Dosen Pengampuh:
Dr. Abdur Rahman As’ari, M.Pd., M.A
Disusun oleh:
Khoirul Khotimah (180311866020)
PENDAHULUAN
Menurut Kilpatrick, Swafford, & Findell (2001) di Amerika terlalu sedikit siswa di sekolah
dibutuhkan mereka dalam mempelajari matematika itu sendiri. Begitu juga pada kenyataannya,
pada zaman sekarang dalam kegiatan belajar mengajar yang diadakan di sekolah masih terdapat
Siswa yang belum memahami tentang sebuah konsep, definisi, prosedur, dan fakta
matematis secara signifikan tidak bisa dianggap cacat dalam matematika. Tentunya harus ada
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari suatu konsep dan prosedur yang
matematis sehingga memicu pemikiran siswa yang dapat membuat siswa merasa tertarik dan
tidak ada rasa bosan, kurang percaya diri, bahkan menyerah sebelum berhasil menyelesaikan
permasalahan matematika.
Ada faktor penting yang mempengaruhi kesuksesan belajar matematika siswa selain faktor
dari diri siswa, dan lingkungan, yaitu kecakapan matematis (mathematical proficiency).
Kecakapan matematis harus dikuasi siswa agar sukses dalam belajar matematika. Seperti yang
diungkapkan Kilpatrick, Swafford, & Findell (2001) bahwa kecakapan matematis dapat
menangkap apa yang dipikirkan dan berarti bagi siapapun untuk dapat sukses dalam belajar
dimana menurut Kilpatrick, Swafford, & Findell (2001) kecakapan matematis terdiri dari 5
1
prosedural (procedural fluency), (3) kompetensi strategis (strategic competence), (4) penalaran
adaptif (adaptive reasoning), dan (5) disposisi produktif (productive disposition). Kelima
komponen ini memiliki aspek yang berbeda namun saling berkaitan satu dengan yang lainnya.
Tentunya kecakapan matematis ini yang meliputi pengetahuan, kemampuan, kecakapan, dan
kepercayaan diri, didapatkan siswa dengan adanya bantuan dari lingkungan belajarnya seperti
guru dan kelas, tidak bisa murni berasal dari diri sendiri. Oleh karena itu, diharapkan siswa
belajar. Sehingga berdasarkan masalah tersebut, penulis membuat makalah yang berjudul
1. Apa macam dan definisi dari setiap komponen kecakapan matematis (mathematical
proficiency)?
2. Bagaimana contoh dari siswa yang memiliki dan yang tidak memiliki komponen dalam
kecakapan matematis?
1.3.Tujuan
Disusunnya makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan macam dan definisi dari setiap
memiliki dan yang tidak memiliki komponen dalam kecakapan matematis tersebut.
2
BAB II
PEMBAHASAN
keahlian, kompetensi, pengetahuan, dan fasilitas dalam matematika yang sangat berguna dalam
belajar matematika dengan sukses. Kecakapan matematis itu sendiri menurut Kilpatrick,
Swafford, & Findell (2001) memiliki 5 komponen, yaitu conceptual understanding, procedural
komponen ini tidak berdiri sendiri, namun saling berkaitan dalam pengembangan kemampuan
Menurut Kilpatrick et al., (2001) pemahaman konseptual yaitu bentuk pemahaman yang
berkaitan dengan suatu konsep, operasi, dan hubungan matematis. Siswa yang memiliki
pemahaman konseptual lebih tahu dari fakta dan metode yang terisolasi/terpencil. Mereka
3
memungkinkan mereka untuk mempelajari ide-ide baru dan menghubungkan ide tersebut
dengan apa yang sudah mereka ketahui. Karena adanya keterhubungan antara pemahaman,
fakta dan metode yang telah dipelajari, mereka akan lebih mudah mengingat, dan dapat
direkonstruksi ketika lupa. Jika siswa sudah memahami suatu metode, mereka akan lebih
Kemampuan untuk menyajikan situasi matematika dengan cara yang berbeda dan
mengetahui bagaimana representasi yang berbeda dapat berguna untuk berbagai tujuan adalah
indikator signifikan dari pemahaman konseptual (Kilpatrick et al., 2001). Tingkat pemahaman
konseptual siswa berkaitan dengan kekayaan dan luasnya koneksi yang dapat mereka buat.
Contoh dari siswa yang memiliki pemahaman konseptual (conceptual understanding) pada
matematika adalah ketika siswa disuguhkan pada gambar 2 segitiga yaitu ∆ABC dan ∆PQR,
siswa dapat menggambarkan serta menentukan segitiga mana yang siku-siku dan dapat
menjelaskan alasan bahwa ∆PQR merupakan segitiga siku-siku, karena ukuran pada salah satu
sudutnya 90° dengan siku-siku di titik P. Sedangkan contoh dari siswa yang tidak memiliki
pemahaman konseptual (conceptual understanding) pada matematika adalah ketika siswa bisa
menggambarkan ∆ABC dan ∆PQR dengan benar dan bisa menentukan segitiga mana yang
merupakan segitiga siku-siku, tetapi tidak bisa menjelaskan alasan dari definisi segitiga siku-
siku tersebut.
4
Contoh lain lagi dari siswa yang memahami konsep pada matematika adalah ketika siswa
diberi tugas untuk menjumlahkan 26 + 38, siswa yang memiliki pemahaman konseptual dalam
masalah ini akan membuat ide untuk mengatur ulang, serta membuat bilangan secara terpisah
Kemudian siswa juga bisa mengerti dan menafsir bahwa nilai atau hasilnya akan lebih besar
dari 50 tapi tidak jauh lebih besar. Sedangkan siswa yang tidak memiliki pemahaman
suatu keterampilan dalam melakukan prosedur secara efisien, fleksibel, tepat dan akurat.
Kelancaran prosedural mengacu pada pengetahuan tentang prosedur, kapan dan bagaimana
kelancaran prosedural dibangun berdasarkan pencarian awal dan diskusi konsep yang dimana
strategi dan sifat operasi digunakan sebagai metode untuk penyelesaian masalah. Maka dapat
prosedur yang digunakan dalam melaksanakan proses matematika dan juga simbolisme yang
Siswa akan mengalami kesulitan pada pemahaman mereka mengenai ide-ide atau
memecahkan masalah dalam matematika jika tidak memliki kelancaran prosedural (procedural
proficiency) yang cukup (Kilpatrick et al., 2001). Bisa dikatakan ketika siswa mempraktikkan
prosedur yang tidak mereka pahami, itu akan membuat mereka nantinya menerapkan prosedur
yang salah sehingga mereka akan gagal mendapatkan jawaban yang benar dalam suatu
masalah.
5
Contoh dari siswa yang memiliki kelancaran prosedural (Procedural Fluency) pada
3
matematika adalah ketika siswa dihadapkan pada bentuk soal dalam penjumlahan pecahan +
4
4
siswa dapat mengerjakan soal secara sistematis, dan menerapkan langkah-langkah
5
pengerjaan dengan benar, seperti mencari penyebut yang sama terlebih dahulu dengan mencari
3 4 15 16 31 11
+ = + = =1
4 5 20 20 20 20
Atau bisa juga dicari dengan mengalikan kedua bilangan pada pecahan pertama dengan
bilangan bawah (penyebut) pada pecahan kedua, brgitu juga sebaliknya. Sehingga didapatkan:
3 4 3×5 4×4
+ = +
4 5 4×5 5×4
15 16 31 11
= + = =1
20 20 20 20
Kemudian contoh siswa yang tidak memiliki kelancaran prosedural (Procedural Fluency)
pada matematika, akan mengerjakan dengan prosedur yang kurang tepat. Misalnya pada
penjumlahan pecahan seperti soal diatas, siswa bisa saja mengerjakan dengan prosedur yang
3 4 3+4 7
+ = =
4 5 4+5 9
Menurut Kilpatrick et al., (2001) kompetensi strategis merupakan kemampuan yang dimiliki
6
menafsirkan, merumuskan suatu masalah matematika, dan kemampuannya dalam
menyelesaikannya.
Pada prosesnya, ini mengambil situasi lalu mengubahnya menjadi masalah yang dapat
dipecahkan melalui model dan keterampilan matematika untuk mendapatkan solusi, kemudian
strategis, siswa dapat menerapkan pengetahuan matematika yang mereka miliki dan memilih
prosedur yang tepat ketika siswa dihadapkan dengan permasalahan matematika (MacGregor,
2013).
Sebuah toko sepeda memiliki total 42 sepeda roda dua dan sepeda roda tiga. Semua total roda
pada sepeda yaitu 90 roda. Berapakah banyak sepeda roda dua dan banyak sepeda roda tiga?
Contoh dari siswa yang memiliki kompetensi strategis (Strategic Competence) pada
matematika adalah ketika siswa menyelesaikan soal tersebut dengan menggunakan permisalan
seperti 𝑎 untuk sepeda roda dua, dan 𝑏 untuk sepeda roda tiga. Sehingga didapat 𝑎 + 𝑏 = 42
dan 2𝑎 + 3𝑏 = 90. Lalu menyelesaikannya dengan metode eliminasi dan metode subtitusi,
sehingga didapatkan bahwa banyaknya sepeda roda dua adalah 36 dan sepeda roda tiga adalah
6.
Sedangkan contoh siswa yang tidak memiliki kompetensi strategis (Strategic Competence)
pada matematika akan menyelesaikannya dengan menebak-nebak angka dan memeriksa satu-
persatu apakah angkanya cocok atau tidak dengan hasil 90 roda. Misal, siswa menebak jumlah
sepeda roda dua adalah 25, dan sepeda roda tiga adalah 19. Kemudian ketika dioperasikan
(25 × 2) + (19 × 3) = 50 + 57 = 107 roda. Ternyata hasilnya lebih banyak dari 90 roda,
akhirnya siswa akan mencobanya lagi dengan menebak angka yang lebih kecil.
7
2.4.Penalaran Adaptif (Adaptive Reasoning)
Menurut Kilpatrick et al., (2001) penalaran adaptif mengacu pada daya untuk berpikir
secara logis mengenai hubungan antara konsep dan situasi. Menurut Wibowo (2016) siswa
dikatakan memiliki penalaran adaptif jika siswa tersebut mampu berpikir logis mengenai
masalah yang ada, memperkirakan masalah hingga dapat menyimpulkan. Dalam prosesnya,
siswa diharapkan dapat memberikan alasan atas apa yang telah dilakukan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa penalaran adaptif merupakan kemampuan seseorang dalam berpikir logis
mengenai hubungan antara konsep dan situasi, berpikir reflektif, menjelaskan, mengevaluasi
mengidentifikasi bahwa itu merupakan bangunan kubus, dan bisa menjelaskan alasannya
seperti karena bangunan tersebut adalah bangun ruang tiga dimensi yang dibatasi dengan
enam bidang sisi yang kongruen berbentuk bujur sangkar yang dimana bangun ruang itu
adalah kubus, serta siswa dapat menyebutkan diagonal bidang pada bangunan tersebut dan
bisa menyimpulkannya, yaitu AC, BD, EG, HF, AF, BE, CH, DG, AH, DE, BG, CF jadi
jumlahnya ada 12 diagonal bidang. Kemudian siswa memeriksa ulang jawabannya apakah
jawaban itu benar atau salah, dan yakin atau tidak pada jawabannya.
8
Sedangkan siswa yang bisa mengidentifikasi jenis bangunan apakah itu namun tidak
bisa memberikan alasannya, dan juga mengetahui jumlah diagonal ruangnya tetapi tidak bisa
meyebutkan diagonal bidangnya, maka siswa tersebut tidak memiliki penalaran adaptif
Menurut Kilpatrick et al., (2001) disposisi produktif yaitu kecenderungan seseorang dalam
menganggap belajar matematika adalah sesuatu hal yang berguna dan berharga sehingga
percaya diri akan usaha belajar matematikanya terbayarkan, dan menilai dirinya sendiri
sebagai pelaku matematika dan pembelajar yang efektif. Siswa yang mengembangkan
disposisi produktif akan merasa percaya diri atas pengetahuan dan kemampuan mereka, dan
dengan menganggap bahwa matematika itu masuk akal dan dapat dimengerti, serta adanya
usaha dan pengalaman yang juga sesuai, mereka dapat belajar dengan baik dan termotivasi
prosedural, kompetensi strategis, penalaran adaptif, dan percaya bahwa matematika itu dapat
dimengerti, maka dengan adanya usaha yang tekun, itu semua dapat siswa pelajari dan juga
akan yakin pada pengetahuan dan kemampuan mereka, karena kebiasaaan produktif mereka
yang membuat matematika terlihat sebagai hal yang bermanfaat, berharga, serta adanya rasa
percaya diri dan tekun untuk belajar dengan matematika. Berhubungan dengan hal itu, jika
siswa memiliki disposisi produktif yang tinggi, mereka juga akan mampu untuk
prosedural, kompetensi strategis, serta penalaran adaptif. Begitu pula sebaliknya, ketika
9
mereka sudah memiliki kemampuan dalam pemahaman konseptual, kelancaran prosedural,
kompetensi strategis, serta penalaran adaptif, maka disposisi produktifnya juga akan
berkembang.
bersemangat dalam menyelesaikan permasalahan matematika, dan rasa ingin tahunya tinggi.
Sehingga ketika ada permasalahan dalam matematika, untuk menggali pemahaman yang lebih
mendalam, siswa akan mencoba menyelesaikan soal tersebut dengan cara yang lainnya, serta
ketika dihadapkan dengan soal yang sulit siswa tidak mudah menyerah dan akan terus berusaha
hingga mendapatkan jawaban yang benar. Sedangkan siswa yang tidak memiliki disposisi
produktif, ia meyakini bahwa dalam menyelesaikan permasalahan matematika hanya ada satu
cara yang benar dan ketika dihadapkan dengan soal yang sulit, siswa menyelesaikan dengan
caranya sendiri yang akhirnya pada proses pengerjaan sudah terarah namun tidak selesai. Dan
siswa tidak mau mencoba dengan cara yang lainnya, dalam artian sudah menyerah dalam
10
BAB III
PENUTUP
yaitu bentuk pemahaman yang berkaitan dengan suatu konsep, operasi, dan hubungan
dalam melakukan prosedur secara efisien, fleksibel, tepat dan akurat, (3) kompetensi
(adaptive reasoning) yaitu mengacu pada daya untuk berpikir secara logis mengenai
hubungan antara konsep dan situasi, dan (5) disposisi produktif (productive disposition)
hal yang berguna dan berharga sehingga percaya diri akan usaha belajar matematikanya
terbayarkan. Semua komponen ini saling berkaitan menjadi satu padu dalam
matematis ini pada siswa, karena dengan adanya kecakapan matematis dapat
11
DAFTAR PUSTAKA
Kilpatrick, J., Swafford, J., & Findell, B. (2001). Adding It Up: Helping Children Learn
12