Jumlah Pohon
Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)
Menghasilkan
1995 284.805 25.585.890 298.661
1996 286.976 25.922.270 305.695
1997 289.976 26.035.130 307.000
1998 295.976 26.202.220 294.686
1999 301.120 27.001.810 305.043
2000 262.870 27.431.461 267.014
2001 262.930 26.046.020 268.128
2002 263.930 23.262.300 271.385
2003 265.634 23.517.794 276.680
2004 258.293 20.935.840 246.304
2005 187.719 *
Sumber : Dinas Perkebunan Sulut, 2006
* Data Produksi dari BPS, 2006
IV. Pertumbuhan Nilai Ekspor Produk Kelapa dan Ikutannya di Sulut, 2005
Tahun 2004 Tahun 2005 Pertumbuhan
Komoditi
Ekspor Nilai Nilai
Vol. (kg) Vol. (kg) Nilai (US$) Vol. (%)
(US$) (%)
Minyak Kelapa 122.012.67 77.471.081 223.081.80 128.974.945 83 67
Kasar 9 7
Minyak Goreng 36.430.372 27.989.984 45.942.241 30.642.645 26 10
Kelapa
Kopra 25.385.580 9.975.000 38.738.547 11.671.142 53 17
Bungkil Kopra 49.333.595 9.795.600 63.789.337 10.027.685 29 2
Tepung kelapa 8.812.022 8.632.497 12.476.290 15.316.856 83 77
Karbon Aktif 120.000 61.038 3.139.257 1.117.760 2.518 1.731
Sumber : Disperindag Sulut, diolah.
1. Jenis Industri
Jenis industri pengolah dan pemanfaatan limbah kelapa di Sulut adalah sebagai
berikut :
a. Industri minyak kelapa.
b. Industri minyak goreng.
c. Industri tepung kelapa.
d. Industri karbon aktif.
e. Industri arang tempurung.
f. Industri serat sabut kelapa.
g. Industri kecil nata de coco.
h. Industri tepung batok kelapa.
i. Industri meubel kelapa.
j. Aneka kerajinan dari kelapa.
Dari jenis industri yang ada tersebut di atas, relatif masih jauh ketinggalan apabila
dibandingkan dengan negara lain seperti Filipina.
3
2. Perusahaan Industri
Perusahaan industri yang banyak menyerap bahan baku kelapa adalah perusahaan
industri minyak kelapa/minyak goreng. Perusahaan industri lainnya yang
menggunakan bahan baku kelapa segar baru industri tepung kelapa. Industri
pengolah limbah kelapa seperti industri karbon aktif, serat sabut kelapa, arang
tempurung, tepung batok kelapa, industri kecil nata de coco, meubel batang kelapa
dan aneka kerajinan dari kelapa tingkat pertumbuhannya lambat perkembangannya.
Petani :
a. Panen maksimum
b. Muda/tua sama
c. Jual di pohon
d. Cara pemetikan
Pakopraan :
a. Tunai
b. Berat
c. Kebutuhan mendesak proses sesingkat mungkin.
Pedagang Perantara :
a. Volume
b. Kadar air
c. Minimum stok
d. Spekulasi
Pabrik CCO :
a. Volume
b. Kadar air
c. Menimbun stok (forward market)
4
b. Jangka Panjang :
1) Menghadirkan investasi industri Coco Chemicals yang memanfaatkan bahan
baku (volume dan kualitas) yang berskala ekonomi (sabun, herbal, shampo,
kosmetik, gliserin, dan lain-lain).
2) Membangun global supply chain specialties product antara lain : makanan bayi
dan makanan khusus lainnya.
pajow.henry@juni2007
KONDISI PERKELAPAAN DAN PERDAGANGAN KOMODITI KELAPA
DI INDONESIA
Dari tabel terlihat bahwa jenis produk kelapa yang banyak diekspor di tingkat
dunia adalah minyak kelapa, bungkil, dan desicated coconut serta sabut. Untuk
Indonesia posisi ekspor produk kelapa yang besar dibandingkan ekspor dunia
adalah bungkil (31,26%), kopra (20,03%), minyak kelapa (18,28%) dan desicated
coconut (13,66%).
Ekspor berbagai produk kelapa tersebut umumnya mengalami peningkatan,
kecuali serat sabut. Secara keseluruhan pada tahun 2003 hasil ekspor produk-
produk kelapa tersebut mencapai US $ 221,6 juta terutama berasal dari CCO
sebesar US $ 153,6 juta dan DC sebesar US $ 23,7 juta.
2
Kondisi yang kurang menguntungkan dalam industri ada beberapa handicap yang
mempersulit perdagangan antara negara penghasil dan pemakai kopra dan minyak
kelapa :
Pasar yang baru berkembang ini telah menciptakan peluang ekspor bagi negara-negara
penghasil kelapa. Dan juga karena VCO lebih baik di produksi dalam skala produksi kecil
untuk menjaga kualitas, maka produksi VCO membuka peluang bagi petani kelapa untuk
berpartisipasi dan mendapatkan keuntungan dan peningkatan pendapatan besar dari
hasil kelapanya.
Dampak dari publikasi diberbagai media dan promosi dari banyak pihak di Indonesia
tentang VCO, telah menciptakan suatu semangat kewirausahaan yang besar, sehingga
usaha membuat VCO bermunculan dimana-mana di seluruh Indonesia. Dan karena teknik
pembuatan VCO dapat dibuat dari beberapa proses, maka muncul berbagai teknologi
proses. Masing-masing teknologi proses ini mengklaim bahwa prosesnya yang terbaik.
Keadaan ini tentu perlu perhatian pihak-pihak yang berkepentingan karena dalam
keadaan seperti ini kualitas dan standardisasi mutu menjadi hal yang menentukan
sustainability usaha-usaha tersebut.
Pembeli dan pemakai VCO datang dari beragam industri. Dan dapat dibagi dalam 2
kategori :
Sebagai produk dalam kategori 1, potensi VCO sangat besar, tetapi masih diperlukan
usaha yang serius dari semua stakeholder untuk membuktikan bahwa manfaat VCO
tersebut mempunyai kekuatan hukum untuk dikomersialkan. Dan tentu apa yang semua
kita harapkan adalah percepatan dalam inisiatif pembuktian baik secara ilmiah dan klinis
maupun komesial, manfaat dan khasiat VCO.
Pasar untuk kategori 2 (sebagai bahan baku) sangat besar juga. Karena pasar dunia
cenderung menginginkan bahan baku yang bebas kimia. Dengan melambungnya harga
minyak bumi sebagai sumber bahan baku petrokimia, maka daya saing VCO makin kuat
dan favorable untuk digunakan. Permasalahan yang dihadapi adalah, bagaimana
menawarkan Product Offerings yang membuat VCO menjadi bahan baku pilihan
(prefered). Dalam hal ini masalahnya terletak lebih banyak pada sisi suplai daripada sisi
deman, karena pemasaran VCO untuk kebutuhan bahan baku industri lebih banyak
permintaannya di negara industri. Ini berarti bahwa perdagangan VCO harus
menyesuaikan kepada Rule of Game perdagangan internasional dengan segala
hambatannya. Dan tentunya harus memperhitungkan variabel dan imponderables akses
pasar internasional. Sudah ada beberapa success stories mengenai VCOdalam hal
peningkatan pendapatan petani kelapa, seperti di Southtern Luzon Filipina dan Fiji di
Pasific Selatan.
VOLUME DAN NILAI EKSPOR PRODUK KELAPA INDONESIA
TAHUN 2005 (APCC 2005)
Dari tabel terlihat bahwa hanya karbon aktif produk yang menghasilkan nilai tambah yang
cukup besar, yaitu dari harga US $ 138/ton dalam bentuk arang tempurung menjadi US $
635/ton dalam bentuk arang aktif. Indonesia belum tercatat sebagai eksportir produk-
produk oleokimia, VCO, dan produk jadi dari serat sabut dan arang aktif. Meskipun harga
kelapa parut kering cukup tinggi, sebenarnya nilai tambahnya sangat kecil karena relatif
sama dengan minyak kelapa kasar. Untuk menghasilkan 1 ton minyak kelapa kasar (US $
550) diperlukan 1,8 ton kopra (US $ 455,4), atau memberi nilai tambah US $ 94,6 dan
untuk menghasilkan 1 ton kelapa parut kering (US $ 698) diperlukan kelapa segar setara
dengan 2,4 ton kopra (US $ 607,2) atau nilai tambah sebesar US $ 90,8. Oleh karena itu,
maka harga pembelian kelapa segar oleh industri kelapa parut kering biasanya mengikuti
harga kopra.
Dengan produktivitas tanaman produktif rata-rata 1,0 ton kopra/ha/tahun atau rata-rata
4.500 butir/ha/tahun, berarti potensi produksi kelapa dari 3,8 juta ha adalah 17,19 milyar
butir/tahun. Sebagian dari kelapa tersebut dikonsumsi masyarakat sebagai kelapa segar
dan sisanya diolah sebagai bahan baku industri berupa kopra atau kelapa butiran.
Konsumsi kelapa segar diperkirakan rata-rata 30 butir/kapita/tahun, berarti konsumsi
kelapa segar dari sekitar 220 juta penduduk Indonesia akan mencapai 7,7 milyar butir
atau 45% dari total produksi. Dengan demikian, maka buah kelapa yang dapat diolah di
sektor industri tinggal 9,4 milyar butir/tahun. Sekitar 80% diantaranya diolah menjadi
kopra yang selanjutnya diproses menjadi CNO dan sisanya diolah dalam industri CNO
berbahan baku kelapa segar serta industri DC, santan/krim, dan akhir-akhir ini VCO.
Dengan demikian masih terbuka peluang sangat besar untuk mengembangkan produk-
produk yang memiliki nilai tambah lebih tinggi dengan secara bertahap mengalihkan
industri CCO ke industri sekunder dan tertier, termasuk biodisel di kawasan terpencil.
pajow.henry@juni2007
ENERGI ALTERNATIF DARI KELAPA
Jika produksi biodisel dalam skala relatif kecil dibutuhkan untuk menggantikan (atau
menambal kekurangan) pasokan solar di daerah-daerah penghasil kelapa, minyak kelapa
tentu saja dapat dimanfaatkan seutuhnya sebagai bahan mentah. Akan tetapi, jika
produksi biodisel berbasis minyak kelapa akan dilakukan dalam skala industri besar,
maka perlu diingat bahwa minyak kelapa merupakan komoditas dunia yang berharga
cukup mahal di pasar internasional, karena minyak ini sangat dibutuhkan oleh industri
oleokimia dan industri pangan. Agar mampu bersaing dalam penyediaan minyak kelapa
bahan mentah, maka produsen besar cocodiesel sebaiknya melakukan ko-produksi
komoditas lain yang juga berbasis minyak kelapa tetapi berharga relatif sangat mahal.
Apabila liberalisasi bisnis BBM dalam negeri disertai dengan pencabutan subsidi
angkutan BBM, maka dapat dipastikan harga minyak diesel di daerah dengan
aksesibilitas terbatas seperti kepulauan akan menjadi lebih tinggi. Sebagai ilustrasi,
daerah Kabupaten Sangihe dan Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara, harga BBM eceran di
luar SPBU milik Pertamina sering berada disekitar Rp. 15.000/liter sebagai akibat
tambahan biaya angkut dari kabupaten ke pulau-pulau. Disisi lain, karena faktor biaya
angkut, kemungkinan harga kopra ditingkat desa atu kecamatan hanya setengah dari
harga kopra di pabrik CCO di Bitung. Dengan demikian akan lebih menguntungkan
mengolah kopra menjadi biodisel. Jika harga minyak diesel fosil Rp. 8.000/liter atau harga
ekspor biodisel kelapa Rp.10.000/liter, maka kopra petani dapat dibeli dengan harga Rp.
2.000 – Rp. 3.000 per kg. Jika harga kopra Rp. 2.000/kg dapat dihasilkan biodisel dengan
harga jual Rp. 6.000. Dengan mengolah kopra setempat menjadi biodisel dapat
mengatasi banyak persoalan sekaligus yaitu harga bahan bakar diesel dan harga kopra
lebih stabil pada tingkat yang menguntungkan konsumen biodisel dan petani kelapa serta
membantu kesulitan pemerintah daerah dalam menjamin penyediaan energi di lokasi
terisolir tersebut serta membuka lapangan kerja off farm di daerah. Kegiatan ini juga
memiliki efek ganda berupa peningkatan produktivitas nelayan, meningkatkan ekonomi
masyarakat melalui penyediaan energi listrik pedesaan, dan meningkatnya transaksi
perdagangan lokal.
pajow.henry@juni2007