Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Lembang. Pengambilan data berupa


data sekunder yang berasal dari rekam medik pencatatan pasien TB (formulir TB01)
dengan jumlah sampel 54 responden.

4.1 Karakteristik Responden berdasarkan Usia


Tabel 4.1 Karakteristik Responden berdasarkan Usia
Variabel Jumlah
n %
Usia
15-24 tahun 14 26,0%
25-34 tahun 16 29,6%
35-44 tahun 8 14,8%
45-54 tahun 8 14,8%
>55 tahun 8 14,8%
Total 54 100%

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa jumlah responden yang berada dalam
kelompok usia 15-24 tahun sebanyak 14 responden (26,0%), kelompok usia 25-34
tahun memiliki penderita terbanyak yaitu 16 responden (29,6%). Pada kelompok usia
35-44, kelompok usia 45-54 tahun dan kelompok usia >55 tahun masing-masing
sebanyak 8 responden (14,8%).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Puspita dkk yaitu pasien
kelompok usia produktif (18-55 tahun) lebih banyak mengalami TB dibanding
dengan pasien kelompok usia nonproduktif (>55 tahun). Hal ini dapat disebabkan
karena pasien kelompok usia produktif akan lebih sering menghabiskan waktunya di
luar rumah untuk bekerja dan banyak berinteraksi dengan orang lain. Risiko tertular
oleh orang yang mengalami TB akan lebih tinggi. Namun, hasil ini tidak sesuai
dengan data prevalensi TB paru berdasarkan riwayat diagnosis dokter nemurut
karakteristik yang tercantum dalam Riskesdas tahun 2018. Data tersebut
menunjukkan bahwa kelompok usia > 55 tahun memiliki prevalensi terbesar. Tubuh
manusia memiliki sistem pertahanan tubuh untuk menghadapi infeksi
mikroorganisme, namun kemampuan tersebut akan menurun sejalan dengan
pertambahan usia. Hal ini dapat menjelaskan mengapa responden yang lebih tua yang
lebih banyak yang menderita penyakit tuberkulosis.27,28

4.2 Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin


Tabel 4.2 Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Variabel Jumlah
n %
Jenis Kelamin
Perempuan 27 50%
Laki-laki 27 50%
Total 54 100%

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa terdapat 27 orang responden (50%)
berjenis kelamin perempuan dan 27 orang responden lainnya (50%) berjenis kelamin
laki-laki. Pada penelitian ini tidak ada perbedaan jumlah responden dengan jenis
kelamin perempuan atau laki-laki.
Hasil ini tidak sesuai dengan data dari WHO yang menyebutkan bahwa insiden
dan prevalensi TB banyak pada laki-laki karena merokok tembakau dan minum
alkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah
terpapar dengan agen penyebab TB Paru.10,28

4.3 Gambaran Status Gizi Sebelum Pengobatan


Tabel 4.2 Status Gizi Sebelum Pengobatan
Variabel Jumlah
n %
Status Gizi Awal
Kurus (<18,5) 22 40,7%
Normal (18,5-24,9) 27 50%
Kegemukan (25,0-29,9) 5 9,3%
Obesitas tingkat I (30,0-34,9) 0 0%
Obesitas tingkat II (35,0-39,9) 0 0%
Obesitas tingkat III (>40,0) 0 0%
Total 54 100%

Berdasarkan tabel 4.2, diketahui bahwa terdapat 22 responden (40,7%) dengan


status gizi kurus, 27 responden (50%) dengan status gizi normal, dan 5 responden
(9,3%) dengan status gizi kegemukan. Tidak ada responden dengan status gizi
obesitas tingakt I, II, dan III.
Hasil ini sesuai dengan penelitian Sahal dkk yang menyatakan bahwa terdapat
49% penderita TB dengan status gizi underweight, 49% penderita TB dengan status
gizi normal, dan hanya 2% penderita TB dengan status gizi overweight. Penelitian
Kannan dan Kumar juga menyatakan bahwa 90,54% dari 74 penderita TB memiliki
status gizi underweight.29
Gizi kurang akan menyebabkan penurunan kekebalan tubuh seseorang sehingga
akan mudah terkena penyakit, Pada kasus TB dengan gizi kurang, terjadi penurunan
Cell-Mediated Immunity (CMI) yang merupakan kunci utama dalam melawan TB.
Gizi kurang juga dapat menyebabkan peningkatan risiko perburukan tuberkulosis dari
enam hingga sepuluh kali lipat dan dapat meningkatkan terjadinya kekambuhan.
Terdapat beberapa penelitian menunjukkan IMT rendah juga berkaitan dengan
peningkatan resiko kematian pada pasien TB.13,14,29
4.4 Gambaran Status Gizi Setelah Fase Intensif
Tabel 4.4 Status Gizi Setelah Fase Intensif
Variabel Jumlah
n %
Status Gizi Akhir Fase Intensif
Kurus (<18,5) 18 33,3%
Normal (18,5-24,9) 33 61,1%
Kegemukan (25,0-29,9) 3 5,6%
Obesitas tingkat I (30,0-34,9) 0 0%
Obesitas tingkat II (35,0-39,9) 0 0%
Obesitas tingkat III (>40,0) 0 0%
Total 54 100%

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui status gizi pada akhir fase intensif bahwa, pada
kelompok status gizi kurus (<18,5) terdapat 18 responden (33,3%), kelompok status
gizi normal (18,5-24,9) sebanyak 33 responden (61,1%), kelompok status gizi
kegemukan (25,0-29,9) sebanyak 3 responden (5,6%), sedangkan untuk status gizi
obesitas tingkat I (30,0-34,9), obesitas tingkat II (35,0-39,9), dan obesitas tingkat III
(>40,0) tidak terdapat responden (0%). Dari hasil penelitian ini dapatkan bahwa
terjadi peningkatan penderita TB dengan status gizi normal dan terjadi penurunan
penderita TB dengan status gizi kurus dan kegemukan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dodor di mana
sebelum pengobatan, rata-rata IMT pasien TB adalah 18,7 dan setelah melakukan
pengobatan fase intensif selama 2 bulan, rata-rata IMT pasien meningkat menjadi
19,5 sehingga di akhir fase intensif, terdapat 60% pasien yang memiliki status gizi
normal.28,30
Perbaikan gizi dapat terjadi pada pasien TB yang sedang melakukan pengobatan.
Hal ini kemungkinan besar terjadi karena berbagai alasan termasuk peningkatan nafsu
makan dan meningkatnya asupan makanan, kebutuhan energi berkurang, dan adanya
peningkatan efisiensi metabolik. Pengobatan yang diberikan menyebabkan proses
infeksi berkurang sehingga terjadi penurunan kadar IL-1B, IL-6, dan TNF-A. Proses
ini meningkatkan sintesis asam lemak dan penurunkan proses lipolisis lemak di
jaringan sehingga terjadi peningkatan massa lemak dan IMT.28,31
BAB V
KESIMPULAN

27.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dibahas, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Berdasarkan usia, pasien TB di Puskesmas Lembang paling banyak berusia 25-34
tahun.
2. Berdasarkan jenis kelamin, tidak ada perbedaan jumlah pasien TB laki-laki dan
perempuan di Puskesmas Lembang.
3. Berdasarkan status gizi sebelum pengobatan, pasien TB di Puskesmas Lembang
paling banyak memiliki status gizi normal.
4. Berdasarkan status gizi setelah pengobatan fase intensif, terdapat peningkatan
jumlah pasien dengan status gizi normal dan terjadi penurunan jumlah pasien
dengan status gizi kurang dan kegemukan.
5.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai faktor-faktor yang memengaruhi perbaikan IMT pada pasien Tuberkulosis
di wilayah kerja Puskesmas Lembang.

27. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar. 2018


28. Puspita E, Christianto E, Yovi I. Gambaran status gizi pada pasien tuberkulosis
paru (tb paru) yang menjalani rawat jalan di rsud arifin achmad pekanbaru.
2016. 3(2).
29. Ernawati K, Ramdhagama NR, Ayu LAP, Wilianto M, Dwianti VTH, Alawiyah
SA. Perbedaan status gizi penderita tuberkulosis paru antara sebelum dan
pengobatan dan saat pengobatan fase lanjutan di johar baru Jakarta pusat.
Majalah Kedokteran Bandung. 2018. 50(2)
30. Dodor A. Evaluation of nutritional status of new tuberculosis patients at the
Effia-Nkwanta regional hospital. Ghana Medical Journal. 2008 fall. 42 No 1.
31. Pratomo I Putra, Burhan E, Tambunan V. Malnutrisi dan tuberkulosis. J Indon
Med Assoc. 2021. June:62(6):231

Anda mungkin juga menyukai