Anda di halaman 1dari 11

REFERAT

PENCERNAAN & ENDOKRIN II


Ax + Konseling Gizi
(Pengaturan Diet Pada Dewasa Dan Anak + Obesitas Diabetes)

OLEH:
Akhdan Zharfan Puspito
201810330311033

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


FAKULTAS KEDOKTERAN
2020
A. Konseling gizi
Konseling gizi bertujuan membantu klien dalam upaya mengubah perilaku
yang berkaitan dengan gizi sehingga dapat meningkatkan kualitas gizi dan kesehatan
klien, meliputi perubahan pengetahuan, perubahan sikap dan perubahan tindakan.
Sasaran (klien) dari kegiatan ini dapat dibagi menjadi 3, menurut Persatuan
Ahli Gizi (2010)
1. Klien yang memiliki masalah kesehatan terkait dengan gizi (misalnya
diabetes, penyakit jantung coroner, penyakit ginjal, dsb)
2. Klien yang ingin atau perlu melakukan tindakan pencegahan (pasien
yang memiliki faktor risiko tinggi)
3. Klien yang ingin mempertahankan dan mencapai status gizi yang
optimal (pasien dengan status gizi kurang dan status gizi baik ataupun
status gizi lebih dapat melakukan konseling)

Seorang konselor gizi mempunyai peran fasilitator dan motivator. Konselor harus
dapat berperan dalam membantu orang lain (klien) mengenali masalahnya, menentukan
dan memilih pemecahan masalah serta membantu klien dalam mengambil keputusan
pemecahan masalah gizi yang dihadapi. Konselor berperan dalam memotivasi klien
dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Menurut Baruth dan Robinson III konselor
mempunyai 5 peran generik yaitu:
1. Berperan sebagai konselor
Dalam hal ini konselor berperan dalam membantu klien mengungkapkan
masalahnya, membantu klien dalam menegakkan diagnosis, membantu klien
merencanakan intervensi dan membantu klien dalam menyepakati pelaksanaan
intervensi.
2. Konselor berperan sebagai konsultan
Konselor yang efektif akan membangun atau memiliki jalinan kerja sama
dengan berbagai pihak demi kepentingan kliennya, sehingga peran yang
dilakukan tidak hanya terbatas pada “konselor sebagai konselor” saja. Apalagi
dalam masa keterbukaan sekarang ini peran “konselor sebagai konsultan”
menjadi tuntutan yang harus dipenuhi. Konselor diharapkan dapat bekerja sama
dengan berbagai pihak lain yang dapat mempengaruhi diri klien seperti kepala
sekolah, orang tua, guru, teman dekat dan sebagainya yang mempengaruhi
kehidupan klien. Dalam bidang kesehatan dan gizi konselor gizi hendaknya bisa
bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain untuk membantu klien mengatasi
masalahnya.
3. Konselor sebagai agen perubahan.
Peran yang hampir serupa dengan peran sebagai konsultan adalah peran
sebagai agen perubahan. Peran sebagai agen perubahan berarti bahwa
keseluruhan lingkungan dari klien harus dapat berfungsi sehingga dapat
mempengaruhi kesehatan mental menjadi lebih baik, dan konselor dapat
mempergunakan lingkungan tersebut untuk memperkuat atau mempertinggi
berfungsinya klien. Dalam hubungan ini maka perlu keahlian pemahaman tentang
sistem lingkungan dan sosial, dan mengembangkan ketrampilan tersebut untuk
merencanakan dan menerapkan perubahan dalam lembaga, masyarakat, atau
sistem. Sebagai agen perubahan, konselor harus mampu membantu klien dalam
merubah perilaku dari perilaku negatif menjadi perilaku positif.
4. Konselor sebagai agen prevensi primer
Peranan yang ditekankan di sini adalah sebagai agen untuk mencegah
perkembangan yang salah dan atau mengulang kembali kesulitan. Penekanan
dilakukan terutama dengan memberikan strategi dan pelatihan pendidikan
sebagai cara untuk memperoleh atau meningkatkan ketrampilan interpersonal.
Untuk itu konselor perlu pemahaman tentang dinamika kelompok, psikologi
belajar, teknologi pembelajaran dan sebagainya.
5. Konselor sebagai Manajer
Konselor selalu memiliki sisi peran selaku administrator. Sehubungan dengan itu
konselor harus sanggup menangani berbagai segi program pelayanan gizi yang
memiliki ragam variasi pengharapan dan peran seperti telah dikemukakan di atas.
Untuk itu konselor harus mempunyai keahlian dalam perencanaan program intervensi
diet klien berdasarkan data, penilaian kebutuhan gizi klien, penetapan tujuan dietnya,
pembiayaan, dan pembuatan keputusan serta strategi evaluasi program konseling dan
diet klien.

Di Indonesia, sesuai dengan Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) atau


Nutrition Care Proses (NCP), proses konseling gizi terdiri dari empat langkah yaitu :
Pengkajian Gizi (Nutrition Assessment), Diagnosis Gizi (Nutrition Diagnosis),
Intervensi Gizi (Nutrition Intervention), Monitoring dan Evaluasi Gizi
(Nutrition Monitoring and Evaluating). Ke-empat langkah ini disingkat menjadi
ADIME (Assessment, Diagnosis, Intervention, Monitoring and Evaluating).
Menurut Persatuan Ahli Gizi Indonesia, sesuai dengan yang tercantum
dalam Buku Penuntun Konseling Gizi tahun 2010 keempat langkah PAGT tersebut
dikembangkan menjadi enam langkah konseling gizi.
1. Membangun dasar-dasar konseling
Langkah ini merupakan langkah awal yang penting dalam menciptakan
hubungan yang baik antara konselor dank lien. Hubungan baik ini adalah
berdasarkan hubungan rasa saling percaya, terbuka, kejujuran. Konselor dapat
menunjukkan diri sebagai profesional dan kompeten dalam melakukan
konseling gizi. Keterampilan komunikasi sangat berperan penting..
2. Menggali permasalahan
Dalam menggali permasalahan, diperlukan kemampuan anamnesis yang baik.
Beri kesempatan klien untuk menceritakan identitasnya dan semua
permasalahan yang dihadapinya dengan selengkapnya. Konselor
mendengarkan dengan cermat apa yang diceritakan oleh klien. Catat data yang
diperoleh selengkapnya,
- Data meliputi asupan makanan, termasuk komposisi, pola makan, diet saat
ini, kepedulian pasien terhadap gizi dan kesehatan, aktivitas fisik, dan
olahraga serta ketersedian makanan di lingkungan pasien.
- Data biokimia, meliputi hasil pemeriksaan laboratorium yang berkaitan
dengan status gizi, status metabolik, dan gambaran fungsi organ yang
berpengaruh dnegan timbulnya maslaah gizi.
- Pengukuran antropometri, meliputi tinggi badan (TB), berat badan (BB),
lingkar lengan atas (LILA), tebal lipatan kulit (skinfold).
- Pemeriksaan fisik klinis terkait gisi antara lain edema, asites, kondisi gigi
geligi, massa otot yang hilang, lemak tubuh yang menumpuk, dll.
- Riwayat personal, meliputi riwayat obat-oabatn atau suplemen, sosial
budaya, riwayat penyakit, dan identitas.
3. Memilih solusi dengan menegakkan diagnosis
4. Memilih rencana/merencanakan intervensi
5. Memperoleh komitmen
6. Monitoring dan evaluasi.
B. Pengaturan Diet pada Dewasa dan Anak
Pengaturan diet pada dewasa dan anak harus memenuhi zat gizi fungsional
yang kompleks (berdasarkan Angka Kecukupan Gizi/ AKG) serta disesuaikan dengan
kebutuhan kalori tiap individu.
Pemenuhan gizi ini dapat didasarkan pada Isi Piringku ataupun Tumpeng
Gizi Seimbang (TGS), dengan juga memperhatikan 10 Pesan Umum Gizi
Seimbang.
Pada usia remaja, masalah gizi biasanya berkaitan erat dengan gaya hidup dan
kebiasaan makan yang juga terkait erat dengan perubahan fisik dan kebutuhan energi
remaja.
C. Pengaturan Diet pada Obesitas Diabetes
Penurunan berat badan dan usaha mempertahankan berat badan ideal
merupakan fokus kesehatan secara global. Prevalensi obesitas cenderung meningkat
dalam 30 tahun terakhir dan sekarang, lebih dari 50% orang dewasa di dunia
mengalami obesitas. Obesitas sering diikuti oleh beberapa morbiditas seperti tekanan
darah, aterosklerosis, hipertrofi ventrikel kiri, sumbatan jalan napas saat tidur
(obstructive sleep apnea), asma, sindrom polikistik ovarium, diabetes melitus tipe-
2, perlemakan hati, abnormalitas kadar lipid darah (dislipidemia), dan sindrom
metabolik.
Diet pada obesitas merupakan langkah penting untuk menurunkan berat badan,
walaupun masih banyak faktor lain yang mempengaruhi berat badan. Hal ini dapat
dipahami bahwa orang obes lebih mudah mengurangi asupan makanan dibandingkan
meningkatkan aktivitas fisik. Pada dasarnya metoda diet untuk obesitas meliputi
penurunan kalori dan keseimbangan komposisi makronutrien
Metoda diet yang dilakukan untuk terapi obesitas secara garis besar dapat
dibagi menjadi lima jenis.
1. Diet rendah lemak fokus pada restriksi asupan lemak tanpa adanya
rekomendasi jumlah asupan kalori.
2. Diet rendah kalori fokus pada restriksi jumlah makronutrien termasuk
lemak untuk mendapatkan asupan kalori 1000-1500 kkal. Diet rendah
kalori ini meliputi diet pengganti makanan.
3. Diet sangat rendah kalori merekomendasikan asupan kalori 300-800 kkal
dan fokus pada restriksi asupan lemak dan karbohidrat, namun asupan
protein dalam batas normal.
4. Diet rendah karbohidrat fokus pada restriksi asupan karbohidrat dan
meningkatkan asupan protein (misalnya diet Zone), atau restriksi ketat
asupan karbohidrat dan meningkatkan asupan protein dan lemak (misalnya
diet Atkins atau diet South Beach).
5. Diet rendah indeks glikemik merekomendasikan diet rendah glikemik load
yaitu menjaga asupan karbohidrat namun jenis karbohidrat yang
dikonsumsi dipilih dengan glikemik load yang rendah.
TERAPI NUTRISI PADA DIABETES MELLITUS

Terapi nutrisi medis merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DM secara


komprehensif, dan sebaiknya diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap penyandang DM
agar mencapai sasaran.
Penurunan berat badan juga berperan menurunkan risiko diabetes melitus tipe 2 pada
obesitas dan gangguan homeostasis glukosa, selain perbaikan dislipidemia dan penurunan
tekanan darah. Penurunan berat badan mencapai berat badan ideal merupakan target untuk
mendapatkan efek penurunan faktor risiko. Perbedaan asupan diet sangat erat pengaruhnya
terhadap asupan energi dan massa lemak tubuh.
Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan
kalori dan zat gizi masing-masing individu. Penyandang DM perlu diberikan penekanan
mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori,
terutama pada mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi
insulin itu sendiri (Perkeni, 2019).

A. Komposisi Makanan yang Dianjurkan terdiri dari:


 Karbohidrat
- Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45 – 65% total asupan energi. Terutama
karbohidrat yang berserat tinggi.
- Pembatasan karbohidrat total < 130 g/hari tidak dianjurkan.
- Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat
makan sama dengan makanan keluarga yang lain.
- Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
- Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat diberikan makanan
selingan seperti buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori
sehari.
 Lemak
- Asupan lemak dianjurkan sekitar 20 – 25% kebutuhan kalori, dan tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
Komposisi yang dianjurkan:
a. lemak jenuh (SAFA) < 7 % kebutuhan kalori.
b. lemak tidak jenuh ganda (PUFA) < 10 %.
c. selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) sebanyak 12-15%
d. Rekomendasi perbandingan lemak jenuh: lemak tak jenuh tunggal: lemak
tak jenuh ganda = 0.8 : 1.2: 1.
- Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu fullcream.
- Konsumsi kolesterol yang dianjurkan adalah < 200 mg/hari.
 Protein
- Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan protein menjadi
0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi, dengan 65% diantaranya
bernilai biologik tinggi.
- Penyandang DM yang sudah menjalani hemodialisis asupan protein menjadi 1
– 1,2 g/kg BB perhari.
- Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak, ayam
tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan tempe.
Sumber bahan makanan protein dengan kandungan saturated fatty acid (SAFA)
yang tinggi seperti daging sapi, daging babi, daging kambing dan produk
hewani olahan sebaiknya dikurangi konsumsi.
 Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang sehat yaitu <
1500 mg per hari.

- Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu dilakukan pengurangan


natrium secara individual (B).
- Pada upaya pembatasan asupan natrium ini, perlu juga memperhatikan bahan
makanan yang mengandung tinggi natrium antara lain adalah garam dapur,
monosodium glutamat, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan
natrium nitrit.
 Serat
- Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari kacang-kacangan, buah
dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat.
- Jumlah konsumsi serat yang disarankan adalah 14 gram/1000 kal atau 20 – 35
gram per hari, karena efektif
 Pemanis Alternatif
- Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
(Accepted Daily Intake/ADI). Pemanis alternatif dikelompokkan menjadi
pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori.
- Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian
dari kebutuhan kalori, seperti glukosa alkohol dan fruktosa.
- Glukosa alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan
xylitol.
- Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang DM karena dapat
meningkatkan kadar LDL, namun tidak ada alasan menghindari makanan
seperti buah dan sayuran yang mengandung fruktosa alami.
- Pemanis tak berkalori termasuk aspartam, sakarin, acesulfame potasium,
sukrose, neotame.

B. Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
penyandang DM, antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang
besarnya 25 – 30 kal/kgBB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi
bergantung pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan
lain-lain. Beberapa cara perhitungan berat badan ideal adalah sebagai berikut:
 Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang dimodifikasi:
- Berat badan ideal =
90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg

- Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
rumus dimodifikasi menjadi:
Berat badan ideal (BBI) =
(TB dalam cm – 100) x 1 kg

 BB normal : BB ideal ± 10 %
 Kurus : kurang dari BB ideal – 10%
 Gemuk : lebih dari BB ideal + 10%

 Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).


Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus :
IMT = BB (kg)/TB (m2)
Klasifikasi IMT :
 BB kurang < 18,5
 BB normal 18,5 – 22,9
 BB lebih ≥ 23,0
- Dengan risiko 23,0 – 24,9
- Obese I 25,0 – 29,9
- Obese II ≥ 30
*) WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity
and its Treatment.
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
a. Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori basal perhari untuk perempuan sebesar 25 kal/kgBB sedangkan untuk
pria sebesar 30 kal/kgBB.
b. Umur
- Pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk setiap dekade
antara 40 dan 59 tahun.
- Pasien usia di antara 60 dan 69 tahun, dikurangi 10%.
- Pasien usia di atas usia 70 tahun, dikurangi 20%.
c. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
- Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.
- Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada keadaan istirahat.
- Penambahan sejumlah 20% pada pasein dengan aktivitas ringan : pegawai kantor,
guru, ibu rumah tangga
- Penambahan sejumlah 30% pada aktivitas sedang : pegawai industri ringan,
mahasiswa, militer yang sedang tidak perang
- Penambahan sejumlah 40% pada aktivitas berat: petani, buruh, atlet, militer dalam
keadaan latihan
- Penambahan sejumlah 50% pada aktivitas sangat berat : tukang becak, tukang gali
d. Stres Metabolik
Penambahan 10 – 30% tergantung dari beratnya stress metabolik (sepsis, operasi,
trauma).
e. Berat Badan
- Penyandang DM yang gemuk, kebutuhan kalori dikurangi sekitar 20 – 30%
tergantung kepada tingkat kegemukan.
- Penyandang DM kurus, kebutuhan kalori ditambah sekitar 20 – 30% sesuai dengan
kebutuhan untuk meningkatkan BB.
- Jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000 – 1200 kal perhari untuk wanita dan
1200 – 1600 kal perhari untuk pria.

Secara umum, makanan siap saji dengan jumlah kalori yang terhitung dan komposisi tersebut
di atas, dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%),
serta 2-3 porsi makanan ringan (10 - 15%) di antaranya. Tetapi pada kelompok tertentu
perubahan jadwal, jumlah dan jenis makanan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk
penyandang DM yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan
penyakit penyerta.
DAFTAR PUSTAKA

Soelistijo, dkk. (2019). Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus


Tipe 2 Dewasa di Indonesia 2019. PB PERKENI [e-book]
Rachmi, dkk. (2019). Panduan untuk Siswa: Aksi Bergizi, HidupSehat Sejak
Sekarang untuk Remaja Kekinian. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. [unicef.org/Indonesia]
Sukraniti, dkk. (2018). Konseling Gizi. Kementrian Kesehatan RI. Pusat
Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan. Bahan Ajar Gizi [online]
Sutadarma, I Wayan Gede. Wiryanthini, Ida Ayu Dewi. (2015). Terapi Diet pada
Obesitas. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Sjarif, dkk. (2014). Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia: Diagnosis, Tata
Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja [e-book]
Husnah. (2012). Tatalaksana Obesitas. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, Vol. 12
No. 2. Dosen Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Unsyiah, Banda Aceh.

Anda mungkin juga menyukai