Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata.
Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya
bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media
penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut
sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya
pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh .

Emetropia
Emetropia adalah suatu keadaan di mana sinar yang sejajar atau jauh
dibiaskan atau difokuskan oleh sistem optik mata tepat pada daerah makula lutea
tanpa mata melakukan akomodasi. Pada mata emetropia terdapat keseimbangan
antara kekuatan pembiasan sinar dengan panjangnya bola mata. Keseimbangan
dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan kelengkungan
kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar
terkuat dibanding media penglihatan mata lainnya. Lensa memegang peranan
terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat.
Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan
pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan
panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat

terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat berupa
miopia, hipermetropia atau astigmat.
Kelainan lain pada pembiasan mata normal adalah gangguan perubahan
kecembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa
sehingga terjadi gangguan akomodasi. Gangguan akomodasi dapat terlihat pada
usia lanjut sehingga terlihat keadaan yang disebut presbiopia.

Akomodasi
Pada keadaan normal cahaya yang datang dari jarak tidak terhingga akan
terfokus pada retina, demikian pula bila benda jauh didekatkan. Hal ini
diakibatkan adanya daya akomodasi mata yang bila benda didekatkan maka
bayangan benda dapat difokuskan pada retina atau makula lutea. Mata akan
berakomodasi untuk melihat jelas benda pada jarak yang berbeda-beda sehingga
bayangan benda akan tetap terfokus pada retina. Akomodasi adalah kemampuan
lensa untuk mecembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliar. Akibat
akomodasi daya pembiasan lensa bertambah kuat.
Teori akomodasi Hemholtz :
Zonula Zinn kendor akibat kontraksi otot siliar sirkuler lensa yang elastis menjadi
cembung dan diameter menjadi kecil.
Teori akomodasi Tsernig:
Dasarnya adalah bahwa nukleus lensa tidak dapat berubah bentuk sedang yang
dapat berubah bentuk adalah bagian lensa superfisial atau korteks lensa pada

waktu akomodasi terjadi tegangan pada zonula Zinn sehingga nukleus lensa
terjepit dan bagian lensa superfifial di depan nukleus akan mencembung.
Mata akan berakomodasi bila bayangan benda difokuskan di belakang
retina. Bila sinar jauh tidak difokuskan pada retina seperti pada mata dengan
kelainan refraksi hipermetropia maka mata tersebut akan berakomodasi terus
menerus walaupun letak bendanya jauh, dan pada keadaan ini diperlukan fungsi
akomodasi yang baik.
Anak-anak dapat berakomodasi dengankuat sekali sehingga memberikan
kesukaran pada pemeriksaan kelainan refraksi. Daya akomodasi kuat pada anakanak dapat mencapai + 12.0-18.0 D. Akibat daripada ini maka pada anak-anak
yang sedang dilakukan pemeriksaan kelainan refraksinya untuk melihat jauh
mungkin terjadi koreksi miopia yang lebih tinggi akibat akomodasi sehingga mata
tersebut memerlukan lensa negatif yang berlebihan (koreksi lebih). Untuk
pemeriksaan kelainan refraksi anak sebaiknya diberikan sikloplegik yang
melumpuhkan otot akomodasi sehingga pemeriksaan kelainan refraksinya murni,
dilakukan pada mata yang beristirahat. Biasanya untuk ini diberikan sikloplegik
atau sulfas atropin tetes mata selama 3 hari. Sulfas atropin bersifat
parasimpatolitik, yang bekerja selain untuk melumpuhkan otot siliar juga
meiumpuhkan otot sfingter pupil.
Pada keadaan bertambahnya usia, maka akan berkurang pula daya
akomodasi akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga lensa sukar mencembung. Keadaan berkurangnya daya akomodasi pada usia lanjut disebut
presbiopia.

BAB II
PEMBAHASAN

MIOPIA
Definisi
Miopi adalah defek refraksi

mata dimana bayangan dari benda yang

terletak jauh berfokus di depan retina pada mata yang tidak berakomodasi. Miopi
merupakan istilah medis untuk penglihatan dekat. Orang dengan miopi melihat
benda lebih jelas bila benda tersebut jaraknya dekat dengan matanya, sedangkan
benda yang jauh nampak buram. Membaca dan melihat dalam jarak dekat
barangkali jelas, namun penglihatan jauhnya buram.

Klasifikasi
Miopi dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologinya, yaitu :

Miopi refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan. Menurut


Borish, miopia refraktif dapat disubklasifikasikan menjadi :
1. Curvature myopia, dimana terdapat peningkatan pada satu atau lebih
kelengkungan permukaan refraktif mata, terutama kornea
2. Index myopia, dimana terjadi perbedaan indeks refraksi dari satu atau
lebih media okuler.

Miopi aksial, miopia yang terjadi akibat panjangnya sumbu bola mata,
dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal.

Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam :

Miopi ringan

: -3 dioptri atau kurang

Miopi sedang

: -3 sampai dengan -6 dioptri

Miopi berat atau tinggi

: -6 dioptri atau lebih

Menurut gambaran klinisnya, miopi dapat dibagi menjadi :

Simple myopia, paling sering terjadi daripada tipe miopia yang lain dan
terjadi bila aksis bola mata terlalu terlalu panjang untuk kekuatan optiknya
(ditentukan oleh kornea dan lensa). Faktor genetik dan lingkungan sangat
berpengaruh untuk terjadinya simple myopia.

Degenerative myopia/malignant, pathological, atau progresive myopia,


ditandai dengan terjadinya perubahan fundus, seperti stafiloma posterior,

dan berhubungan dengan high refractive error dan tajam penglihatan


subnormal setelah koreksi. Miopi yang semakin memburuk secara
progresif dan telah dilaporkan sebagai salah satu penyebab utama
gangguan penglihatan. Miopi jenis ini juga dilaporkan sering ditemukan
pada beberapa ras, seperti Cina, Jepang, Arab dan orang yahudi.

Nocturnal myopia/night myopia/twilight myopia, yaitu suatu kondisi


dimana mata memiliki kesulitan besar melihat pada illumination areas,
walaupun penglihatan pada siang hari normal.

Pseudomyopia, yaitu buramnya penglihatan jauh yang terjadi karena


spasme otot siliaris.

Induce myopia/acquired myopia, terjadi karena paparan berbagai preparasi


obat, meningkatnya kadar gula darah, sklerosis nukleus, dan kondisi
abnormal lainnya.

Miopi juga dapat diklasifikasikan berdasarkan onset, yaitu :

Miopi konginetal, timbul saat lahir dan terus berlangsung selama masa
pertumbuhan.

Youth onset myopia, terjadi sebelum usia 20 tahun

School myopia, timbul selama masa anak-anak, terutama usia

sekolah.

Adult onset myopia

tahun.

Early adult onset myopia, terjadi pada usia antara 20 sampai 40

Late adult onset myopia, terjadi setelah usia 40 tahun.

Epidemiologi
Prevalensi global untuk kelainan refraksi telah diperkirakan sekitar 800
juta sampai 2,3 milyar. Insidensi miopi pada populasi sampel bervariasi dengan
usia, negara, jenis kelamin, ras, etnik, pekerjaan, lingkungan dan faktor-faktor
lain.
Pada beberapa negara, seperti Jepang, Singapura, dan Taiwan, lebih dari
44 % populasi dewasa adalah miopi.
Di Australia, prevalensi miopi (lebih dari -0,5 dioptri) telah diperkirakan
sekitar 17 %. Sedangkan di Yunani, prevalensi miopi diantara usia 15-18 tahun
murid sekolah kira-kira 36,8 %.
Di Indonesia, kelainan refraksi merupakan penyakit mata dengan
prevalensi tertinggi diantara penyakit-penyakit mata yang lain, yaitu sekitar 22,1
%. Kelainan refraksi merupakan urutan ketiga sebagai penyebab kebutaan dengan
prevalensi 9,5 %. Sebenarnya kelainan refraksi merupakan penyebab kebutaan
yang dapat dihindari, sehingga dengan upaya-upaya promotif, prefentif, kuratif
dan rehabilitatif, kebutaan akibat kelainan refraksi ini dapat dikurangi angka
prevalensinya.

Gejala Klinis
Tanda Obyektif
Oleh karena orang miopia jarang melakukan akomodasi, maka jarang
miosis, jadi pupilnya midriasis. Mm. Siliarisnya pun menjadi atrofi menyebabkan
iris letaknya kebih kedalam, sehingga bilik mata depan menjadi lebih dalam.
Pada miopia tinggi, badan kaca mencair, disertai kekeruhan didalamnya,
yang disebut vitreus floaters atau obscurasio corpori vitrei. Karena itu irisnya
tremulans. Juga didapat kekeruhan pada polus posterior lensa. Pada pemeriksaan
oftalmoskop, dilihat papil melebar. Oleh karena pada miop tinggi terdapat
stafiloma sklera posterior, yang terletak dipolus posterior, maka retina harus
meliputi permukaan yang lebih luas, sehingga teregang dan menimbulkan fundus
tigroid pada tempat ini, dimana pigmen tak terbagi rata, tetapi berkelompokkelompok menyerupai kulit harimau. Disebelah temporal dari papil terdapat
kresen miopia (myopic cresent) yamg berupa bercak atrofi dari koroid, akibat
regangan. Kadang-kadang atrofi ini mengelilingi papil dan disebut annular patch.
Daerah atrofi ini berwarna putih. Adanya pigmen yang memisahkannya dari
koroid yang masih baik menunjukkan bahwa prosesnya sudah tenang. Kadangkadang didapat ploriferasi dari epitel pigmen daidaerah makula, yang disebut
Forster-Fuchs black spot. Akibat regangan, mungkin menyebabkan ruptur dri
pembuluh darah retina mengakibatkan

perdarahan yang mungkin dapat juga

masuk ke dalam badan kaca. Mungkin juga terjadi ablasio retina akibat timbulnya
robekan, karena tarikan. Jadi pada miopia tinggi (miopia > 6 dioptri), didapatkan :

Bola mata yang mungkin lebih menonjol

Bilik mata yang dalam

Pupil yang relatif lebih lebar

Iris tremulans yang menyertai cairnya badan kaca

Kekeruhan badan kaca

Kekeruhan di polus posterior lensa

Stafiloma posterior, fundus tigroid di polus posterior lensa

Atrofi koroid berupa kresen miopia atau annular patch, disekitar papil,
berwarna putih dengan pigmentasi dipinggirnya

Perdarahan, terutama di daerah makula, yang mungkin masuk ke dalam


badan kaca

Proliferasi sel epitel pigmen di daerah makula (Foster Fuchs black spot)

Predisposisi untuk ablasio retina


Pada miopia simpleks, didapatkan mata yang lebih menonjol, bilik mata

depan yang dalam, pupil yang relatif lebih lebar, tetapi tidak disertai kelainan di
bagian posterior mata. Mungkin hanya terlihat kresen miopia yang tmpak putih di
sebelah temporal papil, sedikit atrofi dari koroid yang superfisialis, sehingga
pembuluh darah koroid yang lebih besar tampak lebih jelas membayang.

Tanda Subyektif
Oleh karena orang miopia kurang berakomodasi, dibanding yang
emetropia, maka ia senang melakukan pekerjaan-pekerjaan dekat, tetapi mengeluh
tentang penglihatan jauh yang kabur. Pada miopia tinggi, terutama bila disertai

astigmatisme, penderita tak saja mengeluh pada penglihatan jauh, tetapi juga pada
penglihatan dekat, oleh karena harus melakukan konvergensi berlebihan, sebab
pungtum rotundum, yaitu batas titik yang terjauh yang dapat dilihat tanpa
akomodasi, letaknya dekat sekali, pada miopia S(-)6 dioptri, titik ini terletak pada
jarak 100/6 = 16 cm. Pada titik ini ia tidak berakomodasi, tetapi berkonvergensi
kuat sekali sehingga pada mata timbul astenovergens dengan keluhan : lekas
capai, pusing, silau, ngantuk, melihat kilatan cahaya. Pada miopia tinggi, disertai
mata menonjol, bilik mata yang dalam dan pupil yang lebar, penderita mencoba
menutup sebagian kelopak matanya, untuk megurangi cahaya yang masuk,
sehingga ketajaman penglihatannya diperbaiki. Kadang-kadang astenovergens
menimbulkan rasa sakit, sehingga penderita tak mencobanya lagi, dengan
mengakibatkan strabismua divergens. Strabismus divergens dapat pula timbul
akibat penderita sedikit melakukan akomodasi, sehingga kurang pula melakukan
konvergensi.

Etiologi dan Patogenesis


Pada sekitar awal

1900-an, Bates berabggapan miopi terjadi karena

konstraksi muskulus obliqus inferior dan superior yang menyebabkan mata


menjadi

memanjang.

Namun

pada

pertengan

1900-an,

sebagian

besar

oftalmologis dan optometris beranggapan bahwa miopi terutama herediter.


Diantara peneliti dan eye care professionals, sekarang miopi merupakan
hasil kombinasi faktor genetik dan lingkungan.

Terdapat dua dasar mekanisme yang dipercayai menjadi penyebab miopi,


yaitu form deprivation (pattern deprivation) dan optic defocus. Form deprivation
terjadi ketika kualitas bayangan pada retina berkurang; Optic defocus terjadi
ketika fokus cahaya di depan atau belakang retina. Banyak eksperimen pada
binatang memperlihatkan bahwa miopi dapat secara artifisial dihasilkan dengan
memicu salah satu dari kondisi ini. Pada model binatang menggunakan kacamata
lensa negatif, miopi aksial terjadi ketika mata memanjang untuk mengkompensasi
optic defocus. Mekanisme pasti dari image control elongation mata ini masih
belum diketahui. Telah diusulkan bahwa accommodative lag menyebabkan
keburaman (karena optic defocus) yang akhirnya merangsang elongasi aksial dan
miopi.

Teori-teori

Kombinasi dari faktor genetik dan lingkungan


Di Cina, miopi lebih sering terjadi pada latar belakang pendidikan tinggi
dan beberapa studi menunjukkan bahwa pekerjaan dekat dapat
mengeksaserbasi predisposisi genetik untuk nerkembangnya miopi.
Kerentanan genetik terhadap faktor lingkungan ini telah didalilkan sebagai
salah satu penjelasan untuk berbagai derajat miopi diantara individu atau
populasi, namun terdapat beberapa perbedaan pendapat kapankah hal ini
terjadi. Heritabilitas yang tinggi hanya berarti bahwa sebagian besar
variasi pada populasi tertentu pada waktu tertentu disebabkan oleh
perbedaan genetik. Bila lingkungan berubah, karena ditemukannya televisi

dan komputer, hasilnya insiden miopi dapat berubah, walaupun


heritabilitas tetap tinggi. Dapat disimpulkan bahwa dipengaruhi oleh
keturunan, beberapa orang berada dalam resiko tinggi berkembangnya
miopi ketika terpapar kondisi lingkungan modern dengan banyaknya
pekerjaan dekat yang ekstensif seperti membaca. Dengan kata lain, sering
bukan miopi saja yang diwariskan, namun reaksi terhadap kondisi
lingkungan yang spesifik, dan reaksi ini dapat menjadi onset dan progresi
dari miopi.

Faktor genetik
Dari suatu penelitian menunjukkan bahwa gen memiliki peranan pada
terjadinya miopi. Suatu defek pada gen PAX6 diduga bertanggung jawab
terhadap terjadinya miopi. Akibat defek tersebut, maka akan terjadi
perubahan ukuran antero-posterior bola mata selama fase perkembangan
yang menyebabkan bayangan jatuh pada fokus di depan retina. Faktor
genetik menyebabkan perubahan jalur biokimia yang menimnbulkan
kelainan pada pembentukan jaringan ikat termasuk pada mata.

Faktor lingkungan
Selain faktor genetik, ternyata lingkungan juga memiliki peranan yang
penting dalam menyebabkan terjadinya miopi. Miopi disebabkan oleh
kelemahan pada otot-otot silier bola mata yang mengontrol bentuk lensa
mata. Kelemahan otot silier bola mata mengakibatkan lensa tidak mampu
memfokuskan objek yang jauh, sehingga objek terlihat kabur. Terjadinya
kelemahan otot ini, akibat dari banyaknya kerja mata pada jarak dekat,

misalnya membaca buku atau bekerja di depan komputer. Karena mata


jarang digunakan untuk melihat jauh, otot-otot tersebut jarang digunakan
akibatnya menjadi lemah.

Diagnosis
Diagnosis miopi ditegakkan berdasarkan tanda subjektif dan objektif
pasien,

dan

dikonfirmasi

selama

pemeriksaan

ketajaman

penglihatan

menggunakan kartu Snellen, bagi yang buta huruf menggunakan E chart. Selain
itu dapat juga digunakan pemeriksaan refraksi objektif menggunakan retinoskop,
oftalmoskop dan refraktometer.

Penyulit/Komplikasi

Strabismus divergens

Ablasio retina

Perdarahan badan kaca.

Prognosis
Miopia simpleks, dengan koreksi yang baik, disertai dengan pemeliharaan
kesehatan mata dan badan yang baik, prognosisnya baik. Miopia progresif, yang
disertai penyulit yang gawat, kadang-kadang membutuhkan pengurangan, bahkan
penghentian dari pekerjaan dekat. Miopia maligna, prognosisnya buruk.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita miopi dapat dilakukan dengan cara non
bedah dan bedah, hal ini juga tergantung dari berat-ringannya miopi penderita
tersebut.
1. Koreksi non bedah :
Koreksi dengan metode non bedah dapat dilakukan dengan :

Kaca Mata

Lensa kontak

Lensa kontak mengurangi masalah kosmetik yang muncul pada


penggunaan kacamata akan tetapi memerlukan perawatan lensa yang benar
dan bersih.

. Koreksi pada Mata Miopi


2. Koreksi dengan bedah :
Pada keadaan tertentu miopi dapat diatasi dengan pembedahan pada
kornea. Pada saat ini telah terdapat berbagai cara pembedahan pada miopi,
seperti :

Keratotomi radial (RK)


Keratotomi radial dilakukan sayatan radier pada permukaan kornea
sehingga berbentuk jari-jari roda. Bagian sentral kornea tidak
disayat. Bagian kornea yang disayat akan menonjol sehingga
bagian tengah kornea menjadi rata. Ratanya kornea bagian tengah
akan memberikan suatu pengurangan indeks bias kornea sehingga
dapat mengganti lensa kacamata negatif.
Efek samping yang dapat terjadi pada RK :
i. Penglihatan yang tidak stabil
ii. Koreksi lebih atau kurang

Keratotomi Radial (RK)

Keratektomi fotorefraktif (PRK)


PRK mempergunakan sinar eximer untuk membentuk permukaan
kornea. Sinar akan memecah molekul kornea dan lamanya
penyinaran menyebabkan pemecahan sejumlah sel permukaan
kornea.
Efek samping yang dapat terjadi pada PRK :
i.

Nyeri.

ii.

Melemahkan struktur mata secara permanen.

iii.

Kemungkinan menimbulkan jaringan parut besar.

Keratotomi Radial (RK)

Laser assisted In situ interlamellar keratomilieusis (LASIK)


LASIK merupakan suatu gabungan antara teknologi lama dan baru,
yang pada dasarnya menggunakan prinsip keratomileusis dan
automated lamellar keratektomi (ALK).

Keratotomi Radial (RK)

HIPERMETROPIA
Definisi
Hipermetropia adalah kelainan refraksi di mana dalam keadaan mata
istirahat atau tanpa akomodasi, sinar-sinar sejajar yang datang ke mata dari bendabenda jarak tak terhingga difokuskan ke belakang retina. Sinar-sinar divergen
yang datang dari benda-benda pada jarak dekat dibiaskan lebih jauh lagi di
belakang retina. Pada hipermetrop, untuk dapat melihat benda yang terletak pada
jarak tak terhingga (5-6 m atau lcbih), dengan baik, penderita harus
berakomodasi, supaya bayangan dari benda tersebut yang difokuskan dibelakang
retina, .dapat dipindahkan tepat diretina. Untuk melihat benda yang lebih dekat

dengan jelas, akomodasi lebih banyak dibutuhkan,karena bayangannya terletak


lebih jauh lagi dibelakang retina. Dengan demikian untuk mendapatkan ketajaman
penglihatan sebaik-baiknya, penderita hipernetrop, harus selalu berakomodasi,
baik untuk penglihatan jauh, terlebih untuk penglihatan dekat.

Klasifikasi
Secara klinik. Hipermetropia dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu:
-

Simple Hypermetropia, karena variasi biologis normal seperti kelainan


aksial dan refraksi

Pathological hypermetropia karena anatomi mata yang abnormal seperti

trauma, penyakit mata dan gangguan perkembangan.


-

Functional Hypermetropia karena paralisis akomodasi.

Hipermetropia juga dapat dibagi berdasarkan derajat refractive error, yaitu:


-

Hipermetropia ringan : kurang dari 2 dioptri

Hipermetropia sedang : antara +2 sampai +5 dioptri

Hipermetropia berat : lebih besar dari 5 dioptri

Menurut American Optometric Association, hipermetrop diabagi 2 yaitu:


1. Hipermetropia Fisiologis
Sebagian besar kasus hipermetropia bersifat fisiologis . Hipermetropia
fisiologis terjadi bila panjang sumbuu aksial mata lebih pendek daripada panjang
media refraksi yanmg dibutuhkan agar cahaya dengan tepat berfokus di retina. Hal
ini dapat terjadi karena kurvutura kornea yang terlalu datar, kekuatan lensa yang
kurang, dan lainnya yang dapat dilihat pada tabel 1.
Faktor herediter merupakan faktor yang berperan paing penting dalam
hipermetrop

fisiologis

ini

didukung

dengan

faktor

lingkungan

yang

mempengaruhi perkembanghan dan tingkat keparahan.


2. Hipermetropia Patologis
Hipermetrop patologis disebabkan gangguan perkembangan terutama pada
periode prenatal dan postnatal awal, inflamasi atau neoplasma di orbital, atau
disebabkan karena obat-obatn atau gangguan saraf. Hipermetrop ini jarang bila
dibandingkan bila hipermetropia fisilogis. Kelainan seperti Microphtalmia dapat
menyebabkan hipermetropia sebesar 20 dioptri. Kelainan seperti anterior chamber

cleavage syndrome, Sturge-Weber disease, tumor orbita, Adies pupil, obat-obatan


dapat menyebabkan hipermetropia ini. Berbagai gangguan perkembangan yang
menggangu proses emetropisasi anatara lain foveal hypoplasia (albinism,
achromatopsia,, aniridia), Leber congeniatal amaurosis, Aarskog-Scott, Kenny,
Rubinstein-Taybi, fragile X dan Down Syndrome.

Manifestasi Klinik
Terdapat berbagai gambaran klinik hipermetropia seperti :

Hipermetropia manifes, hipermetropia yang didapatkan tanpa sikloplegik.


Hipermetropia manifes merupakan hipermteropia yang dapat dikoreksi
dengan kaca mata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan
normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah
dengan hipermetropia fakultatif.

Hipermetropia manifes absolut, hipermetropia yang tidak dapat diimbangi


dengan akomodasi. Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga
akomodasi sama sekali.

Hipermetropia manifes fakultatif, jumlah hipermetropia yang dinyatakan


dengan lensa positif tertinggi untuk koreksi hipermetropia tanpa
sikloplegik. Hipermetropia manifes dikurangi dengan hipermetropia absolut
disebut sebagai hipermetropia fakultatif. Pada hipermetropia fakultatif
kelainan hipermetropia dapat diimbangi dengan akomodasi. Pasien yang
hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kaca
mata yang bila diberikan kaca .mata positif yang memberikan penglihatan
normal maka otot akomodasinya akan mendapatkan istirahat.

Hipermetropia laten, merupakan perbedaan antara hipermetropia total


dengan manifes. Perbedaan ukuran lensa antara hipermetropia total dengan
hipermetropia

manifes

disebut

sebagai

hipermetropia

laten

atau

tersembunyi. Hipermetropia laten sehari-hari diatasi pasien dengan


akomodasi terus menerus, terutama bila pasien masih muda dan daya

akomodasinya masih kuat. Hipermetropia laten, dimana kelainan


hipermetropia tanpa sikloplegia (obat yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermtropia laten hanya dapat
diukur bila diberikan sikloplegia. Makin muda makin besar komponen
hipermetropia laten seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi
kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetopia
fakultatif dan kemudian akan menjadi hipermetropia absolut.

Hipermetropia total yang merupakan hipermetropia yang ukurannya


didapatkan sesudah diberikan siklopegia.

Contoh: visus 5/7,5

Dengan S(+) 0,5.......................... 5/7,5

S(+)1............................................ 5/5
Sampai di sini, baru dikoreksi hipermetop manifes absolut. Visus menjadi 5/5
karena ada akomodasi.
S(+)1,25........................................ 5/5
S(+)1,5.......................................... 5/5
S(+)1,75........................................ 5/7,5

Yang diambil sebagai koreksi S(+)1,5, lensa. sferis (+) yang terbesar yang
mernberi visus yang sebaik-baiknya. Jadi koreksi hipennetropi rnanifes, dengan
lensa S(+), yang terbesar yang memberikan visus yang rnaksimal.
Pada pernberian lensa S(+)1,25 juga visus sudah 5/5, tetapi dengan
akomodasi, karenanya lensa. harus diperbesar lagi, sampai fokusnya jatuh tepat di
retina, yang ditunjukkan oleh lensaS (+) terbesar, yang memberikan visus yang
maksirnal. Pada contoh ini S(+)1,5. Selama pemerlk.saan yang terakhir yang
dikoreksi adaIah hipermetrop manifes fakultatif, yaitu bagian hipernetrop manifes
yang dapat diatasi dengan akomodasi. Pada contoh, besarnya S (+) 1,5 S(+)1 =
S(+)0,5. Pada-pemberian S(+)1,75 , fokus terletak didepan retina, karena itu
rnenjadi kabur.
Bila kernudian akomodasi dilumpuhkan dengan sikloplegi, tonus dari mrn.
siliaris lenyap dan ternyata dibutuhkan lensa sferis positif yang lebih besar untuk
mendapatkan visus 5/5. Inilah besamya hipermetrop total. Selisili antara
hipermetrop tatal dan hipermetrop manifes, adalah derajat hipermetrop laten,
rnerupakan kekuatan tonus mm. siliaris.

Epidemiologi
Prevelansi hipermetropia berhubungan dengan usia. Pada bayi yang lahir cukup
bulan memiliki hipermetropia ringan ( +2,00 D) sementara bayi prematur dan
bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki hipermetropia yang lebih
ringan ( 0,24 D) atau bahkan miopia. Kira-kira 6-9 % bayi berusia 6-8 bulan
memiliki hipermetropia lebih besar dari + 3,25 dioptri dan menurun sekitar 3,6 %
pada usia 1 tahun. Setelah usia 10-15 tahun terjadi penurunan lagi dari prevelensi
hipermetropia dan terjadi peningkatan myopia. Pada usia tua, terjadi peningkayan
hipermetropia kembali karena hipermetropia laten yang menjadi manifes.
Bayi dengan hipermetrop sedang dan berat ( > +3,5 D ) memiliki
kemungkinan 13 kali lebih besar untuk menderita strabismus samapi usia 4 tahun
dan 6 kali untuk memiliki ketajaman penglihatan yang kurang daripada bayi
dengan hipermetropia yang rendah dan normal. Hipermetropia yang tinggi
berhubungan erat dengan meningkatnya resiko amblyopia dan strabismus dan
dijadikan sebagai dasar untuk menilai penglihatan pada anak-anak. Hipermetropia
tinggi juga sangat berkaitan dengan infantile esotropia.
Prevelensi hipermetropia juga dipengaruhi etnis. Etnis Amerika asli,
African American, dan Kepulauan Pasifik memiliki prevelensi tertinggi
hipermetropia.

Diagnosis
Apabila hipermetropnya tinggi, atau didapatkan pada orang tua, pada
umumnya tak ada keluhan, pada penglihatan jauh. Terutama bila didapat pada

orang muda yang sehat. Gejata astenopia akomodatif timbul" setelah melakukan
pekerjaan dekat seperti menulis, membaca, menjahit dan sebagainya karena untuk
mengerjakan pekerjaan tersebut dibutuhkan akomodasi yang banyak. Keluhannya
terdiri dari sakit disekitar mata, sakit kepala margo palpebra dan konjungtiva
merah, lakrimasi, fotofobi ringan, mata merasa panas, berat, mengantuk dan kabur
pada penglihatan dekat. Tanda-tandai ni menghebat, bila keadaan umum buruk.
Penglihatan jauh menjadi terganggu, bila derajat hipermetropnya tinggi,melebihi
daya akomodasi nya, jadi merupakan hipermetrop manifes absolut. Dalam hat ini
gejala astenopi akomodatif dapat timbul baik untuk penglihatan dekat maupun
jauh. Dengan bertambahnya umur, timbul kesulitan meombaca bila tak memakai
kacamata.
Beberapa tes yang dilakukan untuk menentukan adanya hipermetropia
antara lain visual aquity dan refraction, binocular vison dan akomodasi.

Penatalaksanaan
1. Koreksi non bedah :
Koreksi dengan metode non bedah dapat dilakukan dengan :

Kaca Mata

Lensa kontak

2. Koreksi dengan bedah :

LASIK (Laser-In-Situ Keratomileusis)

Refractive Lens Exchage

3. Obat-obatan seperti antikolinesterase seperti diisopropylfluorophosphate


(DFP) dan echothiophate iodide (Phospholine Iodide)

Prognosis
Prognosis hipermetropia fisiogis umumnya baik kecuali bagi mereka yang
memiliki hipermetropia dengan amblyopia dan strabismus. Koreksi yang sesuai
akan memberikan penglihatan yang baik dan single binocular vision yang
nyaman. Anak-anak kecil yang memiliki hipermtropia dengan amblyopia,

strabismus atau anisometropia membutuhkan pengobatan dan evaluasi yang


intensif, dimulai saat umur 3 sampai 6 bulan. Bagi anak-anak dengan
hipermetropia saja, evaluasi diperlukan setiap 6 bulan sekali sementara bagi orang
deasa setiap 1 atau 2 tahun sekali. Pasien dengan pathologic hypermetropia
memerlukan pengobatan penyakit penyertanya.

ASTIGMATISME
Definisi
Astigmatisme, merupakan kelainan refraksi mata, dimana didapatkan
bermacam-macam derajat refraksi pada bermacam-macam meridian, sehingga
sinar sejajar yang datang pada mata itu akan difokuskan pada macam-macam
fokus pula. Setiap meridian mata mempunyai titik fokus tersendiri. Apabila
letaknya teratur disebut astigmatisme regularis sedangkan apabila letaknya tidak
teratur disebut astigmatisme iregularis.

Normal

Astigmatisme

Klasifikasi
1. Berdasarkan struktur asimerinya:
a. Corneal astigmatism : astigmatisme karena bentuk kelainan bentuk di
kornea (90%)
b. Lenticular astigmatism : astigmatisme karena bentuk kelainan bentuk
di lensa (10 %)
2. Berdasarkan axisnya
a. Reguler astigmatism : apabila letak titik fokusnya teratur
Pada astigmatisme regularis, meskipun setiap meridian mempunyai
daya bias tersendiri, tetapi perbedaan itu teratur dari meridian dengan
daya bias yang terlemah kemudian membesar sampai meridian dengan
daya bias yang terkuat. Meridian dengan daya bias yang terlemah ini
tegak lurus terhadap meridian dengan daya bias yang terkuat.
Kemudian disusul dengan meridian-meridian yang sedikit demi sedikit
daya biasnya menjadi lemah dengan teratur sampai meridian dengan
daya bias terlemah dan seterusnya, daya biasnya bertambah kuat lagi
sampai meridian dengan daya bias yang terkuat. Astigmatisme reguler
dibagi menjadi :
o Against the rule astigmatism : bila meridiannya lebih kuat pada
horisontal
o With the rule astigmatism: bila meridiannya lebih kuat pada
vertikal
o Oblique astigmatism bila meridiannya lebih dari 30 derajat dari

vertkal dan horisontal


b. Ireguler astigmatism
Pada astigmatisme yang iregularis, ada perbedaan refraksi yang.tak
teratur pada setiap meridian dan bahkan mungkin terdapat perbedaan
refraksi pada meridian yang sama.

3. Berdasarkan fokusnya
a. Simple astigmatism
- Simple hypermeropia astigmatism
- Simple myopia astigmatism
b. Compund astigmatism
- Compound hypermeropia astigmatism
- Compound myopic astigmatism
c. Mixed astigmatism

Ast. M. Simplex

Ast. M
Compositium

Ast. H. Simplex

Ast. H Compositium

Ast. Mixtus

Epidemiologi
Menurut sebuah penelitian di Amerika, hampir 3 dari 10 anak-anak yang
berusia atara 5 sampai 17 tahun memiliki astigmatisme. Sebuah penelitian di
Brazilmenemukan bahwa 34 % dari anak sekolah di sebuah kota memiliki
astigmatisme. Penelitian di Bangladesh menemukan 1 dari 3 (32,4 %) orang-orang
yang berusia di atas 30 tahun memiliki astigmatisme.

Diagnosis
Walaupun astigmatisme ringan tidak bergejala, sebagian besar astigmatisme dapat
menimbulkan gejala seperti blur vision, juling, astenopia, lelah dan sakit kepala.
Beberapa alat yang digunakan untuk menentukan adanya astigmatisme, kekuatan
dan axis dari astigmatism antara lain keratometer, corneal trophographer,
autorefractor, Jackson cross cylinder, clock diat atau sunburst.

Penatalaksanaan
1. Koreksi non bedah :
Koreksi dengan metode non bedah dapat dilakukan dengan :

Kaca Mata

Lensa kontak

2. Koreksi dengan bedah :


a. LASIK (Laser-In-Situ Keratomileusis)

LASEK (Laser Epithelial Keratomileusis)

PRK (Photo Retractive Keratotomy)

LRI (Limbal Relaxing Incision)

PRESBIOPIA
Definisi
Presbiopi yang berasal dari bahasa Yunani presbyteros yang artinya tua,
adalah hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan
yang pada semua orang. Merupakan suatu keadaan dimana pungtum maksimum,
yaitu titik terdekat yang dapat dilihat dengan akomodasi yang maksimal, telah
begitu jauh, sehingga pekerjaan dekat yang halus seperti membaca, menjahit sukar
dilakukan.

Seseorang

dengan

mata

emetrop

akan

mulai

merasakan

ketidakmampuan membaca huruf kecil atau membedakan benda-benda kecil yang


terletak berdekatan pada usia 44-46 tahun. Hal ini semakin buruk pada cahaya
yang temaram dan biasanya lebih nyata pada pagi hari atau apabila subjek lelah.
Banyak orang mengeluh mengantuk apabila membeca Proses ini merupakan
keadaan fisiologis, terjadi pada setiap mata.

Grafik penurunan kekuatan lensa sejalan berjalannya usia

Mekanisme
Pada mata, lensa terletak dibelakang iris dan pupil. Otot siliaris yang kecil
menarik dan mendorong lensa, mengatur kurvatura, dengan demikian mengatur
kekuatan lensa untuk membawa objek ke fokus. Seiring bertambahnya usia , lensa
menjadi kurang fleksibel dan elastis, dan otot siliaris menjadi berkurang
kekuatannya. Karena perubahan ini menyebabkan pengeturan lensa yang
inadekuat pada berbagai jarak, benda yang dekat menjadi tampak buram.
Penyebab utama presbiopi adalah hilangnya elastisitas lensa. Hilangnya kekuatan
otot siliaris, juga dipercaya menambah masalah pada penyebab utama.

Gejala
Gejala yang timbul akibat gangguan akomodasi ini adalah keluhan saat
membaca atau melihat dekat menjadi kabur dan membaca harus dibantu dengan
penerangan yang lebih kuat (pupil mengecil), serta mata menjadi cepat lelah pada
pasien berusia di atas 40 tahun.

Diagnosa
Diagnosis ditegakkan dari gejala-gejala yang ditemukan dan dikonfirmasi
pada pemeriksaan mata.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita presbiopia adalah dengan menggunakan
kacamata sferis positif (S+), yang kekuatannya sesuai dengan umur pasien. Pada
kacamata baca diperlukan koreksi atau penambahan sesuai dengan bertambahnya
usia pasien biasanya adalah :

+1.0 D untuk usia 40 tahun

+1.5 D untuk usia 45 tahun

+2.0 D untuk usia 50 tahun

+2.5 D untuk usia 55 tahun

+3.0 D untuk usia 60 tahun

Penambahan kekuatan lensa untuk membaca juga disesuaikan dengan


kebutuhan jarak kerja pasien pada waktu membaca sehingga angka angka di atas
tidak merupakan angka yang tetap. Penambahan maksimal kekuatan lensa yang
diberikan pada pasien presbiopia adalah +3.0, hal ini karena pada keadaan ini
mata tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda
yang dilihat terletak pada titik api lensa +3.0 dioptri sehingga sinar yang keluar
akan sejajar dan bayangan akan difokuskan tepat pada retina.

Anda mungkin juga menyukai