Anda di halaman 1dari 12

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN TOLERANSI

DI SEKOLAH: Sebuah Kearifan Lokal


di Sekolah Nahdlatul Ulama

Gita Dianita,* Endis Firdaus, dan Saepul Anwar

Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung


*E-mail: gitadianita95@gmail.com

ABSTRACT
The research discusses tolerance education through the teaching and learning of Kema'arifan (wisdom)
at SMA (Senior High School) Ma'arif Bandung. In contrast to other studies, this research will be
more focused on discussing the process of inculcating tolerance values in schools with the background
of Nahdatul Ulama (NU). The research will describe how teachers convey tolerance values through
classroom teaching and learning. The research employed qualitative method with data collection
techniques of interview, observation, and documentary study. The results show that Kema'arifan
instruction can provide deeper knowledge about Islam, aswaja, and other groups. In the teaching and
learning process, teachers convey the values of tolerance through lecture, and question- answer methods.

Keywords: pluralism, Islamic education, multicultural

ABSTRAK

Penelitian ini membahas tentang pendidikan toleransi melalui pembelajaran mata pelajaran
Kema’arifan di SMA Ma’arif Bandung.Berbeda dengan penelitian yang lain, penelitian ini akan
lebih membahas tentang suatu proses penanaman nilai toleransi di sekolah yang berlatar belakang
organisasi Nahdatul Ulama (NU). Penelitian ini akan menguraikan bagaimana cara guru dalam
menyampaikan nilai-nilai toleransi melalui suatu proses pembelajaran di kelas. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui
wawancara, observasi, dan studi dokumen. Penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran
Kema’arifan mampu memberikan pengetahuan secara lebih mendalam tentang Islam, aswaja, serta
golongan-golongan yang lainnya.Dalam proses pembelajaran, guru menyampaikan nilai-nilai
toleransi melalui metode ceramah dan tanya jawab.

Kata kunci: pluralisme, pendidikan agama Islam, multikultural

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 5 No. 2 (2018) | 162


Gita Dianita, Endis Firdaus, dan Saepul Anwar

PENDAHULUAN konstruktif, ikatan agama sering melebihi


ikatan darah dan nasab atau keturunan.
Pendidikan toleransi merupakan proses Sehingga karena agama, masyarakat
di mana guru mengajarkan siswa untuk dapat hidup rukun, bersatu, dan damai.
menerima perbedaan. Tidak hanya Sebaliknya secara destruktif, agama
sekedar menerima, namun siswa juga memiliki potensi memporak-porandakan
diajarkan untuk dapat menghormati persatuan bahkan dapat memutus ikatan
berbagai macam perbedaan yang ada tali persaudaraan sedarah. Sehingga suatu
(Anwar, 2015, hal. 439). Berbicara konflik yang berlatarbelakang agama sulit
mengenai perbedaan, Indonesia merupa- untuk diprediksi kesudahannya.
kan negara yang memiliki keaneka- Di Indonesia terdapat enam agama
ragaman latar belakang masyarakatnya. yang diakui di dalamnya yaitu Islam,
Dapat dikatakan bahwa Indonesia Katholik, Protestan, Hindu, Budha, dan
merupakan negara yang masyarakatnya Konghucu. Adanya perbedaan dalam
kaya akan perbedaan atau disebut sebagai beragama semestinya tidak dijadikan
masyarakat majemuk. Hal ini ditegaskan alasan untuk mengurangi kerukunan
dengan adanya semboyan negara dalam menjalani hidup berdampingan
Indonesia yakni “Bhinneka Tunggal Ika”. antar sesama manusia. Sebagaimana
Sujanto (Lestari, 2005, hal. 35) Yustiani (2008, hal. 71) menyatakan
menjelaskan, berdasarkan PP Nomor 6 bahwa setiap agama mengajarkan kepada
Tahun 1951, ditetapkan bahwa: umatnya untuk saling mengasihi
“Bhinneka Tunggal Ika” merupakan terhadap sesama makhluk hidup dan
semboyan pada lembaga negara Republik bersikap baik terhadap umat lain yang
Indonesia yang mengandung arti berbeda keyakinan atau agama.
“walaupun berbeda-beda tetap satu”. Namun kenyataannya, Indonesia
Melihat adanya semboyan tersebut maka kerap mengalami konflik yang timbul
seyogianya bangsa Indonesia memiliki akibat sentimen agama. Hasil penelitian
ekspektasi tinggi terhadap persatuan The Wahid Institute pada tahun 2011
bangsa walaupun terlahir di tengah- (Fidiyani, 2013, hal. 470) menyatakan
tengah perbedaan masyarakat di bahwa:
dalamnya. Selama tahun 2011, telah terjadi
Salah satu keanekaragaman yang peningkatan pelanggaran kebebasan
ada pada bangsa Indonesia adalah agama beragama dan berkeyakinan di berbagai
yang dianut oleh setiap warganya. Dalam daerah di Indonesia. Apabila tahun
perspektif sosiologis, menurut Joachim sebelumnya hanya 64 kasus maka jumlah
ini meningkat 18% menjadi 92 kasus.
Wach (Jamrah, 2015, hal. 185), agama
Bentuk pelanggaran kebebasan beragama
memiliki peran dan fungsi ganda, yakni
yang paling tinggi adalah pelarangan atau
konstruktif dan destruktif. Secara
pembatasan aktifitas keagamaan atau

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 5, No. 2 (2018) | 163


Implementasi Pendidikan Toleransi di Sekolah:
Sebuah Kearifan Lokal di Sekolah Nahdlatul Ulama

kegiatan ibadah kelompok tertentu Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah


dengan 49 kasus, atau 48%, kemudian /Wakil Kepala daerah dalam Pemeli-
tindakan intimidasi dan ancaman haraan Kerukunan Umat Beragama,
kekerasan oleh aparat negara 20 kasus Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat
atau 20%, pembiaran kekerasan 11 kasus
Beragama dan Pendirian Tempat lbadah
(11%), kekerasan dan pemaksaan
(Mukhtaruddin, 2008, hal. 18) yang
keyakinan 9 kasus (9%), penyegelan dan
menyatakan bahwa:
pelarangan rumah ibadah 9 kasus (9%),
Kerukunan umat beragama adalah
dan kriminalisasi atau viktimisasi
keadaan hubungan sesama umat
keyakinan 4 kasus (4%).
beragama yang dilandasi toleransi, saling
pengertian, saling menghormati,
Selain itu, Jayadi Damanik selaku
menghargai kesetaraan dalam pengama-
Koordinator Desk Kebebasan Beragama
lan ajaran agamanya dan kerjasama dalam
dan Berkeyakinan Komnas HAM (Putro,
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
2017)menyebutkan bahwa jumlah bernegara di dalam negara kesatuan
pengaduan pelanggaran hak atas Republik Indonesia berdasarkan
kebebasan beragama dan berkeyakinan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
kepada Komnas HAM mengalami 1945.
peningkatan. Pada tahun 2014, terdapat Islam memberi pedoman bagi
sebanyak 74 pengaduan yang kemudian umatnya mengenai sikap toleransi
meningkat di tahun 2015 yakni sebanyak khususnya kepada pemeluk-pemeluk
87 pengaduan. agama lain. Piagam Madinah merupakan
Kenyataan tersebut merupakan dokumen sejarah toleransi dan bukti
masalah yang sangat memprihatinkan, adanya semangat kemanusiaan yang
mengingat Indonesia merupakan negara dilakukan oleh Rasulullah dalam
yang menjunjung tinggi persatuan bangsa menjalin kehidupan yang rukun
di tengah keanekaragaman latar belakang (Ghufron, 2016, hal. 116).
penduduknya. Ketika suatu perbedaan Penanaman nilai-nilai toleransi
menjadi sebuah ancaman untuk dirasa sangat penting khususnya melalui
kerukunan hidup, maka hal ini dapat proses pendidikan. Namun apabila
menjadi masalah yang harus diselesaikan pendidikan hanya menekankan pada
dengan sikap yang penuh toleransi transfer of knowledge, maka pendidikan
(Lestari, 2005, hal. 32). Sikap toleransi dianggap kurang memberi makna efek
sangat dibutuhkan untuk menghindari positif bagi peserta didik. Pendidikan
kasus-kasus serupa dan menciptakan kurang menyentuh sisi humanisme yang
kerukunan antar umat beragama. Hal ini pada akhirnya mengembangkan sikap
sesuai dengan Peraturan Bersama pluralisme sebagai fondasi pemikiran
Menteri Agama dan Mendagri Nomor 9 multikulturalisme (Suyatno, 2013, hal.
Tahun 2006 pasal 1 tentang Pedoman 81). Pendidikan seyogyanya juga

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 5 No. 2 (2018) | 164


Gita Dianita, Endis Firdaus, dan Saepul Anwar

menyentuh ranah transfer of value. Aswaja NU mengatur hubungan antar


Pendidikan nilai harus diposisikan manusia yang menuju kepada
sebagai target dari semua ikhtiar persaudaraan dan kerukunan berdasar
pendidikan sebab padahakikatnya tujuan sikap saling mengerti dan menghormati.
pendidikan adalah pada tertanamnya Artinya, pembelajaran Aswaja NU
nilai-nilai kehidupan yang baik dalamdiri bersifat plural, multikultural, toleran,
peserta didik (Fakhruddin, 2014) tasamuh, tawazzun, dan sejenisnya (Fahmi,
Padahal, melalui proses pendidikan, 2013, hal. 161-162).
diharapkan para pendidik dapat Pendidikan toleransi memang
menggunakan metode dan pendekatan lazim diterapkan di sekolah dan sudah
yang tepat dalam memperkenalkan banyak dilakukan penelitian. Peneliti
peserta didik dengan keragaman melihat bahwa penelitian yang berkaitan
pemikiran agar dapat menghadapi dan dengan proses penanaman nilai-nilai
memahami perbedaan yang ada toleransi di sekolah, pada umumnya
(Ghufron, 2016, hal. 168). dilakukan di melalui integrasi nilai
Menurut UNESCO APNIEVE karakter dalam setiap mata pelajaran,
(Endang, hal. 105), langkah awal yang seperti pembelajaran PAI, PKn, dan lain-
dilaksanakan dalam pendidikan toleransi lain. Namun peneliti masih jarang
ialah memperkenalkan peserta didik menemukan tentang pendidikan
tentang hak-hak dan kebebasan- toleransi melalui pembelajaran Aswaja di
kebebasan bersama sehingga dapat saling sekolah berbasis NU.Adapun yang
menghormati dan diiringi dengan penelitian yang peneliti temukan ialah
kemauan untuk melindungi hak-hak dan penelitian yang dilakukan oleh
kebebasan orang lain. Muhammad Fahmi. Penelitiannya
Nahdatul Ulama (NU) merupakan berjudul “Pendidikan Aswaja dalam
organisasi Islam yang memiliki corak Konteks Pluralisme”.
pemikiran yang khas, salah satunya Penelitian yang dilakukan oleh M.
mengenai toleransi. Organisasi ini lahir Fahmi menunjukkan persamaan dengan
dari wawasan keagamaan dan wawasan penelitan yang dilakukan oleh peneliti,
kebangsaan (nasionalisme) (Setiawan, yakni mengkaji tentang nilai-nilai
2010, hal. 72-73). NU juga memiliki toleransi yang diajarkan dalam paham
lembaga pendidikan yang disebut LP Aswaja. Aswaja NU mengajarkan
Ma’arif, dan di dalamnya terdapat tentang persaudaraan dan kerukunan
pembelajaran yang menjadi ciri khas hubungan antar manusia yang berdasar
yang menjadi muatan lokal yaitu mata pada sikap saling mengerti dan
pelajaran Kema’arifan yang berisi tentang menghormati. Namun terdapat pula
ke-NU-an dan paham Ahlu Al-Sunnaħ wa perbedaan yang terlihat dari konteks
Al-Jama’aħ (Aswaja). Pembelajaran antara kedua penelitian ini. Penelitian M.

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 5, No. 2 (2018) | 165


Implementasi Pendidikan Toleransi di Sekolah:
Sebuah Kearifan Lokal di Sekolah Nahdlatul Ulama

Fahmi lebih menguraikan tentang temuan di lapangan. Ali (2010, hal. 138)
konsep pendidikan Aswaja NU, mengungkapkan bahwasanya penelitian
sedangkan penelitian yang dilakukan oleh kualitatif merupakan suatu pendekatan
peneliti lebih mendeskripsikan bagai- dengan melakukan riset yang berorientasi
mana implementasi pembelajaran Aswaja pada fenomena atau gejala yang bersifat
yang dilakukan di sekolah NU yakni alami.Berdasarkan uraian tersebut, maka
SMA Ma’arif Bandung serta bagaimana penelitian ini akan mendeskripsikan
cara guru dalam menyampaikan nilai- secara fakta dan alami sesuai temuan di
nilaitoleransi yang diajarkan berdasarkan lapangan terkait implementasi
paham Aswaja. pendidikan toleransi di SMA Ma’arif
Berkaitan dengan hal tersebut, Bandung.
dilakukanlah penelitian mengenai Adapun data dalam penelitian ini,
implementasi pembelajaran Aswaja di diperoleh dan dikumpulkan melalui
salah satu sekolah NU, yakni di SMA teknik wawancara, observasi, dan studi
Ma’arif Bandung. Fokus dalam penelitian dokumen. Dalam melaksanakan
ini adalah memaparkan upaya guru wawancara, peneliti menjadikan guru
dalam merancang pembelajaranserta mata pelajaran Kema’arifan sebagai
nilai-nilai toleransi yang disampaikan narasumber utama dalam penelitian ini.
guna mendidik siswa untuk menjadi Adapun pihak lain yang dijadikan peneliti
pribadi yang toleran. Penelitian ini akan sebagai narasumber yakni wakil kepala
membahas tentang perencanaan, sekolah bidang kurikulum, guru mata
pelaksanaan, serta evaluasi pembelajaran pelajaran PAI, serta siswa-siswi SMA
mata pelajaran Kema’arifan. Ma’arif Bandung.
Observasi dilakukan guna
METODE PENELITIAN mengamati proses pelaksanaan pem-
belajaran di kelas. Adapun yang peneliti
Penelitian ini dilakukan di SMA Ma’arif amati dalam pelaksanaan pembelajaran
Bandung yang beralamat di Jalan yakni terkait langkah-langkah pem-
Terusan Galunggung Nomor 9, Lingkar belajaran, penggunaan metode, media
Selatan, Lengkong, Kota Bandung, Jawa pembelajaran, materi ajar, serta nilai-nilai
Barat 40263, Indonesia. Alasan peneliti toleransi yang diajarkan. Kemudian
memilih lokasi ini dikarenakan SMA untuk studi dokumen, peneliti
Ma’arif Bandung merupakan sekolah mengumpulkan data berupa dokumen-
yang diasuh oleh Lembaga Pendidikan dokumen terkait implementasi pembela-
Ma’arif (LP Ma’arif) Nahdatul Ulama. jaran Kema’arifan.
Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif yang
bersifat alami sesuai dengan situasi dan

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 5 No. 2 (2018) | 166


Gita Dianita, Endis Firdaus, dan Saepul Anwar

HASIL PENELITIAN DAN Islam yang diajarkan dan diamalkan oleh


PEMBAHASAN Rasulullah Saw. bersama para sahabatnya
pada zamannya (Fahmi, 2013, hal. 168).
1. Perencanaan Pembelajaran Mukhtar dalam Fathurrohman
Aswaja di SMA Ma’arif (2012, hal. 36) menjelaskan bahwa
Bandung terdapat ciri-ciri dasar yang mencer-
Pendidikan merupakan upaya yang minkan ajaran Aswaja, ciri tersebut
paling efektif untuk mencegah tindakan diantaranya pertama, tawasuṭ, yakni sikap
intoleransi (Saulius, 2013, hal. 53). Sebab moderat baik dalam doktrin maupun
tindakan intoleran dapat memicu hal-hal sikap dan perilaku. Kedua, i’tidāl, yakni
negaitf yang berakibat pada kerusakan. berkeadilan. Ketiga tasamuh, yakni
Sikap intoleran dapat berupa penolakan toleran, tenggang rasa, tidak ekstrim,
terhadap sesuatu yang berbeda sehingga bersikap akomodatif, dan bisa menerima
dapat berpotensi menimbulkan permu- perbedaan pendapat. Ketiga, tawazzun,
suhan dan ketakutan apabila menghadapi yakni harmoni, seimbang, tidak bersikap
perbedaan (Khitruk & Ulianova, 2012, apriori menjaga kestabilan. Keempat,
hal. 31). amar ma’rūf nahyī munkar, yakni
Pendidikan toleransi di SMA menjalankan perintah-Nya dan menjauhi
Ma’arif Bandung diterapkan melalui larangan-Nya.
pembelajaran mata pelajaran Kema’a- Tasamuh atau toleransi menjadi
rifan, yang mana pembelajaran ini juga salah satu ciri dari ajaran Aswaja.
dapat disebut pembelajaran Aswaja atau Berdasarkan hasil wawancara peneliti
Ke-NU-an. dengan narasumber, nilai-nilai toleransi
Tujuan dilaksanakannya pembela- yang hendak diberikan pada
jaran Aswaja di SMA Ma’arif Bandung pembelajaran ini ialah sikap menghargai
ialah untuk mengajarkan siswa tentang orang lain, karena sikap menghargai
paham aswaja, yang mana salah satu orang lain merupakan salah satu konsep
konsep dari paham aswaja yakni lebih toleransi yang penting untuk diterapkan
mengedepankan sikap moderat dan agar manusia dapat bermasyarakat
toleransi. Sebagaimana Masduqi (2011, dengan baik. Sebagaimana konsep hidup
hal. 135) menyatakan bahwa dalam dari Gus Dur yang dikenal dengan istilah
pendidikan NU pada umumnya, toleransi pluralisme, yakni dapat menghargai
merupakan ajaran yang sering orang lain, baik yang berbeda agama,
disampaikan oleh para kyai maupun guru suku, ras, dan apapun yang lainnya.
sehingga tertanam di hati para santri atau Perencanaan Aswaja di SMA
peserta didik. Adapun Aswaja merupa- Ma’arif Bandung masih dibuat dalam
kan golongan pengikut setia pada Ahlu format kurikulum KTSP yang terdiri dari
Al-Sunnaħ wa Al-Jama’aħ, yaitu ajaran silabus dan RPP. Sedangkan silabus dan

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 5, No. 2 (2018) | 167


Implementasi Pendidikan Toleransi di Sekolah:
Sebuah Kearifan Lokal di Sekolah Nahdlatul Ulama

RPP tersebut dibuat pada tahun 2015, berpikir dalam NU, kemudian ada juga
dan belum ada pembaharuan kembali tentang Islam rahmatan lil’alamin.
sampai saat ini.Sehingga dalam Sebagaimana Wahid (2011, hal. 155)
pelaksanaannya masih disesuaikan mengungkapkan bahwa pengkaitan NU
dengan situasi dan kondisi siswa dan terhadap proses perkembangan Islam di
sekolah, dan tidak mengacu pada Indonesia meliputi beberapa aspek
perencanaan yang tertuang dalam bentuk seperti keilmuagamaan yang dikembang-
silabus maupun RPP. kannya, pandangan kemasyarakatan yang
Melihat realitas tersebut maka dimilikinya, cara pengambilan keputusan
dapat diasumsikan bahwa perencanaan umum yang digunakan, dan proses
pendidikan toleransi melalui pembela- rekonsiliasi internal apabila terjadi
jaran mata pelajaran Kema’arifan masih perbedaan pandangan yang tajam.
terbilang kurang efektif dikarenakan Adapun tradisi keilmuagamaan yang
belum adanya perencanaan matang yang dianut NU yakni dikenal dengan sebutan
dibuat khusus dan berkesinambungan. akidah Ahlu Al-Sunnaħ wa Al-Jama’aħ
Menurut Ibrahim dan Syaodih (2003, hal. atau Aswaja.
51) program pembelajaran merupakan
suatu program bagaimana mengajarkan 2. Pelaksanaan Pembelajaran
apa-apa yang sudah dirumuskan dalam Aswaja di SMA Ma’arif
kurikulum. Maka yang menjadi acuan Bandung
utama penyusunan program pembela-
jaran adalah kurikulum. Harjanto (2010, Pendidikan toleransi melalui
hal. 22) juga menjelaskan bahwa pembelajaran Aswaja diterapkan pada
perencanaan pengajaran merupakan siswa kelas X, XI, dan XII SMA Ma’arif
suatu alat yang membantu para pengelola Bandung dengan durasi selama 2x35
pendidikan untuk lebih menjadi berdaya menit. Pada awal pembelajaran biasanya
guna dalam melaksanakan tugas dan dimulai dengan berdoa bersama,
fungsinya. Kemudian apabila suatu mengecek kehadiran, lalu dilanjutkan
perencanaan ingin menjadi alat yang dengan apersepsi. Doa yang dilakukan
berguna, maka perencanaan juga perlu oleh guru dan siswa di kelas memiliki ciri
didampingi dengan pengetahuan dan khas tersendiri yang tidak pernah
bekerja seseorang secara efektif. terlewatkan, karena mereka tidak hanya
Adapun cakupan materi dalam berdoa untuk diri sendiri, melainkan juga
pembelajaran Awaja yakni meliputi bertawasul kepada para ulama, kyai NU,
konsep awal masuknya Islam serta guru, orang tua, serta saudara-saudara
perjuangan Islam di Indonesia, kemudian mereka.
materi tentang Nahḍatu Al-’Ulamā`, baik Dalam pembelajaran Kema’arifan,
tentang sejarahnya, asal-usul, konsep siswa tidak hanya diajarkan tentang

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 5 No. 2 (2018) | 168


Gita Dianita, Endis Firdaus, dan Saepul Anwar

paham ke-NU-an, akan tetapi siswa juga melakukan studi eksplorasi pemahaman
akan diberikan pengetahuan tentang dasar yang berbeda, dapat meningkatkan
berbagai golongan-golongan dalam Islam sikap toleran keagamaannya. Dalam hal
serta perbedaan-perbedaan lainnya agar ini, perbedaan yang dimaksud ialah
mereka dapat saling memahami dan perbedaan dalam keberagamaan.
menghargainya.Adapun pendekatan yang Misalnya, siswa di sekolah NU atau yang
digunakan dalam pembelajaran yakni memiliki latar belakang NU, melalukan
menggunakan pendekatan teacher center studi eksplorasi terhadap Muham-
dengan metode ceramah dan tanya madiyah, PERSIS, atau agama-agama
jawab. Sebagaimana Daradjat (2008, hal. lain diluar Islam.
307) bahwa metode tanya jawab Adapun nilai-nilai toleransi yang
merupakan salah satu teknik mengajar diberikan pada proses pembelajaran di
yang mampu membantu menutupi antaranya yakni: 1) sikap untuk saling
kekurangan-kekurangan yang terdapat menghargai dan menghormati perbe-
dalam metode ceramah. Metode tanya daan, 2) tidak menimbulkan konflik di
jawab juga dapat diterapkan oleh guru tengah-tengah perbedaan, 3) menguta-
untuk menetapkan perkiraan secara makan amar ma’rūf nahyī munkar, 4)
umum apakah siswa sudah memahami berdakwah dengan tidak memaksa dan
bahan pelajaran yang telah tidak menimbulkan kerusakan, 5) tidak
disampaikan.Permbelajaran juga selalu mudah memvonis perbedaan pada diri
diakhri dengan penyimpulan materi dan orang lain, 6) idak mudah marah dan
doa bersama. mudah memaafkan, 7) tidak mudah
Metode yang digunakan dalam memprovokasi maupun terprovokasi
pembelajaran Kema’arifan cukup dengan hal-hal yang berakibat pada
menunjang proses pembelajaran di kelas. kerusakan. Hal ini sejalan dengan
Hanya saja, peneliti melihat bahwa siswa ungkapan Fahmi (2013, hal. 173-175),
juga perlu diperkenalkan dengan bahwasanya dakwah merupakan ajakan
perbedaan secara nyata. Sebab kepada masyarakat untuk menciptakan
pendidikan toleransi juga memerlukan keadaan yang lebih baik, terutama
adanya suatu interaksi antar golongan menurut ajaran agama. Tidak mungkin
yang berbeda. Sebagaimana Saulius orang berhasil mengajak seseorang
(2013, hal. 53) menytakan bahwasanya dengan cara yang tidak mengenakkan
realisasi toleransi membutuhkan latar hati yang diajak. Oleh sebab itu,
belakang yang beragam.Berdasarkan hasil berdakwah harus dilakukan dengan cara
riset yang dilakukan Firdaus & Rahmat yang baik, bukan menghukum). Gus Dur
(2016, hal. 151) menunjukkan bahwa seorang tokoh ulama NU juga
pembelajaran melalui penugasan dimana mendalami arti perkataan Al-Syafi’i yang
siswa diberi kesempatan untuk berbunyi, “Pendapat kami benar tetapi

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 5, No. 2 (2018) | 169


Implementasi Pendidikan Toleransi di Sekolah:
Sebuah Kearifan Lokal di Sekolah Nahdlatul Ulama

kemungkinan salah, sedangkan pendapat melengkapi serta tidak dapat saling


kalian salah tetapi mungkin benar”, menarik manfaat.
menunjukkan bahwa kebenaran
pemikiran manusia tidaklah absolut dan 3. Evalusai Pembelajaran Aswaja
seseorang tidak boleh merasa benar di SMA Ma’arif Bandung
sendiri sembari menyesatkan pendapat
orang lain. Gus Dur juga berpandangan Berdasarkan hasil temuan di
bahwa perbedaan semestinya tidak lapangan, evaluasi pembelajaran Aswaja
menyebabkan perpecahan dan permu- dilakukan melalui evaluasi sumatif dan
suhan. Menurutnya, perbedaan justru evaluasi formatif. Evaluasi sumatif
merupakan kasih sayang yang muncul di dilakukan ketika pelaksanaan Ujian Akhir
tengah-tengah kebhinekaan. Prinsip Semester (UAS), sedangkan evaluasi
tersebut kemudian bersinergi dengan formatif dilakukan pada saat ulangan
prinsip kebangsaan yakni Bhinneka harian dan Ujian Tengah Semester
Tunggal Ika. Sehingga menurutnya, (UTS). Adapun bentuk evaluasi yang
toleransi berarti tidak mempersoalkan digunakan yakni tes tertulis, dan tes
perbedaan agama, keyakinan, etnis, lisan.Menurut Sanjaya (2015, hal. 239-
warna kulit, dan status sosial. Hal ini 240), tes tertulis merupakan tes yang
sejalan dengan salah satu firman-Nya dilakukan dengan cara siswa menjawab
dalam surat Al-Hujurat ayat 13 (Masduqi, sejumlah item soal dengan cara tertulis.
2011, hal. 135-136). Sedangkan tes lisan adalah bentuk tes
Shihab (2012, hal. 615-618) yang menggunakan bahasa secara
menafsirkan bahwa ayat tersebut lisan.Tes lisan dianggap bagus untuk
menguraikan tentang prinsip dasar menilai kemampuan nalar siswa, sebab
hubungan antar manusia. Semua melalui tes ini, guru dapat mengetahui
manusia memiliki derajat kemanusiaan secara mendalam pemahaman siswa
yang sama di sisi Allah, tidak ada tentang sesuatu yang dievaluasi.
perbedaan antara satu suku dan yang Adapun berdasarkan hasil wawan-
lainnya. Allah menciptakan perbedaan cara peneliti terhadap guru mata
agar dapat saling mengenal. Perkenalan pelajaran Kema’arifan dan Pendidikan
itu dibutuhkan untuk saling menarik Agama Islam (PAI), sikap toleransi
pelajaran dan pengalaman guna sudah mulai tumbuh pada diri siswa
meningkatkan ketakwaan kepada Allah dalam kesehariannya di kelas. Salah satu
yang dampaknya tercermin pada contohnya yakni ketika siswa melihat
kedamaian dan kesejahteraan hidup di perbedaan pada diri temannya dalam hal
dunia dan akhirat. Tanpa saling pendapat maupun tata cara ibadah atau
mengenal, manusia tidak akan dapat shalat. Ketika siswa dihadapkan pada
menarik pelajaran, tidak dapat saling realitas tersebut, mereka tetap bisa

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 5 No. 2 (2018) | 170


Gita Dianita, Endis Firdaus, dan Saepul Anwar

menghormati perbedaan pada diri sudah mampu menerima, memahami,


temannya, tidak mengolok-olok, atau serta menghargai perbedaan yang
bahkan mengucilkannya.Selain itu, siswa dihadapinya, baik di dalam maupun luar
juga mengakui bahwa setelah mengikuti sekolah. Cakupan materi dalam buku-
pembelajaran Kema’arifan, mereka jadi buku tersebut yakni meliputi konsep
lebih memahami dan menghargai awal masuknya Islam serta perjuangan
perbedaan-perbedaan yang terdapat Islam di Indonesia, kemudian materi
dalam Islam maupun di luar Islam. Hal tentang Nahdatul Ulama, baik tentang
ini selaras dengan teori yang sejarahnya, asal-usul, konsep berpikir
dikemukakan oleh Turebayeva, dkk dalam NU, kemudian ada juga tentang
(2013, hal. 39-40) bahwa salah satu Islam rahmatan lil’alamin.
indikator toleransi ialah kesiapan untuk Di sini nampak jelas bahwa
bekerja sama atau berinteraksi dalam pembelajaran Aswaja juga memper-
berbagai situasi sosial. Toleransi dapat lihatkan ciri kebangsaan. Proses
dilakukan dengan memahami dengan penanaman nilai-nilai toleransi dalam
penuh hormat serta menerima pembelajaran Aswaja dilakukan dengan
keberagaman yang ada pada diri orang menggunakan metode ceramah dan
lain. tanya jawab. Artinya, disini guru tidak
hanya menjelaskan di hadapan siswa,
KESIMPULAN tetapi juga memancing siswa untuk
bertanya, sekaligus berpikir dan
Bersadasarkan hasil pembahasan yang berdiskusi bersama antara guru dengan
telah diuraikan, maka peneliti menyim- siswa.
pulkan bahwa pembelajaran Kema’arifan Adapun nilai-nilai toleransi yang
di SMA Ma’arif memiliki tujuan untuk diberikan pada proses pembelajaran di
mengajarkan peserta didik tentang antaranya yakni: 1) sikap untuk saling
paham Aswaja. Paham Aswaja merupa- menghargai dan menghormati perbeda-
kan paham yang dianut dalam organisasi an, 2) tidak menimbulkan konflik di
Nahdlatul Ulama, yang mana salah satu tengah-tengah perbedaan, 3) menguta-
ciri dari paham tersebut yakni lebih makan amar ma’rūf nahyī munkar, 4)
mengedepankan sikap moderat dan berdakwah dengan tidak memaksa dan
toleran. tidak menimbulkan kerusakan, 5) tidak
Pembelajaran ini mampu mena- mudah memvonis perbedaan pada diri
namkan nilai-nilai toleransi kepada siswa orang lain, 6) tidak mudah marah dan
dengan memperkenalkan mereka terkait mudah memaafkan, 7) tidak mudah
ragam perbedaan. Hal ini terlihat dari memprovokasi maupun terprovokasi
adanya perubahan sikap keseharian dengan hal-hal yang berakibat pada
siswa. Hasil menunjukkan bahwa siswa kerusakan.

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 5, No. 2 (2018) | 171


Implementasi Pendidikan Toleransi di Sekolah:
Sebuah Kearifan Lokal di Sekolah Nahdlatul Ulama

Indonesia (Belajar
REFERENSI Keharomonisan dan Toleransi
Umat Beragama Di Desa
Ali, M. (2010). Metodologi dan Aplikasi Cikakak, Kec. Wangon, Kab.
Riset Pendidikan. Bandung: Banyumas). Jurnal Dinamika
Pustaka Cendekia Utama. Hukum, 468-482.
Anwar, S. (2015). Tolerance Education Firdaus, E., & Rahmat, M. (2016).
Through Islamic Religious Learning Model of Religious
Education in Indonesia. The 1st Tolerance (A Study of the
UPI International Conference on Increase of Life Cohesion for
Sociology Education (UPI ICSE Students). Islamic Education Faces
2015) (pp. 438-442). Bandung: Global Challenges, 151-155.
Atlantic Press. Ghufron, F. (2016). Ekspresi
Daradjat, Z. (2008). Metodik Khusus Keberagamaan di Era Milenium.
Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Yogyakarta: IRCiSoD.
PT. Bumi Aksara. Harjanto. (2010). Perencanaan Pengajaran.
Endang, B. (n.d.). Mengembangkan Jakarta: Rineka Cipta.
Sikap Toleransi dan Ibrahim, R., & Syaodih, N. (2003).
Kebersamaan di Kalangan Siswa. Perencanaan Pengajaran. Jakarta:
Jurnal Visi Ilmu Pendidikan, 89- PT. Rineka Cipta.
105. Jamrah, S. A. (2015, Juli). Toleransi
Fahmi, M. (2013, Mei). Pendidikan Antar Umat Beragama :
Aswaja NU dalam Konteks Perspektif Islam. Jurnal
Pluralisme. Jurnal Pendidikan Ushuluddin, 23, 155-200.
Agama Islam, 01 Nomor 01, 161- Khitruk, V. V., & Ulianova, O. A.
179. (2012). Inclusive Tolerance as a
Fakhruddin, A. (2014). Urgensi Basis of Professional
Pendidikan Nilai Untuk Competence of Prospective
Memecahkan Problematika Nilai Teachers. Problems of Education In
dalam Konteks Pendidikan The 21st Century, 43, 21-33.
Persekolahan. Jurnal Pendidikan Lestari, G. (2005, Februari). Bhinneka
Agama Islam -Ta’lim, 12(1), 79. Tunggal Ika: Khasanah
Fathurrohman. (2012, Juni). Aswaja NU Multikultural Indonesia di
dan Toleransi Umat Beragama. Tengah Kehidupan Sara. Jurnal
Jurnal Review Politik, 02 Nomor 01, Pendidikan Pancasila dan
34-45. Kewarganegaraan, 31-37.
Fidiyani, R. (2013, September). Masduqi, I. (2011). Berislam Secara Toleran.
Kerukunan Umat Beragama di (I. D. S., Ed.) Bandung: Mizan.

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 5 No. 2 (2018) | 172


Gita Dianita, Endis Firdaus, dan Saepul Anwar

Mukhtaruddin. (2008, April). Pembinaan Specialist. Middle-East Journal of


Kerukunan Umat Beragama Scientific Research 13 (Socio-
Masyarakat Transmigran di Economic Sciences and Humanities),
Kalimantan Tengah. Analisa, 38-42.
XV, 15-32. Wahid, A. (2011). Prisma Pemikiran Gus
Putro, G. A. (2017, Januari 05). Dur. (M. S. Isre, Ed.) Yogyakarta:
DetikNews. Retrieved Februari LKiS Group.
08, 2017, from detik.com: Yustiani. (2008, Mei). Kerukunan Antar
https://news.detik.com/berita/d Umat Beragama Kristen dan
-3388574/mabes-polri-ungkap-4- Islam di Soe, Nusa Tenggara
faktor-pemicu-konflik-intoleransi Timur. 54.Nalisd, XV, 71-84.
Sanjaya, W. (2015). Perencanaan dan Desain
Sistem Pembelajaran. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Saulius, T. (2013). What is "Tolerance"
and "Tolerance Education"?
Philosophical Perspectives.
Socialiniai Mokslai, 49-56.
Setiawan, Z. (2010, Januari). Pemikiran
dan Kebijakan Nahdlatul Ulama
dalam Menjaga Kedaulatan
Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia pada Era
Reformasi (1998-2009). Jurnal
Ilmu Politik Hubungan Internasional,
7 No. 1, 72-85.
Shihab, M. Q. (2012). Tafsir Al-Misbah.
Tangerang: Lentera Hati.
Suyatno. (2013, Februari).
Multikurlturalisme Dalam
Pendidikan Agama Islam:
Problematika Pendidikan Agama
Islam di Sekolah. Addin, 7(1), 81-
104.
Turebayeva, C. Z., Doszhanova, S. Y.,
Orazova, Z. O., & Zhubatyrova,
B. T. (2013). Education of
Tolerant Personality of a Future

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 5, No. 2 (2018) | 173

Anda mungkin juga menyukai