Oleh:
Fakhrul Ramadana
072001500036
Krisis moneter tahun 1997 membuat perusahaan tempatnya bekerja NTI Resources
Ltd goyang dan bangkrut. Investasinya di pasar saham juga anjlok karena krisis yang terjadi.
Tidak memiliki pekerjaan dan tabungan yang juga menipis membuat Sandiaga Uno memilih
kembali ke Indonesia. Ternyata di Indonesia situasinya pun hampir sama karena krisis global
yang juga berdampak ke Indonesia. Bahkan Uno waktu itu tidak dapat membayar uang sewa
rumahnya hingga dia harus kembali ke rumah orang tuanya. Situasi yang sangat sulit ini
membuat Sandiago Uno hampir putus asa.
Selepas menjadi pengangguran, Sandi pun memilih kembali ke Indonesia. Ia pun
mengambil langkah selanjutnya dengan mencari dan mendaftar pekerjaan baru, akan tetapi
hasilnya nihil, usaha yang dilakukannya justru ditolak oleh 25 perusahaan. Pengalaman buruk
yang dialami ketika dia bekerja adalah pemicu yang membuatnya memilih menjadi seorang
konsultan keuangan bersama dengan sahabatnya mendirikan usaha jasa konsultan. Namun
lagi-lagi usahanya tak semulus yang dibayangkan.
Banyak calon klien yang memandang Sandi sebelah mata atas upaya dan
kemampuannya hingga akhirnya setelah 6 bulan bersama dengan masa kesulitan, ada calon
klien dari suatu perusahaan yang memercayai dan menggunakan jasanya. Pada tahun 1998
Sandi bersama dengan Edwin Soerjadjaja mendirikan Saratoga Capital yaitu perusahaan yang
bergerak dalam bidang sumber daya alam dan infrastruktur. Saratoga bekerja dengan cara
mengumpulkan investasi untuk mengakuisisi perusahaan ‘sakit’, lalu membenahi kinerja
perusahaan tersebut. Setelah kondisi perusahaan membaik, aset perusahaan dijual dengan
harga lebih tinggi. Bisnis Sandi mengelola Saratoga terbilang sukses. Dalam waktu 10 tahun,
perusahaan tersebut berhasil mengambil alih 12 perusahaan, di antaranya yang berhasil dijual
kembali adalah PT Dipasena Citra Darmaja, PT BTPN, serta PT Astra Microtronics.