Oleh :
Jimmy Salomo Nugraha Tobing
112019012
Pembimbing :
dr.Hexanto Muhartomo, Sp.S(K),M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF
PANTI WILASA dr.CIPTO
1
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Epilepsi
2.1.1 Definisi
2
Kejang merupakan manifestasi berupa pergerakan secara mendadak
dan tidak terkontrol yang disebabkan oleh kejang involunter saraf otak. 3
Epilepsi merupakan gejala klinis yang kompleks yang disebabkan
berbagai proses patologis di otak. Epilepsi ditandai dengan cetusan neuron
yang berlebihan dan dapat dideteksi dari gejala klinis, rekaman
elektroensefalografi (EEG), atau keduanya. Epilepsi adalah suatu kelainan di
otak yang ditandai adanya bangkitan epileptik yang berulang (lebih dari satu
episode).3
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan
International Bureau for epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi
didefinisikan sebagai suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya factor
predisposisi yang dapat mencetuskan kejang epileptik, perubahan
neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi social yang
diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat kejang
epileptik sebelumnya. Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan sebagai
tanda dan/atau gejala yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron
yang berlebihan atau sinkron yang terjadi di otak. Status epileptikus
merupakan kejang yang terjadi >30 menit atau kejang berulang tanpa
disertai pemulihan kesadaran diantara dua serangan kejang.
2.1.2 Epidemiologi
Prevalensi
Prevalensi di Negara sedang berkembang ditemukan lebih tinggi
dari pada negara maju. Dilaporkan prevalensi di negara maju berkisar
antara 4-7/1000 orang dan 5-74/1000 orang di negara sedang
berkembang. Daerah pedalaman memiliki angka prevalensi lebih tinggi
dibendingkan daerah perkotaanya itu 15,4/1000 (4,8-49,6) dipedalaman
dan 10,3 (2,8-37,7) diperkotaan1.
Pada negara maju, prevalensi median epilepsy yang aktif (bangkitan
dalam 5 tahun terakhir) adalah 4,9/1000 (2,3-10,3), sedangkan pada
negara berkembang di pedalaman 12,7/1000 (3,5-45,5) dan di perkotaan
5,9 (3,4-10,2). Di negara Asia, prevalensi epillepsi aktif tertinggi
3
dilaporkan di Vietnam 10,7/1000 orang dan terendah di Taiwan 2,8/1000
orang1.
Prevalensi epilepsy pada usia lanjut (>65 tahun) di negara maju
diperkirakan sekitar > 0,9%, lebih dari dekade 1 dan 2 kehidupan. Pada
usia >75 tahun prevalensi meningkat 1,5%. Sebaliknya prevalensi epilepsi
di negara berkembang lebih tinggi pada usia dekade 1-2 dibandingkan
pada usia lanjut. Kemungkinan penyebabnya adalah insiden yang rendah
dan usia harapan hidup rata-rata di negara maju lebih tinggi. Prevalensi
epilepsi berdasarkan jenis kelamin di negara-negara Asia, dilaporkan pria
sedikit lebih tinggi dari pada wanita1.
Kelompok studi epilepsy perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (Pokdi Epilepsi PERDOSSI) mengadakan penelitian pada 18
rumah sakit di 15 kota pada tahun 2013 selama 6 bulan. Didapatan 2288
pasien terdiri atas 487 kasus baru dan 1801 kasus lama. Rerata usia kasus
baru adalah 25,06 ± 16,9 tahun, sedangkan rerata usia pada kasus lama
adalah 29,2 ± 16,5 tahun. Sebanyak 77,9% pasien berobat pertama kali ke
dokter spesialis saraf, 6,8% berobat ke dokter umum, sedangkan sisanya
berobat ke dukun dan tidak berobat1.
2.1.3 Etiologi
Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan,
yaitu:
Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi ±50% dari
penderita epilepsi anak dan umumnya mempunyai predisposisi
genetic, awitan biasanya pada usia >3tahun. Dengan berkembangnya
ilmu pengetahuan dan alat-alat diagnostic yang canggih kelompok ini
semakin sedikit.
Epilepsi simptomatik : disebabkan oleh kelainan / lesi pada susunan
saraf pusat. Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat
(SSP), gangguan metabolic, malformasi otak kongenital, asphyxia
neonatorum, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik
serta kelainan neurodegenerative.
4
Epilepsy kriptogenik : dianggap simtomatik tetapi penyebabnya
belum diketahui, termasuk disini adalah sindrom West, sindrom
Lennox-Gastaut dan epilepsy mioklonik.2
2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsi
(ILAE) terdiri atas dua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis
bangkitan epilepsi dan klasifikasi untuk sindrom epilepsi1.
5
di tandai dengan terhentinya percakapan untuk sesaat, pandangan
kosong, atau mata berkedip dengan cepat. Hampir selalu pada anak-
anak, mungkin menghilang waktu remaja atau diganti dengan
serangan tonik-klonik.
2.2 Mioklonik
Mioklonik, serangan-serangan ini terdiri atas kontraksi otot yang
singkat dan tiba-tiba, bisa simetris dan asimetris, sinkronis atau
asinkronis. Muncul akibat adanya gerakan involuntar sekelompok
otot skelet yang muncul secara tiba-tiba dan biasanya hanya
berlangsung sejenak. Biasanya tidak ada kehilangan kesadaran
selama serangan. Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan
ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang
berulang dan terjadinya cepat.
2.3 Klonik
Klonik, serangan di mulai dengan kehilangan kesadaran yang di
sebebkan aleh hipotonia yang tiba-tiba atau spasme tonik yng
singkat. Keadaan ini diikuti sentakan bilateral yang lamanya 1 menit
sampai beberapa menit yang sering asimetris dan bisa predominasi
pada satu anggota tubh. Serangan ini bisa bervariasi lamanya,
seringnya dan bagian dari sentakan ini satu saat ke satu saat lain.
2.4 Tonik
Tonik, serangan ini terdiri atas tonus otot dengan tiba-tiba
meningkat dari otot ekstremitas, sehingga terbentuk sejumlah sikap
yang khas. Berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau
pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang
menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan
bawah dengan bentuk dekortikasi. Biasanya kesadaran hilang hanya
beberapa menit terjadi pada anak 1-7 tahun.
2.5 Tonik-klonik
Tonik-Klonik, biasa di sebut grandmal. Merupakan jenis serang
klasik epilepsi serangan ini di tandai oleh suatu sensasi penglihatan
atau pendengaran selama beberapa saat yang diikuti oleh kehilangan
6
kesadaran secara cepat. Secara tiba-tiba penderita akan jatuh
disertai dengan teriakan, pernafasan terhenti sejenak kemudian
diiukti oleh kekauan tubuh. Setelah itu muncul gerakan kejang tonik-
klonik (gerakan tonik yag disertai dengan relaksaki). Pada saat
serangan, penderita tidak sadar, bisa menggigit lidah atau bibirnya
sendiri, dan bisa sampai mengompol. Pasca serangan, penderita akan
sadar secara perlahan dan merasakan tubuhnya terasa lemas dan
biasanya akan tertidur setelahnya.
2.6 Atonik/astatik
Atonik, serangan atonik terdiri atas kehilangan tonus tubuh.
Keadaan ini bisa di menifestasikan oleh kepala yang terangguk-
angguk, lutut lemas, atau kehilangan total dari tonus otot dan Px bisa
jatuh serta mendapatkan luka-luka. Biasanya penderita akan
kehilangan kekuatan otot dan terjatuh secara tiba-tiba. Bangkitan ini
jarang terjadi.
3. Bangkitan tak tergolongkan
7
1.2.3 Epilepsi lobus temporal
1.2.4 Epilepsi lobusfrontal
1.2.5 Epilepsi lobus parietal
1.2.6 Epilepsi oksipital
1.3 Kriptogenik
2. Epilepsi umum
2.1 Idiopatik (sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan usia awitan)
2.1.1 Kejang neonates familial benigna
2.1.2 Kejang neonates benigna
2.1.3 Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
2.1.4 Epilepsi lena pada anak
2.1.5 Epilepsi lena pada remaja
2.1.6 Epilepsi mioklonik pada remaja
2.1.7 Epilepsi dgn bangkitan umum tonik-klonik padasaat terjaga
2.1.8 Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu
diatas
2.1.9 Epilepsi tonik klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi yang
spesifik
2.2 Kriptogenik atau simtomatis (berurutan sesuai peningkatan usia)
2.2.1 Sindrom West (spasme infantile dan spasme alam)
2.2.2 Sindrom Lennox-Gastaut
2.2.3 Epilepsi mioklonik astatik
2.2.4 Epilepsi mioklonik lena
2.3 Simtomatis
2.3.1 Etiologinonspesifik
Ensefalopati mioklonik dini
Ensefalopati pada infantile dini dengan dengan burst
suppression
Epilepsi simtomatis umum lainnya yang tidak termasuk di
atas
2.3.2 Sindrom spesifik
8
2.3.3 Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain.
3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
3.1 Bangkitan umum dan fokal
3.1.1 Bangkitan neonatal
3.1.2 Epilepsi mioklonik berat pada bayi
3.1.3 Epilepsi dengan gelombang paku kontinu selama tidur dalam
3.1.4 Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau-Kleffner)
3.1.5 Epilepsi yang tidak termasuk klasifikasi di atas
3.2 Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
4.Sindrom khusus
4.1 Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu
4.1.1 Kejang demam
4.1.2 Bangkitan kejang / status epileptikus yang timbul hanya
sekali
4.1.3 Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian
metabolik akut, atau toksis, alkohol, obat-obatan, eklamsia,
hiperglikemi non ketotik.
4.1.4 Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesfik (epilepsi
refrektorik)
9
motorik, pada umumnya area yang terlibat adalah korteks motorik, yang
menyebabkan adanya gangguan aktivitas otot seperti tonik atau klonik.
Pada serangan parsial dengan gejala sensorik sering muncul sebagai
halusinasi atau ilusi yang melibatkan rasa sentuh, penghidungan,
pengecapan, penglihatan dan pendengaran. Pada serangan autonomik, dapat
menyebabkan perubahan pada kecepatan denyut jantung atau pernapasan,
berkeringat, bulu roma berdiri, atau rasa aneh di dalam perut. Sedangkan,
pada serangan psikis, menunjukkan adanya gangguan pada daerah sistim
limbik dan area neokorteks pada lobus frontalis dan temporalis. Serangan ini
berdampak pada cara berpikir, berperasaan dan menerima pengalaman.
Manifestasi klinisnya antara lain rasa takut, cemas, depresi, deja vu, dan out
of body experience.
10
serangan ini dibedakan oleh ada atau tidak adanya aktivitas motorik yang
khas.
Tonik-klonik umum : Pada serangan tonik-klonik, setelah biasanya
didahului adanya aura, pasien langsung kehilangan kesadaran, yang segera
diikuti oleh jatuhnya penderita ke tanah atau lantai. Pada tahap klonik, otot-
otot menjadi kaku dan berkontraksi yang dapat menyebabkan epileptic cry.
Rigiditas segera berhenti menjadi klonik secara sinkron yang melibatkan
kepala, wajah lengan dan tungkai. Sedangkan serangan ini biasanya
berlangsung 2-5 menit.
Absence : Pada absence, biasanya terjadi pada usia 4-14 tahun dan
seringkali menghilang pada usia 18 tahun. Serangan berupa mata terbelalak
dalam waktu singkat, disertai gangguan kesadaran, mulai tanpa tanda
peringatan dan berhenti secara mendadak dan kemudian penderita sadar
kembali seperti sediakala dengan perhatian penuh. Pada jenis absence
sederhana, penderita hanya tampak seperti melamun sejenak, sedangkan
pada serangan absence kompleks, bisa disertainya adanya automatisme.
Atonik : Serangan atonik memiliki gambaran klinis berupa hilangnya
tonus otot secara total dan mendadak, disertai hiangnya kontrol postur
tubuh. Dengan demikian, terjadi ptosis, kepala menunduk, dan penderita
jatuh ke lantai atau biasa disebut drop attack.
Mioklonik : Gejala berupa kedutan otot atau sekelompok otot yang
bersifat mendadak, dan singkat.
Tonik : Gejala khas adalah adanya pengkakuan bilateral secara
mendadak pada tubuh, lengan atau tungkai. Serangan berlangsung kurang
dari 20 detik, dan muncul lebih sering pada penderita tidur.
11
Sindrom epilepsi merupakan kelainan dimana epilepsi merupakan gejala
yang paling dominan, dan terdapat bukti yang cukup secara klinis, EEG,
radiologi, atau obsevasi genetik untuk menentukan mekanisme yang
mendasarinya. Ada tiga sindroma epilepsi yang penting seperti dibawah ini:
12
mengenali sindrom ini sangat penting karena sindrom ini cenderung sulit
diatasi dengan OAE tetapi berespon baik dengan intervensi pembedahan.
13
pada kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi
hipoksemia.
b) Perubahan permeabilitas membran sel saraf, misalnya hipokalsemia
dan hipomagnesemia.
c) Perubahan relatif pada neurotransmiter yang bersifat eksitasi
dibandingkan dengan neurotransmiter yang bersifat inhibisi dapat
menyebabkan depolarisasi yang berlebihan. Misalnya ketidak-
seimbangan antara GABA dan glutamat akan menimbulkan kejang.
14
merupakan neurotransmiter inhibitor utama, sering secara berlawanan
menyebabkan eksitasi pada otak imatur. Lebih lagi, substansia nigra memiliki
peran terhadap timbulnya kejang umum. Aktifitas kejang elektrografik
menyebar dalam substansia nigra, menyebabkan peningkatan uptake 2-
deoksiglukosa pada hewan dewasa, tetapi tidak ada atau sedikit aktivitas
metabolik dalam substansia nigra ketika hewan imatur mengalami kejang.
Selain itu, substansia nigra yang imatur mungkin berperan dalam
peningkatan kerentanan terhadap kejang. lebih lagi, substansia nigra pars
retikulata yang sensitif GABA berperan dalam pencegahan demam.
Nampaknya jalur aliran keluar substansia nigra memodulasi dan mengatur
penyebaran kejang tetapi tidak menyebabkan timbulnya bangkitan kejang 8.
Pada dasarnya mekanisme kejang dapat dirangkum sebagai berikut 9:
15
d) Potensial membrane neuron normalnya dipertahankan oleh kanal K +.
Syarat : gradient K+ yg melewati membrane sel harus adekuat. Gradien
ini dihasilkan oleh Na+/K+- ATPase. Kekurangan energy (baik karena
penurunan oksigen atau hipoglikemia) akan menghambat Na+/K+-
ATPase sehingga memudahkan depolarisasi sel.
e) Depolarisasi umumnya dikurangi oleh beurin inhibitorik yang
mengaktifkan kanal K+ dan/atau Cl- diantaranya melalui GABA. GABA
dihasilkan oleh glutamat dekarboksilase yakni enzim yang
memnbutuhkan piridoksin (vitamin B6) sebagai ko-faktor. Defesiensi
vitamin B6 atau berkurangnya afinitas enzim terhadap vitamin B 6
(kelainan genetik) memudahlan terjadinya epilepsi. Hiperpolarisasi
neuron talamus dapat meningkatkan kesiapan kanal Ca 2+ tipe-T untuk
diaktifkan dengan memudahkan serangan absans.
16
Pada kelompok epilepsi ini, perubahan EEG menunjukkan bahwa dari
awalnya cetusan epileptik melibatkan kedua hemisphere dengan
serentak.
A. Epilepsi Grandmal (Tonic-clonic seizure)
Bentuk yang paling sering dijumpai.
Dapat didahului gejala prodromal seperti
jeritan,sentakan,mioklonik, tegang, perubahan emosi, cepat
tersinggung,dll.
Pasien kehilangan kesadaran, kaku (fase tonik) selama 10-30
detik, diikuti gerakan kejang kelonjotan pada kedua lengan dan
tungkai (fase klonik) selama 30-60 detik, dapat disertai mulut
berbusa
Selesai serangan pasien menjadi lemas (fase flaksid) dan tampak
bingung.
Pasien sering tidur setelah bangkitan.
Fase tonik semua lengan dan tungkai ekstensi, penderita
tampak mengejan sehingga wajahnya merah. Kemudian penderita
menahan napas ±30 detik, pada akhir fase ini terjadi sianosis,
tekanan darah meningkat, pupil melebar, refleks cahaya negatif,
refleks patologi positif, kadang-kadang terjadi inkontinensia
karena kontraksi involunter
Fase klonik terjadi kejang ritmik, penderita bernapas kembali,
kadang lidah tergigit, ludah bercampur darah (buih kemerahan).
Pada fase ini wajah menjadi normal kembali, tekanan darah
menurun, tanda gejala vital normal.
Fase post iktal setelah kejang penderita tertidur. Waktu
terbangun mula-mula terjadi disorientasi, tetapi beberapa menit
setelah ini penderita menjadi normal kembali dan dapat berjalan
seperti biasa.
17
Tidak terjadi kejang. Terjadi gangguan kesadaran dalam waktu
singkat (6-10 detik).
Penderita berhenti dari aktivitas yang sedang dilakukan, seakan-
akan melamun, kemudian melakukan aktivitas kembali
Serangan kadang-kadang dapat 10-20 kali dalam sehari. Karena
singkat biasanya tidak diketahui orang sekitarnya.
EEG menunjukkan gambaran yang sangat jelas yaitu 3 Hz spike
slow wave.
Banyak terjadi pada anak-anak usia sekolah.
C. Epilepsi mioklonik
Banyak terjadi pada anak-anak
Terjadi gangguan kesadaran sebentar, disertai gerakan
involunteer yang aneh dari sekelompok otot, terutama pada tubuh
bagian atas (bahu dan lengan) yang disebut myoclonic jerking.
D. Epilepsi Atonik
Secara mendadak penderita kehilangan tonus otot.
Dapat mengenai beberapa bagian tubuh ataupun otot seluruh
badan, misalnya tiba-tiba kepalanya terkulai karena kehilangan
tonus otot leher atau secara tiba-tiba penderita terjatuh karena
hilangnya tonus otot tubuh. Serangan ini berlangsung singkat
disebut drop attack.
II. Epilepsi Parsial (Fokal)
Epilepsi parsial adalah serangan epilepsi yang bangkit akibat lepas
muatan listrik disuatu daerah dikorteks serebri (terdapat suatu fokus
dikorteks serebri)
A. Epilepsi parsial sederhana (simple)
Manifestasinya bervariasi tergantung dari susunan saraf pusat yang
terkena. Biasanya dengan gejala motorik, sensorik, autonom,
maupun psikis. Tidak terjadi gangguan kesadaran.
18
Epilepsi parsial sederhana dengan gejala motorik
Fokus epilepsi biasanya terdapat di gyrus presentralis lobus frontalis
(pusat motorik). Kejang dimulai di daerah yang mempunyai
representasi yang luas di daerah ini. Dimulai di ibu jari, meluas
keseluruh tangan, lengan, muka, dan tungkai. Kadang-kadang
berhenti di satu sisi. Tetapi bila rangsangan sangat kuat dapat
meluas ke lengan/tungkai yang lain sehingga menjadi kejang umum.
Disebut sebagai jackson motoric epilepsy.
Epilepsi parsial sederhana dengan gejala sensorik
Fokus epilepsi terdapat di gyrus postsentralis lobus parietalis.
Penderita merasa kesemutan didaerah ibu jari, lengan, muka, dan
tungkai, tanpa kejang motorok yang dapat meluas ke sisi yang lain.
Disebut sebagai jackson sensoric epilepsy.
2.1.8 Diagnosa
Ada 3 langkah untuk mendiagnosa epilepsi, yaitu :
19
1. Pastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal menunjukkan
bangkitan epilepsi atau bukan epilepsi
2. Bila bangkitan tersebut merupakan suatu bangkitan epilepsi,
kemudian tentukan bangkitan yang ada termasuk jenis bangkitan apa
(klasifikasi epilepsi)
3. Pastikan sindrom epilepsi apa yang ditunjukkan oleh bangkitan
tersebut atau epilepsi jenis apa yang diderita oleh pasien serta
tentukan etiologisnya.
Diagnosa epilepsi ditegakkan bila terdapat gejala dan tanda klinis berupa
bangkitan epilepsi berulang minimal 2 kali yang ditunjang dengan gambaran
epileptiform pada EEG11.
a) Anamnesis
Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinis
yang dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis. Namun,
apabila pemeriksa secara kebetulan melihat serangan yang sedang
berlangsung maka diagnosis epilepsi (klinis) sudah dapat ditegakkan. Hal
demikian ini bermanfaat bagi pemeriksa yang tidak didukung fasilitas yang
lengkap2.
Penderita dan/atau orangtuanya perlu dimintai keterangan tentang
adanya riwayat epilepsi pada keluarga. Seorang ayah yang menderita epilepsi
hanya sedikit meningkatkan kemungkinan epilepsi pada anaknya. Bila ibu
menderita epilepsi maka kemungkinan mewariskan epilepsi pada anaknya
lebih besar, namun kemungkinan tersebut di bawah 5%. Bila kedua
orangtuanya menderita epilepsi maka kemungkinan untuk mewariskan
kepada anaknya hanya meningkat sedikit. Epilepsi umum lebih banyak
diwariskan daripada epilepsi parsial2.
Kecermatan anamnesis
Karena pemeriksa hampir tidak pernah menyaksikan serangan yang
dialami penderita maka anamnesis harus dilakukan secara rinci,
cermat dan menyeluruh. Laporan penderita dan saksi mata sangat
20
bermanfaat untuk mengarahkan diagnosis. Penjelasan mengenai
segala sesuatu yang terjadi, sebelum, selama dan sesudah serangan
meliputi gejala dan lamanya serangan merupakan informasi yang
sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis. Sementara itu,
anamnesis juga harus mengarah kepada faktor pencetus serangan2.
Mode of onset
Merupakan gambaran klinis yang harus dirinci secara jelas. Serangan
merupakan kejadian yang mulai dan berakhir secara cepat. Suatu
episoda yang mulai secara lambat (beberapa menit) dengan gejala
berikutnya yang terjadi secara bertahap pada umumnya bukan
gambaran serangan. Namun, pada kasus tertentu baik epilepsi parsial
atau umum dapat didahului tanda atau gejala awal yang berlangsung
beberapa menit, jam atau bahkan beberapa hari sebelum serangan
terjadi. Gejala-gejala yang tidak spesifik, sebagai pendahulu serangan
meliputi, nyeri kepala, iritabilitas, labilitas emosional, letargi dan
perasaan letih. Serangan parsial kompleks dan serangan umum tonik-
klonik sekunder seringkali didahului oleh aura selama beberapa detik-
menit. Bagaimanapun juga, aura bermula secara mendadak dan jangan
sampai dirancukan dengan gejala yang berkembang secara bertahap
pada penyakit lain seperti migrain atau serangan panik 2.
Aura
Pemeriksa harus mengajukan pertanyaan secara sistematik, baik
kepada penderita maupun saksi mata tentang aura, yang mungkin
bersifat samar atau tidak menentu gambarannya. Beberapa penderita
mengatakan bahwa ada sesuatu yang salah atau tidak seperti
biasanya; sementara itu penderita lain menceritakan tentang keluhan
spesifik tetapi tidak dapat merinci secara tepat. Bentuk aura yang
dapat digambarkan lebih jelas antara lain : sensasi aneh dalam perut,
dada, atau kepala, perasaan kesemutan atau seperti ditusuk jarum,
halusinasi atau ilusi, vertigo atau perasaan seperti dirinya
21
mengambang di udara, distorsi waktu, kesulitan untuk menemukan
kata-kata, de ja vu, serta perasaan takut atau cemas yang luar biasa.
Sensasi abdominal dan kepala terasa ringan dapat mendahului
terjadinya sinkop2.
Lain-lain
Anamnesis harus memunculkan informasi tentang trauma kepala
dengan kehilangan kesadaran, meningitis, ensefalitis, stroke, tumor
otak, malformasi vaskular, gangguan metabolik, metastase, AIDS dan
obat-obat tertentu2.
Sehingga dapat disimpulkan pada anamnesa harus digali untuk
mendapatkan informasi mengenai11:
1. Pola atau bentuk bangkitan
2. Lama bangkitan
3. Gejala sebelum, selama maupun pasca bangkitan
22
4. Frekuensi bangkitan
5. Ada atau tidaknya penyakit lain yang diderita saat ini
6. Usia pada saat terjadinya bangkitan pertama
7. Riwayat pada saat dalam kandungan, persalinan atau kelahiran
dan perkembangaan saat bayi/anak
8. Riwayat terapi epilepsi sebelumnya
9. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
23
gangguan kongenital, gangguan neurologi fokal atau difus, kecanduan alkohol
maupun obat terlarang dan kanker11.
c) Pemeriksaan penunjang
- Elektro-ensefalografi (EEG)
Elektroda yang ditempelkan ke kulit kepala dapat mendeteksi
aktivitas listrik spontan di otak. EEG mengkonduksikan aktivitas di otak
sebagai gelombang; frekuensi gelombang diukur per detik (Hz). EEG dapat
mendeteksi berbagai jenis abnormalitas baik yang bersifat fokal maupun
difus. Ada dua jenis kelainan utama, ialah aktivitas yang lambat dan
epileptiform2.
Pada epilepsi pola EEG dapat membantu untuk menentukan jenis dan
lokasi serangan. Gelombang epileptiform berasal dari cetusan paroksismal
yang bersumber pada sekelompok neuron yang mengalami depolarisasi
secara sinkron. Gambaran epileptiform antar cetusan yang terekam pada EEG
muncul dan berhenti secara mendadak, seringkali dengan morfologi khas.
Perlu diketahui bahwa pola epileptiform ini dapat muncul pada orang yang
tidak menderita epilepsi sekitar 1-2%. Sebaliknya, rekaman EEG pada
penderita epilepsi dalam keadaan sadar dan istirahat dapat menunjukkan
gambaran yang normal. Perlu diperhatikan bahwa hasil pemeriksaan EEG
saja tidak dapat digunakan untuk menetapkan atau meniadakan diagnosa
epilepsi2.
EEG sebaiknya dilakukan pada saat bangun tidur, dengan stimulasi
fotik, hiperventilasi, stimulasi tertentu sesuai pencetus bangkitan (pada
epilepsi refleks). Kelainan epileptiform EEG interiktal (di luar bangkitan)
pada orang dewasa dapat ditemukan sebesar 29-38%. Pada pemeriksaan
ulang gambaran epileptiform dapat meningkat menjadi 59-77% 5.
Bila EEG pertama menunjukkan hasil normal sedangkan dugaan
epilepsi sangat tinggi, maka dapat dilakukan EEG ulangan dalam 24-48 jam
setelah bangkitan atau dilakukan dengan persyaratan khusus seperti dengan
mengurangi tidur (sleep deprivation) atau dengan menghentikan obat anti
epilepsi (OAE)5.
24
Indikasi EEG5 :
1. Semua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan struktural
2. Adanya perubahan bentuk bangkitan
3. Terdapat defisit neurologi fokal
4. Epilepsi dengan bangkitan parsial
5. Bangkitan pertama di atas usia 25 tahun
6. Untuk persiapan tindakan pembedahan
Rekaman EEG dari video secara simultan pada seorang penderita yang
sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan
lokasi sumber serangan. Rekaman video-EEG memperlihatkan hubungan
antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan untuk
mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini
bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui secara pasti,
serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus
epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat diperlukan pada persiapan
operasi2.
25
- Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging studies
bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila
dibandingkan dengan CT-Scan maka MRI lebih sensitif dan secara anatomik
akan tampak lebih rinci2.
MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri.
Selain itu, MRI dapat mengidentifikasi kelainan pertumbuhan otak, tumor
yang berukuran kecil, malformasi vaskular tertentu, dan penyakit
demielinisasi2.
Secara teori, semua kasus epilepsi parsial (kecuali anak dengan
epilepsi rolandik benigna) harus diperiksa dengan MRI. Indikasi yang lain
adalah adanya kelainan neurologis fokal, gelombang lambat fokal pada EEG,
epilepsi refrakter (untuk mencari sklerosis temporal mesial dan glioma
derajat rendah), dan penderita yang serangannya makin sering serta makin
berat2.
Sementara itu PET mengukur metabolisme otak regional dengan
menggunakan molekul radioaktif. PET (positron emission tomography)
antarcetusan bermanfaat untuk evaluasi pra-operasi terutama pada
penderita dengan epilepsi lobus temporalis (fokusnya menunjukkan
gambaran hipometabolisme atau disebut juga a cold spot), single photon
emission computed tomography (SPECT) mengukur aliran darah otak regional
dengan menggunakan molekul radioaktif. SPECT digunakan selama dan
sesudah serangan, bermanfaat untuk evaluasi pra-operasi penderita dengan
fokus baik di temporal maupun di luar daerah temporal 2.
) Pemeriksaan Laboratorium
Uji darah rutin diindikasikan untuk mengidentifikasi penyebab
metabolik yang lebih sering menjadi penyebab kejang seperti abnormalitas
elektrolit, glukosa, kalsium atau magnesium dan penyakit hepar maupun
ginjal. Pemeriksaan toxin pada darah dan urin juga harus diperoleh dari
semua pasien yang termasuk dalam kelompok resiko tinggi, terutama ketika
faktor pemicunya tidak jelas. Pungsi lumbar diindikasikan bila ada
26
kecurigaan meningitis atau encephalitis dan pada semua pasien yang
terinfeksi dengan HIV, walaupun tidak ada gejala atau tanda yang
menunjukkan infeksi.
27
Bisa terjadi di mana bergerak sama sekali
saja dan kapan pun
Gejala Sisa Mengantuk Lesu
Setelah Lidah tergigit
Serangan Nyeri anggota gerak
Defisit neurologis
fokal (Todd’s
paralisis)
28
perbedaan fisiologis pada wanita maka dalam hal-hal tertentu diperlukan
adanya perhatian khusus dan/atau modifikasi2.
Tujuan terapi
Tujuan utama terapi epilepsi adalah mengupayakan penyandang
epilepsi dapat hidup normal dan tercapai kualitas hidup optimal untuk
penyandangmental yang dimilikinya. Harapannya adalah “bebas
bangkitan, tanpa efek samping”. Untuk tercapainya tujuan tersebut
diperlukan beberapa upaya, antara samping/dengan efek samping yang
minimal, menurunkan angka kesakitan dan kematian1.
29
pemaksaan bila misalnya penderita berjalan ke arah arus lalu lintas.
Otomatisme selama serangan biasanya tampak memalukan tetapi tidak
berbahaya. Bila mungkin maka penderita dibawa ke tempat yang tenang
dan aman2.
A. Terapi Farmakologi
Prinsip terapi farmakologi
OAE diberikan bila1:
o Diagnosis epilepsi sudah dipastikan
o Terdapat minimum dua bangkitan dalam setahun
o Penyandang dan atau keluarganya sudah menerima
penjelasan tentang tujuan pengobatan.
o Penyandang dan/ atau keluarga telah diberitahu tentang
kemungkinan efek samping yang timbul dari OAE.
o Bangkitan terjadi berulang walaupun factor pencetus sudah
dihindari (misalnya:alcohol, kurang tidur, stress, dll)
Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan
sesuai dengan jenis bangkitan (Tabel 2.1) dan jenis sindrom epilepsi
(Tabel 2.2)1.
Pemberian obat dimulai dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan
bertahap sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping
(Tabel 2.3)1.
Kadar obat dalam plasma ditentukan bila1:
o Bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif
o Diduga ada perubahan farmakokinetik OAE (disebabkan
oleh kehamilan, penyakit hati, penyakit ginjal, gangguan
absorpsi OAE)
30
o Diduga penyandang tidak patuh pada pengobatan
o Setelah penggantian dosis/regimen OAE
o Untuk melihat interaksi antara OAE atau obat lain.
Bila dengan penggunaan OAE pertama dosis maksimum tidak
dapat mengontrol bangkitan, maka diganti dengan OAE kedua.
Caranya bila OAE telah mencapai kadar terapi, maka OAE
pertama diturunkan bertahap (tapering off). Bila terjadi
bangkitan saat penurunan OAE pertama maka kedua OAE tetap
diberikan. Bila responsyang didapat buruk, kedua OAE hares
diganti dengan OAE yang lain. Penambahan OAE ketiga baru
dilakukan bila terdapat respons dengan OAE kedua, tetapi respons
tetap suboptimal walaupun pergunaan kedua OAE pertama
sudah maksimal1.
OAE kedua harus memiliki mekanisme kerja yang berbeda
dengan OAE pertama1.
Penyandang dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk
dimulai terapi bila kemungkinan kekambuhan tinggi, yaitu bila1:
o Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG
o Pada pemeriksaan CT scan atau MRI otak dijumpai lesi
yang berkorelasi dengan bangkitan; misalnya
meningioma, neoplasma otak, AVM, abses otak ensafalitis
herpes.
o Pada pemeriksaan neurologis dijumpai kelainan yang
mengarah pada adanya kerusakan otak
o Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung
(bukan orang tua)
o Riwayat bangkitan simtomatis
o Terdapat sindrom epilepsi yang berisiko
kekambuhan tinggi seperti JME (Juvenile Myoclonic
Epilepsi)
31
o Riwayat trauma kepala terutama yang disertai
penurunan kesadaran stroke, infeksi SSP
o Bangkitan pertama berupa status epileptikus
Efek samping OAE perlu diperhatikan (Tabel 2.4), demikian pula
halnya dengan profil farmakologis tiap OAE (Table 2.5) dan
interaksi farmnakokinetik antar-OAE1.
Strategi untuk mencegah efek samping1:
o Pilih OAE yang paling cocok untuk karakteristik penyandang
o Gunakan titrasi dengan dosis terkecil dan rumatan
terkecil mengacu pada sindrom epilepsi dan karakteristik
penyandang.
32
Phenobarbital Phenobarbital
Note: Termasuk : Bangkitan parsial, Bangkitan parsial kompleks, bangkitan parsial yang menjadi
umum sekunder
33
Epilepsi Tambahan memperburuk
bangkitan
Childhood Etosuksimid, Etosuksimid, Clobazam, Carbamazepin,
absence Lamotrigin, Lamotrigin, klonazepam, gabapentin,
epilepsy (CAE) Sodium Sodium Levetirasetam, Okskarbazepin,
atau sindroma valproat, valproat, Topiramat phenytoin,
absence zonisamid pregabalin,
lainnya tiagabin,
vigabatrin
Juvenile Etosuksimid, Etosuksimid, Clobazam, Carbamazepin,
absence Lamotrigin, Lamotrigin, klonazepam, gabapentin,
epilepsy (JAE) Sodium Sodium Levetirasetam, Okskarbazepin,
atau sindrom valproat, valproat, topiramat phenytoin,
absence zonisamid pregabalin,
lainnya tiagabin,
vigabatrin
Juvenyl Lamotrigin, Lamotrigin, Clobazam, Carbamazepin,
mioclonic Levetirasetam, Levetirasetam, klonazepam, gabapentin,
epilepsy (JME) Sodium Sodium zonisamid Okskarbazepin,
valproat, valproat, phenytoin,
topiramat topiramat pregabalin,
tiagabin,
vigabatrin
Epilepsi Carbamazepin, Clobazam,
dengan Lamotrigin, Levetirasetam,
bangkitan Okskarbamaze Sodium
umum tonik pin, Sodium valproat,
klonik saja valproat topiramat
Epilepsi Lamotrigin, Lamotrigin, Clobazam, Carbamazepin,
umum Sodium Levetirasetam, klonazepam, gabapentin,
idiopatik valproat, Sodium zonisamid Okskarbazepin,
topiramat valproat, phenytoin,
topiramat pregabalin,
tiagabin,
vigabatrin
Spasme Rujuk ke ahli
infantil yang neuropediatri
tidak Vigabatrin,
disebabkan atau steroid
34
sklerosis (prednisolon
tuberous atau
tetrakosasid)
Spasme Rujuk ke ahli
infantil yang neuropediatri
disebabkan Vigabatrin,
sklerosis atau steroid
tuberous (prednisolon
atau
tetrakosasid)
Epilepsi Carbamazepin, Carbamazepin, Esilkarbazepin
benigna Lamotrigin, Clobazam, asetat,
dengan Levetirasetam, gabapentin, lakosamid,
gelombang Okskarbamaze Lamotrigin, fenobarbital,
paku didaerah pin, Sodium Levetirasetam, phenytoin,
sentrotempor valproat Okskarbamaze pregabalin,
al (benign pin, Sodium tiagabin,
epilepsy with valproat, vigabatrin,
sentrotempor topiramat zonisamid
al spikes)
Sindrom Carbamazepin, Carbamazepin, Esilkarbazepin
panayiotopoul Lamotrigin, Clobazam, asetat,
os Levetirasetam, gabapentin, lakosamid,
Okskarbamaze Lamotrigin, fenobarbital,
pin, Sodium Levetirasetam, phenytoin,
valproat Okskarbamaze pregabalin,
pin, Sodium tiagabin,
valproat, vigabatrin,
topiramat zonisamid
Late onset Carbamazepin, Carbamazepin, Esilkarbazepin
childhood Lamotrigin, Clobazam, asetat,
occipital Levetirasetam, gabapentin, lakosamid,
epilepsy (tipe Okskarbamaze Lamotrigin, fenobarbital,
gastaut) pin, Sodium Levetirasetam, phenytoin,
valproat Okskarbamaze pregabalin,
pin, Sodium tiagabin,
valproat, vigabatrin,
topiramat zonisamid
Sindrom Rujuk ke ahli Clobazam, Carbamazepin,
35
dravet neuropediatri Siripentol gabapentin,
Sodium Lamotrigin,
valproat, Okskarbazepin,
Topiramat phenytoin,
pregabalin,
tiagabin,
vigabatrin
Epilepsi Rujuk ke ahli
dengan neuropediatri
gelombang
paku kontinu
selama tidur
dalam
(continues
spikes and
wave during
sleep)
Sindrom Rujuk ke ahli Lamotrigin Felbamat, Carbamazepin,
lennox neuropediatri rufinamid, gabapentin,
gastaut Sodium topiramat Okskarbazepin,
valproat pregabalin,
tiagabin,
vigabatrin
Sindrom Rujuk ke ahli
landau- neuropediatri
kleffner
Epilepsi Rujuk ke ahli
astatik neuropediatri
mioklonik
.
Penghentian OAE
Pada dewasa; penghentian OAE secara bertahap dapat
dipertimbangkan setelah 3-5 tahun bebas bangkitan. OAE dapat
dihentikan tanpa kekambuhan pada 60% pasien. Dalam hal
penghentian OAE, maka ada hal penting yang perlu diperhatikan,
yaitu syarat umum untuk menghentikan OAE dan kemungkinan
36
kambuhan bangkitan setelah OAE dihentikan(Kusumastuti,
2014).
Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah
sebagai berikut1:
o Setelah minimal 3 tahun bebas bangkitan dan gambaran
EEG normal
o Penghentian OAE disetujui oleh penyandang atau
keluarganya.
o Harus dilakukan secara bertahap, 25% dari dosis semula
setiap bulan dalam jangkat waktu 3-6 bulan
o Bila dilakukan lebih dari 1 OAE, maka penghentian
dimulai dari 1 OAE yang bukan utama.
Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar
kemungkinannya pada keadaan sebagai berikut1:
o Semakin tua usia kemungkinan timbul kekambuhan
semakin tinggi
o Epilepsi simtomatis
o Gambaran EEG yang abnormal
o Bangkitan yang sulit terkontrol dengan OAE
o Tergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita, sangat
jarang pada sindrom epilepsi benigna dengan gelombang
tajam pada daerah sentrotemporal, 5-25% pada epilepsi
lena masa anak kecil, 25-75%, epilepsi parsial
kriptogenik/simtomatis, 85-95% pada epilepsi mioklonik
pada anak, dan JME.
o Penggunaan lebih dari satu OAE.
o Telah mendapat terapi 10 tahun atau lebih (kemungkinan
kekambuhan lebih kecil pada penyandang yang telah
bebas bangkitan selama 3-5 tahun, atau lebih dari lima
tahun).
37
Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan dosis efektif
terakhir (sebelum pengurangan dosis OAE), kemudian
dievaluassi kembali. Rujukan ke spesialis epilepsi perlu
ditimbangkan bila1:
o Tidak responsive terhadap 2 OAE pertama
o Ditemukan efek samping yang signifikan dengan terapi
o Berencana untuk hamil
o Dipertimbangkan untuk penghentian terapi.
B. Terapi Non-Farmakologis
Meliputi:
1. Tindakan operasi
Sekitar 20% dari penderita epilepsi resisten terhadap
OAE sehingga perlu beberapa terapi untuk dikombinasikan
dengan OAE. Untuk beberapa penderita, operasi sangat efektif
untuk mengurangi frekuensi kejang dan bahkan dapat
mengontrol kejang kompleks. Pentingnya pembedahan dapat
dipahami ketika mendiagnosis pasien yang mengalami
38
sindrom epilepsi yang dianggap mungkin resisten terhadap
OAE. Pasien harus diupayakan untuk mendapat terapi medis
yang efisien dan relatif singkat kemudian dirujuk untuk
dievaluasi dengan pembedahan daripada membiarkan pasien
gagal di terapi dengan obat-obatan selama bertahun-tahun dan
mengalami trauma psikososial juga meningkatkan mortalitas 10.
Prosedur pembedahan yang paling umum untuk pasien
dengan epilepsi lobus temporal meliputi reseksi lobus
temporal anteromedial (temporal lobectomy) atau hanya
sebatas mengambil hipocampus dan amygdala
(amygdalohypocampectomy). Kejang focal yang berasal dari
daerah ekstratemporal dapat dihilangkan dengan reseksi
neokortikal fokal dengan mengambil lesi yang sudah
teridentifikasi dengan tepat (lesionectomy). Apabila bagian
kortikal tidak dapat diambil, dapat dilakukan transeksi subpial
multiple yang menghalangi koneksi intrakortikal untuk
mencegah penyebaran kejang. Hemispherectomy atau reseksi
multilobar berguna untuk beberapa pasien dengan kejang yang
berat karena kelainan di hemisfer seperti
hemimegaloencephaly, atau kelainan displastik lainnya, dan
corpus callosotomy telah terbukti efektif untuk menghentikan
kejang tonik atau atonik yang biasanya ada pada kasus kejang
campuran contohnya pada lennox-gastaut syndrome10.
Evaluasi prabedah dirancang untuk mengidentifikasi
dasar fungsional atau struktural pada pasien kejang. Penilaian
dengan Video EEG pasien rawat inap digunakan untuk
menentukan lokasi anatomi dari fokus kejang dan untuk
mengkorelasi aktivitas elektrofisiologi yang abnormal dengan
manifestasi kejang. Rekaman Sclap rutin atau scalp sphenoidal
biasanya cukup digunakan untuk neuroimaging menggunakan
pengawasan invasif elektrofisiologi seperti implant elektrode
atau yang lebih umum dengan sub dural elektroda. Scan MRI
39
resolusi tinggi rutin dipakai untuk identifikasi lesi struktural.
Pencitraan fungsional seperti SPECT dan PET adalah
pemeriksaan tambahan yang membantu memverifikasi lokasi
yg tampak dibagian epileptogenik10.
3. Diet Ketogenik
Diet ketogenic dapat mengendalikan serangan
yang ada, terutama pada anak-anak. Berdasarkan
40
pengetahuan bahwa ketosis dan asidosis mempunyai efek
antikonvulsan maka Wilder pada tahun 1921
mengenalkan diet ketogenic sebagai terapi epilepsy. Diet
tersebut memerlukan protein 1 gr/kg/BB/hari, ditambah
lemak untuk kalori tambahan dan karbohidrat minimal.
Restriksi karbohidrat dan pemasukan lemak yang tinggi
akan menyebabkan rasa yang sangat tidak enak. Efek
antiepilepsi bergantung kepada derajat ketosis yang
ditentukan oleh rasio lemak-karbohidrat2.
Mekanisme diet ketogenic mengandalkan serangan
atau bagaimana diet ketogenic mempengaruhi proses
epileptogenic belum diketahui secara jelas. Penelitian
lebih lanjut tentang diet ketogenic memungkinkan untuk
pengembangan OAE baru yang efeknya menyerupai diet
ketogenic2.
4. Deep brain stimulation
5. Relaksasi, behavioral cognitive therapy dan biofeedback
Etiologi
- Hipoglikemi
- Hipoksemia
- Trauma
- Infeksi
- Tumor
41
- Toksisitas obat
- Gangguan metabolik
- Tidak diketahui (30%)10
Klasifikasi
Dikenal dua tipe status epileptikus, yaitu:
SE konvusif (terdapat bangkitan motorik)
Status epileptikus konvulsif adalah bangkitan dengan durasi lebih dari
5 menit, atau bangkitan berulang 2 kali atau lebih tanpa pulihnya kesadaran
diantara bangkitan.
SE non-konfusif (tidak terdapat bangkitan motorik).
Status epileptikus nonkonvulsif adalah sejumlah kondisi saat
aktivitas bangkitan elektrografik memanjang (EEG status) dan
memberikan gejala klinis nonmotorik termasuk perubahan perilaku atau “
awareness” 1.
Penanganan
A. Pengelolaan Status Epileptikus Konvulsif
Protokol penanganan status epileptikus konvulsif :
Stadium 1 (0-10 menit) SE Dini
Pertahankan patensi jalan napas dan resusitasi
Berikan oksigen
Periksa fungsi kardiorespirasi
Pasang infuse
42
Terapi asidosis bila terdapat asidosis berat
43
2-10 mg/kg/jam dititrasi naik sampai SE
terkontrol
- Midazolam 0,1-0,2 mg/kg bolus, dilanjutkan
0,05-0,5 mg/kg/jam dititrasi naik sampai SE
terkontrol
- Thiopental sodium 3-5 mg/kg bolus ,
dilanjut 3-5 mg/kg/jam dititrasi naik sampai
terkontrol
Setelah penggunaan 2-3 hari kecepatan harus
diturunkan karena saturasi pada lemak.
Anastesi dilanjutkan sampai 12-24 jam setelah
bangkitan klinis atau ektrografis terakhir,
kemudian dosis diturunkan perlahan.
44
Dapat dibagi menjadi status epileptikus lena, status epileptikus parsial
kompleks, nonkonvulsif pada penyangdang dengan koma dan status
epileptikus pada penyandang dengan gangguan belajar.
Pemilihan terapi untuk status epileptikus nonkonvulsivus bermacam-
macam sesuai jenis bangkitannya.
2.1.13 Prognosis
Resiko kematian mendadak individu dengan pengobatan epilepsy 24
kali lebih tinggi pada populasi pada umumnya. Penyebab kematian pada
epilepsy yang tidak dapat di jelaskan tidak jelas (SUDEP : sudden explained
45
death in epilepsy). Hipothesa termasuk didalamnya arrytmia, asphyxia, dan
gagal nafas merupakan perkiraan antara 2% dan 17% dari semua kematian
pada individu dengan epilepsi kemungkinan disebabkan karena SUDEP. Factor
resiko SUDEP termasuk pengontrolan kejang yang buruk, onset awal dari
kejang, riwayat kejang tonik-klonik.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
46
1. Kusumastuti K, Gunadharma S, Kustiowati E. Pedoman tatalaksana
epilepsi. Edisi ke 5. Surabaya: Airlangga University Press; 2014.
2. Harsono. Epilepsi. Edisi ke 1. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press;
2001.
3. Fisher SG, Acevedo C, Arzimanoglou A et.al. A practical clinical definition
of epilepsi. Epilepsia 2014: 1-8.
4. Rahardjo J, Wahono E. Buku ajar ilmu penyakit saraf; Ditulis dalam
Tatalaksana penanganan penderita epilepsi. Surabaya: Departemen ilmu
penyakit saraf universitas airlangga; 2011.
5. Commission on Classification and Terminology of the International
Leage Against Epilepsi. Proposal for revised clinical and
electroencephalographic classification of epileptic seizure. Epilepsia
1981; 22: 489-501.
6. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke 2. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press; 2007
7. Budiarto G. Penatalaksanaan kejang yang rasional. Surabaya: Gramik FK
Unair; 1997.
8. Mahar M, Sidartha P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2000.
9. Lang F. Color atlas of pathophysiology. New York: Thieme; 2008.
10. Lowenstein, Daniel H. Harrison’s neurology in clinical medicine.
California: McGraw-Hill; 2006.
11. Machfoed MH, Hamdan M, Machin A. Buku ajar ilmu penyakit saraf.
Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga; 2012.
47