Anda di halaman 1dari 30

c c

   

Interpretasi yang tepat mengenai informasi visual bergantung pada kemampuan mata

memfokuskan berkas cahaya yang datang ke retina. Pemahaman terhadap proses ini dan

bagaimana hal tersebut dipengaruhi oleh variasi normal atau penyakit mata penting dalam

pemakaian alat-alat bantu optik, misalnya: kacamata,lensa kontak, lensa intraokuler, atau alat

bantu untuk penglihatan kurang a   Untuk mencapai pemahaman ini diperlukan

penguasaan konsep-konsep optik geometrik, yang mendefinisikan efek berkas cahaya

sewaktu melalui berbagai permukaan dan media.

Refraksi adalah suatu fenomena fisika berupa penyerapan sinar yang melalui media

transparan yang berbeda. Sebagai suatu contoh proses refraksi saat sebuah pensil diletakkan

di dalam gelas yang berisi air, maka akan tampak gambaran pensil di udara tidak lurus

dengan yang tampak pada air.

Hasil pembiasan sinar padamata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas

kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal

susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian

seimbangsehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di

daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan

menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata yang tidakmelakukan

akomodasi atau istirahat melihat jauh.

Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti | 


 |  

merupakan titik terdekat di mana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. | 



 adalah titik terjauh di mana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik ini
merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata

istirahat. Gangguan atau kelainan dari proses refraksi normal di atas disebut sebagai anomali

refraksi.

Kelainan refraksi pada mata terdiri atas miopia, hipermetropia, astigmatisme dan

presbiopia. Kelainan mata tersebut dapat dikoreksi dengan penggunaan kacamata, lensa

kontak, dan saat ini dapat dilakukan prosedur bedah refraktif antara lain     

misalnya LASIK, 
   u


c c

 c   

 

Hasil pembiasan sinar padamata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas

kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal

susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang

sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah

makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan

bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata yang tidakmelakukan akomodasi

atau istirahat melihat jauh.1

Analisis statistik distribusi anomali/ kelainan refraksi yang terjadi di masyarakat

dalam populasi penelitian menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara jari-jari

kurvatura kornea, kedalaman bilik mata depan, kekuatan refraksi dari lensa, panjang

sumbu bola mata dengan anomali/ kelainan refraksi.2

Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti | 


 |  

merupakan titik terdekat di mana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. | 



adalah titik terjauh di mana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik ini

merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata

istirahat. 1

  

Pada mata ini daya bias mata adalah normal, di mana sinar jauh difokuskan

sempurna di makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar sejajar tidak difokuskan
pada makula lutea disebut ametropia. Mata emetropia akan mempunyai penglihatan

normal atau 6/6 atau 100%. Bila media penglihatan seperti kornea, lensa, dan badan

kaca keruh maka sinar tidak dapat diteruskan di makula lutea. Pada keadaan media

penglihatan keruh maka penglihatan tidak akan 100% atau 6/6.1

Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan

dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. kornea mempunyai daya

pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan

membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda

yang dekat. Panjang bola mata seseorang berbede-beda. Bila terdapat kelainan

pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang

(lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat jatuh ke makula.

Keadaan ini disebut ametropia/ anomali refraksi yang dapat berupa miopia,

hipermetropia, atau astigmatisma. Kelainan lain pada mata normal adalah gangguan

perubahan kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas

lensa sehingga erjadi gangguan akomodasi. Gangguan akomodasi dapat terlihat pada

usia lanjut sehingga terlihat keadaan yang disebut presbiopia. 1

 
 

Pada keadaan normal cahaya tidak berhingga akan terfokus pada retina, demikian

pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi benda dapat

difokuskan pada retina atau makula lutea. Dengan berakomodasi, maka benda pada

jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi adalah kemampuan

lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi,

daya pembiasan lensa bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai

dengan kebutuhan, makin dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi
(mencembung). Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi. Refleks akomodasi

akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada waktu konvergensi atau melihat dekat. 1

Dikenal beberapa teori akomodasi, seperti:

uteori akomodasi Hemholtz: di mana zonula Zinn kendor akibat konteaksi otot siliar

sirkuler, mengakibatkan lensa yang elastis menjadi cembung dan diameter

menjadi kecil

uteori akomodasi Thsernig: dasarnya adalah bahwa nukleus lensa tidak dapat berubah

bentuk sedang yang dapat berubah bentuka adalah bagian lensa yang superfisial

atau korteks lensa. Pada waktu akomodasi terjadi tegangan pada zonula Zinn

sehingga nukleus lensa terjepit dan bagian depan nukleus akan mencembung.1

Mata akan berakomodasi bila bayangan difokuskan di belakang retina. Bila sinar

jauh tidak difokuskan pada retina seperti pada mata dengan kelainan refraksi

hipermetropia maka mata tersebut akan berakomodasi terus menerus walaupun letak

bendanya jauh, dan pada keadaan ini diperlukan akomodasi yang baik.1

Anak-anak dapat berakomodasi dengan kuat sekali sehingga memberikan

kesukaranpada pemeriksaan kelainan refraksi. Daya akomodasi kuat pada anak-anak

dapat mencapai+12.00 sampai +18.00 D. Akibatnya pada anak-anak yang sedang

dilakukan pemeriksaan kelainan refraksinya untukmelihat jauh mungkin terjadi koreksi

miopia yang lebih tinggi akibat akomodasi sehingga mata tersebut memerlukanlensa

negatif yang berlebihan (koreksi lebih). Untuk pemeriksaan kelainan refraksi anak

sebaiknya diberikan sikloplegik untuk melumpuhkan otot akomodasi sehingga

pemeriksaan kelainannya murni, dilakukan pada mata yang beristirahat. Biasanya untuk
ini diberikan sikloplegik atau sulfat atropin bersifat parasimpatolitik, yang selain

bekerja untuk melumpuhkan otot siliar juga melumpuhkanotot sfingter pupil.1

Dengan bertambahnya usia, maka akan berkurang pula daya akomodasi akibat

berkurangnya elastisitas lensa sehingga lensa sukar mencembung. Keadaan

berkurangnya daya akomodasi pada usia lanjut disebut presbiopia. 1

  

Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan

dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya

pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan

membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda

dekat. 1

Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan

sinar oleh kornea (mendatar atau mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih

panjang atau lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak akan terfokus pada

makula. Keadaan ini disebut ametropia (anomali refraksi) yang dapat berupa miopia,

hipermetropia, atau astigmatisme.1


 


 

Kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan

istirahat (tanpa akomodasi) akan dibias membentuk bayangan di depan retina. 3 Seorang

penderita miopia akan mengalami kesulitan melihat benda yang letaknya jauh, namun

dapat dengan jelas melihat benda yang letaknya dekat dengan kata lain seorang
penderita miopia yang tidak bisa melihat benda di kejauhan akan melihat benda tersebut

dengan lebih jelas setelah mendekatinya. Miopia pada umumnya dimulai pada usia

kanak-kanak dan memburuk secara progresif sampai dewasa pada usia sekitar 18
4
sampai 21 tahun. Insiden miopia pada masyarakat mencapai 20% sampai 30% dari

seluruh populasi masyarakat.5 Sumber lain menyatakan miopia adalah masalah

gangguan penglihatan yang paling umum di dunia. Sekitar seperempat dari penduduk

dewasa di Amerika Serikat adalah penderita miopia. Di Jepang, Singapura, dan Taiwan

sepertiga sampai separo populasi dewasanya adalahpenderita miopia. 6

Berikut gambar ilustrasi pembentukan bayangan pada penderita miopia: 7





Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan

pembiasan media refraksi terlalu kuat.3 Miopia yang disebabkan oleh daya pembiasan

yang terlalu kuat penyebabnya mungkin terletak pada kornea (kornea yang terlalu

melengkung misalnya pada: keratokonus, keratoglobus, keratektasi) sedangkan pada

lensa misalnya pada lensa yang terlalu cembung pada katarak imatur, dislokasi lensa.

Atau pada cairan mata sendiri seperti pada diabetes melitus. 8


 

Dikenal beberapa bentuk miopia sebagai berikut:1

a.Miopia Refraktif

Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada katarak

intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat.
Sama dengan miopia bias atau miopia indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan

media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat.

b.Miopia Aksial

Miopia akibat panjangnya sumbu bola mata dengan kelengkungan kornea dan lensa

yang normal

Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk: :1

a.Miopia Stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa

b.Miopia Progresif, miopia yang bertambah terus pada usia akibat bertambah

panjangnyabola mata

c.Miopia Maligna, miopia yang berjalan progresif yang dapat mengakibatkan ablasio

retina dan kebutaan atau sama dengan Miopia pernisiosa/ Miopia degeneratif.

Miopia degeneratif atau miopia maligna biasanya bila miopia lebih dari 6 dioptri

disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai

terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai

dengan atrofi korioretina.

Berdasarkan besar kelainan refraksi, dibagi: 3

a.Miopia ringan : S -0.25 s/d S-3.00

b.Miopia sedang : S -3.25 s/d S -6.00

c.Miopia berat : S -6.25 atau lebih

Berdasarkan perjalanan klinis, dibagi: 3


1.Miopia simpleks : dimulai pada usia 7 ± 9 tahun dan akan bertambah sampai anak

berhenti tumbuh usia +/- 20 tahun

2.Miopia progresif : miopia bertambah secara cepat (+/-4.0 D / tahun)

dan sering disertai perubahan vitreo-retinal


u

1. Miopia aksial karena sumbu aksial mata lebih panjang dari normal

2. Miopia kurvatura karena kurvatura atau lensa kornea lebih kuat dari normal

3. Miopia indeks karena indeks bias mata lebih tinggi dari normal

Penderita miopia memiliki kelainan refraksi. Hal ini berarti sinar yang datang

menuju mata dibiaskan dengan tidak tepat sehingga menghasilkan bayangan yang tidak

tepat pula. Penderita yang memiliki bola mata yang terlalu panjang atau kornea nyang

terlalu melengkung menyebabkan sinar yang masuk ke mata dibiaskan tidak tepat pada

retina (di depan retina) sehingga menyebabkan penglihatan penderita menjadi kabur.

Miopia diturunkan dalam keluarga dan sudah tampak pada masa kanak-kanak. Kadang-

kadang keadaan miopia pada penderita dapat menetap (stasioner) namun bisa juga

memburuk seiring bertambahnya usia penderita. 5


!"# 

"#$%&

uSeorang penderita myopia akan mengeluh penglihatan jauh kabur, sedangkan

untuk melihat dekat tetap jelas.


uKadang-kadang dalam lapangan pandangannya, penderita melihat titik-titik,

benang-benang, nyamuk-nyamuk yang disebabkan oleh jaringan retina perifer

yang mengalami proses degenerasi dan terlepas ke dalam corpus vitreus.

uPadamiopia tinggi (miopia di atas 6 D), karena punctum remotum terletak lebih

dekat dari 16-17 cm dari mata, maka titik terjauh yang masih jelas terlihat

olehnya ialah 16-17 cm. Ia harus berkonvergensi lebih banyak dari biasa,

sehingga akan menimbulkan astenopia oleh konvergansi yang berlebih

(asthenovergens). 8

%"#'%&

uBilik mata depan dalam karena hipotrofi corpus siliaris akibat tidak dipakainya

otot-otot akomodasi.

uPupil lebar (midriasis) akibat tidak/ kurangnya akomodasi.

uPada miopia aksial kadang-kadang telihat kekeruhan badan kaca berupa 


 

 
.

uPada miopia aksial dapat terlihat perubahan-perubahan pada fundus okuli,

misalnya
    dan 
    
yaitu gambaran bulan sabit yang

terlihat pada polus posterior fundus miopia, yang terdapat pada daerah papil

saraf optik akibat tertutupnya sklera oleh koroid. 8, 1


(


( )$%&
*+*

 

uKartu 

uBingkai Percobaan

uSebuah set lensa3,9,1

%+

uPenderita duduk menghadap kartu   pada jarak6 meter

uPada mata dipasang bingkai percobaan

uSatu mata ditutup dengan okluder

uPenderita disuruh membaca kartu  mulai dari huruf terbesar (teratas) dan

diteruskan sampai pada huruf terkecil yang masih bisa dibaca.

uLensa negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam penglihatan

menjadi lebih baik ditambah kekuatannya perlahan-lahan hingga dapat

membaca huruf pada baris terbawah sampai terbaca baris 6/6.

uMata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama.9,1

j

Bila dengan S -1.50 tajam penglihatan 6/6, kemudian dengan S -1.75 penglihatan 6/6,

sedang dengan S -2.00 penglihatan 6/7.5 maka pada keadaan ini derajat
miopia mata yang diperiksa adalah -1.50 dan kacamata dengan ukuran ini

diberikan pada penderita. Pada penderita miopia selamanya diberikan lensa

sferis minus terkecil yang memberikan tajam penglihatan terbaik. 9,1


(
)%&

) : dengan lensa kerja / + 2.00, pemeriksa mengamati refleksi fundus

yang bergerak berlawanan dengan arah gerakan retinoskopi (against movement)

kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negatif sampai tercapai netralisasi

% $,$- 3


.

 j

Koreksi dengan lensa sferis negatif terlemah yang menghasilkan tajam penglihatan

terbaik3

% 

Untuk : anisometropia

miopia tinggi3

jc/

uBedah refraktif kornea : tindakan untuk mengubah kurvatura permukaan anterior

kornea (Excimer laser, operasi Lasik)


uBedah refraktif lensa : tindakan akstraksi lensa jernih, biasanya diikuti dengan

implamantasi lensa intraokuler 3


0 

1.Ablasio retina terutama pada miopia tinggi

2.Strabismus

uEsotropia bila miopia cukup tinggi bilateral

uExotropia pada miopia dengan anisometropia

3.Ambliopia terutama pada miopia dan anisometropia3


1

Kacamata dan lensa kontak (tidak selalu) dapat memperbaiki visus sampai 6/6.

Bedahrefraktif dapat memberikan perbaikan permanen. Sedangkan faktor genetic yang

menyebabkan/ mempengaruhi perubahan dan memperparah perjalanan miopia tidak

dapat diubah. Beberapa faktor lingkungan masih dapat diubah, hal tersebut antara lain:

mengurangi pekerjaan yang memerlukan penglihatan dekat misalnya: membaca dan

bekerja dalam ruangan dengan penerangan yang baik, menyempatkan istirahat di sela

waktu bekerja di depan komputer atau di depan mikroskop dalam waktu yang lama,

perkaya nutrisi. 11



 
Kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan

istirahat (tanpa akomodasi) akan dibias membentuk bayangan di belakang retina. 3Pada

hipermetropia bayangan terbentuk di belakang retina, yang menghasilan penglihatan

penderita hipermetropia menjadi kabur. Hal ini dikarenakan bola mata penderita terlalu

pendek atau daya pemiasan kornea dan lensa terlalu lemah. 12

Berikut gambar skematik pembentukan bayangan pada penderita hipermetropia tanpa

koreksi dan pembentukan bayangan pada penderita hipermetropia setelah dikoreksi

dengan lensa positif: 13




Hipermetropia dapat disebabkan:

a.Hipermetropia Aksial, merupakan kelainan refraksi akibat bola mata yang

terlalu pendek

b.Hipermetropia Refraktif, dimana daya pembiasan mata terlalu lemah

c.Hipermiopia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga

bayangan terfokus di belakang retina 1,8

 

Berdasarkan kemampuan akomodasi, dibagi:

a.  adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan

kacamata positif maksimal yang dapat memberikan tajam penglihatan normal.

Hipermetropia ini terdiri atas:


b. %$2 dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan

akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya

hipermetropia laten berakhir dengan hipermetropia ini.

c. $2 dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi

dengan akomodasi ataupun kacamata positif.

d. 2 dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia

diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat

diukur bila diberikan sikloplegia.

e.adalah hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah

diberikan sikloplegia. 1,3

Berdasarkan besar kelainan refraksi, dibagi:

uHipermetropia ringan : S +0.25 s/d S +3.00

uHipermetropia sedang : S +3.25 s/d S +6.00

uHipermetropia berat : S +6.25 atau lebih 3

u

a.hipermetropia aksial karena sumbu aksial mata lebih pendek dari normal

b.hipermetropia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih lemah dari normal

c.hipermetropia indeks karena indeks mata lebih rendah dari normal 3

!"# 
"#$%&

uPenglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih, hipermeropia

pada orang tua dimana amplitudo akomodasi menurun

uPenglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan kurang

terang atau penerangan kurang

uSakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata yang

lama dan membaca dekat

uPenglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif =   


) terutama bila melihat

pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka waktu yang

lama, misalnya menonton TV, dll

uMata sensitif terhadap sinar

uSpasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia

uPerasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti konvergensi

yang berlebihan pula 9

%"#'%&

uKarena akomodasi yang terus menerus, akan terjadi hipertrofi dari otot ± otot

akomodasi di corpus ciliare.

uAkomodasi, miosis dan konvergensi adalah suatu trias dari saraf parasympatik N III.

uKarena seorang hipermetrop selalu berakomodasi, maka pupilnya kecil (miosis).


uKarena akomodasi yang terus menerus, juga timbul hiperraemi dari mata. Mata

kelihatan terus merah. Juga fundus okuli, terutama N II kelihatan merah, hingga

memeberi kesan adanya radang dari N II.

uKarena ini bukan radang yang sebenarnya, maka kemerahan N II juga dinamakan

pseudo-neuritis optica atau pseudo-papillitis. 8

(

( )$%&

 

uKartu Snellen.

uBingkai percobaan.

uSebuah set lensa coba. 9

%+

uPenderita duduk menghadap kartu snellen pada jarak 6 meter.

uPada mata dipasang bingkai percobaan.

uSatu mata ditutup, biasanya mata kiri ditutup terlebih dahulu untuk memeriksa mata

kanan.

uPenderita disuruh membaca kartu snellen mulai huruf terbesar (teratas) dan

diteruskan pada baris bawahnya sampai pada huruf terkecil yang masih dapat

dibaca.
uLensa positif terkecil ditambah pada mata yang diperiksadan bila tampak lebih jelas

oleh penderita lensa positif tersebut ditambah kekuatannya perlahan ± lahan dan

disuruh membaca huruf ±huruf pada baris yang lebih bawah.

uDitambah kekuatan lensa sampai terbaca huruf ± huruf pada baris 6/6.

uDitambah lensa positif +0.25 lagi dan ditanyakan apakah masih dapat melihat huruf

± huruf di atas.

uMata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama. 9

j

Bila dengan S +2.00 tajam penglihatan 6/6, kemudian dengan S +2.25 tajam

penglihatan 6/6 sedang dengan S +2.50 tajam penglihatan 6/6-2 maka pada keadaan ini

derajat hipermetropia yang diperiksa S +2.25 dan kacamata dengan ukuran ini diberikan

pada penderita. Padapenderita hipermetropia selama diberikan lensaa sferis positif terbesar

yang memberikan tajam penglihatan terbaik. 9

(
)'%&

)

Dengan lensa kerja / +2.00, pemeriksa mengamati refleksi fundus yang bergerak

searah gerakan retinoskop (with movement), kemudian dikoreksi dengan lensa

sferis positif sampai tercapai netralisasi

% $3

.
1. j

Koreksi dengan lensa sferis positif terkuat yang menghasilkan tajam penglihatan

terbaik

1. 

untuk : Anisometropia

Hipermetropia tinggi 3



uGlaukoma sudut tertutup

uEsotropia pada ipermetropia > 2.0 D

uAmbliopia terutama pada hipermetropia dan anisotropia. Hipermetropia merupakan

penyebab tersering ambliopia pada anak dan bisa bilateral. 3




u 

Kelainan refraksi dimana pembiasan pada meridian yang berbeda tidak sama.

Dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) sinar sejajar yang masuk ke mata

difokuskan pada lebih dari satu titik. 3

Pada astigmatisma berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam pada

retina akan tetapi pada dua garis api yang saling tegak lurus yang terjadi akibat

kelengkungan permukaan kornea. Pada mata dengan astigmatisme lengkungan jari-jari


pada satu meridian kornea lebih panjang daripada jari-jari meridian yang tegak lurus

padanya. 1

Berikut gambar ilustrasi pembentukan bayangan pada penderita astigmatisme: 14,15

u


Penyebab tersering dari astigmatism adalah kelainan bentuk kornea. Pada

sebagian kecil dapat pula disebabkan kelainan lensa. 3Pada umumnya astigmatisme

bersifat menurun, beberapa orang dilahirkan dengan kelainan bentuk anatomi kornea

yang menyebabkan gangguan penglihatan dapat memburuk seiring bertambahnya

waktu. Namun astigmatisme juga dapat disebabkan karena trauma pada mata

sebelumnya yang menimbulkan jaringan parut pada kornea, daat juga jaringan parut

bekas operasi pada mata sebelumnya atau dapat pula disebabkan oleh keratokonus 16

u 

Ada dua bentuk astigmatisme:

O
a. )$

Pada bentuk ini selalu didapatkan dua meridian yang saling tegak lurus.

Disebut Astigmatism with the rule bila meridian vertikal mempunyai daya bias

terkuat. Bentuk ini lebih sering pada penderita muda.

Disebut Astigmatism against the rule bila meridian horisontal mempunyai

daya bias terkuat. Bentuk ini lebih sering pada penderita yang lebih tua.

Kelainan refraksi ini tidak bisa dikoreksi dengan lensa silinder. 3


leh karena ada banyak sekali bidang-bidang yang melalui garis pandang, maka juga akan

didapatkan banyak sekali titik-titik apinya. Tetapi selalu akan didapatkan daya

pembiasan yang terkuat (titik api V) sedangkan pada bidang lainnya (bidang

ini, biasanya letaknya tegak lurus pada bidang pertama) didapatkan daya

pembiasan yang terlemah (titik api H). Biasanya kedua bidang utama itu

adalah bidang datar (bidang 0 º atau 180 º ) dan bidang tegak(bidang 90 º ). 8

Berikut gamaran dari penjelasan di atas: 8

Titik-titik api bidang-bidang lainnya terletak antara V dan H. Jadi sinar-sinar sejajar dengan

garis pandang (pada gambar sumbu utama) setelah dibias oleh susunan yang

astigmatik ini, akan merupakan bentuk yang khas, yaitu bentuk suatu conoid.

Di dataran dimana sinar-sinar di bidang 90 º menyilang sinar-sinar di

bidang180 º, akan terbentuk suatu lingkaran. Lingkaran tersebut dinamakan

Lingkaran yang paling sedikit membingungkan (the circle of least confusion).

Visus terbaik akan tercapai, jika lingkaran tersebut jatuh pada retina. 8

Didasarkan atas letak titik V dan H terhadap retina, maka astigmatismus dapat dibagi lagi

dalam: 8

1) Astigmatismus Myopicus Simplex

2) Astigmatismus Myopicus Compositus

3) Astigmarismus Hypermetropicus Simplex

4) Astigmatismus Hypermetropicus Compositus

5) Astigmatismus Mixtus
% $

Pada bentuk ini didapatkan titik fokusyang tidak beraturan. Penyebab tersering

adalah kelainan kornea seperti sikatrik kornea, keratokonus. Bisa juga

disebabkankelainan lensa seperti katarak imatur. Kelainan refraksi ini tidak

bisa dikoreksi dengan lensa silinder 3

uu

Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang di

dalam perkembangannya terjadi keadaan yang disebut 



  

  

(astigmatisme lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertikal bertambah

atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek dibanding jari-jari kelengkungan kornea di

bidang horizontal. Pada keadaan astigmatisme lazim ini diperlukan lensa silinder

negatif dengan sumbu 180 derajat untuk memperbaiki kelainan refraksi yang terjadi.

Pada usia pertengahan kornea menjadi lebih sferis kembali sehingga astigmatisme

menjadi 

  (astigmatisme tidak lazim). Pada keadaan ini kelainan refraksi

astigmatisme dikoreksi dengan silinder negatif dilakukan dengan sumbu tegak lurus

(60-120 derajat) atau dengan silinder positif sumbu horizontal (30-150 derajat).

Keadaan ini terjadi akibat kelengkungan kornea meridian horizontal lebih kuat

dibandingkan kelengkungan vertikal. Hal ini sering ditemukan pada usia lanjut. 1

u!

u! )$%&

 
uKartu  

uBingkai percobaan.

uSebuah set lensa coba.

uKipas astigmat. 9

%+

uPenderita duduk menghadap kartu snellen pada jarak 6 meter.

uPada mata dipasang bingkai percobaan.

uSatu mata ditutup.

uDengan mata yang terbuka pada penderita dilakukan terlebih

dahulupemeriksaan dengan jenis (+) atau (-) sampai tercapai ketajaman

penglihatan terbaik, dengan lensa positif atau negatif tersebut.

uPada mata tersebut dipasang lensa + (positif) yang cukup besar (misalS +3.00)

untuk membuat penderita mempunyai kelainan refraksi astigmatismus

miopikus.

uPenderita diminta melihat kartu kipas astigmat.

uPenderita ditanya tentang garis pada kipas yang paling jelas terlihat.
uBila belum terlihat perbedaan tebal garis kipas astigmat lensa S +3.00

diperlemah sedikit demi sedikit sehingga penderita dapat menentukan garis

mana yang terjelas dan mana yang terkabur.

uLensa silinder negatif (-) dipasang dengan sumbu sesuai dengan garis terkabur

pada kipas astigmat.

uLensa silinder negatif diperkuat sedikit demi sedikit dengan sumbu tersebut

hingga pada satu saat tampak garis yang mula ± mula terkabur sama jelasnya

dengan garis yang sebelumnya terlihat terjelas.

uBila sudah tampak jelas garis pada kipas astigmat, dilakukan tes melihat kartu

snellen. Bila penglihatan belum 6/6 sesuai kartu snellen, maka mungkin lensa

positif (+) yang diberikan terlalu berat, sehingga perlu secara perlahan ± lahan

dikurangi kekuatan lensa positif tersebut atau ditambah lensa negatif.

uPenderita disuruh membaca kartu snellen pada saat lensa negatif (-) ditambah

perlahan ± lahan sampai tajam penglihatan menjadi 6/6. 9

j

Derajat astigmat sama dengan ukuran lensa silinder negatif (-) yang dipakai sehingga

gambar astigmat tampak sama jelas. 9

u!
)'%&

) : dengan lensa S +2.00, pemeriksa mengamati refleksi fundus, bila

berlawanan dengan gerakan retinoskop (against movement) dikoreksi dengan

lensa sferis negatif, sedangkan bila searah dengan gerakan retinoskop (

  
) dikoreksi dengan lensa sferis positif. Meridian yang netral lebih dulu

adalah komponen sferisnya. Meridian yang belum netral dikoreksi dengan lensa

silinder positif sampai tercapai netralisasi. Hasil akhirnya dilakukan transposisi.

% $3

u(

1.  $, diberikan kacamata sesuai kelainan yang didapatkan, yaitu

dikoreksi dengan lensa silinder negatif atau positif dengan atau tanpa kombinasi lensa

sferis.

2.  $, bila ringan bisa dikoreksi dengan lensa kontak keras, tetapi

bila berat bisa dilakukan tranplantasi kornea 3

!%

! 

Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin

meningkatnya umur.3 Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan

perubahan kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas

lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi. 1

Berikut ini gambar ilustrasi pembentukan bayangan pada penderita presbiopia.

Diterangkan bahwa: terjadi kekakuan lensa seiring dengan bertambahnya usia, sehingga

kemampuan lensa untuk memfokuskan bayangan saat melihat dekat. Hal tersebut

menyebabkan pandangan kabur saat melihat dekat. a 



  15

!

Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat:

uKelemahan otot akomodasi

uLensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis

lensa 1

!

Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata

karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul

sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi

lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung, dengan

demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang. 3

!u"# 

uAkibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan

memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering

terasa pedas.

uKarena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin menjauh dan pada

awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil.

uDalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung menegakkan

punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya sehingga mencapai titik

dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca lebih jelas.


uPresbiopia timbul pada umur 45 tahun untuk ras Kaukasia dan 35 tahun untuk ras

lainnya. 3,1

!!

 

uKartu  

uKartu baca dekat

uSeuah set lensa coba

uBingkai percobaan 9

%+

uPenderita yang akan diperiksa penglihatan sentral untuk jauh dan diberikan

kacamata jauh sesuai yang diperlukan (dapat poitif, negatif ataupun

astigmatismat)

uDitaruh kartu baca dekat pada jarak 30-40 cm (jarak baca)

uPenderita disuruh membaca huruf terkecil pada kartu baca dekat

uDiberikan lensa positif mulai S +1 yang dinaikkan perlahan-lahan sampai

terbaca huruf terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini ditentukan

uDilakukan pemeriksaan mata satu per satu 9

j
Ukuran lensa yang memberikan ketajaman penglihatan sempurna merupakan

ukuran lensa yang diperlukan untuk adisi kacamata baca. Hubungan lensa adisi

dan umur biasanya:9

40 sampai 45 tahun ± 1.0 dioptri

45 sampai 50 tahun ± 1.5 dioptri

50 sampai 55 tahun ± 2.0 dioptri

55 sampai 60 tahun ± 2.5 dioptri

60 tahun ± 3.0 dioptri

!(

Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu umur 40

tahun (umur rata ± rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5 tahun diatasnya

ditambahkan lagi sferis + 0.50

Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara:

1.kacamata baca untuk melihat dekat saja

2.kacamata bifokal untuk melihat jauh dan dekat

3.kacamata progressive dimana tidak ada batas bagian lensa untuk melihat jauh dan

melihat dekat.9

 3+ )+
1.Ilyas, Sidarta, 2004.    |  
 
. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas
Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia.

2.Vhaugan, Michael, 1962. 


   |
 . Philadelphia, London: W. B. Saunders
Company.

3.Anonymous, 2002. |        


     


. Surabaya: Laboratorium/ UPF Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga.

4.Anonymous, 2005. 


  diakses dari
/455666&j5j6%5&65j

5.Anonymous, 2005.  diakses dari /455666jj5


j55/

6.Anonymous, 2002.  diakses dari /455666%%6%j

7.Anonymous, 2005.  diakses dari /455666&j5&5/

8.Akmam, 1981.    


. Jakarta: Kepala Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

9.Ilyas, Sidarta, 2000.   |      |  



 Jakarta: Bagian
Ilmu Penyakit Mata Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia.

10.Peary, Robert E, 2005.  !


| 
  "#$#, 1910. New York: Frederick
A. Stokes Co.U.S. Naval bservatory, Nautical Almanac ffice. % %  ,.
Department of the Navy.

11.Anonymous, 2002.  ! 


 . Diakses dari
/455666//7575j&5j&8#

12.Anonymous, 2005. V  diakses dari /455666&j5&5/

13.Anonymous, 2006. V  diakses dari /4556565/&j


14.Anonymous, 2006. %

 diakses dari /455666&j5&
5/

15.Bradford, C (Editor) c 


  . 2004. %  %  
  
&'"(. American Academy of phthalmology.

16.Lee, Judith et all, 2006. |  diakses dari /455666%$9j

Anda mungkin juga menyukai