DIABETES MELITUS
Pengertian
Anamnesis
Pemeriksaan
Fisik
Kriteria
Diagnosis
Diagnosis Kerja
Diagnosis
Banding
Pemeriksan
Penunjang
Tata Laksana
Edukasi
10 Prognosis
11 Tingkat
Evidence
12 Tingkat
Rekomendasi
13 Penelaah Kritis
14 Indikator
15 Kepustakaan
Pemeriksaan laboratorium:
- Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, laju endap darah
- Glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan
- Urinalisis rutin, proteinuria 24 jam, CCT ukur, kretinin
- SGPT, albumin/globulin
- Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL,
trigliserida
- A1C
- Albuminuria mikro
Pemeriksaan penunjang lain: EKG, foto toraks, funduskopi
1 Edukasi meliputi pemahaman tentang: penyakit DM, makna
dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM, penyulit DM,
intervensi farmakologis dan non farmakologis, hipoglikemia,
masalah khusus yang dihadapi, cara mengembangkan sistem
pendukung dan mengajarkan keterampilan, cara
mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
2 Perencanaan makanan : standar yang dianjurkan adalah
makanan dengan komposisi
Karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, dan lemak 20-25%
Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300mg/hari
Jumlah kandungan serat 25g/hr, diutamakan serat larut
Jumlah kalori basal per hari:
- Laki-laki : 30kal/kg BB idaman
- Wanita : 25 kal/kg BB idaman
3 Latihan jasmani : kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan
teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit).
Prinsip : Continous-rythmical-interval-progressive-endurance
4 Obat hipergilkemik oral
- Pemicu sekresi insulin: sulfonilurea,glinid
- Penambah sensitivitas terhadap insulun: metformin,
tiazolidindion
- Penghambat absorbsi glukosa: penghambat glukosidase
alfa
5 Insulin
Pemahaman tentang: penyakit DM, makna dan perlunya
pengendalian dan pemantauan DM, penyulit DM, intervensi
farmakologis dan non farmakologis, hipoglikemia, masalah khusus
yang dihadapi, cara mengembangkan sistem pendukung dan
mengajarkan keterampilan, cara mempergunakan fasilitas
perawatan kesehatan.
Dubia
2
3
4
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
TIROTOKSIKOSIS
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
4. Kriteria
Diagnosis
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat
Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Dubia ad bonam
Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat = 10-15%
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
KETO-ASIDOSIS DIABETIKUM
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan Fisik
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
HIPOGLIKEMIA
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
Hipoglikemia
6. Diagnosis
Banding
Hipoglikemia karena :
- Obat
- Hiperinsulinisme endogen
- Penyakit kritis
- Defisiensi endokrin
- Tumor non-sel
- Pasca prandial
- Kadar glukosa darah, tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, Cpeptide
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
Dubia
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
DISLIPIDEMIA
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
Optimal
Hampir optimal
Borderline tinggi
Tinggi
Sangat tinggi
Kolesterol total
- < 200mg/dL
- 200- 239mg/dL
- 240 mg/dL
Idaman
Borderline tinggi
Tinggi
Kolesterol HDL
- < 40mg/dL
Rendah
- 60mg/dL
Tinggi
Klasifikasi derajat hipertrigliseridemia
Normal
: < 150mg/dL
Borderline-tinggi
: 150-199 mg/dL
Tinggi
: 200-499 mg/dL
Sangat tinggi
: 500mg/dL
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
Dislipidemia
-
Dubia ad bonam
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
A.
B.
C.
D.
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
Ganas
Curiga
Jinak
Tak cukup/sediaan tak representatif (dilanjutkan di kolom
terapi)
Dalam ; 1997.p.207-13
3. Subekti I. Struma Nodosa non Toksik (SNNT). In
Simadibrata M, Setiati s, Alwi I, Maryantoro, Gani RA,
Masjoer A, eds. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Informasi dan
Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 1999.187-9
4. Soebardi S. Pemeriksaan Diagnostik Nodul Tiroid. Makalah
Jakarta Endocrinology Meeting 2003. Jakarta , 18 Oktober
2003
5. Jameson JL, Weetman AP. Disorders of the thyroid gland. In
Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL,
Jameson JL. Harrisons Principles of Internal Medicine.15th
ed. New York: McGraw Hill; 2001.p.2060-84
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
KISTA TIROID
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
Kista Tiroid
6. Diagnosis
Banding
Kista degenerasi
Karsinoma tiroid
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat
Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
USG Tiroid
Dapat membedakan bagian padat dan cair
Dapat untuk memandu BAJAH: menemukan bagian solid
Gambaran USG kista=kurang lebih bulat, seluruhnya
hipoekoik sonolusen, dinding tipis
- Sitologi cairan kista dengan prosedur sitospin
- Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH): pada bagian yang solid
Pungsi aspirasi seluruh kista :
- Bila kista regresi observasi
- Bila kista rekurens, klinis kecurigaan ganas rendah
pungsi aspirasi dan observasi
- Bila kista rekurens, klinis kecurigaanbganas tinggi
operasi lobektomi
Dubia ad bonam, tergantung tipe dan jenis histopatologinya
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
BRADIARITMIA
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat
Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat
Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
1. Posisi duduk
2. Oksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan
masker. Jika memburuk: pasien makin sesak, takipnu, ronki
bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan 60mmHg
dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2,
hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema
secara adekuat: dilakukan intubasi endotrakeal, suction dan
ventilator/bipep
3. Infus emergensi
4. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada
5. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin per oral
0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah sistolik >
95mmHg bisa diberikan nitrogliserin intravena mulai dosis 35 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat
diberikan
nitroprusid
IV
dimulai
dengan
dosis
0,1ug/kgBB/menit bila tidak memberi respons dengan nitrat,
dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau
sampai tekanan darah sistolik 85-90mmHg pada pasien yang
tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat
dipertahankan perfusi adekuat ke organ-organ vital
6. Morfin sulfat: 3-5 mg iv, dapat diulangi tiap 25 menit sampai
total dosis 15 mg
7. Diuretik: furosemid 40-80mg IV bolus dapat diulangi atau
dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutan drip kontinu
dampai dicapai produksi urin 1 ml/kgBB/jam
8. Bila perlu (tekanan darah turun/tanda hipoperfusi): Dopamin
2-5ug/kgBB/menit atau dobutamin 2-10ug/kgBB/menit untuk
menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai
respons klinis atau keduanya.
9. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard
10. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat,
asidosis atau tidak berhasil dengan terapi oksigen
11. Atasi aritmia atau gangguan konduksi
12. Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut, seperti
regurgitasi, VSD, dan ruptur dinding ventrikel atau korda
tendinae
Tergantung penyebab, berat gejala dan respons terapi
FKUI;1999.p.161-5.
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
ENDOKARDITIS INFEKTIF
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
El rejected
Diagnosis alternatif tidak memenuhi manifestasi endokarditis atau
resolusi manifestasi endokarditis dengan terapi antibiotik 4 hari
atau tidak ditemukan bukti patologis EI pada saat operasi atau
autopsi setelah terapi antibiotik 4 hari
Endokarditis Infektif
Demam rematik akut dengan karditis, sepsis tuberkulosis milier,
lupus eritematosus sistemik, glomerulonefritis pasca streptokokus,
pielonefritis, poliarteritis nodosa, reaksi obat
Darah rutin, EKG, foto toraks, ekokardiografi, transesofageae
ekokardiografi, kultur darah
Prinsip terapi adalah oksigenasi, cairan intravena yang cukup,
antipiretik, antibiotik
Regimen yang dianjurkan (AHA)
1. Endokarditis katup asli karena Streptococcus viridans dan Str.
Bovis:
- Penisilin G kristal 12-28 juta unit/24 jam iv kontinu atau
6 dosis terbagi selama 4 minggu atau seftriason 2g 1
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
FIBRILASI ATRIAL
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
antagonis kalsium
3. Bila tidak berhasil dapat dipertimbangkan ablasi nodus AV
atau pemasangan pacu jantung permanen
4. FA resisten, perlu pemberian antitromboemboli
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat
Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
GAGAL JANTUNG KRONIK
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
8. Tata Laksana
pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung
ringan
Hentikan rokok
Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari
pada yang lainnya
Aktivitas fisik (latihan jasmani: jalan 3-5 kali/minggu selama
20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit
dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal
jantung ringan dan sedang
Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi
akut
Farmakologi
- Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung
membutuhkan paling sedikit diuretik regular dosis rendah
tujuan untuk mencapai tekanan vena jugularis normal dan
menghilangkan edema. Permulaan dapat digunakan loop
diuretik atau tiazid. Bila respons tidak cukup baik dosis
diuretik dapat dinaikkan, berikan diuretik intravena atau
kombinasi loop diuretik dan tiazid. Diuretik hemat kalium,
spironolakton, dengan dosis 25-50mg/hari dapat mengurangi
mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai
berat ( klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung
sistolik.
- Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivasi
neurohormona, dan pada gagal jantung yang disebabkan
disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan
dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis
yang efektif.
- Penyekat beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE.
Pemberian mulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama
beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal jantung.
Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil . Pada gagal
jantung klas fungsional II dan III. Penyekat beta yang
digunakan caverdilol, bisoprolol atau metoprolol. Biasa
digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan
diuretik.
- Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada
kontraindikasi penggunaan penghambat ACE
- Kombinasi hidralazin dengan isosorbide dinitrat memberi
hasil yang baik pada pasien yang intoleran dengan
penghambat ACE dapat dipertimbangkan
- Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal
jantung disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama dengan
fibrilasi atrial , digunakan bersama-sama diuretik,
penghambat ACE, penyekat beta
- Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk
pencegahan emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi
atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu
diberikan pada fibrilasi atrial kronik maupun dengan riwayat
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat
Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
TAKIKARDIA ATRIAL PAROKSISMAL
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
EKG 12 sandapan
Rekaman EKG 24 jam
Pemeriksaan elektrofisiologi
Ekokardiografi
Angiografi koroner
TEE ( Transesofageal Echocardiografi)
1. Manipulasi saraf autonom dengan manuver valsava, eye ball
pressure, pemijitan sinus karotikus dan sebagainya
2. Pemberian obat yang menyekat node AV
a. Adenosin atau adenosin tri phospate (ATP) IV. Obat ini
harus diberikan secara intravena dan cepat (flush)
b. Verapamil intravena
c. Obat penyekat beta
d. Digitalisasi
3. Bila sering berulang dapat dilakukan ablasi dengan terlebih
dahulu EPS untuk menentukan lokasi bypass tract atau ICD
(Defibrillator Intra Cardial)
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat
Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
PERIKARDITIS
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
Perikarditis akut
Sakit dada tiba-tiba substernal atau prekordial, yang
berkurang bila duduk,dan bertambah sakit bila menarik napas
(sehingga perlu dibedakan dengan pleuritis). Pada
pemeriksaan fisik ditemukan friction rub. EKG menunjukkan
ST elevasi cekung (bedakan dengan infark jantung dan
repolarisasi dini). Foto jantung normal atau membesar.
Tamponade
Pada fase awal terjadi peninggian tekanan vena jugularis
dengan cekungan x prominen dan hilangnya cekungan y
( juga terlihat pada kateter vena sentral). Pada fase
selanjutnya timbul tanda kusmaull (peninggian vena jugularis
pada saat inspirasi), pulsus paradoksus (penurunan tekanan
darah >12-15mmHg pada isnpirasi, terlihat pada arterial line
atau tensimeter). Penurunan tekanan darah. Umumnya
tamponade disertai : pekak hati yang meluas, bunyi jantung
melemah, friction rub, takikardia. Foto toraks menunjukkan:
- Paru normal kecuali bila sebabnya kelainan paru seperti
tumor
- Jantung membesar membentuk kendi (bila cairan >
250ml)
- EKG low voltage, elektrikal alternans (gelombang QRS
saja, atau P, QRS dan T)
- Ekokardiografi: efusi perikard moderat sampai berat,
swinging heart dengan kompresi diastolik vena kava
inferior, atrium kanan dan ventrikel kanan
- Kateterisasi: peninggian tekanan atrium kanan dengan
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
Perikarditis akut
Efusi perikard
Tamponade jantung
Perikarditis akut: infark jantung akut, emboli paru,
pleuropneumonia, diseksi aorta, akut abdomen
Efusi perikard/tamponade: kardiomiopati dilatasi atau gagal
jantung, emboli paru
Perikarditis konstriktiva: kardiomiopati restriktif
EKG, foto toraks, ekokardiografi (terutama bila tersangka
pericardial efusion) kateterisasi, CT scan, MRI
Perikarditis Akut
- Pasien harus dirawat inap dan istirahat baring untuk
memastikan diagnosis dan diagnosis banding serta melihat
kemungkinan terjadinya tamponade
- Simtomatik dengan aspirin 650mg/4jam atau OAINS
indometasin 25-50mg/6jam. Dapat ditambahkan morfin 25mg/6jam atau petidin 25-50mg/jam, hindarkan steroid
karena sering menyebabkan ketergantungan. Bila tidak
membaik dalam 72 jam, maka prednison 60-80mg/hari
dapat dipertimbangkan selama 5-7hati dan kemudian
tappering off
- Cari etiologi kausal
Efusi perikard
- Sama dengan perikarditis akut, disertai pungsi perikard
untuk diagnostik
Tamponade jantung
- Perikardiosintesis perkutan
- Bila belum bisa dilakukan perikardiosintesis perkutan,
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
SINDROM KORONER AKUT
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
Anamnesis
Elektrokardiogram
- Angina pektoris tidak stabil: depresi segmen ST dengan
atau tanpa inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi
segmen ST sewaktu ada nyeri, tidak dijumpai gelombang Q
- Infark miokard ST elevasi: hiperakut T, elevasi segmen ST,
Gelombang Q inversi gelombang T
- Infark miokard non ST elevasi: depresi segmen ST, inversi
gelombang T dalam
Petanda Biokimia
- CK,CKMB, Troponin T dll
- Enzim meningkat minimal 2 kali nilai batas normal
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST
Infark miokard akut tanpa elevasi segmen
Angina pektoris tak stabil
- Angina pektoris tidak stabil: infark miokard akut
- Infark miokard akut: diseksi aorta, perikarditis akut, emboli
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
heparin intravena 5000 unit dilanjutkan dengan infus selama ratarata 5 hari dengan menyesuaikan aPTT 1,5-2 kali nilai kontrol.
Pada infark miokard anterior transmural luas antikoagulan
diberikan sampai saat pulang rawat. Pada penderita dengan
trombus ventrikular atau dengan diskinesia yang luas di daerah
apeks ventrikel kiri antikoagulan oral diberikan secara tumpang
tindih dengan heparin sejak beberapa hari hari sebelum heparin
dihentikan. Antikoagulan oral diberikan sekurang-kurangnya 3
bulan dengan menyesuaikan nilai INR (2-3)
Atasi rasa takut dan cemas
- Diazepam 3 x 2-5mg oral atau iv
Pelunak tinja
Laktulosa (laksadin) 2 x 15 ml
-
Atasi komplikasi:
1. Fibrilasi atrium
- Kardioversi elektrik untuk pasien dengan gangguan
hemodinamik berat atau iskemia intraktabel
- Digitalisasi cepat
- Penyekat beta
- Diltiazem atau
verapamil
bila
penyekat
beta
dikontraindikasikan
- heparinisasi
2. Fibrilasi ventrikel
DC shock unsynchronized dengan energi awal 200j, jika tidak
berhasil harus diberikan shock kedua 200-300J dan jika perlu
shock ketiga 360 J
3. Takikardia ventrikel
- VT polimorfik menetap (> 30 detik) atau menyebabkan
gangguan hemodinamik: DC shock unsynchronized dengan
energi awal 200 J, jika gagal harus diberikan shock kedua
200-300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J
- VT monomorfik yang menetap diikuti angina, edema paru
atau hipertensi harus diterapi dengan DC shock
unsynchronized energi awal 100 J. Energi dapat
ditingkatkan jika dosis awal gagal.
- VT monomorfik yang tidak disertai angina, edema paru
atau hipotensi dapat diberikan: Lidokain bolus 115mg/kgBB. Bolus tambahan 0,5-0,75mg/kgBB tiap 5-10
menit sampai bolus loading total maksimal 3 mg/kgBB.
Kemudian loading dilanjutkan dengan infus 2-4mg/menit
4.
5.
6.
7.
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat
Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
RENJATAN KARDIOGENIK
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
Syok hipovolemik
Syok obstruktif (emboli paru, tension pneumotoraks)
Syok distributif (syok anafilaksis, sepsis, toksik, overdosis
obat)
- Infark jantung kanan
Darah rutin, ureum, kreatinin, AGD, elektrolit, foto toraks, EKG,
enzim jantung (CK-CKMB, troponin T), angiografi koroner
8. Tata Laksana
klinis
13. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark
miokard
14. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat,
asidosis atau tidak berhasil dengan terapi oksigen
15. Atasi aritmia atau gangguan konduksi
16. Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut seperti
regurgitasi, VSDdan ruptur dinding ventrikel atau korda
tendinae
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat
Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
EFUSI PLEURA
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan Fisik
4. Kriteria Diagnosis
Perkusi : redup
Fremitus taktil dan fokal: menghilang
Suara napas: melemah sd menghilang fremitus (saat awal)
Trakea: terdorong ke kontralateral
Di atas dari cairan: penekanan paru/konsolidasi
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Foto toraks
- PA: sudut kostofrenikus tumpul (bila > 500mL
cairan)
- Lateral: sudut kostofrenikus tumpul (> 200mL
cairan)
- Pa/lateral: gambaran perselubungan homogen
menutupi struktur paru bawah, biasanya relatif
radioopak, permukaan atas cekung
USG : Menentukan adanya dan lokasi cairan di rongga
pleura, membimbing aspirasi efusi terllokulasi (terutama
bila ketebalan efusi < 10mm atau terlokulasi)
CT scan (bila perlu): menunjukkan efusi yang belum
terdeteksi dengan radiologi konvensional, memperlihatkan
parenkim paru, identifikasi penebalan pleura dan kalsifikasi
karena paparan asbestos, membedakan abses paru perifer
dengan empyema terlokulasi
Pungsi pleura (torakosentesis) dan analisis cairan pleura:
melihat komposisi cairan pleura dan membandingkan
komposisi cairan pleura dengan darah
Dinilai secara :
Makroskopis:
- Transudat = jernih, sedikit kekuningan
- Eksudat = warna leih gelap, keruh
- Empiema = opak,kental
- Efusi kaya kolesterol= berkilau seperti satin
- Efusi chylous=seperti susu
Mikroskopis:
- Sel leukosit < 1000/mm3:transudat
- Sel leukosit meningkat, predominasi limfosit matur:
neoplasma, limfoma, TBC
- Sel leukosit predominasi PMN: pneumonia,
pankreatitis
Kimiawi
- Protein
- LDH
- Cairan disebut eksudat bila memenuhi salah satu
dari 3 kriteria:
5. Diagnosis Kerja
Efusi Pleura
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
Efusi Parapneumonia/Empiema
Torakosentesis+Antibiotika drainase
Efusi pleura karena pleuritis tuberkulosis
Obat anti tuberkulosis (minimal 9 bulan) + kortikosteroid
dosis 0,75-1mg/kgBB /hari selama 2-3 minggu. Setelah ada
respons diturunkan bertahap+torakosentesis terapetik., bila
sesak atau efusi>tinggi dari sela iga III
Efusi pleura keganasan
- Drainase dengan chest tube + pleurodesis kimiawi.
Kandidat yang baik untuk pleurodesus ialah:
Terjadi rekurens yang cepat
Angka harapan hidup: minimal beberapa bulan
Pasien tidak debilitasi
Chylotoraks
Chest tube /thoracostomy sementara, selanjutnya dipasang
pleuroperitoneal shunt
Hemothoraks
Chest tube/thoracostomy, bila perdarahan > 200ml/jam,
pertimbangkan torakotomi
Efusi karena penyebab lain:
Atasi penyakit primer
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
PNEUMOTORAKS
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan Fisik
Takipneu
Sisi terkena (ipsilateral):
Statis: lebih menonjol
Dinamis: pergerakan berkurang/tertinggal
Fremitus: menghilang
Perkusi: hipersonor
Auskultasi: suara napas melemah-menghilang
Tanda pneumotoraks tension
Keadaan umum sakit berat
Denyut jantung > 140x/m
Hipotensi
Diaforesis
Deviasi trakea ke sisi kontralateral
Distensi vena leher
4. Kriteria Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Foto toraks
- Tepi luar pleura viseral terpisah dari pleura parietal
oleh ruangan lusen
- PA tegak pneumotoraks kecil: tampak ruangan
antara paru dan dinding dada pada apeks
- Bila perlu foto saat ekspirasi: mediastinal shift,
depresi diafragma, ekspansi rib cage
Ct scan
Membedakan pneumotoraks terlokulasi dari kista atau
bullae
5. Diagnosis Kerja
AGD
Hipoksemi, mungkin disertai hipokarbia (karena
hiperventilasi)atau efusi pleura, kanker paru
Pneumotoraks
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
- Risiko pekerjaan
Indikasi relatif
- Pneumotoraks tension
- Hemopneumotoraks
- Bilateral pneumotoraks
- Rekurens ipsilateral/kontralateral
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
TUBERKULOSIS PARU
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan Fisik
4. Kriteria Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Laboratorium: LED meingkat
Mikrobiologis:
- BTA sputum positif minimal 2 dari 3
spesimen SPS
- Kultur Mycobacterium tuberculosis positif
(diagnosis pasti)
Radiologis
- Foto toraks PA lateral (hasil bervariasi):
infiltrat, pembesarab KGB hilus/KGB
paratrakeal, milier, atelektasis, efusi pleura,
kalsifikasi, bronkiektais,kavitas,destroyed
lung
Immunoserologis
- Uji kulit dengan tuberkulin (mantoux)
positif > 15 mm pada orang indonesia
- Tes PAP, ICT-TB: positif
5. Diagnosis Kerja
TB paru
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksan Penunjang
Laboratorium : LED
Mikrobiologis: BTA sputum, kultur resistensi
sputum terhadap M.tuberculosis
- Pada kategori 1 dan 3 : sputum BTA
diulangi pada akhir bulan ke 2,4 dan 6
- Pada kategori 2: sputum BTA diulang pada
akhir bulan ke 2,5,8
- Kultur BTA sputum diulangi pada akhir
bulan ke 2 dan akhir terapi
Radiologis: foto toraks PA, lateral pada saat
diagnosis awal dan akhir terapi. Selama terapi:
evaluasi foto setelah pengobatan 2 bulan dan 6
bulan
Imuno serologis:
- Uji kulit dengan tuberkulin (mantoux)
- Tes PAP, ICT-TB PCR-TB dari sputum
Terapi umum: istirahat, stop merokok, hindari
polusi, tata laksana, komorbiditas, nutrisi, vitamin
Medikamentosa obat anti TB (OAT)
8. Tata Laksana
Kategori 1 : untuk
Kategori 2 untuk:
- Penderita kambuh
- Penderita gagal
- Penderita after default
- Diterapi dengan 2RHZES/1RHZE/5RHE
- 2RHZES/1RHZE/5 R3H3E3
Kategori 3 untuk:
- Penderita baru TB paru, sputum BTA
negatif, rontgen positif dengan kelaianan
paru tidak luas
- Penderita TB ekstra paru ringan diterapi
dengan:
2RHZ/4RH
2RHZ/4R3H3
2RHZ/6HE
Kategori 4 untuk
- Penderita TB kronik diterapi dengan
H seumur hidup
Bila mampu: OAT lini kedua
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat Evidence
12. Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
KARSINOMA PARU
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
Gambaran klinis:
- Asimptomatis
- Klinis lokal: batuk, hemoptisis, wheezing, stridor, abses,
atelektasis
- Klinis invasi lokal: nyeri dada, dyspnea karena efusi
pleura, aritmia, sindrom vena cava superior, sindrom
horner, suara serak, sindrom pancoast
- Metastasis: nyeri tulang, sakit kepala, ikterus, perubahan
neurologis, suara serak, sulit menelan, sesak napas,
pembesaran kelenjar getah bening
- Sindrom paraneoplastik
Diagnostik pada pasien dengan kanker paru terdiri dari:
- Diagnosis adanya kanker paru
- Diagnosis tipe histologis kanker paru
- Staging kanker paru
- Anatomic staging: penentuan lokasi tumor
- Physiologic staging: pengkajian kemampuan pasien
menerima berbagai terapi anti-tumor
- Terutama untuk kanker paru non-small cell: resektabilitas
dan operabilitas
5. Diagnosis Kerja
Karsinoma Paru
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
EMBOLI PARU
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan Fisik
Takipneu,takikardia,pleural rub, tanda-tanda efusi pleura, tandatanda gagal jantung kanan akut (JVP meningkat,bunyi P2
mengeras, murmur sistolik daerah katup pulmonal)
- Anamnesis
- Pemeriksaan Fisik
- EKG: terutama menyingkirkan penyakit lain, perubahan ST-T
tidak spesifik. Inversi gelombang T di VI-V4, kadang-kadang
dijumpai RBBB,AF. Pada emboli paru masif dapat dijumpai
RAD, P pulmonal, S1 Q3 T3
- Foto toraks: menyingkirkan penyebab lain berupa emboli
paru infiltrat, efusi,atelektesis, gambaran khas emboli paru
Hamptons sign, westermarks sign, Pallas sign, pada
sebagian kasus:tidak tampak kelainan
- AGD: hipoksemia, alkalosis respiratorik
- D-dimer plasma: meningkat (sensitif,tidak spesifik). Bila>500
ng/mL, dilanjutkan dengan pemeriksaan
- Ventilation/perfusion lung scan: (sensitif,tidak spesifik)
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
Malam
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
ARTRITIS PIRAI
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat
Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
LED,CRP
Analisis cairan sendi
Asam urat darah dan urin 24 jam
Ureum, Kreatinin, CCT
Radiologi sendi
1. Penyuluhan
2. Pengobatan fase akut:
- Kolkisin. Dosis 0,5 mg diberikan tiap jam sampai terjadi
perbaikan inflamasi atau terdapat tanda-tanda toksik atau
dosis tidak melebihi 8mg/24 jam
- Obat antiinflamasi non steroid
- Glukokortikoid dosis rendah bila ada kontraindikasi dari
kolkisin dan obat antiinflamasi non steroid
3. Pengobatan urisemia
- Diet rendah purin
- Obat penghambat xantin oksidase (untuk tipe produksi
berlebih),misalnya allopurinol
- Obat urikosurik (untuk tipe sekresi rendah) obat
antihiperurisemik tidak boleh diberikan pada stadium
akut
Bonam
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
ARTRITIS REUMATOID
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan Fisik
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
ACR,1987
1. Kaku sendi,sekurangnya 1 jam
2. Artritis pada sekurangnya 3 sendi
3. Artritis pada sendi pergelangan tangan, metacarpophalanx
(MCP) dan Proximal Interphalanx (PIP)
4. Artritis yang simetris
5. Nodul reumatoid
6. Faktor reumatoid serum positif
7. Gambaran radiologik spesifik
Untuk diagnosis AR, diperlukan 4 dari 7 kriteria tersebut di atas.
Kriteria 4 harus minimal diderita selama 6 minggu
Artritis Reumatoid
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
LED,CRP
Faktor reumatoid serum. Hasil positif dijumpai pada sebagian
besar kasus (85%), sedangkan hasil negatif tidak
menyingkirkan adanya AR
Analisis cairan sendi.dapat terlihat peningkatan jumlah leukosit
di atas 2000/mm3. Analisis ini sekaligus digunakan untuk
menyingkirkan adanya artropati kristal
Radiologi tangan dan kaki. Gambaran dini berupa
pembengkakan jaringan lunak,diikuti oleh osteoporosis juxtaarticular dan erosi pada bare area tulang. Keadaan lanjut terlihat
penyempitan celah sendi,osteoporosis difus,erosi meluas sampai
daerah subkondral
Biopsi sinovium/nodul reumatoid
8. Tata Laksana
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
16. Indikator
17. Kepustakaan
Penyuluhan
Proteksi sendi,terutama pada stadium akut
Obat antiinflamasi non steroid
Obat remitif (DMARD),misalnya:
- Klorokuin dengan dosis 1x250 mg/hari
- Metotreksat dosis 7,5-20 mg sekali seminggu
- Salazopirin dosis 3-4 x 500mg/hari
- Garam emas per oral dosis 3-9mg/hari, atau subkutan dosis
awal 10g dilanjutkan seminggu kemudian dengan dosis
25mg/minggu , dan dinaikkan menjadi 50 mg/minggu
selama 20 minggu, selanjutnya diturunkan setiap 4
minggu sampai dosis kumulatif 2g
- Glukokortikoid, dosis seminimal mungkin dan sesingkat
mungkin , untuk mengatasi keadaan akut atau
kekambuhan. Dapat diberikan prednison dengan dosis 20
mg dosis terbagi dan segera tapperng off
- Bila terdapat peradangan yang terbatas hanya pada 1-2
sendi, dapat diberikan injeksi steroid intrartikular seperti
triamcinolon acetonide 10mg atau metilprednisolon 2040mg
- Fisioterapi, terapi okupasi, bila perlu diberikan ortosis
- Operasi untuk memperbaiki deformitas
Dubia
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Penyuluhan
Proteksi terhadap sinar matahari,sinar uv, dan sinar fluoresein
Pada manifaestasi non organ vital (kulit,sendi,fatique) dapat
diberikan klorokuin 4mg/kgBB/hari
Bila mengenai organ vital, berikan prednison 1-1,5mg/kgBb/hari
selama 6 minggu, kemudian tappering off
Bila terdapat peradangan terbatas pada 1-2 sendi,dapat diberikan
injeksi steroid intraartikular
Pada kasus berat atau mengancam nyawa dapat diberikan
metilprednisolon 1gr/hari IV selama 3 hari berturut-turut, lalu
prednison 40-60mg/hari per oral
Bila pemberian glukokortikoid selama 4 minggu tidak
memuaskan,maka dimulai pemberian imunosupresif lain,misal
siklofosfamid 500-1000mg/m2 sebulan sekali selama 6 bulan,
kemudian tiap 3 bulan sampai 2 tahun
Imunosupresan lain yang dapat diberikan adalahh azatioprin,
siklosporin A
Dubia
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
ATRITIS SEPTIK
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan Fisik
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
Artritis septik
8. Tata Laksana
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
OSTEOARTITIS
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan Fisik
4. Kriteria Diagnosis
Osteoartritis
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
SKLEROSIS SISTEMIK
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
A. Kriteria mayor
Skleroderma proksimal
B. Kriteria minor
1. Sklerodaktil
2. Pencekungan jari atau hilangnya substansi jari
3. Fibrosis basal di kedua paru
Diagnosis ditegakkan bila didapat 1 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor atau lebih
Sklerosis Sistemik
Mixed Connective Tissue Disease
LED,CRP. Peningkatan hasil menunjukkan proses inflamasi aktif
ANA, anti topo-1 (Scl-70), antibody antisentromer, anti SS-A, anti
SS-B, anti RNP. Diharapkan hasil tersebut positif, terutama antitopoisomerase 1, RNA, polymerase I,III, dan U3 RNP
Radiologi tangan,toraks
Uji fungsi paru
Ureum dan kreatinin
Biopsi kulit
Penyuluhan dan dukungan psikososial
- Proteksi terhadap suhu dingin untuk mengatasi fenomena
raynaud
- Bila terdapat ulkus atau ganggren, harus dirawat dengan baik
dan diberikan antibiotik yang adekuat
- Dapat dicoba D-penisalamin 3x250mg. Bila gagal dapat
dicoba DMARD lain seperti metotreksat
Dubia
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Bonam
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
DEMAM TIFOID
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
Infeksi virus,malaria
8. Tata Laksana
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
LEPTOSPIROSIS
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Laboratorium : dapat ditemukan leukositosis, peningkatan amilase,
lipase, dan CK, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal.
Serologi leptospira positif (titer 1/100 atau terdapat peningkatan
4 kali pada titer ulangan)
5. Diagnosis Kerja
Leptospirosis
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
Non farmakologis
Tirah baring, makanan/cairan tergantung pada komplikasi organ
yang terlibat
Farmakologis
- Simtomatis
- Antimikroba pilihan adalah pilihan utama: Penisilin G 4x1,5
juta unit selama 5-7 hari. Alternatifnya tetrasiklin,
eritromisin, doksisiklin, sefalosporin, generasi III,
fluorokuinolon
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
Bonam
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Laboratorium: gangguan fungsi ginjal
Penyakit Ginjal Kronik
5. Diagnosis Kerja
LFG
(ml/menit/1,73m2)
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
90
60-89
30-59
15-29
< 15 (atau dialisis)
3
4
5
3
4
5
8. Tata Laksana
Non farmakologis
- Pengaturan asupan protein: pasien non dialisis 0,6-0,75
gram/kgBB ideal/hari sesuai dengan CCT dan toleransi
pasien. Pasien hemodialisis 1-1,2 gram/kgBB ideal/hari.
Pasien peritoneal dialisis 1,3 gram/kgBB/hari
- Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgbb ideal/hari
- Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan
mengandung jumlah yang sama dengan asam lemak bebas
jenuh dan tidak jenuh
- Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total
- Garam (NaCl): 2-3 gram/hari
- Kalium: 40-70meq/kgBB/hari
- Fosfor: 5-10mg/kgBB/hari. Pasien HD: 17mg/hari
- Kalsium: 1400-1600 mg/hari
- Besi: 10-18 mg/hari
- Magnesium: 200-300 mg/hari
- Asam folat HD: 5mg
- Air: jumlah urin 24 jam+500ml (insensible water loss) Pada
CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar.
Kenaikan berat badan di antara waktu HD < 5% BB kering
Farmakologis
- Kontrol tekanan darah:
Penghambat ACE atau antagonis reseptor angiotensin II
evaluasi dan kalium serum, bila terdapat peningkatan
kreatinin > 35% atau timbul hiperkalemia harus dihentikan
Penghambat kalsium
Diuretik
- Pada pasien DM, kontrol gula darah hindari pemakaian
metformin dan obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja
panjang. Target HbA1c untuk DM tipe 1 0,2 di atas nilai
normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6 %
- Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
- Kontrol hiperfosfatemi: kalsium karbonat atau kalsium asetat
- Kontrol osteodistrofi renal: kalsitriol
- Koreksi asidosis metabolik dengan taget HCO3 20-22 mEq/l
- Koreksi hiperkalemi
- Kontrol dislipidemia dengan target LDL < 100 mg/dl,
dianjurkan golongan statin
- Terapi ginjal pengganti
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat
Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Dubia
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
SINDROM NEFROTIK
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
Edema anasarka,asites
4. Kriteria
Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Laboratorium : protein masif > 3,5 gram/24 jam/1,73m2,
hiperlipidemia, hipoalbuminemia(< 3,5gram/dl), lipiduria,
hiperkoagulabilitas. Diagnosis etiologi berdasarkan biopsi ginjal
Sindrom nefrotik
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
PENYAKIT GLOMERULAR
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
2.
3.
4.
5.
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat
Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
Asupan nutrisi
Kebutuhan kalori 30 kal/kgBB ideal/hari pada GGA tanpa
komplikasi; kebutuhan ditambah 15-20% pada GGA berat
(terdapat komplikasi/stres)
Kebutuhan protein 0,6-0,8 gram/kgBB ideal/hari pada GGA
tanpa komplikasi; 1-1,5 gram/kgBB ideal/hari pada GGA
berat
Dubia ad bonam
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
HIPERTENSI
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
Hipertensi
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat
Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Bonam
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
KRISIS HIPERTENSI
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
Labetalol
Furosemid
Dosis
6,25-50mg per oral atau
sublingual bila tidak dapat
menelan
Dosis awal per oral 0,15 mg,
selanjutnya 0,15 mg tiap jam
dapat diberikan sampai
dengan dosis total 0,9mg
100-200 mg
20-40 mg
Awitan
15 menit
Lama Kerja
4-6 jam
0,5 2
jam
6-8 jam
0,5-2 jam
0,5-1jam
8-12 jam
6-8 jam
Hipertensi emergency
Obat
Diuretik:
Furosemid
Vasodilator:
Nitrogliserin
Diltiazem
Dosis
20-40 mg, dapat
diulang. Hanya
diberikan bila
terdapat retensi
cairan
Infus 5-100
mcg/menit. Dosis
awal 5 mcg/menit,
dapat ditingkatkan 5
mcg/menit tiap 3-5
menit
Bolus IV 10 mg
Awitan
5-15 menit
Lama kerja
2-3 jam
2-5 menit
5-10 menit
(0,25 mg/kgBB)
dilanjutkan infus 510 mg/jam
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Klonidin
6 ampul dalam
250ml cairan infus,
dosis diberikan
dengan titrasi
Nitroprusid
Infus 0,25-10
mcg/kgBB/menit,
(maksimum 10
menit)
Dubia
segera
1-2 menit
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
ISK berkomplikasi
ISK yang berlokasi selain di vesika urinaria, ISK pada anak-anak,
laki-laki, atau ibu hamil
ISK bawah frekuensi, disuria terminal, polakisuria,nyeri
suprapubik. ISK atas: nyeri pinggang, demam, menggigil, mual
dan muntah, hematuria
Febris, nyeri tekan suprapubik, nyeri ketok sudut kostovertebral
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Laboratorium: leukositosis, lekosituria, kultur urin (+): bakteriuria
>105 ml urin
Infeksi Saluran Kemih
ISK sederhana, ISK berkomplikasi
DPL, urinalisis, kultur urin dan tes resistensi kuman, tes fungsi
ginjal, gula darah, foto BNO-IVP, USG ginjal
8. Tata Laksana
Non farmakologis
- Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik
- Menjaga higiene genitalia eksterna
Farmakologis
- Antimikroba berdasarkan pola kuman yang ada; bila hasil tes
resistensi kuman sudah ada, pemberian antimikroba
disesuaikan
Antimikroba pada ISK bawah tak berkomplikasi
Antimikroba
Trimetoprim-sulfametoksazol
Trimetoprim
Siprofloksasin
Levofloksasin
Sefiksim
Sefpodoksim proksetil
Nitrofurantoin makrokristal
Nitrofurantoin monohidrat
makrokristal
Amoksisilin/klavulanat
Dosis
2x160-800 mg
2x100mg
2x100-250mg
2x250mg
1x400mg
2x100mg
4x50mg
2x100mg
Lama terapi
3 hari
3 hari
3 hari
3 hari
3 hari
3 hari
7 hari
7 hari
2x500mg
7 hari
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat
Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Bonam
Dosis
1 gram
400mg
500mg
400mg
3-5 mg/kgBB
1mg/kgBB
1-2 gram
3,2 gram
3,375 gram
250-500mg
Interval
12 jam
12 jam
24 jam
12 jam
24 jam
8 jam
6 jam
8 jam
2-8 jam
6-8 jam
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Laboratorium : hematuria, bayangan radio opak pada foto BNO,
filling defect pada IVP atau pleiografi antegrad/retrograd,
gambaran batu di ginjal atau kandung kemih serta hidronefrosis
pada USG
Batu saluran kemih
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
Nefrokalsinosis
Lokasi batu: batu ginjal, batu ureter, batu vesika
Jenis batu: asam urat, kalsium, struvite
Urinalisis, kultur urin dan tes resistensi kuman, tes fungsi ginjal,
elektrolit darah (kalsium, fosfor), dan urin 24 jam (kalsium, sitrat,
oksalat, asam urat), asam urat darah, hormon paratiroid, foto BNOIVP, USG abdomen, pielografi antegrad/retrograd, renogram,
analisis batu
Non farmakologis
- Batu kalsium: kurangi asupan garam dan protein hewani
- Batu urat: diet rendah asam urat
- Minum banyak (2,5l/hari) bila fungsi ginjal masih baik
Farmakologis
- Antispasmodik bila ada kolik
- Antimikroba bila ada infeksi
- Batu kalsium: kalium sitrat
- Batu urat: alopurinol
Bedah:
- Pielotomi
- ESWL
- Nefrostomi
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat
Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Bonam
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
NEFRITIS LUPUS
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
Histopatologi
Glomeruli normal
Kelas II
Perubahan pada
mesangial
Kelas III
Glomerulonefritis fokal
segmental
Kelas IV
Glomerulonefritis difus
Gejala Klinis
Hanya proteinuria,
kelainan sedimen urin
tidak ada
Kelas IIa: hanya
proteinuria, kelainan
sedimen urin tidak ada
Kelas II b: hematuria
mikroskopik dan/atau
proteinuria, tanpa
hipertensi, tidak pernah
terjadi SN atau
gangguan fungsi ginjal
Hematuria dan
proteinuria pada
seluruh pasien .
Hipertensi, SN, dan
penurunan fungsi ginjal
pada sebagian pasien
Hematuria dan
proteinuria pada
seluruh pasien .
Hipertensi, SN, dan
penurunan fungsi ginjal
pada sebagian pasien
Kelas V
Glomerulonefritis
membranosa difus
Kelas VI
Glomerulonefritis
sklerotik lanjut
5. Diagnosis Kerja
Nefritis Lupus
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat
Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
IDIOPHATIC THROMBOCYTOPENIA PURPURA
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
dalam jumlah tinggi lebih dari 4 minggu pada pasien tidak respon
Splenektomi
Indikasi:
- Gagal remisi dengan terapi steroid dalam 6 bulan observasi
- Memerlukan dosis maintenance steroid yang tinggi
- Adanya kontraindikasi/intoleransi terhadap steroid
Pilihan terapi yang lain
- Obat-obatan imunosupresan (siklofosfamid, azatioprin,
vinkristin)
- Preparat androgen (danazol)
- Exchange plasmapharesis pada pasien dengan keadaaan sakit
berat
- Hormonal anovulatoir
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan penunjang
- Kadar antitrombin III (ATIII) menurun(N: 85-125%)
- Kadar fibrinogen degradation product (FDP) meningkat
- Titer D-dimer meningkat
Trombosis Vena Dalam
Sindrom pasca flebitis, varises, gagal jantung, trauma, refluks
vena, selulitis, limfangitis, abses inguinal, keganasan dengan
sumbatan kelenjar limfe atau vena, gout, dermatitis kontak,
Kembali 1 minggu
- INR 1,5-1,9
Hari I naikkan 5-10% dari total dosis mingguan
Mingguan naikkan 5-10% dari total dosis
mingguan
Kembali 2 minggu
- INR 2,0-3,0
Tidak ada perubahan
Kembali 1 minggu
- INR 3,1-3,9
Hari I kurangi 5-10% dari dosis total mingguan
Mingguan kurangi 5-15% dari total mingguan
Kembali 2 minggu
- INR 4,0-5,0
Hari I tidak dapat obat
Mingguan kurangi 10-20% dari dosis total
mingguan
Kembali I minggu
- INR >5,0
Stop warfarin, pantau sampai INR 3,0
Mulai dengan dosis kurang 20-50%
Kembali tiap hari
2. Trombolisis (streptokinase,tPA)
- Terapi ini dapat mempertimbangkan sampai 2 minggu
setelah pembentukan thrombus (trombosis vena iliaka
atau vena femoralis akut atau subakut)
- Tidak dianjurkan untuk thrombus yang berusia lebih
dari 4 minggu
3. Antiagregasi trombosit (aspirin, dipiridamol, sulfinpirazon)
- Bukan merupakan terapi utama
- Pemakaiannya dapat dipertimbangkan 3-6 minggu
setelah terapi standar heparin atau warfarin
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat
Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
Klinis:
- Gejala-gejala umum seperti demam, hipotensi,
asidosis,hipoksia, proteinuria
- Tanda-tanda perdarahan (petekie,purpura, ekimosis,
hematoma, hematemesis-melena, hematuria, epistaksis)
- Manifestasi trombosis gagal organ (paru,ginjal,hati)
- KID merupakan akibat dari kausa primer yang lain:
Bidang obstetri (emboli cairan amnion, kematian janin
intra-uterin, abortus septik)
Bidang hematologi (reaksi transfusi,hemolisis berat,
leukemia)
Infeksi ( septikemia, gram negatif, gram positif; virus HIV,
hepatitis, dengue; parasit malaria)
Trauma, penyakit hati akut,luka bakar
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Kompensasi Hiperkompensas Dekompensasi
i
Trombosit
N
N
PTT
N
N/
PT
N
N/
Fibrinogen
N
N/
D Dimer
+/
+/
++/
Darah tepi: trombositopenia atau normal, burr cell (+)
Pemeriksaan hemostasis pada KID
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat
Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Suportif
Memperbaiki dan menstabilkan hemodinamik
Memperbaiki dan menstabilkan tekanan darah
Membebaskan jalan napas
Memperbaiki dan menstabilkan keseimbangan asam dan basa
Memperbaiki dan menstabilkan keseimbangan elektrolit
Mengobati penyakit primer
Menghambat proses patologis
Antikoagulan
Transfusi sesuai komponen darah sesuai indikasi (PRC<TC<
FFP,kriopresipitat)
Malam
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
TROMBOSITOSIS PRIMER/ESENSIAL
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
Ad vitam : dubia
Ad fungsionam : dubia
Ad sanasionam : malam
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat
Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
HIPERKALSEMIA
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
Penurunan kesadaran
4. Kriteria
Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan penunjang : kadar kalsium serum meningkat
Hiperkalsemia
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat
Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
HIPERURISEMIA
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat
Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
Masalah nutrisi
- Anamnesis: penurunan berat badan yang cepat
- Antropometri: tebal lemak kulit (M. Deltoideus lengan
atas), indeks masa tubuh (di bawah 1,5 menunjukkan
katabolisme berlebihan), penilaian terhadap masa otot
- Laboratorium :
Hitung limfosit (bila menurun berarti ada gangguan
respons imun),
Kadar albumin dan prealbumin (albumin < 3g/24 jam dan
prealbumin < 1,2 g/dl menunjukkan malnutrisi),
Kadar urea nitrogen urin (> 24g/24 jam menunjukkan
katabolisme protein berlebihan), kadar feritin darah
Penanganan Nyeri
- Anamnesis: waktu timbul nyeri, lokasinya, intensitasnya
dan faktor yang menambah atau mengurangi nyeri
- Anamnesis yang teliti dapat diketahui jenis nyeri pada
pasien, apakah nyeri viseral, somatik, atau neuropatik
- Dari anamnesis dapat juga diketahui tingkatan nyeri,
Masalah nutrisi
- Antropometri: tebal lemak kulit,indeks masa tubuh dan
masa otot
- Laboratorium: hitung limfosit, albumin dan prealbumin
darah, urea nitrogen urn, feritin darah
Penanganan nyeri
- Pemeriksaan radiologi: foto, USG, bone scan, CT scan,
MRI untuk mengetahui jenis nyeri dan lokasinya
Penanganan infeksi
- Laboratorium darah perifer lengkap dengan hitung jenis,
kultur darah, kultur urin, kultur sputum, swab tenggorok
untuk mencari fokus infeksi, pemeriksaan terhadap koloni
jamur
- Foto toraks
Masalah efek samping sitostatitka
- Pemeriksaan fisik: luas permukaan tubuh, tingkat
kemampuan berperan, mencari sumber infeksi
- Pemeriksaan laboratorium DPL dengan hitung jenis, fungsi
ginjal, urinalisis, asam urat darah, fungsi hati, kultur pada
tempat-tempat tertentu secara berkala
- Pemeriksaan radiologi
- Pemeriksaan ekokardiografi
8. Tata Laksana
Masalah nutrisi
- Indikasi terapi:
Pasien tidak mampu mengkonsumsi 1000 kalori per hari
Bila terjadi penurunan berat badan > 10% BB sebelum
sakit
Kadar albumin serum < 3,5 gr/dl
Terdapat tanda-tanda penurunan daya tahan tubuh
- Penghitungan kebutuhan kalori:
Rumus penghitungan kebutuhan kalori =
Kalori basal+aktvitas sehari-hari+keadaan hiperkatabolik
Kalori basal laki-laki: 27-30 kalori/kgBBideal/hari
Kalori basal perempuan 23-26 kalori/kgBBideal/hari
Perhitungan kebutuhan protein adalah 0,6-0,8
g/kgBBideal/hari
Untuk mengganti kehilangan nitrogen tubuh diperlukan
tambahan 0,5g/kgBBideal/hari
- Cara pemberian :
Enteral melalui saluran cerna peroral, lewat selang
nasogastrik, jejunostomi, gastronomi
Parenteral diberikan bila melalui enteral tidak bisa atau
pasien tidak mau dilakukan gastronomi/jejunostomi.
Nutrisi sebaiknya melalui vena sentral karena dapat
diberikan cairan dengan osmolalitas tinggi dan dalam
waktu lama (6 bulan-1 tahun). Hati-hati terhadap bahaya
infeksi dan trombosis
Penanganan nyeri
Pengobatan medikamentosa/farmakologi
- Pada nyeri ringan pengoabatan dimulai dengan asetaminofen
atau OAINS, kemudian di evaluasi dalam 24-72 jam, bila
masih nyeri ditambahkan amitriptilin 3x25 mg atau opioid
ringan kodein sampai dengan 6x30mg/hari
- Pada nyeri sedang pengobatan dimulai dengan opioid ringan
kemudian di evaluasi dalam 24 jam, bila masih nyeri obat
diganti dengan opioid kuat, biasanya dipakai morfin.
Pemberian morfin intravena dimulai dengan dosis dititrasi
sampai pasien bebas nyeri
- Pada nyeri berat pengobatan morfin intravena sejak awal dan
dievaluasi sampai hitungan jam sampai nyeri terkendali
baik. Setelah didapat dosis optimal maka pemberian morfin
intravena diganti dengan morfin oral masa kerja pendek 46 jam dengan perbandingan 1:3, artinya jika dosis injeksi
20mg/24 jam maka dosis oral sebanyak 3x20mg/24 jam
(60mg), diberikan 6x10mg atau 4 x15 mg/hari. Dosis
2x30mg/hari. Bila nyeri belum terkendali baik, morfin
dinaikkan dosisnya menjadi dua kali lipat dan dievaluasi
lebih lanjut serta berpedoman pada VAS
- Obat adjuvan diberikan sesuai pengkajian, bila penyebabnya
neuropatik maka selain obat-obat tersebut ditambahkan
GABA (gabapentin), bila nyeri somatik akibat metastasis
Ad vitam: malam
Ad fungsionam : malam
Ad sanasionam: malam
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
POLISITEMIA VERA
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
Kategori B
1. Trombositosis :trombosit 400.000/ml
2. Leukositosis : leukosit 12000/ml (tidak ada infeksi)
3. Leukosit alkali fosfatase (LAF) score meningkat > 100
(tanpa ada panas/infeksi)
4. Kadar vitamin B12>900 pg/ml dan atau UB12BC dalam
serum 2200 pg/ml
Polisitemia vera
Polisitemia sekunder akibat saturasi oksigen arterial rendah atau
eritropoetin meningkat akibat manifestasi sindrom paraneoplastik
Laboratorium : eritrosit,granulosit,trombosit,kadar B12 serum,
NAP, saturasi O2
Pemeriksaan sumsum tulang untuk menyingkirkan kelainan
mieloproliperatif yang lain
1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal dan
mengendalikan eritropoesis dengan fleobotomi
2. Menghindari pembedahan elektif pada fase
eritrositik/polisitemia yang belum terkendali
3. Menghindari pengobatan berlebihan
4. Menghindari obat yang mutagenik,teratogenik dan berefek
sterilisasi pada pasien usia muda
5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu
atau kemoterapi sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila
didapatkan:
- Trombositosis persisten di atas 800.000/ml terutama jika
disertai gejala tromsosis
- Leukositosis progresif
- Splenomegali simtomatik atau menimbulkan sitopenia
problematic
- Gejala sistemik yang tidak terkendali seperti pruritus yang
sukar dikendalikan,penurunan berat badan atau
hiperurikosuria yang sulit diatasi
Flebotomi
Pada PV tujuan prosedur flebotomi adalah mempertahankann
hematokrit 42% pada wanita dan 47% pada pria untuk mencegah
timbulnya hiperviskositas dan penurunan shear rate. Indikasi
flebotomi terutama untuk semua pasien pada permulaan penyakit
dan yang masih dalam usia subur
Indikasi:
1. Polisitemia vera fase polisitemia
2. Polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht >
55% (target Ht 55%)
3. Polisitemia sekunder nonfisiologis bergantung pada derajat
beratnya gejala yang ditimbulkan akibat hiperviskositas
dan penurunan shear rate
Kemoterapi sitostatika
Tujuannya adalah sitoreduksi
Indikasi :
- Hanya untuk polisitemia rubra primer (PV)
- Flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan > 2 kali sebulan
- Trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis
- Urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antihistamin
- Splenomegali simtomatik/mengancam ruptur limpa
Cara pemberian:
- Hidroksiurea 800-1200 mg/m2/hari atau 10-15 mg/kg/kali
diberikan dua kali sehari. Bila tercapai target dilanjutkan
pemberian secara intermiten untuk pemeliharaan
- Klorambusil dengan dosis induksi 0,1-0,2 mg/kg/hari selama
3-6 minggu dan dosis pemeliharaan 0,4mg/kgBB tiap 2-4
minggu
- Busulfan 0,06 mg/kgbb/hari atau 1,8mg/m2/hari. Bila
tercapai target dilanjutkan pemberiaan secara intermiten
untuk pemeliharaan
Fosfor radioaktif
P32 pertama kali diberikan dengan dosis 2-3 mCi/m2 intravena ,
bila per oral dinaikkan 25%. Selanjutnya bila setelah 3-4 minggu
pemberian P32 pertama:
- Mendapatkan hasil,reevaluasi setelah 10-12 minggu. Dapat
diulang jika diperlukan
- Tidak berhasil, dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis
pertama, diberikan setelah 10-12 minggu dosis pertama
Pasien diperiksa setiap 2/3 bulan setelah keadaan stabil
Kemoterapi biologi (sitokin)
Pengobatan suportif
- Hiperurisemia : allopurinol 100-600 mg/hari
- Pruritus dengan urtikaria : antihistamin,PUVA
- Gastritis/ulkus peptikum: antagonis reseptor H2
- Antiagregasi trombosit anagrelid
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat
Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat
Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
DISPEPSI FUNGSIONAL
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat
Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan
Rumah Sakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ARSANI
SUNGAILIAT
Sindrom lelah kronik adalah rasa lelah yang berlangsung lama dan
tidak hilang dengan istirahat tanpa penyebab organik yang jelas
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksan
Penunjang
8. Tata Laksana
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Tingkat
Evidence
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan