Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH BAHASA INDONESIA

“MELESTARIKAN NILAI KEARIFAN LOKAL MELALUI CERITA


RAKYAT”

Disusun oleh kelompok VIII:


1. Lina Maria Sari Asih (Ketua)
2. Meyta Rahmasari
3. Nur Aliah
4. Nur Azizah

SMK NEGERI 11 JAKARTA


X-OTOMATISASI TATA KELOLA PERKANTORAN
TAHUN AJARAN 2017/2018
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………. i
Daftar Isi………………………………………………………..……………. ii

Bab I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………..…………….……... 1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………..……….…… 2
1.3 Tujuan………………………………………………………………..….…... 3

Bab II PEMBAHASAN
2.1 Mengidentifikasi Nilai-nilai dan Isi Hikayat…………………….. 4
2.2 Mengembangkan Makna (Isi dan Nilai) Hikayat…..…………. 5
iii

Bab III PENUTUP


3.1 Kesimpulan………………………………………….……………………..….. 6
3.2 Saran………………………………………………………………….…………… 7
Daftar Pustaka………………………………………………………………………..
KATA PENGANTAR

Dengan Menyebut Nama ALLAH Yang Maha Pengasih Dan Maha


Penyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya,
yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kami
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan kami
ucapkan terima kasih kepada Ibu Rina Melati, yang telah mendukung
pembuatan makalah ini.

Serta kami menyadari makalah ini masih banyak terdapat


kekurangan dan masih memerlukan perbaikan. Oleh karena itu
berbagai saran dan masukan dari para pembaca sangat kami
harapkan.

Jakarta, 7 Agustus 2017

Kelompok VIII

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cerita rakyat merupakan tradisi lisan, Indonesia adalah Negara


yang kaya akan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang telah
diwarisakan secara turun menurun. Tradisi lisan mengungkapkan
kejadian atau peristiwa yang mengandung nilai moral, keagamaan,
adat istiadat, fantasi, peribahasa, nyanyian dan mantra. Cerita rakyat
yang sarat akan nilai-nilai moral dan kearifan lokal yang bisa menjadi
sarana komunikasi untuk mengajarkan nilai-nilai tentang kehidupan
kepada anak-anak.

Cerita rakyat dalam kajian ilmu folklore, dibagi dalam 3 golongan


yaitu: mitos, legenda dan dongeng. Sejak dahlu sampai saat ini cerita
rakyat yang ada dan berkembang di masyarakat adalah cerita yang
diwariskan secara turun- temurun dari generasi sebelumnya, maka
tidak menutup kemungkinan apabila suatu kejadian ataupun kisah
yang dialami pada saat ini, diceritakan kembali secara berulang-ulang
telah menjadi bagian yang tak bisa terpisahkan dari sekelompok
masyarakat, sehingga menjadi cerita rakyat di masa yang akan
datang.

Didalam cerita rakyat di berbagai daerah terdapat kesamaan


pada kesatuan-kesatuan cerita (tale types) atau unsur-unsur

kesatuan cerita (tale motifis). Peran pentng cerita rakyat terletak


pada kemampuannya mengkomunikasikan tradisi, pengetahuan,
serta adat istiadat, atau menguraikan pengalaman-pengalaman
manusia baik dalam dimensi perseorangan maupun dimensi sosial.
Hal ini dapat membuat seseorang dapat mengenal dan mempelajari
kebudayaan lain yang berada disekitarnya.

Hingga saat ini, cerita rakyat menghadapi tantangan untuk


tumbuh dan berkembang di masyarakat, serta beberapa tantangan
untuk berinovasi terutama dalam cara penyajian untuk bersaing
dengan cerita-cerita fiksi dari luar negeri. Selain itu tantangan
tersebut juga datang dari derasnya arus informasi yang membuat
persaingan cerita rakyat yang ada di Indonesia dengan cerita luar
negeri menjadi begitu ketat, banyak pula orangtua yang telah
meninggalkan budaya untuk mendongeng sebelum tidur yang sarat
akan muatan lokal dan nila-nilai luhur dengan alas an sibuk, hal ini
tanpa disadari sedikit demi sedikit telah membuat anak-anak lupa
akan tokoh-tokoh cerita dari budaya yang dekat dengan mereka.

B. Tujuan Penulisan

Penyampaian cerita rakyat sesuai fungsinya haruslah disamakan


dengan penekanan tertentu, hal ini perlu dilakukan agar kandungan
nilai moral yang ada di dalamnya dapat ditangkap oleh anak-anak. Di
mulai dari ruang lingkup terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga.
Interaksi bercerita juga dapat menjadi sarana pelajaran untuk
menyampaikan nilai-nilai moral kepada anak tanpa terkesan
menggurui, yang dapat menjadi daya Tarik tersendiri bagi yang
mendengarnya.
Dalam budaya teks dan budaya audio visual yang modern dan
canggih, Tradisi lisan pada saat ini menghadapi tantangan untuk
mengeluarkan inovasi dan kreasi terhadap cerita rakyat. Dengan era
informasi yang sudah demikian berkembang seperti sekarang. Fakta
bahwa banyak anak-anak lebih menggemari cerita dari komik atau
film kartun luar negeri misalnya, menandakan bahwa cerita dari luar
negeri lebih ekspansif.

Keluarga ataupun orangtua haruslah menyadari pentingnya


mengenalkan kembali cerita rakyat Indonesia kepada anak-anak
mereka agar cerita rakyat Indonesia yang keberadaannya pada
zaman modern ini tidak di anggap mitos lama, khayalan klise, atau
dongeng yang ketinggalan zaman oleh anak-anak zaman sekarang
yang seleranya telah berubah dan lebih beragama karena arus
informasi yang telah mereka terima begitu deras di era globalisasi
saat ini.

C. Rumusan Masalah

3
Dari masalah serta fenomena yang ada, dalam perancangan tugas
hari ini. Maka dirumuskan permasalahan yaitu:
“Bagaimana merancang promosi event untuk mempopulerkan cerita
rakyat di kalangan anak-anak yang lebih sering menonton film kartun
daripada membaca cerita rakyat?”
BAB II

PEMBAHASAN MATERI

A. Membandingkan Nilai dan Kebahasaan Hikayat dengan


Cerpen.
Contoh Hikayat :
1). Hikayat PANJI SEMIRANG
Satu kerajaan yang mana berita tentang Galuh Cendera Kirana yang
mana putri dari Baginda Raja Nata yang amat ta`lim dan hormat kepada
orangtuanya akan bertunangan dengan Raden Inu Kini telah terdengar
beritanya oleh Galuh Ajeng . Mendengar berita ini Galuh Ajeng sangat
teriris hatinya dan menangislah ia melihat keadaan ini. Melihat hal ini
Paduka Liku yang tak lain adalah ayah dari Galuh Ajeng sangat
menyayangkan hal tersebut. Sangat sedih ia melihat tingkah laku putrinya
tersebut.

Tidak hentinya rasa benci, dengki, serta dendam di dalam hati


Paduka Liku sehingga ia berencena untuk membunuh Galuh Cendera Kirana
serta Paduka Nata. Ia meracuni makanan yang hendak mereka makan yang
mana makanan tersebut telah dipersiapkan oleh dayang-dayang istana.
Agar jikalau Galuh Cendera Kirana mati maka pastilah putrinya Galuh Ajeng
yang kelak menggantikan posisi Galuh Cendera Kirana untuk ditunangkan
dengan Raden Inu Kini begitu pula dengan Raja Nata yang apabila mati,
kelak Raja Liku yang akan menggantikan posisinya.

5
Dan pada saat tersebut Raja Liku meminta tolong kepada saudaranya
yang juga menteri untuk mencarikan baginya seorang yang pandai
membuat guna guna untuk mengguna-gunai raja nata serta putrinya.
Setelah di dapatkan dari pencarian yang panjang oleh saudaranya tersebut,
disampaikanlah kepada Raja Nata apa-apa yang harus dilakukannya kini
sesuai dengan pesan dari ahli guna-guna tersebut.

2). Hikayat Abu Nawas – Ibu Sejati.


Kisah ini mirip dengan kejadian pada masa Nabi Sulaiman ketika
masih muda.

Entah sudah berapa hari kasus seorang bayi yang diakui oleh dua
orang ibu yang sama-sama ingin memiliki anak. Hakim rupanya mengalami
kesulitan memutuskan dan menentukan perempuan yang mana
sebenarnya yang menjadi ibu bayi itu. Karena kasus berlarut-larut, maka
terpaksa hakim menghadap Baginda Raja untuk minta bantuan. Baginda
pun turun tangan. Baginda memakai taktik rayuan. Baginda berpendapat
mungkin dengan cara-cara yang amat halus salah satu, wanita itu ada yang
mau mengalah. Tetapi kebijaksanaan Baginda Raja Harun Al Rasyid justru
membuat kedua perempuan makin mati-matian saling mengaku bahwa
bayi itu adalah anaknya. Baginda berputus asa.

Mengingat tak ada cara-cara lain lagi yang bisa diterapkan Baginda
memanggil Abu Nawas. Abu Nawas hadir menggantikan hakim. Abu Nawas
tidak mau menjatuhkan putusan pada hari itu melainkan menunda sampai
hari berikutnya. Semua yang hadir yakin Abu Nawas pasti sedang mencari
akal seperti yang biasa dilakukan. Padahal penundaan itu hanya disebabkan
algojo tidak ada ditempat.

6
Keesokan hari sidang pengadilan diteruskan lagi. Abu Nawas
memanggil algojo dengan pedang di tangan. Abu Nawas memerintahkan
agar bayi itu diletakkan di atas meja. “Apa yang akan kau perbuat terhadap
bayi itu?” kata kedua perempuan itu saling memandang. Kemudian Abu
Nawas melanjutkan dialog.
“Sebelum saya mengambil tindakan apakah salah satu dari kalian bersedia
mengalah dan menyerahkan bayi itu kepada yang memang berhak
memilikinya?”, “Tidak, bayi itu adalah anakku.” kata kedua perempuan itu
serentak. “Baiklah, kalau kalian memang sungguh-sungguh sama
menginginkan bayi itu dan tidak ada yang mau mengalah maka saya
terpaksa membelah bayi itu menjadi dua sama rata.” kata Abu Nawas
mengancam. Perempuan pertama girang bukan kepalang, sedangkan
perempuan kedua menjerit-jerit histeris.
“Jangan, tolong jangan dibelah bayi itu. Biarlah aku rela bayi itu
seutuhnya diserahkan kepada perempuan itu.” kata perempuan kedua. Abu
Nawas tersenyum lega. Sekarang topeng mereka sudah terbuka. Abu
Nawas segera mengambil bayi itu dan langsung menyerahkan kepada
perempuan kedua.

Abu Nawas minta agar perempuan pertama dihukum sesuai dengan


perbuatannya. Karena tak ada ibu yang tega menyaksikan anaknya
disembelih. Apalagi di depan mata. Baginda Raja merasa puas terhadap
keputusan Abu Nawas. Dan .sebagai rasa terima kasih, Baginda menawari
Abu Nawas menjadi penasehat hakim kerajaan. Tetapi Abu Nawas menolak.
la lebih senang menjadi rakyat biasa.

7
Contoh Cerpen :
1. 2008 di Pinggir Selokan
(Cerpen Dewi Lestari)
Pagi menjelang siang tadi, anak laki-laki saya, Keenan, tiba-tiba
menarik tangan saya dan menggiring saya menuju sendal capit yang
terparkir diteras depan. Saya sudah hafal aktivitas yang dia maksud,
sekaligus rute perjalanan yang menanti kami. Inilah acara jalan kaki yang
kerap ia tagih, yakni satu kali putaran ke jalan belakang dimana tidak ada
rumah di sana, hanya tanah kosong berilalang tinggi. Jalan itu menurun dan
curam, berbatu-batu besar dan banyak dahan berduri di pinggir kiri-kanan.

Kami berjalan Terakhir ke sana, kaki Keenan sempat luka karena


tersobek duri, tapi entah mengapa ia selalu memilih jalur yang sama. Sejak
sebelum kami berjalan kaki, saya sudah mengamati pagi pertama tahun
2008 ini. Langit yang berawan angin yang bertiup kencang, dan meski
matahari bersinar cukup terang dan terlihat angkasa biru di balik timbunan
awan, saya tak bisa mengatakan bahwa ini pagi yang cerah. Masih terasa
jejak mendung peninggalan hujan semalam. Kendati demikian, pagi ini pun
tak bisa disebut pagi yang mendung. Sambil berjalan, saya merenungi
kesan-kesan saya mengenai pergantian tahun kali ini. Ada keinginan kuat
untuk menuliskan sesuatu, semacam refleksi dan sejenisnya. Tapi saya tak
tahu harus memulai dari mana, harus menulis apa.

Yang ada hanyalah keinginan menulis, tapi tanpa konten. Sejujurnya,


alam pagi hari ini cukup mewakili apa yang saya rasakan. Saya melewati
pergantian tahun ini dengan 'bu-abu'. Tak melulu berspiritkan optimisme
dan positivitas, tak juga melulu pesimistis dan negativitas. Semuanya hadir
bersamaan dengan kadar yang kurang lebih seimbang, sehingga rasa yang
tertinggal di batin saya adalah netral dan datar. Berbeda dengan kebiasaan
saya, terutama di usia 20-an, yang selalu rajin bahkan mensakralkan
kebiasaan menulis resolusi, evaluasi, pengharapan dan impian, kali ini saya
tak berbekalkan apa-apa. Tak ada resolusi, tak ingin mengevaluasi.

Harapan dan impian, yang biasanya kita bawa layaknya tongkat


estafet dalam pacuan panjang bernama hidup ini, kali ini bahkan absen dari
tangan saya. Cengkeraman jemari saya rasanya tak cukup kuat untuk itu.

8
Bukannya kedua hal itu tak ada, tapi malas rasanya menggenggam. Yang
ada hanyalah langkah demi langkah kaki di jalanan berbatu, bertemankan
suara gesekan ilalang dan terik matahari yang kian menggigit tengkuk.

Keenan pun menolak digenggam. Dengan semangat, ia berjalan


dengan gagah berani tanpa mau saya gandeng. Ia sibuk mengumpulkan
batu-batu yang pada akhir perjalanan kami akan dicemplungkannya satu
demi satu ke selokan. Dengan kedua tangan penuh bongkah batu, ia
berjalan sedikit di depan saya. Tepat di turunan curam, tiba-tiba ia
tergelincir dan jatuh menengadah. Seketika ia menangis, kaget bukan main.
Semua batu digenggamannya lepas. Cepat-cepat saya meraih dan
memeluknya. Saya melihat sekeliling, betapa banyak batu besar yang bisa
saja menjadi landasan kepalanya saat jatuh tadi. Saya pun menyadari
perjalanan kecil ini bisa jadi perjalanan yang berbahaya. Sambil terisak,
Keenan mengucap sendiri, "Tidak apa-apa... Keenan tidak apa-apa." Dan
entah mengapa, respons saya padanya adalah, "Ya, tidak apa-apa. Keenan
sekali-sekali harus tahu rasanya jatuh " Lalu kami berdua meneruskan
perjalanan. Tak sampai tiga langkah, ia sudah minta turun lagi dari
gendongan saya.

Kembali berjalan sendiri, memunguti batu-batu baru, yang pada akhir


perjalanan kami dicemplungkannya satu demi satu ke selokan. Saya
menunggui Keenan berupacara di pinggir selokan sambil merenungi
perjalanan kami pada pagi hari pertama tahun 2008 ini. Akhirnya saya
mendapatkan sebuah 'pesan'. Terlepas dari kepercayaan kita pada sosok
Tuhan personal maupun impersonal, semua dari kita setidaknya pernah
merasakan hadirnya sebuah kekuatan, energi agung, atau apapun itu, yang
tak luput menemani setiap langkah perjalanan hidup kita. Saat kita asyik
berjalan, mengumpulkan segala sesuatu yang kita ingin raih, kita tak terlalu
menghiraukan kehadiran 'sesuatu' itu. Namun saat kita tergelincir dan
terenyak luar biasa, segala sesuatu yang kita cengkeram pun lepas.

Tangan kita kembali kosong. 'Sesuatu' itu akhirnya punya


kesempatan untuk muncul dan menyeruak, meraih tangan kita yang sedari
tadi sibuk menggenggam. Lama atau sekejap kita didekap, selama
perjalanan ini belum usai, tak urung kita akan kembali melangkah.

9
Mengumpulkan kembali pengalaman demi pengalaman yang kita perlukan.
Sambil berjongkok di pinggir selokan, saya merenungi 'batu-batu' yang
selama ini saya genggam. Besar-kecil, jelek-bagus, semua itu saya
kumpulkan karena itulah yang saya perlukan. Jika hidup adalah siklus
berputar dalam satu pusaran, cukup relevan jika saya menganalogikannya
dengan trayek yang saya tempuh hampir setiap hari bersama Keenan itu.
Jalanan berselimut batu, yang meski begitu sering saya jalani, tak pernah
saya tahu batu mana yang akan saya genggam berikutnya, dan batu mana
yang akan saya lepas sesudah ini.

Tak pernah juga saya tahu, kapan saya akan tergelincir dan terpaksa
melepaskan semua yang selama ini erat digenggam. Sekalipun tahun baru
ini saya songsong tanpa resolusi dan evaluasi, ada satu keyakinan yang
mengiringi langkah saya pulang ke rumah pagi ini. Jika batu dalam
genggaman tangan saya lepas, berarti sudah saatnyalah ia lepas. Jika
perjalanan ini belum usai, maka kaki ini meski lelah dan penat akan kembali
terus melangkah. Jika saya tergelincir nanti, maka sesuatu akan menyeruak
muncul dari kekosongan, meraih tangan saya yang hampa dan kembali
membawa saya bangkit berdiri.

Saya tak ingin memberinya nama. Saya tak ingin menjeratnya dalam
sebuah identitas. Yang saya tahu, saya bersisian dengannya. Seperti partikel
dengan gelombang. Seperti alam material dan imaterial. Sedikit batu atau
banyak batu, melangkah cepat atau lambat, tergelincir atau terjerembap, ia
berjalan seiring dengan napas dan denyut saya. Ia membutuhkan saya sama
halnya dengan saya membutuhkannya. Dan hanya dalam keheningan, kami
berdua hilang. Dalam keheningan, kami bersatu dalam ketiadaan.
Mendadak, adanya resolusi atau tidak, bukan lagi satu hal signifikan.
Mendadak, hari ini menjadi hari yang sama berharganya sekaligus sama
biasanya dengan hari-hari lain.

10
Kegiatan 1.
Mengidentifikasi Karakteristik Bahasa Hikayat

Kata Arkais Makna Kamus

Menggiring Menghantar/Membawa

Capit Sepit

Curam Terjal/Dalam

Kendati Jangankan,Biarpun,Meskipun

Menyemak Bingung,Gelisah,Susah Hati

Songsong Berlayar Menempuh Arus

Menyeruak Berjalan Menyusup Dengan Menguakkan

11
Kegiatan 2.
Membandingkan Penggunaan Bahasa dalam Cerpen dan Hikayat.
Jenis Majas Kutipan Hikayat Kutipan Cerpen
“mendengar berita ini “tepat turunan curam
REPETISI Galuh Ajeng sangat tiba-tiba ia tergelincir
teriris hatinya dan dan jatuh
menangislah ia menengadah. Seketika
melihat keadaan ini.” ia menangis, kaget
bukan main.”
“setelah di dapatkan “jika perjalanan ini
dari pencarian yang belum usai, maka kaki
panjang oleh ini meski lelah dan
saudaranya tersebut, penat akan kembali
disampaikanlah terus melangkah. Jika
Alerogi kepada Raja Nata apa saya tergelincir nanti,
yang harus dilakukan.” maka sesuatu akan
menyeruak muncul
dari kekosongan
membawa saya
bangkit berdiri.”
“Dan sebagai rasa “Kami berjalan
terimakasih, Baginda terakhir ke sana, kaki
menawari Abu Nawas kanan semoat terluka
menjadi penasehat karena tersobek duri,
Paradoks hakim kerajaan. Tetapi tapi entah mengapa ia
Abu Nawas menolak. selalu memilih jalur
Ia lebih senang yang sama.”
menjadi rakayat
biasa.”
Kutipan Hikayat Kutipan Cerpen
Galuh Cendera Kirana Meski sempat luka karena
adalah putrid dari Baginda tersobek duri, tapi entah
Raja Nata yang ta’lim dan kenapa keenan selalu
terhormat. memilih jalur yang sama.
Karena dendam Paduka Pergantian tahun yang tak
Liku berencana untuk melulu berspiritkan
membunuh Galuh Cendera optimisme dan positivitas,
Kirana. serta pesimistis.
Kisah Abu Nawas mirip Perbedaan pada usia 20-an
dengan kejadian pada yang selalu rajin bahkan
masa Nabi Sulaiman ketika mensakralkan kebiasaan
masih muda. menulis.
Akhirnya terungkap Merasakan hadirnya
siapalah ibu kandung dari kekuatan energi agung dari
anak yang di perebutkan. sang pencipta.
Kegiatan 3.

Membandingkan Nilai dalam Teks Hikayat dan Nilai Cerpen.


13

Nilai Hikayat Nilai Cerpen


1.Religi : “Mereka 1. Reeligi: “Terlepas dari
memutuskan untuk kepercayaan kita pada sosok
menyembah segala dewa- Tuhan personal mauoun
dewa” impersonal, semua dari kita
setidaknya pernah merasakan
hadirnya sebuah kekuatan yang
tidak luput menemani setiap
langkah perjalan hidup kita.”
2.Kesabaran dan Ketekunan: 2.Kesabaran dan Ketekunan
“Ketika sang Nata dan “Saya melewati pergantian tahun
Permaisuri menyembah ini dengan ‘abu-abu’. Tak melulu
dewa selama 40 hari 40 berspiritkan optimisme dan
malam’’ positivitas, tak juga melalui
pesimistis dan negativitas.”
3.Kerukunan :“Empat Kerukunan:
bersaudara itu sangat “tepat turunan curam tiba-tiba ia
menyayangi satu sama lain” tergelincir dan jatuh menengadah.
Seketika ia menangis, kaget bukan
main.”

B. Mengembangkan Cerita Rakyat ke dalam Bentuk


Cerpen.
14
Cara Mengembangkan Cerita:
Cerita dapat dikembangkan dengan mudah dengan hanya memilih
salah satu cara berikut: tempat atau ruangnya, waktunya, atau topiknya.

Perhatikan contoh cerita berikut!

(1) Mengembangkan Cerita Berdasarkan Urutan Tempat.


"Kiri asyik, kanan asyik!" teriak teman-teman di dalam bus. Teriakan ini
sering terdengar di bus yang kami tumpangi, khususnya dari teman-teman
cowok. Seperti diberi komando, tiga puluh siswa teman kami yang sedang
dalam perjalanan menuju VEDC (Vocational Education and Development
Center) Malang tersebut melongok ke jendela. Di trotoar, berdiri sesuatu
yang 'asyik'.
Cerita dalam paragraf itu tampak menjelaskan kejadian di bus (tempat).

(2) Mengembangkan Cerita Berdasarkan Urutan Waktu.


Kejadiannya begitu cepat. Aku pulang pukul 12.00 siang. Pukul 12.15, aku
parkir motorku di halaman sekolah, lalu berlari ke tempat fotokopi. Pukul
12.20, selesailah KTP-ku difotokopi. Pukul 12.22, aku sudah sampai kembali
ke tempat parkir motor. Dan, motorku sudah lenyap! Hanya kutinggalkan
tujuh menit saja!
Cara kedua untuk mengembangkan cerita narasi urutan kejadian, yaitu
berdasarkan waktu terjadinya peristiwa atau kejadian itu. Urutannya lalu
disebut urutan kronologis. Cara ini juga mudah dilakukan.

(3) Mengembangkan Cerita Berdasarkan Urutan Topik/ Kegiatan.


Hari-hariku sebagai pekerja perempuan di perusahaan industri makanan
olahan sangat padat dan melelahkan. Bayangkan, pagi-pagi sekali aku
harus bangun dan menyiapkan makan pagi anak-anakku. Sebelumnya, aku
15
tentu harus memandikannya karena anak-anakku masih kecil. Sambil aku
ganti baju kerja, aku sempatkan menyuapi anakku yang paling kecil.
Setelah beres urusan rumah, segera aku berlari untuk mengejar angkutan
yang mengangkutku ke jalan raya yang dilalui bus. ltu pun sebuah
perjuangan karena hanya ada beberapa mobil angkutan yang lewat
rumahku. Sesampainya di jalan raya, aku menunggu bus umum yang akan
mengangkutku ke pabrik. Pukul 07.00, aku harus sampai. Kubuka peralatan
kerjaku di bagian sortir, dan mulailah aku bekerja hingga istirahat pukul
12.00. Lima jam bekerja membuat pinggangku selalu terasa pegal. Satu
jam istirahat aku gunakan untuk makan, salat, dan berbaring sejenak.
Pukul empat, aku menyudahi pekerjaanku untuk memburu bus yang akan
membawaku pulang. Jangan bayangkan kenyamanannya duduk
berhimpitan di dalam bus yang rata-rata jelek itu. Sesampainya di rumah
pukul setengah enam, pekerjaan rumah sudah menungguku: memasak dan
beres-beres rumah. Praktis pukul 07.00 tuntaslah aktivitasku. Selanjutnya,
tidur! Tidur dengan mimpi buruk tentang esok hari.
Cerita tersebut berisi urutan kejadian/peristiwa bangun pagi, menyiapkan
makan pagi, menyuapi anak, naik angkutan, naik bus, bekerja, istirahat
siang, menyelesaikan pekerjaan, berburu angkutan pulang, memasak,
beres-beres rumah, tidur malam.

Kegiatan 1.

Membandingkan Alur Dalam Dalam Hikayat Dan Cerpen

16
Bahasa yang digunakan jauh berbeda. Penggunaan bahasa dalam
hikayat sangatlah unik, dengan menggunakan banyak sekali kata
‘Maka’, dan banyaknya bahasa-bahasa melayu, seperti ‘Hatta’, ‘Syahdan’,
dan ‘Wazir’. Kosa kata yang digunakan sungguhlah kaya dan elegan. Berbeda
dengan cerpen, bahasa yang digunakan mudah untuk dipahami dan
dimengerti, sehingga pembaca dengan mudah dapat memosisikan diri
mereka sebagi pelakon cerita tersebut, membuat cerita lebih berkenang di
batin.
Sudut pandang yang digunakan sama-sama sudut pandang ketiga,
walau memang dalam hikayat hampir tidak dapat ditemukan yang bersudut
pandang pertama. Keduanya turut menampilkan pesan moral yang tersirat,
walau dalam hikayat pesan moral yang disampaikan kental dengan unsur-
unsur Islami, dan cerpen yang dibaca mengandung pesan moral yang lebih
umum dan general. Oleh karena itu, kesimpulan yang dapat diambil adalah
bahwa dapat ditemukannya garis pemisah yang cukup jelas antara sastra
hikayat dengan sastra cerpen.

Kegiatan 2.

Menceritakan Kembali Isi Hikayat Ke17Dalam Bentuk Cerpen

Hikayat Si Miskin.
Ada seorang suami istri yang dikutuk hidup miskin. Pada suatu hari
mereka mendapatkan anak yang diberi nama Marakarma, dan sejak anak
itu lahir hidup mereka pun menjadi sejahtera dan berkecukupan. Ayahnya
termakan perkataan para ahli nujum yang mengatakan bahwa anak itu
membawa sial dan mereka harus membuangnya.Setelah membuangnya,
mereka kembali hidup sengsara. Dalam masa pembuangan, Marakrama
belajar ilmu kesaktian dan pada suatu hari ia dituduh mencuri dan dibuang
ke laut. Ia terdampar di tepi pantai tempat tinggal raksasa pemakan segala.
Ia pun ditemukan oleh Putri Cahaya dan diselamatkannya.

Mereka pun kabur dan membunuh raksasa tersebut. Nahkoda kapal


berniat jahat untuk membuang Marakarma ke laut, dan seekor ikan
membawanya ke Negeri Pelinggam Cahaya, di mana kapal itu singgah.
Marakrama tinggal bersama Nenek Kebayan dan ia pun mengetahui bahwa
Putri Mayang adalah adik kandungnya. Lalu Marakarma kembali ke Negeri
Puspa Sari dan ibunya menjadi pemungut kayu. Lalu ia memohon kepada
dewa untuk mengembalikan keadaan Puspa Sari. Puspa Sari pun makmur
mengakibatkan Maharaja Indra Dewa dengki dan menyerang Puspa Sari.
Kemudian Marakrama menjadi Sultan Mercu Negara.

BAB III
PENUTUP

18
A. KESIMPULAN
Cerita Rakyat adalah cerita yang berkembang di masyarakat, dan
disampaikan secara turun -menurun. Jenis - jenis cerita rakyat ada empat yaitu,
fabel ( cerita tentang hewan ), mite ( cerita yang berhubungan dengan makhluk
halus ), sage ( cerita rakyat yang bercerita tentang kepahlawanan ), dan legenda
ialah cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubangannya dengan peristiwa
sejarah .
Salah satu contoh cerita rakyat adalah panji semirang yang berasal dari
Kediri-Jawa Timur. Cerita Panji merupakan cerita Jawa asli. Cerita ini timbul pada
zaman kerajaan Kediri dan Jonggala. Tetapi menurut Prof. Poerbatjaraka baru
dibukukan pada zaman kerajaan Mojopahit. Cerita panji dianggap bersumber dari
Kakawan Smaradahana yang di tulis oleh Mpu Dharmaja. Jadi ditulis dari bahasa
Jawa kuno.
Hingga sekarang cerita panji ini banyak macamnya. Tetapi pokok ceritanya
sama, yaitu tentang Panji Semirang. Di Palembang cerita ini dikenal dengan nama
Anggreni. Di Bali dikenal dengan nama Malat. Dalam bentuk syair Ken tambuhan
dan syair Panji Semirang.

SARAN :
1. Semoga pembaca dapat mengambil pelajaran dari cerita ini.
2. Semoga cerita rakyat ini dapat dikenal lebih luasnlagi oleh banyak orang.
Terutama seluruh seluruh pembaca dapat melestarikan cerita rakyat ini secara
turun-menurun.

B. PENUTUPAN
Demikian yang 19
dapat kami paparkan
mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini. Tentunya
makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
karena terbatasnya pengetahuan dan kekurangannya rujukan
atau referensi yang ada hubungannya dengan cerita rakyat ini.
Penulis banyak berharap para pembacaa dapat memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi
sempurnanya presentasi ini. Semoga makalah ini dapat berguna
bagi penulis maupun pembaca terimakasih kami sampaikan.
B. DAFTAR PUSTAKA

20

www.kohacimaya.blogspot.com
www.Iisariska.ilearning.com
www.repository.upi.edu
www.makalahceritarakyatindo
www.wikipedia
https://www.google.co.id
https://ilmumakalahku/
https://ceritadulu//makalah1/
https://dodikaditia.blogspot//
https://googleweblight.com

21

Anda mungkin juga menyukai