Di Kerjakan Oleh :
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BINA TARUNAN GORONTALO
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kami dapat
menyelesaikan Makalah ini. Penyusunan Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Teori
Arsitektur I tentang Pondasi Ruang dalam Arsitektur.
Kami menyadari dalam penulisan Makalah ini masih bayak kekurangan dalam penulisan
maupun penyusunan. Oleh karna itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
guna memperbaiki kesalahan dimasa yang akan datang.
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
a. Latar belakang 4
b. Rumusan masalah 5
BAB II PEMBAHASAN
a. Pengertian Ruang 6
b. Jenis-jenis Ruang 8
c. Contoh Visual Ruang 12
d. Pengertian Lingkungan Binaan 16
e. Contoh visual Lingkungan Binaan 17
a. Kesimpulan 16
b. Saran 16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Arsitektur adalah ilmu dan seni dalam perencanaan dan perancangan lingkungan
binaan, mulai dari lingkup makro hingga lingkup mikro. Dalam arti yang lebih sempit,
arsitektur dapat diartikan sebagai ilmu dan seni dalam perencanaan dan perancangan
bangunan.
C. TUJUAN
Untuk mengetahui pengertian dan fungsi ruang dalam ilmu arsitektur
Untuk mengetahui pengertian Lingkungan Binaan dalam ilmu arsitektur
BAB II
PEMBAHASAN
Suatu bangunan yang memiliki ruang, apabila ditempati atau di huni aka akan terjadi
sesuatu hubungan timbal balik antara ruang dengan penghuni tersebut. Dalam konteks ini tidak
hanya manusia saja yang disebut peghuni ruang, tetapi juga mahluk hidup lainya yang
menempati ruang tersebut. Karena selain rumah manusia juga ada rumah anjing, kandang saoi,
kandang ayam, sampai rumah semut.
Elemen pembatas ruang luar adalah batasan area site dengan area luar
site. Pembatas dapat beruapa ruang hidup atau ruang mati. Ruang hidup adalah
ruang yang terstruktur dan mempunyai fungsi serta hubungan yang jelas dengan
ruang di sekitarnya. Sedangkan ruang mati adalah ruang yang tercipta tanpa di
rencanakan.
Gambar 3.3 Ruang yang dibatasi oleh elemen bangunan dan taman buatan manusia
3.1.2 Ruang Dalam
Ruang dalam merupakan wadah yang digunakan manusia untuk beraktivitas. Ruang
dalam terbentuk dari pembatas-pembatas yang ada di dalam bangunan. Terbentuknya ruang
dalam melalui elemen-elemen pembatasnya, sedangkan ruang-ruang pergerakan atau sirkulasi
dalam ruang dalam terbentuk melalui elemen pengisinya. Dalam mencapai kualitas ruang
dalam yang baik, diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang terbentuk melalui pembatas,
pengisi, dan pelengkap ruang yang mencakup ukuran ruang, bentuk ruang, kualitas lingkungan
ruang, dan isi ruang.
Elemen pembatas ruang dalam merupakan semua elemen yang dapat membentuk
pelingkup ruang. Pembatas utama ruang dalam meliputi: struktur, dinding pembatas, sudut-
sudut dinding, pintu, jendela, atap, plafond, partisi, dan permukaan lantai. Elemen pembatas
ruang mempunyai dua fungsi, fungsi utamanya, yaitu:
Karakter penentu bentuk elemen pembatas ruang meliputi: pengaliran udara, biaya,
umur pemakaian, ketahanan terhadap api, fleksibilitas, tingkat kesulitan perawatan, kualitas
optis, tingkat penetrasi manusia, kemampuan membawa elemen pelengkap, bentuk, kualitas
suara, kekuatan konstruksi, kualitas permukaan, konduktivitas termal, ketahanan terhadap air,
berat massa material. Secara visual (Ching, Francis D.K. Architecture: Form, Space and Order.
Van Nostrand Reinhold Co. 1979) ruang dimulai dari titik kemudian dari titik tersebut
membentuk garis dan dari garis membentuk bidang. Dari bidang ini kemudian dikembangkan
menjadi bentuk ruang. Dengan demikian pengertian ruang di sini mengandung suatu dimensi
yaitu panjang, lebar dan tinggi.
3.1.2.3 Elemen Pengisi Ruang Dalam
Elemen pengisi ruang dalam dapat berupa perabot-perabot, peralatan atau mesin, dan
tanaman. Elemen pengisi ruang dalam menunjang aktivitas yang diwadahi dalam ruang. Untuk
menentukan jenis elemen pengisi ruang dalam dipengaruhi oleh beberapa karakter. Karakter
penentu elemen pengisi ruang dalam antara lain:
• Karakter pengguna
• Karakter aktivitas
• Karakter elemen pelingkup ruang
Arsitektur dapat menjadi suatu media komunikasi massal, pesan-pesan yang disampaikan
ini juga banyak menyampaikan masalah sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu
masalah sosial yang diangkat dalam arsitektur yaitu gender. Selain makhluk hidup biasa,
arsitektur juga terbagi atas dua gender, yaitu gender pria dan wanita .
a. Gender Pria
Gender ini diwakili oleh bangunan berbentuk kotak-kotak, yang memiliki kesan
solid, kuat, dan kaku.Rancangan House X (Peter Eisenman) Mewakili Gender Pria.
Gambar 3.13 House X (Peter Eisenman)
Sumber : http://abarchitects.blogspot.co.id/2013/10/metafora-dalam-
arsitektur.html
b. Gender Wanita
Gender ini diwakili oleh bangunan berbentuk kurva atau lengkung, yang memiliki
kesan dinamis, indah, dan eksotis. Bangunan Court For Madrid (Zaha Hadid) mewakili Gender
Wanita.
Lingkungan Binaan atau Lingkungan Terbangun adalah suatu lingkungan yang ditandai
domisili struktur buatan manusia. Sistem lingkungan binaan bergantung pada asupan energi,
sumberdaya, dan rekayasa manusia untuk dapat bertahan.
Dalam perencanaan kota, istila ini memberikan kesimpulan bahwa sebagai besar
lingkungan yang dipakai manusia adalah lingkungan buatan, dan lingkungan buatan ini harus
diatur agar dapat mempertahankan hidup manusia dengan baik.
Lingkungan-binaan (“built-environment”)1 adalah sebutan/istilah untuk kondisi suatu
area atau daerah yang telah ada sekelompok manusia yang tinggal dengan membangun tempat
tinggal berupa sosok bangunan/gedung dan infrastruktur pelengkapnya, sekalipun sederhana.
Sementara pemahaman mengenai desain (“design”), terkait erat dengan faktor perencanaan
(“planning”) sebagai tahap yang mendahuluinya dalam satu kesatuan proses pengembangan
(“development”). Oleh karena itu, pengertian desain lingkungan-binaan meliputi berbagai sektor
pembangunan yang didominasi pada perkara rancang-bangun pada aspek fisik-spasial,
walaupun eksistensi ragam artefak fisik itu tetap akan dipengaruhi oleh adanya kebijaksanaan,
kesepakatan publik (“consensus”), perilaku dan kebiasaan hidup manusianya.
Secara umum lingkungan binaan tersebut mewujud fisik berupa sebidang tapak rumah,
atau sekumpulan tapak rumah, area pedesaan, dan area perkotaan; yang secara
spasial/keruangan dapat berupa ruang-terbuka (“open-space”) dan ruang tertutup
bangunan/gedung (“built-up area / building coverage”). Ruang Terbuka secara desainatif
(“designative”)2 merupakan rekayasa perpaduan antara faktor natural dan faktor buatan-
manusia, dapat berupa ruang jalan dengan ragam bentuk persimpangannya, sungai, kolam,
telaga, pertamanan, halaman-rumah/gedung, lapangan, alun-alun, dsb. Sementara Ruang
Tertutup merupakan sosok rekayasa teknologis, dapat berupa sosok Rumah-rumah dengan
keragaman tipe masing-masing, dan Gedung-gedung dengan keragaman
tampilan dan fungsi masing-masing.
Apabila ditengok ke belakang pada jaman pra kemerdekaan, di kepulauan Nusantara ini
telah ada fakta desain lingkungan-binaan, yang mulai ditata sekitar tahun 1293 Masehi, yaitu
saat Baginda “Sri Kertaradjasa Djajawardhana” (Raden Widjaja) pendiri Kerajaan Majapahit
membuka hutan Terik, tepatnya di area situs kota Trowulan saat ini.3 Desain lingkungan
tersebut tampil dalam sejumlah obyek, yaitu : Kanal, Waduk, Kolam, Sumur, Candi, dan
Gapura.
2.5. Contoh Visual Lingkungan Binaan
Dari contoh fakta pertama ini dapat disimak, bahwa inilah sesungguhnya penerapan
prinsip dasar Desain Lingkungan-binaan yang patuh/disiplin dalam mengamalkan
keseimbangan antara potensi alami/natural (tanah, air dan vegetasi), potensi manusia dan
aktivitasnya dalam bingkai pola berkebudayaan, serta potensi kreasi buatan manusia (rumah dan
infrastrukturnya). Eksistensi teknologi yang saat ini semakin berkembang, telah tidak
menggoyahkan kultur kehidupannya dalam menata dan mendesain lingkungan-binaannya.
Kampung Naga, menjadi sebuah artefak fisik dan sosial-budaya yang “fenomenal” sepanjang
waktu, yang akan selalu mengingatkan kepada semua manusia penghuni jagad-raya ini, atas
perlunya keseimbangan tiga perkara aspek desain lingkungan-binaan. Kelestarian lingkungan-
binaan tersebut membutuhkan keteguhan sikap manusianya atas kemajuan cara berpikir dan
bertindak, yang tidak cepat tergiur dengan tawaran kenikmatan ragawi. Upaya memelihara
lingkungan-binaannya ternyata dikendalikan oleh pola pikir, bahwa manusia merupakan bagian
kecil yang harus cerdas berkesinambungan dengan alam sekitarnya.
b. Fakta kedua dari contoh yang telah dianggap berhasil mendayagunakan dan memelihara
penataannya dengan prinsip dasar desain lingkungan-binaan. Serupa dengan fakta pertama, ada
perkara yang harus dipegang teguh, yaitu sikap budaya masyarakatnya yang tetap menjunjung
tinggi nilai-nilai kultural, tidak mudah tergiur dengan produk kemajuan teknologi. Pemanfaatan
potensi sumber daya alam diperlakukan dengan sangat arif bijaksana, sesuai dengan kebutuhan
dasar kehidupan masyarakatnya. Perbedaan antara kedua contoh faktual tersebut adalah, secara
fisik, desain lingkungan-binaan fakta pertama ditata dengan kombinasi pola organik dan
geometrik; sedangkan fakta kedua diatur dengan kejelasan pola geometrik yang disesuaikan
dengan potensi geografis alamnya. Fenomena faktual tersebut, tentu masih banyak tersebar di
kepulauan Nusantara ini, yang sejak sekitar abad XV tetap lestari sampai saat ini di awal abad
XXI dalam memelihara keseimbangan ketiga aspek sebagai prinsip dasar desain lingkungan-
binaan. Ciri yang sangat mendasar dari kelestarian ini adalah bahwa masyarakat yang
menempatinya “diikat” dalam pola budaya yang “homogen”, bila ditinjau dari faktor etnisitas,
pandangan-hidup, spiritualitas atau agamanya.
BAB III
PENUTUP
Dalam penutup dari makalah yang ringkas ini, kami selaku penulis hanya dapat
melampirkan kesimpulan dan saran-saran sebagai pelengkap dari isi makalah kami ini.
Kesimpulan
Namun dalam konteks manusia dan arsitektur manusialah yang memilki paling banyak
macam korelasi dengan ruangan karena memilki cipta rasa dan karsa. Hubungan
tersebut di bagi menjadi hubungan fisik maupun non fisik ruang.
Dalam hal ini arsitek memilki peran untuk menjebatangani antara ruang dengan
penguninya agar terjadi hubungan timbal balik yang harmonis.
Saran-saran
Adapun saran-saran yang akan kami sampaikan selaku penulis antara lain :
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/tata_ruang_luar_1/bab2konsep_dasar_ru
ang_luar.pdf
https://www.arsitur.com/2017/11/pengertian-dan-organisasi-ruang-dalam.html?m=1
http://abarchitects.blogspot.co.id/2013/10/metafora-dalam-arsitektur.html
http://www.thegroundmag.com/santiago-calatrava-an-interview-with/
http://www.maphill.com/http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest
det.php?id=29&lang=id
https://aristastar21.wordpress.com/makalah-kebudayaan-masyarakat-kampung-naga-2/
http://travel.kompas.com/read/2013/09/18/0812396/Mengunjungi.dan.Mempelajari.Buda
ya.Kampung.Naga.
http://www.maphill.com/
http://disbudpar.banglikab.go.id/index.php/baca-artikel/156/www.disbud.baliprov.go.id
http://majalahasri.com/