OLEH:
Akhdan Zharfan Puspito
201810330311033
Seorang konselor gizi mempunyai peran fasilitator dan motivator. Konselor harus
dapat berperan dalam membantu orang lain (klien) mengenali masalahnya, menentukan
dan memilih pemecahan masalah serta membantu klien dalam mengambil keputusan
pemecahan masalah gizi yang dihadapi. Konselor berperan dalam memotivasi klien
dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Menurut Baruth dan Robinson III konselor
mempunyai 5 peran generik yaitu:
1. Berperan sebagai konselor
Dalam hal ini konselor berperan dalam membantu klien mengungkapkan
masalahnya, membantu klien dalam menegakkan diagnosis, membantu klien
merencanakan intervensi dan membantu klien dalam menyepakati pelaksanaan
intervensi.
2. Konselor berperan sebagai konsultan
Konselor yang efektif akan membangun atau memiliki jalinan kerja sama
dengan berbagai pihak demi kepentingan kliennya, sehingga peran yang
dilakukan tidak hanya terbatas pada “konselor sebagai konselor” saja. Apalagi
dalam masa keterbukaan sekarang ini peran “konselor sebagai konsultan”
menjadi tuntutan yang harus dipenuhi. Konselor diharapkan dapat bekerja sama
dengan berbagai pihak lain yang dapat mempengaruhi diri klien seperti kepala
sekolah, orang tua, guru, teman dekat dan sebagainya yang mempengaruhi
kehidupan klien. Dalam bidang kesehatan dan gizi konselor gizi hendaknya bisa
bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain untuk membantu klien mengatasi
masalahnya.
3. Konselor sebagai agen perubahan.
Peran yang hampir serupa dengan peran sebagai konsultan adalah peran
sebagai agen perubahan. Peran sebagai agen perubahan berarti bahwa
keseluruhan lingkungan dari klien harus dapat berfungsi sehingga dapat
mempengaruhi kesehatan mental menjadi lebih baik, dan konselor dapat
mempergunakan lingkungan tersebut untuk memperkuat atau mempertinggi
berfungsinya klien. Dalam hubungan ini maka perlu keahlian pemahaman tentang
sistem lingkungan dan sosial, dan mengembangkan ketrampilan tersebut untuk
merencanakan dan menerapkan perubahan dalam lembaga, masyarakat, atau
sistem. Sebagai agen perubahan, konselor harus mampu membantu klien dalam
merubah perilaku dari perilaku negatif menjadi perilaku positif.
4. Konselor sebagai agen prevensi primer
Peranan yang ditekankan di sini adalah sebagai agen untuk mencegah
perkembangan yang salah dan atau mengulang kembali kesulitan. Penekanan
dilakukan terutama dengan memberikan strategi dan pelatihan pendidikan
sebagai cara untuk memperoleh atau meningkatkan ketrampilan interpersonal.
Untuk itu konselor perlu pemahaman tentang dinamika kelompok, psikologi
belajar, teknologi pembelajaran dan sebagainya.
5. Konselor sebagai Manajer
Konselor selalu memiliki sisi peran selaku administrator. Sehubungan dengan itu
konselor harus sanggup menangani berbagai segi program pelayanan gizi yang
memiliki ragam variasi pengharapan dan peran seperti telah dikemukakan di atas.
Untuk itu konselor harus mempunyai keahlian dalam perencanaan program intervensi
diet klien berdasarkan data, penilaian kebutuhan gizi klien, penetapan tujuan dietnya,
pembiayaan, dan pembuatan keputusan serta strategi evaluasi program konseling dan
diet klien.
B. Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
penyandang DM, antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang
besarnya 25 – 30 kal/kgBB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi
bergantung pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan
lain-lain. Beberapa cara perhitungan berat badan ideal adalah sebagai berikut:
Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang dimodifikasi:
- Berat badan ideal =
90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg
- Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
rumus dimodifikasi menjadi:
Berat badan ideal (BBI) =
(TB dalam cm – 100) x 1 kg
BB normal : BB ideal ± 10 %
Kurus : kurang dari BB ideal – 10%
Gemuk : lebih dari BB ideal + 10%
Secara umum, makanan siap saji dengan jumlah kalori yang terhitung dan komposisi tersebut
di atas, dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%),
serta 2-3 porsi makanan ringan (10 - 15%) di antaranya. Tetapi pada kelompok tertentu
perubahan jadwal, jumlah dan jenis makanan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk
penyandang DM yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan
penyakit penyerta.
DAFTAR PUSTAKA