Anda di halaman 1dari 6

CHAPTER 10

INTERNATIONAL ACCOUNTING

International Accounting

Ada perusahaan yang semakin besar, perusahaan yang semakin besar ini ada 2 kegiatannya,
bisa berkeinginan mengekspor (menjual barangnya ke luar negeri), dan mungkin juga dia
butuh menggunakan berbagai fasilitas mesin dan lain-lain atau mungkin bahan baku dari luar
negeri.  Jadi ada ekspor, ada impor.

Perusahaan yang mulai masuk ke perdagangan internasional ini biasanya tidak langsung jadi
perusahaan internasional, tapi mungkin buka cabang dulu seperti agen di luar negeri. Kita
mengirim barang ke agen itu, agen yang menjualkan barang. Kalau sudah lebih besar
mungkin jadi cabang. Kemudian kalo sudah lebih besar lagi, mungkin akan lebih murah
kalau barang itu diproduksinya disana. Berarti ada anak perusahaan yang disebut subsidiary.

Akibat dari perkembangan seperti ini timbullah yang disebut perdagangan internasional.
Timbullah anak perusahaan yang ada di luar negeri. Kemudian timbullah keperluan untuk
mempunyai akuntansi yang sama.

Coba bayangkan, perusahaan Indonesia di Indonesia menggunakan standar akuntansi


Indonesia, pakai rupiah. Punya cabang atau anak perusahaan di Singapura. Perusahaan di
Singapura harus pakai standar akuntansi Singapura dan harus pakai mata uang dollar
Singapura. Berarti ada masalah, akuntansinya beda, mata uangnya juga beda. Kalau
perusahaan nantinya harus digabung jadi satu, berarti dua masalah tadi harus diatasi,
akuntansinya harus disamakan, mata uangnya juga harus disamakan. Ga mungkin kita
menjumlahkan rupiah dengan dollar. Di rupiahkan dulu dong :D

Timbullah kebutuhan, ini tidak cuma di Indonesia tapi di semua negara yang perusahaannya
berkembang bisnis luar negerinya. Timbul banyak yang disebut multinational companies,
perusahaan yang sudah ada di banyak negara, mungkin induknya di salah satu negara. Tapi
kalau kita lihat mobil misalnya, mobil keluaran Jepang. Kita tau itu mobil Jepang, tapi
produksinya dimana? Kalau di Indonesia berarti kita pakai mobil buatan Indonesia walaupun
mereknya merek Jepang. Di Amerika pun begitu, karena tidak menguntungkan mengirim
mobil dari Jepang ke Indonesia, seperti itu juga dari negara lain kemana-mana gitu.

Ini jadi perkembangan, kalau begitu ada kebutuhan antar negara. Kalau mata uangnya tidak
bisa disamakan itu urusan lain, tapi akuntansinya bagaimana? Ini masalah pertama yang
timbul. Kalau kita cuma mau terserah akuntansinya beda-beda, nanti pada waktu penjabaran,
mau mengkonsolidasi laporan keuangan akuntansinya kita sesuaikan. Misalnya, perusahaan
di Singapura itu harus pakai FIFO, yang di Indonesia misalnya pakai LIFO. Anak perusahaan
Indonesia di singapura dikirim laporan keuangannya ke Indonesia. Berarti harus di LIFO-kan,
dan ini perubahan yang tidak mudah. Itu satu, mengubah akuntansinya.

Yang kedua, penjabaran mata uangnya, dari dollar Singapura menjadi rupiah. Ini yang
nantinya menimbulkan ada usaha hamonisasi, konvergensi, ada International Accounting
Standards Board (IASB), dll. Ya sebetulnya masalahnya itu tadi. Jaman dulu tidak terlalu
besar tuntutannya karena multinational companiesnya tidak sebanyak sekarang. Ini dorongan
nantinya kita merasakan perlu hanya satu standar kalau bisa, sedunia.

Ide besarnya itu, ada kebutuhan untuk menyatukan. Sebelum ini bersatu, dulunya itu negara-
negara yang mulai menggunakan akuntansi double entry itu diubah. Ada 2 kelompok negara
di Eropa yang di daratan dan Inggris. Jadi ada istilah Anglo-American, aslinya adalah Anglo
Saxon. Karena model akuntansi Anglo Saxon ini berkembangnya di Amerika, karena penulis
buku ini orang Amerika, mengganti nama Saxon ini yang nama orang Eropa menjadi
American. Yaitu akuntansi yang berasal dari Inggris yang dibawa berkembang ke Amerika
dan berbagai negara lain.

Model yang lain adalah model eropa daratan. Continent itu benua. Benua eropa yang di darat
itu, Inggris kan lepas. Yang didaratan itu yang besar adalah di Jerman, di Perancis, mereka
memakai sistem yang berbeda dengan yang di Inggris, yang disebut sistem
continental (continental model).

Jadi kalau begitu ada 2 sistem yang bisa kita lihat pada waktu yang lalu, yaitu:

Anglo-American Model

Ada Anglo-American Model yang diikuti oleh banyak negara, yaitu Inggris (United


Kingdom), Amerika (United States), Kanada, Australia, Belanda, dan New Zealand. Kita bisa
melihat keterkaitan antara penjajahan dengan berkembangnya akuntansi anglo-saxon.
Amerika itu jajahan inggris. Kanada juga, Australia juga, new Zealand juga, mereka jajahan
Inggris dan mereka pakai anglo-saxon. Kenapa? Karena cocok, orangnya sama, bisnisnya
sama, berarti kalau begitu sistem itu yang dipakai. Dan negara yang jajahannya terbanyak di
dunia itu adalah Inggris. Sampai sekarang dia punya common wealth (persemakmuran),
sudah merdeka tapi masih bergabung sebagai mantan jajahan.

Sekarang dicari dasar atau karakteristik umum. Kalau orang menggunakan yang anglo
american ini karakteristiknya seperti apa? Kalau yang
menggunakan continental karakteristiknya seperti apa?

Karakteristik yang menggunakan anglo-american model, yaitu menunjukkan adanya


profesi akuntansi yang kuat, peran pemerintahnya agak terbatas, pasar modal itu sangat
penting di dalam pencarian penambahan modal bagi perusahaan, dan tekanan para true and
fair view. Memang betul, contohnya Inggris dan Amerika.

1. Yang pertama, profesi akuntansi yang terbesar itu di Amerika, kemudian di Inggris,
berikutnya di negara-negara yang pakai anglo-american, seperti Australia dan seterusnya.
Ada AICPA, ada FASB. Di Amerika itu auditornya bergelar CPA, di Inggris auditornya
bergelar CA (Chartered Accountant). Jadi di dunia ini ada 2 gelar, dua2nya datang
dari anglo-american countries. Jadi profesinya kuat.
2. Yang kedua, Campur tangan pemerintah dalam profesi akuntansi itu kurang. Ini betul,
dulu. Setelah Sarbanes-Oxley (SOX) keluar, di Amerika berubah, di negara lain masih
tidak campur tangan pemerintahnya, di Amerika pemerintahnya sudah sangat campur
tangan karena adanya fraud, pemerintahnya marah, dibuatlah undang-undang yang
mengambil kewenangannya profesi, seperti yang sudah pernah dibahas di chapter
sebelumnya.
3. Yang ketiga, pasar modal sangat penting untuk menambah modal. coba lihat pasar
modal paling besar di dunia itu di amerika. Perusahaan itu hampir semuanya public
companies, modalnya diperoleh dari pasar modal. kredit bank ada tapi bukan yang utama.
Karena pentingnya pasar modal untuk menambah modal, membuat lebih banyak
perusahaan go public, public companiesnya lebih banyak, laporan keuangannya harus
diaudit. Jadi profesi akuntansinya menjadi terdorong besar. Kalau kredit ke bank, kalau
diatas jumlah tertentu juga ada ketentuan harus diaudit, dibawah itu tidak ada ketentuan
harus diaudit.
4. Yang keempat, sudut pandang true and fair, yang di Amerika bergerak berubah
menjadi present fairly (disajikan secara wajar). True and fair artinya sesuai dengan
standar akuntansi, yang di amerika juga menjadi present fairly yang itu sesuai dengan
standar akuntansi.
Jadi, negara-negara yang mengikuti anglo-american itu coba dilihat 4 karakteristiknya tadi
kira-kira sama atau tidak. Pasar modalnya besar ga? Profesi akuntansinya besar ga? Campur
tangan pemerintahnya banyak tidak? Kecuali amerika sekarang karena adanya SOX.

Pengikutnya anglo-american itu ada Inggris, Amerika, Kanada, Australia, ASEAN, dan
negara lain (Belanda dan New Zealand).

The Continental Model

Sebaliknya yang continental, continental model umumnya menunjukkan profesi akuntansi


yang lemah, campur tangan pemerintah yang kuat, termasuk pengaruh pajak dan proteksi
kreditor dalam penyajian laporan keuangan. Jadi lawannya karakteristik tadi itu.

Kelompok yang kedua adalah kelompok continental, yang artinya benua, daratan, yang
terutama itu daratan eropa. Disini disebutkan lawan dari anglo-american karakteristiknya.
Profesi akuntansinya kecil, tidak berkembang. Standar akuntansi bisa tidak ada, tapi undang-
undang termasuk undag-undang perjakan, di dalamnya mengacu juga ketentuan-ketentuan
tentang standar akuntansi. Berarti kalau begitu laporan keuangan berdasarkan pada ketentuan
formal, yang ini seringkali berlawanan dengan yang kita kenal. Yang kita kenal itu substance
over form (substansi itu yang lebih diutamakan daripada bentuk legalnya). Kalau
di continental tidak, legalnya itu yang nomor satu.  Berarti kalau laporan keuangan itu tidak
bisa dikatakan true and fair disini. Laporan harus berguna untuk pengambilan keputusan dan
lain-lain, ada judgement, nanti dulu, kalau di continental itu tidak ada, yang ada harus sesuai
dengan hukum yang berlaku yang disebut dengan legislative fiat. Fiat itu persetujuan.
Undang-undangnya harus disetujui oleh badang legilatifnya, laporan keuangan berarti
mengikuti itu.

Yang pakai continental ini Perancis, Jerman. Jepang itu sistemnya mirip dengan sistem
continental. Yang masuk continental harusnya yang dibenua eropa, Jepang kebetulan sama
sistemnya mendekati. Belakangan Jepang juga menggunakan anglo-american.

Sekarang, sesudah ada harmonisasi, sesudah ada konvergensi, semuanya mulai berubah.
Standar akuntansi yang berlaku dulu, sekarang sudah diganti dengan standar akuntansi yang
lebih internasional. Pada waktu IASC, standarnya kita sebut SAK. Sekarang pada waktu
FASB, standarnya kita sebut IFRS. Negara-negara continental pun ikut berubah. Jerman
jaman dulu tidak ada kewajiban mengkonsolidasi anak perusahaan di luar negeri, jadi yang
dikonsolidasi di dalam negeri. Belakangan berubah, yang diluar negeri pun dikonsolidasi.

Dalam kaitannya dengan perbedaan-perbedaan akuntansi antar negara, ada banyak penulis
yang mencoba membangun teori-teori terkait dengan perbedaan akuntansi antar-negara. Ada
yang memakai teori ekonomi, bahwa berdasarkan teori ekonomi yang diterapkan di negara
itu, maka karakteristik akuntansi negara itu bisa ditunjukkan. Ada yang menunjukkannya
mencoba mengelompokkan berdasarkan culture (budaya). Ada 4 bidang budaya ini misalnya
budaya bangsa yang individualistic dan budaya bangsa yang collectivism (bersama-
sama/gotong-royong), kemudian dilawankan gitu. Apakah bisa memakai teori budaya ini
untuk nanti menunjukkan bahwa akuntansi di negara yang seperti ini akan menggunakan
akuntansi begini. Jadi ada teori-teori yang dicoba dikembangkan.

International Harmonization of Accounting Standards

Mengenai harmonisasi, harmonisasi ada 2, yaitu:

1. Harmonisasi material (de facto harmonization) mengarah pada harmonisasi praktik


akuntansi dari perusahaan-perusahaan yang berbeda baik dengan peraturan maupun tidak
2. Harmonisasi formal (de jure harmonization) mengarah pada proses/tingkat
harmonisasi akan kebijakan dan peraturan akuntansi antara negara
Harmonisasi itu ada 2, yaitu Harmonisasi Material (de facto harmonization)
dan Harmonisasi Formal (de jure harmonization). Kalau formal itu proses atau tingkat
harmonisasi yang ada dalam standar akuntansi atau regulasi akuntansi negara-negara yang
berbeda. Indonesia dengan Malaysia sama berarti de jure, ada formal harmonization. Kalau
antar perusahaan, dari praktik yang berbeda-beda, yang tidak berasal dari regulasi akuntansi
disebut material harmonization. 

Siapa yang mendorong harmonisasi? Masyarakat eropa yang akhirnya menjadi EU (European
Union), mereka itu mau menyatu karena mereka merasa kecil-kecil sendiri-sendiri ini repot.
Pada akhirnya mereka sepakat antar mereka tidak membutuhkan visa, dan sepakat mata
uangnya dijadikan satu, pakai euro. Keseragaman ini dirasakan kebutuhannya disana,
termasuk untuk akuntansi. Dulunya negaranya sendiri-sendiri, sesudah menjadi EU mereka
harus mulai menyeragamkan ini. Bagaimana caranya? Bukan membuat undang-undang yang
berlaku untuk setiap negaranya, tapi mereka membuat arahan (directive). Berdasarkan arahan
itu, setiap negara akan menyesuaikan ketentuan di negaranya sehingga jadi lebih harmonis
antar negara di Eropa.

Yang terkenal directivesnya itu ada 2 yang terkait dengan akuntansi, yaitu directive nomor
4 (Fourth Directive) dan directive nomor 7 (Seventh Directive). Eropa untuk kebutuhan
mereka sendiri, mereka membutuhkan harmonisasi.

Kemudian dibentuklah International Accounting Standards Board (IASB) yang dulunya


adalah International Accounting Standards Committee (IASC). Yang menggunakan standar
akuntansi internasional itu baru sedikit negara dan standarnya baru sedikit, belum lengkap.
Tapi kita sudah diminta untuk mengikuti itu, yang mendorong IOSCO. IOSCO mendorong
Bapepam, Bapepam mendorong IAI. Bapepam sama dengan SEC, yang punya kewenangan
itu mereka. Jadi menambah negara yang mau menggunakan standar akuntansi yang sama.
Kalau begitu ada peningkatan harmonisasi, oleh siapa? Oleh IASC, berubah belakangan
menjadi IASB untuk ikut mendorong kesamaan penggunaan standar.

Usaha kesitu tidak cuma harmonis, tapi kalau bisa di converge.  Standarnya itu kalau bisa
dipakai di dalam negeri sini, dipakai di dalam negeri sana, berarti tingkat keseragamannya
lebih tinggi. Yang tidak sesuai yang melanggar hukum saja yang digunakan. Yang tidak
melanggar hukum itu tetap digunakan. Akibatnya menjadi keseragaman yang lebih tinggi.
Yang masih jadi masalah adalah belum lebur sepenuhnya amerika ke dalam penggunaan
standar akuntansinya ASB. Walaupun sebetulnya yang dibuat oleh IASB itu menggunakan
punya Amerika.

Principles-Based Versus Rules-Based Standards


 Standar yang berdasarkan aturan (Rules-Based Standards) biasanya sangat detil,
terkadang banyak pengecualian, membutuhkan petunjuk implementasi yang luas, dan
terkadang memiliki garis perbedaan yang jelas antar aturan. Terkadang garis perbedaan
yang jelas  inilah yang sering dipatahkan oleh manajemen.
 Standar yang berdasarkan prinsip (Principles-Based Standards) biasanya lebih
pendek daripada standar yang berdasarkan aturan dan sangat bergantung pada penilaian,
baik oleh manajemen atau auditor, untuk melaksanakan niat dari lembaga pengatur
standar dalam hal relevansi, reliabilitas, dan mencapai realitas ekonomi.
Standar akuntansinya Amerika itu adalah detail. Ada aturan-aturan yang harus dilaksanakan
makanya disebut rules-based. Ada perbedaan yang jelas untuk melakukan ini atau untuk
melakukan itu.

Standar akuntansinya IASB tidak mau menggunakan rules-basednya Amerika ini, tapi


mereka maunya menggunakan principles-based. Principles-based itu detailnya dikurangi.
Banyak ditekankan pada judgement manajemen atau auditor. akan timbul flexibility, akan
berkurang uniformity.

Conceptual Framework

Ada sedikit perbedaan, conceptual frameworknya FASB itu tidak punya power untuk


menekan DSAK, itu hanya digunakan sebagai basic background pengetahuan.
Sedangkan conceptual frameworknya IASB itu punya ketentuan mengatur FASBnya. Jadi
ada perbedaan antara conceptual frameworknya FASB dengan conceptual frameworknya
IASB.

Fair Value

Ada SFAS No. 157 yang membagi ketentuan fair value itu menjadi 3 level. Level 1 itu kalau
ada harga pasar yang sama barangnya, level 2 harus yang sejenis, level 3 kalau tidak ada.
Kalau tidak ada berarti harus pakai appraisal. Ada penilaian. Masalahnya penilaian antar
penilai itu tidak sama, apalagi antar penilai antar negara. oleh karena itu dibentuklah yang
disebut disini International Valuation Standards Committee (IVSC) yang ada dibawahnya
UN (United Nations) yang mempunyai kewenangan untuk metodologi penilaian aset.

Anda mungkin juga menyukai