Anda di halaman 1dari 52

REFFERAT EKG

DISUSUN OLEH :
Jonathan Irlambang (42190332)
Darren Eduardo William (42190333)
Dimas Satrio Wicaksono (42190334)
Komang Srighandi Utami Uliana (42190335)

Pembimbing Klinik:
dr. Lidwina BR Tarigan, Sp.JP (K) (FIHA)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA—RS BETHESDA
YOGYAKARTA
2020
PENDAHULUAN
Elektrokardiogram (EKG atau ECG) ialah jenis grafik yang menggambarkan
aktivitas listik jantung. Secara khusus, EKG menggambarkan grafik yang menggambarkan
voltase dan waktu pada setiap detak jantung. EKG merupakan salah satu komponen penting
dalam penegakan diagnosis klinis dan penetapan managemen baik pada pasien rawat inap
maupun rawat jalan, karena grafik EKG dapat memberikan informasi kondisi klinis yang
penting pada setiap pasien. EKG dapat memberikan temuan tanda khusus penting pada pasien
dengan kondisi klinis mengancam jiwa seperti myocardial ischemia and infarction,
hyperkalemia atau hypokalemia berat, hipotermia, dan keracunan obat tertentu yang dapat
mencetus terjadinya cardiac arrest, pericardial (cardiac) tamponade dan kondisi
membahayakan jiwa lainnya.
Fungsi utama jantung ialah berkontraksi secara ritmik dan memompa darah dari
paru-paru (sirkulasi pulmonal) untuk oksigenasi dan selanjutnya memompa darah yang kaya
oksigen keseluruh tubuh (sirkulasi sistemik). Jumlah darah yang di pompa oleh jantung harus
disesuaikan untuk memenuhi berbagai kebutuhan metabolisme tubuh. Otot jantung dan
jaringan lainnya membutuhkan lebih banyak oksigen dan nutrisi individu sedang aktif
dibandingkan dengan saat istirahat. Autoregulasi merupakan bagian penting dalam memenuhi
kebutuhan oksigen dan nutrisi bagi jaringan. Kemampuan autoregulasi ini dapat dicapai
dengan perubahan kecepatan denyut jantung yang terutama dibawah pengaruh system saraf
otonom.
Sinyal untuk kontraksi jantung ialah penyebaran arus listrik yang alirkan melalui otot
jantung. Arus-arus ini diproduksi oleh sel-sel pacemaker dan system konduksi khusus dalam
jantung dan arus ini dapat pula dicetuskan oleh otot jantung itu sendiri.
Sel-sel pacemaker ialah sel-sel yang bekerja seperti jam kecil (secara teknis disebut
sebagai ossilator) yang secara otomatis mencetuskan stimulus listrik secara repetitive dengan
ritme tertentu. Sel-sel jantung lainnya, baik yang berfungsi sebagai jaringan konduksi dan
sebagai otot pemompa, memiliki fungsi seperti kabel yang dapat mengirimkan sinyal listrik
yang dicetuskan oleh pace maker.
Sel-sel jantung baik apapun itu memiliki sifat penting yang disebut dengan sifat
refraktoris. Istilah ini merujuk pada sifat sel-sel otot jantung dimana terdapat jeda waktu
pendek setelah menghantarkan stimulus atau menerima stimulus (depolarisasi), dimana sel-
sel ini tidak dapat langsung terdepolarisasi kembali karena harus kembali ke fase repolarisasi.
Sinyal inisiasi denyut jantung normalnya dimulai pada sel pacemaker pada sinus atau
sinoatrial (SA) node. Nodius ini terletak pada atrium kanan dekat dengan bukaan dari vena
cava superior. Nodus SA kecil, berbentuk oval (sekitar 2x1 cm) tersusun dari sel-sel yang
secara otomatis dapat membentuk stimulus listrik (spark-like signal) dan berfungsi sebagai
pacemaker normal jantung. Cetusan listrik dari SA node, kemudian menyebar pertama kali
melalu atrium kanan selanjutnya ke atrium kiri.
Stimulus listrik dari atrium kanan dan atrium kiri memberikan sinyal kepada atrium
untuk berkontraksi dan secara stimultan memompa darah melalui katup tricuspid dan katup
mitral kedalam ventrikel kiri maupun ventrikel kanan. Stimulus listrik ini selanjurnya
menyebar melalui atrium an bagian dari arus listrik ini mencapai jaringan konduksi khusus
yang disebut sebagai AV junction. AV junction yang merupakan relay ini terletak pada
bagian bawah dari septum interatrial dan meluas hingga septum interventricular
Bagian distal dari AV junction disebut sebagai berkas HIS. Bundle HIS kemudian
terbagi menjadi dua cabang utama: the right bundle branch, yang mendistribusikan stimulus
ke ventrikel kanan, dan left bundle branch yang mendistribusikan stimulus ke ventrikel kiri.
Sinyal listrik menyebar dengan cepat dan serentak ke left bundle brach dan right
bundle branch ke ventricular myocardium (otot ventrikel) melalui sel konduktor khusus
yang disebut serat purkinje yang terletak dilapisan subendocardial ventrikel. Dari cabang
akhir serabut purkinje sinyal listrik selanjutnya menyebar melalui otot miokardium ke
epicardium.

Normalnya nodus AV dan system HIS-purkinje merupakan satu-satunya penyedia


jalur listrik antara atrium dan ventrikel, kecuali jika terdapat struktur abnormal yang disebut
sebagai bypass. Gangguan konduksi yang menyebabkan terjadinya AV blok dapat terjadi dan
salah satu bentuk terberat dari gangguan konduksi listrik atrium-ventrikel dapat
menyebabkan AV blok derajat tiga (total) AV blok. Biasanya kondisi ini akan memberikan
efek escape rhytm yang sangat terlambat, menyebabkan individu akan merasakan lemah,
pusing, pingsan dan bahkan henti jantung.

Lead EKG
Kekuatan atau voltase dari kelistrikan jantung serta arah distribusi arus kelistrikan ini
dapat diukur/direkam dari waktu ke waktu melalui alat perekam khusus yang disebut sebagai
elektrokardiograf. Tubuh merupakan kondukter listrik, oleh sebab itu elektroda diletakan
pada jarak tertentu dari jantung seperti pada pergelangan tangan, pergelangan kaki ataupun
pada dinding dada guna mendeteksi voltase dan arah kelistrikan jantung.

Cara yang umumnya dipakai untuk merekam potensial listrik jantung ialah melalui
12 lead standar EKG. Lead- lead ini sebenarna merekam dan menampilkan potensial listrik
yang berbeda antara elektroda satu dengan elektroda lain yang dipasang di permukaan tubuh.
Merekam kelistrikan jantung dengan berbagai lead memungkinkan gambaran dari kejadian
kelistrikan jantung secara utuh, seperti rekaman pada kamera video leads diumpamakan
sebagai berbagai anglrd gambar yang dapat merekam secara utuh. Manfaat dari sadapan 12
lead ini ialah untuk memberikan gambaran utuh kelistrikan jantung secara 3 dimensi.

1. Lead Ekstremitas
Pada lead ekstremitas, elektroda diletakan pada lengan dan kaki. Elektroda
yang ditempatkan pada kaki berfungsi sebagai electrical ground. Elektroda pada
tangan biasanya diletakan tepat diatas pergelangan tangan dan elektroda kaki
terpasang diatas pergelangan kaki.
Sinyal listrik yang dihasilakan oleh otot jantung terkonduksi melalui
ekstremitas. Oleh karena itu, elektroda yang dipasang di pergelangan tangan kanan
akan mendeteksi voltase yang setara dengan voltase pada bahu kanan. Demikian pula
tegangan yang terdeteksi pada pergelangan tangan kiri sama dengan tegangan pada
bahu kiri dan tegangan yang tercatat pada elektroda di pergelangan kaki sama dengan
tegangan pada region inguinal.
Lead ektremitas terdiri dari lead standar bipolar ( I,II dan III) dan lead
augmented (aVR, aVL dan aVF). Sadapan bipolar dinamai demikian ialah karena
sadapan ini merekam perbedaan tegangan listrik antara dua ekstremitas;
 Lead I merekam perbedaan tegangan antara Left Arm (LA)
dan Right Arm (RA) ; Lead I = LA – RA
 Lead II merekam perbedaan tegangan antara Left Leg (LL)
dengan Right Arm (RA) ; Lead II = LL-RA
 Lead III merekam perbedaan tegangan antara Left Leg (LL)
dengan Left Arm ; Lead II = LL-LA

Lead tambahan ekstremitas ( aVR,aVL,aVF)

Pada tahun 1930an Dr.Frank N Wilson dan koleganya pada universitas Michigan
menambahkan sadapan unipolar ekstremitas dan juga mengenalkan keenam sadapan
precordial. Selanjutnya kemuadian dikembangkan oleh Dr.Emanuel Goldberger tiga
sadapan ekstremitas unipolar tambahan : aVR, aVL, dan aVF. Singkatan “a” merujuk pada
kata “augmented”, V “Voltage”, dan R,L, dan F yang secara berurutan berarti :right arm, left
arm, dan left foot. Sadapan tambahan ekstremitas dapat digambarkan pada diagram triaxial
sebagai berikut.
Segitiga Einthoven menggambarkan hubungan antara 3 sadapan standar ekstremitas
(II,II, dan III), sama halnya dengan triaxial diagram yang menunjukan hubungan antara lead
tambahan pada ekstremitas (aVR, aVL, aVF). Kedua diagram ini dapat digabungkan
sehingga aksis dari keenam sadapan ekstremitas ini dapat berpotongan pada titik yang sama
seperti pada gambar dibawah ini
2. Lead Precordial (sadapan dada)

Sadapan dada (V1-V6) menunjukan arus listrik jantung yang terdeteksi oleh elektroda
yang ditempatkan pada dinding dada. Sadapan dada merekam aliran listrik jantung
dengan menempatkan elekroda pada 6 lokasi khusus yang telah di tetapkan pada dinding
dada.

Seperti pada lead lainnya, setiap sadapan dada memiliki kutub negative dan positif.
Kutub positif setiap sadapan mengarah keanteriorm, yaitu ke bagian depan dada. Kutub
negative setiap sadapan dada mengarah ke arah posterior dada, mengarah kearah
punggung.
Kepentingan dari penggunaan 12 sadapan pada EKG ialah memberikan
gambaran utuh mengenai kelistrikan jantung melalui berbagai angle. 12 lead EKG
memberikan gambaran 3 dimensi dari aktivitas listrik jantung. Secara Spesifik,
keenam sadapan ekstremitas (I,II,III,aVR,aVL,aVF) merekam electrical voltage yang
ditransimisikan sesuai dengan bidan/potongan frontal tubuh. Sadapan ini
memberikan gambaran kelistrikan jantung kearah superior, inferior, dextra maupun
sinistra yang dapat dilihat melalui bidang frontal

Sedangkan, keenam sadapan dada (V1-V6) merekam kelistrikan


jantung dari bidang horizontal. Bidang horizontal membagi tubuh menjadi ½
tubuh atas dan ½ tubuh bawah. Sehingga pada bidang ini, sadapan dada
menunjukan arah kelistrikan jantung baik kearah anterior, posterior, dextra
dan sinistra. Dapat disimpulkan bahwa 12 Sadapan EKG dapat dibagi
menjadi 2 set: 6 set sadapan ekstremitas ( bipolar maupun unipolar) yang
merekam voltase listrik pada bidang frontal tubuh, dan enam sadapan
precordial yang merekam voltase listrik pada bidang horizontal tubuh.
Secara bersama-sama ke-12 sadapan ini memberikan gambaran dinamis 3
dimensi yang menggambarkan depolarisasi dan repolarisasi atrium dan
ventrikel.

STANDARISASI DAN KALIBRASI


Electrocardiogram secara umum dikalibrasi dengan 1 mV
menghasilkan gambaran defleksi 10 mm. EKG sebagai grafik dinamik
jantung dimana pada aksis horizontal menggambarkan interval waktu,
dimana satu kotak kecil = 40 ms, pada aksis vertikal menggambarkan
magnitude (voltase) dari gelombang/defleksi (10 mm = 1mV).

Seperti pada gambar diatas, tanda kalibrasi digambarkan sebagai


gelombang kotak (atau persegi panjang) dengan tinggi 10 mm, biasanya
digambarkan pada bagian kiri setiap baris electrocardiogram.
Standarisasi ini penting karena gambaran elektrokardiogram dapat
bervariasi, gelombang yang muncul bisa sangat kecil ataupun sangat besar
dari gelombang normal. Ketika terjadi gelombang atau defleksi yang sangat
besar seperti pada pasien yang dilakukan pemasangan pacu jantung
elektronik yang memproduksi stimuli yang sangat besar “spikes” atau
individu dengan kompleks QRS yang voltasenya cukup tinggi yang
disebabkan oleh hipertrofi dimana dapat terjadi tumpeng tindih antar
gelombang pada gambaran lead diatas maupun dibawahnya. Ketika hal ini
terjadi kalibrasi yang telah kita pelajari ini dapat bermanfaat sehingga EKG
dapat diulangi dengan ½ dari standarisasi untuk mendapatkan seluruh salinan
gelombang pada kertas EKG. Jika kompleks pada EKG terlalu kecil, kita
dapat memperbesar 2 kali dari standarisasi, contohnya untuk mempelajari
kelombang Q kecil, atau augmented a subtle pacing spike.
Gelombang atau defleksi pada EKG dapat dideskripsikan sebagai
gelombang positif maupun gelombang negative. Berdaasarkan persetujuan
defleksi kearah atas disebut gelombang positif dan defleksi kearah bawah
disebut gelombang negative. Defleksi yang berada pada baseline disebut
isoelektrik. Defleksi yang sebagiannya positif dan sebagiannya negative
disebut bifasik.

Gelombang –gelombang dan segmen EKG direkam pada kertas


khusus EKG yang terbagi menjadi susunan kotak-kotak seperti jarring.
Setiap satu kotak kecil berukuran 1 millimeter persegi (1 mm 2). Kecepatan
standar perekaman pada kertas EKG ialah 25 mm/detik (terkecuali
dibutuhkan pengaturan tertentu). Pada sumbu horizontal setiap 1 mm (1
kotak kecil) menggambarkan 0.04 detik. Setiap 5 kotak kecil dibatasi oleh
garis yang lebih tebal disebut 1 kotak sedang. 1 kotak sedang. 1 kotak
sedang mendatar menggambarkan waktu sebanyak 0.2 detik.

EKG NORMAL

1. Lima Bentuk gelombang dasar pada EKG

EKG merekam aktivitas listrik dari sel-sel otot jantung atrium dan
ventrikel. Penyebaran stimulus yang berurutan dan terorganisir dari atrium ke
ventrikel diikuti kembalinya keadaan kelistrikan otot jantung pada resting
state menghasilakan arus listrik yang tercatat pada EKG. Lima bentuk
gelombang dasar pada EKG ialah:

Gelombang P menggambarkan penyebaran stimulus listrik pada otot-


otot jantung di atrium (depolarisasi atrium). Kompleks QRS menggambarkan
penyebaran stimulus listrik pada otot jantung di ventrikel (depolarisasi
ventrikel). Sesuai dengan namanya kompleks QRS mencakup satu atau lebih
gelombang spesifik, Q, R, S. Segmen ST dan gelombang T atau sering
dikelompokan sebagai ST-T mewakili gamabaran kembalinya otot ventrikel
ke keadaan istirahat (repolarisasi ventrikel). Bagian awalan dari segmen ST
(pertemuan antara awalan segmen ST dengan kompleks QRS) disebut sebagai
J point. Gelombang U adalah gelombang defleksi kecil yang terkadang dapat
terlihat setelah gelombang T. Gelombang U menggambarkan fase akhir dari
reporalisasi ventrikel, walaupun mekanismenya belum sepenuhnya diketahui.
Tidak adanya gambaran gelombang ataupun kompleks yang menggambarkan
proses reporalisasi atrium pada EKG dikarenakan gelombang ST milik atrium
(STa) dan gelombang T atrium (Ta) memiliki amplitude yang kecil sehingga
umumnya tidak dapat terlihat pada gambaran EKG. Kesimpulannya
gelombang P/QRS/ST-T/U menggambarkan siklus aktivitas kelistrikan
jantung pada keadaan normal. Proses sinyal aktivitas listrik ini normal ini
secara fisiologis dimulai dari penyebaran stimulus melalui atrium (gelombang
P) yang diinisiasi oleh SA node dan berakhir dengan reporalisasi otot
ventrikel ( ST-T dan gelombang U)

Keterangan: Gelombang P menggambarkan depolarisasi atrium. Interval PR ialah


waktu sejak inisiasi stimulus oleh atrium hingga inisiasi stimulus pada ventrikel.
Kompleks QRS menggambarkan depolarisasi ventrikel. Segmen ST, gelombang T
dan gelombang U dihasilkan oleh aktivitas repolarisasi otot jantung.
Untuk memahami pola gambaran gelombang normal pada 12 lead EKG,
diperlukan pengetahuan mengenai 3 “aturan “ dasar pada EKG.

I. Defleksi Positif (Upward)


Defleksi positif muncul pada setiap sadapan yang dimana rata-rata
gelombang depolarisasi menyebar searah dengan kutub positif dari
sadapan tersebut. Dengan demikian jika jalur stimulasi atrium
mengarah kebawah dan kearah kiri pasien, megnarah menuju kutub
positif dari lead II, menyebabkan depolarisasi atrium yang
digambarkan dengan gelombang P akan positif pada lead II. Jika rata-
rata jalur stimulasi ventrikel mengarah kea rah kiri maka, defleksi
positif ( gelombang R) akan terlihat di Lead I.

With sinus rhythm the normal P wave is negative (downward) in


lead aVR and positive (upward) in lead II. Recall that with normal
atrial depolarization the arrow points down toward the patient's left,
away from the positive pole of lead aVR and toward the positive
pole of lead II.
II. Defleksi Negatif (Downward)
Defleksi negative muncul pada setiap sadapan yang rata-rata
penyebaran depolarisasinya kearah negative dari sadapan tersebut
( menjauh dari kutub negative sadapan). Dengan demikian stimulus
atrium yang memiliki arah penyebaran kearah bawah dan kiri akan
memberikan gambaran gelombang P yang negative pada lead aVR.
III. Defleksi biphasic ( memiliki defleksi positif dan negatef yang berukuran
sama)
Gambaran defleksi bifasik biasanya ditemukan jika rata-rata arah
depolarisasi perpendicular dengan salah satu aksis. Hal ini berarti
ketika rata-rata arah sti ulasi ventrikel perpendicular dengan sebuah
sadapan maka akan membentuk gelombang biphasic pada lead
tersebut.

1.1. Gelombang P Fisiologis (Sinus, Normal)


Gelombang P ialah defleksi kecil baik positif maupun negative
sebelum kompleks QRS. Gelombang P yang menggambarkan
depolarisasi atrium normalnya merupakan gelombang pertama yang
muncuk pada setiap siklus. Depolarisasi atrium diinisiasi oleh
depolarisasi spontan sel pacemaker di nodus sinoatrial (SA Node) pada
atrium kanan. Jalur depolarisasi atrium menyebar dari kanan ke kiri
dan kebawah kearah atrioventricular (AV) junction. Dengan demikian
bila diingat kembali diagram hexaaxial 12 lead EKG, vektor
depolarisasi atrium mengarah pada kutub negative dari lead aVR, oleh
sebab itu pada irama sinus gelombang P selalu negative pada lead
aVR. Kebalikannya apabila dilihat pada lead II, vektor depolarisasi
atrium mengarah ke kutub positif dari lead II sehingga pada irama
sinus, Lead II selalu merekaam defleksi positif gelombang P.
Ringkasnya, pada irama sinus, gelombang P selalu negative pada lead
aVR dan positif di lead II. Normalnya gelombang P pada setiap lead
memiliki amplitude < 2.5 mm (0.25 mV) dan lebarnya < .12 detik.
1.2. Kompleks QRS Normal
Kompleks QRS menggambarkan penyebaran stimulus melalui ventrikel.
Tidak semua kompleks QRS memiliki gelombang Q. gelombang R dan gelombang S
hence the possibility of confusion. The slightly akward (and arbitrary) nomenclature
becomes understandable jika kita mengingat 3 dasar aturan penamaan dari
komponen kompleks QRS pada berbagai lead yaitu :
a) Setiap defleksi negative pertama pada kompleks QRS (dibawah garis
isoelektrik) disebut sebagai gelombang Q
b) Defleksi positif pertama pada kompleks QRS disebut sebagai gelombang R
c) Defleksi negative setelah gelombang R disebut gelombang S
Gambaran diatas menunjukan kemumgkinan besar bentuk-bentuk
kompleks QRS dan penamaan setiap gelombangnya. Perhatikan huruf besar
(QRS) digunakan untuk menunjukan gelombang yang relative memiliki
amplitude yang besar dan huruf kecil (qrs) digunakan untuk menunjukan
gelombang yang amplitudonya relative lebih kecil.

Secara anatomis, myocardium pada ventrikel dapat dikelompokan


menjadi 2 bagian umum : (1) massa otot utama pada ventrikel kiri dan
kanan , (2) septum interventricular. Gambaran kompleks QRS
didominasi oleh efek dari massa otot utama ventrikel kiri dan kanan.
Secara khusus kedua ventrikel normalnya mengalami depolarisasi
secara bersamaan dari lapisan otot terdalam ke lapisan otot terluar
(endocardium ke myocardium). Gaya stimultan ini memberikan
gambaran arah vektor yang multiple. Pada keadaan normal gaya listrik
yang dihasilkan oleh ventrikel kiri lebih dominan dibanding ventrikel
kanan, sehingga penjumlahan vektor arah kelistrikan jantung pada
depolarisasi ventrikel akan memberikan gambaran depolariasi kearah
kiri dan posterior. Berdasarkan perhitungan ini, kita dapat
memprediksikan bahwa kompleks QRS akan menjadi relarif negative
pada lead yang diletakan di bagian kanan dada dan pada aVR. Positif
pada lead yang diletakan pada sisi kiri dada dan lead II.

(A) Left and right ventricles (LV and RV) depolarize simultaneously,
with activation forces (arrows or vectors) directed from inner to outer
layers (endocardium to epicardium). (B) These instantaneous forces
can be summarized by a single arrow (vector), representing the mean
or overall direction of depolarization forces. The arrow points to the left
and posteriorly due to the electrical predominance of the LV over the
RV under normal condition.

Proses depolarisasi ventrikel terbagi menjadi 2 fase utama :


(1)stimulasi septum interventricular terjadi dengan durasi yang singkat
<0.04 detik dan memiliki amplitude yang kecil. Bagian kiri septum
terstimulasi lebih dahulu oleh berkas HIS bagian kiri sehingga
depolarisasi menyebari dari kiri ventrikel ke kanan menyebrangi
septum interventriukular. (2) Depolarisasi ventrikel yang melibatkan
masa utama otot ventrikel, dikarenakan massa ventrikel kiri lebih
massive dibandingkan ventrikel kanan sehingga vektor gaya listrik
mengarah kearah kiri.
A) The first phase of ventricular depolarization proceeds from the left
wall of the septum to the right. An arrow representing this phase points
through the septum from the left to the right side. (B) The second
phase involves depolarization of the main bulk of the ventricles. The
arrow points through the left ventricle because this ventricle is
normally electrically predominant (see Fig. 5.6 ). The two phases
produce an rS complex in the right chest lead (V 1 ) and a qR complex
in the left chest lead (V 6 ).

Pada sadapan dada dapat disimpulkan bahwa gelombang R akan


menjadi relative lebih beasr dan S menjadi relative lebih kecil ( dilihat
dari perubahan (V1-V6). Peningkatan tinggi dari gelombang R
biasanya mencapai maximum sekitar lead V4 atau V5, hal ini disebut
normal R wave progression.
R waves in the chest leads normally become relatively taller from lead V 1 to
the left chest leads. (A) Notice the transition in lead V 3 . (B) Somewhat delayed
R wave progression, with the transition in lead V 5 . (C) Early transition in lead
V 2 .

Pada sadapan ekstrmitas pada EKG normal, gambaran pola QRS dapat
bervariasi. Sadapan aVR normalmua selalu menggambarkan rekaman
dengan predominan kompleks QRS negates (Qr,QS, atau rS).
Kompleks QRS memiliki lebar normal < 0.10 detik. Apabila kompleks
QRS melebar dapat dicurigai terjadi perlambatan stimulus melalui
ventrikel.

1.3. Interval PR
Interval PR diukur dari awal gelombang P hingga awal kompleks QRS.
Interval PR menggambarkan waktu yang diperlukan untuk sebuah
stimulus menyebar melalu atrium hingga ke AV Junction. Interval PR
normal ialah 0.12 hingga 0.2 detik. Apabila konduksi ke AV junction
terganggu, maka dapat ditemukan gambaran pemanjangan pada interval
PR.
1.4. Segmen ST
Dimulai pada akhir kompleks QRS hingga awalan dari gelombang T. Segmen
ST menggambarkan fase awal repolarisasi ventrikel. Segmen ST normal
biasanya isoelektrik. Awalan segmen ST (di hubungan antara akhir kompleks
QRS dan awalan segmen ST) disebut J point.

ST segments. (A) Normal. (B) Abnormal elevation. (C) Abnormal


depression.

1.5. Gelombang T Normal


Gelombang T bersama dengan Segmen ST dan gelombang U menggambarkan
repolarisasi ventrikel dimana kembalinya otot jantung yang terstimulasi ke
resting stage. Gelombang T biasanya mengikuti arah defleksi QRS.
Sehingga, apabila defleksi QRS positif maka gelombang T normalnya positif.
Oleh sebab itu gelombang T selalu negative di aVR dan positif di lead II.
Sadapan dada bagian kiri normalnya selalu menunjukan gelombang T positif.
Dengan arah kelistrikan ke kiri maka pada bisang horizontal QRS memiliki
defleksi positif pada lead I dan aVL dan gelombang T pun akan positif pada
lead ini. Pada bidang vertical QRS positif pada lead II, III, dan aVF sehingga
gelombang T juga positif pada lead ini.
2. Menghitung Heart Rate
Heart rate dapat dihitung secara manual dengan 2 metode sederhana
berdasarkan gambaran EKG.
 Box Counting Method
Cara termudah dalam menghitung heart rate regular, ialah
dengan menghitung jumlah (N) kotak sedang diantara
kompleks QRS yang berurutan dan membagi 300 dengan
jumlah kotak sedang (N).

Heart rate (beats per minute) can be measured by counting


the number of large (0.2-sec) time boxes between two
successive QRS complexes and dividing 300 by this number.
In this example the heart rate is calculated as 300 ÷ 4 = 75
beats/min. Alternatively (and more accurately), the number of
small (0.04-sec) time boxes between successive QRS
complexes can be counted (about 20 small boxes here) and
divided into 1500, also yielding a rate of 75 beats/min.

 QRS Counting Methods


Metode ini digunakan apabila heart rate irregular. Metode
pertama tidak akurat ketika mengukur HR irregular karena interval
antara QRS bervariasi. Metode ini dilakukan dengan menghitung
jumlah kompleks QRS dalam 10 detik kemudian jumlah QRS dalam
10 detik dikalikan dengan 6 untuk mendapatkan jumlah laju
kontraksi ventrikel dalam satu menit.
Berdasarkan definisi, HR lebih dari 100 kali/menit di sebut
sebagai takikardia dan HR < 60 kali/menit disebut bradikardi.
ABNORMAL EKG
I. Atrial and Ventricular Enlargment
Cardiac Enlargement dideskripsikan sebagai sebuah situasi dimana satu atau
atau lebih ruang jantung mengalami pembesaran baik disebabkan karena peningkatan
volume cavitas ruang jantung maupun penebalan diding ruang jantung maupun
gabungan keduanya.
Ketika terjadi pembesaran jantung. Jumlah total dari serabut otot jantung
tidak bertamah, melainkan serabut ini membesar (hipertrofi). Pada dilatasi, otot
jantung cenderung menjadi lebih panjang (disebut dengan hipertrofi eksentrik).
Dengan adanya pembesaran disebabkan oleh peningkatan ketebalan dinding dan cel-
cel melebar disebut sebagai hipertrofi konsentrik. Prediksi cardiac enlargement
melalui gambaran EKG dapat dilihat melalui voltage dan durasi gelombang P
ataupun kompleks QRS.
 Right Atrial Abnormality (RAA)
Overload dari atrium kanan dapat menyebabkan kenaikan voltase
pada gelombang P. Gelombang P normal biasanya tingginya <2.5
mm dan lebarnya <0.12 sec.
Overload dari atrium kanan pada kondisi patologis dapat
menyebabkan terbentuknya tinggi abnormal pada gelombang P >2.5
mm. Pure RAA umunya tidak meningkatkan total durasi
depolarisasi atrium. Gambaran abnormal pada gelombang P pada
kelainan RAA biasanya disebut sebagai P pulmonal.

Tall P waves ( arrow ) are seen in leads II, III, aVF, and V 1 from
the ECG of a patient with chronic lung disease. This finding is
sometimes called the P pulmonale pattern.
 Left Atrial Abnormality (LAA)
Perbesaran atrium kiri juga dapat memunculkan perubahan
gambaran Gelombang P pada EKG. Normalnya atrium kiri
terdepolarisasi setelah atrium kanan. Perbesaran atrium kiri akan
memperpanjang total durasi depolarisasi atrium yang tergambar pada
EKG sebagai abnormalitas pada lebar gelombang P. LAA
memberikan gambaran khas pelebaran gelombang P dengan durasi
0.12 detik atau lebih. Selain gambaran pelebaran gelombang P,
dapat pula ditemukan temuan khas berupa gelombang P berpunuk
atau berlekuk biasanya ditemukan pada satu atau lebih sadapan
ekstremitas. Gambaran ini biasanya disebut sebagai P mitrale.

Left atrial abnormality/enlargement may produce the


following: (A) wide, sometimes notched P waves in one
or more extremity leads (formerly referred to as P
mitrale pattern), and (B) wide biphasic P waves ( arrow )
in lead V 1 .

 Right Ventricular Hyperthrophy


Jika terjadi hipertrofi ventrikel kanan, dominasi kelistrikan listrik
normal ventrikel kiri dapat menjadi overcome dengan kelistrikan
ventrikel kanan. Dengan adanya RVH, lead dada bagian kanan akan
menunjukan gelombang R yang tinggi yang mengindikasikan
penyebaran voltase listrik positif dari ventrikel kanan yang hipertrofi
ke kanan.
The QRS patterns with left ventricular
hypertrophy (LVH) and right ventricular
hypertrophy (RVH) can be anticipated based
on the abnormal physiology. Notice that LVH
exaggerates the normal pattern, causing
deeper right precordial S waves and taller left
precordial R waves. By contrast, RVH shifts the
QRS vector to the right, causing increased right
precordial R waves.

 Left Ventricular Hypertrophy


Ketika terjadi LVH, keseimbangan gaya listrik bergeser lebih ke kiri
dan posterior. Hal ini menyebabkan dengan adanya LVH akan
menyebabkan tinggi gelombang R yang abnormal pada sadapan dada
kiri, dan abnormal gelombag S yang dalam pada sadapan dada
kanan.
 Pertimbangkan adanya LVH apabila kedalaman gelombang
S pada V1 ditambahkan dengan tingginya gelombang R pada
V5 atau V6 lebih dari 35 mm.
 Cornell VOrtage Indexes: Pria L S di V3 + R aVL >28 mm,
Wanita : S di V3 + R aVL. 20 mm
 Terkadang LVH menghasilakan gambaran R yang tinggi
pada lead aVL. Gelombang R 11-13 mm( atau lebih) pada
lead aVL merupakan gambaran lainnya pada EKG LVH
 RVH juga berkaitan dengan repolarisasi abnormal
dikarenakan overload ventrikel sehingga sering terlihat
perubahan ST-T berupa ST depresi ringan diikuti dengan T
inversi yang cukup dalam. Gambaran ini ditemukan pada
overload- related repolarization abnormality ( LV “strain”)
II. Myocard Iskemia
Otot miokardium membutuhkan oksigen dan nutrient untuk melakukan fungsinya.
Darah yang teroksigenasi di supply oleh arteri koronaria. Jika terjadi penyempitan
atau blockade komplit dari arterikoronaria menyebabkan aliran darah tidak adekuat
untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi miokardium sehingga terjadi
iskemia.
 Transmural dan Subendokardial Iskemia
Miokardial iskemia dapat primer meyebabkan iskemia pada lapisan
terdalam, atau dapat memberat sehingga mengenai seluruh ketebalan
dinding jantung.

Schematic cross-section of the left ventricle comparing


a subendocardial infarct, which involves the inner half of the
ventricular wall, and a transmural infarct, which involves the full
thickness (or almost the full thickness) of the wall. As discussed in
the text, pathologic Q waves may be a marker of transmural
infarction. However, not all transmural myocardial infarctions
produce abnormal Q waves. Furthermore, in some cases,
nontransmural infarctions are associated with Q waves.
 Myocardial Blood Supply
Darah yang memvaskularisasi jantung di supply dan dihantarkan
melalui arteri koronaria dan cabang-cabangnya, The Right Coronary
Artery (RAC) mensuppli kedua bagian inferior jantung
( Diaphragmatik) dan ventrikel kanan. The Left Main Coronary
Artery dibagi menjadi (1) the Left Anterior Descending (LAD),
yang secara umum mensuply septum ventricular ddan bagian besar
dari ventrikel kiri, (2) the left circumflex (LCx) coronary artery yang
mensuply dinding lateral ventrikel. RCA juga mensuply bagian
inferoposterior dari ventrikel kiri. Sebagian kecil arteri circumflexa
mensuply inferoposterior pada ventrikel kiri.

 ST Segmen Elevasi Iskemia dan Acute Miokardial Infark


ST elevasi miokardial infark (STEMI) dikarakteristak oleh iskemia
berat dan nekrosis dari seluruh ketebalan dinding ventrikel kiri.
Pada MI yang lebih luas dan berat terjadi perubahan pada
repolarisasi ventrikel (ST-T) dan depolarisasi (QRS Kompleks).
Perubahan EKG awal pada akut transmural iskemia/ infark biasanya
terhadu pada ST-T complex pada 2 fase utama:
1. Fase akut ditandai dengan munculnya ST Elevasi dan terkadang
gelombang T tinggi ( Hipereaktif T) pada beberapa lead.
2. Perkembangan selanjutnya terjadi beberapa jam maupun hari
sesudahnya dikarakteristikan dengan gelombang T yang dalam
dan Inversi pada lead yang sebelumnya menunjukan ST elevasi.

 Perubahan QRS : Q Wave of Infarction


MI, khususnya ketika luas dan transmural biasanya menghasilkan
perubahan pada proses depolarisasi (Kompleks QRS). Tanda khas
depolarisasi ialah munyulnya gelombang Q baru. Gelombang Q
mengindikasikan electrical voltages menjauhi dari arah lead
tertentu. Dengan adanya infark transmural, nekrosis dari otot jantung
menyebabkan voltase yang dihasilkan miokardium berkurang bahkan
hilang. Hal ini menyebabkan gelombang R positif pada area infark
digantikan oleh gelombang Q ( QR atau QS).
 Myocard Infark Non ST Elevasi

III. Gangguan Elektrolit (Hyperkalemia)


Hiperkalemia dapat menimbulkan evolusi perubahan yang progesif di EKG, yang
dapat berujung kepada fibrilasi Ventrikel. Ketika kalium mulai naik, gelombang T
diseluruh 12 sadapan EKG mulai meninggi, perbedaan dengan peninggian
gelombang T pada Myocard Infark peninggian gelombang T hanya terjadi sebatas
sadapan-sadapan diatas daerah Infark, sedangkan pada hiperkalemia bersifat difus.
IV. Gangguan Elektrolit (Hipokalemia)
Pada hipokalemia dapat terlihat 3 perubahan yang terjadi secara acak :
1. Depresi Segmen ST
2. Pendataran gelombang T disertai pemanjangan interval QT
3. Munculnya gelombang U

V. Gangguan Elektrolit ( Calcium)


Perubahan kadar kalsium serum dapat berpengaruh terutama terhadap QT interval.
Hipokalsemia memperpanjang interval QT semantara hiperkalsemia memperpendek .
Pemanjangan dapat menyebabkan Torsade de pointes jika terdapat PVC(premature
ventricular contraction) yang jatuh pada gelombang T.

VI. Supra ventikular takikari

Supraventricular Tachycardia (SVT) pada prinsipnya terdiri dari gangguan


otomatisasi, adanya aktivitas pemicu, serta reentry. Pada jantung normal, eksitasi
diawali pada nodus sinoatrial (SA), yang kemudian diteruskan melalui jaringan
atrium menuju ke nodus AV. Pada nodus AV, sinyal listrik ditunda selama 0,1 detik
untuk memberi waktu pada atrium untuk berkontraksi dan memompa jantung ke
ventrikel. Selanjutnya nodus AV akan meneruskan sinyal listrik ke berkas His dan
sistem Purkinje pada ventrikel hingga akhirnya akan terjadi kontraksi ventrikel.
Proses konduksi normal ini akan terganggu pada supraventricular
tachycardia melalui 3 mekanisme: gangguan otomatisasi, mekanisme reentry, dan
aktivitas pemicu.

1. Gangguan Otomatisasi
Gangguan otomatisasi menyebabkan multifocal atrial tachycardia serta beberapa
jenis junctional tachycardia. Mekanisme ini sebenarnya jarang terjadi, dan
biasanya berhubungan dengan kelainan metabolik seperti iskemia miokardium,
kelainan elektrolit, gangguan paru-paru, serta toksisitas alkohol akut. Mekanisme
ini biasanya ditandai dengan adanya fenomena warm up pada inisiasi gelombang
abnormal. Mekanisme ini ditandai dengan adanya impuls yang dapat muncul
tanpa adanya aktivitas elektrik sebelumnya. Gangguan otomatisasi jarang
ditemukan pada jaringan atrium yang normal, namun biasanya pada atrium
abnormal yang disebabkan oleh penyakit atrium dan dilatasi atrium.

2. Mekanisme Reentry
Mekanisme reentry dianggap sebagai patofisiologi yang paling penting untuk
takiartimia atrium. Model reentry yang paling simpel terdiri dari impuls eksitasi
yang mampu mengitari hambatan anatomis, disebut juga sebagai circus
movement. Impuls eksitasi ini menyebabkan depolarisasi jaringan yang bersifat
nonrefrakter.
Circus movement dapat terjadi tanpa henti jika terdapat gap di antara titik awal
impuls dan ekor refraktori jaringan yang dapat sepenuhnya dieksitasi. Eksitasi
yang terjadi bergantung pada waktu sirkuit, kecepatan konduksi, adanya blokade
impuls pada sirkuit, serta adanya stimulus tambahan yang mampu me-
reset takikardia tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa proses reentry merupakan proses eksitasi dari atrium
menuju ke ventrikel (proses normal), namun berputar kembali ke atrium oleh
adanya jalur aksesoris dari ventrikel ke atrium.

3. Aktivitas Pemicu
Aktivitas pemicu dapat menyebabkan supraventricular tachycardia dengan
pembentukan impuls yang abnormal yang disebabkan oleh adanya impuls lain
sebelumnya. Impuls abnormal tersebut diawali setelah depolarisasi terjadi
sebelumnya, atau setelah repolarisasi penuh. Fenomena early after
depolarization terjadi akibat adanya peningkatan arus masuknya kalsium atau
penurunan arus repolarisasi keluar kalium, atau keduanya pada fase awal
repolarisasi.
Fenomena late after depolarization terjadi pada iskemia miokardium,
toksisitas digoxin, infus katekolamin, serta peningkatan kalsium intrasel. Pada
penggunaan digoxin misalnya, digoxin dapat berikatan dengan Na-K ATPase,
mengganggu pengeluaran ion natrium dari dalam sel. Hal ini akan menyebabkan
akumulasi ion natrium intrasel yang dapat memicu depolarisasi membran sel.
Kompensasi akan terjadi dengan cara pertukaran ion natrium dan kalsium,
menurunkan tingkat ion natrium intrasel dan meningkatkan ion kalsium intrasel
serta peningkatan permeabilitas membran terhadap natrium. Ion natrium akan
bekerja sebagai karier transmembran untuk delayed after depolarization.

KLASIFIKASI
Berikut ini adalah pembagian secara konvensional atau klasifikasi konvensional dari
SVT:

 Takikakardia atrial
o Sinus takikardia
 Sinus takikardia fisiologis
 Sinus takikardia yang tidak sesuai (inappropriate)
 Sinus nodal re-entrant tachycardia
o Atrial tachycardia (AT) fokal
o AT multifokal
o Macro-re-entrant atrial tachycardia (MRAT)
 Cavotricuspid isthmus-dependent MRAT
 Atrial flutter tipikal, counter-clockwise (dijumpai lebih
umum) atau clockwise (terbalik, jarang)
 Cavotricuspid isthmus-dependent MRAT lainnya
 Non-cavotricuspid isthmus-dependent MRAT lainnya
 MRAT atrium kanan
 MEAT atrium kiri
o Atrial fibrilasi (AF)
 AV junctional tachycardias
o Atrioventricular nodal re-entrant tachycardia (AVNRT)
 Tipikal
 Atipikal
o Non-re-entrant junctional tachycardia
 JET (junctional ectopic atau focal junctional tachycardia)
 Varian non reentran lainnya
 Atrioventricular re-entrant tachycardia (AVRT)
o Orthodromic (termasuk PJRT = permanent junctional reciprocating
tachycardia)
o Antidromic (dengan konduksi retrograde melalui atrioventricular
node (AVN) atau pada keadaan yang jarang melalui jalur yang lainnya)

DIAGNOSIS
SINUS TACHYCARDIA
Letak kelainan adalah di SA Node. Penyebabnya baracam-macam dan umumnya
ekstra kardial. Mekanismenya adalah perangsangan susunan saraf otonom yaitu
sympatis secara fisiologis terhadap sel pacu jantung dan terjadi pergeseran fokus
dari depolarisasi atrial ke arah superior dalam nodus sinoatrial. Terjadinya reentry
pada SA Node menyebabkan sinus takikardi gambaran EKG terlihat frekwensi
meningkat, lebih dari 100/menit, tetapi dengan gambaran EKG keseluruhan normal.
Pada irama sinus, gelombang P pada EKG 12 sadapan adalah positif di sadapan I, II,
aVF dan negatif di aVR. Secara frontal aksisnya adalah antara 0 sampai 90 derajat.
Secara horizontal aksisnya mengarah ke anterior dan sedikit ke kiri sehingga
memberikan gambaran bifasik di V1 dan positif di V2-V6. Pada takikardia sinus,
gelombang P memiliki bentuk yang normal tetapi amplitudo yang lebih besar .
Takikardia sinus bersifat non paroksismal sehingga dapat dibedakan dari reentri.

Gambaran Elektrokardiogram pada takikardia sinus dimana gelombang P serupa


dengan irama sinus ( positif di sadapan I, II, aVF dan negatif di aVR).

PAROXYSMAL SUPRAVENTRICULAR TACHYCARDIAS


Sindrom klinis yang dicirikan adanya takiakardia dengan onset dan terminasi yang
mendadak. Keadaan ini adalah karakter dari AVNRT atau AVRT dan walaupun
jarang, AT.

a. ATRIAL TACHYCARDIA
 Fokal
Aritmia supraventrikular yang regular, terorganisir dengan gambaran
gelombang P yang jelas dan adanya garis isoelektrik di antara gelombang
P. Terkadang dapat ditemukan adanya iregularitas terutama saat
pemanasan (warm up) dan terminasi (cool down). Pemetaan atrial
menunjukkan sumber yang fokal di atrium.
Pada TA, gelombang P biasanya muncul pada paruh kedua siklus
takikardia sehingga sering tenggelam di dalam gelombang T pada
kompleks QRS yang sebelumnya.Selama TA biasanya ditemukan garis
isoelektrik diantara gelombang P dan hal ini digunakan untuk
membedakan dengan kepak atrium yang tipikal maupun tidak tipikal
(gambaran gigi gergaji).
Walaupun untuk menentukan lokasi yang tepat dari sumber TA
membutuhkan pemetaan intra kardiak, tetapi gelombang P pada 12
sadapan di EKG berbeda dengan gelombang P pada irama sinus sehingga
dapat digunakan untuk menentukan sumber dari TA fokal. Gelombang P
yang negatif di sadapan I dan aVL atau gelombang P yang positif di
sadapan V1 menunjukkan sumber berasal dari atrium kiri. Sebagai
tambahan gelombang P yang negatif di sadapan inferior menunjukkan
sumber yang berasal dari kaudal, sedangkan gelombang P yang positif
menunjukkan sumber yang berasal dari kranial. Yang menarik adalah
gelombang P saat irama sinus dapat menyerupai dengan gelombang P
yang 61 berasal dari krista terminalis bagian atas atau vena pulmonalis
kanan. TA fokal yang berasal dari vena pulmonalis kanan mempunyai
gelombang P yang positif di V1 sehingga bila ditemukan adanya
perubahan polaritas gelombang P dibanding irama sinus harus dicurigai
adanya fokus di vena pulmonalis kanan.

 Multifokal
Aritmia supraventrikular yang iregular dengan karakteristik 3 atau lebih
bentuk gelombang P yang berbeda dengan/atau gambaran aktivasi atrium
dengan kecepatan yang berbedabeda. Gangguan irama ini selalu iregular.
Diagnosis TA multifokal didapatkan dengan dasar adanya takikardia ireguler
dengan tiga atau lebih gambaran morfologi gelombang P. Iramanya selalu
iregular 75 sehingga menyerupai fibrilasi atrium , tetapi dengan frekuensi
tidak terlalu cepat. Kelainan irama jantung ini biasa dikaitkan dengan adanya
penyakit paru, hipertensi 76 pulmoner, penyakit jantung koroner, penyakit
katup jantung namun dapat berasal dari 77 kelainan metabolik, kelainan
elektrolit, atau akibat terapi teofilin. Pada beberapa kasus dapat juga
diakibatkan oleh intoksikasi digitalis. Kelainan aritmia ini jarang dapat
diterapi dengan menggunakan anti aritmia tetapi beberapa studi melaporkan
keberhasilan menggunakan antagonis kalsium. Penyekat beta umumnya
tidak diberikan atau dikontraindikasikan, karena adanya penyakit paru yang
mendasari. Tatalaksana kronik kadang membutuhkan antagonis kalsium dan
tidak ada peran dari kardioversi, obat antiaritmia ataupun ablasi.
ATRIOVENTRICULAR NODAL REENTRANT TACHYCARDIA
(AVNRT)
Takikardia reentrant yang melibatkan dua jalur fungsional yang berbeda, secara
umum disebut jalur lambat dan jalur cepat. Kebanyakan jalur cepat berada dekat
apeks dari segitiga Koch dan jalur lambat di inferoposterior dari jaringan AV node.
Jalur varian lainnya telah diteliti salah satunya AVNRT "slow-slow".
AVNRT dapat terjadi baik pada orang muda yang sehat maupun pasien dengan
penyakit jantung yang menahun. TaRNAV terjadi karena adanya jaras nodal AV
ganda yaitu jaras lambat dan jaras cepat yang saling terhubungkan di bagian
proksimal dan distal membentuk suatu sirkuit reentri. Jaras lambat memiliki
karakteristik konduksi impuls yang lambat tetapi masa refraktori yang pendek,
sebaliknya jaras cepat memiliki kemampuan konduksi cepat tetapi masa refraktori
yang panjang. Bayangkan suatu perahu boat yang melaju lambat akan membentuk
gelombang yang pendek di belakangnya, sehingga perahu berikutnya dapat segera
melalui jalur lintasan yang sama sesegera mungkin tanpa diganggu oleh gelombang
belakang perahu pertama. Sebaliknya perahu boat yang melaju cepat akan
meninggalkan gelombang yang panjang di belakangnya sehingga perahu berikutnya
yang akan melalui lintasan yang sama harus menunggu lebih lama agar tidak
terganggu oleh gelombang belakang perahu pertama.
Inisiasi TaRNAV umumnya didahului oleh suatu denyut prematur atrium yang jatuh
pada saat jaras cepat masih dalam masa refrakter sehingga impuls diteruskan secara
lambat melalui jaras lambat. Ketika impuls tiba di pertemuan distal antara jaras
lambat dengan cepat, jaras cepat telah pulih dari masa refraktori sehingga impuls
dapat berjalan secara retrograd melalui jaras cepat. Ketika impuls tiba di pertemuan
proksimal kedua jaras, didapatkan jaras lambat sudah pulih dan dapat melanjutkan
impuls. Dengan demikian putaran reentri akan berlangsung terus. Jenis TaRNAV
seperti itu disebut TaRNAV lambat-cepat yaitu jalur konduksi antegrad melalui jaras
lambat sedangkat retrograd melalui jaras cepat. Ada juga jenis TaRNAV lambat-
lambat (Gambar 8). Putaran reentri pada TaRNAV akan terus berlangsung hingga
berhenti oleh denyut prematur lain atau pemberian obat.
Takikardia regular dengan QRS sempit. Gelombang P terkubur di dalam
kompleks QRS. Sesuai dengan TaRNAV lambat - cepat (tipikal).

ATRIOVENTRICULAR REENTRANT TACHYCARDIA


(AVRT)
Takikardia yang sirkuit reentrinya melibatkan atrium, nodus atrioventrikular (AV),
jaras tambahan, dan ventrikel. Melibatkan jalur bypass aksesoris atrioventrikular yang
menyediakan media untuk terjadinya reentri. Klinisi membagi menjadi tipe nyata dan
tersembunyi. Tipe nyata jalur bypass dapat menyalurkan sinyal listrik untuk kedua
arah baik dari atrium ke ventrikel ataupun kebalikkannya. Jika sinyalnya mulai dari
nodus AV dan berjalan ke jalur bypass, ECG akan tampak QRS sempit (disebut
sebagai AVRT ortodromik). Sebaliknya, jika sinyal mulai dari bypass dan mengarah
ke nodus AV, temuan yang jauh lebih jarang, maka EKG akan tampak QRS lebar;
varian reentrant ini adalah secara teknis disebut sebagai AVRT antidromik.
Atrioventricular reentrant tachycardia (AVRT) diinisiasi oleh kompleks ventrikel
prematur (PVC). Pada gambar A selama ritme sinus (SA) tidak ada konduksi
retrograde melintasi saluran bypass atau nodus atrioventrikular (AV) karena pengaruh
dari beat SA sebelumnya. Pada gambar B kompleks prematur ventrikel dekat dengan
saluran bypass menyalurkan sinyal ke atrium melalui saluran bypass, sementara
secara bersamaan diblokir dalam sistem His-Purkinje. Urutan ini meyebabkan
munculnya takikardia kompleks yang sempit di mana impuls bergerak turun
(konduksi antegrade) sistem AV node-His-bundle branch dan memasuki kembali ke
atrium dengan naik (konduksi retrograde) jalur bypass. AVRT juga dapat dimulai
oleh kompleks atrium prematur (PAC).
ATRIAL FLUTTER
Atrial flutter adalah aritmia kardiak yang ditandai dengan frekuensi atrium 240-400
detak/menit disertai tanda-tanda blokade konduksi nodus atrioventrikular.  Atrial
flutter terbentuk karena adanya macroreentrant atrial tachycardia (MAT) yang
berjalan di sekitar anulus trikuspid, lalu ke arah superior di sepanjang septum atrium,
ke inferior dinding atrium, melewati isthmus kavotrikuspid. Berdasarkan arah
propagasi sirkuit re-entry yang dimilikinya, atrial flutter tipikal terbagi
menjadi atrial flutter tipikal murni dan atrial flutter tipikal terbalik.
Atrial flutter biasanya terjadi karena adanya gelombang reentran yg besar, yang
berasal dari atrium kanan, hal ini ditimbulkan oleh kompleks atrium yg prematur.
Dengan jenis flutter atrium tipikal yang paling umum, gelombang menyebar ke arah
berlawanan arah jarum jam, yang melibatkan area dekat katup trikuspid dan vena
kava inferior (isthmus cavo-trikuspid).

Atrial Flutter dibagi menjadi :


1. Typical Atrial Flutter (Sering, Tipe I Atrial Flutter)
a. Anticlockwise Reentry: bentuk atrial flutter paling sering (90% kasus).
konduksi atrial Retrograde menghasilkan :
 gelombang flutter Inverted  di leads II,III, aVF
 gelombang flutter positif di V1
b. Clockwise Reentry. variasi yang tidak biasa ini menghasilkan bentuk yang
sebalikknya:
 gelombang flutter positif di leads II, III, aVF
 dan gelombang flutter inverted di V1
2. Atypical Atrial flutter (Jarang, atau Tipe II Atrial Flutter)
 Tidak memenuhi kriteria untuk flutter atrium tipikal.
 Sering dikaitkan dengan tingkat atrium yang lebih tinggi dan ketidakstabilan
ritme.
 Kurang bisa menerima pengobatan dengan ablasi.

Gambaran Umum
 Kompleks takikardi yang sempit
 Aktivitas atrium teratur pada ~ 300 bpm
 Gelombang flutter (pola "gigi gergaji") paling terlihat pada sadapan II, III,
aVF
 Gelombang flutter di V1 mungkin menyerupai gelombang P
 Hilangnya baseline isoelektrik
ATRIAL FIBRILATION
Fibrilasi atrium adalah takiaritmia supraventrikular yang khas, dengan aktivasi
atrium yang tidak terkoordinasi mengakibatkan perburukan fungsi mekanis
atrium. Pada elektrokardiogram (EKG), ciri dari FA adalah tiadanya konsistensi
gelombang P, yang digantikan oleh gelombang getar (fbrilasi) yang bervariasi
amplitudo, bentuk dan durasinya. Pada fungsi NAV yang normal, FA biasanya
disusul oleh respons ventrikel yang juga ireguler, dan seringkali cepat.
Mekanisme elektrofisiologis FA.
A. Mekanisme fokal: fokus/pemicu (tanda bintang) sering ditemukan di vena
pulmoner.
B. Mekanisme reentri mikro: banyak wavelet independen yang secara kontinu
menyebar melalui otot-otot atrium dengan cara yang kacau. AKi: atrium kiri, AKa:
atrium kanan, VP: vena pulmoner, VKI: vena kava inferior, VKS: vena kava
superior
Klasifikasi FA menurut waktu presentasinya. Fibrilasi atrium dapat mengalami
progresivitas dari paroksismal menjadi persisten, persisten lama atau permanen.
Seluruh tipe FA tersebut dapat merupakan presentasi awal atas dasar riwayat
sebelumnya
AF dengan fungsi ventrikel normal
PERICARDIAL, MYOCARDIAL, PULMOARY SYNDROME
1. PERICARDIAL SYNDROME
a. Acute Pericarditis

Pola EKG perikarditis akut menyerupai yang terlihat dengan akut ST elevasi MI.
Perbedaan utama antara elevasi ST terjadi dengan MI akut dan perikarditis akut
adalah distribusi mereka. Peningkatan segmen ST pada MI akut biasanya dilokalisasi
ke area infark. Sebaliknya, karena perikardium menyelimuti jantung. Maka
perubahan ST-T yg terjadi pada perikarditis biasanya lebih digeneralisasikan dan
dapat terlihat sekaligus baik di lead anterior maupun posterior. Perikarditis akut
menyebabkan peningkatan segmen ST yang menyebar pada sadapan I, II, aVF, dan
V2 hingga V6, dengan depresi ST di lead aVR. Sebaliknya, arus atrium yang
bersamaan dari cedera menyebabkan elevasi segmen PR pada lead aVR dengan
depresi PR di lead dada kiri dan lead II. Pada aVR pola ini disebut “ Knuckle sign”
ST elevasi pada pericarditis setelah beberapa waktu dapat diikuti oleh T invertion.

b. Pericardial efusions
Tanda EKG yang paling umum dari perikardial efusi (dengan atau
tanpa tamponade sebenarnya) adalah Tegangan rendah (atau
tegangan yang relatif rendah) dari QRS kompleks. Mekanisme
tegangan rendah di pengaturan ini belum ditetapkan dengan pasti.
Tegangan rendah sangat ketat dianggap hadir ketika total
amplitudo kompleks QRS di masing-masing dari enam ekstremitas
sadapan 5 mm (0,5 mV) atau kurang. Tegangan rendah di sadapan
ekstremitas bisa disertai atau tidak disertai tegangan rendah di
dada, didefinisikan sebagai puncak-total QRS amplitudo (rentang
total) 10 mm atau kurang di masing-masing lead V1 ke V6.
Electrical alternans adalah temuan yang sangat khas dapat terjadi dengan efusi
perikardial terutama ketika ini terkait dengan tamponade atau kompromi
hemodinamik yang parah. Pola ini biasanya ditandai denganpergeseran beat-to-
beat periodik pada sumbu QRS terkait dengan gerak jantung secara otomatis ke
sana kemaridalam akumulasi cairan yang relatif besar. Penemuan biasanya
paling jelas terlihat di bagian tengah dada.Tiga serangkai sinus takikardia,
alternatif listrik, dan tegangan QRS rendah hampir merupakan diagnostik
tamponade jantung, meskipun tidak setiap pasien menunjukkan tamponade pola
ini (mis., memiliki spesifisitas tinggi, tetapi hanya sensitivitas sedang).
Electrical Alternans kemungkinan besar terjadi dengan efusi yang lebih besar,
dan karena itu, telah dikaitkan dengan keganasan metastasis (mis., payudara
atau paru-paru).
c. Pericardial constrictive
Terjadinya fibrosis kronis dan kalsifikasi pada kantung perikardial.
• Sayangnya, tidak ada pola EKG tunggal atau konstelasi temuan
yang mendiagnosis perikarditis konstriktif kronis.
• Perubahan gelombang ST-T yang tidak spesifik dan tegangan
QRS yang relatif rendah adalah yang paling umum.
Perubahan gelombang ST-T yang tidak spesifik dan tegangan
QRS yang relatif rendah adalah yang paling umum.
Penyimpangan segmen PR / ST mungkin mirip dengan
perikarditis akut. Namun, aritmia atrium, terutama fibrilasi atrium,
dapat menghalangi penilaian deviasi segmen PR.

2. MYOCARDIAL SYNDROME
a. Myocarditis
Individu dengan miokarditis mungkin memiliki berbagai gejala dan
presentasi, mulai dari mereka yang tidak menunjukkan gejala sampai
mereka yang memiliki gagal jantung parah dan bahkan kematian
mendadak. Dalam beberapa kasus, perikarditis dan miokarditis terjadi
sebagai bagian dari peradangan yang sama proses (myopericarditis atau
perimyocarditis).
• Temuan EKG dengan miokarditis juga cukup bervariasi, mulai dari
perubahan ST-T yang tidak spesifik hingga perubahan repolarisasi khas
yang terjadi pada perikarditis akut. Kadang-kadang, temuan EKG
miokarditis berat dapat persis mensimulasikan MI akut, termasuk
peningkatan ST dan bahkan pengembangan gelombang Q patologis

b. Chronic Heart Failure


Gagal jantung kronis (HF), sering disebut sebagai gagal jantung kongestif
atau hanya gagal jantung, adalah sindrom kompleks yang mungkin timbul
dari multipel penyebab, termasuk MI yang luas, hipertensi sistemik,
miokarditis, penyakit jantung valvular, dan beragam kardiomiopati.

EKG dapat membantu petunjuk untuk diagnosis spesifik pada beberapa


pasien:
• Gelombang Q yang menonjol dan perubahan ST-T yang khas
• Pola hipertrofi ventrikel kiri
• Blok cabang bundel kiri (LBBB)
Pada beberapa pasien, ditandai pembesaran dan penurunan fungsi kiri (dan
seringkali kanan) ventrikel terjadi tanpa penyakit arteri koroner, hipertensi,
atau lesi katup yang signifikan. Dalam kasus seperti itu, istilah
kardiomiopati dilatasi (“kongestif”) diterapkan.

Pasien dengan kardiomiopati dilatasi dari sebab apa pun mungkin memiliki pola
EKG
yang khas (the ECG – HF TRIAD), ditandai dengan temuan berikut:
• Tegangan yang relatif rendah di lead ekstremitas, sedemikian rupa sehingga
QRS di masing-masing dari enam ekstremitassadapan adalah 8 mm atau
kurang dalam amplitudo.
• Tegangan QRS yang relatif menonjol di lead dada, sedemikian rupa sehingga
jumlah gelombang S di salah satu lead V1 atau lead V2 plus gelombang R di
V5 atau V6 35 mm atau lebih.
• Progresi gelombang R sangat lambat yang didefinisikan oleh QS- atau
kompleks tipe rS dalam sadapan V1 ke V4.

Kardiomiopati dilatasi idiopatik berat pada pria dewasa muda dengan gagal jantung
kronis. Tiga serangkai :
(1) relatif rendah Tegangan QRS pada sadapan ekstremitas,
(2) tegangan QRS prekordial yang menonjol, dan
(3) perkembangan gelombang R yang sangat lambat pada sadapan dada (rS di V4)
sangat menunjukkan kardiomiopati dilatasi. Temuan ini relatif spesifik, tetapi tidak
sensitif.

3. PULMONARY SYNDROME
EKG bukan tes sensitif untuk emboli paru akut. Dalam beberapa kasus obstruksi
dihasilkan oleh embolus dalam sistem arteri pulmonalis dapat menyebabkan
perubahan EKG, tetapi umumnya tidak ada pola tunggal yang diagnostik.

a. Pulmonary Embolism
Gambaran yang kadang-kadang terlihat pada emboli paru meliputi sinus takikardia,
gelombang S pada lead I dengan gelombang Q dan inversi gelombang T di lead III
(pola S1Q3T3), dan progresi gelombang R yg lambat dengan inversi gelombang T di
lead dada dari V1 sampai V4 yang dihasilkan dari overload ventrikel kanan akut.
Pasien dengan chronic thromboembolic pulmonary hypertension (CTEPH) karena
emboli paru berulang dapat menunjukkan tanda-tanda overload ventrikel kanan atau
RVH yang jelas (R tinggi dalam V1, right axis deviation dan inversi gelombang T
prekordial kanan), terkadang dengan gelombang P memuncak karena overload pada
atrium kanan. Temuan identik dapat terjadi dengan hipertensi arteri paru primer
(PAH).

b. Chronic obstructive lung disease (emphysema)


(1) tegangan QRS rendah
(2) progresi gelombang R lambat di lead dada,
(3) Axis QRS vertikal atau ke kanan di bidang frontal, dan
(4) kelebihan beban atrium kanan.

Perhatikan konstelasi karakteristik dari tegangan yang relatif rendah di sadapan


ekstremitas, right axis deviation, atrium kanan pola overload (“P pulmonale”), dan
progresi gelombang R yang lambat. Sumbu gelombang P juga lebih vertikal dari
biasanya (hampir + 90 °).

c. Pulmonary parenchymal disease


Jenis lain dari penyakit paru umum yang parah (mis., karena fibrosis paru
idiopatik, sarkoidosis, tumor metastasis) dapat menyebabkan perubahan
EKG, termasuk P pulmonale, RVH, inversi gelombang T prekordial kanan-
tengah dan pergeseran poros kanan QRS. Namun, perubahan ini kurang
sensitif, sehingga pasien mungkin memiliki sindrom paru lanjut dan sedikit
atau tidak ada temuan EKG yang dicatat.

Anda mungkin juga menyukai