Anda di halaman 1dari 17

BAB III

PEMAHAMAN DAN PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR

Bencana yang terjadi dapat digambarkan seperti sebuah lingkaran atau kita sebut sebagai
suatu siklus, seperti diperlihatkan pada gambar berikut ini.

Gambar 3.1 Siklus Bencana


Siklus bencana banjir dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu fase pra bencana banjir, fase
bencana banjir dan fase pasca bencana banjir. Fase pra bencana banjir adalah masa sebelum
terjadi bencana banjir. Fase bencana banjir adalah waktu/saat bencana terjadi banjir. Fase pasca
bencana banjir adalah tahapan setelah terjadi bencana banjir. Semua fase ini saling
mempengaruhi dan berjalan terus sepanjang masa. Siklus bencana banjir ini menjadi acuan untuk
melakukan penanggulangan bencana yang bisa dibagi menjadi beberapa tahap seperti gambar
dibawah ini.
Gambar 3.2 siklus bencana banjir
1. Pra Bencana Banjir
a. Pencegahan
Pencegahan ialah langkah-langkah yang dilakukan untuk menghilangkan sama
sekali atau mengurangi secara drastis akibat dari ancaman melalui pengendalian dan
pengubahsuaian fisik dan lingkungan. Tindakan-tindakan ini bertujuan untuk menekan
penyebab ancaman dengan cara mengurangi tekanan, mengatur dan menyebarkan energi
atau material ke wilayah yang lebih luas atau melalui waktu yang lebih panjang (Smith,
1992). Cuny (1983) menyatakan bahwa pencegahan bencana pada masa lalu cenderung
didorong oleh kepercayaan diri yang berlebihan pada ilmu dan teknologi pada tahun
enam puluhan; dan oleh karenanya cenderung menuntut ketersediaan modal dan
teknologi. Pendekatan ini semakin berkurang peminatnya dan kalaupun masih dilakukan,
maka kegiatan pencegahan ini diserap pada kegiatan pembangunan pada arus utama.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dengan tujuan pencegahan terjadinya banjir
adalah dengan memahami beberapa hal terkait dengan bencana banjir seperti wilayah
yang rawan bencana banjir dan tanda-tanda akan terjadinya bencana banjir.
1. Wilayah yang rawan bencana banjir
Bencana banjir terjadi pada daerah-daerah yang relatif datar, baik berua dataran
tiggi maupun dataran rendah atau pesisir. Daerah rawan banjir juga terdapat pada
dataran banjir dari suatu alur sungai, karena itulah wilayah yang rawan banjir tersebar di
daerah dengan kondisi relief yang datar seperti di sepanjang Pantai Utara Jawa
(Pantura), Pantai Timur Sumatera, dan dataran rendah di pulau-pulau lainnya.

Gambar 3.3 Penampang wilayah yang rawan bencana banjir


Peristiwa banjir juga akan semakin sering terjadi pada wilayah yang koondisi
bagian hulu sungainya sudah rusak. Jakarta menjadi wilayah yang rawan banjir karena
wilayah hulu sungai yang mengalir ke Jakarta Ciliwung dan Cisadane) yaitu di wilayah
Bogoor telah rusak atau beraih fungsi dari hutan menjadi pertanian dan pemukiman.
Pada wilayah yang lebih sempit, wilayah yang rawan banjir adalah dataran banjir
(Flood Plain) di sepanjang alur sungai.. dataran tersebut kadang dimanfaatkan oleh
penduduk untuk permukiman, terutama di daerah perkotaan.

Gambar 3.4 Dataran Banjir (Flood Plain)


Bahaya banjir sendiri dibuat berdasarkan data daerah rawan banjir dnegan
memperhitungkan kedalaman genanngan sesuai Perka No. 2 BNPB Tahun 2012. Daerah
rawan banjir dibuat dnegan menggunakan data raster DEM berdasarkan metode yang
dikembangkn oleh Manfreda et al (2009) melalui indeks topografi modifikasi dengan
persamaan:
and
TI m=log( )
tan ( β )
Dimana TI m adalah indeks topografi modifikasi,, a d adalah daerah alira per satuan

panjang kontur (atau nilai akumulasi aliran berdasarkan analisis data DEM; nilai
bergantung pada resolusi DEM), tan ( β )adalah lereng (berdasarkan analisis data DEM),
dan n merupakan nilai eksponensial. Nilai n dihitung dengan formula n = 0.016x0.46 ,
dimana x adalah resolusi DEM. Setelah dihasilkan peta indeks topografi, daerah rawan
banjir dapat diidentifikasi melalui penggunaan nilai ambang batas (T) dimana daerah
rawan banjir adalah jika nilai indeks topografi lebih besar dar nilai ambang batas ( > T).
adapun nilai T yaitu T = 10.89n + 2.282. indeks bahaya banjir diestimasi berdasarkan
kemiringan lereng dan jarak dari sungai pada daerah rawan banjir tersebut dengan
metode fuzzy logic.

Gambar 3.5 Fuzzy logic alur proses pembuatan peta bahaya banjir
Indeks kerentanan ancaman bencana banjir sendiri dapat diukur dengan
mengabungkan skor kerentanan social, fisik, dan ekonomi dnegan menggunakan bobot
masing-masing komponen kerenanan sebagai berikut:
IKB= ( IKS x 40 % ) + ( IKF x 25 % ) + ( IKE x 25 % )+(IKLx 10 %)
Dengan IKB adalah indeks kerentanan banjir, IKS adalah indeks kerentanan
social, IKF adalah indeks kerentanan fisik, IKE adalah indeks kerentanan Ekonomi, dan
IKL adalah indeks kerentanan lingkungan.
2. Tanda-tanda bencana banjir

Gambar 3.6 Proses terjadinya banjir


Dari proses terjadinya banjir di atas, bencana banjir menunjukkan beberapa tanda
yang bisa dillihat dan dijadikan sebagai tanda terjadinya bencana. Secara umum tanda-
tanda tersebut antara llain sebagai berikut:
a) Terjadinya hujan dengan intensitas curah hujan yang tinggi tanpa disertai dengan
proses infiltrasi/penyerapan yang baik.
b) Air melebihi batas sempadan sungai, sehingga meluap dan menggenangi daerah
sekitarnya.
c) Air yang jatuh ke permukaan tidak dapat mengalir dengan baik karena saluran
drainase yang ada tidak berfungsi dengan baik, sehingga air tersumbat dan tidak
dapat mengalir dengan baik.
d) Tergenangnya air akibat tidak mampunya air yang ada melakukan infiltrasi karena
kurangnya fungsi vegetasi sebagai penyerap atau penyimpan cadangan air.
e) Topografi permukaan lahan DAS yang sangat miring.
f) Lapisan permukaan sangat tererosi membuat lapisan tanah bawah yang kedap air
tersingkap
g) Lapisan permukaan lahan sangat lapuk dan menimbulkan runoff permukaan dan
produksi sedimen yang akan mengendap sebagai sedimen dasar pada alur pematus
dan meungkin menyebabkan pembendungan alam.
h) Terjadinya air pasang
Selain tanda-tanda yang disebutkan di atas, ada peluang lain yang dapat
mengakibatkan banjir yaitu peristiwa El Nino yang mana tanda-tandanya dapat
diperhatikan melalui empat indikator anomali iklim, yaitu: 1) anomaly suhu muka laut
(Sea Surface Temperature/SST); 2) indeks osilasi selatan (Southern Oscilation
Index/SOI); 3) zona depresi sirkulasi angin pasat; dan 4) beda suhu muka laut antara
Samudra Hindia dengan Samudra Pasifik.Untuk Southern Oscilation Index apabila
kecenderungan fluktuasinya positif berarti terdapat peluang terjadinya pergerakan
massa uap air sehingga memungkinkan peluang terjadinya hujan lebat yang disertai
banjir. Antisipasi banjir akibat El Nino ini sering kali tidak disadari karena El Nino
sering kali dihubungkan dnegan kekeringan.
b. Mitigasi
Mitigasi ialah tindakan-tindakan yang memfokuskan perhatian pada pengurangan
dampak dari ancaman, sehingga dengan demikian mengurangi kemungkinan dampak
negatif pencegahan ialah langkah-langkah yang dilakukan untuk menghilangkan sama
sekali atau mengurangi secara drastis akibat dari ancaman melalui pengendalian dan
pengubahsuaian fisik dan lingkungan. Tindakan-tindakan ini bertujuan untuk menekan
penyebab ancaman dengan cara mengurangi tekanan, mengatur dan menyebarkan energi
atau material ke wilayah yang lebih luas atau melalui waktu yang lebih panjang (Smith,
1992).
Kejadian bencana banjir terhadap kehidupan dengan cara-cara alternatif yang
lebih dapat diterima secara ekologi (Carter, 1991). Kegiatan-kegiatan mitigasi termasuk
tindakan-tindakan non-rekayasa seperti upaya-upaya peraturan dan pengaturan,
pemberian sangsi dan penghargaan untuk mendorong perilaku yang lebih tepat, dan
upaya-upaya penyuluhan dan penyediaan informasi untuk memungkinkan orang
mengambil keputusan yang berkesadaran. Upaya-upaya rekayasa termasuk pananaman
modal untuk bangunan struktur tahan ancaman bencana dan/atau perbaikan struktur yang
sudah ada supaya lebih tahan ancaman bencana (Smith, 1992).
Salah satu jenis banjir adalah banjir bandang yang mana memiliki unsur utama
berupa debit air yang sangat besar terjadi secara tiba-tiba. Debit ini pada ruas produksi
atau alur deras akan mampu mengangkut bersama alirannya sejumlah debris yang telah
tersedia pada dasar alur atau yang digerusnya ketika mengalir. Untuk mengurangi
ancaman dan akibat bencana tersebut beberapa tindakan mitigasi dapat dilakukan seperti:
1) Meredam volume banjir
Lonjakan debit oleh hujan ekstrim yang akan menimbulkan banjir di hilir.
Untuk mencegahnya dibuat sebuah waduk peredam banjir (detention storage) ada
alur jeram dan kalau perlu pada alur jalin untuk membatasi debit yang mengalir ke
bawah agar maksimum sebesar debit domain alur alluvial hilirnya. Cara untuk
meredam volume banjir adalah dengan: a) menghitung debit ekstrim; b) mengecek
kapasitas aliran (Qdominan) dari alur di hilir apex ruas jalan, untuk mengetahui
bagian dari debit ekstrim rencana yang harus diredam; c) hitung volume banjir dari
debit ekstrim yang harus diredam; dan d) dari gambar pengukuran profil ruas jeram
dan ruas jalin dibuat perhitungan dan grafik hubungan elevasi dan kapasitas tamping
alurnya agar dapat menentukan daya tamping dan ketinggian elevasinya yang terkait.

Gambar 3.7 Grafik elevasi – kapasitas tamping


2) Membentuk waduk peredam
Untuk membentuk sebuah waduk peredam banjir dapat dilakukan dengan
membuat sebuah bangunan sabo dengan spesifikasi: a) tiplahe bercelah (slit sabo)
denga celah tunggal atau celah ganda; b) tipe gorong-gorong (culvert sabo) agar
diperhatikan supaya luas penampang aliran masing-masing celah atau culvert harus
ditentukan cukup besar agar tidak mudah tersumbat dan kecepatan aliran pada debit
maksimum yang melewatinya lebih kecil atau tidak melebihi kecepatan kritis
material pembuatannya agar tidak merusaknya; c) ketinggian elevasi air terbendung
direncanakan agar menimbulkan tinggi tekanan sedemikian hingga debit celah sama
dengan Qdominan alur hilir. Elevasi ini dapat disamakan dengan elevasi mercu
bending utnuk menghemat konstruksi dan ketinggian tekanan; d) dalam menentukan
elevasi mercu bangunan harus diperhatikan masih tersedianya jagaan apabila terjadi
kenaikan air ke elevasi maksimum. Celah atau bukaan bangunan sabo ada
kemungkinan dapat tersumbat sehingga air harus melimpas di atas mercu. Ketinggian
limpasan direncanakan maksimum mencapai elevasi air maksimum pada Qdominan;
dan e) sehingga volume rencana peredaman banjir maksimum dapat lebih kecil dari
daya tamping maksimum yang tersedia sehingga diperlukan pembuatan lebih dari
satu waduk peredam banjir dalam seri.

Gambar 3.8 Bangunan pembatas debit banjir bandang dipandang dari hilir
Untuk mengurangi ancaman dan akibat bencana banjir dari beberapa tindakan
dapat dilakukan yang pada prinsipnya: 1) membuat peredam banjir pada alur deras untuk
menangkap dan menyimpan sementara sebagian volume banjir agar debit yang dillepas
ke hillir maksimum sama dengan debit allure hilir; 2) membuat embung pad allokasi yang
emungkinkan misalnya dengan memanfaatkan galur-galur erosi sebagai penambah besar
volume; dan 3) mengurangi kecepatan aliran banjir khususnya pada alur transportasi
dengan membuat aliran di situ berenjang dnegan memasang satu atau beberapa ground
sills untuk mendatarkan kemiringan dasar sehingga dapat mengurangi ancaman terjadinya
aliran debris saat banjir.

Gambar 3.9
Sketsa denah peredam banjir bandang
c. Kesiapsiagaan
Fase Kesiapsiagaan adalah fase dimana dilakukan persiapan yang baik dengan
memikirkan berbagai tindakan untuk meminimalisir kerugian yang ditimbulkan akibat
terjadinya bencana dan menyusun perencanaan agar dapat melakukan kegiatan
pertolongan serta perawatan yang efektif pada saat terjadi bencana. Tindakan terhadap
bencana menurut PBB ada 9 kerangka, yaitu 1. pengkajian terhadap kerentanan, 2.
membuat perencanaan (pencegahan bencana), 3. pengorganisasian, 4. sistem informasi,
5. pengumpulan sumber daya, 6. sistem alarm, 7. mekanisme tindakan, 8. pendidikan
dan pelatihan
penduduk, 9.
gladi resik.
Gambar 3.10 Ilustrasi mitigasi pra bencana banjir
(sumber: BPBD Kabupaten Grobogan, 2019)
Di sisi lain, untuk menghindari bencana banjir, beberapa hal berikut perlu
diperhatikan sebelum terjadi banjir: 1) menghindari tingga di wilayah-wilayah rentan
bahaya banjir, seperti di dataran banjir atau dataran yang biasa terkena banjir; 2)
tinggikan bangunan tempat tinggal, sehingga perabotan rumah dan peralatan listrik
aman dari genangan air; 3) bersama-sama dengan anggota masyarakat lainnya
membangun tanggul untuk menghambat air masuk ke lingkungan tempat tinggal kita; 4)
penataan daerah aliran sungai secara terpadu dan sesuai fungsi lahan; 5) pembangunan
sistem pemantauan dan peringatan dini pada bagian sungai yang sering menimbulkan
banjir; 6) tidak membuang sampah ke sungai dan mengadakan program pengerukan
sungai; 7) pemasangan pompa untuk daerahyang lebih rendah dari permukaan laut; dan
8) melakukan program penghijauan daerah hulu sungai wajib selalu dilaksanakan serta
mengurangi aktifitas di baian sungai rawan banjir.
Beberapa strategi dan pendekatan juga dapat dilakukan untuk mempersiapkan
diri menghadapi bencana banjir untuk meminimalisasi dampak, seperti: 1) pemetaan
unsure-unsur rawan atau rentan dan menggabungkan data tersebut dengan rancangan
kegiatan persiapan dan penanggulangan; 2) pemetaan daerah-daerah luapan air/jalur
dengan memadukan peta dasar dengan peta-peta serta data-data lain untuk menjadi
bahan pertimbangan analisis kekerapan banjir, peta-peta pengendapan, laporan kejadian
dan kerusakan, peta-peta kemiringan/lereng, peta-peta vegetasi, peta-peta lokasi
pemukiman, industri, dan kepadatan penduduk; 3) pemetaan daerah bencana-bencana
lain dengan penyusunan peta silang, sintesis,atau terpadu karena banjir juga sering
menyebabkan bencana0bencana lain; 4) pengaturan tata guna lahan untuk menekan
risiko terhadap nyawa, harta benda, dan pembangunan di kawasan-kawasan rawan
bencana; 5) kepadatan penduduk dan bangunan; dan 6) larangan penggunaan tanah
untuk fungsifungsi tertentu dengan penegasan dalam pembuatan regulasi da sosialisasi
dari pemerintah pusat dan daerah agar terdapat jaminan bahwa daerah-daerah rawan
banjir tidak akan menderita dua kali lipat akibat kebanjiran sekaligus pemakaian tanah
yang memperparah dampak bencana dengan kerugian fisik, sosial, ekonomis, dan
korban jiwa yang lebih besar.
Banjir bisa terjadi secara alamiah maupun karena ulah manusia. Wilayah-
wilayah tertentu seperti bantaran sungai dan daerah bekas rawa, biasanya mengalami
banjir secara alamiah. Sedangkan penyebab banjir akibat ulah manusia seperti merusak
hutan dan membuang sampah ke sungai atau saluran-saluran alir lainnya. Perilaku ini
harus segera di hentikan dan mulai melakukan upaya perbaikan dengan mereboisasi
hutan dan tidak membuang sampah ke sungai, seperti: a) memelihara hutan dan sumber-
sumber
mata airnya; b)
membuat
waduk
untuk mengatur
pasokan
air; c)

meningkatkan serapan air dengan membuat sumur resapan, biopori, kolam-kolam,


embung, dan lain-lain; dan d) melakukan upaya konservasi pada lahan pertanian.

Gambar 3.11 Beberapa cara menghindari bencana banjir: a) memelihara hutan; b) membangun
irigasi; c) konoservasi; d) sumur resapan.
Ada dua jenis peringatan bagi banjir yaitu: a) peringatan dini berdasarkan
kearifan lokal dalam menandai kapan akan terjadi banjir pada suatu daerah misalnya
surutnya debit sungai di luar keadaan sehari-hari; dan b) peringatan banjir ketika terjadi
bencana atau akan terjadi bencana dari ramalan curah hujan lebat yang akan terjadi di
daerah yang cenderung menimbulkan banjir bandang di daerah tersebut dan bila perlu
dilakukan tindakan evakuasi daeri daerah rendah.
Beberapa hal juga perlu diwaspadai bila berada di daerah yang terancam banjir:
1) waspada terhadap tanda-tanda trunnya hujan lebat mendadak; 2) waspada terhadap
tanda-tanda kenaikan muka air sungai yang snagat cepat; 3) jangan menyeberang sungai
bila terjadi tanda-tanda kenaikan muka air sungai yang sangat cepat; dan 4) banjir dapat
terjadi olleh jeboolnya tanggul atau bendungan atau tercurahnya air yang terbendung
secara tiba-tiba.
2. Saat Bencana Banjir
Saat bencana banjir disebut juga sebagai tanggap darurat banjir. Fase tanggap darurat
atau tindakan banjir adalah fase dimana dilakukan berbagai aksi darurat yang nyata untuk
menjaga diri sendiri atau harta kekayaan. Aktivitas yang dilakukan secara kongkret yaitu: 1)
instruksi pengungsian, 2) pencarian dan penyelamatan korban, 3) menjamin keamanan di
lokasi bencana, 4) pengkajian terhadap kerugian akibat bencana, 5) pembagian dan
penggunaan alat perlengkapan pada kondisi darurat, 6) pengiriman dan penyerahan barang
material, dan 7) menyediakan tempat pengungsian, dan lain-lain.
Dari sudut pandang pelayanan medis, bencana banjir lebih dipersempit lagi dengan
membaginya menjadi “Fase Akut banjir” dan “Fase Sub Akut banjir”. Dalam Fase Akut, 48
jam pertama sejak bencana banjir terjadi disebut “fase penyelamatan dan
pertolongan/pelayanan medis darurat”. Pada fase ini dilakukan penyelamatan dan
pertolongan serta tindakan medis darurat terhadap orang-orang yang terluka akibat bencana
banjir. Kira-kira satu minggu sejak terjadinya bencana banjir disebut dengan “Fase Akut”.
Dalam fase ini, selain tindakan “penyelamatan dan pertolongan/pelayanan medis darurat”,
dilakukan juga perawatan terhadap orang-orang yang terluka pada saat mengungsi atau
dievakuasi, serta dilakukan tindakan-tindakan terhadap munculnya permasalahan kesehatan
selama dalam pengungsian akibat bencana banjir.
Penanggulangan yang dapat dilakukan saat terjadi bencana banjir (Malau, 2019),
yaitu
a. Mengerahkan tim penyelamat beserta bahan dan peralatan pendukung, seperti perahu
karet, tambang, pelampung, dan obat-obatan.
b. Membawa korban ke tempat yang aman atau penampungan sementara.
c. Memantau perkembangan keadaan banjir dan menyebarluaskan informasinya kepada
masyarakat.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat bencana banjir meliputi


(PPPSDAK, 2017):
a. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber daya; untuk
mengidentifikasi: cakupan lokasi bencana; jumlah korban; kerusakan prasarana dan
sarana; gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta pemerintahan; dan kemampuan
sumber daya alam maupun buatan.
b. Penentuan status keadaan darurat bencana;
c. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana melalui upaya: pencarian dan
penyelamatan korban; pertolongan darurat; dan/atau evakuasi korban.
d. Pemenuhan kebutuhan dasar yang meliputi : kebutuhan air bersih dan sanitasi; pangan;
sandang; pelayanan kesehatan; pelayanan psikososial; dan penampungan dan tempat
hunian.
e. Perlindungan terhadap kelompok rentan yaitu dengan memberikan prioritas kepada
kelompok rentan (bayi, balita, dan anak-anak; ibu yang sedang mengandung atau
menyusui; penyandang cacat; dan orang lanjut usia) berupa penyelamatan, evakuasi,
pengamanan, pelayanan kesehatan, dan psikososial.
f. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital, dilakukan dengan memperbaiki
dan/atau mengganti kerusakan akibat bencana.
Gambar 3.12 Ilustrasi mitigasi saat bencana banjir
(sumber: BPBD Kabupaten Grobogan, 2019)

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Grobogan menyatakan langkah-


langkah antisipasi atau mitigasi saat bencana banjir, sebagai berikut:
1. Apabila banjir akan terjadi di wilayah Anda, maka simaklah informasi dari berbagai
media mengenai informasi banjir untuk meningkatkan kesiapsiagaan.
2. Apabila terjadi banjir, segeralah evakuasi ke tempat yang lebih tinggi.
3. Waspada terhadap arus bawah, saluran air, kubangan, dan tempat-tempat lain yang
tergenang air.
4. Ketahui risiko banjir dan banjir bandang di tempat Anda, misalnya banjir bandang dapat
terjadi di tempat Anda dengan atau tanpa peringatan pada saat hujan biasa atau deras.
5. Apabila Anda harus bersiap untuk evakuasi: amankan rumah Anda. Apabila masih
tersedia waktu, tempatkan perabot di luar rumah atau di tempat yang aman dari banjir.
Barang yang lebih berharga diletakan pada bagian yang lebih tinggi di dalam rumah.
6. Matikan semua jaringan listrik apabila ada instruksi dari pihak berwenang. Cabut alat-
alat yang masih tersambung dengan listrik. Jangan menyentuh peralatan yang
bermuatan listrik apabila Anda berdiri di atas/dalam air.
7. Jika ada perintah evakuasi dan Anda harus meninggalkan rumah: Jangan berjalan di
arus air. Beberapa langkah berjalan di arus air dapat mengakibatkan Anda jatuh.
8. Apabila Anda harus berjalan di air, berjalanlah pada pijakan yang tidak bergerak.
Gunakan tongkat atau sejenisnya untuk mengecek kepadatan tempat Anda berpijak.
9. Jangan mengemudikan mobil di wilayah banjir. Apabila air mulai naik, abaikan mobil
dan keluarlah ke tempat yang lebih tinggi. Apabila hal ini tidak dilakukan, Anda dan
mobil dapat tersapu arus banjir dengan cepat.
10. Bersihkan dan siapkan penampungan air untuk berjaga-jaga seandainya kehabisan air
bersih.
11. Waspada saluran air atau tempat melintasnya air yang kemungkinan akan dilalui oleh
arus yang deras karena kerap kali banjir bandang tiba tanpa peringatan.

3. Pasca Bencana Banjir


a. Fase pemulihan
Fase Pemulihan sulit dibedakan secara akurat dari dan sampai kapan, tetapi fase
ini merupakan fase dimana individu atau masyarakat dengan kemampuannya sendiri
dapat memulihkan fungsinya seperti sedia kala (sebelum terjadi bencana). Orang-orang
melakukan perbaikan darurat tempat tinggalnya, pindah ke rumah sementara, mulai
masuk sekolah ataupun bekerja kembali sambil memulihkan lingkungan tempat
tinggalnya. Kemudian mulai dilakukan rehabilitasi lifelinedan aktivitas untuk membuka
kembali usahanya. Institusi pemerintah juga mulai memberikan kembali pelayanan
secara normal serta mulai menyusun rencana-rencana untuk rekonstruksi sambil terus
memberikan bantuan kepada para korban. Fase ini bagaimanapun juga hanya merupakan
fase pemulihan dan tidak sampai mengembalikan fungsi-fungsi normal seperti sebelum
bencana banjir terjadi. Dengan kata lain, fase ini merupakan masa peralihan dari kondisi
darurat ke kondisi tenang.
b. Fase Rekonstruksi/Rehabilitasi
Jangka waktu Fase Rekonstruksi/Rehabilitasi juga tidak dapat ditentukan, namun
ini merupakan fase dimana individu atau masyarakat berusaha mengembalikan fungsi-
fungsinya seperti sebelum bencana banjir dan merencanakan rehabilitasi terhadap
seluruh komunitas. Tetapi, seseorang atau masyarakat tidak dapat kembali pada keadaan
yang sama seperti sebelum mengalami bencana banjir, sehingga dengan menggunakan
pengalamannya tersebut diharapkan kehidupan individu serta keadaan komunitas pun
dapat dikembangkan secara progresif.

Gambar 3.13 Ilustrasi mitigasi pasca bencana banjir


(sumber: BPBD Kabupaten Grobogan, 2019)

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Grobogan menyatakan langkah-


langkah antisipasi atau mitigasi pasca bencana banjir, sebagai berikut
1. Hindari air banjir karena kemungkinan kontaminasi zat-zat berbahaya dan ancaman
kesetrum.
2. Waspada dengan instalasi listrik.
3. Hindari air yang bergerak.
4. Hindari area yang airnya baru saja surut karena jalan bisa saja keropos dan ambles.
5. Hindari lokasi yang masih terkena bencana, kecuali jika pihak yang berwenang
membutuhkan sukarelawan.
6. Kembali ke rumah sesuai dengan perintah dari pihak yang berwenang.
7. Tetap di luar gedung/rumah yang masih dikelilingi air.
8. Hati-hati saat memasuki gedung karena ancaman kerusakan yang tidak terlihat seperti
pada fondasi.
9. Perhatikan kesehatan dan keselamatan keluarga dengan mencuci tangan menggunakan
sabun dan air bersih jika Anda terkena air banjir.
10. Buang makanan yang terkontaminasi air banjir.
11. Dengarkan berita atau informasi mengenai kondisi air, serta di mana mendapatkan
bantuan perumahan/shelter, pakaian, dan makanan.
12. Dapatkan perawatan kesehatan di fasilitas kesehatan terdekat.
13. Bersihkan tempat tinggal dan lingkungan rumah dari sisa-sisa kotoran setelah banjir.
14. Lakukan pemberantasan sarang nyamuk Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
15. Terlibat dalam kaporitisasi sumur gali.
16. Terlibat dalam perbaikan jamban dan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL).

Anda mungkin juga menyukai