Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI

ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Disusun Oleh :
Tasya Nabila
26219296
2EB14

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2021
1.1 PENGERTIAN MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT
Pengertian praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut Undang-
Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat terdapat pada Pasal 1 angka 2 dan angka 6, untuk pengertian dan unsur dari
praktik monopoli ada pada Pasal 1 angka 2 yang menyatakan :
“Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku
usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau
jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan merugikan
kepentingan umum.”
Dari pengertian tersebut terdapat unsur-unsur yang sangat penting untuk memahami
arti dari praktik monopoli, yaitu :
a. Pemusatan kekuatan ekonomi;
b. Satu atau lebih pelaku usaha;
c. Mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa
tertentu;
d. Menimbulkan persaingan usaha tidak sehat;
e. Merugikan kepentingan umum.
Jadi apabila satu atau lebih pelaku usaha yang melakukan pemusatan kekuatan ekonomi
hingga mampu menguasai produksi dan pemasaran atas barang atau jasa yang menjadi
objek usahanya, kemudian dari perbuatan tersebut menyebabkan atau menimbulkan iklim
persaingan usaha tidak sehat dan merugikan kepentingan umum, maka pelaku usaha
tersebut menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 telah melakukan praktik
monopoli.
Kemudian untuk pengertian persaingan usaha tidak sehat terdapat pada Pasal 1 angka
6, yang menyatakan:
“Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antara para pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan
dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha”
Dari pengertian tersebut terdapat unsur-unsur yang terkandung didalamnya, yaitu :
a. Persaingan antara para pelaku usaha;
b. Menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa;
c. Dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat
persaingan usaha.
Pengertian persaingan usaha tidak sehat yang telah dipaparkan di atas menyatakan
pelaku usaha yang menyebabkan persaingan usaha tidak sehat haruslah memenuhi semua
unsur yang ada di atas.

1.2 Asas dan Tujuan Monopoli dan Persaingan Usaha


Asas dari UU No. 5 Tahun 1999 sebagaimana diataur pada pasal 2 bahwa monopoli
dan persaingan usaha ialah dalam melakukan kegiatan usaha di Indonesia, pelaku usaha
harus berasaskan demokrasi ekonomi dalam menjalankan kegiatan usahanya dengan
memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Adapun tujuan dari UU No. 5 Tahun 1999 sebagaimana diatur dalam pasal 3 adalah :
a. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efesiensi ekonomi nasional sebagai
salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat;
b. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang
sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil;
c. Mencegah praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang
ditimbulkan oleh pelaku usaha, dan
d. Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha Ketentuan pasal 3 tidak
hanya terbatas kepada tujuan utama perundang- undangan anti monopoli, yaitu
sistem persaingan usaha yang bebas dan adil, di mana terdapat kepastian
kesempatan berusaha yang sama bagi semua pelaku usaha, dan tidak adanya
perjanjian serta atau penggabungan usaha yang menghambat persaingan serta
penyalahgunaan kekauatan ekonomi sehingga bagi semua pelaku usaha tersedia
ruang gerak yang luas dalam melakukan kegaiatan ekonomi.

Pasal 2 dan 3 tersebut di atas menyebutkan asas dan tujuan-tujuan utama UU No. 5
Tahun 1999. Diharapkan bahwa peraturan mengenai persaingan akan membantu dalam
mewujudkan demokrasi ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Ayat 1 UUD
1945 (Pasal 2) dan menjamin sistem persaingan usaha yang bebas dan adil untuk
meningkatkan kesejahtraan rakyat serta menciptakan sistem perekonomian yang efisien
(Pasal 3). Oleh karena itu, mereka mengambil bagian pembukaan UUD 1945 yang sesuai
dengan Pasal 3 Huruf a dan b UU No. 5 Tahun 1999 dari struktur ekonomi untuk tujuan
perealisasian kesejahteraan nasional menurut UUD 1945 dan demokrasi ekonomi, dan yang
menuju pada sistem persaingan bebas dan adil dalam Pasal 3 Huruf a dan b UU No. 5 Tahun
1999.
Selaku asas dan tujuan, Pasal 2 dan 3 tidak memiliki relevasi langsung terhadap
perilaku pelaku usaha. Kedua pasal tersebut harus digunakan dalam interpretasi dan
penerapan setiap ketentuan dalam UU No. 5 Tahun 1999, sehingga tujuan-tujuan yang
termuat dalam Pasal 2 dan 3 tersebut dapat dilaksanakan seefisien mungkin. Misalnya,
sehubungan dengan penerimaan dan jangkauan dari rule of reason dalam rangka ketentuan
tentang perjanjian- perjanjian yang dilarang (Pasal 4-16), harus diperhatikan bahwa Pasal
2 dan 3 tidak menetapkan tujuan-tujuan yang dilaksanakan dalam bidang sumber daya
manusia, kebijakan struktural dan perindustrian.

1.3 Kegiatan Yang Dilarang Dalam Monopoli dan Persaingan Usaha


Dalam dunia persaingan usaha Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 mengatur tentang
kegiatan yang dilarang dalam Monopoli dan Persaingan Usaha, larangan kegaitan
monopoli itu sendiri diatur dalam Pasal 17 Undang- Undang No.5 Tahun 1999, menyatakan
bahwa:
1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasanaan atas produksi dan atau jasa yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atau produksi dan
atau pemasaran barang atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substistusinya; atau
b. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha
barang dan atau jasa yang sama; atau
c. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50%
(lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu

Sehubungan dengan dilakukannya monopoli oleh pelaku usaha ada beberapa literatur
disebutkan sebagai dampak negatif yang dapat merugikan konsumen maupun pelaku usaha
lainnya, yaitu antara lain:
a. Adanya peningkatan harga produk barang maupun jasa tertentu sebagai akibat tidak
adanya persaingan sehat, sehingga harga yang tinggi dapat memicu/penyebab
terjadinya inflasi yang merugikan masyarakat luas;
b. Pelaku usaha mendapatkan keuntungan secara tidak wajar dan berpotensi
menetapkan harga seenaknya guna mendapatkan keuntungan yang berlipat.
c. Terjadi eksploitasi terhadap daya beli konsumen dan tidak memberikan hak pilih
pada konsumen untuk mengkonsumsi produk lainnya
d. Terjadinya inefisiensi dan tidak efektif dalam menjalankan kegiatan usahanya yang
pada akhirnya dibebankan kepada masyarakat
e. Terjadi entry barrier, dimana tidak ada perusahaan lain yang mampu menembus
pasar monopoli untuk suatu produk yang sejenis
f. Menciptakan pendapatan yang tidak merata.

1.4 Perjanjian Yang Dilarang Dalam Monopoli dan Persaingan Usaha


Secara umum suatu perjanjian menurut ketentuan pasal 1 ayat 7 Undang-Undang
Nomor. 5 tahun 1999, yang pada intinya menyatakan bahwa sautu pwerjanjain adalah suatu
perbuatan dari satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih
pelaku usaha lain dengan nama apau pun, baik tertulis ataupu tidak tertulis. Selanjutnya
dalam undang- undang tersebut perjanjian yang dilarang bukan saja perjanjian yang tertulis
dan perjanjian lisan, tetapi juga termasuk dengan agriment, conspiracy dan kombinasi
usaha pelaku dunia usaha. Untuk lebih jelasnya bentuk perjanjian yang dilarang dalam
undang-undang tersebut antara lain sebagai berikut :
a. Perjanjian Yang Bersifat Oligopoli
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada pasal 4 menyatakan sebagai
berikut :
1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk
secara bersama-sama meklakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Pelaku ussaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan
penguasaan produksi barang dan atau pemasaran barang dan atau jasa,
sebagaimana dimaksud oleh ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha
atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima
persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
b. Perjanjian Penetapan Harga
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada pasal 5 menyatakan sebagai berikut :
1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh
konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi:
 suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau
 suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada pasal 6 menyatakan sebagai berikut :
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli
yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus
dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada pasal 7 menyatakan sebagai berikut :
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
untuk menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada pasal 8 menyatakan sebagai berikut :
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau
memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih
rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
c. Perjanjian Pembagian Wilayah
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada pasal 9 menyatakan sebagai berikut :
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap
barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat.
d. Perjanjian Pemboikotan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada pasal 10 menyatakan sebagai berikut :
1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya,
yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama,
baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
2. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya,
untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain
sehingga perbuatan tersebut:
 merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain; atau
 membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan
atau jasa dari pasar bersangkutan.
e. Perjanjian Kartel
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada pasal 11 menyatakan sebagai berikut :
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya,
yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau
pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
f. Perjanjian Trust
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada pasal 12 menyatakan sebagai berikut :
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk
melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan
yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup
masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk
mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
g. Perjanjian Yang Bersifat Oligopsoni
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada pasal 13 menyatakan sebagai berikut :
1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan untuk secara Bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan
pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar
bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara Bersama-sama menguasai
pembelian atau penerimaan pasokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu.
h. Perjanjian Yang Bersifat Mengatur Integrasi Vertikal
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada pasal 14 menyatakan sebagai berikut :
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam
rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian
produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu
rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.
i. Perjanjian Tertutup
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada pasal 15 menyatakan sebagai berikut :
1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya
akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut
kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
2. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus
bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
3. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga
tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku
usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok:
 harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha
pemasok; atau
 tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku
usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
j. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada pasal 16 menyatakan sebagai berikut :
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang
memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Hariz, N. 1 (2018). “Akibat Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat PT. Indo Beras
Unggul Terhadap Harga Gabah Petani di Hubungkan Dengan Undang-Undang No. 5 Tahun
1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat J.O Undang-
Undang No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan”. Skripsi(S1) thesis, Fakultas Hukum Unpas.
(https://epository.unpas.ac.id/ diakses pada tanggal 6 Juli 2021).
Sianipar, LH. 2020. “Tinjauan Hukum Praktik Jual Rugi dalam Industri Retail
Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat (Studi Pada Swalayan Maju Bersama Glugur”.
(http://repository.uhn.ac.id/handle/123456789/4437 diakses pada tanggal 6 Juli 2021).
Komisi Pengawasan Persaingan Usaha Republik Indonesia. 2007. “Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak”
Sehat. (https://www.kppu.go.id/docs/UU/UU_No.5.pdf diakses pada tanggal 6 Juli 2021)
UPLOAD STUDENTSITE DAN LINK BLOG
https://tassyanabilaa.blogspot.com/2021/07/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha_6.html

Anda mungkin juga menyukai