Anda di halaman 1dari 70

SISTEM HUKUM INDONESIA

TUGAS STATISTIKA SOSIAL

“ Materi Statistika Sosial”

Disusun Oleh:

TERESIANA SUSI
NIM. 1701006630-11
Semester - IV (Genap)

Kelas IV. A Non - Reguler

PROGRAM STUDI ADMINITRASI PUBLIK

FALKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KAPUAS SINTANG

TAHUN 2021
PERTEMUAN I

I. Learning Outcome (Capaian Pembelajaran)

Mahasiswamampumenjelaskankonsep-konsepdasar statistik

II. Materi Pokok:

1. Data
a. Pengertian Statistik
b. Fungsi dan Kegunaan Statistik

III. Uraian Materi

A. Pengertian Statistik

Sarana berpikir ilmiah dalam bidang filsafat, terutama sekali dalam bidang
Filsafat Ilmu, menggunakan bermacam cara, antara lain (1) bahasa, (2) logika, (3)
matematika dan (4) statistik. Kalau ditelusuri lebih spesifik, penggunaan logika,
membutuhkan waktu yang panjang dan mengalami kesulitan, kalau seseorang
peneliti lain ingin membuktikan kembali hasil logika tersebut karena sulit untuk
melakukan pengkajian ulang melalui penelitian ilmiah, mengikuti langkah-
langkah ilmiah yang pernah dilakukan seseorang dalam berlogika menemukan
sesuatu yang baru itu. Hasil perenungan tersebut perlu lagi dikaji dan dibuktikan
secara empiris dan iimiah untuk menemukan teori-teori baru dan universal. .
Bahasa adalah miliknya penelitian dengan pendekatan kualitatif, sedangkan
Statistik adalah pisau analisis penelitian dengan pendekatan kuantitatif. Statistik
dikembangkan oleh ahli Matematik untuk membantu manusia dalam
kehidupannya, secara matematis, dalam menghadapi berbagai persoalan yang
dihadapinya dalam kehidupan ini. Oleh karena itu Statistik adalah bagian dari
matematik. Pada awalnya Statistik lebih banyak muncul berupa angka-angka dari
suatu gejala atau fenomena dalam kehidupan bermasyarakat, seperti jumlah
penduduk, jumlah kecelakaan, jumlah siswa maupun perbandingan jumlah
penduduk kaya dalam suatu wilayah, namun perkembangan sekarang jauh lebih
luas lagi. Dengan menggunakan Ilmu Statistik yang tepat para peneliti atau bagian
perencanaan pada satu wilayah tingkat provinsi, tingkat kabupaten atau kota dapat
memperkirakan jumlah penduduk lima tahun yang akan datang. Kepala Dinas
Pendidikan Kabupaten atau Kota dapat meramalkan apakah Jumlah Penduduk
Usia Sekolah (school age population) Pendidikan Dasar, dan Pendidikan
Menengah di wilayahnya tahun–tahun mendatang akan bertambah atau akan
berkurang. Tentu saja hal ini akan sangat berpengaruh pada perencanaan program
selanjutnya. Demikian juga dengan pendapatan (income) di daerahnya. Perlu pula
diingat bahwa kalau data awalnya salah maka prediksinya juga akan jauh meleset.
Sehubungan dengan itu, Statistik bukan bekerja hanya dengan setumpuk
data yang telah terkumpul saja, tetapi jauh dari itu. Sebab kalau hanya
sekumpulan data semata, para penelti, pengolah data, atau individu yang bekerja
dalam bidang statistik, tidak pernah memahami: bagaimana data itu dikumpulkan,
siapa sumber datanya, apa teknik yang digunakan dalam pengumpulan data,
apakah dari populasi atau dari sampel, sehingga pemilihan teknik analisa data
sesuai dengan karakteristik menjadi sukar dan cendrung akan salah. Dari uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa :
Statistik diartikan sebagai prosedur, cara-cara maupun aturan-aturan yang
berkaitan dengan pengumpulan, penyajian pengolahan, analisis, penafsiran dan
penarikan kesimpulan terhadap data yang berbentuk angka atau data yang
diangkakan dengan mnggunakan asumsi-asumsi tertentu.
B. Jenis Statistik dan Fungsi Statistik

1. Jenis Statistik

Secara sederhana Statistik dapat dibedakan ke dalam dua golongan, yaitu:


(1) Statistik Deskriptif (Descriptive Statistics) dan (2) Statistik Inferensial
(Inferential Statistics). Statistik Deskriptif adalah prosedur, metode atau aturan-
aturan yang berkaitan dengan pengumpulan, penyajian pengolahan, analisis,
penafsiran dan penarikan kesimpulan terhadap suatu gugus data yang berbentuk
angka sehingga memberikan informasi yang berguna dan komunikatif. Suatu hal
perlu diingat dengan menggunakan teknik-teknik dalam kelompok Statistik
Deskriptif, peneliti tidak dapat membuat generalisasi, karena awal peneliti sudah
menyadari ia hanya akan mendeskripsikan tentang masalah dan bukan untuk
membuktikan suatu hipotesis.
Contoh:
Tabel 1: Frekuensi Kehadiran Penduduk Desa X dalam Gotong Royong
Desa f % Keterangan
A 10 7,69
B 15 11,54
C 10 7.69
D 15 11.54
E 16 12.31
F 15 11.54
G 15 11.54
H 34 26.15
Jumlah 130 100

Dari 130 penduduk desa yang dalam gotong royong seperti data di atas,
peneliti hanya dapat menggambarkan kondisi sebagaimana adanya, sesuai dengan
jumlah % di atas. Penduduk desa H ternyata yang terbanyak hadir, yaitu 26.15 %,
dan paling sedikit adalah desa A dan C. Masing-masing A dan C, hanya hadir 7,
69 % dan seterusnya. Itulah apa adanya, peneliti tidak mengatakan yang hadir
mewakili semua desa dalam wilayah X, karena dari data yang dikumpulkan itu
mewakili desa X. (secara repserentatif ). Apakah tidak mungkin penduduk yang
datang ditunjuk oleh ketua RT-nya. Andaikata ya, ini berarti penduduk yang
datang diambil secara purposive sampling. Oleh karena itu, kehadiran penduduk
desa dalam gotong royong tidak dapat digeneralisasikan kepada semua penduduk
desa X.
Statistik Inferensial adalah sebagai prosedur, metode maupun aturan-aturan
yang berkaitan dengan pengumpulan, penyajian pengolahan, analisis, penafsiran
dan penarikan kesimpulan terhadap sampel dan hasilnya dapat digeneralisasikan
terhadap populasi. Besarnya sampel yang diambil hendaklah mewakili
(representatif) dari populasi. Oleh karena itu sebelum menggunakan Statistik
Inferensial, asumsi dasar yang pada masing-masing rumus hendaklah terpenuhi,
termasuk juga di dalamnya keterwakilan aspek yang diteliti secara konseptual,
validitas dan reliabilitas instrumen, keterwakilan populasi dalam sampel, serta
besarnya jumlah sampel sesuai dengan rumus yang digunakan. Generalisasi
menjadi sangat berarti karena informasi yang dikumpulkan hanya bersumber dari
sebagian kecil responden, namun mewakili populasi.
Statistik Inferensial banyak digunakan dalam kehidupan bermasyarakat,
kalau peneliti ingin menguji, membuktikan atau melihat hubungan atau pengaruh
satu atau beberapa variabel bebas (independent variables) terhadap variabel
terikat (dependent variables). Beberapa teknik yang sering digunakan adalah :
teknik korelasi, analisis regresi, analisis variansi dan analisis faktorial.
Contoh: Seorang peneliti melakukan penelitian : Pengaruh Motivasi
Berprestasi, Intelegernsi dan Nilai Tes Masuk Perguruan Tinggi
terhadap Hasil Belajar Tahun I, Mahasiswa Fakultas Y pada Universitas
Z.
Berhubung karena peneliti ingin melihat pengaruh tiga variabel bebas dan
satu bebas pada salah satu fakultas (Y) dalam Universitas Z, maka peneliti sejak
awal sudah harus mendudukkan rancangan penelitiannya. Jurusan/program studi
yang diambil harus mewakili pada Y. Besarnya sampel untuk masing-masing
jurusan harus seimbang dan mewakili jumlah mahasiswa jurusan masing-masing
dalam fakultas Y. Selanjutnya sampel yang diambil hendaklah dilakukan secara
random/acak, dengan terlebih dahulu menentukan besarnya ukuran (magnitude)
sampel dahulu secara benar, dengan mengikuti pola-pola penentuan sampel,
seperti menggunakan rumus: Tuckman, Slavin, atau Udinsky. Di samping itu,
instrumen yang digunakan harus valid dan reliabel. Populasi penelitian adalah
sebagai berikut:
Tabel 2. Populasi Penelitian menurut Jurusan dalam Fakultas Y
No. Jurusan Jumlah Mahsiswa
1. Sosiologi 125
2. Sejarah 76
3. Geografi 95
4. Politik 154
Total Mahasiswa 450

Dalam menentukan besaran /sampel , peneliti menggunakan rumus Kricjie


dan Morgan, dengan p =.50 dan taraf kepercayaan 95%. Besaran sampel yang
didapat 207. Besarnya sampel menurut jurusan adalah sebagai berikut.
Tabel 3 : Populasi dan Sampel Penelitian
No. Jurusan Populasi Sampel
1. Sosiologi 125 57
2. Sejarah 76 35
3. Geografi 95 44
4. Politik 154 71
Jumlah 450 207

Selanjutnya peneliti menentukan secara acak/random masing-masing


individu dari tiap jurusan sesuai dengan besaran yang didapat seperti pada tabel 3
di atas. Dengan menggunakan instrument penelitian yang valid dan reliabel,
peneliti melakukan pengumpulan data dari 207 orang responden terpilih di atas.
Demikianlah seterusnya, sampai data Motivasi Berprestasi, Inteligensi, Nilai
Masuk Perguruan Tinggi serta Hasil Belajar (tahun berjalan) , terkumpul dari 207
orang mahasiswa.
Berhubung karena yang akan dicari pengaruh masing-masing variabel (4
variabel) dan juga pengaruh secara bersama-sama, maka perlu dilakukan uji
normalitas masing-masing variabel bebas dan uji linearitras antara masing-masing
variabel bebas dan variabel terikat. Seandainya semua data masing-masing
variabel normal dan linear, maka barulah tepat digunakan Product Moment
Correlation, dan Analisis Regresi Ganda. Hasil temuan penelitian terhadap
sampel, dapat digeneralisaikan terhadap populasi karena sampel yang dambil
secara acak dan mewakili populasi. Statistik Inferensial sering juga disebut
dengan Statistik Induktif.

2. Fungsi Statistik

Statistik dalam kehidupan manusia sehari-hari memegang peranan penting,


seperti juga bahasa dalam kehidupan individu. Dalam keseharian manusia
menghadapi berbagai problema, baik yang bersifat substantif maupun mekanis.
Fenomena yang nampak silih berganti dan masalah yang datang dan muncul di
luar kendali dan kadang-kadang manusia lepas kendali dan menyerah. Masalah
yang rumit dan kompleks dapat disederhanakan dengan menggunakan alat bantu
Statistik. Demikian juga manusia dapat meramalkan, atau memprediksi
bagaimana perkiraan jumlah penduduk miskin lima tahun yang akan datang
berdasarkan kecendurungan penduduk lima tahun yang lalu sampai dewasa ini.
Hal itu dapat dilakukan dengan bantuan Stratistik.
Oleh karena itu, Statistik sebagai alat bantu, sangat berguna dan dapat
digunakan dalam berbagai hal antara lain:
1. Dengan alat bantu Statistik seseorang dapat membuat perbandingan. Dari
data yang terkumpul peneliti dapat mencari nilai rata-rata dari dua kelompok
sehingga dapat memberikan kekuatan dan kelemahan masing kelompok.
2. Dengan alat bantu Statistik dapat meningkatkan efisiensi dalam kehidupan
bermasyarakat, dengan membatasi cara kerja dan cara berpikir.
3. Dengan Statistik dimungkinkan seseorang menyusun prediksi/peramalan
berdasarkan data yang telah diketahui, sah dan teruji kebenarannya.
4. Dengan Statistik dapat melihat ada/tidaknya hubungan di antara beberapa
variabel yang diteliti.
5. Dengan menggunakan Statistik dapat menyederhanakan data yang kompleks
menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami.
6. Dengan alat bantu Statistik peneliti dapat mengukur kebenaran suatu gejala
atau sumbangan atau besar pengaruh suatu gejala terhadap variabel yang
lain.
7. Dengan bantuan Statistik dapat menentukan hubungan sebab akibat.
C. Statistik dan Penelitian

Statistik dan penelitian kuantitatif merupakan dua bidang ilmu yang saling
bersinggungan secara terpola dan terkendali. Di samping itu, Statistik merupakan
landasan kegiatan-kegitan penelitian kuanttatif, karena salah satu ciri utama
penelitian kuantitatif: data yang dihasilkan berupa angka dan teknik analisis data
yang digunakan rumus-rumus dalam Statistik. Dipihak lain, Statistik berfungsi
mengumpulkan, mengolah, menyajikan, data berupa angka dan selanjutnya
menarik kesimpulan berdasarkan data tersebut. Statistik merupakan pisau utama
dalam penyajian data, analisis data maupun dalam penarikan kesimpulan hasil
penelitian.
Penelitian kuantitatif tidak akan terlaksana dengan baik dan temuan
penelitian kuantitatif tidak akan benar kalau teknik analisis yang digunakan tidak
sesuai dengan kaidah-kaidah Statistik. Umpama dalam pengambilan populasi dan
sampel penelitian. Seandainya peneliti menggunakan teknik persentase dalam
pengambilan sampel penelitian, umpama 20%. Apa dasar pertimbangan ilmiah
yang dapat digunakan kalau mengambil sampel 20% itu? Bagaimana pula kalau
populasinya hanya 100 orang atau 101 orang. apakah tetap 20% atau dirubah
menjadi 100% ?.
Dengan menggunakan Statistik, peneliti perlu memahami karakteristik
populasi, sehingga dapat diketahui proporsi subjek dalam populasi yang
menentukan besaran proporsi sampel. Di samping itu, telah ditentukan pula
kesalahan sampling dan kesalahan pengukuran yang dapat ditolerir. Kesalahan
sampling tidak melebihi α = .05, sebab pembuktian hipotesis, minimal mengacu
pada α = .05. Apabila hasil yang didapat, korelasinya α = 0.06, maka hipotesis
kerja tersebut ditolak.
Seperti telah disinggung dalam fungsi dan kegunaan Statistik, Guilford
menekankan keterkaitan Statistik dan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Statistik memungkinkan pencatatan data penelitian secara eksak.
2. Statistik memaksa peneliti menganut tahap pikir dan tata kerja yang definitif
dan eksak.
3. Statistik memberikan dasar-dasar untuk menarik kesimpulan/konklusi
melalui proses-proses yang mengikuti tat acara yang dapat diterima oleh
ilmu pengetahuan.
4. Statistik mengemukakan cara–cara meringkas data ke dalam bentuk yang
lebih banyak dan lebih mudah mengerjakannya.
5. Statistik memberikan landasan untuk meramalkan secara ilmiah tentang
bagaimana suatu gejala akan terjadi dalam kondisi-kondisi yang telah
diketahui.
6. Statistik memungkinkan peneliti menganalisa, dan menguraikan sebab-
akibat yang kompleks dan rumit, yang tanpa Statistik akan merupakan
peristiwa yang membingungkan atau kejadian yang tak teruraikan.
PERTEMUAN II

I. Learning Outcome (Capaian Pembelajaran)

Mahasiswa mampu menjelaskan data statistik

II. Materi Pokok:

a. Jenis Data

b. Skala Pengukuran

III. Uraian Materi:

A. Jenis Data

Data dapat diartikan sebagai sejumlah fakta dan informasi tentang sesuatu
keadaan, fenomena atau suatu masalah yang diterima, baik berupa angka, kata-
kata, atau bentuk lain; lisan maupun tulisan. Data yang baik dalam suatu
penelitian hendaklah memenuhi beberapa syarat, yaitu : (1) dapat dipercaya, (2)
konsisten, (3) objektif, dan (4) relevan, (5) sesuai dengan perkembangan (up to
date). Dapat dipercayai, berarti data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan
instrumen yang baik dan benar serta dilaksanakan dengan baik pula. Konsisten
diartikan sebagai apabila data tersebut dikaji ulang dalam waktu yang relatif
pendek, data tidak berbeda secara berarti. Sedangkan objektif terkait dengan hasil
yang dicapai menggambarkan keadaan yang sebenarnya dan diproses secara benar
pula. Data yang terkumpul harus relevan dengan permasalahan yang
sesungguhnya. Oleh karena itu data yang dikumpulkan hendaklah mewakili
masalah atau fenomena yang akan dipecahkan. Jangan terjadi kesalahan tipe 3
dalam pembuktian hipotesisnya. Hipotesis diterima, tetapi bukan masalah yang
diteliti.
Data penelitian berdasarkan sumbernya dapat dibedakan dalam tiga
kategori, yaitu: (1) data primer, (2) data sekunder dan (3) data tertier.
Data primer adalah data yang diterima secara langsung dari objek yang
diteliti, dari tangan pertama. Umpama : Apabila peneliti tentang interaksi sosial
penduduk suku Minang, maka peneliti yang bersangkutan terjun langsung ke
daerah yang menjadi objek penelitian, dan peneliti mengamati secara langsung
interaksi penduduk tersebut. Peneliti dapat juga mengumpulkan data
menggunakan instrumen model Skala Sikap terhadap penduduk yang menjadi
sampel penelitian. Dalam kaitan ini pendekatan mixed method research akan
sangat membantu peneliti dalam menemukan data yang otentik dan dapat
dipercaya.
Data sekunder adalah data yang dikumpulkan merupakan data yang telah
diolah oleh instansi atau kelompok lain. Data yang diterima dalam bentuk
jadi/final, sehingga peneliti tidak mengolah lagi. Umpama : Data penduduk suatu
wilayah. Data tersebut telah diolah BPS, dan peneliti hanya “mengambilnya” saja
lagi. Ini berarti peneliti mengumpulkan data dari tangan kedua. Data skunder,
sangat tergantung pada ketepatan dan objektivitas pengolah data pada tahap
pertama. Andaikata pengolahan data pada tahap awal tidak dilakukan dengan baik
dan benar maka peneliti mewariskan pula yang data yang kurang tepat itu dalam
penelitiannya.
Data tertier adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari pihak
ketiga sehubungan dengan objek yang diteliti. Umpama : data tentang penduduk
miskin dalam suatu wilayah, yang disampaikan pihak ketiga. Pihak ketiga
menyampaikan informasi tersebut kepada peneliti, beserta sumber datanya. Untuk
data tertier ini, peneliti harus berhati-hati dan melakukan check and recheck
terhadap data tersebut.
Menurut sifatnya data penelitian dapat dibedakan dua kelompok pula, yaitu
(1) data kuantitatif, dan (2) data kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang
berbentuk angka atau bilangan. Seperti: Jumlah karyawan 1000 orang.
Jumlah mahasiswa laki-laki 100 orang
Tinggi badan Yessi 95 cm.
Data kuantitatif dapat dibedakan lagi menjadi data diskrit dan kontinyu.
Data diskrit adalah data yang pasti dan eksak dari hasil menghitung. Umpama:
Jumlah anak keluarga Ahmadi 2 (dua) orang. Angka 2 menunjukkan jumlah
anaknya sekarang hanya dua orang, tidak mungkin 2,5 atau 1,5. Sedangkan data
kontinyu data tesambung/kontiyu dengan data sebelum dan data sesudahnya.
Umpama: Tinggi badan sesorang
160.5 161.5 162.5 163.5
.
160 161 162 163 164
Tinggi badan seseorang 162 cm, sebenarnya adalah antara 161.5 cm dan 162.5 cm
Sedangkan data kualitatif adalah data yang tidak berbentuk bilangan. Data
ini berupa kata-kata, atau bahasa. Umpama;
Hari ini cuaca baik sekali
Orang tua Yenni sedih karena anaknya sakit.

B. Skala Pengukuran

Penggambaran suatu fenomena, gejala dan kejadian atau masalah yang


dijadikan objek penelitian secara utuh dan benar akan dapat dilakukan kalau
peneliti pengukuran, penilaian atau evaluasi secara tepat terhadap fenomena,
gejala dan kejadian itu. Penilaian itu akan benar apabila diguanakan instumen
yang valid dan reliabel. Di samping itu, instrumen yang digunakan bersifat praktis
dan mudah dilaksanakan.
Pengukuran yang valid dan reliabel, baik dan benar akan menjauhkan
peneliti dari bermacam sumber kesalahan dan termasuk di dalam kesalahan dalam
pengukuran (error of measurement) dan akan memberikan kesimpulan yang tepat,
benar dan berdaya guna.
1. Hakekat Pengukuran

Pengukuran (measurement) merupakan suatu prosedur dimana seseorang


menerapkan atau menetapkan angka/simbol terhadap suatu variabel/objek sesuai
dengan patokan, atau dapat juga merupakan penggolongan atau pengklasifikasian.
Beberapa pendapat tentang pengukuran adalah sebagai berikut:
a. Hill ( 1981 : ) menyatakan: measurement is the assigning of numbers to
attributes of objects, events, or people according to rules
b. Stevens (1951) berpendapat: “measurement may be viewed a a procedure
in which one assigns numerals, numbers or others simbols to empirical
properties (variabels) according torules
c. Campbell (1954) mengemukakan: measurement as the assignment of
numerals to object or events according to rules
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan dalam pengukuran ada
tiga konsep yang perlu dipertimbangkan:
a. Numerals, or simbols or numbers (angka atau simbol) yang dapat diolah
dengan statistik atau dimanipulasi secara matematis, seperti 1, 2, 3 dan
sebagainya.
b. Assigment (Penetapan atau penerapan). Ini berarti bahwa angka atau simbol
itu diterapkan terhadap objek atau kejadian tertentu yang dimaksudkan.
c. Rules (aturan). Aturan itu dimaksudkan sebagai patokan tentang
benar/tidaknya tindakan yang dilakukan atau suatu kejadian atau objek yang
dikuasai seseorang.
Dengan demikian jelaslah bahwa pengukuran atau penilaian terhadap suatu
objek yang diteliti perlu mengikuti prosedur yang benar, sehingga informasi yang
terkumpul benar-benar mewakili keadaan yang sesungguhnya.
2. Skala Pengukuran

Peringkat pengukuran (level of measurement) berkaitan erat dengan jenis


data yang akan dikumpulkan, tipe/bentuk/jenis instrument yang akan digunakan.
S.S Steven, 1951), mengkelasifikasikan peringkat skala pengukuran sebagai
berikut:
a. Pengukuran skala nominal
b. Pengukuran skala ordinal
c. Pengukuran skala interval
d. Pengukuran skala ratio
Keempat skala pengukuran di atas menpunyai ciri-ciri yang berbeda dan
selanjutnya akan menghasilkan data yang berbeda pula. Kondisi yang demikian
membawa dampak pula pada pemilihan teknik analisis data akan berbeda dan
sesuai dengan karakteristik data yang dikumpulkan.
a. Skala Nominal

Semua pengukuran kualitatif bersifat nominal. Pengklasifikasian atau


penggolongan atau pengkategorian berdasarkan nama atau simbol secara tuntas
dan lepas. Tidak ada tingkatan atau urutan. Semua variabel dijabarkan dalam
alternatif dengan kedudukan secara, saling lepas (mutual exclusive) dan tuntas
(exhaustive).
Umpama : Jenis kelamin 1. Laki-laki
2. Perempuan
Tempat tinggal 1.Desa
2.Kota
Pengukuran dengan skala nominal anak menghasilkan data nominal. Data-
data tersebut hanya dapat dianalisis dengan menggunakan teknik dalam
kelompok data nominal, antara lain: Mean, Median, Frekuensi, Grafik, Chi
Squares, Lambda dan Contigency Coefficient.

b. Skala Ordinal

Banyak variabel dalam penelitian tidak hanya dapat dikategorisasikan,


saling lepas dan tuntas , tetapi juga ada yang berhubungan antara satu dengan
yang lain. Relasi itu ditandai oleh tingkatan atau urutan menurut besarannya atau
karena sifanya. Dalam kaitan itu pengukuran skala ordinal lebih tepat digunakan.
Beberapa prinsip pengukuran skala ordinal adalah sebagai berikut:
1) Data yang ditemukan merupakan data ordinal dan dinyatakan dalam istilah dari
tinggi-rendah, seperti: sangat panas, panas, sedang, kurang panas, dingin (tetapi
tidak dinyatakan berapa panasnya.
Umpama : 1. Suhu udara : Sangat panas
Panas
Kurang panas
Atau
2. Dinyatakan dalam Urutan
No. Nama Urutan
1. Renny 5
2. Ahmadi 3
3 Dian 1
4 Resty 4
5 Wawan 2

2) Angka ordinal tidak menunjukkan bahwa interval angka sama


Angka itu hanya menunjukkan urutan dan tidak mungkin dibagi, ditambah
atau dikurangi.
Umpama : Urutan pertama dalam contoh pada nomor 2 di atas,
menunjukkan urutan yang paling tinggi, dibandingkan urutan kedua, ketiga dan
seterusnya, tetapi tidak dapat dikatakan Wawan (urutan ke 2), dua kali lebih pintar
dari Resty (urutan ke 4).
Contoh: Pendidikan menentukan perkembangan individu
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Kurang setuju
e. Tidak setuju
3) Pengukuran skala ordinal tidak mempunyai angka nol mutlak.
Umpama : Jika seseorang tidak dapat menyebutkan dengan benar satupun
dari lima belas kata yang diujikan; bukan berarti bahwa ia tidak dapat
menyebutkan satu kata.
4) Angka ordinal hanya menunjukkan urutan/rank order dan tidak lebih dari itu.
Oleh karena itu pengukuran dengan skala ordinal menghasilkan data
frekuensi, dalam arti klasifikasi rank order. Data ordinal dapat dirubah menjadi
bentuk nominal, tetapi bukan sebaliknya.
3. Pengukuran Skala Interval

Dalam pengukuran skala interval, jauh berbeda dari skala nominal dan
ordinal. Pada skala interval telah ada unit pengukuran. (unit of measurement)
tertentu, sehingga mempunyai jarak yang bersifat konstant.
Umpama: Secara berturut selama 7 hari, seorang peneliti mengukur dan
mengamati suhu badan seseorang. Hasilnya sebagai berikut:
Hari pertama 37o C Hari kelima 39.5oC
Hari kedua 38o C Hari keenam 40o C
Hari ketiga 39o C Hari ketujuh 38o
C Hari keempat 40o C
Dalam contoh di atas untuk mengukur panas badan seseorang digunakan
Celcius. Panas badan hari pertama, berbeda dengan hari kedua satu derajat
Celcius. Panas hari ketiga berbeda lagi dengan hari kedua. Panas badan hari ketiga
naik lagi satu derajat Celcius. Dapat juga dikatakan panas badan hari ketiga naik 2
derajat Celcius dari hari pertama. Panas badan ybs pada hari ketujuh 38 oC, sama
dengan panas badan hari kedua, namun lebih tinggi satu derajat dari hari pertama.
Skala interval tidak mempunyai nol mutlak, seperti dalam bilangan ratio.
Titik 0 dalam thermometer Celcius, tidak sama harganya dengan harga nol pada
bilangan ratio. Karena titik nol pada Celcius sama harganya dengan 32 pada
Fahrenheit. Masing-masing thermometer tersebut mempunyai unit pengukuran
sendiri-sendiri dan penempatan titik nol dilakukan secara “arbitrary”.
Dengan memperhatikan data dasar yang telah mempunyai unit pengukuran,
maka data interval dapat dirubah menjadi skala data ordinal dan selanjutnya dapat
pula dirubah menjadi klasifikasi seperti data nominal.
Contoh: Data Hasil penelitian tentang kemampuan dasar siswa (Inteligensi),
yang dikumpulkan dengan Tes. Kemampuan dasar, terhadap 30 orang sampel
penelitian, sebagai berikut:
143 115 111 119 75
149 117 114 88 130
125 118 115 94
128 112 116 93
130 115 119 90
135 117 97 88
134 118 92 95
Data interval tersebut dapat dalam bentuk data bergolong sebagai berikut:
Inteligensi Frekuensi
140 -159 2
120-139 6
100-119 15
80-99 6
60-79 1
Jumlah 30

Data dasar tersebut dapat lagi dimodifikasi dalam bentuk data ordinal
dengan mengelompokkan menjadi order : sangat tinggi, tinggi, sedang, kurang
dan kurang sekali.
Tinggi 8
Sedang 15
Kurang 7
Atau dapat juga dirubah menjadi lebih kompleks, sebagai berikut:
Tinggi Sedang Kurang
Laki-laki 4 7 3
Perempuan 4 8 4
Oleh karena itu dalam mengembangkan instrumen pengukuran perlu
dipertimbangkan dengan hati-hati, sehingga data yang terkumpul dapat diolah
dengan berbagai teknik Statistik sesuai dengan tujuan dan hasil yang ingin
dicapai.

4. Pengukuran Skala Ratio


Pengukuran dengan skala ratio mempunyai nilai nol mutlak, sehingga hasil
yang didapat dapat dikali atau dibagi. Umpama : Apabila jumlah kecelakaan tahun
2008 sebanyak 200 orang, sedangkan tahun 2010 sebanyak 400 orang, maka dapat
diartikan bahwa kecelakaan tahun 2010 dua kali lebih banyak dari tahun 2008.
Semua karakteristik yang dimilik data interval, ordinal dan nominal dimiliki oleh
data dengan menggunakan pengukuran skala ratio. Sehubungan dengan itu, maka
data dengan skala ratio dapat disusun dalam bentuk data interval, ordinal dan
nominal, sehingga memungkinkan teknik analisis yang digunakan jauh lebih
banyak dan lengkap.
PERTEMUAN III

I. Learning Outcome (Capaian Pembelajaran)

Mahasiswa mampu memahami konsep distribusi frekuensi

II. Materi Pokok:

1. Distribusi Frekuensi Tunggal dan Bergolong


2. Distribusi Absolut dan Relatif
3. Distribusi Frekuensi Satuan dan Kumulatif

III. Uraian Materi :

Seperti telah disinggung pada uraian terdahulu, data merupakan senjumlah


fakta dan informasi tentang sesuatu keadaan, fenomena atau suatu masalah yang
diterima, baik berupa angka, kata-kata, atau bentuk lain; baik lisan maupun
tulisan. Data tersebut akan bermakna kalau diorganisasikan dengan baik, diolah,
dianalisis dan ditarik kesimpulan dari data itu. Data dapat disusun dengan baik
dari yang rendah sampai yang tinggi, namun data yang dikumpulkan melalui
penelitian dan menggunakan sampel yang besarannya cukup banyak, maka data
tersebut dapat ditata dalam berbagai bentuk, sehingga menjadi lebih sederhana
dan mudah dipahami serta dion al dengan teknik analisis yang tepat pula.
Dengan berpijak pada digolongkan tidaknya data itu, maka penataan itu
dapat dilakukan dalam bentuk distribusi frekuensi tunggal dan ditribusi frekuensi
bergolong dalam bentuk kelas interval.
A. Distribusi Frekuensi Tunggal dan Bergolong

1. Distribusi Frekuensi Tunggal

Andaikata jumlah responden sedikit, penataan data dapat dilakukan dengan


menyusun data tersebut dari yang rendah kepada yang tinggi sebaliknya, tetapi
kalau N responden cukup banyak atau dan range data yang tinggi kepada rendah
cukup luas, sebaiknya dalam bentuk distribusi bergolong. Berikut ini adalah Nilai
tes hasil belajar 30 orang mahasiswa:
Nilai Mahasiswa
3.5 3.25 3.0 3.5 3.0 3.25 3.5
3.0 3.0 3.75 3.5 3,25 3.5 3.5
3.0 3.25 3.5 3.0 3.0 3.5 3.5
3.6 3.8 3.0 3.25 3.5 3.75 3.0
3.5 3.5 2.5 2.5 2.4 2.6 2.5
Data tersebut dapat disusun dalam bentuk distribusi frekuensi tunggal
sehingga mudah dipahami.
Tabel 4. Nilai 30 orang Mahasiswa dalam
Mata Kuliah Statistik
Nilai Tally Frekuensi
3.8 1
3.75 2
3.6 1
3.5 12
3.25 5
3.0 9
2.6 1
2.5 3
2.4 1
N 35

Tabel distribusi tunggal kemudian disempurnakan dengan menghilangkan


kolom “tally” sehingga menjadi lebih baik.
Tabel 5. Nilai 30 orang Mahasiswa dalam
Mata Kuliah Statistik

Nilai Frekuensi
3.8 1
3.75 2
3.6 1
3.5 12
3.25 5
3.0 9
2.6 1
2.5 3
2.4 1
N 35
Dari data di atas dapat dikatakan bahwa 5 orang (14,28 %) dinyatakan
tidak lulus dalam mata kuliah Statistik, sedangkan ujian sebanyak 30 orang
(85,72%).

2. Distribusi Frekuensi Bergolong

Apabila jarak nilai atau skor terendah dengan tertinggi cukup lebar, dan N
sampel cukup besar maka sebaiknya peneliti menggunakan distribusi bergolong.
Langkah yang ditempuh adalah:
a. Langkah pertama : Cari dan tentukan skor tertinggi dan terendah pada data
yang akan disajikan.
b. Langkah kedua : Cari selisih antara skor tertinggi dan terendah
c. Langkah ketiga : Tentukan banyak kelas interval yang akan digunakan
dengan menggunakan rumus Sturges.
K = 1 + 3.3 log n
d. Jumlah kelas interval sebaiknya antara 5 sampai 15
e. Langkah keempat : Nilai/skor terendah sebagai awal kelas interval
pertama, dan seterusnya.
f. Langkah kelima : Susun format sesuai dengan yang dibutuhkan, tally data
dan kemudian sempurnakan tabel sehingga menjadi lebih baik.
Selanjutnya perhatikan contoh berikut:

143 115 111 119 75


149 117 114 88 130
125 118 115 94
128 112 116 93
130 115 119 90
135 117 97 88
134 118 92 95
Skot tertinggi 149
Skor terendah 75
N = 30
Banyak kelas interval K = 1 + 3.3 log n
1 + 3.3 x 1,477121255
1 + 4.8744500141 = 5.8744500141
dibulatkan jadi 6
Interval = (149 – 75) : 6
= 12.33333, dibulatkan jadi 13
Selanjutnya dapat disusun tabel distribusi bergolong sebagai berikut:
Tabel 6 : Distribusi Frekuensi Bergolong IQ Mahasiswa
(Tabel kerja)

No. Kelas Interval Tally Frekuensi


1 140 – 153 2
2 127 - 139 5
3 114 - 126 12
4 101 - 113 2
5 88 - 100 8
6 75 - 87 1
N 30

Selanjutnya kolom tally dihilangkan sehingga didapat tabel seperti di bawah


ini:
Tabel 7 : Distribusi Frekuensi Bergolong
IQ mahasiswa

No. Kelas Interval Frekuensi


1 140 – 153 2
2 127 – 139 5
3 114 – 126 12
4 101 – 113 2
5 88 – 100 8
6 75 – 87 1
N 30

B. Distribusi Frekuensi Absolut dan Relatif

Distribusi frekuensi absolute adalah suatu distribusi bilangan yang


menyatakan bahwa banyak data pada suatu kelompok teetentu. Distribusi ini
disusun besarnya apa adanya.

Tabel 8 : Distribusi Frekuensi Absolut dan Relatif

Kelas Interval Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif


No.
1 140 - 153 2 0.067
2 127 - 139 5 0.167
3 114 - 126 12 0.40
4 101 - 113 2 0.067
5 88 - 100 8 0.267
6 75 - 87 1 0.033
Jumlah 30 1.00

C. Distribusi Frekuensi Satuan dan Komulatif

Distribusi frekuensi satuan merujuk kepada banyaknya data/frekuensi pada


kelas interval tertentu, sedangkan distribusi frekuensi komulatif adalah distribusi
frekuensi yang menunjukkan jumlah frekuensi pada kelompok kelas interval
tersebut.
Tabel 9 : Distribusi Frekuensi Komulatif IQ mahasiswa
No. Kelas Interval Frekuensi Frekuensi Komulatif
1 140 - 153 2 30
2 127 - 139 5 28
3 114 - 126 12 23
4 101 - 113 2 11
5 88 - 100 8 9
6 75 - 87 1 1
N 30

Frekuensi total (absolut atau numerik) selalu sama dengan frekuensi


komulatif yang terakhir. Frekuensi komulatif ini sering digunakan dalam mencari
median. Frekuensi komulatif sering juga didusun dalam bentuk distribusi
komulatif kurang dari atau lebih dari atau sama dengan, seperti contoh berikut:
Contoh Tabel 10 : Distribusi Frekuensi Komulatif Kurang Dari
Kelas Interval Frekuensi Komulatif
< 153 30
< 140 28
< 127 23
< 114 11
< 101 9
< 88 1
< 75 0

Tabel 11 : Distribusi Frekuensi Komulatif Lebih Dari


atau Sama Dengan

Kelas Interval Frekuensi Komulatif


≥ 153 0
≥ 140 2
≥ 127 7
≥ 114 19
≥ 101 21
≥ 88 29
≥ 75 30
Tabel distribusi frekuensi komulatif dapat juga dikembangkan menjadi
distribusi komukatif relatif dengan menghitung:

Fk = x 100 %

Keterangan:
fkrel = frekuensi komulatif relatif
fk = frekuensi komulatif pada masing-masing kelas
∑f = frekuensi total
PERTEMUAN IV

I. Learning Outcome (Capaian Pembelajaran)

Mahasiswa mampu melakukan penyajian data

II. Materi Pokok:

a. Tabel
b. Diagram dan Grafik
c. Diagram Batang
d. Histogram
e. Grafik Poligon
f. Grafik Ogive
g. Grafik Garis
h. Diagram Pastel
i. Diagram Lambang
j. Kurva

III. Uraian Materi :

Penelitian pola kehidupan warga masyarakat, seperti penduduk dan


perkembangannya, perbandingan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi
masyarakat desa dan kota, pola hidup masyarakat yang tinggal di pedesaan
dengan perkotaan, atau perkembanagn jumlah siswa dan mahasiswa dikaitkan
dengan struktur kehidupan keluarga dan sebagainya atau interaksi sosial para
pendatang dengan pribumi, apabila diteliti dan hasilnya disajikan secara tepat dan
menarik akan memberikan dampak yang berarti bagi perkembangan wilayah
tersebut pada masa-masa mendatang. Masyarakat memahami bagaimana pola
hidup mereka dan para pengambil kebijakan atau pemangku kepentingan
(stakeholders) lainnya dapat pula mengambil tindakan sesuai dengan bidang
masing-masing. Data akan menjadi membosankan kalau tidak dikemas secara
apik dan menarik. Dalam konteks yang demikian, peran penyajian data secara
benar dan menarik sangat berarti.
Data dapat disajikan dalam bermacam cara sesuai dengan karakteristik data
yang tersedia. Banyak cara yang dapat digunakan dan dikembangkan, antara lain
(1) Tabel, (2) Diagran Batang, (3) Histogram, (4) Poligon, (5) Grafik dan (6)
Ogive. Masing-masing bentuk akan dikemukakan pada uraian lebih lanjut.

A. Tabel

Dalam pembuatan tabel, sangat tergantung pada jumlah variasi aspek data
yang disajikan. Namun perlu diingat penyajian data dalam tabel adalah untuk
memudahkan pembaca/orang lain memahami data tersebut, sesuai dengan tujuan
penyajian data tersebut. Oleh karena itu bukan kompleksitas tabel yang diperlukan
melainkan menjadi sah/tidaknya data itu dibaca orang lain.
Beberapa patokan yang perlu ada dalam suatu tabel adalah sebagai berikut:
1. Judul tabel harus jelas
2. Judul kolom (dan sub kolom kalau ada)
3. Judul baris
4. Sumber data (bagi yang kutipan)
Walaupun pada waktu membicarakan distribusi frekuensi telah ditampilkan
bermacam contoh, pada berikut dapat dilihat kerangka tabel tersebut, berdasarkan
patokan yang dikemukakan di atas.

Tabel 12 : Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas Di Kota A, tahun ….. - ……


Jumlah Jumlah Korban Kecelakaan (judul Kolom)
Tahun
Kejadian Meninggal Luka Berat Luka Ringan
2008 145 26 75 152
2007 121 26 80 76
2006 61 39 37 17
2005 21 17 12 11
2004 14 15 7 0
B. Diagram dan Grafik

Mendeskripsikan data dalam bentuk diagram dan grafik akan sangat


membantu peneliti dalam memvisulisasikan hasil penelitiannya dan menambah
kepedulian orang lain terhadap hasil penelitiannya.

1. Diagram Batang

Apabila hasil penelitian seseorang, data nominal atau data kategorikal,


sangat baik disajikan dalam bentuk diagram batang. Dalam menyusun diagram
batang, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. Sumbu datar (absis) dan sumbu tegak (ordinat)
Sumbu datar disebut sering juga dengan sumbu X (X besar) dan sumbu
tegak disebut juga dengan sumbu Y (Y besar). Kedua garis ini bertemu pada
satu titik, di sebelah kiri dan titik itu merupakan titik 0 (Nol)
b. Skala yang digunakan harus dimulai titik nol.
c. Diagram Batang dapat dibuat secara vertikal dan dapat juga secara
horizontal
d. Perbandingan panjang garis X dan garis Y, hendaklah berimbang. Di
samping itu lebar garis masing-masing batang (lebar batang) hendaklah
sama antara satu dengan yang lain.
e. Nama diagram dituliskan pada bagian bawah, agak ke tengah dan
dinyatakan dalam bahasa yang jelas, tepat dan pendek.
f. Letak masing-masing batang terpisah antara satu dengan lain.
Contoh: Perhatikan jumlah korban kecelakaan lalu lintas di bawah ini dan
selanjutnya data tersebut disajikan dalam bentuk diagram batang, sebagai berikut :
Tabel 13 : Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas

Jumlah Korban Kecelakaan


Tahun
Meninggal Luka Berat Luka Ringan
2008 26 75 152
2007 26 80 76
2006 39 37 17

40

30

20

10

0 2006 2007 2008


Diagram 1 : Jumlah Korban Meninggal Kecelakaan
Lalu lintas 2006-2008

Dari data di atas dapat juga dibuat diagram batang jumlah korban meninggal
dan Luka berat sebagai berikut:

80 Keterangan:

60 Meninggal

40 Luka Berat

20

Tahun 2006 2007 2008


Diagram 2 : Jumlah Korban Meninggal dan Luka Berat dalam
Kecelakaan Lalu Lintas, Tahun 2006 – 2008
160

140 Keterangan:

120 Meninggal

100 Luka Berat

80 Luka ringan

60

40
20

20
0
6

Tahun 8
20
0
7

Diagram 3 : Jumlah Korban Meninggal, Luka Berat dan Luka


Ringan dalam Kecelakaan Lalu Lintas, Tahun 2006 –
20

2008
0

2. Histogram

Apabila data yang didapat data bergolong atau ordinal, sebaiknya yang
digunakan histogram. Pada dasarnya histogram adalah sama dengan diagram
batang, hanya pada sumbu X dinyatakan batas nyata dari kelas interval.
Berikut ini adalah hasil tes kecerdasan, yang telah disusun dalam bentuk
data bergolong. Data ini dapat disajikan dalam bentuk histogram.

Tabel 14 : IQ Mahasiswa Fakultas X

Kelas Interval Frekuensi


140 – 152 2
127 – 139 5
114 –126 12
101 –113 2
88 – 100 8
75 – 87 1
12

10

74,5 87.5 101,5 114.5 127.5 139,5 153.5


Diagram 4 : Histogram IQ mahasiswa Fakultas X

3. Grafik Poligon

Poligon merupakan salah satu penyajian data, yang dapat dibuat dengan
menghubungkan titik tengah histogram dari masing-masing balok dengan satu
garis lurus, sehingga terbentuk suatu grafik. Secara sederhana langkah-langkah
dalam membuat poligon adalah sebagai berikut:
a.Buat garis X dan garis Y yang dipertemukan salah satu sudutnya, seakan
akan seperti segitiga siku-siku yang tidak ada sisi miringnya.
b. Beri nama sumbu X dan plot garis tersebut sebanyak kelas interval data.
Kemudian tambah satu titik di kiri dan di kanan, dengan maksud titik
awal dan titik akhir
c.Beri nama garis ordinat Y dan bagi garis tersebut dengan skal tertentu pula
sesuai dengan kuantum atau frekuensi yang ada.
d. Buat balok segi empat pada masing–masing kelas interval dengan
menggunakan batas nyatanya, sedangkan tinggi disesuaikan dengan
frekuensi masing-masing
e.Garis Y selalu mulai dari nol. Jangan lupa memberi label garisY
f. Dengan menggunakan penggaris cari titik temu nilai frekuensi dengan titik
tengah (midpoint) masing-masing kelas interval.
g. Hubungkan semua titik tengah yang diperdapat. Dimulai dari titik awal
tambahan dan diakhiri pula dengan titik akhir yang telah ditentukan
sebelumnya.

74,5 81 94 107 120 133 146 149.5

Diagram 5 : Histogram dan Poligon IQ Mahassiwa

4. Grafik Ogive (Ozaiv)

Ogive merupakan poligon meningkat (komulatif) dan banyak digunakan


dalam penyajian data penelitian. Sering juga disebut dengan distribusi frekuensi
komulatif yang divisualkan. Ini berarti menggunakan titik tengah sumbu X dan
sumbu vertikal adalah frekuensi komulatif. Langkah–langkah penyusunan Ogive
secara sederhana adalah sebagai berikut:
a. Buat garis X, sebagai garis mendatar (absis) dan garis Y sebagai garis
vertikal (ordinat). Kedua garis tersebut disusun sehingga membentuk
sudut siku-siku.
b. Pilih suatu patokan/standar pada garis X untuk menempatkan titik-titik
batas bawah nyata kelas interval. Selanjutnya beri label/nama sumbu X
dan sumbu Y.
c. Bagi sumbu Y dengan unit tertentu sesuai dengan kategori data yang
akan disajikan
d. Plot nol pada batas bawah nyata dari kategori pertama, kemudian pada
batas nyata atas dati tiap kelas/kategori.
e. Hubungkan semua titik yang didapat dengan garis lurus dan titik yang
terakhir adalah sama dengan N atau 100 % (kalau menggunaakan
persentase).
f. Selanjutnya perhatikan ogive berikut. Data yang digunakan adalah sama
dengan pada waktu menyusun Histogram.

Tabel 15: Tabel Frekuensi Komulatif IQ Mahasiswa di fakultas X

No. Kelas Interval Titik Tengah Frekuensi Frekuensi Komulatif


1 140 – 152 146 2 30
2 127 – 139 133 5 28
3 114 – 126 120 12 23
4 101 – 113 107 2 11
5 88 – 100 94 8 9
6 75 – 87 81 1 1
N 30
f
30 F 30
28
20 23
11
10
9
1.
IQ
81 94 107 120 133 146
Diagram 6 : Ogive Mahasiswa
Dapat juga ditampilkan dalam bentuk distribusi “Kurang dari”
Tabel 16 : Frekuensi Komulatif Kurang Dari

Kelas Interval Frekuensi Komulatif


< 153 30
<140 28
< 127 23
< 114 11
< 101 9
< 88 1
< 75 0
F
30 3
0
2
20 8
2
3
1
10 1

9
1
. IQ
74.5 101.5 127.5 153.5
87.5 113.5 140.5
Diagram 7 : Ogive IQ Mahasiswa (Kurang Dari)
Contoh data : Distribusi Frekuensi Komulatif Lebih Dari
atau Sama Dengan
Tabel 17 : Frekuensi Komulatif Lebih Dari atau Sama Dengan
Kelas Interval Frekuensi Komulatif
≥ 153 0
≥140 2
≥ 127 7
≥ 114 19
≥101 21
≥ 88 28
≥ 75 30
CF
30 3
0
2
20 8
2
3
1
10 1

9
1 IQ
74.5 101.5 127.5 153.5 .

87.5 113.5 140.5


Diagram 8 : Ogive IQ Mahasiswa dalam bentuk Lebih dari

5. Grafik Garis

Diagram garis ini lebih tepat digunakan apabila seseorang ingin


kecendrungan (trend) perkembangan suatu penomen, seperti kecendrungan
perkembangan penduduk, kecelakaan tiap tahun, perkembangan murid,
pendapatan dan sebagainya. Dengan data yang tersaji dalam diagram garis, dapat
diamati apakah meningkat atau menurun dalam periode waktu tertentu.
Jumlah/Frekuensi kecelakaan lalu lintas tahun 2004-2008 di kota X adalah
sebagai berikut:

Tabel 18 : Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas di Kota X 2004 - 2008


Tahun Jumlah Kejadian
2008 145
2007 121
2006 61
2005 21
2004 14

Berdasarkan data tersebut dapat disusun diagram garis sebagai berikut:


f
150 14
5
12
1
100

6
1
50

2
1
1
4 Tahun
2004 2005 2006 2007 2008

Diagram 9 : Kecelakaan Lalu Lintas Tahun 2004-2008 di kota X

6. Diagram Irisan/Pastel (Pie Chart)

Penyajian data dalam bentuk lain adalah diagram Pastel. Bentuk ini sering
digunakan untuk menggambarkan jumlah penduduk suatu wilayah serta sektor
lapangan pekerjaan yang ditempatinya. Berhubung karena penampilan data dalam
bentuk satu lingkaran, jumlah frekuensi masing-masing kelompok hendaklah
dirubah menjadi persen (%). Oleh karena itu grafik pastel/lingkaran adalah grafik
yang disusun berdasarkan distribusi relatif.
Berikut ini data penduduk dalam suatu kota X tahun 2008, menurut
lapangan usaha.
Tabel 19 : Jenis Lapangan Usaha di Kota X Tahun 2008

Lapangan Usaha Jumlah %


1.Pertanian 90.030 57
2.Indusri 46.083 29
3.Jasa 22.362 14
Jumlah 158.475 100

Sumber: Kab.Lima Puluh Kota dalam Angka 2008/2009


Data jumlah penduduk menurut lapangan usaha, kemudian dirubah menjadi
persen, sehingga dapat diketahui persentase jumlah penduduk menurut lapangan
usaha. Data tersebut kemudian dapat disajikan dalam bentuk diagram pastel,
sebagai berikut:

Jasa
14%
Pertania .
. n
57
Industri
29%

Gb 1 : Diagram Pastel Penduduk Kab.X menurut


Menurut Lapangan Usaha, tahun 2008/2009
7. Diagram Lambang

Diagram lambang adalah penyajian data dengan menggunakan gambar atau


lambang-lambang tertentu. Umpama: untuk menggambarkan penduduk suatu
wilayah dalam digunakan lambang manusia; untuk penyebaran sekolah digunakan
lambang rumah. Biasanya satu mewakili sejumlah data yang divisualkan, seperti
1000 penduduk dilambangkan oleh satu gambar manusia, 10 sekolah
dilambangkan oleh satu gambar sekolah
Gb 2 : Penyebaran Penduduk suatu Wilayah
Keterangan:
= 1000 penduduk
= Jalan Raya
8. Kurva

Apabila poligon diperhalus sudut-sudut yang terhubung maka akan kurva.


Kurva dapat dibedakan atas beberapa bentuk, yaitu
1. Kurva simetri
2. Kurva a simetri
Kurva sehingga adalah apabila kedua sisi kiri dan kanan dilipat di tengah,
maka lipatan-lipatan itu akan saling menutupi secara utuh sehingga lipatan
sebelah kiri akan menutupi lipatan bagian kanan secara keseluruhan. “A
symetrical curva is one in which the two sides of the distribution would exactly
correspond, if the figure were to be folders over at its sentral point”. Kurva
asimetri tidak demikian adanya. Kurva asimetri sering juga disebut dengan kurva
juling, baik juling ke kiri maupun juling ke kanan.
Beberapa bentuk kurva simetri :
a. Kurva normal
b. Leptokurtic
c. Mesokurtic
d. Playkurtic
e. Rectacgular
Kurva normal tergantung pada dua parameter, yaitu rata-rata hitung populasi
dan simpangan baku populasi, kalau dalam sampel adalah rata-rata dan simpangan
baku. Beberapa karakteristik kurva normal : (1) belahan kiri dan kanan titik
tengah simetris, ke kanan X + 3 SD, sedangkan ke kiri X - 3 SD, (2) luas daerah
di atas sumber data sama dengan 1. (1) grafik selalu di atas sumbu datar X.
Selanjutnya perhatikan grafik di bawah ini:

34,13 34,13

13,59 13,59

2,15 2,15

- 3 SD - 2 SD -1 SD
Mean +1 SD + 2 SD +3 SD
Media
n
Mode

Mode

Gambar 3 : Kurva Normal dan Luas Daerah dibawahnya.


Kurva Leptokutic adalah suatu kurva yang berbentuk bell langsing,
sedangkan kurva mesokurtic kurva yang berbentuk bell sedang. Kurva playkurtic
adalah kurva simetris dan berbentuk bell gemuk. Sedangkan kurva rectangular
adalah kurva berbentuk segi empat masing-masing kurva dapat diamati pada
gambar di bawah ini.
Gb 4 : Kurva Leptokutic Gb 5 : Kurva Mesokurtic

Gb 6 : Kurva Playkurtic Gb 7 : Kurva Rectagular

Gb 8 : Kurva Juling Kiri/Negatif Gb 9 : Kurva Juling Kanan/Positif


PERTEMUAN V

I. Learning Outcome (Capaian Pembelajaran)

Mahasiswa mampu memahami konsep tendensi sentral

II. Materi Pokok:

A. Ukuran Kecenderungan Sentral


1. Mean/Rerata
2. Perhitungan Mean dari Data Mentah/Skor Kasar
3. Mencari Mean dari Distrubusi Tunggal
4. Mencari Mean dari Distribusi Berganda/Bergolong
5. Mencari Rata-rata Hitung Berdasarkan Frekuensi Titik Tengah
6. Mencari Mean dengan menggunakan Mean Terkaan
7. Mencari Rata-rata Hitung Berdasarkan Mean Terkaan/Rata-rata Dugaan
8. Median
9. Mencari Median dengan Data Tunggal5
10. Mencari Median dengan Data Bergolong
11. Mode/Modus
12. Mencari Mode dengan Data Tunggal
13. Mencari Mode dengan data Bergolong
14. Hubungan Mean, Median dan Mode dalam Suatu Distribusi

III.Uraian Materi
Pengukuran Kecendrungan Sentral (sentral tendency) merupakan bentuk-
bentuk analisis statistik dalam kelompok deskriptif, seperti yang pernah
disinggung pada awal tulisan ini. Seandainya sesesorang meneliti penyebaran
penduduk menurut umurnya, maka kecendrungan terbanyak jumlah penduduk
akan berada pada bagian tengah. Demikian juga kalau dikumpulkan data
pendapatan (income) penduduk dalam suatu kota atau kabupaten atau dalam
provinsi. Skor yang cendrung memusat di tengah, akan sangat membantu peneliti.
Penduduk yang berpendapat sedikit dan yang tinggi sekali relatif sedikit. Tetapi
perlu diingat bahwa penggambaran dengan menggunakan ukuran sentral hanya
rnenggambarkan kelompok yang diteliti, dan tidak dimaksudkan untuk mengambil
inferensi-inferensi pembuktian hipotesis.

Gb 10 : Kurva Sebaran Penduduk


Dengan demikian ukuran kecendrungan sentral, mencari gejala memusatnya
data tersebut dimana, dan serta di usia berapa penduduk terbanyak, berdasarkan
data yang dikumpulkan.
Ukuran kecendrungan sentral ada 3 macam, yaitu (1) Mean, (2) Median dan
(3) Mode. Ketiga cara itu menggunakan teknik yang berbeda-beda.

A. Mean/Rerata

Arti dari Mean adalah angka rata-rata. Kalau N kecil dan datanya yang
tersedia adalah data interval dan ratio, maka peneliti dapat mencari Mean/rata-rata
data tersebut, tetapi kalau N datanya banyak (N frekuensi data), maka menghitung
dengan cara langsung akan memakai waktu yang cukup lama dan kurang praktis.
Oleh karena itu ada 3 cara dalam menghitung Mean/Rata-rata, yaitu: (1) data
langsung (data mentah) yang belum disusun dalam bentuk distribusi frekuensi, (2)
data yang disusun kedalam bentuk distribusi tunggal, dan (3) data yang disusun
dalam bentuk distribusi bergolong.

B. Perhitungan Mean dari Data Mentah/Skor Kasar

Apabila berdasarkan temuan didapat sejumlah angka, maka angka rata-rata


dapat dihitung dengan menjumlahkan skor/nilai-nilai dibagi dengan jumlah
individu dalam kelompok nilai-nilai itu.
Formula yang digunakan:

Keterangan:

= Rata-rata hitung yang dicari


X1, X2, X3, …Xn = Skor masing-masing individu
N = Jumlah individu kelompok

Atau

Contoh : Dalam tahun 20011, terjadi bermacam pelanggaran lalu lintas. Jumlah
pelanggaran tiap bulan adalah berikut:
Tabel 20 : Pelanggaran Lalu Lintas di Kota Solok Tahun 2008
Jumlah
No. Bulan
korban
1 Januari 665
2 Februari 584
3 Maret 432
4 April 440
5 Mei 387
6 Juni 368
7 Juli 386
8 Agustus 240
9 September 245
10 Oktober 272
11 Nopember 401
12 Desember 104
Jumlah 4523
Sumber Kota Solok dalam angka 2008 - 2012

=
=

Mean/Rata-rata kecelakaan tiap bulan = = 376.92


Ini berarti rata-rata kecelakaan tiap bulan di wilayah ini tahun 2011/2012,
sebanyak 376.92 (dibulatkan menjadi 377 kali). Kecelakaan tahun 2010 sebanyak
6662 atau rata–rata kecelakaan perbulan 555.17. Kalau dibandingkan jumlah
kecelakaan tahun 2010 dengan jumlah kecelakaan tahun 2011, ternyata tahun
2011 lebih rendah dari 2010. (Mean 376.92 < 555.17). Cara mencari Mean seperti
di atas hanya berlaku untuk data murni atau skor kasar.

C. Mencari Mean dari Distribusi Tunggal

Apabila dalam suatu penyebaran data, terdapat individu yang mempunyai


skor yang sama, maka penyebaran data itu disusun terlebih dahulu dalam bentuk
distribusi frekuensi tunggal, kemudian baru dicari nilai rata-ratanya. Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut:

=
Keterangan:

= Rata-rata hitung
fi = frekuensi datayang ke i
fi X i = perkalian frekuensi dengan nilai data ke i
∑ fi Xi = jumlah skor total
N = jumlah inividu dalam kelompok

Contoh: Berikut ini tinggi badan siswa yang disusun dalam bentuk distribusi
frekuensi tunggal.
Tabel 21 : Distrubusi Frekuensi Tinggi Badan Siswa

Tinggi badan (cm) Frekuensi fiXi


135 7 945
132 10 1320
130 7 910
125 4 500
120 2 240
Jumlah 30 ∑ fiXi = 3915

= = 130.5
Berdasarkan perhitungan tersebut tinggi rata-rata siswa dalam contoh ini
adalah 130.5 cm.

D. Mencari Mean dari Distribusi Berganda/Bergolong

Mencari rata-rata dari distribusi bergolong, berarti mencari rata-rata dari


data yang telah didusun dalam kelas-kelas interval, bukan dari data distribusi
tunggal atau dari skor kasar. Dalam hal ini dapat digunakan dua cara, yaitu
berdasarkan (1) frekuensi titik tengah dan (2) mean terkaan/rata-rata hitung
dugaan.
E. Mencari Rata-rata Hitung Berdasarkan Frekuensi Titik Tengah

Suatu hal yang berbeda dengan skor kasar adalah nilai di sini adalah nilai
titik tengah masing-masing kelas interval, bukan skor kasar individual. Berhubung
karena skor /data menyebar dan tersebar, maka beberapa langkah yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Tentukan terlebih dahulu nilai tertinggi dan terendah dalam data yang akan
diolah.
2) Tentukan jumlah kelas interval yang dibutuhkan.
Untuk banyak kelas interval, dapat dgunakan K = 1 +3.3log n
3) Buat kelas interval sebanyak yang dibutuhkan
4) Masukkan data, dan cari frekuensi (f)
5) Tentukan titik tengah (midpoint) dari tiap kelas interval dengan
menjumlahkan exact upper dan lower limit dan kemudian dibagi dua.
6) Kalikan nilai titik tengah tiap tiap kelas interval dengan frekuensi masing-
masingnya (fiXi)
7) Jumlah hasil perkalian fiXi masing-masing kelas interval sehingga didapat
jumlah keseluruhan/total
8) Bagi jumlah total (hasil langkah ketujuh) dengan N atau f.

Sebaran data : 24 25 35 48 25 36 38 67 45 23 78 56 35 33 45 56
58 49 30 59 40 65 76 54 32 78 76 64 79 57
Nilai terendah = 23
Nilai tertinggi = 79
Range 79 - 23 = 56
Jumlah kelas interval ; K = 1 + 3.3 log 30
1 + 3.3 x1.477
5.8741 I dibulatkan jadi 6
Interval = 56 : 6 = 9.33 (dibulatkan jadi 6)
F. Mencari Mean dengan menggunakan Mean Terkaan

Dengan mengikuti langkah seperti yang telah dikemukakan, akan didapat


distribusi frekuensi bergolong sebagai berikut:
Tabel 22 : Mean dengan Midpoint
Kelas f Titik tengah fXi
Interval (Xi)
70 - 79 5 74.5 372.5
60 - 69 3 64.5 193.5
50 - 59 6 54.5 327
40 - 49 5 44.5 222.5
30 - 39 7 34.5 241.5
20 - 29 4 24.5 98
N 30 1455

Fi = 30
fXi = 1455

= = 48.5

G. Mencari Rata-rata Hitung Berdasarkan Mean Terkaan/ Rata-rata


Dugaan

Cara kedua yang dapat digunakan untuk mencari Mean adalah dengan
menggunakan Mean Terkaan/Rata-rata Terkaan/Dugaan. Dalam konteks ini,
bukan sekedar menerka tanpa perhitungan, tetapi memperkirakan dengan baik,
dimana kira-kira letak nilai rata-rata itu, (pada kelas interval yang mana).
Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut
1) Ambil salah satu kelas interval yang diduga mean yang sebenarnya tidak
begitu jauh meleset dari angka–angka tersebut
2) Letakkan nol sejajar dengan mean perkiraan itu pada kolom deviasi yang
sudah disiapkan
3) Letakkan angka 1, 2, 3 dan seterusnya berurut ke atas pada kolom deviasi
di atas nol pada mean terkaan, pada kolom yang telah disiapkan
4) Letakkan angka -1, -2 ,-3 dan seterusnya berurut ke bawah pada kolom
deviasi di bawah nol mean terkaan pada kolom yang telah disiapkan
5) Mengalikan frekuensi masing-masing kelas interval dengan deviasi deviasi
tiap kelas interval
6) Menjumlahkan deviasi yang sudah dikalikan dengan frekuensi tersebut
7) Membagi hasil pada langkah 6 dengan N
8) Kalikan hasil langkah 7 dengan I (interval)
9) Tambahkan hasil langkah 8 dengan MT (Mean terkaan)
Langkah tersebut di atas sesuai dengan rumus Mean Terkaan sebagai

berikut: M = MT +[ xi
Keterangan:
M = Mean
MT = Mean Terkaan

= Jumlah penyimpangan I deviasi dari mean terkaan


setelah dikalikan dengan frekuensi
x = deviasi dari mean terkaan
N = jumlah individu atau jumlah frekuensi
i = interval

Berdasarkan data seperti di atas dapat disusun disusun kembali distribusi


frekeunsi, deviasi dan mean terkaan sebagai berikut
Tabel 23 : Mean Terkaan
Kelas
F
Interval
70 – 79 5 3 15
60 – 69 3 2 6
50 – 59 6 1 6
40 – 49 5 0 0
30 – 39 7 -1 -7
20 – 29 4 -2 -8
N 30 ∑ = 12
MT = 44.5
N = 30

∑ = 10
I = 10
M
= 44.5 + x 10
M = 44.5 + 4 = 48.5

Seandainya dalam suatu sebaran ada beberapa sub kelompok. Mean masing
sub kelompok dapat dicari dengan salah satu tek nik di atas, maka mean total
dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Mean Total =

Keterangan
n1 = jumlah sub sampel ke 1
n2 = jumlah sub sampel ke 2
n3 = jumlah sub sampel ke 3
nk = jumlah sub sampel ke k
M1 = jumlah rata-rata sub sampel ke 1
M2 = jumlah rata-rata sub sampel ke 2
M3 = jumlah rata-rata sub sampel ke 3
Mk = jumlah rata-rata sub sampel ke k

Contoh: Lima sub sampel, masing-masing berukuran (n) 6,7,9,11, dan 13, dengan
rata-rat tiap kelompok:80, 70, 120, 100, dan 140

Mean kelompok (total) =

Mt = =
Mt = 98.26
Apabila n sub kelompok adalah sama, maka Mean gabungan dapat dicari
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
M1 + M2 + M3 +…….. + Mk

Mt =
Keterangan: k = jumlah sub grup

H. Median

Median merupakan ukuran suatu kecendrungan sentral yang


menggambarkan letak suatu nilai yang membatasi frekuensi ke atas dan ke bawah
adalah sama. Atau dapat juga dikatakan suatu nilai yang membatasi 50 %
frekuensi distribusi bagian atas dan 50 % frekuensi distribusi bagian bawah.

I. Mencari Median dengan Data Tunggal

Apabila jumlah N distribusi ganjil, median adalah nilai (data) yang paling
tengah, setelah nilai-nilai itu diurutkan terlebih dahulu. Contoh: Berikut ini
adalah penyebaran data tinggi badan 9 orang siswa Sekolah Menengah Atas.
167, 169, 157, 146, 158, 170, 166, 163 dan 154
Angka tersebut kemudian diurutkan dari yang tinggi kepada yang rendah, sebagai
berikut:

Tabel 24 : Median Data Tunggal dengan Jumlah Data Genap

Nomor Urutan Tinggi badan Median yang dicari


1 170
2 169
3 167
4 166
5 163 163
6 158
7 157
8 154
9 146
Berdasarkan data yang telah diurutkan, median sebaran nilai tinggi badan
adalah 163,karena angka 163 merupakan urutan yang ditengah.
Apabila N individu penyebaran data adalah genap, maka nilai median,
adalah urutan nilai yang ditengah dibagi dua. Contoh: Sebaran data dengan N=8

169, 157, 146, 158, 170, 166, 163 dan 154

Selanjutnya data tersebut disusun dalam suatu urutan, sebagai berikut:


Tabel 25 : Median Data Tunggal dengan Jumlah Data Ganjil
Nomor Urutan Tinggi badan Median yang dicari
1 170
2 169
3 166
4 163
5 158
6 157
7 154
8 146

Dua nilai tinggi badan yang ditengah (urutan keempat dan kelima) adalah
163 dan 158. Selanjutnya gunakan rumus median untuk data tunggal dengan N
genap.

Median = = 160.5
Oleh karena itu Median sebaran tinggi badan adalah: 160.5

J. Mencari Median dengan Data Bergolong

Apabila sebaran data cukup banyak dan luas, maka sebaiknya penelti
menggunakan teknik mencari median dengan data bergolong. Rumus yang dapat
digunakan adalah sebagai berikut:

Median = Bb +

Keterangan:
Mdn = Median
Bb = Batas nyata dari kelas interval yang mengandung
median
Kfb = Komulatif frekuensi dibawah frekuensi kelas interval
yang mengandung median
fmdn = Frekuensi kelas interval yang mengandung median
I = Lebar internal
N = Jumlah frekuensi dalam distribusi

Langkah-langkah yang ditempuh dalam mencari median dengan data


bergolong adalah sebagai berikut:
1) Kelompokkan data suatu distribusi frekuensi, sebaiknya dimualai dari
kategori yang paling rendah
2) Susun frekuensi komulatif, dengan jalan menjumlahkan frekuensi dari kelas
interval terendah sampai kelas interval teratas
3) Interval yang mengandung median itu (N/2). Frekuensi tersebut akan
menunjukkan pada kelas interval mana, median itu mungkin akan didapat.
4) Tetapkan batas bawah nyata (Bb), yaitu pada kelas interval yang
mengandung median
5) Tentukan kfb, yaitu komulatif frekuensi yang terletak di bawah kelas
6) Mengurangi ½ N dengan kfb
7) Mengalikan hasil langkah 6 dengan i (interval)
8) Membagi hasil langkah 7 dengan f mdn
9) Menambahkan hasil langkah 8 dengan Bb

Aplikasi penggunaan rumus median dengan data bergolong, digunakan data


yang sama dengan yang mencari mean data bergolong, sebagai berikut:

Sebaran data : 24 25 35 48 25 36 38 67 45 23 78 56 35 33 45 56
58 49 30 59 40 65 76 54 32 78 76 64 79 57

Nilai terendah = 23
Nilai tertinggi = 79
Range 79 - 23 = 56
Jumlah kelas interval ; K = 1 + 3.3 log 30
1+ 3.3 x1.477
5.8741 dibulatkan jadi 6
Interval = 56: 6 = 9.33 (dibulatkan jadi 6)

Selanjutnya disusun kelas interval, dicari frekuensi masing-masing kelas interval


dan komulatif frekuensi.

Tabel 26 : Median Data Bergolong


Kelas Interval f Kf
70 -79 5 30
60 69 3 25
50 59 6 22
40 -49 5 16
30- 39 7 11
20 29 4 4
N 30

Kelas interval yang mengndung median adalah 40 – 49, karena pada kelas
interval itu terdapat frekuensi 15 ( ½ N) , Bb = 39.5, kfb = 11 dan fmdn = 5

Median = Bb +

= 39.5 +

= 39.5 + x 10

Mdn = 47.5

K. Mode (Modus)

Mode merupakan salah satu ukuran kecendrungan sentral yang menyatakan


keterpusatan data dari suatu sebaran data. Keterpusatan itu ditunjukkan oleh
jumlah frekuensi masing-masing nilai atau skor. Atau juga dikatakan Mode adalah
skor yang mempunyai frekuensi terbanyak dalam suatu sebaran sekumpulan data.
L. Mencari Mode dengan Data Tunggal

Mode sebaran data sangat ditentukan oleh frekuensi munculnya skor


masing-masing data dari sekelompok data. Misal ada sebaran sekompok data: 15,
20, 30, 23, 24, 25, 28, 30,21. Kalau diperhatikan data tersebut maka mode
adalah 30, karena angka 30 muncul dua kali, sedangkan lain hanya satu kali.
Oleh karena itu mode nya hanya satu maka unimodal.
Kalau dilihat data lain, seperti : 20, 25, 28, 30, 35, 36, 21, 27, 25, 28, 32, 40,
34,33,22, dapat diartikan bahwa terdapat dua skor yang mmpunyai frekuensi yang
sama, yaitu: 25 muncul dua kali, sedangkan skor 28 juga muncul dua kali, maka
modusnya adalah 25 dan 28. Kalau modus suatu sebaran dua skor (dalam contoh
ini 25 dn 28) maka disebut juga bimodal. Berikut ini adalah beberapa angka yang
muncul lebih dari dua kali.
Contoh : 25, 28, 39, 35, 36, 21, 27, 25, 30, 32, 40, 34,33,22., 32, 26, 21

Ini mode angka tersebut lebih dari dua kali. Hal ini disebut juga dengan
mode dengan multimodal.

M. Mencari Mode dengan Data Bergolong

Bilamana makna konsep tentang modus telah dipahami, maka konsep


tersebut dapat pula diberlakukan untuk data yag dikelompokkan dalam kelas
Interval, kalau kurvanya unimodal. Kelas interval yang mempunyai skor tertinggi
patut diduga disanalah letak Mode secara kasar. Nilai titik tengah/midpoint kelas
interval dapat dijuga mewakili Mode sebaran data.
Table 27 : Mode Data Bergolong
Nilai Ujian Titik Tengah Frekuensi Kf
80 - 89 84.5 2 44
70 - 79 75.5 9 42
60 - 69 64.5 14 33
50 - 59 54.5 9 19
40 - 49 44.5 9 10
30 -39 34.5 1 1
N 44
Berdasarkan data di atas kelas interval yang mendapatkan frekuensi
tertinggi adalah 60-69. Nilai titik tengah kelas interval tersebut, sebesar 64.5
dengan demikian, secara kasar dapat diduga bahwa Mode sebaran sebesar 64.5.
Kalau peneliti lebih halus lagi hasilnya gunakan rumus dalam mencari Mode
sebagai berikut.

Mo = b + p

Keterangan:
Mo = Modus
B = Batas bawah kelas interval modus
f1 = selisih frekuensi antara kelas modus dan kelas
sebelumnya
f2 = selisih frekuensi antara kelas modus dan kelas
berikutnya

Mo = 59.5 + 10

Mo = 59.5 + 10
= 59.5 = 10
= 69.5
Rumus lain yang dapat diguanakan adalah sebagai berikut:
Mode = 3 Median - 2 Mean
Setelah dicari Mean dan Median data di atas, didapati
Mean = 60.89
Median = 61.81.
Selanjutnya Mode dapat dicari.
Mode = (3 x 61.81) – (2 x 60.89
= 185.63 - 121.78
= 63.65
N. Hubungan Mean, Median dan Mode dalam Distribusi

Kedudukan Mean, Median, dan Mode dalam suatu distribusi sangat


ditentukan oleh sebaran datanya. Ada kelompok data yang tersebar secara simetri,
yaitu data yang seimbang, yaitu frekuensi skor yang rendah dan yang tinggi
seimbang, dengan yang terbanyak di bagian tengah. Pada kurva yang simetri ini,
Mean, Median dan Mean boleh dikatakan terletak pada satu titik, Mean = Mdn
=Mode, seperti gambar di bawah ini

Mean
Median
Mode
Gb. 11 : Hubungan Mean, Median, Modus dalam suatu distribusi
Di samping distribusi normal (normal distribution) juga ada distribusi juling
kiri (negatively skewed distribution) dan distribusi juling kanan (positively skewed
distribution). Distribusi dikatakan juling kiri apabila Mode > Median > Mean dan
terletak disebelah kanan Mean. Distribusi dikatakan juling positif, apabila Mode <
Median < Mean, dan terletak di sebelah kiri Mean.
PERTEMUAN VI

A. Learning Outcome (Capaian Pembelajaran)

Mahasiswa mampu memahami konsep ukuran letak, desil, kuartil


dan persentil

B. Materi Pokok:

1. Kuartil

2. Desil

3. Persentil

C. Uraian Materi
Dalam ilmu-ilmu sosial sering seseorang ingin posisi seseorang
dibandinglan temannya, atau dimana letak seorang di dalam bersama diantara
teman yang lain. Ukuran kecendrungan sentral tidak mungkin menjawab hal
demikian, karena lebih terfokus pada sentralnya, kecuali kalau digunakan p 50 yang
mewakili titik tengah median. Untuk itu dalam ilmu statistik diperkenalkan
konsep kuartil (perempatan) desil (perpuluhan) dan persentil (perseratusan).
Kuartil adalah nilai yang memisahkan nilai/skor dalam suatu distribusi tiap 25%
frekuensi dalam suatu distribusi, sedangkan desil dapat memisahkan tiap sepuluh
persen. Kalau seseorang menginginkan norma yang yang lebih halus lagi maka
gunakalah persentil, sebab persentil memisahkan skor setiap 1 %.
1. Kuartil

a. Pengertian Kuartil

Seperti telah disinggung di atas, kuartil merupakan yang membagi distribusi


suatu sebaran data menjadi empat kategori yang sama setelah sebaran data
tersebut disusun urutan nilainya dari nilai terkecil hingga nilai yang tertinggi.
Kuartil pertama (K1) adalah suatu nilai yang membatasi 25% frekuensi dibagian
bawah dari 75 persen frekuensi distribusi di bagian atas. K 2 adalah suatu nilai
yang memisahkan 50% frekuensi di bawahnya dan 50% frekuensi di atasnya,
sedangkan K3 merupakan nilai yang memisahkan 75% frekuensi di bawahnya dan
25% frekuensi di atasnya. Selanjutnya perhatikan diagram berikut di bawah ini.

25
75%
50 % %
K3
K2 75%
50%
K125%

b. Cara Menghitung Kuartil

Pada uraian sebelumnya telah dikemukakan cara mencari median, baik


untuk data tunggal, maupun untuk yang dikelompokkan. Cara mencari ukuran
letak kuartil, tidak jauh berbeda dengan cara mencari median. Letak perbedaan
adalah kalau kuartil adalah skor/nilai terletak pada kelipatan perempatan dari
sebaran data. Andaikata N data =100, maka K 1 adalah skor/nilai pada urutan data
ke 25; K2 adalah skor/nilai pada urutan ke 50, dan K 3 adalah skor/nilai pada
ukuran ke 75. Cari mencarinya berbeda pada data tunggal dengan data yang telah
dikelompokkan dalam bentuk kelas interval.

a. Data Tunggal

Dalam mencari skor/nilai dari data tunggal dapat digunakan formula sebagai
berikut:
K = data ke

Keterangan
K = nilai/skor kuartil yang dicari
I = 1,2,3 , yang menujukkan K1, atau K2, atau K3
Contoh: Sebaran data: 166,170,167,169,163,142, 148,154,157,158,164.
N = 11
Selanjutnya masuk ke dalam rumus:

K1 = data ke

K1 = data ke
K1 = data ke 3

K2 = data ke
K2 = data ke 6

K3 = data ke
K3 = data ke 9
Selanjutnya sebaran data diurutkan dari yang rendah kepada yang tinggi,
seperti juga dalam mencari median, sebagai berikut
Tabel 28: Kuartil Data Tunggal N Tuntas dibagi 4
Tinggi badan Letak Kuartil
170
169
167 K3
166
164
163 K2
158
157
154 K1
148
142
Berdasarkan sebaran data yang telah diurutkan dapat diketahui
bahwa : K1 = 154
K2 = 163
K3 = 167
Seandainya data genap (N = genap, atau tidak tuntas dibagi dengan 4, maka
dalam mencari nilai/skor K1, K2 dan K3.lagi, dengan mencari berapa nilai/skor
urutan yang masih tersisa.

Perhatikan contoh sebaran data berikut: 167,158,169,154,163,142, 148,157


K1 = data ke

K1 = data ke
2.25
Data tersebut disusun dalam sebaran urutan dari rendah ke tinggi, sebagai
berikut:
Tabel 29 : Kuartil Data Tunggal N Tidak Tuntas dibagi 4
Tinggi badan Letak Kuartil
169
167
163
158
157
154
148
142
Nilai K1 yang dicari adalah nilai urutan kedua, ditambah dengan 0.25 x
selisih skor urutan ketiga dan kedua.
Nilai/skor K1 = 148 + {0.25 x (154 - 148)} =
= 148 + 1.5
= 149.5
Jadi Nilai/skor K1 = 149.5
Pola yang sama dapat pula digunakan untuk mencari nilai/skor K2 dan K3,
dengan mengganti i sesuai dengan urutan letak K yang dicari.

b. Mencari Kuartil untuk Data Bergolong

Tidak jauh berbeda dengan mencari Median terhadap data yang telah
dikelompokkan, maka untuk Kuartil, dapat digunakan rumus kuartil pertama (K1)
adalah sebagai berikut:
K1 = Bb + { }i

Keterangan:
K1 = Kuartil pertama
Bb = Batas bawah nyata
kfb = Komulatif frekuensi di bawah kelas interval
yang mengandung K1
I = Interval
N = Jumlah frekuensi dalam distribusi
fd = Frekuensi dalam interval yang mengandung K1
Sebaran data Nilai dalam Mata Kuliah Statistik
: 24 25 35 48 25 36 38 67 45 23 78 56 35 33 45 56
58 49 30 59 40 65 76 54 32 78 76 64 79 57

Nilai terendah = 23
Nilai tertinggi = 79
Range 79 - 23 = 56

Jumlah kelas interval : K = 1 + 3.3 log 30


1+ 3.3 x 1.477
5.8741 dibulatkan jadi 6
Interval = 56: 6 = 9.33 (dibulatkan jadi 6)
Selanjutnya disusun kelas interval, dicari frekuensi masing-masing kelas interval
dan komulatif frekuensi.
Tabel 30 : Kuartil Data Bergolong
Kelas Interval f kf
70 - 79 5 30
60 69 3 25
50 59 6 22
40 - 49 5 16
30 - 39 7 11
20 29 4 4
N 30

K1 terletak pada urutan data ke ¼ x 30 = 7.5. Ini berarti nilai K 1 berada


pada kelas I nterval 30 - 39. Bb = 29.5, fd = 7. Kf b = 4. Interval = 10. Selanjutnya
dapat dimasukkan ke dalam rumus:

K1 = 29.5 + { } 10
= 29.5 + (3.5 :7) x 10
= 29.5 + ( 0.5 x 10)
= 34.5
Jadi nilai/skor K1 = 34.5
Selanjutnya untuk mencari skor/nilai K2 dapat rumus pola K1, dengan
rumus sebagai berikut:

K2 = Bb + { }i
Dengan data pada tabel di atas dapat diketahui:

Letak K2 berada pada data ke 15. Ini berarti K2 berada pada kelas interval
40-49.

Bb = 39.5
Kfb = 7
Fd = 5
i = 10
Selanjutnya masukkan ke dalam rumus, sebagai berikut:

K2 = Bb + { }i

K2 = 39.5 + 10

K2 = 39.5 + 10

K2 = 39.5 + 8
K2 = 47.5
Pola yang sama diterapkan untuk mencari K3, menyesuaikan rumus seperti
K2, sehingga tersusun rumus sebagai berikut:

K3 = Bb + { }i
Letak K3 berada pada urutan ¾ x 30 = 22.5. Oleh karena itu K3 berada
dalam kelas interval 60 – 69.
Bb = 59.5.
Kfb = 22
Fd =3
Selanjutnya masukkan ke dalam rumus:

K3 = 59.5 + { 10
K3 = 59.5 + 1.67
K3 = 61.17
Dari berbagai hasil di atas, dapat dikatakan bahwa skor/nilai = 34.5 adalah
nilai yang menjadi angka pemisah, 25% dari mahasiswa dibandingkan dengan
75% di atasnya. Andaikata angka/skor K3 dijadikan patokan lulus (61.17), 25% di
atas itu akan dinyatakan lulus dan 75 di bawahnya akan dinyatakan gagal dalam
ujian Statistik, namun dosen yang bersangkutan belum mempunyai patokan kalau
yang bersangkutan menginginkan patokan 60% atau 70%. Untuk ini harus
digunakan Desil, sebagaimana yang akan dikemukakan berikut ini.

B. Desil

1. Pengertian Desil

Kalau kuartil membagi suatu distribusi atas 4 bagian, sedangkan Desil


membagi suatu sebaran frekuensi atas perpuluhan, seperti bagan berikut ini:
D
9
D
7
D
5
D
3
D1
Skor yang menunjukkan Letak D1, berarti memisahkan 10% distribusi
frekuensi di bawahnya dari 90% di atasnya, sedangkan skor pada letak D2 akan
memisahkan 20% frekuensi di bawahnya dan 80% distribusi frekuensi di atasnya.
Sedangkan D9 berarti skor pada letak D9 akan memisahkan 90% frekuensi di
bawahnya dari 10% di atasnya.
Secara prinsip formula yang digunakan hampir bersamaan dengan kuartil.
Hal yang berbeda klasifikasi menjadi perpuluhan, I = 1,2,3 dalam kuartil dirubah
dengan i = 1,2,3, 4.4,6,7,8,9. Formula umum yang digunakan sebagai berikut:
Untuk data yang tidak dikelompokkan

Di = data ke
Keterangan
Di = nilai/skor kuartil yang dicari,
I = 1,2,3,……….9 yang menujukkan D1, atau D2, atau D3…..D9
Rumus umum untuk distribusi yang dikelompokkan:

Di = Bb + { }i
Keterangan:
Di = Desil ke i
Bb = Batas bawah nyata
kfb = Komulatif frekuensi di bawah kelas interval yang
mengandung K1
I = Interval
N = Jumlah frekuensi dalam distribusi
fd = Frekuensi dalam interval yang mengandung K1

2. Cara Mengitung Desil

a. Mencari Desil Data Tunggal

D = data ke

Keterangan i = 1,2,3….. dan 9


Sebaran data : 90 150, 126,140,124,118,131, 117, 116, 120
Data tersebut diurutkan menjadi : 90,116, 117, 118, 120,124, 126, 131,140,
150
Selanjutnya dicari data D6

D6 = data ke
D6 = data ke 6.6.
Ini berarti data ke 6.6 adalah skor/nilai antara 124 dan 126. Selanjutnya
berapa harus dicari, sebagai berikut:
Skor D6 = 124 + (126-124) x 0.6
124 + 1.2 = 25.2
Selanjutnya dicari dimana letak pula D9 dan berapa nilai pemisahnya.

D9 = data ke = = 9.9
Nilai/Skor letak data ke 9.9 adalah 140 + (150 – 140) : 10
D9 = 141
Selanjutnya perhatikan pula cari mencari Desil untuk data yang
dikelompokkan.

b. Untuk Data Bergolong

Dalam aplikasi rumus Desil data yang dikelompokkan digunakan data yang
dipakai untuk mencari Kuartil sebagai berikut:
Sebaran data Nilai dalam Mata Kuliah Statistik
: 24 25 35 48 25 36 38 67 45 23 78 56 35 33 45 56
58 49 30 59 40 65 76 54 32 78 76 64 79 57
Nilai terendah = 23
Nilai tertinggi = 79
Range 79 - 23 = 56
Jumlah kelas interval: K = 1 + 3.3 log 30
1 + 3.3 x1.477
5.8741 dibulatkan jadi 6
Interval = 56 : 6 = 9.33 (dibulatkan jadi 6)
Selanjutnya disusun kelas interval, dicari frekuensi masing-masing kelas
interval dan komulatif frekuensi.
Tabel 31 : Desil Data Bergolong

Kelas Interval f Kf
70 - 79 5 30
60 69 3 25
50 59 6 22
40 - 49 5 16
30 - 39 7 11
20 29 4 4
N 30

D2 = 29.5 + {

D2 = 29.5 + 10
= 29.5 + 2.86 = 32.36
Nilai /skor D2 adalah 32.36

D5 = Bb + 10

= 39.5 + x10
= 47.5
Jadi skor/nilai D5 adalah 47.5.

3. Persentil

Ukuran Letak yang ketiga adalah persentil, yang prinsip mirip dengan Desil
dan Kuartil. Kalau dengan Kuartil, peneliti hanya mendapatkan nilai/skor yang
memisahkan distribusi dalam perempatan, yaitu K1,K2 dan K33. Dengan Desil
seseorang/peneliti dapat mengetahui skor/nilai sebagai angka pemisah jumlah
frekuensi dalam perpuluhan, yaitu D1, D2, D3, D4, D5, D6, D7, D8 dan D9.
Tetapi tidak mendapatkan angka pemisah 45% frekuensi di bawahnya dan 55%
frekuensi di atasnya. Hal itu dijawab oleh ukuran letak Persentil.
1. Pengertian Persentil

Ukuran letak Persentil menjawab kekurangan Desil dan Kuartil. Persentil


adalah angka pemisah yang membagi distribusi menjadi 100 bagian yang sama,
sesudah data disusun urutan nilainya terkecil dan nilai yang terbesar. Oleh karena
itu dapat dicari dari P1 (persentil pertama), sampai dengan P99 (persentil ).
99

Persentil kelima berarti angka itu memisahkan distribusi 5% di bawahnya dan


95% di atasnya. Persentil 10, berarti skor tersebut memisahkan atau membagi
10% distribusi frekuensi di atasnya dari 90% frekuensi di atasnya. P10 = D1.
Selanjutnya perhatikan beberapa kesamaan: Persentil, Desil dan Kuartil dalam
suatu bagan berikut ini:

Persentil Desil Kuartil K3

P75 D7
P70
D5 K2
P50.

P3 D
0 3
P2
5
D K1
2

Gb 12 : Perbandingan Desil. Kuartil dan Persentil

2. Cara Menghitung Persentil

Pola dasar mencari adalah sama dengan Desil atau Kuartil. Rumus –rumus
yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

a. Untuk persentil data tunggal

Rumus untuk mencari persentil data tunggal ke i berada di :

Letak P = data ke dimana k =1,2,3,4, 5,...............dan 99


Diketahui sebaran data sebagai berikut: 75, 82, 66, 57, 64, 56,92, 94, 86, 52,60, 70
Yang dicari P50 ?
Langkah pertama yang dilakukan adalah menyusun data tersebut mendalam
urutan sehingga tersusun dari yang rendah kepada yang tinggi:
52,56,57, 60, 64, 66, 70, 75, 82, 86, 92, 94
Langkah kedua menentukan letak Persentil 50 dengan menggunakan rumus:

Letak P50 = = = 6.50


Letak P50 pada data ke 6.50
P50 = 66 + 0.50 ( 70 - 66) = 66 + 3
P50 = 62
Ini berarti sebanyak 50% data distribusi frekuensi nilainya di atas nilai 62,
dan juga sebanyak 50% dari data fekuensi nilainya juga di bawah nilai 62.
Berapa nilai pemisahnya kalau P75 ?

Letak P75 = data ke = = 9.75


Jadi letak P75 berada pada data ke 9,75
Nilai P75 = 82 + 0,75( 86 - 82)
= 82 + 3 = 85
Ini berarti sebanyak 75% data distribusi frekuensi nilainya di bawah 85, dan
hanya 25% di atas 85

b. Untuk data berkelompok

P n = Bb + { } i
Keterangan :
Pn = Persentlil ke n
Bb = Batas bawah nyata
kfb = Komulatif frekuensi di bawah kelas interval yang
mengandung Pk
I = Interval
N = Jumlah frekuensi dalam distribusi
fd = Frekuensi dalam interval yang mengandung K1
Contoh data hasil ujian 80 orang mahasiswa yang telah diolah
dalam kelas interval
Tabel 32 : Persentil Data Bergolong
Nilai ujian F kf
31 - 40 1 1
41 - 50 2 3
51 - 60 5 8
61 - 70 15 23
71 - 80 25 48
81 - 90 20 68
91 - 100 12 80
Jumlah 80

Berapa nilai P 50 dan P75?


Bb = 60,5
kfb = 23
fd = 25
I =10

P50 = 60.5 + x 10
P50 = 60,5 + 3,6
P50 = 64,1
P50 = 64,1, artinya sebanyak 50 % dari data distriusi frekuensi
mendapat nilai di bawah 64,1 dan sebanyak 50% dari data distrbusi
mendapat nilai di atas 64,1.

P75 = 80,5 + x 10
P75 = 80,5 + 6
P75 = 86,5
P75 = 86,5; artinya sebanyak 75% daripada data distribusi
mendapat nilai di bawah 86, 5 dan sebanyak 25% mendapat nilai di
atas 86,5.

Anda mungkin juga menyukai