Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KB ALAMIAH SUHU TUBUH DASAR

Dosen Pengampu : Heni Eka Puji Lestari, S.ST., M.Kes


Mata Kuliah : Kesehatan perempuan dan perencanaan keluarga

Kelompok 2 :
Alfina Ramadhani (201901002)
Desnita Syakina R (201901011)
Mila Kurniawati (201901020)

STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN


PRODI D-III KEBIDANAN
2019/2020

KATA PENGANTAR

i
Segala puji dan syukur senantiasa kami selaku penulis makalah panjatkan kepada Tuhan
YME, atas karunia dan rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Keluarga Berencana ”. Selanjutnya, kami sampaikan terima kasih kami kepada
seluruh pihak yang telah memberikan bantuan terutama kepada:

1. Ibu Heni Eka Puji Lestari, S.ST., M.Kes sebagai dosen pengampu dalam mata
kuliah Kesehatan perempuan dan perencanaan keluarga karena telah memberikan
ilmu awal serta pemahaman
2. Orang tua kami dengan senang hati selalu memberikan kami doa untuk
kelancaran dalam mengerjakan tugas ini.
3. Teman-teman atas dukungan dan semangatnya kepada kami dalam mengerjakan
tugas ini.

Akhir kata, kami sebagai tim penulis semoga tugas kami ini dapat bermanfaat

Madiun, 18 April 2021

Tim penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPULi
KATA PENGANTARii
DAFTAR ISIiii

BAB I PENDAHULUAN1

1.1 LATAR BELAKANG1


1.2 RUMUSAN MASALAH3
ii
1.3 TUJUAN MAKALAH3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA4


2.1 DEFINISI KELUARGA BERENCANA 4
2.2 TUJUAN KELUARGA BERENCANA5
2.3 MANFAAT KELUARGA
BERENCANA.............................................................5

BAB 3 PEMBAHASAN7
BAB 4 PENUTUP13
4.1 KESIMPULAN13
4.2
SARAN...................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………...14

iii
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Merencanakan dan mengatur keluarga adalah soal kemanusiaan yang sekarang ini sedang
diusahakan pelaksanaannya oleh pemerintah dan rakyat Indonesia. Kalau pembangunan itu
adalah pembangunan manusia, maka kelahiran manusia itupun harus diatur. Pengaturan itu
harus diadakan, agar supaya kenaikan produksi tidak dikalahkan oleh kenaikan kelahiran
anak. Hal yang ditakutkan itupun terjadi pada masa sekarang ini, dimana kelahiran anak
mengalahkan kenaikan produksi terutama produksi pangan. Di samping itu pertumbuhan
penduduk yang tidak disertai dengan pertumbuhan yang cukup dalam produksi nasional dapat
juga menimbulkan berbagai masalah yang berkaitaan dengan kurangnya fasilitas pendidikan,
kurangnya penyediaan makanan, pelayanan kesehatan, kesempatan kerja, dan lain sebagainya.
Usaha perencanaan keluarga harus dilakukan sedemikian rupa supaya tidak bertentangan
dengan hukum yang berjalan dinegeri ini, juga tidak bertentangan dengan ajaran agama yang
merupakan sumber rasa susila dan rasa peri kemanusiaan. Ini semua harus diatur oleh
pemerintah dan harus didukung pula oleh segenap rakyat. Suksesnya suatu program dalam hal
ini program keluarga berencana, tergantung dari aktif atau tidak aktifnya partisipasi
masyarakat untuk mensukseskan program tersebut. Sehingga dalam posisi ini peran aktif
masyarakat sangat penting artinya bagi kelancaran dan keberhasilan program tersebut dan
tercapainya tujuan secara mantap. Program Keluarga Berencana dicanangkan dalam rangka
usaha pemerintah untuk membangun manusia Indonesia yang berkualitas. Pada dasarnya
pemerintah berkeinginan untuk membuat perubahan dari suatu kondisi tertentu ke keadaan
lain yang lebih bernilai. Agar proses perubahan itu dapat menjangkau sasaran-sasaran
perubahan keadaan yang lebih baik dan dapat digunakan sebagai pengendali masa depan, di
dalam melaksanakan pembangunan itu perlu sekali memperhatikan segi manusianya. Karena
dalam arti proses, pembangunan itu menyangkut makna bahwa manusia itu obyek
pembangunan dan sekaligus subyek pembangunan. Sebagai subyek pembangunan manusia
harus diperhitungkan, sebab dia punya nilai dan potensi yang luar biasa. Oleh karena itu, di
dalam pembangunan perlu sekali mengajak subyek tadi untuk ikut berpartisipasi aktif dalam
proses pembangunan secara berkelanjutan. Kaitannya dengan peran serta masyarakat dalam
program tertentu, peranan tokoh masyarakat baik formal maupun non-formal sangat penting
terutama dalam mempengaruhi, memberi contoh, dan menggerakkan keterlibatan seluruh
warga masyarakat di lingkungannya guna mendukung keberhasilan program. Apalagi di
2

masyarakat pedesaan, peran tersebut menjadi faktor determinan karena kedudukan para tokoh
masyarakat masih sangat kuat pengaruhnya, bahkan sering menjadi tokoh panutan dalam
segala kegiatan hidup sehari-hari warga masyarakat. Persepsi warga masyarakat terhadap
program tertentu merupakan landasan atau dasar utama bagi timbulnya kesediaan untuk ikut
terlibat dan berperan aktif dalam setiap kegiatan program tersebut. Makna positif atau negatif
sebagai hasil persepsi seseorang terhadap program akan menjadi pendorong atau penghambat
baginya untuk berperan dalam kegiatannya

Keluarga berencana termasuk ke dalam 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau


Sustainable Development Goals (SDGs) yang disepakati oleh negara-negara anggota PBB
tahun 2015. Keluarga berencana terdapat pada tujuan untuk menjamin kehidupan sehat dan
mendukung kesejahteraan bagi semua di segala usia. Target ke-3 poin 7 dalam tujuan tersebut
menyebutkan bahwa pada tahun 2030, pemerintah menjamin akses universal terhadap layanan
perawatan kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk untuk keluarga berencana, informasi
dan pendidikan, serta integrasi kesehatan reproduksi ke dalam strategi program nasional.
Pemerintah telah menetapkan kebijakan keluarga berencana melalui penyelenggaraan
program keluarga berencana. Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2014 Tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem
Informasi Keluarga menyebutkan bahwa program keluarga berencana (KB) adalah upaya
mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui
promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan
keluarga yang berkualitas.Pengaturan kehamilan adalah upaya untuk membantu pasangan
suami istri untuk melahirkan pada usia yang ideal, 2 memiliki jumlah anak, dan mengatur
jarak kelahiran anak yang ideal dengan menggunakan cara, alat, dan obat kontrasepsi.3
Pelaksanaan program keluarga berencana dinyatakan dengan pemakaian alat atau cara KB
saat ini. Pemakaian alat KB modern yang dinyatakan dengan Contraceptive Prevalence Rate
(CPR) modern di antara WUS (wanita usia kawin 15-49 tahun) merupakan salah satu dari
indikator universal akses kesehatan reproduksi. Pemakaian cara/alat KB di Indonesia tahun
2013 adalah 59,7% dengan besar CPR modern 59,3 %. Pemakaian alat kontrasepsi dapat
dilakukan dengan dua metode yaitu metode kontrasepsi jangka panjang (MJKP) dan metode
kontrasepsi jangka pendek (non-MJKP). Peningkatan penggunaan metode kontrasepsi jangka
panjang (MJKP) merupakan salah satu sasaran dari lima sasaran strategis yang ditetapkan
BKKBN dalam rangka pencapaian tujuan strategis. Metode kontrasepsi jangka panjang
memiliki tingkat efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan non MKJP dalam hal pencegahan
3

kehamilan. Tetapi tak jarang banyak seorang perempuan yang tidak dapat menggunakan alat
kontrasepsi apapun atau bisa disebut dengan alergi hal ini dapat dicegah atau diganti dengan
KB alami.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan gambaran permasalahan pada latar belakang masalah di atas, maka


permasalahan yang akan dikaji dalam makalah ini adalah sebagai berikut.

Bagaimana bentuk – bentuk alat, dan hal apa saja yang harus diperhatikan untuk melakukan
program Keluarga Berencana secara Alamiah?

1.3 Tujuan Makalah


a. Tujuan Umum, Tujuan umum dari makalah ini yaitu untuk mengetahui faktor - faktor yang
mempengaruhi seseorang dlaam menentukan program keluarga berencana.
b. Tujuan Khusus, Mengetahui karakteristik riwayat KB, jumlah anak, dan keberhasilan
program keluarga berencana. Mengetahui pengaruh antara jumlah anak dengan pemilihan
alat kontrasepsi yang tepat pada istri.

BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Keluarga Berencana


4

Pengertian Keluarga Berencana secara umum dapat diuraikan bahwa keluarga berencana
ialah suatu usaha yang mengatur banyaknya jumlah kelahiran sedemikian rupa sehingga bagi
ibu maupun bayinya dan bagi ayah serta keluarganya atau masyarakat yang bersangkutan
tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kelahiran tersebut.1 Dalam
pengertian sempitnya keluarga berencana dalam kehidupan seharihari berkisar pada
pencegahan konsepsi atau pencegahan terjadinya pembuahan mencegah pertemuan antara sel
mani (spermatozoa) dari pria dan sel telur (ovum) dari wanita. Program KB adalah suatu
langkah-langkah atau suatu usaha kegiatan yang disusun oleh organisasi-organisasi KB dan
merupakan program pemerintah untuk mencapai rakyat yang sejahtera berdasarkan peraturan
dan perundang-undangan kesehatan. KB adalah mengatur jumlah anak sesuai dengan
keinginan dan menentukan kapan ingin hamil. Jadi, KB (Family Planning, Planned
Parenthood) adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak
kehamilan dengan memakai alat kontrasepsi, untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan
sejahtera Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 BAB I Pasal 1
tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sebagai landasan hukum
yang berisikan berbagai pengertian:
Keluarga Berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia
ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan dan
bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang
berkualitas.

Pengertian Keluarga Sejahtera (KS) adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas
perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak,
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara
anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya. Menurut UU No 10 tahun
1992, Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat
melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan
keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil yang bahagia sejahtera.2

2.2 Tujuan Keluarga Berencana

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomer 87 tahun 2014 tentang


Perkembangan Kependudukan dan Pengembangan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem
Informasi Keluarga, kebijakan KB bertujuan untuk :
1
Koes irianto, 2014, Pelayanan Keluarga Berencana Dua anak cukup, Alfabeta:Bandung, hal.5
2
UU No 10 tahun 1992 Tentang Perkembangan Kependudukan dan pembangunan dan pembangunan Keluarga
Sejahtera
5

1) Mengatur kehamilan yang diinginkan,

2) Menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak,

3) Meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan KB dan
kesehatan reproduksi,

4) Meningkatkan partisipasi dan kesertaan pria dalam praktek Keluarga Berencana, dan

5) Mempromosikan penyusuan bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan

2.3 Manfaat Keluarga Berencana

Manfaat KB Menurut WHO (2018), manfaat KB adalah sebagai berikut.

1) Mencegah Kesehatan Terkait Kehamilan Kemampuan wanita untuk memilih untuk hamil
dan kapan ingin hamil memiliki dampak langsung pada kesehatan dan kesejahteraannya. KB
memungkinkan jarak kehamilan dan penundaan kehamilan pada wanita muda yang memiliki
risiko masalah kesehatan dan kematian akibat melahirkan anak usia dini. KB mencegah
kehamilan yang tidak diinginkan, termasuk wanita 16 yang lebih tua dalam menghadapi
peningkatan risiko terkait kehamilan. KB memungkinkan wanita yang ingin membatasi
jumlah keluarga mereka. Bukti menunjukkan bahwa wanita yang memiliki lebih dari 4 anak
berisiko mengalami kematian ibu. Dengan mengurangi tingkat kehamilan yang tidak
diinginkan, KB juga mengurangi kebutuhan akan aborsi yang tidak aman.

2) Mengurangi AKB KB dapat mencegah kehamilan dan kelahiran yang berjarak dekat dan
tidak tepat waktu. Hal ini berkontribusi pada beberapa angka kematian bayi tertinggi di dunia.
Bayi dengan ibu yang meninggal akibat melahirkan juga memiliki risiko kematian yang lebih
besar dan kesehatan yang buruk.

3) Membantu Mencegah Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Acquired


Immunodeficiency Syndrome (AIDS) KB mengurangi risiko kehamilan yang tidak diinginkan
di antara wanita yang hidup dengan HIV, mengakibatkan lebih sedikit bayi yang terinfeksi
dan anak yatim. Selain itu, kondom pria dan wanita memberikan perlindungan ganda terhadap
kehamilan yang tidak diinginkan dan terhadap IMS termasuk HIV.

4) Memberdayakan Masyarakat dan Meningkatkan Pendidikan KB memungkinkan


masyarakat untuk membuat pilihan berdasarkan informasi tentang kesehatan seksual dan
reproduksi. KB memberikan peluang bagi perempuan untuk mengejar pendidikan 17
tambahan dan berpartisipasi dalam kehidupan publik, termasuk mendapatkan pekerjaan yang
dibayar. Selain itu, memiliki keluarga yang lebih kecil memungkinkan orang tua untuk
6

berinvestasi lebih banyak pada setiap anak. Anak-anak dengan lebih sedikit saudara kandung
cenderung tetap bersekolah lebih lama daripada mereka yang memiliki banyak saudara
kandung.

5) Mengurangi Kehamilan Remaja Remaja hamil lebih cenderung memiliki bayi prematur
atau bayi berat lahir rendah (BBLR). Bayi yang dilahirkan oleh remaja memiliki angka
kematian neonatal yang lebih tinggi. Banyak gadis remaja yang hamil harus meninggalkan
sekolah. Hal ini memiliki dampak jangka panjang bagi mereka sebagai individu, keluarga dan
komunitas.

6) Perlambatan Pertumbuhan Penduduk KB adalah kunci untuk memperlambat pertumbuhan


penduduk yang tidak berkelanjutan dengan dampak negatif yang dihasilkan pada ekonomi,
lingkungan, dan upaya pembangunan nasional dan regional.

BAB 3

PEMBAHASAN
7

Pemerintah telah melakukan berbagai program untuk menekan laju pertambahan


penduduk. Salah satu upaya pengendalian laju pertumbuhan penduduk yang paling efektif
adalah dengan penggunaan alat kontrasepsi untuk menghindari “4 terlalu” seperti terlalu tua,
terlalu muda, terlalu banyak anak, dan terlalu dekat jarak kelahiran. Pengendalian laju
pertambahan jumlah penduduk perlu dilakukan agar tidak terjadi ledakan penduduk. Faktor
penting dalam upaya program keluarga berencana adalah pemilihan alat kontrasepsi yang
tepat. Pemilihan kontrasepsi berdasarkan efektivitasnya dikategorikan menjadi dua pilihan
metode kontrasepsi seperti suntik, pil, dan kondom yang termasuk dalam katagori non metode
kontrasepsi jangka panjang (non MKJP) dan katagori metode kontrasepsi jangka panjang
(MJKP) seperti IUD, implant, MOW, dan MOP. Akseptor KB di Indonesia lebih menyukai
pemakaian metode kontrasepsi non-MKJP. Berdasarkan data BKKBN tahun 2014 di
Indonesia, persentase pemakaian kontrasepsi suntik 52,62%, pil 26,63%, kondom 5,50%, IUD
6,92%, implant 6,96%, MOW 1,28%, dan MOP 0,09%. Mayoritas peserta KB baru
didominasi oleh peserta KB yang menggunakan Non MKJP, yaitu sebesar 84,74% dari
seluruh peserta KB baru. Sedangkan peserta KB baru yang menggunakan MKJP hanya
sebesar 15,25%. Tingginya angka pencapaian akseptor KB kontrasepsi non MKJP di
Indonesia karena kontrasepsi non MKJP merupakan metode kontrasepsi yang relatif murah,
sedangkan biaya untuk pemasangan pemakaian MKJP cenderung lebih mahal jika
dibandingkan dengan non MKJP, Namun angka kelangsungan drop out kontrasepsi non
MKJP lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrasepsi MKJP (BKKBN, 2013). Akseptor
KB baru maupun akseptor KB aktif di Jawa Timur lebih menyukai kontrasepsi non MKJP
seperti KB suntik dan pil. Data laporan umpan balik pelayanan kontrasepsi, pencapaian
akseptor KB baru di Jawa Timur pada tahun 2014 yaitu suntik 58,87%, pil 21,93%, kondom
3,10%, IUD 8,02%, implant 6,38%, MOW 1,64%, dan MOP 0,06% (BKKBN, 2014a).
Pencapaian akseptor KB aktif di Kecamatan Tambaksari Surabaya pada tahun 2013 adalah
70% akseptor KB memilih kontrasepsi non MKJP dan 32,2% akseptor KB memilih
kontrasepsi MKJP. Laporan pencapaian akseptor KB di Puskesmas Pacarkeling pada tahun
2014 yaitu suntik 42,5%, pil 19%, kondom 2,9%, IUD 17,5%, MOW 10%, MOP 0,1%, dan
implant 8%. Pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang memiliki banyak keuntungan,
beberapa program untuk meningkatkan pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang di
Indonesia telah dilakukan seperti pemerintah telah menerapkan kebijakan kepada masyarakat
Indonesia untuk menggunakan metode kontrasepsi yang efektif, efisien, dan jangka panjang.
8

Terdapat banyak faktor yang memengaruhi seseorang dalam pemilihan kontrasepsi yang akan
digunakan. Faktor yang menjadi pertimbangan seseorang dalam memilih alat kontrasepsi
antara lain faktor individu, faktor kesehatan, dan faktor metode kontrasepsi seperti biaya, dan
efek samping. Menurut Bulatao (1983) terdapat determinan yang mempengaruhi pembatasan
fertilitas seperti faktor motivasi untuk mengatur fertilitas yang dapat dipengaruhi oleh paritas
dan besar keluarga yang diinginkan, sedangkan faktor biaya untuk mendapatkan kontrasepsi
dipengaruhi oleh karakteristik individu dan struktur sosial. Penelitian ini hanya meneliti biaya
pengaturan kelahiran tanpa memperhatikan motivasi dengan asumsi bahwa semua akseptor
KB mempunyai keinginan untuk menggunakan kontrasepsi.

Biaya dapat mempengaruhi jangkauan pemakaian kontrasepsi pada akseptor KB.


Hasil uji regresi logistik, dapat diketahui bahwa biaya pemakaian kontrasepsi berpengaruh
signifikan terhadap pemilihan metode kontrasepsi. Akseptor KB yang menganggap biaya
yang harus ditanggung untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi tidak mahal, mempunyai
kemungkinan 0,078 kali lebih besar untuk memilih kontrasepsi non MKJP dibandingkan
Tabel 2. Hasil Uji Regresi Logistik Ganda Variabel B pvalue OR CI 95% Biaya pemakaian
kontrasepsi -2,545 0,002 0,078 0,016–0,387 Biaya non materiil (pengalaman efek samping)
1,694 0,007 5,443 1,604–18,469 Constant 0,380 0,416 1,463 Septalia dan Puspitasari, Faktor
yang Memengaruhi Pem … 95 dengan akseptor KB yang menganggap biaya yang harus
ditanggung untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi mahal. Penelitian (Damayanti, 2013)
sebagian besar akseptor KB beranggapan bahwa kontrasepsi non MKJP tidak mahal,
sedangkan untuk pemakaian kontrasepsi MKJP dirasa cukup mahal. Pemakaian kontrasepsi
jika dihitung dari segi ekonomisnya, kontrasepsi MKJP jelas lebih murah dibandingkan
kontrasepsi non MKJP. Sebagian besar presepsi akseptor KB cenderung melihat dari biaya
yang harus dikeluarkan saat pemasangan tanpa melihat biaya untuk memakai kontrasepsi jika
dihitung dalam jangka waktu panjang. Biaya pelayanan pemasangan kontrasepsi MKJP
tampak jauh lebih mahal, akan tetapi jika akseptor KB melihat dari segi jangka waktu
penggunaannya, tentu biaya yang harus dikeluarkan untuk pemakaian kontrasepsi MKJP akan
lebih murah dibandingkan dengan non MKJP. Untuk sekali pemasangan, MKJP bisa efektif
selama 3–8 tahun, bahkan seumur hidup. Sedangkan efektivitas kontrasepsi non MKJP hanya
1–3 bulan saja. Biaya pemakaian kontrasepsi dapat mempengaruhi pemilihan kontrasepsi non
MKJP, hal ini dapat disebabkan karena pengetahuan yang minim mengenai biaya pemakaian
kontrasepsi jika dilihat dari segi efektivitas, efisien, dan jangka panjang. Mayoritas
pendidikan akseptor KB yang menggunakan kontrasepsi non MKJP adalah berpendidikan
9

menengah ke bawah. Hal ini sejalan dengan penelitian Imbarwati (2009) bahwa presepsi
biaya KB IUD menjadi salah satu faktor pertimbangan bagi masyarakat untuk memilih
menggunakan kontrasepsi non MKJP. Terlebih bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah
dan merasa keberatan dengan jumlah biaya yang harus dikeluarkan pada saat pemasangan.
Hampir semua kontrasepsi hormonal memiliki efek samping, menurut Hartanto (2015) efek
samping merupakan salah satu faktor metode kontrasepsi yang dapat mempengaruhi
pemilihan kontrasepsi. Hasil uji statistik regresi sederhana maupun ganda didapatkan bahwa
terdapat pengaruh biaya non materiil (pengalaman efek samping) terhadap pemilihan metode
kontrasepsi. Akseptor KB yang pernah mengalami efek samping dari pemakaian kontrasepsi,
mempunyai kemungkinan 5,443 kali lebih besar untuk memilih kontrasepsi non MKJP
dibandingkan dengan akseptor KB yang tidak pernah mengalami efek samping dari
pemakaian alat kontrasepsi. Hal ini sejalan dengan penelitian Mato dan Rasyid (2014) bahwa
terdapat pengaruh lama pemakaian alat kontrasepsi suntik terhadap gangguan menstruasi,
perubahan berat badan, dan pusing.3Akseptor KB yang merasa tidak nyaman dengan efek
samping pemakaian kontrasepsi non MKJP terutama KB suntik maka akan beralih ke
pemakaian kontrasepsi pil KB untuk mengatasi gangguan menstruasi tetapi masih
menggunakan suntik sebagai antisipasi untuk mencegah kehamilan. Tetapi kendala dalam alat
kontrasepsi bisa dicegah dengan hal berikut,

Metode Suhu Basal, Suhu tubuh basal adalah suhu terendah yang dicapai oleh tubuh
selama istirahat atau dalam keadaan istirahat (tidur). Pengukuran suhu basal dilakukan pada
pagi hari segera setelah bangun tidur dan sebelum melakukan aktivitas lainnya. Tujuan
pencatatan suhu basal untuk mengetahui kapan terjadinya masa subur/ovulasi. Suhu basal
tubuh diukur dengan alat yang berupa termometer basal. Termometer basal ini dapat
digunakan secara oral, per vagina, atau melalui dubur dan ditempatkan pada lokasi serta
waktu yang sama selama 5 menit. Suhu normal tubuh sekitar 35,5-36 derajat Celcius. Pada
waktu ovulasi, suhu akan turun terlebih dahulu dan naik menjadi 37-38 derajat kemudian
tidak akan kembali pada suhu 35 derajat Celcius. Pada saat itulah terjadi masa subur/ovulasi.
Kondisi kenaikan suhu tubuh ini akan terjadi sekitar 3-4 hari, kemudian akan turun kembali
sekitar 2 derajat dan akhirnya kembali pada suhu tubuh normal sebelum menstruasi. Hal ini
terjadi karena produksi progesteron menurun. Apabila grafik (hasil catatan suhu tubuh) tidak
terjadi kenaikan suhu tubuh, kemungkinan tidak terjadi masa subur/ovulasi sehingga tidak
terjadi kenaikan suhu tubuh. Hal ini terjadi dikarenakan tidak adanya korpus luteum yang
3
Manuaba, I.B.G., 2010. Kebidanan, Riwayat Kandungan & Keluarga Berencana Untuk Pendidikan
Bidan. Jakarta: EGC.
10

memproduksi progesteron. Begitu sebaliknya, jika terjadi kenaikan suhu tubuh dan terus
berlangsung setelah masa subur/ovulasi kemungkinan terjadi kehamilan. Karena, bila sel
telur/ovum berhasil dibuahi, maka korpus luteum akan terus memproduksi hormon
progesteron. Akibatnya suhu tubuh tetap tinggi.

a) Manfaat

Metode suhu basal tubuh dapat bermanfaat sebagai konsepsi maupun kontrasepsi.

1. Manfaat konsepsi : Metode suhu basal tubuh berguna bagi pasangan yang menginginkan
kehamilan.

2. Manfaat kontrasepsi : Metode suhu basal tubuh berguna bagi pasangan yang menghindari
atau mencegah kehamilan.

b) Efektifitas

Metode suhu basal tubuh akan efektif bila dilakukan dengan benar dan konsisten. Suhu tubuh
basal dipantau dan dicatat selama beberapa bulan berturut-turut dan dianggap akurat bila
terdeteksi pada saat ovulasi. Tingkat keefektian metode suhu tubuh basal sekitar 80 persen
atau 20-30 kehamilan per 100 wanita per tahun. Secara teoritis angka kegagalannya adalah 15
kehamilan per 100 wanita per tahun. Metode suhu basal tubuh akan jauh lebih efektif apabila
dikombinasikan dengan metode kontrasepsi lain seperti kondom, spermisida, ataupun metode
kalender (calender method or periodic abstinence).

c) Faktor yang Mempengaruhi Keandalan Metode Suhu Basal Tubuh. Adapun faktor yang
mempengaruhi keandalan metode suhu basal tubuh antara lain:

(1) penyakit

(2) gangguan tidur

(3) merokok dan atau minum alkohol

(4) penggunaan obat-obatan ataupun narkoba.

(5) stres .

(6) penggunaan selimut elektrik

d) Keuntungan

Keuntungan dari penggunaan metode suhu basal tubuh antara lain:


11

(1) Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pada pasangan suami istri tentang masa
subur/ovulasi.

(2) Membantu wanita yang mengalami siklus haid tidak teratur untuk mendeteksi
masa subur/ovulasi.

(3) Dapat digunakan sebagai kontrasepsi ataupun meningkatkan kesempatan untuk


hamil.

(4) Membantu menunjukkan perubahan tubuh lain pada saat mengalami masa
subur/ovulasi seperti perubahan lendir serviks.

(5) Metode suhu basal tubuh yang mengendalikan adalah wanita itu sendiri.

e) Keterbatasan Sebagai metode KBA, suhu basal tubuh memiliki keterbatasan sebagai
berikut.

(1)Membutuhkan motivasi dari pasangan suami istri.

(2)Memerlukan konseling dan KIE dari tenaga medis.

(3)Suhu tubuh basal dapat dipengaruhi oleh penyakit, gangguan tidur, merokok,
alkohol, stres, penggunaan narkoba maupun selimut elektrik.

(4)Pengukuran suhu tubuh harus dilakukan pada waktu yang sama.

(5)Tidak mendeteksi awal masa subur.

(6)Membutuhkan masa pantang yang lama.

f) Petunjuk Bagi Pengguna Metode Suhu Basal Tubuh. Aturan perubahan suhu/temperatur
sebagai berikut.

(1) Suhu diukur pada waktu yang hampir sama setiap pagi (sebelum bangun dari
tempat tidur).

(2) Catat suhu ibu pada kartu yang telah tersedia.

(3) Gunakan catatan suhu pada kartu tersebut untuk 10 hari pertama dari siklus haid
untuk menentukan suhu tertinggi dari suhu yang “normal dan rendah” dalam pola
tertentu tanpa kondisi-kondisi di luar normal atau biasanya.

(4) Abaikan setiap suhu tinggi yang disebabkan oleh demam atau gangguan lain.
12

(5) Tarik garis pada 0,05 derajat celcius – 0,1 derajat celcius di atas suhu tertinggi dari
suhu 10 hari tersebut. Garis ini disebut garis pelindung (cover line) atau garis suhu.

(6) Periode tak subur mulai pada sore hari setelah hari ketiga berturut-turut suhu tubuh
berada di atas garis pelindung/suhu basal.

(7)Hari pantang senggama dilakukan sejak hari pertama haid hingga sore ketiga
kenaikan secara berurutan suhu basal tubuh (setelah masuk periode masa tidak
subur).

(8) Masa pantang untuk senggama pada metode suhu basal tubuh lebih panjang dari
metode ovulasi billings.

(9) Perhatikan kondisi lendir subur dan tak subur yang dapat diamati.

g) Catatan

(1) Jika salah satu dari 3 suhu berada di bawah garis pelindung (cover line) selama
perhitungan 3 hari. Kemungkinan tanda ovulasi belum terjadi. Untuk menghindari
kehamilan tunggu sampai 3 hari berturut-turut suhu tercatat di atas garis pelindung
sebelum memulai senggama.

(2) Bila periode tak subur telah terlewati maka boleh tidak meneruskan pengukuran
suhu tubuh dan melakukan senggama hingga akhir siklus haid kemudian kembali
mencatat grafik suhu basal siklus berikutnya.

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Merencanakan dan mengatur keluarga adalah soal kemanusiaan yang sekarang ini
sedang diusahakan pelaksanaannya oleh pemerintah dan rakyat Indonesia. Kalau
13

pembangunan itu adalah pembangunan manusia, maka kelahiran manusia itupun harus diatur.
Pengaturan itu harus diadakan, agar supaya kenaikan produksi tidak dikalahkan oleh kenaikan
kelahiran anak. Dalam pengertian sempitnya keluarga berencana dalam kehidupan seharihari
berkisar pada pencegahan konsepsi atau pencegahan terjadinya pembuahan mencegah
pertemuan antara sel mani (spermatozoa) dari pria dan sel telur (ovum) dari wanita. Program
KB adalah suatu langkah-langkah atau suatu usaha kegiatan yang disusun oleh organisasi-
organisasi KB dan merupakan program pemerintah untuk mencapai rakyat yang sejahtera
berdasarkan peraturan dan perundang-undangan kesehatan. KB adalah mengatur jumlah anak
sesuai dengan keinginan dan menentukan kapan ingin hamil. Penngunaan alat kontrasepsi
memang sangat penting dalam program keluarga berencana, tetapi banyak hal juga
mempengaruhi keberhasilan program berencana dengan bantuan alat kontrasepsi. Terdapat
metode basal yang memang diciptakan untuk program keluarga berencana dengan cara
alamiah.

4.2 Saran

Terkait pembahasan diatas mengenai keluarga berencana dengan cara alamiah banyak
hal yang dibahas pada makalah ini . Pada makalah ini juga masih perlu perubahan secara
substansi dalam pengkajian. Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih
terdapat kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki
makalah dengan mengacu pada sumber yang dapat dipertanggung jawabkan nantinya. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.

DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, I.B.G., 2010. Kebidanan, Riwayat Kandungan & Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
14

Mato, R., & Rasyid H., 2014. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efek Samping Pemakaian
Kontrasepsi Suntik Depo Provera di Puskesmas Sudiang Makassar. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Diagnosis. Volume 5 nomer 2: 129–135.
Musdalifah, Sarake, Mukhsen, & Rahma, 2013. Faktor Yang Berhubungan Dengan
Pemilihan Kontrasepsi Hormonal Pasutri di Wilayah Kerja Puskesmas Lampa
Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang. Skripsi. Makassar. Universitas Hasanudin.

Bahtiar, H., Hidayatussani, J., 2013. Akses Akseptor KB Kontrasepsi Hormonal dan Non
Hormonal. Karya Tulis Ilmiah. Mataram: Stikes Yarsi.

Koes irianto, 2014, Pelayanan Keluarga Berencana Dua anak cukup, Alfabeta:Bandung,
hal.5

UU No 10 tahun 1992 Tentang Perkembangan Kependudukan dan pembangunan dan


pembangunan Keluarga Sejahtera

Anda mungkin juga menyukai