Paper Tutorial
“HYDROPS FETALIS”
Jawab :
HF – IMUNE (10%)
Pada penelitian terbaru, tiga CMV monyet diakui sebagai spesies dalam klasifikasi ICTV
terbaru, sedangkan virus dari monyet rhesus (RhCMV), simpanse (ChCMV), dan monyet
hijau Afrika (AgmCMV). CMV isolat dari babun, burung hantu, dan monyet bajing juga telah
dijelaskan. CMVs lebih besar dari herpesvirus lainnya (200-300 nm diameter) dan cenderung
disebabkan pleomorfik dengan bentuk amplop tidak teratur. Genom CMV merupakan genom
terbesar di antara genom virus herpes. ChCMV adalah relatif dekat CMV manusia (HCMV).
Genom HCMV dan ChCMV hampir sempurna. Pada saat yang sama homologi urutan gen
orthologous dalam genom ada di moderat rata-rata rendah. Meskipun RhCMV jelas lebih jauh
dari HCMV dari ChCMV, fitur penting dari infeksi HCMV cukup erat tercermin pada monyet
rhesus terinfeksi RhCMV. Model monyet rhesus (RhCMV) menyediakan peluang bagus
untuk mempelajari patogenesis penyakit CMV dalam sebuah host immunocompromised,
terutama SIV-imunosupresi kera dengan SAIDS. Walaupun penyakit bawaan CMV tidak
teramati di kera, dapat eksperimen diinduksi oleh inokulasi langsung intrauterine fetus
monyet rhesus dengan RhCMV. Pengembangan vaksin profilaksis efektif dan HCMV terapi,
kompleksitas tugas yang tangguh, dapat difasilitasi oleh pengujian berbagai protokol
imunisasi menggunakan RhCMV / model monyet rhesus. Virus CMV akan aktif apabila host
mengalami penurunan kondisi fisik, seperti wanita yang sedang hamil atau orang yang
mengalami pencangkokan organ tubuh. Jika infeksi pada wanita hamil terjadi pada awal
kehamilannya maka kelainan yang ditimbulkan semakin besar. Hanya sekitar 5 hingga 10
bayi yang terinfeksi CMV selama masa kehamilan menunjukkan gejala kelainan sewaktu
dilahirkan. Gejala klinis yang umum dijumpai adalah berat badan rendah, hepatomegali,
splenomegali, kulit kuning, radang paru - paru, dan kerusakan sel pada jaringan syaraf pusat.
Gejala non syaraf akan muncul pada beberapa minggu pertama, cacat pada jaringan syaraf
yang akan berlanjut menjadi kemunduran mental, gangguan pendengaran, dan gangguan
penglihatan. CMV lebih sering menyerang mata yang dapat dengan cepat menyebabkan
kebutaan. Bila tidak diobati CMV dapat menyebar ke seluruh tubuh dan menginfeksi ke
beberapa organ lain sekaligus. Risiko infeksi CMV paling tinggi terjadi bila sel CD4 kurang
dari 100.
4. Epidemiologi CMV
Infeksi CMV tersebar luas di seluruh dunia, dan terjadi endemik tanpa tergantung musim.
Iklim tidak mempengaruhi prevalensi. Pada populasi dengan keadaan sosial ekonomi yang
baik, kurang lebih 60 - 70% orang dewasa, menunjukkan hasil pemeriksaan laboratorium
positif terhadap infeksi CMV. Keadaan ini meningkat kurang lebih 1% setiap tahun. Pada
keadaan sosial ekonomi yang jelek, atau di negara berkembang, lebih dari atau sama dengan
80 - 90% masyarakat terinfeksi oleh CMV. Lisyani dalam observasi selama setahun di tahun
2004, mendapatkan dari 395 penderita tanpa keluhan yang memeriksakan diri untuk antibodi
anti-CMV, 344 menunjukkan hasil pemeriksaan IgG (imunoglobulin G) seropositif, 7 dari
344 penderita tersebut juga disertai IgM positif, dan 3 penderita hanya menunjukkan hasil
IgM positif. Total seluruhnya 347 orang atau 87,8 % menunjukkan seropositif.4 Hasil
observasi ini menyokong pendapat bahwa sangat banyak masyarakat kita yang terinfeksi oleh
CMV, dan sebagian besar sudah berjalan kronik dengan hanya IgG seropositif, tanpa
menyadari bahwa hal tersebut telah terjadi. CMV merupakan penyebab infeksi kongenital dan
perinatal yang paling umum di seluruh dunia. Prevalensi infeksi CMV kongenital bervariasi
luas di antara populasi yang berbeda, ada yang melaporkan sebesar 0,2 –3% 5, ada pula
sebesar 0,7 sampai 4,1%. Peneliti lain mendapatkan angka infeksi 1%-2% dari seluruh
kehamilan. Ogilvie melaporkan bahwa penularan seperti ini terjadi kira-kira pada 1 dari 3
kasus wanita hamil.7 Infeksi fetus in utero yang terjadi ketika ibu mengalami reaktivasi,
reinfeksi, biasanya bersifat asimtomatik saat lahir dan kurang menimbulkan sequelae (gejala
sisa) dibandingkan dengan infeksi primer. Hal ini disebabkan karena antibodi IgG anti-CMV
maternal dapat melewati plasenta dan bersifat protektif. Keadaan asimtomatik saat lahir
dijumpai pada 5 –17%, ada pula yang melaporkan 90% dari infeksi CMV kongenital. Infeksi
kongenital simtomatik dapat terjadi bila ibu terinfeksi dengan strain CMV lain. Numazaki
melaporkan sekitar 7% kasus dengan gejala cytomegalic inclusion disease (CID) dijumpai
pada saat lahir, sedangkan Lipitz melaporkan sebesar 10 – 15%, dan dapat menimbulkan
risiko kehilangan pendengaran sensorineural yang progresif (progressive sensorineural
hearing loss atau SNHL), atau lain-lain defek perkembangan neurologik (retardasi mental) di
kemudian hari. Progresivitas komplikasi neurologik ini berhubungan dengan infeksi CMV
yang persisten, replikasi virus atau respons tubuh anak .
Daftar Pustaka :
1. http://eprints.undip.ac.id/321/1/MA_Lisyani_Budipardigdo_Suromo.pdf
2. http://mikrobia2.files.wordpress.com/2008/05/i-putu-chandradinita078114002.pdf
3. Sjahjurachman A. Biologi virus herpes. Dalam:Daili SF, Makes WI Editor. Infeksi virus
herpes. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2002; 3-21.
4. rsudrsoetomo.jatimprov.go.id/.../55-infeksi-herpes-pada-pasien-imunokompeten
5. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35232/4/Chapter%20II.pdf
6. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani5.pdf
7. http://www.pdfio.net/k-4400586.html
8. Anonim, 2007, Cytomegalovirus http://www.stlukeseye.com,diakses tanggal 15 april
2008