Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS KONSEP FISIKA PADA PERMAINAN BULU TANGKIS

(Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Fisika Terpadu)

Oleh :

Anita Puji Pratiwi (170210102060)

Faridatul Munawaroh (170210102071)

Arman Cahyanto (170210102072)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

2020
PENDAHULUAN

Permainan bulutangkis ialah satu dari sekian sarana yang dapat digunakan dalam
pendidikan jasmani, bahkan permainan bulutangkis adalah salah satu permainan dalam olah
tubuh yang paling banyak diminati dan boleh dimainkan oleh seluruh masyarakat dari sabang
meraoke. Mulai dari anak umur dini, kanak-kanak, remaja hingga dewasa, dan bahkan permainan
bulutangkis ini dapat dipertandingkan ditingkat yang rendah yaitu di tingkat RT/RW hingga yang
lebih tinggi tingkat dunia. Adapun Subarjah (2010, p. 325) “Permainan bulutangkis yakni satu
bagian olahraga permainan yang ternama dan digemari oleh kalangan rakyat Indonesia bahkan
dunia”. Permainan bulutangkis bisa dilakukan di dalam maupun di luar ruangan.

Bulu tangkis di Indonesia sudah ada sejak lama, sehingga olahdaya ini ialah salah satu
bagian olahdaya yang terkenal di Indonesia. Indonesia didirikan lembaga induk bagian olahdaya
bulutangkis segenap Indonesia (PBSI) pada tanggal 5 mei 1951. Menurut (Ardyanto, 2018, hlm.
22). “Bulutangkis yakni salah satu cabang olahdaya yang terkenal di Indonesia yang mampu
berprestasi tingkat internasional”. Menurut Rahmat and Hidayat (2010, p. 28) ”Bulutangkis ialah
olahdaya yang dimainakan dengan menggunakan net selaku penghadang, raket selaku alat
pemukul dan shuttlecock serupa bola, dan teknik pemukul amat bervariasi mulai dari yang
relative lambat hingga yang sangat kencang disertai dengan gerakan tipu”. Namun agar bisa
bermain bulutangkis, seorang pemain harus bisa memukul kok, baik dari atas maupun dari
bawah. Bentuk-bentuk pukulan yang harus dikuasi ialah service, lob, drophsot, smash, netting,
underhand. Semua bentuk pukulan tersebut harus dilakukan dengan menggunakan grip dan
footwork yang bagus.

Semua keterampilan yang ada pada permainan bulu tangkis ternyata dapat dijabarkan
melalui konsep-konsep yang ada pada bidang ilmu fisika. Gerakan yang terjadi pada shuttlecock
dapat kita kaji dengan seberapa besar sudut kemiringan dan gaya yang kita berikan. Selain itu,
beberapa teknik pukulan dalam bulu tangkis juga dapat dikaji dengan menggunakan konsep
fisika. Sehingga makalah ini ditujukan untuk dapat menganalisis konsep fisis yang terdapat
dalam permainan bulu tangkis.
PEMBAHASAN

Bulutangkis adalah bentuk olahraga yang memadukan konsep-konsep fisika pada


permainannya. Prinsip-prinsip yang ada pada bentuk olahraga ini saaat berhubungan erat dengan
konsep fisika. Konsep fisika yang banyak digunakan dalam bulutangkis ini pada dasarnya berada
pada konsep atau teknik pukulan yang dilakukan, gerakan dari pemain, dan sudut dari pantulan
shuttlecock. Berikut adalah beberapa konsep fisika yang dibahas dalam permainan bulutangkis.

1. Konsep Pesawat Sederhana


Prinsip kerja pesawat sederhana pada saat otot betis pemain bulutangkis (badminton)
mengangkat beban tubuhnya dengan bertumpu pada jari kakinya adalah pengungkit jenis
kedua (II). Perhatikan gambar analisis kaki pemain bulutangkis berikut ini:

Gambar 1. Analisis kaki pemain bulu tangkis


Pada saat pemain bulutangkis (badminton) mengangkat beban tubuhnya, titik tumpu
berada di jari-jari kaki dan kuasa bekerja pada bagian tumit. Sementara itu, beban berada di
bagian tengah-tengah telapak kaki atau di antara kuasa dan titik tumpu. Hal ini merupakan
ciri dari pengungkit jenis kedua (II), Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam
materi Pengungkit (Tuas), pengungkit dibedakan menjadi tiga berdasarkan letak titik
tumpunya, antara lain sebagai berikut:

 Pengungkit (tuas) jenis pertama, yaitu pengungkit dengan titik tumpu terletak di antara
beban dan kuasa.
 Pengungkit (tuas) jenis kedua, yaitu pengungkit dengan titik beban terletak di antara
titik tumpu dan titik kuasa.
 Pengungkit (tuas) jenis ketiga, yaitu pengungkit dengan titik kuasa terletak di antara
titik beban dan titik tumpu.

Lebih jelasnya tampak seperti gambar dibawah ini. Pengungkit (Tuas) jenis I, II, dan
III pada pemain bulutangkis memiliki beberapa titik ketika pemain tersebut sedang
melakukan permainan bulu tangkis. Pada pengungkit jenis I terjadi ketika pemain
bulutangkis menggunakan otot leher untuk menengadahkan kepalanya seperti yang
ditunjukkan pada poin ke-1 dalam gambar. Kemudian, pengungkit jenis II tampak ketika
kondisi pemain bulutangkis menengang otot lengan dan bahu. Kemudian pengungkit jenis III
ketika otot betis pemain bulutangkis mengangkat beban tubuhnya dengan bertumpu pada jari
kakinya.

Gambar 2. Analisis jenis pengungkit pada pemain bulu tangkis

2. Aerodinamika
Shuttlecock menghasilkan tarikan aerodinamis yang tinggi dan lintasan penerbangan
yang curam. Lintasan penerbangan shuttlecock sangat berbeda dari bola yang digunakan
pada kebanyakan olahraga raket karena kecepatan awal yang sangat tinggi yang cepat rusak
karena hambatan tinggi yang dihasilkan oleh rok berbulu. Lintasan penerbangan parabola
sangat terpelintir dan dengan demikian jatuhnya shuttlecock memiliki sudut yang jauh lebih
tajam daripada naik. Dengan memahami lintasan kecepatan shuttlecock, waktu, arah dan
jalur dapat diprediksi dan informasi ini dapat berguna untuk pelatihan pemain.
Sekarang kita akan membahas bagaimana bentuk shuttlecock mempengaruhi
aerodinamika shuttlecock. Di sini kita akan melihat sudut bukaan yang optimal dari
shuttlecock untuk gerakan membalik yang lebih cepat. Untuk mencari nilai ideal sudut
bukaan shuttlecock yang dapat dilakukan adalah dengan massa dan diameter yang sama
tetapi dengan sudut bukaan yang berbeda. Untuk mengurangi skala panjang percobaan ini
dilakukan di dalam air. Bilangan Reynolds juga berkurang tetapi dipertahankan > 103 dan
waktu membalik dan waktu stabil dicatat dan diplot untuk sudut pembukaan yang berbeda.
Ketergantungan membalik dan menstabilkan waktu pada sudut bukaan shuttlecock diamati.
Shuttlecock diperpanjang untuk bukaan kecil dan momen inersia skirt tinggi. Dalam rezim
ini, sulit untuk menggerakkan shuttlecock dan waktu flipping dan stabilisasi tinggi. Untuk
sudut bukaan yang besar, shuttlecock berukuran kecil. Ini juga akan menghasilkan waktu
membalik dan menstabilkan yang besar. Di antara kedua kondisi tersebut, terdapat pilihan
shuttlecock sudut bukaan yang waktu pemintalannya akan lebih sedikit. Shuttlecock yang
membalik dengan cepat di kisaran sudut bukaan menengah ini.
Gerakan manusia dapat kita amati karena adanya perubahan posisi dari tubuh atau
anggota tubuh dalam ruang dan waktu. Semua bentuk gerakan, tejadi karena dipengaruhi
oleh sejumlah gaya. Gaya disini tidak lain adalah kontraksi otot (Imam Hidayat,1997:50).
Otot sebagai sumber gerak dapat disamakan dengan motor listrik atau mesin gas. Otot
mengubah tenaga kimia menjadi mekanis dan tenaga mekanis ini menyebabkan terjadinya
gerakan tubuh. Oleh karena itu otot dapat dimisalkan sebagai motor manusia. Tulang-tulang
dari kerangka dipisahkan satu sama lain oleh sendi dan ditahan oleh otot serta ligamen-
ligamen. Ligamen-ligamen sebagai jaringan yang kurang elastis harus dilindungi oleh
mekanisme shock-absorber (peredam getaran) yaitu otot. Jadi otot mempunyai dua fungsi
yaitu sebagai sumber penggerak dan pelindung persendian.
Daya otot (Muscular Power) adalah kemampuan seseorang untuk mempergunakan
kekuatan maksimal yang digunakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Dalam kata
lain daya (power) merupakan perkalian antara kekuatan (Force) dengan kecepatan
(Velocity). Sehingga kekuatan dan kecepatan merupakan satu kesatuan yang dinamakan
power yang merupakan ketepatan otot untuk mengarahkan atau mengeluarkan kekuatan otot
maksimal dalam waktu yang amat singkat seperti halnya dalam pelaksanaan keterampilan
dropshot.

W F.s
P= = =F . v
t t

P = Daya ( satuannya J/s atau Watt )


W = Usaha ( Satuannya Joule [ J ] )
t = Waktu ( satuannya sekon [ s ] )
F = Gaya (Satuannya Newton [ N ] )
s = Jarak (satuannya Meter [ m ] )
v = Kecepatan (satuannya Meter / Sekon [ m/s ] )

Gambar 3. Gerakan Dropshot

Gaya adalah bentuk tarikan atau dorongan. Gaya merupakan hasil perkalian massa
dan percepatan suatu benda
F=m .a
Pengaruh dari gaya mengakibatkan adanya perubahan daya atau power dalam melakukan
dropshot semakin besar gaya semakin besar kecepatan bola tersebut. kenaikan tempo
kecepatan (speed) yang berarti juga perubahan kecepatan per detik, berarti adanya
percepatan positif, sedang penurunan kecepatan per detik berarti percepatan negatif. Hal ini
juga merupakan penerapan dari Hukum 2 Newotn yaitu : “Jika satu gaya atau lebih bekerja
pada suatu benda, maka percepatan yang dihasilkan berbanding lurus dan searah dengan
resultan gaya dan berbanding terbalik dengan massa benda”
ΣF=ma
Titik berat suatu tubuh atau benda seringkali disebut titik keseimbangan tubuh atau titik
dimana tubuh berda dalam keadaan seimbang tanpa adanya suatu kecenderungan untuk
berputar. Kemampuan seseorang untuk untuk menempatkan titik berat tubuhnya akan
didasarkan pada pengetahuan tentang persyaratan keseimbangan, yaitu seluruh gaya linier
yang bekerja harus seimbang, seluruh gaya puntir harus seimbang. Hal ini bisa dituliskan
yaitu resultan gaya yang bekerja sama dengan nol dan resultan torsi yang bekerja juga sama
dengan nol .
Σ F=0 dan Στ =0
Sebagai suatu sistem, tubuh kita terdiri dari kerangka yang dibangun secara arsitektonis.
Tulang-tulang kita yang jumlahnya 206 potong dirangkai melalui persendian oleh jaringan
ikat sendi, urat dan 400 gumpal otot. Sistem otot tugasnya ialah menjaga agar posisi dari
kerangka kita ada dalam kesetimbangan yang sebaik-baiknya. Postural tonus ini menjaga
agar posisi ideal dapat dipertahankan.
Dalam Kinematika, sejatinya gerak hanya ada dua macam, yaitu Gerak Lurus (linier)
dan Gerak Melingkar (anguler). Namun seorang atlet dapat bergerak dengan tiga cara yang
berbeda. Geraknya bisa linier (yaitu dalam garis lurus), bisa anguler (dalam bentuk rotasi),
atau bisa juga gabungan/kombinasi, yang disebut juga sebagai gerak umum (general
motion). Dalam olahraga, kombinasi kedua gerak ini yang paling sering terjadi, dan gerak
anguler yang paling dominan dilakukan oleh atlet. Hal ini terjadi karena gerak atlet berasal
dari ayunan, aksi putaran anggota tubuh. ketika berputar melalui sendinya. Bahkan seluruh
gerak yang dilakukan oleh setiap bagian tubuh atlet (segmen), adalah gerak anguler atau
melingkar seperti saat melakukan gerakan dropshot atau smash dll .
Gambar 4. Gerakan anguler dalam Dropshot

3. Pengaruh Kemiringan Sudut


Permainan bulu tangkis membutuhkan startegi yang tepat agar pemain dapat
menjatuhkan shuttlecock ke daerah lawan dengan menggunakan alat pemukul berupa raket.
Menurut Prastowo (2015), inti permainan bulu tangkis yaitu memasukkan bola di bidang
lapangan berukuran panjang 13,40 meter dan lebar 6,10 meter lawan yang dibatasi oleh
jaring setinggi 1,55 meter dari permukaan lantai dengan memukulkan raket atas dasar
peraturan tertentu. Terdapat tiga teknik dasar yang harus dikuasai oleh pemain bulu tangkis
yakni teknik memgang raket, teknik memukul bola atau kok, dan teknik penguasaan kerja
kaki(Anugrarista et al, 2013). Sehingga berdasarkan pendapat tersebut maka dapat dikatakan
bahwa teknik atau cara bagaimana pemain memegang raket untuk memukul kok
berpengaruh terhadap jalannya permainan atau pemerolehan point.
Salah satu taktik guna memperoleh point dalam permainan bulu tangkis adalah
dengan melakukan gerak tipu. Taktik tersebut berpegaruh terhadap berhasilnya smash yang
dilakukan pemain dan dilakukan dengan mengeksplor bidang permainan serta gerakan
lawan. Gerak tipu dalam pukulan adalah dilakukan dengan memiringkan pemukul atau raket
yang digunakan sehingga menyebabkan shuttlecock membentuk sudut yang sesuai dengan
arah pantulnya. Chen et al (2009) meyatakan bahwa cara bagaimana pemain memiringkan
raket akan membentuk sebuah sudut pukulan yang dapat mempengaruhi kecepatan dan
lintasan shuttlecock. Dalam hal ini, kita dapat menemukan konsep fisika yaitu tentang
hukum dasar pantulan pada kemiringan sudut raket yang diguanakan pemain untuk
mengenai shuttlecock. Hukum dasar pantulan yang dimaksud adalah bahwa apabila sebuah
benda memantul di sebuah permukaan maka sudut datang akan sama dengan sudut pantul.
Sehingga dapat kita ketahui bahwa sudut pantulan cenderung bernilai sama dengan
kemiringan raket karena ketika suatu benda yang menabrak atau menumbuk suatu
permukaan dengan kemiringan tertentu, benda tersebut akan memantul pada sudut yang
sama.

Gambar 5. Skema analisis


Hasil analisis digunakan untuk mendapatkan tinggi pantulan dan sudut pantulan.
Ketinggian pantulan digunakan untuk mendapatkan koefisien restitusi (coefficient of
restitusi). Coefficient of Restitusi (COR) adalah suatu koefisien yang bernilai pecahan antara
0 dan 1 yang merupakan rasio besarnya kecepatan relatif sesudah dengan sebelum tumbukan
dua buah benda. Dengan hr tinggi pantulan (meter) dan hd adalah tinggi awal (meter) maka
nilai COR dapat diketahui menggunakan rumus berikut:
hr
COR=
√ hd
Adanya perbedaan sudut kemiringan raket akan menyebabkan terjadinya perbedaan
sudut pantulan shuttlecock serta tinggi pantulannya. Perbedaan tinggi pantulan shuttlecock
ini akan mengakibatkan perubahan nilai koefisien tumbukan. Penurunan COR disebabkan
oleh kecenderungan raket yang menurunkan ketinggian pantulan sebagai hasil dari sudut
pantulan. Karena kemiringan raket nol, shuttlecock cenderung memantul secara vertikal dan
mencapai ketinggian pantulan maksimum. Sudut pantulan menyebabkan tinggi pantulan
yang relatif lebih rendah karena belokan yang terjadi saat shuttlecock memantul ketika
membentur senar raket. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Martaviano et al (2020)
bahwa sudut pantulan maksimum dapat diperoleh ketika raket memiliki kemiringan sudut
sebesar 300. Dibawah ini contoh tampilan pantulan yang dilakukan pada saat penelitian :

Gambar tampilan pantulan raket


Gambar (a) menunjukkan kemiringan raket nol sedangkan gambar (b) menunjukkan
kemiringan raket dengan sudut 300.

Anda mungkin juga menyukai