Disusun oleh :
Kelompok 3
A. Latar Belakang
Banyak sekali bentuk penelitian yang kita temui. Bentuk luasnya bisa berbeda, namun
jiwa dan penalarannya adalah sama. Atas dasar itu yang paling penting adalah bukan
mengetahui teknik-teknik pelaksanaannya, melainkan memahami dasar pikiran yang
melandasinya. Pemilihan bentuk dan penulisan merupakan masalah selera dan preferensi
perorangan maupun lembaga dengan memperhatikan berbagai faktor lainnya, seperti
masalah apa yang sedang dikaji, siapakah pembaca tulisan ini dan dalam rangka kegiatan
penelitian apa akan disampaikan.
Secara umum penelitian dapat didefinisikan sebagai kegiatan manusia dalam rangka
memperoleh pengetahuan secara sistematik dengan menggunakan alat-alat dan cara-cara
tertentu. Secara luas suatu penelitian dapat berarti menemukan teori baru dengan
menggugurkan teori lama, menambahkan sesuatu yang baru pada teori lama, atau benar-
benar menemukan sesuatu yang baru yang belum ada sebelumnya.
Jenis penelitian apa yang harus digunakan, selalu didasarkan pada masalah yang
diteliti, bukan ditetapkan jenis penelitiannya dulu baru ditetapkan masalahnya. Stelah
dilakukan penelitian maka didapatkan beragam jenis data, setiap penelitian mempunyai
cara sendiri – sendiri untuk mengolah datanya. Hal tersebut tergantung pada tujuan
penelitian tersebut ingin mengetahui apa dari data yang telah didapat. Cara mengolah data
juga bergantung pada jenis data yang didapat dari hasil penelitian. Suati cara mengolah
data didasarkan juga pada penelitian tersebut merupakan jenis penelitaian monovariat,
bivariat, atau multivariat. Karena ada berbagai jenis cara mengolah data, maka dimakalah
ini akan dibahas bagaimana karakteristik suatu penelitian tersebut berdasarkan cara
mengolah datanya.
B. Tujuan
1. Mengetahui karakteristik penelitian yang menggunakan statistika deskriptif untuk
mengolah data
2. Mengetahui karakteristik penelitian yang menggunakan statistika inferensial parametrik
untuk mengolah data
3. Mengetahui karakteristik penelitian yang menggunakan statistika inferensial
nonparametrik untuk mengolah data
4. Mengetahui karakteristik penelitian yang menggunakan sajian deskriptif naratif
BAB II
ISI
2. Analisis Data
Untuk pengumpulan data dapat dilakukan dengan dua cara yaitu sensus dan
sampling. Dalam penelitian sensus, data yang diperoleh adalah data populasi. Dengan
demikian, data yang kita peroleh langsung mendeskripsikan keadaan populasi yang
kita teliti. Jika data yang diperoleh berupa data numerik maka kita dapat
menggunakan statistika deskriptif untuk mengolahnya.
b) Diagram garis
c) Diagram Lingkaran
Diagram lingkaran merupakan sajian data dalam bentuk irisan-irisan dari
suatu lingkaran. Tiap irisan menyajikan besarnya harga tiap kategori atau
taraf/level variabel yang diukur. Bentuk diagram lingkaran dapat dilihat di
bawah.
a. Rentangan (range)
Rentangan (range) adalah selisih antara nilai pengamatan terkecil dengan nilai
pengamatan terbesar dari suatu data.
R = nilai pengamatan terbesar – nilai pengamatan terbesar
b. Simpangan rata-rata (mean deviation)
Simpangan atau deviasi adalah jumlah dari harga mutlak selisih antara setiap
data dengan rata-ratanya. Jika simpangan atau deviasi tersebut dibagi dengan
banyaknya data (N untuk populasi atau n untuk sampel) maka akan diperoleh
simpangan rata-rata.
Rumus simpangan rata-rata atau deviasi rata-rata adalah sebagai berikut :
Simpangan rata-rata populasi =
∑ ⃒ Yi−μ ⃒
N
Simpangan rata-rata sampel =
∑ ⃒ Yi−Ȳ ⃒
n
Statistik inferensial, sering juga disebut statistik induktif atau statistik probabilitas,
adalah teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya
diberlakukan utuk populasi. Statistik ini akan cocok digunakan bila sampel diambil dari
popualsi yang jelas, dan teknik pengambilan sampel dari populasi itu dilakukan secara
random. Statistik inferensial fungsinya lebih luas lagi, sebab dilihat dari analisisnya, hasil
yang diperoleh tidak sekedar menggambarkan keadaan atau fenomena yang dijadikan
obyek penelitian, melainkan dapat pula digeneralisasikan secara lebih luas kedalam
wilayah populasi. Karena itu, penggunaan statistik inferensial menuntut persyaratan yang
ketat dalam masalah sampling, sebab dari persyaratan yang ketat itulah bisa diperoleh
sampel yang representatif; sampel yang memiliki ciri-ciri sebagaimana dimiliki
populasinya. Dengan sampel yang representatif maka hasil analisis inferensial dapat
digeneralisasikan ke dalam wilayah populasi.
Statistik inferensial meliputi statistik parametrik dan non parametrik. Statistik
parametrik digunakan untuk menguji parameter populasi melalui statistik, atau menguji
ukuran populasi melalui data sampel. Parameter populasi itu meliputi : rata-rata dengan
notasi µ (mu), simpangan baku σ (sigma) dan varians σ2. Dalam statistik pengujian
parameter melalui statistik (data sampel) tersebut dinamakan uji hipotesis statistik.
Nonparametric techniques required far fewer assumptions about populatoin data, these
techniques have often been referred to as distribition free pocedures (Popham
James,1973:268). Statistik nonparametrik tidak menguji parameter populasi, tetapi
menguji distribusi. Statistik non parametrik tidak menuntut terpenuhinya banyak asumsi,
asumsi tersebut adalah terpenuhinya syarat agar suatu data penelitian dianalisis dengan
statistika inferensial nonparametrik adalah
a. Persyaratan pertama dari keparametrikan ini adalah uji normalitas data. Apabila
datanya tidak berdistribusi normal maka harus di uji secara non parametrik.
b. Persyaratan kedua pemakaian teknik analisis statistika parametrik yaitu juga
terpenuhinya kehomogenan varians/ragam. Jika dari suatu penelitian kita ingin
melihat perbedaan yang terdapat di antara kelompok-kelompok pengamatan, maka
kelompok-kelompok pengamatan tersebut harus merupakan sampel dari populasi-
populasi yang memiiki varians/ragam yang sama/homogen. Jika variannya tidak
homogen maka diuji secara nonparametrik.
c. Persyaratan ketiga pemakaian prosedur teknik nonparametrik yaitu bahwa data
berupa data nominal (data hitung/data cacah) dan data ordinal (data berperingkat).
(Bambang Subali,2010:135)
1) Data Nominal
Data ini juga sering disebut data diskrit, kategorik, atau dikhotomi. Disebut
diskrit karena ini data ini memiliki sifat terpisah antara satu sama lainnya, baik
pemisahan itu terdiri dari dua bagian atau lebih; dan di dalam pemisahan itu tidak
terdapat hubungan sama sekali. Masing-masing kategori memiliki sifat tersendiri
yang tidak ada hubungannya dengan kategori lainnya. Sebagai misal data hasil
penelitian dikategorikan kedalam kelompok “ya” dan “tidak” saja.
Contohnya :
Laki-laki/wanita (laki-laki adalah ya laki-laki; dan wanita adalah “tidak laki-laki”),
kawin /tidak kawin; janda/duda, dan lainnya.
Jenis pekerjaan dapat digolongkan secara terpisah menjadi pegawai negri,
pedagang, dokter, petani, buruh dsb.
Suku, golongan darah, jenis penyakit, bentuk atau konstitusi tubuh.
b. Data Ordinal
Data ordinal adalah data yang menunjuk pada tingkatan atau penjenjangan
pada sesuatu keadaan. Berbeda dengan data nominal yang menunjukkan adanya
perbedaan secara kategorik, data ordinal juga memiliki sifat adanya perbedaan di
antara obyek yang dijenjangkan. Namun dalam perbedaan tersebut terdapat suatu
kedudukan yang dinyatakan sebagai suatu urutan bahwa yang satu lebih besar atau
lebih tinggi daripada yang lainnya.Kriteria urutan dari yang paling tinggi ke yang
yang paling rendah dinyatakan dalam bentuk posisi relatif atau kedudukan suatu
kelompok.
Contoh dari data ini misalnya:
Prestasi belajar siswa diklasifikasikan menjadi kelompok “baik”, “cukup”, dan
“kurang”, atau ukuran tinggi seseorang dengan “tinggi”, “sedang”, dan “pendek”.
If the two samples involved do not consist of matched pairs, the researcher
has a variety of nonparametric difference tests at his disposal. If the data are
numerical in nature, the Mann – Whitney U Test is frequently employed (Popham
James,1973:276). Jika data penelitian merupakan data yang tidak berpasangan atau
independent , kemudian nilai parameter nominal dan ordinal selain itu jika distribusi
populasinya tidak normal maka kita harus menggunakan uji nonparametrik atau uji
bebas distribusi, yakni uji u mann whitney. Tentu saja seperti halnya uji peringkat
bertanda wilcoxon, kesimpulan yang anda peroleh dari hasil uji mann-whitney juga
kesimpulan yang tidak memperhatikan distribusi populasi sehingga sifatnya menjadi
sangat terbatas.
Penelitian yang menggunakan uji ini merupakan penelitian bivariat atau
penelitian yang menggunakan 2 variabel yang tujuannya adalah untuk mencari
perbedaan pada variabel terikat akibat perbedaan level pada variabel bebasnya namun
data yang didapat pada penelitian tidak memenuhi syarat keparametrikan. Data yang
diuji dalam uji u mann whitney ini haruslah independent.
If the dependent variabel data are numerical in nature, the kruskal wallis test
may be employed. This techniques requires that the dependent variable under
analysis is continuously distributed , that is has no extended gaps where no scores
appear ( Popham James,1973:279). Jika kita ingin membandingkan k buah rata-rata
yang tidak berpasangan, yang datanya diukur menggunakan skala interval atau rasio,
tetapi jika distribusinya tidak normal maka tidak dapat diuji secara parametrik dengan
uji varians/ragam satu jalur yaitu menggunakan uji varians/ragam satu jalur
berjenjang Kruskal-Wallis. Uji ini juga digunakan jika data yang Anda peroleh berupa
data skala ordinal. Kesimpulan yang diperoleh nantinya adalah kesimpulan yang tidak
memperhatikan distribusi populasi sehingga sifatnya menjadi sangat terbatas. Selain
itu, distribusi dari k populasi tersebut identik, kecuali dalam hal lokasi yang mungkin
berbeda untuk sekurang-kurangnya satu populasi.
Penelitian yang menggunakan uji ini merupakan penelitian multivariat dimana
peneliti memiliki lebih dari 1 variabel bebas dan 1 variabel terikat yang tujuannya
adalah untuk mencari perbedaan pada variabel terikat akibat perbedaan level pada
variabel bebasnya namun data yang didapat pada penelitian tidak memenuhi syarat
keparametrikan. Data yang diuji dalam uji berjenjang kruskal-wallis ini haruslah
independent.
Uji Varians/Ragam Dua Jalur Berperingkat Friedman
When one wishes to determined if three or more matched samplediffer
significantly with respect to data measured at least on an ordinal scale, the friedman
test may be employed ( Popham James,1973:280). Jika ada k buah rata-rata data
berpasangan yang diperoleh merupakan data dengan skala interval atau rasio, namun
distribusi populasinya tidak normal atau tidak diketahui kenormalannya maka
digunakan uji nonparametrik atau uji bebas distribusi, yakni menggunakan uji
varians/ragam dua jalur berperingkat Friedman. Hal itu juga dapat dilakukan jika data
yang kitaa peroleh berupa data skala ordinal. Tentu saja kesimpulan yang Anda
peroleh nantinya adalah kesimpulan yang tidak memperhatikan distribusi populasi
sehingga sifatnya menjadi sangat terbatas.
Penelitian yang menggunakan uji ini merupakan penelitian multivariat dimana
peneliti memiliki lebih dari 1 variabel bebas dan 1 variabel terikat yang tujuannya
adalah untuk mencari perbedaan pada variabel terikat akibat perbedaan level pada
variabel bebasnya namun data yang didapat pada penelitian tidak memenuhi syarat
keparametrikan. Data yang diuji dalam uji berjenjang kruskal-wallis ini haruslah data
berpasangan.
Jika pada suatu penelitian telah melakukan uji varians/ragam model Kruskal-
Wallis. Uji varians/ragam model Kruskal-Wallis, dapat digunakan untuk mengetahui
perbedaan antara rata-rata skor populasi yang tidak berdistribusi normal atau tidak
diketahui distribusinya atau yang tidak memenuhi persyaratan untuk diuji secara
parametrik. Apabila Ho yang diajukan ditolak, uji ini hanya mengatakan bahwa rata-
rata skor populasi-populasi yang diuji adalah tidak homogen, atau minimal ada satu
rata-rata skor yang mempunyai harga lebih besar dari yang lainnya. Dari uji ini belum
diketahui, rata-rata yang mana sebenarnya yang tidak sama tersebut. Seperti pada uji
varians/ragam terdahulu, untuk mengetahui lokasi perbedaan ini, juga perlu dilakukan
uji lanjut. Uji Dunn merupakan salah satu jenis uji lanjut nonparametrik yang cocok
digunakan sesudah uji Kruskal-Wallis. Uji Dunn melakukan pembandingan berganda
atas rata-rata peringkat skor tiap populasi. Pada uji ini digunakan nilai kritis sebagai
pembanding untuk tiap pasangan rata-rata peringkat skor. Laju kesalahan pada
prosedur pembandingan berganda ini meningkat dengan semakin banyaknya sampel
atau populasi yang dibandingkan. Oleh karenanya, taraf nyata yang dipergunakan
pada uji ini lebih besar dibandingkan pada uji-uji statistika inferensial, yakni berkisar
0.15 sampai dengan 0,25. Rata-rata skor dua populasi yang dibandingkan dinyatakan
berbeda nyata apabila selisih rata-rata peringkat skornya lebih besar daripada nilai
kritisnya ( Bambang Subali,2010:245).
Penelitian yang menggunakan uji ini merupakan penelitian multivariat dimana
peneliti memiliki lebih dari 1 variabel bebas dan 1 variabel terikat yang tujuannya
adalah untuk mencari perbedaan pada variabel terikat akibat perbedaan level pada
variabel bebasnya namun data yang didapat pada penelitian tidak memenuhi syarat
keparametrikan selain itu data yang diuji ini haruslah independent. Pada suatu
penelitian apabila Ho yang diajukan ditolak setelah diuji kruskal-wallis, yaitu rata-
rata skor populasi-populasi yang diuji adalah tidak homogen, atau minimal ada satu
rata-rata skor yang mempunyai harga lebih besar dari yang lainnya. Dari uji kruskal
wallis belum diketahui rata-rata yang mana sebenarnya yang tidak sama tersebut.
Seperti pada uji varians/ragam, untuk mengetahui lokasi perbedaan ini, juga perlu
dilakukan uji lanjut. Uji Dunn merupakan salah satu jenis uji lanjut nonparametrik
yang cocok digunakan sesudah uji Kruskal-Wallis.
Penelitian yang menggunkan sajian data deskriptif ini adalah penelitaian kualitatif.
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang biasanya datanya berupa sajian data
berbentuk narasi. Data yang berbentuk narasi ini akan daianalisis dengan analisis naratif.
Ada beberpa bentuk analitis di dalam analisis naratif. Yang akan kita bahas di
siniberkaitan erat dengan perspektif formalistik; perspektif ini menggap bahwa teks
memiliki koherensi internal. Koherensi internal tersebut disatupadukan dengan dasar
kode, sintaksis, gramatika, dan bentuk.
Dua bentuk pendekatan dalam analisis naratif yakni pendekatan ‘atas-bawah’ (top-
down) dan pendekatan ‘bawah-atas’ (bottom-up) membuat perbedaan asumsi tentang
organisasi magna kognitif. Pendekatan ‘atas bawa’ sangat berpengaruh pada bidang
pendidikan dan psikologi kognitif (Rumelhart, 1977; rumelhart dan Norman, 1981).
Penelitian dibekali dengan serangkaian peraturan dan dan prinsip, pencarian makna teks
dilakukan dengan mempergunakan atarun dan prinsip tersebut (Simak Boje, 1991; Heise
1992). Misalnya, ketika menggunakan etnograf, sebuah program di dalam analisis naratif,
sebuah program di dalam analisis naratif; sebuah peristiwa (Seperti Revolusi Rusia)
mestilah direduksi atau disederhanakan ke dalam serangkaian proposisi. Peristiwa
memerlukan prasyarat atau sebab (prakondisi yang menjadi sebab terjadinya Revolusi
Rusia, katakanlah ‘kelaparan’). Peristiwa Revolusi Rusia terjadi karena sebab-akibat yang
bermula dari prasyarat tersebut (setiap sebab mesti selalu mengandaikan akibat-misalnya,
kelaparan menimbulkan kekacauan). Sebuah prasyarat bagi sebuah peristiwa mestilah
mencapai puncak terlebih dahulu sebelum bisa terulang kembali. Dalam konteks ini, yang
‘diuji’ adalah model biner (yang bersifat tertutup dan terpatok) dari sang peneliti –
musabab kelaparan bisa diakhiri dengan kekacauan atau bukan dengan kekacauan, sebuah
peristiwa mungkin terjadi tetapi mungkin juga tidak. Pendekatan ini banyak dipengaruhi
oleh psikologi kognitif dan ilmu komputer; analisis seperti ini munkin dilakukan ketika
kapasitas memori dan fleksibilitas komputer dan perangkat lunak yang di pakai dalam
penelitian mencukupi. Lawan dari pendekatan ‘atas-bawah’ adalah pendekatan ‘bawah-
atas’; pendekatan ini dapat ditemukan pada hampir semua penelitian etnografis.
Pendekatan ‘atas-bawah’ menggunakan satuan-satuan makna yang bergantung pada
konteks untuk memproduksi infrastruktur yang menjelaskan efek darisuatu cerita. Dwyer
(1982) misalnya; ia mempresentasikan materi-materi penelitian dalam bentuk dialog,
antara dirinya sendiri dengan ‘diri lain’ yakni seorang Faquir. Di lain pihak, crapanzano
(1980) melakukan interpolasi dan berkomentar terhadap budaya maroko. Laporan
penelitian seoerti ini kerap diperoleh dari wawancara pribadi atau dokumen-dokumen;
meski demikian, proses penerjemahan materi-materi ini ke dalam argume-argumen yang
koheren masih tetap ambigu ( Atkinson, 1992;Riessman, 1993).
Laporan kesehatan dalam bentuk cerita cukup menjanjikan. Ada banyak penulis
(beberapa di antara mereka malah bisa dikatakan piawai dalam urusan kesehatan) yang
menggunakan model ini, seperti Kleinman (1988) , Brody (1989), (1989), mishler (1984),
dan Paget (1988). Mereka menyatakan bahwa analisis naratif cukup bermanfaat ketika
diterapkan pada laporan kesehatan. Hanya saja, definisi, tujuan analisis, metode atau
teknik, dan bentuk yang pasti tidak pernah mereka bicarakan. Mereka berasumsi bahwa
cerita mampu mereflesikan perasaan manusia dan pengalaman hidupnya dan bahwa proses
penyembuhan perlu penceritaan, penyimakan, dan tentu saja, penafsiran. Bagi para
penyembuh ini, setiap cerita menampilkan beragam aspek rasionalitas yang unik,
membangkitkan, estetis, dan humanistis, yang kemudian dirangkai kembali dalam bentuk
laporan kesehata.
Aspek kehidupan dan pengalaman nyata agak terlambat masuk ke dalam analisis
naratif. Dalam feminisme dan antropologi kontoporer misalnya, studi tentang kehidupan
biasanya di tarik dari pengalaman sang narator; pengalaman yang dikisahkan tersebut
adalah produk bersama-sama sang narator dengan sang ilmuwan sosial. Cerita itu
dianggap sebagai kisah nyata yang berpijak pada realitas sosial yang sebenarnya, sehingga
dapat diuji validitas dan realiabiltasnya oleh ilmuwan-ilmuwan sosial lain. Peran naratif
adalah mendukung sang persona agar dapat lebih memahami hidupnya sangat erat
berkaitan dengan kode, aturan, fungsi sosial teks yang ada di dalam benaknya (seperti
yang dirumuskan di dalam strukturalisme).
Pada satu sisi, analisis naratif adalah analisis yang tidak baku, hampir selalu
intuitif, dan menggunakan terma-terma ciptaan sang peneliti sendiri (simak Riessman,
1993), analisis naratif biasanya berpijak pada sudut pandang sang pencerita dan bukan
masyarakat, sebagai mana yang di tujukkan oleh Propp dan Levis-Strauss di dalam karya-
karya mereka. Jika naratif diartikan sebagai cerita tentang kehidupan seseorang yang
mengandaikan awal, tengah, dan akhir, maka naratif bisa mengambil beragam bentuk,
diceritakan dalam berbagai latar peristiwa dihadapan beragam khalayak, dan bisa
berkaitan dengan peristiwa atau persona-persona nyata. Dengan demikian, tema, metafora,
definisi naratif, struktur cerita (awal, ttengah, akhir), dan simpulan yang di buat dapat
dituliskan secara puitis dan artistik dan dibatasi oleh konteks-konteks tertentu yang
bersifat tertutup- (Atkinson, 1990; simak juga Potter dan Wetherell, 1987). Sebagai
contoh, seorang analis organisasional menekankan pentingnya cerita di dalam organisasi
dengan menggunakan satu atau sejumlah cerita (Marti, 1990; Martin, Fieldman, Hatch,
dan Satkin, 1983). Pendekatan ini sedikit banyak dipengaruhi oleh tradisi analisis konten
atau sistem pengkodean dalam penelitian sosilogis kuantitatif; hasil yang di peroleh
cenderung akan berputar pada persoalan dimensi ‘kemanusian’ dan dimensi ‘kultural’ di
dalam konteks organisasi dan bukan menjelaskan kehidupan seorang pribadi.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nunnaly, Jum C. 1975. Introduction to Statistic for Psychology and Education. New York:
McGraw-Hill, Inc.
Popham, James W dan Kenneth A. Sirotnik. 1973. Educational Statistics: Use and
Interpretation. New York: Harper & Row, Publisher.