Anda di halaman 1dari 5

JurnalKeperawatan

Jurnal KeperawatanVolume
Volume10
10NoNo2,2,Hal
Hal138
138- -142,
142,Maret
September
2018 2018 Sekolah TinggiISSN
Ilmu2085-1049 (Cetak)
Kesehatan Kendal
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal ISSN 2549-8118 (Online)

ASUHAN KEPERAWATAN PSIKOSOSIAL: KETIDAKBERDAYAAN PADA


KLIEN DENGAN GAGAL JANTUNG
Tarnimatul Ummah1, Ice Yulia Wardani2, Giur Hargiana2
1
Perawat RS Fatmawati Jakarta
2
Departemen Keperawatan Jiwa, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Tarnimatul.ummah@gmail.com

ABSTRAK
Ketidakberdayaan dapat terjadi pada individu yang menderita gagal jantung akibat tanda gejala yang
dirasakan, dan menjadi permasalahan psikososial yang berpengaruh pada fungsi fisik individu dengan
gagal jantung. Studi kasus ini memaparkan asuhan keperawatan psikososial ketidakberdayaan yang
dilakukan pada kliendengan gagal jantung. Implementasi keperawatan yang dilakukan berupa
menggali perasaan, melatih berpikir positif, mengidentifikasi aspek positif diri yang masih dapat
dilakukan sesuai kemampuan, dan memilih target realistis yang dapat dicapai. Hasil studi kasusu
menunjukkan bahwa intervensi keperawatan ketidakberdayaan yang optimal dengan melibatkan
keluarga menunjukkan penerimaan terhadap penyakit pada kliendan menumbuhkan rasa berdaya,
sehingga klien mampu menumbuhkan harapan positif dan tujuan realistis dalam hidupnya. Hubungan
timbal balik antara kesehatan fisik dan psikososial kliengagal jantung perlu dipenuhi sebagai dasar
pemberian asuhan keperawatan yang holistik.

Kata kunci: psikososial, ketidakberdayaan, gagal jantung.

PSYCHOSOSIAL NURSING CARE: EMPOWERMENT IN CLIENTS WITH FAILURE


HEART

ABSTRACT
Powerlessness can occur in individuals who suffer from heart failure due to signs of perceived
symptoms, and become psychosocial problems that affect the physical function of individuals with
heart failure. This case study describes the psychosocial nursing care of helplessness conducted in
patients with heart failure. Nursing implementation is carried out in the form of exploring feelings,
practicing positive thinking, identifying positive aspects of self that can still be done according to
ability, and choosing realistic targets that can be achieved. The results of this case study show that
optimal helpless nursing interventions by involving the family show acceptance of the disease in the
patient and foster a sense of empowerment, so that the client is able to foster positive expectations and
realistic goals in his life. The reciprocal relationship between physical and psychosocial health of
heart failure patients needs to be fulfilled as the basis of holistic nursing care.

Keyword: Psychosocial, powerlessness, heart failure

PENDAHULUAN
Sebanyak 0.13% masyarakat Indonesia dasar sehari-hari. Kelelahan yang dirasakan
didiagnosis gagal jantung (Kementerian bergantung pada tingkat kemampuan toleransi
Kesehatan RI, 2013). Tanda dan gejala gagal aktivitas. Tanda dan gejala yang ditimbulkan
jantung adalah kelelahan, penurunan toleransi dapat memicu perasaan ketidakberdayaan.
aktivitas, edema, dan peningkatan berat badan Ketidakberdayaan adalah persepsi seseorang
(Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010). bahwa tindakannya tidak akan memengaruhi
Kelelahan menyebabkan perasaan tertekan, hasil secara bermakna; suatu keadaan ketika
yang digambarkan oleh kliensebagai rasa individu kurang dapat mengendalikan kondisi
menahan diri, menyangkal diri sendiri, dan tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan
terisolasi (Falk & Swedberg, 2007). Kelelahan (Herdman & Kamitsuru, 2014).
yang dirasakan dapat membuat individu
enggan dan tidak mampu untuk melakukan Ketidakberdayaan meluas ke perasaan
aktivitas, bahkan untuk memenuhi kebutuhan tertekan, ketidakamanan dan ancaman terhadap
138
Jurnal Keperawatan Volume 10 No 2, Hal 138 - 142, Maret 2018 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

identitas sosial dan pribadi (Hallett, Lora, & enak, dan lelah. Klien masuk dengan diagnosis
Couchman, 2015). Perasaan ketidakberdayaan asma dan gagal jantung.
umum terjadi pada klien yang dirawat beserta
keluarga yang menemaninya.Perasaan Semejak sakit klien tidak pernah ikut berlibur
ketidakberdayaan merupakan aspek psikosial ke luar kota bersama suami dan rekan
klien yang dapat memengaruhi prognosis kerjanya. Klien biasanya terlibat dalam
penyakit. Klien gagal jantung yang tidak kegiatan arisan dan pengajian, tetapi semenjak
memiliki pasangan mempunyai angka sakit gagal jantung klien tidak bisa
kematian yang lebih tinggi dibandingkan berpartisipasi mengkoordinasi acara. Teman-
kliengagal jantung yang sudah menikah (Shen, temannya pun meminta klien untuk tidak ikut
2017). Dukungan sosial dapat menjadi sumber karena kondisinya yang mudah lelah. Klien
koping kliendalam merasakan penurunan tidak merasa malu, tetapi sedih karena tidak
fungsi tubuh akibat penyakit. Dukungan sosial bisa ikut serta aktif. Saat sakit klien memiliki
pun dapat membantu klienuntuk melakukan hambatan dalam berhubungan dalam
aktivitas sehari-hari yang memerlukan kelompok karena merasa kesulitan untuk bebas
bantuan, sehingga klienmerasa dapat melakukan hal apapun di lingkungan akibat
mengontrol suatu hal meskipun dengan penurunan toleransi aktivitas. Secara observasi
bantuan orang terdekat. saat interaksi didapatkan, klien tampak lesu,
kontak mata ada meskipun tidak dipertahankan
Aspek fisik dan psikososial dinilai saling terus menerus dan sesekali memalingkan
berkaitan. Secara spesifik, ditunjukkan bahwa pandangan sambil menunduk. Klien merasa
tingginya angka depresi berhubungan dengan kewalahan melakukan kegiatan sehari-hari
buruknya fungsi fisik kliengagal jantung seperti makan, berpakaian, toileting, dan
(Deichert, 2007).Penelitian meta-analisis menjaga kebersihan diri. Klien tidak tampak
menunjukkan adanya peningkatan kualitas ditemani oleh keluarganya. Mood dan afek
hidup secara signifikan pada kliengagal sedih karena tidak dapat beraktivitas seperti
jantung yang mendapatkan intervensi sebelum sakit. Klien berpikir mengapa dirinya
psikososial (Samartzis, Dimopoulos, mendapatkan penyakit tersebut dan tidak bisa
Tziongourou, & Nanas, 2013). Ada suatu melakukan apapun lagi, meskipun sudah
kesinambungan antara aspek fisik dan bolak-balik rumah sakit sesaknya selalu saja
psikosial klien dalam prognosis penyakit. Oleh muncul dan tidak tertahankan. Klien bertanya-
karena itu, perlu dilakukan intervensi tanya mengapa harus dirinya yang
keperawatan jiwa pada kliendengan penyakit mendapatkan penyakit tersebut padahal dia
kronis seperti gagal jantung. anak bungsu, dan kakak-kakanya masih sehat,
bahkan ayahnya pun masih sehat. Klien
METODE terpikir ingin sekali bisa seperti orang lain,
Metode yang digunakan adalah studi kasus makan dan minum bebas tanpa merasa
dengan pemberian asuhan keperawatan, yaitu kelelahan dan sesak.
pengkajian, diagnosis, rencana, implementasi,
dan evaluasi. Penulis memberikan asuhan PEMBAHASAN
keperawatan fisik dan psikososial selama Penulis memberikan asuhan keperawaan pada
empat hari. Selanjutnya dilakukan analisis klien selama empat hari sebelum dan setelah
dengan membandingkan proses asuhan klien keluar dari ICU. Intervensi diawali
keperawatan yang telah dilakukan dengan teori dengan membina hubungan saling percaya dan
dan penelitian sebelumnya. menggali perasaan klien. Penggalian perasaan
ini disertai dengan afirmasi positif dan
HASIL motivasi untuk tetap bertahan menjalani
Klien berusia 38 tahun dari suku Sunda sudah pengobatan. Penelitian menunjukkan bahwa
menikah dan tinggal bersama keluarganya. intervensi psikologis, seperti terapi cognitive-
Klien dan keluarga biasa menggunakan bahasa behavioral, wawancara yang memotivasi,
Indonesia dicampur bahasa Sunda. Klien konseling tidak langsung, dan terapi suportif,
masuk IGD dengan keluhan sesak sejak 12 jam cenderung meningkatkan perawatan diri pada
sebelum masuk rumah sakit, dan nyeri perut. kliengagal jantung tanpa depresi klinis dan
Saat anamnesis, klien mengeluh mual, pusing gangguan kognitif (Lane et al., 2005).
tidak tertahankan, batuk, sesak, perut tidak
139
Jurnal Keperawatan Volume 10 No 2, Hal 138 - 142, Maret 2018 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Intervensi berikutnya adalah mendorong klien banyaknya terlebih dahulu sebelum turun dari
mengindentifikasi area situasi kehidupan yang tempat tidur. Klien mengungkapkan bahwa
dapat/tidak dapat dia kontrol.Intervensi ini sebelumnya dirinya sempat merasa berkunang
menghasilkan kesimpulan bahwa klien dapat jika toileing. Klien merasa mampu untuk
mengontrol pikirannya untuk menganggap melakukan hal tersebut secara mandiri jika
semua kejadian merupakan hal yang harus dilakukan secara perlahan. Akan tetapi, pada
dijalani dengan lapang dada. Klien pun hari ketiga, klien mengalami perburukan dan
mengungkapkan bahwa dirinya masih bisa penurunan kesadaran. Hal ini bisa saja karena
terlibat dalam pemenuhan kegiatan sehari-hari meskipun klien sudah berlatih berpikir positif,
yang bersifat ringan, seperti makan, mengganti dukungan dari keluarga masih dianggap tidak
pakaian, toileting, turun dari tempat tidur, ada oleh klien karena tidak tampak keluarga
mengubah posisi, dan membuka/ menutup bed yang secara intensif merawat klien saat di
side rile. Hal yang saat ini klien anggap tidak ruang rawat. Klien tidak melakukan makan
dapat dikontrol adalah persepsi dan asumsi seperti biasanya dengan alasan mual, meskipun
orang di sekitarnya yang tampak mengasihani medikasi mual sudah diberikan. Hal tersebut
dirinya dan membuatnya tampak bergantung. membuat klien tidak ingin makan dan
Intervensi berikutnya adalah melatih berpikir mengakibatkan turunnya nilai gula darah yang
positif. Pikiran positif yang diarahkan adalah memperburuk manifestasi gagal jantung dan
persepsi bahwa orang sekelilingnya membuatnya dipindahkan ke ICU. Keadaan
berperilaku demikian karena sayang kepada tersebut pun dapat terjadi karena perasaan
klien dan ingin keadaan yang terbaik untuknya. ketidakberdayaan yang belum dapat diatasi
Selain itu klien diarahkan untuk berpikir dengan sekali latihan berpikir positif karena
bahwa dulu klien sudah cukup aktif dan klien mengungkapkan secara verbal pikiran
melakukan segalanya secara mandiri, dan positifnya terhadap keadaan saat ini, tetapi
sekarang adalah waktu yang tepat untuk belum menunjukkannya secara perilaku aktif
dirinya beristirahat dan merasakan kasih dalam perawatan. Selain itu, secara fisik bisa
sayang dari orang sekelilingnya. Klien pun terjadi karena klien merasa mampu
menyetujui pemikiran tersebut, dan mulai memaksakan diri untuk melakukan toileting
menceritakan kembali perilaku-perilaku positif yang sebenarnya memerlukan pengawasan dari
yang ditunjukkan keluarga dan masyarakat perawat. Keadaan memaksakan diri tersebut
sekitar semenjak dirinya sakit. Penulis memberikan beban berlebih pada jantung.
memberikan afirmasi positif berdasarkan hal Keadaan lain yang mungkin menjadi pemicu
yang diungkapkan klien bahwa semua orang perburukan klien adalah patogenesis penyakit
tampak menyayangi dirinya. tuberculosis paru yang dideritanya meskipun
sudah mengonsumsi obat anti tuberculosis
Pengaruh dukungan sosial dan depresi selama tiga bulan. Hal ini ditunjukkan dengan
terhadap kepatuhan dapat menjadi target kunci munculnya diagnosis sekunder yang berupa
intervensi untuk meningkatkan manajemen MDR-TB (Multidrug-Resistant Tuberculosis).
penyakit dan perilaku merawat diri pada MDR-TB adalah suatu bentuk TB yang
kliengagal jantung(Maeda, Shen, Schwarz, disebabkan oleh bakteri yang tidak merespon
Farrell, & Mallon, 2013). Penelitian lain isoniazid dan rifampisin, obat anti-TB lini
menunjukkan bahwa pemaknaan positif dan pertama yang paling kuat (World Health
spiritualitas berhubungan terbalik dengan Organization, 2017).
gejala depresi pada kliengagal jantung (Sacco,
Park, Suresh, & Bliss, 2014). Hal tersebut Pada hari ketiga setelah klien kembali dari
berarti bahwa klien gagal jantung dengan ICU, penulis melakukan pengkajian kembali
pemaknaan positif/ pemikiran positif yang tentang perasaan klien saat di ICU dan saat
tinggi memiliki tingkat depresi yang rendah. setelah klien kembali. Klien menceritakan
Setelah itu, penulis mendorong klien bahwa saat di ICU dia merasa sangat kesal dan
mengambil sebanyak mungkin tanggung jawab sedih ketika badannya terasa kaku dan
untuk melakukan kegiatan perawatan diri membengkok pada jari tangan dan kakinya.
sesuai aspek yang dapat dikontrolnya.Pada Klien merasakan perasaan tersebut karena
latihan pertama, klien meminta untuk toileting dirinya merasa kaget dan kesal dengan perawat
secara mandiri dengan cara bergerak secara di sekitarnya yang tidak menggubris
perlahan dan menghirup oksigen sebanyak- panggilannya. Saat itu klien merasa sedih
140
Jurnal Keperawatan Volume 10 No 2, Hal 138 - 142, Maret 2018 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

hingga menitikan air mata karena tidak bisa dengan anaknya selama di rumah sakit dan di
berbuat apapun. Penulis pun mengidentifikasi rumah. Kegiatan tersebut tampak dilakukan
bahwa masalah ketidakberdayaan kembali oleh klien. Klien pun mengungkapkan bahwa
muncul pada klien. Penulis akhirnya memulai dirinya memiliki semangat yang tinggi untuk
kembali intervensi keperawatan psikososial bertahan dengan penyakit tersebut.
ketidakberdayaan dengan menggali perasaan Sebelum klienpulang, penulis mencoba
dan melatih untuk berpikir positif dimulai dari menggali aspek dukungan yang dapat
menilai keadaan saat ini. diperoleh klien ketika di rumah. Klien
mengungkapkan bahwa dirinya akan makan
Tampak adanya peningkatan dukungan dari dengan teratur dan beristirahat. Klien
keluarga ketika klien sudah kembali dari ICU. menyatakan bahwa pekerjaan rumah tangga
Klien tampak selalu ditemani oleh anggota sudah ada yang menggantikannya. Klien akan
keluarganya, baik siang, maupun malam hari. meminta anaknya untuk memasak makanan,
Keluarga klien pun mengungkapkan bahwa dan dirinya akan makan bersama keluarganya
saat itu anggota keluarga secara bergantian dan masih bisa menyuapi anaknya yang paling
menjaga klien dari pagi hingga malam. kecil. Klien merasa bersyukur memiliki anak-
Keluarga tampak ikut memberikan dorongan anak yang mandiri dan dapat menjaga orang
secara verbal maupun tindakan. Keluarga tuanya. Klien pun bersyukur masih diberikan
mengungkapkan hanya berharap klien kesempatan untuk sadar kembali setelah koma,
bersemangat untuk mengikuti pengobatan dan dan memiliki keluarga yang menyayanginya.
keluarga akan menemaninya. Keluarga dan Penelitian menunjukkan adanya peningkatan
klien pun sudah mengetahui perburukan yang kualitas hidup pada kliengagal jantung yang
terjadi menyebabkan klien menurun mengikuti intervensi psikososial, terutama
kemampuan fisiknya. Hal ini menunjukkan yang dilakukan secara tatap muka
adanya penambahan aspek dukungan sosial dibandingkan lewat telepon (Samartzis,
yang sebelumnya tidak didapatkan oleh klien Dimopoulos, & Tziongourou, 2013).
saat sebelum masuk ICU.
SIMPULAN DAN SARAN
Intervensi berikutnya adalah membantu klien Simpulan
menentukan tujuan realistis dan cara Ketidakberdayaan dapat muncul akibat
mewujudkan tujuan yang dapat klien capai. kebiasaan di masa lampau dan perubahan
Klien dipicu untuk menentukan kembali kemampuan fisik akibat penyakit. Persepsi
tujuannya saat ini yang realistis dapat dicapai. bahwa individu harus mandiri melakukan
Isu perasaan tidak aman dan berubah secara sesuatu dan ketidaksesuaian dengan perubahan
tidak langsung dapat diatasi dengan mengajak kemampuan saat ini membuat
individu untuk membicarakan situasi yang ketidakberdayaan dirasakan seiring dengan
konkrit dan kesulitan yang dia temukan di perjalanan penyakitnya. Ketidakberdayaan
kehidupan sehari-hari sebagai hasil dari hidup didukung dengan munculnya penyakit di usia
bersama penyakit kronis (Aujoulat, Luminet, produktif sementara tidak adanya faktor risiko
& Deccache, 2007). Klien pun dimotivasi penyakit yang dimiliki. Perasaan tidak berdaya
untuk membangun kembali harapan-harapan diperberat dengan prognosisyang kurang baik,
yang diinginkannya dengan menjadikan tanda bahkan menunjukkan perburukan dan masalah
gejala penyakit yang irreversible menjadi fisik baru yang semakin menurunkan fungsi
bagian dari hidupnya. tubuh saat klien dirawat. Latihan pola berpikir
positif, penentuan tujuan realistis, dan
Harapan realistis yang diinginkan oleh klien pelibatan keluarga sebagai sumber dukungan
adalah bisa melihat anak-anaknya tumbuh. sangat dibutuhkan oleh klien yang mengalami
Klien merasa bahwa harapan ini dapat ketidakberdayaan akibat penyakitnya. Asuhan
terwujud jika dirinya bersemangat dalam keperawatan yang diberikan mampu membuat
menjalani pengobatan. Aspek-aspek yang klien mempunyai semangat bertahan hidup
masih bisa dilakukannya secara mandiri adalah dengan pikiran positif, menentukan tujuan
makan, mengganti diaper, mengganti pakaian, hidupnya, dan memanfaatkan sumber
membuka/ menutup bed side rel, dan dukungan keluarga untuk mengatasi penurunan
mengubah posisi di kasur. Klien pun kemampuan tanpa merasa tidak berdaya.
mengungkapkan masih bisa bercengkrama
141
Jurnal Keperawatan Volume 10 No 2, Hal 138 - 142, Maret 2018 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Saran National Institute for Occupational Safety and


Penulis menyarankan agar asuhan keperawatan Health (NIOSH) (2010) Stress at Work,
psikososial harus dilakukan oleh perawat di U.S. DEPARTMENT OF HEALTH
ruang rawat umum sesuai dengan masalah AND HUMAN SERVICES, Public
keperawatan psikososial klien. Perawat perlu Health Service, Centers for Disease
senantiasa meningkatkan pengetahuan dan Control and Prevention, National
keterampilan dalam memberikan asuhan Institute for Occupational Safety and
keperawatan psikososial. Bidang perawatan Health, No. 99–101
dan diklat keperawatan diharapkan membantu
peningkatan kapasitas perawat terkait asuhan Ostmann, J., & Biddle, D., (2012) How to
keperawatan psikososial melalui kegiatan Build the Ideal Nurse Hiring
pelatihan dan supervisi kemampuan perawat Assessment, Boston, Massachusetts,
dan kegiatan sejenis lainnya. 2012.

Putra, S.T (2011) Psikoneuroimunologi


DAFTAR PUSTAKA Medicine, Ed-2, Airlangga University
Cascio, C.J. (2010) Somatosensory processing Press.
in neurodevelopmental disorders J
Neurodevelop Disord (2010) 2:62–69, Reekum, R., Stuss, D.T., Ostrander, L., (2005)
DOI 10.1007/s11689-010-9046-3 Apathy: Why Care? J Neuropsychiatry
Clin Neurosci 17:1, Winter 2005
Gelsema, T., Maes, S., & Akerboom, S. (n.d.) http://neuro.psychiatryonline.org.
(2005). Determinants of Job Stress in
the nursing Profession : a, 13–36. Roux, L., (2013) Destructive Thinking within
Religion: A Psycho-Pastoral Approach,
Grove, R., Baillie, A., Allison, C., Baron- Copyright © 2013 Stellenbosch
Cohen, S., and Hoekstra, Rs.A., (2014) University, All right reserved,
The latent structure of cognitive and Stellenbosch University .
emotional empathy in individuals with
autism, first-degree relatives and typical Smith, A (2006) Cognitive Empathy And
individuals Molecular Autism 2014, Emotional Empathy in Human Behavior
5:42, and Evolution, The Psychological
Record, 2006, 56, 3-21.
Klemenc-Ketis, Z and Kersnik, J., (2011)
Using movies to teach professionalism Yang, K and Yang, J (2013) A study of the
to medical students, BMC Medical effect of a visual arts-based program on
Education 2011, 11:60, the scores of Jefferson scale for
physician empathy, BMC Medical
Education 2013, 13:142,

142

Anda mungkin juga menyukai