Anda di halaman 1dari 5

Korelasi antara Alergi Rhinitis dan

Rinosinusitis pada Pasien Klinik Rawat Jalan THT

ABSTRAK

Pendahuluan: Rinosinusitis dan rinitis alergi merupakan masalah kesehatan yang umum terjadi. Pasien
rinitis alergi cenderung mengalami edema pada mukosa hidung, silia yang terganggu, dan produksi
sekresi yang berlebihan. yang menyumbat ostium sinus paranasal dan menyebabkan peradangan dan
infeksi pada sinus paranasal. Masih terdapat kontradiksi rinitis alergi sebagai faktor predisposisi
rinosinusitis. Korelasi tersebut belum jelas, oleh karena itu kami bertujuan untuk menganalisis hubungan
antara rinitis alergi dan rinosinusitis.

Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan sampel dilakukan secara
consecutive sampling. Pasien dewasa berusia di atas 19 tahun dengan cairan hidung diperiksa oleh
dokter bertugas dan diwawancarai. Data medis yang diperoleh dicatat dan dianalisis menggunakan uji
chi square.

Hasil: Dari 98 pasien, 17 pasien (17,35%) mengalami rinosinusitis dan rinitis alergi, 48 pasien (48,98%)
hanya mengalami rinosinusitis, dan 13 pasien (13,26%) hanya mengalami rinitis alergi. Pasien yang tidak
mengalami rinosinusitis atau rinitis alergi dilaporkan sebanyak 20 pasien (20,41%). Uji chi square
menunjukkan bahwa rinitis alergi tidak berhubungan bermakna dengan rinosinusitis (p = 0,266).

Kesimpulan: Tidak ada hubungan bermakna antara rinitis alergi dan rinosinusitis. Rinosinusitis adalah
penyakit multifaktorial.
Pengantar

Rinosinusitis digambarkan sebagai peradangan pada mukosa hidung dan sinus paranasal. Tanda dan
gejalanya adalah hidung tersumbat atau tersumbat, keluarnya cairan dari hidung atau tetesan postnasal,
nyeri wajah, dan berkurang atau hilangnya bau. Salah satu faktor predisposisi rinosinusitis adalah rinitis
alergi.1 Hubungan Antara rinitis alergi dan rinosinusitis mungkin multifaktorial. Secara anatomis,
penderita rinitis alergi cenderung mengalami edema mukosa hidung, gangguan silia, dan produksi
sekresi yang berlebihan. Hal tersebut menyebabkan penyumbatan ostium dan infeksi sinus paranasal 2

Rinosinusitis adalah masalah kesehatan yang umum. Ada dua jenis rinosinusitis, akut dan kronis.
Rinosinusitis akut sembuh dalam 12 minggu sedangkan rinosinusitis kronis tidak sembuh dan berlanjut
selama lebih dari 12 minggu. Prevalensi akut dan kronis rinosinusitis di Eropa sekitar 6-15% dan 5-15%.
Orang dewasa bisa terkena rinosinusitis akut 2-5 kali dalam setahun sedangkan anak 7-10 kali dalam
setahun. Faktor predisposisi adalah polusi udara, kelembaban udara yang tinggi, alergi, merokok
tembakau, kelainan anatomi hidung seperti deviasi septum dan polip, penyakit gastro esophageal reflux,
depresi, resistensi antibiotik, dan kelainan pada silia. 1

Rinitis alergi merupakan rinitis non infeksius. . Tanda dan gejalanya adalah bersin, hidung gatal, tidak
bernanah dan sekret hidung bilateral, hidung tersumbat, mata merah, gatal, dan berair, dan edema
konjungtiva.1,3 Prevalensi rinitis alergi di AS adalah 10-30% pada orang dewasa dan 40% pada anak-
anak.4 Penyebab tersering adalah alergen seperti serbuk sari, jamur, tungau debu rumah, hewan bulu,
hewan pengerat, dan kecoa.5 Komorbiditas dapat berupa konjungtivitis, otitis media kronik, disfungsi
tuba eustachius, obstructive sleep apnea, rinosinusitis, kehilangan bau, ruam kulit, sakit kepala, penyakit
gastro esophageal reflux, dan asma.3,4

Ada perbedaan hasil studi tentang alergi rinitis sebagai faktor predisposisi rinosinusitis. Sebuah Kertas
posisi Eropa tentang rinosinusitis dan hidung polip terdiri dari review dari banyak makalah yang
disebutkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara alergi rinitis dan rinosinusitis. Pasien alergi
rhinitis risiko rinosinusitis 4,4 kali lebih besar dari pada yang sehat orang-orang. Namun satu makalah
menyatakan bahwa berbeda prevalensi rinosinusitis pada pasien rinitis alergi dan orang sehat sadar
tidak signifikan. Di sisi lain, kertas lain juga tidak dapat menemukan cukup bukti peran rinitis alergi pada
rinosinusitis akut

Perbedaan pendapat tersebut menunjukkan bahwa korelasi antara rinitis alergi dan rinosinusitis tidak
dipahami secara jelas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara rinitis alergi dan
rinosinusitis.
Metode

Data diperoleh dari RSUD Dr. Soetomo Klinik rawat jalan Telinga, Leher dan Tenggorokan (THT) selama
Januari-Februari 2017. Semua pasien dengan gejala sekret hidung di atas 19 tahun diwawancarai dan
diperiksa oleh dokter yang bertanggung jawab. Pasien dengan kecurigaan dari rinitis alergi menjalani tes
tusuk kulit.

Diagnosis rinosinusitis melalui wawancara dan pemeriksaan fisik pemeriksaan menggunakan rinoskopi
anterior. Rinosinusitis dapat didiagnosis jika ada setidaknya dua gejala, salah satunya harus hidung
tersumbat / mampet atau nasal discharge / postnasal drip. Gejala lain bisa jadi nyeri wajah atau
berkurangnya / hilangnya bau.1,6 Pemeriksaan dengan rinoskopi anterior bisa menunjukkan
peradangan atau edema mukosa, cairan hidung bernanah, polip, atau septum deviasi 1

Rinitis alergi didiagnosis dengan uji tusuk kulit. Alergen dijatuhkan di sisi volar lengan bawah lalu ditusuk
dengan lanset. Reaksi positif menunjukkan wheal diameter lebih dari 3 mm setelah 15-20 menit. 7
Gejala hadir adalah hidung tersumbat, hidung gatal, bersin, hidung discharge, postnasal drip, palatum
lunak gatal, tenggorokan gatal, lesu, kantuk pagi atau sore, mulut kering, mata gatal, kebiasaan
menggosok hidung disebut alergi salut, bernafas melalui mulut.3,8,9 Pemeriksaan dengan rinoskopi
anterior bisa menunjukkan peradangan atau rawa mukosa dan produksi berlebih dari hidung non-
purulen keluarnya cairan dari hidung. 10

Pasien diberi informasi untuk disetujui, beberapa di antaranya mereka yang setuju untuk mengikuti
studi ini sebagai mata pelajaran yang ditandatangani surat persetujuan terinformasi. Data dari
wawancara dan fisik pemeriksaan dicatat. Semua analisis data dilakukan dengan menggunakan IBM SPSS
23.0 (New York, USA). Itu Data dianalisis menggunakan uji chi square dengan signifikan nilai p <0,05.

Hasil

Data diperoleh dari 98 pasien. Ada 65 pasien (66,33%) dengan rinosinusitis dan 17 di antaranya pasien
(17,35%) dengan rinitis alergi. 33 lainnya pasien (33,67%) tidak mengalami rinosinusitis dan 13 dari
pasien tersebut (13,27%) mengalami rinitis alergi. Wanita ditemukan lebih dominan di keduanya
rinosinusitis dan rinitis alergi dengan proporsi 58,46% dan 63,33% berturut-turut. Pasien termuda dari
baik rinosinusitis dan rinitis alergi adalah 20 tahun tua. Pasien tertua rinosinusitis dan rinitis alergi
berusia 74 tahun dan 73 tahun berturut-turut. Berarti usia pasien rinosinusitis dan rinitis alergi Berusia
42,66 tahun dan berturut-turut 40,1 tahun. Jarak usia dengan rinosinusitis terbanyak dan paling sedikit
pasien berusia 50-59 tahun dengan proporsi 27,69% dan 60-69 tahun dengan proporsi 4,62% secara
berurutan. Rentang usia dengan paling banyak dan paling sedikit pasien rinitis alergi berusia 20-29 tahun
dengan proporsi 33,33% dan berusia lebih dari 69 tahun dengan proporsi 3,33% secara berturut-turut.
Ibu rumah tangga dulu ditemukan menjadi yang paling dominan pada kedua rinosinusitis dengan
proporsi 24,62% dan rinitis alergi dengan proporsi 23,33%.
Diskusi

Korelasi antara rinitis alergi dan rinosinusitis tidak signifikan. Studi yang dilakukan di Eropa menunjukkan
hasil serupa.11 Namun penelitian di Amerika menunjukkan di sana ada korelasi yang signifikan antara
rinitis alergi dan rinosinusitis kronis. 12 Perbedaan ini mungkin terjadi perbedaan desain penelitian,
kriteria inklusi, dan karakteristik populasi 13

Edema mukosa hidung pada pasien rinitis alergi menghalangi ostium sinus paranasal dan menyebabkan
lender penyimpanan. Apalagi ada produksi yang berlebihan dari sekresi dan gangguan silia. Retensi
lender dan gangguan silia dapat mengganggu mukosiliar izin. 1,2

Izin mukosiliar adalah mekanisme untuk menyingkirkan patogen dan benda asing keluar dari tubuh.
Pernapasan traktus memiliki 2 lapisan cairan permukaan jalan nafas. Lapisan atas adalah lapisan lendir
kental yang terdiri dari musin yang disekresikan oleh sel piala dan kelenjar sub mukosa. Patogen, asing
benda, dan puing-puing terperangkap di lapisan ini. Lapisan bawah merupakan lapisan periciliary yang
terdiri dari cairan tipis yang mengelilingi bulu mata. Cairan ini membantu silia bergerak lebih cepat dan
terkoordinasi untuk memasukkan lendir ke dalam orofaring untuk dibatukkan keluar atau tertelan. 14
Gangguan mekanisme ini menyebabkan dengan ketidakmampuan membersihkan patogen, asing tubuh,
atau kotoran yang terperangkap di lendir. Keadaan ini memfasilitasi infeksi bakteri sekunder. Apalagi
berubah flora normal di sinus paranasal ditemukan alergi pasien rinitis. 1,2,15

Di sisi lain, Desrosiers et al. (2012) menyatakan bahwa peran edema mukosa hidung, obstruksi sinus
paranasal ostium, retensi lendir, dan infeksi pada rinosinusitis tidak jelas. Infiltrasi eosinofil tinggi
ditemukan pada keduanya pasien atopik dan pasien non-atopik. Imunoglobulin E produksi ditemukan
pada pasien dengan rinosinusitis kronis atau tanpa riwayat alergi bersamaan dengan reaksi negative
terhadap alergen pada uji tusuk kulit.6 Baroody et al dalam Feng et Al. (2012) mengklaim bahwa alergen
hidung menantang dalam alergi pasien rinitis diinduksi peradangan eosinofilik dari sinus paranasal. 2

Data dari studi yang dilakukan di AS menunjukkan hal itu prevalensi rinitis alergi adalah 20% sedangkan
50% populasi USA memiliki sensitisasi imunoglobulin E. Ini menunjukkan bahwa alergen bereaksi positif
pada tusukan kulit tes berarti sensitisasi dan tidak bisa membuktikan korelasi antara rinitis alergi dan
rinosinusitis. 13

Korelasi antara rinitis alergi dan rinosinusitis mungkin multifaktorial. Ada banyak faktor predisposisi
selain rinitis alergi seperti pencemaran udara, anatomis kelainan, genetik, merokok, virus atau bakteri
infeksi, imunodefisiensi, biofilm, dan gastro esophagus penyakit refluks.2 Polusi udara, primary ciliary
dyskinesia, merokok tembakau, dan infeksi virus atau bakteri mengganggu pembersihan mukosiliar.
Defisiensi imun dan biofilm masuk polip memfasilitasi kolonisasi bakteri dan infeksi.1,16 Pekerjaan
dengan proporsi terbesar pada rinosinusitis adalah ibu rumah tangga. Paparan debu merupakan faktor
risikonya rinosinusitis kronis oleh karena itu pekerjaan rumah tangga yang membutuhkan
membersihkan debu berhubungan dengan rinosinusitis.17

Jumlah subjek dalam penelitian ini relatif sedikit karena keterbatasan waktu pengumpulan data. Studi
masa depan dapat diperbaiki dengan membedakan rinosinusitis akut dari rinosinusitis kronis,
membedakan alergi intermiten rinitis dari rinitis alergi persisten, dan menggunakan sampel perhitungan
ukuran.
Kesimpulan

Tidak ada korelasi yang signifikan antara alergi rinitis dan rinosinusitis. Rinosinusitis adalah multifactorial
penyakit.

Konflik kepentingan

Penulis menyatakan tidak ada benturan kepentingan.

Anda mungkin juga menyukai