Anda di halaman 1dari 7

Dari pengertian dari berbagai kajian pustaka di atas, terdapat sebuah penelitian

kaitannya dengan keberlanjutan penyediaan air minum berbasis masyarakat khususnya di


daerah pedesaan. Pada pembahasan kali ini, akan ditilik lebih jauh terkait bagaimana
pelaksanaan serta keberfungsian SPAM di beberapa desa di Kabupaten Purworejo, Jawa
Tengah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Swastomo dan Iskandar (2021),
dilakukan kajian terkait bagaimana keberlanjutan SPAM Desa berbasis masyarakat setelah
terbangun dan apa saja faktor modal sosial dan modal manusia yang mempengaruhi
keberlanjutan pengelolaan SPAM. Dalam penelitian ini, dilakukan pendekatan kualitatif, yaitu
difokuskan pada wawancara secara intensif melalui pertanyaan yang diajukan kepada
pengelola, pengguna (yang memanfaatkan SPAM), serta pemerintah. Pun juga dilakukan
observasi lapangan secara langsung.
Dalam penelitian ini, terdapat empat kasus yang dibahas serta dibandingkan. Empat
kasus tersebut adalah empat desa di Kabupaten Purworejo, diantaranya: Desa Piji, Desa
Tridadi, Desa Jelok, dan Desa Gintungan. Empat desa tersebut telah selesai melaksanakan
program penyediaan air minum berbasis masyarakat pada tahap pertama (Pamsimas I) dan
infrastruktur SPAM di ke empat desa tersebut sudah beroperasi untuk melakukan pelayanan
air minum kepada warga desa.
Terlebih dahulu membahas bagaimana pelayanan air minum SPAM di Desa Piji.
Desa Piji telah beroperasi dari tahun 2012 dan telah mengalami perkembangan yang
signifikan. Pada akhir tahun 2018, pelayanan SPAM di Desa Piji ini telah menjangkau
seluruh wilayah desa dan sebagian besar warga sudah memanfaatkan layanannya. Pun
juga didukung dengan adanya peningkatan jumlah sambungan rumah (SR) dari tahun 2012
hingga kini sehingga telah mencapai 250 sambungan rumah (SR). Hingga saat ini, menurut
hasil wawancara dengan perangkat Desa Piji, partisipasi masyarakat Desa Piji masih
berjalan baik dalam pembangunan SPAM Desa Piji, terbukti dengan partisipasi yang tinggi
Ketika pembangunan SPAM saat pelaksanaan Pamsimas I, bantuan HID, serta Pamsimas
III. Ditambah lagi adanya budaya gotong-royong serta kerja bakti (sambatan) pada
warganya dalam pembangunan SPAM di Desa Piji membuat pembangunan berjalan lancar,
baik, serta dapat berfungsi optimal hingga sekarang. Ditambah pula adanya iuran per bulan
berupa iuran pemakaian dan iuran operasional dan pemeliharaan tidak menjadi beban bagi
warga Desa Piji. Untuk memastikan kualitas air memenuhi baku mutu Dinas Kesehatan,
pihak pengelola tiap enam bulan sekali mengajukan uji kualitas air dari sumber maupun bak
pengendapan. Pada pelayanannya, SPAM Desa Piji yang sekarang dikelola oleh badan
pengelola SPAM “Tirto Wening” memanfaatkan aplikasi Whatsapp Group untuk melayani
pelaporan kerusakan jaringan air minum. Adapun aturan serta sanksi yang diterapkan. Mulai
tahun 2017, pengelolaan SPAM desa ini dilanjutkan oleh KP-SPAM, yang merupakan
bagian unit usaha BUMDES Desa Piji.
Selanjutnya beralih ke pelayanan air minum SPAM di Desa Tridadi. SPAM di desa ini
mulai dikelola pada tahun 2010. Respon positif didapatkan sejak awal beroperasi, yaitu
layanan sambungan rumah yang awalnya 50 SR, pada tahun 2018 menjadu 235 SR.
Seperti halnya desa Piji, partisipasi masyarakat desa dalam keberlanjutan SPAM Desa
termasuk tinggi, sejak Pamsimas I, bantuan HID, dan Pamsimas III. Pun juga masyarakat
Desa Tridadi tidak keberatan dengan iuran pengunaan air serta iuran pengelolaan. Dari segi
kuantitasnya, air SPAM di desa Tridadi sudah mencukupi kebutuhan masyarakat. Dalam
pengelolaan SPAM di desa Tridadi ini, untuk menjaga kualitas air baik sumber maupun bak
pengendapan, pihak pengelola mengajukan uji kualitas air tiap enam bulan sekali. Karena
kinerjanya yang baik dari badan pengelola (BP-SPAM), akhirnya des aini mendapat
apresiasi berupa hibah insentif desa (HID). Sama halnya dengan pengelolaan SPAM di
Desa Piji, mulai tahun 2017 pengelolaan SPAM di Desa Tridadi dilanjutkan oleh KP-SPAM,
yang merupakan bagian unit usaha BUMDES Desa Tridadi.
Lain halnya dengan dua desa yang telah disebutkan serta dijelaskan sebelumnya,
pengelolaan SPAM di Desa Jelok yang mulai beroperasi dari tahun 2008 ini mengalami
penurunan. Di desa Jelok ini, SPAM yang dibangun malah dialihfungsikan menjadi sumur
komunal. Jumlah sambungan rumah (SR) nya pun tidak mengalami pertambahan hanya
stag di angka 30 SR. Itupun system distribusinya hanya menggunakan selang manual.
Terlebih lagi karena adalnya bencana longsor pada tahun 2016, 30SR ini sudah tidak
terlayani lagi. Pun juga dengan adanya bencana longsor yang terjadi ini, menyebabkan
hilangnya jaringan perpipaan pelayanan SPAM serta rusaknya bangunan pengambilan air
(intake). Dari segi partisipasi masyarakat desa dalam pengelolaan SPAM di Desa Jelok
sangat berbeda dengan desa sebelumnya, yaitu Desa Piji dan Desa Tridadi. Partisipasi
masyarakat yang tinggi hanya terlihat saat awal pembangunan saja, dan tidak berlanjut saat
operasional SPAM. Hal ini terjadi karena mereka telah memperkirakan bahwa biaya untuk
operasional serta perbaikan SPAM sangatlah tinggi. Hal ini didukung dengan sistem intake
air yang bukan menggunakan sistem gravitasi seperti dua desa sebelumnya, hal ini
menjawab mengapa biaya yang dibutuhkan sangatlah tinggi. Hal itu berimbas ke
masyarakat yang enggan membayar iuran. Pada dasarnya, dari segi kuantitas serta
kualitas, SPAM Desa Jelok ini sudah memenuhi kebutuhan warga serta telah memenuhi
standar Dinas Kesehatan. Parahnya lagi, BP-SPAM “Budur Jaya” yang merupakan
pengelola SPAM Desa Jelok ini sudah tidak lagi aktif mengurus SPAM Desa Jelok. Namun
kabar baiknya pada tahun 2017, BP-SPAM beralih menjadi KP-SPAM yang mana menjadi
unit BUMDES ini akan membuat SPAM Desa Jelok ini Kembali beroperasi sesuai prinsip-
prinsip Pamsimas serta akan diadakan iuran bulanan juga.
Desa keeempat sekaligus yang terakhir dalam pembahasan pengelolaan SPAM ini,
yaitu Desa Gintungan, tidak jauh berbeda dengan pengelolaan SPAM di Desa Jelok, yang
mana juga mengalami penurunan. SPAM di Desa Gintungan ini beroperasi mulai tahun
2012, dan hingga saat ini tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan peningkatan, justru
mengalami penurunan. Sambungan rumah (SR) yang awalnya terdata sejumlah 90 SR,
turun menjadi 80 SR pada tahun 2016. Pun pada tahun 2017, pengelolaan SPAM di Desa
Gintungan ini dinyatakan berhenti beroperasi. Hal ini disebabkan oleh adanya kerusakan
mesin pompa yang hingga saat ini tidak tertangani atau diperbaiki. Dari segi partisipasi, tidak
jauh berbeda dengan partisipasi warga di Desa Jelok. Di awal pembangunan, partisipasi
sangat tinggi, namun saat operasional dan pengelolaannya, tidak memperlihatkan partisipasi
yang tinggi. Iuran yang dilakukan para pelanggan tidak mampu memenuhi biaya operasional
serta pemeliharaan. Parahnya lagi, walaupun iurannya masih tergolong terjangkau,
kemauan pelanggan untuk membayar iuran semakin menurun. Ditambah lagi keengganan
membayar iuran ini malah membuat warga semakin banyak menggunakan keran umum
untuk kebutuhan sehari-hari, sehingga hal ini malah menambah beban. Pada dasarnya, dari
segi kuantitas serta kualitas, SPAM Desa Gintungan ini sudah memenuhi kebutuhan warga
serta telah memenuhi standar Dinas Kesehatan. Pengelolaan SPAM Desa Gintungan
dilakukan oleh BP-SPAM, walaupun masih ada, namun kinerjanya tidak aktif. Manajemen
yang kurang baik ditambah lagi dengan tidak adanya norma aturan yang jelas dalam
pemakaian air mempersulit dalam pengelolaan SPAM.
Membandingkan Aspek-aspek Keberlanjutan Penyediaan Air Minum
Dari adanya penjelasan terkait perbandingan bagaimana pengelolaan SPAM di
masing-masing desa di Kabupaten Purworejo tersebut, menurut Swastomo dan Iskandar
(2021), perbedaan aspek keberlanjutan dapat terbagi menjadi dua kategori, yang pertama
merupakan kategori yang penyediaan air minumnya berkelanjutan, yang terdiri atas Desa
Piji dan Desa Tridadi. Sedangkan untuk yang kategori kedua adalah penyediaan air minum
yang tidak berkelanjutan, yaitu Desa Jelok dan Desa Gintungan.
Dalam membandingkan keberlanjutan SPAM di keempat desa tersebut, tidak serta
merta hanya satu aspek saja, namun dilihat dari berbagai aspek. Dalam penelitian
Swastomo dan Iskandar (2021), aspek keberlanjutan yang dilihat diantaranya yaitu aspek
sosial, aspek keuangan, aspek lingkungan, aspek kelembagaan, serta aspek teknis. Berikut
merupakan perbandingan pelaksanaan aspek keberlanjutan dari keempat desa di
Kabupaten Purworejo
Nama Desa
Aspek
Desa Piji Desa Tridadi Desa Jelok Desa Gintungan
Aspek Sosial
Akses Layanan Tidak Tidak
Berkembang Berkembang
Air Minum Berkembang Berkembang
Kontribusi dalam Kontribusi dalam Kontribusi dalam Kontribusi dalam
Partisipasi
pembangunan pembangunan pembangunan pembangunan
Masyarakat
tinggi tinggi turun turun
Aspek Keuangan
Biaya
BOP < Jumlah BOP < Jumlah BOP > Jumlah BOP > Jumlah
Operasional dan
Iuran Iuran Iuran Iuran
Pemeliharaan
Awal tinggi
Kemauan
Tinggi Tinggi Tidak ada iuran kemudian
Membayar Iuran
menurun
Aspek lingkungan
Kuantitas Air Mencukupi Mencukupi Mencukupi Mencukupi
Kualitas Air Baik Baik Baik Baik
Upaya
Perlindungan Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada
Sumber Air
Aspek Kelembagaan
Lembaga Hanya sebagian Hanya sebagian
Ada dan aktif Ada dan aktif
Pengelola yang aktif yang aktif
Ada aturan dan
Tidak ada aturan Tidak ada aturan
Aturan dan Ada aturan dan sanksi tetapi
dan sanksi yang dan sanksi yang
Norma sanksi yang jelas penerapan belum
jelas jelas
optimal
Aspek Teknis
Kondisi unit
Hanya berfungsi
produksi/distribu Berfungsi baik Berfungsi baik Tidak berfungsi
sebagian
si

Berikut merupakan analisis dari tinjauan aspek sosial, aspek keuangan, aspek
lingkungan, aspek kelembagaan, dan aspek teknis.
1. Aspek Sosial
Sudah sangat terlihat dari penjelasan di awal serta di tabel, bahwa terdapat
kontras berupa dua kategori dalam perbandingan keempat desa ini. Pada Desa
Piji dan Desa Tridadi menunjukkan penerapan aspek sosial yang baik, yaitu
terbukti pada kedua desa tersebut pelayanan sistem penyediaan air minum yang
ada mengalami perkembangan, hal ini dapat dilihat pada penjelasan sebelumnya
bahwa di kedua desa ini, dari tahun ke tahun mengalami peningkatan atau
pertambahan jumlah sambungan rumah (SR), hal ini menunjukkan bahwa para
masyarakat di kedua desa tersebut menyadari akan pentingnya akses air minum
bagi diri mereka sendiri. Dengan kata lain, mereka mulai menyadari bahwa air
minum merupakan suatu prioritas. Selain itu, dengan adanya peningkatan jumlah
sambungan rumah (SR) menunjukkan bahwa cakupan atau luasan wilayah
pelayanan juga semakin meningkat. Pun juga dapat dilihat bahwa Desa Piji dan
Desa Tridadi memiliki partisipasi masyarakat yang dapat diartikan sustainable,
karena sejak awal pembangunan infrastruktur penyediaan air minum hingga
penyediaan air minum beroperasi hingga sekarang ini partisipasinya tetap
terjaga. Hal itu dapat dilihat dari konsistensi masyarakat dari Desa Piji dan Desa
Tridadi dalam ikut andil memberikan iuran, sumbangan (baik berupa uang,
tenaga, maupun material).
Hal tersebut sangat kontras dengan yang terjadi di Desa Jelok dan Desa
Gintungan. Pelayanan sistem penyediaan air minum di kedua desa ini justru
mengalami degradasi atau penurunan. Parahnya lagi, ada potensi layanan
penyediaan air minum tidak beroperasi lagi atau justru sudah dinyatakan tidak
beroperasi lagi. Bisa jadi karena awareness masyarakat setempat terkait dengan
pentingnya akses air minum bagi diri mereka sendiri masih rendah, sehingga
mereka belum menganggap bahwa air minum merupakan suatu prioritas.
Sehingga hal ini merembet kepada semangat serta antusiasme masyarakat
terhadap penyelenggaraan penyediaan air minum. Adanya kerusakan unit bagi
mereka bukan suatu hal yang urgent, karena mereka masih enggan untuk iuran
untuk melakukan perbaikan unit. Ditambah lagi, masyarakat di desa setempat
tidak menunjukkan partisipasi yang bersifat sustainable, karena terbukti
partisipasi sangat tinggi hanya di awal pembangunan saja, saat pengoperasian
dan sebagainya, justru menunjukkan penurunan partisipasi. Jiwa sosial
nampaknya belum terlihat juga pada masyarakat di kedua desa ini, karena
bukannya bersama-sama mempertahankan penyediaan air minum bersama yang
ada, justru para masyarakat memikirkan dirinya sendiri dengan membangun unit
atau sistem sumber airnya sendiri.

2. Aspek Keuangan
Pengelolaan keuangan bersama menjadi kunci penting dalam berhasil
tidaknya aspek keuangan ini. Kontras dari dua kelompok dari empat desa terjadi
lagi dalam aspek ini. Dalam penyediaan air minum di desa Piji dan Desa Tridadi,
iuran dana yang dilakukan masyarakat setiap bulannya berhasil memenuhi
kebutuhan biaya operasional dan pemeliharaan sistem penyediaan air minum di
desa setempat. Selain itu masyarakat di kedua desa tersebut juga berhasil
menyisakan dana iuran yang terkumpul lalu dialokasikan sebagai dana
cadangan. Dana cadangan ini nantinya nantinya akan menjadi senjata ketika
suatu hal urgent atau hal-hal tak terduga terjadi, misalnya kerusakan pompa
sadap, filter dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di kedua
desa tersebut memiliki komitmen agar penyediaan air minum terus berlangsung.
Hal ini merupakan suatu hal yang baik untuk menjaga keberlanjutan pengelolaan
penyediaan air minum.
Lain halnya dengan yang terjadi di Desa Jelok dan Desa Gintungan. Di Desa
Jilok, tidak dilaksanakan iuran terkait dengan pengelolaan penyediaan air minum.
Hal ini pastinya akan berimbas pada tidak maksimalnya upaya pemeliharaan
serta operasional sistem penyediaan air minum yang mana telah terbangun.
Masyarakat di Desa Jelok tersebut tidak memiliki dana cadangan ketika terjadi
suatu hal di tengah jalan saat pengoperasian unit-unit sistem penyediaan air
minum. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Jelok tidak memperhatikan
aspek pengelolaan keuangan secara baik serta antusiasme masyarakat untuk
menjaga keberlangsungan sistem penyediaan air minum ini juga termasuk
rendah. Sedikit berbeda dengan Desa Jilok, Desa Gintungan ini juga mengalami
masalah pada sumber keuangan, namun penyebabnya bukan karena
masyarakat yang tidak melaksanakan iuran, namun karena penurunan jumlah
pelanggan atau sambungan rumah (SR) yang mana berimbas pada menurunnya
jumlah iuran yang terkumpul. Adanya permasalahan minimnya dana ini pastinya
akan berimbas pada semakin beratnya beban pelanggan yang bertahan untuk
mendapatkan akses penyediaan air minum ini. Lalu pada akhirnya, sistem
penyediaan air minum di Desai Gintungan ini dinyatakan berhenti beroperasi
pada tahun 2017 karena sudah tidak mampu mengatasi biaya operasional dan
memperbaiki kerusakan alat ataupun unit.

3. Aspek Lingkungan
Pada aspek lingkungan ini, dilihat beberapa unsur, diantaranya kuantitas air,
kualitas air, serta upaya perlindungan sumber air. Dari unsur kuantitas air dalam
penyediaan air minum, Desa Piji dan Desa Tridadi sudah tergolong baik,
kuantitas air tersebut sudah mencukupi kebutuhan masyarakat setempat (seluruh
wilayah) akan air minum. Sedangkan dari unur kualitas airnya, Desa Piji dan
Desa Tridadi ini sudah memenuhi standar yang diberikan Dinas Kesehatan
Kabupaten Puroworejo. Hal ini pula didukung dengan upaya masyarakat Desa
Piji dan Desa Tridadi dalam menjaga kelestarian atau keberadaan sumber air
yang mana unsur ini juga masuk dalam aspek lingkungan dan sangat erat
kaitannya dengan keberlanjutan penyediaan air minum di Desa Piji dan Desa
Tridadi. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di kedua desa tersebut
menyadari pentingnya menjaga suistanable penyediaan air minum itu tergantung
bagaimana mereka memperlakukan sumberdaya air yang ada.
Terkait dengan unsur kuantitas dan kualitas air, pada dasarnya Desa Jelok
dan Desa Gintungan tidak berbeda dengan Desa Piji dan Desa Tridadi. Dari segi
unsur kuantitas air, sebenarnya sudah cukup mencukupi kebutuhan akan air
minum masyarakat setempat. Pun juga dari unsur kualitasnya, juga sudah
memenuhi kualitas yang disyaratkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Purworejo. Namun sayangnya, masyarakat di Desa Gintungan dan Desa Jelok
ini belum memiliki kesadaran yang tinggi terkait upaya perlindungan sumber daya
air, hal ini lah yang menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tidak
berlanjutnya pengelolaan penyediaan air minum di Desa Jelok dan Desa
Gintungan. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan apapun kita kepada air akan
memiliki timbal balik yang setimpal. Apabila kita memperlakukan air secara baik
dengan menjaga, merawat, serta melindungi, pasti air juga akan selalu
memenuhi kebutuhan kita. Namun apabila kita acuh terhadap keberadaannya, air
akan tidak memenuhi kebutuhan kita.

4. Aspek Kelembagaan
Aspek ini merupakan aspek yang penting, karena dalam kelembagaan ini
terdapat sebuah sistem berupa distribusi kerja, pelaksanaan aturan-aturan, dan
sebagainya. Dengan adanya aspek ini tentunya membuat pengelolaan
penyediaan air minum bisa leibih sistematis dan terorganisir, dan yang pasti
harusnya dengan adanya aspek ini keadilan akan akses air minum bagi
masyarakat bisa didapatkan. Di Desa Piji dan Desa Tridadi menunjukkan bahwa
lembaga pengelola sistem penyediaan air minum yang terbentuk (BP-SPAM)
memiliki kinerja yang baik. Hal ini diperkuat dengan adanya aturan dan sanksi
yang jelas dalam pengelolaan sistem penyediaan air minum membuat mudah
dalam pengelolaan walaupun penerapannya di Desa Tridadi belum optimal.
Berbeda dengan yang terjadi pada aspek kelembagaan pengelola SPAM di
Desa Jelok dan Desa Gintungan. Pada kedua desa ini kelembagaan pengelola
yang terbentuk tidak berfungsi sebagaimana mestinya, dalam pengelolaan
operasional dan pemeliharaan SPAM desa hanya sebagian pengurus saja yang
aktif dan pada akhirnya vakum karena SPAM sudah tidak berfungsi lagi. Belum
adanya aturan yang jelas mengatur pengelolaan SPAM desa membuat pengelola
kesulitan dalam menjalankan sistem penyediaan air minum desa. Bisa jadi
kelembagaan yang tidak terurus di kedua des aini yang menyebabkan tidak
berlanjutnya sistem penyediaan air minum di kedua desa tersebut.

5. Aspek Teknis
Aspek teknis juga merupakan aspek yang penting dalam keberlanjutan
sistem penyediaan air minum. Aspek inilah yang memastikan suatu unit atau alat
ataupun komponen pada proses penyediaan air minum ini berjalan dengan baik
atau tidak. Di Desa Piji dan Desa Tridadi, unit-unit yang kaitannya dengan SPAM
baik itu unit produksi maupun unit distribusi masih berfungsi dengan baik.
Masyarakat menyadari akan pentingnya memastikan keberfungsian unit-unit agar
mereka tetap bisa mendapatkan akses air minum dengan baik. Hasil yang
diberikan berupa air minum yang tercukupi dengan adanya pengelolaan teknis
yang baik pastinya akan membuat masyarakat selalu bersedia Ketika harus
membayar iuran untuk biaya operasional serta perawatan sistem penyediaan air
minum di desa setempat.
Berbeda dengan yang terjadi di Desa Jelok dan Desa Gintungan. Di kedua
desa ini tidak menunjukkan gelagat untuk menjaga aspek teknis dalam
pengelolaan penyediaan air minum. Hal ini terbukti dengan sebagian sumur
komunal saja yang berfungsi untuk SPAM, selaiun itu beberapa unit lain serta
jaringan perpipaan sudah rusak. Hal ini tidak diikuti dengan kesadaran
masyarakat untuk berbenah agar Kembali merasakan akses air minum, justru hal
ini menyebabkan masyarakat enggan untuk mengatasi, karena jumlah pelanggan
yang menurun menyebabkan iuran untuk operasional serta perbaikan menjadi
mahal. Hingga pada titik ini, menyebabkan sistem penyediaan air minum di Desa
Gintungan tidak berlanjut lagi atau bisa dikatakan berhenti beroperasi.
Dari penjelasan bagaimana penerapan aspek-aspek tersebut di masing-masing desa
dapat kita ketahui bahwasanya aspek sosial, keuangan, lingkungan, kelembagaan, serta
teknis ini apabila terlaksana dengan baik di dalam pengelolaan sistem penyediaan air
minum, pastinya akan mengalami keberlanjutan. Hal ini terbukti denga apa yang terjadi di
Desa Piji dan Desa Tridadi yang mana hingga sekarang sistem penyediaan air minum masih
berlanjut dan terus berkembang. Sedangkan desa yang tidak menerapkan aspek-aspek
tersebut justru mengalami kemunduran dalam hal pengelolaan sistem penyediaan air
minum, dan menyebabkan penyediaan air minum tersebut tidak mengalami keberlanjutan.

Anda mungkin juga menyukai