Anda di halaman 1dari 93

DIABETES MELITUS

Pengertian :
Suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oelh hipergikemia akibat defek pada :
1. Kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi glukosa hepatik) dan
di jaringan perifer (otot dan lemak)
2. Sekresi insulin oleh sel beta pankreas
3. Atau keduanya.

Klasifikasi Diabetes Melitus (DM)


I. DM tipe I (destruksi sel β, umumnya diikuti defisiensi insulin absolut)
- Immune – mediated
- Idiopatik
II. DM tipe 2 (bervariasi mulai dari predominan resistensi insulin dengan defisiensi
insulin relatif sampai predominan defek sekretorik dengan resistensi insulin)
III. Tipe spesifik lain
- Defek genetik pada fungsi sel β
- Defek genetik pada kerja insulin
- Penyakit eksokrin pankreas
- Endokrinopati
- Diinduksi obat atau zat kimia
- Infeksi
- Bentuk tidak lazim dari immune mediated DM
- Sindrom genetik lain, yang kadang berkaitan dengan DM
IV. DM gestasional

Diagnosis
Terdiri dari :
- Diagnosisi DM
- Diagnosis komplikasi DM
- Diagnosis penyakit penyerta

1
- Pemantauan pengendalian DM

Anamnesis :
- Keluhan khas DM : poliuria, polidipsia, polifagia penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya.
- Keluhan tidak khas DM : lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada
pria, pruritus vulvae pada wanita.

Faktor risiko DM tipe – 2


- Usia > 45 tahun
- Berat badan lebih > 110% berat badan idaman atau indeks massa tubuh (IMT) >
23kg/m²
- Hipertensi (TD ≥ 140/90 mm/Hg)
- Riwayat DM dalam garis keturunan
- Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi > 4.000 gram
- Riwayat DM gestasional
- Riwayat toleransi gula terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu
(GDPT)
- Penderita penyakit jantung koroner, tuberkulosis, hipertroidisme
- Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dL

Anamnesis komplikasi DM ( lihat komplikasi).

Pemeriksaan fisik lengkap termasuk :


- Tinggi badan, berat badan, TD, lingkarpinggang
- Tanda neuropati
- Mata (visus, lensa mata dan retina)
- Gigi mulut
- Keadaan kaki (termsuk rabaan nadi kaki), kulit dan kuku

Kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa

2
1. Kadar glukosa darah sewaktu ( plasma vena) ≥ 200 mg/dL atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ≥ 126 mg/dL
3. Kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dL pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram
pada TTGO

Diagnosa Banding
Hiperglikemia reaktif, toleransi glukosa terganggu (TGT), glukosa darah puasa
terganggu (GDPT)

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium :
- Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, laju endap darah
- Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan
- Urinalisis rutin, proteinuria 24 jam, CCT ukur
- Kreatinin
- SGPT, Albumin/Globulin
- Kolesterol Total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida
- A,C
- Albuminuria mikro

Pemeriksaan Penunjang lain


EKG, foto thoraks, funduskopi

Terapi
Edukasi
Meliputi pemahaman tentang
- Penyakit DM
- Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
- Penyulit DM
- Intervensi farmakologis dan non-farmakologi
- hiperglikemia

3
- masalah khusus yang dihadapi
- cara mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan ketrampilan
- cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan

Perencanaan Makan
Standar yang dianjurkan adalah makanna dengan komposisi :
- karbohidrat 60 – 70 %
- protein 10 – 15 %
- lemak 20 – 25 %
jumlah kandungan kolesterol disarankan < 100 mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari
sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid), dan
membatasi PUFA (Poly Unsaturated Faity Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah
kandungan serat ± 25 g/hr, diutamakan serat larut.
Jumlah kalori basal per hari :
- laki – laki : 30 kal/kg BB idaman
- wanita : 25 kal/kg BB idaman
Penyesuaian (terhadap kalori basal/hari)
- status gizi
o BB gemuk - 20%
o Lebih - 10 %
o BB kurang + 20 %
- Umur > 40 tahun + (10 s/d 30%)
- Aktivitas
o Ringan + 10 %
o Sedang + 20 %
o Berat + 30 %
- Hamil
o Trimester I,II + 300 kal
o Trimester III + 500 kal

Rumus Broca

4
Berat badan idaman = (tinggi badan -100) – 10%*
Pria <160 cm dan wanita < 150 cm, tidak dikurangi 10% lagi
BB kurang : < 90 % BB idaman
BB normal : 90 – 110 % BB idaman
BB lebih : 110 – 120 % idaman
Gemuk : > 120 % BB idaman

Latihan jasmani :
Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan teratur (3-4 kali seminggu selama kurang
lebih 30 menit). Prinsip Continous – Rythmical - Interval – Progressive – Enduranc.

Intervensi Farmakologis
Obat Hipoglikemia Oral (OHO) :
- Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea, glinid
- Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion
- Penghambat absorbsi glukosa : penghambat glukosidase alfa

Insulin
Indikasi :
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- Ketoasidosis diabetik
- Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
- Hiperglikemia dengan asidosis laktat
- Gagal dngan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, Stroke)
- Kehamilan dengan DM / diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

5
Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Kalau dengan
OHO tunggal sasaran kadar glukosa belum tercapai, perlu kombinasi dua kelompok obat
hipoglikemik oral yang berbeda mekanisme kerjanya.

Pengelolaan DM tipe 2 Gemuk :


Non – farmakologis → evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :
Sasaran tidak tercapai : Penekanan kembali tata laksana non – farmakologis
→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :
Sasaran tidak tercapai + 1 macam OHO
Biguanid/Penghambat glukosidase α / Glitazon
→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :
Sasaran tidak tercapai Kombinasi 2 macam OHO, antara :
Biguanid / Penghambat glukosidase α / Glitazon
→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :
Sasaran tidak tercapai Kombinasi 3 macam OHO
Biguanid +Penghambat glukosidase α + Glitazon atau
Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam
→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :
Sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai :
Kombinasi 4 macam OHO :
Biguanid +Penghambat glukosidase α + Glitazon +
Secretagogue atau
Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam
→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran terapi kombinasi 4 OHO tidak tercapai :


Insulin
Atau
Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam

6
Sasaran terapi kombinasi OHO + Insulin tidak tercapai :
Insulin
Bila sasaran tercapai : teruskan terapi terakhir

Pengelolaan DM tipe 2 Tidak Gemuk :


Non – farmakologis → evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :
Sasaran tidak tercapai : non – farmakologis + secretagogue
→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :
Sasaran tidak tercapai Kombinasi 2 macam OHO, antara :
Secretagogue + Penghambat glukosidase α /
biguanid/Glitazon
→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :
Sasaran tidak tercapai Kombinasi 3 macam OHO
Secretagogue + Penghambat glukosidase α /
biguanid/Glitazon
atau
Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam
→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :
Sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai :
Kombinasi 4 macam OHO :
Secretagogue + Penghambat glukosidase α
+biguanid+Glitazon
atau
Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam
→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran terapi kombinasi 4 OHO tidak tercapai :


Insulin, atau
Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam

7
Sasaran terapi kombinasi OHO + Insulin tidak tercapai :
Insulin

Bila sasaran tercapai : teruskan terapi terakhir

Penilaian hasil terapi :


1. Pemeriksaan glukosa darah
2. Pemeriksaan AIC
3. Pemeriksaan glukosa darah mandiri
4. Pemeriksaan glukosa urin
5. Penentuan Benda Keton Kriteria Pengendalian DM (lihat tabel)

Tabel : Kriteria Pengendalian DM


Baik Sedang Buruk
GD puasa (mg/dL) 80 – 100 110 – 125 ≥ 126
GD 2 jam PP (mg/dL) 80 – 144 145 – 179 ≥ 180
A,C (%) < 6.5 6.5 – 8 ˃8
200Kolesterol total (mg/dL) < 200 200 – 239 ≥ 240
Kolesterol LDL (mg/dL) < 100 100 – 129 ≥ 130
Kolesterol HDL (mg/dL) ˃ 45
Trigliserida (mg/dL) < 150 150 – 199 ≥ 200
IMT 18.5 – 22.9 23 – 25 ˃ 25
Tekanan darah (mmHg) < 130 / 80 130 – 140 > 140
80 – 90

Komplikasi
A. Akut
- Ketoasidosis diabetik
- Hiperosmolar non ketonik
- hipoglikemia

8
B. Kronik
- Mikroangiopati :
o Pembuluh koroner
o Vaskular perifer
o Vaskular otak
- Mikroangiopati
o Kapiler retina
o Kapiler renal
- Neuropati
- Gabungan :
o Kardiopati : penyakit jantung koroner, kardiomiopati
- Rentan infeksi
- Kaki diabetik
- Disfungsi ereksi

Prognosis
Dubia

9
KETO-ASIDOSIS DIABETIKUM

Pengertian :
• Kondisi dekompensasi matabolik akibat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius. Gambaran klinis utama
ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah hiperglikemia, ketosis dan asidosis
metabolik.
• Faktor pencetus : infeksi, infark miokard akut, penkreatitis akut, penggunaan obat
golongan steroid, penghentian atau pengurangan dosis insulin.

Diagnosis
Klinis :
• Keluhan poliuri, polidipsi
• Riwayat berhenti menyuntik insulin
• Demam/infeksi
• Muntah
• Nyeri perut
• Kesadaran : kompos mentis, delirium, koma
• Pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul)
• Dehidrasi (turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering)
• Dapat disertai syok hipovolemik

Kriteria diagnosis
Kadar gula : > 250 mg/dL
pH : < 7.35
HCO : rendah
Anion gap : tinggi
Keton serum : positif dan atau ketonuria

10
Diagnosa Banding
Ketosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik / hyperglycemic hyperosmolar
state, ensefalopati uremikum, asidosis uremikum, minum alkohol ketosis alkoholik,
ketosis hipoglikemia, ketosis starvasi, asidosis laktat, asidosis hiperkloremik, kelebihan
salisilat, drug-induced acidosis, ensefalopati karena infeksi, trauma kapitis.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan cito : gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin, aseton darah, urin rutin,
analisis darah gas darah, EKG

Pemantauan :
• Gula darah : tiap jam
• Na+, K+, Cl : tiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya sesuai keadaan
• Analisis gas darah : bila pH < 7 saat masuk  diperiksa setiap 6 jam s/d pH > 7.1,
selanjutnya setiap hari sampai stabil.

Pemeriksaan lain (sesuai indikasi) : kultur darah, kultur urin, kultur pus

Terapi :
Akses IV.2 jalur, salah satunya dicabang dengan 3 way:
I. Cairan :
• NaCl 0.9 % diberikan ±1-2 L pada 1 jam pertama, lalu ± 1 L pada jam kedua.,
lalu ± 0.5 L pada jam ketiga dan keempat, dan ±0.25 L pada jam kelima dan
keenam, selanjutnya sesuai kebutuhan.
• Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 L
• Jika Na+ > 155 mEq/L  ganti cairan dengaan NaCL 0.45 %
• Jika GD < 200 mg/dL  gaanti cairan dengan Dextrose 5%

II. Insulin (regular insulin = RI)


• Diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan
• RI bolus 180 mU/kgBB IV, dilanjutkan

11
• RI drip 90 mU/kgBB/jam dalam NACL 0.9%
• Jika GD < 200 mg/dL : kecepatan dikurangi  RI drip 45 mU/kgBB/jam dalam
NaCl 0.9%
• Jika GD stabil 200-300 mg/dL selama 12 jam  RI drip 1- 2 U/jam IV, disertai
sliding scale setiap 6 jam :
GD  RI
(mg/dL) (unit, subkutan)
< 200 0
200 – 250 5
250 – 300 10
300 – 350 15
˃ 350 20

• Jika kadar GD ada yang < 100 mg/dL : drip RI dihentikan


• Setelah Sliding Scale tiap 6 jam, dapat diperhitungkan kebutuhan insulinsehari
 dibagi 3 dosis sehari subkutan, sebelum makan (bila pasien sudah makan)

III. Kalium
• Kalium (KCl) drip dimulai bersamaan dengan drip RI, dengan dosis 50 mEq/6
jam. Syarat : tidak ada gagal ginjal, tidak ditemukan gelombangn T yang lancip
dan tinggi pada EKG, dan jumlah urine cukup adekuat.
• Bila kadar K+ pada pemeriksaan elektrolit kedua :
< 3.5  drip KCl 75 mEq/6 jam
3,0 – 4.5  drip KCl 50 mEq/6 jam
4.5 – 6.0  drip KCl 25 mEq/6 jam
> 6.0  drip dihentikan
• Bila sudah sadar, diberikan K+ oral selama seminggu

IV. Natrium bikarbonat


Drip 100 mEq bila pH < 7.0 disertai KCl 26 mEq drip
50 mEq bila pH 7.0 – 7.1, disertai KCl 26 mEq drip
Juga diberikan pada asidosis laktat dan hiperkalemi yang mengancam.

V. Tatalaksana umum

12
• O2 bila PO2 < 80 mmHg
• Antibiotika adekuat
• Heparin : bila ada DIC atau hiperosmolar (> 380mOsm/L) terapi disesuaikan
dengan pemantauan klinik ;
• Tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, temperatur setiap jam,
• Kesadaran setiap jam
• Keadaan hidrasi (turgor, lidah) setiap jam
• Produksi urin setiap jam, balans cairan
• Cairan infus yangmasuk setiap jam
Dan pemantauan laboratorik (lihat pemeriksaan penunjang)

Komplikasi
Syok hipoglikemia, edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut,
hipoglikemia, hipokalemia, hiperkloremia, edema otak, hipokalsemia.

Prognosis
Dubia ad malam. Tergantung pada usia, komorbid, adanya infark miokard akut, sepsis,
syok

13
HIPOGLIKEMIA
Pengertian :
Kadar glukosa < 60 mg/dL, atau kadar glukosa darah < 80 mg/dL dengan gejala klinis.
Hipoglikemia pada DM terjadi karena :
• Kelebihan obat/dosis obat : terutama insulinm atau obat hipoglikemik oral
• Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun : gagal ginjal kronik, pasca
persalinan
• Asupan makan tidak adekuat : jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat
• Kegiatan jasmani berlebihan

DIAGNOSIS
Gejala dan tanda klinis :
• Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah turun
• Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung
sementara
• Stadium simpatik : keringat dingin pada muka, bibir atau tangan gemetar
• Stadium gangguan otak berat : tidak sadar, dengan atau tanpa kejang

Anamnesis :
• Penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik oral : dosis terakhir, waktu
pemakaian terakhir, perubahan dosis
• Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi
• Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya
• Lama menderita DM, komplikasi DM
• Penyakit penyerta : gijal, hati, dll
• Penggunaan obat sistemik lainnya : penghambat adrenergik β, dll
Pemeriksaan fisik : pucat, diaphoresis, tekanan darah, frekuensi denyut jantung,
penurunan kesadaran, defisit neurologik fokal transien.

Trias Whipple untuk hipoglikemia secara umum :

14
1. Gejala konsisten dengan hipoglikemia
2. Kadar glukosa plasma rendah
3. Gejala nereda setelah kadar glkosa plasma meningkat

Diagnosa banding
Hipoglikemia karena :
• Obat :
(sering) : insulin, sulfonilurea, alkohol
(kadang) : kinin, pentamindine
(jarang) : salisilat, sulfonemid
• Hiperinsulinisme endogen, insulinoma, kelainan sel β jenis lain, sekretagogue
(sulfonilurea), autoimun, sekresi insulin ektopik
• Penyakit kritis : gagal hati, gagal ginjal, gagal jantung, sepsis,starvasi dan inanisi
• Defisiensi endokrin : kortisol, growth hormone, glukagon, epinefrin
• Tumor non-sel β: sarkoma, tumor adrenokortikal, hepatoma, leukimia, limfoma,
melanoma.
• Pasca-prandial : reaktif (setelah operasi gaster), diinduksi alkohol

Pemeriksaan penunjang
Kadar glukosa darah (GD), tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, C-peptide

Terapi
Stadium permulaan (sadar)
• Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/permen gula murni (bukan
pemanis pengganti gula atau gula diet/gula diabetes) dan makanan yang
mengandung karbohidrat.
• Hentikan obat hipoglikemik sementara,
• Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
• Pertahankan GD sekitar 200mg/dL (bila sebelumnya tidak sadar)
• Cari penyebab.
Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar + curiga hipoglikemia) :

15
1. Diberikan larutan Dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50 mL) bolus intra vena,
2. Diberikan cairan Dekstrosa 10% per infus, 6 jam per kolf
3. Periksa GD sewaktu (GDs), kalau memungkinkan dengan glukometer :
- Bila GDs < 50 mg/dL  + bolus Dekstrosa 40% 50 mL IV
- Bila GDs < 100 mg/dL  + bolus Dekstrosa 40% 25 mL IV
4. Periksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian Dekstrosa 40%
- Bila GDs < 50 mg/dL  + bolus Dekstrosa 40% 50 mL IV
- Bila GDs < 100 mg/dL  + bolus Dekstrosa 40% 25 mL IV
- Bila GDs 100 – 200 mg/dL  tanpa bolus Dekstrosa 40%
- Bila GDs > 200 mg/dL  pertimbangkan menurunkan kecepatan drip
Dekstrosa 10%
5. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut – turut, pemantauan GDs setiap 2
jam, dengan protokol sesuai diatas. Bila Gds> 200 mg/dL  pertimbangkan
mengganti infus dengan Dekstrosa 5% atau NaCl 0.9%
6. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut – turut, pemantauan GDs setiap 4
jam, dengan protokol sesuai diatas. Bila Gds> 200 mg/dL  pertimbangkan
mengganti infus dengan Dekstrosa 5% atau NaCl 0.9%
7. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut – turut, sliding scale setiap 6 jam
GD  RI
(mg/dL) (Unit, subkutan)
< 200 0
200-250 5
250-300 10
300-350 15
> 350 20
8. Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin,
seperti : adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glukagon 0.5-1 mg/IV/IM (bila
penyebabnya insulin)
9. Bila pasien belum sadar, GD sekitar 200mg/dL : Hidrokortison 100 mg per 4 Jam
selama 12 jam atau Deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan
Manitol 1.5 – 2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam. Dicari penyebab lain kesadaran menurun

16
Komplikasi
Kerusakan otak, koma, kematian
PROGNOSIS
Dubia

17
EDEMA PARU AKUT (KARDIAK)
Pengertian :
Akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peninggian tekanan intravaskular

Diagnosis :
Riwayat sesak napas yang bertambah hebat dalam waktu singkat (ja, atau hari) disertai
gelisah, batuk dengan sputum berbusa kemerahan

Pemeriksaan fisik :
1. Sianosis sentral
2. Sesak napas dengan bunyo napas melalui mukus berbuih
3. Ronki basah nyari di basal paru kemudian memnuhi hampir seluruh lapangan paru;
kadang – kadang disertai ronki kering dan ekspirasi yang memanjang akibat
bronkospasme sehingga disebut asma kardial
4. Takikardia dengan gallop S3
5. Murmur bila ada kelainan katup

Elektrokardiografi
• Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung
penyebab gagal jantung
• Gambaran infark, hiertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan

Laboratorium
• Gas darah menunjukkan pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian
hiperkapnia
• Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard

Foto toraks
Opasifikasi hilus dan bagian basal paru kemudian makin ke arah apeks paru kadang –
kadang timbul efusi pleura

18
Ekokardiografi
• Tergantung penyebab gagal jantung
• Kelainan katup
• Hipertrofi ventrikel (hipertensi)
• Segmental wall motion abnormality (penyakit jantung koroner)
• Umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri

Diagnosis Banding
Edema paru akut non kardiak, emboli paru, asma bronkial

Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin, ureum, analisis gas darah, elektrolit, urinalisis, foto toraks, EKG, Enzim
jantung (CK-CKMB, Troponin T), Ekokardiografi transtorakal, angiografi koroner.

Terapi
1. Posisi ½ duduk
2. Oksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk :
pasien makin sesak,takipnu, ronki bertambah,PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥60
mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi atau
tidak mempu mengurangi cairan edema secara adekuat : dilakukan intubasi
endotrakeal, suction dan ventilator/bipep
3. Infus emergensi
4. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
5. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin per oral 0.4-0.6 mg tiap 5-10
menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan nitrogliserin intravena
mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat
diberikan nitroprusid IV dimulai dosis 0.1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi
respons dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau
sampai tekanan darah sistolik 85-90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai
tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke
organ – organ vital.

19
6. Morfin-sulfat : 3-5 mg iv, dapat diulangi tiap 25 menit sampai total dosis 15 mg
7. Diuretik : furosemid 40-80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4
jam atau dilanjutkan drip kontinu sampai dicapai produksi urin 1 ml/kgBB/jam
8. Bila perlu (tekanan darah turun/tanda hipoperfusi): Dopamin 2-5 ug/kgBB/menit
atau dobutamin 2-10 ug/kgBB.menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat
ditingkatkan sesuai respons klinis atau keduanya.
9. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard
10. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis atau tidak
berhasil dengan terapi oksigen
11. Atasi aritmia atau gangguan konduksi
12. Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut, seperti regurgitasi, VSD dan
ruptur dinding ventrikel atau korda tendinae

Komplikasi
Gagal napas

Prognosis
Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi

20
FIBRILASI ATRIAL

Pengertian :
Adanya irregularitas kompleks QSR dan gambaran gelombang “P” dengan frekuensi
antara 350-650 per menit.

Diagnosis :
Gambaran EKG berupa berupa adanya irregularitas kompleks QRS dan gambaran
gelombang “P” dengan frekuensi antara 350-650 per menit

Kualifasi :
Berdasarkan waktu timbulnya AF serta kemungkinan keberhasilan usaha konversi ke
irama sinus :
1. Paroksismal, bila AF berlangsung kurang dari 7 hari, berhenti dengan sendirinya
tanpa intrevensi pengobatan atau tindakan apapun.
2. Persiten, bila AF menetap lebih dari 48 jam, hanya dapat berhenti dengan intervensi
pengobatan atau tindakan.
3. Permanen AF berlangsung lebih dari 7 hari, dengan intervensi pengobatan AF tetap
tidak berubah..

Dapat pula dibagi sebagai :


1. Akut, bila timbul kurang dari 48 jam
2. Kronik, bila timbul lebih dari 48 jam

Diagnosis Banding
-

Pemeriksaan Penunjang
• EKG bila perlu dengan Holter Monitoring bila menghadapi pasien AF poroksismal
• Foto toraks, ekokardiografi untuk mengetahui adanya penyakit primer
• Pemeriksaan elektrofisiologi tidak diperlukan kecuali untuk kepentingan akademik.

21
Terapi
Fibrilasi atrial proksismal :
1. Bila asimptomatik, tidak diberikan obat antiaritmia, hanya diberi penerangan saja.
2. Bila menimbulkan keluhan yang memerlukan pengobatan dan tanpa kelainan
jantung atau disertai kelainan jantung minimal dapat diberi obat penyekat beta atau
obat antiaritmia IC seperti propafenon atau flekainid.
3. Bila obat tersebut tidak berhasil, dapat diberikan amiodaron.
4. Bila dengan obat – obat itu juga tidak berhasil, dipertimbangkan terapi ablasi atau
obat – obat antiaritmia lain.
5. Bila disertai kelainan jantung yang signifikan, amidaron merupakan obat pilihan.

Fibrilasi atrial persisten


1. FA tidak kembali ke irama sinus secara spontan kurang dari 48 jam, perlu dilakukan
kardioversi ke irama sinus dengan obat – obatan (frmakologis) atau elektrik tanpa
pemberian antikoagulan sebelumnya. Setelah kardioversi diberikan obat
antikoagulan paling sedikit selama 4 minggu. Obat antiaritmia yang dianjurkan kelas
IC (propafenon dan flekainid).
2. Bila FA lebih dari 48 jam atau tidak diketahui lamanya maka pasien diberi obat
antikoagulan secara oral paling sedikit 3 minggu sebelum dilakukan kardioversi
farmakologis atau elektrik. Selama periode tersebut dapat diberikan oba-obat seperti
digoksin, penyeka : beta arntrikel. alttonis kalsium untuk mengontrol laju irama
ventrikel. Alternatif lain pada pasien tersebut dapat diberikan heparin dan dilakukan
pemeriksaan TEE untuk menyingkirkan adanya trombus kardiak sebelum
kardioversi.
3. FA persisten episode pertama, setelah dilakukan kardioversi tidak diberikan obat
antiaritmia profilaksis. Bila terjadi relaps dan perlu kardioversi pada pasien ini dapat
diberikan antiaritmia profilaksis dengan penyekat beta, golongan kelas IC
(Propafenon, flekainid), sotalol atau amiodaron.

Fibrilasi atrial permanen


1. Kardioversi tidak efektif

22
2. Kontrol laju ventrikel dengan digoksin, penyekat beta, atu antagonis kalsium.
3. Bila tidak berhasil dapat diperhitungkan ablasi nodus AV atau pemasangan pacu
jantung permanen.
4. FA resisten, perlu pemberian antitromboemboli.

Komplikasi
Emboli, stroke, trombus intrakardiak

Prognosis
Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi

23
GAGAL JANTUNG KRONIK

Pengertian :
Sindrom klinis yang kompleks akibat kelainan fungsi atau struktur jantung yang
mengganggu kemampuan jantung berfungsi sebagai pompa

Diagnosis
Anamnesis
Dispnea on effort; Orthopnea; Parokcismal nocturnal dispnea; lemas; anoreksia dan
mual; gangguan mental pada usia tua.

Pemeriksaan fisik
Takikardia, gallop bunyi jantung ketiga, peningkatan / ekstensi vena jugularis, refluks
hepatojugular, pulsus alternans, kardiomegali, ronkhi basah halus di basal paru, dan bisa
meluas di kedua lapang paru bila gagal jantung berat, edema pretibial pada pasien yang
rawat jalan, edema sakral pada pasien tirah baring. Efusi pleura, lebih sering pada paru
kanan daripada paru kiri Asites sering terjadi pada pasien dengan penyakit katup mitral
dan perikarditis konstruktif, hepatomegali, nyeri tekan, dapat diraba palpasi hati yang
berhubungan dengan hipertensi vena sistemik, ikterus, berhubungan dengan peningkatan
kedua bentuk bilirubin, ekstremitas dingin, pucat dan berkeringat.

Kriteria Diagnosis
Kriteria Framingham

1. Kriteria Mayor
• Parokcismal noctural dispnea
• Distensi vena-vena leher
• Peningkatan vena jugularis
• Ronki
• Kardiomegali
• Edema paru akut

24
• Gallop bunyi jantung III
• Refluks hepatojugular positif

2. Kriteria Minor
• Edema ekstremitas
• Batuk malam
• Sesak pada aktivitas
• Hepatomegali
• Efusi pleura
• Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal
• Takikardia (>120 denyut per menit)

Mayor dan Minor


Penurunan berat badan ≥4,5 kg dalam 5 hari terapi
Diagnosis ditegakkan bila terdapat paling sedikit satu kriteria mayor dan dua kriteria
minor.

Diagnosis Banding
1. Penyakit paru : pnemonia, PPOK, asma eksaserbasi akut, infeksi paru berat misalnya
: ARDS, emboli l jantung, (infark iskemia paru.
2. Penyakit ginjal : gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik.
3. Penyakit hati : sirosis hepatis

Pemeriksaan Penunjang
• Foto rontgen dada : Pembesaran jantung, distensi vena pulmonaris dan
redistribusinya ke apeks paru (opasifikasi hilus paru bisa sampai ke apeks),
peningkatan tekanan vaskular pulmonar, kadang – kadang ditemukan efusi pleura.
• Elektrokardiografi : membantu menunjukkan etiologi gagal jantung (infrak iskemia,
hoipertrofi, dan lain lain). Dapat ditemukan low voltage, T inversi,QS depresi ST,
dan lain – lain.

25
Laboratorium
Kimia darah (termasuk ureum, kreatinin, glukosa, elektrolit), hemoglobin, tes fungsi
tiroid, tes fungsi hati dan lipid darah
Urinalisa untuk mendeteksi proteinuria atau glukosuria

Ekokardiografi
Dapat menilai dengan pat menilai dengan cepat dengan informasi yang rinci tentang
fungsi dan struktur jantung, katup dan perikard. Dapat ditemukan fraksi ejeksi yang
rendah < 35 – 40 % atau normal, kelainan katup (Stenoid mitra, regurgitasi mitral,
stenosistrikuspid atau trikuspid regurgitasi), hipertrofi ventrikel kiri, dilatasi atrium kiri,
kadang – kadang ditemukan dilatasi ventrikel kanan atau atrium kanan, efusi perikard,
tamponade, atau perikarditis.

Terapi
Non farmakologis
1. Anjuran umum :
a. Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan
b. Aktivasi sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa.
Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa dilakukan
c. Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang
d. Vaksinasi terhadap infeksi influensa dan pnemokokus bila mampu
e. Kontrasepsi dengan IUD pada gagal jantung sedang dan berat, penggunaan
hormon dosis rendah masih dapat dianjurkan.

2. Tindakan umum :
a. Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2g pada gagal jantung ringan dan 1 g
pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1.5
liter pada gagal jantung ringan.
b. Hentikan rokok
c. Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20 – 30 g/hari pada yang lainnya

26
d. Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalam 3 – 5 kali/minggu selama 20 – 30 menit
atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70 – 80% denyut
jantung maskimal pada gagal jantung ringan dan sedang)
e. Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

3. Farmakologi
a. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit
diuretik regular dosis rendah tujuan untuk mencapai tekanan vena jugularis
normal dan menghilangkan sedema. Permulaan dapat digunakan loop diuretik
atau tiazid. Bila respons tidak cukup baik dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan
diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik dan tiazid.Diuretik hemat
kalium, spironolakton, dengan dosis 25 -50 mg/hari dapat mengurangi mortalitas
pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang
disebabkan gagal jantung sistolik.
b. Penghambat ACE. Bermanfaat untuk menekan aktivitas neurohormonal dan
pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian
dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis
yang efektif.
c. Penyekat Beta, bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian mulai
dosis kecil, kemudian dittrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat
sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal
jantung kelas fungsional II dan III. Penyekat Beta yang digunakan carvedilol,
bisoprolol atau metoprolol. Biasanya digunakan bersama – sama dengan
penghambat ACE
d. Angiotensin II antagonis reseptor. Dapat digunakan bila ada kontraindikasi
penggunaan penghambat ACE
e. Kombinasi hidralazin dengan isosorbide dinitrat memberikan hasil yang baik
pada pasien yang intoleran dengan menghambat ACE dapat dipertimbangkan
f. Digoksin. Diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi
sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan
bersama – sama diuretik, penghambat ACE, penyekat Beta.

27
g. Antikoagulan dan antipletelet. Aspirin diindikasikan untuk pencehgahan emboli
serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang
buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial krons maupun dengan
riwayat emboli, trombosis dan transient ischemic Attcks, trombus intrakardiak
dan aneurisma ventrikel.
h. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau
aritmia ventrikel yang tidak menetap. Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali
pada aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron
dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk mencegah
kematian mendadak.
i. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis untuk
mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.

Komplikasi
Syok kardiogenik, infeksi paru, gangguan keseimbangan elektrolit

Prognosis
Tergantung klas fungsionalnya.

28
SINDROM KORONER AKUT

Pengertian :
Suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis perasaan tidak enak di
dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokard. Sindrom koroner akut mencakup :
1. Infark miokard akut dengan elevasi sehmen ST
2. Infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST
3. Angina pektoris tak stabil (unstable angina pactoris)

Diagnosis
Anamnesis
Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal, retrostenal, dan prekordial. Nyeri
seperti ditekan, ditindih beban berat, rasa terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas dan diplintir.
Nyeri menjalar ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung interskapula dan dapat juga
lengan kanan. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat m\nitrat, atau tidak. Nyeri
dicetuskan oleh latihan fisik, stres emosi, udara dingin dan sesudah makan. Dapat disertai gejala
mual, muntah, sulit bernapas keringat dingin dan lemas.
Elektrokardiogram
• Angina pektoris tidak stabil : depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T,
kadang – kadang elevasi segmen ST sewaktu ada nyeri, tidak dijumpai gelombang Q
• Infeksi miokard ST elevasi : hiperakut T, elevasi segmen ST, gelombang Q inversi
gelombang T
• Infark ,iokard non ST elevasi : depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam.

Petanda Biokimia
• CK,SKMB, Troponin-T, dll
• Enzim meningkat minimal 2 kali nilai batas atas normal

Diagnosis banding
• Angina pektoris tak stabil : infark miokard akut
• Infark miokard akut : diseksi aorta, perikarditis akut, empboli paru akut, penyakit dinding
dada, sindrom Tietze, gangguan gastrointestinal seperti : hiatus hernia dan refluks esofagitis,
spasme atau ruptur esofagus kolesistitis akut, tukak lambung dan pankreatitis akut.

29
Pemeriksaan penunjang
• EKG
• Foto rontgen dada
• Petanda biokimia : CK,CKMB, Troponin T,dll
• Profil lipid, gula darah, ureum kreatinin
• Ekokardiografi
• Test Treadmill (untuk stratifikasi setelah infark miokard)
• Angiografi koroner

Terapi
• Tirah baring di ruang rawat intensif jantung (ICCU)
• Pasang infus intravena dengan Nacl 0.9% atau dextrosa 5%
• Oksigenisasi dimulai dengan 2 liter/menit 2-3 jam, dilanjutkan bila saturasi oksigen arteri
rendah (<90%)
• Diet : puasa dampai bebas nyeri, kemudian diet cair, selanjutnya diet jantung
• Pasang monitor EKG secara kontinu

Atasi nyeri dengan :


• Nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi (kontraindikasi bila TD sistolik <
90 mmHg), bradikardia (<50 kali/menit), takikardia atau
• Morfin 2.5 mg(2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis tota 20 mg atau
petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg intravena
Antitrombolik
• Aspirin (160-345 mg), bila alergi atau intoleransi/tidak responsif diganti dengan tiklopidin
atau klopidogrel.

Trombolik dengan streptokinase 1.5 juta U dalam 1 jam atau aktivator plasminogen jaringan (t-
PA) bolus 15 mg, dilanjutkan dengan 0.75mg/kgBB(,aksimal 50mg) dalam jam pertama dan 0.5
mg/kgBB(maksimal 35 mg) dalam 60 menit jika
Elevasi segmen ST > 0.1 mv pada dua atau lebih sedapan ekstremitas berdampingan atau 0.2 mv
pada dua atau lebih sadapan prekordial berdampingan, waktu mulai nyeri dada sampai terapi <
12 jam, usia < 75 tahun
Blok cabang (BBB) dan anamnesis dicurigai infark miokard akut

30
Antikoagulan Heparin direkomendasikan untuk pasien yang menjalani revaskularisasi perkutan
atau bedah, pasien dengan risiko tinggi emboli sistemik seperti infark miokard anterior atau luas,
fibrilasi atrial, riwayat emboli, atau diketahui ada trombus ventrikel kiri yang tidak ada
kontraindikasi heparin.
Heparin diberikan dengan target aPTT 1.5-2 kali nilai kontrol. Pada angina pektoris tak stabil
heparin 5000 unit bolus intravena, dilanjutkan dengan drip 1000 unit/jam sampai angina
terkontrol dengan menyesuaikan aPTT 1.5-2 kali nilai kontrol.
Pada infark miokard akut yang ST elevasi > 12 jam diberikan heparin bolus intravena 5000 unit
dilanjutkan dengan infus selama rata – rata 5 hari dengan menyesuaikan aPTT 1.5-2 kali nilai
kontrol
Pada infark miokard anterior transmural luas antioagulan diberikan sampai saat pulang rawat.
Pada penderita dengan trombus ventrikular atau dengan diskinesi yang luas di daerah apeks
ventrikel kiri antiogulan oral diberikan secara tumpang tindih dengan heparin sejak beberapa
sebelum heparin dihentikan.
Antiogulan oral diberikan sekurang – kurangnya 3 bulan dengan menyesuaikan nilai INR (2-3)

Atasi rasa takut atau cemas


Diazepam 3x2-5 mg oral atau IV
Pelunak tinja
Laktuosa (laksadin) 2x15 ml

• Penyekat Beta diberikan bila tidak ada kontraindikasi


• Penghambat ACE diberikan bila keadaan mengizinkan terutama pada infark miokard akut
luas, atau anterior, gagal jantung tanpa hipotensi, riwayat infark miokard
• Antagonis kalsium : verapamil untuk infark miokard non ST elevasi atau angina pektoris tak
stabil bila nyeri tidak teratasi

Atasi komplikasi
A. Fibrilasi atrium
• Kardioversi elektrik untuk pasien dengan gangguan hemodinamik berat atau iskemia
intratabel
• Digitalisasi cepat
• Penyekat Beta
• Diltiazem atau verapamil bila penyekat beta dikontraindikasikan

31
• Heparinisasi
B. Fibrilasi ventrikel
DC Shock unsynchronized dengan energi awal 200 J, jika tak berhasil harus diberikan shock
kedua 200-300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J.
C. Takikardia ventrikel
• VT polimorfik menetap (>30 detik) atau menyebabkan gangguan hemodinamik : DC
Shock unsynchronized dengan energ awal 200 J, jika gagal harus diberikan shock kedua
200-300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J.
• VT monomorfik yang mentap diikuti angina, edema paru atau hipotensi harus diterapi
dengan DC Shock synchronized energi awal 100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis
awal ggal
• VT monomorfik yang tidak disertai angina, edema paru atau hipotensi dapat diberikan :
Lidokain bolus 1-15 mg.kgBB. bolus tambahan 0.5-0.75 mg/kgBB tiap 5 – 10 menit
sampai dosis loading total maksimal 3 mg/kgBB. Kemudian loading dilanjutkan dengan
infus 2-4 mg/menit (30-50 ug/kgBB/menit); atau Disopiramid : bolus 1-2 mg/kgBB
dalam 5-10 menit dilanjutkan dosis pemeliharaan 1 mg/kgBB.jam; atau amiodaron 150
mg infus selama 10-20 menit atau 5 ml/kkkgBB/20-60 menit dilanjutkaninfus tetap 1
mg/menit selama 6 jam dan kemudian infus pemeliharaan 0.5 mg/menit; atau
kardioversi elektrik sychronized dimulai dosis 50 J (anestesi sebelumnya)
D. Bradiaritma dan blok
• Bradikardia sinus simtomatik (frekuensi jantung < 50 kali/menit disertai hipotensi,
iskemia aritmia ventrikel escape)
• Asistol ventrikel
• Blok AV simtomatik terjadi pada tingkat nodus AV (derajat dua tipe 1 atau derajat tiga
dengan ritme escape kompleks sempit)
• Terapi dengan sulfas atropin 0.5-2 mg, isoproterenol 0.5-4 ug/menit bila atropin gagal,
sementara menunggu pacu jantung sementara.
E. Gagal jantung akut, edema paru, syok kardiogenik diterapi sesuai standar pelayanan medis
mengenai kasus ini
F. Perikarditis
• Aspirin (160-32555 mg/hari)
• Indometasin,
• Ibuprofen

32
• Kortikosteroid
G. Komplikasi mekanik
• Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel
ditatalaksana operasi

Komplikasi
1. Angina pektoris tak stabik : payah jantung, syok kardiogenik, aritmia, infark miokard akut
2. Infark miokard akut (dengan atau tanpa ST – elevasi) : gagal jantung, syok kardiogenik,
ruptur septum, ruptur dinding bebas, aritmia gangguan hantaran, aritmia gangguan
pembentukan rangsang, perikarditis, sindrom drester, emboli paru.

Prognosis
Tergantung daerah jantung yang terkena, beratnya gejala, ada tidaknya komplikasi

33
RENJATAN KARDIOGENIK

Pengertian :
Kegagalan sirkulasi akut karena ketidakmampuan daya pompa jantung
Diagnosis :
Trias renjatan : tekanan darah < 90 mmHg, takikardia dan oliguria

Pemeriksaan fisik :
1. Tanda – tanda gagal jantung
2. Kemungkinan : komplikasi infark miokard akut seperti ruptur septum interventrikel
atau muskulus papilaris. Infark ventrikel kanan pada infark inferior dimana denyut
jantung rendah karena blok AV, tanda gagal jantung kanan dengan paru yang tidak
kongestif. Murmur : regurgitasi aorta, mitral, stenosis aorta berat, atau trombosis
katup prostetik.

Elektrokardiografi
1. Tanda iskemia, infark,hipertrofi,low voltage
2. Aritmia : AV blok, bradiaritmia, takiaritmia

Foto toras
Opsisfikasi hilus dan bagian basal paru, kemudian makin ke arah apeks paru. Kadang –
kadang efusi pleura

Ekokardiografi
Kontraktilitas ventrikel kiri atau ventrikel kanan yang buruk, RWMA Dilatasi ventrikel
kiri atau atrium kiri atau arteri pulmonalis
Regurgitasi katup Miksoma atrium Efusi perikard dengan tamponadekardiomiopati
hipertrofik Perikarditis konstriktiva

34
Diagnosis banding
• Syok hipovelemik
• Syok obstruktif (emboli paru, tension pneumotoraks)
• Syok distributif (syok anafilaksis, sepsis, toksik, overdosis obat)
• Infark jantung kanan

Pemeriksaan penunjang
Darah rutin, ureum, kreatinin, analisis gas darah, elektrolit, foto toraks, EKG, Enzim
jantung (CK-CKMB, Troponin T), Eokardiografi, angiografi koroner.

Terapi
1. Posisi ½ duduk bila ada edema paru kecuali hipotensi berat
2. Oksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk
pasien makin sesak,takipnu, ronki bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ³ 60
mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi atau
tidak mampu mengurangi cairan secara adekuat : dilakukan intubasi endotrakeal,
suction dan ventilator.
3. Infus emergensi
4. Bila ada tension pneumotoraks segera diidentifikasi dan ditatalaksana untuk
dekompresi dengan chest tube torakotomi
5. Atasi segera aritmia dengan obat atau DC
6. Jika ada defisit volume yang ikut berperan berikan normal salin 250-500 ml kecuali
ada edema paru akut. Jika terapi cairan gagal pasang kateter Swan Ganz
7. EKG prekordial kanan untuk deteksi gagal jantung kanan bila ada infark akut
inferior.
8. Penilaian cukup tidaknya volume paling baik dengan kateter Swan Ganz untuk
mendapatkan PAWP. Jika pemberian cairan kontraindikasi atau tidak efektif berikan
vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah sitolik 100 mmgHg. Dopamin
dimulai dengan 5ug/kgBB/menit dititrasi sampai tercapai terget mempertahankan
tekanan darah atau sampai 15 ug/kgBB/menit. Tambahkan norepinefrin bila tekanan
darah < 80 mmgHg dengan dosis 0.1 – 30 ug/kgBB/menit. Jika tidak respons dengan

35
dopamin dapat juga ditambahkan dobutamin dengan dosis titrasi 2.5 – 20
ug/kgBB/menit : atau milrininon/amrinon.
9. IABP (Intra Aortic Ballon Pump) bila tidak responsif dengan terapi adekuat sambil
menunggu tindakan intervensi bedah.
10. Jika tekanan darah sudah stabil dapat diberikan vasodilator untuk mengurangi
afterload dan memperbaiki fungsi pompa terutama berguna pada hipertensi berat,
edema paru, dekompensasi katup. Nitrogliserin sublingual atau intravena
11. Nitrogliserin peroral 0.4-0.6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95
mmHg bisa diberikan nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika tidak
memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan nitropusid . nitropusid IV dimulai
dosis 0.1ug/kgBB/menit bila tidak memberi respons dengan nitrat, dosis dinaikkan
sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85-90 mmHG
pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat
dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ – organ vital.
12. Bila perlu : diberikan Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau dobutamin 2 – 10
ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai
respons klinis
13. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard
14. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis atau tidak
berhasil dengan terapi oksigen
15. Atasi aritmia atau gangguan konduksi
16. Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut seperti regurgitasi, VSD dan
ruptur dinding ventrikel atau korda tendinae

Komplikasi
Gagal napas

PROGNOSIS
Tergantung penyebab beratnya gejala dan respons terapi

36
PNEUMONIA DIDAPAT
DI MASYARAKAT

Pengertian :
Peumonia
♣ Inflamasi parenkim paru yang disebabkan mikroorganisme selain Mikrobakterium
tuberkulosis

Pneumonia di dapat di masyarakat ( Community-acquired Pneumonia,CAP)


♣ Pneumonia pada individu yang menjadi sakit di luar rumah sakit, atau dalam 48 jam
sejak masuk rumah sakit.
♣ Infeksi akut pada parenkim paru yang berhubungan dengan setidaknya beberapa
gejala infeksi akut, disertai adanya gambaran infiltrat akut pada radiologi toraks atau
temuan auskultasi yangsesuai dengan pneumonia (perubahan suara napas dana tau
ronkhi setempat) pada orang yang tidak dirawat di rumah sakit atau tidak berada
pada fasilitas perawatan jangka panjang selama ≥ 14 hari sebelum timbulnya gejala
(IDSA 2000)

Etiologi penyebab lihat tabel I

Diagnosis
Rencana diagnostik bertujuan :
1. Diagnostik adanya CAP
♣ Foto paru terdapat infiltrat baru atau infiltrat yang bertambah
♣ Terdapat 2 dari 3 gejala berikut : Demam, batuk + sputum produktif, leukositosis
(pada penderita usia lanjut : gejala dapat tidak khas/tersamar, seperti lesu tidak
mau makan, dll)
2. Pengkajian awal derajat berat penyakit dengan The Pneumania PORT Prediction
rule atau Pneumonia Severity of Illness Index (PSI) : berdasarkan proses dua
langkah yang mengevaluasi faktor demografis, penyakit komorbid, pemeriksaan

37
fisik pemeriksaan laboratorium dan radiologis, pasien distratifikasi menjadi lima
kelas risiko mortalitas dan outcome (lihat tabel 2,3,4 dan gambar 1)
3. Indentifikasi penyebab mikrobiologis (lihat tabel 4) :
♣ Pewarnaan gram sputum
♣ Kultur sputum
♣ Kultur darah
♣ Pemeriksaan serologis, pemeriksaan antigen, pemeriksaan polymerase chain
reaction (PCR), dan tes invasif (torakosentesis, aspirasi transtrakheal,
bronkoskopi, aspirasi jarum transtorakal, biopsi paru terbuka dan torakoskopi);
bila diperlukan

Diagnosis banding
Tuberkulosis paru, jamur

Pemeriksaan Penunjang
♣ Foto thoraks
♣ Pulse oxymetry
♣ Laboratorium rutin : DPL,. Hitung jenis, LED, Glukosa Darah, Ureum, Creatinin.
SGOT, SGPT
♣ Analisis gas darah, elektrolit
♣ Pewarnaan Gram Sputum
♣ Kultur sputum
♣ Kultur darah
♣ Pemeriksaaan serologis
♣ Pemeriksaan antigen
♣ Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR)
♣ Tes invasif (torakosentesis, aspirasi transtrakheal, bronkoskopi, aspirasi jarum
transtorakal, biopsi paru terbuka dan thorakoskopi)

38
Terapi
Tatalaksana umum
Rawat Jalan
♣ Dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat, dan minum mabyak cairan
♣ Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan paracetamol
♣ Ekspektoran mukolitik
♣ Nutrisi tambahan pada penyakit yang berkepanjangan
♣ Kontrol setelah 48 jam atau lebih awal bila diperlukan
♣ Bilas tidak membaik dalam 48 jam; dipertimbangkam untuk dirawat di rumah sakit
atau dilakukan foto toraks.

Keputusan merawat pasien di RS ditentukan oleh :


♣ Derajat berat CAP ( lihat diatas)
♣ Penyakit terkait
♣ Faktor prognostik lain
♣ Kondisi dan dukungan orang di rumah
♣ Kepatuhan, keinginan pasien

Rawat Inap di RS
♣ Oksigen, bila perlu dengan pemantauan saturasi oksigen dan konsentrasi oksigen
inspirasi. Tujuannya : mempertahankan PaO2 ≥ 8kPa dan SaO2, ≥ 92%
♣ Terapi oksigen pada pasien dengan penyakit dasar PPOK dengan komplikasi gagal
napas dituntun dengan pengukuran analisis gas darah berkala
♣ Cairan : bla perlu dengan cairan intravena
♣ Nutrisi
♣ Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol
♣ Ekspektoran/mukotik
Foto toraks diulang pada pasien yang tidak menunjukkan perbaikan yang memuaskan

39
Rawat ICU
♣ Bronkoskopi dapat bermanfaat untuk retensi sekret, mengambil sampel untuk kultur
guna penelusuran mikrobiologi lain dan menyingkirkan kelianan endobronkial.

Terapi Antibiotika
♣ Pemilihan antibiotika dengan spektrum sesempit mungkin, berdasarkan perkiraan
etiologi yang menyebabkan CAP pada kelompok pasien tertentu, sesuai pedoman
terapi empirik inisial ATS 2001 (lihat tabel 1.5 dan gambar 2). Syarat untuk alih
terapi (ATS 2001)
o Berkurangnya keluhan batuj dan sesak napas
o Suhu afebris (< 100°F) pada dua pengukuran yang etrpisah 8 jam lamanya,
leukosit berkurang/menjadi normal
o Saluran gastrointestinal berfungsi baik, masukan oral adekuat
Syarat untuk pemulangan dapat merujuk pada kriteria Weingaarten atau Ramirez (lihat
tabel 6)

Komplikasi
♣ CAP besar :
Bila memenuhi satu kriteria mayor (dari 2 kriteria modifikasi) atau dua kriteria
minor (dari 3 kriteria modifikasi)
Kriteria minor yang dikaji saat masuk Rs :
1. Gagal napas berat (PaO2/FIO2 < 250).
2. Foto toraks : pneumonia multilobaris
3. TD sistolik ≤ 90 mmHg
Kriteria mayor yang dikaji saat masuk RS atau dalam perjalanan penyakit :
1. Perlunya ventilator mekanis
2. Syok sepsis
♣ Gagal napas
♣ Sepsis, syok sepsis
♣ Efusi parapneumonik
♣ bronkiektasis

40
Prognosis
Tergantung pada derajat berat penyakit, penyakit komorbid, status imunologis, dll

41
42
43
44
45
46
47
48
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

Pengertian :
Penyakit yang ditandai dengan adanya perlambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel. Perlambatan aliran udara umumnya bersifat progresif dan berkaitan dengan
respons inflamasi yang abnormal terhadap partikel atau gas iritan (GOLD 2001)

Diagnosis
• Keluhan : sesak napas, batuk – batuk kronis, sputum yang produktif, faktor risiko
(+), PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala
• Anamnesis riwayat paparan dengan faktor risiko, riwayat penyakit sebelumnya,
riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya,
komorbiditas, dampak penyakit termasuk aktivitas dll,kemungkinan mengurangi
faktor risiko.
• Pemeriksaan fisik
- Pernapasan pursed lips
- Takipnea
- Dada emfisematous atau barrel chest
- Dengan tampilan fisik pink puffer atau blue bloaster
- Bunyi napas vesikuler melemah
- Eksirasi memanjang
- Ronki kering atau wheezing
- Bunyi jantung jauh
• Diagnosis pasti dengan uji spirometri :
- FEV,/FVC < 70 %
- Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : FEV, pasca bronkodilator < 80%
prediksi
• Uji coba kortokosteroid
• Analisis gas darah pada :
- Semua pasien dengan VEP, < 40 % prediksi
- Secara klinis diperkirakan gagal napas atau payah jantung kanan

49
PPOK Eksterbasi Akut
- Gejala eksterbasi : bertambahnya sesak napas, kadang – kadang disertai mengi,
bertambahnya batuk disertai meningkatnya sputum dan sputum menjadi lebih
purulen atau berubah warna
- Gejala non-spesifik : malaise, insomnia, fatigue, depresi
- Spirometri : fungsi paru sangat menurun

Etiologi eksarbasi
Infeksi mukosa trakeobronkial, terutama streptococcos pneumonie, Haemopilus
influenzae, Moraxella catarrhalis.
Pajanan polusi udara
Klasifikasi PPOK menurut National Heart, Lung and Blood Institute dan WHO ( lihat
tabel I)

Diagnosis Banding
• Asma bronkial, bronkiektasis, gagal jantung kongestif , pneumonia

Pemeriksaan Penunjang
• Spirometri
• Foto thoraks
• Bila eksaserbasi akut : analisis gas darah, DPL. Sputum Gram, kultur MOR

Terapi
Usaha mengurangi faktor risiko
• Edukasi-motivasi berhenti merokok
• Farmakoterapi stop merokok

Terapi PPOK Stabil


• Terapi Farmakologis

50
a. Bronkodilator
- Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak terdesia/tak etrjangkau
- Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermitten)
- 3 golongan :
 Agonis β-2 : fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol,
salmeterol
 Antikolinergik : ipratropium bromid, oksitroproium bromid
 Metilxantin : teofilin lepas lambat, bila kombinasi β-2 dan steroid belu
memuaskan
- Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis
bronkodilator monoterapi
b. Steroid pada :
• PPOK yang menunjukkan respons pada uji steroid
• PPOK dengan FEVI < 50 % prediksi (stadium IIB dan III)Eksaserbasi akut

c. Obat – obatan tambahan lain :


• Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) ambroxol, karbosistein, gliserol
iodida
• Antioksidan : N-asetil-sistein
• Imunoregulator (imunostimulator,imunomodulator): tidak rutin
• Antitusif : tidak rutin
• Vaksinasi : influenza,pnemokok

• Terapi Non-farmakologis
a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi
psikososial
b. Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari) ; pada PPOK stadium III,
AGD =
• PaO2<55 mmHg, atau SaO2≤88% dengan / tanpa hiperkapnia
• PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2≤88% disertai hipertensi pulmonal edema
perifer karena gagal jantung, polisitemia

51
c. Nutrisi
d. Pembedahan : pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki fungsi paru atau
gerakan mekanik paru)

Terapi PPOK Ekserbasi Akut


Penatalaksanaan PPOK Ekserbasi Akut di rumah : Bronkodilator seperti pada PPOK
stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 hari.
Bila infeksi : diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk S pneumonie, Hinfluenzae,
M.catarrhalis)
Terapi Eksaserbasi Akut di rumah sakit :
• Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask
• Bronkodilator : inhalsi agonis β2 (dosis & frekuensi ditingkatkan)+ antikolinergik
Pada ekserbasi akut berat : +aminofilin (0.5 mg/kgbb/jam)
• Steroid : Prednison 30-40 mg PO selama 10-14 hari
Steroid intra vena : pada keadaan berat

Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M.catarrhalis. ventilasi mekanik


• Indikasi : gagal napas akut tau kronik

Komplikasi
Gagal napas, kor pulmonal, Septikemia

Prognosis
Dubia, tergantung dari stage , penyakit paru komorbid, penykit komorbid lain.

52
OSTEOARTRITIS

Pengertian :
Osteortritis (OA) merupakan penyakit degeneratif yang mengenai rawan sendi. Penyakit
ini ditandai oleh kehilangan rawan sendi progresif dan terbentuknya tulang baru pada
trabekula dan tepi tulang (osteofit)

Diagnosis
Osteoartritis sendi lutut :
1. Nyeri lutut, dan
2. Salah satu dari 3 kriteria berikut :
a. Usia > 50 tahun
b. Kaku sendi < 30 menit
c. Krepitasi + osteofit

Osteoartritis sendi tangan :


1. Nyeri tangan atau kaku, dan
2. Tiga dari 4 kriteria berikut :
a. Pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih dari 10 sendi tangan tertentu (DIP II
dan III kiri dan kanan, CMC 1 ki&ka)
b. Pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih sendi DIP
c. Pembengkakan pada < 3 sendi MCP
d. Deformitas pada minimal 1 dari 10 sendi tangan tertentu

Osteoartritis sendi pinggul :


1. Nyeri pinggul. Dan
2. Minimal 2 dari 3 kriteria berikut :
a. LED < 20 mm/jam
b. Radiologi : terdapat osteofit pada femur atau asetabulum
c. Radiologi : terdapatpenyempitan celah sendi (superior, aksial, dan/atau medial)

53
Diagnoasis Banding
Artritis remotoid, artritis gout, artritis septik, spondilitis ankilosa

Pemeriksaan Penunjang
• LED (pada OA inflamatif, LED akan meningkat)
• Analisi cairan sendi
• Radiografi sendi yang terserang
• Artroskopi

Terapi
1. Penyuluhan
2. Proteksi sendi, terutama pada stadium akut
3. Obat antiinflamasi non steroid
Diantaranya : sodium diklofenak 50 mg t.i.d, Piroksikam 20 mg o.d, Meloksikam
7.5 mg o.d dan sebagainya
4. Steroid intraartikular untuk OA inflamasi
5. Fisioterapi, terapi okupasi, bila perlu diberikan ortosis
6. Operasi untuk memperbaiki deformitas

Komplikasi
Deformitas sendi

Prognosis
Dubia

54
DEMAM BERDARAH DENGUE

Pengertian :
Penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengan dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypty dan Aedes Albopictus serta memenuhi kriteria WHO untuk
demam berdarah dengan (DBD)

Diagnosis
Kriteria diagnosis WHO 1997 untuk DBD harus memenuhi :
• Demam atau riwayat demam akut, antara 2 – 7 hari, biasanya bifasik :
• Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini :
- Uji torniquet positif (>20 petekie dalam 2.54 cm²)
- Petekie, ekimosis atau paripurna
- Perdarahan mukosa, saluran cerna, bekas suntikan, atau tempat lain
- Hematemesis atau melena
• Trombositopenia (≤100.000/mm²)
• Terdapat minimal satu tanda – tanda plasma leakage:
- Kematokrit meningkat ≥ 20% dari hematokrit rata – rata pada usia, jenis
kelamin, dan populasi yang sama
- Hematokrit turun hingga ≥ 20% dari hematokrit awal, setelah pemberian cairan
- Terdapat efusi pleura, efusi perikard, asites dan hipoproteinemia

Derajat
I. Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas, manifestasi perdarahan
hanya berupa uji torniquet positif dan/atau mudah memar
II. Derajat I disertai perdarahan spontan
III. Terdapat kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah atau hipotensi, disertai kulit
dingin dan lembab serta gelisah
IV. Renjatan : tekanan darah dan nadi tidak tertur DBD derajat III dan IV
digolongkan dalam sindrom renjatan dengue

55
Diagnosa Banding
Demam akut lain yang bermanifestasi trombositopenia

Pemeriksaan Penunjang
Hb, Ht, Lekosit, trombosit, Serologi dengue

Terapi
Nonfarmakologis : tirah baring, makanan lunak
Farmakologis :
• Simtomatis : antiseptik parasetamol bila demam
- Cairan intravena : Ringer laktat atau ringer asetat 4-6 jam/kolf
Koloid/plasma ekspander pada DBD stadium III dan IV bila diperlukan
- Transfusi trombosit dan komponen darah sesuai indikasi
- Pertimbangan heparinisasi pada DBD stadium III atau IV dengan koagulasi
intravaskular diseminata (KID)

Komplikasi
Renjatan, perdarahan, KID

Prognosis
Bonam

56
DEMAM TIFOID

Pengertian :
Penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonela thypi atau
Salmonela partatyphi

Diagnosa :
• Anamnesis : demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam
menetap (kontinyu) atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama sore/malam
hari, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare
• Pemeriksaan fisik : febris, kesadaran berkabutm bradikardia relatif (peningkatan
suhu 1°C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8x/menit), lidah yag berselaput
(kotor di tengah, tepi dan ujung merah, serta tremor). Hepatomegali, splenomegali,
nyeri abdomen, roseolae (jarang pada orang Indonesia)
• Laboratorium : dapat ditemukan lekopeni, lekositosis atau lekosit normal :
aneosinofilia, limfopenia, peningkatan LED, anemia ringan, trombositopenia,
gangguan fungsi hati. Kultur darah (biakan empedu) positif atau peningkatan titer
uji Widal ≥ 4 kaloo lipat setelah satu minggu memastikam diagnosis. Kultur darah
negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Uji widal tunggal frmhsm titer antibodi O
1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas menyokong diagnosis.

Hepatitis Tifosa
Bila memenuhi 3 atau lebih kriteria khosia (1990) : hepatomegali, ikterik, kelainan
laboratorium (antara lain : bilirubin > 30.6 umol/l, peningkatan SGOT/SGPT, penurunan
indeks PT), kelainan histopatologi.

Tifoid Karier
Ditemukannya kuman Salmonela typhi dalam biakan feses atau urin pada seseorang
tanpa tanda klinis infeksi atau pada seseorang setelah 1 tahun pasca demam tifoid

57
Diagnosis Banding
Infeksi virus, malaria

Pemeriksaaan Penunjang
Darah perifer lengkap, tes fungsi hati, serologi, kultur darah (biakan empedu)

Terapi
Nonfarmakologis : tirah baring, makanan lunak rendah serat
Farmakologis :
• Simtomatis
• Antimikroba
- Pilihan utama : Kloramfenikol 4 x 500 mgsampai dengan 7 hari bebas demam.
Alternatif lain :
- Tiamfenikol 4 x 500 mg (komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan
klorafenikol)
- Kotrimoksazol 2 x 2 tablet selama 2 minggu
- Ampisilin dan amoksisilin 50 – 150 mg/kgBB selama 2 minggu
- Sefalosporin generasi III ; yang terbukti efektif adalah seftriakson 3-4 gram
dalam dextrosa 100cc selama 2-3 x 1 gram, sefoperazon 2 x 1 gram
- Fluorokuinolon (demam umumnya lisis pada hari III atau menjelang hari IV) :
′ Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
′ Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
′ Ofloxsasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
′ Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
′ Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari

• Kasus toksik tifoid (demam tifoid disertai gangguan kesadaran dengan atau tanpa
kelainan neurologis lainnya dan hasil pemeriksaan cairan otak masih dalam batas
normal) langsung diberikan kombinasi kloramfenikol 4 x 500 mg dengan ampisilin 4
x 1 gram dan deksametason 3 x 500 mg

58
Kasus tifoid karier :
• Tanpa kolelitiasis  pilihan rejimen terapi selama 3 bulan :
- Ampisilin 100 mg/kgBB/hari + Probenesid 30 mg/kgBB/hari
- Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari + probenesid 30 mg/kgBB/hari
- Kotrimoksazol 2 x 2 tablet/hari
• Dengan kolelitiasis  kolesistektomi + regimen tersebut di atas selama 28 hari atau
kolesistektomi + salah satu rejimen berikut :
- Siprofloksasin 2 x 750 mg/hari
- Norfloksasin 2 x 400 mg/hari
• Dengan infeksi Schistosoma haematomium pada traktus urinarius  eradikasi
Schistosoma haematomium :
- Prazikuantel 40 mg/kg/BB dosis tunggal, atau
- Metrofonat 7.5-10 mg/kgBB bils perlu diberikan 3 dosis, interval 2 minggu
Setelah eradikasi berhasil, diberikan rejimen terapi untuk tifoid karier seperti diatas.

Perhatian : pada kehamilan fluorokuinolon dan kotrimoksazol tidak boleh digunakan.


Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester III. Tiamfenikol tidak dianjurkan pada
trimester I. Obat yang dianjurkan golongan beta laktam : ampisilin, amoksisilin dan
sefalosporin generasi III (seftriakson).

Komplikasi :
Intestinal
Perdarahan intestinal, perforasi ususm ileus paralitik, pankreatitis

Ekstra- Intestinal
Kardiovaskular (kegagalan sirkulasi perifermiokarditis, trombosis, tromboflebitis),
hematologik (anemia hemolitik, trombositopenia,KID), paru (pneumonia, empiem,
pleuritis), hepatobilier (hepatitis, kolesistitis), ginjal (giomerulonefritis, pielonefritis,
perinefritis), tulang (osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis), neuropsikiatrik
(toksik tifoid)

59
Prognosis
Baik, bila penyakit berat, pengobatan terlambat/tidak adekuat atau ada komplikasi berat,
prognosis meragukan/buruk.

60
SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK

Pengertian :
Sepsis :
Sindrom respons inflamasi sistemik (SIRS) yang disebabkan oleh infeksi

Renjatan Septik : sepsis dengan hipotensi, ditandai dengan penurunan TDS < 90 mmHg
atau penurunan > 40 mmHg dari TD awal, tanpa adanya obat-obatan yang dapat
menurunkan TD

DIAGNOSIS SEPSIS
1. SIRS ditandai dengan 2 gejala atau lebih berikut :
• Suhu badan > 38° C atau < 36°C
• Frekuensi denyut jantung > 90 x/menit
• Frekuensi pernapasan > 24x/menit atau PaCO < 32
• Hitung lekosit > 12.000/mm³ atau < 4.000/mm³, atau adanya > 10% sel batang
2. Ada fokus infeksi yang bermakna

SEPSIS BERAT
Gangguan fungsi organ atau kegagalan fungsi organ termasuk penurunan kesadaran ,
gangguan fungsi hati, ginjal, paru – paru dan asidosis metabolik

Diagnosis banding
Renjatan kardiogenik, rejatan hipovolemik

Pemeriksaan penunjang
DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, gula darah, AGD, elektrolit, kultur darah adn
infeksi fokal (urin, pus, sputum,dll) disertai uji kepekaan mikroorganisme terhadap anti
mikroba, foto toraks

61
Terapi
• Eradikasi fokus infeksi
• Antimikroba empirik, sesuai dengan :
o Tempat infeksi
o Dugaan kuman penyebab
o Profil antimikroba (farmakokinetik dan farmakodinamik)
o Keadaan fungsi n fungsi hati)
Antimikroba definitif : bila hasil kultur mikroorganisme telah diketahui, antimikroba
dapat diberikan sesuai hasil uji kepekaan mikroorganisme
• Suportif : resusitasi ABC, oksigenasi, terapi cairan, vasopresor.inotropik, dan
transfusi (sesuai indikasi) pada renjatan septik diperlukan untuk mendapatkan
respons secepatnya.
o Resusitasi cairan
Hipovolemia pada sepsis segera diatasi dengan pemberian cairan kristaloid atau
koloid. Volume cairan yang diberikan mengacu pada respons klinis(respons
terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan frekuensi jantung,
kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan
perbaikan kesadaran) dan perlu diperhatikan ada tidaknya tanda kelebihan
cairan (peningkatan JVP, ronki, galop S dan penurunan saturasi oksigen).
Sebaiknya dievaluasi dengan CVP (dipertahankan 8-12 mmHg), dengan
mempertimbangkan kebutuhan kalori perhari.
o Oksigenasi sesaui kebutuhan, Ventilator diindikasikan pada hipoksemia yang
progresif, hiperkapnia, gangguan neurologis atau kegagalan otot pernapasan
o Bila hidrasi cukup tetapi pasien tetap hipotensi, diberikan vasoaktif untuk
mencapai tekanan darah sistolik ≥90 mmHg atau MAP 60 mmHg dan urin
dipertahankan > 30 ml/jam. Dapat digunakan vasopresor seperti dopamin
dengan dosis > 8 mcg.kgBB/menit, norepinefrin 0.03-1.5 mcg/kgBB/menit ,
fenilefrin 0.5-8 mcg/kgBB/menit atau epinefrin 0.1-0.5 mcg.kgBB/menit. Bila
terdapat disfungsi miokard, dapat digunakaan inotropik seperti dobutamin
dengan dosis 2-28 mcg/kgBB/menit, dopamin 3-8 mcg/kgBB/menit, epinefrin
0.1-0.5 mcg/kgBB/menit, atau fosfodiesterase inhibitor (amrinon dan milrinon)

62
o Transfusi komponen darah sesuai indikasi
o Koreksi gangguan metabolik : elektrolit, gula darah dan asidosis
metabolik(secara empiris dapat diberikan bila pH<7.2 atau bikarbonat serum <
9 mEq/l, dengan disertai upaya perbaikan hemodinamik)
o Nutrisi yang adekuat
o Terapi suportif terhadap gangguan fungsi gunjal
o Kortikosteroid bila ada kecurigaan insufisiensi adrenal
o Bila terjadi KID dan didapatkan bukti terjadinya tromboemboli, dapat
diberikan heparn dengan dosis 100 IU/kgBB bolus, dilanjutkan 15-25
IU/kgBB/jam dengan infus kontinu, dosis lanjutan disesuaikan untuk mencapai
target aPTT 1.5-2 kali kontrol atau antiogulan lainnya.

Komplikasi
Gagal napas, gagal ginjal, gagal hati, KID, renjatan septik ireversibel

Prognosis
Dubia ad malam

63
INTOKSIKASI OPIAT
Pengertian
Intoksikasi akibat penggunaan obat golongan opiat : morfin, petidin, heroin, opium,
pentazokain, kodein, loperamid, dekstrometorfan

Diagnosis
Anamnesis : informasi mengenai seluruh obat yang digunakan, sisa obat yang ada
Pemeriksaan Fisi : pupil miosis-pin point pupil, depresi napas, penurunan kesadaran,
nadi lemah, hipotensi, tanda edema paru, needle track sign, sianosis, spasme saluran
cerna dan bilier, kejang

Laboratorium : opiat urin positif atau kadar dalam darah tinggi

Diagnosis banding
Intoksikasi obat sedatif : barbiturat, benzodiazepin, etanol

Pemeriksaan penunjang
Opiat urin/darah, AGD, elektrolit, gula darah, rontgen toraks

Terapi
A. Penanganan kegawatan : resusitasi A-B-C (airway, breathing,circulation) dengan
memperhatikan prinsip kewaspadaan universal. Bebaskan jalan napas, berikan
oksigen sesuai kebutuhan, pemasangan infus dan pemberian cairan sesuai kebutuhan
B. Pemberian antidot nalokson
1. Tanpa hipoventilasi : dosis awal diberikan 0.4 mg IV pelan – pelan atau
diencerkan
2. Dengan hipoventilasi : dosis awal diberikan 1-2 mg IV pelan – pelan atau
diencerkan
3. Bila tidak ada respon, diberikan nalokson 1-2 mg IV tiap 5 – 10 menit hingga
timbul respons (perbaikan kesadaran, hilangnya depresi pernapasan, dilatasi

64
pupil) atau telah mencapai dosis maksimal 10mg. Bila tetap tak ada respon,
diagnosis intoksikasi opiat perlu dikaji ulang.
4. Efek nalokson berkurang dalam 20-40 menit dan pasien dapat jatuh kedalam
keadaan overdosis kembali, sehingga perlu pemantauan ketat tanda vital,
kesadaran dan perubahan pupil selama 24 jam. Untuk pencegahan dapat
diberikan drip nalokson satu ampul dalam 500 ml D5% atau NaCl 0.9%
diberikan dalam 4-6 jam
5. Simpan sampel urin untuk pemeriksaan opiat urin dan lakukan rontgen toraks
6. Pertimbangan pemasangan ETT bila : pernapasan tak adekuat setelah pemberian
nalokson yang optimal, oksigenasi kurang meski ventilasi cukup atau
hipoventilasi menetap setelah 3 jam pemberian nalokson yang optimal
7. Pasien dipuasakan 6 jam untuk menghindari aspirasi akibat spasme pilorik, bila
diperlukan dapat dipasang NGT untuk mencegah aspirasi atau bilas lambung
pada intoksikasi opiat oral
8. Activated charcoal dapat diberikan pada intoksikasi peroral dengan memberikan
240 ml cairan dengan 30 gram charcoal, dapat diberikan sampai 100 gram
9. Bila terjadi kejang dapat diberikan diazepam IV 5-10 mg dan dapat diulang bila
perlu.
Pasien dirawat untuk penilaian keadaan klinis dan rencana rehabilitasi

Komplikasi
Aspirasi, gagal napas, edema paru akut

Prognosis
Dubia

65
INTOKSIKASI ORGANOFOSFAT

Pengertian :
Intokskasi akibat zat yang mengandung organofosfat

Diagnosis
Anamnesis : riwayat minum/kontak dengan zat yang mengandung organofosfat, muntah

Pemeriksaan Fisis : bradikardia, pupil miosis, penurunan kesadaran, tanda – tanda


aspirasi
Laboratorium : pemeriksaan bahan muntah atau darah mengandung organofosfat

Diagnosis banding
-

Pemeriksaan penunjang
DPL. Elektrolit, rontgrn toraks, EKG, Pemeriksaan organofosfat

Terapi
- Bilas lambung melalui NGT
- Atropinisasi

Komplikasi
Gagal napas, blok AV

Prognosis
Dubia

66
PENYAKIT GINJAL KRONIK

Pengertian
Kriteria :
1. Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa kelainan struktur
atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glumerulus (LFG),
berdasarkan :
- Kelainan patologik atau
- Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelianan pada komposisi darah atau urin atau
kelainan pada pemeriksaan pencitraan
2. LFG < 60 ml/menit/1.73 m² yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, dengan atau
tanpa kerusakan ginjal.

Diagnosis
- Anamnesis : lemas, mual, muntah, sesak nafas, pucat, BAK berkurang
- Pemeriksaan Fisis : anamesis, kulit kering, edema tungkai atau palpebra, tanda
bendungan paru
- Laboratorium : gangguan fungsi ginjal

Batasan dan Stadium Penyakit Kronik

LFG Dengan kerusakan tanpa kerusakan


(ml.menit/1,73 Ginjal Ginjal
m²) dengan tanpa dengan tanpa
hipertensi hipertensi hipertensi hipertensi
≥ 90 1 1 hipertensi "Normal"

0 - 89 2 2 hipertensi ↓ LFG

0 - 59 3 3 + ↓ LFG 3

5 - 29 4 4 3 4
< 15 (atau
dialisis) 5 5 4 5

67
Diagnosis Banding
Gagal ginjal akut

Pemeriksaan Penunjang
DPL, ureum, kreatinin,UL, CCT ukur, elektrolit (Na, K, Cl, Ca, P, Mg),
Profil lipid, asam urat, gula darah, AGD, SI, TIBC, feritin serum, kormon PTH,
albumin, globulin, USG ginjal, pemeriksaan imunologi, hemostasis lengkap, foto polos
abdomen, renogram, foto thoraks, EKG, ekokardiografi, biopsi ginjal, HbsAG, Anti
HCV, anti HIV

Terapi
Non farmakologis :
♣ Pengaturan asupan protein :
- Pasien non dialisis 0.6-0.75 gram/kgBB ideal/hari sesuai dengan CCT dan
toleransi pasien
- Pasien hemodialisis 1-1.2 gram/kgBB ideal/hari
- Pasien peritoneal dialisis 1.3 gram/kgBB/hari
♣ Pengaturan asupan kalori : 3 kal/kg/BB ideal/hari
♣ Pengaturan asupan lemak : 30 – 40 % dari kalori total dan mengandung jumlah yang
sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
♣ Pengaturan asupan karbohidrat : 50 – 60% dari kalori total
♣ Garam (NaCl) : 2 – 3 gram/hari
♣ Kalsium : 1400 – 1600 mg/hari
♣ Fosfor : 5 – 10 mg/kgBB/hari. Pasien HD : 17 mg/hari
♣ Kalsium : 1400-1600 mg/hari
♣ Besi : 10 – 18 mg/hari
♣ Magnesium : 200-300 mg/hari
♣ Asam folat pasien HD : 5 mg
♣ Air : jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss)

68
Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar. Kenaikan berat
badan di antara waktu HD < 5% BB kering
Farmakologis :
♣ Kontrol tekanan darah :
- Penghambat ACE atau antagonis reseptor angiotensin II  evaluasi kreatinin
dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35 % atau timbul
hiperkalemi harus dihentikan.
- Penghambat kalsium
- Diuretik
♣ Pada pasien DM, kontrol gula darah  hindari pemakaian metformin dan obat –
obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0.2 di
atas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%
♣ Koreksi anemia dengan target Hb 10 -12 g/dl
♣ Kontrol hiperfosfatemi : kalsium karbonat atau kalsium asetat
♣ Kontrol osteodistrofi renal : kalistriol
♣ Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO, 20 – 22 mEq/l
♣ Koreksi hiperkalemi
♣ Kontrol dislipidemia dengan target LDL<100 mg/dl, dianjurkan golonga statin
♣ Terapi ginjal pengganti

Komplikasi
Kardiovaskular, gangguan keseimbangan asam basa, cairan dan elektrolit, osteodistrofi
renal, anemia

Prognosis
Dubia

69
HIPERTENSI

Pengertian :
Tekanan darah yang sama atau melebhi 140 mmHg sistolik dan/atau sama atau melebihi
90 mmHg diastolik pada seseorang yang tidak sedang makan obat antihipertensi

Klasifikasi Tekanan Darah Berdasrkan JNC VII :


_______________________________________________________________________
_
Klasifikasi TD Sistolik TD diastolik
(mmHg) (mmHg)
_______________________________________________________________________

Normal < 120 dan < 80


Pre- hipertensi 120 – 139 atau 80 –
89
Hipertensi stage 1 140 – 159 atau 90 –
99
Hipertensi stage 2 ≥ 160 atau ≥ 100
_______________________________________________________________________

Diagnosis
 Klasifikasi berdasarkan hasi rata – rata pengukuran tekanan darah yang dialkukan
minimal 2 kali tiap kunjungan pada 2 kali kunjungan atau lebih dengan
menggunakan cuff yang meliputi minimal 80% lengan ata pada pasien dengan
posisi duduk dan telah beristirahata 5 menit.
 Tekanan sistolik = suara fase 1 dan tekanan diastolik = suara fase 5
 Pengukuran pertama harus pada kedua sisi lengan untuk menghindarkan kelainan
pembuluh darah perifer
 Pengukuran tekanan darah pada waktu berdiri diindikasikan pada pasien dengan
risiko hipotensi postural (lanjut usia, pasien DM, dll)
 Faktor risiko kardiovaskular
- Hipertensi
70
- Merokok
- Obesitas (IMT > 30)
- Inaktivitas fisik
- Dislipidemia
- Diabetes melitus
- Mikroalbuminuria ata LFG < 60 ml/menit
- Usia (laki – laki > 55 tahun, perempuan > 65 tahun
- Riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular dini ( laki – laki < 55 tahun
atau perempuan < 65 tahun)
 Kerusakan organ sasaran :
- Jantung : hipertrofi ventrikel kiri, angina atau riwayat infark miokard, riwayat
revaskularisasi koroner, gagal jantung
- Otak : strok atau transient ischemic attack (TUA)
- Penyakit ginjal kronik ’penyakit ateri perifer
- Retinopati
 Penyebab hipertensi yang telah diidentifikasi : sleep apnea, alkibat obat atau
berkaitan dengan obat, penyakit ginjal kronik dan sindrom Cushing,
feokromositoma, koarktasi aorta, penyakit tiroid atau paratiroid

Diagnosis Banding
peningkatan tekanan darah akibat white coat hypertansion, rasa nyeri, peningkatan
tekanan intraserebral, ensefalitis, akibat obat, dll

Pemeriksaan Penunjang
Utrinalisis, tes fungsi ginjal, gula darah, elekrolit, profil lipid, foto thoraks, EKG, sesuai
penyakit ppenyerta : asam urat, aktivitas renin plasma, aldosteron, katekolamin, urin,
USG pembuluh darah besar, USG ginjal, akekordiografi

71
Terapi :
 Pada penggunaan penghambat ACE atau antagonis reseptor All : evaluasi kreatinin
dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35% atau timbul
hiperkalemi harus dihentikan.
 Kondisi khusus lain :
 Obesitas dan sindrom metabolik (tedapat 3 atau lebih keadan berikut : lingkar
pinggang laki – laki > 102 cm atau perempuan > 89 cm, toleransi glukosa
terganggu dengan gula darah puasa ³110 mg/dl, tekanan darah minimal 130/85
mmHg, trigliserida tinggi ³150 mg/dl, kolesterol HDL rendah < 40 mg/dl pada
laki – laki atau < 50 mg/dl pada perempuan)  modifikasi gaya hidup yang
intensif dengan pilihan terapi utama golongan penghambat ACE. Pilihan lain
adalah antagonis reseptor All, penghambat kalsium, dan penghambat α
 Hipertrofi ventrikel kiri  tatalaksana tekanan darah yang agresif termasuk
penurunan berat badan, retriksi asupan natrium dan terapi dengan semua kelas
antihipertensi kecuali vasodilator langsung, hidralazin dan minoksidil
 Penyakit arteri perifer  semua kelas anti hipertensi, tatalaksana faktor risiko
lain, dan pemberian aspirin.
 Lanjut usia, termasuk penderita hipertensi sistolik terisolasi  diuretika (tiazid)
sebagai lini pertama, dimulai dengan dosis rendah 12.5 mg/ari. Penggunaan obat
antihipertensi lain dengan mempertimbangkan penyakit penyerta
 Kehamilan  pilihan terapi adalah golongan metildopa, penyekat reseptor β,
antagonis kalsium dan vasodilator. Penghambat ACE dan antagonis reseptor AH
tidak boleh digunakan selama kehamilan

Komplikasi
Hipertrofi ventrikel kiri, proteinuria dan gangguan fungsi ginjal, ateroskleosis pembuluh
darah, retinopati, stroke atau TIA, infark miokard, angina poctoris, gagal jantung.

Prognosis
Bonam

72
KRISIS HIPERTENSI

Pengertian :
Krisis Hipertensi :
Keadaan hipertensi yang mememrlukan penurunan tekanan darah segera karena akan
mempengaruhi keadaan pasien selanjutnya. Tingginya tekanan darah bervariasi yang
terpenting adalah cepat naiknya tekanan darah. Dibagi menjadi dua :
1. Hipertensi Emergency : situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah
yang segera dengan obat antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan
organ target akut atau progresif
2. Hipertensi urgency : situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang
bermakna tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target progresif
dan tekanan darah perlu diturunkan dalam beberapa jam

Diagnosis :
Anamnesis : Riwayat hipertensi dan terapinya, kepatuhan minum obat pasien, tekanan
darah rata – rata, riwayat pemakaian obat – obat simptomimetik dan steroid, kelainan
hormonal, riwayat penyakit kronik lain, gejala – gejala serebral, jantung, dan gangguan
penglihatan

Pemeriksaan fisis : tekanan darah pada kedua ekstremitas, perabaan denyut nadi
perifer, bunyi jantung, bruit pada abdomen, adanya edema atau tanda penumpukan
cairan, funduskopi dan status neurologis.

Laboratorium : sesuai dengan penyakit dasar, penyakit penyerta dan kerusakan organ
target.

Diagnosis banding
Penyebab hipertensi emergency :
Hipertensi maligna terakselerasi dan papiledema

73
• Kondisi serebrovaskular : ensefalopati hipertensi, infark otak aterotrombotik
dengan hipertensi berat, perdarahan intraserebral , perdarahan subarahnoid dan
trauma kepala
• Kondisi jantung : diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut, infark miokard akut,
pasca operasi bypass koroner
• Kondisi ginjal : GN akut, hipertensi renovaskular , krisis renal karena penyakit
kolagen- vaskular, hipertensi berat pasca transplantasi ginjal
• Akibat katekolamin di sirkulasi : krisi feokromositoma, interaksi makanan atau obat
dengan MAO inhibitor, penggunaan obat simpatomimetik , mekanisme rebound
akibat penghentian mendadak obat antihipertensi, hiperrefleksi otomatis pasca
cedera korda spinalis
• Eklamsia
• Kondisi bedah : hipertensi berat pada pasien yang memerlukan operasi segera,
hipertensi pasca operasi, perdarahan pasca operasi dari garis jahitan vaskular
• Luka bakar berat
• Epistaksis berat
• Thrombotic thrombacytopenic perpura

Pemeriksaan penunjang
DPL, urinalisis, ureum, kreatinin, gula darah, elektrolit, EKG. Pemeriksaan khusus
sesuai indikasi : foto toraks, ekokardiografi, aktivitas renin plasma, aldosteron,
metnefrin/katekolamin, USG, abdomen, CT-Scan dan MRI

Terapi
Target terapi hipertensi emergency sampai tekanan darah diastolik kurang lebih 110
mmHg atau berkurangnya mean arterial blood pressure 25% (pada stroke penurunan
hanya boleh 20% dan khusus pada stroke iskemik, tekanan darah baru diturunkan
secara bertahap bila sangat tinggi > 220/130 mmHg) dalam waktu 2 jam. Setelah
diyakinkan tidak ada hipoperfusi organ, penurunan dapat dilanjutkan dalam 12-16 jam
selanjutnya sampai mendekati normal. Penurunan tekanan darah pada hipertensi urgency
dilakukan secara bertahap dalam waktu 24 jam.

74
Hipertensi urgency

Obat Dosis Awitan Lama kerja

6,25-50 mg per oral atau


Kaptopril sublingual bila tidak dapat 15 menit 4 - 6 jam
menelan
Dosis awal per oral 0,15 mg
Klonidin selanjutnya 0,15 mg tiap jam 0,5 – 2 jam 6 - 8 jam
dapat diberikan sampai
dengan dosis total 0,9 mg
Labetalol 100- 200 mg per oral 0,5 – 2 jam 8 -12 jam

furosemid 20 – 40 mg per oral 0,5 – 1 jam 6 - 8 jam

Hipertensi emergency

Obat Dosis Awitan Lama kerja

Diuretik : 20-40 mg, dapat diulang.


Hanya diberikan bila 5-15 menit 2-3 jam
furosemid terdapat retensi cairan
Vasodilator : Infus 5 – 100 mcg/menit.
Dosis awal 5 mcg/menit, 2-5 menit 5-10 menit
♣Nitrogliserin dapat ditingkatkan 5
mcg/menit tiap 3-5 menit
Bolus IV 10 mg
♣Diltiazem (0,25mg/kgBB), dilanjutkan
infus 5-10 mg/jam
6 ampul dalam 250 ml
♣klonidin cairan infus dosis
diberikan dengan titrasi
Infus 0,25-10
♣nitroprusid mcg/kgBB/menit Segera 1-2 menit
(maksimum 10 menit)

Komplikasi
Kerusakan organ target

Prognosis
Dubia

75
INFEKSI SALURAN KEMIH

Pengertian
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi akibat terbentuknya koloni kuman di saluran
kemih. Kuman mencapai saluran kemih melalui cara hematogen dan asending

Faktor risiko :
Kerusakan atau kelainan anatomi saluran kemih berupa obstruksi internal oleh jaringan
parut, endapan obat intratubular, refluks, instrumentasi saluran kemih, konstriksi arteri-
vena, hipertensi, analgetik, ginjal polikistik, kehamilan, DM atau pengaruh obat –
obatan esterogen

ISK sederhana/ tak berkomplikasi


ISK yang terjadi pada perempuan yang tidak hamil dan tidak terdapat disfungsi
struktural ataupun ginjal

ISK berkomplikasi :
ISK yang berlokasi selain di vesika urinaria. ISK pada anak – anak, laki – laki atau ibu
hamil

Diagnosis
Anamnesis : ISK bawahh frekuensi, disuria terminal, polakisuria, nyeri suprapubik.
ISK atas : nyeri pinggang, demam, menggigil, mual dan muntah, hematuria

Pemeriksaan fisis : febris, nyer tekan suprabubik, nyeri ketok sudut kostovertebra
Laboratorium : lekositosis, lekosituria, kulturnurin (+) : bakteriuria > 105 ml urin

Diagnosis banding
ISK sederhana, ISK berkomplikasi

76
Pemeriksaan penujang
DPL, urinalisis, kultur urin dan tes resistensi kuman, tes fungsi ginjal, gula gdarah, foto
BNO-IVP, USG Ginjal

Terapi
Nonfamakologis
• Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik
• Menjaga hygiene genitalia eksterna
Farmakologis
• Antimikroba berdasarkan pola kuman yang ada ; Bila hasil tes resistensi kuman
sudah ada, pemberian antimikroba disesuaikan

Tabel 1.A Antimikroba pada ISK bawah tak berkomplikasi


______________________________________________________________________
Antimikroba Dosis Lama terapi
______________________________________________________________________
Trimetoprim – sulfametoksazol 2 x 160/800mg 3 hari
Trimetoprim 2 x 100 mg 3 hari
Siprofloksasin 2 x 100-250 mg 3 hari
Levofloksasin 2 x 250 mg 3 hari
Sefiksim 1 x 400 mg 3 hari
Sefpodoksim proksetil 2 x 100 mg 3 hari
Nitrofurantoin makrokristal 4 x 50 mg 7 hari
Nitrofurantoin monohidrat 2 x 100 mg 7 hari
Makrokristal
Amoksisilin/klavulanat 2 x 500 mg 7 hri
______________________________________________________________________

Tabel 2. Obat parenteral pada ISK atas akut berkomplikasi


______________________________________________________________________
Antimikroba Dosis Lama terapi
______________________________________________________________________
Sefepim 1 gram 12 jam
Siprofloksasin 400 mg 12 jam
Levofloksasin 500 mg 24jam

77
Ofloksasin 400 mg 12 jam
Gentamisin (+ampisilin) 3-5mg/kgBB 24 jam
1 mg/kgBB 8 jam
Ampisilin (+gentamisin) 1-2 gram 6 jam
Tikarsilin – klavulanat 3,2 gram 8 jam
Piperasilin – tazobaktam 3,375 gram 2-8 jam
Imipenem-silastatin 250-500 mg 6-8 jam
______________________________________________________________________

ISK pada perempuan

Perempuan dengan keluhan disuria


dan sering BAK

Pengobatan selama 3 hari

Follow up selama 4 – 7 hari

Tak bergejala Bergejala

Keduanya negatif Piuria tanpa Piuria dengan


Tak perlu bakteriuria atau tanpa
intervensi lebih
lanjut bakteriuria

Observasi, pengobatan Pengobatan Pengobatan


dengan analgetika untuk kuman diperpanjang
saluran kemih klamidia

• ISK tak bergejala pada perempuan menopause tidak perlu pengobatan


• ISK pada perempuan hamil tetap diberikan pengobatan meski tidak bergejala

78
• Pengobaan untuk ISK pada laki – laki usia < 50 tahun harus diberikan selama 14
hari ; usia > 50 tahun pengobatan selama 4 – 6 minggu
• Infeksi jamur kandida diberikan flukonazol 200-400 mg/hari selama 14 hari, bila
infeksi terjadi pad pasien dengan kateter, kateter dicabut lalu dilakukan irigasi
kandung kemih dengan amfoterisin selama 5 hari.

ISK Berulang

Riwayat ISK
berulang

Gejala ISK
baru

Pengobatan
3 hari

Follow up selama
4 – 7 hari

Pengobatan berhasil Pengobatan gagal

Pasien dengan Infeksi kuman infeksi kuman


reinfeksi berulang resistensi peka antimikron
antimikroba

Terapi dosis tinggi


Calon untuk terpai
Terapi 3 hari selama 6 minggu
jangka panjang
untuk kuman yang
dosis rendah 79
peka
• Terapi jangka panjang : trimetoprim – sulfametoksaszol dosis rendah (40-
200mg) tiga kali seminggu setiap malam, fluorokuinolon dosis rendah,
nitrofurantoin makrokristal 100 mg tiap malam. Lama pengobatan 6 bulan dan
bilaperlu dapat diperpanjang 1 – 2 tahun lagi.

Komplikasi
Batu saluran kemih, obstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi kuman yang mutiresisten,
gangguan fungsi ginjal

Prognosis
Bonam

80
DEHIDRASI

Pengertian :
Berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa hilangnya air lebih banyak dari natrium
(dehidrasi hipertonik), atau hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama
(dehidrasi isotonik) atau hilangnya natrium leih banyak dari pada hilangnya air
(dehidrasi hipotonik)

Diagnosis
 Riwayat asupan yang kurang atau hilangnya cairan yang berlebihan melalui panas,
keringat, takipnea, muntah atau diare, jumlah urin sedikit (< 30 cc/jam)
 Pada pemeriksaan fisik terdapat gangguan kesadran, hipotensi dan jumlah urin
sedikit
 Rasio ureum/kreatini < 25, umumnya kadar natrium plasma > 145 mMol/L, BJ urin-
dan osmolalitas serum > 290mOsm/L

Diagnosis banding
-
Pemeriksaan penunjang
Ureum, kreatinin, kadar Natrium plasma, osmolaritas, CVP, BJ urin

Terapi
 Cairan kristaloid secukupnya. Pemberian harus hati – hati utnuk mencegah
kelebihan cairan dan hiponatremia
 Jumlah cairan yang dibutuhkan dapat dihitung dengan rumus :
o Defisit cairan : cairan tubuh total (TBW) yang diinginkan – TBW saat ini
o TBW yang diinginkan : kadar Na/140 x TBW saat ini
o TBW saat ini = 50% x berat badan pada wanita 45% x berat badan
 Pada dehidrasi rigan dapat diberikan terapi cairan per oral 1500 – 2500 ml/24 jam
(30ml/kgBB/24jam) untuk kebutuhan dasar / pemeliharaan, ditambah penggantian
defisit cairan dan kehilangan cairan yang masih berlangsung.

81
 Menghiting kebutuhan cairan sehari, dilakukan tiap hari
 Pada pasien dehidrasi yang memerlukan cairan infus dapat diberikan NaCl 0.9%
atau dextrose 5% dengan kecepatan 25-30% dari jumlah cairan total perhari
(termasuk kebutihan dasar + defisit) pada dehidrasi isotonik, sedangkan pada
dehidrasi hipernatremik diberikan NaCl 0.9% dengan keceatan 45%

Komplikasi
Gagal ginjal, delirium

Prognosis
Dubia ad bonam

82
INSTABILITASI DAN JATUH

Pengertian :
♣ Ketidakmampuan seseorang untuk mempertahankan pusat kekuatan antigrativikasi
tubuh pada dasar penyangga tubuh (kaki, saat berdiri)
♣ Kondisi ini sering merupakan keluhan utama yang menyebabkan pasien datang
berobat (yaitu keluhan utama dari penyakit – penyakit yang juga bisa mencetuskan
sindrom delirium akut (acute confusional state)

Diagnosis :
Subyektif : terdapat keluhan seperti akan jatuh, disertai/tanpa dizziness, vertigo, rasa
bergoyang, rasa tidak percaya diri untuk transfer atau mobilisasi mandiri atau terdapat
riwayat ”jatuh”.

Obyektif : Terdapat faktor intrinsik dan ekstrinsik yang merupakan faktor risiko.
• Faktor risiko intrinsik, antara lain : gangguan penglihatan, gangguan pendengaran
spondilo-artrosis servikalis, gangguan alat keseimbangan, hiperagresasi trombosit,
hiperkoagulasi, gagal jantung infark miokard, infeksi sitemik, DM dan/atau
hipertensi (terutama jika tak terkontrol), hemiparese atau monoparese inferior,
gangguan metabolik, OA genu, plantar faccilitis, kelemahan quadriceps femoris,
penyakit atau sindrom Parkinson, demensia, gangguan syaraf lain.
• Faktor risiko ekstrinsik : antara lain lantai licin, alas kaki, permukaan lantai/tanah
yang tidak rata, alas kali yang tak sesuai, kain/pakaian bagian bawah tubuh yang
terjuntai.

Diagnosis Banding
-

Pemeriksaan Penunjang
Diperlukan untuk membantu mengidentifikasi faktor risiko, menemukan
penyebab/pencetus :

83
• Elektrolit darah, terutama natrium dan kalium
• Analisis gas darah, foto toraks, foto vertebrae, foto sendi terkait (genu, ankle), EKG
• Ureum dan kreatinin darah, hemostase, agresgasi trombosit
• Gula darah, urin lengkap, kultur urin (MoR)
• Lakukan pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi defisit neurologis fokal, adalah
SVD atau TIA
• Identifikasi faktor domisili (lingkungan tempat tinggal)

TERAPI
• Identifikasi faktor risiko intrinsik dan ekstrinsik
• Terapi selanjutnya tergantung faktor risiko yang ditemukan
• Koreksi gangguan penglihatan dan atau pendengaran
• Latihan desensitasi faal keseimbangan
• Anti agregasi trombosit : antikoagulan
• Atasi infeksi sistemik : atasi gagal jantung; atasi infark miokard
• Atasi artrosis sendi yang ada ; latihan peningkatan kekuatan otot
• Rehabilitasi defisit neurologik yang ada
• Modifikasi lingkungan tempat tinggal

Komplikasi
Fraktur femur, tangan, vertebra, memar jaringan lunak, isolasi dan depresi, imobilisasi

Prognosis
Baik

84
INFEKSI HIV/AIDS

Pengertian :
Pasien yang terbukti terinfeksi HIV dari pemeriksaan penunjang

Diagnosis
Adanya faktor risiko penularan
Diagnosis HIV : tes ELISA 3 kali raktif dengan reagen yang berbeda
Stadium WHO :
• Stadium 1
′ Asimtomatik, limfadenopati generalisata
• Stadium 2
′ Berat badan turun < 10%
′ Manifestasi mukokutan minor (dermatitis seboroik, prurigo, infeksi jamur kuku,
ulkus oral rekuren, cheilitis angularis)
′ Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
′ Infeksi saluran napas atas rekuren
• Stadium 3
′ Berat badan turun > 10 %
′ Diare yang tidak diketahui penyebab > 1 bulan
′ Demam berkepanjangan (intermitena atau konstan). > 1 bulan
′ Kandidiasis oral
′ Oral hairy leucoplakia
′ Tuberculosis paru
′ Infeksi bakteri berat (pneumonia, piomiositis)
• Stadium 4
′ HIV wasting syndrome
′ Pneumonia pneumocystis carinii
′ Toksoplasma serebral

85
′ Kriptosporidiosis dengan diare > 1 bulan
′ Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa atau kelenjar getah bening
(misalnya renitis CMV)
′ Infeksi herpes simpleks, mukokutan (>1 bulan) atau visceral
′ Progressive multifocal leucoencephalopathy
′ Mikosis endemic diseminata
′ Keandidiasis esophagus, trakea dan bronkus
′ Mikobakteriosis atipik, diseminata atau paru
′ Septikemia salmonella non-tifosa
′ Tuberkulosis ekstrapulmoner
′ Limfoma
′ Sarkoma kaposi
′ Ensefalopati HIV

Diagnosis Banding
Penyakit imunodefisiensi primer

Pemeriksaan Penunjang
′ Anti HIV ELISA
′ Anti HIV Western Blot
′ Antigen p-24
′ Hitung CD4
′ Jumlah virus HIV dengan RNA-PCR
′ Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis infeksi oportunitik

Terapi
′ Konseling
′ Terapi suportif
′ Terapi infeksi oportunitikdan pencegahan infeksi oportunitik
′ Terapi antiretrovirus kombinasi, efek samping dan penanganannya

86
′ Vaksinasi pada penderita HIV/AIDS
′ Terapi pasca paparan HIV (post-exposure prophylaxis)
′ Penatalaksanaan infeksi HIV pada kehamilan
′ Penatalaskanaan koinfeksi HIV dengan Hematitis C dan Hepatitis B

Komplikasi
Infeksi oportunitik, kanker terkait HIV dan manifestasi HIV pada organ lain.

Prognosis
Tergantung stadium penyakit

87
RENJATAN ANAFILAKSIS

Pengertian :
Keadaan gawat darurat yang ditandai dengan (hipotensi) penurunan tekanan darah
sistolik < 90 mmHg akibat respons hipersensitivitas tipe I (adanya reaksi antigen
dengan antobodi Ig E)
DIAGNOSIS
Hipotensi, takikardia, akral dingin, oliguria yang dapat disertai gejala klinis lain berupa :
 Reaksi sistemik ringan : rasa geli/gatal serta hangat, rasa penuh di mulut dan
tenggorokan, hidung tersumbat dan terjadi edema disekitar mata, kulit gatal, mata
berair, bersin – bersin, onset biasanya 2 jam setelah paparan antigen
 Reaksi sistemik sedang : seperti reaksi sistemik ringan, ditambah spasme bronkus
dan atau saluran edema saluran napas, sesak, batuk mengi, angiodema, urtikaria
menyeluruh, mual muntah, gatal badan terasa hangat, gelisah, onset seperti reaksi
anafilaksis ringan
 Reaksi sistemik berat : terjadi mendadak, seperti reaksi sistemik ringan dan sedang
yang bertambah berat. Spasme bronkus, edema laring, suara serak, stridor, sesak
napas, sianosis, henti napas. Edema dan hipermotilitas saluran cerna sehingga sakit
menelan, kejang perut, diare dan muntah. Kejang uterus, kejang umum. Gangguan
kardiovaskuler, aritmia jantung, koma.

Pemeriksaan banding
Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik

Pemeriksaan penunjang
Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, analisis gas darah, EKG

Terapi
A. Untuk renjatan
1. Adrenalin larutan 1 : 1000, 0.3 – 0.5 ml subkutan/intramuskular pada lengan atas
atau paha. Bila rejatan anafilaksis disebabkan sengatan serangga berikan suntikan

88
adrenalin kedua 0.1- 0.3ml pada tempat sengatan kecuali bila sengatan di kepala,
leher, tangan dan kaki. Dapat dilanjutkan dengan infus adrenalin 1 ml (1mg)
dalam dekstrosa 5% 250 cc dimulai dengan kecepatan 1 ug/menit dapat
ditingkatkan sampai 4 ug/menit sesuai keadaan tekanan darah. Hati – hati pada
orang tua dengan kelainan jantung atau gangguan kardiovaskular lainnya.
2. Pasang tourniqet proksimal dari suntikan atau sengatan serangga, dilonggarkan
1-2 menit setiap 10 menit
3. O2 bila sesak, mengi, sianosis 3-5 l/menit dengan sungkup atau kanul nasal
4. Antihistamin intravena, intramuskular atau oral
Rawat ICU bila dengan tindakan diatas tidak membaik, dilanjutkan dengan terapi :
1. IVFD dekstrosa 5% dalam 0.45% NaCl 2-3 l.m2 permukaan tubuh
2. Dopamin 0.3 – 1.2 mg/kgBB/jam bila tekanan darah tidak membaik
3. Kortikosteroid 7-10 mg hidrokortison/kgBB intravena dilanjutkan 5 mg/kgBB tiap
6 jam, yang dihentikan setelah 72 jam

B. Bila disertai spasme bronkus maka dapat diberikan :


1. Agonis Inhalasi beta-2
2. Jika spasme bronkus menetap Aminofilin 4-6 mg/kgBB dilarutkan dalam NaCl
0.9% 10 ml diberikan perlahan – lahan dalam 20 menit , bila perlu dilanjutkan
dengan infus aminofilin 0.2-1.2 mg/kgBB/jam

C. Bila disertai edema hebat saluran napas atas :


Intubasi dan trakeostomi

D. Pemantauan paling sedikit 24 jam

Komplikasi
Renjatan ireversibel, multi organ failure

Prognosis
Tergantung organ yang terlibat dan beratnya gejala

89
DISPEPSIA

Pengertian :
Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri atas nyeri ulu hati,
mual, kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang dan sendawa

Diagnosis
Anamnesis terdapatnya kumpulan gejala tersebut diatas :

Diagnosis Banding
• Penyakit refluks gastroesofageal
• Irritable Bowel Syndrome
• Karsinoma saluran cerna bagian ata
• Kelainan pankreas dan kelainan hati

Pemeriksaan Penunjang
Endoskopi saluran cerna bagian atas dan biopsi, pemeriksaan terhadap adanya infeksi
Helicobacter pylori, pemeriksaan fungsi hati, amilase dan lipase, fosfatase alkali dan
gamma GT, USG Abdomen

Terapi
• Suprtif; nutrisi
• Pengobatan empirik selama 4 minggu
• Pengobatan berdasarkan etiologi

Komplikasi
Tergantung etiologi dispepsia

90
HEMATEMESIS MELENA

Pengertian :
Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam ter yang berasal dari saluran cerna
bagian atas. Melena yaitu buang air besar berwarna hitam ter yang berasal dari saluran
cerna bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna
di atas (proksimal) ligamentum Treitz, mulai dari jejunum proksimal, duodenum, gaster
dan esophagus

Diagnosis
Muntah dan BAB darah warna hitam tersindrom sispepsia, bila ada riwayat makan obat
NSAID, jamu pegal linu, alkohol yang menimbulkan erosi/ulkus peptikum, riwayat sakit
kuning/hepatitis. Keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, dapat disertai
gangguan kesadaran (prekoma/koma hepatikum), dapat terjadi syok hipovolemik

Diagnosis banding
Hemoptoe, hematoskezia

Pemeriksaan penunjang
Darah perifer lengkap, hemostasis lengkap atau masa perdarahan, masa pembekuan,
masa protrombin, elektrolit (Na,K,Cl), pemeriksaan fungsi hati (cholinesterase,
albumin/globulin, SGOT/SGPT, petanda hepatitis B dan C), endoskop SCBA diagnostik
atau foto rontgen OMD, USG hati

Terapi
Nonfarmakologis : tirah barang, puasa, diet hati/lambung, pasang NGT untuk
dekompresi, pantau perdarahan
Farmakologis :
• Transfusi darah PRC (sesuai perdarahan yang terjadi dan Hb). Pada kasus varises
transfusi sampai Hb 10 gr%, pada kasus non varises transfusi samapai Hb 12 gr%

91
• Sementara menunggu darah dapat diberikan pengganti plasma (misalnya
dekstran/hemacel) atau NaCl 0.9& atau RL
• Untuk penyebab nan varises :
1. injeksi antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton
2. Sitoprotektor : sukralfat 3-4 x 1 gram atau Teprenon 3 x 1 tab
3. Antasida
4. Injeksi vitamin K untuk pasien dengan penyakit hati kronis atau sirosis hati
• Untuk penyebab varises
1. Somatostatin bolus 250 ug + drip mikro g/jam intravena atau ocreotide
(sandostatin) 0.1 mg/2 jam. Pemberian diberikan sampai perdarahan berhenti atau
bila mampu diteruskan 3 hari setelah skleroterapi/ligasi varises esofagus.
2. Propanolol, dimulai dosis 2 x 10 mg dosis dapat ditingkatkan sampai tekanan
diastolik turun 20 mmHg atau denyut nadi turun 20% (setelah keadaan stabil 
hematemesis melena(-)
3. Isosorbid dinitrat/mononitrat 2 x 1 tablet/hari  setelah KU stabil
4. Metoklorpramid 3 x 10 mg/hari
• Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai keadaan
• Pada pasien dengan pecah varises/peyakit hati kronik/sirosis hati diberikan :
1. Laktulosa 4 x 1 sendok makan
2. Neomisin 4 x 500 mg
Obat ini diberikan sampai tinja normal
Prosedur bedah dilakukan sebagai tindakan emergensi atau elektif. Bedah emergensi di
indikasikan bila pasien masuk dalam keadaan gawat I-II

Komplikasi
Syok hipovelemik, as[irasi pneumonia, gagal ginjal akut, sindrom hepatorenal, koma
hepatikum, anemia karena perdarahan

Prognosis
Dubia

92
SIROSIS HATI

Pengertian :
Penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya nekrosis, pembentukan
jaringan ikat disertai modul

Diagnosis :
• Pemeriksaan fisik : stigmata sirosis (palmar eritema, spider nevi) vena kolateral
dinding perut, ikterus, edema pretibial, asites, splenomegali
• Laboratorium : rasio albumin dan globulin terbalik

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium darah ( DPL,SGOT,SGPT,ALT, albumin, CHE,PT,seromarker hepatitits),
USG, biopsi hati, endoskopi,SCBA, analisis cairan asites

Terapi
• Istirahat cukup
• Diet seimbang (tergantung kondisi klinis)
• Roboransia
• Mengatasi penyulit

Komplikasi
Hipertensi portal, SBPhematemesis melena, sindrom hepatorenal, gangguan hemostasis,
ensefalopati hepatikum

Prognosis
Dubia ad malam

93

Anda mungkin juga menyukai