Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN PADA IBU POST PARTUM Ny.

DENGAN DIAGNOSA MEDIS POST OP SECTIO CAESAREA

DI RUANG ASTER RSAD. DR. R. ISMOYO

TANGGAL 1 MARET 2021

DISUSUN OLEH:

DW. RAY YUNITA SARI

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MANDALA WALUYA

KENDARI

2021
LAPORAN PENDAHULUAN
POST SECTIO CAESAREA

A. Definisi Sectio Caesarea


Sectio caesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat
insisi pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn, 2010).
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2010).

B. Etiologi

Menurut Nurarif (2015), sectio caesarea dilakukan atas indikasi :

1. Indikasi yang berasal dari ibu


Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, Cefalo Pelvik
Disproportion (disproporsi janin/ panggul), ada sejarah kehamilan dan
persalinan yang buruk, ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan
panggul ibu, keracunan kehamilan yang parah, komplikasi kehamilan yaitu
pre eklampsia dan eklampsia berat, atas permitaan, kehamilan yang
disertai penyakit (jantung, DM), gangguan perjalanan persalinan (kista
ovarium, mioma uteri dan sebagainya).
2. Indikasi yang berasal dari janin
Fetal distress/ gawat janin, mal persentasi dan mal posisi kedudukan janin
seperti bayi yang terlalu besar (giant baby), kelainan letak bayi seperti
sungsang dan lintang, kelainan tali pusat dengan pembukaan kecil seperti
prolapsus tali pusat, terlilit tali pusat, adapun faktor plasenta yaitu plasenta
previa, solutio plasenta, plasenta accreta, dan vasa previa. kegagalan
persalinan vakum atau forseps ekstraksi, dan bayi kembar (multiple
pregnancy)
C. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya karena
ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu, keracunan kehamilan
yang parah, pre eklampsia dan eklampsia berat, kelainan letak bayi seperti
sungsang dan lintang, kemudian sebagian kasus mulut rahim tertutup plasenta
yang lebih dikenal dengan plasenta previa, bayi kembar, kehamilan pada ibu
yang berusia lanjut, persalinan yang berkepanjangan, plasenta keluar dini,
ketuban pecah dan bayi belum keluar dalam 24 jam, kontraksi lemah dan
sebagainya. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea (Sari, 2016).

Sayatan pada perut dan rahim akan menimbulkan trauma jaringan dan
terputusnya inkontinensia jaringan, pembuluh darah, dan saraf disekitar daerah
insisi. Hal tersebut merangsang keluarnya histamin dan prostaglandin. histamin
dan prostaglandin ini akan menyebabkan nyeri pada daerah insisi. Rangsangan
nyeri yang dirasakan dapat menyebabkan munculnya masalah keperawatan
hambatan mobilitas fisik. Selanjutnya hambatan mobilisasi fisik yang dialami
oleh ibu nifas dapat menimbulkan masalah keperawatan defisit perawatan diri.
Adanya jaringan terbuka juga akan menimbulkan munculnya risiko tinggi
terhadap masuknya bakteri dan virus yang akan menyebabkan infeksi apabila
tidak dilakukan perawatan luka yang baik (Sugeng, 2010).

D. Klasifikasi

Bentuk pembedahan Sectio Caesarea menurut Manuaba (2012), meliputi :

1. Sectio Caesarea Klasik

Sectio Caesarea Klasik dibuat vertikal pada bagian atas rahim.


Pembedahan dilakukan dengan sayatan memanjang pada korpus uteri
kirra- kira sepanjang 10 cm. Tidak dianjurkan untuk kehamilan berikutnya
melahirkan melalui vagina apabila sebelumnya telah dilakukan tindakan
pembedahan ini.
2. Sectio Caesarea Transperitonel Profunda

Sectio Caesarea Transperitonel Profunda disebut juga low cervical


yaitu sayatan vertikal pada segmen lebih bawah rahim. Sayatan jenis ini
dilakukan jika bagian bawah rahim tidak berkembang atau tidak cukup
tipis untuk memungkinkan dibuatnya sayatan transversal. Sebagian
sayatan vertikal dilakukan sampai ke otot-otot bawah rahim.

3. Sectio Caesarea Histerektomi

Sectio Caesarea Histerektomi adalah suatu pembedahan dimana


setelah janin dilahirkan dengan Sectio Caesarea, dilanjutkan dengan
pegangkatan rahim.

4. Sectio Caesarea Ekstraperitoneal

Sectio Caesarea Ekstraperitoneal, yaitu Sectio Caesarea berulang


pada seorang pasien yang sebelumnya melakukan Sectio Caesarea.
Biasanya dilakukan di atas bekas sayatan yang lama. Tindakan ini
dilakukan dengan insisi dinding dan faisa abdomen sementara peritoneum
dipotong ke arah kepala untuk memaparkan segmen bawah uterus
sehingga uterus dapat dibuka secara ekstraperitoneum.

E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dngn tindakan sectio caesarea menurut
Mochtar (2012), adalah :
1) Hitung darah lengkap.
2) Golongan darah (ABO),dan pencocokan silang, tes Coombs Nb.
3) Urinalisis : menentukn kadar albumin/glukosa.
4) Pelvimetri : menentukan CPD.
5) Kultur : mengidentifikasi adanya virus heres simpleks tipe II.
6) Ultrasonografi : melokalisasi plasenta
menetukan pertumbuha,kedudukan, dan presentasi janin.
7) Amniosintess : Mengkaji maturitas paaru janin.
8) Tes stress kontraksi atau non-stres : mengkaji respons janin terhadap
gerakan/stres dari pola kontraksi uterus/pola abnormal.
9) Penetuan elektronik selanjutnya : memastikan status janin/aktivitas
uterus.
F. Penatalaksanaan Post Sectio Caesarea
Perawatan post Sectio Caesarea menurut Rasjidi (2015) yaitu :
a. Ruang Pemulihan
Dalam ruang pemulihan prosedur yang harus dilakukan yaitu
memantau dengan cermat jumlah perdarahan dari vagina dan palpasi
fundus uteri untuk memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan baik.
b. Pemberian Cairan Intravena
Perdarahan yang tidak disadari di vagina selama tindakan dan
perdarahan yang tersembunyi didalam uterus atau keduanya, sering
menyebabkan perkiraan kehilangan darah menjadi lebih rendah daripada
sebenarnya. Cairan intravena yang perlu disiapkan untuk memenuhi
kebutuhan klien yaitu larutan Ringer Laktat atau larutan Kristaloid
ditambah Dektrosa 5%. Bila kadar Hb rendah diiberikan transfusi darah
sesuai kebutuhan
c. Tanda-Tanda Vital
Setelah pulih dari ansetesi, observasi pada klien dilakukan setiap
setengah jam setelah 2 jam pertama dan tiap satu jam selama minimal 4
jam setelah didapatkan hasil yang stabil. Tanda vital yang perlu dievaluasi
yaitu Tekanan darah, Nadi, Jumlah urin, Jumlah perdarahan, Status fundus
uteri, Suhu tubuh.
d. Analgesik
Pemberian analgesik dapat diberikan paling banyak setiap 3 jam
untuk mengurangi nyeri yang dirasakan. Pemberian analgesik dapat berupa
Meperidin 75-100mg intramuskuler dan morfin sulfat 10- 15mg
intramuskuler.
e. Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus
Kateter vesika urinaria biasanya dapat dilepas dalam waktu 12 jam
setelah operasi dilakukan. Sedangkan untuk makanan padat dapat diberikan
kurang lebih 8 jam stelah operasi, atau jika klien tidak mengalami
komplikasi.
f. Pemeriksaan laboratorium
Hematrokit secara rutin diukur pada pagi hari stelah pembedahan.
Pemeriksaan dilakukan lebih dini apabila terdapat kehilangan darah yang
banyak selama operasi atau menunjukkan tanda-tanda lain yang mengarah
ke hipovoemik.
g. Menyusui
Menyusui dilakukan pada hari 0 post Sectio Caesarea. Apabila
klien memutuskan untuk tidak menyusui, dapat diberikan bebat untuk
menopang payudara yang bisa mengurangi rasa nyeri pada payudara
h. Pencegahan infeksi pasca operasi
Infeksi panggul pasca operasi merupakan penyebab tersering dari
demam dan tetap terjadi pada 20% wanita walaupun telah diberikan
antibiotik profilaksis. Sejumlah uji klinis acak telah membuktikan bahwa
antibiotik dosis tunggal dapat diberikan saat Sectio Caesarea untuk
menrunkan angka infeksi.
i. Mobilisasi
Mobilisasai dilakukan secara bertahap meliputi miring kanan dan
kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi. Hari kedua post operasi
penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas
dalam. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubahmenjadi posisi
setengah duduk. Selanjutnya dengan berturrut-turut selama hari demi hari
pasien dianjurkan belajar uduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian berjalan sendiri pada hari ketiga sampai hari kelima pasca
operasi sectio caesarea
j. Katerisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada penderita, meghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24-48 jam atau lebih.
G. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu dengan sectio caesarea
menurut (Mochtar, 2012) adalah sebagaiberikut :
1. Infeksi puerperal (nifas)
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti peritonitis,
sepsis dan sebagainya.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika
cabang-cabang arteri ikut terbuka. Darah yang hilang lewat
pembedahan Sectio Caesarea dua kali lipat dibanding lewat
persalinan normal.
3. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kemih, dan
embolisme paru.
4. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya
parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptur uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak
ditemukan sesudah Sectio Caesarea Klasik.

Persalinan Sectio Caesarea juga dapat menimbulkan masalah


keperawatan pada ibu diantaranya nyeri bekas luka operasi,
kelemahan, kerusakan integritas kulit, hambatan mobilitas fisik,
resiko infeksi, gangguan pola tidur.
H. Diagnosa Keperawatan Yang Sering Muncul
1. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik
2. Menyusui tidak efektif b/d ketidakadekuatan suplai
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan fisik
4. Konstipasi b/d penurunan motilitas gastrointestinal (Nurarif, 2015).
I. Rencana Keperawatan
1. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik
a. Kaji nyeri secara komperehensif meliputi P, Q, R, S, T.
b. Observasi reaksi non verbal dari pasien.
c. Monitor tanda-tanda vital
d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, dan kebisingan.
2. Menyusui tidak efektif b/d ketidakadekuatan suplai
a. Kaji tingkat pengeluaran ASI
b. Kaji kemampuan menghisap secara efektif
c. Tentukan keinginan dan motivasi ibu untuk menyusui
d. Beri kompres hangat sebelum menyusui
e. Ajarkan pijat oksitosin untuk memperlancar pengeluaran ASI
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan fisik
a. Monitor vital sign sebelum dan sesudah aktifitas
b. Kaji tingkat kemampuan pasien untuk beraktivitas.
c. Kaji kemampuan pasien untuk mobilisasi
d. Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh
umum.
e. Ajarkan pasien tentang teknik ambulasi dini
f. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan
4. Konstipasi b/d penurunan motilitas gastrointestinal.
a. Identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan konstipasi
b. Monitor bising usus
c. Monitor feses, frekuensi, konsistensi dan volume.
d. Jelaskan pada pasien manfaat diet (cairan dan serat) terhadap
eliminasi
e. Anjurkan kepada pasien makan-makanan yang tinggi serat seperti
buah papaya (Nurarif, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, I.B.G. 2012. Gawat Darurat Obstetri Ginekologi Dan Obstetri


Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC

Mochtar R. 2012. Pendidikan Kebidanan Edisi 5. Yogyakarta : Pustaka Belajar

Nurarif, Amin Huda dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta:
MediAction.

Oxorn H danWilliam R. 2010. Ilmu Kebidanan, Patologi Dan Fisiologi


Persalinan. Yogyakarta : Yayasan Essentia

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal Dan Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

Rasjidi, Iman. 2015. Manual Seksio Sesarea & Laparatomi Kelainan Adneksa.
Jakarta : CV Sagung Seto

Sari, Anggita. 2016. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan. Bogor : In Media

Sugeng, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta : Nuha


Medika

Anda mungkin juga menyukai