Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa jumlah responden yang berada dalam
kelompok usia 15-24 tahun sebanyak 14 responden (26,0%), kelompok usia 25-34
tahun memiliki penderita terbanyak yaitu 16 responden (29,6%). Pada kelompok usia
35-44, kelompok usia 45-54 tahun dan kelompok usia >55 tahun masing-masing
sebanyak 8 responden (14,8%).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Puspita dkk yaitu pasien
kelompok usia produktif (18-55 tahun) lebih banyak mengalami TB dibanding
dengan pasien kelompok usia nonproduktif (>55 tahun). Hal ini dapat disebabkan
karena pasien kelompok usia produktif akan lebih sering menghabiskan waktunya di
luar rumah untuk bekerja dan banyak berinteraksi dengan orang lain. Risiko tertular
oleh orang yang mengalami TB akan lebih tinggi. Namun, hasil ini tidak sesuai
dengan data prevalensi TB paru berdasarkan riwayat diagnosis dokter nemurut
karakteristik yang tercantum dalam Riskesdas tahun 2018. Data tersebut
menunjukkan bahwa kelompok usia > 55 tahun memiliki prevalensi terbesar. Tubuh
manusia memiliki sistem pertahanan tubuh untuk menghadapi infeksi
mikroorganisme, namun kemampuan tersebut akan menurun sejalan dengan
pertambahan usia. Hal ini dapat menjelaskan mengapa responden yang lebih tua yang
lebih banyak yang menderita penyakit tuberkulosis.27,28
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa terdapat 27 orang responden (50%)
berjenis kelamin perempuan dan 27 orang responden lainnya (50%) berjenis kelamin
laki-laki. Pada penelitian ini tidak ada perbedaan jumlah responden dengan jenis
kelamin perempuan atau laki-laki.
Hasil ini tidak sesuai dengan data dari WHO yang menyebutkan bahwa insiden
dan prevalensi TB banyak pada laki-laki karena merokok tembakau dan minum
alkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah
terpapar dengan agen penyebab TB Paru.10,28
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui status gizi pada akhir fase intensif bahwa, pada
kelompok status gizi kurus (<18,5) terdapat 18 responden (33,3%), kelompok status
gizi normal (18,5-24,9) sebanyak 33 responden (61,1%), kelompok status gizi
kegemukan (25,0-29,9) sebanyak 3 responden (5,6%), sedangkan untuk status gizi
obesitas tingkat I (30,0-34,9), obesitas tingkat II (35,0-39,9), dan obesitas tingkat III
(>40,0) tidak terdapat responden (0%). Dari hasil penelitian ini dapatkan bahwa
terjadi peningkatan penderita TB dengan status gizi normal dan terjadi penurunan
penderita TB dengan status gizi kurus dan kegemukan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dodor di mana
sebelum pengobatan, rata-rata IMT pasien TB adalah 18,7 dan setelah melakukan
pengobatan fase intensif selama 2 bulan, rata-rata IMT pasien meningkat menjadi
19,5 sehingga di akhir fase intensif, terdapat 60% pasien yang memiliki status gizi
normal.28,30
Perbaikan gizi dapat terjadi pada pasien TB yang sedang melakukan pengobatan.
Hal ini kemungkinan besar terjadi karena berbagai alasan termasuk peningkatan nafsu
makan dan meningkatnya asupan makanan, kebutuhan energi berkurang, dan adanya
peningkatan efisiensi metabolik. Pengobatan yang diberikan menyebabkan proses
infeksi berkurang sehingga terjadi penurunan kadar IL-1B, IL-6, dan TNF-A. Proses
ini meningkatkan sintesis asam lemak dan penurunkan proses lipolisis lemak di
jaringan sehingga terjadi peningkatan massa lemak dan IMT.28,31
BAB V
KESIMPULAN
27.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dibahas, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Berdasarkan usia, pasien TB di Puskesmas Lembang paling banyak berusia 25-34
tahun.
2. Berdasarkan jenis kelamin, tidak ada perbedaan jumlah pasien TB laki-laki dan
perempuan di Puskesmas Lembang.
3. Berdasarkan status gizi sebelum pengobatan, pasien TB di Puskesmas Lembang
paling banyak memiliki status gizi normal.
4. Berdasarkan status gizi setelah pengobatan fase intensif, terdapat peningkatan
jumlah pasien dengan status gizi normal dan terjadi penurunan jumlah pasien
dengan status gizi kurang dan kegemukan.
5.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai faktor-faktor yang memengaruhi perbaikan IMT pada pasien Tuberkulosis
di wilayah kerja Puskesmas Lembang.