Anda di halaman 1dari 34

PELAYANAN OBSTETRI NEONATAL EMERGENSI KOMPREHENSIF (PONEK) –

PEDOMAN PELAYANAN

Posted on 22/06/2016 by admin

Susunan Pedoman Pelayanan PONEK meliputi hal-hal sebagai berikut :

BAB I. Pendahuluan.

1. Latar Belakang
2. TujuanPedoman
3. Ruang Lingkup Pelayanan
4. Ponek Rumah Sakit Kelas C
5. Pelayanan Penunjang Medik.
6. BatasanOperasional
7. Landasan Hukum.

BAB II. STANDAR KETENAGAAN.

1. Kualifikasi Sumber Daya Manusia.


2. Distribusi Ketenagaan.
3. Pengaturan Jaga / Dinas.

BAB III. STANDARFASILITAS.

1. DenahRuang.
2. Standar FasilitasPONEK.

BAB IV. TATA LAKSANA PELAYANAN.

1. Pelayanan RawatJalan.
2. Pelayanan Rawat Inap.

BAB V. LOGISTIK.

BAB VI. KESELAMATAN PASIEN.

1. Definisi.
2. Tujuan.
3. Standar Patient Safety.

BAB VII. KESELAMATANKERJA.

1. Pengertian.
2. Tujuan.
3. Tata Laksana Keselamatan Karyawan.

BAB VIII.Pengendalian Mutu

1. Persalinan Dan Perinatologi (Kecuali Rumah Sakit Khusus Diluar


Rumah Sakit Ibu & Anak) 37

BAB IX. PENUTUP.

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATARBELAKANG.

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) yang menjadi indikator kualitas
kesehatan masyarakat di suatu negara,masih tergolong tinggi di Indonesia yaitu
AKI:307/100.000 KH (SDKI 2002/2003) dan AKB : 35/10000 KH (SDKI2002/2003).

Angka Kematian Ibu di Indonesia masih menempati peringkat teratas diantara negara-negara
Asia Tenggara.Penyebab kematian ibu terbanyak adalah perdarahan 28%,Eklampsia 24%,Infeksi
11%,partus macet/lama 8% dan aborsi 5% (SKRT2001).

Di dalam Angka Kematian Bayi tercakup Angka Kematian Perinatal,dimana kematian karena
gangguan perinatal menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga 1986 adalah 42,3% dari kematian
bayi pada usia 0-1 bulan.Mengingat kematian bayi khususnya dalam periode perinatal berkaitan
erat dengan kesehatan ibu dimana AKI masih tinggi maka betapa pentingnya pelayanan Maternal
dan Perinatal sebagai kegiatan integrative di Rumah Sakit untuk terus ditingkatkan dalam upaya
menurunkan AKI dan AKB.

Penyebab kematian pada masa prenatal/neonatal pada umumnya berkaitan dengan kesehatan ibu
selama kehamilan,kesehatan janin selama didalam kandungan dan proses pertolongan persalinan
yang bermasalah.

Komplikasi obstetric tidak selalu dapat diramalkan sebelumnya dan mungkin saja terjadi pada
ibu hamil yang diidentifikasi normal.Oleh karena itu perlu strategi penurunan kematian/kesakitan
maternal perinatal dengan meningkatkan kualitas pelayanan serta kualitas dan kuantitas sumber
daya manusia dengan pembekalan pelatihan secara berkala. Pelayanan obstetri dan neonatal
regional merupakan upaya penyediaan pelayanan bagi ibu dan bayi

baru lahir secara terpadu dalam bentuk Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif
(PONEK) di Rumah Sakit dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar (PONED) di
tingkat Puskesmas.
Rumah Sakit PONEK 24 Jam merupakan bagian dari sistem rujukan dalam pelayanan
kedaruratan dalam maternal dan neonatal, yang sangat berperan dalam menurunkan angka
kematian ibu dan bayi baru lahir. Kunci keberhasilan PONEK adalah ketersediaan tenaga
kesehatan yang sesuai kompetensi, prasarana,sarana dan manajemen yang handal.

Untuk mencapai kompetensi dalam bidang tertentu, tenaga kesehatan memerlukan pelatihan-
pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perubahan perilaku dalam
pelayanan kepada pasien.

1.2. TUJUAN PEDOMAN.

a. Umum
Meningkatkan Pelayanan Maternal dan Perinatal yang bermutu dalam upaya penurunan Angka
Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi di Indonesia

b. Khusus

1. Terlaksananya manajemen pelayanan maternal dan perinatal dari aspek administrasi &
manajemen,kompetensi SDM, fasilitas dan sarana serta prosedur pelayanan di RS.
2. Terklaksananya system rujukan pelayanan maternal dan perinatal.
3. Pembinaan dan pengawasan pelayanan maternal dan perinatal di RS.

1.3. RUANG LINGKUP PELAYANAN.

Upaya Pelayanan PONEK:


1. Stabilisasi di UGD dan persiapan untuk pengobatan definitif.
2. Penanganan kasus gawat darurat oleh tim PONEK RS di ruang tindakan.
3. Penanganan operatif cepat dan tepat meliputi laparotomi, dan sectio caesaria.
4. Perawatan intensif ibu dan bayi.
5. Pelayanan Asuhan Ante Natal Risiko Tinggi.

1.4. PONEK RUMAH SAKIT KELAS C.

1. Pelayanan Kesehatan Maternal dan NeonatalFisiologis.

 a. Pelayanan Kehamilan.
 b. Pelayanan Persalinan.
 c. Pelayanan Nifas.
 d. Asuhan Bayi Baru Lahir (Level1).
 e. Immunisasi dan Stimulasi, Deteksi, Intervensi Dini Tumbuh Kembang(SDIDTK)
2. Pelayanan kesehatan Maternal dan Neonatal dengan risiko tinggi:

 Masa antenatal :
o Perdarahan pada kehamilan muda.
o Nyeri perut dalam kehamilan muda dan lanjut.
o Gerak janin tidak dirasakan.
o Demam dalam kehamilan dan persalinan.
o Kehamilan ektopik (KE) & Kehamilan EktopikTerganggu (KET).
o Kehamilan dengan Nyeri kepala, gangguan penglihatan, kejang dan/koma,
tekanan darah tinggi.
 Masa intranatal : 
o Persalinan dengan parututerus
o Persalinan dengan distensi uterus
o Gawat janin dalam persalinan
o Pelayanan terhadap syok
o Ketuban pecah dini
o Persalinan lama
o Induksi dan akselerasi persalinan
o Aspirasi vakummanual
o Seksiosesarea
o Epiotomi
o Malpresentasi danmalposisi
o Distosiabahu
o Prolapsus talipusat
o Plasenta manual
o Perbaikan robekanserviks
o Perbaikan robekan vagina dan perineum
o Perbaikan robekan dindinguterus
o Histerektomi
o Sukarbernapas
o Kompresi bimanual danaorta
o Dilatasi dankuretase
o Ligase arteriuterina
o Bayi baru lahir denganasfiksia
o BBLR
o Resusitasi bayi barulahir
o Anestesia umum dan lokal untuk seksiosesaria
o Anestesia spinal (bila memerlukan pemeriksaan spesialistik, dirujuk ke RSIA/
RSU)
 Masa Post Natal Masanifas
o Demam pascapersalinan :
 Perdarahan pascapersalinan.
 Nyeri perut pascapersalinan.
 Keluarga Berencana.
 Asuhan bayi baru lahir sakit (level2).

3. Pelayanan Kesehatan Neonatal

 hiperbilirubinemi,
 asfiksia,
 traumakelahiran,
 hipoglikemi
 kejang,
 sepsis neonatal
 gangguan keseimbangan cairan danelektrolit.
 gangguanpernapasan,
 kelainan jantung (payah jantung, payah jantung bawaan, PDA),
 gangguan pendarahan,
 renjatan (shock),
 aspirasi mekonium,
 koma,
 Inisiasi dini ASI (BreastFeeding),
 Kangaroo MotherCare,
 Resusitasi Neonatus,
 Penyakit Membran Hyalin,
 Pemberian minum pada bayi risiko tinggi,

4. Pelayanan Ginekologis

 Kehamilanektopik
 Perdarahan uterusdisfungsi
 Perdarahan menoragia
 Kista ovariumakut
 Radang Pelvikakut
 AbsesPelvik
 Infeksi SaluranGenitalia
4. Perawatan Khusus / High Care Unit dan Transfusi Darah.
 

IV
PROGRAM
NASIONAL
PROGRAM NASIONAL
GAMBARAN UMUM
Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia,
Pemerintah
menetapkan beberapa program nasional yang menjadi
prioritas. Program prioritas
tersebut meliputi:
a) menurunkan angka kematian ibu dan bayi serta
meningkatkan angka
kesehatan ibu dan bayi
b)
menurunkan angka kesakitan HIV/AIDS
c)
menurunkan angka kesakitan
tuberkulosis
d)
pengendalian resistensi antimikroba
e)
pelayanan
geriatri
Implementasi program ini di rumah sakit dapat berjalan baik
apabila mendapat
dukungan penuh dari pimpinan/direktur rumah sakit berupa
penetapan regulasi,
pembentukan organisasi pengelola, penyediaan fasilitas,
sarana dan dukungan
finansial untuk
mendukung pelaksanaan program.
SASARAN,
STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, SERTA ELEMEN
PENILAIAN
SASARAN I:
PENURUNAN ANGKA KEMATIAN
IBU DAN
BAYI
SERTA
PENINGKATAN
KESEHATAN IBU
DAN BAYI
Standar 1
Rumah sakit melaksanakan program PONEK 24 jam di rumah
sakit
beserta
monitoring dan evaluasinya.
Standar 1.1
Rumah sakit menyiapkan sumber daya untuk penyelenggaraan
pelayanan PONEK.
Standar 1.2

R
umah sakit
melaksanakan pelayanan rawat gabung, mendorong pemberian
ASI
ekslusif, melaksanakan edukasi dan perawatan me
tode kangguru pada bayi berat
badan lahir rendah (BBLR
).
Maksud dan Tujuan
Standar 1, Standar 1.1 dan Standar 1.2
Mengingat kematian bayi mempunyai hubungan erat dengan
mutu penanganan
ibu
hamil dan melahirkan
, maka proses
antenatal care,
persalinan dan perawatan
bayi harus dilakukan dalam sistem terpadu di tingkat nasional
dan regional.
Pelayanan obstetri dan neonatal regional merupakan upaya
penyediaan pelayanan
bagi ibu dan bayi baru lahir secara terpadu dalam bentuk
Pelayanan Obstetri
Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di
Rumah Sakit dan Pelayanan
Obstetri Neonatal Emergen
si
Dasar (PONED) di tingkat Puskesmas.
Rumah
Sakit PONEK 24 Jam merupakan bagian dari sistem rujukan
dalam
pelayanan kedaruratan dalam maternal dan neonatal, yang
sangat berperan dalam
menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir.
Kunci keberhasilan PONEK adalah ketersediaan tenaga
-
tenaga kesehatan yang
sesuai kompetensi, prasarana, sarana dan manajemen yang
handal.
Rumah sakit dalam melaksanakan program PONEK sesuai
dengan pedoman
PONEK yang berlaku, dengan langkah
-
langkah pelaksanaan sebagai berikut:
a)
m
elaksanakan dan menerapkan
standar pelayanan perlindungan ibu dan bayi
secara
t
erpadu dan paripurna.
b)
m
engembangkan kebijakan dan SPO
pelayanan
sesuai dengan standar
c)
m
eningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi
termasuk
kepedulian terhadap ibu dan bayi.
d)
m
eningkatkan kesia
pan rumah sakit dalam melaksanakan fungsi pelayanan
obstetrik dan neonatus
t
ermasuk pelayanan kegawat daruratan (PONEK 24
j
am)
e)
m
eningkatkan fungsi rumah sakit sebagai model dan pembina
teknis dalam
pelaksanaan IMD dan pemberian ASI Eksklusif
f)
m
eningkatkan f
ungsi rumah sakit sebagai pusat rujukan pelayanan kesehatan
ibu dan bayi bagi sarana pelayanan kesehatan lainnya.
g)
m
eningkatkan fungsi
r
umah
s
akit dalam Perawatan Metode Kangguru (PMK)
pada BBLR.
h)
m
elaksanakan sistem monitoring dan evaluasi pelaksanaan progr
am RSSIB
10 langkah menyusui dan peningkatan kesehatan ibu
i)
ada regulasi rumah sakit yang menjamin pelaksanaan PONEK
24 jam,
meliputi pula pelaksanaan rumah sakit sayang ibu dan bayi,
pelayanan ASI
eksklusif (termasuk IMD), pelayanan metode kangguru, dan SP
O Pelayanan
Kedokteran untuk pelayanan PONEK (lihat juga PAP 3.1)
j)
dalam rencana strategis (Renstra), rencana kerja anggaran
(RKA) rumah
sakit, termasuk upaya peningkatan pelayanan PONEK 24 jam
k)
tersedia ruang pelayanan yang memenuhi persyaratan untuk
PONEK
antara
lain rawat gabung
l)
pembentukan tim PONEK
m)
tim PONEK mempunyai program kerja dan bukti
pelaksanaannya
n)
terselenggara pelatihan untuk meningkatan kemampuan
pelayanan PONEK
24 jam, termasuk stabilisasi sebelum dipindahkan
o)
pelaksanaan rujukan sesuai peraturan perundangan
p)
pelaporan dan analisis meliputi :

angka keterlambatan operasi operasi section caesaria (SC) ( >
30
menit)

angka keterlambatan penyediaan darah ( > 60 menit)

angka kematian ibu dan bayi

kejadian tidak dilak
ukannya inisiasi menyusui dini (IMD) pada bayi baru
lahir
Elemen Penilaian Standar 1
1.
Ada regulasi rumah sakit tentang pelaksanaan PONEK 24 jam
di rumah sakit
dan ada rencana kegiatan PONEK dalam perencanaan rumah
sakit. (R)
2.
Ada bukti keterlibatan pimpina
n rumah sakit di dalam menyusun kegiatan
PONEK. (D,W)
3.
Ada bukti upaya p
eningkatan kesiapan rumah sakit dalam melaksanakan
fungsi pelayanan obstetrik dan neonatus
t
ermasuk pelayanan kegawat
daruratan (PONEK 24 Jam)
. (D,W)
4.
Ada bukti pelaksanaan rujukan dalam
rangka PONEK (lihat juga ARK.5)
.
(D,W)
5.
Ada bukti pela
ksanaan sistem monitoring dan evaluasi program
rumah sakit
sayang ibu dan bayi (
RSSIB
). (D,W)
6.
Ada bukti pelaporan dan analisis yang meliputi 1 sampai
dengan 4 di maksud
dan tujuan. (D,W)
Elemen
Penilaian Standar 1.1
1.
Ada bukti terbentuknya tim PONEK dan program kerjanya. (R)
2.
Ada bukti pelatihan pelayanan PONEK. (D,W)
3.
Ada bukti pelaksanaan program tim PONEK. (D,W)
4.
Tersedia ruang pelayanan yang memenuhi persyaratan untuk
PONEK.
(D,O,W)
Elemen Penil
aian Standar 1.2
1.
Terlaksananya rawat gabung. (O,W)
2.
Ada bukti RS melaksanakan
IMD dan
mendorong
pemberian ASI E
k
slusif
.
(O,W)
3.
Ada bukti pelaksanaan edukasi dan p
erawatan
m
etode
k
angguru (PMK) pada
bayi berat badan lahir rendah (
BBLR
)
.
(D,O,W)
SASARAN II:
PENURUNAN ANGKA KESAKITAN HIV/AIDS (Standar 2)
Standar 2
Rumah sakit melaksanakan penanggulangan HIV/AIDS sesuai
dengan
peraturan
perundang
-
undangan.
Maksud dan Tujuan Standar 2
Dalam waktu yang singkat virus
human immunodeficiency virus
(
HIV
)
telah
mengubah keadaan sosial, moral, ekonomi dan kesehatan
dunia. Saat ini HIV/AIDS
merupakan masalah kesehatan terbesar yang
dihadapi oleh komunitas global.
Saat ini,
Pemerintah
telah mengeluarkan kebijakan dengan
melakukan peningkatan
fungsi
pelayanan kesehatan bagi orang hidup dengan HIV/AIDS
(ODHA)
.
Kebijakan
ini menekankan kemudahan akses bagi orang hidup dengan
HIV/AIDS (ODHA)
untuk mendapatkan layanan pencegahan, pengobatan,
dukungan dan perawatan,
sehingga diharapkan lebih banyak orang h
idup dengan HIV/AIDS (ODHA) yang
memperoleh pelayanan yang berkualitas.
Rumah sakit dalam melaksanakan penanggulangan HIV/AIDS
sesuai dengan
standar pelayanan bagi rujukan
orang dengan HIV/AIDS (
ODHA
)
dan satelitnya
dengan langkah
-
langkah pelaksanaan sebag
ai berikut:

m
eningkatkan fungsi pelayanan
Voluntary Counseling and Testing
(VCT)
;

m
eningkatkan fungsi pelayanan
Prevention Mother to Child
Transmision
(
PMTCT
)
;

m
eningkatkan fungsi pelayanan
Antiretroviral Therapy
(
ART
) atau
bekerjasama dengan RS yang
ditunjuk;

m
eningkatkan fungsi pelayanan Infeksi Oportunistik (IO);

m
eningkatkan fungsi pelayanan pada ODHA dengan faktor risiko
Injection
Drug Use
(IDU)
; dan

m
eningkatkan fungsi pelayanan penunjang, yang meliputi:
pelayanan gizi,
laboratorium, dan
radiologi, pencatatan dan pelaporan.
Elemen Penilaian Standar 2
1.
Adanya regulasi
r
umah
s
akit dan dukungan penuh manajemen dalam
pelayanan penanggulangan
HIV/AIDS
. (R)
2.
Pimpinan
r
umah
s
akit berpartisipasi dalam menyusun rencana pelayanan
penanggulangan
HIV/AIDS
. (D,W)
3.
Pimpinan
r
umah
s
akit berpartisipasi dalam menetapkan keseluruhan
proses/mekanisme dalam pelayanan penanggulangan
HIV/AIDS termasuk
pelaporannya
.
(D,W)
4.
Terbentuk dan berfungsinya Tim HIV/AIDS
r
umah
s
akit
( D,W )
5.
Terlaksananya pelatiha
n untuk meningkatkan
kemampuan
te
knis Tim
HIV/AIDS sesuai standar
. (D,W)
6.
Terlaksananya fungsi rujukan HIV/AIDS pada rumah
sakit sesuai dengan
kebijakan yang berlaku
. (D)
7.
Terlaksananya pelayanan VCT, ART, PMTCT, IO,
OD
HA
dengan
faktor risiko
IDU, penunjang
sesuai
dengan kebijakan
. (D)
SASARAN III:
PENURUNAN ANGKA KESAKITAN TUBERKULOSIS
Standar 3
Rumah sakit melaksanakan program penanggulangan
tuberkulosis di rumah sakit
beserta monitoring dan evaluasinya melalui kegiatan:
a)
promosi kesehatan;
b)
surveilans tuberkulosis;
c)
pengendalian faktor risiko;
d)
penemuan dan penanganan kasus tuberkulosis;
e)
pemberian kekebalan; dan
f)
pemberian obat pencegahan.
Standar 3.1
Rumah sakit
menyiapkan sumber daya untuk penyel
e
nggaraan pelayanan dan
penanggulangan
tuberkulosi
s.
Standar 3.2
Rumah sakit menyediakan sarana dan prasarana pelayanan
tuberkulosis sesuai
peraturan perundang
-
undangan.
Standar 3.3
Rumah sakit telah melaksanakan pelayanan tuberkulosis dan
upaya pengendalian
faktor risiko tuberkulosis
sesuai peraturan perundang
-
undangan.
Maksud dan Tujuan Standar 3 sampai dengan Standar 3.3
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan penanggulangan
tuberkolosis berupa
upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif,
preventif, tanpa
mengabaikan aspek k
uratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk melindungi
kesehatan masyarakat , menurunkan angka kesakitan ,
kecatatan atau kematian,
memutuskan penularan mencegah resistensi obat dan
mengurangi dampak negatif
yang ditimbulkan akibat tubekulosis.
Rumah sakit dalam melaksanakan penanggulangan tubekulosis
melalui kegiatan
yang meliputi:
a)
Promosi kesehatan yang diarahkan untuk meningkatkan
pengetahuan yang
benar dan komprehensif mengenai pencegahan penularan,
penobatan , pola
hidup bersih dan sehat (
PHBS) sehingga terjadi perubahan sikap dan perilaku
sasaran yaitu pasien dan keluarga, pengunjung serta staf
rumah sakit
b)
Surveilans tuberkulosis, merupakan kegiatan memperoleh data
epidemiologi
yang diperlukan dalam sistem informasi program
penanggulanga
n
tuberkulosis, seperti pencatatan dan pelaporan tuberkulosis
sensitif obat,
pencatatan dan pelaporan tuberkulosis resistensi obat.
c)
Pengendalian faktor risiko tuberkulosis, ditujukan untuk
mencegah,
mengurangi penularan dan kejadian penyakit tuberkulosis,
yang
pelaksanaannya sesuai dengan pedoman pengendalian
pencegahan infeksi
tuberkulosis di rumah sakit pengendalian faktor risiko
tuberkulosis, ditujukan
untuk mencegah, mengurangi penularan dan kejadian penyakit
tuberkulosis,
yang pelaksanaannya sesuai de
ngan pedoman pengendalian pencegahan
infeksi tuberkulosis di rumah sakit
d)
Penemuan dan penanganan kasus tuberkulosis.
Penemuan kasus tuberkulosis dilakukan melalui pasienyang
datang kerumah
sakit, setelah pemeriksaan, penegakan diagnosis, penetapan
klarifik
asi dan
tipe pasien tuberkulosis. Sedangkan untuk penanganan kasus
dilaksanakan
sesuai tata laksana pada pedoman nasional pelayanan
kedokteran
tuberkulosis dan standar lainnya sesuai dengan
peraturanperundang
-
undangan.
e)
Pemberian kekebalan
Pemberian kekeba
lan dilakukan melalui pemberian imunisasi BCG terhadap
bayi dalam upaya penurunan risiko tingkat pemahaman
tuberkulosis sesuai
dengan peraturan perundang
-
undangan.
f)
Pemberian obat pencegahan.
Pemberian obat pencegahan selama 6 (enam) bulan yang
ditujukan
pada
anak usia dibawah 5 (lima) tahun yang kontak erat dengan
pasien
tuberkulosisi aktif; orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) yang
tidak
terdiagnosa tuberkulosis; pupulasi tertentu lainnya sesuai
peraturan
perundang
-
undangan.
Kunci keberhasilan
penanggulangan
tuberkulosis di rumah sakit
adalah
ketersediaan tenaga
-
tenaga kesehatan yang sesuai kompetensi, prasarana, sarana
dan manajemen yang handal.
Elemen Penilaian Standar 3
1.
Ada regulasi rumah sakit tentang pelaksanaan penanggulangan
tuberkulosis
di rumah s
akit dan ada rencana kegiatan penanggulangan tuberkulosis
dengan strategi DOTS dalam perencanaan rumah sakit. (R)
2.
Pimpinan
rumah sakit
berpartisipasi dalam menetapkan keseluruhan
proses/mekanisme dalam program pelayanan
tuberkulosis
termasuk
p
elaporan
nya
.
(D,W)
3.
Ada bukti upaya
pelaksanaan promosi kesehatan tentang tuberkulosis
. (D,W)
4.
Ada bukti pelaksanaan
surveilans tuberkulosis dan pelaporannya.
(D,W)
5.
Ada bukti pelaksanaan upaya pencegahan tuberkulosis melalui
pemberian
kekebalan dengan vaksinasi
atau obat pencegahan. (D,W)
Elemen Penilaian Standar 3.1
1.
Ada bukti terbentuknya tim DOTS dan program kerjanya. (R)
2.
Ada bukti pelatihan pelayanan dan upaya penanggulangan
tuberkulosis. (D,W)
3.
Ada bukti pelaksanaan program tim DOTS. (D,W)
4.
Ada bukti pela
ksanaan sistem monitoring dan evaluasi program
penanggulangan tuberkulosis.
(D,W)
5.
Ada bukti pelaporan dan analisis yang meliputi a) sampai
dengan f) di maksud
dan tujuan. (D,W)
Elemen Penilaian Standar 3.2
1.
Tersedia ruang pelayanan rawat jalan yang
memenuhi pedoman pencegahan
dan pengendalian infeksi tuberkulosis. (O,W)
2.
Bila rumah sakit memberikan pelayanan rawat inap bagi pasien
tuberkulosis
paru dewasa maka rumah sakit harus memiliki ruang rawat inap
yang
memenuhi pedoman pencegahan dan pengendalia
n infeksi tuberkulosis. (O,W)
3.
Tersedia ruang pengambilan specimen sputum yang memenuhi
pedoman
pencegahan dan pengendalian infeksi tuberkulosis. (O,W)
4.
Tersedia ruang laboratorarium tuberkulosis yang memenuhi
pedoman
pencegahan dan pengendalian infeksi tube
rkulosis. (O,W)
Elemen Penilaian Standar 3.3
1.
Rumah sakit memiliki panduan praktek klinis tuberkulosis. (R)
2.
Ada bukti kepatuhan staf medis terhadap panduan praktek
klinis tuberkulosis.
(D,O,W)
3.
Terlaksana proses skrining pasien tuberkulosis saat pendaftara
n. (D,O,W)
4.
Ada bukti staf mematuhi penggunaan alat pelindung diri (APD)
saat kontak
dengan pasien atau specimen. (O,W)
5.
Ada bukti pengunjung mematuhi penggunaan alat pelindung diri
(APD) saat
kontak dengan pasien. (O,W)
SASARAN IV:
PENGENDALIAN RESISTENSI
ANTIMIKROBA
Gambaran Umum
Resistensi terhadap antimikroba (disingkat: resistensi
antimikroba, dalam bahasa
Inggris antimicrobial resistance, AMR) telah menjadi masalah
kesehatan yang
mendunia, dengan berbagai dampak merugikan yang dapat
menurunkan mutu
dan
meningkatkan risiko pelayanan kesehatan khususnya biaya dan
keselamatan pasien.
Yang dimaksud dengan resistensi antimikroba adalah ketidak
mampuan antimikroba
membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba sehingga
penggunaannya
sebagai terapi penyakit
infeksi menjadi tidak efektif lagi.
Meningkatnya masalah resistensi antimikroba terjadi akibat
penggunaan antimikroba
yang tidak bijak dan bertanggung jawab dan penyebaran
mikroba resisten dari pasien
ke lingkungannya karena tidak dilaksanakannya praktik
pengendalian dan
pencegahan infeksi dengan baik.
Dalam rangka mengendalikan mikroba resisten di rumah sakit,
perlu dikembangkan
program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit.
Pengendalian resistensi
antimikroba adalah aktivitas yang ditujuka
n untuk mencegah dan/atau menurunkan
adanya kejadian mikroba resisten.
Dalam rangka pengendalian resistensi antimikroba secara luas
baik di fasilitas
pelayanan kesehatan maupun di komunitas di tingkat nasional
telah dibentuk Komite
Pengendalian Antimikro
ba yang selanjutnya disingkat KPRA oleh Kementerian
Kesehatan. Disamping itu telah ditetapkan program aksi
nasional / national action
plans on antimicrobial resistance (NAP AMR) yang didukung
oleh WHO. Program
pengendalian resistensi antimikroba (PPRA) mer
upakan upaya pengendalian
resistensi antimikroba secara terpadu dan paripurna di fasilitas
pelayanan kesehatan.
Implementasi program ini di rumah sakit dapat berjalan baik
apabila mendapat
dukungan penuh dari pimpinan/direktur rumah sakit berupa
penetapa
n regulasi
pengendalian resistensi antimikroba, pembentukan organisasi
pengelola, penyediaan
fasilitas, sarana dan dukungan finansial untuk mendukung
pelaksanaan PPRA.
Penggunaan antimikroba secara bijak ialah penggunaan
antimikroba yang sesuai
dengan pe
nyakit infeksi dan penyebabnya dengan rejimen dosis optimal,
durasi
pemberian optimal, efek samping dan dampak munculnya
mikroba resisten yang
minimal pada pasien. Oleh sebab itu diagnosis dan pemberian
antimikroba harus
disertai dengan upaya menemukan pen
yebab infeksi dan kepekaan mikroba patogen
terhadap antimikroba.
Penggunaan antimikroba secara bijak memerlukan regulasi
dalam penerapan dan
pengendaliannya. Pimpinan rumah sakit harus membentuk
komite atau tim PPRA
sesuai peraturan perundang
-
undangan
sehingga PPRA dapat dilakukan dengan baik.
Standar 4
Rumah sakit menyelenggarakan pengendalian resistensi
antimikroba sesuai
peraturan perundang
-
undangan.
Maksud dan Tujuan Standar 4
Tersedia regulasi pengendalian resistensi antimikroba di rumah
sakit
yang meliputi:
a.
Pengendalian resistensi antimikroba.
b.
Panduan penggunaan antibiotik untuk terapi dan profilaksis
pembedahan.
c.
Organisasi pelaksana, Tim/ Komite PPRA terdiri dari tenaga
kesehatan yang
kompeten dari unsur:

Staf Medis

Staf Keperawatan

Staf Inst
alasi Farmasi

Staf Laboratorium yang melaksanakan pelayanan mikrobiologi
klinik

Komite Farmasi dan Terapi

Komite PPIT

Komite Farmasi dan Terapi

Komite PPI
Organisasi PRA dipimpin oleh staf medis yang sudah mendapat
sertifikat pelatihan
PPRA. Rumah sakit m
enyusun program pengendalian resistensi antimikroba di rumah
sakit terdiri dari:
a)
peningkatan pemahaman dan kesadaran seluruh staf,pasien
dan keluarga
tentang masalah resistensi anti mikroba;
b)
pengendalian penggunaan antibiotik di rumah sakit;
c)
surveilans po
la penggunaan antibiotik di rumah sakit;
d)
surveilans pola resistensi antimikroba di rumah sakit
e)
forum kajian penyakit infeksi terintegrasi
Elemen Penilaian Standar 4
1.
Ada regulasi dan program tentang pengendalian resistensi
antimikroba di
rumah sakit
sesuai peraturan perundang
-
undangan.(R)
2.
Ada bukti pimpinan rumah sakit terlibat dalam menyusun
program. (D,W)
3.
Ada bukti dukungan anggaran operasional, kesekretariatan,
sarana prasarana
untuk menunjang kegiatan fungsi, dan tugas organisasi PPRA.
(D,O,W)
4.
Ada
bukti pelaksanaan pengendalian penggunaan antibiotik terapi
dan
profilaksis pembedahan
pada seluruh proses asuhan pasien. (D,O,W)
5.
Direktur melaporkan kegiatan PPRA secara berkala kepada
KPRA. (D,W)
Standar 4.1
Rumah sakit (Tim/Komite PPRA) melaksanakan
kegiatan pengendalian resistensi
antimikroba.
Maksud dan Tujuan Standar 4.1
Rumah sakit (Tim/Komite PPRA) membuat laporan
pelaksanaan program/ kegiatan
PRA meliputi:
a)
kegiatan sosialisasi dan pelatihan staf tenaga kesehatan
tentang pengendalian
r
esistensi antimikroba
b)
surveilans pola penggunaan antibiotik di RS (termasuklaporan
pelaksanaan
pengendalian antibiotik)
c)
surveilans pola resistensi antimikroba
d)
forum kajian penyakit infeksi terintegrasi
Rumah sakit (Tim/Komite PPRA) menetapkan dan melak
sanakan evaluasi dan
analisis indikator mutu PPRA sesuai peraturan perundang
-
undangan meliputi:
a)
perbaikan kuantitas penggunaan antibiotik
b)
perbaikan kualitas penggunaan antibiotik
c)
peningkatan mutu penanganan kasus infeksi secara
multidisiplin dan
terintegra
si
d)
penurunan angka infeksi rumah sakit yang disebabkan oleh
mikroba resisten
e)
indikator mutu PPRA terintegrasi pada indikator mutu PMKP
Rumah sakit melaporkan perbaikan pola sensitivitas antibiotik
dan penurunan mikroba
resisten sesuai indikator bakteri
multi
-
drug resistant organism
(MDRO), antara lain:
bakteri penghasil
extended spectrum beta
-
lactamase (ESBL), Methicillin resistant
Staphylococcus aureus (MRSA), Carbapenemase resistant
enterobacteriaceae
(CRE) dan
bakteri pan
-
resisten lainnyA (Lihat juga
PPI.6).

Elemen Penilaian Standar 4.1


1.
Ada organisasi yang mengelola kegiatan pengendalian
resistensi antimikroba
dan melaksanakan program pengendalian resistensi
antimikroba rumah sakit
meliputi a) sampai dengan d) di maksud dan tujuan. (R)
2.
Ada bukti ke
giatan organisasi yang meliputi a) sampai dengan d) di maksud
dan tujuan. (D,W)
3.
Ada penetapan indikator mutu yang meliputi a) sampai dengan
e) di maksud
dan tujuan. (D,W)
4.
Ada monitoring dan evaluasi terhadap program pengendalian
resistensi
antimikroba yan
g mengacu pada indikator pengendalian resistensi
antimikroba (D,W)
5.
Ada bukti pelaporan kegiatan PPRA secara berkala dan
meliputi butir a) sampai
dengan e) di maksud dan tujuan. (D,W)
SASARAN V:
PELAYANAN GERIATRI
Standar 5
Rumah sakit menyediakan pel
ayanan geriatri rawat jalan, rawat inap akut dan rawat
inap kronis sesuai dengan tingkat jenis pelayanan.
Standar 5.1
Rumah Sakit melakukan promosi dan edukasi sebagai bagian
dari Pelayanan
Kesehatan Warga Lanjut usia di Masyarakat Berbasis Rumah
Sakit (
Hospital Based
Community Geriatric Service
).
Maksud dan Tujuan Standar 5 dan Standar 5.1
Pasien geriatri adalah pasien lanjut usia dengan multi
penyakit/gangguan akibat
penurunan fungsi organ, psikologi, sosial, ekonomi dan
lingkungan yang
membutuhkan pela
yanan kesehatan secara tepadu dengan pendekatan multi
disiplin
yang bekerja sama secara interdisiplin. Dengan meningkatnya
sosial ekonomi dan
pelayanan kesehatan maka usia harapan hidup semakin
meningkat, sehingga secara
demografi terjadi peningkatan popul
asi lanjut usia. Sehubungan dengan itu rumah
sakit perlu menyelenggarakan pelayanan geriatri sesuai dengan
tingkat jenis
pelayanan geriatri:
a)
tingkat sederhana
b)
tingkat lengkap
c)
tingkat sempurna
d)
tingkat paripurna
Elemen Penilaian Standar 5
1.
Ada regulasi
tentang penyelenggaraan pelayanan geriatri di rumah sakit
sesuai
dengan tingkat jenis layanan. (R)

2.
Terbentuk dan berfungsinya tim terpadu geriatri sesuai tingkat
jenis layanan.
(R,D,W)
3.
Terlaksananya proses pemantauan dan evaluasi kegiatan.
(D,O,W)
4.
Ada pela
poran penyelenggaraan pelayanan geriatri di rumah sakit.
(D,W)
Elemen Penilaian Standar 5.1
1.
Ada regulasi tentang edukasi sebagai bagian dari Pelayanan
Kesehatan Warga
Lanjut usia di Masyarakat Berbasis Rumah Sakit (
Hospital Based Community
Geriatric Serv
ice
). (R)
2.
Ada program PPRS terkait Pelayanan Kesehatan Warga Lanjut
usia di
Masyarakat Berbasis Rumah Sakit (
Hospital Based Community Geriatric
Service
). (D,W)
3.
Ada leaflet atau alat bantu kegiatan (brosur, leaflet dll). (D,W)
4.
Ada bukti pelaksanaan kegiatan
. (D,O,W)
5.
Ada evaluasi dan laporan kegiatan pelayanan. (D,W)

Anda mungkin juga menyukai