Anda di halaman 1dari 6

KAJIAN SURAH SABA’ AYAT 37

“Makna Iman dan Amal Sholeh dalam Menghantarkan Hamba ke Surga”


Prof. Dr. KH.Soyyan Sauri, M.Pd.
Disusun oleh : Darmasta Maulana

QS. Saba’ Ayat 37


ٰۤ ُ ۙ
ِ ‫ﻚ ﻟَﮭُ ْﻢ َﺟﺰ َۤا ُء اﻟﻀﱢ ﻌ‬
‫ْﻒ ﺑِ َﻤﺎ َﻋ ِﻤﻠُﻮْ ا َوھُ ْﻢ ﻓِﻰ‬ َ ‫وﻟ ِٕٮ‬ َ ‫ﻻ اَوْ َﻻ ُد ُﻛ ْﻢ ﺑِﺎﻟﱠﺘِ ْﻲ ﺗُﻘَﺮﱢ ﺑُ ُﻜ ْﻢ ِﻋ ْﻨ َﺪﻧَﺎ ُز ْﻟ ٰﻔ ٓﻰ اِ ﱠﻻ َﻣ ْﻦ ٰا َﻣﻦَ َو َﻋ ِﻤ َﻞ‬
‫ﺻﺎﻟِﺤًﺎ ﻓَﺎ‬ ٓ َ ‫َو َﻣﺎٓ اَ ْﻣ َﻮاﻟُ ُﻜ ْﻢ َو‬
َ‫ﺖ ٰا ِﻣﻨُﻮْ ن‬
ِ ‫ْاﻟ ُﻐﺮ ُٰﻓ‬

“Dan bukanlah harta atau anak-anakmu yang mendekatkan kamu kepada Kami; melainkan
orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itulah yang memperoleh
balasan yang berlipat ganda atas apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa
di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga).” (QS. Saba' Ayat 37)

Asbabun Nuzul
Ayat ini turun sebagai penegas kepada pemuka kafir Mekah bahwa bukan harta benda dan
keturunan yang dapat mendekatkan diri manusia kepada Allah dan memperoleh kasih
sayang-Nya, tetapi iman dan amal saleh. Harta benda dan keturunan itu hanya bermanfaat
bila menambah kuat iman dan memperbanyak amal.
Allah membantah keyakinan orang kafir tersebut. Kedudukan seseorang di sisi Allah tidak
ditentukan oleh harta dan keturunannya, melainkan iman dan takwanya. (Hidayatul Insan bil
Tafsiril Our'an)

Kandungan Ayat
1. Iman dan amal saleh yang dapat mendekatkan kita kepada Allah Subhana wa ta’ala
2. Orang yang beriman dan beramal saleh yang akan mendapatkan surga dan terbebas dari
siksa neraka
3. Yang dapat melestarikan iman dan amal saleh adalah harta yang digunakan secara benar
dan keturunan yang dididik dengan baik.
Penjelasan Surga Menurut Tafsir Ibnu Katsir
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Farwah ibnu Abul Migra AlKindi, telah menceritakan kepada kami Al-Gasim
dan Ali ibnu Misar, dari Abdur Rahman ibnu Ishag, dari An-Nu’man ibnu Sa’ad, dari Ali r.a.
yang mengatakan bahwa Rasulullah Sallahualaihiwassalam. Pernah bersabda:
Sesungguhnya di dalam surga benar-benar terdapat tempat-tempat yang tinggi, bagian
luarnya terlihat dari bagian dalamnya dan bagian dalamnya terlihat dari bagian luarnya.
Ketika ada seorang Badui bertanya, “Untuk siapakah tempat-tempat itu?“ Rasulullah Saw.
Menjawab: Bagi orang yang bertutur kata baik, memberi makan (orang-orang fakir miskin),
rajin berpuasa, dan gemar salat di malam hari ketika manusia sedang tidur.

Nilai-nilai Pendidikan Akhlak


1. Senantiasa bertawadu dan meningkatkan amal saleh
2. Tidak ada yang pantas untuk disombongkan
3. Belajar menjadi orang yang lebih baik serta meningkatkan keimanan
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
ۙ َ‫ﯾَﻮْ َم َﻻ ﯾَ ْﻨﻔَ ُﻊ َﻣﺎ ٌل و َﱠﻻ ﺑَﻨُﻮْ ن‬
(yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, [QS. Asy-Syu’ara’: 88].
ؕ ‫ﺐ َﺳﻠِﯿ ٍْﻢ‬ ّ ٰ ‫اِ ﱠﻻ َﻣ ْﻦ اَﺗَﻰ‬
ٍ ‫ﷲَ ﺑِﻘَ ْﻠ‬
Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih, [QS. Asy-Syu’ara’:
89].

Penjelasan Ayat
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah, ketika menafsirkan dalam surat as-Syu’ara 88-89,
khususnya tentang Qalbun Salift” beliau menulis demikian: Oalbun Salim adalah mengilmui
bahwa Allah itu benar (hag), dan bahwa As-Saaah (hari kiamat) pasti akanlah datang, dan
bahwa Allah akan membangkitkan siapa saja yang ada di dalam kubur.
Imam Ibnu Katsir juga mengutip penafsiran Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu tentang Oalbun
Salim, yaitu: Hati yang hidup, yang bersaksi bahwa tiada Illah (sesembahan yang hak untuk
disembah) selain Allah. Bekau juga mengutip perkataan Imam Mujahid tentang Oalbun
Salim, yaitu hati yang bersih atau selamat dari syirik.
Lalu beliau mengutip perkataan Said bin Al-Musayyib: Oalbun Salim adalah hati yang sahih,
sehat, yaitu hatinya orang beriman, karena hati orang kafir dan munafik itu hati yang sakit.
(Tafsir Ibnu Katsir)

Makna Aman
Definisi Iman berdasarkan pendapat jumhur ulama, menurut bahasa iman berarti pembenaran
hati. Sedangkan menuru istilah, iman adalah:
» Membenarkan dengan hati, » Mengikrarkan dengan lisan dan « Mengamalkan dengan
anggota badan.
Imam Muhammad bin Isma’il bin Muhammad bin al Fadhl at Taimi al Asbahani
menyampaikan makna Iman menurut pandangan syariat adalah pembenaran hati, dan amalan
anggota badan. Iman bisa bertambah dan berkurang seiring dengan bertambah dan
berkurangnya amal saleh.

Makna Amal Shaleh


Syaikh Abdurrahman as Sa’diy dalam Taisiru Karimir.mengatakan, “Amalan yang baik
dinamakan amal saleh karena dengan sebab amal saleh keadaan urusan dunia dan akhirat
seorang hamba Allah akan menjadi baik dan akan hilang seluruh keadaan-keadaannya yang
rusak. Dengan amalan yang baik tersebut seseorang akan termasuk golongan orang-orangan
saleh yang pantas bersanding dengan Allah Yang Maha Pengasih di dalam surga-Nya”
(Taisiru Karimir Rahman: 1/62, cet: Markaz Shalih bin Shalih ats Tsagafiy).
Suatu amalan dalam agama Islam dikatakan sebagai amal saleh apabila terpenuhi di
dalamnya dua syarat, yaitu ikhlas karena Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah Muhammad
shalallahu “alaihi wa salam dalam hal sebab, jenis, kadar, tata cara, waktu, dan tempat
(Ahkam Minal Our’an:1/94 syaikh Utsaimin).

Bentuk Amal Saleh


1. Tersenyum
Senyummu di depan saudaramu, adalah sedekah bagimu” (H.R. Tirmidzi no. 1956).
2. Mendamaikan orang yang berselisih Allah berfirman, “Dan apabila ada dua golongan
orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya.” (O.S.Al-Hujurat:9)
3. Ucapan yang baik “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada
Allah
Dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki amalanamalanmu dan
mengampuni dosa-dosamu. Barangsiapa mentaati Allah Dan Rasul-Nya, maka
sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar” (O.S. Al-Ahzab : 70-71)
4. Memberi hadiah
Salinglah memberi hadiah, maka kalian akan saling mencintai (HR.bukhari)
5. Memberi makanan pada tetangga
Dari Abu Dzarr RA, dia berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Wahai Abu Dzarr, jika
engkau memasak masakan berkuah, maka perbanyaklah kuahnya dan perhatikanlah
tetanggamu.” (HR Muslim)
6. Berbakti kepada orang tua
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan kepada manusia janganlah ia beribadah melainkan
hanya kepadaNya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-
baiknya. Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut
disisimu maka janganlah katakan kepada keduanya 'ah' dan janganlah kamu membentak
keduanya” (Q.S. Al-lsra : 23)
Kisah orang shaleh yang ketika menghadapi bala’
Dalam Kitab ‘Al-Hikam’, Syeikh Ibnu ‘Atho’illah (1250- 1390) menceritakan kisah orang
beriman saat diberi ujian bala berupa penyakit. Dikisahkan, Urwah bin Az-Zubair RA ketika
menderita sakit diputuskan harus dipotong betisnya. Maka ketika akan dilaksanakan
pemotongan oleh ahli bedah, dia diberi obat tidur supaya tidak terasa sakitnya.
Namun Urwah menolak sembari berkata: “Jangan diberi obat tidur, tetapi teruskan potong
betisnya tanpa obat tidur. Dan ketika betisnya digergaji tidak terdengar keluhan kecuali
ucapan “Hasbiyallah” (cukup bagiku rahmat Allah). Kemudian ia berkata: “Allah telah
mengetahui bahwa kaki itu tidak pernah saya gunakan berjalan kepada maksiat, lalu ia
berkata: “Ya Allah, jika Engkau ambil, masih banyak sisanya, jika engkau memberi bala,
masih banyak selamatnya.”
Masya Allah, ini kisah yang luar biasa ketika seseorang berdoa memohon kepada Allah dan
rida dengan kehendak-Nya, maka semuanya menjadi ringan.
Dari Abu Hurairah dan Abu Said RA, Rasulullah SAW bersabda: “Tiada sesuatu yang
menimpa seorang mukmin berupa penderitaan, kelelahan atau risau hati/fikiran melainkan
semua itu akan menjadi penebus dosanya”. (HR. Bukhari-Muslim).
Jangan menjadi orang yang dangkal pandangannya sehingga tidak dapat melihat adanya
nikmat dan rahmat karunia Allah dalam takdir musibah bala’ itu. Hendaklah berhusnuzhan
(berprasangka baik) kepada Allah maka banyak sekali karunia Allah yang diberikan
bersamaan dengan bala (ujian) itu, di antaranya sebab bala itu, kita ditempatkan Allah di
pintu rahmat-Nya.

Perasaan khawatir atau takut jika amal tidak diterima


Diceritakan bahwa ulama-ulama terdahulu begitu semangat untuk menyempurnakan amalan
mereka, kemudian mereka berharap-harap agar amalan tersebut diterima oleh Allah dan
mereka selalu khawatir jika amalnya tertolak. Mereka inilah yang disebutkan dalam firman
Allah:
Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut.”
(O.S. Al Muminun: 60).
Rasa takut dan khawatir amal tidak diterima ini sangat penting dimiliki seorang Muslim.
Karena sikap tersebut akan mendorong kepada sikap hati-hati. Sehingga setiap amal saleh
yang dikerjakan selalu diiringi dengan doa agar amal tersebut diterima.

3 tanda diterimanya amal shaleh


Merasa amal ibadah an: diker’akan masih sedikit. .
Menyikapi hal ini, Imam Ibnul Qayyim pernah berkata: “Tanda diterimanya amal saleh yaitu
saat hati merasa bahwa amal saleh masih hina dan kecil. Sampai orang-orang yang benar-
benar mengenal Allah, selalu beristighfar setiap usai melakukan ibadah. Nabi Saw. Bila
selesai salam dari salat, beliau beristighfar sebanyak tiga kali. Allah juga telah
memerintahkan hamba-hambaNya untuk beristighfar setelah selesai melakukan ibadah haji.
Allah juga memuji mereka yang beristighfar setelah melakukan salat malam. Nabi Saw.
Memerintahkan taubat dan istighfar usai berwudhu.”
Tidak membangongkan : akan amal an: dikerjakan. Mengambil hikmah pelajaran dari kisah
Hasyim sang ahli ibadah dan beramal namun tidak diterima amalannya.

Kisah Teladan
Dikisahkan di dalam kitab Mukasyafatul Qulub dalam kitab Ghazali, dahulu ada seorang
yang taat beribadah bernama Abu bin Hasyim. Hasyim dikenal sebagai seseorang yang tidak
pernah meninggalkan tahajud (giyamullail) selama puluhan tahun.
Suatu ketika, pada saat Hasyim akan mengambil wudhu untuk melaksanakan salat tahajud,
tiba-tiba Hasyim dikagetkan dengan keberadaan sesosok makhluk yang berdiri di dekat tepat
wudhu.
Hasyim pun bertanya kepadanya: “Wahai hamba Allah, siapakah engkau?” Sambil
tersenyum, sosok itu menjawab: “Aku adalah Malaikat utusan Allah SWT. Hasyim terkejut,
sekaligus bangga karena dikunjungi tamu yang tidak biasa, yaitu Malaikat mulia. Kemudian
Hasyim bertanya kepada Malaikat tersebut: “Apa yang sedang kamu lakukan disini?”
Malaikat tersebut menjawab: “Aku disuruh untuk mencari hamba pecinta Allah SWT”.
Mendengar jawaban tersebut, Hasyim berharap dalam hatinya yang namanya terdapat dalam
buku catatan amal saleh yang diterima tersebut. Atu – bertanyalah Hasyim kepada sang
Malaikat: “Wahai Malaikat, adakah namaku tercantum di situ?”
Kemudian sang Malaikat memeriksa nama Abu bin Hasyim di dalam buku tersebut. Namun
sang Malaikat tidak menemukan namanya. Kemudian Hasyim meyakinkan kembali agar sang
Malaikat memeriksa sekali lagi, barangkali namanya terlewatkan. Namun sang Malaikat tetap
tidak menemukan namanya. Sang Malaikat kemudian berkata kepada Abu bin Hasyim:
“Betul, namamu tidak ada di dalam buku ini”.
Mendegar hal tersebut, Hasyim tubuhnya gemetar dan jatuh tergungkur di depan sang
Malaikat. Dia menangis sesenggukkan sambil berkata: “Betapa ruginya diriku yang selalu
tegak berdiri di setiap malam dalam tahajud dan bermunajat, tetapi namaku ternyata tidak
masuk dalam golongan para hamba pecinta Allah Subhanahu wataa'la.
Mendengar Malaikat berkata tersebut, sambil berlinang 2 di mata Hasyim bertanya kepada
Malaikat: “Apa gerangan yang menjadi penyebabnya, hingga Allah SWT melarang untuk
menuliskan namaku di dalamnya?”
Sang Malaikat menjawab: “Engkau memang ahli beribadah kepada Allah Subhanahu
wataa’la, namun sayangnya engkau pamerkan kemana-mana ibadahmu dengan penuh rasa
bangga dan engkau juga asyik beribadah memikirkan diri sendiri. Padahal di kanan-kirimu
ada orang sakit dan lapar, tidak engkau jenguk dan tidak engkau beri makan. Bagaimana
mungkin engkau dapat menjadi hamba pecinta Allah Subhanahu wataa’la dan dicintai oleh-
Nya, kalau Engkau sendiri tidak pernah mencintai hamba-hamba yang diciptakan Allah
Subhanahu wataa’la?
Hikmah lainnya disebutkan dalam hadis dari Usamah berkata: “Wahai Rasulullah Saw,
kenapa aku tidak pernah melihat Anda berpuasa sunah dalam satu bulan tertentu yang lebih
banyak dari bulan Sya’ban? Beliau Sallahualaihiwassalam menjawab:
Ia adalah bulan di saat manusia banyak yang lalai dari beamal Shaleh
Antara Rajab dan Ramadhan. Ia adalah bulan di saat amal-amal dibawa naik kepada Allah
Rab semesta alam, maka aku senang apabila amalamalku diangkat kepada Allah saat aku
mengerjakan puasa sunah.” (HR. Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Khuzaimah. Ibnu Khuzaimah
menshahihkan hadis ini)
Di bulan Ramadhan kita dianjurkan untuk memperbanyak . sunah seperti membaca Al-
Our’an, berdzikir, beristighfar, salat tahajud dan witir, shalat dhuha, dan sedekah,
Untuk mampu melakukan hal itu semua dengan ringan dan istiyamah, kita perlu banyak
berlatih. Di sinilah bulan Sya’ban menempati posisi yang sangat urgen sebagai waktu yang
tepat untuk berlatih membiasakan diri beramal sunah secara tertib dan kontinu.

5 keutamaan orang yang shaleh


Abu Bakar Al-Balkhi berkata: “Bulan Rajab adalah bulan menanam. Bulan Sya’ban adalah
bulan menyirami tanaman. Dan bulan Ramadhan adalah bulan memanen hasil tanaman.”
Beliau juga berkata: “Bulan Rajab itu bagaikan angin. Bulan Sya’ban itu bagaikan awan. Dan
bulan Ramadhan itu bagaikan hujan
1. Amal Hamba Di angkat ke Langit Dan Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa Sya’ban
merupakan bulan Di mana amal saleh setiap hamba akan diangkat ke langit. “Ini adalah
bulan yang sering dilalaikan banyak orang, bulan antara Rajab Dan Ramadhan. Ini adalah
bulan dimana amal-amal diangkat menuju Rab Semesta alam. Dan saya ingin ketika amal
saya diangkat, saya dalam Kondisi berpuasa.” (HR. An-Nasa’i, Ahmad)
2. Bulan Berpuasa Bagi Rasulullah , “Belum pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berpuasa satu bulan yang lebih banyak dari pada puasa bulan Sya’ban. Terkadang hampir
beliau berpuasa Sya’ban sebulan penuh.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
3. Terjadilah Peristiwa Tahwil Kiblat Sofyan Sari Di bulan ini juga terjadi peristiwa penting
berubahnya arah kiblat dari Masjidil Agsa Palestina ke Masjidil Haram Makkah.
4. Turunnya Perintah Berselawat
Salah satu keistimewaan Sya’ban yang masyhur adalah turunnya ayat perintah berselawat
kepada Nabi (O.S Al-Ahzab Ayat 56). Beliau menegaskan pandangannya dengan
menyebutkan salah satu hadis riwayat Imam Ad-Dailami dari Sayyidah Aisyah, dia
berkata:
Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan bulan Allah. Bulan Sya’ban menyucikan dan
Ramadhan menggugurkan dosa
5. Terdapat Malam Dikabulkannyaa Doa Nisfhu Sa’ban sar Diriwayatkan oleh Imam Al
Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubro bahwa Imam Asy-Syaft’i radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Telah sampai kepada kami bahwa doa dikabulkan oleh Allah Ta’ala pada 5 malam, yaitu
malam Jumat, malam Idul Fitri, malam Idul Adha, malam pertama bulan Rajab, dan
malam Nishfu Sya’ban.” Kaum Muslimin meyakini bahwa pada malam ini, dua malaikat
pencatat amalan keseharian manusia, yakni Ragib dan Atid, menyerahkan catatan amalan
manusia kepada Allah SWT, dan pada malam itu pula buku catatan-catatan amal yang
digunakan setiap tahun diganti dengan yang baru.

Anda mungkin juga menyukai