Huroirah
rodhiyallahu anhu, belia berkata :
ٍ ِ‫ﻞ َد َو ٍاء َﺧﺒ‬ ‫ َﻢ َﻋ ْﻦ ُﻛ‬‫ ُﻪ َﻋﻠَ ْﻴﻪِ َو َﺳﻠ‬‫ ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺻﻠ‬
‫ﻴﺚ‬ َ ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ُ ‫ﻧَـ َﻬﻰ َر ُﺳ‬
“ Rasulullah sholallahu alaihi wa salam melarang untuk menggunakan se luruh obat yang
khobits (jelek)”.
Maka pengharaman dis ini melazimkan najisnya dan ketika diketahui
diperbolehkannya (baca : dihalalkan) berobat dengan air kencing unta,
menunjukkan bahwa kencing unta adalah suci.
5. Dan dalil-dalil lain yang disebutkan oleh Imam Syaukani, namun hadits
tersebut lemah, sehingga saya tidak menampilkannya disini.
Setelah beliau memaparkan dalil-dalil sucinya air kencing dan kotoran
hewan ternak yang boleh dimakan dagingnya, Imam Syaukani dala m “an-
Nail” berkata :
‫ﺎﺳﺔُ ُﺣ ْﻜ ٌﻢ‬ ِ ِ ‫ ًﻜﺎ ﺑِ ْﺎﻷَﺻ ِﻞ واﺳﺘِﺼﺤﺎﺑﺎ ﻟِﻠْﺒـﺮ اءةِ ْاﻷ‬‫ان ﻳـْﺆَﻛ ﻞ ﻟَﺤﻤﻪ ﺗﻤﺴ‬ ٍ ِِ ِ ِ
َ ‫ﺠ‬ َ ‫ َواﻟﻨ‬، ‫ﺔ‬‫َﺻﻠ ﻴ‬ْ َ ََ ً َ ْ ْ َ ْ ََ ْ ُ ُ ‫ َﺣﻴَـ َﻮ‬‫ﺎرةُ ْاﻷَﺑْـ َﻮال َو ْاﻷَ ْزﺑَﺎل ﻣ ْﻦ ُﻛ ﻞ‬ َ ‫َواﻟﻈﺎﻫ ُﺮ ﻃََﻬ‬
‫ َوﻟَ ْﻢ ﻧَ ِﺠ ْﺪ ﻟِﻠْﻘَﺎﺋِﻠِ َﻴﻦ‬، ‫ ْﻘ ِﻞ ﻋَﻨْـ ُﻬَﻤﺎ‬‫ﺢ ﻟِﻠﻨـ‬
ُ ُ‫ﺼﻠ‬ْ َ‫إﻻ ﺑِ َﺪ ﻟِ ٍﻴﻞ ﻳ‬ ‫ﻋِ َﻴﻬﺎ‬‫ﺻ ُﻞ َوا ﻟْﺒَـ َﺮ َاءةُ ﻓَ َﻼ ﻳُـ ْﻘﺒَ ُﻞ ﻗـَ ْﻮ ُل ُﻣﺪ‬ ِ ‫ﺬِي ﻳـْﻘﺘ‬‫ﻲ ﻧَﺎﻗِﻞ ﻋَﻦ اﻟْﺤ ْﻜ ِﻢ ا ﻟ‬ ِ‫ﺷَﺮﻋ‬
ْ َ‫ﻀﻴﻪ ْاﻷ‬ ََ ُ ْ ٌ ْ
ِ ِِ ِ ‫ﻳﺚ ﺻ‬ ِ ِِ ‫ وﻏَﺎﻳﺔُ ﻣﺎ ﺟ‬، ‫ﻴﻼ َﻛ َﺬ ﻟِﻚ‬ ً ِ‫ﺎﺳﺔِ َد ﻟ‬
‫ﻒ‬َ َ‫ﻮص َﻛ َﻤﺎ َﺳﻠ‬ َ ‫ﺼ‬ ُ ‫ْﺨ‬ُ ‫ﺐ ا ﻟْﻘَ ْﺒﺮِ َوُﻫ َﻮ َﻣ َﻊ َﻛ ْﻮﻧﻪ ُﻣ َﺮ ًاد ا ﺑِﻪ ا ﻟ‬
ِ ‫ﺎﺣ‬ َ ُ ‫ﺎءوا ﺑﻪ َﺣ ﺪ‬ َُ َ َ َ َ
ِ
َ ‫ َﺠ‬‫ﺑﺎﻟﻨ‬
“yang nampak (baca : rajih) sucinya air kencing dan kotoran binatang yang boleh
dimakan dagingnya, berpegang dengan hukum asal dan baroáh ashliyah. Penajisan
adalah hukum syarí yang memalingkan dari hukum asal dan baroáh ash liyah, maka
tidak diterima ucapan yang mengklaim najisnya hal tersebut, kecuali dengan dalil yang
menegaskan pemalingan hukum tersebut dan kita belum mendapatkan orang yang
mengatakan najisnya, sebuah dalil yang menegaskan hal tersebut. Maksimal dalil yang
dibaw akan adalah hadit s penghuni kubur yang mana sebenarnya yang dimaksud
dengan (air kencing disit u) adalah khusus (manusia) sebagaimana penjelasannya telah
berlalu”.
Mungkin ada yang bertanya, apa dalilnya yang memisahkan antara
hewan yang boleh dimakan dagingnya sehingga dikatakan kotorannya suci
dengan hewan yang tidak boleh dimakan, sehingga dikatakan kotorannya
najis. Maka Imam Syaukani telah menjawabnya :

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 329


. ‫ﻲ‬ ِ‫ﺴﺎﺋ‬ ِِ ِ ِ ِ  ِ   ‫ﻬﺎ ِرْﻛﺲ " ﻗَﺎ ﻟَﻪ‬‫ﻳﺚ " إ ﻧـ‬
َ ‫ي َواﻟﻨ‬ ‫ـ ْﺮﻣ ﺬ‬‫ي َواﻟﺘ‬ ‫ أ َْﺧ َﺮ َﺟ ُﻪ اﻟْﺒُ َﺨﺎ ر‬، ‫ﺮْوﺛَﺔ‬ ‫ﺻﻠ ﻰ اﻟﻠ ُﻪ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ َﻢ ﻓ ﻲ اﻟ‬ َ ُ ٌ َ
ِ ِ‫ﺴ ُﻜﻮا ﺑِﺤ ﺪ‬
َ  ‫ﻗَ ْﺪ ﺗََﻤ‬
‫َﺔ‬‫ ﻋِﻠ‬‫إﻻ ﺑَـ ْﻌ َﺪ ﺗَ ْﺴﻠِﻴ ِﻢ أَن‬
 ‫ﻢ‬ ِ‫ﺘِﻲ َﻻ ﺗُـ ْﺆَﻛ ﻞ ﺑِﻪِ ﺑِ َﺠ ِﺎﻣ ِﻊ َﻋ َﺪِم ْاﻷ َْﻛ ِﻞ َوُﻫ َﻮ َﻻ ﻳَﺘ‬‫ت ا ﻟ‬
ُ
ِ ‫م ﻓِ ﻲ ﺑـﻮ ِل ْاﻵدﻣِ ﻲ وأَﻟْﺤ ُﻘﻮا ﺳﺎﺋِﺮ ا ﻟْﺤﻴـﻮاﻧﺎ‬‫وﺑِﻤﺎ ﺗـ َﻘ ﺪ‬
َ ََ َ َ َ َ َ  َ َْ َ َ َ َ
ِ ِ ِ ‫َﺔ ﻓِﻲ زِﺑ ِﻞ ا ﻟ‬‫ اﻟْﻌِﻠ‬‫ﺪﻓْﻊ ﺑِﺄَن‬ ‫ واﻟ‬، ِ‫ﻼ ﻟَﺔ‬ ‫ﺠﺎﺳﺔِ ﻋﺪم ْاﻷ َْﻛ ِﻞ وﻫﻮ ﻣ ْﻨﺘﻘِﺾ ﺑِﺎ ﻟْ َﻘﻮ ِل ﺑِﻨﺠﺎﺳﺔِ زِﺑ ِﻞ ا ﻟْﺠ‬‫اﻟﻨ‬
‫ﻮض‬
ٌ ‫ار َﻣﻨْـ ُﻘ‬ُ ‫ﻼ ﻟَﺔ ُﻫ َﻮ اﻻ ْﺳﺘ ْﻘ َﺬ‬ ‫ْﺠ‬
َ ْ ُ َ َ ْ َ َ َ ْ ٌ َ ُ ََُ ُ ََ َ َ
‫ ﺑَ ْﻞ‬، ِ‫ﺎﺳﺘِﻪِ َﻻ ﻟِِﻼ ْﺳﺘِْﻘ َﺬ ا ر‬ ِ ٌ ‫ﻼ ﻟَﺔِ ُﻫﻮ َﻣ ْﺤ ُﻜ‬ ‫ْﺠ‬
َ ‫ﻮم ﺑﻨَ َﺠ‬ َ َ ‫ زِْﺑ َﻞ ا ﻟ‬‫ إن‬: ‫ﺎل‬ َ ‫إﻻ أَ ْن ﻳُـَﻘ‬ ، ‫ﺎر ُﻣ ْﻨﺘِﻨًﺎ‬
َ‫ﺻ‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ‫ﺑ‬
َ ‫ﺎﻫﺮِ إ َذا‬‫ﻞ ُﻣ ْﺴﺘَـ ْﻘ َﺬ رٍ َﻛﺎﻟﻄ‬ ‫ﺎﺳﺘﻠ َْﺰاﻣﻪ ﻟﻨَ َﺠﺎ َﺳﺔ ُﻛ‬
ْ
. ِ‫ﻣﺔ‬ ‫ﺎ‬‫ُﺔ ﻟَِﻌ َﺪِم ا ِﻻ ْﺳﺘِ َﺤﺎ ﻟَﺔِ اﻟﺘ‬‫ا ﺑ‬‫ﺘْـ َﻬﺎ اﻟ ﺪ‬‫ﺘِﻲ َﺟﻠ‬‫ﺔِ اﻟ‬‫َﺻﻠِﻴ‬ ِ ‫ﺠ‬‫ﻟِ َﻜﻮﻧِﻪِ ﻋﻴﻦ اﻟﻨ‬
ْ ‫ﺎﺳﺔ ْاﻷ‬
َ َ َ َْ ْ
“Mereka berpengang dengan hadit s : “sesungguhnya (kotoran keledai) itu riksun (baca
: najis)”. Nabi sholallahu alaihi w a salam bersabda berkaitan dengan kotoran Keledai,
dikeluarkan oleh Bukhori, Tirmid zi dan Nasaí. Dan juga dengan hadits yang lalu tentang
air kencing manusia, maka diikutkan seluruh hew an yang tidak boleh dimakan
dagingnya, dan ini tidak sempurna, kecuali setelah diterima bahwa alasan penajisannya
karena tidak boleh dimakan dagingnya dan hal ini terbantahkan dengan ucapan
najisnya kotoran binatang Jalalaah, namun dapat dibantah lagi bahw a alasan najisnya
kotoran binatang Jalallah adalah karena ia kotor, maka ini terbantahkan juga dengan
pelaziman najis semua yang kotor, seperti benda suci jika busuk baunya, kecuali kalau
dikatakan : ‘sesungguhnya kotoran Jalallah itu yang dihukumi najis bukan karena ia
binatang kotor, namun karena kotorannya it u sendiri yang najis secara asaln ya yang
mana binatang tersebut makan sembarangan dan tidak adanya penghalalan yang
menyeluruh terhadapnya”.
Kesimpula n yang saya condong ke pada nya adala h sucinya
kotora n hewan yang boleh dimakan da gingnya dan saya tutup dengan
fatwa lembaga ulama besar Saudi Arabia yang pada waktu itu diketuai ole h
Imam bin Baz berikut teks fatw anya :
9009 ‫اﻟﺴﺆال اﻟﺜﺎﻧﻲ ﻣﻦ اﻟﻔﺘﻮى رﻗﻢ‬
‫ ﻫﻞ ﻳﺠﻮز ﻏﺴ ﻞ اﻟﺮأس ﺑﻮزر )ﺑﺒﻮل( اﻹﺑﻞ واﻟﺼﻼة ﺑﻪ؟‬- ‫ أ‬:‫س‬
‫ ﻫﻞ ﻳﺠﻮز ﻏﺴ ﻞ اﻟﺮأس ﺑﻮزر )ﺑﺒﻮل( اﻟﻐﻨﻢ واﻟﺼﻼة ﺑﻪ؟‬- ‫ب‬
‫ ﻫﻞ ﻳﺠﻮز اﻟﺼﻼة ﻓﻲ ﻏﺮﻓﺔ اﻟﻐﻨﻢ؟‬- ‫ﺟـ‬
‫ ﻓﺈذا اﺳﺘﻌﻤﻠﻪ ﻓﻲ‬،‫ ﺑﻮل ﻣﺎ ﻳﺆﻛﻞ ﻟﺤﻤﻪ ﻃﺎﻫﺮ‬:‫ أوﻻ‬:‫ وﺑﻌﺪ‬..‫ اﻟﺤﻤﺪ ﷲ وﺣﺪﻩ واﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم ﻋﻠﻰ رﺳﻮﻟﻪ وآﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ‬:‫ج‬
‫ ﺗﺠﻮز اﻟﺼﻼة ﻓﻲ ﻏﺮﻓﺔ اﻟﻐﻨﻢ وﻣﺮاﺑﻀﻬﺎ؛ ﻷﻧﻪ ﻗﺪ ﺛﺒﺖ ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ‬:‫ ﺛﺎﻧﻴﺎ‬.‫اﻟﺒﺪن ﻟﺤﺎﺟﺔ ﻓﻼ ﺣﺮج ﻣﻦ اﻟﺼﻼة ﺑﻪ‬
.‫وﺳﻠﻢ ﻣﺎ ﻳﺪل ﻋﻠﻰ ذﻟﻚ‬
.‫وﺑﺎﷲ اﻟﺘﻮﻓﻴﻖ وﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻰ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ وآﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ وﺳﻠﻢ‬
‫اﻟﻠﺠﻨﺔ اﻟﺪاﺋﻤﺔ ﻟﻠﺒﺤﻮث اﻟﻌﻠﻤﻴﺔ واﻹﻓﺘﺎء‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 330


// ‫ اﻟﺮﺋﻴﺲ‬// ‫ ﻧﺎﺋﺐ اﻟﺮﺋﻴﺲ‬// ‫ ﻋﻀﻮ‬// ‫ﻋﻀﻮ‬
// ‫ ﻋﺒﺪ اﻟﻌﺰﻳﺰ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﺑﺎز‬// ‫ ﻋﺒ ﺪ اﻟﺮزاق ﻋﻔﻴﻔﻲ‬// ‫ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻏﺪﻳﺎن‬// ‫ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻗﻌﻮد‬
“Soal : A. Bolehkan mencuci kepala anak dengan kencing Unta dan sholat dengannya?
B. Bolehkah mencuci kepada anak dengan air kencing Kambing dan sholat
dengannya?
C. Bolehkan sholat di kandang kambing?
Jawab : Alhamdulillah w ahdah dan sholawat salam terlimpahcurahkan kepada Rasul-
Nya, keluarganya dan para sahabatnya .. w a Ba’du :
Pertama, air kencing binatang yang boleh dimakan dagingnya adalah suci, jika
digunakan di badan karena ada keperluannya, maka tidak mengapa sholat dalam
kondisi terlumuri dengan air kencingnya.
Kedua, bole h sholat di kandang Kambing, karena telah tsabit dari Nabi sholallahu alaihi
w a salam yang menunjukkan hal tersebut.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﺎس‬ ِ َ َ‫ﺲ ﻗ‬ ٍ َ‫ﻮب َﻋ ْﻦ أَﺑِﻰ ﻗِ ﻼَﺑَ َﺔ َﻋ ْﻦ أَﻧ‬ ٍ ٍ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُﺳ َﻠ ْﻴ َﻤﺎ ُن ﺑْ ُﻦ َﺣ ْﺮ‬ ‫ َﺣ‬- 233
ٌ َ‫ﺎل ﻗَﺪ َم أُﻧ‬ َ ‫ﻤﺎ ُد ﺑْ ُﻦ َزﻳْﺪ َﻋ ْﻦ أَﻳ‬ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﺣ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ب ﻗ‬
‫ َوأَ ْن ﻳَ ْﺸ َﺮﺑُﻮا ِﻣ ْﻦ أَﺑْـَﻮاﻟِ َﻬﺎ‬، ‫ﺎح‬
ٍ ‫ ﺑِﻠِ َﻘ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ ﻓَﺄ ََﻣ َﺮُﻫ ُﻢ اﻟﻨ‬، ‫ﺎﺟﺘَـ َﻮُوا اﻟ َْﻤ ِﺪﻳَﻨ َﺔ‬ ِ
ْ َ‫ ﻓ‬، ‫ﻣ ْﻦ ُﻋ ْﻜ ٍﻞ أ َْو ُﻋ َﺮﻳْـَﻨ َﺔ‬
‫ﺎء اﻟْ َﺨﺒَـُﺮ ﻓِ ﻰ‬
َ ‫ ﻓَ َﺠ‬، ‫ﻌ َﻢ‬ َ ‫اﺳَﺘﺎﻗُﻮا اﻟﻨـ‬ ِ ِ
ْ ‫ َو‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ‫ﺒ‬‫ﺤﻮا ﻗَـﺘَـ ُﻠﻮا َراﻋ َﻰ اﻟﻨ‬ ‫ﺻ‬
ِ
َ ‫ﻤﺎ‬ ‫ ﻓـََﻠ‬، ‫ ﻓَﺎﻧْﻄََﻠ ُﻘﻮا‬، ‫َوأَﻟَْﺒﺎﻧ َﻬﺎ‬
‫ت‬ْ ‫ َو ُﺳ ِﻤ َﺮ‬، ‫ ﻓَﺄ ََﻣ َﺮ ﻓـَ َﻘﻄَ َﻊ أَﻳْ ِﺪﻳَـ ُﻬ ْﻢ َوأ َْر ُﺟﻠَ ُﻬ ْﻢ‬، ‫ﻰء ﺑِ ِﻬ ْﻢ‬ ِ ‫ﻤﺎ ارﺗـََﻔﻊ اﻟﻨ ـ‬ َ‫ ﻓـَﻠ‬، ‫ﺚ ﻓِ ﻰ آﺛَﺎرِِﻫ ﻢ‬
َ ‫ﻬ ُﺎر ﺟ‬
َ َ ْ ْ َ ‫َوِل اﻟﻨـ‬ ‫أ‬
َ ‫ ﻓـَﺒَـ َﻌ‬، ِ‫ﻬﺎر‬

، ‫ ﻗَ َﺎل أَﺑُﻮ ﻗِ ﻼَﺑَﺔَ ﻓـَ َﻬ ُﺆﻻَِء َﺳ َﺮﻗُﻮا َوﻗـَﺘَـﻠُﻮا َوَﻛ َﻔ ُﺮوا ﺑَـ ْﻌ َﺪ إِ َﻳﻤﺎﻧِِﻬ ْﻢ‬. ‫ﺮةِ ﻳَ ْﺴَﺘ ْﺴﻘُﻮ َن ﻓَﻼَ ﻳُ ْﺴﻘَ ْﻮ َن‬ ‫ َوأُﻟْﻘُﻮا ﻓِﻰ اﻟ َْﺤ‬، ‫أَﻋْﻴُـﻨـُ ُﻬ ْﻢ‬
‫ َﻪ َوَر ُﺳﻮﻟ َُﻪ‬‫َو َﺣ َﺎرﺑُﻮا اﻟﻠ‬
94). Hadits no. 233
“Haddatsanaa Sulaimaan bin Harb ia berkata, haddatsanaa Hammaad bin Zaid dari Ayyub
dari Abi Qilaabah dari Anas rodhiyallahu anhu ia berkata : ‘kaum uklin atau uroinah pernah
datang ke Madinah, lalu mereka terkena penyakit di Madinah, maka Nabi sholallahu alaihi
wa salam memerintahkan mereka untuk mengikuti penggembala Unta, lalu mereka meminum
air kencing dan susunya, lalu mereka pun pulang, maka ketika mereka sudah sehat, mereka
membunuh penggembala Unta Nabi sholallahu alaihi wa salam dan mereka merampok hewan
ternak. Lalu datang berita pada awal siang hari, maka Nabi sholallahu alaihi wa salam
memerintahkan untuk mencari jejak mereka, ke tika matahari mulai naik, para sahabat berhasil
membawa mereka, maka Nabi sholallahu alaihi wa salam memerintahkan untuk memotong
tangan dan kaki mereka, lalu dic ungkil matanya dan membiarkan mereka ditengah terik

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 331


matahari dan tidak diberi minum. Abu Qilaabah berkata : ‘mereka merampok, membunuh dan
kafir setelah beriman, sehingga Allah an Rasul-Nya memerangi mereka’”.
HR. Muslim no. 4447

Biografi Perowi Hadits

Semua perow inya telah berlalu.

Berkata Imam Bukhori :


‫ ﺻﻠﻰ اﷲ‬- ‫ﻰ‬ ‫ِﺒ‬‫ﺎل َﻛﺎ َن اﻟﻨ‬ ٍ ‫ﺎح ﻳَﺰِﻳ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ُﺣ َﻤْﻴ ٍﺪ َﻋ ْﻦ أََﻧ‬
َ َ‫ﺲ ﻗ‬ ِ ‫ـﻴ‬‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ أَﺑُﻮ اﻟﺘ‬
َ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُﺷ ْﻌَﺒ ُﺔ ﻗ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ آ َد ُم ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 234
‫ﺾ اﻟْﻐََﻨ ِﻢ‬ ِ ِ‫ ﻰ ﻗـَ ْﺒ َﻞ أَ ْن ﻳُـﺒْـَﻨ ﻰ اﻟ َْﻤ ْﺴ ِﺠ ُﺪ ﻓِﻰ َﻣ َﺮا ﺑ‬‫ﺼ ﻠ‬
َ ُ‫ ﻳ‬- ‫ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
95). Hadits no. 234
“Haddatsanaa Adam ia berkata, haddatsanaa Syu’bah ia berkata, akhbaronaa Abu at-
Tayyaah Yaziid bin Humaid dari Anas rodhiyallahu anhu ia berkata : ‘Nabi sholallahu alaihi
wa salam sholat di kandang Kambing sebelum masjid Nabawi dibangun”.
HR. Muslim no. 1202

Biografi Perowi Hadits

Semua perow inya telah berlalu.

Penjelasan Hadits :
1. Al Hafidz Ibnu Hajar dalam “Al Fath” menukil pendapat ulama yang
menyatakan bahwa hukuman keras yang dijatuhkan kepada suku
Uroinah dalam rangka qishoh, kata beliau :
ِ ِ‫ﺎص ؛ ﻟِﻤﺎ ﻋِﻨْﺪ ﻣ ﺴﻠِ ﻢ ِﻣﻦ ﺣﺪ‬ ِ ِ ِ‫ ذَ ﻟِﻚ وﻗَﻊ ﻋﻠَﻴ ِﻬ ﻢ ﻋﻠَﻰ ﺳﺒ‬‫ي إِﻟَﻰ أَن‬ ِ‫وﻣﺎ َل ﺟﻤﺎﻋﺔ ِﻣ ﻨْـﻬﻢ اِﺑﻦ ا ﻟْﺠﻮز‬
‫ﻳﺚ ُﺳﻠَﻴْ َﻤﺎن‬ َ ْ ُْ َ ِ ‫ﺼ‬ َ ‫ﻴﻞ ا ﻟْﻘ‬ َ َ ْ َْ َ َ َ ْ َ ْ ْ ُ َ َ َ ََ
" ِ‫ﺮﻋَﺎة‬ ‫ﻬ ْﻢ َﺳ َﻤﻠُﻮا أَْﻋ ﻴُ َﻦ اﻟ‬ ِ ِ
ُ ‫ َﻢ أَ ْﻋﻴُـﻨـَ ُﻬ ْﻢ ؛ ﻷَﻧـ‬‫ ُﻪ ﻋَﻠَﻴْﻪ َو َﺳ ﻠ‬‫ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺻﻠ‬
ِ ِ ِ
َ ‫ﺒ ّﻲ‬‫ﻤﺎ َﺳ َﻤ َﻞ اﻟﻨ‬َ ‫ﻴْﻤ ّﻲ ﻋَ ْﻦ أَﻧَﺲ " إ ﻧ‬‫اﻟﺘـ‬
“ sebagian ulama diantaranya Ibnul Jauzi condong kepada pendapat bahw a hal
tersebut adalah karena qishoh, karena riw ayat dalam shahih Muslim dari hadits
Sulaimaan at-Tamiimiy dari Anas rodhiyallahu anhu, kata beliau : ‘hanyalah Nabi
sholallahu alaihi wa salam memerintahkan mencungkil mata mereka, karena
mereka mencungkil mata penggembala Unta tersebut”.
2. diperbolehkannya sholat di kandang Kambing.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 332


ِ ‫ﺴﻤ ِﻦ واﻟْﻤ‬
‫ﺎء‬ ِ ِ ‫ﺎﺳ‬ َ ‫ ﺑﺎب َﻣﺎ ﻳـَ َﻘ ُﻊ ِﻣ َﻦ اﻟﻨ‬- 67
َ َ ْ  ‫ﺎت ﻓﻰ اﻟ‬ َ ‫ﺠ‬
َ َ‫ َوﻗ‬. ِ‫ﻳﺶ اﻟ َْﻤ ْﻴَﺘﺔ‬
 ‫ﺰ ْﻫ ِﺮ‬ ‫ﺎل اﻟ‬ ِ ِ‫ْس ﺑِﺮ‬ ِ ِ ‫ى ﻻَ ﺑﺄ‬
‫ى‬ َ ‫ﻤﺎ ٌد ﻻَ ﺑَﺄ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ ٌ ِ‫ـ ْﺮُﻩ ﻃَ ْﻌ ٌﻢ أ َْو ر‬‫َﻢ ﻳُـﻐَﻴ‬
َ َ‫ َوﻗ‬. ‫ﻳﺢ أ َْو ﻟ َْﻮ ٌن‬ ْ ‫ْس ﺑﺎﻟ َْﻤﺎء َﻣﺎ ﻟ‬َ َ  ِ‫ﺰْﻫ ﺮ‬ ‫ﺎل اﻟ‬ َ َ‫َوﻗ‬
ِ‫ ﻻَ ﻳـ ﺮو َن ﺑِﻪ‬، ‫ﻫُﻨﻮ َن ﻓِﻴﻬﺎ‬ ِ ‫ وﻳ ﺪ‬، ‫ﻒ اﻟْﻌﻠَﻤ ِﺎء ﻳﻤﺘ ِﺸﻄُﻮ َن ﺑِﻬﺎ‬ ِ َ‫ﺖ ﻧ‬ ِ ِ ِ‫ﻓِ ﻰ ِﻋﻈَ ِﺎم اﻟْﻤﻮﺗَﻰ ﻧَﺤﻮ اﻟْﻔ‬
ََْ َ ََ َ َ ْ َ َ ُ ِ َ‫ﺎﺳﺎ ﻣ ْﻦ َﺳﻠ‬ ً ُ ‫ﻴﻞ َوﻏَ ْﻴ ﺮﻩ أَ ْد َرْﻛ‬ َْ َْ
ِ ‫ْس ﺑِﺘِ َﺠ َﺎرةِ اﻟ َْﻌ‬
‫ﺎج‬ َ ‫ﻴﻢ َوﻻَ ﺑَﺄ‬
ِ
ُ ‫ﻳﻦ َوإِﺑْـ َﺮاﻫ‬
ِ
َ ِ‫ﺎل اﺑْ ُﻦ ﺳﻴ ﺮ‬
َ َ‫ َوﻗ‬. ‫ﺑَﺄ ًْﺳﺎ‬
Bab 67 Benda Najis yang Jatuh kedalam Mentega dan Air
Az-Zuhriy berka ta : ‘tidak mengapa najis yang jatuh kedalam air,
selama tidak berubah rasa, bau dan warnanya’.
Hammaad berkata : ‘tidak mengapa bulunya bangkai binatang’.
Az-Zuhriy berkata berkaita n dengan tula ng ba ngka i seperti gajah
dan semisalnya : ‘aku menjumpai para ula ma sa laf,
menggunaka nnya seba gai sisir da n me minyaki ra mbut, mereka
menganggap hal tersebut tidak masalah’.
Ibnu Siriin dan Ibrohim berkata : ‘tidak me nga pa memperdaga ngkan
gading Gajah’.

Penjelasan :
Bab ini menjelaskan hukum sesuatu yang najis jika bercampur
dengan mentega yang mewakili cairan yang padat dan air yang mewakili
cairan yang berbentuk cair. Az-Zuhriy adalah Imam Tabií yang cukup
masyhur. Atsar ini dikatakan Al Hafidz dalam “al-Fath” :
‫ي‬ ‫ﺰْﻫ ِﺮ‬ ‫ﺎﻩ ِﻣ ْﻦ ﻃَﺮِ ِﻳﻖ أَﺑِﻲ َﻋ ْﻤﺮو َوُﻫ َﻮ ْاﻷَْوَز اﻋِ ّﻲ َﻋ ْﻦ ا ﻟ‬ ِ ِِ ِ ِ ٍ ِ ‫و‬
ُ َ‫ﺲ َﻋ ْﻨ ُﻪ َو َر َوى ا ﻟْﺒَـﻴْـَﻬ ﻘ ّﻲ َﻣ ْﻌﻨ‬
َ ُ‫ﺻﻠَ ُﻪ ا ْﺑ ُﻦ َوْﻫﺐ ﻓ ﻲ َﺟﺎﻣ ﻌﻪ َﻋ ْﻦ ﻳُﻮﻧ‬
َ َ
“disambungkan oleh Ibnu W ahab dalam “Jaami’nya” dari Y unus dari az-Zuhriy dan
diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dengan maknanya dari jalan Abi ‘Amr Al Auza’i dari az-
Zuhriy”
Sebenarnya terdapat hadits yang marfu’ dari jalan Abu Umaamah al-Bahiliy
rodhiyallahu anhu, sebagaimana ditulis ole h Al Hafidz dalam “Bulughul
Marom” :
‫ﻌَﻔ ُﻪ أَﺑُﻮ َﺣﺎﺗٍِﻢ‬ ‫ﺿ‬
َ ‫ َو‬، ‫ﺎﺟ ْﻪ‬
ِِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ﺐ َﻋﻠَﻰ رِﻳﺤﻪ َوﻃَْﻌﻤﻪ َوﻟَْﻮﻧﻪ { أ َْﺧ َﺮ َﺟ ُﻪ ْاﺑ ُﻦ َﻣ‬ َ َ‫إﻻ َﻣﺎ ﻏَﻠ‬ ، ‫ﺴ ُﻪ َﺷ ْﻲ ٌء‬ ُ ‫ﺠ‬ َ‫ﺎء َﻻ ﻳُـﻨ‬ َ ‫ اﻟ‬‫} إن‬
َ ‫ْﻤ‬
. { ِ‫ث ﻓِ ﻴﻪ‬
ُ ‫ﺎﺳﺔٍ ﺗَ ْﺤ ُﺪ‬ ِ ِ ِ
ُ ِ‫ َﺮ ر‬‫إﻻ إ ْن ﺗـَﻐَﻴـ‬ ٌ‫ﻲ } ا ﻟ َْﻤ ُﺎء ﻃَُﻬﻮر‬ ‫َوﻟﻠْﺒـَﻴْـ َﻬﻘ‬
َ ‫ ﺑﻨَ َﺠ‬، ُ‫ أ َْو ﻟَْﻮﻧُﻪ‬، ُ‫ أ َْو ﻃَْﻌ ُﻤﻪ‬، ُ‫ﻳﺤﻪ‬
“Sesungguhnya air itu tidak ada yang menajiskannya sesuatu apapun, kecuali yang
berubah bau, rasa dan warnanya” (HR. Ibnu Majah, didhoifkan oleh Imam Abu Hatim).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 333


“Air itu suci kecuali jika berubah bau, rasa dan warnanya dengan najis yang
mengkontaminasin ya” (HR. Baih aqi, didhoifkan oleh Imam Syafií, Imam Daruquthni dan
Imam Nawaw i).
Imam Shonáni dalam subulus salam berkata :
ِ ِ ْ ‫ ا ﻟْﻤﺎء ا ﻟْﻘَﻠِ ﻴﻞ وا ﻟْ َﻜﺜِﻴﺮ إذَ ا وﻗـَﻌ‬‫ أَﺟﻤﻊ ا ﻟْﻌﻠَﻤﺎء ﻋﻠَﻰ أَن‬: " ِ‫ﺎل " اﺑﻦ اﻟْﻤﻨْ ﺬِ ر‬
ً ِ‫ت ﻟَُﻪ ﻃَْﻌ ًﻤ ﺎ أ َْو ﻟَْﻮﻧًﺎ أ َْو ر‬
‫ﻳﺤﺎ ﻓـَ ُﻬ َﻮ‬ ْ ‫َﺮ‬‫ﺎﺳﺔٌ ﻓـَﻐَﻴـ‬
َ ‫ﺖ ﻓﻴﻪ ﻧَ َﺠ‬ َ َ َ ََ ََ َ ُ َُ َ َْ ُ ُ ْ َ َ‫ﻗ‬
. ‫ﺎدُة‬ ِِ ِ ِ ‫ـﺮ أَﺣ ﺪ أَو‬‫ﺪ ﻟِﻴﻞ ﻋﻠَﻰ ﻧ ﺠﺎﺳﺔِ ﻣﺎ ﺗـﻐﻴ‬ ‫ﺎﻹ ﺟﻤﺎع ﻫﻮ اﻟ‬ ِ ِ
َ َ‫ﺰﻳ‬ ‫ َﻻ َﻫ ﺬﻩ اﻟ‬، ‫ﺻﺎﻓﻪ‬ َ ْ ُ َ َ ََ َ َ َ َ َ ُ َ ُ ُ َ ْ ْ َ‫ﺲ ؛ ﻓ‬ ٌ ‫ﻧَﺠ‬
“Ibnul Mundzir berkata : ‘para ulama sepakat bahw a air sedikit atau banyak jika
kejatuhan najis, la lu merubah rasa, warna dan baunya, maka menjadikan air tersebut
najis’. Maka ijma d isini sebagai dalil atas najisnya sesuatu yang berubah salah satu
sifatnya, bukan berhujjah dengan hadits (tambahan) ini”.
Hammaad adalah ibnu Abi Sulaimaan, dikatakan Imam adz-Dzahabi
sebagai seorang yang tsiqoh dan Imam mujtahid. Digolongkan oleh Al Hafidz
Ibnu Hajar sebagai tabií shoghir. Atsar ini diriwayatkan dengan sanad
bersambung oleh Imam Ibnu Abi Syaibah dalam “al-Mushonaf” (no. 24901)
dari jalan Abdur Rozaq dari Ma’mar dari Hammaad ia berkata : “sama persis
lafadnya dengan Imam Bukhori”. Sementara itu Imam Abdur Rozaq
meriwayatkan sendiri dalam “al-Mushonaf” (no. 206) dari jalan Ma’mar dari
Hammaad ia berkata :
ِ‫ﻳﺶ ا ﻟْﻤﻴﺘﺔ‬ ِ ‫ﻪ ﻳـ ْﻐ ﺴ ﻞ وَﻻ ﺑﺄ‬‫ﻮف ا ﻟْﻤ ْﻴﺘﺔِ وَﻟ ﻜِﻨ‬
ِ ‫َﻻ ﺑﺄْس ﺑِﺼ‬
َ ْ َ ِ ِ‫ْس ﺑﺮ‬
َ َ ََُ ُُ َ َ َ ُ َ َ
“tidak mengapa bulunya (yang tebal) hewan bangkai, namun dicuci dulu dan tidak
mengapa bulunya bangkai”.
Dalam fatwa Imam Hammaad ini maka kulit binatang sekalipun tela h
menjadi bangkai, maka dapat dimanfaatkan, namun dalam riwayatnya
Imam Abdur Rozaq bahwa kulit tersebut harus dicuci terlebih dahulu baru
digunakan. Kami mendapatkan sanad yang lebih tinggi sebagaimana
diriwayatkan Imam Syafií dalam “Al Umm” (1/21) kata beliau :
ٍ‫ﺔ‬‫ﺮةِ ﻧ ﺼﺮاﻧِﻴ‬ ‫ﺔٍ ﻓِ ﻲ ﺟ‬‫ﺄَ ِﻣﻦ ﻣﺎ ءِ ﻧ ﺼﺮاﻧِﻴ‬‫ﺎب ﺗـﻮ ﺿ‬
ِ  َ ‫ ُﻋﻤﺮ ْﺑﻦ اﻟ‬‫أ َْﺧﺒـﺮ ﻧَﺎ ﺳْﻔﻴﺎنُ ْﺑﻦ ُﻋﻴـﻴْـﻨَﺔَ َﻋﻦ َزْﻳ ﺪِ ْﺑ ِﻦ أَﺳﻠَﻢ َﻋﻦ أَﺑِﻴﻪِ أَن‬
َْ َ َ َْ َ َ ْ ََ ‫ْﺨﻄ‬ َ ََ ْ َ ْ ْ َ ُ َ ُ ََ
“akhbaronaa Sufyan bin Uyyainah dari Zaid bin Aslam dari Bapaknya bahw a Umar bin
Khothob rodhiyallahu anhu pernah berwudhu dengan air milik w anita Nashrani yang
berasal dari Jarroh (bejana)nya w anita Nashroni tersebut”.
Jarroh adalah bejana yang dibawahnya ada mulutnya, pada zaman itu
biasanya terbuat dari kulit. Sisi pendalilannya bisa jadi bejana tersebut dari
kulit bangkai, karena orang Nashroni tidak mengenal suci dan najis dan
kemungkinan besar kulit tersebut tidak disamak, karena mereka tidak
mengenal pensyariatan samak kulit.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 334


Perkataan Imam az-Zuhriy tentang tulang bangkai dan seterusnya,
saya belum menemukan riwayat dengan sanad bersambung. Al Hafidz dalam
“al-Fath” juga tidak menyebutkan secara jelas riwayat yang
bersambungnya, barangkali fatwa Imam az-Zuhriy ini masih satu kesatuan
dengan fatwa sebelumnya, sehingga sanadnya adalah ucapan yang pertama.
Imam az-Zuhriy adalah seorang tabií, dan digolongkan oleh Al Hafidz Ibnu
Hajar, sebagai tabií shoghir, sehingga yang dimaksud beliau dengan ulama
salaf kalau tidak sahabat maka mereka adalah tabií kabiir atau senior.
Perkataan Imam Ibnu Siriin diriw ayatkan dengan sanad bersambung
oleh Imam Abdur Rozaq dalam “al-Mushonaf” (no. 211) dan Imam Ibnu Abi
Syaibah dalam “al-Mushonaf” (no. 23267) semuanya dari jalan Sufyaan ats-
Tsauri dari Hisyaam dari Muhammad bin Siriin. Adapun ucapan Imam
Ibrohim an-Nakhoí, Al Hafidz belum mendapatkan sanad yang bersambung
kepadanya, kata beliau dalam “al-Fath” :
‫ﺮَواةِ َﻋ ْﻦ ا ﻟْ َﻔ َﺮ ْﺑﺮِي‬‫ﺴ ْﺮ َﺧ ِﺴ ّﻲ إِﺑْـ َﺮ ِاﻫﻴﻢ ﻓِﻲ رَِواﻳَﺘِﻪِ َوَﻻ أ َْﻛﺜَـ َﺮ اﻟ‬
 ‫ﻟَ ْﻢ ﻳَ ْﺬُﻛ ْﺮ اﻟ‬
“as-Sarkhosiy tidak menyebutkan Ibrohim dalam riwayatnya dan begitu juga
kebanyakan orang yang meriw ayatkan dari al-Farbariy”.
Berkaitan dengan hukum tulang, tanduk, kulit dan bulu bangkai
binatang, maka para ulama berbeda pendapat. Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah dalam “majmu al-Fatawa” (4/395) menyebutkan ada 3 pendapat
ulama dalam masalah ini yakni :
1. Semuanya najis, ini adalah pendapatnya Imam Syafií yang masyhur dan
salah satu riw ayat dari Imam Ahmad.
2. Tulang dan sejenisnya adalah najis , sedangkan rambut dan sejenisnya
adalah suci, ini adalah madzhabnya Imam Malik dan riwayat yang
masyhur dari Imam Ahmad.
3. Semuanya suci, ini adalah pendapatnya Imam Abu Hanifah dan juga
salah satu riw ayat dari Imam Malik dan Imam Ahmad.
Kemudian Syaikhul Islam merajihkan pendapat yang ketiga yakni
sucinya hal itu semua. Syaikh Sayyid Sabiq dalam “Fiqhus Sunnah” juga
mengatakan hal yang sama. Syaikhul Islam menjelaskan alasannya :
A. Asal segala sesuatu adalah suci dan dalam hal ini tidak ada yang
memalingkannya dari najis.
B. Tulang bangkai, rambut dan sebagainya adalah sesuatu yang thoyyibat
(baik) bukan sesuatu yang khobits (buruk), sehingga masuk dalam
keumuman ayat penghalalan, bukan tercakup dalam ayat yang
mengharamkan hal-hal yang khobits (buruk).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 335


C. Adapun ayat yang mengharamkan bangkai, maka rambut dan sejenisnya
tidak masuk dalam cakupannya, karena kehidupan ada dua, kehidupan
binatang dan kehidupan tumbuhan. Kehidupan binatang ditandai dengan
adanya gerakan, bekerjanya panca inderanya dan sejenisnya, sedangkan
kehidupan tumbuhan adalah dengan adanya pertumbuhan. Maka ayat
pengharman bangkai adalah untuk membedakan kehidupan binatang
dengan tumbuhan, yang mana jika tumbuhan mati seperti daunnya
mengering, maka tumbuhan tersebut tidak najis berdasarkan
kesepakatan kaum Muslimin. Maka rambut binatang disamakan juga
dengan tumbuhan.
Syaikh Sayyid Sabiq menambahkan alasannya, yakni :
A. Imam Bukhori meriwayatkan dalam shahihnya dari Ibnu Abbas
rodhiyallahu anhu, beliau berkata :
‫ َﻬﺎ‬‫ ﻗَﺎﻟُﻮا إِﻧـ‬. « ‫اﺳَﺘ ْﻤﺘَـ ْﻌُﺘ ْﻢ ﺑِﺈ َﻫﺎﺑَِﻬﺎ‬ َ َ‫َﺘ ﺔٍ ﻓـَﻘ‬‫ﺮ ﺑِ َﺸﺎةٍ َﻣﻴ‬ ‫ َﻣ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ْ ‫ﺎل » َﻫﻼ‬ َ ‫ن َر ُﺳ‬ َ‫أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻩُ أ‬
« ‫ َﻤﺎ َﺣ ُﺮ َم أَ ْﻛ ﻠُ َﻬﺎ‬‫ﺎل » إِﻧ‬
َ َ‫ ﻗ‬. ٌ‫َﺘﺔ‬‫َﻣﻴ‬
“bahwa Rasulullah sholallahu alaihi wa salam melewati seekor kambing bangkai, maka
Beliau sholallahu alaihi wa salam bersabda : “tidakkah kalian memanfaatkan kulitnya?,
mereka menjawab : ‘sesungguhnya ini adalah bangkai’. Nabi sholallahu alaihi wa salam
bersabda : “hanyalah yang diharamkan memakannya”.
B. Imam Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah serta selainnya dihasankan oleh
Imam Al Albani, meriwayatkan dari Salmaan rodhiyallahu anhu bahwa
beliau berkata :
،ِ‫ ُﻪ ﻓِﻲ ﻛَِﺘﺎﺑِﻪ‬‫ اﻟﻠ‬‫َﺣﻞ‬
َ ‫ْﺤ َﻼ ُل َﻣﺎ أ‬ َ َ‫ َواﻟْﻔِ َﺮ ِاء ﻗ‬،‫ْﺠ ْﺒ ِﻦ‬
َ ‫ »اﻟ‬:‫ﺎل‬
ِ
ُ ‫ َواﻟ‬،‫ﺴ ْﻤ ِﻦ‬ ‫ َﻢ ﻋَ ِﻦ اﻟ‬‫ ﻰ اﷲُ ﻋَﻠَ ْﻴﻪ َو َﺳﻠ‬‫ﺻﻠ‬
ِ ُ ‫ﺳﺌِﻞ رﺳ‬
َ ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ََُ ُ
ِ ِ ِ ِ
َ ‫ َوَﻣﺎ َﺳ َﻜ‬،‫ ُﻪ ﻓ ﻲ ﻛَﺘﺎﺑِﻪ‬‫ﺮَم اﻟﻠ‬ ‫ام َﻣﺎ َﺣ‬
« ‫ﻤﺎ َﻋ َﻔﺎ َﻋ ْﻨ ُﻪ‬ ‫ ﻓَـ ُﻬ َﻮ ﻣ‬،‫ﺖ َﻋ ْﻨ ُﻪ‬ ُ ‫ْﺤ َﺮ‬
َ ‫َواﻟ‬
“Rasulullah sholallahu alaihi wa salam ditanya tentang mentega, keju dan bulu binatang,
maka Beliau sholallahu alaihi wa salam berfatwa : “Yang Halal adalah apa yang Allah
halalkan dalam Kitab-Nya dan yang Haram adalah apa yang Allah haramkan dalam
Kitab-Nya, sedangkan apa yang didiamkan, maka ini adalah termasuk se suatu yang
dimaafkan”.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﺎس َﻋ ْﻦ‬ٍ ‫ﻪِ ﻋَ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ﻋَﺒ‬‫ ﻪِ ﺑْ ِﻦ ﻋَ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬‫ﺎب ﻋَ ْﻦ ﻋُﺒَـ ْﻴ ِﺪ اﻟﻠ‬
ٍ ‫ﻚ ﻋَ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ِﺷ َﻬ‬
ٌ ِ‫ﺪﺛَﻨِﻰ َﻣﺎﻟ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﻴﻞ ﻗ‬ ِ ِ
ُ ‫ﺪﺛـَﻨَﺎ إ ْﺳ َﻤﺎﻋ‬ ‫ َﺣ‬- 235
‫ﻮﻫﺎ َوَﻣﺎ َﺣ ْﻮﻟ ََﻬﺎ‬
َ ‫ﺎل » أَﻟْ ُﻘ‬َ ‫ﺖ ﻓِﻰ َﺳ ْﻤ ٍﻦ ﻓَـ َﻘ‬ ْ َ‫ ُﺳﺌِ َﻞ َﻋ ْﻦ ﻓَﺄ َْرةٍ َﺳ َﻘﻄ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َ ‫ن َر ُﺳ‬ َ‫َﻣ ْﻴ ُﻤﻮﻧَ َﺔ أ‬
« ‫ َوُﻛﻠُﻮا َﺳ ْﻤَﻨ ُﻜ ْﻢ‬. ‫ﻓَﺎﻃْ َﺮ ُﺣﻮُﻩ‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 336


96). Hadits no. 235
“Haddatsanaa Ismail ia berkata, haddatsanaa Malik dari Ibnu Syihaab dari Ubaidillah bin
Abdullah dari Ibnu Abbas rodhiyallahu anhu dari Maimunah rodhiyallahu anha bahwa
Rasulullah sholallahu alaihi wa salam ditanya tentang tikus yang jatuh di mentega?, maka
Nabi sholallahu alaihi wa salam menjawab : “Buanglah tikusnya dan mentega disekitarnya,
lalu makanlah mentega kalian tersebut”.

Biografi Perowi Hadits

Semua perow inya telah berlalu.

Berkata Imam Bukhori :


ِ‫ﻪ‬‫ﻪِ ﺑ ِﻦ َﻋﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬‫ﺎب َﻋﻦ ُﻋ ﺒـﻴ ِﺪ اﻟﻠ‬ ِ ٌ ِ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﻣﺎﻟ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ َ َ‫ﻪِ ﻗ‬‫ﻰ ﺑْ ُﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬ ِ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﻋﻠ‬ ‫ َﺣ‬- 236
ْ ْ ْ َ ْ ٍ ‫ﻚ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ﺷ َﻬ‬ َ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﻣ ْﻌ ٌﻦ ﻗ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
‫ﺖ ﻓِﻰ‬ ْ َ‫ ُﺳﺌِ َﻞ َﻋ ْﻦ ﻓَﺄ َْرةٍ َﺳ َﻘﻄ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ن اﻟﻨ‬ َ‫ﺎس َﻋ ْﻦ َﻣْﻴ ُﻤﻮﻧَ َﺔ أ‬ ٍ ‫ﻮد َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ َﻋﺒ‬ ٍ ‫ﺑ ِﻦ ُﻋﺘﺒ َﺔ ﺑ ِﻦ ﻣ ﺴﻌ‬
ُ ْ َ ْ َْ ْ
‫ﺎس َﻋ ْﻦ‬ٍ ‫ﻮل َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ َﻋﺒ‬ ُ ُ‫ﺼﻴﻪِ ﻳَـﻘ‬
ِ ‫ﻚ ﻣﺎ ﻻَ أُﺣ‬
ْ
ِ
َ ٌ ‫ﺪﺛـََﻨﺎ َﻣﺎﻟ‬ ‫ﺎل َﻣ ْﻌ ٌﻦ َﺣ‬
َ َ‫ ﻗ‬. « ‫ﺎل » ُﺧ ُﺬ و َﻫﺎ َوَﻣﺎ َﺣ ْﻮﻟَ َﻬﺎ ﻓَﺎ ﻃْ َﺮ ُﺣﻮُﻩ‬ َ َ‫َﺳ ْﻤ ٍﻦ ﻓـَﻘ‬
َ‫َﻣ ْﻴ ُﻤﻮﻧَﺔ‬
97). Hadits no. 236
“Haddatsanaa Ali bin Abdullah ia berkata, haddatsanaa Ma’nun ia berkata, haddatsanaa
Malik dari Ibnu Syihaab dari Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah bin Masúd dari Ibnu Abbas
rodhiyallahu anhu dari Maimunah rodhiyallahu anha bahwa Nabi sholallahu alaihi wa salam
ditanya tentang tikus yang jatuh ke mentega, maka Beliau sholallahu alaihi wa salam
menjawab : “ambilah (tikusnya) dan daerah sekitarnya, lalu dibuang”.
Ma’na berkata, haddatsanaa Malik yang aku tidak dapat menghitungnya ia berkata dari Ibnu
Abbas rodhiyallahu anhu dari Maimunah rodhiyallahu anha”.

Biografi Perowi Hadits

Semua perow inya telah berlalu.

Penjelasan Hadits :
1. Dalam riwayat Imam Nasaí yang dishahihkan oleh Imam Al Albani dari
jalan Abdur Rokhman dari Malik dari Ibnu Syihaab dari Ibnu Abbas
rodhiyallahu anhu dari Maimunah rodhiyallahu anha dengan tambahan
lafadz : “ ‫”ﺳ ْﻤ ٍﻦ َﺟ ِﺎﻣ ٍﺪ‬
َ (mentega padat).

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 337


2. Imam Ma’mar meriw ayatkan dari Ibnu Syihaab dari Saíd ibnul Musayyib
dari Abu Huroiroh rodhiyallahu anhu dari Nabi sholallahu alaihi wa salam
bahwa Beliau bersabda :
‫ َوإِ ْن َﻛﺎ َن َﻣﺎﺋِ ًﻌﺎ ﻓََﻼ ﺗَـ ْﻘ َﺮﺑُﻮُﻩ‬، ‫ﻮﻫﺎ َو َﻣﺎ َﺣ ْﻮﻟ َﻬﺎ‬
َ ‫إِ ْن َﻛﺎ َن َﺟﺎ ِﻣ ًﺪا ﻓَﺄَﻟْ ُﻘ‬
“jika menteganya padat, maka buanglah (tikusnya) dan mentega yang ada disekitarnya,
adapun jika cair, maka jangan mendekatinya”.
Imam Al Khotobiy dalam “áunul Maubud” mengatakan bahwa sebagia n
ulama menshahihkannya karena dhohir sanadnya adalah para Aimah
masyhuroh para perow i Bukhori-Muslim, diantara mereka Imam
Muhammad bin Yahya adz-dzuhli. Namun yang benar bahwa hadits ini
adalah kesalahan. Imam Al Khothobi menukil :
‫ﺐ ﻓِ ﻲ َﻫ َﺬ ا‬‫ﺴﻴ‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ َ‫ﻗ‬
َ ‫ي َﻋ ْﻦ َﺳﻌﻴﺪ ْﺑﻦ ا ﻟ ُْﻤ‬ ‫ﺰ ْﻫﺮ‬‫ َﺣ ﺪ ﻳﺚ َﻣْﻌ َﻤﺮ َﻋ ْﻦ اﻟ‬: ‫ﻤ ﺪ ْﺑﻦ إ ْﺳ َﻤﺎﻋﻴﻞ ﻳَـُﻘﻮل‬ ‫ َﺳﻤ ْﻌﺖ ُﻣ َﺤ‬: ‫ـ ْﺮﻣﺬ ّي ﻓ ﻲ َﺟﺎﻣﻌﻪ‬‫ﺎل اﻟﺘ‬
‫َﺧﻄَﺄ‬
“Tirmidzi dalam Jaami’nya berkata : ‘aku mendengar Muhammad bin Ismail (Imam
Bukhori) berkata : ‘haditsnya Ma’mar dari az-Zuhriy dari Saíd ibnul Musayyib
tentang hal ini adalah keliru’.
3. Dhohirnya hadits ini menunjukkan najisnya bangkai, sehingga bagia n
makanan yang terkena bangkai tidak boleh dimanfaatkan (baca :
dimakan), namun yang benar bahwa dibuangnya makanan tersebut
adalah dalam rangka kebersihan, karena tikus adalah binatang carier
(pembawa penyakit) seperti pes dan sebagainya. Oleh karenanya Nabi
sholallahu alaihi wa salam menamakannya sebagai binatang Fuwaisiq
yakni binatang kecil yang merusak, sebagaimana sabdanya sholallahu
alaihi w a salam :
،‫ﻴﻄَﺎ َن َﻻ ﻳَـ ْﻔ َﺘ ُﺢ ﺑَﺎﺑًﺎ ُﻣﻐْﻠَﻘًﺎ‬ْ ‫ن اﻟﺸ‬ ‫ ﻓَِﺈ‬،‫َﺳﻘِ َﻴَﺘ ُﻜ ْﻢ‬ ِ ِ ِ
ْ ‫ َوأ َْوُﻛﻮا أ‬، ‫ َوأَﻃْﻔﺌُﻮا ُﺳ ُﺮ َﺟ ُﻜ ْﻢ‬،‫ﻤ ُﺮوا آﻧَﻴَﺘ ُﻜ ْﻢ‬ ‫ َو َﺧ‬،‫أَﻏْﻠﻘُﻮا أَﺑْـ َﻮاﺑَ ُﻜ ْﻢ‬
َ‫ اﻟَْﻔﺄ َْرة‬:‫ﺖ ﻋَﻠَ ﻰ أ َْﻫﻠِﻪِ " ﻳَـ ْﻌﻨِ ﻲ‬
َ ‫ن اﻟُْﻔ َﻮﻳْ ِﺴﻘَﺔَ ﺗُﻀْ ﺮِ ُم اﻟْﺒَـ ْﻴ‬ ِ‫ َوإ‬، ‫ﺎء‬
ً ‫ ِوَﻛ‬‫ َوَﻻ ﻳَ ُﺤ ﻞ‬،‫ﺎء‬
ِ ُ ‫وَﻻ ﻳ ْﻜ ِﺸ‬
ً َ‫ﻒ ﻏﻄ‬ َ َ
“tutuplah pintu, bejana dan tempat minum kalian, karena syaithon tidak mampu
membuka pintu, bejana dan tempat minum yang tertutup dan fuwaisiqoh –yakni tikus-
biasanya akan mencari makanan di rumah”.
4. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam “Fatawa al-Kubro” (1/464) menukil
dalam Masail Imam Ahmad dari riwayat anaknya Sholih bin Imam Ahmad
dari Ikrimah ia berkata :
ِ‫ﻪ‬‫ﺴﻤ ِﻦ ُﻛﻠ‬ ِ ِ َ َ‫ ﻗ‬، ‫ﺖ ﻓِ ﻲ َﺳ ْﻤ ٍﻦ‬ ْ َ‫ْرةٍ َﻣﺎﺗ‬ ِ ٍ ‫ اﺑﻦ ﻋﺒ‬‫أَن‬
ْ  ‫ أَﺛَـ َﺮ َﻫﺎ ﻓ ﻲ اﻟ‬‫ ﻳَﺎ َﻣْﻮَﻻ ﻧَﺎ ﻓَﺈن‬: ‫ ﻗـُﻠْﺖ‬. ‫ ﺗُـ ْﺆ َﺧ ُﺬ ا ﻟْ َﻔﺄ َْر ُة َوَﻣﺎ َﺣ ْﻮﻟَ َﻬﺎ‬: ‫ﺎل‬ َ ‫ﺎس ُﺳﺌ َﻞ َﻋ ْﻦ ﻓَﺄ‬ َ َْ
‫ت‬ ْ ‫ﺚ ُو ِﺟ َﺪ‬ ْ َ‫ﻤﺎ َﻣﺎﺗ‬َ ‫ﺔٌ َوإِ ﻧ‬‫ َوِﻫ َﻲ َﺣﻴ‬، ‫ﺴْﻤ ِﻦ‬
ُ ‫ﺖ َﺣ ْﻴ‬  ‫ﻤﺎ َﻛﺎ َن أَﺛَـ ُﺮَﻫﺎ ﺑِﺎ ﻟ‬َ ‫ﻦ أَﺑِﻴ ﻚ إ ﻧ‬ ‫ﻀ ﺖ ﺑِِﻬ‬ ِ ‫ َﻋ‬: ‫ﺎل‬
ْ‫ﻀ‬ َ َ‫ ﻗ‬.
“Ibnu Abbas Rodhiyallahu 'anhu pernah ditanya tentang tikus yang mati di
mentega, lalu beliau Rodhiyallahu 'anhu menjaw ab : ‘tikus dan mentega yang
disekitarnya diambil’. Aku (Ikrimah) berkata : ‘w ahai maulana, sesungguhnya
bekasnya tadi ada diseluruh mentega?’, beliau menjaw ab : ‘bekas yang ada di

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 338


mentega adalah pada saat tikusnya masih hidup, kemudian ia mati sebagaimana
ditemukan’.
Maksud fatwa Ibnu Abbas Rodhiyallahu 'anhu adalah bahwa sekalipun
terlihat bekasnya diseluruh mentega, maka itu terjadi pada saat tikusnya
hidup, yakni setela h tikus jatuh ke mentega, ia berusaha menyelamatkan
diri, sehingga terlihat jejaknya diseluruh bagian mentega, dan karena
kehabisan nafas, maka ia mati sehingga tempat itulah yang dibuang saja
bukan keseluruhannya.
Masih dari riwayat Shoolih bin Imam Ahmad dari jalannya sampai ke
Abul Asw ad ad-Dailamiy ia berkata :
‫ﻤﺎ َﺣ ُﺮَم ِﻣ ْﻦ ا ﻟ َْﻤ ْﻴﺘَﺔِ ﻟَ ْﺤ ُﻤ َﻬﺎ َو َد ُﻣ َﻬﺎ‬َ ‫ إ ﻧ‬: ‫ﺎل‬
َ َ‫ﺖ ﻓِ ﻲ َﺳ ْﻤ ٍﻦ ؟ ﻓـَﻘ‬
ْ ‫ُﺳﺌِ َﻞ ْاﺑ ُﻦ َﻣ ْﺴ ُﻌﻮدٍ َﻋ ْﻦ ﻓَﺄ َْرةٍ َوﻗـَ َﻌ‬
“Ibnu Mas’ud Rodhiyallahu 'anhu ditanya tentang tikus yang jatuh di mentega?
Maka beliau menjawab : ‘hanyalah yang diharamkan dari bangkai itu adalah daging
dan darahnya’.
Jadi secara implisit Abdullah bin Mas’ud Rodhiyallahu 'anhu berpendapat
bahwa bulu, rambut dan sejenisnya dari bangkai tidaklah najis.
5. Adapun berkaitan dengan hukum jual beli gading Gajah, maka DR.
Abdullah al-Faqih dalam “Fatawa Syabkah Islamiyyah”(19 Dzul Qo’dah
1432) berfatw a :
‫ﻣﺎ ﻫﻮ ﺣﻜﻢ ﺷﺮاء اﻟﻌﺎج ؟‬
‫اﻟﻔﺘﻮى‬
:‫اﻟﺤﻤﺪ ﷲ واﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم ﻋﻠﻰ رﺳﻮل اﷲ وﻋﻠﻰ آﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ أﻣﺎ ﺑﻌﺪ‬
‫ وﻗﺪ اﺧﺘﻠﻒ أﻫ ﻞ اﻟﻌﻠﻢ‬.‫ ﻛﻤﺎ ذﻛﺮ اﺑﻦ ﻣﻨﻈﻮر ﻓﻲ ﻟﺴﺎن اﻟﻌﺮب‬،‫ ﻫﻮ ﻇﻬﺮ اﻟﺴﻠﺤﻔﺎة اﻟﺒﺤﺮﻳﺔ‬:‫ وﻗﻴﻞ‬،‫ﻓﺎﻟﻌﺎج ﻫﻮ أﻧﻴﺎب اﻟﻔﻴﻞ‬
،‫ وﻣﻦ ﻗﺎل ﺑﻄﻬﺎرﺗﻪ أﺟﺎز ﺑﻴﻌﻪ واﻻﻧﺘﻔﺎع ﺑﻪ‬،‫ ﻓﻤﻦ ﻗﺎل ﺑﻨﺠﺎﺳﺘﻪ ﻣﻨﻊ ﺑﻴﻌﻪ‬،‫ﻓﻲ ﺣﻜﻢ ﺑﻴﻌﻪ ﺗﺒﻌﺎً ﻻﺧﺘﻼﻓﻬﻢ ﻓﻲ ﻃﻬﺎرﺗﻪ وﻧﺠﺎﺳﺘﻪ‬
‫ ﻻ ﻳﺠﻮز ﺑﻴﻌﻪ وﻻ ﻳﺤﻞ‬:‫ ﻗﺎل اﻟﻨﻮوي ﻓﻲ اﻟﻤﺠﻤﻮع‬،‫ﻓﺬﻫﺐ اﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ وﻛﺬا اﻟﺤﻨﺎﺑﻠﺔ ﻓﻲ ﻣﻌﺘﻤﺪ ﻣﺬﻫﺒﻬﻢ إﻟﻰ ﺣﺮﻣﺔ ﺑﻴﻌﻪ‬
.‫ وﺑﻬﺬا ﻗﺎل ﻃﺎووس وﻋﻄﺎء ﺑﻦ أﺑﻲ رﺑﺎح وﻋﻤﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻌﺰﻳﺰ‬،‫ﺛﻤﻨﻪ‬
‫ وﻣﻨﻬﻢ ﻣﻦ ﺣﻤﻞ اﻟﻜﺮاﻫﺔ ﻋﻠﻰ ﻛﺮاﻫﺔ‬،‫وأﻣﺎ اﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ ﻓﻤﺬﻫﺒﻬﻢ أن اﻟﻌﺎج اﻟﻤﺘﺨﺬ ﻣﻦ ﻓﻴﻞ ﻣﻴﺖ ﺑﻐﻴﺮ ذﻛﺎة ﻳﻜﺮﻩ اﻻﻧﺘﻔﺎع ﺑﻪ‬
‫ وأﻣﺎ‬،‫ وأﻣﺎ اﻟﻌﺎج اﻟﻤﺘﺨﺬ ﻣﻦ ﻓﻴﻞ ﻣﺬﻛﻰ ﻓﻼ ﺧﻼف ﻓﻲ ﺟﻮاز اﺳﺘﻌﻤﺎﻟﻪ ﻋﻨﺪﻫﻢ‬،‫ وﻣﻨﻬﻢ ﻣﻦ ﺣﻤﻠﻬﺎ ﻋﻠﻰ اﻟﺘﻨﺰﻳﻪ‬،‫اﻟﺘﺤﺮﻳﻢ‬
.‫ واﷲ أﻋﻠﻢ‬.‫اﻟﺤﻨﻔﻴﺔ ﻓﻴﺠﻮزون ﺑﻴﻌﻪ واﻻﻧﺘﻔﺎع ﺑﻪ ﺑﻨﺎء ﻋﻠﻰ اﻟﻘﻮل ﺑﻄﻬﺎرﺗﻪ‬
‫ﻋﺒﺪاﷲ اﻟﻔﻘﻴﻪ‬.‫ ﻣﺮﻛﺰ اﻟﻔﺘﻮى ﺑﺈﺷﺮاف د‬:‫اﻟﻤﻔﺘﻲ‬
Soal : bagaimana hukum jual-beli gading Gajah?
Jawab : Alhamdulillah sholaw at dan salam terlimpahcurahkan kepada Rasulullah,
keluarganya dan para sahabatnya. Amma Ba’du :
al-‘Aaj adalah gading Gajah, dikatakan juga itu adalah punggungnya (batok –bs.
Jaw a) Penyu, sebagaimana disebutkan Ibnu Mandhuur dalam “Lisanul ‘Arob”. Para
ulama berbeda pendapat tentang hukum jual belinya mengikuti perbedaan
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 339
pendapat tengan kesucian dan kenajisannya. Bagi yang mengatakan najis, maka
mereka melarang jual belinya dan bagi yang mengatakan suci, maka mereka
membolehkan jual beli dan memanfaatkannya.
Syafi’iyyah demikian juga Hanabilah dalam madzhab yang dipegangi berpendapat
haramnya jual beli tersebut. Imam Naw aw i dalam “al-Majmu” berkata : ‘tid ak boleh
berjual beli dan tidak halal duitnya, ini adalah perkataan Thaw us, ‘Athoo’ bin Abi
Robaah dan Umar bin Abdul Aziz’.
Adapun Malikiyyah maka madzhab mereka bahw a gading yang berasal dari Gajah
yang tid ak disembelih maka dimakruhkan untuk dimanfaatkan, diantara mereka ada
yang membaw a makna makruh kepada pengharaman ada juga yang membaw a
kepada pengertian makruh untuk kebersihan. Adapun gading yang berasal dari
Gajah yang disembelih, maka tidak ada perselisihan dalam kebolehan
pemanfaatannya menurut Malikiyyah.
Adapun Hanafiyyah mereka membolehkan jual beli dan memanfaatkannya,
berdasarkan pendapat yang mengatakan kesuciannya. W allahu A’lam.
Catatan : bagi yang berpendapat bolehnya jual beli gading Gajah,
namun perlu diingat pemerintah Indonesia telah melarang pembunuhan
Gajah untuk diambil gadingnya dan menganggapnya sebagai perbuatan
kriminal, maka perkara ini harap diperhatikan.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﻪٍ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻰ ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮةَ َﻋ ِﻦ‬‫ﻤ ِﺎم ﺑْ ِﻦ ُﻣَﻨﺒ‬ ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ َﻣ ْﻌ َﻤ ٌﺮ َﻋ ْﻦ َﻫ‬
َ َ‫ﻪِ ﻗ‬‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟﻠ‬
َ َ‫ﻤ ٍﺪ ﻗ‬ ‫َﺣ َﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ُﻣ َﺤ‬
ْ ‫ﺪﺛـََﻨﺎ أ‬ ‫ َﺣ‬- 237
ْ‫ﺎﻣ ﺔِ َﻛ َﻬ ْﻴﺌَﺘِ َﻬ ﺎ إِ ذ‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ﻪ ﻳَﻜُﻮ ُن ﻳَـ ْﻮ َم اﻟْﻘَﻴ‬‫ َﻛﻠْ ٍﻢ ﻳُ ْﻜ ﻠَ ُﻤ ُﻪ اﻟ ُْﻤ ْﺴ ﻠ ُﻢ ﻓﻰ َﺳﺒ ِﻴﻞ اﻟﻠ‬‫ﺎل » ُﻛ ﻞ‬ َ َ‫ ﻗ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﻨﺒ‬‫اﻟ‬
«‫ﻚ‬ ِ ‫ف ا ﻟْ ِﻤﺴ‬
ْ ُ ‫ف ﻋَ ْﺮ‬ ْ َ‫ﻃُﻌِﻨ‬
ُ ‫ َواﻟْﻌَ ْﺮ‬، ‫م‬ِ‫ ْﻮ ُن ﻟ َْﻮ ُن اﻟﺪ‬‫ اﻟﻠ‬، ‫ﺠ ُﺮ دَ ًﻣﺎ‬ ‫ ﺗـََﻔ‬، ‫ﺖ‬
98). Hadits no. 237
“Haddatsanaa Ahmad bin Muhammad ia berkata, akhbaronaa Abdullah ia berkata,
akhbaronaa Ma’mar dari Hammaam bin Munabbih dari Abi Huroiroh rodhiyallahu anhu dari
Nabi sholallahu alaihi wa salam beliau Bersabda : “setiap luka yang diderita oleh seorang
Muslim di jalan Allah, maka nanti pada hari kiamat seperti itu keadaanya ketika
dibangkitkan, darah bercucuran dan warnanya adalah warna darah, namun baunya bau
minyak Misik”.

Penjelasan biografi perowi hadits :

1. Nama : Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin Musa Al Marwaziy


Kelahiran : Wafat 235 H
Negeri tinggal : Marwazi
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Ibnu Wadhooh dan Imam Ibnu Hibban.
Imam Nasa’I menilainya, laa ba’sa bih.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 340


Hubungan Rowi : Abdullah ibnul Mubarok adalah salah seorang gurunya,
sebagaimana ditulis oleh Imam Al Mizzi.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Sisi kesesuaian hadits yang dibawakan Imam Bukhori dengan judul bab
adalah bahwa darah saja seandainya najis dapat menjadi suci jika
berubah baunya karena sesuatu yang suci, maka begitu juga air, ia
hanya berubah menjadi najis ketika terjadi perubahan pada salah satu
unsurnya yaitu rasa, warna dan baunya, sebagaimana telah berlalu
penjelasannya.
2. Kami memandang bahwa darah manusia tidak najis, sekalipun keluar
banyak. Sebagaimana kisah seorang sahabat Anshor yang dipanah ole h
orang Musyrik ketika sedang sholat sehingga bercucuran darahnya,
namun ia tetap sholat karena sedang khusyu’ dengan bacaan al-Qurán.
Kisah ini diriwayatkan Imam Bukhori secara muálaq dan disambung ole h
Imam Ahmad dan Imam Abu Dawud, atsar ini dishahihkan oleh Imam Al
Albani dan dihasankan oleh Syaikh Syuáib Arnauth. Imam Al Albani
dalam “Tamaamul Minnah” mengomentari atsar ini :
‫وﻫﻮ ﻓﻲ ﺣﻜﻢ اﻟﻤﺮﻓﻮع ﻷﻧﻪ ﻳﺴﺘﺒﻌﺪ ﻋﺎدة أن ﻻ ﻳﻄﻠﻊ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻋﻠﻰ ذﻟﻚ ﻓﻠﻮ ﻛﺎن اﻟﺪم اﻟﻜﺜﻴﺮ ﻧﺎﻗﻀﺎ‬
‫ﻟﺒﻴﻨﻪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻷن ﺗﺄﺧﻴﺮ اﻟﺒﻴﺎن ﻋﻦ وﻗﺖ ا ﻟﺤﺎﺟﺔ ﻻ ﻳﺠﻮز ﻛﻤﺎ ﻫﻮ ﻣﻌﻠﻮم ﻣﻦ ﻋﻠﻢ ا ﻷﺻﻮل‬
‫وﻋﻠﻰ ﻓﺮض أن اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﺧﻔﻲ ذﻟﻚ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻤﺎ ﻫﻮ ﺑﺨﺎف ﻋﻠﻰ اﷲ ا ﻟﺬي ﻻ ﺗﺨﻔﻰ ﻋﻠﻴﻪ ﺧﺎﻓﻴﺔ ﻓﻲ‬
‫اﻷرض وﻻ ﻓﻲ اﻟﺴﻤﺎء‬
“ini dihukumi marfu’ karena sangat jauh dari kebiasaan Nabi Sholallahu 'alaihi w a
salaam untuk tidak mengetahui hal tersebut, seandainya darah banyak
membatalkan sholat, niscaya Nabi Sholallahu 'alaih i w a salaam akan
menjelaskannya, karena mengakhirkan penjelasan pada saat dibutuhkan tidak
diperkenankan, sebagaimana ini diketahui dalam ilmu ushul. Seandainya ditetapkan
bahw a Nabi Sholallahu 'alaih i w a salaam tidak mengetahuinya, maka hal tersebut
tidak akan tersembunyi dari Allah yang tidak ada satupun di bumi dan langit yang
tersembunyi dari-Nya”.
3. Hadits ini menunjukkan keutamaan jihad fii sabilillah, yakni orang-orang
yang gugur dijalan Allah akan dibangkitkan dengan kondisi khusus yang
membedakan dengan selainnya.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 341


 ‫ ﺑﺎب اﻟْﺒَـْﻮِل ﻓِﻰ اﻟ َْﻤ ِﺎء‬- 68
‫اﻟﺪاﺋِ ِﻢ‬
Bab 68 Kencing di Air Diam

Penjelasan :
Imam al-Áini dalam “Úmdahtul Qoriy” (3/166) berkata :
‫أي ﻫﺬا ﺑﺎب ﻓﻲ ﺑﻴﺎن ﺣﻜﻢ اﻟﺒﻮل ﻓﻲ اﻟﻤﺎء اﻟﺮاﻛﺪ وﻫﻮ اﻟﺬي ﻻ ﻳﺠﺮي ﻓﻲ رواﻳﺔ اﻷﺻﻴﻠﻲ ﺑﺎب ﻻ ﺗﺒﻮﻟﻮا ﻓﻲ اﻟﻤﺎء اﻟﺮاﻛﺪ وﻓﻲ‬
‫ﺑﻌﺾ اﻟﻨﺴﺦ ﺑﺎب اﻟﻤﺎء اﻟﺪاﺋﻢ‬
“yakni in i adalah bab tentang penjelasan hukum kencing di air yang statis yaitu yang
tidak mengalir. Dalam riw ayat al-Áshiiliy “bab janganlah kalian kencing di air yang
diam”, dalam sebagian naskah “bab air diam”.

Berkata Imam Bukhori :


‫ ُﻪ‬‫ﺪ ﺛَُﻪ أَﻧ‬ ‫ﺮ ْﺣ َﻤ ِﻦ ﺑْ َﻦ ُﻫ ْﺮ ُﻣ َﺰ ا ﻷَ ْﻋ َﺮ َج َﺣ‬ ‫ن َﻋ ْﺒ َﺪ اﻟ‬ َ‫ﺰﻧَ ِﺎد أ‬ ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ أَﺑُﻮ اﻟ‬
َ َ‫ﺐ ﻗ‬
ٌ ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ ُﺷ َﻌْﻴ‬
ِ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ أَﺑﻮ اﻟْﻴﻤ‬ ‫ ﺣ‬- 238
َ َ‫ﺎن ﻗ‬ ََ ُ َ
« ‫ﺴﺎﺑِ ُﻘ ﻮ َن‬ ِ ‫ﻮل » ﻧَﺤﻦ‬ ِ َ ‫ﻪ ﺳ ِﻤﻊ رﺳ‬‫ﺳ ِﻤﻊ أَﺑﺎ ﻫ ﺮﻳـ ﺮةَ أَﻧ‬
 ‫اﻵﺧ ُﺮو َن اﻟ‬ ُ ْ ُ ‫ ﻳَـ ُﻘ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ُ َ َ َ ُ ََْ ُ َ َ َ
99). Hadits no. 238
“Haddatsanaa Abul Yamaan ia berkata, akhbaronaa Syuáib ia berkata, akhbaronaa Abu az-
Zinaad bahwa Abdur Rokhman bin Hurmuz al-A’raj meriwayatkan bahwa ia mendengar Abu
Huroiroh rodhiyallahu anhu mendengar Rasulullah sholallahu alaihi wa salam bersabda : “kita
umat yang terakhir, namun yang pertamakali dibangkitkan”.
HR. Muslim no. 2016

Biografi Perowi Hadits

Penjelasan biografi perowi hadits :

1. Nama : Abu Dawud Abdur Rokhman bin Hurmuz al-A’raj


Kelahiran : Wafat 117 H di Iskandariyyah
Negeri tinggal : Madinah
Komentar ulama : Tabií wasith. Ditsiqohkan oleh Imam Ali ibnul Madini,
Imam Abu Zuráh, Imam al-Íjli dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Abu Huroiroh rodhiyallahu anhu adalah salah seorang
gurunya, sebagaimana ditulis oleh Imam Al Mizzi.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 342


Berkata Imam Bukhori :
« ِ‫ َﻳـﻐَْﺘ ِﺴ ُﻞ ﻓِ ﻴﻪ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ ِﺬى ﻻَ ﻳَ ْﺠ ﺮِى‬‫اﺋِ ِﻢ اﻟ‬‫َﺣ ُﺪ ُﻛ ْﻢ ﻓِ ﻰ اﻟ َْﻤ ِﺎء اﻟ ﺪ‬ َ َ‫ﺎدﻩِ ﻗ‬
َ ‫ﻦ أ‬ َ‫ﺎل » ﻻَ ﻳَـُﺒﻮﻟ‬
ِ ‫ وﺑِﺈ ﺳَﻨ‬- 239
ْ َ
100). Hadits no. 239
“Dengan sanad diatas, Nabi sholallahu alaihi wa salam bersabda : “Janganlah kalian kencing
di air yang diam yang tidak mengalir, lalu mandi padanya”.
HR. Muslim no. 682

Biografi Perowi Hadits

Telah berlalu di hadits sebelumnya.

Penjelasan Hadits :
1. Para ulama pensyarah shahih Bukhori berpikir keras, apa kesesuain
hadits no. 238 dengan judul babnya?, ada beberapa pendapat yang
penulis melihatnya :
A. Imam Ibnu Bathool dalam “Syarah Bukhorinya” berpendapat
kemungkinan Abu Huroiroh rodhiyallahu anhu mendengar hadits
tersebut dalam satu konteks ucapan Nabi sholallahu alaihi wa salam,
sehingga beliau meriwayatkannya semua lafadznya (yakni hadits no.
238 dan 239). Karena contoh hal ini terdapat juga dalam kitab jihad,
kitab ibaroh dan selainnya di shahih Bukhori.
B. Al Hafidz mengkritik pendapat Imam Ibnu Bathool, karena jika seperti
itu tentu Imam Bukhori akan meriwayatkan matan kedua hadits
tersebut dalam satu kesatuan, namun ternyata memang 2 matan ini
dipisahkan dan telah terdapat jalan lain seperti dalam riwayat Imam
Muslim bahwa Abu Huroiroh hanya meriwayatkan dari Nabi sholallahu
alaihi wa salam dengan matan hadits no. 239. Jika ini terpisah maka
hadits no. 238 ini kata Al Hafidz, menukil dari ulama lain tentang
kesesuaian hadits pada bab ini yakni, bahwa ketika umat Islam adalah
yang terakhir meninggal dunia dan yang pertama kali dibangkitkan,
maka seolah-olah bendera terakhir diserahkan kepada yang pertama,
maksudnya umat sebelum kita memberikan estafet bendera kepada
kita umat Nabi Muhammad sholallahu alaihi w a salam, karena kita
yang pertamakali dibangkitkan. Hal ini dianalogikan dengan air yang
diam, maka ketika ada kencing yang jatuh kepadanya dan ia bagaikan
air terakhir yang bercampur kepadanya, maka seolah-olah kencing
inilah yang pertamakali akan mengenai anggota badan yang suci jika

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 343


kita menggunakan air yang terkontaminasi tersebut, sehingga
seharusnya dijauhi.
C. Masih dinukil oleh Al Hafidz ada ulama lain yang mengatakan, sisi
kesesuain hadits dengan bab ini adalah, sekalipun Bani Isroil tela h
mendahului kita, namun kita adalah umat yang pertamakali menjauhi
menggunakan air diam yang terkontaminasi dengan kencing. Namun
pendapat ini dikritik, karena bani Isroil terkenal sangat berlebihan
terhadap najis.
D. Bisa jadi hadits no. 238 hanya sebagai motto dalam naskah sebagia n
ulama hadits, ketika dirinya menyebutkan hadits lain, maka hadits no.
238 ini tetap dijadikan motto dalam naskah tulisannya dan hal ini
banyak kita jumpai dalam tulisan ulama zaman sekarang, disamping
mereka menulis makalah-makalah ilmiyah lainnya, mereka
menyisipkan dalam makalah tersebut ayat Al Qurán atau hadits Nabi
sholallahu alaihi wa salam, bahkan terkadang mutiara ungkapan dari
ulama salaf untuk dijadikan motto dalam tulisannya. Seandainya ini
benar, maka penulisan motto-motto yang banyak digunakan sekarang
oleh para penulis dalam makalahnya, berarti telah didahului oleh
ulama salaf kita. Sehingga syarah untuk hadits no. 238 ini lebih
mudah untuk diterima, daripada kita memberat-beratkan diri dalam
mencari kesesuaian hadits dengan judul bab.
2. Hadits no. 238 menunjukkan keutamaan Islam dan Imam Muhammad
bin Abdul Wahhab telah menulis sebuah kitab apik yang berjudul “fadhlul
Islam” (keutamaan Islam). Bagi yang berminat dapat mengambil
terjemahan kitabnya dalam website kami.
3. Para ulama berbeda pendapat tentang larangan yang ada pada hadits
no. 239, Imam Shonáni dalam “Subulus Salam” telah menjelaskannya
dan dapat kami simpulkan :
A. Larangannya bermakna makruh litanziih ini adalah pendapatnya
Malikiyyah, sehingga menurut mereka jika memang tidak berubah
salah satu indikator air karena najis kencing yang
mengkontaminasinya, maka air tersebut boleh dimanfaatkan untuk
bersuci.
B. Larangannya bermakna tahriim (pengharaman), namun bukan karena
najisnya, tetapi sebagai taábudiyyah (dalam rangka ibadah) yakni
maksudnya bahwa Nabi sholallahu alaihi wa salam telah melarang
seorang untuk kencing di air diam, maka larangan ini adala h
pengharaman, sekalipun pada akhirnya kencing tersebut tidak

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 344


mempengaruhi salah satu indikator air yakni rasa, bau atau
warnanya, maka pengharaman tersebut tetap berlaku bukan karena
najisnya air, namun karena beribadah mengikuti perintah Nabi
sholallahu alaihi wa salam yang melarang kencing di air yang diam.
Ini adalah pendapatnya madzhab dhohiriyyah.
C. Jika airnya banyak maka larangan in i makruh, namun jika airnya
sedikit maka larangan ini haram. Ini adalah pendapatnya ulama yang
membagi air menjadi 2 yaitu air banyak dan sedikit, yakni dari
kalangan madzah syafiíyyah dan Hanafiyyah, yang mana menurut
mereka jika najis bercampur dengan air yang sedikit, maka air
tersebut otomatis menjadi najis, tanpa mempertimbangkan adanya
perubahan indikator air atau tidak, namun jika airnya banyak, maka
perlu dilihat indikator perubahan airnya. Dan telah berlalu perbedaan
mereka didalam mendefinisikan air yang sedikit dan yang banyak.
Kami lebih condong merajihkan pendapat yang mengatakan bahwa
larangan ini adala h haram, karena asal dari larangan adalah haram,
sebagaimana ini maklum dalam ilmu ushul fiqih. Penulis kitab “al-
Qowaaid wal Ushuul” (1/50) berkata :
‫ واﻷﻣﺮ ﺑﺎﻟﻮﺟﻮب ﻓﺈذ ا وﺟﺐ ا ﻻﺟﺘﻨﺎب ﺻﺎر اﻟﻔﻌﻞ‬،‫ ﻓﺈن اﻟﻨﻬﻲ ﻗﺪ أﻣﺮ اﻟﻨﺒﻲ ﺑﺎﺟﺘﻨﺎب اﻟﻤﻨﻬﻲ ﻋﻨﻪ‬،‫وﻛﺬﻟﻚ ﻳﻘﺎل ﻓﻲ اﻟﻨﻬﻲ‬
‫ اﻷﻣﺮ‬:‫ وﻣﻨﻬﻢ ﻣﻦ ﻳﻘﻮل‬،‫ اﻷﻣﺮ ﻟﻠﻮﺟﻮب واﻟﻨﻬﻲ ﻟﻠﺘﺤﺮﻳﻢ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﻮﺟﺪ دﻟﻴﻞ‬:‫ ﻓﻬﺬان ﻗﻮﻻن ﻟﻠﻌﻠﻤﺎء ﻣﻨﻬﻢ ﻣﻦ ﻳﻘﻮل‬،‫ﻣﺤﺮﻣﺎ‬
‫ اﻷﻣﺮ‬:‫ وﻣﻨﻬﻢ ﻣﻦ ﻳﻘﻮل‬،‫ﻟﻼﺳﺘﺤﺒﺎب واﻟﻨﻬﻲ ﻟﻼﺳﺘﺤﺒﺎب ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﻮﺟﺪ دﻟﻴﻞ ﻋﻠ ﻰ اﻟﻮﺟﻮب أو ﻋﻠﻰ ﻋﺪم اﻻﺳﺘﺤﺒﺎب أﻳﻀﺎ‬
.‫ﻟﻠﻮﺟﻮب واﻟﻨﻬﻲ ﻟﻠﺘﺤﺮﻳﻢ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﻮﺟﺪ دﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ أن اﻷﻣﺮ ﻟﻼﺳﺘﺤﺒﺎب وا ﻟﻨﻬﻲ ﻟﻠﻜﺮاﻫﺔ أو ﻣﺎ إﻟﻰ ﻣﺎ دون ذﻟﻚ أﻳﻀﺎ‬
‫ واﻟ ﻜﻤﺎل ﻟﻴﺲ‬،‫ أﻣﺎ اﻷﻣﺮ ﺣﻴﻦ ﻳﺘﻌﻠﻖ ﺑﺎﻵداب واﻷﺧﻼق ﻓﺈﻧﻪ ﻟﻼﺳﺘ ﺤﺒﺎب؛ ﻷﻧﻪﻛﻤﺎل‬:‫وﻣﻦ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻣﻦ ﻓﺼﻞ ﻓﻘﺎل‬
‫ أﻣﺎ ﻣﺎ ﻳﺘﻌﻠﻖ ﺑﺎﻟﻌﺒﺎدات ﻓﺈن اﻷﻣﺮ ﻓﻴﻪ ﻟﻠﻮﺟﻮب‬،‫ وﻛﺬﻟﻚ ﻳﻘﺎل اﻟﻨﻬﻲ ﺣﻴﻦ ﻳﺘﻌﻠﻖ ﺑﺎﻵداب واﻷﺧﻼق إﻧﻪ ﻟﻠﻜﺮاﻫﺔ‬،‫ﺑﻮاﺟﺐ‬
.‫واﻟﻨﻬﻲ ﻟﻠﺘﺤﺮﻳﻢ‬
“demikian juga dikatakan kepada larangan, karena larangan adalah perintah Nabi
sholallahu alaih i w a salam untuk meninggalkannya, maka perkara yang w ajib jika
w ajib untuk meninggalkannya akan menjadi haram jika melakukannya. Dalam hal
ini ada 2 pendapat ulama, diantara mereka ada yang berpendapat, perintah untuk
kew ajiban dan larangan untuk keharoman selama tidak didapati dalil (yang
memalingkannya). Sebagian ulama berkata, perintah untuk sunnah dan larangan
untuk makruh selama tidak didapati dalil kepada w ajibnya atau tidak dianjurkannya.
Sebagian lagi mengatakan, perintah untuk kewajiban dan larangan untuk
keharoman selama tidak did apati dalil yang menunjukkan bahw a perintahnya untuk
sunnah atau larangannya untuk makruh atau selain hal tersebut juga.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 345


Sebagian ulama merinci lagi, adapun perintah jika berkait an dengan adab dan
akhlaq, maka ini untuk mustahab (sunnah), karena adab dan akhlak adalah
penyempurna dan kesempurnaan tidaklah wajib, demikian juga larangan jika
berkaitan dengan adab dan akhlaq maka in i makruh. Adapun jika berkaitan dengan
ibadah maka perintah untuk w ajib dan larangan untuk keharaman”.
Diantara penguat bahwa yang dimaksud dengan larangan tersebut
adalah untuk keharaman, yaitu bahwa kencingnya seorang di air yang
diam dapat mengganggu kemaslahatan kaum Muslimin, terlebih lagi jika
air diam tersebut adala h sebagai sumber air mereka yang dig unakan
untuk memasak dan mencuci pakaian dan perabotan, maka bagaimana
sekiranya diketahui ada orang yang kencing di air tersebut, tentu para
pengguna air tersebut merasa tidak nyaman, padahal agama melarang
seorang menyakiti saudaranya.
4. Apakah sela in kencing, misalnya buang air besar termasuk dalam
larangan ini? Maka jumhur (mayoritas) ulama menjawab “iya” dan ini
adalah perkara yang benar, karena bagaimana mungkin buang air besar
yang lebih bau dan kotor dari kencing tidak masuk dalam cakupan hadits
tersebut.
5. Bagaimana dengan air yang mengalir, apakah kencing disitu tetap
diharamkan? Sebagian ulama mengatakan jika air yang mengalir
banyak, maka tidak diharamkan berdasarkan mafhum hadits
(pemahaman kebalikan dari hadits ini), namun yang lebih utama tidak
melakukannya juga. Adapun jika airnya sedikit, maka ada yang
berpendapat haram dan ada juga yang mengatakan makruh, barangkali
pendapat yang mengatakan makruh lebih sesuai dengan kenyataan yang
ada.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 346


َ ‫ﺴ ْﺪ َﻋ ﻠَ ْﻴ ِﻪ‬
ُ‫ﺻﻼَﺗُﻪ‬ ُ ‫ﻰ ﻗَ َﺬ ٌر أَ ْو ِﺟﻴ َﻔﺔٌ ﻟَ ْﻢ ﺗَـ ْﻔ‬‫ﺼﻠ‬
ِ
ُ ‫ ﺑﺎب إِذَا أُﻟْﻘ َﻰ َﻋ ﻠَﻰ ﻇَ ْﻬ ِﺮ اﻟ‬- 69
َ ‫ْﻤ‬
‫ﻰ إِ َذا‬ ِ‫ﻌﺒ‬
ْ ‫ﺐ َواﻟﺸ‬ َ َ‫ َوﻗ‬. ِ‫ﺻﻼَﺗِﻪ‬
ِ ‫ﻴ‬‫ﺎل اﺑْ ُﻦ اﻟ ُْﻤ َﺴ‬ َ ‫ﻀﻰ ﻓﻰ‬
ِ َ ‫ﺿﻌﻪ وﻣ‬
َ َ ُ َ َ ‫ ﻰ َو‬‫ﺼﻠ‬
ِ ِ
َ ُ‫َوَﻛﺎ َن اﺑْ ُﻦ ُﻋ َﻤ َﺮ إِ َذا َرأَى ﻓ ﻰ ﺛَـ ْﻮﺑِﻪ َد ًﻣﺎ َو ُﻫَﻮ ﻳ‬
. ‫ ﻻَ ﻳُﻌِﻴ ُﺪ‬، ِ‫ﻢ أَ ْد َر َك اﻟ َْﻤ َﺎء ﻓِ ﻰ َوﻗْﺘِﻪ‬ ُ‫ ﻰ ﺛ‬‫ﺼﻠ‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ َ‫ ﻓ‬، ‫ﻤ َﻢ‬ ‫ ﻰ َوﻓﻰ ﺛَـ ْﻮﺑِﻪ َد ٌم أ َْو َﺟَﻨﺎﺑٌَﺔ أ َْو ﻟﻐَْﻴ ﺮِ ا ﻟْﻘﺒْـﻠَﺔ أ َْو ﺗَـَﻴ‬‫ﺻﻠ‬
َ
Bab 69 Jika diletakkan Kotoran atau Bangkai diatas
Punggung orang yang Sholat, Tidak Membatalkan
Sholatnya
Ibnu U mar rodhiyallahu a nhu jika melihat di bajunya a da darah
dalam kea daan sholat, belia u meletakka n bajunya , lalu te tap
melanjutkan sholatnya.
Ibnul Musayyib dan asy-Sya’bi berka ta : ‘jika se orang sholat da n di
bajunya ada darah ata u ma ni ata u ia me nghada p selain kiblat atau
tayamum, lalu ia sholat sekalipun air sudah terse dia pada wak tunya,
tidak perlu mengulang’.

Penjelasan :
Imam al-Áini dalam “Úmdahtul Qoriy” (3/170) berkata :
‫وﺟﻪ اﻟﻤﻨﺎﺳﺒﺔ ﺑﻴﻦ اﻟﺒﺎﺑﻴﻦ ﻣﻦ ﺣﻴﺚ إن اﻟﺒﺎب اﻷول ﻳﺸﺘﻤﻞ ﻋﻠﻰ ﺣﻜﻢ وﺻﻮل اﻟﻨﺠﺎﺳﺔ إﻟﻰ اﻟﻤﺎء وﻫﺬا اﻟﺒﺎب ﻳﺸﺘﻤﻞ ﻋﻠﻰ‬
‫ﺣﻜﻢ وﺻﻮﻟﻬﺎ إﻟﻰ اﻟﻤﺼﻠﻲ وﻫﻮ ﻓﻲ اﻟﺼﻼة‬
“sisi keterkaitan antara bab sebelumnya dari sisi bab yang pertama mencakup hukum
sampainya najis ke air, sedangkan bab ini mencakup hukum sampainya najis ke orang
yang sedang sholat dalam sholatnya”.
Perkataan Imam Bukhori bahwa hal tersebut tidak membatalkan
sholat, maka ini adalah pendapatnya ulama yang mengatakan bahwa
menghilangkan najis bukan syarat atas sahnya sholat atau ulama yang
berpendapat bahwa suatu najis yang terdapat ditengah-tengah sholat tidak
membatalkan sholat.
Atsar Ibnu Umar rodhiyallahu anhu diatas dikatakan oleh Al Hafidz
dalam “al-Fath” :
ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ﻫ َﺬا ْاﻷَﺛَﺮ و‬
‫ﺎع أَ ْن‬ ْ َ‫ َﻼة ﻓـََﺮأَى ﻓﻲ ﺛَـ ْﻮﺑﻪ َد ًﻣﺎ ﻓ‬‫ﻪ " َﻛﺎ َن إ َذ ا َﻛﺎ َن ﻓﻲ اﻟﺼ‬ُ ‫ﺻﻠَ ُﻪ ا ْﺑﻦ أَﺑﻲ َﺷ ْﻴﺒَﺔ ﻣ ْﻦ ﻃَﺮِ ِﻳﻖ ﺑُـ ْﺮد ْﺑﻦ ﺳﻨَﺎن َﻋ ْﻦ ﻧَﺎﻓ ٍﻊ أَ ﻧ‬
َ َ‫ﺎﺳﺘَﻄ‬ َ َ َ
‫ﺻ ِﺤﻴﺢ‬ ُ َ‫ َوإِ ْﺳﻨ‬. " ‫ ﻰ‬‫ﺻﻠ‬
َ ‫ﺎد ُﻩ‬
ِ
َ ‫ﻢ َﺟ َﺎء ﻓـَﻴَ ْﺒﻨﻲ َﻋﻠَﻰ َﻣﺎ َﻛﺎ َن‬ ُ‫ﺴﻠَُﻪ ﺛ‬َ َ‫ج ﻓـَﻐ‬
ِ ِ
َ ‫ َوإ ْن ﻟَ ْﻢ ﻳَ ْﺴﺘَﻄ ْﻊ َﺧ َﺮ‬، ‫ﺿ َﻌ ُﻪ‬
َ ‫ﻀَﻌ ُﻪ َو‬
َ َ‫ﻳ‬
“atsar ini disambungkan Ibnu Abi Syaibah dari jalan Burdi bin Sin aan dari Naafi’ bahw a
Ibnu Umar jika didalam sholatnya melihat darah dibajunya, maka jika bisa diletakkan

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 347


akan diletakkan, namun jika tidak bisa, beliau melepasnya, lalu mencucinya lalu
melanjutkan sholat yang sebelumnya”. Sanadnya shahih.
Jadi apabila ada najis yang terdapat di baju atau sandal kita, maka jika bisa
dilepas, dilepas dan tetap dilanjutkan sholatnya. Hal ini diperkuat oleh hadits
dari Abu Said rodhiyallahu anhu sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidz :
ِ ِ ِ ِ  ِ َ َ‫ ﻗ‬‫ َﻼةِ ﺛُﻢ‬‫ﻢ َﺧﻠَﻊ ﻧـَ ْﻌﻠَﻴْ ﻪِ ﻓِ ﻲ اﻟﺼ‬‫ُﻪ ﻋَﻠَﻴْﻪِ وﺳﻠ‬‫ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺻﻠ‬
‫ﺤ َﺤُﻪ‬ ‫ﺻ‬َ ‫ ﻓﻴﻬِ َﻤﺎ ﻗَ َﺬ ًرا " أ َْﺧ َﺮَﺟ ُﻪ أ َْﺣ َﻤ ﺪ َوأَﺑُﻮ دَ ُاود َو‬‫ﻳﻞ أ َْﺧﺒـََﺮﻧ ﻲ أَن‬
َ ‫ﺎل " إن ﺟ ﺒْﺮ‬ َ َََ َ ‫ﻪ‬ُ ‫أَﻧ‬
ِ‫ﺔ‬‫ﺎﻓِﻌِﻴ‬‫ وﻫﻮ اِ ْﺧﺘِﻴﺎر ﺟﻤﺎﻋﺔٍ ِﻣﻦ اﻟ ﺸ‬، ‫ﻳﺚ إِﻋﺎدة‬ ِ ِ ‫ﻳﺚ اِﺑﻦ ﻣ ﺴﻌﻮد أ َْﺧﺮﺟﻪ ا ﻟْﺤﺎﻛِ ﻢ و ﻟَﻢ ﻳ ْﺬُﻛﺮ ﻓِ ﻲ ا ﻟ‬ ِ ِ ِ ِ ِ
ْ َ ََ ُ َ َ ُ َ َ َ ‫ْﺤ ﺪ‬ َ ْ َ ْ َ ُ َ َُ َ ُ ْ َ ْ ‫ َوﻟَُﻪ ﺷَﺎﻫ ٌﺪ ﻣ ْﻦ َﺣ ﺪ‬. ‫ا ﺑْﻦ ُﺧ َﺰﻳْ َﻤﺔ‬
“bahw a Nabi sholallahu alaih i wa salam mele pas sandalnya ditengah-tengah sholat lalu
bersabda (setelah selesai sholat) : “sesungguhnya Jibril mengabariku bahw a di kedua
sandalku ada kotoran”. Diriw ayatkan oleh Ahmad, Abu Daw ud dan dishahihkan oleh
Ibnu Khuzaimah. Hadits ini memiliki penguat dari Ibnu Masúd rodhiyallahu anhu yang
dikeluarkan oleh Imam Hakim dan tidak disebutkan adanya pengulangan, ini adalah
pilihannya sejumlah ulama Syafiíyyah”.
Sedangkan perkataan Imam Saíd ibnul Musayyib dan Imam Áamir
asy-Sya’bi dalam judul bab diatas, diriw ayatkan dengan sanad bersambung
oleh Ima Ibnu Abi Syaibah dalam “al-Mushonaf” (no. 8038) dari jalan :
‫ أ َْو‬،‫ﻤ َﻢ‬َ‫ أَْو ﺗَـﻴ‬،ِ‫ﻰ ﻟِﻐَْﻴ ِﺮ ا ﻟْﻘِﺒْـﻠَﺔ‬‫ﺻﻠ‬ ِ َ َ‫ﻲ ﻗ‬ ِ‫ﻌﺒ‬ْ ‫ واﻟ ﺸ‬،‫ﺐ‬
َ ‫ » إ َذ ا‬:‫ﺎﻻ‬ َ ‫ﺴﻴ‬
ِ ‫ َﻋ ْﻦ ﺳﻌِﻴ ﺪِ ْﺑ ِﻦ ا ﻟْﻤ‬، ‫ﺎدَة‬
َ ُ َ
ٍ ِ
َ َ‫ َﻋ ْﻦ ﻗـَﺘ‬،‫ َﻋ ْﻦ َﺳﻌﻴﺪ‬،‫ﺪ ﺛَـ ﻨَﺎ َﻋ ْﺒ َﺪ ُة‬ ‫َﺣ‬
ِ ٍ ِ ‫ﻢ أَﺻﺎب ا ﻟْﻤ‬ ُ‫ ﺛ‬،ٌ‫ﻰ وﻓِ ﻲ ﺛَـﻮﺑِﻪِ دم أَو ﺟ ﻨﺎﺑﺔ‬‫ﺻﻠ‬
َ ‫ﺲ َﻋﻠَْﻴﻪ إِ َﻋ‬
« ٌ‫ﺎد ة‬ َ ‫ ﻓـَﻠَْﻴ‬،‫ﺎء ﻓ ﻲ َوﻗْﺖ‬
ََ َ َ َ َ َ ْ ٌَ ْ َ َ
“haddatsanaa Ábdah dari Saíd dari Qotaadah dari Saíd ibnul Musayyib dan asy-Sya’bi mereka
berdua berkata : ‘jika seorang sholat tidak menghadap kiblat atau bertayamum atau sholat di
bajunya ada darah atau janabah, lalu mendapatkan air pada waktu itu, maka tidak perlu
mengulanginya lagi’.
Semua perow inya tsiqoh, para perowi Bukhori-Muslim, Ábdah adalah ibnu
Sulaimaan; Saíd adalah Ibnu Abi Aruubah dan Qotaadah bin Diámah.
Qotaadah ini memiliki guru Saíd ibnul Musayyib dan Áamir bin Syarohiil asy-
Sya’bi, sehingga sanadnya shahih atas persyaratan Bukhori dan Muslim.
Kemudian kami mendapatkan pernyataan mereka berdua yang
terpisah-pisah, sebagai berikut :
A. Berkaitan darah yang menempel di baju:
• Imam Ibnu Abi Syaibah dalam “al-Mushonaf” (no. 3957) menulis :
ِ‫ف ِﻣﻦ ا ﻟ ﺪ‬
‫ﻰ ﻳَ َﻜﻮ َن‬‫م َﺣﺘ‬ ِ ‫ َﻋ ْﻦ ﺳ ﻌِﻴﺪِ ْﺑ ِﻦ اﻟْﻤﺴﻴ‬،ِ‫ َﻋ ْﻦ ﻗَﺎرِ ٍظ أ َِﺧﻴﻪ‬،‫َﺔ‬‫ َﻋ ْﻦ ُﻋﻤﺮ ْﺑ ِﻦ َﺷﺒ‬،‫ﻴﻊ‬
ِ َ ‫ﻪ َﻛ ﺎ َن َﻻ ﻳَـ ْﻨ‬ُ ‫ » أَﻧ‬،‫ﺐ‬ ِ
َ ُ ‫ﺼﺮ‬ َُ َ ََ ٌ ‫ﺪ ﺛَـ ﻨَﺎ َوﻛ‬ ‫َﺣ‬
«‫رَﻫ ِﻢ‬ ِ
ْ ‫ار اﻟ ﺪ‬
َ ‫ﻣ ْﻘ َﺪ‬
“haddatsanaa Wakii’dari Umar bin Syabbah dari Qooridh saudaranya dari Saíd ibnul
Musayyib : ‘bahwa beliau tidak membatalkan sholatnya jika terdapar darah sekalipun
seukuran uang dirham ”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 348


Wakii’ adalah Ibnul Jaroh seorang Imam yang masyhur; adapun
Umar bin Syaibah bin Qooridh dikatakan oleh Imam Abu Hatim dalam
“Jarh wa Ta’dil” (no. 616) : “‫”ﺳﻤﻌﺖ اﺑﻰ ﻳﻘﻮل ﻣﺎ ﺑﺤﺪﻳﺜﻪ ﺑﺄس وﻫﻮ ﺻﺪوق ﻓ ﻲ اﻟﺤﺪﻳﺚ‬
(haditsnya tidak mengapa, ia shoduq dalam hadits); Qooridh bin
Syaibah bin Qooridh saudaranya Umar dikatakan Imam Nasaí, laisa
bihi ba’sun sebagaimana dalam “Tahdzibul Kamal”. Sehingga atsar ini
minimal hasan Insya Allah.
• Imam Ibnu Abi Syaibah masih di kitab yang sama (no. 3960) :
َ َ‫ﻰ َوﻓِ ﻲ ﺛَـ ْﻮﺑِﻪِ َد ٌم ﻗ‬‫ﺻﻠ‬
‫ » َﻻ‬:‫ﺎل‬ ِ ِ ِ
َ ‫ﻲ ﻓﻲ َر ُﺟ ٍﻞ‬ ‫ﻌﺒ‬ْ ‫ َﻋ ِﻦ اﻟ ﺸ‬،‫ﺰَة‬ ‫ﻴﺴﻰ ْﺑ ِﻦ أَﺑﻲ َﻋ‬
ِ ِ ‫ ﻋﻦ ﺣ ﺴﻴﻦِ ﺑ ِﻦ‬،‫ﺪ ﺛَـ ﻨﺎ وﻛِﻴﻊ‬ ‫ﺣ‬
َ ‫ َﻋ ْﻦ ﻋ‬،‫ﺻﺎﻟ ٍﺢ‬
َ ْ َْ ُ ْ َ ٌ َ َ َ
«‫ﻳُﻌِ ُﻴﺪ‬
“haddatsanaa Wakii’dari Husain bin Shoolih dari Isa bin Abi Ázzah dari as y-Sya’biy
tentang seorang yang sholat dan di bajunya ada darah, beliau berkata : ‘tidak perlu
diulangi’.
Husain bin Shoolih dan Isa bin Abi Azzah para perow i tsiqoh,
sehingga sanad atsar ini shahih.
Selaian Imam Ibnul Musayyib dan Imam Asy-Sya’bi yang
berpendapat serupa adalah Imam Al Hasan Al Bashri, Imam Athoo’bin
Abi Robbaah dan selain mereka, riwayatnya dapat dilihat di Mushonaf
karya Imam Ibnu Abi Syaibah.
B. Berkaitan dengan janabah yang menempel di baju, yang dimaksud
janabah disini adalah sperma / mani :
• Masih dalam Mushonaf (no. 3976) :
ِ ِ ِ ‫ َﻋ ْﻦ ﺳﻌِﻴﺪِ ْﺑ ِﻦ اﻟْﻤﺴ ﻴ‬،َ‫ﺎدة‬ ِ
َ ‫ﻰ َوﻓﻲ ﺛـَ ْﻮﺑِﻪ َﺟﻨَﺎﺑَﺔٌ ﻓَ َﻼ إِ َﻋ‬‫ﺻﻠ‬
َ‫ﺎد ة‬ َ ‫ » َﻣ ْﻦ‬:‫ﺎل‬
َ َ‫ﻪ ﻗ‬ُ ‫ أَﻧ‬،‫ﺐ‬ َُ َ َ َ‫ َﻋ ْﻦ ﻗـَﺘ‬،َ‫ َﻋ ِﻦ ْاﺑ ِﻦ أَﺑِﻲ َﻋ ُﺮوﺑَﺔ‬،‫ﻴﻊ‬
ٌ ‫ﺪ ﺛـَﻨَﺎ َوﻛ‬ ‫َﺣ‬
«ِ‫َﻋﻠَْﻴﻪ‬
“haddatsanaa Wakii’ dari Ibnu Abi Aruubah dari Qotadah dari Saíd ibnul Musayyib
bahwa ia berkata : ‘barangsiapa yang sholat dan di bajunya ada mani, maka tidak
perlu mengulangi sholatnya’.
Semua perowinya adalah para perow i tsiqoh. Sehingga atsar ini
shahih.
Adapun berkaitan dengan sholat akan dibahas di babnya Insya Allah.

Berkata Imam Bukhori :


َ َ‫ﻪِ ﻗ‬‫ﻮن َﻋ ْﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬
‫ﺎل ﺑَـﻴْـَﻨﺎ‬ ٍ ‫ﺎل أَ ْﺧﺒـ ﺮﻧِﻰ أَﺑِﻰ َﻋﻦ ُﺷﻌﺒ َﺔ َﻋﻦ أَﺑِﻰ إِﺳ ﺤ ﺎ َق َﻋﻦ َﻋﻤ ﺮِو ﺑ ِﻦ ﻣﻴﻤ‬
ُ َْ ْ ْ ْ َْ ْ َْ ْ َ َ َ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ َﻋْﺒ َﺪا ُن ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 240
‫ﺎل‬
َ َ‫ﺪﺛـََﻨﺎ ُﺷ َﺮﻳْ ُﺢ ﺑْ ُﻦ َﻣ ْﺴﻠَ َﻤﺔَ ﻗ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ َ َ‫َﺣ َﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ُﻋﺜْ َﻤ ﺎ َن ﻗ‬ ِ ِ ‫ ﺳ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ْ ‫ﺪﺛَﻨﻰ أ‬ ‫ﺎل َو َﺣ‬
َ َ‫ﺎﺟ ٌﺪ ح ﻗ‬ َ ُ ‫َر ُﺳ‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 349


ٍ ‫ﻪِ ﺑﻦ ﻣﺴ ُﻌ‬‫ن َﻋ ْﺒ َﺪ اﻟﻠ‬ َ‫ﻮن أ‬ ٍ ‫ﺪﺛَﻨِ ﻰ َﻋﻤ ﺮو ﺑﻦ ﻣ ْﻴﻤ‬ ‫ﺎل ﺣ‬ ِ ِ
‫ﺪﺛَ ُﻪ‬ ‫ﻮد َﺣ‬ ْ َ َْ ُ َ ُْ ُ ْ َ َ َ‫ﻒ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻴﻪ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻰ إِ ْﺳ َﺤﺎ َق ﻗ‬ َ ‫ﻮﺳ‬ ُ ‫ﺪﺛـََﻨﺎ إِﺑْـ َﺮاﻫ‬ ‫َﺣ‬
ُ ُ‫ﻴﻢ ﺑْ ُﻦ ﻳ‬
‫ﺎل ﺑَـ ْﻌﻀُ ُﻬ ْﻢ‬َ َ‫ إِ ذْ ﻗ‬، ‫ﻮس‬ ْ َ‫ َوأَُﺑﻮ َﺟ ْﻬ ٍﻞ َوأ‬، ‫ﺖ‬ ِ ‫ﻰ ِﻋﻨْ َﺪ اﻟْﺒَـْﻴ‬‫ﺼﻠ‬
َ ُ‫ َﻛﺎ َن ﻳ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ن اﻟﻨ‬ َ‫أ‬
ٌ ُ‫ﺎب ﻟ َُﻪ ُﺟﻠ‬ ٌ ‫ﺻ َﺤ‬
، ِ‫ﺎء ﺑِﻪ‬ ِ
َ ‫ﺚ أَ ْﺷ َﻘ ﻰ اﻟَْﻘ ْﻮم ﻓَ َﺠ‬ َ ‫ﻤ ٍﺪ إِ َذا َﺳ َﺠ َﺪ ﻓَﺎ ﻧْـﺒَـ َﻌ‬‫ﻀ ُﻌ ُﻪ َﻋَﻠ ﻰ ﻇَ ْﻬ ﺮِ ُﻣ َﺤ‬ َ ‫ﻰء ﺑِ َﺴ َﻠ ﻰ َﺟ ُﺰورِ ﺑَﻨِ ﻰ ﻓُﻼَ ٍن ﻓَـَﻴ‬ ِ
ُ ‫ ُﻜ ْﻢ ﻳَﺠ‬‫ﺾ أَﻳ‬ ٍ ‫ﻟِﺒَـ ْﻌ‬
، ‫ـ ُﺮ َﺷ ْﻴًﺌﺎ‬‫ ﻻَ أُ َﻏﻴ‬، ‫ﺿ َﻌ ُﻪ َﻋ َﻠﻰ ﻇَ ْﻬ ﺮِﻩِ ﺑَـ ْﻴ َﻦ َﻛﺘِ َﻔ ْﻴﻪِ َوأَﻧَﺎ أَﻧْﻈُُﺮ‬
َ ‫ َو‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺘﻰ إِ َذا َﺳ َﺠ َﺪ اﻟﻨ‬‫ﻓَـَﻨﻈَ َﺮ َﺣ‬
- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ُ ‫ َوَر ُﺳ‬، ‫ﺾ‬ ٍ ‫ﻀ ُﻬ ْﻢ َﻋﻠَ ﻰ ﺑَـ ْﻌ‬ ُ ‫ﻴﻞ ﺑَـ ْﻌ‬ ِ
ُ ‫ﻀ َﺤﻜُ ﻮ َن َوﻳُﺤ‬ ْ َ‫ﺎل ﻓَ َﺠ َﻌﻠُﻮا ﻳ‬َ َ‫ ﻗ‬. ‫ﻟ َْﻮ َﻛ ﺎ َن ﻟِﻰ َﻣ ﻨْـ َﻌٌﺔ‬
ٍ ْ‫ﻚ ﺑِ ُﻘ َﺮﻳ‬
َ ‫ﻢ َﻋﻠَْﻴ‬ ‫ُﻬ‬‫ﺎل » اﻟﻠ‬ ِ ِ َ‫ ﻰ ﺟﺎءﺗْﻪ ﻓ‬‫ ﺣﺘ‬، ‫ﺎﺟ ٌﺪ ﻻَ ﻳـ ﺮﻓَﻊ رأْﺳﻪ‬ ِ‫ﺳ‬
.«‫ﺶ‬ َ ‫ ﻓـَ َﺮﻓَ َﻊ َرأ‬، ‫ﺖ َﻋ ْﻦ ﻇَ ْﻬ ﺮِﻩ‬
َ َ‫ﻢ ﻗ‬ ُ‫ْﺳ ُﻪ ﺛ‬ ْ ‫ ﻓَﻄَ َﺮ َﺣ‬، ‫ﺎﻃ َﻤ ُﺔ‬ ُ َ َ َ َُ َ ُ َْ َ
‫ﻤ ﻰ‬ ‫ َﺳ‬‫ ﺛُﻢ‬- ٌ‫ﻚ اﻟْﺒَـﻠَ ِﺪ ُﻣ ْﺴَﺘ َﺠﺎﺑَﺔ‬ َ ِ‫ﺪ ْﻋ َﻮةَ ﻓِ ﻰ ذَﻟ‬ ‫ اﻟ‬‫ﺎل َوَﻛﺎﻧُﻮا ُﻳـ َﺮْو َن أَن‬ َ َ‫ ﻗ‬- ‫ﻖ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻬ ْﻢ إِ ذْ َد َﻋﺎ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻬ ْﻢ‬ ‫ ﻓَ َﺸ‬، ‫ات‬ ٍ ‫ﺮ‬ ‫ث ﻣ‬
َ َ َ‫ﺛَﻼ‬
ٍ َ‫ ﺔَ ﺑ ِﻦ َﺧﻠ‬‫ وأُﻣﻴ‬، َ‫ﻴﺪ ﺑ ِﻦ ﻋُ ْﺘ َﺒﺔ‬ ِِ
،‫ﻒ‬ ْ ََ ْ ‫ َواﻟ َْﻮﻟ‬، َ‫ﻴﻌ ﺔ‬ َ ِ‫ َوﺷَ ْﻴَﺒﺔَ ﺑْ ِﻦ َرﺑ‬، َ‫ﻴﻌﺔ‬َ ِ‫ﻚ ﺑِ ُﻌْﺘَﺒﺔَ ﺑْ ِﻦ َرﺑ‬
َ ‫ َوﻋَﻠَ ْﻴ‬، ‫ﻚ ﺑِﺄَﺑِﻰ َﺟ ْﻬ ٍﻞ‬ َ ‫ ﻋَﻠَْﻴ‬‫ ُﻬ ﻢ‬‫» اﻟﻠ‬
- ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ُ ‫ﺪ َر ُﺳ‬ َ‫ﻳﻦ ﻋ‬ ِ  ُ ‫ ﻟَﻘَ ْﺪ رأَﻳ‬، ِ‫ ِﺬى ﻧـَْﻔ ِﺴ ﻰ ﺑِﻴ ِﺪﻩ‬‫ﺎل ﻓـَﻮاﻟ‬
َ ‫ﺖ ا ﻟﺬ‬ َْ َ ِ ٍ ِ
َ َ َ‫ﺴﺎﺑ َﻊ ﻓـَﻠَ ْﻢ ﻳَ ْﺤ َﻔﻈْ ُﻪ ﻗ‬ ‫ﺪ اﻟ‬ َ‫ َوﻋ‬. « ‫َوﻋُﻘَْﺒﺔَ ﺑْ ِﻦ أَﺑ ﻰ ُﻣ َﻌ ْﻴﻂ‬
ِ ِ‫ﻴﺐ ﻗَﻠ‬
ٍ‫ﻴﺐ ﺑَ ْﺪ ر‬ ِ ِ‫ ﺻَ ْﺮﻋَﻰ ﻓِﻰ اﻟْﻘَﻠ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
101). Hadits no. 240
“Haddatsanaa Ábdaan ia berkata, akhbaroni Bapakku dari Syu’bah dari Abi Ishaaq dari Ámr
bin Maimuun dari Abdillah ia berkata : ‘ketika Rasulullah sholallahu alaihi wa salam sedang
sujud (dalam sholat)’. (ganti sanad)
Bukhori berkata, haddatsani Ahmad bin Utsmaan ia berkata, haddatsanaa Syuraih bin
Maslamah ia berkata, haddatsanaa Ibrohim bin Yusuf dari Bapaknya dari Abi Ishaaq ia
berkata, haddatsani Ámr bin Maimuun bahwa Abdullah bin Masúd rodhiyallahu anhu
menceritakan bahwa Nabi sholallahu alaihi wa salam beliau sholah didekat Ka’bah, Abu
Jahal dan teman-temannya sedang duduk-duduk disana, mereka saling berkata : ‘siapakah
yang berani membawa jeroan Unta bani Fulaan, lalu meletakkannya di punggung Muhammad
pada saat sujud? Maka bangkitlah salah seorang yang paling celaka diantara mereka untuk
melaksanakan ide tersebut, ia menunggu, sampai ketika Nabi sholallahu alaihi wa salam
sujud, ia meletakkan kotoran tersebut di punggung beliau diantara pundaknya dan saya hanya
bisa melihat saja, tanpa bisa berbuat apa-apa, seandainya saya bisa menghalanginya’. Lanjut
Ibnu Masúd rodhiyallahu anhu : ‘mereka semuanya tertawa sampai terbahak-bahak ,
sedangkan Rasulullah sholallahu alaihi wa salam tetap sujud tidak mengangkat kepalanya,
hingga datang Fatimah rodhiyallahu anha dan membuang kotoran yang ada di punggung
Beliau, lalu Nabi sholallahu alaihi wa salam mengangkat kepalanya lalu berdao : “Ya Allah
binasakanlah Quraisy” sebanyak 3 kali, maka mereka sangat takut ke tika Be liau berdoa seperti
itu – mereke memandang berdoa di tempat tersebut mustajab- lalu Beliau sholallahu alaihi wa
salam berdoa menyebut nama : “Ya Allah binasakanlah Abu Jahl, Utbah bin Robiiáh, Syaibah
bin Robiiáh, Al Waliid bin Utbah, Umayyah bin Kholaf dan Uqbah bin Abi Muíith”. Beliau
menyebutkan 7 nama, namun aku tidak menghapalnya. Ibnu Masúd berkata lagi : ‘demi dzat
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 350
yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku melihat orang yang disebutkan oleh
Rasulullah sholallahu alaihi wa salam, jenazahnya terbuang di sumur Badar”.
HR. Muslim no. 4750

Biografi Perowi Hadits

Penjelasan biografi perowi hadits :

1. Nama : Abu Abdir Rokhman Abdullah bin Utsman Abdaan


Kelahiran : Wafat 221 H
Negeri tinggal : Marwazi
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Abu Rojaa dan Imam Ibnu
Hibban. Imam Hakim berkata : “ia adalah Imam Ahli
hadits di negerinya”.
Hubungan Rowi : Bapaknya adalah Utsman bin Abi Rowaad, salah seorang
gurunya, sebagaimana ditulis oleh Imam Al Mizzi.

2. Nama : Utsman bin Jabilah bin Abi Rowaad


Kelahiran : Wafat 200 H di Kufah
Negeri tinggal : Marwazi
Komentar ulama : Ditsiqohkan ole h Imam Abu Hatim dan Imam Ibnu
Hibban.
Hubungan Rowi : Syu’bah adalah salah seorang gurunya, sebagaimana
ditulis oleh Imam Al Mizzi.
Adapun Syu’bah, Abu Ishaaq dan Ámr bin Maimuun telah berlalu
biografinya.
(ganti sanad)

3. Nama :Abu Abdillah Ahmad bin Utsman bin Hakiim


Kelahiran :Wafat 261 H
Negeri tinggal :Kufah
Komentar ulama : Ditsiqohkan ole h Imam Nasaí, Imam Ibnu Kharoos,
Imam Uqoili, Imam Bazaar dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Syuraih adalah salah seorang gurunya, sebagaimana
ditulis oleh Imam Al Mizzi.

4. Nama : Syuraih bin Maslamah


Kelahiran : Wafat 222 H
Negeri tinggal : Kufah

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 351


Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Daruquthni dan Imam Ibnu
Hibban.
Hubungan Rowi : Ibrohim bin Yusuf adalah salah seorang gurunya,
sebagaimana ditulis oleh Imam Al Mizzi.

5. Nama :Ibrohim bin Yusuf bin Ishaaq bin Abi Ishaaq


Kelahiran :Wafat 198 H
Negeri tinggal :Kufah
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Daruquthni dan Imam Ibnu
Hibban. Sebagian ulama lain mendhoifkannya seperti
Imam Ibnu Maín, Imam Jauzajaani, Imam Nasaí dan
Imam Abu Dawud
Hubungan Rowi : Bapaknya Yusuf adalah salah seorang gurunya,
sebagaimana ditulis oleh Imam Al Mizzi.

6. Nama : Yusuf bin Ishaq bin Abi Ishaq


Kelahiran : Wafat 157 H
Negeri tinggal : Kufah
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Daruquthni dan Imam Ibnu
Hibban.
Hubungan Rowi : beliau langsung merwayatkan dari kakeknya Abu Ishaq
yang juga salah seorang gurunya, sebagaimana ditulis
oleh Imam Al Mizzi.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Hadits ini dalil bahwa najis yang terdapat dalam pakaian tidak
membatalkan sholat, namun jika memungkinkan untuk dilepas, maka
dilepas sebagaimana hadits yang lalu, tentang perbuatan Nabi sholallahu
alaihi wa salam yang melepas sandal yang terdapat najis, namun beliau
tidak memutuskan sholatnya.
2. Sucinya badan, pakaian dan tempat shola t adalah syarat sahnya sholat,
ini adalah pendapat mayoritas ulama, sehingga jika seorang sengaja
mengetahui di badan atau pakainnya ada najis yang menempel, maka
sholatnya tidak sah. Berbeda jika najisnya baru diketahui ketika sedang
dan setelah selesai sholat. Adapun jika najisnya diketahui pada saat
sedang sholat, maka jika mampu dibersihkan atau dilepas baju atau

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 352


sandal atau sepatu yang ada najisnya, maka lakukan dan sholatnya tetap
dilanjutkan sebagaimana perbuatan Nabi sholallahu alaihi wa salam
dalam hadits yang lalu dan atsar Ibnu Umar rodhiyallahu anhu yang
dinukil Imam Bukhori disini. Adapun jika diketahui adanya najis setela h
selesai sholat, maka sholatnya sah dan tidak perlu diulangi. Komisi Fatwa
Ulama besar Saudi Arabia yang pada waktu itu diketuai Imam bin Baz
pernah ditanya sebagai berikut (no. 3184):
‫ وإذا‬،‫ ﻫﻞ ﺗﺼﺢ اﻟﺼﻼة ﺧﻠﻒ إﻣﺎم وﻓﻲ ﺛﻮﺑﻪ ﻧﺠﺎﺳﺔ وﻟﻢ ﻳﻌﻠﻢﻛﻞ ﻣﻦ اﻹﻣﺎم واﻟﻤﺄﻣﻮﻣﻴﻦ إﻻ ﺑﻌﺪ اﻧﻘﻀﺎء اﻟﺼﻼة‬:2‫س‬
‫ﻋﻠﻤﻮا ﻫﻞ ﻳﻌﻴﺪ اﻟﺠﻤﻴﻊ ﺻﻼﺗﻬﻢ أم اﻹﻣﺎم وﺣﺪﻩ ﻫﻮ اﻟﺬي ﻳﻌﻴﺪ ﺻﻼﺗﻪ؟‬
‫ إذ ا ﺻﻠﻰ ﻣﻦ ﻋﻠﻰ ﺛﻮﺑﻪ أو ﺑﺪﻧﻪ ﻧﺠﺎﺳﺔ وﻟﻢ ﻳﻌﻠﻢ ﺑﻬﺎ إﻻ ﺑﻌﺪ اﻧﻘﻀﺎء اﻟﺼﻼة ﻓﺎﻟﺼ ﺤﻴﺢ ﻣﻦ ﻗﻮﻟﻲ اﻟﻌﻠﻤﺎء أﻧﻪ ﻻ إﻋﺎدة‬:2‫ج‬
‫ﻋﻠﻴﻪ وﻻ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ اﺋﺘﻢ ﺑﻪ ﻓﻲ ﺗﻠﻚ اﻟﺼﻼة ﻟﻤﺎ روى أﺑﻮ ﺳﻌﻴﺪ ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ » أﻧﻪ ﺻﻠﻰ ﻓﺨﻠﻊ ﻧﻌﻠﻴﻪ‬
‫ "إن ﺟﺒﺮﻳﻞ أﺗﺎﻧﻲ ﻓﺄﺧﺒﺮﻧﻲ‬:‫ ﻓﻘﺎل‬،‫ رأﻳﻨﺎك ﺧﻠﻌﺖ ﻓﺨﻠﻌﻨﺎ‬:‫ "ﻟﻢ ﺧﻠﻌﺘﻢ؟" ﻗﺎﻟﻮا‬:‫ﻓﺨﻠﻊ اﻟﻨﺎس ﻧﻌﺎﻟﻬﻢ ﻓﻠﻤﺎ اﻧﺼﺮﻓﻮا ﻗﺎل ﻟﻬﻢ‬
« ‫أن ﺑﻬﻤﺎ ﺧﺒﺜﺎ ﻓﺈذا ﺟﺎء أﺣﺪﻛﻢ اﻟﻤﺴﺠﺪ ﻓﻠﻴﻘﻠﺐ ﻧﻌﻠﻴﻪ وﻟﻴﻨﻈﺮ ﻓﻴﻬﻤﺎ ﻓﺈن رأى ﺧﺒﺜﺎ ﻓﻠﻴﻤﺴﺤﻪ ﺑﺎﻷرض ﺛﻢ ﻟﻴ ﺼﻞ ﻓﻴﻬﻤﺎ‬
.‫ وﻟﻢ ﻳﺄﻣﺮﻫﻢ ﺑﺎﻹﻋﺎدة‬،‫ ﺻﻠﻮات اﷲ وﺳﻼﻣﻪ ﻋﻠﻴﻪ‬،‫( رواﻩ أﺣﻤﺪ وأﺑﻮ داود وﻟﻢ ﻳﻌﺪ أول ﺻﻼﺗﻪ‬1)
.‫وﺑﺎﷲ اﻟﺘﻮﻓﻴﻖ وﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻰ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ وآﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ وﺳﻠﻢ‬
‫اﻟﻠﺠﻨﺔ اﻟﺪاﺋﻤﺔ ﻟﻠﺒﺤﻮث اﻟﻌﻠﻤﻴﺔ واﻹﻓﺘﺎء‬
// ‫ اﻟﺮﺋﻴﺲ‬// ‫ ﻧﺎﺋﺐ اﻟﺮﺋﻴﺲ‬// ‫ﻋﻀﻮ‬
// ‫ ﻋﺒﺪ اﻟﻌﺰﻳﺰ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﺑﺎز‬// ‫ ﻋﺒﺪ اﻟﺮزا ق ﻋﻔﻴﻔﻲ‬// ‫ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻗﻌﻮد‬
Soal : apakah sah sholat dibelakang Imam dan di bajunya ada najis, namun tidak
diketahui oleh Imam dan Makmum kecuali setelah selesai sholat. Apabilah mereka
menemukan najis tersebut, apakah semua yang sholat pada w aktu itu mengulangi
sholatnya atau imam saja yang mengulangi sholatnya?
Jawab : jika orang yang sholat di baju atau badannya ada najis dan ia tidak
mengetahui kecuali setelah selesai sholat, maka sholatnya sah menurut salah satu
diantara 2 pendapat ulama dan ia tidak perlu mengulangi lagi, begitu juga orang
yang bermakmum kepadanya, sebagaimana diriw ayatkan oleh Abu Said dari Nabi
sholallahu alaihi w a salam : “al-Hadits”.
3. Adapun bagi yang mengulangi lagi sholatnya setelah ia tahu bahwa di
badan atau pakainnya ada najis, maka ini tidak mengapa, terlebih lagi
jika najisnya dalam jumlah banyak, maka demi keluar dari perselisihan
(khuruj minal khilaaf) dianjurkan mengurangi sholatnya. Sebagian Ulama
seperti Imam Syafií mewajibkan mengulangi sholat bagi orang yang
mengetahui ada najis di badan atau pakainnya dalam jumlah banyak.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 353


Salah seorang murid beliau yakni Imam Al Muzani dalam
“Mukhtashornya” (8/111) menulis :
‫ﺎس ﻟَ ْﻢ‬ ِ ِ ِ ِ ً ِ‫ أَو ﻗـَﻴْ ٍﺢ وَﻛﺎنَ ﻗَﻠ‬،‫ﻰ رﺟ ﻞ وﻓِ ﻲ ﺛـَﻮﺑِﻪِ ﻧَﺠﺎﺳﺔٌ ِﻣﻦ دٍَم‬‫ وﻟَﻮ ﺻﻠ‬: (‫ﻲ‬ ِ‫ﺎﻓِﻌ‬‫)ﻗَﺎ َل اﻟ ﺸ‬
ُ ‫ﻴﻼ ﻣﺜْ َﻞ دَم ا ﻟْﺒَـ َﺮاﻏﻴﺚ َوَﻣﺎ ﻳَـﺘَـ َﻌﺎﻓَﺎﻩُ اﻟﻨ‬ َ ْ ْ َ َ ْ َ ٌ َُ َ ْ َ
ِ‫ْﺖ وﻏَﻴﺮِ ا ﻟْﻮﻗْﺖ‬ ِ ‫ أَو ﺧﻤﺮا وﻣﺎ َﻛﺎ َن ﻓِﻲ ﻣﻌﻨ ﻰ َذ ﻟِﻚ أَﻋﺎد ﻓِﻲ ا ﻟْﻮﻗ‬،‫ أَو ﻋ ﺬِ رًة‬،‫ﻳﻌِ ْﺪ وإِ ْن َﻛﺎ َن َﻛ ﺜِﻴﺮا أَو ﻗَﻠِﻴ ًﻼ ﺑـﻮًﻻ‬
َ ْ َ َ ََ َ َ َْ َ َ ً ْ َ ْ َ َ ْ َْ ْ ً َ ُ
“Syafií berkata : ‘seandainya seorang sholat dan di bajunya ada najis berupa darah
atau nanah dan jumlahnya sedikit seperti darah kutu dan apa yang dapat
ditoleransi manusia, maka tidak perlu mengulangi sholatnya. Namun jika banyak
atau sedikit tapi berupa kencing dan tahi atau minuman keras dan yang semisalnya
maka ia mengulangi sholatnya baik pada w aktunya atau diluar w aktunya”.
Catatan : berkaitan dengan darah, selain darah haidh dan yang
semakna dengannya tidak najis, begitu juga arak/minuman keras tidak
najis, sekalipun memang hal tersebut diharamkan dikonsumsi.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 354


‫ﻮ ِب‬ْ‫ﺎط َوﻧَ ْﺤ ِﻮﻩِ ﻓِ ﻰ اﻟﺜـ‬
ِ ‫اق واﻟْﻤ َﺨ‬
ُ َ ِ ‫ ﺑﺎب اﻟْﺒُـَﺰ‬- 70
‫ﺨ َﻢ‬ ‫ َوَﻣﺎ ﺗَـَﻨ‬. ‫ﻳﺚ‬ َ ‫ْﺤ ِﺪ‬َ ‫ َزَﻣ َﻦ ُﺣ َﺪﻳْﺒَِﻴ َﺔ ﻓَ َﺬ َﻛ َﺮ ا ﻟ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ‫ِﺒ‬‫ﺎل ُﻋ ْﺮَوُة َﻋ ِﻦ اﻟْ ِﻤ ْﺴ َﻮ ِر َو َﻣ ْﺮَوا َن َﺧ َﺮ َج اﻟﻨ‬
َ َ‫ﻗ‬
‫َﻚ ﺑِ َﻬﺎ َو ْﺟ َﻬ ُﻪ َو ِﺟﻠْ َﺪ ُﻩ‬
َ ‫ﻒ َر ُﺟ ٍﻞ ِﻣﻨْـ ُﻬ ْﻢ ﻓَ َﺪﻟ‬
 َ‫ﺖ ﻓِ ﻰﻛ‬
ْ ‫ َوﻗـَ َﻌ‬‫ﺎﻣ ًﺔ إِﻻ‬
َ ‫ ﻧُ َﺨ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ‫ﺒ‬‫اﻟﻨ‬
ِ
Bab 70 Bab Ludah dan Ingus serta Semisalnya ketika
Menempel di Pakaian
Urwah berkata, dari Miswar da n Marwaan ba hwa Nabi sholallahu
alaihi wa salam per gi pa da waktu Hudaibiyah lalu disebutkan
kisahnya.. tidakla h Nabi sholallahu alaihi wa sala m berda hak,
kecuali dahaknya tersebut aka n dita mpung oleh para Sahabat,
mereka mengusa p dahak Nabi sholalla hu alaihi wa sala m tersebut di
wajah dan kulitnya.

Penjelasan :
Imam al-Áini dalam “Úmdahtul Qoriy” (3/176) berkata :
‫إن ﻗﻠﻨﺎ إن ﺑﺎب اﻟﺒﺼﺎق ﻣﺒﺘﺪأ ﻳﺤﺘﺎج إﻟﻰ ﺧﺒﺮ ﻓﻴﻜﻮن ﺗﻘﺪﻳﺮﻩ ﺑﺎب اﻟﺒﺼﺎق ﻓﻲ اﻟﺜﻮب ﻻ ﻳﻀﺮ اﻟﻤﺼﻠﻲ وإن ﻗﻠﻨﺎ ﻫﻮ ﺧﺒﺮ ﻣﺒﺘﺪأ‬
‫ﻣﺤﺬوف ﻓﻴﻜﻮن ﺗﻘﺪﻳﺮﻩ ﻫﺬا ﺑﺎب ﻓﻲ ﺑﻴﺎن ﺣﻜﻢ اﻟﺒﺼﺎق ﻓﻲ اﻟﺜﻮب ﻫﻞ ﻳﻀﺮ أم ﻻ‬
“jika kita katakan bahwa “baabul Bushooq”, sebagai ‘mubtada’’ maka in i perlu khobar
dan khobar tersebut diperkirakan (sehingga kalimatnya sempurna) menjadi “baabul
Bushooq fii ats-Tsaubi laa yadhurru al-Musholliy” (bab ludah di pakaian yang tidak
merusak sholatnya musholli). Namun jika kita katakan bahw a ini adalah khobar, berarti
mubtada’nya mahdzuuf (dihilangkan) maka perkiraannya sehingga kalimatnya
sempurna yaitu : ‘ini adalah bab tentang hukum ludah di pakaian apakah merusak
(sholat) atau tidak?’”.
Kemudian lanjut beliau berkaitan dengan makna “al-Bushooq” dan
“al-Mukhooth” :
‫واﻟﺒﺼﺎق ﺑﻀﻢ اﻟﺒﺎء ﻋﻠﻰ وزن ﻓﻌﺎل ﻣﺎ ﻳﺴﻴﻞ ﻣﻦ اﻟﻔﻢ وﻓﻴﻪ ﺛﻼث ﻟﻐﺎت ﺑﺎﻟﺼﺎد واﻟﺰاي واﻟﺴﻴﻦ وأﻋﻼﻫﺎ اﻟﺰاي وأﺿﻌﻔﻬﺎ اﻟﺴﻴﻦ‬
‫ﻗﻮﻟﻪ واﻟﻤﺨﺎط ﻋﻄﻒ ﻋﻠﻰ اﻟﺒﺼﺎق وﻫﻮ ﺑﻀﻢ اﻟﻤﻴﻢ ﻣﺎ ﻳﺴﻴﻞ ﻣﻦ اﻷﻧﻒ‬
“al-Bushooq dengan dhommah huruf ‘ba-nya’, maka ia berasal dari w azan fiáal,
maknanya adalah apa yang mengalir dari mulut (ludah), dan hal tersebut ada 3 bacaan
dengan ‘shood’ (sehingga al-Bushooq), dengan ‘zaaí’ (sehingga al-Buzooq) dan dengan
‘siin’ (sehin gga al-Busooq) yang paling berat dengan zaaí dan yang paling ringan
dengan siiin. Lalu al-Muhkhooth itu athof kepada al-Bushooq yaitu dengan

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 355


mendhommah huruf mim-nya maknanya adalah sesuatu yang mengalir dari hidung
(ingus)”.
Adapun maksud dan ‘nahwuhu’ (semisalnya) maka menurut Al Imam
yang tercakup didalamnya adalah keringat.
Kemudian hadits muálaq Urwah yakni ibnuz Zubair dari Miswar yakni
ibnu Mukhromah bin Naufal rodhiyallahu anhu, beliau adalah seorang
sahabat pernah mendengar dari Nabi sholallahu alaihi wa salam. Adapun
Marwan yakni Ibnul Hakam, sebenarnya beliau lebih muda dari Abdulla h
ibnuz Zubair rodhiyallahu anhu dengan selisih 4 bulan, namun beliau tidak
shahih pendengaranya dari Nabi sholallahu alaihi wa salam (belum pernah
berjumpa dengan Nabi sholallahu alaihi w a salam), sehingga sebagian ulama
menggolongkannya sebagai Tabií kabiir.
Hadits ini diriwayatkan dengan sanad bersambung oleh Imam Abdur
Rozaq dalam “al-Mushonnaf” (no. 9720) :
ٍ‫اﺣ ﺪ‬
ِ ‫ﺪ َق ُﻛ ﻞ و‬ ‫ ـ ﺻ‬،‫ وﻣﺮوا َن ﺑ ِﻦ ا ﻟْﺤ َﻜ ِﻢ‬،‫ ﻋ ِﻦ ا ﻟ ِْﻤﺴﻮرِ ﺑ ِﻦ ﻣ ْﺨﺮﻣَﺔ‬،ِ‫ﺰﺑـﻴﺮ‬ ‫ أ َْﺧﺒـﺮﻧِﻲ ﻋﺮوُة ﺑﻦ ا ﻟ‬:‫ﺎل‬ ِ
َ َ َ ْ َ َْ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ ُ ْ َ ْ ُ َ َ َ ‫ َﻗ‬:‫ي‬ ِ‫ﺰْﻫﺮ‬ ‫ أ َْﺧﺒَـ َﺮﻧ ﻲ ا ﻟ‬:‫ﺎل‬َ َ‫َﻋ ْﻦ َﻣ ْﻌ َﻤﺮٍ ﻗ‬
ِ ‫ِﻣﻨْـﻬﻤﺎ ﺻ‬
‫ﺎﺣﺒَُﻪ ـ ﻗَ َﺎﻻ‬ َ َُ
“dari Ma’mar ia berkata, akhbaroni az-Zuhriy ia berkata, akhbaroni Úrwah bin az-Zubair dari al-
Miswar bin Makhromah rodhiyallahu anhu dan Marwaan bin al-Hakam, keduanya saling
membenarkan satu sama lainnya, mereka berdua berkata : “al-Hadits”.
Para perow inya, sebagaimana dapat dilihat adalah Aimah masyhuriin,
sehingga sanadnya shahih.
Hadits ini memberikan faedah kesucian ludah dan dahak, Al Hafidz
Ibnu Hajar dalam “al-Fath” berkata :
ٍ ‫ﺻ ِﺤ‬ ٍ ِ ِ ِْ ِ‫ﻀﻬﻢ ﻓِﻴﻪ‬ ِ ِ ِ ِ ‫وا ﻟْﻐَﺮ‬
‫ﻴﺢ‬ َ ‫اﻹ ْﺟ َﻤﺎع ﻟَﻜ ْﻦ َرَوى ا ْﺑﻦ أَﺑِﻲ َﺷ ْﻴﺒَﺔ ﺑِﺈِ ْﺳﻨَﺎد‬ ْ ‫ َوﻗَ ْﺪ ﻧَـﻘَ َﻞ ﺑَـ ْﻌ‬. ‫ ﻳﻖ َوﻧَ ْﺤﻮِﻩ‬‫ﺎرة اﻟﺮ‬
َ ‫ض ﻣ ْﻦ َﻫ َﺬ ا اﻻ ْﺳﺘ ْﺪ َﻻ ُل َﻋﻠَﻰ ﻃََﻬ‬
ُ َ َ
‫ﺎر َق‬ ِ ‫ﻌﺎب ﻧَ ِﺠ‬‫ اﻟﻠ‬‫ﺨﻌِ ﻲ أَن‬ ِ ِ ِِ ِ َ َ‫ﻪ ﻟَﻴ ﺲ ﺑِﻄَﺎﻫِﺮ وﻗ‬‫ﺨﻌِ ﻲ أَﻧ‬‫ﻋﻦ إِ ﺑـﺮ ِاﻫﻴﻢ اﻟﻨ‬
َ َ‫ﺲ إذَ ا ﻓ‬
ٌ َ َ ّ َ ‫ﻲ َوإ ﺑْـ َﺮاﻫﻴﻢ اﻟﻨ‬ ‫ َﻋ ْﻦ ُﺳﻠَْﻴَﻤﺎن ا ﻟْﻔَﺎرﺳ‬‫ﺻ ﺢ‬َ : ‫ﺎل ا ْﺑﻦ َﺣ ْﺰم‬ َ َ ْ ُ ّ َ َ َْ َْ
‫ا ﻟْﻔَﻢ‬
“tujuan dari membaw akan hadit s ini adalah untuk berdalil atas kesucian air liur dan
semisalnya, sebagian ulama menukil adanya ijma’ berkaitan kesuciannya, namun Ibnu
Abi Syaibah meriwayatkan dengan sanad shahih dari Ibrohim an-Nakhoí bahw a beliau
berpendapat tidak sucinya. Ibnu Hazm berkata : ‘telah shahih dari Sulaiman al-Faarisiy
dan Ibrohim an-Nakhoí bahw a air liur itu najis, jika sudah keluar dari mulut”.
Kemudian Imam ibnu Bathool dalam “Syarah Bukhori” melengkapi
bahwa selain adanya ulama diatas yang berpendapat najis, ada juga ulama
yang memakruhkannya yakni dinukil oleh Imam ath-Thohaw i dari Imam al-
Hasan bin Hay dan Imam al-Auzaí. Kemudia n Imam Ibnu Bathool

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 356


membantahnya bahwa ulama yang mengatakan najis atau makruhnya tidak
dapat membawakan dalil yang jelas atas hal itu. Kata beliau :
‫ ﻓﻼ ﻣﻌﻨﻰ ﻟﻘﻮﻟﻬ ﻢ وﻗﺪ أﻣﺮ اﻟﻨﺒﻰ‬،‫ ﻣﻦ ﺧﻼﻓﻬﻢ ﻫﻰ اﻟﺴﻨﺔ اﻟﻤﺘﺒﻌﺔ واﻟ ﺤﺠﺔ اﻟﺒﺎﻟﻐﺔ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫وﻣﺎ ﺛﺒﺖ ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻰ‬
:‫ ﺛﻢ رد ﺑﻌﻀﻪ ﻋﻠﻰ ﺑﻌﺾ وﻗﺎل‬،‫ ﻓﻰ ﻃﺮف رداﺋﻪ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ وﻳﺒﺰق‬،‫اﻟﻤﺼﻠﻰ أن ﻳﺒﺰق ﻋﻦ ﻳﺴﺎرﻩ أو ﺗﺤﺖ ﻗﺪﻣﻪ‬
. - ‫أو ﺗﻔﻌﻞ ﻫﻜﺬا‬
‫ وﻻ أن ﻳﺼﻠﻰ وﻓﻰ ﺛﻮﺑﻪ ﻧﺠﺎﺳﺔ‬،‫ ﻷﻧﻪ ﻻ ﻳﺠﻮز أن ﻳﻘﻮم اﻟﻤﺼﻠﻰ ﻋﻠﻰ ﻧﺠﺎﺳﺔ‬،‫ وﻫﺬا ﺣﺠﺔ ﻓﻰ ﻃﻬﺎرﺗﻪ‬:‫ﻗﺎل اﻟﻄﺤﺎوى‬
“tidak ada dalil yang tsabit/shahih dari Nab i sholallahu alaihi w a salam yang bagi orang
yang berpendapat berbeda, suatu sunah yang diikuti dan hujjah yang terang, oleh
karenanya pendapat mereka tidak perlu diperhatikan. Nabi sholallahu alaihi w a salam
telah memerintahkan bagi orang yang sholat untuk berludah di sebelah kirinya atau
dibaw ah kakinya. Nabi sholallahu alaihi w a salam pernah berdahak lalu meletakkanya di
salah satu ujung ridhanya, kemudianya digosok-gosookan dan beliau bersabda :
‘lakukan seperti itu’.
Thahaw i berkata : ‘ini adalah hujjah tentang kesuciannya, karena tidak boleh seorang
yang sholat dalam kondisi ada najisnya atau dia sholat dalam kondisi ada najis di
bajunya’.

Berkata Imam Bukhori :


‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺎل ﺑَـ َﺰ َق اﻟﻨ‬ ٍ َ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُﺳ ْﻔَﻴﺎ ُن َﻋ ْﻦ ُﺣ َﻤ ْﻴ ٍﺪ َﻋ ْﻦ أَﻧ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
َ َ‫ﺲ ﻗ‬ َ َ‫ﻒ ﻗ‬ َ ‫ﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ﻳُﻮ ُﺳ‬ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُﻣ َﺤ‬ ‫ َﺣ‬- 241
- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺖ أَﻧَ ًﺴ ﺎ ﻋَ ِﻦ اﻟﻨ‬ َ َ‫ﺪﺛَﻨِ ﻰ ُﺣ َﻤﻴْ ٌﺪ ﻗ‬ ‫ﻮب َﺣ‬
ُ ْ‫ﺎل َﺳ ِﻤﻌ‬ َ َ‫ﻮﻟَﻪُ اﺑْ ُﻦ أَﺑِﻰ َﻣ ْﺮﻳَ َﻢ ﻗ‬َ‫ ﻃ‬. ِ‫ ﻓِﻰ ﺛـَ ْﻮﺑِﻪ‬- ‫وﺳﻠﻢ‬
َ ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ ﻳَ ْﺤﻴَ ﻰ ﺑْ ُﻦ أَﻳ‬
- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
102). Hadits no. 241
“Haddatsanaa Muhammad bin Yusuf ia berkata, haddatsanaa Sufyaan dari Humaid dari
Anas ia berkata : ‘Nabi sholallahu alaihi wa salam meludah di bajunya’.
Ibnu Abi Maryam memanjangkan sanadnya ia berkata, akhbaronaa Yahya bin Ayyub,
haddatsani Humaid ia berkata, aku mendengar Anas rodhiyallahu anhu dari Nabi sholallahu
alaihi wa salam : “al-Hadits”.

Biografi Perowi Hadits

Penjelasan biografi perowi hadits :

1. Nama : Abu Muhammad Saíd bin al-Hakam yang lebih dikenal


dengan nama Ibnu Abi Maryam
Kelahiran : lahir pada tahun 144 H dan wafat 224 H

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 357


Negeri tinggal : Mesir
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Maín, Imam Abu Hatim,
Imam al-Íjli dan Imam Ibnu Hibban. Imam Nasaí
berkata : “laa ba’sa bih”.
Hubungan Rowi : Yahya adalah salah seorang gurunya, sebagaimana
ditulis oleh Imam Al Mizzi.

2. Nama :Abul Ábbas Yahya bin Ayyub


Kelahiran :Wafat 168 H
Negeri tinggal :Mesir
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Maín, Imam Bukhori, Imam
Ya’qub bin Sufyan, Imam Ibnu Syahiin, Imam Ibrohim
al-Harbiy dan Imam Ibnu Hibban. Imam Ahmad
menilainya, jelek hapalannya. Imam Ibnu Saád
menilainya, mungkarul hadits. Sebagian lagi menilainya
pertengahan yakni shoduq, seperti Imam Abu Hatim,
Imam Nasaí, Imam as-Saaji. Imam al Hakim berkata :
‘jika meriwayatkan dari hapalannya ia keliru, namun jika
dari kitabnya tidak mengapa’.
Hubungan Rowi : Humaid ath-Thowiil adalah salah seorang gurunya,
sebagaimana ditulis oleh Imam Al Mizzi.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Imam Bukhori mendatangkan sanad kedua dari Ibnu Abi Maryam yang
menunjukkan bahwa Humaid mendengar langsung dari Anas
rodhiyallahu anhu, sehingga kemudallisannya sudah hilang, karena
Humaid adalah perowi tsiqoh yang mudallis.
2. Hadits ini sangat terang menunjukkan bahwa ludah dan yang semisalnya
adalah suci.
3. Namun perlu dijadikan catatan bahwa meludah di masjid adalah satu
kesalahan. Nabi sholallahu alaihi w a salam bersabda :
‫ﻔ َﺎرﺗُـ َﻬﺎ َدﻓـْﻨُـ َﻬﺎ‬ ‫ـ ْﻔ ُﻞ ﻓِ ﻰ اﻟ َْﻤ ْﺴ ِﺠ ِﺪ َﺧ ِﻄﻴَﺌ ٌﺔ َوَﻛ‬‫اﻟﺘ‬
“meludah di masjid satu kesalahan dan kafarahnya adalah memendamnya” (HR. Muslim).
Imam Naw awi dalam “Syarah Muslim” berkata :

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 358


‫ ﺑَ ْﻞ ﻳـَﺒْـ ُﺰق ﻓِﻲ ﺛَـ ْﻮﺑﻪﻓَِﺈ ْن ﺑَـ َﺰ َق ﻓِ ﻲ‬، ‫ﺎج إِﻟَﻰ ا ﻟْﺒُـ َﺰاق أ َْو ﻟَ ْﻢ ﻳَ ْﺤﺘَ ْﺞ‬ ِ ِ ِ ِ
َ َ‫ َﺳ َﻮاء ا ْﺣﺘ‬، ‫ ا ﻟْﺒُـ َﺰاق ﻓ ﻲ ا ﻟ َْﻤ ْﺴ ﺠ ﺪ َﺧﻄﻴﺌَﺔ ُﻣﻄْﻠًَﻘﺎ‬‫َوا ْﻋﻠَ ْﻢ أَن‬
‫ ا ﻟْﺒُـَﺰاق َﺧﻄِﻴﺌَﺔ َﻛ َﻤﺎ‬‫ﺼ َﻮاب أَن‬  ‫ َﻫ َﺬ ا ُﻫ َﻮ اﻟ‬. ‫ْﺨﻄِﻴﺌَﺔ ﺑِ َﺪﻓْ ِﻦ ا ﻟْﺒُـ َﺰاق‬ ِِ ِ ِ ‫ا ﻟْﻤﺴ ِﺠ ﺪ ﻓَـَﻘ ْﺪ اِرﺗ َﻜﺐ ا ﻟ‬
َ ‫ﺮ َﻫ ﺬﻩ ا ﻟ‬‫ َو َﻋﻠَْﻴﻪ أَ ْن ﻳُ َﻜﻔ‬، ‫ْﺨﻄﻴﺌَﺔ‬ َ َ َْ َْ
‫ َﻢ‬‫ﻪ َﻋﻠَْﻴﻪِ َو َﺳﻠ‬‫ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺻﻠ‬ ِِ ‫ﺮ‬ ‫ﺻ‬
َ ‫ﻪ‬‫ح ﺑﻪ َر ُﺳﻮل اﻟﻠ‬ َ َ
“ketahuilah bahw a meludah di masjid adalah suatu kesalahan secara mutlak, sama
saja apakah ia berniat untuk meludah atau tidak, namun hendaknya ia meludah di
bajunya, jika ia melu dah di Masjid maka ia telah melakukan kesalahan dan w ajib
baginya kafarah yakn i menanam ludahnya (tentunya jika lantai masjid dari tanah-
pent.). ini adalah pendapat yang benar bahw a meludah di masjid suatu kesalahan,
sebagaimana ditegaskan ole h Nabi sholallahu alaihi w a salam”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 359


‫ﺴﻜِ ِﺮ‬
ْ ‫ْﻤ‬
ِ
ُ ‫ﺒِﻴﺬ َوﻻَ اﻟ‬‫ﺿﻮءُ ﺑِﺎﻟﻨ‬
ُ ‫ﻮز اﻟ ُْﻮ‬
ُ‫ﺠ‬ُ َ‫ ﺑﺎب ﻻَ ﻳ‬- 71
‫ َﺒ ِﻦ‬‫ﻴﺬ َواﻟﻠ‬ ِ ‫ﺐ إِﻟَﻰ ِﻣﻦ اﻟْﻮﺿ‬
ِ ِ‫ﺒ‬‫ﻮء ﺑِﺎﻟ ﻨ‬ ِِ
ُ ُ َ   ‫َﺣ‬ َ ‫ﻤ ُﻢ أ‬ ‫ـَﻴ‬‫ﺎء اﻟﺘ‬ َ ‫َوَﻛ ﺮِ َﻫ ُﻪ اﻟ‬
ٌ َ‫ َوﻗَ َﺎل َﻋﻄ‬. ‫ْﺤ َﺴ ُﻦ َوأَﺑُﻮ ا ﻟ َْﻌﺎﻟَﻴﺔ‬
Bab 71 Tidak Boleh Berwudhu Dengan Nabidz (Anggur)
dan Sesuatu Yang Memabukkan
Al-Hasan dan Abul ‘Aaliyah memakruhkannya.
‘Athoo’ berkata : ‘Tayammum lebih saya sukai daripada berw udhu
dengan nabidz dan susu’.

Penjelasan :
Imam al-Áini dalam “Úmdahtul Qoriy” (3/178) berkata :
‫أي ﺑﻴﺎن ﻋﺪم اﻟﺠﻮاز ﺑﺎﻟﻨﻴﺬ ﻗﻮﻟﻪ وﻻ ﺑﺎﻟﻤﺴﻜﺮ أي وﻻ ﻳﺠﻮز أﻳﻀﺎ ﺑﺎﻟﻤﺴﻜﺮ ﻗﺎل ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻫﻮ ﻣﻦ ﻋﻄﻒ اﻟﻌﺎم ﻋﻠﻰ اﻟﺨﺎص ﻗﻠﺖ‬
‫إﻧﻤﺎ ﻳﻜﻮن ذﻟﻚ إذا ﻛﺎن اﻟﻤﺮاد ﺑﺎﻟﻨﺒﻴﺬ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﺼﻞ إﻟﻰ ﺣﺪ اﻹﺳﻜﺎر وأﻣﺎ إذا وﺻﻞ ﻓﻼ ﻳﻜﻮن ﻣﻦ ﻫﺬا اﻟﺒﺎب وﺗﺨﺼﻴﺺ اﻟﻨﺒﻴﺬ‬
‫ﺑﺎﻟﺬﻛﺮ ﻣﻦ ﺑﻴﻦ اﻟﻤﺴﻜﺮات ﻷﻧﻪ ﻣﺤﻞ اﻟﺨﻼف ﻓﻲ ﺟﻮاز اﻟﺘﻮﺿﻰء ﺑﻪ‬
“Y akni penjelasan tidak bolehnya berwudhu dengan Nabidz dan minuman
memabukkan. Sebagian ulama mengatakan ini adalah athof umum kepada yang
khusus. Aku (al-‘Aini) berkata : ‘ini jika yang dimaksudkan dengan nabidz adalah
minuman yang belum sampai taraf memabukkan, adapun jika sudah mencapai taraf
memabukkan maka ini termasuk bab pengususan nabidz diantara minuman
memabukkan, karena ini adalah tempat perselisihan diantara ulama’.
Perkataan Imam al-Hasan yakni al-Bashri diriwayatkan dengan sanad
bersambung sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidz dalam “al-Fath” :
‫ْس ﺑِﻪِ ﻓـَ َﻌﻠَﻰ‬ َ َ‫اق ِﻣ ْﻦ ﻃَﺮِﻳﻘَ ْﻴ ِﻦ َﻋﻨْ ُﻪ ﻗ‬‫ﺮز‬ ‫َرَوى اِْﺑﻦ أَﺑِﻲ َﺷ ْﻴﺒَﺔ َو َﻋ ْﺒ ﺪ اﻟ‬
ٍ ِ‫ﺄَ ﺑِﻨَﺒِﻴﺬٍ " َوَرَوى أَﺑُﻮ ُﻋﺒَـ ْﻴ ﺪ ِﻣ ْﻦ ﻃَﺮ‬‫ﺎل " َﻻ ﺗَـ َﻮﺿ‬
َ ‫ﻪ َﻻ ﺑَﺄ‬ُ ‫ﻳﻖ أ ُْﺧ َﺮى َﻋﻨْ ُﻪ أَﻧ‬
ِ‫ﻨْﺰِﻳﻪ‬‫ﻫ َﺬا ﻓَ َﻜﺮاﻫﺘﻪ ﻋِﻨْ َﺪ ُﻩ َﻋﻠَﻰ اﻟﺘـ‬
ََ َ
“Ibnu Abi Syaibah dan Abdur Rozaq meriw ayatkan dari 2 jalan dari al-Hasan ia berkata
: ‘janganlah engkau berw udhu dengan nabid z’. Diriw ayatkan Abu Ubaid dari jalan lain
dari al-Hasan bahw a beliau berpendapat tidak mengapa berwudhu dengan nabidz.
Maka berdasarkan hal ini, menurut beliau hal tersebut makruh untuk kebersihan”.
Adapun perkataan Imam Abul ‘Aaliyah menurut Al Hafidz :
َ َ‫ﺎء أَﻳَـ ْﻐﺘَ ِﺴ ُﻞ ﺑِﻪِ ؟ ﻗ‬
‫ﺎل‬ ِ ‫ ﺳ ﺄَﻟْﺖ أَﺑﺎ ا ﻟْﻌﺎﻟِﻴﺔِ َﻋﻦ رﺟ ٍﻞ أَﺻﺎ ﺑـ ْﺘﻪ ﺟﻨَﺎﺑﺔ وﻟَْﻴ‬: ‫ﺎل‬
ٌ ‫ﺲ ﻋ ْﻨ َﺪ ُﻩ َﻣ‬
َ َ َ َ ُ َ َ َُ ْ َ َ َ
ٍ َ ‫روى أَﺑﻮ َد اود وأَﺑﻮ ُﻋﺒـ ْﻴﺪ ِﻣﻦ ﻃَﺮِﻳ ِﻖ أَﺑِﻲ َﺧﻠ‬
َ َ َ‫ْﺪ ة ﻗ‬ ْ َ ُ َ ُ ُ ََ
‫ ﻓَ َﻜﺮَِﻫ ُﻪ‬: ‫ َوﻓِ ﻲ رَِواﻳَﺔِ أَﺑِﻲ ُﻋﺒَـْﻴ ﺪ‬. ‫ َﻻ‬:
“diriw ayatkan oleh Abu Daw ud dan Abu Ubadi dari jalan Abi Kholdah ia berkata : ‘aku
bertanya kepada Abul ‘Aaliyah tentang seorang laki-laki yang junub dan ia tidak

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 360


mendapati air, apakah ia boleh mandi dengan Nabid z?’, beliau menjaw ab : ‘tidak boleh’.
Dalam riw ayat Abu Úbaid : ‘beliau memakruhkannya’.
Adapun perkataan ‘Athoo’ bin Abi Robaah diriwayatkan dengan sanad
bersambung oleh Abu dawud dari jalan Ibnu Juraij, sebagaimana dikatakan
oleh Al Hafidz.
Berkaitan dengan nabidz maka para ula ma berselisih pendapat
tentang kebolehan berwudhu dengannya, menjadi berikut :
1. Tidak boleh berw udhu dengan nabidz, baik ada air atau tidak ada air. Ini
adalah pendapatnya Imam Malik, Imam Abu Yusuf al-Hanafiy, Imam
Syafi’i dan Imam Ahmad.
2. Boleh berw udhu dengannya, sekalipun ada air. Ini adalah pendapatnya
Imam al-Hasan dan Imam al-Auza’i, diriwayatkan hal ini dari Amirul
Mukminin Ali bin Abi Tholib rodhiyallahu anhu.
3. Boleh berwudhu jika tidak ada air, namun jika ada air tidak boleh. Ini
adalah pendapatnya Imam Abu Hanifah.
Dalil bagi ulama yang membolehkan adalah hadits Ibnu Mas’ud
rodhiyallahu anhu tentang kisah pada waktu malam Nabi sholallahu alaihi wa
salam bertemu dengan Jin. Imam Ahmad, Imam Abu Daw ud dan Imam Ibnu
Majah serta selainnya meriwayatkan dan ini lafadz musnad Ahmad dari
Abdullah bin Mas’ud :
، ِ‫ " ﻳَﺎ َﻋ ْﺒ َﺪ اﷲ‬:‫ َﻢ‬‫ ﻰ اﷲُ َﻋﻠَ ْﻴﻪِ َو َﺳﻠ‬‫ﺻﻠ‬
َ ‫ﻲ‬ ِ‫ﻨﺒ‬‫َﻪ اﻟ‬
ِ ِ
ُ ‫ ﻓـَ َﻘﺎ َل ﻟ‬، ‫ﻦ‬ ‫ﻠ َﻢ ﻟَﻴْـﻠَ َﺔ اﻟْﺠ‬ ‫ﻠ ﻰ اﷲُ َﻋﻠَ ْﻴﻪ َو َﺳ‬ ‫ﺻ‬
ِ ِ ‫ﻪ َﻛﺎ َن ﻣﻊ رﺳ‬‫أَﻧ‬
َ ‫ﻮل اﷲ‬ ُ َ ََ ُ
ِ‫ﻰ اﷲُ َﻋﻠَ ْﻴﻪ‬‫ﺻﻠ‬
َ ‫ﻲ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺎل اﻟﻨ‬َ َ‫ ﻓـَﻘ‬:‫ﺎل‬ َ َ‫ ﻗ‬،َ‫ﺄ‬‫ ﻓـَﺘَـ َﻮﺿ‬،" ‫ﻲ‬ َ‫ﺐ َﻋﻠ‬ َ َ‫ ﻓـَﻘ‬،ٍ‫ َﻣ ﻌِﻲ ﻧَﺒِﻴ ٌﺬ ﻓِ ﻲ إِ َد َاوة‬:‫ﺎل‬
ْ ‫ﺻُﺒ‬ ْ ‫ﺎل " ا‬ َ َ‫ﻚ َﻣ ٌﺎء ؟ " ﻗ‬
َ ‫أ ََﻣ َﻌ‬
ٍ ِ
" ‫ﻮر‬ ٌ ‫ َﺷ َﺮ‬،‫ " ﻳَﺎ َﻋ ْﺒ َﺪ اﷲ ﺑْ َﻦ َﻣ ْﺴ ُﻌﻮد‬:‫ َﻢ‬‫َو َﺳﻠ‬
ٌ ‫اب َوﻃَ ُﻬ‬
“bahwa beliau bersama Rasulullah sholallahu alaihi wa salam pada malam jin. Nabi
sholallahu alaihi wa salam berkata kepadanya : “wahai Abdullah apakah e ngkau punya air?”.
Ibnu Mas’ud menjawab : ‘aku punya nabidz di ember’. Nabi sholallahu alaihi wa salam
berkata : “guyurkan kepadaku, lalu Beliau berwudhu, kemudian Nabi sholallahu alaihi wa
salam bersabda : “wahai Abdullah bin Mas’ud ini adalah minuman dan suci”.
Namun berdalil dengan hadits ini tidak tepat karena :
A. Sanadnya dhoif sebagaimana ditakhrij oleh Imam Al Albani dan Syaikh
Syuáib Arnauth, bahwa pada masing-masing jalan terdapat perow i yang
lemah.
B. Matannya bertentangan dengan hadits yang shahih, sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya, bahwa Ibnu Mas’ud
berkata :

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 361


ُ ‫ َﻢ َوَو ِد ْد‬‫ ُﻪ َﻋﻠَْﻴﻪِ َو َﺳﻠ‬‫ ﻰ اﻟﻠ‬‫ﺻﻠ‬
ُ ‫ﻲ ُﻛ ْﻨ‬‫ت أَﻧ‬
‫ﺖ َﻣ َﻌ ُﻪ‬ َ ِ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ ِ ‫ﻟَﻢ َأ ُﻛﻦ ﻟَﻴْـﻠَﺔَ اﻟ‬
ِ ‫ﻦ َﻣ َﻊ َر ُﺳ‬ ‫ْﺠ‬ ْ ْ
“aku tidak bersama Nabi sholallahu alaihi wa salam pada malam Jin dan aku sangat
berharap aku disana bersama Beliau”.
Sehingga pendapat yang rajih adalah tidak diperbolehkan berw udhu
dengan nabidz, sekalipun tidak didapati air pada waktu itu. Maka jika
seorang tidak mendapatkan air, maka dia cukup dengan bertayamum.
Alasan perajihannya :
1. Bahwa kisah pada malam Jin tersebut tidak shahih, sehingga tidak bisa
dijadikan hujjah.
2. Seandainya shahih, maka hal ini telah dimansukh (dihapus) dengan ayat
tentang tayamum, karena kisah malam Jin terjadi pada waktu Nabi
sholallahu alaihi w a salam sebelum hijrah, sedangkan ayat Tayamum
diturunkan pada waktu perang al-Muraisi’ dimana pada waktu itu Ummul
Mukminin Aisyah rodhiyallahu anha kehilangan kalungnya.
3. Bahwa air yang terkandung dalam nabidz, bukan air secara mutlak
dalam artian itu adalah zat cairnya saja. Seandainya zat cair apapun
boleh digunakan untuk berwudhu, tentu air cuka boleh juga dig unakan
berwudhu, padahal tidak seperti itu. Maka ketika sifat kemutlakkan air
telah hilang darinya, berarti sifat mensucikannya juga hilang,
sebagaimana air ketika sudah dicampur dengan kopi atau teh, sehingga
dinamakan air teh atau air kopi, maka sifat kemutlakkan air telah hilang.
Imam Naw awi dalam “al-Majmu” (1/93) berkata :
 َ‫ﻮﺧﺎ َﻛﺎ َن أ َْو ﻏَﻴْـ َﺮُﻩ ﻓَﺈِ ْن ﻧ‬
‫ﺶ‬ ٍ ِ‫ﺻ َﻔﺔٍ َﻛﺎ َن ِﻣ ْﻦ َﻋﺴ ٍﻞ أ َْو ﺗَْﻤ ٍﺮ أ َْو َزﺑ‬
ً ُ‫ﻴﺐ أ َْو ﻏَْﻴﺮَِﻫﺎ َﻣ ﻄْﺒ‬
ِ ‫ي‬ َ‫ﻬﺎرُة ﺑِﻪِ ﻋِ ْﻨ ﺪ ﻧﺎ ﻋﻠَﻰ أ‬‫ﺒِﻴ ُﺬ ﻓَ َﻼ ﻳ ﺠﻮز اﻟﻄ‬‫ﻣﺎ ا ﻟﻨ‬َ‫أ‬
َ ََ
َ َ َ ُ َُ
‫ﻴﻞ‬ ِ ِِ ‫ﻬ‬‫ﺎﻫﺮ َﻻ ﻳ ﺤﺮم ﺷﺮﺑﻪ وﻟَﻜِﻦ َﻻ ﺗﺠﻮز اﻟﻄ‬ ِ  ِ‫ﺪ وإِ ْن ﻟَﻢ ﻳﻨ‬ ‫وأَﺳ َﻜﺮ ﻓَـﻬﻮ ﻧ ﺠﺲ ﻳ ﺤﺮم ﺷﺮﺑﻪ وﻋﻠَﻰ ﺷﺎ رِﺑِﻪِ ا ﻟْﺤ‬
ُ ‫ﺎرُة ﺑﻪ َﻫ َﺬ ا ﺗَـ ْﻔ ﺼ‬ َ َ ُ ُ َ ْ َ ُُ ْ ُ ُ ُ ْ َ ٌ َ‫ﺶ ﻓَﻄ‬ َْ َ َ َ َ َ ُُ ْ ُ ُ ُ ْ َ ٌ َ َ َ ُ َ ْ َ
‫ﻒ واﻟﺠﻤﻬﻮر‬ َ ‫ﻮﺳ‬ ٌ ِ‫ﺎل َﻣﺎﻟ‬
ُ ُ‫ﻚ َوأ َْﺣ َﻤ ُﺪ َوأَﺑُﻮ ﻳ‬ َ َ‫ْﻫﺒِﻨَﺎ َوﺑِﻪِ ﻗ‬
َ‫َﻣ ﺬ‬
“adapun nabidz maka tidak bole h bersuci dengannya menurut kami (syafi’iyyah) apapun
bahan pembuatnya baik dari madu, kurma, maupun anggur atau selainnya baik yang
sudah matang atau tidak. Namun jika mendidih dan memabukkan, maka itu najis dan
haram meminumnya serta bagi yang meminumnya terkena had (hukuman). Namun jika
tidak mendidih dan tid ak memabukkan, maka itu suci, tidak diharamkan untuk
meminumnya, namun tidak boleh bersuci dengannya. Ini adalah perincian madzhab
kami dan ini juga pendapatnya Malik, Ahmad, Abu Y usuf dan jumhur ulama”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 362


Berkata Imam Bukhori :
- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ى َﻋ ْﻦ أَﺑِﻰ َﺳﻠَ َﻤﺔَ َﻋ ْﻦ َﻋﺎﺋِ َﺸ َﺔ َﻋ ِﻦ اﻟﻨ‬
 ِ‫ﺰْﻫ ﺮ‬ ‫ﺪﺛـََﻨﺎ اﻟ‬ ‫ﺎل َﺣ‬َ َ‫ﺪﺛـََﻨﺎ ُﺳ ْﻔَﻴﺎ ُن ﻗ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ َ َ‫ﻪِ ﻗ‬‫ﻰ ﺑْ ُﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬ ِ‫ﺪﺛـََﻨﺎ َﻋﻠ‬ ‫ َﺣ‬- 242
« ‫َﺳ َﻜ َﺮ ﻓـَ ُﻬَﻮ َﺣ َﺮ ٌام‬
ْ ‫اب أ‬ ٍ ‫ َﺷ َﺮ‬‫ﺎل » ُﻛ ﻞ‬ َ َ‫ ﻗ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
103). Hadits no. 242
“Haddatsanaa Ali bin Abdullah ia berkata, haddatsanaa Sufyaan ia berkata, haddatsanaa az-
Zuhriy dari Abi Salamah dari Aisyah rodhiyallahu anha dari Nabi sholallahu alaihi wa salam
beliau bersabda : “setiap minuman yang memabukkan adalah haram”.
HR. Muslim no. 5329

Biografi Perowi Hadits


Semua perow inya telah berlalu.

Penjelasan Hadits :
1. Hadits ini menunjukkan semua yang memabukkan haram, Al Hafidz
dalam “al-Fath” berkata :
‫ﺻﻴﻐَﺔ ﻋُ ُﻤﻮم أ ُِﺷ َﻴﺮ ﺑَِﻬﺎ إِﻟَﻰ ِﺟﻨْ ﺲ‬
ِ ‫ﻬﺎ‬‫ي ﻧـﻮ ٍع َﻛﺎنَ ؛ ِﻷَﻧـ‬ َ‫ ﻗَﻠِﻴﻞ اﻟْﻤ ﺴ ﻜِﺮ وَﻛﺜِﻴﺮﻩ ﺣﺮام ِﻣﻦ أ‬‫ ﻓِﻴﻪِ د ﻟِﻴﻞ ﻋﻠَﻰ أَن‬: ‫ﺎﺑِﻲ‬‫ﺎل ا ﻟْﺨﻄ‬
َ َْ ْ ََ َ ْ ُ َ َ ّ َ َ َ‫ﻗ‬
 ‫ﺬِي ﻳَ ُﻜﻮ ُن ِﻣ ْﻨ ُﻪ اﻟ‬‫ﺮ اب ا ﻟ‬َ‫اﻟ ﺸ‬
‫ﺴ ْﻜﺮ‬
“al-Khothobiy berkata : ‘ini adalah dalil bahwa sesuatu yang memabukkan baik
sedikit atau banyak adalah haram dari jenis apapun juga, karena bentuk kalimatnya
umum yang mengisyaratkan kepada semua jenis minuman yang menyebabkan
mabuk’.
2. Kaitannya hadits ini dengan bab adalah dikatakan oleh Imam Ibnu
Bathool dalam “Syarah Bukhori” :
‫ وﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﺤﻞ ﺷﺮﺑﻪ ﻻ‬،‫ وﻟﻢ ﻳﺤﻞ ﺷﺮﺑﻪ‬،‫ وﺣﺮم اﺳﺘﻌﻤﺎﻟﻪ ﻓﻰﻛﻞ ﺣﺎل‬،‫أﻧﻪ إذا أﺳﻜﺮ اﻟﺸﺮاب ﻓﻘﺪ وﺟﺐ اﺟﺘﻨﺎﺑﻪ ﻟﻨﺠﺎﺳﺘﻪ‬
‫ ﻟﺨﺮوﺟﻪ ﻋﻦ اﺳﻢ اﻟﻤﺎء ﻓﻰ اﻟﻠﻐﺔ واﻟﺸﺮﻳﻌﺔ‬،‫ﻳﺠﻮز اﻟﻮﺿﻮء ﺑﻪ‬
“bahw a jika minuman itu memabukkan, maka w ajib dijauhi karena najisnya dan
haram digunakan pada kondisi apapun, tidak halal meminumnya. Sehin gga jika
tidak halal meminumnya maka tidak boleh berwudhu dengannya, karena telah
keluar darinya nama air (secara mutlak-pent.) dari segi bahasa dan syariat”.
3. Adapun berkaitan dengan najisnya minuman keras, maka ini adalah
pendapatnya mayoritas ulama. Mereka berdalil dengan firman Allah
Taálaa :
‫ ُﻜ ْﻢ‬‫ﺎﺟَﺘﻨِ ُﺒﻮُﻩ ﻟ ََﻌﻠ‬ ِ ِ ‫ﻤﺎ اﻟْ َﺨﻤ ﺮ واﻟْﻤﻴ ِﺴﺮ و ْاﻷَﻧْﺼﺎب و ْاﻷَ ْزَﻻم رِﺟ‬‫ ِﺬﻳﻦ آَﻣﻨُﻮا إِﻧ‬‫ ﻬﺎ اﻟ‬‫ﻳﺎ أَﻳـ‬
ْ َ‫ﻴﻄَﺎن ﻓ‬ْ ‫ﺲ ﻣ ْﻦ ﻋَ َﻤ ِﻞ اﻟﺸ‬
ٌ ْ ُ َ ُ َ َ ُ َْ َ ُ ْ َ َ َ َ َ
‫ﺗـُ ْﻔﻠِ ُﺤﻮ َن‬

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 363


“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah rijsun (kotor) termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”
(QS. Al Maidah : 90).
Maka firman-Nya yang mensifati bahwa khomr adalah rijsun, mereka
jadikan dalil tentang najisnya. Namun pendapat ini dikritik, Syaikh
Sayyid Sabiq dalam “Fiqhus Sunnah” berkata :
،‫ ﻻن ﻟﻔﻆ )رﺟﺲ( ﺧﺒﺮ ﻋﻦ اﻟ ﺤﻤﺮ‬،‫ وﺣﻤﻠﻮا اﻟﺮﺟﺲ ﻓﻲ اﻻﻳﺔ ﻋﻠﻰ اﻟﺮﺟﺲ اﻟﻤﻌﻨﻮي‬،‫وذﻫﺒﺖ ﻃﺎﺋﻔﺔ إﻟﻰ اﻟﻘﻮل ﺑﻄﻬﺎرﺗﻬﺎ‬
‫ )ﻓﺎﺟﺘﻨﺒﻮا اﻟﺮﺟﺲ ﻣﻦ اﻻوﺛﺎن( ﻓﺎﻻوﺛﺎن رﺟﺲ‬:‫ ﻗﺎل ﺗﻌﺎﻟﻰ‬،‫ وﻫﻮ ﻻ ﻳﻮﺻﻒ ﺑﺎ ﻟﻨﺠﺎﺳﺔ ا ﻟﺤﺴﻴﺔ ﻗﻄﻌﺎ‬،‫وﻣﺎ ﻋﻄﻒ ﻋﻠﻴﻬﺎ‬
‫ ﻻ ﺗﻨﺠ ﺲ ﻣﻦ ﻣﺴﻬﺎ‬،‫ﻣﻌﻨﻮي‬
“sekelompok ulama berpendapat atas sucinya, mereka membaw a makna ar-Rijsu
dalam ayat tersebut sebagai ar-Rijsu maknaw i, karena laf adz (Rijsun) bukan khobar
untuk khomr saja, tapi juga apa yang diathofkan kepadanya (yakni berhala, berjudi
dan mengundi nasib -pent.), maka semua itu tidak disifati dengan najis secara
hisiyyah (dzatnya itu sendiri) secara pasti. Allah berfirman : “maka jauhilah olehmu
berhala-berhala yang najis itu “ (QS. Al Hajj : 30). Maka berhala adalah najis secara
maknaw i bukan najis ketika menyentuhnya.
Kemudian Syaikh menyebutkan kaedah dari Imam Shon’ani dalam
Subulus Salam bahwa sesuatu yang najis pasti haram, tapi sesuatu yang
haram belum tentu najis . Sehingga untuk kasus Khomr, ia adalah haram
diminum, namun untuk mengatakan najisnya maka harus didatangkan
dalil lainnya, jika tidak ada dalil yang menunjukkan najisnya, maka
kembali kepada hukum asal bahwa hal tersebut adalah suci. Dan dalam
masalah ini tidak ada dalil lain yang secara tegas menunjukkan najisnya,
maka pendapat yang rajah, khomr adalah suci dzatnya, hanya saja ia
diharamkan untuk dikonsumsi.
Imam Al Albani dalam “Tamaamul Minnah” melengkapi daftar ulama
yang mengatakan sucinya khomr yaitu : Robi’ah bin Abi Abdir Rokhman
ar-ray, gurunya Imam Malik; Laits bin Sa’ad; Ismail bin Yahya al-Muzani
murid seniornya Imam Syafi’I; dan selainnya.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 364


‫اﻟﺪ َم َﻋ ْﻦ َو ْﺟ ِﻬ ِﻪ‬ َ َ‫ﺴ ِﻞ اﻟ َْﻤ ْﺮَأ ةِ أَﺑ‬
 ‫ﺎﻫﺎ‬ ْ َ‫ ﺑﺎب ﻏ‬- 72
َ ‫ َﻬﺎ َﻣ ﺮِﻳ‬‫اﻣ َﺴ ُﺤﻮا َﻋ َﻠ ﻰ رِ ْﺟﻠِ ﻰ ﻓَِﺈﻧـ‬
‫ﻀ ٌﺔ‬ ِِ
ْ ‫ﺎل أَﺑُﻮ اﻟ َْﻌﺎﻟَﻴﺔ‬
َ َ‫َوﻗ‬
Bab 72 Seorang Wanita Membersihkan
Darah di Wajah Bapaknya
Abul ‘Aaliya h berkata : ‘(tolong) usapka n air di kakik u, karena itu
sakit’.

Penjelasan :
Imam al-‘Aini dalam “Úmdahtul Qoriy” (3/182) berkata :
‫وﻓﻲ رواﻳﺔ اﺑﻦ ﻋﺴﺎﻛﺮ ﺑﺎب ﻏﺴﻞ اﻟﻤﺮأة ﻋﻦ وﺟﻪ أﺑﻴﻬﺎ وﻫﺬا ﻫﻮ اﻷﺟﻮ ﻗﻮﻟﻪ ﻋﻦ وﺟﻬﻪ وﻓﻲ رواﻳﺔ اﻟﻜﺸﻤﻴﻬﻨﻲ ﻣﻦ وﺟﻬﻪ‬
‫واﻟﻤﻌﻨﻰ ﻓﻲ رواﻳﺔ ﻋﻦ إﻣﺎ أن ﻳﻜﻮن ﺑﻤﻌﻨﻰ ﻣﻦ وإﻣﺎ أن ﻳﺘﻀﻤﻦ اﻟﻐﺴﻞ ﻣﻌﻨﻰ اﻹزاﻟﺔ‬
“dalam riwayat Ibnu ‘Aasakir “bab seorang wanita mencuci (darah) Bapaknya”, maka ini
lebih sesuai. Dalam riw ayat al-Kasyimiih iniy “min wajhihi”. Makna “an” dalam judul bab,
bisa bermakna “min (dari)” dan bisa juga bermakna sesuatu yang terkandung dalam
mencuci yakni menghilangkannya”.
Kemudian Imam al-‘Aini menjelaskan keterkaitan bab in i dalam kitab
wudhu, karena wudhu itu sendiri tercakup didalamnya kebersihan sehingga
bab ini yang berisi membersihkan kotoran yaitu berupa darah tercakup
didalamnya.
Adapun atsar Abul ‘Aaliyah Rofii’ bin Mihroon, maka Al Hafidz berkata
dalam “al-Fath” :
ْ َ‫ﻤ ﺎ ﺑَﻘِﻴ‬َ‫وﻩ ﻓـَﻠ‬
‫ﺖ‬ ُ ‫ َد َﺧﻠَْﻨﺎ َﻋﻠَﻰ أَﺑِﻲ ا ﻟ َْﻌﺎﻟِﻴَﺔِ َوُﻫ َﻮ َو ِﺟ ٌﻊ ﻓـََﻮ ﺿ‬: ‫ﺎل‬
ُ ‫ﺆ‬ ِ ‫اق َﻋﻦ ﻣ ْﻌﻤﺮٍ َﻋﻦ َﻋ‬‫ﺮز‬ ‫وأَﺛَﺮﻩ ﻫ َﺬ ا وﺻﻠَﻪ َﻋ ْﺒ ﺪ اﻟ‬
َ َ‫ﺎﺻ ﻢ ْﺑﻦ ُﺳﻠَْﻴ َﻤﺎن ﻗ‬ ْ ََ ْ َُ َ َ َ
" ‫ﺼﻮﺑَﺔ‬ ِ ِ ِ َ ‫ و َز‬. ‫ﻳﻀﺔ وَﻛﺎ َن ﺑِﻬﺎ ﺣ ﻤﺮة‬ ِ َ ‫ اِْﻣﺴ ُﺤﻮا َﻋﻠَﻰ َﻫ ﺬِﻩِ ﻓَﺈِ ﻧـ‬: ‫ﺎل‬
َ َ‫إِ ْﺣ َﺪى رِ ْﺟﻠَْﻴﻪِ ﻗ‬
ُ ‫ﺖ َﻣ ْﻌ‬ ْ َ‫ﻬﺎ َﻛﺎﻧ‬
َ ‫اد ا ْﺑﻦ أَﺑ ﻲ َﺷ ْﻴﺒَﺔ " إ ﻧـ‬ َ َُْ َ َ َ ‫ﻬﺎ َﻣﺮ‬ َ
“atsar ini disambungkan oleh Abdur Rozaq dari Ma’mar dari ‘Aashim bin Sulaiman ia
berkata : ‘kami menjenguk Abul ‘Aaliyah yang sedang menderita sakit, lalu mereka
mewudhukannya, ketika tinggal salah satu kakinya, beliau berkata : ‘yang it u diusap
saja, karena sakit (kaki) ku kulitnya terkelupas’. Dalam riw ayat Ibnu Abi Syaibah ada
tambahah : ‘yang itu diperban’.
‘Aashim bin Sulaimaan perow i tsiqoh, perowinya Bukhori-Muslim, sehingga
sanad atsar maqtu’ ini shahih. Al-Hafidz berkata :
‫ﺎﺳﺒَﺔ أَﺛَ ِﺮ أَﺑِﻲ‬ ِ ِ ُ ‫ﺪ م ﻓِ ﻲ ا ﻟْﻮ‬ ‫ﻮز ِاﻻ ﺳﺘِﻌﺎﻧَﺔ ﻓِﻴﻬﺎ َﻛﻤﺎ ﺗَـ َﻘ‬ ِ ِ ‫ﺠ‬ ِ ِ ِ َ ‫ـﺮﺟﻤﺔ ﻣْﻌ ُﻘ‬‫وﻫﺬِﻩِ اﻟﺘ‬
َ َ‫ﺿﻮء َوﺑ َﻬ َﺬا ﻳَﻈ َْﻬ ُﺮ ُﻣﻨ‬ ُ َ َ َ ‫ إ َزا ﻟََﺔ اﻟﻨ‬‫ﻮدة ﻟﺒَـ ﻴَﺎن أَن‬
َ َ َ ْ ُ ‫ﺎﺳ ﺔ َوﻧَ ْﺤﻮَﻫﺎ ﻳَ ُﺠ‬ َ ََ ْ ََ
ِ ِ‫ا ﻟْﻌﺎﻟِﻴﺔِ ﻟِﺤ ﺪ‬
‫ﻳﺚ َﺳ ْﻬ ٍﻞ‬ َ َ َ

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 365


“judul bab ini untuk menjelaskan bahw a menghilangkan najis dan semisalnya boleh
meminta tolong kepada selainnya, sebagaimana telah lalu dalam masalah w udhu. Oleh
karenanya sangat jelas keterkaitan antara atsar Abul ‘Aaliyah dengan hadits Sahal
rodhiyallahu anhu (berikutnya)”.

Berkata Imam Bukhori :


‫ﺎس‬ ِ ‫ﺴ‬ ‫ﺎل أَ ْﺧﺒـ ﺮﻧَﺎ ﺳ ْﻔ ﻴﺎ ُن ﺑﻦ ُﻋ ﻴـﻴـَﻨ َﺔ َﻋﻦ أَﺑِﻰ ﺣﺎ ِزٍم ﺳ ِﻤﻊ ﺳ ﻬ ﻞ ﺑﻦ ﺳﻌ ٍﺪ اﻟ‬
 ‫ﺎﻋ ِﺪ‬
ُ ‫ َو َﺳﺄَﻟ َُﻪ اﻟﻨ‬، ‫ى‬ ْ َ َْ َ ْ َ َ َ َ ْ ْ َ ُ ْ َ ُ َ َ َ َ‫ﻤ ٌﺪ ﻗ‬ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُﻣ َﺤ‬ ‫ َﺣ‬- 243
، ‫ﻰ‬‫َﺣ ٌﺪ أَ ْﻋﻠَ ُﻢ ﺑِﻪِ ِﻣ ﻨ‬ ِ ِ ٍ  َ‫وﻣﺎ ﺑـﻴﻨِ ﻰ وﺑـﻴـﻨﻪ أَﺣ ﺪ ﺑِﺄ‬
َ ‫ ﻓـَﻘَﺎ َل َﻣﺎ ﺑَﻘ َﻰ أ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ‫ﺒ‬‫ى ُﺟ ْﺮ ُح اﻟﻨ‬ َ ‫ى َﺷ ْﻰء ُدو ِو‬ ٌ َ ُ َ َْ َ َْ َ َ
‫ُﺣ ﺮِ َق ﻓَ ُﺤ ِﺸ َﻰ ﺑِﻪِ ُﺟ ْﺮ ُﺣ ُﻪ‬
ْ ‫ﻴﺮ ﻓَﺄ‬
ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ َوﻓَﺎﻃ َﻤ ُﺔ ﺗَـﻐْﺴ ُﻞ َﻋ ْﻦ َو ْﺟ ِﻬﻪ اﻟ ﺪ‬، ‫ﺎء‬
ٌ ‫ ﻓَﺄُﺧ َﺬ َﺣﺼ‬، ‫م‬
ِ ِ ِ ِ ِ ‫َﻛﺎ َن َﻋﻠِ ﻰ ﻳ ِﺠ‬
ٌ ‫ﻰء ﺑﺘُـ ْﺮﺳﻪ ﻓﻴﻪ َﻣ‬
ُ َ
104). Hadits no. 243
“Haddatsanaa Muhammad ia berkata, akhbaronaa Sufyaan bin ‘Uyainah dari Abi Haazim ia
mendengar Sahal bin Sa’ad as-Saa’idiy, bahwa seorang bertanya kepadanya dan pada waktu
itu tidak ada antaraku dan Be liau orang lain : ‘dengan apa luka Nabi sholallahu alaihi wa
salam diobati?’, Sahal rodhiyallahu anhu menjawab : ‘tidak seorangpun yang lebih mengetahui
hal tersebut selain aku, Ali rodhiyallahu anhu membawa tameng yang berisi air dan Fathimah
rodhiyallahu anha membersihkan darah di wajah Nabi sholallahu alaihi wa salam. Lalu
diambil tikar (jerami) dan dibakar, kemudian diberikan diatas lukanya’.
HR. Muslim no. 4743

Biografi Perowi Hadits


Muhammad disini adalah ibnu Salaam al-Bakindiy, perowi tsiqoh tsabat dan
yang lainnya telah berlalu.

Penjelasan Hadits :
1. Hadits ini menunjukkan bolehnya seorang wanita menyentuh
mahromnya.
2. Keutamaan Fathimah rodhiyallahu anha dan suaminya Ali rodhiyallahu
anhu yang bergegas merawat Nabi sholallahu alaihi wa salam.
3. Bolehnya berobat, karena Nabi sholallahu alaihi wa salam juga berobat
untuk menyembuhkan lukanya dengan menggunakan tikar yang dibakar.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 366


‫َﻮ ِاك‬‫ ﺑﺎب اﻟﺴ‬- 73
‫ﻦ‬ ‫ﺎﺳَﺘ‬ ِ ِ  ِ‫س ﺑ‬ ٍ ‫ﺒﺎ‬‫ﺎل اﺑْ ُﻦ َﻋ‬
ْ َ‫ ﻓ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ‫ﺒ‬‫ﺖ ﻋ ْﻨ َﺪ اﻟﻨ‬ َ َ‫َوﻗ‬
Bab 73 Siwak
Ibnu Abbas rodhiyalla hu a nhu berkata : ‘saya bermalam di r umah
Rasulullah sholalla hu alaihi wa salam ..., la lu Beliau sholalla hu alaihi
wa salam gosok gigi...’.

Penjelasan :
Imam Syaukani dalam “Nailul Author” (1/267) berkata :
ِ‫ﻮ ُك ﺑِﻪ‬ ‫ﺬِي ﻳـ ﺘ ﺴ‬‫ وﻋَﻠَﻰ ا ﻟْﻌﻮدِ ا ﻟ‬، ‫ﻴ ِﻦ وﻫﻮ ﻳﻄْﻠَﻖُ ﻋَﻠَﻰ ا ﻟْﻔِ ْﻌ ِﻞ‬‫ﻮا ُك ﺑِ َﻜ ﺴﺮِ اﻟ ﺴ‬‫ اﻟ ﺴ‬: ِ‫ﻐَﺔ‬‫ﺎل أَْﻫ ﻞ اﻟﻠ‬
َ َُ ُ َ ُ َ َُ ْ َ ُ َ َ‫ﻗ‬
“Ahli bahasa berkata : ‘as-Siwaak dengan mangkasrah huru siin dimutlakkan kepada
perbuatan (yakni menggosok gigi-pent.) dan juga kepada dahan (kayu arok-pent.) yang
digunakan untuk bersiwak’.
Kemudian lanjut beliau :
‫ ْﻔ َﺮةَ َوﻏَﻴْـ َﺮَﻫﺎ َﻋﻨْـ َﻬﺎ‬‫ﺐ اﻟ ﺼ‬ ِ ِ ‫ﺎل ﻋﻮدٍ أَو ﻧ ﺤﻮِﻩِ ﻓِﻲ ْاﻷ‬ ِ : ِ‫وﻫﻮ ﻓِ ﻲ اﺻﻄِ َﻼ ِح ا ﻟْﻌﻠَﻤﺎء‬
َ ‫َﺳﻨَﺎن ﻟَﻴُْﺬﻫ‬
ْ ْ َ ْ ُ ُ ‫اﺳﺘْﻌَﻤ‬ْ َُ ْ ََُ
“secara istilah ulama adalah menggunakan kayu siwak atau semisalnya (untuk
menggosok) gigi dalam rangka menghilangkan kuning gigi dan selainnya”.
Jumhur ulama berpendapat bahwa siwak hukumnya adalah sunnah,
Imam Syafií dalam “al-Umm” (1/39) berkata :
: (‫ﻲ‬ ِ‫ﺎﻓِﻌ‬‫ﺎل اﻟ ﺸ‬
َ َ‫ )ﻗ‬‫ﺸﻖ‬ ُ َ‫ َﻋﻠَْﻴ ِﻬ ْﻢ أ َْو ﻟَ ْﻢ ﻳ‬‫ﻪ ﻟَْﻮ َﻛﺎ َن َو ِاﺟﺒًﺎ َﻷََﻣ َﺮُﻫ ْﻢ ﺑِﻪِ َﺷﻖ‬ُ ‫ﺎر؛ ِﻷَﻧ‬ ِ ْ ‫ﻪ‬‫ﺐ وأَﻧ‬
ٌ َ‫اﺧﺘﻴ‬
ِ ِ ‫اك ﻟَْﻴ‬
ُ َ ٍ ‫ﺲ ﺑ َﻮاﺟ‬ َ َ ‫ﺴ َﻮ‬  ‫ اﻟ‬‫ﻴﻞ َﻋﻠَﻰ أَن‬ ِ
ٌ ‫ﻓ ﻲ َﻫ َﺬ ا َد ﻟ‬
ِ
ِ ‫ﺼ َﻠﻮ‬ ِ ِِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِِ ِ ُ ‫ﺴﻮ‬
‫ات‬ ٍ
َ  ‫ـُﺮ ا ﻟْ َﻔ َﻢ َو ُﺷ ْﺮﺑﻪ َوﻋ ْﻨ َﺪ اﻟ‬‫ﻞ َﻣﺎ ﻳُـﻐَﻴ‬ ‫ﻮم َو ْاﻷَْزم َوأ َْﻛ ِﻞ ُﻛ‬ْ ‫ـُﺮ ﻓﻴﻪ ا ﻟَْﻔ ُﻢ َوﻋْﻨ َﺪ اﻻ ْﺳﺘﻴ َﻘﺎظ ﻣ ْﻦ اﻟﻨـ‬‫ﻞ َﺣﺎل َﻳـﺘَـﻐَﻴ‬ ‫اك ﻋ ْﻨ َﺪ ُﻛ‬ َ  ‫ﺐ اﻟ‬  ‫اﺳﺘُ ِﺤ‬
ْ ‫َو‬
ِ ِ ِ
‫ﻮء‬
ٌ‫ﺿ‬ ُ ‫ﺐ َﻋﻠَْﻴﻪ ُو‬
ُ ‫ﺻ َﻼﺗَُﻪ َوَﻻ َﻳ ﺠ‬ َ ‫ﻰ ﻓَ َﻼ ﻳُﻌ ُﻴﺪ‬‫ﺻﻠ‬ َ ‫َﻬﺎ َوَﻣ ْﻦ ﺗَـ َﺮَﻛُﻪ َو‬‫ُﻛﻠ‬
“didalamnya terdapat dalil bahw a siw ak bukan wajib dan ia adalah pilihan, karena
seandainya w ajib, niscaya Nabi sholallahu alaih i w a salam akan memerintahkannya baik
dalam kondisi memberatkan atau tidak memberatkan. Dianjurkan bersiw ak pada setiap
terjadi perubahan pada mulutnya atau pada saat bangun tidur, pada w aktu makan
sesuatu yang merubah bau mulutnya dan pada waktu akan sholat. Barangsiapa yang
tidak bersiwak maka tidak perlu mengulangi sholat dan tidak juga w ajib w udhu lagi”.
Imam Nawawi dalam “al-Majmu” (1/271) menegaskan hukum
sunnahnya tersebut, kata beliau :
‫ﻴْ ﺦُ أَﺑُﻮ َﺣ ِﺎﻣ ﺪٍ َوأ َْﻛﺜـَ ُﺮ‬‫إﻻ َﻣﺎ َﺣ َﻜ ﻰ اﻟ ﺸ‬ ً‫ﺔ‬‫ﺐ ا ﻟ ُْﻌﻠَ َﻤﺎءِ َﻛﺎﻓ‬ ٍ ِ ِ ْ‫ﺔٌ ﻟَﻴ‬‫اك ﺳﻨ‬
ُ ‫ﺲ ﺑ َﻮاﺟﺐ َﻫ َﺬ ا َﻣ ْﺬ َﻫﺒُـﻨَﺎ َوَﻣ ْﺬ َﻫ‬ َ
ِ ِ ِ
ُ ُ ‫ َﻮ‬‫ ﻓ ﻲ ْاﻷ َْﺣ َﻜﺎم ﻓَﺎﻟ ﺴ‬:ُ‫ﺮاﺑ َﻌﺔ‬ ‫ﻟ َْﻤ ْﺴﺄَﻟَﺔ اﻟ‬
‫ﺎل َوﻗَﺎ َل إِ ْﺳ َﺤﺎ ُق ﺑْ ُﻦ َر ْاﻫَﻮﻳْﻪِ ُﻫ َﻮ‬
َ َ‫ َﻼةَ ﺑِﺘَـ ْﺮﻛِﻪِ ﻗ‬‫ دَ ُاود أ َْو َﺟﺒَُﻪ َوﻟَ ْﻢ ﻳُـﺒْﻄِ ْﻞ اﻟ ﺼ‬‫ْﺤﺎوِي أَن‬
َ ‫ﺐ اﻟ‬
ِ ‫ﻪ أَوﺟﺒﻪ وﺣ َﻜ ﻰ‬‫أَﺻﺤﺎﺑِﻨﺎ ﻋﻦ د اود أَﻧ‬
ُ ‫ﺻﺎﺣ‬
َ َ َ َُ َ ْ ُ ُ َ ْ َ َ َ ْ

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 367


‫ﺐ واﻟﻌﺒﺪ رى‬ ِ ‫ﻴ‬‫ﺎﺿ ﻲ أَﺑُﻮ اﻟﻄ‬ ِ ‫ﺎل ا ﻟْ َﻘ‬ َ َ‫ﺢ َﻋ ْﻨ ُﻪ َوﻗ‬
‫ﺼ‬ ِ ‫ﺖ ﺻ َﻼ ﺗﻪ وﻫ َﺬ ا اﻟﻨﻘﻞ ﻋﻦ ا ﺳﺤﺎق ﻏﻴﺮ ﻣﻌﻮف وَﻻ ﻳ‬ ِ ‫اﺟ‬ ِ
َ َ َ َ ُُ َ ْ َ‫ﺐ ﻓَﺈ ْن ﺗَـ َﺮَﻛ ُﻪ َﻋ ْﻤ ًﺪ ا ﺑَﻄَﻠ‬
ٌ ‫َو‬
ِ ِِ ِ ِ ٍ ِ َ ِ‫ﻏَﻠ‬
‫ٌﺔ َوأَْﻧ َﻜ ُﺮوا ُو ُﺟﻮﺑَُﻪ َوَﻻ ﻳَـﻠ َْﺰُم‬‫ﻪ ُﺳﻨ‬ُ ‫ﺼ ﻮا أَﻧ‬ ْ ‫ أ‬‫ ٌﺔ ﻷَن‬‫ﻪ ُﺳﻨ‬ُ ‫اود أَﻧ‬
 َ‫َﺻ َﺤﺎ ﺑَـﻨَﺎ ﻧ‬ ُ ‫ﺐ َد‬ُ ‫ﺦ أَُﺑﻮ َﺣﺎﻣ ﺪ ﻓﻲ ﺣ َﻜﺎﻳَﺘﻪ ُو ُﺟﻮﺑَُﻪ َﻋ ْﻦ َد ُاود ﺑَ ْﻞ َﻣ ْﺬ َﻫ‬ ُ ‫ﻴ‬ْ ‫ﻂ اﻟ ﺸ‬
‫ﺼﺮِ ﺑﺤﺪﻳﺚ أﺑﻲ‬ ِ ِ ِ ِِ  ‫ﺞ أَﺻ ﺤﺎ ﺑـﻨﺎ ﺑِﻤﺎ اﺣﺘ‬ ِ ِ ِ  ‫ واﺣﺘ‬:ٍ‫ ﻋﻠَﻰ أَﺑِﻲ ﺣ ِﺎﻣ ﺪ‬‫ﺮد‬ ‫ِﻣﻦ ﻫ َﺬ ا اﻟ‬
َ َ‫ َوا ﻟُْﻤ ْﺨﺘ‬‫ﻲ ﻓ ﻲ ْاﻷُم‬ ‫ﺎﻓﻌ‬‫ﺞ ﺑﻪ اﻟ ﺸ‬ َ ْ َ َ ُ َ ْ  َ‫ﺞ ﻟ َﺪ ُاو َد ﺑﻈَﺎﻫﺮِ ْاﻷ َْﻣﺮِ َو ْاﺣﺘ‬ َْ َ َ َ َ ْ
ِ‫ﻪ ﻟَﻮ َﻛﺎ َن و ِاﺟ ﺒﺎ َﻷَﻣﺮﻫ ﻢ ﺑِﻪ‬‫ﺎﻓِﻌِ ﻲ ر ِﺣﻤﻪ اﻟﻠ‬‫ﺎل اﻟ ﺸ‬ َ َ‫ﺻ َﻼةٍ ﻗ‬ ِ ِ  ‫ﻣﺘِﻲ َﻷَﻣﺮﺗـﻬ ﻢ ﺑِﺎﻟ‬ُ‫ ﻋﻠَﻰ أ‬‫ﻫﺮﻳﺮة اﻟﺬى ذﻛﺮﻧﺎﻩ ﻟﻮﻻ أَ ْن أَﺷﻖ‬
ْ ُ ََ ً َ ْ ُ َُ َ  َ ‫ﻞ‬ ‫ﺴَﻮاك ﻋ ْﻨَﺪ ُﻛ‬ ْ ُ ُ َْ َ ُ
‫ﺸ ّﻖ‬ُ َ‫ أ َْو ﻟَ ْﻢ ﻳ‬‫َﺷﻖ‬
“berkaitan hukum siw ak adalah sunnah bukan wajib, ini adalah madzhab kami dan
madzhab seluruh ulama, kecuali yang dihikayatkan dari Syaikh Abu Haamid dan
kebanyakan ulama kami dari Daw ud (ad-Dhohiriy) bahw a hukumnya wajib. Penulis al-
Haaw i mengatakan bahwa Dawud memw ajibkannya, namun jika tidak melakukan siwak
tidak membatalkan sholatnya. Ishaq bin Rohwaih berkata : ‘siwak wajib, jika
meninggalkannya secara sengaja, maka batal sholatnya’.
Penukilan dari Ishaq diatas tidak ma’ruf dan tidak shahih, Al Qodhi Abu ath-Thibb dan
al-Abdu Ro berkata : ‘Syaikh Abu Haamid keliru menghikayatkan w ajibnya siw ak dari
Dawud, bahkan madzhabnya Daw ud siw ak adalah sunah, karena para sahabatnya
mengatakan bahwa itu sunah dan mengingkari kew ajibannya’. Namun ini tidak harus
sebagai bantahan kepada Abu Haamid.
Dawud berhujjah dengan dhohirnya perintah untuk bersiw ak, sedangkan ashab kami
berdalil dengan apa yang diriwayatkan Imam Syafi’i dalam Al Umm dan Al Mukhtashor
dari hadits Abu Huroiroh rodhiyallahu anhu secara marfu’ dari Nabi sholallahu alaihi wa
salam : “kalau tidak memberatkan umatku, niscaya akan aku perintahkan mereka untuk
bersiw ak setiap kali sholat”. Syafi’i berkata : ‘seandain ya itu w ajib, niscaya Nabi
sholallahu alaihi w a salam akan memerintahkannya baik memberatkan atau tidak
memberatkan’.
Adapun mu’alaqnya Ibnu Abbas rodhiyallahu anhu diriwayatkan
dengan sanad bersambung, sebagaimana dikatakan Al Hafidz dalam “al-
Fath” :
ِ َ‫ﺎس ﻋِﻨْ َﺪ َﺧﺎﻟَﺘِﻪِ ﻣﻴْﻤﻮﻧَﺔ ؛ ﻟِﻴ ﺸ‬‫ﺔ ﻣﺒِﻴﺖ اِﺑْﻦ ﻋَﺒ‬‫ﻳﻞ ﻓِ ﻲ ﻗِ ﺼ‬ ٍ ِ‫ف ِﻣﻦ ﺣ ﺪ‬
ٍ ِ‫ﻳﺚ ﻃَﻮ‬ ِ ِ َ َ‫ ْﻌﻠِﻴﻖ ﺳ ﻘ‬‫ﻫ َﺬا اﻟﺘـ‬
‫ﺎﻫﺪ‬ ُ َُ َ َ ْ ٌ ‫ﻂ ﻣ ْﻦ رَِواﻳَﺔ ا ﻟ ُْﻤ ْﺴﺘَ ْﻤﻠ ﻲ َوُﻫ َﻮ ﻃََﺮ‬ َ َ
‫آل ﻋِ ْﻤ َﺮا َن‬
ِ ِ‫ ِﻣﻨْـ ﻬﺎ ﺑِﻠَْﻔﻈِﻪِ ﻫ َﺬ ا ﻓِ ﻲ ﺗَـ ْﻔ ِﺴﻴﺮ‬: ‫ﻒ ِﻣﻦ ﻃُﺮق‬
َ َ  ‫ﺻﻠَُﻪ اﻟ‬
ُ ْ ُ ‫ْﻤ َﺆﻟ‬
 ِ  ِ   َ ‫ﻲ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺻ َﻼ َة اﻟﻨ‬
ُ َ ‫ﺻﻠ ﻰ اﻟﻠ ُﻪ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ َﻢ ﺑﺎﻟﻠْﻴ ِﻞ َوﻗَْﺪ َو‬ َ
“Ta’liq ini telah digugurkan dalam riwayat al-Mustamliy dan in i adalah potongan dari
hadits panjang tentang kisah mengin apnya Ibnu Abbas rodhiyallahu anhu di rumah
bibinya Maimunah rodhiyallahu anha (istri Nabi sholallahu alaihi w a salam), lalu Ibnu
Abbas rodhiyallahu anhu menyaksikan sholat malamnya Rasu lullah sholallahu alaihi wa
salam. Imam Bukhori telah menyambungkan sanadnya dari beberapa jalan, diantaranya
dengan lafadz ini dalam tafsir surat Ali Imron”.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 368


Berkata Imam Bukhori :
‫ﺖ‬ ُ ‫ﺎل أَﺗَـ ْﻴ‬َ َ‫ﻤﺎ ُد ﺑْ ُﻦ َزﻳْ ٍﺪ َﻋ ْﻦ ﻏَ ْﻴﻼَ َن ﺑْ ِﻦ َﺟ ﺮِﻳ ﺮٍ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻰ ﺑُـ ْﺮ َدةَ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻴﻪِ ﻗ‬ ‫ﺪﺛـََﻨ ﺎ َﺣ‬ ‫ﺎل َﺣ‬ ِ ‫ـﻌﻤ‬‫ﺪﺛـََﻨﺎ أَﺑﻮ اﻟﻨ‬ ‫ ﺣ‬- 244
َ َ‫ﺎن ﻗ‬ َْ ُ َ
ُ‫ﻮع‬ ‫ ُﻪ ﻳَـﺘَـَﻬ‬‫ َﻛﺄَﻧ‬، ِ‫اك ﻓِ ﻰ ﻓِﻴﻪ‬ ُ ‫ﺴ َﻮ‬ ‫ َواﻟ‬، « ْ‫ﻮل » أُعْ أُع‬ ُ ُ‫اك ﺑَِﻴ ِﺪﻩِ ﻳَـ ﻘ‬
ٍ ‫ ﺑِ ِﺴﻮ‬‫ ﻓـَﻮﺟ ْﺪﺗُﻪ ﻳﺴ ﺘﻦ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻨﺒِﻰ‬‫اﻟ‬
َ َْ َ ُ َ َ 
105). Hadits no. 244
“Haddatsanaa Abu an-Nu’maan ia berkata, haddatsanaa Hammaad bin Zaid dari Ghoilaan
bin Jariir dari Abi Burdah dari Bapaknya ia berkata : ‘aku mendatangi Nabi sholallahu alaihi
wa salam, aku mendapati Be liau sholallahu alaihi wa salam sedang menggosok giginya dengan
siwak dan berkata : “uk uk”, sedangkan siwak ditangannya, seolah-olah mau muntah’.

Biografi Perowi Hadits


Semua perow inya telah berlalu.

Berkata Imam Bukhori :


َ َ‫ﺼﻮرٍ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻰ َواﺋِ ٍﻞ َﻋ ْﻦ ُﺣ َﺬﻳْـ َﻔﺔَ ﻗ‬
‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺎل َﻛﺎ َن اﻟﻨ‬ ٌ ِ‫ﺪﺛـََﻨﺎ َﺟﺮ‬ ‫ﺎل َﺣ‬
ُ ‫ﻳﺮ َﻋ ْﻦ َﻣ ْﻨ‬ َ َ‫ﺪﺛـََﻨﺎ ُﻋﺜْ َﻤﺎ ُن ﻗ‬ ‫ َﺣ‬- 245
‫اك‬ِ ‫ﺴﻮ‬ ‫ﻴ ِﻞ ﻳﺸُﻮص ﻓَﺎﻩُ ﺑِﺎﻟ‬‫ إِ ذَا ﻗَﺎم ِﻣﻦ اﻟﻠ‬- ‫وﺳﻠﻢ‬
َ ُ َ ْ َ َ
106). Hadits no. 245
“Haddatsanaa Utsmaan ia berkata, haddatsanaa Jariir dari Manshuur dari Abi Wail dari
Khudzaifah rodhiyallahu anhu ia berkata : ‘Nabi sholallahu alaihi wa salam jika bangun dari
tidurnya, menggosok giginya dengan siwak’.
HR. Muslim no. 616

Biografi Perowi Hadits


Semua perow inya telah berlalu.

Penjelasan Hadits :
1. Hadits ini menunjukkan mulianya syariat Islam, dimana sangat
memperhatikan masalah kebersihan, bahkan Nabi sholallahu alaihi wa
salam bersabda :
‫ﻳﻤﺎ ِن‬
َ ‫ﻮر َﺷﻄْ ُﺮ ا ِﻹ‬
ُ ‫ُﻬ‬‫اﻟﻄ‬
“Kebersihan separuh iman” (HR. Muslim).
2. Bagi orang yang tidak memiliki gigi, maka boleh menggosok-gosok
mulutnya dengan jarinya, sebagaimana terdapat dalam hadits, namun
tidak shahih dari Nabi sholallahu alaihi w a salam :

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 369


‫ ﻳُ ْﺪ ِﺧ ُﻞ‬: ‫ﺎل‬
َ َ‫ﺼَﻨ ُﻊ ؟ ﻗ‬
ْ َ‫ﻒ ﻳ‬
َ ‫ َﻛْﻴ‬: ‫ ﻧـَ َﻌ ْﻢ ؛ ﻗـُﻠْ ﺖ‬: ‫ﺎك ؟ ﻗَﺎ َل‬
ُ ‫ﺐ ﻓُﻮُﻩ ؛ َوﻳَ ْﺴَﺘ‬ ِ َ ‫ ﻳﺎ رﺳ‬: ‫ﻗـُﻠْﺖ‬
ُ ‫ﺮ ُﺟ ُﻞ ﻳَ ْﺬ َﻫ‬ ‫ﻪ اﻟ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬ َُ َ
ِ‫أُﺻﺒـ ﻌﻪ ﻓِﻲ ﻓَ ِﻤﻪ‬
ُ َ ُْ
“aku (Aisyah rodhiyallahu anha) berkata :’wahai Rasulullah ada seorang yang sudah habis
giginya, apakah ia bersiwak juga?’, Nabi sholallahu alaihi wa salam menjawab : “iya”,
kataku lagi : ‘bagaimana caranya?”, Nabi sholallahu alaihi wa salam menjawab : “jarinya
dimasukkan kedalam mulutnya” (HR. Thabrani dalam Ausath, dihoifkan oleh Imam
Shon’ani dan Imam Al Albani).
3. Bersiwak akan mendatangkan ridho dari Allah Ta’aalaa, Nabi sholallahu
alaihi w a salam bersabda :
 ‫ﺮ‬ ‫اك َﻣﻄْ َﻬ َﺮةٌ ﻟِﻠْ َﻔ ِﻢ َﻣ ْﺮﺿَﺎةٌ ﻟِﻠ‬
‫ب‬ ُ ‫ﺴَﻮ‬ ‫اﻟ‬
“Siwak membersihkan mulut dan menyebabkan ridho Rabb kita” (HR. Bukhori).
4. Siw ak biasanya menggunakan kayu arok yang secara medis tela h
dibuktikan dapat memperkuat gigi dan manfaat lainnya bagi kesehatan
terutama gigi. Adapun jika bersiwak menggunakan sikat gigi dan odol,
sebagaimana yang dilakukan oleh masyarakat, maka termasuk
didalamnya. Majelis ulama Saudi yang pada waktu itu diketuai Imam bin
Baz pernah memberikan fatwa no. 5545 berikut teksnya :
‫ ﻫﻞ اﺳﺘﻌﻤﺎل اﻟﻔﺮﺷﺔ ﻟﻸﺳﻨﺎن ﻣﻊ اﻟﻤﻌﺠﻮن ﺟﺎﺋﺰ أم ﻻ ﻋﻠﻤﺎ أﻧﻪ ﻻ ﻳﻜﺘﻔﻰ ﺑﻪ ﻋﻦ اﻟﺴﻮاك؟‬:‫س‬
:‫ وﺑﻌﺪ‬..‫ اﻟﺤﻤﺪ ﷲ وﺣﺪﻩ واﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم ﻋﻠﻰ رﺳﻮﻟﻪ وآﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ‬:‫ج‬
.‫ﻳﺠﻮز ﺗﻨﻈﻴﻒ اﻷﺳﻨﺎن ﺑﺎﻟﻔﺮﺷﺔ ﻣﻊ اﻟﻤﻌﺠﻮن‬
.‫وﺑﺎﷲ اﻟﺘﻮﻓﻴﻖ وﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻰ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ وآﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ وﺳﻠﻢ‬
‫اﻟﻠﺠﻨﺔ اﻟﺪاﺋﻤﺔ ﻟﻠﺒﺤﻮث اﻟﻌﻠﻤﻴﺔ واﻹﻓﺘﺎء‬
‫ﻋﻀﻮ ﻋﻀﻮ ﻧﺎﺋﺐ اﻟﺮﺋﻴﺲ اﻟﺮﺋﻴﺲ‬
‫ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻗﻌﻮد ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻏﺪﻳﺎن ﻋﺒﺪ اﻟﺮزاق ﻋﻔﻴﻔﻲ ﻋﺒﺪ اﻟﻌﺰﻳﺰ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﺑﺎ ز‬
Soal : apakah menggunakan sikat gigi dan odol boleh atau tidak, sebagaimana
diketahui bahw a itu tidak mencukupi dengan menggunakan siw ak?
Jawab : boleh membersihkan gigi dengan sikat gigi dan odol.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 370


ِ ‫ﺴﻮ‬
‫اك إِﻟَﻰ اﻷَ ْﻛَﺒ ِﺮ‬ َ ‫ ﺑﺎب َدﻓْ ِﻊ اﻟ‬- 74
Bab 74 Memberikan Siwak kepada yang Lebih Tua

Penjelasan :
Yakni ini adalah bab tentang adab-adab dalam masalah siwak,
diantaranya ketika ada 2 orang yang meminta siwak, maka hendaknya kita
berikan kepada yang lebih tua diantara mereka. Karena ini termasuk bab
menghormati orang tua. Nabi sholallahu alaihi w a salam bersabda :
‫ﺎ‬‫ﺲ ِﻣﻨ‬ ِ
َ ‫ﻖ َﻛﺒﻴﺮِﻧَﺎ ﻓَـ َﻠ ْﻴ‬ ‫ف َﺣ‬
ْ ِ‫ َوﻳَـ ْﻌﺮ‬،‫ﻴﺮﻧَﺎ‬ِ ‫ﻣﻦ ﻟَﻢ ﻳـﺮﺣ ﻢ‬
َ ‫ﺻﻐ‬
َ ْ َ َْ ْ ْ َ
“Barangsiapa yang tidak menyayangi yang lebih kecil diantara kami dan tidak mengenal
haknya orang yang lebih besar, maka bukan golongan kami” (HR, Abu Dawud, Tirmidzi dan
selainnya, dishahihkan oleh Imam Al Albani).

Berkata Imam Bukhori :


َ َ‫ ﻗ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ن اﻟﻨ‬ َ‫ﺻ ْﺨ ُﺮ ﺑْ ُﻦ ُﺟ َﻮﻳْﺮِﻳَﺔَ ﻋَ ْﻦ ﻧَﺎﻓِ ٍﻊ ﻋَ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤ َﺮ أ‬
» ‫ﺎل‬ َ ‫ﺪﺛـَﻨَﺎ‬ ‫ﻔﺎ ُن َﺣ‬ َ‫ﺎل ﻋ‬ َ َ‫ َوﻗ‬- 246
‫ﻴﻞ ﻟِﻰ‬ ِ ِ َ‫ﺴﻮا َك اﻷ‬ ‫ﺖ اﻟ‬
َ ‫ ﻓَﻘ‬، ‫ﺻﻐَ َﺮ ﻣﻨْـ ُﻬ َﻤﺎ‬ْ
ِ
َ ُ ْ‫ ﻓَـَﻨ َﺎوﻟ‬، ِ‫َﺣ ُﺪ ُﻫ َﻤﺎ أَ ْﻛﺒَـ ُﺮ ﻣ َﻦ اﻵ َﺧ ﺮ‬
ِ ِ ٍ ِِ
َ ‫ ﻓَ َﺠ َﺎءﻧ ﻰ َر ُﺟ ﻼَن أ‬، ‫ﻮ ُك ﺑﺴ َﻮاك‬ ‫أ ََراﻧ ﻰ أَﺗَ َﺴ‬
ِ
‫ﺎﻣ َﺔ َﻋ ْﻦ ﻧَﺎﻓِ ٍﻊ َﻋ ِﻦ‬ ِ َ ‫ﻪِ ا ْﺧَﺘ‬‫ﺎل أَﺑُﻮ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬
َ ‫ﺼ َﺮُﻩ ﻧُـ َﻌ ْﻴ ٌﻢ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ اﻟ ُْﻤَﺒ َﺎرك َﻋ ْﻦ أ‬
َ ‫ُﺳ‬ َ َ‫ ﻗ‬. « ‫ ﻓَ َﺪﻓـَ ْﻌُﺘ ُﻪ إِﻟَﻰ ا ﻷَ ْﻛَﺒ ﺮِ ِﻣﻨْـ ُﻬ َﻤﺎ‬. ‫ـ ْﺮ‬‫َﻛﺒ‬
‫اﺑْ ِﻦ ُﻋ َﻤ َﺮ‬
107). Hadits no. 246
“Áffaan berkata, haddatsanaa Sokhr bin Juwairiyyah dari Naafi’ dari Ibnu Umar
rodhiyallahu anhu bahwa Nabi sholallahu alaihi wa salam berkata : “aku bermimpi sedang
bersiwak, lalu datang 2 orang laki-laki, salah satunya lebih tua, aku memberikan siwak
kepada yang lebih kecil, maka dikatakan kepadaku, berikan kepada yang lebih besar, maka aku
memberikannya kepada yang lebih besar”.
Abu Abdillah (Imam Bukhori) berkata : ‘Nu’aim meringkasnya dari Ibnu Mubaarok dari
Usamah dari Naafi’ dari Ibnu Umar rodhiyallahu anhu’.
HR. Muslim no. 6071

Penjelasan biografi perowi hadits :

1. Nama : Abu Utsman ‘Affaan bin Muslim


Kelahiran : Wafat tahun 219 H di Baghdad
Negeri tinggal : Baghdad

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 371


Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Maín, Imam Abu Hatim,
Imam Ibnu Sa’ad, Imam al-Íjli dan Imam Ibnu Hibban.
Hubungan Rowi : Sohkroh adalah salah seorang gurunya, sebagaimana
ditulis oleh Imam Al Mizzi.

2. Nama : Abul Naafi’ Shokhroh bin Juwairiyyah


Kelahiran : -
Negeri tinggal : Bashroh
Komentar ulama : Ditsiqohkan oleh Imam Ahmad, Imam Ibnu Saád, Imam
Dzuhli dan Imam Ibnu Hibban. Imam Abu Hatim, Imam
Abu Zur’ah dan Imam Nasa’i menilaianya, laa ba’sa bih.
Hubungan Rowi : Naafi’ adalah salah seorang gurunya, sebagaimana ditulis
oleh Imam Al Mizzi.

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu
Hajar)

Penjelasan Hadits :
1. Hadits ini mu’alaq, Al Hafidz dalam “al-Fath” berkata :
‫ﺎ َن َوَﻛ َﺬ ا أ َْﺧ َﺮَﺟ ُﻪ أَﺑُﻮ ﻧُـَﻌ ْﻴ ٍﻢ َوا ﻟْﺒَـﻴْـ َﻬﻘِ ّﻲ ِﻣ ْﻦ‬‫ﻲ َوﻏَْﻴﺮﻩ َﻋ ْﻦ َﻋﻔ‬ ِ‫ﻐَﺎﻧ‬‫ﻤﺪ ْﺑﻦ إِ ْﺳ َﺤﺎ ق اﻟ ﺼ‬ ‫ﻴﺤﻪِ َﻋ ْﻦ ُﻣ َﺤ‬
ِ ‫وﻗَْﺪ وﺻﻠَﻪ أَﺑﻮ ﻋﻮاﻧ َﺔ ﻓِﻲ ﺻ ِﺤ‬
َ َ ََ ُ ُ َ َ َ
ِ‫ﻃَﺮِﻳﻘِﻪ‬
“hadits ini disambungkan sanadnya oleh Abu ‘Aw aanah dalam shahihnya dari
Muhammad bin Ishaq ash-Shon’ani dan selainnya dari ‘Affaan, demikian juga
riw ayat dari Abu Nu’aim dan Baihaqi dari jalannya”.
2. Adab dalam bermuamalah dengan manusia, mendahulukan orang yang
lebih tua.
3. Nabi sholallahu alaihi wa salam adalah orang yang cinta kebersihan,
sehingga Beliau selalu dalam keadaan bersih dan wangi tubuhnya.
Begitulah seharusnya umatnya, tidak berpenampilan dekil, apalagi
beralasan bahwa hal tersebut dilakukan dalam rangka beribadah.

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 372


ِ ‫ﺿ‬
‫ﻮء‬ َ َ‫ﻀ ِﻞ َﻣ ْﻦ ﺑ‬
ُ ‫ﺎت َﻋﻠَﻰ اﻟ ُْﻮ‬ ْ َ‫ ﺑﺎب ﻓ‬- 75
Bab 75 Keutamaan Orang Tidur Dalam Kondisi Berwudhu

Penjelasan :
Bab ini berisi penjelasan keutamaan bagi orang yang sebelum tidur
berwudhu dan berdoa. Karena tidur adalah saudaranya maut, sehingga
diharapkan jika ajalnya datang pada saat ia tidur, ia dalam kondisi suci dan
meninggal diatas fitrah, sebagaimana hadits yang akan dibawakan ole h
Imam Bukhori nanti –Insya Allah-. Nabi sholallahu alaihi w a salam bersabda:
ِ ‫ﻮم أَ ُﺧﻮ اﻟْﻤﻮ‬‫اﻟﻨـ‬
‫ت‬ َْ ُْ
“Tidur saudaranya kematian” (hadits shahih, Insya Allah akan ditakhrij pada kesempatan
lain).

Berkata Imam Bukhori :


‫ﺼ ﻮرٍ َﻋ ْﻦ َﺳ ْﻌ ِﺪ ﺑْ ِﻦ ُﻋﺒَـ ْﻴ َﺪةَ َﻋ ِﻦ‬ َ َ‫ﻪِ ﻗ‬‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟﻠ‬
ُ ‫ﺎل أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ ُﺳ ْﻔَﻴﺎ ُن َﻋ ْﻦ َﻣ ْﻨ‬ َ َ‫ﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ُﻣ َﻘﺎﺗِ ٍﻞ ﻗ‬ ‫ﺪﺛَـَﻨﺎ ُﻣ َﺤ‬ ‫ َﺣ‬- 247
‫ﻢ‬ ُ‫ ﺛ‬، ِ‫ ﻼَة‬‫ﻮء َك ﻟِﻠﺼ‬ ِ ‫اﻟْﺒـﺮ‬
َ‫ﺿ‬ ُ ‫ﺄْ ُو‬‫ﻚ ﻓـَﺘَـ َﻮﺿ‬َ ‫ﻀ َﺠ َﻌ‬ْ ‫ﺖ َﻣ‬ َ ‫ » إِ ذَا أَﺗَـ ْﻴ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫ﺎل اﻟﻨ‬ َ َ‫ﺎل ﻗ‬ َ َ‫ب ﻗ‬ ٍ ِ‫اء ﺑْ ِﻦ َﻋﺎز‬ََ
َ ‫ْت ﻇَ ْﻬ ﺮِى إِﻟ َْﻴ‬
‫ﻚ‬ ُ ‫ْﺠﺄ‬ َ ‫ َوأَﻟ‬، ‫ﻚ‬ َ ‫ﺖ أ َْﻣ ﺮِى إِﻟ َْﻴ‬
ُ ‫ﺿ‬ْ ‫ﻮ‬ َ‫ َوﻓـ‬، ‫ﻚ‬ َ ‫ﺖ َو ْﺟ ِﻬ ﻰ إِﻟ َْﻴ‬ُ ‫َﺳﻠَ ْﻤ‬ ْ ‫ أ‬‫ ُﻬﻢ‬‫ ﻗُ ِﻞ اﻟﻠ‬‫ ﺛُﻢ‬، ‫ﻚ اﻷَﻳْ َﻤ ِﻦ‬ َ ‫ﺿﻄَ ِﺠ ْﻊ َﻋﻠَ ﻰ ِﺷﻘ‬ ْ ‫ا‬
‫ ِﺬى‬‫ﻚ اﻟ‬ َ ‫ َوﺑَِﻨﺒِﻴ‬، ‫ﺖ‬ َ ْ‫ ِﺬى أَﻧـْ َﺰﻟ‬‫ﻚ اﻟ‬ َ ِ‫ﺖ ﺑِﻜَِﺘﺎ ﺑ‬ُ ‫ َآﻣ ْﻨ‬‫ ُﻬ ﻢ‬‫ اﻟﻠ‬، ‫ﻚ‬ َ ‫ ﻻَ َﻣﻠْ َﺠﺄَ َوﻻَ َﻣ ْﻨ َﺠﺎ ِﻣ ْﻨ‬، ‫ﻚ‬
َ ‫ إِﻟَْﻴ‬‫ﻚ إِﻻ‬ َ ‫ َرﻏَْﺒﺔً َوَر ْﻫَﺒﺔً إِﻟ َْﻴ‬،
َ َ‫ ﻗ‬. « ِ‫ ُﻢ ﺑِﻪ‬‫آﺧ َﺮ َﻣﺎ ﺗـََﺘ َﻜﻠ‬
- ‫ﻰ‬ ِ‫ﺒ‬‫دْﺗـُ َﻬ ﺎ ﻋَﻠَ ﻰ اﻟ ﻨ‬‫ﺎل ﻓـَ َﺮد‬ ِ ‫ﻦ‬ ‫ واﺟﻌ ﻠْﻬ‬، ِ‫ﺖ ﻋَﻠَ ﻰ اﻟْﻔِﻄْﺮة‬
ُ َْ َ َ َ ْ‫ﻚ ﻓَﺄَﻧ‬ َ ِ‫ﺖ ِﻣ ْﻦ ﻟَﻴْـﻠَﺘ‬
 ‫ ﻓَِﺈ ْن ُﻣ‬. ‫ﺖ‬ َ ْ‫أ َْر َﺳﻠ‬
، َ‫ ﻗَﺎ َل » ﻻ‬. ‫ﻚ‬ َ ِ‫ﺖ َوَر ُﺳﻮﻟ‬ ُ ‫ ﻗُـ ْﻠ‬. « ‫ﺖ‬ َ ْ‫ ِﺬى أَﻧْـ َﺰﻟ‬‫ﻚ اﻟ‬
َ ِ‫ﺖ ﺑِﻜَِﺘﺎﺑ‬
ُ ‫آﻣ ْﻨ‬َ ‫ﻢ‬ ‫ ُﻬ‬‫ﺖ » اﻟﻠ‬ ُ ْ‫ﻤﺎ ﺑَـ َﻠﻐ‬ ‫ ﻓَـ َﻠ‬- ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
«‫ﺖ‬ َ ‫ ِﺬى أ َْر َﺳ ْﻠ‬‫ﻚ اﻟ‬ َ ‫ﻴ‬ِ‫َوﻧَﺒ‬
108). Hadits no. 247
“Haddatsanaa Muhammad bin Muqootil ia berkata, akhbaronaa Abdullah ia berkata,
akhbaronaa Sufyaan dari Manshuur dari Sa’id bin ‘Ubaidah dari al-Baroo’ bin ‘Aazib
rodhiyallahu anhu ia berkata, Nabi sholallahu alaihi wa salam bersabda : “jika engkau hendak
tidur, berwudhulah seperti wudhu untuk sholat, lalu engkau berbaring diatas lambung kanan,
lalu berdoa : “Ya Allah, aku menyerahkan wajahku kepada-Mu, aku serahkan urusanku
kepada-Mu, aku hadapkan punggungku kepada-Mu dan keadaan harap dan cemas kepada-
Mu, tidak ada tempat kembali dan tempat bersandar kecuali kepada-Mu. Ya Allah aku
beriman kepda kitab yang telah Engkau turunkan dan kepada Nabi yang telah E ngkau utus”.
Jika engkau meninggal dunia pada malam itu, maka engkau telah berada diatas fitrah, maka
jadikanlah doa ini sebagai akhir ucapanmu”.
Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 373
Al-Baroo’ rodhiyallahu anhu berkata : ‘lalu aku mengulangi doa tersebut dihadapan Nabi
sholallahu alaihi wa salam, maka ke tika sampai : “Ya Allah aku beriman kepada kitab yang
telah Engkau turunkan ...”, aku berkata : ‘dan rasul-Mu’. Maka Nabi sholallahu alaihi wa
salam berkata : “bukan, dan Nabi yang telah Engkau utus”.
HR. Muslim no. 7057

Biografi Perowi Hadits


Semua perow inya telah berlalu, Abdullah adalah ibnul Mubarok; Sufyaan
adalah ats-Tsauri dan Manshuur adalah ibnul Mu’tamir.

Penjelasan Hadits :
1. Hadits ini menunjukkan keutamaan seorang yang berwudhu lalu
membaca doa sebagaimana diatas sebelum tidur, karena seandainya
Allah Ta’aalaa menakdirkan ia wafat pada saat tidur, maka ia meninggal
dalam kondisi dia tas fitrah, yakni diatas isla m. Sebagaimana dalam
hadits Nabi sholallahu alaihi wa salam :
‫ َﺴﺎﻧِﻪ‬‫ َﺮاﻧِﻪِ أ َْو ﻳُ َﻤ ﺠ‬‫ﻮ َداﻧِﻪِ أ َْو ﻳُـَﻨﺼ‬ ‫ ﻓَﺄَﺑـََﻮا ُﻩ ﻳُـ َﻬ‬، ِ‫ُﻮد ﻳُﻮﻟَ ُﺪ َﻋﻠَ ﻰ اﻟْﻔِﻄْ َﺮة‬
ٍ ‫ﻞ ﻣﻮﻟ‬ ‫ُﻛ‬
َْ
“Setiap anak dilahirkan diatas fitrah, kedua orang tuanyalah yang menyebabkan ia
menjadi Yahudi, Nashroni atau Majusi” (Muttafaqun Álaih).
Maka sangat jelas dalam hadits ini, bahwa yang dimaksud fitrah adala h
agama Islam.
2. Meninggal diatas islam adalah cita-cita para Nabi alaihi salam dan tentu
saja setiap orang yang beriman. Allah berfirman ketika menceritakan
w asiat Nabi Ibrohim dan Nabi Ya’qub alaihi salam :
‫ﻻ َوأَﻧـُْﺘ ْﻢ ُﻣ ْﺴﻠِ ُﻤﻮن‬ ِ‫ﻦ إ‬ ُ‫ﻳﻦ ﻓَ َﻼ ﺗَُﻤﻮﺗ‬
َ ‫ﺪ‬ ‫اﺻﻄََﻔ ﻰ ﻟَ ُﻜ ُﻢ اﻟ‬
ِ
ْ ‫ َﻪ‬‫ن اﻟﻠ‬ ِ‫ﻲ إ‬ ‫ﻮب ﻳَﺎ ﺑَﻨ‬
ِ ِ ‫ ﻰ ﺑِﻬﺎ إِﺑـ ﺮ ِاﻫ‬‫ووﺻ‬
ُ ُ‫ﻴﻢ ﺑَﻨﻴﻪ َوﻳَـ ْﻌﻘ‬
ُ َْ َ ََ
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula
Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama
ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam".” (QS. Al
Baqoroh : 132).
3. Hadits ini anjuran agar menutup aktivitas pada hari itu dengan berwudhu
dan membaca doa ini, sebelum beranjak tidur. Ibnu Umar rodhiyallahu
anhu adalah salah seorang sahabat yang senantiasa mengamalkan hadits
ini, sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnu Bathool dalam “Syarah
Bukhori”.
4. Hadits ini memberikan faedah bahwa dalam lafadz-lafadz doa yang
diajarkan Rasulullah sholallahu alaihi wa salam tidak boleh diganti
dengan yang semakna, karena lafadz-lafadz ini mengandung sisi

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 374


Jaw amiúl kalam yang secara khusus diberikan kepada Nabi sholallahu
alaihi w a salam.

Alhamdulillah dan sholawat serta Salam terlimpahcurahkan kepada


Nabi kita Muhammad sholallahu alaihi wa salam, kepada ahlu baitnya,
kepada para sahabatnya dan umatnya semua yang senantia sa mengikuti
petunjuk Beliau. Atas rakhmat dan karunia Allah, maka syarah Shahih
Bukhori kitab Wudhu ini, dapat kami selesaikan. Semoga Allah memberikan
keutamaan dan tambahan umur dan ilmunya kepada kita semua, sehingga
syarah-syarah shahih Bukhori berikutnya dapat diselesaikan, sesuai
petunjuk Allah Ta’aalaa. Amiin

Penjelasan Shahih Bukhori Kitab Wudhu Hal 375

Anda mungkin juga menyukai