Anda di halaman 1dari 8

M AKALAH

Tentang

Utang Piutang dalam Islam

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Ketua :

Anggota :

SMAN 6 KENDARI
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah Utang Piutang dalam Islam ini dapat
diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan
kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita
selaku umatnya.

Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam dan Budi Pekerti. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah Utang Piutang dalam Islam ini. Dan kami
juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah
membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan isi makalah.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan
makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Saya menyadari masih banyak
kekurangan dalam penulisan makalah Utang Piutang dalam Islam ini sehingga
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT,
dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Utang Piutang
dalam Islam ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutamanya bagi umat Islam.

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hakekat manusia yang bersifat sosial, dimana orang tak dapat hidup sendiri harus saling membantu baik
dalam kesusahan maupun kebaikan. Seperti halnya pada harta dimana saat melihat saudara semuslim
kita kesusahan contohnya dalam harta dan sngat mendesak alangkah lebih baik kita membantu, yaitu
dengan cara menghutangi dengan catatan orang yang di hutangi akan membayar jika sudah tiba
waktunya dan ada untuk pengembaliannya.

Hutang di perbolehkan dalam islam karena ada kaitannya dengan ayat dalam al Quran yang berbunyi
taawun yang berarti tolong menolong.

Hutang piutang adalah perkara yang tidak bisa dipisahkan dalam interaksi kehidupan manusia.
Ketidakmerataan dalam hal materi adalah salah satu penyebab munculnya perkara ini. Selain itu juga
adanya pihak yang menyediakan jasa peminjaman (hutang) juga ikut ambil bagian dalam transaksi ini.

Islam sebagai agama yang mengatur segala urusan dalam kehidupan manusia juga mengatur mengenai
perkara hutang piutang. Konsep hutang piutang yang ada dalam Islam pada dasarnya adalah untuk
memberikan kemudahan bagi orang yang sedang kesusahan. Namun pada zaman sekarang, konsep
muamalah sedikit banyak telah bercampur aduk dengan konsep yang diadopsi dari luar Islam. Hal ini
sedikit demi sedikit mulai menyisihka, menggeser, bahkan bisa menghilangkan konsep muamalah Islam
itu sendiri. Oleh karena itulah, perkara hutang piutang ini penting untuk diketahui oleh umat Islam agar
nantinya bisa melaksanakan transaksi sesuai dengan yang telah disyariatkan oleh Allah swt.

Bertolak dari apa yang sedikit diuraikan di atas, makalah ini dibuat untuk memaparkan apa yang telah
disyariatkan oleh agama Islam terkait al-Qardh (hutang piutang) dengan kajian normatif yang dikutip
dari berbagai sumber terkait definisi, landasan hukum, hukum qardh, dan lain sebagainya.

Hutang piutang adalah perkara yang tidak bisa dipisahkan dalam interaksi kehidupan manusia.
Ketidakmerataan dalam hal materi adalah salah satu penyebab munculnya perkara ini. Selain itu juga
adanya pihak yang menyediakan jasa peminjaman (hutang) juga ikut ambil bagian dalam transaksi ini.

Islam sebagai agama yang mengatur segala urusan dalam kehidupan manusia juga mengatur mengenai
perkara hutang piutang. Konsep hutang piutang yang ada dalam Islam pada dasarnya adalah untuk
memberikan kemudahan bagi orang yang sedang kesusahan. Namun pada zaman sekarang, konsep
muamalah sedikit banyak telah bercampur aduk dengan konsep yang diadopsi dari luar Islam. Hal ini
sedikit demi sedikit mulai menyisihka, menggeser, bahkan bisa menghilangkan konsep muamalah Islam
itu sendiri. Oleh karena itulah, perkara hutang piutang ini penting untuk diketahui oleh umat Islam agar
nantinya bisa melaksanakan transaksi sesuai dengan yang telah disyariatkan oleh Allah swt.

Bertolak dari apa yang sedikit diuraikan di atas, makalah ini dibuat untuk memaparkan apa yang telah
disyariatkan oleh agama Islam terkait al-Qardh (hutang piutang) dengan kajian normatif yang dikutip
dari berbagai sumber terkait definisi, landasan hukum, hukum qardh, dan lain sebagainya.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Hutang

Di dalam fiqih Islam, hutang piutang atau pinjam meminjam telah dikenal dengan istilah Al-Qardh.
Makna Al-Qardh secara etimologi (bahasa) ialah Al-Qath’u yang berarti memotong. Harta yang
diserahkan kepada orang yang berhutang disebut Al-Qardh, karena merupakan potongan dari harta
orang yang memberikan hutang. Qardh secara etimologi merupakan bentuk masdar dari qaradha asy-
syai’- yaqridhuhu, yang berarti dia memutuskanya. Qardh adalah bentuk masdar yang berarti memutus.
Dikatakan qaradhtu asy-syai’a bil-miqradh, aku memutus sesuatu dengan gunting. Al-Qardh adalah
sesuatu yang diberikan oleh pemilik untuk dibayar. Adapun qardh secara terminologis adalah
memberikan harta kepada orang yang akan memanfaatkannya dan mengembalikan gantinya
dikemudian hari. Menurut Firdaus at al., qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat
ditagih atau diminta kembali. Dalam literature fikih, qardh dikategorikan dalam aqad tathawwu’i atau
akad saling membantu dan bukan transaksi komersil.

Hutang piutang termasuk salah satu sikap dalam islam karena terkait dengan kata saling tolong
menolong. Berikut ini dalil Al-Qur'an terkait Hutang Piutang :

Quran Surat Al-Baqarah 2:282

‫ق‬ُّ ‫ب َك َما عَلَّ َمهُ هَّللا ُ ۚ فَ ْليَ ْكتُبْ َو ْليُ ْملِ ِل الَّ ِذي َعلَ ْي ِه ْال َح‬ َ ُ‫ب كَاتِبٌ أَ ْن يَ ْكت‬ َ ْ‫ ۚ َو ْليَ ْكتُبْ بَ ْينَ ُك ْم كَاتِبٌ بِ ْال َع ْد ِل ۚ َواَل يَأ‬#ُ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا إِ َذا تَدَايَ ْنتُ ْم بِ َدي ٍْن إِلَ ٰى أَ َج ٍل ُم َس ّمًى فَا ْكتُبُوه‬
ۖ ‫ض ِعيفًا أَوْ اَل يَ ْست َِطي ُع أَ ْن يُ ِم َّل ه َُو فَ ْليُ ْملِلْ َولِيُّهُ ِب ْال َع ْد ِل ۚ َوا ْستَ ْش ِهدُوا َش ِهي َدي ِْن ِم ْن ِر َجالِ ُك ْم‬ َ ْ‫ق َسفِيهًا أَو‬ ُّ ‫ق هَّللا َ َربَّهُ َواَل يَبْخَسْ ِم ْنهُ َش ْيئًا ۚ فَإِ ْن َكانَ الَّ ِذي َعلَ ْي ِه ْال َح‬ ِ َّ‫َو ْليَت‬
‫ب ال ُّشهَدَا ُء ِإ َذا َما ُدعُوا ۚ َواَل تَسْأَ ُموا أَ ْن‬ ْ ‫أ‬
َ َ َ ‫ي‬ ‫اَل‬‫و‬ ۚ ‫ى‬ ٰ ‫ر‬
َ ‫خ‬ْ ُ ‫أْل‬‫ا‬ ‫ا‬ ‫م‬
َ ُ ‫ه‬ ‫َا‬
‫د‬ ْ‫ح‬ ‫إ‬
ِ َ‫ر‬ ِّ
‫ك‬ َ
‫ذ‬ ُ ‫ت‬َ ‫ف‬ ‫ا‬ ‫م‬
َ ُ ‫ه‬ ‫َا‬
‫د‬ ْ‫ح‬‫إ‬ ‫ل‬
َّ
ِ ِ ‫َض‬ ‫ت‬ ْ
‫ن‬ َ ‫أ‬ ‫ء‬
ِ َ ‫َا‬
‫د‬ ‫ه‬‫ش‬ُّ ‫ال‬ ‫م‬
َ‫ضَوْ نَ ِ ن‬ ْ‫َر‬ ‫ت‬ ْ
‫ن‬ ‫م‬ ‫م‬ ‫َان‬ ‫ت‬َ ‫أ‬ ‫ر‬ ‫م‬‫ا‬ ‫و‬
َّ ِ ِ َ ْ َ ُ َ ِ ُ َ ‫ل‬
ٌ ‫ج‬ ‫ر‬َ ‫ف‬ ‫ْن‬
‫ي‬ َ ‫ل‬ ‫ج‬ ‫ر‬ #
‫ا‬ َ ‫ن‬‫و‬ ُ
‫ك‬ ‫ي‬ ‫م‬َ
َ ْ ِ َ‫ف‬
‫ل‬ ْ
‫ن‬ ‫إ‬
‫ْس َعلَ ْي ُك ْم ُجنَا ٌح أَاَّل‬ ُ
َ ‫اض َرةً تُ ِديرُونَهَا بَ ْينَك ْم فَلَي‬ ِ ‫ارةً َح‬ ُ َ ‫اَّل‬ ‫اَّل‬َ َ َّ ْ َ ‫هَّللا‬ ْ ُ ْ َ ُ ٰ
َ ‫ص ِغيرً ا أوْ َكبِيرً ا إِلَ ٰى أ َجلِ ِه ۚ َذلِك ْم أق َسط ِعن َد ِ َوأق َو ُم ِللشهَا َد ِة َوأ ْدن َٰى أ تَرْ تَابُوا ۖ إِ أ ْن تَكونَ تِ َج‬ َ َ َ ُ‫تَ ْكتُبُوه‬
‫َي ٍء َعلِي ٌم‬ ْ ‫ق ِب ُك ْم ۗ َواتَّقُوا هَّللا َ ۖ َويُ َعلِّ ُم ُك ُم هَّللا ُ ۗ َوهَّللا ُ ِب ُكلِّ ش‬ ٌ ‫ُضا َّر كَاتِبٌ َواَل َش ِهي ٌد ۚ َوإِ ْن تَ ْف َعلُوا فَإِنَّهُ فَسُو‬ َ ‫تَ ْكتُبُوهَا ۗ َوأَ ْش ِهدُوا ِإ َذا تَبَايَ ْعتُ ْم ۚ َواَل ي‬

Artinya:" Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya
dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah
ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang
berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan,
maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang
lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-
saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu
enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil
maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan
persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu´amalahmu itu), kecuali jika mu
´amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu
tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit
menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu.
Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu".
2.2. KONSEP HUTANG DALAM ISLAM

Konsep berhutang menurut perspektif Islam ialah memberikan sesuatu kepada seseorang dengan perjanjian
bahawa orang yang diberi pinjam itu akan membayar dengan kadar sama.

Firman Allah S.W.T bermaksud “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya” (Surah al-Baqarah ayat 282).

Secara dasarnya Islam membolehkan kepada seseorang untuk berhutang atas faktor yang memaksa seperti
masalah kesempitan hidup. Namun begitu, perlu diperjelaskan di sini bahawa bebanan bakal diterima si
penghutang adalah berat, terutama jika hutang tidak dibayar. Lebih berat jika dia meninggal dunia dalam keadaan
hutang tidak diselesaikan.

Dalam Islam berhutang memang diharuskan. Islam memberi galakan kepada umatnya, agar memberi bantuan
kepada saudara-saudaranya, lebih-lebih lagi dalam hal keperluan asasi. Hutang yang dibenarkan dalam Islam
hanyalah hutang Al Qard dengan maksud pinjaman. Di mana hutang atau pinjaman ini diberikan kepada orang
yang sangat memerlukan bantuan, tanpa melibatkan bayaran lebih semasa bayaran balik hutang tersebut. Orang
yang memberikan hutang tidak boleh mengenakan bayaran tambahan ke atas hutang itu, kerana jumlah tambahan
ke atas hutang itu dikenali sebagai RIBA yang amat dilarang dalam Islam.

Dalam konsep hutang dalam islam di jelaskan juga bahwa membayar hutang adalah wajib. Sesungguhnya
melambat-lambatkan bayaran hutang, amatlah besar sekali akibatnya dalam kehidupan manusia, bukan sahaja di
dunia, bahkan juga di akhirat. Selain itu memberikan kelonggaran bagi hutang juga memperoleh kebaikan.
Rasulullah s.a.w bersabda; “Barang siapa yang memberikan kelonggaran waktu pada hutangnya orang fakir dan
miskin atau membebaskannya, maka Allah memberikan kepadanya naungan di hari Kiamat di bawah naungan
arasyNya, ketika tidak ada naungan kecuali naunganNya .” Hadis riwayat Imam Al Tirmidhi. Rujuk Sunan al Tirmidhi
Jil. II.

- Macam – Macam Hutang

Hutang dalam hukum Islam terbagi menjadi dua bagian: hutang yang baik (qardh hasan) dan hutang berbunga
(qardh ribawi).

a) Hutang Baik atau Hutang Halal

Hutang piutang yang halal adalah transaksi hutang dari pemberi hutang kepada orang yang hutang berdasarkan
pada belas kasih pada terhutang (muqtaridh) agar supaya mengembalikan dengan nilai yang sama tanpa syarat
lebih.

b) Hutang Ribawi atau Hutang Haram


Yaitu harta yang diberikan pada orang yang hutang dengan syarat mengembalikannya dengan nilai lebih dari yang
jumlah yang dihutang.Dan hutang ini sangat dilarang oleh Allah SWT. Hutang dengan unsur riba akan sangat
merugikan bagi salah satu pihak. Inilah salah satu alasan kenapa Islam melarang adanya praktik riba. Larangan Riba
ini ditegaskan dalam salah satu ayat Alquran yaitu :

Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 278-280

ٍ ْ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َو َذرُوا َما بَ ِق َي ِمنَ الرِّ بَاإِن ُكنتُم ُّم ْؤ ِم ِنينَفَإِن لَّ ْم تَ ْف َعلُوا فَأْ َذنُوا ِب َحر‬
ْ ‫ب ِّمنَ هَّللا ِ َو َرسُو ِل ِه ۖ َوإِن تُ ْبتُ ْم فَلَ ُك ْم ُرءُوسُ َأ ْم َوا ِل ُك ْم اَل ت‬
‫َظ ِل ُمونَ َواَل‬
َ ُ ُ ُ َّ ُ
َ‫َص َّدقوا خَ ْي ٌر لك ْم ۖ إِن كنت ْم تَ ْعل ُمون‬ َ
َ ‫ظلَ ُمون ََوإِن َكانَ ُذو ُعس َْر ٍة فن َِظ َرة إِل ٰى َم ْي َس َر ٍة ۚ َوأن ت‬
َ ٌ َ ْ ُ‫ت‬

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut)
jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba),
maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Dan jika (orang yang berhutang
itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua
utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahu".i

- Rukun Hutang

Dalam Hutang Piutang Harus Sesuai Rukun yang Ada :

Ø Ada yang berhutang / peminjam / piutang / debitor

Ø Ada yang memberi hutang / kreditor

Ø Ada ucapan kesepakatan atau ijab qabul / qobul

Ø Ada barang atau uang yang akan dihutangkan

2.3 HUKUM HUTANG PIUTANG

Hukum Hutang piutang pada asalnya diperbolehkan dalam syariat Islam. Bahkan orang yang memberikan hutang
atau pinjaman kepada orang lain yang sangat membutuhkan adalah hal yang disukai dan dianjurkan, karena di
dalamnya terdapat pahala kebaikan yang besar. Adapun dalil-dalil yang menunjukkan disyariatkannya hutang
piutang ialah sebagaimana berikut ini:

Dalil dari Al-Qur’an dalam Q.S al Baqarah ayat 245 :

َ ‫اعفَهُ لَهُ أَضْ َعافًا َك ِث‬


َ‫ َوهَّللا ُ يَ ْق ِبضُ َويَ ْبسُطُ َوإِلَ ْي ِه تُرْ َجعُون‬#ً‫يرة‬ َ ‫َم ْن َذا الَّ ِذي يُ ْق ِرضُ هَّللا َ قَرْ ضً ا َح َسنًا فَي‬
ِ ‫ُض‬

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah),
maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah
menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah: 245).

Nabi juga bersabda:

َ ‫َما ِم ْن ُم ْس ِل ٍم يُ ْق ِرضُ ُم ْس ِل ًما قَرْ ضً ا َم َّرتَي ِْن ِإالَّ َكانَ ك‬


ً‫َص َدقَ ِتهَا َم َّرة‬
“Setiap muslim yang memberikan pinjaman kepada sesamanya dua kali, maka dia itu seperti orang yang
bersedekah satu kali.” HR. Ibnu Majah .

Hukum hutang piutang bersifat fleksibel tergantung situasi kondisi dan toleransi. Pada umumnya
pinjam-meminjam hukumnya sunah / sunat bila dalam keadaan normal. Hukumnya haram jika
meminjamkan uang untuk membeli narkoba, berbuat kejahatan, menyewa pelacur, dan lain sebagainya.
Hukumnya wajib jika memberikan kepada orang yang sangat membutuhkan seperti tetangga yang
anaknya sedang sakit keras dan membutuhkan uang untuk menebus resep obat yang diberikan oleh
dokter.

Dari pembahasan di atas, kita telah mengetahui dan memahami bahwa hukum berhutang atau meminta
pinjaman adalah diperbolehkan, dan bukanlah sesuatu yang dicela atau dibenci. Namun meskipun
demikian, Islam menyuruh umatnya agar menghindari hutang semaksimal mungkin jika ia mampu
membeli dengan tunai atau tidak dalam keadaan kesempitan ekonomi. Karena hutang, menurut
Rasulullah , merupakan penyebab kesedihan di malam hari dan kehinaan di siang hari. Hutang juga
dapat membahayakan akhlaq, sebagaimana sabda Rasulullah yang artinya : “Sesungguhnya seseorang
apabila berhutang, maka dia sering berkata lantas berdusta, dan berjanji lantas memungkiri.” (HR.
Bukhari).

MANFAAT ATAU SISI POSITIF UTANG PIUTANG

Hutang piutang dapat memberikan banyak manfaat / syafaat kepada kedua belah pihak. Hutang piutang
merupakan perbuatan saling tolong menolong antara umat manusia yang sangat dianjurkan oleh Allah
SWT selama tolong-menolong dalam kebajikan. Hutang piutang dapat mengurangi kesulitan orang lain
yang sedang dirudung masalah serta dapat memperkuat tali persaudaraan kedua belah pihak.

BAB 3
KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai