Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI

HUBUNGAN HUKUM PERDATA DENGAN HUKUM DAGANG

Disusun Oleh :
Tasya Nabila
26219296
2EB14

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2021
BAB 6
1.1 Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Hukum dagang adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur dengan disertai sanksi
terhadap perbuatan manusia di dalam usaha mereka untuk menjalankan perdagangan.
Hubungan antara Hukum Dagang dengan Hukum Perdata erat sekali, karena sebagian dari
aturan-aturan Hukum Dagang terdapat dalam Buku III KUH-Perdata tentang Perikatan.
Adapun yang dimaksud dengan perikatan adalah hukum yang mengatur hubungan
hukum antara dua orang atau lebih yang di satu pihak menimbulkan kewajiban dan di pihak
yang lain menimbulkan suatu hak. Hak dan kewajiban itu bersumber dari perjanjian
misalnya jual-beli, asuransi, pengangkutan, makelar, komisioner, wesel, cheque, Firma,
CV, PT dan sebagainya10 .
Begitu eratnya hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang ini dapat dilihat
dari bunyi pasal 1 KUHD yaitu: “Kitab Undang-undang Hukum Dagang, selama dalam
Kitab Undang-undang ini terhadap Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak diadakan
penyimpangan khusus, maka berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam
Undang-undang ini.”
Rumusan pasal 1 di atas mencerminkan bahwa KUH-Dagang adalah hukum yang
bersifat khusus sedangkan KUH-Perdata merupakan peraturan yang bersifat umum. Hal ini
terjadi apabila suatu hal telah diatur dalam KUH-Dagang, maka ketentuan-ketentuan
Hukum Perdata tidak diberlakukan, tetapi bila suatu hal tidak diatur dalam KUHD aturan
itu terdapat dalam KUHPerdata, maka ketentuan-ketentuan KUH-Perdata berlaku dalam
hubungan hukum di bidang perdagangan yaitu dalam melakukan perjanjian-perjanjian
yang menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hubungan hukum perdata
dengan hukum dagang dapat dilihat dari rumusan pasal 1 KUHPer yang berbunyi:
“Ketentuan-ketentuan dari KUH Perdata berlaku juga pada hal-hal yang diatur dalam KUH
Dagang, kecuali bila KUH Dagang sendiri mengaturnya secara khusus”. Dalam hubungan
ini berlaku adagium “Lex specialis derogat lex generalis” yaitu hukum yang bersifat khusus
mengalahkan hukum yang bersifat umum. Dari rumusan pasal 1 di atas dapat dilihat bahwa
KUH Dagang adalah hukum yang bersifat khusus dan KUH Perdata bersifat umum. KUH
Perdata adalah genusnya dan KUH Dagang adalah speciesnya. Jadi KUH Dagang adalah
perkecualian dari KUH Perdata. Berarti jika KUH Dagang telah mengaturnya secara
khusus, maka ketentuan-ketentuan KUH Perdata tidak berlaku lagi, tapi bila dalam KUH
Dagang belum diatur, maka ketentuan-ketentuan praktek perdagangan tersebut, tunduk
terhadap KUH Perdata yaitu tentang perikatan atau perjanjian-perjanjian yang
menimbulkan hak dan kewajiban dalam lapangan harta kekayaan.
Dengan demikian, hukum dagang adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hukum
perikatan, karena hukum perikatan adalah hukum perjanjian yang terdapat baik dalam
masyarakat umum maupun dalam perdagangan. Karena hukum perikatan adalah bagian
dari hukum perdata maka hukum dagang adalah merupakan bagian dari hukum perdata,
misalnya pasal 1319 KUH Perdata menentukan bahwa semua perjanjian yang bernama
maupun yang tidak bernama harus tunduk pada ketentuan-ketentuan KUH Perdata.
Dalam hukum dagang banyak sekali perjanjian bernama seperti perjanjian jual-beli,
pengangkutan, asuransi, makelar, dan lain-lain, maka sepanjang tidak ditentukan secara
khusus dalam KUH Dagang, asas-asas pokok perjanjian tersebut tunduk pada KUH
Perdata. Demikian eratnya hubungan tersebut, sehingga ada beberapa pendata para sarjana
hukum yang menggambarkan hubungan hukum perdata dengan hukum dagang, yaitu11 :
1. Prof. Subekti, S.H., berpendapat: “Terdapatnya KUHP di samping, KUHS/KUH Perdata
sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya, karena sebenarnya “hukum dagang tidak lain
daripada hukum perdata”, dan perkataan dagang bukanlah suatu pengertian hukum,
melainkan suatu pengertian perekonomian.
Dengan demikian sudahlah diakui, bahwa kedudukan KUHD terhadap KUHS
adalah sebagai hukum khusus terhadap hukum umum. 2. Prof. Sudiman Kartodiprojo, S.H.,
berpendapat: “Dengan perkataan lain KUHD merupakan lex specialis terhadap KUH
Perdata, dan KUH Perdata sebagai lex generalis terhadap KUHD.” 3. Prof. Soekardono,
S.H., berpendapat: “Pasal 1 KUHD memelihara kesatuan antara hukum perdata umum dan
hukum dagang, sekedar KUHD tidak khusus menyimpang dari KUHS.” Dapatlah
dirumuskan bahwa hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antar
individu (non-pemerintah) yaitu orang atau badan hukum sebagai satu dengan orang atau
badan hukum sebagai pihak lain, mengenai benda bergerak atau tidak bergerak dan jasa
serta berbagai kebutuhan individu (non-pemerintah) yang diatur sedemikian rupa sejak
individu masih dalam kandungan sampai dengan setelah meninggal dunia.
Ketentuan Hukum Perdata ini berkaitan dengan hak dan kewajiban serta tanggung
jawab yang diikuti dengan akibat hukum yang dapat dipaksakan berdasarkan keputusan
pengadilan. Mencermati pendapat yang telah disebut di atas jelas bahwa Hukum Dagang
adalah bagian Hukum Perdata yang secara khusus mengatur perdagangan. Oleh karena itu,
seperti telah dikemukakan bahwa Hukum Dagang yang terkodifikasi dalam KUHD yang
sudah lebih dari satu abad itu sudah tidak mampu mewadahi hubungan hukum mengenai
kegiatan perdagangan, baik nasional apalagi internasional, yang perkembangannya
semakin pesat ditunjang oleh hasil teknologi canggih dalam informasi dan komunikasi di
era kesejagatan ini.
1.2 Berlakunya Hukum Dagang
Hukum pedagang ini mulanya belum merupakan unifikasi (berlakunya satu sistem
hukum untuk seluruh daerah), karena berlakunya masih bersifat kedaerahan. Tiap-tiap daerah
mempunyai hukum dagangnya sendiri. Kemudian disebabkan bertambah eratnya hubungan
perdagangan antar daerah, maka pada abad ke-17 di Perancis diadakanlah kodifikasi dalam
hukum pedagang. Menteri Keuangan dari Raja Louis XIV (1643-1715) yaitu Colbert membuat
suatu peraturan yaitu “Ordonnance du Commerce”pada tahun 1673. Peraturan ini mengatur
hukum pedagang itu sebagai hukum untuk golongan tertentu yaitu kaum pedagang.
Ordonnance du Commerce ini pada tahun 1681 disusul dengan suatu peraturan lain
yaitu “Ordonnance de la Marine”yang mengatur hukum perdagangan laut (untuk pedagang
kota pelabuhan). Selanjutnya pada tahun 1807 di Perancis selain terdapat Code Civil des
Francais yang mengatur Hukum Perdata Perancis, telah dibuat juga Kitab UU Hukum Dagang
sendiri yaitu Code de Commerce yang didasarkan dari Ordonnance du Commerce dan
Ordonnance de la Marine. Dengan demikian pada tahun 1807 di Perancis terdapat Hukum
Dagang yang dikodifikasikan dalam Code de Commerce dan dipisahkan dari hukum Perdata
yang dikodifikasikan dalam Code Civil.
Kemudian kodifikasi hukum Perancis tersebut tahun 1807 dinyatakan berlaku juga di
Nederland sampai tahun 1838. Pada saat itu pemerintah Nederland menginginkan adanya
Hukum Dagang sendiri. Dalam usul KUHD Belanda dari tahun 1819 direncanakan sebuah
KUHD yang terdiri atas 3 Kitab, tetapi di dalamnya tidak mengakui lagi pengadilan istimewa
yang menyelesaikan perkara-perkara yang timbul di bidang perdagangan. Perkara-perkara
dagang diselesaikan di muka pengadilan biasa. Usul KUHD Belanda inilah yang kemudian
disahkan menjadi KUHD Belanda tahun 1838. Akhirnya berdasarkan asas konkordansi pula,
KUHD Nederland 1838 ini kemudian menjadi contoh bagi pembuatan KUHD di Indonesia.
Pada tahun 1893 UU Kepailitan dirancang untuk menggantikan Buku III dari KUHD
Nederland dan UU Kepailitan mulai berlaku pada tahun 1896. (C.S.T. Kansil, 1985 : 11-14).
KUHD Indonesia diumumkan dengan publikasi tanggal 30 April 1847 (S. 1847-23),
yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848. KUHD Indonesia itu hanya turunan belaka dari
“Wetboek van Koophandel” dari Belanda yang dibuat atas dasar asas konkordansi (pasal 131
I.S.). Wetboek van Koophandel Belanda itu berlaku mulai tanggal 1 Oktober 1838 dan 1
Januari di Limburg. Selanjutnya Wetboek van Koophandel Belanda itu juga mangambil dari
“Code du Commerce” Perancis tahun 1808, tetapi anehnya tidak semua lembaga hukum yang
diatur dalam Code du Commerce Perancis itu diambil alih oleh Wetboek van Koophandel
Belanda. Ada beberapa hal yang tidak diambil, misalnya mengenai peradilan khusus tentang
perselisihan-perselisihan dalam lapangan perniagaan (speciale
handelsrechtbanken)(H.M.N.Purwosutjipto,1987:9).

Pada tahun 1906 Kitab III KUHD Indonesia diganti dengan Peraturan Kepailitan yang
berdiri sendiri di luar KUHD. Sehingga sejak tahun 1906 indonesia hanya memiliki 2 Kitab
KUHD saja, yaitu Kitab I dan Kitab I (C.S.T. Kansil, 1985 : 14). Karena asas konkordansi juga
maka pada 1 Mei 1948 di Indonesia diadakan KUHS. Adapun KUHS Indonesia ini berasal dari
KUHS Nederland yang dikodifikasikan pada 5 Juli 1830 dan mulai berlaku di Nederland pada
31 Desember 1830. KUHS Belanda ini berasal dari KUHD Perancis (Code Civil) dan Code
Civil ini bersumber pula pada kodifikasi Hukum Romawi “Corpus Iuris Civilis” dari Kaisar
Justinianus (527-565) (C.S.T. Kansil, 1985 : 10).

1.3 Hubungan Pengusaha dan Pembantunya


Menurut Hukum, Perusahaan adalah mereka yang melakukan sesuatu untuk mencari
keuntungan dengan menggunakan banyak modal (dalam arti luas), tenaga kerja, yang
dilakukan secara terus – menerus dan terang – terangan untuk memperoleh penghasilan
dengan cara memperniagakan barang – barang atau mengadakan perjanjian perdagangan.

Untuk menjalankan suatu perusahaan, pengusaha membutuhkan pembantu-pembatu


yang mempunyai kualifikasi tertentu untuk mengerjakan suatu pekerjaan dalam perusahaan
tersebut sesuai dengan bidang kerjanya masing-masing. Hal tersebut tentunya akan
menimbulkan suatu hubungan hukum. Hubungan hukum antara pengusaha dan pembantu-
pembantunya dalam suatu perusahaan adalah hubungan hukum perburuhan yang
berintikan perjanjian melakukan pekerjaan dan hubungan hukum pemberian kuasa.
1. Perjanjian Untuk Melakukan Pekerjaan.
Perjanjian untuk melakukan pekerjaan sudah umum digunakan dalam suatu lapangan
perusahaan. Perjanjian untuk melakukan pekerjaan ini diatur dalam Bab VII A, Buku II
Kitab Undang-Undang hukum Perdata (KUH Perdata). Perjanjian untuk melakukan
pekerjaan terdiri dari tiga macam perjanjian, yaitu :
 Perjanjian pelayanan berkala. Perjanjian jenis ini mengikat para pihak atas apa saja
yang telah disepakati dalam perjanjian berserta segala syarat-syarat yang
diperjanjikan. Kedudukan kedua belah pihak dalam perjanjian jenis ini adalah sama,
atau hubungan kedua belah pihak adalah setingkat. Perjanjian pelayanan berkala
diatur dalam pasal 1601 KUH Perdata.
 Perjanjian perburuhan. Perjanjian ini menimbulkan hubungan subordinasi antara
majikan dan buruh. Untuk mencegah timbulnya tindakan sewenang-wenang dari
majikan terhadap buruh maka pasal 1601 j KUH Perdata menetapkan bahwa aturan
yang mengatur bagaimana melaksanakan pekerjaan yang diserahkan kepada buruh,
harus disetujui secara tertulis oleh buruh itu sendiri. Pelanggaran terhadap
ketentuan tersebut diancam dengan pembatalan perjanjian. Perjanjian perburuhan
diatur dalam pasal 1601 a jo pasal 1601 d sampai dengan pasal 1603 z KUH Perdata.
 Perjanjian pemborongan. Dalam perjanjian ini mengharuskan dihasilkannya suatu
benda baru tertentu oleh pihak pemborong. Perjanjian pemborongan diatur dalam
pasal 1601 b jo pasal 1604 sampai dengan pasal 1617 KUH Perdata.

2. Perjanjian Pemberian Kuasa.


Perjanjian pemberian kuasa diatur dalam Bab XVI Buku III pasal 1792 sampai dengan
pasal 1819 KUH Perdata. Menurut ketentuan pasal 1792 KUH Perdata, yang dimaksud
dengan perjanjian pemberian kuasa adalah suatu perjanjian, dengan mana seseorang
memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya, untuk atas nama pemberi
kuasa menyelenggarakan suatu urusan.

Sedangkan pasal 1794 KUH Perdata menetapkan bahwa :


 Pemberian kuasa terjadi dengan cuma-cuma, kecuali jika diperjanjikan sebaliknya.
 Jika dalam hal yang terakhir, upahnya tidak ditentukan dengan tegas, si kuasa tidak
boleh meminta upah yang lebih dari pada yang ditentukan dalam pasal 411 untuk
wali.

Perjanjian pemberian kuasa ini berbeda dengan perjanjian perburuhan, meskipun sama-
sama mengenai melakukan pekerjaan. Perbedaan yang utama dari kedua perjanjian tersebut
adalah :
 Perjanjian pemberian kuasa dapat terjadi tanpa upah (pasal 1794 KUH Perdata),
sedangkan dalam perjanjian perburuhan selalu dimaksudkan untuk mendapat upah
(pasal 1601 KUH Perdata).
 Perjanjian pemberian kuasa menimbulkan hubungan yang bersifat sama tinggi atau
sederajat, sedangkan dalam perjanjian perburuhan menimbulkan hubungan yang
bersifat subordinasi (atasan dan bawahan).
Apabila dalam perjanjian pemberian kuasa diperjanjikan untuk memberikan suatu upah
tertentu kepada penerima kuasa, maka upah tersebut haruslah dibayarkan. Undang-undang
tidak memberikan larangan untuk pemberian upah dalam perjanjian pemberian kuasa.

1.4 Pengusaha dan Kewajibannya


Menurut undang-undang, ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan oleh
perusahaan, yaitu :
1. Membuat pembukuan ( sesuai dengan Pasal 6 KUH Dagang Undang-undang Nomor 8
Tahun 1997 tentang dokumen perusahaan ), dan di dalam pasal 2 undang-undang nomor
8 tahun 1997 yang dikatakan dokumen perusahaan adalah terdiri dari dokumen
keuangan dan dokumen lainnya.
a. dokumen keuangan terdiri dari catatan ( neraca tahunan, perhitungan laba, rekening,
jurnal transaksi harian )
b. dokumen lainnya terdiri dari data setiap tulisan yang berisi keterangan yang
mempunyai nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak terkait langsung denagn
dokumen keuangan
2. Mendaftarkan perusahaannya ( sesuai Undang-undang Nomor 3 tahun 1982 tentang
Wajib daftar perusahaan ).Dengan adanya undang-undang nomor 3 tahun 1982 tentang
wajib daftar perusahaan maka setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan,
menurut hukum wajib untuk melakukan pemdaftaran tentang segala sesuatu yang
berkaitan dengan usahanya sejak tanggal 1 juni 1985. Berdasarkan pasal 25 undang-
undang nomor 3 tahun 1982, daftar perusahaan hapus, jika terjadi :
a. perusahaan yang bersangkutan menghentikan segala kegiatan usahanya
b. perusahaaan yang bersangkutan berhenti pada waktu akta pendiriannya
kadarluasa
c. perusahaan yang bersangkutan dihentikan segala kegiatan usahanya
berdasarkan suatu putusan pengadilan negeri yang telah memperoleh kekuatan
hukum yang tetap.
DAFTAR PUSTAKA

 http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=1649164&val=15144
&title=HUKUM%20DAGANG%20DI%20INDONESIA%20A%20REVIEW
 https://andigunawan03.wordpress.com/2011/04/16/berlakunya-hukum-dagang/
 https://legalstudies71.blogspot.com/2017/11/hubungan-hukum-antara-pengusaha-
dan.html
 http://iinnapisa.blogspot.com/2011/04/pengusaha-kewajibannya-dalam-
hukum.html

Anda mungkin juga menyukai