PPK Kardiologi
PPK Kardiologi
2. Anamnesis 1. Demam, nyeri pada persendian yang berpindah pindah, tanda- tanda
peradangan pada sendi (merah, panas, nyeri dan fungsilaesia).
2. Adanya gerakan-gerakan cepat, bilateral tanpa tujuan dan sukar
dikendalikan.
3. Pucat, malaise, cepat lelah, dan gejala lain seperti epistaksis dan
nyeri perut.
4. Riwayat sakit tenggorokan 1-5 minggu (rata-rata 3 minggu) sebelum
timbul gejala
5. Riwayat demam rematik pada waktu lampau.
6. Riwayat keluarga dengan demam rematik
3. Korea Sydenham
Gerakan-gerakan cepat, bilateral, tanpa tujuan dan sukar
dikendalikan. Seringkali disertai dengan kelemahan otot dan
gangguan emosional. Semua otot terkena, tetapi yang mencolok
adalah otot wajah dan ekstremitas.
4. Eritema marginatum
Kelainan kulit berupa bercak merah muda, berbentuk bulat, lesi
berdiameter sekitar 2,5 cm, bagian tengahnya pucat, sedang bagian
tepinya berbatas tegas, tanpa indurasi, tidak gatal, paling sering
ditemukan pada batang tubuh dan tungkai proksimal.
5. Nodul subkutan
Terletak di bawah kulit, keras, tidak sakit, mudah digerakkan dan
berukuran 3-10 mm. Lokasinya sekitar ekstensor sendi siku, lutut,
pergelangan kaki dan tangan, daerah oksipital, serta di atas
prosesus vertebra torakalis dan lumbalis.
Kriteria Diagnosis
(Lanjutan) Manifestasi Mayor Manifestasi Minor
- Karditis Klinis:
- Poliartritis migrans - Artralgia
- Korea - Demam
- Eritema marginatum Laboratorium:
- Nodulus subkutan - Peningkatan reaktan fase akut
yaitu: LED dan atau CRP yang
meningkat
- Interval PR yang memanjang
Langkah diagnosis
Tegakkan diagnosis DR berdasarkan kriteria WHO tahun 2003
Tetapkan aktif atau inaktif
Tetapkan ada karditis atau tidak
Tetapkan ada kelainan pada katup jantung atau tidak
Jika tidak ada tanda-tanda DR aktif dan penyebab lain kelainan
pada katup jantung dapat disingkirkan dianggap PJR
Tetapkan status hemodinamik jantung: dekompensasi kordis atau tidak
8. Terapi 1. Antibiotika
a. Untuk Eradikasi:
Benzatin penisilin.G:
BB ≤27 kg = 600.000-900.000 unit
BB ≥27 kg = 1,2 juta unit
Bila tidak ada, dapat diberikan Prokain Penisilin 50.000 Iµ/kgBB
selama 10 hari.
Alternatif lain:
Penisilin V (oral) : BB ≤27 kg 2-3 x 250 mg
BB >27 kg 2-3 x 500 mg
Amoksisilin (oral): 50 mg/kgBB/hari, dosis tunggal (maks. 1 g)
selama 10 hari
Terapi (Lanjutan) Bila alergi terhadap penisilin dapat digunakan:
- Sefalosporin spektrum sempit: sefaleksin, sefadroksil
- Klindamisin: 20 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis (dosis maks. 1,8
g/hari) selama 10 hari
- Azitromisin: 12 mg/kgBB/hari, dosis tunggal (dosis maks. 500
mg) selama 5 hari
- Klaritromisin: 15 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis (maks. 250
mg/kali) selama 10 hari
- Eritromisin: 40 mg/kgBB/hari dibagi 2-4 kali sehari (dosis
maksimum 1 g/hari) selama 10 hari
b. Untuk profilaksis sekunder:
Benzatin penisilin G:
BB ≤27 kg = 600.000 unit
setiap 3 atau 4 minggu, i.m
BB >27 kg = 1,2 juta unit
Alternatif lain:
- Penisilin V : 2 x 250 mg, oral
- Sulfadiazin : BB ≤27 kg 500 mg sekali sehari
BB >27 kg 1000 mg sekali sehari
Bila alergi terhadap Penisilin dan Sulfadiazin dapat diberikan:
- Eritromisin
- Klaritromisin
- Azitromisin
16. Kepustakaan 1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition.
Mosby Elsevier, Texas.
2. World Health Organization 2004, WHO technical report series:
rheumatic fever and rheumatic heart disease, Geneva.
3. Working Group on Pediatric Acute Rheumatic Fever and Cardiology
2008, Consensus guidelines on pediatric acute rheumatic fever and
rheumatic heart disease, Indian Pediatrics, vol. 45, pp. 565-573.
4. National Heart Foundation of Australia and the Cardiac Society of
Australia and New Zealand 2006, Diagnosis and management of
acute rheumatic fever and rheumatic heart disease in Australia: an
evidence-based review, National Heart Foundation of Australia.
5. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak,
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
6. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan
penyakit jantung pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.
Palembang, …………………..2014
Mengetahui/Menyetujui
Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak Kepala Divisi Kardiologi Anak
DEKOMPENSASI KORDIS
ICD-10 : I51.9
Dasar diagnosis
Dispnu/ortopnu, pulsus alternans, takikardia/irama gallop, ronki basah
tak nyaring di basal paru (gagal jantung kiri), tekanan vena yugularis
meningkat, hepatomegali, edema (gagal jantung kanan), kardiomegali
Langkah diagnosis
Perhatikan gejala dan tanda:
- Kardiovaskuler: takikardi/irama gallop,
kardiomegali, nadi: pulsus alternans
- Respirasi: dispnu, ortopnu, batuk produktif,
ronki basah tak nyaring di basal paru
- Tanda-tanda bendungan sistemik: tekanan
vena jugularis, hepatomegali (tumpul, lunak), edema
7. Pemeriksaan 1. EKG
Penunjang 2. Lab darah: Hb, lekosit, hitung jenis, LED.
3. Foto thorak
4. Analisis gas darah dan elektrolit
5. Ekokardiografi
9. Edukasi 1. Definisi dan etiologi: memahami penyebab dan gejala yang timbul.
2. Prognosis: memahami faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis
3. Pemantauan gejala: mengetahui mengapa dan kapan harus ke
dokter/rumah sakit
4. Terapi farmakologi: memahami indikasi, dosis, dan efek obat
5. Diit, latihan
12. Tingkat A
Rekomendasi
Palembang, …………………..2014
Mengetahui/Menyetujui
Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak Kepala Divisi Kardiologi Anak
dr. Hj. Rismarini, SpA(K) dr. Hj. Ria Nova, SpA(K)
NIP 19580126 198503 2006 NIP 19631128 198911 2 001
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
6. Diagnosis
Banding
8. Terapi 1. Medikamentosa
Bila ada gagal jantung kongestif tatalaksana sesuai gagal jantung
kongestif.
Antibiotika profilaksis untuk mencegah Infektif endokarditis, bila
akan dilakukan tindakan seperti cabut gigi atau sirkumsisi
(Amoksisillin 50 mg/kgBB/hari selama 5 hari)
2. Operasi
1) Prosedur:
- PA banding: merupakan prosedur yang bersifat paliatif (untuk
mengurangi aliran darah ke paru dan menurunkan tekanan
arteri pulmonalis). Prosedur ini jarang dilakukan kecuali bila
terdapat lesi tambahan lain sehingga prosedur untuk menutup
DSV sulit dilakukan.
- Tutup DSV dengan cara operasi: menggunakan patch
(surgical closure)
9. Edukasi 1. Definisi dan etiologi: menjelaskan penyebab dan gejala yang timbul.
2. Pemantauan gejala: menjelaskan kapan harus ke dokter/rumah
sakit.
3. Menjelaskan perlunya menjaga personal higiene, terutama
kebersihan gigi dan mulut untuk mencegah terjadinya infective
endocarditis.
4. Menjelaskan kapan dilakukan intervensi untuk penutupan DSV
5. Terapi farmakologi: menjelaskan indikasi, dosis, dan efek obat
6. Prognosis: menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
prognosis.
10. Prognosis Tergantung ukuran, lokasi, dan ada tidaknya hipertensi pulmonal;
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
12. Tingkat A
Rekomendasi
16. Kepustakaan 1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition.
Mosby Elsevier, Texas.
2. Pudjiadi, AH, Hegar, B, Handryastuti, S, Idris, NS & Gandaputra, EP
2009, Pedoman pelayanan medis, Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Jakarta.
3. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak,
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
4. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan
penyakit jantung pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.
Palembang, …………………..2014
Mengetahui/Menyetujui
Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak Kepala Divisi Kardiologi Anak
4. Kriteria 1. Anamnesis.
Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik jantung: tetapkan perkiraan
besar DAP. tetapkan apakah terjadi gagal jantung, tanda-tanda
hipertensi pulmonal serta adanya sindroma Eisenmenger
3. EKG untuk menentukan adanya beban volume
4. Foto thorak untuk menilai corakan vaskuler
paru
5. Ekokardiografi untuk menentukan besarnya
DAP
6. Kateterisasi hanya dilakukan bila dicurigai ada
hipertensi pulmonal.
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan 1. EKG
Penunjang 2. Foto thorak
3. Ekokardiografi
4. Kateterisasi
8. Terapi Tutup DAP
1. Medikamentosa: Ibuprofen
Hanya efektif pada bayi prematur usia <1 minggu
Dosis:
Hari Dosis
I 10 mg/kgBB
II 5 mg/kgBB
III 5 mg/kgBB
9. Edukasi 1. Definisi dan etiologi: menjelaskan penyebab dan gejala yang timbul.
2. Pemantauan gejala: menjelaskan kapan harus ke dokter/rumah
sakit.
3. Menjelaskan perlunya menjaga personal higiene, terutama
kebersihan gigi dan mulut untuk mencegah terjadinya infective
endocarditis.
4. Menjelaskan kapan dilakukan intervensi untuk penutupan DSV
5. Terapi farmakologi: menjelaskan indikasi, dosis, dan efek obat
6. Prognosis: menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
prognosis.
10. Prognosis Tergantung ukuran, lokasi, ada tidaknya hipertensi pulmonal, ada
tidaknya gagal jantung;
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
11. Tingkat I / II
evidens
12. Tingkat A
Rekomendasi
16. Kepustakaan 1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition.
Mosby Elsevier, Texas.
2. Pudjiadi, AH, Hegar, B, Handryastuti, S, Idris, NS & Gandaputra, EP
2009, Pedoman pelayanan medis, Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Jakarta.
3. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak,
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
4. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan
penyakit jantung pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.
Palembang, …………………..2014
Mengetahui/Menyetujui
Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak Kepala Divisi Kardiologi Anak
3. Pemeriksaan 1. Defek kecil : bunyi jantung II wide fixed split. Bising ejeksi
Fisik sistolik II-III/6 di tepi kiri sternal atas.
2. Defek besar : bunyi jantung II wide fixed split. Bising ejeksi
sistolik II-III/6 di tepi kiri sternal atas. Bising mid
diastolik murmur di tepi kiri bawah sternal.
4. Kriteria 1. Anamnesis
Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik.
3. EKG: RAD, RVH, RBBB.
4. Foto thorak: kardiomegali dan corakan vaskular paru meningkat.
5. Ekokardiografi: untuk memastikan defek dan mengukur besar defek.
a. Berdasarkan lokasi:
DSA primum
DSA sekundum
DSA sinus venosus
b. Berdasarkan besarnya defek:
DSA kecil
DSA besar
c. Berdasarkan tekanan pulmonal:
DSA tanpa hipertensi pulmonal
DSA dengan hipertensi pulmonal
6. Kateterisasi: hanya dilakukan bila kecurigaan hipertensi pulmonal.
6. Diagnosis
Banding
9. Edukasi 1. Definisi dan etiologi: menjelaskan penyebab dan gejala yang timbul.
2. Pemantauan gejala: menjelaskan kapan harus ke dokter/rumah
sakit.
3. Menjelaskan perlunya menjaga personal higiene, terutama
kebersihan gigi dan mulut untuk mencegah terjadinya infective
endocarditis.
4. Menjelaskan kapan dilakukan intervensi untuk penutupan DSA
5. Terapi farmakologi: menjelaskan indikasi, dosis, dan efek obat
6. Prognosis: menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis
10. Prognosis Tergantung ukuran, lokasi, dan ada tidaknya hipertensi pulmonal;
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
12. Tingkat A
Rekomendasi
16. Kepustakaan 1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition.
Mosby Elsevier, Texas.
2. Pudjiadi, AH, Hegar, B, Handryastuti, S, Idris, NS & Gandaputra, EP
2009, Pedoman pelayanan medis, Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Jakarta.
3. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak,
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
4. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan
penyakit jantung pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.
Palembang, …………………..2014
Mengetahui/Menyetujui
Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak Kepala Divisi Kardiologi Anak
3. Pemeriksaan 1. Pada palpasi pasien stenosis pulmonal sedang atau berat, teraba
Fisik getaran bising pada sel iga II tepi kiri sternum.
2. Bunyi jantung I normal diikuti klik ejeksi
3. Komponen pulmonal bunyi jantung II (P2), terdengar melemah.
Makin berat obstruksi, makin lemah bunyi jantung II, sehingga bila
obstruksi sangat berat maka bunyi jantung II terdengar tunggal,
yakni hanya terdengar A2.
4. Terdapat bising sistolik, derajat III sampai VI/6, dengan pungtum
maksimum di sela iga II parasternal kiri, menjalar sepanjang garis
sternum kiri dan apeks.
4. Kriteria 1. Anamnesis.
Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik.
3. EKG.
4. Foto thorak.
5. Ekokardiografi.
6. Diagnosis
Banding
8. Terapi 1. Pada SP ringan tidak perlu dilakukan tindakan apapun tetapi secara
berkala setiap 6 bulan dilakukan pemeriksaan ekokardiografi untuk
mengetahui apakah stenosis bertambah berat atau tidak.
2. Pada obstruksi berat, dilakukan dilatasi katup pulmonal dengan
balon (balloon pulmonary valvulotomy) atau valvulotomy dengan
operasi.
15. Target Mengurangi mortalitas pada critical pulmonal stenosis dengan ballon
valvuloplasty.
16. Kepustakaan 1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition.
Mosby Elsevier, Texas.
2. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak,
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
3. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan
penyakit jantung pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.
Palembang, …………………..2014
Mengetahui/Menyetujui
Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak Kepala Divisi Kardiologi Anak
3. Pemeriksaan 1. Prekordium hiperaktif dengan thrill sistolik di tepi kiri bawah sternum
Fisik 2. Bunyi jantung II keras
3. Holosistolik regurgitasi murmur derajat III/6-IV/6 sepanjang tepi kiri
bawah sternum
4. Sistolik murmur dari mitral regurgitasi terdengar di apeks
5. Mid diastolik murmur di tepi kiri bawah sternum atau di apeks
4. Kriteria 1. Anamnesis.
Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik.
3. EKG.
4. Foto thorak.
5. Ekokardiografi.
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan 1. EKG:
Penunjang - Aksis QRS “superior” dengan aksis antara -40° sampai -150°
- RVH
- LVH
- RBBB
- AV blok derajat 1 (interval PR memanjang)
2. Foto thorak: kardiomegali dan corakan vaskular paru meningkat.
3. Ekokardiografi: memastikan diagnosis
1) DSAV Parsial
- Katup mitral dan trikuspid terpisah
- Defek septum atrium (DSA) dengan atau tanpa sumbing pada
katup mitral anterior (merupakan bentuk yang sering
dijumpai).
- DSV inlet (kecil dan restriktif) dengan atau tanpa sumbing
pada katup mitral.
- Biasanya berhubungan dengan DSA sekundum
Pemeriksaan 2) DSAV Intermediate
Penunjang (Lanjutan) - Terdapat fusi jembatan daun katup interior dengan posterior
pada puncak septum ventrikuler
- Katup atrioventrikuler berhubungan tetapi orifisium trikuspid
dan mitral terpisah
3) DSAV Komplit
- Defek antara atrium yang luas biasanya berupa DSA primum
- Defek antar ventrikel yang luas, biasanya defeknya lebih kecil
dari DSA.
- Biasanya katup AV menghubungkan kedua atrium dan kedua
ventrikel
- Defek septum meluas ke septum membranosa (berkurang
atau tidak ada).
- Jarak apeks–aorta yang memanjang sehingga pada angiografi
akan tampak gambaran “leher angsa”
8. Terapi 1. Medikamentosa
- Terapi gagal jantung kongestif
- Infektif endokarditis profilaksis
2. Operasi
a. Paliatif
PA banding dilakukan pada bayi kecil dan tidak ada mitral
regurgitasi yang signifikan
b. Korektif
Tutup ASD dan VSD serta rekonstruksi cleft AV
valve
Waktu operasi tergantung beratnya hemodinamik
yang terjadi
Indikasi operasi:
- Gagal jantung kongestif yang tidak respon
dengan terapi medikamentosa
- Pneumonia berulang dan gagal jantung
- L-R shunt yang besar dengan hipertensi pulmonal atau
meningkatnya resistensi vaskular paru
15. Target 1. Mengurangi mortalitas pada DSAV dengan sindroma Down dengan
tindakan Paliatif PA Banding pada bayi kecil (umur 2-4 bulan).
2. Tindakan koreksi DSAV sudah dilakukan dalam rentang umur 2-5
tahun.
16. Kepustakaan 1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition.
Mosby Elsevier, Texas.
2. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak,
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
3. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan
penyakit jantung pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.
Palembang, …………………..2014
Mengetahui/Menyetujui
Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak Kepala Divisi Kardiologi Anak
TETRALOGI OF FALLOT
ICD-10 : Q21.3
1. Pengertian Merupakan kelainan jantung bawaan sianotik yang terdiri dari DSV,
(Definisi) stenosis pulmonal, hipertrofi ventrikel kanan, dan overriding aorta
4. Kriteria 1. Anamnesis.
Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik.
3. EKG.
4. Foto thorak.
5. Ekokardiografi.
Langkah diagnosis
Pikirkan kemungkinan TOF jika menemukan PJB sianotik atau pada
yang relatif ringan pada PJB dengan gagal tumbuh + gejala squatting +
sianosis/sesak pada peningkatan aktivitas fisik (pada bayi sianosis
ketika menyusu atau menangis).
Perhatikan secara khusus hal-hal berikut:
1. Pemeriksaan fisik jantung
2. EKG:
- Deviasi aksis ke kanan
- RVH
3. Foto thorak:
- Ukuran jantung normal
- “Boot shaped” heart
- Corakan vaskuler paru menurun
4. Ekokardiografi:
- VSD subaortic besar
- Overriding aorta
- Stenosis pulmonal/obstruksi RVOT (Right Ventricle
Outflow Track)
- RVH
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan 1. EKG
Penunjang 2. Foto thorak
3. Ekokardiografi
8. Terapi 1. Medikamentosa
a. Propranolol 1-2 mg/kg/hari dibagi dalam 2-3 dosis untuk
mencegah serangan sianotik (“hypoxic spells”)
b. Deteksi dan terapi anemia defisiensi besi
c. Profilaksis terhadap infective endocarditis untuk setiap tindakan
invasif (Amoksisilin 50 mg/kgBB selama 5 hari)
d. Pada serangan sianotik (hypoxic spells):
- Pasien diletakkan dalam posisi “knee-chest”: untuk
meningkatkan resistensi sistemik
- Oksigen 2-4 L/menit
- Morfin sulfate 0,1-0,2 mg/kg/subkutan
- Atasi asidosis dengan pemberian Sodium bikarbonat 1
mEq/kg IV
- Bila dengan terapi di atas belum ada perbaikan dapat
diberikan Propranolol 0,01-0,25 mg/kg/dosis (rata-rata 0,05
mg/kg) IV pelan-pelan
- Untuk mencegah berulangnya serangan sianotik diberikan
Propranolol oral 1-2 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis
12. Tingkat A
Rekomendasi
15. Target Tindakan operatif koreksi total TOF sudah dilakukan pada usia 1-5
tahun.
16. Kepustakaan 1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition.
Mosby Elsevier, Texas.
2. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak,
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
3. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan
penyakit jantung pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.
Palembang, …………………..2014
Mengetahui/Menyetujui
Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak Kepala Divisi Kardiologi Anak
TAKIKARDIA SUPRAVENTRIKULER
ICD-10 : I47.1
4. Kriteria 1. Anamnesis.
Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik.
3. EKG
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan EKG:
Penunjang 1. Takikardi Atrial
EKG: gelombang P sewaktu serangan agak berbeda dengan
gelombang sewaktu irama sinus. PR interval tidak memanjang.
2. Takikardi nodal
EKG: gelombang P secara morfologi, interval dan polaritasnya
sama pada waktu irama sinus.
3. Takikardi Reentrant Nodus AV
EKG: tampak gelombang QRS yang sempit dengan tanpa didahului
oleh gelombang P. Gelombang P negatif pada lantaran II, III, AVF,
interval PR lebih panjang dari interval RP.
8. Terapi 1. Pada bayi:
a. Tanpa gagal jantung
- Adenosin: 0,1 mg/kgBB IV cepat dapat
ditingkatkan setiap 2 menit sampai 0,3 mg/kgBB. Selanjutkan
diteruskan dengan digitalis dosis rumat selama 3-6 bulan
(untuk idiopatik TSV 1 tahun)
- Digitalisasi (bila tidak ada Adenosin).
Dosis ½ dosis digitalisasi dilanjutkan ¼ dosis digitalisasi, 2 kali
berturut-turut selang 8 jam. Selanjutnya dosis rumat (sama
dengan atas)
9. Edukasi Menjelaskan gejala klinis TSV pada bayi dan anak untuk segera
mendapat penangananan medis karana merupakan kedaruratan medik
12. Tingkat A
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis Subdivisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang
16. Kepustakaan 1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition.
Mosby Elsevier, Texas.
2. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak,
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
3. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan
penyakit jantung pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.
Palembang, …………………..2014
Mengetahui/Menyetujui
Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak Kepala Divisi Kardiologi Anak
3. Pemeriksaan 1. Febris.
Fisik 2. Anemia
3. Splenomegali
4. Manifestasi kulit (ptekie, Osler nodes, lesi Janeway)
5. Fenomena emboli (kejang, hemiparesis).
4. Kriteria 1. Anamnesis
Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik
3. Kultur darah positif (dilakukan minimal 3 kali di 3 tempat dengan
jarak kultur 24 jam).
4. Ekokardiografi: tampak vegetasi.
6. Diagnosis
Banding
Lama
Organisme Antimikrobial Dosis/kg/24jam Frekwensi
terapi
Prostetik
Streptococcus Vancomisin 40 mg IV 6-12 jam 6 minggu
tambah
Gentamisin 3 mg IM/IV 8 jam 2 minggu
Enterococcus Vancomisin 40 mg IV 6-12 jam 6 minggu
tambah
Gentamisin 3 mg IM/IV 8 jam 6 minggu
Terapi (Lanjutan) Tabel 3. Regimen terapi untuk endokarditis infektif yang disebabkan
oleh Staphylococcus
Dosis/kg/
Organisme Antimikrobial Frekwensi Lama terapi
24 jam
Tanpa protestik
Sensitif Nafcillin/ 200 mg IV 4-6 jam 6-12 minggu
methcillin Oxacillin
dengan/tanpa
Gentamisin 3 mg IM/IV 8 jam 3-5 hari
3. Pendekatan bedah:
a. Vegetasi
- Vegetasi persisten setelah emboli sistemik
- Meningkatnya ukuran vegetasi setelah terapi
antimikrobial 4 minggu
b. Disfungsi valvular
- Insufisiensi aorta atau insufisiensi mitral akut
- Gagal jantung yang tidak responsif dengan terapi medik
- Perforasi dan ruptur katup
c. Ektensi perivalvular
- Ruptur katup
- Blok jantung
- Abses
12. Tingkat A
Rekomendasi
15. Target 1. Intervensi bedah atau nonbedah kelainan jantung yang mendasari.
2. Intervensi bedah pada kasus vegetasi persisten setelah emboli
sistemik.
3. Intervensi bedah pada kasus peningkatan ukuran vegetasi setelah
pemberian antimikrobial selama 4 minggu.
4. Repair katup yang ruptur.
16. Kepustakaan 1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition.
Mosby Elsevier, Texas.
2. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak,
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
3. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan
penyakit jantung pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.
Palembang, …………………..2014
Mengetahui/Menyetujui
Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak Kepala Divisi Kardiologi Anak
PERIKARDITIS
ICD-10 : I30.9
2. Anamnesis 1. Nyeri dada (precordial) yang sering menyebar ke bahu dan leher.
Nyeri bertambah pada saat saat terlentang atau inspirasi dalam
2. Demam.
3. Riwayat infeksi saluran nafas atas.
4. Kriteria 1. Anamnesis
Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik
3. EKG:
- Elevasi segmen ST
- Gelombang T datar negatif, kadang-kadang inversi
- Amplitudo QRS dan T mengecil (low voltage)
4. Foto thorak:
- Tampak pembesaran jantung yang berbentuk bola, atau buah
pear atau doublecontour
5. Laboratorium (terutama analisis cairan perikardium untuk diagnosis
etiologi);
a. LED meningkat, leukositosis
b. Cairan perikardium, dapat bersifat:
- Transudat: pada perikarditis rematoid, rematik, uremik
- Eksudat serosangainus: pada perikarditis tuberkulosis
c. Purulen: pada infeksi banal/perikarditis septik
Terhadap cairan yang purulen harus dilakukan:
- Pemeriksaan mikroskopik: terhadap jenis sel yang ditemukan
- Pemeriksaan bakteriologi: pengecatan langsung dan kultur
kuman.
6. Ekokardiografi: adanya cairan pada perikardium.
5. Diagnosis Perikarditis (ICD-10 : I30.9)
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan 1. EKG
Penunjang 2. Radiologis
3. Ekokardiografi
4. Laboratorium: analisis cairan perikardium
12. Tingkat A
Rekomendasi
16. Kepustakaan 1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition.
Mosby Elsevier, Texas.
2. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak,
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
Palembang, …………………..2014
Mengetahui/Menyetujui
Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak Kepala Divisi Kardiologi Anak
TAMPONADE JANTUNG
ICD-10 : Q22.4
1. Pengertian Adalah sindroma klinis yang disebabkan oleh akumulasi cairan pada
(Definisi) rongga perikardium, yang menyebabkan berkurangnya pengisian
ventrikel sehingga menyebabkan gangguan hemodinamik. Tamponade
jantung merupakan keadaan gawat darurat medik.
4. Kriteria 1. Anamnesis
Diagnosis 2. Klinis
3. Foto thorak: pembesaran bayangan “jantung” yang berbentuk
seperti botol air (water bottle). Foto thorak bermanfaat jika cairan
perikardium berjumlah paling sedikit 200 mL.
4. Elektrokardiografi; sinus takikardi, low voltage kompleks QRS,
Electrical alternans (alternans Kompleks QRS), depresi segmen PR.
5. Ekoardiografi: terdapat ruang echo free pada posterior dan anterior
dari ventrikel kiri dan belakang atrium kiri, kolaps early diastolic
dari freewall ventrikel kanan, kompresi/kolaps late diastolic dari
atrium kanan, jantung berayun (swinging of the heart),
pseudohipertrofi ventrikel kiri, peningkatan relatif pada saat inspirasi
dari right side flow >40%, penurunan relatif pada lnspiratory flow
sepanjang katup mitral >25%.
6. Diagnosis
Banding
8. Terapi 1. Oksigen
2. Mempertahankan volume intravaskuler yang adekuat, dengan
cairan yang bersifat volume expansion
3. Istirahat total, dengan meninggikan posisi kaki, hal ini dapat
membantu meningkatkan venous return.
Terapi (Lanjutan) 4. Obat-obatan inotropik (misalnya Dopamin) meningkatkan curah
jantung tanpa meningkatkan vaskuler sistemik.
5. Penanganan yang paling efektif adalah mengeluarkan cairan
perikardial. Cairan perikardial dapat dikeluarkan dengan cara:
perikardiosintesis, prosedur operasi (pericardial window)
12. Tingkat A
Rekomendasi
16. Kepustakaan 1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition.
Mosby Elsevier, Texas.
2. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak,
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
Palembang, …………………..2014
Mengetahui/Menyetujui
Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak Kepala Divisi Kardiologi Anak
1. Pengertian Merupakan kelainan jantung bawaan sianotik dimana aorta dan arteri
(Definisi) pulmonalis keluar dari ventrikel kanan, masing-masing dengan
konusnya dan tidak ada kontinuitas dengan katup mitral.
2. Anamnesis 1. Sianosis.
2. Takipneu
3. Gangguan pertumbuhan
4. Gejala lain CHF
3. Pemeriksaan Manifestasi klinis DORV dipengaruhi oleh posisi VSD dan ada atau
Fisik tidak adanya stenosis pulmonal. Setiap jenis terjadi secara terpisah.
1. VSD Subaorta tanpa Stenosis Pulmonal
Gambaran klinis jenis ini menyerupai VSD besar dengan hipertensi
pulmoner dan gagal jantung kongestif. Dapat terjadi gangguan
pertumbuhan, takipneu, dan tanda lain CHF. Prekordium hiperaktif,
S2 keras, dan murmur sistolik jenis VSD (regurgitan). Bunyi
gemuruh diastolik di apeks dapat terdengar.
2. VSD Subpulmoner (Malformasi Taussig-Bing)
Manifestasi klinis menyerupai transposisi arteri besar. Sering
ditemukan gangguan pertumbuhan dan sianosis berat dengan atau
tanpa clubbing. S2 keras, sistolik murmur derajat 2-3/6 terdengar di
atas batas kiri sternum.
3. DORV jenis Fallot dengan Stenosis Pulmonal
Manifestasi klinis menyerupai tetralogi of Fallot. Sering terjadi
gangguan pertumbuhan, sianosis, dan clubbing. S2 keras dan
tunggal. Murmur sistolik ejeksi derajat 2-4/6 sepanjang tepi kiri
sternum dengan atau tanpa sistolic thrill.
4. VSD Doubly Committed atau Remote
Sianosis derajat ringan dan peningkatan aliran darah pulmoner
dapat terjadi.
4. Kriteria 1. Klinis
Diagnosis 2. Foto thorak: sangat bervariasi, dapat dijumpai kardiomegali atau
tidak, vaskularisasi paru bisa normal, bertambah atau berkurang.
3. EKG: Pada sebagian besar kasus deviasi aksis ke kanan dengan
hipertrofi ventrikel kanan.
4. Ekokardiografi: Untuk diagnosis pasti. Tanda diagnostik yang
terlihat pada DORV adalah kedua arteri besar keluar dari ventrikel
kanan, tidak adanya out flow ventrikel kiri selain VSD, serta
diskontinuitas katup mitral dengan katup semilunar.
5. Kateterisasi: untuk menentukan adanya hipertensi pulmonal
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan 1 Foto thorak.
Penunjang 2. EKG.
3. Ekokardiografi.
4. Kateterisasi.
8. Terapi 1. Medikamentosa
Jika terjadi gagal jantung kongestif,tatalaksana sesuai gagal jantung
kongestif sambil menunggu terapi bedah.
2. Operasi (rujuk RSCM/RSJ Harapan Kita)
Dapat dilakukan secara paliatif dan definitif
a. Operasi paliatif dilakukan hanya pada kasus dimana
operasi korektif tidak mungkin dilakukan. Bila aliran darah paru
bertambah dapat dilakukan banding a. pulmonalis, sedangkan
bila aliran darah paru sangat berkurang, dilakukan prosedur
Blalock-Taussig atau modifikasinya.
b. Jenis operasi definitif dilakukan berdasarkan ada
tidaknya stenosis pulmonal.
14. Indikator Medis 1. Gagal jantung terkontrol dengan antifailure sebelum tindakan
operatif.
2. Komplikasi paska tindakan operatif tidak ada atau minimal.
15. Target Mengurangi mortalitas dan komplikasi dengan tindakan operatif koreksi
DORV
16. Kepustakaan 1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition.
Mosby Elsevier, Texas.
2. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak,
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
Palembang, …………………..2014
Mengetahui/Menyetujui
Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak Kepala Divisi Kardiologi Anak
ATRESIA TRIKUSPID
ICD-10 : Q22.4
2. Anamnesis 1. Riwayat biru sejak lahir. Biasanya disertai nafas cepat dan makan
yang kurang.
2. Adanya riwayat hypoxic spell
4. Kriteria 1. Anamnesis.
Diagnosis 2. Pemeriksaaan fisik.
3. EKG:
- Aksis QRS superior, tampak pada sebagian besar pasien tanpa
TAB
- Hipertrofi ventrikel kiri dan deviasi sumbu jantung ke kiri
4. Foto thorak
Ukuran jantung biasanya normal dengan pembesaran atrium kanan
dan ventrikel kiri. Corakan vaskuler paru menurun, pada pasien
dengan TAB dapat meningkat.
5. Ekokardiografi
- Tidak adanya lubang trikuspid, hipoplasia ventrikel kanan dan
ventrikel kiri yang besar
- Penonjolan septum atrium ke sisi kiri dan ukuran defek septum
atrium dinilai
- Ukuran DSV, ada tidaknya TAB, serta derajat berat stenosis
pulmonal dinilai
- Penderita dengan TAB di periksa kemungkinan terdapatnya
stenotik subaorta dan anomali lengkung aorta lainnya
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan 1 EKG
Penunjang 2 Foto thorak.
3 Ekokardiografi.
12. Tingkat A
Rekomendasi
14. Indikator Medis 1. Gagal jantung terkontrol dengan antifailure sebelum tindakan
operatif.
2. Komplikasi paska tindakan operatif tidak ada atau minimal
16. Kepustakaan 1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition.
Mosby Elsevier, Texas.
2. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak,
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
Palembang, …………………..2014
Mengetahui/Menyetujui
Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak Kepala Divisi Kardiologi Anak
KAWASAKI DISEASE
ICD-10 : M30.3
b. Gejala-gejala kardiovaskuler:
1. Takikardia, irama gallop dan atau gejala-gejala gagal jantung
2. Kardiomegali
3. Efusi perikardial
4. Murmur pada regurgitasi katup mitral
5. Perubahan pada EKG meliputi: aritmia,PR interval yang
memanjang, perubahan gelombang segmen ST-T
6. Kelainan pada arteri koronaria (terlihat pada akhir minggu
pertama).
Fase Subakut
1. Deskuamasi (pengelupasan) pada ujung jari-jari
tangan dan kaki merupakan karakteristik utama
2. Rash, demam dan limfadenopati
Fase Konvalesens
Terdapat garis melintang (Beau’s line) pada jari-jari tangan dan kaki.
4. Kriteria Karakteristik untuk menegakkan diagnosis:
Diagnosis 1. Demam terus-menerus selama 5 hari
2. Terdapat minimal 4 dari 5 karakteristik berikut:
a. Perubahan pada ekstremitas
- Akut: eritema dan edema
- Subakut: pengelupasan pada jari tangan dan jari kaki pada
minggu kedua dan ketiga
b. Eksantema pilomorpus
c. Infeksi konjungtiva bulbar bilateral tanpa eksudat
d. Perubahan pada bibir dan rongga mulut: eritema, bibir kering,
strawberry tongue, infeksi mukosa mulut dan faringeal yang
menyebar
3. Limfadenopati servikal (diameter >1,5 cm) biasanya unilateral.
4. Menyingkirkan penyakit lain yang mempunyai gejala klinis yang
sama.
4. Ekokardiografi
Tujuan untuk mendeteksi adanya aneurisma arteri koronaria dan
berbagai disfungsi kardiak lainnya.
a. Aneurisma arteri koronaria terjadi sebelum hari ke 10, selama
periode itu terjadi beberapa peningkatan:
- Arteritis koronaria
- Penurunan fungsi sistolik LV
- Terjadi regurgitasi katup mitral ringan
- Efusi perikardial
b. Konfigurasi, ukuran, nomor, ada atau tidaknya intraluminal atau
mural trombus sebaiknya ditelaah lebih lanjut.
12. Tingkat A
Rekomendasi
16. Kepustakaan 1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition.
Mosby Elsevier, Texas.
2. Newburger, JW, Takahashi, M, Gerber, MA, Gewitz, MH & Tani, LY
2004, Diagnosis, treatment, and long-term management of
kawasaki disease: a statement for health professionals from the
committee on rheumatic fever, endocarditis, and kawasaki disease,
council on cardiovascular disease in the young, american heart
association. Pediatrics, vol 114, pp. 1708-1733.
3. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak,
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
Palembang, …………………..2014
Mengetahui/Menyetujui
Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak Kepala Divisi Kardiologi Anak
SYOK KARDIOGENIK
ICD-10 : R57.0
4. Kriteria Tanda syok yang tiba-tiba timbul pada penderita yang diketahui
Diagnosis mempunyai penyakit jantung dan telah disingkirkan/dikoreksi segala
penyebab hipotensi misalnya hipovolemia, hipoksia dan asidosis.
6. Diagnosis
Banding
12. Tingkat A
Rekomendasi
16. Kepustakaan 1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition.
Mosby Elsevier, Texas.
2. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak,
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
Palembang, …………………..2014
Mengetahui/Menyetujui
Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak Kepala Divisi Kardiologi Anak
dr. Hj. Rismarini, SpA(K) dr. Hj. Ria Nova, SpA(K)
NIP 19580126 198503 2006 NIP 19631128 198911 2 001
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
GANGGUAN KONDUKSI
ICD-10 : F91.9
3. Pemeriksaan 1. Heart rate ireguler, diikuti bunyi jantung pertama yang keras secara
Fisik periodik.
2. Bunyi jantung lambat dan kadang-kadang terdengar bunyi jantung
tambahan pada fase diastolik akibat kontraksi atrium.
3. Tekanan sistolik dapat meningkat dan tekanan diastolik menurun.
4. Kriteria 1. Anamnesis.
Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik.
3. EKG:
a. Blok A–V Derajat Pertama
Pemanjangan interval PR melebihi nilai normal berdasarkan
frekuensi jantung serta umur penderita
b. Blok A–V Derajat II
1) Mobitz Tipe I : Interval PR makin lama makin panjang, dan
pada suatu saat gelombang P tidak diikuti
oleh gelombang QRS dan selanjutnya
proses terulang lagi.
2) Mobitz Tipe II : tampak kompleks QRS baru muncul
setelah gelombang P kedua atau ketiga
atau keempat.
Kriteria Diagnosis c. Blok A-V Derajat III (Blok A–V Komplit)
(Lanjutan) Tampak gelombang P tidak berhubungan dengan gelombang
QRS. Frekuensi QRS sangat teratur dan lebih lambat dari
gelombang P.
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan 1. EKG
Penunjang 2. Ekokardiografi
8. Terapi 1. Blok AV derajat pertama dan Mobitz Tipe I: tidak ada terapi khusus.
2. Mobitz tipe II
Pengobatan terutama ditujukan pada etiologi. Untuk mencegah
jangan sampai berlanjut menjadi blok A-V derajat III dapat
digunakan obat-obat:
a. Sulfas atropin 0,01 mg/kgBB secara im. Bila tidak berhasil
memperbaiki irama jantung dapat diulangi sekali lagi.
b. Efedrin 0,3 mg/kgBB oral atau
Isoproterenol 0,1–0,5 mikrogram/kgBB menit secara IVFD
3. Blok AV derajat III
a. Blok AV komplit bawaan: pemasangan
pacu jantung
b. Blok AV komplit didapat:
- Akibat tindakan bedah: yang bersifat sementara, pemasangan
pacu jantung selama operasi sampai 10-14 hari kemudian.
- Akibat non-bedah: obati penyakit primernya, pemasangan
pacu jantung, Sulfas atropin dosis 0,01 mg/kgBB secara im,
bila berhasil mempercepat frekuensi dapat diulangi lagi untuk
mempertahankan frekuensi. Efedrin: bila sulfas atropin gagal
meningkatkan frekuensi jantung dosis 0,3 mg/kgBB oral atau
im tiap 6 jam. Isoproterenol: dosis 0,01-0,05 mg/kgBB/menit
IV, diberikan per drip mikro. Setelah keadaan gawat dilewati
diberikan dosis rumat Isoproterenol atau Efedrin.
9. Edukasi Menjelaskan kepada orang tua bahwa tidak semua gangguan konduksi
memerlukan terapi khusus, beberapa keadaan yang hanya diobservasi
saja.
12. Tingkat A
Rekomendasi
16. Kepustakaan 1. Park MK, 2008. Pediatric cardiology for practitioners. 5th edition.
Texas: Mosby Elsevier.
2. Sastroasmoro S, Madiyono B, 1994. Buku ajar kardiologi anak.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Palembang, …………………..2014
Mengetahui/Menyetujui
Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak Kepala Divisi Kardiologi Anak