Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU PEMULIAAN TERNAK


ACARA I
STANDARISASI

Disusun oleh:
Kelompok XXII
Yananto Aryo Wicaksono PT/ 07387
Dimas Fikar Ramadhan PT/ 07415
Iyan Setiyani PT/ 07433
Kristiawan Febrianto PT/
Luthfiya Ainun Sutama PT/ 07838
Rina Puji Lestari PT/ 07853

Asisten Pendamping: Faridah Fatmawati

LABORATORIUM GENETIKA DAN PEMULIAAN TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
ACARA I
STANDARISASI

TINJAUAN PUSTAKA
Standarisasi adalah metode penggabungkan angka rata-rata
kategori spesifik ke dalam nilai kesimpulan tunggal. Standarisasi
merupakan proses penakaran dari angka rata-rata dari dua atau lebih
kategori dengan susunan spesifik dari populasi yang menjadi takaran atau
perbandingan. Standarisasi perlu dilakukan untuk penyeragaman data,
sehingga memudahkan didalam pengolahan data tersebut. Tujuan dari
standarisasi antara lain membuat data yang semula heterogen menjadi data
yang homogen (seragam), memudahkan ketika mengolah data, serta
mengurangi hambatan pada saat pengolahan data. Rothman, (2002)
menyatakan bahwa standarisasi berperan penting dalam pengolahan data.
Manfaat standarisasi yaitu mampu meminimalisir waktu pengolahan data,
karena data yang akan diolah tersebut sudah mengalami homogenisasi
(penyeragaman) sehingga mudah untuk diolah. Standarisasi juga dapat
meningkatkan tingkat keakuratan suatu data
Sifat fenotip keturunannya pada suatu populasi dapat digunakan
sebagai parameter penilaian mutu genetik ternak yang dinyatakan sebagai
nilai pemuliaan (breeding value), dan merupakan suatu ukuran potensi
genetik ternak (Noor, 2000). Keragaman fenotip secara proporsional
dikontrol oleh gen yang memungkinkan terjadinya penurunan sifat (fenotip)
dari tetuanya atau yang biasa dikenal dengan heritabilitas. Nilai heritabilitas
dapat diketahui dengan memerlukan estimasi yang menurut Noor (2000),
didasarkan pada prinsip bahwa ternak yang masih memiliki hubungan
kekerabatan akan memiliki performa yang lebih mirip.
MATERI DAN METODE
Materi
Alat. Alat yang digunakan pada praktikum standarisasi adalah buku
kerja, tabel julian date, alat tulis dan kalkulator sientific.
Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum standarisasi adalah
data tanggal kelahiran, tanggal penyapihan, serta berat lahir dan berat
sapih kambing Boerka
Metode

Metode yang dilakukan dalam praktikum standarisasi yaitu


menghitung umur penyapihan, dilanjutkan dengan menghitung berat sapih
dan berat sapih terkoreksi dari kambing Boerka dengan rumus:
BLterkoreksi = BL x FKUI x FKJK x FKTK
BS−BL
BS100 = [𝑢𝑚𝑢𝑟 𝑠𝑎𝑝𝑖ℎ × 100 + BL] FKUI
BS−BL
BSterkoreksi =[𝑢𝑚𝑢𝑟 𝑠𝑎𝑝𝑖ℎ
× 𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑢𝑚𝑢𝑟 𝑠𝑎𝑝𝑖ℎ + BL] (FKUI) (FKJK)

(FKTK)
Keterangan:
BS100 = Berat sapih terkoreksi pada umur 100 hari
BS = Berat umur sapih
BL = Berat lahir
Umur = Umur pada saat penyapihan dinyatakan dalam hari
FKUI = Faktor koreksi umur induk
FKJK = Faktor koreksi jenis kelamin
FKTK = Faktor koreksi tipe kelahiran
Penghitungan dilakukan menggunakan kalkulator dan dengan
bantuan tabel julian date. Hasil yang diperoleh kemudian dicatat pada buku
kerja.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perhitungan yang dilakukan pada saat praktikum yaitu dengan
mengukur data produksi kambing yaitu berat sapih, akan dipakai sebagai
salah satu kriteria seleksi. Menghitung umur sapih berdasarkan Julian Date.
Data berat sapih selama 100 hari dan berat sapih terkoreksi kemudian
dihitung. Rumus yang digunakan yaitu:

𝐵𝑆−𝐵𝐿
Berat Sapih pada umur 100 hari = (𝑈𝑚𝑢𝑟 𝑆𝑎𝑝𝑖ℎ 𝑥 100 + 𝐵𝐿) 𝐹𝐾𝑈𝐼

𝐵𝑆−𝐵𝐿
Berat Sapih pada umur terkoreksi = (𝑈𝑚𝑢𝑟 𝑆𝑎𝑝𝑖ℎ 𝑥 𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑢𝑚𝑢𝑟 +

𝐵𝐿) 𝐹𝐾𝑈𝐼

Hasil perhitungan pada saat praktikum, diperoleh data hasil


standarisasi berat sapih kambing Boerkasebagai berikut:
Tabel 1.1. Hasil Perhitungan Standarisasi Kambng Boerka
No BLT BS100 BSterkoresi
1 2,74 9,42 9
2 2,98 11,86 11,4
3 2,5 12,34 11,52
4 2,70 11,60 11,25,
5 2,71 11,60 13,67
6 1,17 14,17 14,087
7 3,35 14,01 14,15
8 3,06 9,85 9,62
9 3,17 10,62 10,37
10 3,04 13,35 12,92
BLT adalah berat lahir terkolerasi, BS100 yaitu estimasi bobot badan
sapih kambing yang ditimbang pada umur 100 hari, sedangkan BS terkoreksi
adalah estimasi bobot badan sapih kambing berdasarkan rerata umur sapih
dalam populasi. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa rata-rata
nilai BLT adalah 2,74 sedangkan BS100 adalah 11,88; sedangkan nilai
BSterkoreksi adalah 11,79. Rata-rata nilai BS100 lebih besar dibandingkan
dengan nilai BSterkoreksi. Sumadi et al. (2012) menyatakan bahwa estimasi
nilai heritabilitas bobot lahir, bobot sapih dan bobot setahunan pada
kambing boerka masing-masing sebesar 2,36±0,98; 10,56±1,78 dan
27,88±2,33. Bobot sapih memiliki hubungan yang erat dengan bobot lahir,
keduanya berkorelasi positif sehingga bobot lahir dapat ditekankan dalam
program seleksi tidak langsung, yaitu respon seleksi bobot sapih
berdasarkan bobot lahir (Prajoga, 2007).
Berat sapih adalah berat pada saat anakan dipisahkan
pemeliharaannya dengan induknya. Penyapihan kambing di Indonesia rata-
rata dilakukan pada umur 3 sampai 4 bulan, sedagkan pada pedet rata-rata
pada umur 3 bulan. Standarisasi berat sapih yang paling umum adalah
pada umur 100 hari, artinya cempe diasumsikan ditimbang pada umur yang
seragam, yaitu pada umur 100 hari. Standarisasi perlu dilakukan untuk
penyeragaman data, sehingga memudahkan didalam pengolahan data
tersebut. Tujuan dari standarisasi antara lain membuat data yang semula
heterogen menjadi data yang homogen (seragam), memudahkan ketika
mengolah data, serta mengurangi hambatan pada saat pengolahan
Berat sapih merupakan indicator potensi pertumbuhan individu yang
baik produksi susu induk yang baik, dan sifat keindukan yang baik. Seleksi
pada sifat pertumbuhan saat sapih juga menghasilkan peningkatan fertilitas
kesuburan, ketahanan hidup cempe dan lahir sampai sapih (Sumadi et
al.,2012). Banyak faktor yang berpengaruh terhadap berat sapih, namun
pertumbuhan sebelum sapih lebih didominasi oleh faktor nutrisi yang
sepenuhnya berasal dari air susu induk. Hal ini berarti induk yang memiliki
produksi susu tinggi, maka anaknya cenderung akan memiliki pertumbuhan
yang lebih baik. Produksi susu induk dipengaruhi oleh umur dan pakan yang
diberikan (Basuki et al., 1998).
Bobot lahir dan bobot sapih dikoreksi terhadap jenis kelamin, umur
induk dan tipe kelahiran. Berdasarkan jumlah data yang cukup, faktor
koreksi umur, jenis kelamin dan tipe kelahiran dibuat dengan menggunakan
data yang ada. Faktor koreksi untuk tipe kelahiran dihitung dengan
mengalikan bobot lahir cempe dengan angka 1,13 untuk kelahiran kembar
dan sistem pemeliharaan kembar, 1,17 untuk kelahiran kembar dengan
sistem pemeliharaan tunggal dan kelahiran tunggal 1,00. Faktor koreksi
pada saat praktikum diantaranya faktor koreksi jenis kelamin. Faktor koreksi
umur indu. (Hardjosubroto, 1994).
Faktor yang mempengaruhi hasil dari standarisasi antara lain faktor
koreksi, berat lahir, berat sapih, dan jumlah data yang digunakan. Faktor
koreksi yang dapat mempengaruhi antara lain umur induk dan faktor koreksi
jenis kelamin. Rerata berat sapih dalam populasi dan umur penyapihan juga
mempengaruhi hasil dari standarisasi (Hardjosubroto, 1994).
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa berat lahir berpengaruh terhadap bobot sapih. Standarisasi
dilakukan untuk menghomogenkan data, sehingga mengurangi eror
percobaan. Populasi yang digunakan akan berdampak pada perbedaan
hasil perhitungan.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, P., N. Ngadiyono dan G. Murdjito. 1998. Dasar ilmu potong dan
kerja. Laboratorium Ternak Potong dan Kerja. Fakultas Peternakan.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan PT
Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Noor, R. R. 2000. Genetika Ternak. Cetakan II. Penebar Swadaya. Jakarta.
Prajoga, S. B. K. 2007. Pengaruh Silang Dalam pada Estimasi Respon
Seleksi Bobot Sapih Kambing Peranakan Ettawa (PE) dalam
Populasi Terbatas. Universitas Padjajaran. Bandung.
Rothman, S. S. 2002. Lessons from the living cell: the culture of science
and thelimits of reductionism. New York: McGraw-Hill.
Sumadi, Sulastri, Tety H, dan Nono, N. 2012. Estimasi parameter genetic
dan kemampuan bereproduksi performance pertumbuhan kambing
rambon. Jurnal AgriSains. 3(5) : 1-16
.

Anda mungkin juga menyukai