HANDOUT
1. Data
a. Pengertian Statistik
b. Fungsi dan Kegunaan Statistik
A. Pengertian Statistik
Sarana berpikir ilmiah dalam bidang filsafat, terutama sekali dalam bidang
Filsafat Ilmu, menggunakan bermacam cara, antara lain (1) bahasa, (2) logika, (3)
matematika dan (4) statistik. Kalau ditelusuri lebih spesifik, penggunaan logika,
membutuhkan waktu yang panjang dan mengalami kesulitan, kalau seseorang
peneliti lain ingin membuktikan kembali hasil logika tersebut karena sulit untuk
melakukan pengkajian ulang melalui penelitian ilmiah, mengikuti langkah-
langkah ilmiah yang pernah dilakukan seseorang dalam berlogika menemukan
sesuatu yang baru itu. Hasil perenungan tersebut perlu lagi dikaji dan dibuktikan
secara empiris dan iimiah untuk menemukan teori-teori baru dan universal. .
Bahasa adalah miliknya penelitian dengan pendekatan kualitatif, sedangkan
Statistik adalah pisau analisis penelitian dengan pendekatan kuantitatif. Statistik
2
1. Jenis Statistik
Dari 130 penduduk desa yang dalam gotong royong seperti data di atas,
peneliti hanya dapat menggambarkan kondisi sebagaimana adanya, sesuai dengan
jumlah % di atas. Penduduk desa H ternyata yang terbanyak hadir, yaitu 26.15 %,
dan paling sedikit adalah desa A dan C. Masing-masing A dan C, hanya hadir 7,
69 % dan seterusnya. Itulah apa adanya, peneliti tidak mengatakan yang hadir
mewakili semua desa dalam wilayah X, karena dari data yang dikumpulkan itu
mewakili desa X. (secara repserentatif ). Apakah tidak mungkin penduduk yang
datang ditunjuk oleh ketua RT-nya. Andaikata ya, ini berarti penduduk yang
4
datang diambil secara purposive sampling. Oleh karena itu, kehadiran penduduk
desa dalam gotong royong tidak dapat digeneralisasikan kepada semua penduduk
desa X.
Statistik Inferensial adalah sebagai prosedur, metode maupun aturan-aturan
yang berkaitan dengan pengumpulan, penyajian pengolahan, analisis, penafsiran
dan penarikan kesimpulan terhadap sampel dan hasilnya dapat digeneralisasikan
terhadap populasi. Besarnya sampel yang diambil hendaklah mewakili
(representatif) dari populasi. Oleh karena itu sebelum menggunakan Statistik
Inferensial, asumsi dasar yang pada masing-masing rumus hendaklah terpenuhi,
termasuk juga di dalamnya keterwakilan aspek yang diteliti secara konseptual,
validitas dan reliabilitas instrumen, keterwakilan populasi dalam sampel, serta
besarnya jumlah sampel sesuai dengan rumus yang digunakan. Generalisasi
menjadi sangat berarti karena informasi yang dikumpulkan hanya bersumber dari
sebagian kecil responden, namun mewakili populasi.
Statistik Inferensial banyak digunakan dalam kehidupan bermasyarakat,
kalau peneliti ingin menguji, membuktikan atau melihat hubungan atau pengaruh
satu atau beberapa variabel bebas (independent variables) terhadap variabel
terikat (dependent variables). Beberapa teknik yang sering digunakan adalah :
teknik korelasi, analisis regresi, analisis variansi dan analisis faktorial.
Contoh: Seorang peneliti melakukan penelitian : Pengaruh Motivasi
Berprestasi, Intelegernsi dan Nilai Tes Masuk Perguruan Tinggi
terhadap Hasil Belajar Tahun I, Mahasiswa Fakultas Y pada Universitas
Z.
Berhubung karena peneliti ingin melihat pengaruh tiga variabel bebas dan
satu bebas pada salah satu fakultas (Y) dalam Universitas Z, maka peneliti sejak
awal sudah harus mendudukkan rancangan penelitiannya. Jurusan/program studi
yang diambil harus mewakili pada Y. Besarnya sampel untuk masing-masing
jurusan harus seimbang dan mewakili jumlah mahasiswa jurusan masing-masing
dalam fakultas Y. Selanjutnya sampel yang diambil hendaklah dilakukan secara
random/acak, dengan terlebih dahulu menentukan besarnya ukuran (magnitude)
sampel dahulu secara benar, dengan mengikuti pola-pola penentuan sampel,
5
secara acak dan mewakili populasi. Statistik Inferensial sering juga disebut
dengan Statistik Induktif.
2. Fungsi Statistik
Statistik dan penelitian kuantitatif merupakan dua bidang ilmu yang saling
bersinggungan secara terpola dan terkendali. Di samping itu, Statistik merupakan
landasan kegiatan-kegitan penelitian kuanttatif, karena salah satu ciri utama
penelitian kuantitatif: data yang dihasilkan berupa angka dan teknik analisis data
yang digunakan rumus-rumus dalam Statistik. Dipihak lain, Statistik berfungsi
mengumpulkan, mengolah, menyajikan, data berupa angka dan selanjutnya
menarik kesimpulan berdasarkan data tersebut. Statistik merupakan pisau utama
dalam penyajian data, analisis data maupun dalam penarikan kesimpulan hasil
penelitian.
Penelitian kuantitatif tidak akan terlaksana dengan baik dan temuan
penelitian kuantitatif tidak akan benar kalau teknik analisis yang digunakan tidak
sesuai dengan kaidah-kaidah Statistik. Umpama dalam pengambilan populasi dan
sampel penelitian. Seandainya peneliti menggunakan teknik persentase dalam
pengambilan sampel penelitian, umpama 20%. Apa dasar pertimbangan ilmiah
yang dapat digunakan kalau mengambil sampel 20% itu? Bagaimana pula kalau
populasinya hanya 100 orang atau 101 orang. apakah tetap 20% atau dirubah
menjadi 100% ?.
Dengan menggunakan Statistik, peneliti perlu memahami karakteristik
populasi, sehingga dapat diketahui proporsi subjek dalam populasi yang
menentukan besaran proporsi sampel. Di samping itu, telah ditentukan pula
kesalahan sampling dan kesalahan pengukuran yang dapat ditolerir. Kesalahan
sampling tidak melebihi α = .05, sebab pembuktian hipotesis, minimal mengacu
pada α = .05. Apabila hasil yang didapat, korelasinya α = 0.06, maka hipotesis
kerja tersebut ditolak.
Seperti telah disinggung dalam fungsi dan kegunaan Statistik, Guilford
menekankan keterkaitan Statistik dan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Statistik memungkinkan pencatatan data penelitian secara eksak.
2. Statistik memaksa peneliti menganut tahap pikir dan tata kerja yang definitif
dan eksak.
8
HANDOUT
a. Jenis Data
b. Skala Pengukuran
A. Jenis Data
Data dapat diartikan sebagai sejumlah fakta dan informasi tentang sesuatu
keadaan, fenomena atau suatu masalah yang diterima, baik berupa angka, kata-
kata, atau bentuk lain; lisan maupun tulisan. Data yang baik dalam suatu
penelitian hendaklah memenuhi beberapa syarat, yaitu : (1) dapat dipercaya, (2)
konsisten, (3) objektif, dan (4) relevan, (5) sesuai dengan perkembangan (up to
date). Dapat dipercayai, berarti data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan
instrumen yang baik dan benar serta dilaksanakan dengan baik pula. Konsisten
diartikan sebagai apabila data tersebut dikaji ulang dalam waktu yang relatif
pendek, data tidak berbeda secara berarti. Sedangkan objektif terkait dengan hasil
yang dicapai menggambarkan keadaan yang sebenarnya dan diproses secara benar
pula. Data yang terkumpul harus relevan dengan permasalahan yang
sesungguhnya. Oleh karena itu data yang dikumpulkan hendaklah mewakili
10
masalah atau fenomena yang akan dipecahkan. Jangan terjadi kesalahan tipe 3
dalam pembuktian hipotesisnya. Hipotesis diterima, tetapi bukan masalah yang
diteliti.
Data penelitian berdasarkan sumbernya dapat dibedakan dalam tiga
kategori, yaitu: (1) data primer, (2) data sekunder dan (3) data tertier.
Data primer adalah data yang diterima secara langsung dari objek yang
diteliti, dari tangan pertama. Umpama : Apabila peneliti tentang interaksi sosial
penduduk suku Minang, maka peneliti yang bersangkutan terjun langsung ke
daerah yang menjadi objek penelitian, dan peneliti mengamati secara langsung
interaksi penduduk tersebut. Peneliti dapat juga mengumpulkan data
menggunakan instrumen model Skala Sikap terhadap penduduk yang menjadi
sampel penelitian. Dalam kaitan ini pendekatan mixed method research akan
sangat membantu peneliti dalam menemukan data yang otentik dan dapat
dipercaya.
Data sekunder adalah data yang dikumpulkan merupakan data yang telah
diolah oleh instansi atau kelompok lain. Data yang diterima dalam bentuk
jadi/final, sehingga peneliti tidak mengolah lagi. Umpama : Data penduduk suatu
wilayah. Data tersebut telah diolah BPS, dan peneliti hanya “mengambilnya” saja
lagi. Ini berarti peneliti mengumpulkan data dari tangan kedua. Data skunder,
sangat tergantung pada ketepatan dan objektivitas pengolah data pada tahap
pertama. Andaikata pengolahan data pada tahap awal tidak dilakukan dengan baik
dan benar maka peneliti mewariskan pula yang data yang kurang tepat itu dalam
penelitiannya.
Data tertier adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari pihak
ketiga sehubungan dengan objek yang diteliti. Umpama : data tentang penduduk
miskin dalam suatu wilayah, yang disampaikan pihak ketiga. Pihak ketiga
menyampaikan informasi tersebut kepada peneliti, beserta sumber datanya. Untuk
data tertier ini, peneliti harus berhati-hati dan melakukan check and recheck
terhadap data tersebut.
11
Menurut sifatnya data penelitian dapat dibedakan dua kelompok pula, yaitu
(1) data kuantitatif, dan (2) data kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang
berbentuk angka atau bilangan. Seperti: Jumlah karyawan 1000 orang.
Jumlah mahasiswa laki-laki 100 orang
Tinggi badan Yessi 95 cm.
Data kuantitatif dapat dibedakan lagi menjadi data diskrit dan kontinyu.
Data diskrit adalah data yang pasti dan eksak dari hasil menghitung. Umpama:
Jumlah anak keluarga Ahmadi 2 (dua) orang. Angka 2 menunjukkan jumlah
anaknya sekarang hanya dua orang, tidak mungkin 2,5 atau 1,5. Sedangkan data
kontinyu data tesambung/kontiyu dengan data sebelum dan data sesudahnya.
Umpama: Tinggi badan sesorang
160.5 161.5 162.5 163.5
.
160 161 162 163 164
Tinggi badan seseorang 162 cm, sebenarnya adalah antara 161.5 cm dan 162.5 cm
Sedangkan data kualitatif adalah data yang tidak berbentuk bilangan. Data
ini berupa kata-kata, atau bahasa. Umpama;
Hari ini cuaca baik sekali
Orang tua Yenni sedih karena anaknya sakit.
B. Skala Pengukuran
1. Hakekat Pengukuran
1) Data yang ditemukan merupakan data ordinal dan dinyatakan dalam istilah dari
tinggi-rendah, seperti: sangat panas, panas, sedang, kurang panas, dingin (tetapi
tidak dinyatakan berapa panasnya.
Umpama : 1. Suhu udara : Sangat panas
Panas
Kurang panas
Atau
2.Dinyatakan dalam Urutan
No. Nama Urutan
1. Renny 5
2. Ahmadi 3
3 Dian 1
4 Resty 4
5 Wawan 2
Dalam pengukuran skala interval, jauh berbeda dari skala nominal dan
ordinal. Pada skala interval telah ada unit pengukuran. (unit of measurement)
tertentu, sehingga mempunyai jarak yang bersifat konstant.
Umpama: Secara berturut selama 7 hari, seorang peneliti mengukur dan
mengamati suhu badan seseorang. Hasilnya sebagai berikut:
Hari pertama 37o C Hari kelima 39.5oC
Hari kedua 38o C Hari keenam 40o C
Hari ketiga 39o C Hari ketujuh 38o C
Hari keempat 40o C
Dalam contoh di atas untuk mengukur panas badan seseorang digunakan
Celcius. Panas badan hari pertama, berbeda dengan hari kedua satu derajat
Celcius. Panas hari ketiga berbeda lagi dengan hari kedua. Panas badan hari ketiga
naik lagi satu derajat Celcius. Dapat juga dikatakan panas badan hari ketiga naik 2
derajat Celcius dari hari pertama. Panas badan ybs pada hari ketujuh 38 oC, sama
dengan panas badan hari kedua, namun lebih tinggi satu derajat dari hari pertama.
Skala interval tidak mempunyai nol mutlak, seperti dalam bilangan ratio.
Titik 0 dalam thermometer Celcius, tidak sama harganya dengan harga nol pada
bilangan ratio. Karena titik nol pada Celcius sama harganya dengan 32 pada
Fahrenheit. Masing-masing thermometer tersebut mempunyai unit pengukuran
sendiri-sendiri dan penempatan titik nol dilakukan secara “arbitrary”.
Dengan memperhatikan data dasar yang telah mempunyai unit pengukuran,
maka data interval dapat dirubah menjadi skala data ordinal dan selanjutnya dapat
pula dirubah menjadi klasifikasi seperti data nominal.
Contoh: Data Hasil penelitian tentang kemampuan dasar siswa (Inteligensi),
yang dikumpulkan dengan Tes. Kemampuan dasar, terhadap 30 orang sampel
penelitian, sebagai berikut:
16
Inteligensi Frekuensi
140 -159 2
120-139 6
100-119 15
80-99 6
60-79 1
Jumlah 30
Data dasar tersebut dapat lagi dimodifikasi dalam bentuk data ordinal
dengan mengelompokkan menjadi order : sangat tinggi, tinggi, sedang, kurang
dan kurang sekali.
Tinggi 8
Sedang 15
Kurang 7
Atau dapat juga dirubah menjadi lebih kompleks, sebagai berikut:
Tinggi Sedang Kurang
Laki-laki 4 7 3
Perempuan 4 8 4
Oleh karena itu dalam mengembangkan instrumen pengukuran perlu
dipertimbangkan dengan hati-hati, sehingga data yang terkumpul dapat diolah
dengan berbagai teknik Statistik sesuai dengan tujuan dan hasil yang ingin
dicapai.
Pengukuran dengan skala ratio mempunyai nilai nol mutlak, sehingga hasil
yang didapat dapat dikali atau dibagi. Umpama : Apabila jumlah kecelakaan tahun
2008 sebanyak 200 orang, sedangkan tahun 2010 sebanyak 400 orang, maka dapat
diartikan bahwa kecelakaan tahun 2010 dua kali lebih banyak dari tahun 2008.
Semua karakteristik yang dimilik data interval, ordinal dan nominal dimiliki oleh
data dengan menggunakan pengukuran skala ratio. Sehubungan dengan itu, maka
data dengan skala ratio dapat disusun dalam bentuk data interval, ordinal dan
nominal, sehingga memungkinkan teknik analisis yang digunakan jauh lebih
banyak dan lengkap.
18
HANDOUT
Nilai Frekuensi
3.8 1
3.75 2
3.6 1
3.5 12
3.25 5
3.0 9
2.6 1
2.5 3
2.4 1
N 35
Dari data di atas dapat dikatakan bahwa 5 orang (14,28 %) dinyatakan
tidak lulus dalam mata kuliah Statistik, sedangkan ujian sebanyak 30 orang
(85,72%).
Apabila jarak nilai atau skor terendah dengan tertinggi cukup lebar, dan N
sampel cukup besar maka sebaiknya peneliti menggunakan distribusi bergolong.
Langkah yang ditempuh adalah:
a. Langkah pertama : Cari dan tentukan skor tertinggi dan terendah pada data
yang akan disajikan.
b. Langkah kedua : Cari selisih antara skor tertinggi dan terendah
c. Langkah ketiga : Tentukan banyak kelas interval yang akan digunakan
dengan menggunakan rumus Sturges.
K = 1 + 3.3 log n
d. Jumlah kelas interval sebaiknya antara 5 sampai 15
e. Langkah keempat : Nilai/skor terendah sebagai awal kelas interval
pertama, dan seterusnya.
f. Langkah kelima : Susun format sesuai dengan yang dibutuhkan, tally data
dan kemudian sempurnakan tabel sehingga menjadi lebih baik.
21
Fk = x 100 %
Keterangan:
fkrel = frekuensi komulatif relatif
fk = frekuensi komulatif pada masing-masing kelas
∑f = frekuensi total
25
HANDOUT
a. Tabel
b. Diagram dan Grafik
c. Diagram Batang
d. Histogram
e. Grafik Poligon
f. Grafik Ogive
g. Grafik Garis
h. Diagram Pastel
i. Diagram Lambang
j. Kurva
A. Tabel
Dalam pembuatan tabel, sangat tergantung pada jumlah variasi aspek data
yang disajikan. Namun perlu diingat penyajian data dalam tabel adalah untuk
memudahkan pembaca/orang lain memahami data tersebut, sesuai dengan tujuan
penyajian data tersebut. Oleh karena itu bukan kompleksitas tabel yang diperlukan
melainkan menjadi sah/tidaknya data itu dibaca orang lain.
Beberapa patokan yang perlu ada dalam suatu tabel adalah sebagai berikut:
1. Judul tabel harus jelas
2. Judul kolom (dan sub kolom kalau ada)
3. Judul baris
4. Sumber data (bagi yang kutipan)
Walaupun pada waktu membicarakan distribusi frekuensi telah ditampilkan
bermacam contoh, pada berikut dapat dilihat kerangka tabel tersebut, berdasarkan
patokan yang dikemukakan di atas.
1. Diagram Batang
40
30
20
10
Dari data di atas dapat juga dibuat diagram batang jumlah korban meninggal
dan Luka berat sebagai berikut:
80 Keterangan:
60 Meninggal
40 Luka Berat
20
160
140 Keterangan:
120 Meninggal
80 Luka ringan
60
40
20
Tahun 2006 2007 2008
Diagram 3 : Jumlah Korban Meninggal, Luka Berat dan Luka Ringan
dalam Kecelakaan Lalu Lintas, Tahun 2006 – 2008
2. Histogram
Apabila data yang didapat data bergolong atau ordinal, sebaiknya yang
digunakan histogram. Pada dasarnya histogram adalah sama dengan diagram
batang, hanya pada sumbu X dinyatakan batas nyata dari kelas interval.
Berikut ini adalah hasil tes kecerdasan, yang telah disusun dalam bentuk
data bergolong. Data ini dapat disajikan dalam bentuk histogram.
12
10
3. Grafik Poligon
Poligon merupakan salah satu penyajian data, yang dapat dibuat dengan
menghubungkan titik tengah histogram dari masing-masing balok dengan satu
garis lurus, sehingga terbentuk suatu grafik. Secara sederhana langkah-langkah
dalam membuat poligon adalah sebagai berikut:
a. Buat garis X dan garis Y yang dipertemukan salah satu sudutnya, seakan
akan seperti segitiga siku-siku yang tidak ada sisi miringnya.
b. Beri nama sumbu X dan plot garis tersebut sebanyak kelas interval data.
Kemudian tambah satu titik di kiri dan di kanan, dengan maksud titik
awal dan titik akhir
c. Beri nama garis ordinat Y dan bagi garis tersebut dengan skal tertentu pula
sesuai dengan kuantum atau frekuensi yang ada.
d. Buat balok segi empat pada masing–masing kelas interval dengan
menggunakan batas nyatanya, sedangkan tinggi disesuaikan dengan
frekuensi masing-masing
e. Garis Y selalu mulai dari nol. Jangan lupa memberi label garisY
31
f. Dengan menggunakan penggaris cari titik temu nilai frekuensi dengan titik
tengah (midpoint) masing-masing kelas interval.
g. Hubungkan semua titik tengah yang diperdapat. Dimulai dari titik awal
tambahan dan diakhiri pula dengan titik akhir yang telah ditentukan
sebelumnya.
C F
30 30
28
20 23
11
10
9
1 . IQ
74.5 101.5 127.5 153.5
87.5 113.5 140.5
Diagram 8 : Ogive IQ Mahasiswa dalam bentuk Lebih dari
5. Grafik Garis
f
150
145
121
100
61
50
21
14
Tahun
2004 2005 2006 2007 2008
Penyajian data dalam bentuk lain adalah diagram Pastel. Bentuk ini sering
digunakan untuk menggambarkan jumlah penduduk suatu wilayah serta sektor
lapangan pekerjaan yang ditempatinya. Berhubung karena penampilan data dalam
bentuk satu lingkaran, jumlah frekuensi masing-masing kelompok hendaklah
dirubah menjadi persen (%). Oleh karena itu grafik pastel/lingkaran adalah grafik
yang disusun berdasarkan distribusi relatif.
Berikut ini data penduduk dalam suatu kota X tahun 2008, menurut
lapangan usaha.
Tabel 19 : Jenis Lapangan Usaha di Kota X Tahun 2008
Jasa
14%
Pertanian .
. 57
Industri
29%
7. Diagram Lambang
34,13 34,13
13,59 13,59
2,15 2,15
- 3 SD - 2 SD -1 SD Mean +1 SD + 2 SD +3 SD
Median
Mode
Mode
Mode
Gambar 3 : Kurva Normal dan Luas Daerah dibawahnya.
Kurva Leptokutic adalah suatu kurva yang berbentuk bell langsing,
sedangkan kurva mesokurtic kurva yang berbentuk bell sedang. Kurva playkurtic
adalah kurva simetris dan berbentuk bell gemuk. Sedangkan kurva rectangular
adalah kurva berbentuk segi empat masing-masing kurva dapat diamati pada
gambar di bawah ini.
39
HANDOUT
A. Mean/Rerata
Arti dari Mean adalah angka rata-rata. Kalau N kecil dan datanya yang
tersedia adalah data interval dan ratio, maka peneliti dapat mencari Mean/rata-rata
data tersebut, tetapi kalau N datanya banyak (N frekuensi data), maka menghitung
dengan cara langsung akan memakai waktu yang cukup lama dan kurang praktis.
Oleh karena itu ada 3 cara dalam menghitung Mean/Rata-rata, yaitu: (1) data
42
langsung (data mentah) yang belum disusun dalam bentuk distribusi frekuensi, (2)
data yang disusun kedalam bentuk distribusi tunggal, dan (3) data yang disusun
dalam bentuk distribusi bergolong.
Keterangan:
Atau
Contoh : Dalam tahun 20011, terjadi bermacam pelanggaran lalu lintas. Jumlah
pelanggaran tiap bulan adalah berikut:
43
Ini berarti rata-rata kecelakaan tiap bulan di wilayah ini tahun 2011/2012,
sebanyak 376.92 (dibulatkan menjadi 377 kali). Kecelakaan tahun 2010 sebanyak
6662 atau rata–rata kecelakaan perbulan 555.17. Kalau dibandingkan jumlah
kecelakaan tahun 2010 dengan jumlah kecelakaan tahun 2011, ternyata tahun
2011 lebih rendah dari 2010. (Mean 376.92 < 555.17). Cara mencari Mean seperti
di atas hanya berlaku untuk data murni atau skor kasar.
distribusi frekuensi tunggal, kemudian baru dicari nilai rata-ratanya. Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Keterangan:
= Rata-rata hitung
fi = frekuensi datayang ke i
fi Xi = perkalian frekuensi dengan nilai data ke i
∑ fi Xi = jumlah skor total
N = jumlah inividu dalam kelompok
Contoh: Berikut ini tinggi badan siswa yang disusun dalam bentuk distribusi
frekuensi tunggal.
Tabel 21 : Distrubusi Frekuensi Tinggi Badan Siswa
= = 130.5
Suatu hal yang berbeda dengan skor kasar adalah nilai di sini adalah nilai
titik tengah masing-masing kelas interval, bukan skor kasar individual. Berhubung
karena skor /data menyebar dan tersebar, maka beberapa langkah yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Tentukan terlebih dahulu nilai tertinggi dan terendah dalam data yang akan
diolah.
2) Tentukan jumlah kelas interval yang dibutuhkan.
Untuk banyak kelas interval, dapat dgunakan K = 1 +3.3log n
3) Buat kelas interval sebanyak yang dibutuhkan
4) Masukkan data, dan cari frekuensi (f)
5) Tentukan titik tengah (midpoint) dari tiap kelas interval dengan
menjumlahkan exact upper dan lower limit dan kemudian dibagi dua.
6) Kalikan nilai titik tengah tiap tiap kelas interval dengan frekuensi masing-
masingnya (fiXi)
7) Jumlah hasil perkalian fiXi masing-masing kelas interval sehingga didapat
jumlah keseluruhan/total
8) Bagi jumlah total (hasil langkah ketujuh) dengan N atau f.
Sebaran data : 24 25 35 48 25 36 38 67 45 23 78 56 35 33 45 56
58 49 30 59 40 65 76 54 32 78 76 64 79 57
Nilai terendah = 23
Nilai tertinggi = 79
Range 79 - 23 = 56
Jumlah kelas interval ; K = 1 + 3.3 log 30
1 + 3.3 x1.477
5.8741 I dibulatkan jadi 6
Interval = 56 : 6 = 9.33 (dibulatkan jadi 6)
46
Fi = 30
fXi = 1455
= = 48.5
Cara kedua yang dapat digunakan untuk mencari Mean adalah dengan
menggunakan Mean Terkaan/Rata-rata Terkaan/Dugaan. Dalam konteks ini,
bukan sekedar menerka tanpa perhitungan, tetapi memperkirakan dengan baik,
dimana kira-kira letak nilai rata-rata itu, (pada kelas interval yang mana).
Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut
1) Ambil salah satu kelas interval yang diduga mean yang sebenarnya tidak
begitu jauh meleset dari angka–angka tersebut
2) Letakkan nol sejajar dengan mean perkiraan itu pada kolom deviasi yang
sudah disiapkan
3) Letakkan angka 1, 2, 3 dan seterusnya berurut ke atas pada kolom deviasi
di atas nol pada mean terkaan, pada kolom yang telah disiapkan
47
4) Letakkan angka -1, -2 ,-3 dan seterusnya berurut ke bawah pada kolom
deviasi di bawah nol mean terkaan pada kolom yang telah disiapkan
5) Mengalikan frekuensi masing-masing kelas interval dengan deviasi deviasi
tiap kelas interval
6) Menjumlahkan deviasi yang sudah dikalikan dengan frekuensi tersebut
7) Membagi hasil pada langkah 6 dengan N
8) Kalikan hasil langkah 7 dengan I (interval)
9) Tambahkan hasil langkah 8 dengan MT (Mean terkaan)
Langkah tersebut di atas sesuai dengan rumus Mean Terkaan sebagai
berikut: M = MT +[ x i
Keterangan:
M = Mean
MT = Mean Terkaan
MT = 44.5
N = 30
∑ = 10
I = 10
M = 44.5 + x 10
M = 44.5 + 4 = 48.5
Seandainya dalam suatu sebaran ada beberapa sub kelompok. Mean masing
sub kelompok dapat dicari dengan salah satu tek nik di atas, maka mean total
dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Mean Total =
Keterangan
n1 = jumlah sub sampel ke 1
n2 = jumlah sub sampel ke 2
n3 = jumlah sub sampel ke 3
nk = jumlah sub sampel ke k
M1 = jumlah rata-rata sub sampel ke 1
M2 = jumlah rata-rata sub sampel ke 2
M3 = jumlah rata-rata sub sampel ke 3
Mk = jumlah rata-rata sub sampel ke k
Contoh: Lima sub sampel, masing-masing berukuran (n) 6,7,9,11, dan 13, dengan
rata-rat tiap kelompok:80, 70, 120, 100, dan 140
Mt = =
Mt = 98.26
Apabila n sub kelompok adalah sama, maka Mean gabungan dapat dicari
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
49
M1 + M2 + M3 +…….. + Mk
Mt =
H. Median
Apabila jumlah N distribusi ganjil, median adalah nilai (data) yang paling
tengah, setelah nilai-nilai itu diurutkan terlebih dahulu. Contoh: Berikut ini
adalah penyebaran data tinggi badan 9 orang siswa Sekolah Menengah Atas.
167, 169, 157, 146, 158, 170, 166, 163 dan 154
Angka tersebut kemudian diurutkan dari yang tinggi kepada yang rendah, sebagai
berikut:
Berdasarkan data yang telah diurutkan, median sebaran nilai tinggi badan
adalah 163,karena angka 163 merupakan urutan yang ditengah.
Apabila N individu penyebaran data adalah genap, maka nilai median,
adalah urutan nilai yang ditengah dibagi dua. Contoh: Sebaran data dengan N=8
Dua nilai tinggi badan yang ditengah (urutan keempat dan kelima) adalah
163 dan 158. Selanjutnya gunakan rumus median untuk data tunggal dengan N
genap.
Median = = 160.5
Apabila sebaran data cukup banyak dan luas, maka sebaiknya penelti
menggunakan teknik mencari median dengan data bergolong. Rumus yang dapat
digunakan adalah sebagai berikut:
Median = Bb +
Keterangan:
Mdn = Median
51
Sebaran data : 24 25 35 48 25 36 38 67 45 23 78 56 35 33 45 56
58 49 30 59 40 65 76 54 32 78 76 64 79 57
Nilai terendah = 23
Nilai tertinggi = 79
Range 79 - 23 = 56
52
Kelas interval yang mengndung median adalah 40 – 49, karena pada kelas
interval itu terdapat frekuensi 15 ( ½ N) , Bb = 39.5, kfb = 11 dan fmdn = 5
Median = Bb +
= 39.5 +
= 39.5 + x 10
Mdn = 47.5
K. Mode (Modus)
Ini mode angka tersebut lebih dari dua kali. Hal ini disebut juga dengan
mode dengan multimodal.
Mo = b + p
Keterangan:
Mo = Modus
B = Batas bawah kelas interval modus
f1 = selisih frekuensi antara kelas modus dan kelas
sebelumnya
f2 = selisih frekuensi antara kelas modus dan kelas
berikutnya
Mo = 59.5 + 10
Mo = 59.5 + 10
= 59.5 = 10
= 69.5
Rumus lain yang dapat diguanakan adalah sebagai berikut:
Mode = 3 Median - 2 Mean
Setelah dicari Mean dan Median data di atas, didapati
Mean = 60.89
Median = 61.81.
Selanjutnya Mode dapat dicari.
Mode = (3 x 61.81) – (2 x 60.89
= 185.63 - 121.78
= 63.65
55
Mean
Median
Mode
Gb. 11 : Hubungan Mean, Median, Modus dalam suatu distribusi
Di samping distribusi normal (normal distribution) juga ada distribusi juling
kiri (negatively skewed distribution) dan distribusi juling kanan (positively skewed
distribution). Distribusi dikatakan juling kiri apabila Mode > Median > Mean
dan terletak disebelah kanan Mean. Distribusi dikatakan juling positif, apabila
Mode < Median < Mean, dan terletak di sebelah kiri Mean.
56
HANDOUT
B. Materi Pokok:
1. Kuartil
2. Desil
3. Persentil
C. Uraian Materi
Dalam ilmu-ilmu sosial sering seseorang ingin posisi seseorang
dibandinglan temannya, atau dimana letak seorang di dalam bersama diantara
teman yang lain. Ukuran kecendrungan sentral tidak mungkin menjawab hal
demikian, karena lebih terfokus pada sentralnya, kecuali kalau digunakan p50 yang
mewakili titik tengah median. Untuk itu dalam ilmu statistik diperkenalkan
konsep kuartil (perempatan) desil (perpuluhan) dan persentil (perseratusan).
Kuartil adalah nilai yang memisahkan nilai/skor dalam suatu distribusi tiap 25%
frekuensi dalam suatu distribusi, sedangkan desil dapat memisahkan tiap sepuluh
persen. Kalau seseorang menginginkan norma yang yang lebih halus lagi maka
gunakalah persentil, sebab persentil memisahkan skor setiap 1 %.
57
1. Kuartil
a. Pengertian Kuartil
75% 25%
50 % K3
K2 75%
50%
K125%
a. Data Tunggal
Dalam mencari skor/nilai dari data tunggal dapat digunakan formula sebagai
berikut:
58
K = data ke
Keterangan
K = nilai/skor kuartil yang dicari
I = 1,2,3 , yang menujukkan K1, atau K2, atau K3
Contoh: Sebaran data: 166,170,167,169,163,142, 148,154,157,158,164.
N = 11
Selanjutnya masuk ke dalam rumus:
K1 = data ke
K1 = data ke
K1 = data ke 3
K2 = data ke
K2 = data ke 6
K3 = data ke
K3 = data ke 9
Selanjutnya sebaran data diurutkan dari yang rendah kepada yang tinggi,
seperti juga dalam mencari median, sebagai berikut
Tabel 28: Kuartil Data Tunggal N Tuntas dibagi 4
Tinggi badan Letak Kuartil
170
169
167 K3
166
164
163 K2
158
157
154 K1
148
142
Berdasarkan sebaran data yang telah diurutkan dapat diketahui bahwa :
K1 = 154
59
K2 = 163
K3 = 167
Seandainya data genap (N = genap, atau tidak tuntas dibagi dengan 4, maka
dalam mencari nilai/skor K1, K2 dan K3.lagi, dengan mencari berapa nilai/skor
urutan yang masih tersisa.
K1 = data ke
K1 = data ke 2.25
Data tersebut disusun dalam sebaran urutan dari rendah ke tinggi, sebagai
berikut:
Tabel 29 : Kuartil Data Tunggal N Tidak Tuntas dibagi 4
Tinggi badan Letak Kuartil
169
167
163
158
157
154
148
142
Nilai K1 yang dicari adalah nilai urutan kedua, ditambah dengan 0.25 x
selisih skor urutan ketiga dan kedua.
Nilai/skor K1 = 148 + {0.25 x (154 - 148)} =
= 148 + 1.5
= 149.5
Jadi Nilai/skor K1 = 149.5
Pola yang sama dapat pula digunakan untuk mencari nilai/skor K2 dan K3,
dengan mengganti i sesuai dengan urutan letak K yang dicari.
Tidak jauh berbeda dengan mencari Median terhadap data yang telah
dikelompokkan, maka untuk Kuartil, dapat digunakan rumus kuartil pertama (K1)
adalah sebagai berikut:
60
K1 = Bb + { }i
Keterangan:
K1 = Kuartil pertama
Bb = Batas bawah nyata
kfb = Komulatif frekuensi di bawah kelas interval yang
mengandung K1
I = Interval
N = Jumlah frekuensi dalam distribusi
fd = Frekuensi dalam interval yang mengandung K1
Sebaran data Nilai dalam Mata Kuliah Statistik
: 24 25 35 48 25 36 38 67 45 23 78 56 35 33 45 56
58 49 30 59 40 65 76 54 32 78 76 64 79 57
Nilai terendah = 23
Nilai tertinggi = 79
Range 79 - 23 = 56
N 30
K2 = Bb + { }i
Letak K2 berada pada data ke 15. Ini berarti K2 berada pada kelas interval
40-49.
Bb = 39.5
Kfb = 7
Fd = 5
i = 10
Selanjutnya masukkan ke dalam rumus, sebagai berikut:
K2 = Bb + { }i
K2 = 39.5 + 10
K2 = 39.5 + 10
K2 = 39.5 + 8
K2 = 47.5
62
Pola yang sama diterapkan untuk mencari K3, menyesuaikan rumus seperti
K2, sehingga tersusun rumus sebagai berikut:
K3 = Bb + { }i
K3 = 59.5 + { 10
K3 = 59.5 + 1.67
K3 = 61.17
Dari berbagai hasil di atas, dapat dikatakan bahwa skor/nilai = 34.5 adalah
nilai yang menjadi angka pemisah, 25% dari mahasiswa dibandingkan dengan
75% di atasnya. Andaikata angka/skor K3 dijadikan patokan lulus (61.17), 25% di
atas itu akan dinyatakan lulus dan 75 di bawahnya akan dinyatakan gagal dalam
ujian Statistik, namun dosen yang bersangkutan belum mempunyai patokan kalau
yang bersangkutan menginginkan patokan 60% atau 70%. Untuk ini harus
digunakan Desil, sebagaimana yang akan dikemukakan berikut ini.
B. Desil
1. Pengertian Desil
Di = data ke
Keterangan
Di = nilai/skor kuartil yang dicari,
I = 1,2,3,……….9 yang menujukkan D1, atau D2, atau D3…..D9
Rumus umum untuk distribusi yang dikelompokkan:
Di = Bb + { }i
Keterangan:
Di = Desil ke i
Bb = Batas bawah nyata
kfb = Komulatif frekuensi di bawah kelas interval yang
mengandung K1
I = Interval
N = Jumlah frekuensi dalam distribusi
fd = Frekuensi dalam interval yang mengandung K1
D = data ke
D6 = data ke
D6 = data ke 6.6.
Ini berarti data ke 6.6 adalah skor/nilai antara 124 dan 126. Selanjutnya
berapa harus dicari, sebagai berikut:
Skor D6 = 124 + (126-124) x 0.6
124 + 1.2 = 25.2
Selanjutnya dicari dimana letak pula D9 dan berapa nilai pemisahnya.
D9 = data ke = = 9.9
Dalam aplikasi rumus Desil data yang dikelompokkan digunakan data yang
dipakai untuk mencari Kuartil sebagai berikut:
Sebaran data Nilai dalam Mata Kuliah Statistik
: 24 25 35 48 25 36 38 67 45 23 78 56 35 33 45 56
58 49 30 59 40 65 76 54 32 78 76 64 79 57
Nilai terendah = 23
Nilai tertinggi = 79
Range 79 - 23 = 56
Jumlah kelas interval: K = 1 + 3.3 log 30
1 + 3.3 x1.477
5.8741 dibulatkan jadi 6
Interval = 56 : 6 = 9.33 (dibulatkan jadi 6)
65
Kelas Interval f Kf
70 - 79 5 30
60 69 3 25
50 59 6 22
40 - 49 5 16
30 - 39 7 11
20 29 4 4
N 30
D2 = 29.5 + {
D2 = 29.5 + 10
D5 = Bb + 10
= 39.5 + x10
= 47.5
Jadi skor/nilai D5 adalah 47.5.
3. Persentil
Ukuran Letak yang ketiga adalah persentil, yang prinsip mirip dengan Desil
dan Kuartil. Kalau dengan Kuartil, peneliti hanya mendapatkan nilai/skor yang
memisahkan distribusi dalam perempatan, yaitu K1,K2 dan K33. Dengan Desil
seseorang/peneliti dapat mengetahui skor/nilai sebagai angka pemisah jumlah
frekuensi dalam perpuluhan, yaitu D1, D2, D3, D4, D5, D6, D7, D8 dan D9.
Tetapi tidak mendapatkan angka pemisah 45% frekuensi di bawahnya dan 55%
frekuensi di atasnya. Hal itu dijawab oleh ukuran letak Persentil.
66
1. Pengertian Persentil
P75 P70 D7
P50. D5 K2
P30 D3
P25
D2 K1
Pola dasar mencari adalah sama dengan Desil atau Kuartil. Rumus –rumus
yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
Diketahui sebaran data sebagai berikut: 75, 82, 66, 57, 64, 56,92, 94, 86, 52,60, 70
Yang dicari P50 ?
Langkah pertama yang dilakukan adalah menyusun data tersebut mendalam
urutan sehingga tersusun dari yang rendah kepada yang tinggi:
52,56,57, 60, 64, 66, 70, 75, 82, 86, 92, 94
Langkah kedua menentukan letak Persentil 50 dengan menggunakan rumus:
Pn = Bb + { } i
Keterangan :
Pn = Persentlil ke n
Bb = Batas bawah nyata
kfb = Komulatif frekuensi di bawah kelas interval yang
mengandung Pk
I = Interval
N = Jumlah frekuensi dalam distribusi
68
P50 = 60.5 + x 10
P75 = 80,5 + x 10
P75 = 80,5 + 6
P75 = 86,5
P75 = 86,5; artinya sebanyak 75% daripada data distribusi mendapat nilai di
bawah 86, 5 dan sebanyak 25% mendapat nilai di atas 86,5.
69
HANDOUT
B. Materi Pokok:
C. Uraian Materi
1. Pengertian dan Jenis Variabilitas
Sampel II : 40, 60, ,55, , 35, 50, 38, 45, 60,30,37, ∑ =450 Mean = 45
Kedua data sampel tersebut sama, namun variabilitas tidak sama. Sampel I
variasi nilai 20 = 70, sedangkan kelompok kedua variasi nilai cukup banyak
walaupun range lebih kecil dari sampel I, yaitu 37 – 60). Perhatikan gambar
berikut:
f
6
5
4
3
2
1
20 30 40 50 60 70
Diagram 10 :
(Diagram batang diperbesar)
f
6
5
4
3
2
1
30 35 40 50 55 60
Diagram 11 :
Oleh karena itu dalam mendeskripsikan dan membandingkan dua sampel
data tersebut perlu diketahui variabilitas masing-masing sampel data. Walaupun
71
datanya sama-sama normal sekalipun, yang satu mungkin bell runcing yang satu
labi dalam bell melebar seperti di bawah ini.
Mean
Gb. 13
Oleh karena itu, yang dimaksud dengan variabilitas dalam satu sebaran data
adalah derajat penyebaran nilai-nilai variabel dari suatu kecendrungan sentral
dalam suatu distribusi. Kalau variabilitas suatu distribusi, besar maka data akan
tersebar dalam rentang yang lebar. Sering juga disebut dengan datanya heterogen,
(Lihat gambar di atas), sedangkan kalau variabilitasnya kecil, sebarannya tidak
melebar/cendrung mendekati mean. Kondisi didata yang demikian sering disebut
dengan data yang homogen (lihat gambar A di atas). Beberapa cara dalam mencari
variabilitas, yaitu: (1) Range, (2) Interqurtile ran, (3) Rata-rata Deviasi dan (4)
Standar Deviasi. Tiap jenis akan dibicarakan pada uraian berikut ini.
c. Range
Kalau melihat suatu sebaran data selalu akan ditemui ada skor yang paling
rendah dan ada pula skor paling tinggi dan sebagian besar akan tersebar di tengah
kecuali kalau data tersebut juling ke kiri atau ke kanan. Jarak antara skor/nilai
yang paling tinggi dan yang paling rendah disebut dengan Range. Secara
sederhana dapat digambarkan:
Range = X Tertinggi – X Terendah
Selanjutnya perhatikan sebaran berikut:
72
X1 25 28 35 26 32 34 40 38 36 34 42 48
X2 25 26 34 45 34 42 15 22 65 60 19 31
Bentuk kedua dari variabilitas adalah Range antar Kuartil. Variabilitas ini
merupakan perbedaan antara Kuartil pertama dengan Kuartil ketiga. Rumus yang
digunakan:
Range Antar Kuartil = K3 - K1
Aplikasi rumus.
Sebaran data Nilai dalam Mata Kuliah Statistik
: 24 25 35 48 25 36 38 67 45 23 78 56 35 33 45 56
58 49 30 59 40 65 76 54 32 78 76 64 79 57
73
Nilai terendah = 23
Nilai tertinggi = 79
Range 79 - 23 = 56
Interval = 6 (dicari dengan menggunakan rumus Sturges)
Distribusi frekuensi dalam bentuk data bergolong, adalah sebagai berikut:
Tabel 33 :
Kelas Interval f kf
70 - 79 5 30
60 69 3 25
50 59 6 22
40 - 49 5 16
30 - 39 7 11
20 29 4 4
N 30
K1 = 29.5 + { }10
RSAK = = = 13,335
74
Range Semi Antar Kuartil ini sering digunakan bersama-sama dengan median.
Median untuk kencendrungan sentralnya dan Range Semi Antar Kuartil untuk
mengetahui variabilitasnya.
SD =
Keterangan:
SD = Standar Deviasi
x = Penympangan skor dari Mean ( X - X )
N = Jumlah subjek
Mean dari 4 orang yang tertera dalam table dalam tabel berikut adalah 44: 4
=11.
Tabel 34 :
Penyimpangan
individu dari Mean
Nama X x2
(nilai absolute)
x
Ali 10 1 1
Umar 12 1 1
Idham 9 2 4
Ratna 13 2 4
Jumlah 44 10
=
= 1,58113883 (dibulatkan menjadi 1,581)
75
Dengan demikian dapat dikatakan rata-tata deviasi dari mean sebesar 1,581.
f. Standar Deviasi
Terhadap data yang tidak dikelompokkan dapat digunakan dua cara, yaitu
dengan metode langsung dan metode tidak langsung.
a. Metode langsung
SD =
76
Keterangan:
SD = Standar Deviasi
∑X = jumah Skor kasar
∑ X2 = Jumlah masing-masing skor kasar setelah dikuadratkan
Contoh : I.
Tabel 35 :
Nama Skor X X2
Ali 10 100
Umar 12 144
Idham 9 81
Ratna 13 169
Jumlah 44 494
(Data yang digunakan sama dengan data pada waktu mencari Rata-rata
Mean)
Dengan menggunakan formula yang telah dikemukakan, maka SD untuk
contoh di atas adalah :
SD =
SD = √ –(
SD =
SD = 1.58113883 ( dibulatkan 1,581)
b. Metode Tidak Langsung
Metode tidak langsung ialah dengan mencari Mean terlebih dahulu Mean
dan kemudian mencari penyimpangan. Untuk itu dapat digunakan formula sebagai
berikut:
Mean =
SD =
Dengan menggunakan data pada contoh satu, dapat dicari Mean dan SD-nya
sebagai berikut:
77
Tabel 36 :
x
Nama X x2
(X– )
Ali 10 -1 1
Umar 12 +1 1
Idham 9 -2 4
Ratna 13 +2 4
Jumlah 44 0 10
= = 11
SD = = SD =
SD = 1.581
Walaupun digunakan rumus yang berbeda terhadap data yang sama, namun
hasil yang didapat ternyata tidak berbeda secara berarti. Kalau terjadi perbedaan,
terutama sekali disebabkan pembulatan.
2. Data yang dikelompokkan
Mencari standar deviasi untuk data yang dikelompokkan tidak jauh berbeda
dengan data yang tidak dikelompokkan. Nilai individual tidak muncul lagi, karena
telah dimasukan ke dalam kelas interval atau penggolongan yang dibuat. Oleh
karena itu nilai masing-masing kelas interval diwakili oleh titik tengah (mid point)
nya.
Seperti juga untuk data yang tidak dikelompokkan maka untuk data yang
dikelompokkan ada dua cara yang dapat digunakan dalam, mencari standar
deviasi, yaitu metoda tidak langsung atau rumus deviasi berkode.
SD =
Tabel 37 :
Skor Titik
F fX fX2
Inteligensi Tengah
150 – 159 154.5 1 154.5 23870.25
140 – 149 144.5 6 867 125281.50
130 – 139 134.5 20 2690 361805.00
120 – 129 124.5 28 3486 434007.00
110 – 119 114.5 19 2175.5 248872.20
100 – 109 104.5 7 731.5 76441.75
90 – 99 94.5 7 661.5 62511.70
80 – 89 84.5 1 84.5 7140.25
89 10850.5 1339929.5
M = 121.9
SD =
=
SD = 13.816 (13.82)
b) Metode tidak langsung atau deviasi berkode
Apabila kita dengan menggunakan angka besar memakai angka besar dan
mungkin timbul kesalahan-kesalahan atau kurang teliti menggunakannya maka
sebaiknya digunakan rumus yang lain sebagai berikut:
SD = i
Dimana:
x1 = Deviasi berkode dari mean terkaan
i = interval
79
Tabel 38 :
Skor
f x1 fx1 fx1 2
Inteligensi
150 – 159 1 3 3 9
140 – 149 6 2 12 24
130 – 139 20 1 20 20
120 – 139 28 0 0 0
110 – 119 19 -1 -19 +19
100 – 109 7 -2 -14 28
90 – 99 7 -3 -21 63
80 – 89 1 -4 -4 16
89 -23 179
M = 124.5 + x 10
= 124.5 – 2.70
= 121.8
SD = 10
= 10
= 10 x 1.3928 = 13.928
Dari contoh di atas didapat bahwa mean = 121.8 sedangkan standar deviasi
adalah 13.9 (dibulatkan)
80
HANDOUT
B. Materi Pokok:
1. Pengertian Hipotesis
2. Beberapa Kesalahan Kekeliruan dalam Pengujian Hipotesis
3. Langkah-langkah Pengujian Hipotesis
4. Uji Persyaratan Sebelum Menggunakan Statistik Parametrik
a. Uji Normalitas
b. Uji Homogenitas
c. Uji Linieritas
C. Uraian Materi :
A. Pengertian Hipotesis ?
Secara etimologi, hipotesis adalah perpaduan dua kata: hypo dan thesis
hypo berarti kurang dari
thesis adalah pendapat atau thesa
Oleh karena itu, secara harfiah hipotesis dapat diartikan sebagai sesuatu
pernyataan yang belum merupakan suatu thesa; suatu kesimpulan sementara;
suatu pendapat yang belum final, karena masih harus dibuktikan kebenarannya.
81
Hipotesis adalah suatu dugaan sementara, suatu thesa sementara yang harus
dibuktikan kebenarannya melalui penyelidikan ilmiah. Hipotesis dapat juga
dikatakan kesimpulan sementara, merupakan suatu konstruk (construct) yang
masih perlu dibuktikan, suatu kesimpulan yang belum teruji kebenarannya.
Pendapat tersebut didukung oleh pendapat beberapa ahli sebagai berikut.
Fraenkel dan Wallen (1993:551) menyatakan hipotesis adalah: A tentative,
reasonable, testabel assertion regarding the occurance of certain behaviors,
phenomena,or events; a prediction of study outcome. Sedangkan Kerlinger (1973)
menyatakan hipotesis adalah suatu pernyataan kira-kira atau suatu dugaan
sementara mengenai hubungan antara dua atau lebih variabel. Justru karena itu
hipotesis merupakan suatu kesimpulan sementara yang belum final; suatu jawaban
sementara; suatu dugaan sementara; yang merupakan konstruk peneliti terhadap
masalah penelitian. Kebenaran dugaan tersebut perlu dibuktikan melalui
penyelidikan ilmiah.
Sekurang-kurangnya ada tiga tipe hubungan, yaitu:
Hubungan pertama, yang menunjuk dan dapat dikatakan pengaruh, yaitu
hubungan yang bersifat asymetris.
Hubungan kedua dan tidak menyatakan pengaruh yaitu hubungan yang bersifat
symetris, dan Tipe hubungan ketiga adalah reciprocal.
- Tipe hubungan asymetris biasanya digambarkan dengan anak panah ( ).
Contoh:
Variabel X Variabel Y
Contoh:
Hasil Hasil
padi kadele
I II
Hubungan di atas menjelaskan bahwa variabel I mempunyai hubungan
dengan variabel II, tetapi tidak dapat diinterpretasikan variabel I mempengaruhi
variabel II, sebab variabel I setara dengan variabel II dan tidak mungkin
memberikan sumbangan terhadap variabel II. Mana yang lebih menentukan tidak
dapat dinyatakan dengan pasti karena banyak variabel lain yang tersembunyi yang
tidak diteliti, dan dapat mempengaruhi variabel yang diteliti. Kalau mau
mengetahui lebih lanjut apakah ada pengaruhnya, silakan uji dengan
memasukkan test factor dalam analisis untuk membuktikan kebenaran hubungan
tersebut.
Hubungan reciprocal adalah hubungan saling memperkuat masing-masing
variabel pada langkah berikutnya. Umpama: Variabel X (Motivasi belajar) dan
variabel Y (Hasil belajar).
Xt1 Yt1
Xt2 Yt2
Xt3 Yt3
Xt4 Yt4
Keterangan:
t1 adalah waktu pada periode pertama
t2 adalah waktu pada periode kedua
t3 adalah waktu pada periode ketiga
t4 adalah waktu pada periode keempat
83
Dari contoh di atas para pembaca dapat mengamati bahwa pada waktu
permulaan memang variabel X1 mempengaruhi variabel Y1, namun kemudian
variabel Y1 yang sudah terpengaruh akan mempengaruhi lagi variabel X pada t2.
Variabel X pada t2 akan mempengaruhi lagi variabel Y pada waktu t2, dan
seterusnya, sehingga masing-masing variabel saling memperkuat pada waktu
berikutnya.
makin kecil (beta) yang diambil makin besar pula kekeliruan type I. Umpama:
Peneliti mengambil = 0.05 atau 0.01.Dengan = 0.01 atau taraf signifikansi 1
% berarti kira-kira satu dari tiap 100 kesimpulan, kita akan menolak satu
hipotesis yang seharusnya diterima. Atau dapat juga dikatakan mungkin kira 99%
kita membuat kesimpulan yang benar dan mungkin salah hanya satu 1%, dengan
peluang 0.01.
Setiap kali penelitian menentukan taraf pembuktian dapat dihitung. Peluang
terjadinya kekeliruan type I ( 1 - ) disebut dengan uji atau kuasa uji. Untuk lebih
jelasnya kedua type kekeliruan itu, perhatikanlah tabel berikut:
Tabel 40 : Dua Bentuk Kekeliruan dalam Membuat Kesimpulan
84
tentang Hipotesis
Hipotesis Kesimpulan Kekeliruan
Hipotesis Benar Terima Hipotesis Tidak ada kekeliruan
TolakHipotesis Kekeliruan Type I
Hipotesis Salah Tolak Hipotesis Tidak ada kekeliruan
Terima Hipotesis Kekeliruan Type II
ditetapkan. Seandainya hasil yang dapat ( to ) lebih kecil dari harga t pada daerah
kritik, maka hipotesis tersebut diterima. Apabila lebih besar maka hipotesis harus
ditolak.
Perhatikan beberapa contoh daerah penerimaan dan daerah penolakan suatu
hipotesis, baik satu ekor (one-tile) ataupun dua ekor (two-tiles)
Ho
Daerah Daerah Kritis
Kritis Daerah Penerimaan
Daerah Daerah
Penolak Daerah
Penolaka
an Penerimaan Daerah n
H0 Penerimaan H0
s² =
86
= 13.77
1 s1 = 0.2647 S12 = 0.07
X2 = 13.59 s2 = 0.4886 S12 = 0.2387
s2 = = 0.1494
t = = 2.62
Harga t0.975 dengan dk 17 dalam tabel t adalah 2.11. Terima Ho, jika harga t
terletak antara -2,11 dan 2,11. Dari hasil di atas t = 2.62. Ini berarti di luar daerah
penerimaan Ho. Kesimpulan kedua jenis makanan itu memberikan tambahan berat
badan yang berbeda terhadap ternak itu.
Apabila hipotesis disajikan dalam bentuk lain. Umpama : Makin tinggi
pendidikan seseorang, makin tinggi pendapatannya (Ha). Hipotesis ini diterima,
jika nilai/harga r yang didapat lebih besar dari harga r tabel= α ,05. (kalau yang
digunakan rumus Product Moment Correlation). Ini berarti pula Ho ditolak.
Dalam melakukan analisis data peneliti dapat menggunakan komputer
sebagai alat bantu pengolah data. Berbagai rumus dan penyajian data seperti yang
telah dikemukakan, dapat diolah dengan menggunakan program SPSS for
Windows (Statiscal Product and Service Solutions).Hanya perlu disikapi dengan
hati-hati bahwa pemilihan rumus yang tepat sesuai dengan keadaan data yang
sesungguhnya, selalu menjadi tanggung jawab peneliti. Di samping itu,
penggambaran, pemaknaan hasil pengolahan; dari mana datangnya hasil atau nilai
tersebut, harus dipahami secara tuntas dan tetap menjadi tanggung jawab peneliti.
Salah satu cara yang sangat sederhana dalam uji normalitas adalah dengan
menggunakan kertas peluang normal. Cara-cara yang ditempuh adalah sebagai
berikut:
1) Data yang dikumpulkan (data sampel) disusun dalam bentuk distribusi
frekuensi dan kemudian dibentuk distribusi komulatif persentase kurang dari.
Dalam hal ini yang diambil adalah batas nyata kelas interval.
2) Selanjutnya persentase komulatif/frekuensi komulatif digambarkan pada
kertas grafik khusus atau kertas peluang normal.
Pada sumbu datar digambarkan batas-batas kelas sedangkan pada sumbu
tegak dilukiskan persentase komulatifnya.
3) Apabila titik teletak pada garis lurus atau mendekati garis lurus maka dapat
dikatakan bahwa data yang dikumpulkan berdistribusi normal dan populasi
dari mana sampel itu diambil dapat pula dikatakan akan berdistribusi normal.
Sebaliknya apabila titik tidak terletak seperti garis lurus atau hampir pada
garis lurus maka dikatakan distribusi sampel itu tidak normal.
5 34 100
Jumlah 34
88
Cari lain yang dapat digunakan dalam menentukan data distribusi normal
atau tidak adalah dengan menggunakan rumus Chi-Square. Langkah yang
ditempuh adalah:
1) Menentukan batas nyata kelas untuk tiap-tiap kelas interval
2) Mencari mean dan standar deviasi dari data tersebut
3) Mencari harga z untuk tiap-tiap batas kelas dan kemudian menentukan luas
daerah di bawah kurva normal tiap-tiap kelas interval.
4) Mencari frekuensi yang diharapkan untuk kelas interval, dengan mengalikan
luas daerah masing-masing N
5) Pada kolom terakhir masukan frekuensi yang diamati sesuai dengan masing-
masing kelas interval.
6) Carilah nilai Chi-Square dengan menggunakan rumus Chi Squares
Rumus:
X2 =
89
Keterangan:
f0 = Frekuensi yang diobservasi
fh = Frekuensi yang diharapkan
Contoh :
Tabel 42 :
z untuk batas Luas tiap
Batas:Nyata fh fo
kelas kelas interval
19,5 -2,22 0,0802
29,5 -1,32 0,2438 2,7 4
39,5 -0,42 0,3438 8,3 8
49,5 0,48 0,3472 11,8 10
59,5 1,37 0,2303 7,8 7
69,5 2,27 0,0737 2,5 5
= + +
= 0.6259 + 0.0108 + 0.2746 + 0.0820 + 2,5
χ² = 3,493
Derajat kebebasan untuk uji normalitas dengan mengunakan Chi Square ini
adalah jumlah sel fh dikurangi satu. Dalam hal ini adalah 5 – 1 = 4. Dengan db =
4, dan batas penolakan adalah 5 %, maka nilai Chi Square tabel sebesar 9,49.
Nilai yang didapat = 3,4933 ternyata jauh lebih kecil dari nilai tabel batas
penolakan (9,49), sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi nilai yang didapat
tidak menyimpang dari kurva normal.
Teknik lain yang dapat digunakan dalam uji persyaratan normalitas adalah :
Kolmogorov-Smirnov dan Lilliefors.
2. Uji Homogenitas
3. Uji Linieritas
Di samping uji normalitas dan uji homogenitas, perlu pula dilakukan uji
linieritas terhadap data yang dikumpulkan, seandainya teknik analisa yang akan
digunakan menuntut hal itu. Umpama: Hubungan antara motivasi berprestasi,
inteligensi dan kebiasaan dengan hasil belajar. Peneliti akan menentukan dengan
menggunakan rumus regresi ganda (multiple regression). Untuk itu perlu
dilakukan uji linearitas terhadap data terebut.
Cara yang dapat digunakan untuk uji linearitas ini antara lain adalah
menggunakan persamaan garis regresi/regresi ganda. Apabila nilai F yang
dapat/diamati lebih besar dari nilai F tabel pada taraf signifikasi (α) =0.05, maka
dapat dikatakan linear.
91
HAMNDOUT
B. Materi Pokok
C. Uraian Materi :
Dalam melakukan suatu penelitian, peneliti memilih analisis sesuai dengan
tujuan penelitian dan jenis data yang tersedia. Ada yang hanya ingin
mendeskripsikan data suatu wilayah, namun ada pula yang ingin antar satu
wilayah degan wilayah lainnya, antar satu desa dengan desa lainnya dalam aspek
yang ditelitinya. Andaikata hanya ingin mendeskripsikan keadaan pendudk suatu
wilayah; ukuran kecendrungan sentral dan ferekuensi serta persentase dapat
digunakan. Sebaliknya kalau peneliti membandingkan dua desa, apakah berbeda
pandangan masing-masing di desa A dengan di desa B, maka-teknik korelasi atau
ukuran kecendrungan sentral tidak wajar lagi digunakan. Mereka hendaklah
memilih teknik-teknik komparasi sesuai dengan jenis data hasil penelitian.
Berikut ini adalah beberapa teknik komparasi yang dapat digunakan dalam
analisis data, seperti Chi Squares, t test atau Analisis varian. Kelompok yang
dibandingkan dua kelompok atau lebih yang menjadi sasaran penelitian.
Kelompok A Kelompok B
Contoh
Perlakuan/Treatment
Sebelum perlakuan Sesudah perlakuan
O1 X O2
Oleh karena itu teknik-teknik komparasi adalah suatu teknik analisis statistic
yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis, ada tidaknya perbedaan antar
variabel yang diteliti, baik sampel yang berhubungan maupun sampel bebas.
Teknik yang digunakan dalam membandingkan dua kelompok atau lebih, yaitu
Analisis Bivariat dan Analysis Multivariat. Analisis bivariat digunakan kalau
peneliti akan membandingkan dua variabel yag diteliti sedangkan analisis
multivariate digunakan apabila peneliti ingin membandingkan banyak variabel
penelitian.
Umpama:
a) Apakah terdapat perbedaan sikap warga masyarakat yang tinggal di pedesaan
dengan warga maga masyarakat yang tinggal di perkotaan terhadap tawuran
pelajar?. (Dua kelompok yang tidak berhubungan)
b) Apakah terdapat perbedaan komitmen orang tua yang sangat mampu,
mampu, dan tidak mampu ; yang berpendidikan tinggi,menengah dan kurang
dalam menyekolahkan anak mereka.
c) Apakah terdapat pengaruh pelayanan khusus (pelayanan konseling
psikologis) terhadap individu yng terlibat dalam narkoba.
Chi Squares merupakan suatu teknik statistik yang sering digunakan dalam
pengolahan data hasil penelitian. Dengan menggunakan Chi Squares peneliti
94
X2 =
Dimana:
fo = Frekuensi yang diobservasi
fh = Frekuensi yang diharapkan
Σ = Jumlah
X2 = + +
(Guilford 276)
Frekuensi teoritik (ft) dalam keadaan dimana tidak terdapat perbedaan
frekuensi, maka masing sel akan beriri 50. Selanjutnya perhatikan tabel berikut:
Tabel 44 :
No Pendapat fo ft
1 Tawuran pelajar sangat merusak perkembangan 50 50
anak
2 Tawuran pelajar merupakan wujud 80 50
ketidakberdayaan sekolah
3 Tawuran pelajar lebih baik dibiarkan untuk 30 50
mengembangkan kreatifitas pelajar
4 Tidak mengemukan pendapat 40 50
N 200 200
X2 = + +
= ∑ (0 + 18 + 8 + 2)
X2 = 28
Besarnya nilai Chi Squares = 28
96
Tabel 2 x 2 menunjukksn bshwas kolom (k) terdiri dsri 2 sel dan baris kuag
2 sel. Jika digambarkan tabel 2 x 2 adalah sebagai berikut:
Kolom Jumlah
a b a + b
c d c + d
Jumlah (a + c) (b + d) N a+b + c + d
(nk1) nk2
Apabila tabel Chi Square yang dibuat peneliti merupakan tabel 2 x 2, maka
nilai Chi Squares dapat dicari secara langsung, dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
X2 =
Apabila hasil penelitian tersebar dalam banyak sel, maka pola 2 x 2 tidak
dapat digunakan.
97
fh =
Keterangan:
fh = frekuensi yang diharapkan
nfb = jumlah frekuensi masing-masing baris
nfk = jumlah frekuensi masing-masing kolom
Contoh : Data hasil penelitian
Tabel 46 :
( fo )
Penddk
Rendah Tinggi Jumlah
Income
Tinggi 10 30 40
Rendah 30 20 50
Kurang 40 20 60
Jumlah 80 70 150
fh untuk fo 30 adalah
fh untuk fo 20 adalah
fh untuk fo 20 adalah
Atau dapat juga dilakukan dengan menggabung fh dan fo dalam satu tabel
sebagai berkut:
Contoh : Fo dan Fh dalam satu tabel
Pendidikan
Rendah Tinggi Jumlah
Tinggi 10 30 40
21.3 18.7
Income Sedang 30 20 50
26.7 23.3
Kurang 30 20 60
32 28
Jumlah 80 70 150
Dengan menggunakan kedua frekuensi (fo dan fh), harga χ2dapat dicari:
Jadi nilai Chi Squares untuk tabel 2 x 3 seperti di atas adalah 2,7
5. Cara Memaknai Hasil Chi Squares Sebagai Alat Uji Signifikansi Korelasi
Apakah artinya angka 9,851 yang didapat dengan tabel 2x2 dan apa pula
artinya angka 2,7 yang didapat dengan cara kedua yang menggunakan banyak sel?
Makna masing-masing nilai Chi Squares yang di dapat ditemukan dengan
cara membandingkan nilai yang didapat dengan nilai tabel Chi Squares, sesuai
dengan degree of freedom masing-masing.
Derajat kebebasan (df) dapat dicari dengan:
Banyak petak dalam kolom ( k ) – 1 dikalikan dengan banyak petak
pada baris (b) – 1. Selanjutnya lihat pada kolom maupun baris,
petak jumlah tidak dihitung.
Degree of freedom = ( k – 1 )( b – 1 )
99
C =
Dimana :
C = Coefficient contgency
χ 2 = Nilai Chi- Square
Jadi :
C = = 0.412
Cmaks =
Dimana m adalah harga minimum antara banyak baris (b) dan banyak
kolom (k). Dalam contoh di atas harga minimum untuk b dan k adalah 2 sehingga:
Cmaks = = 0.707
X2 =
100
Untuk dapat mengetahui apa makna angka 2.7, dalam contoh kedua, yang
menggunakan banyak sel, dapat juga dilakukan dengan membandingkan angka
tersebut dengan tabel Chi-Square sesuai dengan df contoh kedua, sebagai berikut:
Jumlah petak baris adalah 3, sedangkan jumlah petak kolom 2, jadi df = (3
– 1) (2 – 1) = 2. Selanjutnya lihat pada tabel Chi Square dengan df 2, yaitu, χ2
(.05) = 5.99. sedangkan χ2(.01) adalah 9.21. Apabila dibandingkan hasil yang
didapat dengan tabel χ2 (.05) maka hasil yang diamati lebih kecil dari χ2 tabel pada
signifikansi 5%. Ini berarti berdasarkan contoh data di atas, tidak terdapat
hubungan signifikan antara pendidikan seseorang dengan income (pendapatan)
masing-masing.
B. T_Test
1. Pengertian Test
t =
Dimana :
101
∑ x₁² = ∑X₁² - (
∑ x₂² = ∑ X₂² - ( )²
M1
M2
t =
Contoh :
Pemberian dua jenis makanan ternak terhadap pertumbuhan berat badan.
Untuk jenis makanan A diberikan pada 15 ekor ternak sedangkan B diberikan
kepada 12 ekor. Tambahan berat ternak itu adalah sebagai berikut:
102
Tabel 48 :
Makanan A Makanan B
5 6 7 5
4 7 5 4
2 3 4 5
5 4 6 7
6 7 7 6
4 6 6 8
5 4
2
2 7
3
Nn1 = 15 n2 =
12
∑X₁ ∑X₂
= 70 = 70
= 362 = 426
= 4,67 = 5,83
t =
=
= 2.06
Harga to.975 db = 25 adalah 2.06
Pertambahan berat badan ternak tidak berbeda ( H0 ) apabila ternyata :
-t1(α) 0.025)< t < + t1(α)=0.025) ,
103
Contoh.
Tabel 49 : persiapan
X1 X2 X12 X1 2
5 7 25 49
6 5 36 25
4 4 16 16
7 6 49 36
2 7 4 49
3 6 9 36
5 8 25 64
4 5 16 25
6 4 36 16
7 5 49 25
49 57 265 341
= 49 = 4,9 = 265
= 57 = 5,7 = 341
= -
104
= 265 -
= 265 – 240,1
= 24,9
= -
= 341 -
= 341 – 324,9
= 16,1
t =
= 1,75
t tabel ( ta ) dengan df = 18, dan level significance 0,05 adalah 2,101. Karena
harga t yang dicari (t=1,75)< dari t tabel ( ta ) dengan df = 18, tingkat signifikansi
ɑ=0,05, maka Ho diterima dan Haditolak. Dalam hal ini pembuktian digunakan uji
satu ekor (one tailed test).
2) Untuk hipotesis u1 u2
Tabel 50 :
Penggunaan 70 61 45 65 39 65 67 65
Metode A :
Penggunaan 60 40 35 36 39 45 68
Metode B :
40 3721 1600
70
35 2025 1225
61
45
36 4225 1296
65
39
39 1521 1521
65
67
45 4225 2025
65
68 4489 4624
- 4225 -
447 323 29331 15891
= 29331 -
= 15891 -
t =
=
106
= 0,927639
t = 0,928
Untuk dapat menguji beda dari dua sampel yang berpasangan, maka rumus
yang dipakai untuk uji t adalah :
t =
Dimana :
B adalah beda dari pasangan (B1 = X1 – Y1);
B2 = ( X2 – Y2) ; B3 = (X3 – Y3)
= Rata-rata hitung beda
SB = Standar error dua mean
SB =
Dimana :
= -
n = Jumlah pasangan sampel
Contoh:
Data berikut adalah berat badan anak laki-laki pertama dan berat badan ayah, yang
dinyatakan dalam kg.
Tabel 52 :
42 44 1936
32 16 256
42 22 484
44 26 676
Mean B =
= 9657 -
= 9657 – 8940,1
= 716,9
SB = = = 7,965
t = = = 10,60
108
Seandainya sampel atau kelompok yang akan di uji lebih dari dua
kelompok, atau mungkin juga satu variabel bebas dengan dengan dua kategori,
dan peneliti ingin membandingkan dan melihat variansi antar kelompok/kategori,
maka uji t tidak tepat digunakan karena dibutuhkan waktu yang banyak dalam
penyelesaiannya, dan kekeliruan yang terjadi mungkin lebih banyak. Untuk
menguji satu variabel bebas dengan tiga kategori sampel atau lebih dan sekaligus
dapat digunakan Anava. Dengan kata lain Anava Satu Arah ( One Way Analysis of
Variance) adalah suatu teknik analisis statistik yang dapat digunakan untuk
menguji perbedaan antara sejumlah rata-rata populasi dengan cara
membandingkan variansinya.
kategori kaya ( Md1); mean kelompok penduduk dengan kekayaan kategori sedang
(Md2) dan Mean kelompok penduduk dengan kekayaan kategori miskin (Md3).
Mean total adalah mean atau rata-rata hitung kelompok secara keseluruhan.
Di samping itu dapat pula dicari deviasi nilai/skor tiap individu dalam
kelompoknya, yaitu deviasi masing-masin skor tiap individu dari mean
kelompoknya, sedangkan deviasi total, adalah deviasi maasing-masing skor dari
Mean total.
Contoh: Data tiga kelompok:
Kelompok 1 26 30 34 25 40 36 42 50
Kelompok II 34 46 29 26 36 44 40 50
Kelompok III 40 52 40 36 38 42 44 30
M1 M2 M3
Mt
Gb. 28 :
Deviasi dari Mean kelompok = X - M1
Deviasi dari Mean total = X - Mt
Jumlah deviasi dalam kelompok, didapat dengan menjumlahkan masing
masing deviasi skor individu dari mean tiap kelompok.
Jumlah deviasi total didapat dengan cara menjumlahkan masing–masing
deviasi individu deviasi skor individu dari mean total.
110
Dalam analisis variansi ini, karena kelompok lebih dari dua, maka ada tiga
variabilitas yang dipahami, yaitu: dalam kelompok, antar kelompok dan total.
Seperti telah diutarakan sebelum ini Variasi dalam kelompok adalah variasi yang
terjadi dalam kelompok masing-masing, sedangkan variasi antar kelompok adalah
variasi yang terbentuk antar masing – masing kelompok, sedangkan variasi total
adalah variasi yang tersusun dalam kelompok dan variasi antar kelompok.
Beberapa rumus yang perlu mendapat perhatian adalah: sebagai berikut:
JKt = = -
Dimana :
a = cacah kelasifikasi kelompok A
JKA = Jumlah kuadrat antar perlakuan.
JKA1 =
JKA2 =
JKA3 =
111
Jadi :
JKd = JKt - + +
F =
Dimana :
V = variansi
a = antar kelompok
d = dalam
JK = jumlah kuadrat (sum square)
RJK = rata-rata jumlah kuadrat (mean square)
JKA = =
JKd = 162,31 –
= 162,31 - 161,58625
= 0,72375
JKt = 7,0525 + 0,72375 = 7,77626
dbA = a – 1 RJK = JK : db
dbd = N–a F = KRa : KRd
dbt = N–1
Tabel 57 :
SV JK db RJK F P
Antar 7,0525 2 3,52625 107,18923 P < 0,01
(A)
Dalam 0,72375 22 0,03289 - -
(D)
Total 7,776625 24 - - -
FK =
Dimana:
FK = faktor koreksi
Xt = Total nilai pengamatan
N = Total anggota sampel.
2) Hitung JKt
JKt =
Dimana :
JKt = Jumlah kuadrat total
X1j = Nilai pengamatan 1 dari sampel j
FK = Faktor Koreksi
3) Hitung JKA
JKd = + + - FK
6) Hitung RJKA =
7) Hitung RJKd =
8) F =
FK = 154,53375
JKA = = 154,53375
= 161,58625 – 154,53315
7.72375
JKd = 7,77625 – 7,0525
0,72375
RJKA = = 3,52625
RJKd = = 0,0328977
F = = 107,18925
beda tersebut maka peneliti harus melanjutkan dengan formula yang lain, setelah
diketahui terdapat beda yang signifikan di antara mean populasi tersebut.
Cara yang dapat digunakan adalah:
4) Uji dengan Highly Significance Difference (Rentang perbedaan terbesar) atau
5) Uji dengan Least Signifikance Difference. (Rentang Perbedaan Terkecil)
Untuk Highly Signifikance Difference dapat digunakan rumus sebagai
berikut:
HSD(0,05) antara dan
(q0,05)
Dalam mana :
RJKd = Kuadrat rata-rata dalam (Mean Square dalam / error)
n1 = Besar sampel satu
n2 = Besar sampel dua
q0,05 = Lihat pada tabel Q dengan
df = jumlah perlakuan atau cacah.
Beda Mean dikatakan signifikan apabila:
LSD0,05 = t0,05 df = n - a
Apabila dan LDS0,05, beda signifikan, tetapi apabila kecil dari LDS0,05
maka beda kedua mean tidak signifikan.
Contoh:
HDS0,05 antar X1 dan X2, df = dfd = 22 dan jumlah perlakuan = 3
adalah:
3,58
= 1,06
116
= 1.06
= 1,06
(Terdapatnya beda yang sama antara x1, x2 dan x3, karena contoh yang
dikemukakan n ketiga kelompok adalah sama (sama-sama delapan). Apabila
digunakan pada n sampel yang berbeda, maka hasil yang didapatkan akan berbeda
pula).
Selanjutnya bandingkan harga HSD dengan beda mean.
Beda antara Beda HSD0,05 Kesimpulan
x1 dan x2 0.74 1,06 Tidak signifikan
x1 da x3 0,59 1,06 Tidak signifikan
x2 dan x3 1,33 1,06 Signifikan
Contoh II :
2,08
= 0,62
= 0,62
Selanjutnya bandingkan nilai LSD0,05 dengan beda mean masing-masing
kelompok:
117
Disamping cara di atas masih ada cara lain yang dapat digunakan yaitu uji
Scheffe. Langkah-langkah yang ditempuh untuk menggunakan uji Scheffe
(Sudjana, 1980):
a. Susunlah kontras Cp yang diinginkan dan lalu hitung harganya.
b. Dengan mengambil taraf signifikan, derajat kebesaran V1 = (k – 1) dan V2 =
(n1 – k), untuk ANAVA supaya dihitung nilai kritis Fa (V1 – V2).
c. Hitung A = dengan F yang didapat dari langkah kedua di atas.
d. Hitung kekeliruan baku tiap kontras yang akan di uji, dengan rumus:
s (CP) =
e. Jika harga kontras Cp lebih besar dari pada A x s (CP), maka hasil
pengujian dinyatakan signifikan.
Contoh:
Peneliti ingin membandingkan rata-rata perlakuan pertama dan rata-rata
perlakuan kedua (metode diskusi dan metode ceramah)
C1 = J 1 - J2
C1 = 20,7 - 14,8 = 5,9
Derajat kebebasan V1 = 3 – 1 = 2; sedangkan V2 = 24 – 3 = 21 nilai F
adalah 3.07
Harga A adalah (3 – 1) 3.07 = 6.14
s (Cp) =
0,3535 x (8 + 8)
5.656
Harga A x sCp = 6.14 x 5,656 = 34,728
Nilai C1 = 5,9
118
Karena nilai Contras C1 (5,9) < (kecil dari) nilai A x s(Cp) maka nilai C 1
tidak berbeda secara berarti. Ini menunjukan bahwa tidak adanya perbedaan yang
berarti tentang hasil belajar siswa yang diajarkan dengan metode diskusi dan
metode ceramah.
119
HANDOUT
B. Materi Pokok:
1. Pengertian Korelasi/Hubungan
2. Koefisien dan Arah Korelasi
3. Scatter Diagram dan Garis Paling Cocok (Best Fit Diagrammes)
4. Mencari Hubungan dengan Rumus Product Moment Correlation
5. Mencari Hubungan dengan Menggunakan Peta Korelasi
6. Mencari Hubungan dengan Rumus Spearman
7. Pengetasan/Uji Signifikansi
C. Uraian Materi:
1. Pengertian Korelasi/Hubungan
Oleh karena itu korelasi dapat diartikan sebagai hubungan dua variabel atau
lebih dalam suatu peneltian, baik berbentuk hubungan simetri, asimetri maupun
recporocal.
Dalam kaitannya adanya variansi hubungan diantara variabel yang diteliti,
peneliti hendaklah berhati-hati memilih teknik korelasi yang tepat sesuai dengan
kuntruk fungsionalisasi teori/variabel ynag diteliti, tujuan penelitian dan jenis
data yang dikumpulkannya sehingga tidak terjadi salah makna terhadap hasil
penelitian yang dilakukan Umpama: Hubungan antara IQ dan hasil belajar.
Andaikata peneliti inteligensi (intelligence), seperti terdapat dalam konstruk teori
inteligensi Binet Simon, atau Wechsler, maka IQ merupakan potensi kapasiti
(potencial capacity) yang dibawa dari kelahiran, maka hasil belajar yang
didapatnya tidak mampu merobah kecerdasan anak yang ber IQ = 50, menjadi
anak yang mempunyai IQ =140 (terjadi perubahan yang signifikan). Dengan
demikian hubungannya bukan reciprocal/timbal balik. Tetapi tidak demikain hal
anatara motivasi belajar dan hasil belajar. Motivasi yang tinggi akan
mendatangkan hasil belajar yang baik,kalau kondisi lain konstan, sebaliknhya
hasil yang baik pada waktu t1 akan dapat menimbulkan motivasi belajar yang
121
lebih b aik ada waktu t2, dan seterusnya.,karena konstruk teori motivasi belajar
dapat berubah pada waktu-waktu berikutnya kalau reward cukup kuat dan
bermakna dalam mempengaruhi motivasi belajar, atau sebaliknya motivasi belajar
menurun.
1000–0,800–0,600–0,400–0,200 0.0+0.200+0,400+0,600+0,800+1,00
Gb. 30 : Koefisien Korelasi
tidak berjalan program Keluarga Berencana dengan baik, angka kelahiran akan
meningkat, sehingga terjadi korelasi negative.
X Y X Y
Gb. 31 : Korelasi Positif
X Y X Y
Gb. 32 : Korelasi Negatif
Tabel 58 :
20 x1
0 26 28 30 32 34 36 38 40 X
Diagram 12 : Absis
124
Y
30 x x
O x x x
r 28 xx x x x
d x x x
i 26 x x x x xxx
n x x x xx x x
a 24 x x x x
t x x x x
22 xxx x x
x x
20
0 26 28 30 32 34 36 38 40 X
Diagram 13 : Absis
Korelasi Negatif
Seperti telah disinggung pada uraian sebelum ini, pada prinsipnya kalau titik
temu skor pada variabel X dan Y untuk masing-masing individu dihubungkan,
maka garis itu akan menunjukkan suatu sebaran sebaran yang linear. Artinya
kalau dibuat diagram pencarnya (scatter diagram) maka akan dapat ditarik suatu
garis lurus. Ini berarti juga seebaran nilai berada di sekitar garis lurus tersebut.
Gratis itu merupakan garis yang mewakili sebaran tersebut, atau semua titik yang
bteropencar pencar di sekitar garis lurus. Garus lurus sering disebut garis paling
cocok atau garis best fit.
Seandainya garis paling cocok tersebut, yang menggambarkan titik – titik
yang terpencar itu tidak sebagai garis lurus, maka hubungan variabel X dan
variabel Y disebut sebagai hubungan yang tidak linear. Untuk lebih
memahaminya perhatikan contoh-contoh berikut:
125
Y
12
O
r 10
d
i 8
n
a 6
t
4
2.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 X
Absis
Diagram 14 : Korelasi Negatif Maksimal
(Linear)
Y
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 X
Diagram 15 : Korelasi Positif Maksimal
(Linear)
126
10
......
8 .. . . . . ..
.... .. …
6 .... …..
.... ………… …..
4 . . .. ………………..
…..
2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 X
Diagram 16 : Scatter Diagram/Diagram Pencar
(Tidak Linear)
Apabila peneliti ingin melihat hubungan dua variabel dan data yang
dikumpulkan bukan ordinal maupun nominal, maka teknik yang paling sesuai
adalah Product Moment Correlation. Rumus ini dikembangkan oleh Karl Person,
dan member nama sesuai dengan namnaya sendiri. Beberapa persyaratan penting
dalam penggunaan rumus ini adalah sebagai berikut:
a. Hubungan antara variabel X dan Y hendaknya linear.
b. Data yang akan dicarii korelasinya adalah data interval atau data ratio
c. Distribusi data variabel X dan Y hendaklah distribusi unimodal
d. Sampel penelitian diambil secara random/acak.
rxy =
Dimana:
rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y
Σxy = Jumlah perkalian deviasi x dan y
Σx2 = Jumlah kuadrat deviasi masing-masing skor x dari rata-
127
rata (X)
2
Σy = Jumlah kuadrat deviasi masing-masing skor Y dari rata-
rata (Y)
rxy =
Dimana :
SDx = standar deviasi dari variabel x
SDy = standar deviasi dari variabel y
N = jumlah individual yang diselidiki
rxy =
Mx = 167.7 My = 66.9
2 2
Σx = 356.1 Σy = 398.9 Σxy = 240.7
rxy =
= =
rxy = 0.638
Rumus lain yang dapat digunakan, apabila penelti ingin menggunakan skor
kasar adalah sebagai berikut:
rxy =
Keterangan:
rxy = korelasi varaibel X dan Y
∑XY = Jumlah perkalian skor X dan Y tiap individu
∑X = Jumlah skor variabel X
∑X2 = Jumlah skor tiap individu pada variabel X setelah
dikuadratkan
∑Y = jumlkah skor variabel Y
∑HY2 = Jumlah skor tiap individu pada variabel Y setelah
dikuadratkan
N = Jumlah kasus
Atau :
rxy =
129
Cara mencari x'y' adalah dengan mengalikan tally (frekuensi) kolom petak
masing –masing (baris) dengan x' dan kemudian mengalikan hasil tersebut dengan
nilai y' pada kolom tally frekuensi tersebut. Andai kata nilai frekuensi /tally berisi
lebih dari satu cell, maka nilai x'y' yang dicari akan didapat dengan cara
menjumlahkan nilai perkalikan tiap cell dengan x' dan y' Umpama kelas interval
84 - 90. Kolom frekuensi yng berisi tally, adalah kelas interval 63 - 71; 72 - 80
dan 81 - 88. Pada kelas interval Y; 84 – 90, nilai x'y' adalah (tally/pada cell 63—
71; tally 2 padamcell 72 – 80 dan tally 1 pada kleas ingterval 81 – 88. Nilai x'y'
= 1 x (+3) (+1) + 2 (+3)(+2) + 1 x (+3)(+3) = 3 +12 + 9 = 24. Dan
setyerusnya. Akhirnya harus di cek bahwa ∑ x'y'
Pada variabel X dan Y harus sama. Selanjutnya perhatikan peta korelasi
berikut ini.
Tabel 60 : Peta Korelasi Variabel dan Variabel Y
27 36 45 54 63 72 81
X f y' fy' fy'2 x'y'
Y 35 44 53 62 71 80 88
85 - 90 / // / 4 +3 12 36 24
79 - 84 / / / 3 +2 6 12 6
71 - 78 / /// / / / 7 +1 7 7 -9
67 -- 72 // /// / 6 0 0 0 0
61 - 66 //// // 6 -1 -6 6 +12
53 -- 60 // / 3 -2 -6 12 +2
49 - 54 / 1 -3 -3 9 0
f 7 3 3 8 3 5 1 30 0 10 82 23
x' -3 -2 -1 0 +1 +2 +3 0
fx' -21 -8 -3 0 +3 +10 +3 -16
fx'2 63 12 3 0 3 20 9 110
x'y' -3 -8 +1 0 +2 22 9 23
131
rxy =
rxy =
rxy =
rxy =
Apabila data yang dikumpulkan data ordinal atau dapat diurutkan, dengan N
kecil (N < 30). dan bentuk hubungan bersifat simetris, maka Spearman Rho wajar
digunakan. Rumus yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
Rho = 1–
Keterangan:
D = Deviasi atau perbedaan urutan antara R1 – R2 untuk
Individu yang sama.
N = Jumlah pasangan
132
Rho = 1–
= 1–
= -0.186
pertama ), karena r yang didapat lebih besar dari nilai kritis r tabel (0,638 ˃
0,632).
Pola yang sama berlaku juga untuk Spearman Rho. Yang berbeda hanya
tabel pembanding yang digunakan.Untuk dapat mengetahui arti korelasi yang
dicari dengan Spearman Rho, bandingkanlah nilai Rho yang didapat dengan nilai
krits tabel Rho, dengan N pasangan. Nilai Rho yang didapat dalam contoh di atas,
dengan N pasangan = 6, yaitu 0,186, sedangkan nilai kritis Rho pada tabel dengan
tingkat signifikasi 5 % N =6 ,adalah 0.886. Ini berarti hasil yang dapat (0,186)
lebih kecil dari nilai kitis dalam tabel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan antara kedua variabel yang diteliti.