Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA TN. A DI RUANG DAHLIA PADA KASUS HEMIPARESE CVA

DISUSUN OLEH :

FIQKY HUSNI RAMADHAN


(181090)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN RS. Dr. SOEPRAOEN
MALANG 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN


KEPERAWATAN PADA TN. A DI RUANG DAHLIA PADA
KASUS HEMIPARESE CVA

NAMA : Fiqky Husni Ramadhan

NIM : 181090

PRODI : D3 Keperawatan

Mahasiswa

(……………………….)

Mengetahui

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

(…………………...) (……………..………)
A.  Definisi
CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah
otak yang dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabakan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat dan
bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan kematian (Muttaqin,
2008:234).   
CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak,
progresif cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24
jam terjadi karena trombositosis dan emboli yang
menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh
darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis
interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari
lengkung aorta jantung (arcus aorta) (Suzanne, 2002: 2131).

C.  Etiologi
Ada beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008: 235)
1. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya.
Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah.
Trombosis serebri ini disebabkan karena adanya:
a) Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas
dinding pembuluh darah
b) Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan
viskositas/ hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran darah
cerebral
c) Arteritis: radang pada arteri.
2. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak
oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan
yang dapat menimbulkan emboli:
a) Penyakit jantung reumatik
b) Infark miokardium
c) Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil
yang dapat menyebabkan emboli cerebri
d) Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium

D. Faktor Resiko Terjadinya CVA (Brunner & Suddarth, 2000: 94-95)  :


1) Hypertensi, faktor resiko utama
2) Penyakit kardiovaskuler
3) Kadar hematokrit tinggi
4) DM (peningkatan anterogenesis)
5) Pemakaian kontrasepsi oral
6) Penurunan tekanan darah berlebihan dalam jangka panjang
7) Obesitas, perokok, alkoholisme
8) Kadar esterogen yang tinggi
9) Usia > 35 tahun
10) Penyalahgunaan obat
11) Gangguan aliran darah otak sepintas
12) Hyperkolesterolemia
13) Infeksi
14) Kelainan pembuluh darahh otak (karena genetik, infeksi dan ruda paksa)
15) Lansia
16) Penyakit paru menahun (asma bronkhial)
17) Asam urat

Faktor resiko CVA infark (Muttaqin, 2008: 236) :


1) Hipertensi.
2) Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung: Penyakit
arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri,
abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung kongestif.
3) Kolesterol tinggi
4) Obesitas
5) Peningkatan hematokrit
6) Diabetes Melitus
7) Merokok

E. Klasifikasi CVA
Berdasarkan patologi dan manifestasi klinis :
1. Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena
trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan
kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994).
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a)    Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang
terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di
daerah putamen, talamus, pons dan serebelum. (Simposium Nasional
Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000,
Juwono, 1993: 19).
b)   Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan
cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19).
Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK
meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme
pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia,
dll). (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf
Indonesia, Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan
tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri,
sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-
tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah
serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan,
mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5.
Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal
dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri
di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah
otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari
20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh
berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.

Tabel 1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub


Arachnoid (PSA)
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan +/- +++
Meningeal.
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++
Disadur dari Laporan Praktik Klinik KMB di Ruang Syaraf RSUD Dr. Soetomo
Surabaya

2. Stroke Non Haemorhagic (CVA Infark)


Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak
terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umummnya baik.

Perbedaan CVA infark dan haemoragie :


Gejala (anamnesa) Infark Perdarahan
Permulaan (awitan) Sub akut/kurang Sangat akut/mendadak
Waktu (saat “serangan”) mendadak Sedang aktifitas
Peringatan Bangun pagi/istirahat -
Nyeri Kepala + 50% TIA +++
Kejang +/- +
Muntah - +
Kesadaran menurun - +++
Kadang sedikit

Koma/kesadaran +/- +++


menurun - ++
Kaku kuduk - +
Kernig - +
pupil edema - +
Perdarahan Retina hari ke-4 sejak awal
Bradikardia Tanda adanya Hampir selalu
Penyakit lain aterosklerosis di retina, hypertensi,
koroner, perifer. aterosklerosis, HHD
Emboli pada ke-lainan
katub, fibrilasi, bising
karotis
Pemeriksaan:
Darah pada LP - +
X foto Skedel + Kemungkinan
pergeseran glandula
Angiografi Oklusi, stenosis pineal
Aneurisma. AVM.
massa intra hemisfer/
CT Scan Densitas berkurang vaso-spasme.
(lesi hypodensi) Massa intrakranial
densitas bertambah.
Opthalmoscope Crossing phenomena (lesi hyperdensi)
Silver wire art Perdarahan retina atau
Lumbal pungsi : corpus vitreum
      Tekanan Normal
      Warna Jernih Meningkat
      Eritrosit < 250/mm3 Merah
Arteriografi oklusi >1000/mm3
EEG di tengah ada shift
shift midline echo
Disadur dari Makalah Simposium Sehari “Peran Perawat dalam Kegawat
Daruratan” dalam Rangka Dirgahayu PPNI XIX di Tirta Graha Lantai V Jl.
Myjen Prof. Dr. Moestopo No. 2 Surabaya (Gedung PDAM Kotamadya Surabaya
yang diselenggarakan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia Dewan
Pimpinan Daerah Tingkat II Kotamadya Suarabaya
Berdasarkan perjalanan penyakit atau stadiumnya:
1. TIA (Trans Iskemik Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai
beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna
dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. Stroke involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat
semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa
hari.
3. Stroke komplit
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan
istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

F. Tanda Dan Gejala


Menurut Hudak dan Gallo dalam buku keperawatn Kritis (2000: 258-260), yaitu:
1. Lobus Frontal
a) Defisit Kognitif : kehilangan memori, rentang perhatian singkat,
peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu
menghitung, memberi alasan atau berpikir abstrak.
b) Defisit Motorik : hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot
bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
c) Defisit aktivitas mental dan psikologi antara lain : labilitas emosional,
kehilangan kontrol diri dan hambatan soaial, penurunan toleransi terhadap
stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental dan
keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi.

2.  Lobus Parietal
A) Dominan :
1. Defisit sensori antara lain defisit visual (jaras visual terpotong sebagian besar
pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan,
nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya respon terhadap proprioresepsi
(pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).
2. Defisit bahasa/komunikasi
a) Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola
bicara yang dapat dipahami)
b) Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
c) Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
d) Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)\
e) Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam
tulisan).
B) Non Dominan
       Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi  diri/lingkungan) antara lain:
a) Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap
ekstremitas yang mengalami paralise)
b) Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
c) Apraksia (kehilangan kemampuan untuk mengguanakan obyak-obyak
dengan tepat)
d) Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui
indra)
e) Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
f) Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
g) Disorientasi kanan kiri

3.  Lobus Occipital
Deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan,
diplobia(penglihatan ganda), buta.

4. Lobus Temporal
Defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh

G.    Pemeriksaan Penunjang
Periksaan penunjang pada pasien CVA infark:
1. Laboratorium :
a) Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA ada
peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam
Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen (Muttaqin,
2008: 249-252)
b) Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA
infark mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju
endap darah (LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan sel
darah merah mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi
menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu
radang jangka lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium (135-
145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,) (Prince, dkk ,2005:1122)

2. CT scan
`Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara
pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan
terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak (Muttaqin, 2008:140).
3. Pemeriksaan sinar X toraks
Dapat mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali)    dan infiltrate paru
yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif (Prince,dkk,2005:1122)
4. Ultrasonografi (USG) karaois
Evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan aliran  darah karotis dan
kemungkinan memmperbaiki kausa  stroke (Prince,dkk ,2005:1122).
5. Angiografi serebrum
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara  Spesifik seperti lesi
ulseratrif, stenosis, displosia  fibraomuskular, fistula arteriovena, vaskulitis
dan   pembentukan thrombus di pembuluh besar (Prince, dkk ,2005:1122).
6.    Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET)
Mengidentifikasi  seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan
memetabolisme glukosa serta luas cedera  (Prince, dkk ,2005:1122)
7.     Ekokardiogram transesofagus (TEE)
Mendeteksi sumber kardioembolus  potensial (Prince, dkk ,2005:1123).
8. MRI
Menggunakan gelombang magnetik  untuk memeriksa posisi dan besar /
luasnya daerah infark (Muttaqin, 2008:140).

H.   Penatalaksanaan
Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark (Muttaqin,
2008:14):
1.   Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :
a) Mempertahankan saluran nafas yang paten
b) Kontrol tekanan darah
c) Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
d) Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
2.  Terapi Konservatif
a) Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
b) Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
c) Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
trombosisiatau embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler.
d) Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
 Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
 Osmoterapi antara lain :
 Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu
15-30 menit, 4-6 kali/hari.
 Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
 Posisi kepala head up (15-30⁰)
 Menghindari mengejan pada BAB
 Hindari batuk
 Meminimalkan lingkungan yang panas
 

II.       KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas
Biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup kemungkinan juga
dapat dia alami oleh usia muda, jenis kelamin, dan juga ras juga dapat
mempengaruhi.
b. Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan kesadaran pasien.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi,
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus,
penyakit jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-obatan anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obesitas. Adanya riwayat merokok,
penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat (kokain).
e. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus,
atau adanya riwayat stroke pada generasi terdahulu.
f. Riwayat psikososial-spiritual
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga. Perubahan hubungan dan
peran terjadi karena pasien kesulitan untuk berkomunikasi akibat sulit
berbicara. Rasa cemas dan takut akan terjadinya kecacatan serta gangguan
citra diri.
g. Kebutuhan
1) Nutrisi : adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase
akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan,
disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas
2) Eliminasi : menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder
berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
3) Aktivitas : menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah,
gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia)
4) Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot

h.    Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
nafas, penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan
kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat peningkatan produksi sekret
dan penurunan kemampuan untuk batuk akibat penurunan kesadaran
klien. Pada klien yang sadar baik sering kali tidak didapati kelainan pada
pemeriksaan sistem respirasi.
2) Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau hipertensi,
denyut jantung irreguler, adanya murmur
3) Sistem neurologi
 Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian
GCS untuk menilai tingkat kesadaran klien
 Refleks Patologis
 Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/
perdarahan intraserebri  dan untuk membedakan jenis stroke yang ada
apakah bleeding atau infark
 Pemeriksaan saraf kranial
- Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman
- Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik
primer diantara sudut mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visula-spasial sering terlihat pada klien dengan
hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian
tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan
pakaian ke bagian tubuh.
- Saraf III, IV dan VI apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis
seisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan
konjugat unilateral disisi yang sakit
- Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
- Saraf XII lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi. Indera pengecapan normal.
4)  Sistem perkemihan (Bladder) : terjadi inkontinensia urine.
5)   Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan pemenuhan
kebutuhan  seksual.
6)   Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
7)   Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan, nafsu
makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami
inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik
usus. Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan stroke
menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah pada sisi ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus
dan pada saraf IX dan X yaitu kemampuan menelan kurang baik,
kesukaran membuka mulut.
8)   Sistem muskuloskeletal dan integument : kehilangan kontrol volenter
gerakan motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese
ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat immobilisasi fisik.
Skala ukuran kekuatan otot
Kekuatan Ciri-ciri
otot
0 Tak bergerak, tak berkontraksi, 100% pasif, apabila lengan dan
kaki diangkat dan dilepaskan akan jatuh
1 Ada kontraksi, sedikit bergerak, ada tahanan sedikit saat
ekstremitas dijatuhkan
2 Sedikit dapat menahan daya gravitasi, tetapi tak mampu
menahan dorongan yang ringan dari pemeriksa
3 Mampu menahan gravitasi tetapi tak mampu menahan
dorongan yang ringan dari pemeriksa
4 Mempunyai kekuatan otot yang kurang dibanding sisi yang
lain. Dapat menahan gravitasi dan tekanan sedang
5 Kekuatan utuh (normal) dapat menahan gravitasi, bergerak
dengan kekuatan penuh
           

2.      Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Intervensi
Hasil
1 Risiko NOC : NIC :
ketidakefektifan Perfusi Setelah dilakukan Intrakranial Pressure
jaringan serebral tindakan (ICP) Monitoring
Berhubungan dengan : keperawatan perfusi (Monitor tekanan
    edema serebral jaringan serebral intrakranial)
    embolisme adekuat dengan 1.      Berikan
    aterosklerosis kriteria hasil : informasi kepada
    koagulasi 1. Fungsi neurologis keluarga
intravaskuler normal (5) 2.      Monitor tekanan
2. Tekanan intra perfusi serebral
kranial dalam batas 3.      Catat respon
normal(5) pasien terhadap
3. Tidak terdapat stimuli
nyeri kepala(5) 4.      Monitor tekanan
4.  Tidak terdapat intrakranial pasien
cartid bruit(5) dan respon neurology
5.  Tidak terdapat terhadap aktivitas
kegelisahan(5) 5.      Monitor jumlah
6.  Tidak terdapat drainage cairan
lesu(5) serebrospinal
7.  Tidak terdapat 6.      Monitor intake
kecemasan(5) dan output cairan
8. Tidak ada 7.      Restrain pasien
agitasi(5) jika perlu
9. Tidak terdapat 8.      Monitor suhu
muntah(5) dan angka WBC
10. Tidak pingsan(5) 9.      Kolaborasi
pemberian antibiotik
10.  Posisikan pasien
pada posisi
semifowler
11.  Minimalkan
stimuli dari
lingkungan

Cerebral Perfussion
Promotion
1.      Kolaborasi
dengan dokter untuk
menentukan
parameter
hemodinamik yang
diperlukan,
2.      pertahankan
posisi kepala pasien
lebih tinggi 15 derajat
3.      hindari aktivitas
secara tiba-tiba
4.      pertahankan
serum glukosa pada
rentang normal
5.      monitor tanda-
tanda perdarahan
6.      monitor status
neurologi

2 Nyeri akut NOC : Manajemen nyeri


Berhubungan dengan: Setelah dilakukan (Pain Management) :
         agen cedera tindakan  keperawata 1.         Observasi
biologis n Pain reaksi nonverbal dari
Control dengan ketidaknyamanan
kriteria hasil : 2.         Kaji nyeri
1.   Mengenali faktor secara komprehensif
penyebab (5) meliputi (lokasi,
2.   Mengenali onset karakteristik, dan
(lamanya sakit) (5) onset, durasi,
3.   Menggunakan frekuensi, kualitas,
metode pencegahan intensitas nyeri)
untuk mengurangi 3.         Kaji skala
nyeri(5) nyeri
4.   Menggunakan 4.         Gunakan
metode nonanalgetik komunikasi terapeutik
untuk mengurangi agar klien dapat
nyeri (5) mengekspresikan
5.   Mengunakan nyeri
analgesik sesuai 5.         Kaji factor
dengan kebutuhan (5) yang dapat
6.   Mencari bantuan menyebabkan nyeri
tenaga kesehatan(5) timbul
7.   Melaporkan 6.         Anjurkan pada
gejala pada petugas pasien untuk cukup
kesehatan (5) istirahat
8.   Mengenali gejala 7.         Control 
gejala nyeri(5) lingkungan yang
9.   Melaporkan dapat mempengaruhi
nyeri  yang sudah nyeri
terkontrol(5) 8.         Monitor tanda
tanda vital
9.         Ajarkan
tentang teknik
nonfarmakologi
(relaksasi) untuk
mengurangi nyeri
10.     Jelaskan factor
factor yang dapat
mempengaruhi nyeri
11.     Kolaborasi
dengan dokter dalam
pemberian obat
Analgesic
Administration
1.      Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
2.      Cek instruksi
dokter tentang jenis
obat, dosis, dan
frekuensi
3.      Cek riwayat
alergi
4.      Pilih analgesik
yang diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
5.      Tentukan
pilihan analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
6.      Tentukan
analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis
optimal
7.      Pilih rute
pemberian secara IV,
IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
8.      Monitor vital
sign sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik pertama
kali
9.      Berikan
analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri
hebat
10.  Evaluasi
efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek
samping)

3. Resiko Aspirasi NOC : NIC:


Faktor  resiko : Setelah dilakukan Aspiration precaution
Penurunan tingkat tindakan 1.      Monitor tingkat
kesadaran keperawatn aspirasi kesadaran, reflek
Gangguan menelan terkontrol dengan batuk dan
 Gangguan reflek kriteria : kemampuan menelan
Penurunan motilitas 1.      Identifikasi 2.      Monitor status
gastrointestinal faktor risiko(5) paru
2.      Terhindar 3.      Pelihara jalan
dari  faktor risiko(5) nafas
3.      Posisikan 4.      Lakukan suction
dengan meninggikan jika diperlukan
kepala ada saat 5.      Cek nasogastrik
makan dan minum(5) sebelum makan
4.      Pilih makanan 6.      Hindari makan
sesuai dengan kalau residu masih
kemampuannya(5) banyak
5.      Posisikan 7.      Potong
senyaman mungkin makanan kecil kecil
pada saat makan dan 8.      Haluskan obat
minum(5) sebelumpemberian
6.      Jaga keamanan 9.      Naikkan kepala
pada saat makan dan 30-45 derajat setelah
minum(5) makan

4. Resiko Injury/ cedera NOC : NIC : Environment


Faktor resiko : Setelah dilakukan Management
-          Disfungsi sensorik tindakan keperawatan (Manajemen
(penekanan sensorik risiko cedera lingkungan)
patologi intrakranial ) terkontrol dengan 1.      Sediakan
-          Penurunan  ketida kriteria sebagai lingkungan yang
ksadaran berikut : aman untuk pasien
1.  Klien terbebas dari 2.      Identifikasi
cedera(5) kebutuhan keamanan
2.  Klien mampu pasien, sesuai dengan
menjelaskan kondisi fisik dan
cara/metode fungsi
untukmencegah kognitif  pasien dan
injury/cedera(5) riwayat penyakit
3.  Klien mampu terdahulu pasien
menjelaskan factor 3.      Menghindarkan
resiko dari lingkungan yang
lingkungan/perilaku berbahaya (misalnya
personal(5) memindahkan
4.  Mampumemodifik perabotan)
asi gaya hidup 4.      Memasang side
untukmencegah rail tempat tidur
injury(5) 5.      Menyediakan
5.  Menggunakan tempat tidur yang
fasilitas kesehatan nyaman dan bersih
yang ada(5) 6.      Menempatkan
6.  Mampu mengenali saklar lampu ditempat
perubahan status yang mudah
kesehatan(5) dijangkau pasien.
7.      Membatasi
pengunjung
8.      Memberikan
penerangan yang
cukup
9.      Menganjurkan
keluarga untuk
menemani pasien.
10.  Mengontrol
lingkungan dari
kebisingan
11.  Memindahkan
barang-barang yang
dapat membahayakan
12.  Berikan
penjelasan pada
pasien dan keluarga
atau pengunjung
adanya perubahan
status kesehatan dan
penyebab penyakit.

5. Defisit perawatan diri NOC : NIC :


Faktor yang Setelah dilakukan Self Care assistance :
berhubungan : tindakan Self care : ADLs
         kelemahan Activity of Daily 1.      Monitor
         kerusakan Living (ADLs) kemempuan klien
kognitif atau perceptual terpenuhi dengan untuk perawatan diri
         kerusakan kriteria sebagai yang mandiri.
neuromuskular/ otot-otot berikut: 2.      Monitor
saraf 1.      Klien terbebas kebutuhan klien
dari bau badan(5) untuk alat-alat bantu
2.      Menyatakan untuk kebersihan diri,
kenyamanan terhadap berpakaian, berhias,
kemampuan untuk toileting dan makan.
melakukan ADLs(5) 3.      Sediakan
3.      Dapat bantuan sampai klien
melakukan ADLS mampu secara utuh
dengan bantuan(5) untuk melakukan
self-care.
4.      Dorong klien
untuk melakukan
aktivitas sehari-hari
yang normal sesuai
kemampuan yang
dimiliki.
5.      Dorong untuk
melakukan secara
mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien
tidak mampu
melakukannya.
6.      Ajarkan klien/
keluarga untuk
mendorong
kemandirian, untuk
memberikan bantuan
hanya jika pasien
tidak mampu untuk
melakukannya.
7.      Berikan
aktivitas rutin sehari-
hari sesuai
kemampuan.
8.      Pertimbangkan
usia klien jika
mendorong
pelaksanaan aktivitas
sehari-hari. 

6. Kerusakan integritas NOC : NIC :


kulit Setelah dilakukan Perawatan luka
Faktor yang berhubungan tindakan (wound care)
: keperawatan Tissue 1.      Ganti balutan
Eksternal : Integrity : Skin and 2.      Bersihkan
-          Immobilitas fisik Mucous Membranes rambut diarea luka
Internal : adekuat dengan 3.      Kaji
-          Perubahan sensasi kriteria hasil : karakteristik luka
1.         Integritas kulit meliputi : cairan,
yang baik bisa warna, ukuran
dipertahankan 4.      Bersihkan
(sensasi, elastisitas, menggunakan NaCl /
temperatur, hidrasi, normal saline /
pigmentasi) (5) pembersih non toksik
2.         Tidak ada 5.      Berikan
luka/lesi pada kulit(5) perawatan diarea
3.         Perfusi insisi
jaringan baik(5) 6.      Berikan
4.         Menunjukkan perawatan pada
pemahaman dalam daerah ulcer
proses perbaikan kulit 7.      Berikan balutan
dan mencegah sesuai dengan tipe
terjadinya sedera luka
berulang(5) 8.      Jaga kesterilan
5.         Mampu dalam melakukan
melindungi kulit dan perawatan luka
mempertahankan 9.      Ganti balutan
kelembaban kulit dan jika terdapat banyak
perawatan alami(5) eksudat
10.  Bandingkan
laporan
perkembangan luka
setiap hari
11.  Ganti posisi
pasien setiap 2 jam
sekali
12.  Anjurkan untuk
mengkonsumsi cairan
yang adekuat
13.  Anjurkanpengatu
ran makanan yang
seimbang
14.  Anjurkan pasien
atau keluarga untuk
melaporkan jika ada
tanda dan gejala
infeksi
15.  Catat kondisi
luka di buku
perkembangan pasien
Pressure Management
1.      Anjurkan pasien
untuk menggunakan
pakaian yang longgar
2.      Hindari kerutan
padaa tempat tidur
3.      Jaga kebersihan
kulit agar tetap bersih
dan kering
4.      Mobilisasi
pasien (ubah posisi
pasien) setiap dua jam
sekali
5.      Monitor kulit
akan adanya
kemerahan
6.      Oleskan lotion
atau minyak/baby oil
pada derah yang
tertekan
7.      Monitor
aktivitas dan
mobilisasi pasien
8.      Monitor status
nutrisi pasien
9.      Memandikan
pasien dengan sabun
dan air hangat
DAFTAR PUSTAKA

Dochterman, Joanne McClaskey. (2004). Nursing Interventions Classification


(NIC). United states of America: Mosby
Hudak, C. M. Gallo, B. M. (1996). Keperawatan
Kritis  Pendekatan Holistic Edisi holistik volume II. Jakarta: EGC.
Johnson, Marion, et.al. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC). United
states of America: Mosby.
Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: salemba medika.
Price, Sylvia A. (2002).Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne. (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai