Anda di halaman 1dari 13

9 SISTEM ILMU ADMINISTRASI NEGARA

CHAPTER

9
SISTEM ILMU ADMINISRASI NEGARA
Hal. 1 dari 13
9 SISTEM ILMU ADMINISTRASI NEGARA

CHAPTER 9
KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH

CAPAIAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami tentang kebijakan
otonomi daerah.

Konsep Otonomi Daerah

Otonomi daerah merupakan hak,wewenang,dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus
ekonomi rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan nomor 22 tahun
1999. Dari pengertian tersebut tampak bahwa daerah di beri hak otonom oleh pemerintah pusat
untuk mengatur dan mengurus kepentingan sendiri. Dalam hal ini hak dan wewenang yang
diberikan terutama mngeola kekayaan alam dan ekonomi rumah tangganya sendiri

Otonomi Daerah adalah suatu keadaan yang memungkinkan daerah dapat mengaktualisasikan
segala potensi terbaik yang dimilikinya secara oftimal. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia
Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yangt berlaku.

Dalam UU No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi daerah adalah hak, wewenang
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Selain itu,
menurut Suparmoko (2002:61) mengartikan otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat. Sesuai dengan penjelasan UU No. 32 tahun 2004, bahwa
pemberian kewenangan otonomi daerah dan kabupaten/kota didasarkan kepada desentralisasi
dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.

Sejarah Otonomi Daerah

Peraturan perundang-undangan pertama kali yang mengatur tentang pemerintahan daerah pasca
proklamasi kemerdekaan adalah UU Noomor 1 tahun 1945. Ditetapkannnya undang-undang ini
erupakan hasil (resultante) dari berbagai pertimbangan tentang sejarah pemerintahan dimasa
kerajaan-kerajaan serta pada masa pemerintahan kolonialisme. Undang-undang ini menekankan
pada aspek cita-cita kedaulatan rakyat melalui pengaturan pembentukan badan perwakilan tiap
daerah. Dalam undang-undang ini ditetapkan tiga jenis daerah otonom, yaitu karesidenan,

Hal. 2 dari 13
9 SISTEM ILMU ADMINISTRASI NEGARA

kabupaten, dan kota. Periode berlakunya undang-undang ini sangat terbatas. Sehingga dalam
kurun waktu tiga tahun belum da peraturan pemerintahan yang mengatur mengenai penyerahan
urusan (desentralisasi) kepada daerah. Undang-undang ini berumur lebih kurang tiga gtahun
karena diganti dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 1948. (Muhammad.Arthut 2012 :10)

Undang-undang Nomor 22 tahun 1948 berfokus pada pengaturan tentang susunan pemerintahan
daerah yang demokratis. Di dalam undang-undang ini ditetapkan dua jenis daerah otonom, yaitu
daerah otonom biasa dan daerah otonom istimewa, serta tiga tingkatan daerah yaitu provinsi,
kabupaten/kota besar dan desa/kota kecil. Mengacu pada ketentuan Undang-undang Nomor 22
tahun 1948, penyerahan sebagian urusan pemerintahan kepada daerah telah mendapat perhatian
pemerintah. Pemberian otonomi kepada daerah berdasarkan Undang- undang tentang
pembentukan, telah dirinci lebih lanjut pengaturannya melalui peraturan pemerintahan tentang
penyerahan sebagaian urusan pemerintahan tertentu kepada daerah.

Perjalanan sejarah otonomi daerah di Indonesia selalu ditandai dengan lahirnya suatu produk
perundang-undangan yang menggantikan produk sebelumnya. Perubahan tersebut pada suatu
sisi menandai dinamika orientasi pembangunan daerah di Indoneia dari masa kemasa. Tapi disisi
lain hal ini dapat pula dipahami sebagai bagian dari “eksperimen politik” penguasa dalam
menjalankan kekuasaannya. Periode otonomi daerah di Indonesia pasca UU Nomor 22 tahun
1948 diisi dengan munculnya beberapa UU tentang pemerintahan daerah yaitu UU Nomor 1 tahun
1957 (sebagai pngaturan tunggal pertama yang berlaku seragam untuk seluruh Indonesia), UU
Nomor 18 tahun 1965 (yang menganut sistem otonomi yang seluas- luasnya) dan UU Nomor 5
tahun 1974.

UU yang disebut terakhir mengatur pokok-pokok penyelenggara pemerintahan yang menjadi


tugas Pemerintah Pusat di daerah. Prinsip yang dipakai dalam pemberian otonomi kepada daerah
bukan lagi “otonomi yang riil dan luas-luasnya” tetapi “otonomi yang nyata dan bertanggung
jawab”. Alasannya, pandangan otonomi daerah yang seluas-luasnya dapat menimbulkan
kecenderungan pemikiran yang dapat membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan tidak serasi dengan maksud dan tujuan pemberian otonomi kepada daerah sesuai
dengan prinsip-prinsip yang digariskan dalam GBHN yang berorientasi pada pembangunan dalam
arti luas. Undang-undang ini berumur paling panjang yaitu 25 tahun, dan baru diganti dengan
Undang-undang nomor 22 tahun 1999 dan Undang-undang nomor 25 tahun 1999 setelah
tuntunan reformasi dikomandangkan.

Kehadiran Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tidak terlepas dari perkembangan situasi yang
terjadi pada masa itu, dimana rezim otoriter orde baru lengser dan semua pihak berkehendak
untuk melakukan reformasi disemua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Berdasarkan

Hal. 3 dari 13
9 SISTEM ILMU ADMINISTRASI NEGARA

kehendak reformasi itu, sidang Istimewa MPR tahun 1998 yang lalu menetapkan ketetapan MPR
Nomor XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah; pengaturan, pembagian, dan
pemanfaatan sumber daya nasional, yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan
daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Satu hal yang paling menonjol dari pergantian Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 dengan
Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 adalah adanya perubahan mendasar pada format otonomi
daerah dan substansi desentralisasi. Perubahan tersebut dapat diamati dari kandungan materi
yang tertuang dalam rumusan pasal demi pasal pada undang- undang tersebut. Beberapa butir
yang terkandung di dalam kedua undang-undang tersebut (UU No. 22 tahun 1999 dan No. 25
tahun 1999) secara teoritis akan menghasilkan suatu kesimpulan bahwa desentralisasi dalam
Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 lebih cenderung pada corak dekonsentrasi. Sedangkan
desentralisasi dalam Undang- undang Nomor 22 tahun 1999 lebih cenderung pada corak
devolusi. Hal ini akan lebih nyata jika dikaitkan dengan kedudukan kepala daerah. Berdasarkan
Undang-undang Nomor 5 tahun 1974, kepala daerah adalah sekaligus kepala wilayah yang
merupakan kepangjangan tangan dari pemerintah. Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan
di daerah, kenyataan menunjukkan peran sebagai kepala wilayah yang melaksanakan tugas-
tugas dekonsentrasi lebih dominan dibanding sebagai kepala daerah. Hal ini dimungkinkan
karena kepala daerah bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri, dan
bukan kepada DPRD sebagai representasi dari rakyatdi daerah yang memilihnya.

Menurut beberapa kajian, dengan demikian yang melatarbelakangi dilaksanankannnya otonomi


daerah secara nyata di Indonesia adalah ketidakpuasan masyarakat yang berada di daerah yang
kaya sumber daya alam namun kehidupan masyarakatnya tetap berada dibawah garis
kemiskinan. Walaupun secara Undang-Undang sudah sering diterbitkan namun dalam
kenyataannya pengelolaan kekayaan alam dan sumber daya alam daerah masih diatur oleh
pusat. Sehingga masyarakat daerah yang kaya sumber daya alamnya merasa sangat
dirugikan.Akhirnya,pada masa reformasi mereka menuntut dilaksanakannya otonomi daerah.
Sehingga lahirlah UU no 22 tahun 1999 dan pelaksanaan otonomi daerah mulai terealisasi sejak
tahun 2000 secara bertahap.

Setelah dilaksanakannya otonomi daerah maka perimbangan keuangan sesuai UU no 25 tahun


1999 memberikan peluang kepada daerah untuk mendapatkan 70% dari hasil pengelolaan
kekayaan alamnya sendiri untuk dimanfaatkan bagi kemajuan daerahnya sendiri.

Pelaksanaan otonomi daerah ini diperbarui menurut UU no.32 tahun 2004 dan perimbangan
keuangan diperbarui juga menurut UU no.33 tahun 2004. Sehingga dengan adanya otonomi
daerah ini, daerah yang memiliki potensi sumber daya alam mengalami kemajuan dalam

Hal. 4 dari 13
9 SISTEM ILMU ADMINISTRASI NEGARA

pembangunan sedangkan daerah yang tidak memiliki kekayaan alam mengalami kesulitan untuk
memajukan wilayahnya.

Kajian Otonomi Daerah

Dalam kajian teoretik memang beraneka ragam. Terlebih kalau konsep otonomi daerah itu dilihat
dari disiplin ilmu politik, seperti otonomi yang diperjuangkan orang palestina di Tepi Barat Jalur
Gaza. Kelompok Muslim Moro di Philipina Selatan, Suku Kurdi di Irak Utara dan sebagainya.
Namun dalam uraian ini definisi otonomi yang dipakai adalah yang bersifat, sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.. Berkenaan dengan itu pengertian otonomi daerah
menurut Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah; Bab 1. Ketentuan
Umum Pasal 1.ayat 5 menyatakan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Atau dengan kata lain
dapat disebut sebagai penyelenggaraan self government.

Dasar hukum penyelenggaraan otonomi daerah adalah Undang-Undang Dasar 1945 seperti
tercantum dalam Bab VI. Pasal 18 serta penjelasannya. Pasal 18 menyatakan bahwa
”Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan
pemerintahnya ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar
permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak asal usul dalam daerah yang
bersifat istimewa”. Sedangkan penjelasannya antara lain menyatakan bahwa ”Daerah Indonesia
akan dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi pula dalam daerah-daerah
yang lebih kecil.

Daerah-daerah bersifat otonom (St.reek en locale Rechtsgemen)


Jelaslah bahwa otonomi daerah inherent dalam Undang- Undang Dasar 1945 dan telah lama
dilaksanakan meskipun jalannya tidak begitu lancar. Hal ini dapat dilihat adanya berbagai
pengaturan tentang otonomi yang telah dikeluarkan pemerintah sejak proklamasi kemerdekaan
sampai kini. Secara kronologis (Djohan, 1997: 21-26) mengemukakan sebagai berikut :

Pertama : Ketetapan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 19 agustus 1945,
yang mengatur tentang :

1. Pembagian wilayah Indonesia menjadi 8 provinsi, yaitu : jawa barat , jawa tengah, jawa timur,
Sumatra, Borneo, Sulawesi, Maluku, dan Sunda kecil.

Hal. 5 dari 13
9 SISTEM ILMU ADMINISTRASI NEGARA

2. Pembagian provinsi atas wilayah-wilayah keresidenan .


3. Pemerintah kota Staat Gementee) yang akan diteruskan.
Kedua : Undang-Undang No.1 Tahun 1945 pada tanggal 23 November 1945 yang mengatur
antara lain :

1. Komite Nasional Daerah (KND) menjadi Badan Perwakilan Rakyat Daerah yang dipimpin oleh
kepala daerah.
2. BPRD berwewenang untuk memilih badan eksekutif .
3. Kepala daerah adalah aparat pusat dan daerah
4. Kepala daerah memimpin BPRD dan badan eksekutif .
5. Adanya tiga tingkatan daerah otonom yaitu keresidenan , kabupaten, dan kota.
Ketiga : Undang-Undang No. 22 tahun 1945 yang antara lain mengatur tentang:

1. Pemerintah daerah terdiri dari DPRD dan Dewan Pertimbangan Daerah:

1 Ketua DPD adalah kepala daerah.


2 Kekuasaan pemerintah daerah terletak di tangan DPRD.
3 DPD bertanggung-jawab kepada DPRD.
4 Kepala daerah adalah aparat pusat yang menjadi ketua DPD.
5 Daerah otonom biasa dan istimewa adalah tiga tingkatan, yaitu : provinsi, kabupaten / kota
besar , desa /kota kecil.
Keempat : Undang-Undang N0. 1 Tahun 1957 yang antara lain mengatur tentang :

1. Pemerintah daerah terdiri dari DPRD dan Dewan Perimbangan Daerah (DPD)
2. Kepala daeraah adalah ketua DPD.
3. Daerah otonom ada tiga tingkatan, yaitu Daerah Tingkat 1,Daerah Tingkat II,dan Daerah
Tingkat III.
Kelima : Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959 tanggal 7 September yang antara lain mengatur
tentang :

1 Kepala daerah adalah alat daerah dan pusat.


2 Kepala daerah tidak bertanggung jawabkepada DPRD.
3 Kepala daerah dibantu oleh Badan Pemerintah Harian(BPH).
Keenam : Undang-Undang No. 18 tahun 1965 yang antara lain mengatur tentang:

1. Pemerintah daerah adalah Kepala Daerah dan DPRD.


2. Kepala Daerah bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.
3. Terdapat tiga tingkatan daerah otonom yaitu Provinsi sebagai Daerah Tingkat I. Kabupaten /
kotamadya sebagai Daerah Tingkat II.Kecamatan / kotapraja sebagai Daerah Tingkat III.

Hal. 6 dari 13
9 SISTEM ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Ketuju : Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 yang antaraa lain mengatur tentang :

1. Pemerintah daerah adalah Kepala Daerah dan DPRD.


2. Kepala daerah dipilih oleh DPRD . yang dalam segenap proses pemilihannya DPRD harus
bermusyawarh dan berkonsultasi deangan pemerintah pusat .
3. Kepala daerah bertanggungjawab kepada Presiden dan menyampaikan keterangan
pertanggung jawaban kepada DPRD.
4. Terdapat dua tiingkatan daerah otonom yang berhimpit dengan wilayah administratif, yaitu:
Provinsi Daerah Tingkat.I dan Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
5. Titik berat otonomi daerah diletakkan pada Daerah Tingkat II.
6. Otonomi yang dianut adalah otonomi yang nyata dan bertanggungjawab (di dalam GBHN 1993)
lebih diperjelas lagi menjadi otonomi yang nyata dinamis, searasi dan bertanggungjawab.
7. Pemberian otonomi daerah berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Pemberian otonomi daerah harus memperkokoh negara kesatuan dan mempertinggi
tingkat kesejahtraan rakyat Indonesia seluruhnya.
b. Pemberian otonomi mengutamakan aspek keserasian dengan tujuan disamping
pendemokrasian
c. Pemberian otonomi adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaran
pemerintahan di daerah, terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada
masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.
d. Asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan asas dekonseatrasi dengan
memberikan kemungkinan bagi pelaksanan tugas pembantuan.
Kedelapan : Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. antara lain mengatur: Pemerintah daerah
adalah Kepala daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif
daerah.

1. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan pemerintahan daera otonom oleh pemerintah


daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi.
2. DPRD sebagai badan legislatif daerah berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari pemerintah
daerah.
3. Kepala daerah bertanggung jawab kepada DPRD.
4. 4Wakil kepala daerah bertanggung jawab kepada Kepala daerah.
5. Tidak mengenal adanya Tingkatan daerah otonom
6. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas,nyata dan, bertanggungjawab
7. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten dan
daerah Kota sedangkan daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas.

Hal. 7 dari 13
9 SISTEM ILMU ADMINISTRASI NEGARA

8. Tidak mengenal wilayah administrasi pada daerah Kabupaten dan daerah Kota.
9. .Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon oleh DPRD baik di
Provinsi, kabupaten dan kota.
10. Pemberian kedudukan Provinsi sebagai daerah otonom dan sekaligus sebagai wilayah
administrasi, menurut Bratakusumah (2001; 3) dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Untuk memelihara hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dalam kereangka Negara
Kesatuan RI.
b. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang bersifat lintas daerah kabupaten dan kota
serta melaksanakan kewenangan otonomi daerah yang belum dapat dilaksanakan oleh
daerah kabupaten dan kota.
c. Untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan tertentu yang dilimpahkan dalam rangka
pelaksanan asas dekonsentrasi.
Kedelapan : Undang-Undang No 32 tahun 2004 antara lain mengatur tentang:

1. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah
2. DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
3. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
4. Pemerintahan daerah mengatur dan mengurus sendiri menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.
5. Hubungan wewenang, keuangan, pelayananan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antar susunan
pemerintahan.
6. Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
rakyat di daerah yang bersangkut.
7. Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan oleh KPUD yang
bertanggung jawab kepada DPRD.
Kesembilan : Undang-Undang No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dikeluarkan untuk menggantikan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan. dan tuntuuan pernyelenggaraan
pemerintahan daerah.

Hal. 8 dari 13
9 SISTEM ILMU ADMINISTRASI NEGARA

UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah disempurnakan sebanyak dua kali.
Penyempurnaan yang pertama dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah. Adapun perubahan kedua ialah dengan dikeluarkannya Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Serangkaian UU Nomor 23 Tahun 2014 beserta perubahan-perubahannya tersebut menyebutkan
adanya perubahan susunan dan kewenangan pemerintahan daerah. Seusunan pemerintahan
daerah menurut UU ini meliputi pemerintahan daerah provinsi, pemerintahan daerah kebupaten,
dan DPRD. Pemerintahan daerah terdiri atas kepala daerah dan DPRD dibantu oleh perangkat
daerah. Pemerintahan daerah provinsi terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi.
Aadapun pemerintah daerah kabupaten/kota terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan
DPRD kabupaten/kota.
Seiring berubahnya susunan pemerintahan daerah, kewenangan pemerintah daerah pun
mengalami beberapa perubahan. Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014, kewenangan
pemerintahan daerah meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya sesuai dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2. Pemerintah daerah melaksanakan urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan oleh
pemerintah pusat menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah dengan berdasar atas asas
tugas pembantuan.
3. Pemerintahan daerah dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum yang menjadi
kewenangan presiden dan pelaksanaannya dilimpahkan kepada gubernur dan bupati/wali
kota, dibiayai oleh APBN.

Dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa:


1. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan

Hal. 9 dari 13
9 SISTEM ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah otonom.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga
perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah.
5. Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara
Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan
masyarakat.
6. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7. Asas Otonomi adalah prinsip dasar penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan
Otonomi Daerah.
8. Desentralisasi adalah penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada
daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi.
9. Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, kepada
instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai
penanggung jawab urusan pemerintahan umum.
10. Instansi Vertikal adalah perangkat kementerian dan/atau lembaga pemerintah
nonkementerian yang mengurus Urusan Pemerintahan yang tidak diserahkan kepada
daerah otonom dalam wilayah tertentu dalam rangka Dekonsentrasi.
11. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom
untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota
untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah
provinsi.
12. Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus Urusan
Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Hal. 10 dari 13
9 SISTEM ILMU ADMINISTRASI NEGARA

13. Wilayah Administratif adalah wilayah kerja perangkat Pemerintah Pusat termasuk gubernur
sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat di Daerah dan wilayah kerja gubernur dan
bupati/wali kota dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum di Daerah.

Tinjauan Otonomi Daerah


Sejarah telah membuktikan, visi orde baru seperti itu justru menimbulkan ancaman serius
terhadap keutuhan negara dan bangsa Indonesia. Kekawatiran yang berlebihan terhadap
kebebasan daerah adalah menghasilkan sentralisassi kekuasaan di tangan pemerintah pusat
yang kemudian dimanfaatkan oleh kroni-kroni dan keluarga penguasa di tingkat pusat untuk
menguras kekayaan alam di daerah. Manajemen hubungan pusat-daerah yang dilakukan oleh
orde baru membuka peluang bagi elit poiltik ditingkat nasional untukmengambil keuntungan
ekonomis dan finansial bagi diri mereka sendiri dengan cara mengeksploitasi sumber- sumber
alam secara besar-besaran dan tanpa batas. Justru yang dikhawatirkan oleh elit politik orde baru,
yakni ancaman terhadap keutuhan negara-bangsa Indonesia, malah terjadi dalam bentuk lebih
besar setelah tumbangnya rezim orde baru dalam mengelola hubungan pusat- daerah telah
menghasilkan ancaman yang lebih besar bagi keutuhan RI.

Maka sebagai bangsa yang berupaya maju dan cerdas, harus berani mengubah pola hubungan
pusat-daerah yang paternalistik dan sentralistik itu menjadi pola hubungan yang bersifat kemitraan
dan desentralistik. Itulah yang kemudian melahirkan regulasi dan selanjutnya tertuang dalam UU
No. 22 tahun 1999 dan UU No.25 tahun 1999 dan dalam pengembangan selanjutnya regulasi
tersebut mengalami revisi yang tertuang dalam UU No 32 tahun 2004 dan UU No.33 tahun 2004.
Keempat UU tersebut telah meninggalkan paradigma sentalistik dan paternalistik tersebut.
Selanjutnya pemerintah tidak lagi memiliki komitmen pembangunan, tetapi mendudukkan tugas
pembanguna itu diatas landasan nilai pelayanan dan pemberdayan. Artinya tidak akan ada lagi
kebijakan pembangunan yang mengandung nilai ketidak adilan dan yang bersifat mematikan
kreativitas masyarakat.

Perubahan paradigma tersebut dapat dianggap sebagai suatu gerakan kembali kepada karakter
pemerintahan yang hakiki. Perubahan ini juga bisa menjadi alasan utama mengapa prinsip
otonomi penuh diletakkan di daerah kabupaten dan kota, bukan di provinsi, karena faktor
kedekatan kepada rakyat sebagai pihak yang harus dilayani dan diberdayakan. Asumsinya
semakin dekat jarak antara pelayan dan yang dilayani, semakin efektif dan efisien pelayanan itu.

Kebijakan desentralisasi untuk otonomi daerah pada dasarnya merupakan koreksi terhadap
kegagalan sisterm sentralisasi dan uniformisasi pemerinthan yang selama ini berlaku. Bagaimana

Hal. 11 dari 13
9 SISTEM ILMU ADMINISTRASI NEGARA

sebetulnya otonomi daerah dapat memelihara persatuan nasional, ini dapat dilihat dari butir-butir
substansi dari visi otonomi daerah itu sendiri:

1. Kebijakan desentralisasi yang melahirkan otonomi daerah adalah salah salah satu bentuk
implementasi dari kebijakan demokratisasi, Dalam konteks administrasi pemerintahan
demokratisasi memang bergandeng tangan dengan desentralisasi. Artinya tidak ada
demokratisasi pemerintahan tanpa desentralisasi, karena diasumsikan bahwa rakyat sebagai
pihak yang berdaulat bukan saja harus dilayani dengan baik, tetapi juga .
2. Otonomi daerah dalam konteks ekonomi bermakna sebagai perluasan kesempatan bagi
masyarakat dan pemerintah daerah untuk mengejar kesejahteraan dan memajukan dirinya. Ini
akan secara signifikan mengurangi beban pemerintah pusat dan pada saat yang sama
menciptakan iklim yang kompetitif diantara daerah-daerah untuk secara kreatif menemukan
cara baru dalam mengelolah potensi ekonomi yang dimilikinya. Apabila dipercaya bahwa
kesejahtraan rakyat adalah salah satu kunci dari persatuan nasional, maka tidak ada alasan
mencurigai otonomi daerah sebagai ancaman dari persatuan nasional.
3. Otonomi daerah dalam konteks sosial bermakna sebagai peluang yang diberikan kepada
pemerintah daerah untuk mengembangkan kualitas masyrakatnya dan berbagi tanggungjawab
dengan pemerintah pusat dalam meningkatkan pelayanan di bidang pendidikan, kesehatan,
dan pelayanan sosial lainnya. Dalam konteks kebudayaan, otonomi daerah bermakna peluang
peluang untuk daerah-daerah dalam menggali dan mengembangkan nilai-nilai dan karakter
budaya setempat dan selajutnya akan membangkitkan harga diri dan kebanggaan masyarakat
sebagai bagian dari kebhinnekaan tunggal ika dalam budaya nasional

BAHAN REVIEW
Mahasiswa diharapkan melakukan review terkait modul chapter diatas!

Hal. 12 dari 13
9 SISTEM ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Hal. 13 dari 13

Anda mungkin juga menyukai