Bencana yang terjadi dapat digambarkan seperti sebuah lingkaran atau kita sebut sebagai
suatu siklus, seperti diperlihatkan pada gambar berikut ini.
panjang kontur (atau nilai akumulasi aliran berdasarkan analisis data DEM; nilai
bergantung pada resolusi DEM), tan ( β )adalah lereng (berdasarkan analisis data DEM),
dan n merupakan nilai eksponensial. Nilai n dihitung dengan formula n = 0.016x0.46 ,
dimana x adalah resolusi DEM. Setelah dihasilkan peta indeks topografi, daerah rawan
banjir dapat diidentifikasi melalui penggunaan nilai ambang batas (T) dimana daerah
rawan banjir adalah jika nilai indeks topografi lebih besar dar nilai ambang batas ( > T).
adapun nilai T yaitu T = 10.89n + 2.282. indeks bahaya banjir diestimasi berdasarkan
kemiringan lereng dan jarak dari sungai pada daerah rawan banjir tersebut dengan
metode fuzzy logic.
Gambar 3.5 Fuzzy logic alur proses pembuatan peta bahaya banjir
Indeks kerentanan ancaman bencana banjir sendiri dapat diukur dengan
mengabungkan skor kerentanan social, fisik, dan ekonomi dnegan menggunakan bobot
masing-masing komponen kerenanan sebagai berikut:
IKB= ( IKS x 40 % ) + ( IKF x 25 % ) + ( IKE x 25 % )+(IKLx 10 %)
Dengan IKB adalah indeks kerentanan banjir, IKS adalah indeks kerentanan
social, IKF adalah indeks kerentanan fisik, IKE adalah indeks kerentanan Ekonomi, dan
IKL adalah indeks kerentanan lingkungan.
2. Tanda-tanda bencana banjir
Gambar 3.8 Bangunan pembatas debit banjir bandang dipandang dari hilir
Untuk mengurangi ancaman dan akibat bencana banjir dari beberapa tindakan
dapat dilakukan yang pada prinsipnya: 1) membuat peredam banjir pada alur deras untuk
menangkap dan menyimpan sementara sebagian volume banjir agar debit yang dillepas
ke hillir maksimum sama dengan debit allure hilir; 2) membuat embung pad allokasi yang
emungkinkan misalnya dengan memanfaatkan galur-galur erosi sebagai penambah besar
volume; dan 3) mengurangi kecepatan aliran banjir khususnya pada alur transportasi
dengan membuat aliran di situ berenjang dnegan memasang satu atau beberapa ground
sills untuk mendatarkan kemiringan dasar sehingga dapat mengurangi ancaman terjadinya
aliran debris saat banjir.
Gambar 3.9
Sketsa denah peredam banjir bandang
c. Kesiapsiagaan
Fase Kesiapsiagaan adalah fase dimana dilakukan persiapan yang baik dengan
memikirkan berbagai tindakan untuk meminimalisir kerugian yang ditimbulkan akibat
terjadinya bencana dan menyusun perencanaan agar dapat melakukan kegiatan
pertolongan serta perawatan yang efektif pada saat terjadi bencana. Tindakan terhadap
bencana menurut PBB ada 9 kerangka, yaitu 1. pengkajian terhadap kerentanan, 2.
membuat perencanaan (pencegahan bencana), 3. pengorganisasian, 4. sistem informasi,
5. pengumpulan sumber daya, 6. sistem alarm, 7. mekanisme tindakan, 8. pendidikan
dan pelatihan
penduduk, 9.
gladi resik.
Gambar 3.10 Ilustrasi mitigasi pra bencana banjir
(sumber: BPBD Kabupaten Grobogan, 2019)
Di sisi lain, untuk menghindari bencana banjir, beberapa hal berikut perlu
diperhatikan sebelum terjadi banjir: 1) menghindari tingga di wilayah-wilayah rentan
bahaya banjir, seperti di dataran banjir atau dataran yang biasa terkena banjir; 2)
tinggikan bangunan tempat tinggal, sehingga perabotan rumah dan peralatan listrik
aman dari genangan air; 3) bersama-sama dengan anggota masyarakat lainnya
membangun tanggul untuk menghambat air masuk ke lingkungan tempat tinggal kita; 4)
penataan daerah aliran sungai secara terpadu dan sesuai fungsi lahan; 5) pembangunan
sistem pemantauan dan peringatan dini pada bagian sungai yang sering menimbulkan
banjir; 6) tidak membuang sampah ke sungai dan mengadakan program pengerukan
sungai; 7) pemasangan pompa untuk daerahyang lebih rendah dari permukaan laut; dan
8) melakukan program penghijauan daerah hulu sungai wajib selalu dilaksanakan serta
mengurangi aktifitas di baian sungai rawan banjir.
Beberapa strategi dan pendekatan juga dapat dilakukan untuk mempersiapkan
diri menghadapi bencana banjir untuk meminimalisasi dampak, seperti: 1) pemetaan
unsure-unsur rawan atau rentan dan menggabungkan data tersebut dengan rancangan
kegiatan persiapan dan penanggulangan; 2) pemetaan daerah-daerah luapan air/jalur
dengan memadukan peta dasar dengan peta-peta serta data-data lain untuk menjadi
bahan pertimbangan analisis kekerapan banjir, peta-peta pengendapan, laporan kejadian
dan kerusakan, peta-peta kemiringan/lereng, peta-peta vegetasi, peta-peta lokasi
pemukiman, industri, dan kepadatan penduduk; 3) pemetaan daerah bencana-bencana
lain dengan penyusunan peta silang, sintesis,atau terpadu karena banjir juga sering
menyebabkan bencana0bencana lain; 4) pengaturan tata guna lahan untuk menekan
risiko terhadap nyawa, harta benda, dan pembangunan di kawasan-kawasan rawan
bencana; 5) kepadatan penduduk dan bangunan; dan 6) larangan penggunaan tanah
untuk fungsifungsi tertentu dengan penegasan dalam pembuatan regulasi da sosialisasi
dari pemerintah pusat dan daerah agar terdapat jaminan bahwa daerah-daerah rawan
banjir tidak akan menderita dua kali lipat akibat kebanjiran sekaligus pemakaian tanah
yang memperparah dampak bencana dengan kerugian fisik, sosial, ekonomis, dan
korban jiwa yang lebih besar.
Banjir bisa terjadi secara alamiah maupun karena ulah manusia. Wilayah-
wilayah tertentu seperti bantaran sungai dan daerah bekas rawa, biasanya mengalami
banjir secara alamiah. Sedangkan penyebab banjir akibat ulah manusia seperti merusak
hutan dan membuang sampah ke sungai atau saluran-saluran alir lainnya. Perilaku ini
harus segera di hentikan dan mulai melakukan upaya perbaikan dengan mereboisasi
hutan dan tidak membuang sampah ke sungai, seperti: a) memelihara hutan dan sumber-
sumber
mata airnya; b)
membuat
waduk
untuk mengatur
pasokan
air; c)
Gambar 3.11 Beberapa cara menghindari bencana banjir: a) memelihara hutan; b) membangun
irigasi; c) konoservasi; d) sumur resapan.
Ada dua jenis peringatan bagi banjir yaitu: a) peringatan dini berdasarkan
kearifan lokal dalam menandai kapan akan terjadi banjir pada suatu daerah misalnya
surutnya debit sungai di luar keadaan sehari-hari; dan b) peringatan banjir ketika terjadi
bencana atau akan terjadi bencana dari ramalan curah hujan lebat yang akan terjadi di
daerah yang cenderung menimbulkan banjir bandang di daerah tersebut dan bila perlu
dilakukan tindakan evakuasi daeri daerah rendah.
Beberapa hal juga perlu diwaspadai bila berada di daerah yang terancam banjir:
1) waspada terhadap tanda-tanda trunnya hujan lebat mendadak; 2) waspada terhadap
tanda-tanda kenaikan muka air sungai yang snagat cepat; 3) jangan menyeberang sungai
bila terjadi tanda-tanda kenaikan muka air sungai yang sangat cepat; dan 4) banjir dapat
terjadi olleh jeboolnya tanggul atau bendungan atau tercurahnya air yang terbendung
secara tiba-tiba.
2. Saat Bencana Banjir
Saat bencana banjir disebut juga sebagai tanggap darurat banjir. Fase tanggap darurat
atau tindakan banjir adalah fase dimana dilakukan berbagai aksi darurat yang nyata untuk
menjaga diri sendiri atau harta kekayaan. Aktivitas yang dilakukan secara kongkret yaitu: 1)
instruksi pengungsian, 2) pencarian dan penyelamatan korban, 3) menjamin keamanan di
lokasi bencana, 4) pengkajian terhadap kerugian akibat bencana, 5) pembagian dan
penggunaan alat perlengkapan pada kondisi darurat, 6) pengiriman dan penyerahan barang
material, dan 7) menyediakan tempat pengungsian, dan lain-lain.
Dari sudut pandang pelayanan medis, bencana banjir lebih dipersempit lagi dengan
membaginya menjadi “Fase Akut banjir” dan “Fase Sub Akut banjir”. Dalam Fase Akut, 48
jam pertama sejak bencana banjir terjadi disebut “fase penyelamatan dan
pertolongan/pelayanan medis darurat”. Pada fase ini dilakukan penyelamatan dan
pertolongan serta tindakan medis darurat terhadap orang-orang yang terluka akibat bencana
banjir. Kira-kira satu minggu sejak terjadinya bencana banjir disebut dengan “Fase Akut”.
Dalam fase ini, selain tindakan “penyelamatan dan pertolongan/pelayanan medis darurat”,
dilakukan juga perawatan terhadap orang-orang yang terluka pada saat mengungsi atau
dievakuasi, serta dilakukan tindakan-tindakan terhadap munculnya permasalahan kesehatan
selama dalam pengungsian akibat bencana banjir.
Penanggulangan yang dapat dilakukan saat terjadi bencana banjir (Malau, 2019),
yaitu
a. Mengerahkan tim penyelamat beserta bahan dan peralatan pendukung, seperti perahu
karet, tambang, pelampung, dan obat-obatan.
b. Membawa korban ke tempat yang aman atau penampungan sementara.
c. Memantau perkembangan keadaan banjir dan menyebarluaskan informasinya kepada
masyarakat.