Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (2): 49 - 57

ISSN: 0852-3581
©Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/

Penampilan reproduksi sapi Peranakan Ongole (PO) dan sapi


Peranakan Limousin di Kecamatan Sawoo Kabupaten Ponorogo dan
Kecamatan Tugu Kabupaten Trenggalek
Cahyo Andi Yulyanto, Trinil Susilawati dan M. Nur Ihsan

Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya


Jl. Veteran Malang – Jawa Timur

trinil_susilawati@yahoo.com

ABSTRACT: The purpose of this study was to evaluate artificial insemination program
on the reproduction performance of Ongole crossbred and Limousin crossbred cattle.
The materials of the study were Ongole crossbred and Limousin crossbred cattle.
Descriptive analysis was used to determine service per conception (S/C), days open
(DO), calving interval (CI), conception rate (CR) and calving rate (CvR). Meanwhile,
t-test was used to analyse differences among those variables. The study showed that the
value of S/C, DO and CI between Ongole crossbred and Limousin crossbreed cattle
differed significantly (P<0.05). The average S/C, DO, CI of Ongole crossbred cattle
were 1.3±0.32; 156.9±29.33 days; 430±43.72 days respectively. In addition, Ongole
crossbred cattle had calving rate (CvR) as well as conception rate (CR) was 74%.
Meanwhile Limousin crossbed cattle had 1.5±0.39 of S/C; 172.9±19.21 days of DO;
451.3±19.61 days of CI. Moreover, calving rate (CvR) and conception rate (CR) of
Limousin crossbed cattle was 52%. The study concluded that reproduction
performances of Ongole crossbred cattle were better than that of Limousin crossbred
cattle.

Keywords : days open, service per conception, calving interval, cattle

PENDAHULUAN ini dipenuhi dari impor berupa sapi


Sapi potong merupakan ternak bakalan dan daging yaitu sapi bakalan
penghasil daging dan merupakan sumber sebanyak 283 ribu ekor (setara dengan
protein hewani yang bergizi tinggi. daging 51 ribu ton) dan impor daging
Konsumsi daging sapi selalu meningkat beku sebanyak 34 ribu ton.
seiring dengan bertambahnya populasi Upaya peningkatan populasi sapi
penduduk di Indonesia. Direktorat potong dapat dilakukan dengan berbagai
Jenderal Peternakan (2012) menyatakan cara diantaranya adalah meningkatkan
bahwa kebutuhan daging sapi pada tahun mutu genetik dan efisiensi reproduksi
2012 untuk konsumsi dan industri yakni dengan program Inseminasi Buatan
sebanyak 484.000 ton sedangkan (IB). Program IB merupakan salah satu
ketersediaannya sebesar 399.000 ton teknologi reproduksi yang mampu dan
(82,52%) dicukupi dari sapi lokal, telah berhasil meningkatkan perbaikan
sehingga terdapat kekurangan penyediaan mutu genetik ternak, sehingga dalam
sebesar 85.000 ton (17,5%). Kekurangan waktu pendek dapat menghasilkan anak

49
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (2):49 – 57

dengan kualitas baik dalam jumlah yang inseminator dan dicocokkan dengan kartu
besar dengan memanfaatkan pejantan hasil IB yang dimiliki peternak. Variabel
unggul sebanyak-banyaknya (Susilawati, yang diamati dalam penelitian ini meliputi
2013). Priyanto (2011) menambahkan service per conception (S/C), days open
bahwa untuk mendukung swasembada (DO), calving interval (CI), conception
daging sapi, beberapa kegiatan telah rate dan calving rate (CvR).
direkomendasikan yaitu penyelamatan S/C adalah penilaian atau
sapi betina produktif, tunda potong untuk perhitungan jumlah pelayanan (service) IB
mengoptimalkan bobot potong, yang dibutuhkan oleh seekor betina
memperpendek jarak beranak (calving sampai terjadi kebuntingan. Royal et al
interval), dan menerapkan teknologi IB. (2000) menyatakan bahwa S/C dapat
Parameter yang digunakan untuk dihitung menggunakan rumus :
menilai penampilan reproduksi adalah,
service per conception (S/C), days open S/C=
(DO) dan calving interval (CI) (Atabany,
dkk, 2011). Ihsan dan Wahjuningsih
(2011) menambahkan bahwa penampilan DO merupakan jarak waktu (hari)
reproduksi ternak dapat diukur beranak sampai terjadi kebuntingan atau
berdasarkan indeks fertilitas (IF) yang hari-hari dari setelah beranak sampai
dihitung berdasarkan tiga variabel yaitu bunting (Atabany dkk., 2011). CI
conception rate (CR), service per merupakan selang beranak (hari) sapi
conception (S/C) dan days open (DO). betina antara satu dengan kelahiran
Penelitian ini bertujuan untuk berikutnya (Iskandar dan Faizal, 2011).
mengetahui penampilan reproduksi sapi CR adalah persentase sapi betina yang
pada peternakan rakyat di Kecamatan bunting pada inseminasi pertama yang
Tugu Kabupaten Trenggalek dan disebut juga sebagai angka konsepsi
Kecamatan Sawoo Kabupaten Ponorogo. (Susilawati, 2013). Hastuti (2008)
mengemukakan bahwa rumus untuk
MATERI DAN METODE menghitung conception rate sebagai
Penelitian ini dilaksanakan pada berikut:
tanggal 1 Februari - 25 Maret 2014 di
wilayah unit lokasi inseminasi buatan CR=
(ULIB) 1 yaitu Desa Sukorejo, Tegaren,
Jambu, Winong dan Ngepeh, Kecamatan CvR merupakan persentase jumlah
Tugu Kabupaten Trenggalek dan di Desa anak yang lahir hidup dari hasil IB pada
Tempuran, Kecamatan Sawoo Kabupaten sekelompok induk (Ball and Peters, 2004).
Ponorogo Jawa Timur. Kutsiyah, dkk, (2003) menyampaikan
Materi yang digunakan adalah data bahwa rumus menghitung calving rate
hasil recording 30 ekor sapi PO dan 30 sebagai berikut :
ekor sapi Peranakan Limousin dan telah
partus minimal dua kali. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah CR=
observasi. Data yang diambil merupakan
data primer dan data sekunder. Data yang diperoleh selanjutnya
Pengambilan data primer dilakukan dianalisis secara deskriptif dan statistik.
dengan cara pengamatan langsung kepada Analisis deskriptif digunakan untuk
30 peternak. Sedangkan data sekunder mengetahui rataan dan standar deviasi dari
diperoleh melalui catatan recording S/C, DO dan CI serta uji t tidak
50
J. IIlmu-Ilmu Peternakan 24 (2):49 – 57

berpasangan untuk menc


ncari perbedaan gan. Hartatik, dkk
sampai terjadi kebuntingan.
S/C, DO dan CI antara
ra sapi PO dan (2009) menyatakan bahw ahwa S/C yang
Peranakan Limousin. tinggi akan berakibat pa pada panjangnya
interval kelahiran dibandindingkan dengan
HASIL DAN PEMBAHAS
ASAN kondisi yang normal. l. Hasil analisis
uasi S/C pada sapi
statistik deskriptif evaluasi
Service Per Conception (S/
(S/C) PO dan Peranakan Limousi ousin dapat dilihat
onception adalah
Service per conc pada Gambar 1.
jumlah pelayanan IB pada ternak sapi

2,5

2
kali

1,5

0,5

0
Kelahiran 1 Kelahiran 2 Kelahiran 3 RATAAN
Pe
Peranakan Limousin 1,67 1,43 1,47 1,52
PO 1,3 1,23 1,3 1,28

ousin
Gambar 1. Nilai S/C sapi PO dan Peranakan Limousin

Hasil uji t tidakdak berpasangan tian masih dalam


Nilai S/C hasil penelitian
menunjukkan terdapat pe perbedaan nyata sih iideal.
kisaran normal dan masih
(P<0,05) pada nilai S/C S/C. Gambar 1 Faktor yang memp mpengaruhi tinggi
menunjukkan rataan S/ S/C sapi PO rendahnya jumlah perkawi winan diantaranya
(1,28±0,32 kali) lebih baik
aik dibandingkan tugas inseminator.
adalah keterampilan petug
dengan S/C sapi Perana nakan Limousin Pelaksanaan IB di wilay ilayah Kecamatan
(1,52±0,39 kali). Jainudee
deen dan Hafez Tugu dan Kecamatan S Sawo dilakukan
(2008) menyatakan bahwaa nilai S/C yang oleh petugas nseminator
insem yang
normal berkisar antara 1,66 sa
sampai 2,0 kali. berpengalaman menginse nseminasi cukup
Ihsan dan Wahjuning
uningsih (2011) lama (28 tahun). Selain itu, inseminator di
melaporkan rata-rata angka
gka S/C sapi PO daerah penelitian mem emiliki sertifikat
sebesar 1,4 kali dan Perana
anakan Limousin inseminasi dan surat iz izin melakukan
sebesar 1,36 kali. Sapi api Persilangan Inseminasi Buatan (SIM SIMI), memiliki
Limousin di Indonesia mem emiliki nilai S/C keahlian PKB (Pemeriksaan
yang hampir sama dengann sapi PO, sebab Kebuntingan), ATR (A (Asisten Teknis
sapi persilangan Limousinn mmerupakan sapi Reproduksi) dan handling semen. Hal
hasil persilangan dengann sapi PO yang eputusan Menteri
tersebut sesuai dengan Keput
sudah beradaptasi denga dengan kondisi Pertanian (2012) yang men enyatakan bahwa
lingkungan di Indonesia.. H Hasil penelitian pelaksanaan teknis IB di lapangan
Nuryadi dan Wahjuning uningsih (2011) memerlukan petugas yyang memiliki
menunjukkan bahwa nilai lai S/C sapi PO keterampilan khusus yang ang tidak mudah
dan sapi Peranakan Lim imousin masing- dilakukan oleh setiap or orang. Apabila
masing adalah 1,28 kali li dan 1,34 kali. pangan diserahkan
pelaksanaan IB di lapang
kepada petugas yang be belum atau tidak

51
J. IIlmu-Ilmu Peternakan 24 (2):49 – 57

cukup mengikuti pelatihann tteknis IB maka ya tidak dilakukan


Pelaksanaan IB sebaiknya
hal tersebut tidak diperbol
bolehkan. Untuk pada siang hari karena na lendir servik
dapat melakukan insem nseminasi buatan, mengental pada siangg ha hari, sedangkan
inseminator harus memili iliki Surat Izin pada pagi, sore maupun un malam lendir
Melakukan Iseminasi Buataatan (SIMI) yang Hal tersebut juga
servik menjadi encer. Ha
dikeluarkan oleh Dinas yayang menangani berdampak pada keberha rhasilan IB saat
fungsi peternakan dan kese
kesehatan hewan siang yang lebih rendahah daripada saat
provinsi setempat. Spermatozoa juga
pagi, sore dan malam. Spe
Pelaksanaan IB dila
dilakukan setelah sangat rentan terhadapdap panas sinar
peternak melaporkan ke kepada petugas ksanaan IB pada
matahari sehingga pelaksa
inseminator yang selanjutny
utnya akan datang ntungkan.
siang hari kurang mengunt
ke peternak untuk m melakukan IB.
Susilawati (2011) menambambahkan bahwa Days Open (DO)
keterampilan inseminatorr da
dalam teknis IB Days open merupa erupakan selang
diantaranya adalah thaw awing, deposisi waktu sejak indukan sapi pi beranak sampai
semen dan ketepatan wakt aktu IB. Proses dikawinkan kembali dan terjadi
thawing dilakukan dengadengan air dan 2005) menyatakan
kebuntingan. LeBlanc (2005
disarankan suhu air tersebut
ebut ditingkatkan bahwa masa kosong selain ain mempengaruhi
secara perlahan untuk meng
engurangi tingkat ktasi yang berjalan,
produksi susu pada laktasi
kematian sel sperma karearena efek pada juga akan berpenga garuh terhadap
proses thawing sama dengaengan pada saat keberhasilan breeding dan selang beranak.
pembekuan. Selain itu, lamanya jarak rak beranak juga
Susilawati (2000)) menambahkan dipengaruhi oleh lamany nya kebuntingan.
bahwa ketepatan waktu IIB adalah saat deskriptif tentang
Hasil analisis statistik de
menjelang ovulasi, yait aitu jika sapi DO pada sapi PO da dan Peranakan
menunjukkan tanda-tanda da birahi sore Limousin dapat dilihat pada Gambar 2.
maka pelaksanaan IB pagii hhari berikutnya.

H 300
A
250
R
200
I
150
100
50
0
Kelahiran 1 Kelahiran 2 RATAAN
Peranakan Limousin 167,33 178,5 172,9
PO 162,13 151,7 156,9

ousin
Gambar 2. Nilai DO sapi PO dan Peranakan Limousin

Hasil uji t tidakdak berpasangan ). H


yang ideal (60-90 hari). Hasil penelitian
menunjukkan terdapat perbe
rbedaan nilai DO lama kosong dari kedua dua sapi tersebut
(P<0,05) dimana sapi PO O memiliki DO masih terlalu tinggi dan mmengindikasikan
yang lebih pendek (156,956,9±29,33 hari) bahwa kesuburannya re rendah sehingga
daripada DO sapi Perana nakan Limousin dap jarak beranak.
berpengaruh besar terhadap
(172,9±19,21 hari). DO hhasil penelitian Menurut Anderson, et all (2002
(2002), salah satu
dari kedua sapi tersebut ut masih belum cara untuk meningka katkan efisiensi
sesuai dengan nilai lama kosong pada sapi reproduksi adalah mempempersingkat jarak
52
J. IIlmu-Ilmu Peternakan 24 (2):49 – 57

beranak atau calving iinterval yang kemungkinan adanya inte nteraksi pengaruh
pendek. Sapi harus kemba bali dikawinkan lingkungan.
genetik dengan kondisi ling
80-85 hari pasca be beranak untuk Lama kosong yangang panjang pada
mendapatkan jarak berana anak yang baik. penelitian sapi PO da dan Peranakan
Induk sapi membutuhkan
uhkan waktu 36-42 Limousin juga pengaruhi
dipe oleh
hari paska melahir
hirkan untuk penundaan penyapihann pedet. Pada
mengembalikan fungsi ki kinerja organ umumnya peternak menga ngawinkan setelah
reproduksi atau involusi ute
utery. lepas sapih walaupun induk sapi telah
Reproduksi sapi
pi di lokasi beberapa kali mengalamii bbirahi. Rata-rata
penelitian ini tidak efisie
isien disebabkan peternak menyapih pedetdet pada umur 6-7
karena sapi yang dikawinka
nkan dengan cara mulai dikawinkan.
bulan setelah itu induk mul
IB pada estrus kedua atauau ketiga bahkan Affandhy, dkk (2009) men enyatakan bahwa
ada yang sudah berkali-kal
kali estrus namun penyapihan pedet umur ur 12 minggu pada
tidak dikawinkan. Perann peternak juga peternakan lahan kering ing menunjukkan
sangat menentukan lamaa kosong pada partus dan calving
tingkat anoestrus post part
ternak karena apabila la pengetahuan interval lebih pendekndek dibandingkan
peternak kurang atau pe peternak tidak dengan penyapihan pedet et pada umur 16
mengetahui jika ternaknyaa bbirahi otomatis minggu.
pelayanan IB akan mundur dan
memperpanjang jarak llama kosong. Calving Interval (CI)
Keterlambatan tersebut
sebut akan Calving Interval (CI) adalah jarak
al (C
menyebabkan selang beranaanak satu dengan antara kelahiran satu de dengan kelahiran
anak berikutnya menj njadi panjang. berikutnya pada ternak nak betina. Jarak
Diwyanto dan Inounu (2009 009) menyatakan kelahiran (CI) merupakaupakan salah satu
bahwa untuk meningkatka atkan hasil IB, ukuran produktifitas ternaernak sapi untuk
peternak bersama insem seminator harus menghasilkan pedet dala dalam waktu yang
memperhatikan faktor-f
r-faktor yang singkat. Jarak waktu beraberanak (CI) yang
mempengaruhi keberhasila silan IB, yakni ideal adalah 12 bulan, n, yaitu 9 bulan
kualitas semen sampai di ting
tingkat peternak, bunting dan 3 bulan men enyusui. Efisiensi
kondisi induk sapi yang akan reproduksi dikatakan baik apabila seekor
diinseminasi, ketepatan det
deteksi birahi dan induk sapi dapat menghasi asilkan satu pedet
kecepatan melaporkan ke kepada petugas, dalam satu tahun (Ball and Peters, 2004).
keterampilan inseminatorr di lapang, serta deskriptif evaluasi
Hasil analisis statistik deskr
faktor kesehatan hewan da dan manajemen CI sapi PO dan Peranakankan Limousin dapat
(pakan) untuk mengantisipasi dilihat pada Gambar 3.

650
H 550
A 450
R 350
I 250
150
50
-50
P1 P2 RATAAN
Peranakan Limousin 445,4 457,2 451,3
PO 440,9 419,1 430

Gambarr 3. Nilai CI sapi PO dan Peranakan Limousinn

53
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (2):49 – 57

Hasil uji t tidak berpasangan jarak beranak dapat dilakukan melalui dua
menunjukkan terdapat perbedaan nilai CI cara yaitu sapi induk harus dikawinkan 60
(P<0,05). Gambar 3 menunjukkan bahwa hari setelah beranak dan jumlah
sapi Peranakan Limousin memiliki nilai perkawinan (S/C) tidak lebih dari dua kali.
CI yang lebih tinggi (451,3±19,61 hari) Iskandar dan Farizal (2011) menyatakan
dibandingkan dengan CI sapi PO bahwa faktor yang mempengaruhi
(430±43,72 hari). Hal ini sesuai dengan lamanya CI adalah kondisi lingkungan
Siregar (2003) yang berpendapat bahwa dan manajemen pemberian pakan.
pada umumnya jarak beranak sapi yang Hartatik dkk., (2009) menambahkan
dipelihara sebagian besar peternak masih bahwa kualitas pakan yang kurang bagus
relatif panjang (418-453 hari). CI hasil dan jumlah yang kurang dapat
penelitian lebih tinggi jika dibandingkan mengganggu proses reproduksi ternak
dengan hasil penelitian Iskandar dan sehingga selain penundaan umur kawin
Farizal (2011) yang melaporkan bahwa pertama, hal ini juga berakibat pada umur
jarak beranak induk sapi rata-rata 377 hari pertama beranak yang dipengaruhi oleh
serta lebih tinggi bila dibandingkan ketepatan deteksi estrus dan keberhasilan
dengan hasil penelitian Ihsan dan IB yang ditunjukkan oleh nilai Service per
Wahjuningsih (2011) yang menyebutkan Conception.
bahwa CI sapi PO rata-rata sebesar 410,3
hari dan sapi Peranakan Limousin sebesar Conception Rate (CR)
387,3 hari. Hasil penelitian Nuryadi dan Conception Rate (CR) yaitu
Wahjuningsih (2011) juga menyebutkan persentase sapi betina yang bunting pada
bahwa jarak beranak sapi PO inseminasi pertama dari sejumlah
(414,97±25,53 hari) lebih rendah atau keseluruhan ternak betina yang
lebih baik dibandingkan dengan CI sapi diinseminasi atau juga disebut angka
Peranakan Limousin (433,67±24,39 hari). konsepsi. Nilai CR pada penelitian ini
Tingginya nilai CI kedua jenis dilihat dari sapi yang bunting pada IB
ternak di lokasi penelitian disebabkan oleh pertama dan dibuktikan dengan
masih panjangnya lama kosong (DO) melahirkan pedet. Dengan demikian,
yaitu rata-rata 156,9±29,33 hari untuk sapi ternak yang berhasil melahirkan pedet
PO dan 172,9±19,21 hari untuk sapi hasil IB pertama merupakan nilai CR dan
Peranakan Limousin. Hal tersebut sesuai hasilnya akan sama dengan besarnya
dengan pendapat Nuryadi dan angka kelahiran karena ternak yang
Wahjuningsih (2011) yang menyatakan bunting pada inseminasi pertama berhasil
bahwa CI ditentukan oleh lama bunting melahirkan pedet dengan selamat.
dan lama kosong, sehingga semakin Persentase rata-rata nilai CR hasil
panjang masa kosong (DO) maka nilai CI penelitian antara sapi PO dan sapi
juga akan semakin tinggi. Siregar (2003) Peranakan Limousin dapat dilihat pada
menyatakan bahwa untuk memperpendek Tabel 1.

Tabel 1. Persentase rataan nilai CR pada beberapa kelahiran sapi PO dan sapi Peranakan
Limousin
Jumlah CR (%)
No. Bangsa sapi Rataan
(ekor) Kelahiran 1 Kelahiran 2 Kelahiran 3
1. PO 30 73,3 76,7 73,3 74,4%
2. Peranakan Limousin 30 43,3 56,7 56,7 52,3%

54
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (2):49 – 57

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa tingkat keterampilan inseminator di


bahwa rata-rata CR sapi PO lebih tinggi lokasi penelitian sangat baik. Hal ini
(74,4%) dibandingkan dengan CR sapi ditunjukkan pula rendahnya angka S/C
Peranakan Limousin (52,3%). Philips dibawah 1.5.
(2001) menyatakan bahwa CR pada sapi
yang dikawinkan dengan IB dapat Calving Rate (CvR)
mencapai 65%. Partodiharjo (1992) Calving rate (CvR) merupakan
menyatakan bahwa angka konsepsi yang persentase jumlah anak yang lahir hidup
baik yaitu 60% atau lebih. dari hasil inseminasi pertama pada
Hasil rata-rata CR pada Tabel 1 sekelompok induk. Penilaian IB yang
lebih rendah jika dibandingkan dengan paling realistis adalah menghitung angka
hasil penelitian Nuryadi dan beranak. Bila hasil IB belum
Wahjuningsih (2011) di Kabupaten menghasilkan anak yang berdiri
Malang bahwa nilai CR sapi PO sebesar disamping induknya, maka IB belum bisa
75,34% dan Peranakan Limousin sebesar dikatakan berhasil (LeBlanc, 2005). Ihsan
66%. Angka CR pada kelompok ternak dan Wahjuningsih (2011) menyatakan
hasil penelitian juga dipengaruhi oleh bahwa tinggi rendahnya efisiensi
besarnya rata-rata nilai S/C, sehingga reproduksi ternak dipengaruhi oleh lima
semakin rendah S/C maka CR akan faktor, salah satunya adalah angka
semakin tinggi. Hal tersebut sesuai dengan kelahiran (calving rate). Persentase rata-
pendapat Ihsan dan Wahjuningsih (2011) rata nilai CvR sapi PO dan sapi Peranakan
yang menyatakan bahwa angka konsepsi Limousin dapat dilihat pada Tabel 2.
berkisar antara 64-65% menunjukkan

Tabel 2. Persentase rataan nilai CR pada beberapa kelahiran antara sapi PO dan sapi
Peranakan Limousin
Jumlah Calving Rate (%)
No Bangsa Sapi Rata-rata
(ekor) Kelahiran 1 Kelahiran 2 Kelahiran 3
1 PO 30 73 77 73 74%
2 Peranakan Limousin 30 43 57 57 52%

Tabel 2 menunjukkan bahwa sapi 66,67% pada paritas 0 dan tertinggi pada
PO memiliki rata-rata CvR lebih baik atau paritas 3 yaitu 73,86%. Sedangkan pada
lebih tinggi (74%) dibandingkan dengan lahan kering sebesar 61,54% pada paritas
CvR sapi Peranakan Limousin (52%). 0 dan tertinggi pada sapi paritas 3 sebesar
Apabila dilihat persentase antar kelahiran, 67,57%.
kelahiran 1 memiliki nilai persentase yang Status umur fisiologis sapi
rendah bila dibandingkan dengan berpengaruh terhadap persentase CvR.
kelahiran 2 dan 3. Hal tersebut Sapi yang belum pernah melahirkan akan
dikarenakan sapi yang beranak pertama lebih peka terhadap resiko kegagalan
kali lebih peka terhadap resiko kegagalan kelahiran dibandingkan dengan sapi yang
kelahiran dibandingkan sapi yang telah sudah pernah melahirkan pedet. Ball and
pernah beranak karena adanya gangguan Peters (2004) menyatakan bahwa populasi
pada masa kebuntingan. Hal tersebut yang besar dari sapi-sapi betina subur
sesuai dengan penelitian Susilo (2005) yang diinseminasi dengan semen yang
yang menyatakan bahwa hasil CvR subur dapat menghasilkan CvR sebesar
terendah pada daerah lahan basah sebesar 62%. Besarnya CvR dipengaruhi oleh

55
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (2):49 – 57

kesuburan dari ternak betina dan ternak DAFTAR PUSTAKA


jantan atau semen pejantan. Kesuburan Affandhy, L., D. Pamungkas dan D.
ternak betina juga bisa dilihat dari S/C. Ratnawati. 2009. Pengaruh umur
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata penyapihan terhadap reproduksi
nilai S/C sapi Peranakan Limousin lebih induk sapi dan pertumbuhan pedet
besar bila dibandingkan dengan sapi PO. pada peternakan lahan kering. Loka
Artinya semakin tinggi angka S/C maka Penelitian Sapi Potong. 12 (2) :
akan berpengaruh pada CvR yang rendah. ISSN 1411-7932.
Susilo (2005) menyatakan bahwa faktor Anderson, L. H., W. R. Burris, J. T. Johns,
yang menyebabkan kegagalan kelahiran and K. D. Bullock. 2002. Managing
dan dapat menurunkan CvR adalah body condition to improve
kematian embrio, abortus dan mumifikasi reproductive efficiency in beef
fetus selama bunting. CvR juga tergantung cows. University of Kentucky
pada efisiensi kerja inseminator, fertilitas College of Agriculture.
jantan dan betina dan kesanggupan induk Atabany, A., B. P. Purwanto, T.,
memelihara anak sejak dalam kandungan Toharmat dan A. Anggraeni. 2011.
sampai saat beranak. Hubungan masa kosong dengan
produktifitas pada sapi perah Frisian
KESIMPULAN DAN SARAN Holstein di Baturaden, Indonesia.
Media Peternakan Fakultas
Kesimpulan Peternakan, Institut Pertanian Bogor
Berdasarkan hasil penelitian dapat 34 (2) : 77-82.
disimpulkan bahwa penampilan Ball, P. J. H and A. R. Peters. 2004.
reproduksi sapi PO di Kecamatan Sawoo Reproduction in cattle. Third
Kabupaten Ponorogo dan Kecamatan Edition. Blackwell
Tugu Kabupaten Trenggalek lebik baik Publishing.Victoria. Australia.
serta lebih efisien dibandingkan dengan Direktorat Jenderal Peternakan. 2013.
sapi Peranakan Limousin. Produksi daging sapi menurut
provinsi. http://www. deptan.go.id.
Saran Diakses pada tanggal 28 Januari
Saran yang diharapkan dari penelitian 2014.
antara lain : Diwyanto, K dan I. Inounu. 2009.
1. Diharapkan terdapat perbaikan Dampak crossbreeding dalam
manajemen pemeliharaan oleh program inseminasi buatan terhadap
peternak, yakni perbaikan pakan, lebih kinerja reproduksi dan budidaya
memperhatikan deteksi birahi serta sapi potong. Pusat Penelitian Dan
melaporkan lebih awal kepada Pengembangan Peternakan
inseminator, memperpendek waktu Pajajaran .Wartazoa. 19 (2) 93-102.
penyapihan pedet yaitu 40 hari setelah Hartatik, T., D. A., Mahardika, T. S. M.,
melahirkan dan tidak menunda Widi dan E., Baliarti. 2009.
perkawinan. Karakteristik dan kinerja induk sapi
2. Diperlukan penelitian secara periodik Silangan Limousin-Madura dan
untuk mengevaluasi keberhasilan IB Madura di Kabupaten Sumenep dan
sehingga swasembada daging dan Pamekasan. Buletin Peternakan. 33
peningkatan populasi ternak dapat (3): 143-147.
terwujud. Hastuti, D. 2008. Tingkat keberhasilan
inseminasi buatan sapi potong di
tinjau dari angka konsepsi dan
56
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (2):49 – 57

service per conception. 4 (1): 12- Philips, C. J. C. 2001. Principle of cattle


20. production. CABI Publishing.
Ihsan, M. N., dan S. Wahjuningsih. 2011. London. UK.
Penampilan reproduksi sapi potong Priyanto, D. 2011. Strategi pengembangan
di Kabupaten Bojonegoro. J. Ternak usaha ternak sapi potong dalam
Tropika 12 (2) : 76-80. mendukung program swasembada
Iskandar dan Farizal. 2011. Prestasi daging sapi dan kerbau tahun 2014.
reproduksi sapi persilangan yang Jurnal Litbang Pertanian, 30 (3) :
dipelihara di dataran rendah dan 108-116.
dataran tinggi Jambi. Jurnal Royal, M. D., A. O., Darwash, A. P. F.,
Penelitian Universitas Jambi Seri Flint, R., Webb, J. A., Woolliams,
Sains. 13 (1): 25-28. and G. E., Lamming. 2000.
Jainudeen, M. R. and E. S. E., Hafez. Declining fertility in dairy catle :
2008. Cattle and buffalo. Dalam changes in traditional and endocrine
Reproduction in farm animals. 7th parameters of fertility. Journal
Edition. Edited by Hafez E. S. E. Animal Science. 92 (8) : 236-240.
Lippincott Williams & Wilkins. Siregar, S. B. 2003. Peluang dan
Maryland. USA.159 : 171. tantangan peningkatan produksi
Keputusan Menteri Pertanian. 2012. susu nasional. Wartazoa. 13 (2) : 48-
Pedoman optimalisasi inseminasi 55.
buatan. Direktorat Jenderal Susilawati, T. 2000. Analisa membran
Peternakan dan Kesehatan Hewan. spermatozoa sapi pada proses
Kementerian Pertanian Republik seleksi jenis kelamin. Disertasi.
Indonesia. Jakarta. Program Pasca Sarjana Universitas
Kutsiyah, F., Kusmartono dan T. Airlangga Surabaya.
Susilawati. 2003. Studi komparatif Susilawati, T. 2011. Tingkat keberhasilan
produktifitas antara Sapi Madura inseminasi buatan dengan kualitas
dan Persilangan dengan Limousin di dan deposisi semen yang berbeda
Pulau Madura. J. Ilmu Ternak Vet. 8 pada sapi Peranakan Ongole. Jurnal
(2) : 99 - 106. Ternak Tropika. 12 (2) : 15-24.
LeBlanc, S. 2005. Overall reproductive Susilawati, T. 2013. Pedoman inseminasi
performance of Canadian dairy buatan pada ternak. Penerbit
cows challenge we are facing. Universitas Barwijaya Press.
Advance in Dairy Technology 17: Malang.
137-148. Susilo, T. 2005. Efisiensi reproduksi
Nuryadi dan Wahjuningsih, S. 2011. program inseminasi buatan terhadap
Penampilan reproduksi sapi sapi lokal pada daerah lahan basah
Peranakan Ongole dan Peranakan dan kering di Kabupaten Magelang
Limousin di Kabupaten Malang. J. Provinsi Jawa Tengah. Tesis
Ternak Tropika. 12 (1): 76-81. Program Studi Magister Ilmu
Partodihardjo, S. 1992. Ilmu reproduksi Ternak Program Pasca Sarjana
ternak. Penerbit Mutiara Sumber Universitas Diponegoro Semarang.
Widya. Jakarta.

57

Anda mungkin juga menyukai