ISSN: 0852-3581
©Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/
trinil_susilawati@yahoo.com
ABSTRACT: The purpose of this study was to evaluate artificial insemination program
on the reproduction performance of Ongole crossbred and Limousin crossbred cattle.
The materials of the study were Ongole crossbred and Limousin crossbred cattle.
Descriptive analysis was used to determine service per conception (S/C), days open
(DO), calving interval (CI), conception rate (CR) and calving rate (CvR). Meanwhile,
t-test was used to analyse differences among those variables. The study showed that the
value of S/C, DO and CI between Ongole crossbred and Limousin crossbreed cattle
differed significantly (P<0.05). The average S/C, DO, CI of Ongole crossbred cattle
were 1.3±0.32; 156.9±29.33 days; 430±43.72 days respectively. In addition, Ongole
crossbred cattle had calving rate (CvR) as well as conception rate (CR) was 74%.
Meanwhile Limousin crossbed cattle had 1.5±0.39 of S/C; 172.9±19.21 days of DO;
451.3±19.61 days of CI. Moreover, calving rate (CvR) and conception rate (CR) of
Limousin crossbed cattle was 52%. The study concluded that reproduction
performances of Ongole crossbred cattle were better than that of Limousin crossbred
cattle.
49
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (2):49 – 57
dengan kualitas baik dalam jumlah yang inseminator dan dicocokkan dengan kartu
besar dengan memanfaatkan pejantan hasil IB yang dimiliki peternak. Variabel
unggul sebanyak-banyaknya (Susilawati, yang diamati dalam penelitian ini meliputi
2013). Priyanto (2011) menambahkan service per conception (S/C), days open
bahwa untuk mendukung swasembada (DO), calving interval (CI), conception
daging sapi, beberapa kegiatan telah rate dan calving rate (CvR).
direkomendasikan yaitu penyelamatan S/C adalah penilaian atau
sapi betina produktif, tunda potong untuk perhitungan jumlah pelayanan (service) IB
mengoptimalkan bobot potong, yang dibutuhkan oleh seekor betina
memperpendek jarak beranak (calving sampai terjadi kebuntingan. Royal et al
interval), dan menerapkan teknologi IB. (2000) menyatakan bahwa S/C dapat
Parameter yang digunakan untuk dihitung menggunakan rumus :
menilai penampilan reproduksi adalah,
service per conception (S/C), days open S/C=
(DO) dan calving interval (CI) (Atabany,
dkk, 2011). Ihsan dan Wahjuningsih
(2011) menambahkan bahwa penampilan DO merupakan jarak waktu (hari)
reproduksi ternak dapat diukur beranak sampai terjadi kebuntingan atau
berdasarkan indeks fertilitas (IF) yang hari-hari dari setelah beranak sampai
dihitung berdasarkan tiga variabel yaitu bunting (Atabany dkk., 2011). CI
conception rate (CR), service per merupakan selang beranak (hari) sapi
conception (S/C) dan days open (DO). betina antara satu dengan kelahiran
Penelitian ini bertujuan untuk berikutnya (Iskandar dan Faizal, 2011).
mengetahui penampilan reproduksi sapi CR adalah persentase sapi betina yang
pada peternakan rakyat di Kecamatan bunting pada inseminasi pertama yang
Tugu Kabupaten Trenggalek dan disebut juga sebagai angka konsepsi
Kecamatan Sawoo Kabupaten Ponorogo. (Susilawati, 2013). Hastuti (2008)
mengemukakan bahwa rumus untuk
MATERI DAN METODE menghitung conception rate sebagai
Penelitian ini dilaksanakan pada berikut:
tanggal 1 Februari - 25 Maret 2014 di
wilayah unit lokasi inseminasi buatan CR=
(ULIB) 1 yaitu Desa Sukorejo, Tegaren,
Jambu, Winong dan Ngepeh, Kecamatan CvR merupakan persentase jumlah
Tugu Kabupaten Trenggalek dan di Desa anak yang lahir hidup dari hasil IB pada
Tempuran, Kecamatan Sawoo Kabupaten sekelompok induk (Ball and Peters, 2004).
Ponorogo Jawa Timur. Kutsiyah, dkk, (2003) menyampaikan
Materi yang digunakan adalah data bahwa rumus menghitung calving rate
hasil recording 30 ekor sapi PO dan 30 sebagai berikut :
ekor sapi Peranakan Limousin dan telah
partus minimal dua kali. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah CR=
observasi. Data yang diambil merupakan
data primer dan data sekunder. Data yang diperoleh selanjutnya
Pengambilan data primer dilakukan dianalisis secara deskriptif dan statistik.
dengan cara pengamatan langsung kepada Analisis deskriptif digunakan untuk
30 peternak. Sedangkan data sekunder mengetahui rataan dan standar deviasi dari
diperoleh melalui catatan recording S/C, DO dan CI serta uji t tidak
50
J. IIlmu-Ilmu Peternakan 24 (2):49 – 57
2,5
2
kali
1,5
0,5
0
Kelahiran 1 Kelahiran 2 Kelahiran 3 RATAAN
Pe
Peranakan Limousin 1,67 1,43 1,47 1,52
PO 1,3 1,23 1,3 1,28
ousin
Gambar 1. Nilai S/C sapi PO dan Peranakan Limousin
51
J. IIlmu-Ilmu Peternakan 24 (2):49 – 57
H 300
A
250
R
200
I
150
100
50
0
Kelahiran 1 Kelahiran 2 RATAAN
Peranakan Limousin 167,33 178,5 172,9
PO 162,13 151,7 156,9
ousin
Gambar 2. Nilai DO sapi PO dan Peranakan Limousin
beranak atau calving iinterval yang kemungkinan adanya inte nteraksi pengaruh
pendek. Sapi harus kemba bali dikawinkan lingkungan.
genetik dengan kondisi ling
80-85 hari pasca be beranak untuk Lama kosong yangang panjang pada
mendapatkan jarak berana anak yang baik. penelitian sapi PO da dan Peranakan
Induk sapi membutuhkan
uhkan waktu 36-42 Limousin juga pengaruhi
dipe oleh
hari paska melahir
hirkan untuk penundaan penyapihann pedet. Pada
mengembalikan fungsi ki kinerja organ umumnya peternak menga ngawinkan setelah
reproduksi atau involusi ute
utery. lepas sapih walaupun induk sapi telah
Reproduksi sapi
pi di lokasi beberapa kali mengalamii bbirahi. Rata-rata
penelitian ini tidak efisie
isien disebabkan peternak menyapih pedetdet pada umur 6-7
karena sapi yang dikawinka
nkan dengan cara mulai dikawinkan.
bulan setelah itu induk mul
IB pada estrus kedua atauau ketiga bahkan Affandhy, dkk (2009) men enyatakan bahwa
ada yang sudah berkali-kal
kali estrus namun penyapihan pedet umur ur 12 minggu pada
tidak dikawinkan. Perann peternak juga peternakan lahan kering ing menunjukkan
sangat menentukan lamaa kosong pada partus dan calving
tingkat anoestrus post part
ternak karena apabila la pengetahuan interval lebih pendekndek dibandingkan
peternak kurang atau pe peternak tidak dengan penyapihan pedet et pada umur 16
mengetahui jika ternaknyaa bbirahi otomatis minggu.
pelayanan IB akan mundur dan
memperpanjang jarak llama kosong. Calving Interval (CI)
Keterlambatan tersebut
sebut akan Calving Interval (CI) adalah jarak
al (C
menyebabkan selang beranaanak satu dengan antara kelahiran satu de dengan kelahiran
anak berikutnya menj njadi panjang. berikutnya pada ternak nak betina. Jarak
Diwyanto dan Inounu (2009 009) menyatakan kelahiran (CI) merupakaupakan salah satu
bahwa untuk meningkatka atkan hasil IB, ukuran produktifitas ternaernak sapi untuk
peternak bersama insem seminator harus menghasilkan pedet dala dalam waktu yang
memperhatikan faktor-f
r-faktor yang singkat. Jarak waktu beraberanak (CI) yang
mempengaruhi keberhasila silan IB, yakni ideal adalah 12 bulan, n, yaitu 9 bulan
kualitas semen sampai di ting
tingkat peternak, bunting dan 3 bulan men enyusui. Efisiensi
kondisi induk sapi yang akan reproduksi dikatakan baik apabila seekor
diinseminasi, ketepatan det
deteksi birahi dan induk sapi dapat menghasi asilkan satu pedet
kecepatan melaporkan ke kepada petugas, dalam satu tahun (Ball and Peters, 2004).
keterampilan inseminatorr di lapang, serta deskriptif evaluasi
Hasil analisis statistik deskr
faktor kesehatan hewan da dan manajemen CI sapi PO dan Peranakankan Limousin dapat
(pakan) untuk mengantisipasi dilihat pada Gambar 3.
650
H 550
A 450
R 350
I 250
150
50
-50
P1 P2 RATAAN
Peranakan Limousin 445,4 457,2 451,3
PO 440,9 419,1 430
53
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (2):49 – 57
Hasil uji t tidak berpasangan jarak beranak dapat dilakukan melalui dua
menunjukkan terdapat perbedaan nilai CI cara yaitu sapi induk harus dikawinkan 60
(P<0,05). Gambar 3 menunjukkan bahwa hari setelah beranak dan jumlah
sapi Peranakan Limousin memiliki nilai perkawinan (S/C) tidak lebih dari dua kali.
CI yang lebih tinggi (451,3±19,61 hari) Iskandar dan Farizal (2011) menyatakan
dibandingkan dengan CI sapi PO bahwa faktor yang mempengaruhi
(430±43,72 hari). Hal ini sesuai dengan lamanya CI adalah kondisi lingkungan
Siregar (2003) yang berpendapat bahwa dan manajemen pemberian pakan.
pada umumnya jarak beranak sapi yang Hartatik dkk., (2009) menambahkan
dipelihara sebagian besar peternak masih bahwa kualitas pakan yang kurang bagus
relatif panjang (418-453 hari). CI hasil dan jumlah yang kurang dapat
penelitian lebih tinggi jika dibandingkan mengganggu proses reproduksi ternak
dengan hasil penelitian Iskandar dan sehingga selain penundaan umur kawin
Farizal (2011) yang melaporkan bahwa pertama, hal ini juga berakibat pada umur
jarak beranak induk sapi rata-rata 377 hari pertama beranak yang dipengaruhi oleh
serta lebih tinggi bila dibandingkan ketepatan deteksi estrus dan keberhasilan
dengan hasil penelitian Ihsan dan IB yang ditunjukkan oleh nilai Service per
Wahjuningsih (2011) yang menyebutkan Conception.
bahwa CI sapi PO rata-rata sebesar 410,3
hari dan sapi Peranakan Limousin sebesar Conception Rate (CR)
387,3 hari. Hasil penelitian Nuryadi dan Conception Rate (CR) yaitu
Wahjuningsih (2011) juga menyebutkan persentase sapi betina yang bunting pada
bahwa jarak beranak sapi PO inseminasi pertama dari sejumlah
(414,97±25,53 hari) lebih rendah atau keseluruhan ternak betina yang
lebih baik dibandingkan dengan CI sapi diinseminasi atau juga disebut angka
Peranakan Limousin (433,67±24,39 hari). konsepsi. Nilai CR pada penelitian ini
Tingginya nilai CI kedua jenis dilihat dari sapi yang bunting pada IB
ternak di lokasi penelitian disebabkan oleh pertama dan dibuktikan dengan
masih panjangnya lama kosong (DO) melahirkan pedet. Dengan demikian,
yaitu rata-rata 156,9±29,33 hari untuk sapi ternak yang berhasil melahirkan pedet
PO dan 172,9±19,21 hari untuk sapi hasil IB pertama merupakan nilai CR dan
Peranakan Limousin. Hal tersebut sesuai hasilnya akan sama dengan besarnya
dengan pendapat Nuryadi dan angka kelahiran karena ternak yang
Wahjuningsih (2011) yang menyatakan bunting pada inseminasi pertama berhasil
bahwa CI ditentukan oleh lama bunting melahirkan pedet dengan selamat.
dan lama kosong, sehingga semakin Persentase rata-rata nilai CR hasil
panjang masa kosong (DO) maka nilai CI penelitian antara sapi PO dan sapi
juga akan semakin tinggi. Siregar (2003) Peranakan Limousin dapat dilihat pada
menyatakan bahwa untuk memperpendek Tabel 1.
Tabel 1. Persentase rataan nilai CR pada beberapa kelahiran sapi PO dan sapi Peranakan
Limousin
Jumlah CR (%)
No. Bangsa sapi Rataan
(ekor) Kelahiran 1 Kelahiran 2 Kelahiran 3
1. PO 30 73,3 76,7 73,3 74,4%
2. Peranakan Limousin 30 43,3 56,7 56,7 52,3%
54
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (2):49 – 57
Tabel 2. Persentase rataan nilai CR pada beberapa kelahiran antara sapi PO dan sapi
Peranakan Limousin
Jumlah Calving Rate (%)
No Bangsa Sapi Rata-rata
(ekor) Kelahiran 1 Kelahiran 2 Kelahiran 3
1 PO 30 73 77 73 74%
2 Peranakan Limousin 30 43 57 57 52%
Tabel 2 menunjukkan bahwa sapi 66,67% pada paritas 0 dan tertinggi pada
PO memiliki rata-rata CvR lebih baik atau paritas 3 yaitu 73,86%. Sedangkan pada
lebih tinggi (74%) dibandingkan dengan lahan kering sebesar 61,54% pada paritas
CvR sapi Peranakan Limousin (52%). 0 dan tertinggi pada sapi paritas 3 sebesar
Apabila dilihat persentase antar kelahiran, 67,57%.
kelahiran 1 memiliki nilai persentase yang Status umur fisiologis sapi
rendah bila dibandingkan dengan berpengaruh terhadap persentase CvR.
kelahiran 2 dan 3. Hal tersebut Sapi yang belum pernah melahirkan akan
dikarenakan sapi yang beranak pertama lebih peka terhadap resiko kegagalan
kali lebih peka terhadap resiko kegagalan kelahiran dibandingkan dengan sapi yang
kelahiran dibandingkan sapi yang telah sudah pernah melahirkan pedet. Ball and
pernah beranak karena adanya gangguan Peters (2004) menyatakan bahwa populasi
pada masa kebuntingan. Hal tersebut yang besar dari sapi-sapi betina subur
sesuai dengan penelitian Susilo (2005) yang diinseminasi dengan semen yang
yang menyatakan bahwa hasil CvR subur dapat menghasilkan CvR sebesar
terendah pada daerah lahan basah sebesar 62%. Besarnya CvR dipengaruhi oleh
55
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (2):49 – 57
57