Anda di halaman 1dari 133

1

HANDOUT

Nama Mata Kuliah : Statistik Sosial (2 SKS)


Nomor Kode : SOA 126
Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi
Jurusan : Sosiologi
Fakultas : Ilmu Sosial
Dosen Mata Kuliah : Drs. Zafri, M.Pd (4431)
Ike Sylvia, S.IP, M.Si (4446)
Pertemuan : 1

I. Learning Outcome (Capaian Pembelajaran)

Mahasiswa mampu menjelaskan konsep-konsep dasar


statistik

II. Materi Pokok:

1. Data
a. Pengertian Statistik
b. Fungsi dan Kegunaan Statistik

III. Uraian Materi

A. Pengertian Statistik

Sarana berpikir ilmiah dalam bidang filsafat, terutama sekali dalam bidang
Filsafat Ilmu, menggunakan bermacam cara, antara lain (1) bahasa, (2) logika, (3)
matematika dan (4) statistik. Kalau ditelusuri lebih spesifik, penggunaan logika,
membutuhkan waktu yang panjang dan mengalami kesulitan, kalau seseorang
peneliti lain ingin membuktikan kembali hasil logika tersebut karena sulit untuk
melakukan pengkajian ulang melalui penelitian ilmiah, mengikuti langkah-
langkah ilmiah yang pernah dilakukan seseorang dalam berlogika menemukan
sesuatu yang baru itu. Hasil perenungan tersebut perlu lagi dikaji dan dibuktikan
secara empiris dan iimiah untuk menemukan teori-teori baru dan universal. .
Bahasa adalah miliknya penelitian dengan pendekatan kualitatif, sedangkan
Statistik adalah pisau analisis penelitian dengan pendekatan kuantitatif. Statistik
2

dikembangkan oleh ahli Matematik untuk membantu manusia dalam


kehidupannya, secara matematis, dalam menghadapi berbagai persoalan yang
dihadapinya dalam kehidupan ini. Oleh karena itu Statistik adalah bagian dari
matematik. Pada awalnya Statistik lebih banyak muncul berupa angka-angka dari
suatu gejala atau fenomena dalam kehidupan bermasyarakat, seperti jumlah
penduduk, jumlah kecelakaan, jumlah siswa maupun perbandingan jumlah
penduduk kaya dalam suatu wilayah, namun perkembangan sekarang jauh lebih
luas lagi. Dengan menggunakan Ilmu Statistik yang tepat para peneliti atau bagian
perencanaan pada satu wilayah tingkat provinsi, tingkat kabupaten atau kota dapat
memperkirakan jumlah penduduk lima tahun yang akan datang. Kepala Dinas
Pendidikan Kabupaten atau Kota dapat meramalkan apakah Jumlah Penduduk
Usia Sekolah (school age population) Pendidikan Dasar, dan Pendidikan
Menengah di wilayahnya tahun–tahun mendatang akan bertambah atau akan
berkurang. Tentu saja hal ini akan sangat berpengaruh pada perencanaan program
selanjutnya. Demikian juga dengan pendapatan (income) di daerahnya. Perlu pula
diingat bahwa kalau data awalnya salah maka prediksinya juga akan jauh meleset.
Sehubungan dengan itu, Statistik bukan bekerja hanya dengan setumpuk
data yang telah terkumpul saja, tetapi jauh dari itu. Sebab kalau hanya
sekumpulan data semata, para penelti, pengolah data, atau individu yang bekerja
dalam bidang statistik, tidak pernah memahami: bagaimana data itu dikumpulkan,
siapa sumber datanya, apa teknik yang digunakan dalam pengumpulan data,
apakah dari populasi atau dari sampel, sehingga pemilihan teknik analisa data
sesuai dengan karakteristik menjadi sukar dan cendrung akan salah. Dari uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa :
Statistik diartikan sebagai prosedur, cara-cara maupun aturan-aturan yang
berkaitan dengan pengumpulan, penyajian pengolahan, analisis, penafsiran dan
penarikan kesimpulan terhadap data yang berbentuk angka atau data yang
diangkakan dengan mnggunakan asumsi-asumsi tertentu.
3

B. Jenis Statistik dan Fungsi Statistik

1. Jenis Statistik

Secara sederhana Statistik dapat dibedakan ke dalam dua golongan, yaitu:


(1) Statistik Deskriptif (Descriptive Statistics) dan (2) Statistik Inferensial
(Inferential Statistics). Statistik Deskriptif adalah prosedur, metode atau aturan-
aturan yang berkaitan dengan pengumpulan, penyajian pengolahan, analisis,
penafsiran dan penarikan kesimpulan terhadap suatu gugus data yang berbentuk
angka sehingga memberikan informasi yang berguna dan komunikatif. Suatu hal
perlu diingat dengan menggunakan teknik-teknik dalam kelompok Statistik
Deskriptif, peneliti tidak dapat membuat generalisasi, karena awal peneliti sudah
menyadari ia hanya akan mendeskripsikan tentang masalah dan bukan untuk
membuktikan suatu hipotesis.
Contoh:
Tabel 1: Frekuensi Kehadiran Penduduk Desa X dalam Gotong Royong
Desa f % Keterangan
A 10 7,69
B 15 11,54
C 10 7.69
D 15 11.54
E 16 12.31
F 15 11.54
G 15 11.54
H 34 26.15
Jumlah 130 100

Dari 130 penduduk desa yang dalam gotong royong seperti data di atas,
peneliti hanya dapat menggambarkan kondisi sebagaimana adanya, sesuai dengan
jumlah % di atas. Penduduk desa H ternyata yang terbanyak hadir, yaitu 26.15 %,
dan paling sedikit adalah desa A dan C. Masing-masing A dan C, hanya hadir 7,
69 % dan seterusnya. Itulah apa adanya, peneliti tidak mengatakan yang hadir
mewakili semua desa dalam wilayah X, karena dari data yang dikumpulkan itu
mewakili desa X. (secara repserentatif ). Apakah tidak mungkin penduduk yang
datang ditunjuk oleh ketua RT-nya. Andaikata ya, ini berarti penduduk yang
4

datang diambil secara purposive sampling. Oleh karena itu, kehadiran penduduk
desa dalam gotong royong tidak dapat digeneralisasikan kepada semua penduduk
desa X.
Statistik Inferensial adalah sebagai prosedur, metode maupun aturan-aturan
yang berkaitan dengan pengumpulan, penyajian pengolahan, analisis, penafsiran
dan penarikan kesimpulan terhadap sampel dan hasilnya dapat digeneralisasikan
terhadap populasi. Besarnya sampel yang diambil hendaklah mewakili
(representatif) dari populasi. Oleh karena itu sebelum menggunakan Statistik
Inferensial, asumsi dasar yang pada masing-masing rumus hendaklah terpenuhi,
termasuk juga di dalamnya keterwakilan aspek yang diteliti secara konseptual,
validitas dan reliabilitas instrumen, keterwakilan populasi dalam sampel, serta
besarnya jumlah sampel sesuai dengan rumus yang digunakan. Generalisasi
menjadi sangat berarti karena informasi yang dikumpulkan hanya bersumber dari
sebagian kecil responden, namun mewakili populasi.
Statistik Inferensial banyak digunakan dalam kehidupan bermasyarakat,
kalau peneliti ingin menguji, membuktikan atau melihat hubungan atau pengaruh
satu atau beberapa variabel bebas (independent variables) terhadap variabel
terikat (dependent variables). Beberapa teknik yang sering digunakan adalah :
teknik korelasi, analisis regresi, analisis variansi dan analisis faktorial.
Contoh: Seorang peneliti melakukan penelitian : Pengaruh Motivasi
Berprestasi, Intelegernsi dan Nilai Tes Masuk Perguruan Tinggi
terhadap Hasil Belajar Tahun I, Mahasiswa Fakultas Y pada Universitas
Z.
Berhubung karena peneliti ingin melihat pengaruh tiga variabel bebas dan
satu bebas pada salah satu fakultas (Y) dalam Universitas Z, maka peneliti sejak
awal sudah harus mendudukkan rancangan penelitiannya. Jurusan/program studi
yang diambil harus mewakili pada Y. Besarnya sampel untuk masing-masing
jurusan harus seimbang dan mewakili jumlah mahasiswa jurusan masing-masing
dalam fakultas Y. Selanjutnya sampel yang diambil hendaklah dilakukan secara
random/acak, dengan terlebih dahulu menentukan besarnya ukuran (magnitude)
sampel dahulu secara benar, dengan mengikuti pola-pola penentuan sampel,
5

seperti menggunakan rumus: Tuckman, Slavin, atau Udinsky. Di samping itu,


instrumen yang digunakan harus valid dan reliabel. Populasi penelitian adalah
sebagai berikut:
Tabel 2. Populasi Penelitian menurut Jurusan dalam Fakultas Y
No. Jurusan Jumlah Mahsiswa
1. Sosiologi 125
2. Sejarah 76
3. Geografi 95
4. Politik 154
Total Mahasiswa 450

Dalam menentukan besaran /sampel , peneliti menggunakan rumus Kricjie


dan Morgan, dengan p =.50 dan taraf kepercayaan 95%. Besaran sampel yang
didapat 207. Besarnya sampel menurut jurusan adalah sebagai berikut.
Tabel 3 : Populasi dan Sampel Penelitian
No. Jurusan Populasi Sampel
1. Sosiologi 125 57
2. Sejarah 76 35
3. Geografi 95 44
4. Politik 154 71
Jumlah 450 207

Selanjutnya peneliti menentukan secara acak/random masing-masing


individu dari tiap jurusan sesuai dengan besaran yang didapat seperti pada tabel 3
di atas. Dengan menggunakan instrument penelitian yang valid dan reliabel,
peneliti melakukan pengumpulan data dari 207 orang responden terpilih di atas.
Demikianlah seterusnya, sampai data Motivasi Berprestasi, Inteligensi, Nilai
Masuk Perguruan Tinggi serta Hasil Belajar (tahun berjalan) , terkumpul dari 207
orang mahasiswa.
Berhubung karena yang akan dicari pengaruh masing-masing variabel (4
variabel) dan juga pengaruh secara bersama-sama, maka perlu dilakukan uji
normalitas masing-masing variabel bebas dan uji linearitras antara masing-masing
variabel bebas dan variabel terikat. Seandainya semua data masing-masing
variabel normal dan linear, maka barulah tepat digunakan Product Moment
Correlation, dan Analisis Regresi Ganda. Hasil temuan penelitian terhadap
sampel, dapat digeneralisaikan terhadap populasi karena sampel yang dambil
6

secara acak dan mewakili populasi. Statistik Inferensial sering juga disebut
dengan Statistik Induktif.

2. Fungsi Statistik

Statistik dalam kehidupan manusia sehari-hari memegang peranan penting,


seperti juga bahasa dalam kehidupan individu. Dalam keseharian manusia
menghadapi berbagai problema, baik yang bersifat substantif maupun mekanis.
Fenomena yang nampak silih berganti dan masalah yang datang dan muncul di
luar kendali dan kadang-kadang manusia lepas kendali dan menyerah. Masalah
yang rumit dan kompleks dapat disederhanakan dengan menggunakan alat bantu
Statistik. Demikian juga manusia dapat meramalkan, atau memprediksi
bagaimana perkiraan jumlah penduduk miskin lima tahun yang akan datang
berdasarkan kecendurungan penduduk lima tahun yang lalu sampai dewasa ini.
Hal itu dapat dilakukan dengan bantuan Stratistik.
Oleh karena itu, Statistik sebagai alat bantu, sangat berguna dan dapat
digunakan dalam berbagai hal antara lain:
1. Dengan alat bantu Statistik seseorang dapat membuat perbandingan. Dari
data yang terkumpul peneliti dapat mencari nilai rata-rata dari dua kelompok
sehingga dapat memberikan kekuatan dan kelemahan masing kelompok.
2. Dengan alat bantu Statistik dapat meningkatkan efisiensi dalam kehidupan
bermasyarakat, dengan membatasi cara kerja dan cara berpikir.
3. Dengan Statistik dimungkinkan seseorang menyusun prediksi/peramalan
berdasarkan data yang telah diketahui, sah dan teruji kebenarannya.
4. Dengan Statistik dapat melihat ada/tidaknya hubungan di antara beberapa
variabel yang diteliti.
5. Dengan menggunakan Statistik dapat menyederhanakan data yang kompleks
menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami.
6. Dengan alat bantu Statistik peneliti dapat mengukur kebenaran suatu gejala
atau sumbangan atau besar pengaruh suatu gejala terhadap variabel yang
lain.
7. Dengan bantuan Statistik dapat menentukan hubungan sebab akibat.
7

C. Statistik dan Penelitian

Statistik dan penelitian kuantitatif merupakan dua bidang ilmu yang saling
bersinggungan secara terpola dan terkendali. Di samping itu, Statistik merupakan
landasan kegiatan-kegitan penelitian kuanttatif, karena salah satu ciri utama
penelitian kuantitatif: data yang dihasilkan berupa angka dan teknik analisis data
yang digunakan rumus-rumus dalam Statistik. Dipihak lain, Statistik berfungsi
mengumpulkan, mengolah, menyajikan, data berupa angka dan selanjutnya
menarik kesimpulan berdasarkan data tersebut. Statistik merupakan pisau utama
dalam penyajian data, analisis data maupun dalam penarikan kesimpulan hasil
penelitian.
Penelitian kuantitatif tidak akan terlaksana dengan baik dan temuan
penelitian kuantitatif tidak akan benar kalau teknik analisis yang digunakan tidak
sesuai dengan kaidah-kaidah Statistik. Umpama dalam pengambilan populasi dan
sampel penelitian. Seandainya peneliti menggunakan teknik persentase dalam
pengambilan sampel penelitian, umpama 20%. Apa dasar pertimbangan ilmiah
yang dapat digunakan kalau mengambil sampel 20% itu? Bagaimana pula kalau
populasinya hanya 100 orang atau 101 orang. apakah tetap 20% atau dirubah
menjadi 100% ?.
Dengan menggunakan Statistik, peneliti perlu memahami karakteristik
populasi, sehingga dapat diketahui proporsi subjek dalam populasi yang
menentukan besaran proporsi sampel. Di samping itu, telah ditentukan pula
kesalahan sampling dan kesalahan pengukuran yang dapat ditolerir. Kesalahan
sampling tidak melebihi α = .05, sebab pembuktian hipotesis, minimal mengacu
pada α = .05. Apabila hasil yang didapat, korelasinya α = 0.06, maka hipotesis
kerja tersebut ditolak.
Seperti telah disinggung dalam fungsi dan kegunaan Statistik, Guilford
menekankan keterkaitan Statistik dan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Statistik memungkinkan pencatatan data penelitian secara eksak.
2. Statistik memaksa peneliti menganut tahap pikir dan tata kerja yang definitif
dan eksak.
8

3. Statistik memberikan dasar-dasar untuk menarik kesimpulan/konklusi


melalui proses-proses yang mengikuti tat acara yang dapat diterima oleh
ilmu pengetahuan.
4. Statistik mengemukakan cara–cara meringkas data ke dalam bentuk yang
lebih banyak dan lebih mudah mengerjakannya.
5. Statistik memberikan landasan untuk meramalkan secara ilmiah tentang
bagaimana suatu gejala akan terjadi dalam kondisi-kondisi yang telah
diketahui.
6. Statistik memungkinkan peneliti menganalisa, dan menguraikan sebab-
akibat yang kompleks dan rumit, yang tanpa Statistik akan merupakan
peristiwa yang membingungkan atau kejadian yang tak teruraikan.
9

HANDOUT

Nama Mata Kuliah : Statistik Sosial (2 SKS)


Nomor Kode : SOA 126
Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi
Jurusan : Sosiologi
Fakultas : Ilmu Sosial
Dosen Mata Kuliah : Drs. Zafri, M.Pd (4431)
Ike Sylvia, S.IP, M.Si (4446)
Pertemuan : 2

I. Learning Outcome (Capaian Pembelajaran)

Mahasiswa mampu menjelaskan data statistik

II. Materi Pokok:

a. Jenis Data

b. Skala Pengukuran

III. Uraian Materi:

A. Jenis Data

Data dapat diartikan sebagai sejumlah fakta dan informasi tentang sesuatu
keadaan, fenomena atau suatu masalah yang diterima, baik berupa angka, kata-
kata, atau bentuk lain; lisan maupun tulisan. Data yang baik dalam suatu
penelitian hendaklah memenuhi beberapa syarat, yaitu : (1) dapat dipercaya, (2)
konsisten, (3) objektif, dan (4) relevan, (5) sesuai dengan perkembangan (up to
date). Dapat dipercayai, berarti data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan
instrumen yang baik dan benar serta dilaksanakan dengan baik pula. Konsisten
diartikan sebagai apabila data tersebut dikaji ulang dalam waktu yang relatif
pendek, data tidak berbeda secara berarti. Sedangkan objektif terkait dengan hasil
yang dicapai menggambarkan keadaan yang sebenarnya dan diproses secara benar
pula. Data yang terkumpul harus relevan dengan permasalahan yang
sesungguhnya. Oleh karena itu data yang dikumpulkan hendaklah mewakili
10

masalah atau fenomena yang akan dipecahkan. Jangan terjadi kesalahan tipe 3
dalam pembuktian hipotesisnya. Hipotesis diterima, tetapi bukan masalah yang
diteliti.
Data penelitian berdasarkan sumbernya dapat dibedakan dalam tiga
kategori, yaitu: (1) data primer, (2) data sekunder dan (3) data tertier.
Data primer adalah data yang diterima secara langsung dari objek yang
diteliti, dari tangan pertama. Umpama : Apabila peneliti tentang interaksi sosial
penduduk suku Minang, maka peneliti yang bersangkutan terjun langsung ke
daerah yang menjadi objek penelitian, dan peneliti mengamati secara langsung
interaksi penduduk tersebut. Peneliti dapat juga mengumpulkan data
menggunakan instrumen model Skala Sikap terhadap penduduk yang menjadi
sampel penelitian. Dalam kaitan ini pendekatan mixed method research akan
sangat membantu peneliti dalam menemukan data yang otentik dan dapat
dipercaya.
Data sekunder adalah data yang dikumpulkan merupakan data yang telah
diolah oleh instansi atau kelompok lain. Data yang diterima dalam bentuk
jadi/final, sehingga peneliti tidak mengolah lagi. Umpama : Data penduduk suatu
wilayah. Data tersebut telah diolah BPS, dan peneliti hanya “mengambilnya” saja
lagi. Ini berarti peneliti mengumpulkan data dari tangan kedua. Data skunder,
sangat tergantung pada ketepatan dan objektivitas pengolah data pada tahap
pertama. Andaikata pengolahan data pada tahap awal tidak dilakukan dengan baik
dan benar maka peneliti mewariskan pula yang data yang kurang tepat itu dalam
penelitiannya.
Data tertier adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari pihak
ketiga sehubungan dengan objek yang diteliti. Umpama : data tentang penduduk
miskin dalam suatu wilayah, yang disampaikan pihak ketiga. Pihak ketiga
menyampaikan informasi tersebut kepada peneliti, beserta sumber datanya. Untuk
data tertier ini, peneliti harus berhati-hati dan melakukan check and recheck
terhadap data tersebut.
11

Menurut sifatnya data penelitian dapat dibedakan dua kelompok pula, yaitu
(1) data kuantitatif, dan (2) data kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang
berbentuk angka atau bilangan. Seperti: Jumlah karyawan 1000 orang.
Jumlah mahasiswa laki-laki 100 orang
Tinggi badan Yessi 95 cm.
Data kuantitatif dapat dibedakan lagi menjadi data diskrit dan kontinyu.
Data diskrit adalah data yang pasti dan eksak dari hasil menghitung. Umpama:
Jumlah anak keluarga Ahmadi 2 (dua) orang. Angka 2 menunjukkan jumlah
anaknya sekarang hanya dua orang, tidak mungkin 2,5 atau 1,5. Sedangkan data
kontinyu data tesambung/kontiyu dengan data sebelum dan data sesudahnya.
Umpama: Tinggi badan sesorang
160.5 161.5 162.5 163.5
.
160 161 162 163 164
Tinggi badan seseorang 162 cm, sebenarnya adalah antara 161.5 cm dan 162.5 cm
Sedangkan data kualitatif adalah data yang tidak berbentuk bilangan. Data
ini berupa kata-kata, atau bahasa. Umpama;
Hari ini cuaca baik sekali
Orang tua Yenni sedih karena anaknya sakit.

B. Skala Pengukuran

Penggambaran suatu fenomena, gejala dan kejadian atau masalah yang


dijadikan objek penelitian secara utuh dan benar akan dapat dilakukan kalau
peneliti pengukuran, penilaian atau evaluasi secara tepat terhadap fenomena,
gejala dan kejadian itu. Penilaian itu akan benar apabila diguanakan instumen
yang valid dan reliabel. Di samping itu, instrumen yang digunakan bersifat praktis
dan mudah dilaksanakan.
Pengukuran yang valid dan reliabel, baik dan benar akan menjauhkan
peneliti dari bermacam sumber kesalahan dan termasuk di dalam kesalahan dalam
pengukuran (error of measurement) dan akan memberikan kesimpulan yang tepat,
benar dan berdaya guna.
12

1. Hakekat Pengukuran

Pengukuran (measurement) merupakan suatu prosedur dimana seseorang


menerapkan atau menetapkan angka/simbol terhadap suatu variabel/objek sesuai
dengan patokan, atau dapat juga merupakan penggolongan atau pengklasifikasian.
Beberapa pendapat tentang pengukuran adalah sebagai berikut:
a. Hill ( 1981 : ) menyatakan: measurement is the assigning of numbers to
attributes of objects, events, or people according to rules
b. Stevens (1951) berpendapat: “measurement may be viewed a a procedure
in which one assigns numerals, numbers or others simbols to empirical
properties (variabels) according torules
c. Campbell (1954) mengemukakan: measurement as the assignment of
numerals to object or events according to rules
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan dalam pengukuran ada
tiga konsep yang perlu dipertimbangkan:
a. Numerals, or simbols or numbers (angka atau simbol) yang dapat diolah
dengan statistik atau dimanipulasi secara matematis, seperti 1, 2, 3 dan
sebagainya.
b. Assigment (Penetapan atau penerapan). Ini berarti bahwa angka atau simbol
itu diterapkan terhadap objek atau kejadian tertentu yang dimaksudkan.
c. Rules (aturan). Aturan itu dimaksudkan sebagai patokan tentang
benar/tidaknya tindakan yang dilakukan atau suatu kejadian atau objek yang
dikuasai seseorang.
Dengan demikian jelaslah bahwa pengukuran atau penilaian terhadap suatu
objek yang diteliti perlu mengikuti prosedur yang benar, sehingga informasi yang
terkumpul benar-benar mewakili keadaan yang sesungguhnya.
2. Skala Pengukuran

Peringkat pengukuran (level of measurement) berkaitan erat dengan jenis


data yang akan dikumpulkan, tipe/bentuk/jenis instrument yang akan digunakan.
S.S Steven, 1951), mengkelasifikasikan peringkat skala pengukuran sebagai
berikut:
13

a. Pengukuran skala nominal


b. Pengukuran skala ordinal
c. Pengukuran skala interval
d. Pengukuran skala ratio
Keempat skala pengukuran di atas menpunyai ciri-ciri yang berbeda dan
selanjutnya akan menghasilkan data yang berbeda pula. Kondisi yang demikian
membawa dampak pula pada pemilihan teknik analisis data akan berbeda dan
sesuai dengan karakteristik data yang dikumpulkan.
a. Skala Nominal

Semua pengukuran kualitatif bersifat nominal. Pengklasifikasian atau


penggolongan atau pengkategorian berdasarkan nama atau simbol secara tuntas
dan lepas. Tidak ada tingkatan atau urutan. Semua variabel dijabarkan dalam
alternatif dengan kedudukan secara, saling lepas (mutual exclusive) dan tuntas
(exhaustive).
Umpama : Jenis kelamin 1. Laki-laki
2. Perempuan
Tempat tinggal 1.Desa
2.Kota
Pengukuran dengan skala nominal anak menghasilkan data nominal. Data-
data tersebut hanya dapat dianalisis dengan menggunakan teknik dalam kelompok
data nominal, antara lain: Mean, Median, Frekuensi, Grafik, Chi Squares, Lambda
dan Contigency Coefficient.
b. Skala Ordinal

Banyak variabel dalam penelitian tidak hanya dapat dikategorisasikan,


saling lepas dan tuntas , tetapi juga ada yang berhubungan antara satu dengan
yang lain. Relasi itu ditandai oleh tingkatan atau urutan menurut besarannya atau
karena sifanya. Dalam kaitan itu pengukuran skala ordinal lebih tepat digunakan.
Beberapa prinsip pengukuran skala ordinal adalah sebagai berikut:
14

1) Data yang ditemukan merupakan data ordinal dan dinyatakan dalam istilah dari
tinggi-rendah, seperti: sangat panas, panas, sedang, kurang panas, dingin (tetapi
tidak dinyatakan berapa panasnya.
Umpama : 1. Suhu udara : Sangat panas
Panas
Kurang panas
Atau
2.Dinyatakan dalam Urutan
No. Nama Urutan
1. Renny 5
2. Ahmadi 3
3 Dian 1
4 Resty 4
5 Wawan 2

2) Angka ordinal tidak menunjukkan bahwa interval angka sama


Angka itu hanya menunjukkan urutan dan tidak mungkin dibagi, ditambah
atau dikurangi.
Umpama : Urutan pertama dalam contoh pada nomor 2 di atas,
menunjukkan urutan yang paling tinggi, dibandingkan urutan kedua, ketiga dan
seterusnya, tetapi tidak dapat dikatakan Wawan (urutan ke 2), dua kali lebih pintar
dari Resty (urutan ke 4).
Contoh: Pendidikan menentukan perkembangan individu
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Kurang setuju
e. Tidak setuju
3) Pengukuran skala ordinal tidak mempunyai angka nol mutlak.
Umpama : Jika seseorang tidak dapat menyebutkan dengan benar satupun
dari lima belas kata yang diujikan; bukan berarti bahwa ia tidak dapat
menyebutkan satu kata.
4) Angka ordinal hanya menunjukkan urutan/rank order dan tidak lebih dari itu.
15

Oleh karena itu pengukuran dengan skala ordinal menghasilkan data


frekuensi, dalam arti klasifikasi rank order. Data ordinal dapat dirubah menjadi
bentuk nominal, tetapi bukan sebaliknya.
3. Pengukuran Skala Interval

Dalam pengukuran skala interval, jauh berbeda dari skala nominal dan
ordinal. Pada skala interval telah ada unit pengukuran. (unit of measurement)
tertentu, sehingga mempunyai jarak yang bersifat konstant.
Umpama: Secara berturut selama 7 hari, seorang peneliti mengukur dan
mengamati suhu badan seseorang. Hasilnya sebagai berikut:
Hari pertama 37o C Hari kelima 39.5oC
Hari kedua 38o C Hari keenam 40o C
Hari ketiga 39o C Hari ketujuh 38o C
Hari keempat 40o C
Dalam contoh di atas untuk mengukur panas badan seseorang digunakan
Celcius. Panas badan hari pertama, berbeda dengan hari kedua satu derajat
Celcius. Panas hari ketiga berbeda lagi dengan hari kedua. Panas badan hari ketiga
naik lagi satu derajat Celcius. Dapat juga dikatakan panas badan hari ketiga naik 2
derajat Celcius dari hari pertama. Panas badan ybs pada hari ketujuh 38 oC, sama
dengan panas badan hari kedua, namun lebih tinggi satu derajat dari hari pertama.
Skala interval tidak mempunyai nol mutlak, seperti dalam bilangan ratio.
Titik 0 dalam thermometer Celcius, tidak sama harganya dengan harga nol pada
bilangan ratio. Karena titik nol pada Celcius sama harganya dengan 32 pada
Fahrenheit. Masing-masing thermometer tersebut mempunyai unit pengukuran
sendiri-sendiri dan penempatan titik nol dilakukan secara “arbitrary”.
Dengan memperhatikan data dasar yang telah mempunyai unit pengukuran,
maka data interval dapat dirubah menjadi skala data ordinal dan selanjutnya dapat
pula dirubah menjadi klasifikasi seperti data nominal.
Contoh: Data Hasil penelitian tentang kemampuan dasar siswa (Inteligensi),
yang dikumpulkan dengan Tes. Kemampuan dasar, terhadap 30 orang sampel
penelitian, sebagai berikut:
16

143 115 111 119 75


149 117 114 88 130
125 118 115 94
128 112 116 93
130 115 119 90
135 117 97 88
134 118 92 95
Data interval tersebut dapat dalam bentuk data bergolong sebagai berikut:

Inteligensi Frekuensi
140 -159 2
120-139 6
100-119 15
80-99 6
60-79 1
Jumlah 30

Data dasar tersebut dapat lagi dimodifikasi dalam bentuk data ordinal
dengan mengelompokkan menjadi order : sangat tinggi, tinggi, sedang, kurang
dan kurang sekali.
Tinggi 8
Sedang 15
Kurang 7
Atau dapat juga dirubah menjadi lebih kompleks, sebagai berikut:
Tinggi Sedang Kurang
Laki-laki 4 7 3
Perempuan 4 8 4
Oleh karena itu dalam mengembangkan instrumen pengukuran perlu
dipertimbangkan dengan hati-hati, sehingga data yang terkumpul dapat diolah
dengan berbagai teknik Statistik sesuai dengan tujuan dan hasil yang ingin
dicapai.

4. Pengukuran Skala Ratio


17

Pengukuran dengan skala ratio mempunyai nilai nol mutlak, sehingga hasil
yang didapat dapat dikali atau dibagi. Umpama : Apabila jumlah kecelakaan tahun
2008 sebanyak 200 orang, sedangkan tahun 2010 sebanyak 400 orang, maka dapat
diartikan bahwa kecelakaan tahun 2010 dua kali lebih banyak dari tahun 2008.
Semua karakteristik yang dimilik data interval, ordinal dan nominal dimiliki oleh
data dengan menggunakan pengukuran skala ratio. Sehubungan dengan itu, maka
data dengan skala ratio dapat disusun dalam bentuk data interval, ordinal dan
nominal, sehingga memungkinkan teknik analisis yang digunakan jauh lebih
banyak dan lengkap.
18

HANDOUT

Nama Mata Kuliah : Statistik Sosial (2 SKS)


Nomor Kode : SOA 126
Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi
Jurusan : Sosiologi
Fakultas : Ilmu Sosial
Dosen Mata Kuliah : Drs. Zafri, M.Pd (4431)
Ike Sylvia, S.IP, M.Si (4446)
Pertemuan : 3

I. Learning Outcome (Capaian Pembelajaran)

Mahasiswa mampu memahami konsep distribusi frekuensi

II. Materi Pokok:

1. Distribusi Frekuensi Tunggal dan Bergolong


2. Distribusi Absolut dan Relatif
3. Distribusi Frekuensi Satuan dan Kumulatif

III. Uraian Materi :

Seperti telah disinggung pada uraian terdahulu, data merupakan senjumlah


fakta dan informasi tentang sesuatu keadaan, fenomena atau suatu masalah yang
diterima, baik berupa angka, kata-kata, atau bentuk lain; baik lisan maupun
tulisan. Data tersebut akan bermakna kalau diorganisasikan dengan baik, diolah,
dianalisis dan ditarik kesimpulan dari data itu. Data dapat disusun dengan baik
dari yang rendah sampai yang tinggi, namun data yang dikumpulkan melalui
penelitian dan menggunakan sampel yang besarannya cukup banyak, maka data
tersebut dapat ditata dalam berbagai bentuk, sehingga menjadi lebih sederhana
dan mudah dipahami serta dion al dengan teknik analisis yang tepat pula.
Dengan berpijak pada digolongkan tidaknya data itu, maka penataan itu
dapat dilakukan dalam bentuk distribusi frekuensi tunggal dan ditribusi frekuensi
bergolong dalam bentuk kelas interval.
19

A. Distribusi Frekuensi Tunggal dan Bergolong

1. Distribusi Frekuensi Tunggal

Andaikata jumlah responden sedikit, penataan data dapat dilakukan dengan


menyusun data tersebut dari yang rendah kepada yang tinggi sebaliknya, tetapi
kalau N responden cukup banyak atau dan range data yang tinggi kepada rendah
cukup luas, sebaiknya dalam bentuk distribusi bergolong. Berikut ini adalah Nilai
tes hasil belajar 30 orang mahasiswa:
Nilai Mahasiswa
3.5 3.25 3.0 3.5 3.0 3.25 3.5
3.0 3.0 3.75 3.5 3,25 3.5 3.5
3.0 3.25 3.5 3.0 3.0 3.5 3.5
3.6 3.8 3.0 3.25 3.5 3.75 3.0
3.5 3.5 2.5 2.5 2.4 2.6 2.5
Data tersebut dapat disusun dalam bentuk distribusi frekuensi tunggal
sehingga mudah dipahami.
Tabel 4. Nilai 30 orang Mahasiswa dalam
Mata Kuliah Statistik
Nilai Tally Frekuensi
3.8 1
3.75 2
3.6 1
3.5 12
3.25 5
3.0 9
2.6 1
2.5 3
2.4 1
N 35

Tabel distribusi tunggal kemudian disempurnakan dengan menghilangkan


kolom “tally” sehingga menjadi lebih baik.
20

Tabel 5. Nilai 30 orang Mahasiswa dalam


Mata Kuliah Statistik

Nilai Frekuensi
3.8 1
3.75 2
3.6 1
3.5 12
3.25 5
3.0 9
2.6 1
2.5 3
2.4 1
N 35
Dari data di atas dapat dikatakan bahwa 5 orang (14,28 %) dinyatakan
tidak lulus dalam mata kuliah Statistik, sedangkan ujian sebanyak 30 orang
(85,72%).

2. Distribusi Frekuensi Bergolong

Apabila jarak nilai atau skor terendah dengan tertinggi cukup lebar, dan N
sampel cukup besar maka sebaiknya peneliti menggunakan distribusi bergolong.
Langkah yang ditempuh adalah:
a. Langkah pertama : Cari dan tentukan skor tertinggi dan terendah pada data
yang akan disajikan.
b. Langkah kedua : Cari selisih antara skor tertinggi dan terendah
c. Langkah ketiga : Tentukan banyak kelas interval yang akan digunakan
dengan menggunakan rumus Sturges.
K = 1 + 3.3 log n
d. Jumlah kelas interval sebaiknya antara 5 sampai 15
e. Langkah keempat : Nilai/skor terendah sebagai awal kelas interval
pertama, dan seterusnya.
f. Langkah kelima : Susun format sesuai dengan yang dibutuhkan, tally data
dan kemudian sempurnakan tabel sehingga menjadi lebih baik.
21

Selanjutnya perhatikan contoh berikut:

143 115 111 119 75


149 117 114 88 130
125 118 115 94
128 112 116 93
130 115 119 90
135 117 97 88
134 118 92 95
Skot tertinggi 149
Skor terendah 75
N = 30
Banyak kelas interval K = 1 + 3.3 log n
1 + 3.3 x 1,477121255
1 + 4.8744500141 = 5.8744500141
dibulatkan jadi 6
Interval = (149 – 75) : 6
= 12.33333, dibulatkan jadi 13
Selanjutnya dapat disusun tabel distribusi bergolong sebagai berikut:
Tabel 6 : Distribusi Frekuensi Bergolong IQ Mahasiswa
(Tabel kerja)

No. Kelas Interval Tally Frekuensi


1 140 – 153 2
2 127 - 139 5
3 114 - 126 12
4 101 - 113 2
5 88 - 100 8
6 75 - 87 1
N 30

Selanjutnya kolom tally dihilangkan sehingga didapat tabel seperti di bawah


ini:
22

Tabel 7 : Distribusi Frekuensi Bergolong


IQ mahasiswa

No. Kelas Interval Frekuensi


1 140 – 153 2
2 127 – 139 5
3 114 – 126 12
4 101 – 113 2
5 88 – 100 8
6 75 – 87 1
N 30

B. Distribusi Frekuensi Absolut dan Relatif

Distribusi frekuensi absolute adalah suatu distribusi bilangan yang


menyatakan bahwa banyak data pada suatu kelompok teetentu. Distribusi ini
disusun besarnya apa adanya.

Tabel 8 : Distribusi Frekuensi Absolut dan Relatif

Kelas Interval Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif


No.
1 140 - 153 2 0.067
2 127 - 139 5 0.167
3 114 - 126 12 0.40
4 101 - 113 2 0.067
5 88 - 100 8 0.267
6 75 - 87 1 0.033
Jumlah 30 1.00

C. Distribusi Frekuensi Satuan dan Komulatif

Distribusi frekuensi satuan merujuk kepada banyaknya data/frekuensi pada


kelas interval tertentu, sedangkan distribusi frekuensi komulatif adalah distribusi
frekuensi yang menunjukkan jumlah frekuensi pada kelompok kelas interval
tersebut.
23

Tabel 9 : Distribusi Frekuensi Komulatif IQ mahasiswa


No. Kelas Interval Frekuensi Frekuensi Komulatif
1 140 - 153 2 30
2 127 - 139 5 28
3 114 - 126 12 23
4 101 - 113 2 11
5 88 - 100 8 9
6 75 - 87 1 1
N 30

Frekuensi total (absolut atau numerik) selalu sama dengan frekuensi


komulatif yang terakhir. Frekuensi komulatif ini sering digunakan dalam mencari
median. Frekuensi komulatif sering juga didusun dalam bentuk distribusi
komulatif kurang dari atau lebih dari atau sama dengan, seperti contoh berikut:
Contoh Tabel 10 : Distribusi Frekuensi Komulatif Kurang Dari
Kelas Interval Frekuensi Komulatif
< 153 30
< 140 28
< 127 23
< 114 11
< 101 9
< 88 1
< 75 0

Tabel 11 : Distribusi Frekuensi Komulatif Lebih Dari


atau Sama Dengan

Kelas Interval Frekuensi Komulatif


≥ 153 0
≥ 140 2
≥ 127 7
≥ 114 19
≥ 101 21
≥ 88 29
≥ 75 30
24

Tabel distribusi frekuensi komulatif dapat juga dikembangkan menjadi


distribusi komukatif relatif dengan menghitung:

Fk = x 100 %

Keterangan:
fkrel = frekuensi komulatif relatif
fk = frekuensi komulatif pada masing-masing kelas
∑f = frekuensi total
25

HANDOUT

Nama Mata Kuliah : Statistik Sosial (2 SKS)


Nomor Kode : SOA 126
Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi
Jurusan : Sosiologi
Fakultas : Ilmu Sosial
Dosen Mata Kuliah : Drs. Zafri, M.Pd (4431)
Ike Sylvia, S.IP, M.Si (4446)
Pertemuan : 4

I. Learning Outcome (Capaian Pembelajaran)

Mahasiswa mampu melakukan penyajian data

II. Materi Pokok:

a. Tabel
b. Diagram dan Grafik
c. Diagram Batang
d. Histogram
e. Grafik Poligon
f. Grafik Ogive
g. Grafik Garis
h. Diagram Pastel
i. Diagram Lambang
j. Kurva

III. Uraian Materi :

Penelitian pola kehidupan warga masyarakat, seperti penduduk dan


perkembangannya, perbandingan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi
masyarakat desa dan kota, pola hidup masyarakat yang tinggal di pedesaan
dengan perkotaan, atau perkembanagn jumlah siswa dan mahasiswa dikaitkan
dengan struktur kehidupan keluarga dan sebagainya atau interaksi sosial para
pendatang dengan pribumi, apabila diteliti dan hasilnya disajikan secara tepat dan
menarik akan memberikan dampak yang berarti bagi perkembangan wilayah
tersebut pada masa-masa mendatang. Masyarakat memahami bagaimana pola
hidup mereka dan para pengambil kebijakan atau pemangku kepentingan
(stakeholders) lainnya dapat pula mengambil tindakan sesuai dengan bidang
26

masing-masing. Data akan menjadi membosankan kalau tidak dikemas secara


apik dan menarik. Dalam konteks yang demikian, peran penyajian data secara
benar dan menarik sangat berarti.
Data dapat disajikan dalam bermacam cara sesuai dengan karakteristik data
yang tersedia. Banyak cara yang dapat digunakan dan dikembangkan, antara lain
(1) Tabel, (2) Diagran Batang, (3) Histogram, (4) Poligon, (5) Grafik dan (6)
Ogive. Masing-masing bentuk akan dikemukakan pada uraian lebih lanjut.

A. Tabel

Dalam pembuatan tabel, sangat tergantung pada jumlah variasi aspek data
yang disajikan. Namun perlu diingat penyajian data dalam tabel adalah untuk
memudahkan pembaca/orang lain memahami data tersebut, sesuai dengan tujuan
penyajian data tersebut. Oleh karena itu bukan kompleksitas tabel yang diperlukan
melainkan menjadi sah/tidaknya data itu dibaca orang lain.
Beberapa patokan yang perlu ada dalam suatu tabel adalah sebagai berikut:
1. Judul tabel harus jelas
2. Judul kolom (dan sub kolom kalau ada)
3. Judul baris
4. Sumber data (bagi yang kutipan)
Walaupun pada waktu membicarakan distribusi frekuensi telah ditampilkan
bermacam contoh, pada berikut dapat dilihat kerangka tabel tersebut, berdasarkan
patokan yang dikemukakan di atas.

Tabel 12 : Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas Di Kota A, tahun ….. - ……


Jumlah Jumlah Korban Kecelakaan (judul Kolom)
Tahun
Kejadian Meninggal Luka Berat Luka Ringan
2008 145 26 75 152
2007 121 26 80 76
2006 61 39 37 17
2005 21 17 12 11
2004 14 15 7 0
27

B. Diagram dan Grafik

Mendeskripsikan data dalam bentuk diagram dan grafik akan sangat


membantu peneliti dalam memvisulisasikan hasil penelitiannya dan menambah
kepedulian orang lain terhadap hasil penelitiannya.

1. Diagram Batang

Apabila hasil penelitian seseorang, data nominal atau data kategorikal,


sangat baik disajikan dalam bentuk diagram batang. Dalam menyusun diagram
batang, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. Sumbu datar (absis) dan sumbu tegak (ordinat)
Sumbu datar disebut sering juga dengan sumbu X (X besar) dan sumbu
tegak disebut juga dengan sumbu Y (Y besar). Kedua garis ini bertemu pada
satu titik, di sebelah kiri dan titik itu merupakan titik 0 (Nol)
b. Skala yang digunakan harus dimulai titik nol.
c. Diagram Batang dapat dibuat secara vertikal dan dapat juga secara
horizontal
d. Perbandingan panjang garis X dan garis Y, hendaklah berimbang. Di
samping itu lebar garis masing-masing batang (lebar batang) hendaklah
sama antara satu dengan yang lain.
e. Nama diagram dituliskan pada bagian bawah, agak ke tengah dan
dinyatakan dalam bahasa yang jelas, tepat dan pendek.
f. Letak masing-masing batang terpisah antara satu dengan lain.
Contoh: Perhatikan jumlah korban kecelakaan lalu lintas di bawah ini dan
selanjutnya data tersebut disajikan dalam bentuk diagram batang, sebagai berikut :
28

Tabel 13 : Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas

Jumlah Korban Kecelakaan


Tahun
Meninggal Luka Berat Luka Ringan
2008 26 75 152
2007 26 80 76
2006 39 37 17

40

30

20

10

0 2006 2007 2008


Diagram 1 : Jumlah Korban Meninggal Kecelakaan
Lalu lintas 2006-2008

Dari data di atas dapat juga dibuat diagram batang jumlah korban meninggal
dan Luka berat sebagai berikut:

80 Keterangan:

60 Meninggal

40 Luka Berat

20

Tahun 2006 2007 2008


Diagram 2 : Jumlah Korban Meninggal dan Luka Berat dalam
Kecelakaan Lalu Lintas, Tahun 2006 – 2008
29

160

140 Keterangan:

120 Meninggal

100 Luka Berat

80 Luka ringan

60

40
20
Tahun 2006 2007 2008
Diagram 3 : Jumlah Korban Meninggal, Luka Berat dan Luka Ringan
dalam Kecelakaan Lalu Lintas, Tahun 2006 – 2008

2. Histogram

Apabila data yang didapat data bergolong atau ordinal, sebaiknya yang
digunakan histogram. Pada dasarnya histogram adalah sama dengan diagram
batang, hanya pada sumbu X dinyatakan batas nyata dari kelas interval.
Berikut ini adalah hasil tes kecerdasan, yang telah disusun dalam bentuk
data bergolong. Data ini dapat disajikan dalam bentuk histogram.

Tabel 14 : IQ Mahasiswa Fakultas X

Kelas Interval Frekuensi


140 – 152 2
127 – 139 5
114 –126 12
101 –113 2
88 – 100 8
75 – 87 1
30

12

10

74,5 87.5 101,5 114.5 127.5 139,5 153.5


Diagram 4 : Histogram IQ mahasiswa Fakultas X

3. Grafik Poligon

Poligon merupakan salah satu penyajian data, yang dapat dibuat dengan
menghubungkan titik tengah histogram dari masing-masing balok dengan satu
garis lurus, sehingga terbentuk suatu grafik. Secara sederhana langkah-langkah
dalam membuat poligon adalah sebagai berikut:
a. Buat garis X dan garis Y yang dipertemukan salah satu sudutnya, seakan
akan seperti segitiga siku-siku yang tidak ada sisi miringnya.
b. Beri nama sumbu X dan plot garis tersebut sebanyak kelas interval data.
Kemudian tambah satu titik di kiri dan di kanan, dengan maksud titik
awal dan titik akhir
c. Beri nama garis ordinat Y dan bagi garis tersebut dengan skal tertentu pula
sesuai dengan kuantum atau frekuensi yang ada.
d. Buat balok segi empat pada masing–masing kelas interval dengan
menggunakan batas nyatanya, sedangkan tinggi disesuaikan dengan
frekuensi masing-masing
e. Garis Y selalu mulai dari nol. Jangan lupa memberi label garisY
31

f. Dengan menggunakan penggaris cari titik temu nilai frekuensi dengan titik
tengah (midpoint) masing-masing kelas interval.
g. Hubungkan semua titik tengah yang diperdapat. Dimulai dari titik awal
tambahan dan diakhiri pula dengan titik akhir yang telah ditentukan
sebelumnya.

74,5 81 94 107 120 133 146 149.5

Diagram 5 : Histogram dan Poligon IQ Mahassiwa

4. Grafik Ogive (Ozaiv)

Ogive merupakan poligon meningkat (komulatif) dan banyak digunakan


dalam penyajian data penelitian. Sering juga disebut dengan distribusi frekuensi
komulatif yang divisualkan. Ini berarti menggunakan titik tengah sumbu X dan
sumbu vertikal adalah frekuensi komulatif. Langkah–langkah penyusunan Ogive
secara sederhana adalah sebagai berikut:
a. Buat garis X, sebagai garis mendatar (absis) dan garis Y sebagai garis
vertikal (ordinat). Kedua garis tersebut disusun sehingga membentuk
sudut siku-siku.
32

b. Pilih suatu patokan/standar pada garis X untuk menempatkan titik-titik


batas bawah nyata kelas interval. Selanjutnya beri label/nama sumbu X
dan sumbu Y.
c. Bagi sumbu Y dengan unit tertentu sesuai dengan kategori data yang
akan disajikan
d. Plot nol pada batas bawah nyata dari kategori pertama, kemudian pada
batas nyata atas dati tiap kelas/kategori.
e. Hubungkan semua titik yang didapat dengan garis lurus dan titik yang
terakhir adalah sama dengan N atau 100 % (kalau menggunaakan
persentase).
f. Selanjutnya perhatikan ogive berikut. Data yang digunakan adalah sama
dengan pada waktu menyusun Histogram.

Tabel 15: Tabel Frekuensi Komulatif IQ Mahasiswa di fakultas X

No. Kelas Interval Titik Tengah Frekuensi Frekuensi Komulatif


1 140 – 152 146 2 30
2 127 – 139 133 5 28
3 114 – 126 120 12 23
4 101 – 113 107 2 11
5 88 – 100 94 8 9
6 75 – 87 81 1 1
N 30
f
30 F 30
28
20 23
11
10
9
1 .
IQ
81 94 107 120 133 146
Diagram 6 : Ogive Mahasiswa
33

Dapat juga ditampilkan dalam bentuk distribusi “Kurang dari”


Tabel 16 : Frekuensi Komulatif Kurang Dari

Kelas Interval Frekuensi Komulatif


< 153 30
<140 28
< 127 23
< 114 11
< 101 9
< 88 1
< 75 0
F
30 30
28
20 23
11
10
9
1 .
IQ
74.5 101.5 127.5 153.5
87.5 113.5 140.5
Diagram 7 : Ogive IQ Mahasiswa (Kurang Dari)
Contoh data : Distribusi Frekuensi Komulatif Lebih Dari
atau Sama Dengan
Tabel 17 : Frekuensi Komulatif Lebih Dari atau Sama Dengan
Kelas Interval Frekuensi Komulatif
≥ 153 0
≥140 2
≥ 127 7
≥ 114 19
≥101 21
≥ 88 28
≥ 75 30
34

C F
30 30
28
20 23
11
10
9
1 . IQ
74.5 101.5 127.5 153.5
87.5 113.5 140.5
Diagram 8 : Ogive IQ Mahasiswa dalam bentuk Lebih dari

5. Grafik Garis

Diagram garis ini lebih tepat digunakan apabila seseorang ingin


kecendrungan (trend) perkembangan suatu penomen, seperti kecendrungan
perkembangan penduduk, kecelakaan tiap tahun, perkembangan murid,
pendapatan dan sebagainya. Dengan data yang tersaji dalam diagram garis, dapat
diamati apakah meningkat atau menurun dalam periode waktu tertentu.
Jumlah/Frekuensi kecelakaan lalu lintas tahun 2004-2008 di kota X adalah
sebagai berikut:

Tabel 18 : Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas di Kota X 2004 - 2008


Tahun Jumlah Kejadian
2008 145
2007 121
2006 61
2005 21
2004 14

Berdasarkan data tersebut dapat disusun diagram garis sebagai berikut:


35

f
150
145
121
100

61
50
21
14
Tahun
2004 2005 2006 2007 2008

Diagram 9 : Kecelakaan Lalu Lintas Tahun 2004-2008 di kota X

6. Diagram Irisan/Pastel (Pie Chart)

Penyajian data dalam bentuk lain adalah diagram Pastel. Bentuk ini sering
digunakan untuk menggambarkan jumlah penduduk suatu wilayah serta sektor
lapangan pekerjaan yang ditempatinya. Berhubung karena penampilan data dalam
bentuk satu lingkaran, jumlah frekuensi masing-masing kelompok hendaklah
dirubah menjadi persen (%). Oleh karena itu grafik pastel/lingkaran adalah grafik
yang disusun berdasarkan distribusi relatif.
Berikut ini data penduduk dalam suatu kota X tahun 2008, menurut
lapangan usaha.
Tabel 19 : Jenis Lapangan Usaha di Kota X Tahun 2008

Lapangan Usaha Jumlah %


1.Pertanian 90.030 57
2.Indusri 46.083 29
3.Jasa 22.362 14
Jumlah 158.475 100

Sumber: Kab.Lima Puluh Kota dalam Angka 2008/2009


36

Data jumlah penduduk menurut lapangan usaha, kemudian dirubah menjadi


persen, sehingga dapat diketahui persentase jumlah penduduk menurut lapangan
usaha. Data tersebut kemudian dapat disajikan dalam bentuk diagram pastel,
sebagai berikut:

Jasa
14%
Pertanian .
. 57
Industri
29%

Gb 1 : Diagram Pastel Penduduk Kab.X menurut


Menurut Lapangan Usaha, tahun 2008/2009

7. Diagram Lambang

Diagram lambang adalah penyajian data dengan menggunakan gambar atau


lambang-lambang tertentu. Umpama: untuk menggambarkan penduduk suatu
wilayah dalam digunakan lambang manusia; untuk penyebaran sekolah digunakan
lambang rumah. Biasanya satu mewakili sejumlah data yang divisualkan, seperti
1000 penduduk dilambangkan oleh satu gambar manusia, 10 sekolah
dilambangkan oleh satu gambar sekolah
37

Gb 2 : Penyebaran Penduduk suatu Wilayah


Keterangan:
= 1000 penduduk
= Jalan Raya
8. Kurva

Apabila poligon diperhalus sudut-sudut yang terhubung maka akan kurva.


Kurva dapat dibedakan atas beberapa bentuk, yaitu
1. Kurva simetri
2. Kurva a simetri
Kurva sehingga adalah apabila kedua sisi kiri dan kanan dilipat di tengah,
maka lipatan-lipatan itu akan saling menutupi secara utuh sehingga lipatan
sebelah kiri akan menutupi lipatan bagian kanan secara keseluruhan. “A
symetrical curva is one in which the two sides of the distribution would exactly
correspond, if the figure were to be folders over at its sentral point”. Kurva
asimetri tidak demikian adanya. Kurva asimetri sering juga disebut dengan kurva
juling, baik juling ke kiri maupun juling ke kanan.
38

Beberapa bentuk kurva simetri :


a. Kurva normal
b. Leptokurtic
c. Mesokurtic
d. Playkurtic
e. Rectacgular
Kurva normal tergantung pada dua parameter, yaitu rata-rata hitung populasi
dan simpangan baku populasi, kalau dalam sampel adalah rata-rata dan simpangan
baku. Beberapa karakteristik kurva normal : (1) belahan kiri dan kanan titik
tengah simetris, ke kanan X + 3 SD, sedangkan ke kiri X - 3 SD, (2) luas daerah
di atas sumber data sama dengan 1. (1) grafik selalu di atas sumbu datar X.
Selanjutnya perhatikan grafik di bawah ini:

34,13 34,13

13,59 13,59

2,15 2,15
- 3 SD - 2 SD -1 SD Mean +1 SD + 2 SD +3 SD
Median
Mode
Mode
Mode
Gambar 3 : Kurva Normal dan Luas Daerah dibawahnya.
Kurva Leptokutic adalah suatu kurva yang berbentuk bell langsing,
sedangkan kurva mesokurtic kurva yang berbentuk bell sedang. Kurva playkurtic
adalah kurva simetris dan berbentuk bell gemuk. Sedangkan kurva rectangular
adalah kurva berbentuk segi empat masing-masing kurva dapat diamati pada
gambar di bawah ini.
39

Gb 4 : Kurva Leptokutic Gb 5 : Kurva Mesokurtic

Gb 6 : Kurva Playkurtic Gb 7 : Kurva Rectagular

Gb 8 : Kurva Juling Kiri/Negatif Gb 9 : Kurva Juling Kanan/Positif


40

HANDOUT

Nama Mata Kuliah : Statistik Sosial (2 SKS)


Nomor Kode : SOA 126
Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi
Jurusan : Sosiologi
Fakultas : Ilmu Sosial
Dosen Mata Kuliah : Drs. Zafri, M.Pd (4431)
Ike Sylvia, S.IP, M.Si (4446)
Pertemuan : 5

I. Learning Outcome (Capaian Pembelajaran)

Mahasiswa mampu memahami konsep tendensi sentral

II. Materi Pokok:

A. Ukuran Kecenderungan Sentral


1. Mean/Rerata
2. Perhitungan Mean dari Data Mentah/Skor Kasar
3. Mencari Mean dari Distrubusi Tunggal
4. Mencari Mean dari Distribusi Berganda/Bergolong
5. Mencari Rata-rata Hitung Berdasarkan Frekuensi Titik Tengah
6. Mencari Mean dengan menggunakan Mean Terkaan
7. Mencari Rata-rata Hitung Berdasarkan Mean Terkaan/Rata-rata Dugaan
8. Median
9. Mencari Median dengan Data Tunggal5
10. Mencari Median dengan Data Bergolong
11. Mode/Modus
12. Mencari Mode dengan Data Tunggal
13. Mencari Mode dengan data Bergolong
14. Hubungan Mean, Median dan Mode dalam Suatu Distribusi

III. Uraian Materi


Pengukuran Kecendrungan Sentral (sentral tendency) merupakan bentuk-
bentuk analisis statistik dalam kelompok deskriptif, seperti yang pernah
41

disinggung pada awal tulisan ini. Seandainya sesesorang meneliti penyebaran


penduduk menurut umurnya, maka kecendrungan terbanyak jumlah penduduk
akan berada pada bagian tengah. Demikian juga kalau dikumpulkan data
pendapatan (income) penduduk dalam suatu kota atau kabupaten atau dalam
provinsi. Skor yang cendrung memusat di tengah, akan sangat membantu peneliti.
Penduduk yang berpendapat sedikit dan yang tinggi sekali relatif sedikit. Tetapi
perlu diingat bahwa penggambaran dengan menggunakan ukuran sentral hanya
rnenggambarkan kelompok yang diteliti, dan tidak dimaksudkan untuk mengambil
inferensi-inferensi pembuktian hipotesis.

Gb 10 : Kurva Sebaran Penduduk


Dengan demikian ukuran kecendrungan sentral, mencari gejala memusatnya
data tersebut dimana, dan serta di usia berapa penduduk terbanyak, berdasarkan
data yang dikumpulkan.
Ukuran kecendrungan sentral ada 3 macam, yaitu (1) Mean, (2) Median dan
(3) Mode. Ketiga cara itu menggunakan teknik yang berbeda-beda.

A. Mean/Rerata

Arti dari Mean adalah angka rata-rata. Kalau N kecil dan datanya yang
tersedia adalah data interval dan ratio, maka peneliti dapat mencari Mean/rata-rata
data tersebut, tetapi kalau N datanya banyak (N frekuensi data), maka menghitung
dengan cara langsung akan memakai waktu yang cukup lama dan kurang praktis.
Oleh karena itu ada 3 cara dalam menghitung Mean/Rata-rata, yaitu: (1) data
42

langsung (data mentah) yang belum disusun dalam bentuk distribusi frekuensi, (2)
data yang disusun kedalam bentuk distribusi tunggal, dan (3) data yang disusun
dalam bentuk distribusi bergolong.

B. Perhitungan Mean dari Data Mentah/Skor Kasar

Apabila berdasarkan temuan didapat sejumlah angka, maka angka rata-rata


dapat dihitung dengan menjumlahkan skor/nilai-nilai dibagi dengan jumlah
individu dalam kelompok nilai-nilai itu.
Formula yang digunakan:

Keterangan:

= Rata-rata hitung yang dicari


X1, X2, X3, …Xn = Skor masing-masing individu
N = Jumlah individu kelompok

Atau

Contoh : Dalam tahun 20011, terjadi bermacam pelanggaran lalu lintas. Jumlah
pelanggaran tiap bulan adalah berikut:
43

Tabel 20 : Pelanggaran Lalu Lintas di Kota Solok Tahun 2008


Jumlah
No. Bulan
korban
1 Januari 665
2 Februari 584
3 Maret 432
4 April 440
5 Mei 387
6 Juni 368
7 Juli 386
8 Agustus 240
9 September 245
10 Oktober 272
11 Nopember 401
12 Desember 104
Jumlah 4523
Sumber Kota Solok dalam angka 2008 - 2012

Mean/Rata-rata kecelakaan tiap bulan = = 376.92

Ini berarti rata-rata kecelakaan tiap bulan di wilayah ini tahun 2011/2012,
sebanyak 376.92 (dibulatkan menjadi 377 kali). Kecelakaan tahun 2010 sebanyak
6662 atau rata–rata kecelakaan perbulan 555.17. Kalau dibandingkan jumlah
kecelakaan tahun 2010 dengan jumlah kecelakaan tahun 2011, ternyata tahun
2011 lebih rendah dari 2010. (Mean 376.92 < 555.17). Cara mencari Mean seperti
di atas hanya berlaku untuk data murni atau skor kasar.

C. Mencari Mean dari Distribusi Tunggal

Apabila dalam suatu penyebaran data, terdapat individu yang mempunyai


skor yang sama, maka penyebaran data itu disusun terlebih dahulu dalam bentuk
44

distribusi frekuensi tunggal, kemudian baru dicari nilai rata-ratanya. Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut:

Keterangan:
= Rata-rata hitung
fi = frekuensi datayang ke i
fi Xi = perkalian frekuensi dengan nilai data ke i
∑ fi Xi = jumlah skor total
N = jumlah inividu dalam kelompok

Contoh: Berikut ini tinggi badan siswa yang disusun dalam bentuk distribusi
frekuensi tunggal.
Tabel 21 : Distrubusi Frekuensi Tinggi Badan Siswa

Tinggi badan (cm) Frekuensi fiXi


135 7 945
132 10 1320
130 7 910
125 4 500
120 2 240
Jumlah 30 ∑ fiXi = 3915

= = 130.5

Berdasarkan perhitungan tersebut tinggi rata-rata siswa dalam contoh ini


adalah 130.5 cm.

D. Mencari Mean dari Distribusi Berganda/Bergolong

Mencari rata-rata dari distribusi bergolong, berarti mencari rata-rata dari


data yang telah didusun dalam kelas-kelas interval, bukan dari data distribusi
tunggal atau dari skor kasar. Dalam hal ini dapat digunakan dua cara, yaitu
berdasarkan (1) frekuensi titik tengah dan (2) mean terkaan/rata-rata hitung
dugaan.
45

E. Mencari Rata-rata Hitung Berdasarkan Frekuensi Titik Tengah

Suatu hal yang berbeda dengan skor kasar adalah nilai di sini adalah nilai
titik tengah masing-masing kelas interval, bukan skor kasar individual. Berhubung
karena skor /data menyebar dan tersebar, maka beberapa langkah yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Tentukan terlebih dahulu nilai tertinggi dan terendah dalam data yang akan
diolah.
2) Tentukan jumlah kelas interval yang dibutuhkan.
Untuk banyak kelas interval, dapat dgunakan K = 1 +3.3log n
3) Buat kelas interval sebanyak yang dibutuhkan
4) Masukkan data, dan cari frekuensi (f)
5) Tentukan titik tengah (midpoint) dari tiap kelas interval dengan
menjumlahkan exact upper dan lower limit dan kemudian dibagi dua.
6) Kalikan nilai titik tengah tiap tiap kelas interval dengan frekuensi masing-
masingnya (fiXi)
7) Jumlah hasil perkalian fiXi masing-masing kelas interval sehingga didapat
jumlah keseluruhan/total
8) Bagi jumlah total (hasil langkah ketujuh) dengan N atau f.

Sebaran data : 24 25 35 48 25 36 38 67 45 23 78 56 35 33 45 56
58 49 30 59 40 65 76 54 32 78 76 64 79 57
Nilai terendah = 23
Nilai tertinggi = 79
Range 79 - 23 = 56
Jumlah kelas interval ; K = 1 + 3.3 log 30
1 + 3.3 x1.477
5.8741 I dibulatkan jadi 6
Interval = 56 : 6 = 9.33 (dibulatkan jadi 6)
46

F. Mencari Mean dengan menggunakan Mean Terkaan

Dengan mengikuti langkah seperti yang telah dikemukakan, akan didapat


distribusi frekuensi bergolong sebagai berikut:
Tabel 22 : Mean dengan Midpoint
Kelas f Titik tengah fXi
Interval (Xi)
70 - 79 5 74.5 372.5
60 - 69 3 64.5 193.5
50 - 59 6 54.5 327
40 - 49 5 44.5 222.5
30 - 39 7 34.5 241.5
20 - 29 4 24.5 98
N 30 1455

Fi = 30
fXi = 1455

= = 48.5

G. Mencari Rata-rata Hitung Berdasarkan Mean Terkaan/ Rata-rata


Dugaan

Cara kedua yang dapat digunakan untuk mencari Mean adalah dengan
menggunakan Mean Terkaan/Rata-rata Terkaan/Dugaan. Dalam konteks ini,
bukan sekedar menerka tanpa perhitungan, tetapi memperkirakan dengan baik,
dimana kira-kira letak nilai rata-rata itu, (pada kelas interval yang mana).
Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut
1) Ambil salah satu kelas interval yang diduga mean yang sebenarnya tidak
begitu jauh meleset dari angka–angka tersebut
2) Letakkan nol sejajar dengan mean perkiraan itu pada kolom deviasi yang
sudah disiapkan
3) Letakkan angka 1, 2, 3 dan seterusnya berurut ke atas pada kolom deviasi
di atas nol pada mean terkaan, pada kolom yang telah disiapkan
47

4) Letakkan angka -1, -2 ,-3 dan seterusnya berurut ke bawah pada kolom
deviasi di bawah nol mean terkaan pada kolom yang telah disiapkan
5) Mengalikan frekuensi masing-masing kelas interval dengan deviasi deviasi
tiap kelas interval
6) Menjumlahkan deviasi yang sudah dikalikan dengan frekuensi tersebut
7) Membagi hasil pada langkah 6 dengan N
8) Kalikan hasil langkah 7 dengan I (interval)
9) Tambahkan hasil langkah 8 dengan MT (Mean terkaan)
Langkah tersebut di atas sesuai dengan rumus Mean Terkaan sebagai

berikut: M = MT +[ x i

Keterangan:
M = Mean
MT = Mean Terkaan

= Jumlah penyimpangan I deviasi dari mean terkaan setelah


dikalikan dengan frekuensi
x = deviasi dari mean terkaan
N = jumlah individu atau jumlah frekuensi
i = interval

Berdasarkan data seperti di atas dapat disusun disusun kembali distribusi


frekeunsi, deviasi dan mean terkaan sebagai berikut
Tabel 23 : Mean Terkaan
Kelas
F
Interval
70 – 79 5 3 15
60 – 69 3 2 6
50 – 59 6 1 6
40 – 49 5 0 0
30 – 39 7 -1 -7
20 – 29 4 -2 -8
N 30 ∑ = 12
48

MT = 44.5
N = 30

∑ = 10
I = 10
M = 44.5 + x 10

M = 44.5 + 4 = 48.5

Seandainya dalam suatu sebaran ada beberapa sub kelompok. Mean masing
sub kelompok dapat dicari dengan salah satu tek nik di atas, maka mean total
dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Mean Total =

Keterangan
n1 = jumlah sub sampel ke 1
n2 = jumlah sub sampel ke 2
n3 = jumlah sub sampel ke 3
nk = jumlah sub sampel ke k
M1 = jumlah rata-rata sub sampel ke 1
M2 = jumlah rata-rata sub sampel ke 2
M3 = jumlah rata-rata sub sampel ke 3
Mk = jumlah rata-rata sub sampel ke k

Contoh: Lima sub sampel, masing-masing berukuran (n) 6,7,9,11, dan 13, dengan
rata-rat tiap kelompok:80, 70, 120, 100, dan 140

Mean kelompok (total) =

Mt = =

Mt = 98.26
Apabila n sub kelompok adalah sama, maka Mean gabungan dapat dicari
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
49

M1 + M2 + M3 +…….. + Mk

Mt =

Keterangan: k = jumlah sub grup

H. Median

Median merupakan ukuran suatu kecendrungan sentral yang


menggambarkan letak suatu nilai yang membatasi frekuensi ke atas dan ke bawah
adalah sama. Atau dapat juga dikatakan suatu nilai yang membatasi 50 %
frekuensi distribusi bagian atas dan 50 % frekuensi distribusi bagian bawah.

I. Mencari Median dengan Data Tunggal

Apabila jumlah N distribusi ganjil, median adalah nilai (data) yang paling
tengah, setelah nilai-nilai itu diurutkan terlebih dahulu. Contoh: Berikut ini
adalah penyebaran data tinggi badan 9 orang siswa Sekolah Menengah Atas.
167, 169, 157, 146, 158, 170, 166, 163 dan 154
Angka tersebut kemudian diurutkan dari yang tinggi kepada yang rendah, sebagai
berikut:

Tabel 24 : Median Data Tunggal dengan Jumlah Data Genap

Nomor Urutan Tinggi badan Median yang dicari


1 170
2 169
3 167
4 166
5 163 163
6 158
7 157
8 154
9 146
50

Berdasarkan data yang telah diurutkan, median sebaran nilai tinggi badan
adalah 163,karena angka 163 merupakan urutan yang ditengah.
Apabila N individu penyebaran data adalah genap, maka nilai median,
adalah urutan nilai yang ditengah dibagi dua. Contoh: Sebaran data dengan N=8

169, 157, 146, 158, 170, 166, 163 dan 154

Selanjutnya data tersebut disusun dalam suatu urutan, sebagai berikut:


Tabel 25 : Median Data Tunggal dengan Jumlah Data Ganjil
Nomor Urutan Tinggi badan Median yang dicari
1 170
2 169
3 166
4 163
5 158
6 157
7 154
8 146

Dua nilai tinggi badan yang ditengah (urutan keempat dan kelima) adalah
163 dan 158. Selanjutnya gunakan rumus median untuk data tunggal dengan N
genap.

Median = = 160.5

Oleh karena itu Median sebaran tinggi badan adalah: 160.5

J. Mencari Median dengan Data Bergolong

Apabila sebaran data cukup banyak dan luas, maka sebaiknya penelti
menggunakan teknik mencari median dengan data bergolong. Rumus yang dapat
digunakan adalah sebagai berikut:

Median = Bb +

Keterangan:
Mdn = Median
51

Bb = Batas nyata dari kelas interval yang mengandung


median
Kfb = Komulatif frekuensi dibawah frekuensi kelas interval
yang mengandung median
fmdn = Frekuensi kelas interval yang mengandung median
I = Lebar internal
N = Jumlah frekuensi dalam distribusi

Langkah-langkah yang ditempuh dalam mencari median dengan data


bergolong adalah sebagai berikut:
1) Kelompokkan data suatu distribusi frekuensi, sebaiknya dimualai dari
kategori yang paling rendah
2) Susun frekuensi komulatif, dengan jalan menjumlahkan frekuensi dari kelas
interval terendah sampai kelas interval teratas
3) Interval yang mengandung median itu (N/2). Frekuensi tersebut akan
menunjukkan pada kelas interval mana, median itu mungkin akan didapat.
4) Tetapkan batas bawah nyata (Bb), yaitu pada kelas interval yang
mengandung median
5) Tentukan kfb, yaitu komulatif frekuensi yang terletak di bawah kelas
6) Mengurangi ½ N dengan kfb
7) Mengalikan hasil langkah 6 dengan i (interval)
8) Membagi hasil langkah 7 dengan f mdn
9) Menambahkan hasil langkah 8 dengan Bb

Aplikasi penggunaan rumus median dengan data bergolong, digunakan data


yang sama dengan yang mencari mean data bergolong, sebagai berikut:

Sebaran data : 24 25 35 48 25 36 38 67 45 23 78 56 35 33 45 56
58 49 30 59 40 65 76 54 32 78 76 64 79 57

Nilai terendah = 23
Nilai tertinggi = 79
Range 79 - 23 = 56
52

Jumlah kelas interval ; K = 1 + 3.3 log 30


1+ 3.3 x1.477
5.8741 dibulatkan jadi 6
Interval = 56: 6 = 9.33 (dibulatkan jadi 6)

Selanjutnya disusun kelas interval, dicari frekuensi masing-masing kelas interval


dan komulatif frekuensi.

Tabel 26 : Median Data Bergolong


Kelas Interval f Kf
70 -79 5 30
60 69 3 25
50 59 6 22
40 -49 5 16
30- 39 7 11
20 29 4 4
N 30

Kelas interval yang mengndung median adalah 40 – 49, karena pada kelas
interval itu terdapat frekuensi 15 ( ½ N) , Bb = 39.5, kfb = 11 dan fmdn = 5

Median = Bb +

= 39.5 +

= 39.5 + x 10

Mdn = 47.5

K. Mode (Modus)

Mode merupakan salah satu ukuran kecendrungan sentral yang menyatakan


keterpusatan data dari suatu sebaran data. Keterpusatan itu ditunjukkan oleh
jumlah frekuensi masing-masing nilai atau skor. Atau juga dikatakan Mode adalah
skor yang mempunyai frekuensi terbanyak dalam suatu sebaran sekumpulan data.
53

L. Mencari Mode dengan Data Tunggal

Mode sebaran data sangat ditentukan oleh frekuensi munculnya skor


masing-masing data dari sekelompok data. Misal ada sebaran sekompok data: 15,
20, 30, 23, 24, 25, 28, 30,21. Kalau diperhatikan data tersebut maka mode
adalah 30, karena angka 30 muncul dua kali, sedangkan lain hanya satu kali.
Oleh karena itu mode nya hanya satu maka unimodal.
Kalau dilihat data lain, seperti : 20, 25, 28, 30, 35, 36, 21, 27, 25, 28, 32, 40,
34,33,22, dapat diartikan bahwa terdapat dua skor yang mmpunyai frekuensi yang
sama, yaitu: 25 muncul dua kali, sedangkan skor 28 juga muncul dua kali, maka
modusnya adalah 25 dan 28. Kalau modus suatu sebaran dua skor (dalam contoh
ini 25 dn 28) maka disebut juga bimodal. Berikut ini adalah beberapa angka yang
muncul lebih dari dua kali.
Contoh : 25, 28, 39, 35, 36, 21, 27, 25, 30, 32, 40, 34,33,22., 32, 26, 21

Ini mode angka tersebut lebih dari dua kali. Hal ini disebut juga dengan
mode dengan multimodal.

M. Mencari Mode dengan Data Bergolong

Bilamana makna konsep tentang modus telah dipahami, maka konsep


tersebut dapat pula diberlakukan untuk data yag dikelompokkan dalam kelas
Interval, kalau kurvanya unimodal. Kelas interval yang mempunyai skor tertinggi
patut diduga disanalah letak Mode secara kasar. Nilai titik tengah/midpoint kelas
interval dapat dijuga mewakili Mode sebaran data.
Table 27 : Mode Data Bergolong
Nilai Ujian Titik Tengah Frekuensi Kf
80 - 89 84.5 2 44
70 - 79 75.5 9 42
60 - 69 64.5 14 33
50 - 59 54.5 9 19
40 - 49 44.5 9 10
30 -39 34.5 1 1
N 44
54

Berdasarkan data di atas kelas interval yang mendapatkan frekuensi


tertinggi adalah 60-69. Nilai titik tengah kelas interval tersebut, sebesar 64.5
dengan demikian, secara kasar dapat diduga bahwa Mode sebaran sebesar 64.5.
Kalau peneliti lebih halus lagi hasilnya gunakan rumus dalam mencari Mode
sebagai berikut.

Mo = b + p

Keterangan:
Mo = Modus
B = Batas bawah kelas interval modus
f1 = selisih frekuensi antara kelas modus dan kelas
sebelumnya
f2 = selisih frekuensi antara kelas modus dan kelas
berikutnya

Mo = 59.5 + 10

Mo = 59.5 + 10

= 59.5 = 10
= 69.5
Rumus lain yang dapat diguanakan adalah sebagai berikut:
Mode = 3 Median - 2 Mean
Setelah dicari Mean dan Median data di atas, didapati
Mean = 60.89
Median = 61.81.
Selanjutnya Mode dapat dicari.
Mode = (3 x 61.81) – (2 x 60.89
= 185.63 - 121.78
= 63.65
55

N. Hubungan Mean, Median dan Mode dalam Distribusi

Kedudukan Mean, Median, dan Mode dalam suatu distribusi sangat


ditentukan oleh sebaran datanya. Ada kelompok data yang tersebar secara simetri,
yaitu data yang seimbang, yaitu frekuensi skor yang rendah dan yang tinggi
seimbang, dengan yang terbanyak di bagian tengah. Pada kurva yang simetri ini,
Mean, Median dan Mean boleh dikatakan terletak pada satu titik, Mean = Mdn
=Mode, seperti gambar di bawah ini

Mean
Median
Mode
Gb. 11 : Hubungan Mean, Median, Modus dalam suatu distribusi
Di samping distribusi normal (normal distribution) juga ada distribusi juling
kiri (negatively skewed distribution) dan distribusi juling kanan (positively skewed
distribution). Distribusi dikatakan juling kiri apabila Mode > Median > Mean
dan terletak disebelah kanan Mean. Distribusi dikatakan juling positif, apabila
Mode < Median < Mean, dan terletak di sebelah kiri Mean.
56

HANDOUT

Nama Mata Kuliah : Statistik Sosial (2 SKS)


Nomor Kode : SOA 126
Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi
Jurusan : Sosiologi
Fakultas : Ilmu Sosial
Dosen Mata Kuliah : Drs. Zafri, M.Pd (4431)
Ike Sylvia, S.IP, M.Si (4446)
Pertemuan : 6

A. Learning Outcome (Capaian Pembelajaran)

Mahasiswa mampu memahami konsep ukuran letak, desil, kuartil


dan persentil

B. Materi Pokok:

1. Kuartil

2. Desil

3. Persentil

C. Uraian Materi
Dalam ilmu-ilmu sosial sering seseorang ingin posisi seseorang
dibandinglan temannya, atau dimana letak seorang di dalam bersama diantara
teman yang lain. Ukuran kecendrungan sentral tidak mungkin menjawab hal
demikian, karena lebih terfokus pada sentralnya, kecuali kalau digunakan p50 yang
mewakili titik tengah median. Untuk itu dalam ilmu statistik diperkenalkan
konsep kuartil (perempatan) desil (perpuluhan) dan persentil (perseratusan).
Kuartil adalah nilai yang memisahkan nilai/skor dalam suatu distribusi tiap 25%
frekuensi dalam suatu distribusi, sedangkan desil dapat memisahkan tiap sepuluh
persen. Kalau seseorang menginginkan norma yang yang lebih halus lagi maka
gunakalah persentil, sebab persentil memisahkan skor setiap 1 %.
57

1. Kuartil

a. Pengertian Kuartil

Seperti telah disinggung di atas, kuartil merupakan yang membagi distribusi


suatu sebaran data menjadi empat kategori yang sama setelah sebaran data
tersebut disusun urutan nilainya dari nilai terkecil hingga nilai yang tertinggi.
Kuartil pertama (K1) adalah suatu nilai yang membatasi 25% frekuensi dibagian
bawah dari 75 persen frekuensi distribusi di bagian atas. K2 adalah suatu nilai
yang memisahkan 50% frekuensi di bawahnya dan 50% frekuensi di atasnya,
sedangkan K3 merupakan nilai yang memisahkan 75% frekuensi di bawahnya dan
25% frekuensi di atasnya. Selanjutnya perhatikan diagram berikut di bawah ini.

75% 25%
50 % K3
K2 75%
50%
K125%

b. Cara Menghitung Kuartil

Pada uraian sebelumnya telah dikemukakan cara mencari median, baik


untuk data tunggal, maupun untuk yang dikelompokkan. Cara mencari ukuran
letak kuartil, tidak jauh berbeda dengan cara mencari median. Letak perbedaan
adalah kalau kuartil adalah skor/nilai terletak pada kelipatan perempatan dari
sebaran data. Andaikata N data =100, maka K1 adalah skor/nilai pada urutan data
ke 25; K2 adalah skor/nilai pada urutan ke 50, dan K3 adalah skor/nilai pada
ukuran ke 75. Cari mencarinya berbeda pada data tunggal dengan data yang telah
dikelompokkan dalam bentuk kelas interval.

a. Data Tunggal

Dalam mencari skor/nilai dari data tunggal dapat digunakan formula sebagai
berikut:
58

K = data ke

Keterangan
K = nilai/skor kuartil yang dicari
I = 1,2,3 , yang menujukkan K1, atau K2, atau K3
Contoh: Sebaran data: 166,170,167,169,163,142, 148,154,157,158,164.
N = 11
Selanjutnya masuk ke dalam rumus:

K1 = data ke

K1 = data ke

K1 = data ke 3

K2 = data ke

K2 = data ke 6

K3 = data ke

K3 = data ke 9
Selanjutnya sebaran data diurutkan dari yang rendah kepada yang tinggi,
seperti juga dalam mencari median, sebagai berikut
Tabel 28: Kuartil Data Tunggal N Tuntas dibagi 4
Tinggi badan Letak Kuartil
170
169
167 K3
166
164
163 K2
158
157
154 K1
148
142
Berdasarkan sebaran data yang telah diurutkan dapat diketahui bahwa :
K1 = 154
59

K2 = 163
K3 = 167
Seandainya data genap (N = genap, atau tidak tuntas dibagi dengan 4, maka
dalam mencari nilai/skor K1, K2 dan K3.lagi, dengan mencari berapa nilai/skor
urutan yang masih tersisa.

Perhatikan contoh sebaran data berikut: 167,158,169,154,163,142, 148,157

K1 = data ke

K1 = data ke 2.25
Data tersebut disusun dalam sebaran urutan dari rendah ke tinggi, sebagai
berikut:
Tabel 29 : Kuartil Data Tunggal N Tidak Tuntas dibagi 4
Tinggi badan Letak Kuartil
169
167
163
158
157
154
148
142
Nilai K1 yang dicari adalah nilai urutan kedua, ditambah dengan 0.25 x
selisih skor urutan ketiga dan kedua.
Nilai/skor K1 = 148 + {0.25 x (154 - 148)} =
= 148 + 1.5
= 149.5
Jadi Nilai/skor K1 = 149.5
Pola yang sama dapat pula digunakan untuk mencari nilai/skor K2 dan K3,
dengan mengganti i sesuai dengan urutan letak K yang dicari.

b. Mencari Kuartil untuk Data Bergolong

Tidak jauh berbeda dengan mencari Median terhadap data yang telah
dikelompokkan, maka untuk Kuartil, dapat digunakan rumus kuartil pertama (K1)
adalah sebagai berikut:
60

K1 = Bb + { }i

Keterangan:
K1 = Kuartil pertama
Bb = Batas bawah nyata
kfb = Komulatif frekuensi di bawah kelas interval yang
mengandung K1
I = Interval
N = Jumlah frekuensi dalam distribusi
fd = Frekuensi dalam interval yang mengandung K1
Sebaran data Nilai dalam Mata Kuliah Statistik
: 24 25 35 48 25 36 38 67 45 23 78 56 35 33 45 56
58 49 30 59 40 65 76 54 32 78 76 64 79 57
Nilai terendah = 23
Nilai tertinggi = 79
Range 79 - 23 = 56

Jumlah kelas interval : K = 1 + 3.3 log 30


1+ 3.3 x 1.477
5.8741 dibulatkan jadi 6
Interval = 56: 6 = 9.33 (dibulatkan jadi 6)
Selanjutnya disusun kelas interval, dicari frekuensi masing-masing kelas interval
dan komulatif frekuensi.
Tabel 30 : Kuartil Data Bergolong
Kelas Interval f kf
70 - 79 5 30
60 69 3 25
50 59 6 22
40 - 49 5 16
30 - 39 7 11
20 29 4 4
61

N 30

K1 terletak pada urutan data ke ¼ x 30 = 7.5. Ini berarti nilai K1 berada


pada kelas I nterval 30 - 39. Bb = 29.5, fd = 7. Kfb = 4. Interval = 10. Selanjutnya
dapat dimasukkan ke dalam rumus:
K1 = 29.5 + { } 10

= 29.5 + (3.5 :7) x 10


= 29.5 + ( 0.5 x 10)
= 34.5
Jadi nilai/skor K1 = 34.5
Selanjutnya untuk mencari skor/nilai K2 dapat rumus pola K1, dengan
rumus sebagai berikut:

K2 = Bb + { }i

Dengan data pada tabel di atas dapat diketahui:

Letak K2 berada pada data ke 15. Ini berarti K2 berada pada kelas interval
40-49.

Bb = 39.5
Kfb = 7
Fd = 5
i = 10
Selanjutnya masukkan ke dalam rumus, sebagai berikut:

K2 = Bb + { }i

K2 = 39.5 + 10

K2 = 39.5 + 10

K2 = 39.5 + 8
K2 = 47.5
62

Pola yang sama diterapkan untuk mencari K3, menyesuaikan rumus seperti
K2, sehingga tersusun rumus sebagai berikut:

K3 = Bb + { }i

Letak K3 berada pada urutan ¾ x 30 = 22.5. Oleh karena itu K3 berada


dalam kelas interval 60 – 69.
Bb = 59.5.
Kfb = 22
Fd =3
Selanjutnya masukkan ke dalam rumus:

K3 = 59.5 + { 10

K3 = 59.5 + 1.67
K3 = 61.17
Dari berbagai hasil di atas, dapat dikatakan bahwa skor/nilai = 34.5 adalah
nilai yang menjadi angka pemisah, 25% dari mahasiswa dibandingkan dengan
75% di atasnya. Andaikata angka/skor K3 dijadikan patokan lulus (61.17), 25% di
atas itu akan dinyatakan lulus dan 75 di bawahnya akan dinyatakan gagal dalam
ujian Statistik, namun dosen yang bersangkutan belum mempunyai patokan kalau
yang bersangkutan menginginkan patokan 60% atau 70%. Untuk ini harus
digunakan Desil, sebagaimana yang akan dikemukakan berikut ini.

B. Desil

1. Pengertian Desil

Kalau kuartil membagi suatu distribusi atas 4 bagian, sedangkan Desil


membagi suatu sebaran frekuensi atas perpuluhan, seperti bagan berikut ini:
D9
D7
D5
D3
D1
63

Skor yang menunjukkan Letak D1, berarti memisahkan 10% distribusi


frekuensi di bawahnya dari 90% di atasnya, sedangkan skor pada letak D2 akan
memisahkan 20% frekuensi di bawahnya dan 80% distribusi frekuensi di atasnya.
Sedangkan D9 berarti skor pada letak D9 akan memisahkan 90% frekuensi di
bawahnya dari 10% di atasnya.
Secara prinsip formula yang digunakan hampir bersamaan dengan kuartil.
Hal yang berbeda klasifikasi menjadi perpuluhan, I = 1,2,3 dalam kuartil dirubah
dengan i = 1,2,3, 4.4,6,7,8,9. Formula umum yang digunakan sebagai berikut:
Untuk data yang tidak dikelompokkan

Di = data ke

Keterangan
Di = nilai/skor kuartil yang dicari,
I = 1,2,3,……….9 yang menujukkan D1, atau D2, atau D3…..D9
Rumus umum untuk distribusi yang dikelompokkan:

Di = Bb + { }i

Keterangan:
Di = Desil ke i
Bb = Batas bawah nyata
kfb = Komulatif frekuensi di bawah kelas interval yang
mengandung K1
I = Interval
N = Jumlah frekuensi dalam distribusi
fd = Frekuensi dalam interval yang mengandung K1

2. Cara Mengitung Desil

a. Mencari Desil Data Tunggal

D = data ke

Keterangan i = 1,2,3….. dan 9


64

Sebaran data : 90 150, 126,140,124,118,131, 117, 116, 120


Data tersebut diurutkan menjadi : 90,116, 117, 118, 120,124, 126, 131,140,
150
Selanjutnya dicari data D6

D6 = data ke

D6 = data ke 6.6.
Ini berarti data ke 6.6 adalah skor/nilai antara 124 dan 126. Selanjutnya
berapa harus dicari, sebagai berikut:
Skor D6 = 124 + (126-124) x 0.6
124 + 1.2 = 25.2
Selanjutnya dicari dimana letak pula D9 dan berapa nilai pemisahnya.
D9 = data ke = = 9.9

Nilai/Skor letak data ke 9.9 adalah 140 + (150 – 140) : 10


D9 = 141
Selanjutnya perhatikan pula cari mencari Desil untuk data yang
dikelompokkan.

b. Untuk Data Bergolong

Dalam aplikasi rumus Desil data yang dikelompokkan digunakan data yang
dipakai untuk mencari Kuartil sebagai berikut:
Sebaran data Nilai dalam Mata Kuliah Statistik
: 24 25 35 48 25 36 38 67 45 23 78 56 35 33 45 56
58 49 30 59 40 65 76 54 32 78 76 64 79 57
Nilai terendah = 23
Nilai tertinggi = 79
Range 79 - 23 = 56
Jumlah kelas interval: K = 1 + 3.3 log 30
1 + 3.3 x1.477
5.8741 dibulatkan jadi 6
Interval = 56 : 6 = 9.33 (dibulatkan jadi 6)
65

Selanjutnya disusun kelas interval, dicari frekuensi masing-masing kelas


interval dan komulatif frekuensi.
Tabel 31 : Desil Data Bergolong

Kelas Interval f Kf
70 - 79 5 30
60 69 3 25
50 59 6 22
40 - 49 5 16
30 - 39 7 11
20 29 4 4
N 30

D2 = 29.5 + {

D2 = 29.5 + 10

= 29.5 + 2.86 = 32.36


Nilai /skor D2 adalah 32.36

D5 = Bb + 10

= 39.5 + x10

= 47.5
Jadi skor/nilai D5 adalah 47.5.

3. Persentil

Ukuran Letak yang ketiga adalah persentil, yang prinsip mirip dengan Desil
dan Kuartil. Kalau dengan Kuartil, peneliti hanya mendapatkan nilai/skor yang
memisahkan distribusi dalam perempatan, yaitu K1,K2 dan K33. Dengan Desil
seseorang/peneliti dapat mengetahui skor/nilai sebagai angka pemisah jumlah
frekuensi dalam perpuluhan, yaitu D1, D2, D3, D4, D5, D6, D7, D8 dan D9.
Tetapi tidak mendapatkan angka pemisah 45% frekuensi di bawahnya dan 55%
frekuensi di atasnya. Hal itu dijawab oleh ukuran letak Persentil.
66

1. Pengertian Persentil

Ukuran letak Persentil menjawab kekurangan Desil dan Kuartil. Persentil


adalah angka pemisah yang membagi distribusi menjadi 100 bagian yang sama,
sesudah data disusun urutan nilainya terkecil dan nilai yang terbesar. Oleh karena
itu dapat dicari dari P1 (persentil pertama), sampai dengan P99 (persentil 99).

Persentil kelima berarti angka itu memisahkan distribusi 5% di bawahnya dan


95% di atasnya. Persentil 10, berarti skor tersebut memisahkan atau membagi
10% distribusi frekuensi di atasnya dari 90% frekuensi di atasnya. P10 = D1.
Selanjutnya perhatikan beberapa kesamaan: Persentil, Desil dan Kuartil dalam
suatu bagan berikut ini:

Persentil Desil Kuartil K3

P75 P70 D7
P50. D5 K2

P30 D3
P25
D2 K1

Gb 12 : Perbandingan Desil. Kuartil dan Persentil

2. Cara Menghitung Persentil

Pola dasar mencari adalah sama dengan Desil atau Kuartil. Rumus –rumus
yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

a. Untuk persentil data tunggal

Rumus untuk mencari persentil data tunggal ke i berada di :

Letak P = data ke dimana k =1,2,3,4, 5, ………. dan 99


67

Diketahui sebaran data sebagai berikut: 75, 82, 66, 57, 64, 56,92, 94, 86, 52,60, 70
Yang dicari P50 ?
Langkah pertama yang dilakukan adalah menyusun data tersebut mendalam
urutan sehingga tersusun dari yang rendah kepada yang tinggi:
52,56,57, 60, 64, 66, 70, 75, 82, 86, 92, 94
Langkah kedua menentukan letak Persentil 50 dengan menggunakan rumus:

Letak P50 = = = 6.50

Letak P50 pada data ke 6.50


P50 = 66 + 0.50 ( 70 - 66) = 66 + 3
P50 = 62
Ini berarti sebanyak 50% data distribusi frekuensi nilainya di atas nilai 62,
dan juga sebanyak 50% dari data fekuensi nilainya juga di bawah nilai 62.
Berapa nilai pemisahnya kalau P75 ?

Letak P75 = data ke = = 9.75

Jadi letak P75 berada pada data ke 9,75


Nilai P75 = 82 + 0,75( 86 - 82)
= 82 + 3 = 85
Ini berarti sebanyak 75% data distribusi frekuensi nilainya di bawah 85, dan
hanya 25% di atas 85

b. Untuk data berkelompok

Pn = Bb + { } i

Keterangan :
Pn = Persentlil ke n
Bb = Batas bawah nyata
kfb = Komulatif frekuensi di bawah kelas interval yang
mengandung Pk
I = Interval
N = Jumlah frekuensi dalam distribusi
68

fd = Frekuensi dalam interval yang mengandung K1


Contoh data hasil ujian 80 orang mahasiswa yang telah diolah dalam kelas
interval
Tabel 32 : Persentil Data Bergolong
Nilai ujian F kf
31 - 40 1 1
41 - 50 2 3
51 - 60 5 8
61 - 70 15 23
71 - 80 25 48
81 - 90 20 68
91 - 100 12 80
Jumlah 80

Berapa nilai P 50 dan P75?


Bb = 60,5
kfb = 23
fd = 25
I =10

P50 = 60.5 + x 10

P50 = 60,5 + 3,6


P50 = 64,1
P50 = 64,1, artinya sebanyak 50 % dari data distriusi frekuensi mendapat
nilai di bawah 64,1 dan sebanyak 50% dari data distrbusi mendapat nilai di atas
64,1.

P75 = 80,5 + x 10

P75 = 80,5 + 6
P75 = 86,5
P75 = 86,5; artinya sebanyak 75% daripada data distribusi mendapat nilai di
bawah 86, 5 dan sebanyak 25% mendapat nilai di atas 86,5.
69

HANDOUT

Nama Mata Kuliah : Statistik Sosial (2 SKS)


Nomor Kode : SOA 126
Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi
Jurusan : Sosiologi
Fakultas : Ilmu Sosial
Dosen Mata Kuliah : Drs. Zafri, M.Pd (4431)
Ike Sylvia, S.IP, M.Si (4446)
Pertemuan : 7

A. Learning Outcome (Capaian Pembelajaran)

Mahasiswa mampu memahamami konsep variabilitas

B. Materi Pokok:

1. Pengertian dan Jenis Variabilitas


2. Range
3. Range Antar Kuartil
4. Rata-rata Deviasi (Average Deviation)
5. Standar Deviasi

C. Uraian Materi
1. Pengertian dan Jenis Variabilitas

Ukuran kecendrungan sentral, Mean, Median dan Mean akan menunjukkan


kecendrungan memusat, namun tidak dapat mendeskripsikan variasi data dari
distribusi tersebut. Seandainya peneliti ingin membandingkan dua sampel
penelitian harga Mean sama tidak mencukupi. Harga dua mean sampel penelitian
sama, umpamanya 20 dan 20. Peneliti tidak mengatakan kedua kelompok itu sama
sebab gejala data secara keseluruhan belum tentu sama. Ada kemungkinan yang
satu sebarannnya leptokurtic, dan mungkin juga yang satu lagi mesokurtic atau
polykuctic. Selanjutnya perhatikan contoh berikut:
Sampel I. : 45, 45 , 45, 20, 60, 45, 30 ,45 70, 45. ∑ =450 Mean = 45
70

Sampel II : 40, 60, ,55, , 35, 50, 38, 45, 60,30,37, ∑ =450 Mean = 45
Kedua data sampel tersebut sama, namun variabilitas tidak sama. Sampel I
variasi nilai 20 = 70, sedangkan kelompok kedua variasi nilai cukup banyak
walaupun range lebih kecil dari sampel I, yaitu 37 – 60). Perhatikan gambar
berikut:

f
6
5
4
3
2
1

20 30 40 50 60 70
Diagram 10 :
(Diagram batang diperbesar)
f
6
5
4
3
2
1

30 35 40 50 55 60
Diagram 11 :
Oleh karena itu dalam mendeskripsikan dan membandingkan dua sampel
data tersebut perlu diketahui variabilitas masing-masing sampel data. Walaupun
71

datanya sama-sama normal sekalipun, yang satu mungkin bell runcing yang satu
labi dalam bell melebar seperti di bawah ini.

Mean
Gb. 13
Oleh karena itu, yang dimaksud dengan variabilitas dalam satu sebaran data
adalah derajat penyebaran nilai-nilai variabel dari suatu kecendrungan sentral
dalam suatu distribusi. Kalau variabilitas suatu distribusi, besar maka data akan
tersebar dalam rentang yang lebar. Sering juga disebut dengan datanya heterogen,
(Lihat gambar di atas), sedangkan kalau variabilitasnya kecil, sebarannya tidak
melebar/cendrung mendekati mean. Kondisi didata yang demikian sering disebut
dengan data yang homogen (lihat gambar A di atas). Beberapa cara dalam mencari
variabilitas, yaitu: (1) Range, (2) Interqurtile ran, (3) Rata-rata Deviasi dan (4)
Standar Deviasi. Tiap jenis akan dibicarakan pada uraian berikut ini.
c. Range

Kalau melihat suatu sebaran data selalu akan ditemui ada skor yang paling
rendah dan ada pula skor paling tinggi dan sebagian besar akan tersebar di tengah
kecuali kalau data tersebut juling ke kiri atau ke kanan. Jarak antara skor/nilai
yang paling tinggi dan yang paling rendah disebut dengan Range. Secara
sederhana dapat digambarkan:
Range = X Tertinggi – X Terendah
Selanjutnya perhatikan sebaran berikut:
72

X1 25 28 35 26 32 34 40 38 36 34 42 48
X2 25 26 34 45 34 42 15 22 65 60 19 31

∑ X1 = 418 Mean = 34,83


∑ X2 = 418 Mean = 34,83
25 35 45 48
30 Mean 40
15 25 35 45 55 65
20 30 40 50 60
Mean
Walaupun Mean sama, namun sebaran tidak sama, karena sampel X1
mempunyai range lebih kecil yaitu 48 - 15 = 23, sedangkan X2, mempunyai range
lebih besar, yaitu 65 – 15 = 50. Oleh karena itu, walaupun kedua kelompok itu
mempunyai Mean yang sama, yaitu 35.18, tetapi karena range kedua kelompok
berbeda, maka kedua kelompok sampel itu harus diartikan dengan memperhatikan
range masing-masing.
Kelemahan yang sangat menonjol penggunaan adalah range yang diambil
dua tertinggi dan terendah, sedangkan banyak variasi nilai yang di tengah tidak
diperhitungkan, sedangkan kebaikan range mudah dipahami, dan mudah
dilaksanakan dan banyak digunakan dalam menentukan besaran kelas interval
dalam suatu distibusi.
d. Range Antar Kuartil

Bentuk kedua dari variabilitas adalah Range antar Kuartil. Variabilitas ini
merupakan perbedaan antara Kuartil pertama dengan Kuartil ketiga. Rumus yang
digunakan:
Range Antar Kuartil = K3 - K1
Aplikasi rumus.
Sebaran data Nilai dalam Mata Kuliah Statistik
: 24 25 35 48 25 36 38 67 45 23 78 56 35 33 45 56
58 49 30 59 40 65 76 54 32 78 76 64 79 57
73

Nilai terendah = 23
Nilai tertinggi = 79
Range 79 - 23 = 56
Interval = 6 (dicari dengan menggunakan rumus Sturges)
Distribusi frekuensi dalam bentuk data bergolong, adalah sebagai berikut:
Tabel 33 :

Kelas Interval f kf
70 - 79 5 30
60 69 3 25
50 59 6 22
40 - 49 5 16
30 - 39 7 11
20 29 4 4
N 30

Nilai K1 dapat dicari dengan rumus:

K1 = 29.5 + { }10

= 29.5 + (3.5 :7) x 10


= 29.5 + ( 0.5 x 10)
= 34.5
Nilai/skor K1 = 34.5
Nilai K3 dapat dicari dengan pola yang sama dengan K1, dengan mengganti
K1 dengan K3, sehingga nilai K3 = 61.17. Dengan didapatnya nilai K3 dan K1
maka nilai interkuartil range dapat dicari.
Range Antarkuartil = K3 - K1
= 61,17 - 34,5
= 26,67
Range Antarkuartil ini selalu lebih kecil dari range P10 - P90. Perbedaan
lebih kecil lagi kalau digunakan, namun. Range Semi Antar Kuartil (RSAK) lebih
kecil lagi. Untuk ini dapat digunakan rumus sebagai berikut:

RSAK = = = 13,335
74

Range Semi Antar Kuartil ini sering digunakan bersama-sama dengan median.
Median untuk kencendrungan sentralnya dan Range Semi Antar Kuartil untuk
mengetahui variabilitasnya.

e. Rata-rata Deviasi (Average Deviation)

Rata-rata Deviasi salah satu ukuran variabilitas yang kadang-kadang


digunakan. Rata-rata deviasi adalah rata-rata dari deviasi nilai dari Mean dalam
suatu distribusi. Nilai yang diambil adalah nilai absolutnya. Ini berarti bahwa
walaupun nilai seseorang rendah dari Mean, namun harga yang digunakan tetap
harga absolutnya, (mengabaikan (tanda negatitf). Rumus yang digunakan sebagai
berikut:

SD =

Keterangan:
SD = Standar Deviasi
x = Penympangan skor dari Mean ( X - X )
N = Jumlah subjek
Mean dari 4 orang yang tertera dalam table dalam tabel berikut adalah 44: 4
=11.
Tabel 34 :
Penyimpangan
individu dari Mean
Nama X x2
(nilai absolute)
x
Ali 10 1 1
Umar 12 1 1
Idham 9 2 4
Ratna 13 2 4
Jumlah 44 10

Jadi Rata-rata Mean: SD =

=
= 1,58113883 (dibulatkan menjadi 1,581)
75

Dengan demikian dapat dikatakan rata-tata deviasi dari mean sebesar 1,581.
f. Standar Deviasi

Kelemahan-kelemahan yang terdapat pada rata-rata deviasi seperti


peniadaan angka negatif, untuk nilai lebih kecil dari rata-rata kelompoknya,
menjadi hilang apabila kita menggunakan standar deviasi sebagai cara untuk
menentukan penyimpangan nilai dari kelompoknya/individualnya. Deviasi
standar/simpangan baku ini merupakan alat statistik yang lebih ampuh dan teliti
dibandingkan dengan range/rentang, dan ukuran simpangan lainnya.
Langkah-langkah dalam mencari SD tersebut adalah sebagai berikut:
1. Susun skor atau kelas menurut urutannya, baik dalam kelompok maupun
yang tidak dikelompokkan.
2. Hitung rata-ratanya ( )
3. Cari selisih masing-masing nilai atau kelompoknya ( X – )
4. Kuadratkan selisih tersebut ( X1 – )2, ( X2 – )2 dan seterusnya.
5. Jumlahkan kuadrat-kuadrat selisih pada langkah ke 4
6. Bagi jumlah kuadrat itu dengan N. Bagi distribusi yang mempunyai N kecil,
gunakan N – 1.
7. Cari skor dari hasil langkah ke enam
Standar deviasi dapat dicari untuk data yang dikelompokkan dan untuk data
yang tidak dikelompokkan.
1. Data yang tidak dikelompokkan

Terhadap data yang tidak dikelompokkan dapat digunakan dua cara, yaitu
dengan metode langsung dan metode tidak langsung.
a. Metode langsung

Metoda langsung dapat dilakukan dengan mengguakan angka kasar dan


tidak mencari mean terlebih lebih dahulu.
Formula yang dapat digunakan untk metode langsung sebagai berikut:

SD =
76

Keterangan:
SD = Standar Deviasi
∑X = jumah Skor kasar
∑ X2 = Jumlah masing-masing skor kasar setelah dikuadratkan
Contoh : I.

Tabel 35 :

Nama Skor X X2
Ali 10 100
Umar 12 144
Idham 9 81
Ratna 13 169
Jumlah 44 494

(Data yang digunakan sama dengan data pada waktu mencari Rata-rata
Mean)
Dengan menggunakan formula yang telah dikemukakan, maka SD untuk
contoh di atas adalah :

SD =

SD = √ –(

SD =
SD = 1.58113883 ( dibulatkan 1,581)
b. Metode Tidak Langsung

Metode tidak langsung ialah dengan mencari Mean terlebih dahulu Mean
dan kemudian mencari penyimpangan. Untuk itu dapat digunakan formula sebagai
berikut:

Mean =

SD =

Dengan menggunakan data pada contoh satu, dapat dicari Mean dan SD-nya
sebagai berikut:
77

Tabel 36 :
x
Nama X x2
(X– )
Ali 10 -1 1
Umar 12 +1 1
Idham 9 -2 4
Ratna 13 +2 4
Jumlah 44 0 10

= = 11

SD = = SD =
SD = 1.581

Walaupun digunakan rumus yang berbeda terhadap data yang sama, namun
hasil yang didapat ternyata tidak berbeda secara berarti. Kalau terjadi perbedaan,
terutama sekali disebabkan pembulatan.
2. Data yang dikelompokkan

Mencari standar deviasi untuk data yang dikelompokkan tidak jauh berbeda
dengan data yang tidak dikelompokkan. Nilai individual tidak muncul lagi, karena
telah dimasukan ke dalam kelas interval atau penggolongan yang dibuat. Oleh
karena itu nilai masing-masing kelas interval diwakili oleh titik tengah (mid point)
nya.
Seperti juga untuk data yang tidak dikelompokkan maka untuk data yang
dikelompokkan ada dua cara yang dapat digunakan dalam, mencari standar
deviasi, yaitu metoda tidak langsung atau rumus deviasi berkode.

a) Metode langsung dari skor kasar

Apabila kita mengunakan metode ini, kadang-kadang kita akan menjumpai


angka yang besar-besar. Oleh karena itu perlu kehati-hatian dalam
penyelesaiannya.
Formula yang dipakai sama dengan data yang tidak dikelompokkan, adalah
sebagai berikut:
78

SD =

Tabel 37 :
Skor Titik
F fX fX2
Inteligensi Tengah
150 – 159 154.5 1 154.5 23870.25
140 – 149 144.5 6 867 125281.50
130 – 139 134.5 20 2690 361805.00
120 – 129 124.5 28 3486 434007.00
110 – 119 114.5 19 2175.5 248872.20
100 – 109 104.5 7 731.5 76441.75
90 – 99 94.5 7 661.5 62511.70
80 – 89 84.5 1 84.5 7140.25
89 10850.5 1339929.5
M = 121.9

SD =

=
SD = 13.816 (13.82)
b) Metode tidak langsung atau deviasi berkode

Apabila kita dengan menggunakan angka besar memakai angka besar dan
mungkin timbul kesalahan-kesalahan atau kurang teliti menggunakannya maka
sebaiknya digunakan rumus yang lain sebagai berikut:

SD = i

Dimana:
x1 = Deviasi berkode dari mean terkaan
i = interval
79

Tabel 38 :
Skor
f x1 fx1 fx1 2
Inteligensi
150 – 159 1 3 3 9
140 – 149 6 2 12 24
130 – 139 20 1 20 20
120 – 139 28 0 0 0
110 – 119 19 -1 -19 +19
100 – 109 7 -2 -14 28
90 – 99 7 -3 -21 63
80 – 89 1 -4 -4 16
89 -23 179

M = 124.5 + x 10

= 124.5 – 2.70
= 121.8

SD = 10

= 10
= 10 x 1.3928 = 13.928
Dari contoh di atas didapat bahwa mean = 121.8 sedangkan standar deviasi
adalah 13.9 (dibulatkan)
80

HANDOUT

Nama Mata Kuliah : Statistik Sosial (2 SKS)


Nomor Kode : SOA 126
Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi
Jurusan : Sosiologi
Fakultas : Ilmu Sosial
Dosen Mata Kuliah : Drs. Zafri, M.Pd (4431)
Ike Sylvia, S.IP, M.Si (4446)
Pertemuan : 9

A. Learning Outcome (Capaian Pembelajaran)

Mahasiswa mampu memahami konsep dasar pengujian hipotesis


dan persyaratan sebelum menentukan pengujian hipotesis

B. Materi Pokok:

1. Pengertian Hipotesis
2. Beberapa Kesalahan Kekeliruan dalam Pengujian Hipotesis
3. Langkah-langkah Pengujian Hipotesis
4. Uji Persyaratan Sebelum Menggunakan Statistik Parametrik
a. Uji Normalitas
b. Uji Homogenitas
c. Uji Linieritas
C. Uraian Materi :

Pengujian hipotesis pada prinsipnya untuk menentukan apakah hipotesis


yang diajukan oleh penelitian terima atau ditolak sesuai dengan keadaan data yang
sebenarnya, dan bukan untuk membenarkan hipotesis yang telah disusun.

A. Pengertian Hipotesis ?

Secara etimologi, hipotesis adalah perpaduan dua kata: hypo dan thesis
hypo berarti kurang dari
thesis adalah pendapat atau thesa
Oleh karena itu, secara harfiah hipotesis dapat diartikan sebagai sesuatu
pernyataan yang belum merupakan suatu thesa; suatu kesimpulan sementara;
suatu pendapat yang belum final, karena masih harus dibuktikan kebenarannya.
81

Hipotesis adalah suatu dugaan sementara, suatu thesa sementara yang harus
dibuktikan kebenarannya melalui penyelidikan ilmiah. Hipotesis dapat juga
dikatakan kesimpulan sementara, merupakan suatu konstruk (construct) yang
masih perlu dibuktikan, suatu kesimpulan yang belum teruji kebenarannya.
Pendapat tersebut didukung oleh pendapat beberapa ahli sebagai berikut.
Fraenkel dan Wallen (1993:551) menyatakan hipotesis adalah: A tentative,
reasonable, testabel assertion regarding the occurance of certain behaviors,
phenomena,or events; a prediction of study outcome. Sedangkan Kerlinger (1973)
menyatakan hipotesis adalah suatu pernyataan kira-kira atau suatu dugaan
sementara mengenai hubungan antara dua atau lebih variabel. Justru karena itu
hipotesis merupakan suatu kesimpulan sementara yang belum final; suatu jawaban
sementara; suatu dugaan sementara; yang merupakan konstruk peneliti terhadap
masalah penelitian. Kebenaran dugaan tersebut perlu dibuktikan melalui
penyelidikan ilmiah.
Sekurang-kurangnya ada tiga tipe hubungan, yaitu:
Hubungan pertama, yang menunjuk dan dapat dikatakan pengaruh, yaitu
hubungan yang bersifat asymetris.
Hubungan kedua dan tidak menyatakan pengaruh yaitu hubungan yang bersifat
symetris, dan Tipe hubungan ketiga adalah reciprocal.
- Tipe hubungan asymetris biasanya digambarkan dengan anak panah ( ).

Contoh:

Variabel X Variabel Y

Ini berarti variabel X mempunyai hubungan dengan variabel Y Hubungan


yang ada dapat dikatakan dengan pengaruh. X mempengaruhi Y tetapi tidak
sebaliknya.
Hubungan symetris tidak menunjukkan pengaruh dan biasanya
dilambangkan dengan garis sedikit melengkung ( ), yang menunjuk
pada masing-masing variabel.
82

Contoh:

Hasil Hasil
padi kadele

I II
Hubungan di atas menjelaskan bahwa variabel I mempunyai hubungan
dengan variabel II, tetapi tidak dapat diinterpretasikan variabel I mempengaruhi
variabel II, sebab variabel I setara dengan variabel II dan tidak mungkin
memberikan sumbangan terhadap variabel II. Mana yang lebih menentukan tidak
dapat dinyatakan dengan pasti karena banyak variabel lain yang tersembunyi yang
tidak diteliti, dan dapat mempengaruhi variabel yang diteliti. Kalau mau
mengetahui lebih lanjut apakah ada pengaruhnya, silakan uji dengan
memasukkan test factor dalam analisis untuk membuktikan kebenaran hubungan
tersebut.
Hubungan reciprocal adalah hubungan saling memperkuat masing-masing
variabel pada langkah berikutnya. Umpama: Variabel X (Motivasi belajar) dan
variabel Y (Hasil belajar).

Xt1 Yt1

Xt2 Yt2

Xt3 Yt3

Xt4 Yt4

Keterangan:
t1 adalah waktu pada periode pertama
t2 adalah waktu pada periode kedua
t3 adalah waktu pada periode ketiga
t4 adalah waktu pada periode keempat
83

Dari contoh di atas para pembaca dapat mengamati bahwa pada waktu
permulaan memang variabel X1 mempengaruhi variabel Y1, namun kemudian
variabel Y1 yang sudah terpengaruh akan mempengaruhi lagi variabel X pada t2.
Variabel X pada t2 akan mempengaruhi lagi variabel Y pada waktu t2, dan
seterusnya, sehingga masing-masing variabel saling memperkuat pada waktu
berikutnya.

B. Beberapa Kesalahan Kekeliruan dalam Pengujian Hipotesis

Dalam pengujian hipotesis, nilai-nilai statistik yang didapat hendaknya


dibandingkan dengan kriteria tertentu sesuai dengan polanya masing-masing.
Apabila peneliti menggunakan analisis hubungan dengan rumus Product Moment
Correlation, maka peneliti hendaknya membandingkan nilai statistik yang didapat
dengan tabel Product Moment Correlatioan.
Dalam pengujian hipotesis ada dua macam kekeliruan yang dapat terjadi:
1. Kekeliruan type I, yaitu menolak hipotesis yang seharusnya diterima
2. Kekeliruan type II, yaitu menerima hipotesis yang seharusnya ditolak.
Peluang untuk membuat kekeliruan type I, dilambangkan dengan (alpa),
sedangkan untuk kekeliruan type II dengan (beta). Kekeliruan disebut juga
dengan taraf signifikansi. Makin besar (alpa) atau taraf signifikansi yang dipakai
peneliti dalam pembuktian hipotesis, makin besar pula tingkat kekeliruan
hipotesis, makin besar pula tingkat kekeliruan type I yang diambilnya. Sebaliknya

makin kecil (beta) yang diambil makin besar pula kekeliruan type I. Umpama:
Peneliti mengambil = 0.05 atau 0.01.Dengan = 0.01 atau taraf signifikansi 1
% berarti kira-kira satu dari tiap 100 kesimpulan, kita akan menolak satu
hipotesis yang seharusnya diterima. Atau dapat juga dikatakan mungkin kira 99%
kita membuat kesimpulan yang benar dan mungkin salah hanya satu 1%, dengan
peluang 0.01.
Setiap kali penelitian menentukan taraf pembuktian dapat dihitung. Peluang
terjadinya kekeliruan type I ( 1 - ) disebut dengan uji atau kuasa uji. Untuk lebih
jelasnya kedua type kekeliruan itu, perhatikanlah tabel berikut:
Tabel 40 : Dua Bentuk Kekeliruan dalam Membuat Kesimpulan
84

tentang Hipotesis
Hipotesis Kesimpulan Kekeliruan
Hipotesis Benar Terima Hipotesis Tidak ada kekeliruan
TolakHipotesis Kekeliruan Type I
Hipotesis Salah Tolak Hipotesis Tidak ada kekeliruan
Terima Hipotesis Kekeliruan Type II

Peneliti hendaklah menghindari kesalahan dalam mengambil kesimpulan.


Oleh karena itu peneliti selalu berusaha menekan kedua type kekeliruan pada
sampai yang sekecil-kecilnya. Untuk mencapai maksud tersebut bukanlah
pekerjaan yang mudah karena dengan menekan kekeliruan type I, yaitu
mengurangi menolak hipotesis yang benar, sebenarnya pula peneliti menambah
besar kemungkinan menerima hipotesis yang salah. Oleh karena itu seorang
peneliti harus pandai dan mampu menggunakan pertimbangan teoritis dan dituntut
pula untuk menggunakan pertimbangan praktis sesuai dengan situasi pada
umumnya.

C. Langkah-langkah Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis bukanlah dimaksudkan untuk menentukan apakah


hipotesis yang disusun itu benar atau tidak (kebenaran hipotesis), melainkan
hanya menerima atau menolak hipotesis. Oleh karena itu perlu ditentukan terlebih
dahulu apakah hipotesis yang akan di uji itu hipotesis nihil atau hipotesis kerja /
alternatif. Selanjutnya baru ditentukan kriteria pengujian yang merupakan daerah
penolakan (daerah kritik) dan daerah penerima, dengan menentukan taraf
signifikansi atau taraf kepercayaan.
Bentuk hipotesis yang disusun akan menentukan tenik analisis yang dipakai
dan pada bagian berikutnya akan menentukan pula bentuk pengujiannya.
Umpama:
Hipotesis : Tidak ada perbedaan kemampuan mahasiswa yang diajar
dengan metode diskusi dan metode ceramah.
Hipotesis ini adalah hipotesis nihil dan dapat di olah dengan rumus ttest.
Dengan menentukan tingkat signifikansi ( = 0.05), maka hasil to (yang
diobservasi) dibandingkan dengan ttabel sesuai dengan daerah kritik yang telah
85

ditetapkan. Seandainya hasil yang dapat ( to ) lebih kecil dari harga t pada daerah
kritik, maka hipotesis tersebut diterima. Apabila lebih besar maka hipotesis harus
ditolak.
Perhatikan beberapa contoh daerah penerimaan dan daerah penolakan suatu
hipotesis, baik satu ekor (one-tile) ataupun dua ekor (two-tiles)

Ho
Daerah Daerah Kritis
Kritis Daerah Penerimaan

Gambar 23 : Daerah Penerimaan dan Penolakan


dua ekor ( two-tile)

Daerah Daerah
Penolak Daerah
Penolaka
an Penerimaan Daerah n
H0 Penerimaan H0

Gambar 24 : Daerah Penerimaan dan Penolakan Satu Ekor (One-tile)

Contoh : Uji dua pihak


Dua jenis makanan diberikan kepada ternak secara terpisah dalam
jangka waktu tertentu, ingin diketahui makanan mana yang lebih baik
bagi ternak tersebut. Jenis makanan I diberikan pada 10 ekor ternak
dengan tambahan berat badannya sebagai berikut: 14,0, 13,3 14,2 13,6
13,7 13,7 13,4 13,9 14,1 13,8 sedangkan untuk makanan ( II )
diberikan kepada 9 ekor ternak yang diambil secara random. Tambah
berat badannya itu sebagai berikut: 13,3 13,2 13,4 13,7, 13,9 14,2
12,6, 13,9, 14,11.
Pada taraf signifikan 5% atau (α=0,05), sama saja baiknya kedua jenis
makanan ternak itu dalam menambah berat ternak
Untuk ini digunakan rumus:

s² =
86

= 13.77
1 s1 = 0.2647 S12 = 0.07
X2 = 13.59 s2 = 0.4886 S12 = 0.2387

s2 = = 0.1494

t = = 2.62

Harga t0.975 dengan dk 17 dalam tabel t adalah 2.11. Terima Ho, jika harga t
terletak antara -2,11 dan 2,11. Dari hasil di atas t = 2.62. Ini berarti di luar daerah
penerimaan Ho. Kesimpulan kedua jenis makanan itu memberikan tambahan berat
badan yang berbeda terhadap ternak itu.
Apabila hipotesis disajikan dalam bentuk lain. Umpama : Makin tinggi
pendidikan seseorang, makin tinggi pendapatannya (Ha). Hipotesis ini diterima,
jika nilai/harga r yang didapat lebih besar dari harga r tabel= α ,05. (kalau yang
digunakan rumus Product Moment Correlation). Ini berarti pula Ho ditolak.
Dalam melakukan analisis data peneliti dapat menggunakan komputer
sebagai alat bantu pengolah data. Berbagai rumus dan penyajian data seperti yang
telah dikemukakan, dapat diolah dengan menggunakan program SPSS for
Windows (Statiscal Product and Service Solutions).Hanya perlu disikapi dengan
hati-hati bahwa pemilihan rumus yang tepat sesuai dengan keadaan data yang
sesungguhnya, selalu menjadi tanggung jawab peneliti. Di samping itu,
penggambaran, pemaknaan hasil pengolahan; dari mana datangnya hasil atau nilai
tersebut, harus dipahami secara tuntas dan tetap menjadi tanggung jawab peneliti.

D. Uji Persyaratan Sebelum Menggunakan Statistik Parametrik

Beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi dalam melakukan uji hipotesis


dengan menggunakan statistik inferential adalah sebagai brikut
1. Uji Normalitas

a) Kertas Peluang Normal


87

Salah satu cara yang sangat sederhana dalam uji normalitas adalah dengan
menggunakan kertas peluang normal. Cara-cara yang ditempuh adalah sebagai
berikut:
1) Data yang dikumpulkan (data sampel) disusun dalam bentuk distribusi
frekuensi dan kemudian dibentuk distribusi komulatif persentase kurang dari.
Dalam hal ini yang diambil adalah batas nyata kelas interval.
2) Selanjutnya persentase komulatif/frekuensi komulatif digambarkan pada
kertas grafik khusus atau kertas peluang normal.
Pada sumbu datar digambarkan batas-batas kelas sedangkan pada sumbu
tegak dilukiskan persentase komulatifnya.
3) Apabila titik teletak pada garis lurus atau mendekati garis lurus maka dapat
dikatakan bahwa data yang dikumpulkan berdistribusi normal dan populasi
dari mana sampel itu diambil dapat pula dikatakan akan berdistribusi normal.
Sebaliknya apabila titik tidak terletak seperti garis lurus atau hampir pada
garis lurus maka dikatakan distribusi sampel itu tidak normal.

Perhatikan contoh berikut: Data Motivasi Berprestasi.


Tabel 41 :
Data F Data kf %
20 – 29 4 Kurang dari 29,5 4 11,76
30 – 39 Kurang dari 39,5
8 12 35,29
40 – 49 Kurang dari49,5
50 – 59 Kurang dari 59,5
10 22 64,29
60 – 69 Kurang dari 69,5
7 29 85,29

5 34 100
Jumlah 34
88

Selanjutnya perhatikan gambar berikut ini:

29,5 39,5 49,5 59,5 69,5


Gb. 25 :

Berhubung karena titik-titik pada kertas peluang itu setelah dihubungkan


merupakan /mendekati garis lurus, maka dapat dikatakan bahwa data yang
dicontohkan di atas berdistribusi normal. Selanjutnya baru dapat digunakan teknik
analisis yang berlaku untuk kurva normal.

b) Menggunakan Rumus Chi-Squares

Cari lain yang dapat digunakan dalam menentukan data distribusi normal
atau tidak adalah dengan menggunakan rumus Chi-Square. Langkah yang
ditempuh adalah:
1) Menentukan batas nyata kelas untuk tiap-tiap kelas interval
2) Mencari mean dan standar deviasi dari data tersebut
3) Mencari harga z untuk tiap-tiap batas kelas dan kemudian menentukan luas
daerah di bawah kurva normal tiap-tiap kelas interval.
4) Mencari frekuensi yang diharapkan untuk kelas interval, dengan mengalikan
luas daerah masing-masing N
5) Pada kolom terakhir masukan frekuensi yang diamati sesuai dengan masing-
masing kelas interval.
6) Carilah nilai Chi-Square dengan menggunakan rumus Chi Squares
Rumus:

X2 =
89

Keterangan:
f0 = Frekuensi yang diobservasi
fh = Frekuensi yang diharapkan
Contoh :
Tabel 42 :
z untuk batas Luas tiap
Batas:Nyata fh fo
kelas kelas interval
19,5 -2,22 0,0802
29,5 -1,32 0,2438 2,7 4
39,5 -0,42 0,3438 8,3 8
49,5 0,48 0,3472 11,8 10
59,5 1,37 0,2303 7,8 7
69,5 2,27 0,0737 2,5 5

Mean = 44.20 SD = 11,46

= + +
= 0.6259 + 0.0108 + 0.2746 + 0.0820 + 2,5
χ² = 3,493
Derajat kebebasan untuk uji normalitas dengan mengunakan Chi Square ini
adalah jumlah sel fh dikurangi satu. Dalam hal ini adalah 5 – 1 = 4. Dengan db =
4, dan batas penolakan adalah 5 %, maka nilai Chi Square tabel sebesar 9,49.
Nilai yang didapat = 3,4933 ternyata jauh lebih kecil dari nilai tabel batas
penolakan (9,49), sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi nilai yang didapat
tidak menyimpang dari kurva normal.
Teknik lain yang dapat digunakan dalam uji persyaratan normalitas adalah :
Kolmogorov-Smirnov dan Lilliefors.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas sangat diperlukan untuk membuktikan data dasar yang


akan diolah adalah homogen, sehingga segala bentuk pembuktian
menggambarkan yang sesungguhnya, bukan dipengaruhi oleh variansi yang
terdapat dalam data yang akan diolah. Beberapa teknik yang dapat digunakan
untuk uji homogenitas adalah uji Bartlett,uji Lavene dan uji Cochran.
90

3. Uji Linieritas

Di samping uji normalitas dan uji homogenitas, perlu pula dilakukan uji
linieritas terhadap data yang dikumpulkan, seandainya teknik analisa yang akan
digunakan menuntut hal itu. Umpama: Hubungan antara motivasi berprestasi,
inteligensi dan kebiasaan dengan hasil belajar. Peneliti akan menentukan dengan
menggunakan rumus regresi ganda (multiple regression). Untuk itu perlu
dilakukan uji linearitas terhadap data terebut.
Cara yang dapat digunakan untuk uji linearitas ini antara lain adalah
menggunakan persamaan garis regresi/regresi ganda. Apabila nilai F yang
dapat/diamati lebih besar dari nilai F tabel pada taraf signifikasi (α) =0.05, maka
dapat dikatakan linear.
91

HAMNDOUT

Nama Mata Kuliah : Statistik Sosial (2 SKS)


Nomor Kode : SOA 126
Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi
Jurusan : Sosiologi
Fakultas : Ilmu Sosial
Dosen Mata Kuliah : Drs. Zafri, M.Pd (4431)
Ike Sylvia, S.IP, M.Si (4446)
Pertemuan : 10 - 12

A. Learning Outcome (Capaian Pembelajaran)

Mahasiswa mampu menganalisis data menggunakan teknik


komparasi data

B. Materi Pokok

1. 1. Chi Kuadrat (Chi Squares)

a. Pengertian Chi Squares


b. Cara Mencari Chi Squares Berdasarkan Kelompok
c. Cara Memaknai Chi Squares dengan Rumus Singkat
Untuk Tabel 2 x 2
d. Cara Mencari Chi Squares untuk Banyak Sel
e. Cara Memaknai Hasil Chi Squares sebagai Alat Uji Signifikansi
Korelasi
2. T-Test
a. Pengertian T-test
b. T-test untuk Sampel Bebas
c. T-test untuk Sampel Berhubungan
3. Analisis Varian (Anava) Satu Arah
a. Pengertian ANAVA Satu Arah (Klasifikasi Tunggal)
b. Jumlah Kuadrat dalam Kelompok, Antar Kelompok dan Jumlah
Kuadrat Total
c. Rumus-rumus Anava Satu Arah dan Aplikasinya
d. Ratio dan Maknanya
92

C. Uraian Materi :
Dalam melakukan suatu penelitian, peneliti memilih analisis sesuai dengan
tujuan penelitian dan jenis data yang tersedia. Ada yang hanya ingin
mendeskripsikan data suatu wilayah, namun ada pula yang ingin antar satu
wilayah degan wilayah lainnya, antar satu desa dengan desa lainnya dalam aspek
yang ditelitinya. Andaikata hanya ingin mendeskripsikan keadaan pendudk suatu
wilayah; ukuran kecendrungan sentral dan ferekuensi serta persentase dapat
digunakan. Sebaliknya kalau peneliti membandingkan dua desa, apakah berbeda
pandangan masing-masing di desa A dengan di desa B, maka-teknik korelasi atau
ukuran kecendrungan sentral tidak wajar lagi digunakan. Mereka hendaklah
memilih teknik-teknik komparasi sesuai dengan jenis data hasil penelitian.
Berikut ini adalah beberapa teknik komparasi yang dapat digunakan dalam
analisis data, seperti Chi Squares, t test atau Analisis varian. Kelompok yang
dibandingkan dua kelompok atau lebih yang menjadi sasaran penelitian.

Pengertian Teknik Komparasi


Sesuai dengan konstruk desain penelitian, penggujnaan teknik komparasi
selalu berkaitan dengan jumlah kelompok dan atau variasi kelompok. Komparasi
berarti membandingkan antara apa kelompok dengan kelompok apa. Apakah dua
kelompok itu bebas, atau berhubungan. Bebas berarti kedua kelompok itu berasal
dari populasi yang berbeda.

Kelompok A Kelompok B

Gb. 26 : Data hasil penelitian dibandingkan


Kelompok berhubungan berarti data hasil penelitian berasal dari kelompok
yang sama, seperti dalam eksprimen; sebelum eksperimen dan sesudah
eksperimen.
93

Contoh
Perlakuan/Treatment
Sebelum perlakuan Sesudah perlakuan

O1 X O2

Gb. 27 : Data O2 dibandingkan data O1

Oleh karena itu teknik-teknik komparasi adalah suatu teknik analisis statistic
yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis, ada tidaknya perbedaan antar
variabel yang diteliti, baik sampel yang berhubungan maupun sampel bebas.
Teknik yang digunakan dalam membandingkan dua kelompok atau lebih, yaitu
Analisis Bivariat dan Analysis Multivariat. Analisis bivariat digunakan kalau
peneliti akan membandingkan dua variabel yag diteliti sedangkan analisis
multivariate digunakan apabila peneliti ingin membandingkan banyak variabel
penelitian.
Umpama:
a) Apakah terdapat perbedaan sikap warga masyarakat yang tinggal di pedesaan
dengan warga maga masyarakat yang tinggal di perkotaan terhadap tawuran
pelajar?. (Dua kelompok yang tidak berhubungan)
b) Apakah terdapat perbedaan komitmen orang tua yang sangat mampu,
mampu, dan tidak mampu ; yang berpendidikan tinggi,menengah dan kurang
dalam menyekolahkan anak mereka.
c) Apakah terdapat pengaruh pelayanan khusus (pelayanan konseling
psikologis) terhadap individu yng terlibat dalam narkoba.

A. Chi Kuadrat (Chi Squares)

1. Pengertian Chi Squares (χ2)

Chi Squares merupakan suatu teknik statistik yang sering digunakan dalam
pengolahan data hasil penelitian. Dengan menggunakan Chi Squares peneliti
94

dapat mencari perbedaan frekuensi nyata/frekuensi yang diobservasi (observed


frequency) dengan frekuensi yang diharapkan ( expected frequency). Apabila data
yang didapat adalah nominal atau interval yang dirubah menjadi data nominal
seperti frekuensi, dan mempunyai variabel dua atau lebih, maka χ2 dapat
digunakan. Teknik ini menjadi berarti karena:
a. Chi-Square merupakan tes perbedaan antara frekuensi yang diobservasi (f 0)
dan frekuensi yang diharapkan (fh).
b. Chi-Square selalu digunakan dalam gejala yang sekurang-kurangnya
dikotomi.
Rumus umum Chi-Square adalah sebagai berikut:

X2 =

Dimana:
fo = Frekuensi yang diobservasi
fh = Frekuensi yang diharapkan
Σ = Jumlah

2. Cara Mencari Chi Squares Berdasarkan Kelompok

Belakangan ini muncul fenomena baru di kalangan siswa tertentu, tawuran


pelajar sesuatu hal lumrah terjadi dan tidak banyak orang ynag peduli tentang itu,
namun di pihak ada pula yang risau tehadap kejadian dan fenomena tersebut.
Sehungan dengan itu seorang pimpinan lembaga swadaya masyarakat ingin
mengetahui bagaimana pendapat 150 warga desa tentang tawuran pelajar tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian terkumpul, data sebagai berikut:
95

Tabel 43 : Perdapat 100 orang warga


desa tentang tawuran Pelajar
N0. Pendapat f
1 Tawuran pelajar sangat merusak 50
perkembangan anak
2 Tawuran pelajar merupakan wujud 80
ketidakberdayaan sekolah
3 Tawuran pelajar lebih baik dibiarkan 30
untuk mengembangkan kreatifitas pelajar
4 Tidak mengemukan pendapat 40

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

X2 = + +
(Guilford 276)
Frekuensi teoritik (ft) dalam keadaan dimana tidak terdapat perbedaan
frekuensi, maka masing sel akan beriri 50. Selanjutnya perhatikan tabel berikut:
Tabel 44 :
No Pendapat fo ft
1 Tawuran pelajar sangat merusak perkembangan 50 50
anak
2 Tawuran pelajar merupakan wujud 80 50
ketidakberdayaan sekolah
3 Tawuran pelajar lebih baik dibiarkan untuk 30 50
mengembangkan kreatifitas pelajar
4 Tidak mengemukan pendapat 40 50
N 200 200

Selanjutnya masukkan ke dalam rumus:

X2 = + +

= ∑ (0 + 18 + 8 + 2)

X2 = 28
Besarnya nilai Chi Squares = 28
96

3. Cara Mencari Chi Squares dengan Rumus Singkat untuk Tabel 2 x 2

Tabel 2 x 2 menunjukksn bshwas kolom (k) terdiri dsri 2 sel dan baris kuag
2 sel. Jika digambarkan tabel 2 x 2 adalah sebagai berikut:

Kolom Jumlah

a b a + b

c d c + d

Jumlah (a + c) (b + d) N a+b + c + d
(nk1) nk2

Apabila tabel Chi Square yang dibuat peneliti merupakan tabel 2 x 2, maka
nilai Chi Squares dapat dicari secara langsung, dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:

X2 =

Data hasil penelitian disusun dalam bentuk tabel 2 x 2 sebagai berikut:


Tabel 45 :
Pendidikan
Rendah Tinggi Jumlah
Tinggi 20 6 26
Income Rendah 7 15 22
Jumlah 27 21 48

Selanjutnya data dimasukkan ke dalam rumus:


X2 =

Nilai Squares sebesar 9,851

4. Cara Mencari Chi Squares untuk Banyak Sel

Apabila hasil penelitian tersebar dalam banyak sel, maka pola 2 x 2 tidak
dapat digunakan.
97

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

fh =

Keterangan:
fh = frekuensi yang diharapkan
nfb = jumlah frekuensi masing-masing baris
nfk = jumlah frekuensi masing-masing kolom
Contoh : Data hasil penelitian
Tabel 46 :
( fo )
Penddk
Rendah Tinggi Jumlah
Income
Tinggi 10 30 40
Rendah 30 20 50
Kurang 40 20 60
Jumlah 80 70 150

Untuk mencari fh dari contoh telah diutarakan di atas dapat dilakukan


penyelesaiannya sebagai berikut:
fh untuk fo 10 (pendidikan rendah dan income tinggi)
adalah = 21.5

fh untuk fo 30 adalah

fh untuk fo 30 (baris kedua)

fh untuk fo 20 adalah

fh untuk fo 40 (baris ketiga)

fh untuk fo 20 adalah

Selanjutnya masukan ke dalam tabel fh, sebagai berikut:


Tabel 47 : Pendidikan
Rendah Tinggi Jumlah
Tinggi 21.3 18.7 40
Income Sedang 26.7 23.3 50
Kurang 32 28 60
Jumlah 80 70 150
98

Atau dapat juga dilakukan dengan menggabung fh dan fo dalam satu tabel
sebagai berkut:
Contoh : Fo dan Fh dalam satu tabel
Pendidikan
Rendah Tinggi Jumlah
Tinggi 10 30 40

21.3 18.7
Income Sedang 30 20 50

26.7 23.3
Kurang 30 20 60

32 28
Jumlah 80 70 150

Dengan menggunakan kedua frekuensi (fo dan fh), harga χ2dapat dicari:

= 0.85 + 0.85 + 0.07 + 0.07 + 0.43 + 0.43 = 2.7

Jadi nilai Chi Squares untuk tabel 2 x 3 seperti di atas adalah 2,7

5. Cara Memaknai Hasil Chi Squares Sebagai Alat Uji Signifikansi Korelasi

Apakah artinya angka 9,851 yang didapat dengan tabel 2x2 dan apa pula
artinya angka 2,7 yang didapat dengan cara kedua yang menggunakan banyak sel?
Makna masing-masing nilai Chi Squares yang di dapat ditemukan dengan
cara membandingkan nilai yang didapat dengan nilai tabel Chi Squares, sesuai
dengan degree of freedom masing-masing.
Derajat kebebasan (df) dapat dicari dengan:
Banyak petak dalam kolom ( k ) – 1 dikalikan dengan banyak petak
pada baris (b) – 1. Selanjutnya lihat pada kolom maupun baris,
petak jumlah tidak dihitung.
Degree of freedom = ( k – 1 )( b – 1 )
99

Apabila nilai x2 yang didapat dibandingkan dengan cara 2 x 2 di atas


dibandingkan dengan nilai tabel chi square, dengan df (2 – 1) (2 – 1), maka hasil
didapat χ2 = 9,851> xt 1 % = 6.635. Ini berarti terdapat hubungan yang sangat
signifikan antara pendidikan dan income. Seandainya peneliti ingin mengetahui
derajat hubungan (degree of relationship), maka dapat diketahui dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

C =

Dimana :
C = Coefficient contgency
χ 2 = Nilai Chi- Square
Jadi :

C = = 0.412

Agar nilai C itu dapat dipakai untuk menentukan hubungan faktor-faktor


yang diteliti, maka hendaklah dibandingkan dengan coefficient contigency
maksimum. Untuk itu dapat digunakan rumus :

Cmaks =

Dimana m adalah harga minimum antara banyak baris (b) dan banyak
kolom (k). Dalam contoh di atas harga minimum untuk b dan k adalah 2 sehingga:

Cmaks = = 0.707

Dengan membandingkan hasil C yang dicari dengan C maksimum, yaitu


0.417 dengan 0.707, maka dapat dikatakan bahwa derajat hubungan cukup besar.
Seandainya peneliti menggunakan tabel 2 x 2, salah satu sel mempunyai
frekuensi kurang dari 5, maka sebaiknya menggunakan koreksi YATES, sebagai
berikut:

X2 =
100

Untuk dapat mengetahui apa makna angka 2.7, dalam contoh kedua, yang
menggunakan banyak sel, dapat juga dilakukan dengan membandingkan angka
tersebut dengan tabel Chi-Square sesuai dengan df contoh kedua, sebagai berikut:
Jumlah petak baris adalah 3, sedangkan jumlah petak kolom 2, jadi df = (3
– 1) (2 – 1) = 2. Selanjutnya lihat pada tabel Chi Square dengan df 2, yaitu, χ2
(.05) = 5.99. sedangkan χ2(.01) adalah 9.21. Apabila dibandingkan hasil yang
didapat dengan tabel χ2 (.05) maka hasil yang diamati lebih kecil dari χ2 tabel pada
signifikansi 5%. Ini berarti berdasarkan contoh data di atas, tidak terdapat
hubungan signifikan antara pendidikan seseorang dengan income (pendapatan)
masing-masing.
B. T_Test

1. Pengertian Test

Apabila peneliti ingin menguji perbedaan Mean/rata-rata hitung dua


kelompok, apakah terdapat perbedaan yang berarti, baik dari kelompok yang
berhubungan (correlated samples atau paired samples) ataupun yang tidak
berhubungan (independent samples), maka teknik uji beda atau t test tepat
digunakan. Distribusi sampel yang berhubungan dimaksudkan disini adalah dari
sampel yang sama atau dari kelompok yang sama, sedangkan yang tidak
berhubungan sampel-sampel yang berasal dsri dua populasi yang berbeda, namun
tersebar secara normal. Uji t juga banyak digunakan dalam eksperimen untuk
mengetahui bagaimakah pengaruh perlakuan terhadap samples. Apakah terdapat
perbedaan yang berarti antara sebelum dan sesudah perlakuan?
2. T test untuk Sampel Bebas

Apabila simpangan baku populasi kedua kelompok sama-sama tidak


diketahui, maka rumus t test yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

t =

Dimana :
101

∑ x₁² = ∑X₁² - (

∑ x₂² = ∑ X₂² - ( )²

Langkah-langkah yang ditempuh afdalah sebagai berikut:

a. Mencari Mean variabel 1, dengan rumus skor kasar

M1

b. Mencari Mean variabel X2, dengan rumus:

M2

c. Mencari deviasi skor variabel x1, dengan rumus


x1 = X1 - M1
d. Mencari deviasi skor variabel X2, dengan rumus
X2 = X2 - M2
e. Kuadratkan masing-masing x1, lalu jumlahkan, sehingga didapat ∑ x12
f. Kuadratkan masing-masing x2, lalu jumlahkan, sehingga didapat ∑x22
g. Mencari t dengan rumus

t =

Contoh :
Pemberian dua jenis makanan ternak terhadap pertumbuhan berat badan.
Untuk jenis makanan A diberikan pada 15 ekor ternak sedangkan B diberikan
kepada 12 ekor. Tambahan berat ternak itu adalah sebagai berikut:
102

Tabel 48 :
Makanan A Makanan B
5 6 7 5
4 7 5 4
2 3 4 5
5 4 6 7
6 7 7 6
4 6 6 8
5 4
2
2 7
3

Dengan menggunakan langkah di atas, hasil yang didapat sebagai berikut:

Nn1 = 15 n2 =
12

∑X₁ ∑X₂
= 70 = 70

= 362 = 426

= 4,67 = 5,83
t =

=
= 2.06
Harga to.975 db = 25 adalah 2.06
Pertambahan berat badan ternak tidak berbeda ( H0 ) apabila ternyata :
-t1(α) 0.025)< t < + t1(α)=0.025) ,
103

Karena harga t yang didapat to = 2.06 adalah dalam daerah penerimaan (t


tabel) = 2,060 (pembuktian satu ekor), maka dapat dikatakan tidak ada perbedaan
kedua jenis makanan (A dan B) terhadap pertambahan berat badan ternak.
Apabila harga t yang didapat lebih besar dari -1,708 atau + 1,708
(pembuktian dua ekor), maka hipotesis nihil (null) harus di tolak.
Cara-cara lain yang dapat digunakan dengan uji t adalah sebagai berikut:
1) Untuk hipotesis u1< u2
Rumusan hipotesis adalah :
H0 : u1< u2 : Ha : u1> u2
Besarnya sampel adalah n1 dan n2
Terima Ho dan tolak Ha, apabila
t ta, dengan df n1 + n2 – 2
Tolak Ho dan terima Ha, apabila:
t ta, dengan df n1 + n2 – 2

Contoh.
Tabel 49 : persiapan
X1 X2 X12 X1 2
5 7 25 49
6 5 36 25
4 4 16 16
7 6 49 36
2 7 4 49
3 6 9 36
5 8 25 64
4 5 16 25
6 4 36 16
7 5 49 25
49 57 265 341

= 49 = 4,9 = 265
= 57 = 5,7 = 341

= -
104

= 265 -

= 265 – 240,1
= 24,9

= -

= 341 -

= 341 – 324,9
= 16,1

t =

= 1,75
t tabel ( ta ) dengan df = 18, dan level significance 0,05 adalah 2,101. Karena
harga t yang dicari (t=1,75)< dari t tabel ( ta ) dengan df = 18, tingkat signifikansi
ɑ=0,05, maka Ho diterima dan Haditolak. Dalam hal ini pembuktian digunakan uji
satu ekor (one tailed test).
2) Untuk hipotesis u1 u2

Seperti juga pada uraian sebelumnya, dalam pengunaan rumus ini


hendaknya ditetapkan terlebih dahulu hipotesis, yaitu:
Ho : u1 u2 : Ha : u1< u2
Selanjutnya nyatakan besarnya sampel n1 dan n2 hipotesis Ho diterima
apabila t < -ta, dengan df = n + n -2.
Contoh:
Apakah ada beda pengaruh metode A dan metode B dalam peningkatan hasil
belajar.
Hipotesis : Penggunaan metode A lebih meningkatkan hasil belajar siswa
dibandingkan dari penggunaan metode B, pada tingkat signifikansi 0,05.
105

Tabel 50 :

Penggunaan 70 61 45 65 39 65 67 65
Metode A :
Penggunaan 60 40 35 36 39 45 68
Metode B :

Tabel 51 : Persiapan kerja


X1 X2 X²1 X²2
60 4900 3600

40 3721 1600
70
35 2025 1225
61
45
36 4225 1296
65
39
39 1521 1521
65
67
45 4225 2025
65
68 4489 4624

- 4225 -
447 323 29331 15891

= 447 = 29331 X1 = 55,875


= 323 = 15891 X1 = 46,143
n1 = 8 n2 = 7

= 29331 -

= 29331 - 24976,125 = 4354,875

= 15891 -

= 15891 - 14904,142 = 986,858

t =

=
106

= 0,927639
t = 0,928

Harga t tabel dengan df 13 dan tingkat signifikasi ɑ = 0, 05 adalah 2,160


(Dalam hal ini pembuktian digunakan uji satu ekor (one tailed test). Karena harga
t yang didapat kecil dari t tabel dengan df 13 pada taraf signifikansi 0,05, maka
hipotesis Ho diterima.

3. T tes untuk Sampel Berhubungan

Untuk dapat menguji beda dari dua sampel yang berpasangan, maka rumus
yang dipakai untuk uji t adalah :

t =

Dimana :
B adalah beda dari pasangan (B1 = X1 – Y1);
B2 = ( X2 – Y2) ; B3 = (X3 – Y3)
= Rata-rata hitung beda
SB = Standar error dua mean

Untuk mencari SB (standar error dua mean) dapat digunakan rumus:

SB =

Dimana :
= -
n = Jumlah pasangan sampel

Dalam pembuktian hipotesis, df = n – 1, dan Ho diterima apabila t <ttabel


dengan α =0.025 atau terima Ho apabila t > ttabel dengan α = 0.025.
107

Contoh:
Data berikut adalah berat badan anak laki-laki pertama dan berat badan ayah, yang
dinyatakan dalam kg.
Tabel 52 :

Berat Ayah Berat Anak Beda ( B ) B2


78 43 35 1225
64
78 32 32 1024
66
76 50 28 784
56
86 34 32 1024
48
64 34 42 1764
70
34 22 484

42 44 1936

32 16 256

42 22 484

44 26 676

Mean B =

= 9657 -

= 9657 – 8940,1
= 716,9

SB = = = 7,965

t = = = 10,60
108

Pada tingkat signifikance 0.05, df = 10 – 1, maka t tabel (t0.025) adalah 2,202.


Karena t besar dari t0.025 = maka H0 ditolak dan Ha di terima sebab Ho daerah
penerimaan (-t0.025< t < +t0.025). Ini berarti bahwa terdapat beda antara berat badan
ayah dengan berat badan anak laki-laki yang pertama.

C. Analisis Varrian (Anava ) Satu Arah

1. Pengertian Anava Satu Arah (Klasifikasi Tunggal)

Seandainya sampel atau kelompok yang akan di uji lebih dari dua
kelompok, atau mungkin juga satu variabel bebas dengan dengan dua kategori,
dan peneliti ingin membandingkan dan melihat variansi antar kelompok/kategori,
maka uji t tidak tepat digunakan karena dibutuhkan waktu yang banyak dalam
penyelesaiannya, dan kekeliruan yang terjadi mungkin lebih banyak. Untuk
menguji satu variabel bebas dengan tiga kategori sampel atau lebih dan sekaligus
dapat digunakan Anava. Dengan kata lain Anava Satu Arah ( One Way Analysis of
Variance) adalah suatu teknik analisis statistik yang dapat digunakan untuk
menguji perbedaan antara sejumlah rata-rata populasi dengan cara
membandingkan variansinya.

2. Jumlah Kuadrat Dalam Kelompok, Antar Kelompok dan Jumlah


Kuadrat Total

Apabila peneliti ilmu sosial meneliti tentang penduduk tentang kekayaan


warga yang ditelitinya dan ia ingin membandingkan kekayaan warga atau
penduduk ditelitinya dan juga memahami variansi di antara penduduk dalam tiga
kategori, maka penduduk akan dikelompokan dalam tiga ketegori, yaitu (1)
penduduk dalam kategori kaya, (3) kelompok penduduk yang mempunyai
kekayaan kategori menengah dan (3 kelompok penduduk dengan kategori miskin.
Ketiga kelompok tersebut dapat dicari mean masing-masing kelompok
(Mean dalam kelompok= Md, yaitu M1, M2 dan M3. Kalau dicari Mean dari ketiga
Mean itu akan didapat Mean total (Mt).
Mean dalam kelompok (Md) adalah Mean atau rata hitung dari masing-
masing kelompok. Dalam contoh di atas yaitu Mean kelompok penduduk dengan
109

kategori kaya ( Md1); mean kelompok penduduk dengan kekayaan kategori sedang
(Md2) dan Mean kelompok penduduk dengan kekayaan kategori miskin (Md3).
Mean total adalah mean atau rata-rata hitung kelompok secara keseluruhan.
Di samping itu dapat pula dicari deviasi nilai/skor tiap individu dalam
kelompoknya, yaitu deviasi masing-masin skor tiap individu dari mean
kelompoknya, sedangkan deviasi total, adalah deviasi maasing-masing skor dari
Mean total.
Contoh: Data tiga kelompok:
Kelompok 1 26 30 34 25 40 36 42 50
Kelompok II 34 46 29 26 36 44 40 50
Kelompok III 40 52 40 36 38 42 44 30

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui:


M1 = 35,375
M2 = 37,75
M3 = 44,75

Mt = =39,29167 (Dibulatkan 39,29)

M1 M2 M3
Mt
Gb. 28 :
Deviasi dari Mean kelompok = X - M1
Deviasi dari Mean total = X - Mt
Jumlah deviasi dalam kelompok, didapat dengan menjumlahkan masing
masing deviasi skor individu dari mean tiap kelompok.
Jumlah deviasi total didapat dengan cara menjumlahkan masing–masing
deviasi individu deviasi skor individu dari mean total.
110

3. Rumus-rumus Anava Satu Arah dan Aplikasinya

Dalam analisis variansi ini, karena kelompok lebih dari dua, maka ada tiga
variabilitas yang dipahami, yaitu: dalam kelompok, antar kelompok dan total.
Seperti telah diutarakan sebelum ini Variasi dalam kelompok adalah variasi yang
terjadi dalam kelompok masing-masing, sedangkan variasi antar kelompok adalah
variasi yang terbentuk antar masing – masing kelompok, sedangkan variasi total
adalah variasi yang tersusun dalam kelompok dan variasi antar kelompok.
Beberapa rumus yang perlu mendapat perhatian adalah: sebagai berikut:

JKt = = -

JKt = Jumlah kuatrad total (sum square)

JKA = { + + ... ... ... + { }

Dimana :
a = cacah kelasifikasi kelompok A
JKA = Jumlah kuadrat antar perlakuan.

JKd = JKt - JKA atau jumlah kuadrat masing-masing


kelompok dijumlahkan.

JKA1 =
JKA2 =
JKA3 =
111

Jadi :

JKd = JKt - + +
F =

Dimana :
V = variansi
a = antar kelompok
d = dalam
JK = jumlah kuadrat (sum square)
RJK = rata-rata jumlah kuadrat (mean square)

Contoh : Data skor mahasiswa dengan dengan mengguanakn metode ceramah,


diskusi dan pada kelompok ketiga digunakan metode ceramah dan
dsikusi.
Tabel 53 :
Metode
Metode Metode
Demontrasi dan
Diskusi Ceramah
diskusi
X1(N=8) X2(N=8) X3(N=8)
2,5 2,6 1,8 2,0 3,1 2,9
2,8 2,8 1,7 1,9 3,1 3,2
2,4 2,7 2,1 1,7 3,2 3,5
2,3 2,6 1,6 2,0 3,0 3,1

Carilah dengan menggunakan komputer atau secara manual dan kemudian


hasilnya masukkan ke dalam format tabel statistik sebagai berikut:
Format tabel Statistik adalah sebagai berikut:
Tabel 54 :
Statistik A1 A2 Aa Total
N
∑x
∑x2

Hasilnya yang didapat adalah sebagai berikut:


112

Tabel 55 : Daftar Statistik:


Statistik A1 A2 A3 Total
n 8 8 8 24
∑x 20,7 14,8 25,4 60,9
∑x2 53,79 27,6 80,92 162,31
2,59 1,85 3,18 2,54

Sedangkan format tabel Ringkasan Analisis ANAVA-A adalah sebagai berikut:


Tabel 56 :
Sumber Jumlah Derajat Rata-rata Nilai F Pelu-
Variasi Kuadrat Kebebasan JK (mean (Fish- ang
(sum-square) (degree of square) er)
freedom)
SV JK db RJK F P
Antar (A) JKa a–1 JKa RJKa
Dalam (D) a–1 RJKa
JKd N–a JKa
N-a
Tatal (t) JKt N-1
Keterangan :
a = cacah kelasifikasi kelompok A

JKA = =

= 53,56125 + 27,38 + 80,645 - 154,53375


161,58625 - 154,53375
JKa = 7,0525

JKd = 162,31 –

= 162,31 - 161,58625
= 0,72375
JKt = 7,0525 + 0,72375 = 7,77626
dbA = a – 1 RJK = JK : db
dbd = N–a F = KRa : KRd
dbt = N–1

Selanjutnya masukkan ke dalam tabel ringkasan Analisis


113

Tabel 57 :
SV JK db RJK F P
Antar 7,0525 2 3,52625 107,18923 P < 0,01
(A)
Dalam 0,72375 22 0,03289 - -
(D)
Total 7,776625 24 - - -

Nilai F = 3,0525 : 0,03289 = 107,2134387


Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan Faktor
Koreksi.
1) Hitung Faktor Koreksi (Correction Factor)

FK =

Dimana:
FK = faktor koreksi
Xt = Total nilai pengamatan
N = Total anggota sampel.

2) Hitung JKt

JKt =
Dimana :
JKt = Jumlah kuadrat total
X1j = Nilai pengamatan 1 dari sampel j
FK = Faktor Koreksi

3) Hitung JKA

JKd = + + - FK

4) Hitung JKd = JKt - JKA


5) Tentukan df
dfA = a - 1
dfd = N - a (dfA - dfA)
dft = N - 1
114

6) Hitung RJKA =

7) Hitung RJKd =

8) F =

Contoh : Dengan menggunakan data sebelumnya

FK = 154,53375

JKt = 2,52 + 2,62 + 2,82 + ... ... + 3,12 - 154,53375 = 7,77625

JKA = = 154,53375

= 161,58625 – 154,53315
7.72375
JKd = 7,77625 – 7,0525
0,72375
RJKA = = 3,52625

RJKd = = 0,0328977

F = = 107,18925

4. Ratio dan Maknanya


Cara mencari makna dari haga F yang didapat, sama dengan cara yang lain,
hanya tabel pembanding yang digunakan table F Anava dengan selalu
memperhatikan db nya berapa, dan tingkat signifikasi yang diterima.
Nilai F tabel: dalam contoh diatas dengnan db (2 ; 22), dan tingkat
signifikansi p < 0,01, sebesar 5,72. Ini berarti nilai F yang didapat (F =107,18923)
lebih besar dari nilai F tabel. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada
perbedaan hasil belajar bagi siswa yang diajar dengan metode diskusi, ceramah
serta demontrasi dan diskusi.
Uji ANAVA hanya digunakan untuk menentukan ada tidaknya beda di
antara mean populasi. Andaikakala peneliti ingin mengetahui tinggi/rendahnya
115

beda tersebut maka peneliti harus melanjutkan dengan formula yang lain, setelah
diketahui terdapat beda yang signifikan di antara mean populasi tersebut.
Cara yang dapat digunakan adalah:
4) Uji dengan Highly Significance Difference (Rentang perbedaan terbesar) atau
5) Uji dengan Least Signifikance Difference. (Rentang Perbedaan Terkecil)
Untuk Highly Signifikance Difference dapat digunakan rumus sebagai
berikut:
HSD(0,05) antara dan

(q0,05)

Dalam mana :
RJKd = Kuadrat rata-rata dalam (Mean Square dalam / error)
n1 = Besar sampel satu
n2 = Besar sampel dua
q0,05 = Lihat pada tabel Q dengan
df = jumlah perlakuan atau cacah.
Beda Mean dikatakan signifikan apabila:

[( 1 - 2)] > HDS0,05


Untuk LDS0,05 untuk 1 dan 2, dapat digunakan rumus :

LSD0,05 = t0,05 df = n - a

Apabila dan LDS0,05, beda signifikan, tetapi apabila kecil dari LDS0,05
maka beda kedua mean tidak signifikan.
Contoh:
HDS0,05 antar X1 dan X2, df = dfd = 22 dan jumlah perlakuan = 3
adalah:

3,58

= 1,06
116

x1 dan x3 HSD0,05 3,58

= 1.06

x2 dan x3 HSD0,05 3,58

= 1,06
(Terdapatnya beda yang sama antara x1, x2 dan x3, karena contoh yang
dikemukakan n ketiga kelompok adalah sama (sama-sama delapan). Apabila
digunakan pada n sampel yang berbeda, maka hasil yang didapatkan akan berbeda
pula).
Selanjutnya bandingkan harga HSD dengan beda mean.
Beda antara Beda HSD0,05 Kesimpulan
x1 dan x2 0.74 1,06 Tidak signifikan
x1 da x3 0,59 1,06 Tidak signifikan
x2 dan x3 1,33 1,06 Signifikan

Contoh II :

x1 dan x3 HSD0,05 = t0,05; df = 24 - 3 = 24-3

2,08

x1 dan x3 HSD0,05 = 2,08

= 0,62

x2 dan x3 HSD0,05 = 2,08

= 0,62
Selanjutnya bandingkan nilai LSD0,05 dengan beda mean masing-masing
kelompok:
117

Beda antara Beda LSD Kesimpulan


x1 dan x2 0.74 0,62 Beda signifikan
x1 dan x3 0,59 0,62 Beda tidak signifikan
x2 dan x3 1,33 0,62 Beda Signifikan

Disamping cara di atas masih ada cara lain yang dapat digunakan yaitu uji
Scheffe. Langkah-langkah yang ditempuh untuk menggunakan uji Scheffe
(Sudjana, 1980):
a. Susunlah kontras Cp yang diinginkan dan lalu hitung harganya.
b. Dengan mengambil taraf signifikan, derajat kebesaran V1 = (k – 1) dan V2 =
(n1 – k), untuk ANAVA supaya dihitung nilai kritis Fa (V1 – V2).
c. Hitung A = dengan F yang didapat dari langkah kedua di atas.
d. Hitung kekeliruan baku tiap kontras yang akan di uji, dengan rumus:
s (CP) =
e. Jika harga kontras Cp lebih besar dari pada A x s (CP), maka hasil
pengujian dinyatakan signifikan.
Contoh:
Peneliti ingin membandingkan rata-rata perlakuan pertama dan rata-rata
perlakuan kedua (metode diskusi dan metode ceramah)
C1 = J 1 - J2
C1 = 20,7 - 14,8 = 5,9
Derajat kebebasan V1 = 3 – 1 = 2; sedangkan V2 = 24 – 3 = 21 nilai F
adalah 3.07
Harga A adalah (3 – 1) 3.07 = 6.14

s (Cp) =

0,3535 x (8 + 8)
5.656
Harga A x sCp = 6.14 x 5,656 = 34,728
Nilai C1 = 5,9
118

Karena nilai Contras C1 (5,9) < (kecil dari) nilai A x s(Cp) maka nilai C 1
tidak berbeda secara berarti. Ini menunjukan bahwa tidak adanya perbedaan yang
berarti tentang hasil belajar siswa yang diajarkan dengan metode diskusi dan
metode ceramah.
119

HANDOUT

Nama Mata Kuliah : Statistik Sosial (2 SKS)


Nomor Kode : SOA 126
Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi
Jurusan : Sosiologi
Fakultas : Ilmu Sosial
Dosen Mata Kuliah : Drs. Zafri, M.Pd (4431)
Ike Sylvia, S.IP, M.Si (4446)
Pertemuan : 13 - 15

A. Learning Outcome (Capaian Pembelajaran)

Mahasiswa mampu menganalisis data menggunakan teknik


korelasi

B. Materi Pokok:

1. Pengertian Korelasi/Hubungan
2. Koefisien dan Arah Korelasi
3. Scatter Diagram dan Garis Paling Cocok (Best Fit Diagrammes)
4. Mencari Hubungan dengan Rumus Product Moment Correlation
5. Mencari Hubungan dengan Menggunakan Peta Korelasi
6. Mencari Hubungan dengan Rumus Spearman
7. Pengetasan/Uji Signifikansi

C. Uraian Materi:
1. Pengertian Korelasi/Hubungan

Kata korelasi berasal dari bahasa Inggris; Correlation yang berarti


hubungan. Hubungan itu bias berbentuk hubungan simetri searah (asymmetry)
dan hubungan timbal balik (reciprocal) dan dapat hubunga setara (simetri).
Hubungan searah (asimetry), hubungan inekligensi dengan hasil belajar;
hubungan recioprocal, seperti hubungan minat belajar dan motivasi belajar;
sedangkan hubungan yang setara hasil pertanian jagung dan hasil panen jagung.
120

Selanjutnya perhatikan gambar berikut:

Hubungan asimetry IQ Hasil Belajar

Hubungan reciprocal Motivasi Hasil Belajar


Belajar

Hasil panen jagung


Hubungan simetry

Hasil panen kedele

Gb. 29 : Beberapa Bentuk Hubungan Antar Variabel

Oleh karena itu korelasi dapat diartikan sebagai hubungan dua variabel atau
lebih dalam suatu peneltian, baik berbentuk hubungan simetri, asimetri maupun
recporocal.
Dalam kaitannya adanya variansi hubungan diantara variabel yang diteliti,
peneliti hendaklah berhati-hati memilih teknik korelasi yang tepat sesuai dengan
kuntruk fungsionalisasi teori/variabel ynag diteliti, tujuan penelitian dan jenis
data yang dikumpulkannya sehingga tidak terjadi salah makna terhadap hasil
penelitian yang dilakukan Umpama: Hubungan antara IQ dan hasil belajar.
Andaikata peneliti inteligensi (intelligence), seperti terdapat dalam konstruk teori
inteligensi Binet Simon, atau Wechsler, maka IQ merupakan potensi kapasiti
(potencial capacity) yang dibawa dari kelahiran, maka hasil belajar yang
didapatnya tidak mampu merobah kecerdasan anak yang ber IQ = 50, menjadi
anak yang mempunyai IQ =140 (terjadi perubahan yang signifikan). Dengan
demikian hubungannya bukan reciprocal/timbal balik. Tetapi tidak demikain hal
anatara motivasi belajar dan hasil belajar. Motivasi yang tinggi akan
mendatangkan hasil belajar yang baik,kalau kondisi lain konstan, sebaliknhya
hasil yang baik pada waktu t1 akan dapat menimbulkan motivasi belajar yang
121

lebih b aik ada waktu t2, dan seterusnya.,karena konstruk teori motivasi belajar
dapat berubah pada waktu-waktu berikutnya kalau reward cukup kuat dan
bermakna dalam mempengaruhi motivasi belajar, atau sebaliknya motivasi belajar
menurun.

2. Koefisien dan Arah Korelasi

Berhubung karena korelasi melihat hubungan dusa variabel, maka korelasi


kedua variabel itu dapat berupa (1) korelasi positif dan (2) korelasi negatif.
Sedangkan apabila tidak ada hubungan samasekali di antara keedua variabel itu
maka korelasinya dikatakan 0 (nol) atau nihil.
Koefsien korelasi tersebar dari + 1,000 (positif satu) sampai dengan – 1,000
(negative satu). Selanjutnya perhatikan gambar di bawah ini:
-0,500 +0,500

1000–0,800–0,600–0,400–0,200 0.0+0.200+0,400+0,600+0,800+1,00
Gb. 30 : Koefisien Korelasi

Hubungan variabel dikatakan positif sempurna, kalau kenaikan pada


variabel X selalu seimbang dengan kenaikan pada variabel Y. Hal yang sama juga
berlaku kalau variabel X turun, maka variabel Y juga turun seimbang dengan
variabel X. Namun perlu; pula disadari bahwa kalau kontruk kedua variabel X dan
Y memang berlawanan, maka akan terjadi satu naik dan satu turun dalam
merumuskan pernyataannnya. Umpama: Variabel adalah kesadaran hukum
masyarakat sedangkan variael Y adalah angka kejahatan atau angka dalam
masyarakat. Dengan contoh kedua variabel tersebut makin tinggi kesadaran
hukum masyarakat, maka makin turun angka kejahatan dalam masyarakat. Hal
yang sama juga berlaku kalau peneliti meneliti antara variabel X adalah Program
Keluarga Berencana dan variabel Y angka kelahiran. Dalam contoh ini, korelasi
positif akan didapat apabila warga masyarakat menjalankan program Keluarga
Berencana dengan baik, maka angka kelahiran akan menurun, namun esensi
nilainya tetap positf untuk variabel kedua. Dan sebaliknya juga terjadi: Makin
122

tidak berjalan program Keluarga Berencana dengan baik, angka kelahiran akan
meningkat, sehingga terjadi korelasi negative.

X Y X Y
Gb. 31 : Korelasi Positif

Korelasi dikatakan negatif apabila kalau skor variabel X naik, sedangkan


skor variabel Y menurun. Dengan kata lain dapat juga dikatakan korelasi negatif
adalah kalau kedua variabel atau lebih, berjalan dengan arah yang berlawanan
atau bertentangan. Ini berarti apabila skor individu pada variabel X naik atau
bertambah, sedangkan pada variabel Y turun atau berkurang.

X Y X Y
Gb. 32 : Korelasi Negatif

Koefisien korelasi merupakan akan menentukan arah korelasi. Pada


prinsipnya koefisien korelasi merupakan sebaran titik temu nilai masing individu
variabek X dan variabel Y. Variabel X terletak pada garis absis dan variabel Y
pada garis ordinat, seperti contoh berikut ini.
123

Tabel 58 :

No Urut Varabel Variabel


Responden X Y
1 40 20
2 38 25
3 39 22
4 32 27
5 38 24
6 36 22
7 36 26
8 30 30
9 23 26
10 26 28

Cara mencari titik temu skor X dan Y


Y
30 x8
O
r 28 x9
d x4
i 26 x10 x7
n x2
a 24 x5
t
22 x6 x3

20 x1
0 26 28 30 32 34 36 38 40 X
Diagram 12 : Absis
124

Y
30 x x
O x x x
r 28 xx x x x
d x x x
i 26 x x x x xxx
n x x x xx x x
a 24 x x x x
t x x x x
22 xxx x x
x x
20
0 26 28 30 32 34 36 38 40 X
Diagram 13 : Absis
Korelasi Negatif

3. Scatter Diagram dan Garis Paling Cocok (Best Fit Diagrammes)

Seperti telah disinggung pada uraian sebelum ini, pada prinsipnya kalau titik
temu skor pada variabel X dan Y untuk masing-masing individu dihubungkan,
maka garis itu akan menunjukkan suatu sebaran sebaran yang linear. Artinya
kalau dibuat diagram pencarnya (scatter diagram) maka akan dapat ditarik suatu
garis lurus. Ini berarti juga seebaran nilai berada di sekitar garis lurus tersebut.
Gratis itu merupakan garis yang mewakili sebaran tersebut, atau semua titik yang
bteropencar pencar di sekitar garis lurus. Garus lurus sering disebut garis paling
cocok atau garis best fit.
Seandainya garis paling cocok tersebut, yang menggambarkan titik – titik
yang terpencar itu tidak sebagai garis lurus, maka hubungan variabel X dan
variabel Y disebut sebagai hubungan yang tidak linear. Untuk lebih
memahaminya perhatikan contoh-contoh berikut:
125

Y
12
O
r 10
d
i 8
n
a 6
t
4

2.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 X
Absis
Diagram 14 : Korelasi Negatif Maksimal
(Linear)
Y

10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 X
Diagram 15 : Korelasi Positif Maksimal
(Linear)
126

10
......
8 .. . . . . ..
.... .. …
6 .... …..
.... ………… …..
4 . . .. ………………..
…..
2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 X
Diagram 16 : Scatter Diagram/Diagram Pencar
(Tidak Linear)

4. Mencari Hubungan dengan Rumus Product Moment Correlation

Apabila peneliti ingin melihat hubungan dua variabel dan data yang
dikumpulkan bukan ordinal maupun nominal, maka teknik yang paling sesuai
adalah Product Moment Correlation. Rumus ini dikembangkan oleh Karl Person,
dan member nama sesuai dengan namnaya sendiri. Beberapa persyaratan penting
dalam penggunaan rumus ini adalah sebagai berikut:
a. Hubungan antara variabel X dan Y hendaknya linear.
b. Data yang akan dicarii korelasinya adalah data interval atau data ratio
c. Distribusi data variabel X dan Y hendaklah distribusi unimodal
d. Sampel penelitian diambil secara random/acak.

Rumus yang dapat digunakan bermacam-macam, seperti berikut:

rxy =

Dimana:
rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y
Σxy = Jumlah perkalian deviasi x dan y
Σx2 = Jumlah kuadrat deviasi masing-masing skor x dari rata-
127

rata (X)
2
Σy = Jumlah kuadrat deviasi masing-masing skor Y dari rata-
rata (Y)

Rumus lain yang dapat digunakan adalah:

rxy =

Dimana :
SDx = standar deviasi dari variabel x
SDy = standar deviasi dari variabel y
N = jumlah individual yang diselidiki

Seandainya penelitian ingin mencari kolerasi dua variabel dengan


menggunakan deviasi skor adalah sebagai berikut:
Rumus

rxy =

Contoh : Penggunaan rumus tersebut adalah sebagai berikut:


Tabel 59 : persiapan
Tinggi Berat
No x y x2 y2 xy
(X) ( Y)
1 160 64 -7.7 -2.9 59.29 8.41 22.23
2 165 55 2.7 -11.7 7.29 141.61 32.13
3 155 60 -12.7 6.9 161.29 47.61 87.63
4 168 66 0.3 -0.9 0.09 0.81 -0.27
5 175 76 7.3 9.1 53.29 82.81 64.43
6 170 75 2.3 8.1 5.29 65.61 18.63
7 173 63 5.3 -3.9 28.09 15.21 -20.67
8 169 70 1.3 3.1 1.69 9.01 4.03
9 174 72 6.3 5.1 39.69 26.01 32.13
10 168 68 0.3 1.1 0.09 1.21 0.33
1677 669 356.1 398.9 240.7
128

Mx = 167.7 My = 66.9
2 2
Σx = 356.1 Σy = 398.9 Σxy = 240.7

rxy =

= =
rxy = 0.638

Rumus lain yang dapat digunakan, apabila penelti ingin menggunakan skor
kasar adalah sebagai berikut:

rxy =

Keterangan:
rxy = korelasi varaibel X dan Y
∑XY = Jumlah perkalian skor X dan Y tiap individu
∑X = Jumlah skor variabel X
∑X2 = Jumlah skor tiap individu pada variabel X setelah
dikuadratkan
∑Y = jumlkah skor variabel Y
∑HY2 = Jumlah skor tiap individu pada variabel Y setelah
dikuadratkan
N = Jumlah kasus

Atau :

rxy =
129

5. Mencari Hubungan dengan Menggunaakan Peta Korelasi

Apabila sampel penelitian cukup banyak dan program komputer belum


tersedia secara memadai, waktu yang tersedia terbatas maka penggunaan peta
korelasi lebih memadai. Di samping itu, dengan mednggunakan peta korelasi
peneliti dapat langsung memperoleh informasi tentang linear tidaknya sebaran
data variabel-variabel yang dikorelasikan.
Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut:
1. Buat kelas interval variabel X dan variabel Y
2. Masukkan interval kelas interval X dalam petak paling atas. Nilai nilai yang
rendah di sebelah kiri dan nilai yang tinggi di sebelah kanan
3. Masukkan kelas-kelas interval variabel kelas Y pada dalam petak sebelah
kiri tabel yang telah dibuat sebelkumnya.. Nilai yang tinggi sebelah atas dan
nilai yang paling rendah di sebelah bawah. Jika distribusi tidak digolong-
golongkan yang dicantumkan adalah nilai yang biasa (skor kasar yang ada)
4. Tally frekuensi sesuai dengan skor data X dan Y masing-masing individu
(pasangannya) dan masukkan tally frekuensi tersebut pada petak/ sel yang
yang bersangkutan
5. Selanjutnya selesaikan dengan cara yang biasa, mengisi kolom f, fy', dan
fy'2,untuk variabel Y dan baris-baris f, fx',dan fx'2 untuk variabel X.
6. Pada langkah berikutnya mengisi kolom dan baris x'y', yang terdapat pada
kolom terakhir dan baris yang terbawah. Caranya dengan cara mengalikan
tally pada tiap-tiap petak induk dengan x' dan y' yang sebaris atau baris
bersangkutan, sehingga didapatlah bilangan x'y' pada baris Y maupun
bilangan x'y' pada kolom X. baris yang bersangkutan;
Contoh :
Sebaran data variabel X : 34 35 35 48 55 36 38 77 55 65 78 56 35
33 45 56 58 49 30 59 40 65 76 54 32
79 76 64 69 57
130

Sebaran data variabel Y 65 68 63 75 82 73 78 88 68 84 85 63


64 67 58 50 70 60 66 68 74 77 70 78
72 80 82 54 86 64

Cara mencari x'y' adalah dengan mengalikan tally (frekuensi) kolom petak
masing –masing (baris) dengan x' dan kemudian mengalikan hasil tersebut dengan
nilai y' pada kolom tally frekuensi tersebut. Andai kata nilai frekuensi /tally berisi
lebih dari satu cell, maka nilai x'y' yang dicari akan didapat dengan cara
menjumlahkan nilai perkalikan tiap cell dengan x' dan y' Umpama kelas interval
84 - 90. Kolom frekuensi yng berisi tally, adalah kelas interval 63 - 71; 72 - 80
dan 81 - 88. Pada kelas interval Y; 84 – 90, nilai x'y' adalah (tally/pada cell 63—
71; tally 2 padamcell 72 – 80 dan tally 1 pada kleas ingterval 81 – 88. Nilai x'y'
= 1 x (+3) (+1) + 2 (+3)(+2) + 1 x (+3)(+3) = 3 +12 + 9 = 24. Dan
setyerusnya. Akhirnya harus di cek bahwa ∑ x'y'
Pada variabel X dan Y harus sama. Selanjutnya perhatikan peta korelasi
berikut ini.
Tabel 60 : Peta Korelasi Variabel dan Variabel Y
27 36 45 54 63 72 81
X f y' fy' fy'2 x'y'
Y 35 44 53 62 71 80 88
85 - 90 / // / 4 +3 12 36 24
79 - 84 / / / 3 +2 6 12 6
71 - 78 / /// / / / 7 +1 7 7 -9
67 -- 72 // /// / 6 0 0 0 0
61 - 66 //// // 6 -1 -6 6 +12
53 -- 60 // / 3 -2 -6 12 +2
49 - 54 / 1 -3 -3 9 0
f 7 3 3 8 3 5 1 30 0 10 82 23
x' -3 -2 -1 0 +1 +2 +3 0
fx' -21 -8 -3 0 +3 +10 +3 -16
fx'2 63 12 3 0 3 20 9 110
x'y' -3 -8 +1 0 +2 22 9 23
131

7. Cari nilai korelasi dengan mennggunakan rumus berikut:

rxy =

Masukkan dat ke dalam rumus

rxy =

rxy =

rxy =

rxy = 0,317 (dibulatkan)

Untuk mengartikan nilai r yang didapat, caranya sama dengan pengguna


rumus-rumus Product Moment yang lain. Nilai r yang didapat dikonsultasikan
dengan daftar r tabel Product Moment Correlation,(Selanjutnya lihat pada Uji
signifikasi dalam kelompok teknik korelasi ini)

6. Mencari Hubungan dengan Rumus Spearman

Apabila data yang dikumpulkan data ordinal atau dapat diurutkan, dengan N
kecil (N < 30). dan bentuk hubungan bersifat simetris, maka Spearman Rho wajar
digunakan. Rumus yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

Rho = 1–

Keterangan:
D = Deviasi atau perbedaan urutan antara R1 – R2 untuk
Individu yang sama.
N = Jumlah pasangan
132

Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut:


Tentukan urutan tiap skor, sehingga didapat urutan untuk variabel pertama
dan variasi kedua.
Mencari perbedaan atau selisih antara R1 dan R2 sehingga didapat devasi
(D) untuk masing-masing responden.
Kuadratkan tiap deviasi, sehingga didapat D2.
Jumlahkan hasil kuadrat pada langkah ketiga, sehingga didapat
Masukan hasil tersebut kedalam rumus yang telah ditentukan.
Contoh :
Tabel 61 :
Respon- Skor Skor
R1 R2 D D2
den Var. 1 Var.2
A 40 20 1 6 -5 25
B 30 35 5 2 3 9
C 35 38 3 1 2 4
D 36 34 2 3.5 1.5 2.25
E 28 29 6 5 1 1
F 32 34 4 3.5 0.5 0.25
= 41.50

Rho = 1–

= 1–

= -0.186

7. Pengetesan / Uji Signifikansi

Untuk mengetahui arti dari koefisien korelasi, peneliti hendaklah


membandingkan hasil yang didapat dengan Nilai Kritis tabel Product Moment
Correlation. Dalam contoh di atas, dengan N = 10, besarnya nilai r pada tabel
adalah 0.632 untuk tingkat signifikansi (α) =0.05, dan 0.765 untuk tingkat
signifikansi (α) = 0.01. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat
hubungan signifikan antara tinggi badan dan berat badan (r = 0,638, contoh
133

pertama ), karena r yang didapat lebih besar dari nilai kritis r tabel (0,638 ˃
0,632).
Pola yang sama berlaku juga untuk Spearman Rho. Yang berbeda hanya
tabel pembanding yang digunakan.Untuk dapat mengetahui arti korelasi yang
dicari dengan Spearman Rho, bandingkanlah nilai Rho yang didapat dengan nilai
krits tabel Rho, dengan N pasangan. Nilai Rho yang didapat dalam contoh di atas,
dengan N pasangan = 6, yaitu 0,186, sedangkan nilai kritis Rho pada tabel dengan
tingkat signifikasi 5 % N =6 ,adalah 0.886. Ini berarti hasil yang dapat (0,186)
lebih kecil dari nilai kitis dalam tabel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan antara kedua variabel yang diteliti.

Anda mungkin juga menyukai